204
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS DI KOTA SEMARANG TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh : Agita Maris Nurhidayati NIM. 6450405039 JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN IMPLEMENTASI

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

DI PUSKESMAS DI KOTA SEMARANG

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

Agita Maris Nurhidayati

NIM. 6450405039

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2011

Page 2: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

ii

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang Juli 2011

ABSTRAK

Agita Maris Nurhidayati.

Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Puskesmas Di Kota Semarang Tahun 2010, VI + 120 halaman + 23 tabel + 2 gambar + 17 lampiran

Setiap tahun 12 juta anak di dunia meninggal sebelum berusia 5 tahun. Tujuh

diantara setiap sepuluh anak ini meninggal oleh karena diare, pneumonia, campak,

malaria atau malnutrisi dan sering merupakan kombinasi dari kondisi-kondisi tersebut. Manajemen Terpadu Balita Sakit adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/ terpadu

dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh.

Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui faktor yang berhubungan dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan pendekatan cross

sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua petugas pemegang program manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang. Besar sampel

penelitian sebanyak 37 sampel dengan teknik pengambilan sampel secara total sampling.

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner. Data primer diperoleh dari hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara secara langsung. Data sekunder diperoleh dari Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Kota Semarang. Analisis data

dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji Chi Square dengan derajat kemaknaan (α) = 0,05.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan sikap petugas (p = 0,040), pelatihan MTBS yang diikuti petugas (p = 0,037), kepemimpinan kepala puskesmas (p =

0,032), rapat koordinasi tingkat puskesmas (p = 0,037), sistem pencatatan/ pelaporan

MTBS (p = 0,031), pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan (p = 0,036), pelaksanaan evaluasi oleh kepala puskesmas (p = 0,013) dengan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit, dan tidak ada hubungan antara pengetahuan petugas

tentang MTBS (p=0,160), motivasi kerja petugas (p = 0,180), ketersediaan peralatan (p = 0,630), alokasi dana (p = 0,212) dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit.

Saran yang dapat disampaikan, antara lain: 1). Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang adalah perlunya diadakan pelatihan bagi petugas, peningkatan pelaksanaan

supervisi MTBS, dan perlu kiranya membuat suatu kebijakan kesehatan mengenai

MTBS. 2). Bagi petugas pemegang program dianjurkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit, serta melakukan sosialisasi mengenai

MTBS ke masyarakat. 3). Bagi peneliti lain adalah perlunya diadakan penelitian yang

lebih mendalam dalam bidang kesehatan yang berkaitan dengan masalah MTBS.

Kata Kunci : Manajemen Terpadu Balita Sakit, Puskesmas, Petugas Kesehatan, Praktik Pelaksanaan MTBS, Implementasi MTBS

Kepustakaan : 51 (1996-2010)

Page 3: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

iii

epartment of Public Health Sciences Faculty of Sport Sciences

Semarang State University July 2011

ABSTRACT

Agita Maris Nurhidayati. Factors Associated with Implementation of Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) on Public Health Center in the Semarang City in 2010, VI + 120 pages + 2 tables + 23 pictures + 17 appendix Every year 12 million children in the world die before 5 years old. Seven among every ten children die from diarrhea, pneumonia, measles, malaria or malnutrition and often a combination of these conditions. Integrated Management of Childhood Illness is an integrated approach / integrated in the management of sick infants with a focus on the health of children aged 0-59 months (Children Under Five) thoroughly.

An IMCI activity was an effort aimed at health care to reduce morbidity and mortality while enhancing the quality of health care in primary health outpatient unit. The purpose of this study was to determine factors related to the implementation of Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) at Public health centers in the Semarang City in 2010.

This type of research was explanatory research with cross sectional approach. The populations in this study were all officers of integrated management programs holders toddler illness (IMCI) at health centers in the city of Semarang. Large sample study of 37 samples with a total sampling technique of sampling. This research instrument was a questionnaire. Primary data obtained from observations, documentation, and interviews directly. Secondary data obtained from the Central Java Provincial Health Office, Public Health Department Semarang City. Data analysis was performed using univariate and bivariate Chi Square test with degrees of significance (á) = 0.05.

The conclusion of this study was there was a relationship attitude of staff (p = 0.040), followed by IMCI training officers (p = 0.037), head of health center leadership (p = 0.032), Public Health Center Level coordination meetings (p = 0.037), recording system / IMCI reporting (p = 0.031), the implementation of IMCI supervision by the Department of Health (p = 0.036), the evaluation by the head of the health center (p = 0.013) with the implementation of Integrated Management of Childhood Illness, and there is no relationship between of knowledge workers on IMCI (p = 0160),officers work motivation (p = 0.180), availability of equipment (p = 0.630), the allocation of funds (p = 0.212) with the implementation of Integrated Management of Childhood Illness.

Suggestions that could be delivered, among others: 1). For the City Health Department Semarang is the need of holding training for officers, improving supervision of the implementation of IMCI, and it is necessary to create a health policy on IMCI. 2). For a program officer holders are encouraged to improve the quality of care Integrated Management of Childhood Illness, and dissemination of IMCI into the community. 3). For other researchers was the need for a more in-depth research conducted in health-related problems IMCI. Keywords : Integrated Management of Childhood Illness, Public Health Center,

Health Officer, IMCI Implementation Practice, Implementation of IMCI

Bibliography : 51 (1996-2010)

Page 4: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

iv

Page 5: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan dan tiada jalan sulit bila

dihadapi dengan kesabaran dan ketenangan hati, maka apabila kamu telah

selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang

lain, dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap”(Q.S. Al-Insyiroh: 6-8).

“Kejarlah impianmu sampai kau dapat, jangan cepat menyerah walau banyak

rintangan menghadang, jangan putus asa disaat kau jatuh, jangan menyerah

disaat kau hancur, jadikanlah rintangan adalah awal dari perjuanganmu, tetap

semangat walau dalam keadaan apapun, hanya keyakinan dan semangat yang

akan membawa kamu menuju kesuksesan”(Penulis).

