34
REPRESENTASI MASKULINITAS PADA BOYBAND KOREA (Analisis Isi Kuantitatif Pada Video Musik Super Junior, Big Bang, dan 2PM) Wirawan Adhie Pamungkas Ilmu Komunikasi – Komunikasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Abstrak Maskulinitas merupakan suatu hal yang penting dalam diri seorang pria. Saat ini mulai terlihat gejala-gejala adanya pergeseran mengenai makna maskulinitas itu sendiri. Hadirnya boyband-boyband yang berasal dari Korea semakin menunjukkan bahwa maskulinitas seorang pria yang sebagaimana mestinya tidak lagi mereka kedepankan. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana boyband 2PM, Super Junior, dan Big Bang merepresentasikan maskulinitas mereka pada video musik mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis isi. Sampel terdiri dari 15 video musik, yang terdiri dari 5 video musik dari masing-masing boyband dipilih dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Fokus penelitian adalah visual yang mereka coba tampilkan dalam merepresentasikan sisi maskulinitas mereka.Kategorisasi yang dibuat berdasarkan rambut, wajah, tubuh, dan pakaian. Secara keseluruhan masih terdapat kontradiksi tentang sisi maskulinitas mereka. Maskulinitas tidak dapat terlepas dari body image. Bentuk tubuh atletis yang mereka miliki, berotot dan terlihat kuat namun mereka memiliki paras yang cantik serta memiliki rambut berponi yang tertata dengan rapi dan ditampilkan dalam berbagai macam warna rambut. Hal tersebut dapat tergambar dengan jelas bahwa gejala maskulinitas ini sudah mulai bergeser, bahwa lelaki tidaklah hanya fokus kepada

Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

REPRESENTASI MASKULINITAS PADA BOYBAND KOREA (Analisis

Isi Kuantitatif Pada Video Musik Super Junior, Big Bang, dan 2PM)

Wirawan Adhie PamungkasIlmu Komunikasi – Komunikasi BisnisFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas BrawijayaAbstrakMaskulinitas merupakan suatu hal yang penting dalam diri seorang pria. Saat ini mulai terlihat gejala-gejala adanya pergeseran mengenai makna maskulinitas itu sendiri. Hadirnya boyband-boyband yang berasal dari Korea semakin menunjukkan bahwa maskulinitas seorang pria yang sebagaimana mestinya tidak lagi mereka kedepankan. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana boyband 2PM, Super Junior, dan Big Bang merepresentasikan maskulinitas mereka pada video musik mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis isi. Sampel terdiri dari 15 video musik, yang terdiri dari 5 video musik dari masing-masing boyband dipilih dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Fokus penelitian adalah visual yang mereka coba tampilkan dalam merepresentasikan sisi maskulinitas mereka.Kategorisasi yang dibuat berdasarkan rambut, wajah, tubuh, dan pakaian. Secara keseluruhan masih terdapat kontradiksi tentang sisi maskulinitas mereka. Maskulinitas tidak dapat terlepas dari body image. Bentuk tubuh atletis yang mereka

miliki, berotot dan terlihat kuat namun mereka memiliki paras yang cantik serta memiliki rambut berponi yang tertata dengan rapi dan ditampilkan dalam berbagai macam warna rambut. Hal tersebut dapat tergambar dengan jelas bahwa gejala maskulinitas ini sudah mulai bergeser, bahwa lelaki tidaklah hanya fokus kepada dominasi dan kekuatan namun sudah mulai memperhatikan masalah penampilan. Mereka sejatinya dapat dimasukkan ke dalam golongan sosok laki-laki baru, yaitu metrosexual. Laki-laki yang gemar atau sangat perduli akan pentingnya penampilan, mulai dari segi berpakaian, menata rambut, hingga perawatan pada wajah mereka tanpa melepaskan seluruh sisi maskulinitas mereka.Kata kunci: Representasi, maskulinitas, boyband korea, video musik (metrosexual, new man)I. PENDAHULUANPerkembangan media saat ini adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi. Hal ini secara tidak langsung telah digunakan namun pada dasarnya seluruh media memiliki peranan yang sama yaitu memberikan informasi, hiburan, edukasi, serta kontrol sosial. Media massa dapat menjadi media pembelajaran dalam kehidupan masyarakat karena media massa membawa nilai-nilai baru ataupun mengubah nilai-nilai yang sudah ada di dalam masyarakat dan berdampak dalam kurun waktu tertentu. Hal ini seperti yang dikatakan Nurudin (2009, h. 255) media massa mampu mengarahkan, membimbing, dan mempengaruhi kehidupan di masa kini dan di masa mendatang. Nilai-nilai

Page 2: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

kehidupan masyarakat itu sendiri merupakan bagian dari kebudayaan. Manusia memiliki nilai-nilai tertentu yang dipelajari sejak ia lahir. Bukan berarti nilai luhur yang telah ia miliki tidak dapat digeser oleh nilai-nilai yang baru seperti yang sempat disinggung sebelumnya. Seperti yang dikatakan Koentjaraningrat (1985, h. 85) budaya merupakan sebagai seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya karena hal tersebut hanya bisa dicetuskan melalui proses belajar.Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan hasil dari sebuah proses pembelajaran sehingga kebudayaan pun dapat bergeser ataupun berubah seperti masalah mengenai maskulinitas. Maskulinitas merupakan salah satu produk dari kebudayaan yang sudah terbentuk dari satu generasi ke generasi. Kebudayaan telah membentuk makna maskulinitas bagi seorang lelaki yang dilahirkan ke dunia. Nilai-nilai kebudayaan tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap makna maskulinitas, seperti yang dikatakan Beynon (2001, h.1) bahwa yang menjadikan kita sebagai masyarakat yang informatif. Informasi-informasi didapatkan salah stunya melalui media massa. Media massa tentunya tidak terlepas dari peranannya sebagai alat untuk menyebarkan pesan dan menjadi hal yang tak terpisahkan dari komunikasi manusia. Media dalam proses komunikasi adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima” (Cangara, 2004, h. 23). Salah satunya adalah media massa. Media massa memiliki dampak yang luas, hal ini disebabkan karena mampu

menyebarkan pesan secara massal kepada khalayak luas dan juga heterogen. Seperti yang dikatakan Rakhmat (2004, h. 65), komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar melalui massa seperti media cetak, surat kabar, majalah, elektronik, radio dan televisi, sehingga pesan dapat diterima secara serentak. Media massa dapat dikategorikan menjadi media cetak dan media elektronik (Ardianto, 2004, h. 98). Tentu masing-masing dari kedua jenis media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Keefektifan dalam menyampaikan pesan melalui media-media tersebut tentunya dipengaruhi media apa yang menentukan sifat perempuan dan laki-laki salah satunya adalah kebudayaan. Maskulinitas menjadi hal yang sangat kompleks serta dinamis. Nilai-nilai atau norma mengenai kelaki-lakian dalam maskulinitas juga berguna sebagai pembeda ataupun pembatas dari sifat feminin. Seperti yang dikatakan oleh Connell (2002, h. 5) bahwa maskulinitas tidak bersifat tunggal, tetapi beragam dan terkait erat dengan status sosial-ekonomi. Jenis maskulinitas yang paling banyak ditemui dan paling dominan adalah hegemonic masculinity yang dicirikan dengan vitalnya peran penguasaan terhadap sumber daya ekonomi dan pentingnya kontrol laki-laki terhadap perempuan. Pembahasan mengenai maskulinitas lekat hubungannya dengan dominasi kaum pria. Dominasi tersebut merupakan suatu cara bagi pria untuk menemukan sisi kelaki-lakiannya. Pemikiran ini berdasarkan pada pernyataan Connell (2002, h. 4)

Page 3: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

bahwa menjadi laki-laki atau perempuan bukanlah sesuatu yang ajeg tetapi merupakan proses menjadi (becoming) dalam kondisi yang secara aktif di bawah konstruksi sosial.Konstruksi sosial telah membentuk persepsi bahwa laki-laki yang dapat dikatakan sebagai seorang yang maskulin atau pria sejati secara tradisional pada umumnya haruslah kuat, aktif serta dapat mendominasi.Seperti hasil dari penelitian dari Williams & Best (dikutip dari Lips, 2008) bahwa dari 25 negara, 75% responden mengatakan bahwa pria harus memiliki semangat juang yang tinggi, sifat petualang, mendominasi, kuat, mandiri, serta macho. Tentu maskulinitas dalam diri lelaki menjadi penting, mengingat seorang laki-laki diharapkan dapat memenuhi kriteria-kriteria tersebut untuk menjadi lelaki yang maskulin.Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi hal yang menyimpang, seperti lelaki yang bergaya dan memiliki sifat layaknya seorang perempuan akan tetapi semua itu mulai berubah. Maskulinitas saat ini mulai mengalami pergeseran makna, Salah satu contohnya adalah dahulu lelaki pada umumnya seseorang yang tidak gemar merawat tubuh serta menunjukkan sisi feminim di dalam dirinya namun saat ini hal tersebut terjadi sebaliknya kaum pria sudah tidak lagi malu untuk menunjukkan sisi feminim dalam dirinya.Kecantikan bukan lagi hanya milik perempuan namun lelaki sudah mulai mengeksplorasi hal tersebut. Seperti yang dikutip dari Kapanlagi.com, saat ini mulai banyak salon yang menyediakan jasa perawatan rambut

serta tubuh khusus bagi pria (Ratih, 2012). Pria-pria yang menggunakan jasa tersebut guna merawat tubuh mereka, biasa disebut dengan pria metrosexual. Menurut Jones (dikutip dari Rahardjo & Silalahi, 2007) menjelaskan bahwa pria metrosexual adalah sosok pria yang normal, sensitif dan terdidik namun mereka lebih mengedepankan sisi feminin mereka. Pria metrosexual cenderung ingin mengeluarkan sisi feminin dalam dirinya dan mereka merasa hal tersebut tidak mengurangi sisi maskulinitas mereka. “The typical metrosexual is a young man with money to spend, living in orwithin easy reach of a metropolis—because that's where all the bestshops, clubs, gyms and hairdressers are. He might be officially gay,straight or bisexual, but this is utterly immaterial because he has clearlytaken himselfas his own love object and pleasure as his sexual preference.Particular professions, such as modeling, waiting tables, media, pop musicand, nowadays, sport, seem to attract them but, truth be told, like malevanity products and herpes, they're pretty much everywhere” (Simpson, dikutip dari Flocker, 2003). Hadirnya pria-pria metroseksual tersebut tidak terlepas dari peranan media massa yang menyampaikan info serta menghadirkan public figure yang memiliki gaya hidup metroseksual seperti yang dikemukan Simpson di atas bahwa, pria-pria metrosexual hadir dari berbagai macam kalangan, salah satunya adalah dari kalangan bintang musik pop. Selaku public figure, bintang musik pop tidak terlepas dari pemberitaan ataupun menampilkan diri mereka dalam media massa. Media

Page 4: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

turut andil dalam fenomena ini. Hal ini disebabkan karena seperti yang sempat dibahas sebelumnya bahwa media merupakan sebuah alat pembelajaran. Hadirnya pria-pria metrosexual ini juga merupakan akibat tayangan-tayangan ataupun informasi yang dikonsumsi oleh masyarakat serta terjadi kemungkinan mereka akan mengalami pergesaran makna mengenai maskulinitas tersebut bahkan mereka dapat meniru sosok yang mereka lihat di media sehari-hari. Hal ini sesuai dengan salah satu dari tiga fungsi media menurut Laswell (dikutip dari Steinberg, 1995) media massa dapat mensosialisasikan nilai-nilai terrtentu kepada masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya atau yang biasa disebut juga dengan transmission. Gejala permasalahan sosial tersebut akan nampak relevan jika kita hubungkan dengan apa yang ditampilkan oleh boyband Korea saat ini dan seperti yang kita ketahui kehadiran mereka mulai menjadi trendsetter di kalangan masyarakat global. Boyband Korea itu sendiri merupakan bagian dari fenomena K-Wave yang kini mulai melanda berbagai belahan dunia. Dengan aliran music K-Pop nya mereka menjelma sebagai idola-idola baru bagi masyarakat global. K-Pop, atau yang lebih dikenal dengan idol group sudah menyebar luaskan trend yang mereka bawa ke Asia, Eropa, dan Amerika (The New Korean Wave A New Pop Culture Phenomenom, 2011) Peneliti tertarik untuk meneliti mengenai masalah maskulinitas karena pembahasan mengenai maskulinitas sangatlah penting.

“The concept of hegemonic masculinity—the dominant form of masculinity, or the prevailing concept of masculinity by which men measure themselves and other masculinities – is important to understand because it identifies social pressures and societal expectations boys and men face” (Greene, et al, 2011). Seperti pendapat Greene di atas bahwa maskulinitas pada diri seorang anak laki-laki-laki menjadi penting karena adanya dorongan sosial serta terdapat harapan-harapan yang sebagaimana mestinya terdapat dalam diri seorang anak laki-laki. Masalah maskulinitas ini sendiri saat ini secara tidak langsung mulai terlihat di media massa khususnya televisi yang mulai sering menampilkan sosok pria yang tidak ragu lagi dalam mengedepankan sisi femininnya, salah satunya adalah boyband-boyband yang berasal dari Korea. Gaya berpakaian serta penampilan boyband-boyband yang berasal dari negeri ginseng tersebut terlihat begitu fashionable. Fashion sendiri biasanya hanya dipedulikan oleh kalangan wanita saja. Seperti yang dikatakan Wilson (1985, h. 209) pada dasarnya fashion sangat erat hubungannya dengan wanita. Gaya serta fashion dari penyanyi Korea juga berperan dalam memenangkan hati para remaja diseluruh negeri (The New Korean Wave A New Pop Culture Phenomenom, 2011). Hal ini didukung dengan hasil dari penelitian Prasetyo, yang mendapatkan hasil pagi para remaja wanita Indonesia, pria yang memiliki wajah cantik dan terlihat sangat merawat tubuh mereka seperti pada boyband Korea masih dianggap

Page 5: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

hal yang maskulin dan malah menjadi daya tarik tersendiri (2012). Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian mengenai sisi maskulinitas ditinjau dari penampilan fisik serta fashion boyband Super Junior, Big Bang, dan 2PM dalam video musik mereka selaku objek penelitian. Hal ini dikarenakan ketiga boyband tersebut pernah memenangkan penghargaan artist of the year dari Mnet Music Asian Awards dan hal tersebut didukung dengan kenyataan bahwa hanya ketiga boy band tersebut yang pernah menggelar konser tunggal di Indonesia. Hal ini menjadi sangat menarik untuk dikaji lebih jauh agar dapat diketahui bagaimana mereka menampilkan sosok maskulinitas pada diri mereka pada video musik.II. Tinjauan Pustaka2.1 Budaya dan Media MassaKebudayaan menurut William (dikutip dari Storey 2003) merupakan suatu proses umum perkembangan intelektual, spritual, estetis yang bersifat dinamis melalui karya dan praktik intelektual dan dijadikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat, periode, dan kelompok tertentu. Dari penjelasan mengenai makna budaya di atas dapat disimpulkan bahwa budaya bersifat dinamis dan budaya tersebut tidaklah dibawa sejak mereka lahir namun mereka mempelajarinya melalui akal serta pikiran yang pada akhirnya mereka tanamkan dalam diri mereka. Kebudayaan tidaklah diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar (Widaghdo, et al, 1991, h. 20). Proses pembelajaran tersebut salah satunya adalah melalui media massa.