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada :

1. Ayahanda Tafsir, dan Ibunda Sri Sugiharti

(Almh), sebagai Dharma Bakti Ananda

2. Adikku tersayang, Dik A. Rijal Ainun Najib

3. Almamaterku UNNES

Page 6: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas

segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul ”

Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) Di Puskesmas Di Kota Semarang Tahun 2010 ” dapat

terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan

Masyarakat, pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Sehubungan dengan penyelesaian skripsi ini, dengan rasa rendah hati

disampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

Negeri Semarang, Drs. Said Junaidi, M.Kes., atas ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes.,

atas persetujuan penelitian dan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dosen Pembimbing I, dr. H. Mahalul Azam, M.Kes., atas bimbingan, arahan

dan motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dosen Pembimbing II, dr. Hj. Arulita Ika Fibriana, M.Kes (Epid)., atas

bimbingan, arahan dan motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dosen Jurusan IKM, atas bekal ilmu pengetahuan yang telah diberikan

selama di bangku kuliah.

6. TU Jurusan IKM, Bapak Sungatno atas semua bantuannya dalam mengurus

ijin skripsi sampai terselesaikan.

Page 7: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

vii

7. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Dinas Kesehatan Kota

Semarang, Dra. Johana, atas ijin penelitian.

8. Kepala Puskesmas di wilayah Kota Semarang, atas pemberian ijin penelitian.

9. Ayahanda Tafsir dan Ibunda Sri Sugiharti (Almh) terima kasih atas do’a,

perhatian, pengorbanan, cinta dan kasih sayang, serta motivasi, sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Adikku A. Rijal Ainun Najib atas do’a, dukungannya sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

11. Masku Aris Solihin atas bantuan, dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

12. Sahabatku (Milly, Tya Cunil, Rifky, Zecky, Upie) atas bantuan, dan

semangatnya dalam penyusunan skripsi ini.

13. Semua teman IKM Angkatan 2005, terutama teman-teman bimbingan, atas

bantuan dan motivasinya dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat

ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Semarang, November 2011

Penyusun

Page 8: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

ABSTRAK ..................................................................................................... ii

ABTRACT ..................................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 8

1.5 Keaslian Penelitian .................................................................................... 9

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 12

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 13

2.1 Landasan Teori ......................................................................................... 13

2.2 Kerangka Teori ......................................................................................... 67

Page 9: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

ix

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 68

3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................... 68

3.2 Hipotesis Penelitian ................................................................................... 68

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 70

3.4 Variabel Penelitian .................................................................................... 70

3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ................................. 72

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 74

3.7 Sumber Data Penelitian ............................................................................. 75

3.8 Instrumen Penelitian ................................................................................. 76

3.9 Teknik Pengambilan Data ......................................................................... 80

3.10 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 81

BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 84

4.1 Deskripsi Data Penelitian .......................................................................... 84

4.2 Hasil Penelitian ......................................................................................... 85

4.2.1 Analisis Univariat ........................................................................... 85

4.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................. 93

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................... 106

5.1 Pembahasan .............................................................................................. 106

5.1.1 Hubungan antara Pengetahuan Petugas dengan Implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) .............................................................. 106

5.1.2 Hubungan antara Sikap Petugas dengan Implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) .............................................................. 107

Page 10: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

x

5.1.3 Hubungan antara Motivasi Kerja Petugas dengan Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ............................................ 109

5.1.4 Hubungan antara Pelatihan MTBS yang Diikuti Petugas dengan

Implementasi Terpadu Balita Sakit (MTBS) ......................................... 110

5.1.5 Hubungan antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ............................................ 111

5.1.6 Hubungan antara Ketersediaan Peralatan yang Digunakan dalam

Pemeriksaan MTBS dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) ...................................................................................... 112

5.1.7 Hubungan antara Alokasi Dana dari Dinas Kesehatan dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ...................... 113

5.1.8 Hubungan antara Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ...................... 115

5.1.9 Hubungan antara Sistem Pencatatan/ Pelaporan Pelaksanaan MTBS

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ............... 116

5.1.10 Hubungan antara Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ............... 117

5.1.11 Hubungan antara Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ............... 118

5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ......................................................... 120

Page 11: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

xi

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 121

6.1 Simpulan .................................................................................................. 121

6.2 Saran ........................................................................................................ 123

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 125

LAMPIRAN .................................................................................................. 129

Page 12: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................... 9

Tabel 1.2 Matriks Perbedaan Penelitian .................................................... 11

Tabel 3.1 Definsi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel .................. 72

Tabel 3.2 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien

Kontingensi ............................................................................. 83

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden ............................ 86

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap Responden ....................................... 87

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Motivasi Kerja Responden ......................... 87

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Keikutsertaan Pelatihan Responden............ 88

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kepemimpinan Kepala Puskesmas ............. 88

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Peralatan MTBS ................... 89

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Alokasi Dana dari Dinas Kesehatan ........... 89

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas ......... 90

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Sistem Pencatatan/ Pelaporan Pelaksanaan

MTBS ...................................................................................... 91

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Supervisi MTBS .................... 91

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Evaluasi MTBS ..................... 92

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Implementasi MTBS ................................. 92

Tabel 4.13 Tabulasi Silang antara Pengetahuan Petugas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ............ 93

Page 13: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

xiii

Tabel 4.14 Tabulasi Silang antara Sikap Petugas dengan Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ................................. 94

Tabel 4.15 Tabulasi Silang antara Motivasi Kerja Petugas dengan

Implementasi Manejemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ............ 95

Tabel 4.16 Tabulasi Silang antara Keikutsertaan Pelatihan MTBS oleh

Petugas dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) .................................................................................... 96

Tabel 4.17 Tabulasi Silang antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit .............. 97

Tabel 4.18 Tabulasi Silang antara Ketersediaan Peralatan yang Digunakan

dalam Pemeriksaan MTBS dengan Implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) .................................................... 98

Tabel 4.19 Tabulasi Silang antara Alokasi Dana dari Dinas Kesehatan

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) .................................................................................... 100

Tabel 4.20 Tabulasi Silang antara Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) .................................................................................... 101

Tabel 4.21 Tabulasi Silang antara Sistem Pencatatan/ Pelaporan

Pelaksanaan MTBS dengan Implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) ................................................................. 102

Page 14: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

xiv

Tabel 4.22 Tabulasi Silang antara Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh

Dinas Kesehatan dengan Implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) ................................................................. 103

Tabel 4.23 Tabulasi Silang antara Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh

Kepala Puskesmas dengan Implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) ................................................................. 104

Page 15: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori ....................................................................... 67

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................... 68

Page 16: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi .......................... 129