Menurut Dominick (2005, h. 43) ada empat cara masyarakat menggunakan media massa, yaitu : (1) Cognition, manusia menggunakan media massa untuk mengetahui suatu hal, dan media massa dijadikan sebagai sumber jawaban ataspertanyaan yang ia miliki, (2) Diversion, media massa dijadikan sebagai media pengalihan bagi masyarakat, seperti untuk relaksasi serta untuk menenangkan diri, (3) Socil Utility, media massa dapat dijadikan sumber informasi untuk melakukan hubngan sosial, (4) Withdrawal, media juga digunakan sebagai alat untuk memisahkan diri dari masyarakat yang lain. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa manusia mengunakan media massa untukmemenuhi kebutuhan mereka masing-masing dengan cara yang berbeda pula. Hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa media massa tidak dapat dipisahkan lagi dari masyarakat luas. Belum lagi pengaruhnya yang luas seperti yang dikatakan oleh Bittner (dikutip dari Ardianto, 2004) komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Jadi pada dasarnya, komunikasi massa bertujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan menggunakan berbagai media yang ada pada khlayak luas. Salah satunya adalah untuk mentranformasikan budaya.Media massa dapat menjadi media pembelajaran budaya bagi manusia karena realitas sosial dalam media sangat dekat dalam kehidupan sehari-hari. Berger dan Lukman (dikutip dari Bungin, 2008, h. 23) menjelaskan bahwa manusia menggunakan dasar-

Page 6: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

dasar pengetahuan sehari-hari; obyektivasi dari proses (dan makna-makna) subyektif dengan mana dunia akal sehat intersubyektif itu dibentuk. Hal ini menjelaskan bahwa manusia mengintepretasikan sesuatu yang ia lihat kemudian dicerna dan dijadikan sebagai acuan dalam dirinya khususnya mengenai informasi-informasi yang disajikan oleh media massa salah satunya adalah budaya.Pembelajaran budaya melalui media massa itu sendiri sesuai dengan empat fungsi media massa menurut Lasswell dan Wright (dalam Steinberg, 1995, h. 130-131), yaitu :Fungsi pengawasan (Surveillance). Setiap masyarakat memiliki sejumlah penjaga salah satunya adalah media massa.Media massamenyajikan informasi dan penafsiran atas berbagai peristiwa. Fungsi pengawasan oleh media massa ini juga turut memantau kondisi lingkungan dan mendeteksi berbagai ancaman dan masalah, juga berbagai peluang dan dukungan, serta memberitahukannya kepada warga masyarakat agar dapat menyesuaikan diri.Fungsi penghubungan (Correlation)Media massa berperan dalam menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi suatu tantangan, masyarakat menggunakan sistem komunikasi sebagai sebuah forum atau ajang diskusi. Komunikasi pula yang memungkinkan segenap individu dan kelompok bertindak secara kompak sebagai sebuah masyarakat.Fungsi pentransferan budaya (Transmission)Masyarakat juga menggunakan sistem komunikasi dalam media massa sebagai guru yang menyampaikan

warisan sosial (nilai-nilai dan norma) dari sesorang ke orang lain, atau bahkan dari generasi ke generasi.Fungsi Hiburan (Entertainment)Media massa juga berperan dalam memberikan hiburan kepada masyarakat untuk menghilangkan kejenuhan serta untuk relaksasi melalui program-program yang ditayangkan ataupun diinformasikan. Dari keempat fungsi media massa tersebut, fungsi transmission yang paling dapatmenjelaskan bahwa media massa memiliki peranan penting dalam menyampaikan suatu budaya atau warisan sosial kepada masyarakat luas dari generasi ke generasi berdasarkan definisi di atas. Media massa juga berperan dalam membuat perpektif atau pandangan terhadap suatu masalah salah satunya adalah mengenai masalah gender.2.2 Perspektif Media Massa terhadap GenderMenurut Stoller (dalam Nugroho, 2008, h. 20) mengatakan bahwa gender merupakan sebuah patokan yang memiliki aspek psikologis dan kebudayaan dibanding aspek biologis. Dari banyak orang bahwa laki-laki dapat dikatakan normal apabila ia memiliki kesdaran penuh atas sifat maskulinitasnya sedangkan bagi wanita dikatakan normal apabila memiliki kesadaran penuh akan feminimitasnya. Rogers (dalam Nugroho, 2008, h. 6) juga mengatakan bahwa gender merupakan konstruksi sosio kultural yang pada dasarnya merupakan intepretasi kultural. Pada umumnya maskulinitas berhubungan dengan jenis kelamin laki-laki sedangkan feminimitas berhubungan dengan jenis kelamin wanita namun

Page 7: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

hal tersebut tidaklah absolut. Hal ini menjelaskan bahwa gender sebenarnya merujuk kepada kesesuain jenis kelamin terhadap gender yang dimiliki oleh seseorang dalam sudut pandang tradisional.Nugroho (2008, h 8) yang menyatakan bahwa gender adalah suatu konstruk atau bentuk sosial yang bukanlah bawaan lahir sehingga dapat dibentuk dan diubah bergantung pada tempat, waktu, suku, budaya, status sosial. Sesuai apa yang dikatakan oleh Wood (2007, h. 23) bahwa gender itu dipelajari. Hal ini menyatakan bahwa gender tidak lah bersifat mutlak melainkan melalui proses pembelajaran, salah satunya melalui media massa.Media massa juga memiliki pengaruh dalam membentuk identitas seseorang khusunya mengenai masalah gender. Seperti yang dikatakan Wood (dikutip dari Eadie, 2009) memaparkan, sebuah media merupakan wadah yang juga turut aktif dalam memberikan sosialisasi terhadap anak mengenai identitas gender melalui model-model yang mereka sediakan secara maskulin dan feminim.Teks media sebenarnya tidak pernah merefleksikan realitas yang sebenarnya namun media malah membangun definisi yang bersifat hegemoni dan seakan diterima menjadi sebuah hal yang “nyata” (Carter & Steiner, 2004, h. 2). Greenfield (dalam Wood, 2007, h. 256) menyatakan bahwa banyak orang dewasa serta para remaja, bertumbuh dalam pengaruh media yang memenuhi kehidupan mereka.Mereka menggunakan media untuk mengkonstruksi identitas mereka serta dalam berhubungan.

Wood (2007, h. 255) juga berpendapat bahwa media menawarkan sosok gender yang berbeda dari stereotypes tradisional: seperti pria yang digambarkan sebagai sosok penurut dan sensitif sedangkan wanita sebagai sosok yang tegas dan mandiri. Penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa media memiliki peranan penting dalam mengkonstruksi seseorang dalam kepribadian mereka khususnya dalam masalah maskulinitas pada pria dan feminimitas pada wanita. Peneliti sendiri akan berfokus kepada masalah maskulinitas dalam penelitian ini.2.3 MaskulinitasMaskulinitas itu sendiri dikonstruksi oleh kebudayaan.Berbagai aturan dan atribut budaya telah diterima melalui beragam media yaitu ritual adat, teks agama, pola asuh, jenis permainan, tayangan televisi, buku bacaan, petuah dan filosofi hidup.Hal-hal sepele yang terjadi sehari-hari selama berpuluh tahun yang bersumber dari norma-norma budaya telah membentuk suatu pencitraan diri dalam kehidupan seorang pria. Kondisi ini dapat dilihat dari selera dan cara berpakaian, penampilan, bentuk aktivitas, cara bergaul, cara penyelesaian permasalahan, ekspresi verbal maupun non verbal hingga jenis aksesoris tubuh yang dipakai (Vigorito & Curry, dikutip dari Argyo, 2010) Maskulinitas ataupun feminimitas bukanlah hal yang dibawa sejak lahir melainkan melalui proses pembelajaran. Dipertegas Connell (2005, h. 125) mengatakan bahwa anak laki-laki lebih banyak latihan, permainan aktif, olahraga, dan memiliki otot yang kuat sehingga diasosiasiakan menjadi kuat.Anak

Page 8: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

perempuan lebih sedikit latihan, permainan yan lebih lembut, sehingga memiliki otot yang lebih lemah sehingga diasosiasikan menjadi lemah dan tidak diharapkan dalam mengerjakan pekerjaan. Pada dasarnya, maskulinitas tradisional itu meliputi mencakup nilai kekuatan, kekuasaan, tabah, bertindak, mengontrol, merdeka, kecukupan diri, dan bekerja, diantara lainnya (Barker, 2003, h. 301). Connell (dalam Barker, 2003, h. 300) juga mengingatkan bahwa, kita seharusnya berbicara mengenai maskulinitas dibandingkan dengan sifat kelaki-lakian, mengingat tidak semua laki-laki itu sama. Dalam hal ini Connell berusaha mengatakan bahwa maskulinitas itu tidak sama dengan sifat laki-laki. Pilcher dan Whelehan (2004, h. 83) memiliki pendapat bahwa maskulinitas adalah sebuah aturan dalam praktik sosial dan representasi budaya yang diasosiasikan menjadi seorang laki-laki. Sehingga untuk menjadi seorang laki-laki pada dasarnya merupakan representasi budaya.Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa maskulinitas sebagai produk budaya yang dibentuk oleh lingkungan yang diharapkan ada dalam diri laki-laki dan juga untuk membedakan dengan wanita yang pada dasarnya bersifat feminim.2.4 Sifat-sifat MaskulinitasBerdasarkan sifat maskulinitas dari zaman ke zaman dalam era 80’an hingga era milennium yang dikemukakan oleh Beynon (dikutip dari Milestone & Meyer, 2012) serta hasil penelitian dari David dan Brannon (dikutip dari Harris, 1995)

dapat ditarik sifat-sifat maskulinitas seperti berikut:No Sissy Stuff: Seorang laki-laki seharusnya menghindari perilaku ataukarakteristik yang berasosiasi atau berkaitan dengan perempuan (Kimmel, dikutip dari Kahn, 2009).Hal tersebut seperti menghindari hal-hal seperti tidak tegas, penurut, lebih cenderung ekspresif, sensitif, peduli dengan penampilan yang berlebihan, dan lainnya yang berasosiasi dengan perempuan.Be a Big Wheel: Maskulinitas dapat dilihat berdasarkan kesuksesan, kekuasaan,dan pengaguman dari orang lain. Seseorang harus mempunyai kekayaan, danketenaran (Kimmel, dikutip dari Kahn, 2009)Be a Sturdy Oak: Seorang laki-laki harus lah mandiri dan percaya terhadap diri sendiri, seperti pohon Oak yang mampu bertahan dalam berbagai cuaca ataupun kondisi (Kahn, 2009, h. 56). Hal tersebut dapat dicontohkan dengan tidak menunjukkan emosi yang berlebih, dan tidak memunjukkan kelemahannya.Give em Hell: Laki-laki harus memiliki keberanian untuk mengambil risiko. (Kimmel, dikutip dari Kahn, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang laki-laki setidaknya memiliki keberanian dalam mengambil risiko walaupun dalam hal yang tidak ia sukai.New man as nurturer: Laki-laki lebih menunjukkan sisi feminimitasnya. Mereka memiliki kemampuan dalam mengelola emosi, lebih sensitif, lebih peduli, dan dapat mengerjakan ranah domestik rumah tangga, seperti merawat anak (Milestone & Meyer, 2012, h.116).

Page 9: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

New man as narcissist: Laki-laki menunjukkan maskulinitasnya dengan mengdepankan serta memperhatikan masalah gaya hidup serta lebih peduli terhadap penampilannya (Milestone & Meyer, 2012, h.116).Dari sifat-sifat maskulinitas yang diberikan di atas, menunjukkan bahwa maskulinitas mengalami gejala perubahan ataupun cenderung tidak statis.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat terlihat bahwa maskulinitas dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya, media, dan lain-lain yang melingkupi kehidupan manusia.2.5 Stereotype MaskulinitasCejka dan Eagly (dikutip dari Lips, 2008) membuat tiga dimensi stereotype atau hal-hal apa saja yang seharusnya dimiliki sosok yang dianggap maskulin, yaitu berupa physical, personality, serta cognitive namun dalam penelitian ini hanya menggunakan dimensi physical serta personality saja. Berdasarkan bentuk fisik, yaitu (1) Athletic, atletis yang dimaksud adalah sosok yang memiliki tubuh yang indah seperti dada yang bidang serta perut berotot, (2) Burly, seorang yang maskulin harus memiliki tubuh yang cukup kekar, (3) Tall, seorang maskulin haruslah memiliki tubuh yang tinggi, (4) Phically Vigorous, seorang maskulin haruslah penuh semangat yang diwakilkan oleh fisik mereka, (5) Phiscally strong, seorang yang maskulin haruslah memiliki fisik yang kuat.Berdasarkan personality, yaitu (1) Competitive, senang dengan sesuatu yang bersifat kompetisi, (2) Unexcitable, seorang maskulin memiliki sifat yang tenang, (3)

Dominant, seorang yang maskulin haruslah memiliki sifat dominan, (4) Adventurous, seorang yang maskulin haruslah memiliki jiwa petualang, (5) Aggressive, seorang yang maskulin haruslah bersifat agresif, (6) Courageus, seorang maskulin haruslah memiliki sifat pemberani.III. METODOLOGI3.1 Metode PenelitianMetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi kuantitatif. Kerlinger (dikutip dari Wimmer dan Dominick, 2011) menyatakan bahwa analisis isi merupakan suatu cara dalam mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif dan kuantitatif yang bertujuan untuk pengukuran variabel. Penggunaan analisis isi kuantitatif dalam penelitian ini akan memberikan gambaran secara general dari sebuah teks media terhadap isi pesan tersebut dengan menghitung kategori-kategori kunci dan mengukur variabel lainnya (Neuendorf, 2002, h. 14). Tujuan dari penelitian analisis isi menurut Neuendorf (2002, h. 5) adalah menggambarkan isi pesan dalam media massa. Penelitian dengan menggunakan metode analisis isi dapat mengungkap kecenderungan yang ada pada isi komunikasi melalui media cetak maupun elektronika. Dalam penelitian ini, analisis isi kuantitatif berfungsi untuk menggambarkan konstruksi mengenai maskulinitas yang dilakukan oleh media massa melalui video musik boyband Korea. Oleh karena itu, penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian kuantitatif deskriptif.3.2 Definisi Operasional

Page 10: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

Menurut Singarimbun dan Effendi (1995, h. 46) Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel, dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Dalam hal ini definisi operasional berfungsi untuk menyatukan pandangan terhadap makna dari variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini. Berikut definisi operasional dalam penelitian ini :a. Video musikMenurut Oxford Dictionary (2013) Video musik adalah sebuah rekaman video dari sebuah lagu.yang biasanya dilengkapi dengan tarian serta visualisasi dari lirik lagu tersebutb. Boyband KoreaMenurut Oxford Dictionary (2013) boyband merupakan sebuah grup musik yang terdiri dari sekumpulan lelaki muda dan penampilan mereka dibuat untuk menarik perhatian golongan penonton muda .c. Maskulinitas Maskulinitas adalah sebuah kata sifat, adjektif yang berarti "kepriaan" atau menunjukkan sifat laki-laki (Oxford Dictionary, 2014) 3.3 Unit AnalisisCarney (dikutip dari Neuendorf, 2002) menjelaskan dalam analisis isi, unit adalah pesan yang dapat diidentifikasi atau komponen pesan, (a) yang berfungsi sebagai dasar untuk mengidentifikasi populasi dan menggambar sampel, (b) dimana variabel diukur, atau (c) yang berfungsi sebagai dasar untuk pelaporan analisis. Unit dapat kata-kata, karakter, tema, periode waktu, interaksi, atau hasil lainnya dari memecah sebuah

komunikasi ke dalam bentuk-bentuk yang lebih spesifik.Unit analisis dalam penelitian ditentukan oleh peneliti.Peneliti dapat melakukan pra penelitian dari sampel yg representatif untuk menentukan unit analisis dalam masalah yang diteliti (Wimmer dan Dominick, 2011, h.164). Hasil pra penelitian tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun unit analisis yang lebih spesifik. Peneliti menentukan satu unit analisis dalam penelitian ini, yaitu Character unit (referential unit). Menurut Holsti (dikutip dari Riffle, et al, 2005, h. 77-78) character unit adalah unit karakter diuji dengan mengukur konten tentang seseorang dan kepada siapa konten tersebut merujuk. Dapat disimpulkan bahwa character unit adalah unit untuk menganalisa suatu objek dengan merujuk kepada suatu hal. Seperti dalam penelitian ini adalah character unit digunakan untuk menganalisa sosok pria dalam video musik boyband Korea merujuk kepada konsep maskulinitas yang ada.3.4Pertanyaan Penelitian (Research Questions)Wimmer dan Dominick (2011, h. 160) menjelaskan bahwa penelitian analisis isi seharusnya dipandu oleh rumusan pertanyaan penelitian atau hipotesis. Pertanyaan penelitian disusun oleh elemen-elemen dari unit analisis yang ingin diketahui melalui penghitungan dan penilaian dalam penelitian ini sehingga jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat menjadi dasar analisis rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya.Pertanyaan penelitian yang disusun oleh Peneliti adalah sebagai berikut:

Page 11: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

Bagaimana para personel boyband Korea Super Junior dalam merepresentasikan maskulinitas dalam video musik mereka ?Bagaimana para personel boyband Korea 2PM dalam merepresentasikan maskulinitas dalam video musik mereka ?Bagaimana para personel boyband Korea Big Bang dalam merepresentasikan maskulinitas dalam video musik mereka ?Apakah ada perbedaan sisi maskulinitas diantara Super Junior, Big Bang, dan 2PM?Apakah ada persamaan sisi maskulinitas diantara Super Junior, Big Bang, dan 2PM?3.5 Populasi dan SampelPopulasi merupakan keseluruhan objek atau fenomena yang diteliti, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang memenuhi unsur representatif atau mewakili seluruh sifat-sifat populasi. Penentuan jangka waktu penelitian analisis isi yang mana data-datanya akan diteliti dapat ditentukan oleh peneliti sendiri berdasarkan tujuan penelitian (Wimmer dan Dominick, 2011,h. 162).Populasi dalam penelitian ini adalah video musik dari tiga boyband Korea, yaitu Big Bang ,2PM, Super Junior rentang waktu dari bulan Januari 2010 - Desember 2012 yang berasal dari situs berbagi video youtube. Periode tersebut dipilih karena untuk melihat perubahan ataupun persamaan masing-masing boyband dalam tiga tahun terakhir. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima video musik yang paling banyak disaksikan oleh khalayak dalam situs youtube dari masing-masing boyband terpilih. Jadi,

total sampel dalam penelitian ini sebanyak 15 video musik.Dalam tahapan kedua, akan dilakukan pengkodingan yang mengikutsertakan pihak koder. Pengkodingan dilakukan untuk menyamakan pendapat agar tidak terjadi perbedaan makna dalam proses penelitian sesuai dengan unit analisis yang sudah ditentukan sebelumnya.3.6 KoderDi sini peneliti menggunakan inter-coder reliability atas konstruksi maskulinitas dalam video musik boyband Korea. Semakin tinggi derajat kesamaan antar coder (pencatat), maka kriteria yang digunakan akan semakin reliable. Dalam hal ini, peneliti memilih dua orang koder lain yang mampu mengoperasionalisasikan konsep dan ikut melakukan pengamatan pada waktu dan tempat yang berbeda.Karakteristik dalam pemilihan koder ini adalah paling tidak seorang koder memahami ilmu komunikasi dasar serta pernah mempelajari mengenai cultural studies.Kedua koder tersebut yaitu:Koder kedua adalah Rizka Agatha, sarjana Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya Malang.Koder ketiga adalah Diyah Dewi Gayatri, mahasiswi semester 10 Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya Malang.3.7 Sumber DataBerdasarkan sumbernya, dalam penelitian ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Data PrimerData primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama di lapangan.Dalam analisis isi, data primernya adalah isi komunikasi yang

Page 12: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

diteliti (Kriyantono, 2010, h. 41). Data primer dalam penelitian ini ialah berupa dokumentasi video, yakni video musik dari boyband Korea, yaitu Big Bang, 2PM, dan Super Junior selama tiga tahun terkahir.2. Data SekunderData sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder (Kriyantono, 2010, h. 42). Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari buku-buku acuan yang relevan, jurnal, dan data melalui browsing internet yang mendukung penelitian.3.8 KategorisasiDalam penelitian ini peneliti melakukan kategorisasi berdasarkan tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui konstruksi maskulinitas yang dibangun oleh media melalui video musik boyband Korea. Kategori ini dibuat berdasarkan penelitian terdahulu serta digabungkan dengan kategori-kategori yang ditemukan selama peneliti melakukan pilot coding disesuaikan dengan teori-teori maskulinitas yang ada. Penetapan kerangka kerja penelitian yang akan dilakukan itu sendiri berdasarkan teori-teori yang ada ataupun berdasarkan penelitian sebelumnya (Kuhn, dikutip dari Macnamara, 2005).IV. PEMBAHASAN4.1 SintesisSecara umum ketiga grup yang diteliti memiliki rambut yang pendek dan medium akan tetatpi terdapat satu anggota dari grup Big Bang saja, yaitu G-Dragon, yang menampilkan dirinya dalam keadaan berambut panjang. 2PM menjadi yang paling mendominasi menampilkan sosok anggotanya dalam keadaan berambut

pendek.Penggunaan warna rambut hitam pun juga terlihat sangat dominan pada grup 2PM, sedangkan kedua boyband lainnya lebih dominan pada warna selain hitam dan coklat tua. Super Junior dan Big Bang pada hasil penelitian ini lebih sering menampilkan warna rambut lainnya yang artinya, bahwa kedua boyband tersebut lebih banyak menggunakan pilihan warna daripada 2PM. Warna yang digunakan pun berbagai macam mulai dari warna coklat terang, blonde,red flame, hingga ke warna yang cukup mencolok mata seperti biru toska, orange, dan hijau.Dalam hal gaya rambut, seluruh boyband nampak memperlihatkan hal yang sama dari sekian banyak video yang diteliti mereka sering memperlihatkan anggotanya dengan gaya rambut berponi. Mereka memiliki poni yang tertata rapi, lurus, dan terlihat sangat bergaya.Hal ini sangat sering dijumpai pada video musik yang mereka miliki khususnya pada video-video yang telah diteliti.Rias wajah yang digunakan Big Bang cenderung lebih berat daripada kedua boyband lainnya.Terlihat dengan jelas pada beberapa video musik Big Bang yang memvisualisasikan sosok pria dengan makeup yang terlihat tebal dan cukup jelas di wajah mereka. 2PM dan Super Junior memang tidak sesering Big Bang dalam menampilkan rias wajah yang berat akan tetapi masih dapat ditemukan hal tersebut dalam video musik mereka. Penggunaan makeup disini memang diperlukan untuk kebutuhan pembuatan musik video itu sendiri akan tetapi terlihat dari hasil penelitian ini bahwa yang terbanyak adalah penggunaan makeup

Page 13: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

sedang yang tak lagi terlihat natural dan seakan penggunaan makeup bukanlah hal yang tabu lagi bila digunakan oleh pria.Super Junior dan Big Bang terlihat sama-sama lebih sering menampilkan dirinya dalam pakaian yang tertutup daripada menampilkan bentuk tubuhnya pada pakaian yang sedikit terbuka ataupun tidak mengenakan atasan sama sekali. Hal ini berbeda dengan 2PM yang lebih gemar menampilkan bentuk lengannya dalam pakaian yang hanya memperlihatkan bagian lengan saja. Hal ini senada dengan grup 2PM yang paling sering menampilkan anggotanya yang memiliki bentuk tubuh atletis.Tentu tidak heran jika mereka lebih sering mengenakan pakaian yang tanpa lengan untuk menunjukkan sisi maskulin pada tubuh yang mereka miliki, tidak seperti kedua boyband lainnya. Yang menarik, bentuk tubuh gemuk masih dijumpai pada grup Super Junior, yaitu anggota yang bernama Shin Dong dan untuk bertubuh kurus dijumpai pada grup Big Bang dan Super Junior, yaitu G-Dragon dan Rye Wook.Warna pakaian hitam terlihat sangat sering digunakan oleh para member ketiga boyband yang diteliti akan tetapi 2PM menjadi yang paling dominan dalam menampilkan diri mereka dalam balutan pakaian berwarna hitam. Big Bang, walaupun dominan mengenakan pakaian berwarna hitam dalam video musik mereka namun mereka juga yang paling sering mengenakan pakaian berwarna-warni dibandingkan kedua boyband lainnya.Pakaian berwarna hijau toska, emas, pink, dan lain-lain pernah mereka gunakan.