2. Form Pengajuan Ijin Penelitian ............................................................... 130

3. Surat Ijin Permohonan Penelitian untuk Kesbangpolinmas Kota

Semarang............................................................................................... 131

4. Surat Ijin Permohonan Penelitian untuk Dinas Kesehatan Kota

Semarang............................................................................................... 132

5. Surat Ijin Penelitian dari Kesbangpolinmas Kota Semarang ..................... 133

6. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Semarang ...................... 134

7. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian dari Dinas Kesehatan

Kota Semarang ...................................................................................... 135

8. Surat Ijin Permohonan Validitas dan Reliablitas untuk

Kesbangpolimnas Kabupaten Semarang.................................................. 136

9. Surat Ijin Permohonan Validitas dan Reliabilitas untuk Dinas Kesehatan

Kabupaten Semarang ............................................................................. 137

10. Surat Tugas Panitia Ujian Sarjana ........................................................... 138

11. Kuesioner Penelitian .............................................................................. 139

12. Rekapitulasi Jawaban Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ................ 148

13. Rekapitulasi Data Identitas Responden Penelitian ................................... 154

14. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Pengetahuan Petugas ............. 155

15. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Sikap Petugas ....................... 156

16. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Motivasi Kerja Petugas ......... 157

Page 17: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

xvii

17. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Pelatihan MTBS yang

Diikuti oleh Petugas ............................................................................... 158

18. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Kepemimpinan Kepala

Puskesmas ............................................................................................. 159

19. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Ketersediaan Peralatan .......... 160

20. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Aloksi Dana dari Dinas

Kesehatan .............................................................................................. 161

21. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Rapat Koordinasi Tingkat

Puskesmas ............................................................................................. 162

22. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Sistem Pencatatan/

Pelaporan Pelaksanaan MTBS ................................................................ 163

23. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Pelaksanaan Supervisi

MTBS oleh Dinas Kesehatan .................................................................. 164

24. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Pelaksanaan Evaluasi MTBS

oleh Kepala Puskesmas .......................................................................... 165

25. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Implementasi MTBS ............. 166

26. Analisis Univariat dan Bivariat ............................................................... 167

27. Peta Kota Semarang ............................................................................... 182

28. Dokumentasi Penelitian .......................................................................... 183

Page 18: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) yang dalam

bahasa Indonesia disebut Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah

suatu pendekatan yang terintegrasi/ terpadu dalam tatalaksana balita

sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara

menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu

pendekatan/ cara penatalaksanaan balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan

upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

di unit rawat jalan kesehatan dasar (puskesmas dan jaringannya termasuk

Puskesmas Pembantu (Pustu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Pos

Kesehatan Desa (Poskesdes), dll) (Departemen Kesehatan RI, 1999).

Pada tahun 1992, WHO mulai mengembangkan cara yang cukup

efektif serta dapat dikerjakan untuk mencegah sebagian besar penyebab

kematian bayi dan balita melalui program “Integrated Management of

Childhood Illness (IMCI)” atau dikenal sebagai program Manajemen Terpadu

Balita (MTBS) untuk diterapkan dan direplikasikan di negara-negara yang

mempunyai angka kematian bayi (AKB) di atas 40 per 1000 kelahiran hidup.

Menurut World Health Organization (WHO), bila tatalaksana ini dilakukan

dengan baik, akan mampu mencegah kematian balita akibat infeksi saluran

Page 19: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

2

pernafasan akut (ISPA) hingga sebesar 60-80%, dan mencegah kematian

akibat diare sebesar 90%. Penerapan MTBS akan efektif jika ibu/ keluarga

segera membawa balita sakit ke petugas kesehatan yang terlatih serta

mendapatkan pengobatan yang tepat. Oleh karena itu, pesan mengenai kapan

ibu perlu mencari pertolongan bila anak sakit merupakan bagian yang penting

dalam MTBS (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI,

2008).

Di Indonesia angka kematian bayi sebesar 50 per 1000 kelahiran

hidup sedangkan angka kematian balita sebesar 64 per 1000 kelahiran hidup.

Hal ini yang menyebabkan WHO merekomendasikan untuk melaksanakan

program MTBS yang diadaptasikan sesuai dengan permasalahan kesehatan

bayi dan balita di Indonesia. Proses adaptasi MTBS berlangsung selama 2

tahun dengan bantuan tenaga Ikatan Dokter Ahli Anak (IDAI) berdasarkan

epidemiologi penyakit, sistem pelayanan kesehatan yang berlaku, konseling

nutrisi, penggunaan istilah lokal. Sejak Juni 1997 telah dilakukan orientasi

MTBS dan fasilitator secara bertahap. Tetapi hasil yang didapatkan belum

memenuhi target yaitu 60% dari jumlah balita yang mendapatkan pelayanan

MTBS (Mahmulsyah Munthe, 2006).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, pada

kelompok bayi (0-11 bulan), penyebab terbanyak kematian adalah penyakit

diare sebesar 42% dan pneumonia 24%, sedangkan pada kelompok balita,

kematian akibat diare sebesar 25,2%, pneumonia 15,5%, Demam Berdarah

Dengue (DBD) 6,8% dan campak 5,8%, kejadian gizi buruk pada balita

Page 20: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

3

sebesar 5,4% dan gizi kurang sebesar 13% (Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2008).

Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap

untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian

bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya

preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa

konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan

masalah yang sering terjadi pada balita. WHO telah mengakui bahwa

pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam

upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan

balita. Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis

intervensi yang paling cost effective yang memberikan dampak terbesar pada

beban penyakit secara global. Bila puskesmas menerapkan MTBS berarti

turut membantu dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan dan membuka

akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang terpadu (Awi Muliadi Wijaya, 2009).

Menurut data hasil survei yang dilakukan sejak tahun 1990-an hingga

saat ini (SKRT 1991, 1995, SDKI 2003 dan 2007), penyakit/ masalah

kesehatan yang banyak menyerang bayi dan anak balita masih berkisar pada

penyakit/ masalah yang kurang-lebih sama yaitu gangguan perinatal,

penyakit-penyakit infeksi dan masalah kekurangan gizi. Berdasarkan

kenyataan (permasalahan) di atas, pendekatan MTBS dapat menjadi solusi

yang jitu apabila diterapkan dengan benar. Pada sebagian besar balita sakit

Page 21: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

4

yang dibawa berobat ke puskesmas, keluhan tunggal jarang terjadi. Menurut

data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki beberapa keluhan

lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada

balita yang menjadi fokus MTBS. Hal ini dapat diakomodir oleh MTBS

karena dalam setiap pemeriksaan MTBS, semua aspek/ kondisi yang sering

menyebabkan keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa (Awi Muliadi

Wijaya, 2009).

Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33

provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan. Menurut data

laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia

melalui pertemuan nasional program kesehatan anak tahun 2010, jumlah

puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar

51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila sudah

melakukan pendekatan MTBS minimal 60% dari jumlah kunjungan balita

sakit di puskesmas tersebut (Awi Muliadi Wijaya, 2009).

Berdasarkan data kualitas anak dan gambaran program anak Provinsi

Jawa Tengah tahun 2009, didapatkan data cakupan jumlah balita yang

mendapatkan pelayanan MTBS di seluruh kabupaten (yang berjumlah 35

kabupaten) dengan cakupan yang berbeda di masing-masing kabupaten

tersebut. Namun sebanyak 40% kabupaten diantaranya belum dapat

menerapkan MTBS dengan baik, dengan cakupan jumlah balita yang

mendapatkan pelayanan MTBS dibawah 60% seperti yang terjadi pada Kota

Semarang yakni 8,25% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2009).

Page 22: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

5

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang ”Faktor yang

Berhubungan dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan implementasi MTBS di

Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1.2.2.1 Adakah hubungan antara pengetahuan petugas pemegang

program MTBS dengan implementasi MTBS di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010?

1.2.2.2 Adakah hubungan antara sikap petugas pemegang program

MTBS dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota

Semarang Tahun 2010?

1.2.2.3 Adakah hubungan antara motivasi kerja petugas pemegang

program MTBS dengan implementasi MTBS di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010?

Page 23: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

6

1.2.2.4 Adakah hubungan antara pelatihan MTBS yang diikuti petugas

dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang

Tahun 2010?

1.2.2.5 Adakah hubungan antara kepemimpinan kepala Puskesmas

dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang

Tahun 2010?

1.2.2.6 Adakah hubungan antara ketersediaan peralatan yang digunakan

dalam pemeriksaan MTBS, seperti: formulir tatalaksana MTBS,

kartu nasihat ibu, dan obat dengan implementasi MTBS di

Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010?

1.2.2.7 Adakah hubungan antara alokasi dana dari Dinas Kesehatan

untuk pelaksanaan MTBS dengan implementasi MTBS di

Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010?

1.2.2.8 Adakah hubungan antara rapat koordinasi tingkat Puskesmas

dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang

Tahun 2010?

1.2.2.9 Adakah hubungan antara sistem pencatatan/ pelaporan

pelaksanaan MTBS dengan implementasi MTBS di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010?

1.2.2.10 Adakah hubungan antara pelaksanaan supervisi MTBS oleh

Dinas Kesehatan terhadap pelaksanaan MTBS dengan

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun

2010?

Page 24: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

7

1.2.2.11 Adakah hubungan antara pelaksanaan evaluasi (penilaian)

MTBS oleh kepala Puskesmas terhadap pelaksanaan MTBS

dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang

Tahun 2010?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan

implementasi MTBS di Puskesmas Kota Semarang Tahun 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan petugas

pemegang program MTBS dengan implementasi MTBS di

Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010?

1.3.2.2 Untuk mengetahui hubungan antara sikap petugas pemegang

program MTBS dengan implementasi MTBS di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010?

1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja petugas

pemegang program MTBS dengan implementasi MTBS di

Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010?

1.3.2.4 Untuk mengetahui hubungan antara pelatihan MTBS yang diikuti

oleh petugas dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota

Semarang Tahun 2010?

Page 25: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

8

1.3.2.5 Untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan kepala

Puskesmas dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota

Semarang Tahun 2010?

1.3.2.6 Untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan peralatan yang

digunakan dalam pemeriksaan MTBS, seperti:formulir

tatalaksana MTBS, kartu nasihat ibu, dan obat dengan

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun

2010?

1.3.2.7 Untuk mengetahui hubungan antara alokasi dana dari Dinas

Kesehatan untuk kegiatan MTBS dengan implementasi MTBS di

Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010?

1.3.2.8 Untuk mengetahui hubungan antara rapat koordinasi tingkat

Puskesmas dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota

Semarang Tahun 2010?

1.3.2.9 Untuk mengetahui hubungan antara sistem pencatatan/ pelaporan

pelaksanaan MTBS dengan implementasi MTBS di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010?

1.3.2.10 Untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan supervisi MTBS

oleh Dinas Kesehatan terhadap pelaksanaan MTBS dengan

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun

2010?

1.3.2.11 Untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan evaluasi

(penilaian) MTBS oleh kepala Puskesmas terhadap pelaksanaan

Page 26: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

9

MTBS dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota

Semarang Tahun 2010?

1.4 Manfaat Penelitian

Peneitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi berbagai

pihak antara lain :

1. Bagi Peneliti

Sebagai latihan dalam memecahkan masalah-masalah pelayanan

kesehatan khususnya yang berkaitan dengan penerapan MTBS dalam

mengintegrasikan berbagai teori dan konsep yang didapatkan dalam

perkuliahan ke dalam aplikasi penelitian ilmiah., dan hasil penelitian

diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti

dalam memahami permasalahan-permasalahan yang ada di puskesmas.

2. Bagi Puskesmas

Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan guna meningkatkan

kinerja petugas dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat, dan

sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan terhadap balita yang sakit.

3. Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk diadakan

penelitian selanjutnya mengenai MTBS di wilayah yang lain.

Page 27: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

10

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

N

No.

Judul/ Peneliti/

Lokasi Penelitian Tahun Desain Variabel Hasil

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Hubungan Penerapan

Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) diare dengan kesembuhan diare akut

pada balita di

Puskesmas I Kartasura/ Rosyidah Munawarah/

di Puskesmas I

Kartasura

2008 Mengguna

kan desain penelitian

prospektif dengan

pendekatan

kuantitatif dengan

mengukur

Chi Square untuk

mengukur nilai p

Variabel bebas :

Penerapan Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS)

diare

Variabel terikat :

kesembuhan

diare akut pada balita

Tidak ada hubungan

antara penerapan MTBS diare dengan

kesembuhan diare akut pada balita di

Puskesmas I Kartasura.

didapatkan balita yang tidak sembuh

berdasarkan MTBS

dengan rencana terapi A untuk diare akut tanpa

dehidrasi sebesar 13,33% dan balita yang

tidak sembuh dengan

rencana terapi B untuk diare akut dehidrasi

ringan sebesar 50%,

tetapi tidak bermakna secara statistik. dan

hanya 6,25% balita dengan diare akut yang

tidak sembuh dengan

terapi tanpa MTBS.