Ketiga boyband terlihat sangat jarang mengenakan pakaian yang bermotif. Hal ini membuktikan bahwa secara garis besar mereka lebih sering mengenakan pakaian yang polos tanpa motif dan tidak mengenakan pakaian yang terlihat begitu “ramai” walaupun hal-hal tersebut masih dapat dijumpai dalam beberapa scenedalam video musik mereka. Ornamen pakaian pun sangat jarang terlihat pada grup Super Junior, Big Bang, maupun 2PM, meskipun demikian, penggunaan ornamen masih dapat dijumpai pada video mereka mulai dari yang sederhana hingga penuh dengan ornamen pada pakaian mereka.Seluruh boyband masih nampak lebih sering mengenakan celana berwarna hitam. Untuk warna lainnya pun lebih sering dijumpai warna-warna yang masih cenderung gelap dan tidak terlalu terang seperti warna blue jeans, abu-abu, coklat, dan lain-lain. Motif celana pun sangat jarang ditemui pada video musik boyband yang diteliti walaupun masih ditemukan penggunaan celana bermotif namun tidak banyak.Motif-motif yang ditemukan seperti polkadot, motif zebra, army look, dan abstrak meskipun jarang ditemukan namun motif yang digunakan terlihat seperti motif yang biasa ditemukan pada pakaian ataupun celana pada wanita seperti polkadot dan zebra yang telah disebutkan sebelumnya.4.2 Diskusi HasilRepresentasi maskulinitas pada penelitian ini dilihat berdasarkan rambut, rias wajah, bentuh tubuh, serta pakaian yang mereka gunakan. Untuk rambut sendiri seperti yang dikemukakan Synott (dikutip dari

Page 14: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

Voland & Grammer, 2003) mencatat bahwa simbolisme rambut bisa menunjukkan adanya pertentangan jenis kelamin, pertentangan ideologi, dan seringkali memiliki gaya rambut yang berlawanan. Berdasarkan teori tersebut bahwasanya rambut merupakan salah satu komponen penting dalam menilai seseorang hal ini berkaitan dengan masalah gender khususnya mengenai maskulinitas. Gaya rambut dirasa bisa dijadikan acuan sebagai penilaian mengenai gender.Hasil yang telah ditemukan pada penelitian ini mayoritas ketiga boyband yang diteliti tidaklah menampilkan sosok pria berambut panjang dalam jumlah yang besar jikapun ada hanya ditemukan hanya sebagian kecil saja. Hasil tersebut dapat terlihat jelas bahwa ketiga boyband tersebut masih dominan dalam menampilkan panjang rambut pendek dan hanya Super Junior yang paling sering menampilkan panjang rambut sedang. Menurut Pancer & Meind (dikutip dari Voland & Grammer, 2003) bahwa rambut panjang terlihat sosok yang feminis, sedangkan rambut pendek terlihat sangat maskulin. Menurut Antony (2008, h. 2) bahwa sosok dengan berambut panjang lebih dinilai sebagai sosok petualang, liar, tangkas, dan pemberani. Pendapat tersebut ia asumsikan berdasarkan sosok ksatria di abad pertengahan di Eropa yang memiliki rambut panjang. Hal ini tentu bertolak belakang dengan pendapat Pancer dan Meind yang menganggap rambut panjang pada pria tidaklah maskulin.Dapat disimpulkan berdasarkan kedua pendapat tersebut, bahwa panjang rambut tidaklah

dominan untuk menentukan gender seseorang, dalam hal ini mengenai maskulinitas seseorang. Sedikit berbeda jika membahas mengenai masalah pria dengan poni, yang mayoritas terlihat sama pada ketiga boyband yang telah diteliti. Gaya poni yang tertata rapi, lurus, dan jauh dari kesan liar telah mendominasi seluruh boyband.Menurut Needham bahwa sebagian rambut yang berada disetengah bagian jidat mereka (poni), itu seperti wanita (dikutip dari Murray, 2002). Peneliti setuju dengan pendapat di atas, hal ini dikarenakan didukung dengan aspek lainnya yang dimiliki para anggota boyband seperti gayaberpakaian dan rias wajah yang mereka gunakan. Hasilnya akan berbeda jika dibandingkan dengan grup band legendaris The Beatles yang kurang lebih sama dalam gaya rambut berponi mereka. Gaya rambut berponi nampaknya kurang kuat untuk langsung menyatakan seseorang maskulin atau tidak karena masih harus dilihat dari faktor lainnya salah satu faktor tersebut adalah tergantung siapa yang menggunakan gaya rambut tersebut.Dalam hal warna rambut, 2PM menjadi yang paling dominan dalam menggunakan warna rambut hitam tidak seperti kedua boyband lainnya yang dominan dalam penggunaan warna rambut selain hitam dan coklat tua. Super Junior dan khususnya Big Bang lebih sering bermain dengan warna rambut mereka. Mulai dari warna rambut yang umum kita lihat seperti blonde, red-flame, coklat terang hingga ke warna yang tidak lazim seperti orange, hijau, ungu, bahkan hijau toska. Lawson (dikutip dari

Page 15: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

Alley, 2013) menemukan bahwa banyak variasi stereotypesberdasarkan warna rambut yang dipegang oleh pemilih (sampel penelitian) berdasarkan variasi hubungan antara warna rambut dan sex, warna rambut gelap lebih superiordaripada warna rambut terang pada pria, menjadi hasil yang paling signifikan. Untuk warna rambut nampaknya akan berbeda pemaknaannya dengan masalah panjang rambut ataupun gaya rambut berponi. Peneliti setuju dengan pendapat di atas karena warna gelap lebih menunjukkan sisi maskulin dan kekuatan dari seseorang daripada pria yang menggunakan warna rambut yang cerah selain itu semakin variatifnya warna rambut yang digunakan dapat disimpulkan bahwa pria saat ini khususnya apa yang terjadi pada ketiga boyband, telah menunjukkan bahwa warna rambut sudah menjadi hal yang penting dan sudah masuk ke kategori hal yang sangat diperhatikan dalam penampilan.Rias wajah pada masing-masing boyband tidaklah dominan dalam penggunaan makeup yang natural. Member pada boyband yang diteliti nampak tidak ragu dan merasa percaya diri dalam menggunakan lipstick,eyeliner, pemoles wajah, dan lain-lah yang memiliki tujuan untuk mempercantik diri mereka walau dalam pembuatan video musik memang mau tidak mau harus menggunakan makeup untuk mengimbangi tata cahaya namun makeup yang mereka gunakan lebih dari itu. Jelas hal ini tidak lagi mencerminkan sosok pria yang dikenal cuek dalam hal penampilan apalagi menggunakan makeup pada wajah

mereka, tentu ini menjadi hal yang sangat aneh.“Whatever your thought masculinity, whether is the tough and manly approach or the modern perspective which sees men as willing to show emotions, not afraid to wear make-up, taking more pride in their appearance and more in touch with their feminine side, one thing that is certain is that, as a quality, masculinity changes and is not one single thing.” (Bateman et al., 2012, h. 109)Hal tersebut senada dengan yang dikemukan Bateman dkk.yang menyatakan bahwa nilai maskulinitas bisa berubah-ubah dan saat ini para pria tidak ragu lagi dalam menampilkan sisi emosi mereka, menggunakan makeup, memperhatikan masalah penampilan, dan tidak jarang mereka cenderung nampak lebih cantik yang seharusnya membuat mereka lebih tampan. Hal inilah yang ditunjukkan oleh para boyband yang diteliti. Pada kebudayaan Jepang khusunya pada serial animasi mereka dikenala istilah bishonen, sebagai sebutan pria cantik.Hal ini seperti yang dikatakan Jung (2011, h. 58) bahwa bishonen merupakan sebutan untuk pria yang memiliki wajah cantik, tapi sebenarnya definisi cantik disini adalah bermakna tampan. Penggunaan pakaian tertutup nampaknya menjadi sangat dominan pada grup Big Bang dan Super Junior.Mereka cenderung tidak gemar untuk menampilkan bentuk tubuh mereka meskipun tidak sedikit anggota mereka yang bertubuh atletis.Hal ini berbeda dengan 2PM yang lebih sering menampilkan bentuk tubuh mereka dengan menggunakan pakaian tanpa

Page 16: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

lengan yang nampak jelas mempertunjukkan otot lengan mereka. Stereotype maskulinitas, dapat tercerminkan dalam penampilan fisik, khususnya pada kekuatan dan tubuh berotot (Lips, 2008, h.34).Berbanding lurus dengan hasil nudity di atas, bahwa 2PM menjadi grup boyband yang paling atletis jika dibandingkan dengan Big Bang dan Super Junior walaupun masing-masing grup tetap menampilkan sosok anggota yang bertubuh atletis. Menurut Wood, meningkatnya pemujaan media atas tubuh pria yang tak realistis juga tercermin pada mainan anak-anak yang dipasarkan untuk anak laki-laki (dikutip dari Ibrahim, 2007). Mainan tersebut biasa kita lihat pada tokoh-tokoh superheroyang memiliki tubuh kekar, serta perut dan lengan yang berotot.Sejak kecil secara tidak sadar anak-anak khususnya anak laki-laki telah dibentuk bahwa seorang laki-laki haruslah memiliki tubuh yang atletis. Hal ini tentunya semakin menguatkan bahwa maskulinitas seseorang bisa ditentukan secara langsung melalui bentuk tubuhnya yang atletis yang tidak ditemukan pada variabel-variabel lain yang masih harus tergantung pada variabel lainnya.Seperti yang dikemukakan Connell (2005, h. 45) bahwa maskulinitas yang sebenarnya hampir selalu dimulai dari bentuk tubuh sebelum berlanjut ke hal lainnya. Hal unik yang terdapat pada hasil penelitian ini adalah, masih terdapat sosok anggota pada grup Big Bang dan Super Junior yang bertubuh kurus.Bertubuh gemuk juga hanya dapat ditemukan pada grup Super Junior yang tentunya menjadi anomali

jika dibandingkan dengan grup lainnya.Pakaian yang digunakan mayoritas berwarna hitam. Super Junior, Big Bang, dan Super Junior secara keseluruhan mereka lebih sering mengenakan pakaian berwarna hitam ketimbang warna lainnya meskipun demikian bukan berarti warna-warna yang digunakan tidaklah berwarna-warni. Big Bang khususnya, dalam beberapa scenemereka menampilkan pakaian yang memiliki warna yang cukup terang seperti hijau toska, pink, hijau, dan lain-lain namun hal tersebut tidaklah dominan.Motif pakaian pun jarang ditemui pada pakaian yang digunakan para anggota boyband. Mayoritas para anggota boyband tidak menampilkan pakaian yang memiliki motif. Hal ini menunjukkan bahwa mereka cenderung memilih pakaian yang cenderung simple. Tidak terlalu ramai dengan motif-motif yang ada. Ornamen pakaian pun juga demikian, mereka jarang mengenakan pakaian berornamen. Big Bang walaupun dominan menggunakan pakaian tidak berornamen namun mereka sekaligus yang paling tinggi untuk penggunaan ornamen dibandingkan kedua boyband lainnya. Ornamen yang mereka gunakan dalam video “Fantastic Baby” dan “Bad Boy” cenderung menampilkan sosok mereka yang tidak suka diatur, seperti penggunaan ornamen duri-duri pada pakaian mereka, banyaknya emblem, hingga peniti berwarna emas yang tertata pada pakaian.Hasil pada kategori celana cenderung berjalan lurus dengan pakaian. Mereka dominan mengenakan celana berwarna

Page 17: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

hitam, tidak bermotif, dan tidak berornamen.“Pakaian pria secara umum tidak berwarna-warni atau secerah pada pakaian wanita, mereka menggunakan pakaian berdasarkan segi fungsi.Pakain wanita agak sedikit berbeda. Untuk menunjukkan refleksi sosial akan harapan feminimitas, pakaian pada wanita didesain untuk menarik perhatian orang lain.” (Wood, 2007, h. 143)Secara keseluruhan berdasarkan pernyataan di atas dan hasil yang ditemukan pada pakaian ataupun celana mereka secara umum terhitung simple dalam gaya berpakaian walaupun terhitung sering mengenakan pakaian yang cenderung “ramai” dan terkesan tidak simple namun hal tersebut tidak menjadi yang paling dominan.Meskipun demikian dari ketiga boyband yang diteliti, Super Junior dan Big Bang lah yang paling fashionable dalam hal berpakaian walaupun pada hasil penelitian mereka cenderung simple dalam berpenampilan namun bukan berarti mereka mengenakan pakaian yang biasa-biasa saja. Menurut Wilson (1990, h. 209) pada dasarnya fashion sangat erat hubungannya dengan wanita. Berdasarkan asumsi tersebut, saat ini pria sudah memasuki ranah yang biasanya hanya dimasuki oleh kaum wanita saja namun pria kini juga mulai fokus masuk ke dalam dunia fashion.Berdasarkan tata rias, gaya rambut, warna rambut, gaya berpakaian, dan yang terpenting bentuk tubuh mereka pada hasil penelitian ini, tidak heran jika mereka termasuk ke dalam golongan new man as narcissist.atau

sosok lelaki yang baru. new man as narcissist adalah laki-laki yangmenunjukkan maskulinitasnya dengan mengedepankan serta memperhatikan masalah gaya hidup serta lebih peduli terhadap penampilannya (Milestone & Meyer, 2012, h. 116). Lelaki yang mulai perhatian dengan gaya berpakaian, rias wajah, tata rambut, dan bentuk tubuh dan jauh dari kesan cuek, liar, petualang, dan stereotype-stereotype lainnya mengenai maskulinitas. Mungkin hanya bentuk tubuh atletis saja yang dari dulu melekat mulai dari pendapat mengenai maskulinitas tradisional hingga menuju kepada sosok laki-laki baru.Metrosexual sebagai salah satu bentuk sosok laki-laki baru yang erat dengan hasil pada penelitian ini.“Seorang metrosexual menjaga bentuk tubuhnya agar tetap terlihat bagus dengan pergi ke gym, dan mereka mengeluarkan pendapatan mereka untuk biaya pakaian, dan perawatan tubuh.Mereka tidak lagi takut menggunakan “produk” pada kulit, wajah, dan rambut mereka, atau mereka mengunjungi salon untuk melakukan perawatan pada tubuh mereka”.Buchbinder (2012, h. iii)V. PENUTUP6.1 KesimpulanBerdasarkan penelitian dan analisis isi yang telah dilakukan terhadap video musik pada video musik Super Junior, Big Bang, dan 2PM, peneliti mencapai beberapa kesimpulan bahwa: 1.Ketiga boyband merepresentasikan diri mereka lebih mengarah kepada sosok laki-laki baru, yaitu metrosexual. Kendati demikian, mereka tidak secara