2.

(1)

Evaluasi Pelaksanaan

Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di

Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan

Selatan/ Hari Pratono/ di

Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan

Selatan

(2)

2007

(3)

Deskriptif

dengan

pendekatan studi kasus

(4)

Menilai

pelaksanaan

MTBS dengan pengamatan

langsung untuk mengetahui alur

pelayanan dan

keterpaduan pelayanan.

kepatuhan

(5)

Alur pelayanan praktik

MTBS sudah mengikuti

pola pemeriksaan dengan pelayanan yang

terintegrasi yang melibatkan tim yang

dikelola oleh seorang

case manager serta dengan intervensi yang

terintegrasi meliputi

pengobatan,

(6)

Page 28: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

11

Petugas Dinilai dengan

Membandingkan

dengan Cheklis Berdasarkan

Buku Bagan MTBS.

Promosi dan pencegahan. Kepatuhan

terhadap standar MTBS

cukup dengan nilai 67%. Praktik MTBS ini

mendapat dukungan manajemen dari Dinas

Kesehatan Kabupaten

Tanah Laut. Peran seorang case manager

sebagai

penanggungjawab pelaksanaan MTBS

yang didukung oleh manajemen Puskesmas

menjadikan praktik

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

tetap terjaga

kelangsungannya.

Page 29: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

12

Sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian

sebelumnya dapat dilihat pada matrik dibawah ini:

Tabel 1.2 Matrik Perbedaan Penelitian

No Pembeda Rosyidah

Munawarah Hari Pratono

Agita Maris

Nurhidayati

(1) (2) (3) (4 ) (5)

1 Judul Hubungan Penerapan

Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) Diare dengan

Kesembuhan Diare Akut Pada

Balita di Puskesmas I

Kartasura

Evaluasi Pelaksanaan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

di Puskesmas di

Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan

Selatan

Faktor yang Berhubungan

dengan Implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) di

Puskesmas di Kota Semarang

2 Tahun dan

Tempat

Penelitian

2008, Puskesmas I

Karatasura

2007, di Kabupaten

Tanah Laut Propinsi

Kalimantan Selatan

2010, di Puskesmas di

Kota Semarang

3 Rancangan Penelitian

Desain penelitian prospektif dengan

pendekatan kuatitatif dengan mengukur

Chi Square untuk

mengukur nilai p

Deskriptif dengan pendekatan studi kasus

Survey explanatory dengan pendekatann

crosss sectional

4

Variabel Penelitian

Variabel bebas : Penerapan Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) diare

Variabel terikat :

Kesembuhan diare akut pada balita

Variabel bebas : Menilai Pelaksanaan

MTBS dengan Pengamatan Langsung

untuk Mengetahui

Alur pelayanan dan Keterpaduan

Pelayanan.

Variabel terikat : Kepatuhan petugas

dinilai dengan membandingkan

dengan cheklis

berdasarkan buku bagan MTBS.

Variabel Bebas : 1. Pengetahuan petugas

pemegang program MTBS.

2. Sikap petugas

pemegang program MTBS.

3. Motivasi kerja

petugas pemegang program MTBS.

4. Pelatihan MTBS yang pernah diiukuti

petugas.

5. Kepemimpinan kepala puskesmas.

6. Ketersediaan

peralatan yang digunakan dalam

pemeriksaan MTBS. 7. Alokasi dana dari

dinkes untuk kegiatan

MTBS.

Page 30: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

13

(1)

(2)

(3)

(4)

8. Rapat koordinasi tingkat puskesmas

(5)

9. Sistem pencatatan/

pelaporan

pelaksanaan MTBS. 10. Pelaksanaan

supervisi MTBS oleh

dinkes terhadap pelaksanaan MTBS.

11. Pelaksanaan evaluasi (penilaian) MTBS

oleh kepala

puskesmas terhadap pelaksanaan MTBS.

Variabel Terikat : Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Ruang lingkup tempat

Lokasi penelitian dilaksanakan di seluruh puskesmas di Kota Semarang

yang berjumlah 37 puskesmas.

1.6.2 Ruang lingkup waktu

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan

September 2011.

1.6.3 Ruang lingkup materi

Materi yang dipaparkan adalah materi yang berkenaan dengan bidang

Ilmu Kesehatan Masyarakat yang mencakup tentang Administrasi

Kebijakan Kesehatan (AKK), terkait dengan masalah kebijakan

pemerintah mengenai penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) di pelayanan kesehatan dasar.

Page 31: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

14

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

2.1.1.1 Pengertian MTBS

Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu pendekatan

keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas

rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap

penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan

upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A

dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan angka

kematian bayi dan anak balita dan menekan morbiditas karena penyakit

tersebut (Departemen Kesehatan RI, 2006f: 2).

Manjemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu pendekatan

keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit. MTBS bukan merupakan program

vertikal. Manajemen Terpadu Balita Sakit atau IMCI (Integrated

Management of Childhood Illness) di Indonesia merupakan bagian dari

primary health care. Oleh karena itu sebagai focal point bagi kegiatan ini

adalah Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Direktorat Jenderal Binkesmas,

Depkes RI yang dalam hal ini adalah pada Subdirektorat Bina Kesehatan Bayi

dan Anak Prasekolah. Langkah-langkah yang diterapkan dalam MTBS, jelas

bahwa keterkaitan peran dan tanggung jawab antar petugas kesehatan di

Page 32: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

15

puskesmas perlu memahami MTBS dan perannya untuk memperlancar

penerapan MTBS. Persiapan yang perlu dilakukan oleh setiap puskesmas

yang akan mulai menerapkan MTBS dalam pelayanan pada balita sakit

meliputi diseminasi informasi MTBS kepada seluruh petugas puskesmas,

rencana penerapan MTBS di puskesmas, rencana penyiapan obat dan alat

yang akan digunakan dalam pelayanan MTBS, serta pencatatan dan pelaporan

hasil pelayanan MTBS di puskesmas. Kegiatan diseminasi informasi MTBS

kepada seluruh petugas puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang

dihadiri oleh semua petugas yang meliputi perawat, bidan, petugas gizi,

petugas imunisasi, petugas obat, pengelola SP2TP, pengelola program P2M,

petugas loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh petugas

yang lebih dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas

Kesehatan kabupaten/ kota (Departemen Kesehatan RI, 2006f: 2).

Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu bentuk

pengelolaan balita yang mengalami sakit, yang bertujuan untuk meningkatkan

derajat kesehatan anak serta kualitas pelayanan kesehatan anak. Bentuk ini

sebagai salah satu cara yang efektif untuk menurunkan angka kematian dan

kesakitan pada bayi dan anak, mengingat bentuk pengelolaan ini dapat

dilakukan pada pelayanan tingkat pertama seperti di unit rawat jalan,

puskesmas, polindes dan lain-lain. Bentuk manajemen ini dilaksanakan secara

terpadu tidak terpisah, dikatakan terpadu karena bentuk pengelolaannya

dilaksanakan secara bersama dan penanganan kasus tidak terpisah-pisah yang

meliputi manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian imunisasi,

Page 33: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

16

pencegahan penyakit sereta promosi untuk tumbuh kembang (Aziz Alimul

Hidayat, 2008: 142).

MTBS merupakan sistem untuk mengklasifikasikan penyakit dan

pemberian pengobatan atau tindakan dengan panduan bagan alur MTBS.

Bagan alur MTBS memandu petugas kesehatan untuk mengenali gejala-gejala

penyakit balita, mengklasifikasikan penyakit tersebut, dan memberikan

pengobatan atau tindakan yang diperlukan. Intervensi inti dari MTBS adalah

keterpaduan tatalaksana kasus dari 5 penyebab utama dari kematian balita,

antara lain ISPA, diare, campak, malaria, dan malnutrisi, serta kondisi yang

biasa mengikutinya. Pada setiap negara, kombinasi intervensi yang ada pada

MTBS dapat dimodifikasi untuk mencakup kondisi penting lain yang sudah

mempunyai cara pengobatan dan/ atau cara pencegahan yang efektif.

Intervensi utama dari strategi MTBS global bisa berubah, tergantung adanya

data baru hasil penelitian tentang penyebab utama penyakit anak.

Selama ini upaya menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan balita

(AKBa) di tingkat pelayanan kesehatan dasar disamping menekankan

pencegahan primer melalui upaya-upaya yang bersifat promotif dan preventif,

telah memanfaatkan upaya pencegahan sekunder termasuk upaya kuratif dan

rehabilitatif di unit rawat jalan.

Pendekatan program perawatan balita sakit di negara-negara

berkembang termasuk Indonesia, yang dipakai selama ini adalah program

intervensi secara terpisah untuk masing-masing penyakit. Program intervensi

secara vertikal, antara lain pada program pemberantasan penyakit infeksi

Page 34: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

17

saluran pernafasan akut (ISPA), program pemberantasan penyakit diare,

program pemberantasan penyakit malaria, dan penanggulangan kekurangan

gizi. Penanganan yang terpisah seperti ini akan menimbulkan masalah

kehilangan peluang dan putus pengobatan pada pasien yang menderita

penyakit lain selain penyakit yang dikeluhkan dengan gejala yang sama atau

hampir sama. Untuk mengatasi kelemahan program atau metode intervensi

tersebut, pada tahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan suatu paket

yang memadukan pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan

intervensi yang terpisah tersebut menjadi satu paket tunggal yang disebut

Integrated Management of Chilhood Ilness (IMCI). IMCI yang oleh WHO

dikembangkan di negara-negara Afrika dan India telah berhasil memberikan

keterampilan terhadap tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan

dasar. Keterampilan tersebut antara lain meliputi bagaimana cara melakukan

klasifikasi penyakit, menilai status gizi, melakukan pengobatan secara benar,

melakukan proses rujukan dengan cepat dan benar dan juga dapat menjadikan

pengurangan biaya pada pelayanan kesehatan. Pada tahun 1997 IMCI mulai

dikembangkan di Indonesia dengan nama Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) yaitu suatu program yang bersifat menyeluruh dalam menangani

balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) menangani balita sakit menggunakan suatu algoritme,

program ini dapat mengklasifikasi penyakit-penyakit secara tepat, mendeteksi

semua penyakit yang diderita oleh balita sakit, melakukan rujukan secara

cepat apabila diperlukan, melakukan penilaian status gizi dan memberikan

Page 35: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

18

imunisasi kepada balita yang membutuhkan. Selain itu, bagi ibu balita juga

diberikan bimbingan mengenai tata cara memberikan obat kepada balitanya di

rumah, pemberian nasihat mengenai makanan yang seharusnya diberikan

kepada balita tersebut dan memberi tahu kapan harus kembali ataupun segera

kembali untuk mendapat pelayanan tindak lanjut, sehingga Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan paket komprehensif yang meliputi

aspek preventif, promotif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilaksanakan

pada pelayanan kesehatan dasar.

2.1.1.2 Tujuan MTBS

MTBS bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di

unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar, yang pada gilirannya diharapkan

mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita.

2.1.1.3 Strategi MTBS

MTBS merupakan kombinasi perbaikan tatalaksana balita sakit

(kuratif) dengan aspek nutrisi, imunisasi (preventif dan promotif). Penyakit

anak dipilih yang merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan bayi

dan anak balita. Diantaranya strategi seperti berikut ini :

1. Kuratif meliputi

a. Pneumonia e. DBD

b. Diare f. Masalah telinga

c. Malaria g. Masalah gizi

d. Campak

2. Promotif dan preventif

Page 36: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

19

a. Upaya mengurai missed opportunities imunisasi

b. Konseling gizi

c. Konseling pemberian ASI

d. Suplemen Vitamin A

Menurut WHO dalam Depkes RI (2006a) implementasi strategi

MTBS di seluruh dunia mengikuti tiga komponen, yaitu: memperbaiki

keterampilan petugas kesehatan lewat pembekalan tentang petunjuk MTBS

dan kegiatan promosi, perbaikan sistem kesehatan yang dibutuhkan untuk

pengelolaan anak sakit dengan efektif serta perbaikan kesehatan keluarga dan

masyarakat.