Page 18: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

langsung meninggalkan seluruh sisi maskulinitas

tradisional mereka, seperti masih seringnya mereka mengenakan pakaian yang simpel, berwarna gelap, dan memiliki tubuh yang atletis.2.Body image pada boyband dianggap masih menjadi bagian yang dianggap penting, mengingat ketiga boyband memiliki anggota-anggota yang bertubuh atletis, dan menampilkannya dalam video musik mereka.3.Kontradiksi antara wajah yang mulus terawat dan cenderung memperlihatkan sisi feminim mereka dengan bentuk tubuh atletis yang dianggap sebagai simbol kekuatan masih sering dijumpai pada video musik yang mereka miliki.4. Konstruksi maskulinitas sudah bergeser menuju ke arah yang lebih mendeketi ranah feminitas.6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti telah merumuskan beberapa saran bagi pihak-pihak terkait. Saran tersebut antara lain:

1. Kepada khalayak disarankan agar dapat lebih kritis terhadap materi yang terdapat pada video musik khususnya mengenai masalah maskulinitas pada video musik boyband Korea.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti mengenai cultural studies, khususnya mengenai masalah maskulinitas, peneliti menyarankan:a.Melakukan penelitian mengenai reperesentasi maskulinitas pada boyband-boyband yang ada di Indonesia.b. Melanjutkan penelitian sebelumnya,dengan melakukan penelitian pada majalah yang khusus membahas bintang-bintang K-Pop ataupun serial drama televisi Korea ditinjau dari sisi

maskulinitas mereka.DAFTAR PUSTAKAAlley, T.R. (2013). Social and Applied

Aspects of Perceiving Faces. London: Psychology Press

Antony, M. (2008). The Masculine Century: A Heretical History of Our Time. Indiana: iUniverse

Ardianto, E.L. (2004). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa.

Armstrong, C.K. (2013). The Koreas. London: Routledge.Barker, C. (2003). Cultural studies: theory and practice. California: Sage Publications.

Beynon, J. (2001). Masculinities and culture. London : McGraww Hill International.

Bateman, A. et al. (2012) AS Media Studies: The Essential Introduction for WJEC. New York: Routledge

Buchbinder. D. (2012). Studying Men and Masculinities. London: Routledge

Budiman, H. (2002). Lubang Hitam Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius

Bungin, B. (2008). Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media roup.

Cangara, H. (2004), Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada.

Carter, C. & Steiner L. (2004). (Eds). Critical Readings: Media and Gender (Issues in Cultural and Media Studies). New York: McGraw-Hill.

Connell, R.W. (2002). Gender:Short Introductions. New Jersey: John Wiley & Sons.

Page 19: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

Connell, R.W. (2005). Masculinities. Los Angeles: University of Californian press.

Dominick, J.R. (2005). The Dynamics of Mass Communication: Media In the Digital Age. Boston: McGraw-Hill.

Eadie, W.F. (2009). 21st Century Communication: A Reference Handbook. California: Sage Publications.

Flocker, M. (2003). Metrosexual Guide to Style: a Handbook for Tthe Modern Man. Cambridge: Da Capo Press.

Harris, I.M. (1995). Messages Men Hear: Constructing Masculinities (Gender, Change & Society. London: Taylor & Francis.

Haryanto, I. (2006). Aku Selebriti Maka Aku Penting. Yogyakarta: Bentang.

Ibrahim, I.S. (2007). Budaya Populer Sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer.

Jung, S. (2011). Korean Masculinities and Transcultural Consumption. Hong Kong: Hong Kong University Press

Kahn, J.S. (2009). An Introduction to Masculinities. New Jersey: John Wiley & Sons.

Koentjaraningrat (1985). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.

Kriyantono, R. (2010). Teknik Praktis: Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media.

Lips, H. (2008). Sex & Gender. New York: McGraw-Hill.

Milestone, K. & Meyer, A. (2012). Gender and Popular Culture. Cambridge: Polity Press.

Murray, S.O. (2002). Homosexualities. Chicago: University of Chicago Press.

Neuendorf . K.A., 2002, The Content Analysis Guide Book. California: Sage Publications

Nugroho, R. (2008). Gender dan Strategi pengurus-utamaannya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurudin . (2009). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers.

Pilcher, J &Whelehan, I. (2004). Fifty Key Concepts In Endder Studies, California: Sage Publications.

Rakhmat, J. (1994). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Riffle, D. et al. (2005). Analyzing Media Messages Using Quantitative: Content Analysis in Research. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.Inc.

Singarimbun, M. & Effendi, S. (1995). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3E.

Steinberg, S. (1995). Introduction to Communication Course Book 1: The Basics.Cape Town: Juta and Company Ltd.

Storey, J. (2003). Cultural Studies and The Study of Popular Culture. Georgia: University of Georgia Press.

Voland E. & Grammer, K. (2003) Evolutionary Aesthetics. New York: Springer

Widaghdo dkk. (1991). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Wilson, E. (1985). Adorned In Dreams: Fashion and Modernity. London: Virago.

Page 20: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

Wimmer, R.D. & Domminick, J.R. (2011). Mass Media Research : An Introduction. Boston: Wadsworth.

Wood, J.T. (2007). Gendered Lives: Communication, Gender and Culture. Stamford: Cengage Learning.

Media OnlineArgyo. (2010). Konsep Maskulinitas

Dari ZamanKeZaman Dan CitranyaDalam Media. argyo.staff.uns.ac.id/2010/08/10/konsep-maskulinitas-dari-zaman-ke-zaman-dan citranya-dalam-media/

Fazriyati, W. (2011, Mei13) Warna Rambut K-Pop Lebih Modern. Kompas. Diakses darihttp://health.kompas.com/read/2011/05/04/09345683/Warna.Rambut.K-Pop.Lebih.Modern

Koreaindo. (2012, Januari 11). Profil dan Biodata 2PM. Koreaindo.net. Diakses darihttp://www.koreaindo.net/2012/01/profil-dan-biodata-2pm.html

Koreaindo. (2012, Januari 12). Profil dan Biodata Big Bang. Koreaindo.net. Diakses dari http://www.koreaindo.net/2012/01/profil-dan-biodata-big-bang.html

Koreaindo. (2012, Januari 10). Profil dan Biodata Super Junior. Koreaindo.net. Diakses dari http://www.koreaindo.net/2012/01/profil-dan-biodata-super-junior.html

Lestari, M. (2013, Juni 22). Peningkatan kunjungan wisatawan RI ke Korea tertinggi se-ASEAN. Merdeka. Diakses dari http://m.merdeka.com/peristiwa/pe

ningkatan-kunjungan-wisatawan-ri-ke-korea-tertinggi-se-asean.html

Ratih (2012, Juli 19). Salon Pria Favorit di Jakarta. Kapanlagi.com. Diaksesdarihttp://travel.kapanlagi.com/artikel/hang-out/677-salon-pria-favorit-di-jakarta.html

JurnalMacnamara J. (2005). Media content

analysis: Its uses; benefits and bestpractice methodology. Asia Pacific Public Relations Journal, 6(1), 1–34.

Artikel ElektronikJang, G. & Paik, W.K. (2012). Korean

Wave as Tool for Korea’s New Cultural Diplomacy. Advances in Applied Sociology. 2 (3), 196-202. DOI: aasoci.2012.23026

Rahardjo, W. &Silalahi B.Y. (2007). Perilaku Konsumtif Pada Pria Metroseksual Serta Pendekatan dan Strategi Yang Digunakan Untuk Mempengaruhinya’. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek, dan Sipil). 2, 33-37. ISSN: 1858-2559

Background PaperGreene, et al. (2011). Masculinities,

Social Change, and Development. World Development Report 2012 (Gender Equality & Development).

Publikasi PemerintahKorean Culture and Information Service

Ministry of Culture, Sports and Tourism, 2011, The New Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenom Ministry of Culture, Seoul: Republik Korea Selatan.

Laporan Penelitian IlmiahPrasetyo, A. P. (2012). Persepsi

Perempuan Remaja Terhadap Maskulinitas Boyband Indonesia

Page 21: Jurnal Wirawan Adhie Pamungkas S.ikom 0811220149 Komunikasi Bisnis

Era 2010-an. (Skripsi Sarjana, Universitas Brawijaya, 2007)