Strategi utama dari MTBS adalah pengelolaan masalah penyakit anak

di negara berkembang dengan fokus penting pada pencegahan kematian anak.

Strategi tersebut meliputi intervensi pada kegiatan preventif dan kuratif

dengan tujuan untuk memperbaiki pelayanan di sarana pelayanan kesehatan

dan pelayanan rumah. Implementasi MTBS juga berguna untuk memperbaiki

keterampilan petugas kesehatan pada tingkat pertama pelayanan kesehatan

juga termasuk kemampuan berkomunikasi dan konseling sehingga diharapkan

kualitas layanan kesehatan pada anak juga dapat diperbaiki serta komunikasi

yang baik pada orang tua. Implementasi MTBS merupakan gabungan antara

tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) serta pemecahan

masalahnya pada tingkat distrik dan sarana pelayanan kesehatan sekitarnya,

petugas kesehatan serta anggota masyarakat yang dilayani.

2.1.1.4 Pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit

Page 37: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

20

Tenaga kesehatan di unit rawat jalan di fasilitas kesehatan tingkat

dasar meliputi :

a. Paramedis (bidan, perawat)

b. Dokter puskesmas (karena merupakan supervisor dari paramedis)

2.1.1.5 Pelaksanaan MTBS

1. Pelaksanaan Saat Pelatihan

Para fasilitator dari Dinas Kesehatan mengundang tenaga ahli untuk

melatih peserta (dokter puskesmas, perawat dan bidan) dilatih selama 48 jam

dengan ketentuan 4 hari teori, 2 hari praktek di Puskesmas dan RSUD di

bangsal anak dan perinatologi. Dalam pelaksanaan praktek langsung dengan

pasien dengan menggunakan formulir MTBS dan MTBM serta bagan,

diharapkan dalam pelaksanaan sesuai dengan bagan dan alur MTBS sebagai

bahan ajar acuan dalam pelatihan tersebut setiap peserta diberikan modul

sebanyak 7 buah dengan materi pada masing-masing modul sebagai berikut:

Modul I memuat tentang pengantar MTBS, modul II memuat tentang

penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun, modul III

memuat tentang penentuan tindakan dan pemberian obat, modul IV memuat

tentang konseling bagi ibu, modul V memuat tentang tindak lanjut yang perlu

diberikan, modul VI memuat tentang manajeman terpadu bayi muda umur 1

hari sampai 2 bulan, modul VII memuat tentang pedoman penerapan MTBS

di Puskesmas.

2. Pelaksanaan Di Puskesmas

Page 38: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

21

Pelaksanaan MTBS di puskesmas dilakukan setiap hari, tempat

pelaksanaannya disediakan ruangan khusus untuk MTBS dimasing-masing

puskesmas. Setelah diadakan pelatihan dari dokter puskesmas, perawat dan

bidan maka akan diadakan kalakarya yang melibatkan seluruh lapisan

organisasi puskesmas mulai dari kepala puskesmas sampai staf walaupun

tidak semua nantinya sebagai pelaksana MTBS. Kala karya ini bertujuan

untuk menyatukan persepsi, visi dan misi dari semua lapisan organisasi

puskesmas yang ada tentang MTBS.

2.1.1.6 Indikator Keberhasilan Program MTBS

Indikator prioritas MTBS yang digunakan dalam fasilias pelayanan

dasar meliputi keterampilan petugas kesehatan, dukungan sistem kesehatan

dalam menjalankan MTBS dan kepuasan ibu balita atau pendamping balita

(Departemen Kesehatan RI, 2006a).

Sedangkan Indikator keberhasilan MTBS adalah angka mortalitas dan

morbiditas anak balita menurun, juga cakupan neonatal dalam kunjungan

rumah meningkat.

2.1.1.7 Sasaran Manajeman Terpadu Balita Sakit

Menurut Departemen Kesehatan RI (2006a), sasaran dari Manajemen

Terpadu Balita Sakit, meliputi :

1. Bayi muda umur 1 minggu - 2 bulan

2. Anak umur 2 bulan - 5 tahun

2.1.1.8 Langkah-langkah dalam Melaksanakan MTBS

Page 39: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

22

Pada Manajemen Terpadu Balita Sakit ini model pengelolaannya

dapat meliputi :

1. Penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan cara

bertanya, melihat dan mendengar, meraba dengan kata lain dapat

dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik secara dasar dan anamnesa.

2. Membuat klasifikasi, dengan menentukan tingkat kegawatan dari suatu

penyakit yang digunakan untuk menentukan tindakan bukan diagnosis

khusus penyakit.

3. Menentukan tindakan dan mengobati, yakni memberikan tindakan

pengobatan di fasilitas kesehatan, membuat resep serta mengajari ibu

tentang obat serta tindakan yang harus dilakukan di rumah.

4. Memberikan konseling dengan menilai cara pemberian makan dan kapan

anak harus kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan.

5. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang.

2.1.1.9 Penyesuaian Alur Pelayanan MTBS

Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu

pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita

sakit, perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan. Khusus untuk pelayananan

bayi muda (sehat maupun sakit) dapat dilaksanakan di unit rawat jalan

puskesmas ataupun pustu, akan tetapi diutamakan dikerjakan pada saat

kunjungan neonatal oleh para bidan di desa.

Page 40: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

23

Penyesuaian alur pelayanan balita sakit disusun dengan memahami

langkah-langkah pelayanan yang diterima oleh balita sakit. Langkah-langkah

tersebut adalah sejak penderita datang hingga mendapatkan pelayanan yang

lengkap meliputi :

1. Pendaftaran

2. Pemeriksaan dan konseling

3. Tindakan yang diperlukan (di Klinik)

4. Pemberian obat, atau

5. Rujukan, bila diperlukan

2.1.1.10 Penatalaksanaan Balita Sakit dengan Pendekatan MTBS

Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh

petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut

algoritma MTBS untuk melakukan penilaian atau pemeriksaan, yakni dengan

cara : menanyakan kepada orang tua/ wali, apa saja keluhan-keluhan/ masalah

anak kemudian memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'.

Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil

tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi, petugas akan

menentukan jenis tindakan/ pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi

pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter

puskesmas, anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi, anak

dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dst.

Gambaran tentang begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan

MTBS dapat dilihat pada item di bawah ini tentang hal-hal yang diperiksa

Page 41: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

24

pada pemeriksaan dengan pendekatan MTBS. Ketika anak sakit datang ke

ruang pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/

wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum

seperti :

a. Apakah anak bisa minum/menyusu?

b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?

c. Apakah anak menderita kejang? Kemudian petugas akan

melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak sadar?

Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain:

a. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?

b. Apakah anak menderita diare?

c. Apakah anak demam?

d. Apakah anak mempunyai masalah telinga?

e. Memeriksa status gizi

f. Memeriksa anemia

g. Memeriksa status imunisasi

h. Memeriksa pemberian vitamin A

i. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain

Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan

mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-

langkah tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam

penilaian/klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain :

a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah

Page 42: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

25

b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah

c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di

rumah, misal aturan penanganan diare di rumah

d. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan

selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat

e. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan

2.1.1.11 Praktik MTBS Di Puskesmas

Pada pelayanan MTBS di puskesmas, petugas puskesmas ikut

berperan dalam menentukan kelancaran dan pelaksanaan langkah-langkah

dari MTBS tersebut. Oleh karena itu seluruh petugas puskesmas perlu

memahami MTBS dan perannya untuk memperlancar penerapan MTBS.

Petugas puskesmas tersebut, antara lain: bidan, perawat, petugas gizi, petugas

imunisasi, petugas obat, pengelola SP2TP, maupun petugas loket. Pada

pelaksanaannya, petugas memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing

dan disesuaikan dengan jumlah kunjungan balita yang sakit dan juga petugas

kesehatan yang ada. Untuk dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya

maka, petugas harus mengetahui tentang MTBS tersebut. Hal ini berkaitan

dengan perilaku dari petugas tersebut (Departemen Kesehatan RI, 2006f: 2).

Pemeriksaan balita sakit di puskesmas ditangani oleh tim yang

dipimpin oleh pengelola MTBS atau pemegang program MTBS yang

berfungsi sebagai case manager. Semua kegiatan pemeriksaan dan konseling

tersebut dilakukan di ruang khusus MTBS. Case manager di sini adalah bidan

Page 43: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

26

yang telah dilatih MTBS yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan

kegiatan MTBS.

1. Fungsi dan Kedudukan Case Manager.

Kedudukan case manager tidak ada dalam struktur organisasi

puskesmas. Pemilihannya oleh kepala puskesmas berdasarkan pertimbangan

pernah mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola MTBS. Dalam

keseharian pengelola bertanggung jawab kepada koordinator KIA puskesmas.

Case manager bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dari penilaian

membuat klasifikasi serta mengambil tindakan serta melakukan konseling

dengan dipandu buku/ bagan dan tercatat dalam formulir pemeriksaan. Case

manager bertanggung jawab mengelola kasus balita sakit dari penilaian,

membuat klasifikasi, dan menentukan tindakan, serta case manager

menentukan konseling yang diperlukan oleh pasien. Apabila memerlukan

konseling gizi, kesehatan lingkungan (kesling), serta imunisasi, petugas

mengirim ke petugas yang dibutuhkan dan pasien akan disuruh kembali

kepada case manager. Sesudah mendapatkan konseling baru dilakukan

penulisan resep serta penjelasan agar ibu/ pengantar balita mematuhi perintah

yang diberikan dalam pengobatan di rumah. Konseling mengenai cara

pemberian obat, dosis, lama pemberian, waktu pemberian, cara pemberian

dan lain-lain menjadi hal yang rutin dilakukan. Hasil kegiatan pemeriksaan

dicatat dalam register kunjungan, kemudian direkap setiap akhir bulan untuk

laporan kegiatan MTBS kepada Dinas Kesehatan.

Page 44: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

27

Keberadaan tim dalam penanganan balita sakit sangat mendukung

praktik MTBS. Tim yang dipimpin oleh seorang manajer kasus (case

manager) yaitu seorang bidan yang bertanggungjawab kepada bidan

koordinator KIA. Apabila ada masalah yang berkenaan dengan MTBS bidan

koordinator mengkonsultasikan kepada kepala puskesmas. Manajer kasus

mendistribusikan tugas serta pekerjaan kepada anggota tim lainnya yaitu

petugas gizi untuk menangani konseling gizi, petugas imunisasi untuk

pemberian imunisasi yang dibutuhkan anak pada saat pemeriksaan serta

petugas kesehatan lingkungan yang menangani penyuluhan berkenaan dengan

penyakit yang diakibatkan oleh perilaku dan lingkungan. Kejelasan tugas

dalam pembagian kerja menyebabkan penanganan kasus lebih efektif.

Masing-masing petugas bisa mengerti pekerjaan dan tugas-tugas yang lain

sehingga ketika petugas lain yang diperlukan tidak ada, petugas yang ada bisa

mengambil alih. Sifat yang fleksibel antar anggota tim inilah yang membantu

dalam praktik MTBS sehingga pekerjaan terus berlangsung walaupun ada

anggota tim yang tidak ada.

2.1.2 Pelayanan Kesehatan

2.1.2.1 Konsep Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan menurut Levey dan Loomba (1973) dalam Azrul

Azwar (1996) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan

kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

Page 45: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

28

Pelayanan kesehatan adalah segala kegiatan yang secara langsung atau

tidak langsung berupaya untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan atau dituntut oleh masyarakat untuk mengatasi masalah

kesehatannya (Budioro B, 1997: 117). Sedangkan menurut (Soekidjo

Notoatmodjo, 2005: 5), pelayanan kesehatan adalah tempat atau sarana yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

Menurut Djoko Wijono (2000: 204), pelayanan kesehatan adalah

suatu proses kegiatan pemberian jasa atau pelayanan di bidang kesehatan

yang hasilnya dapat berupa hasil pelayanan yang bermutu, kurang bermutu,

atau tidak bermutu yang tergantung dari proses pelaksanaan kegiatan

pelayanan itu sendiri, sumber daya yang berkaitan dengan kegiatan

pelayanan, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi, serta manajemen

mutu pelayanan.

Baik atau tidaknya keluaran (output) suatu pelayanan kesehatan sangat

dipengaruhi oleh masukan (input), proses (process), dan lingkungan

(environment), maka mutu pelayanan kesehatan ada kaitannya dengan unsur-

unsur pokok yaitu sebagai berikut (Azrul Azwar, 1996: 46) :

1. Unsur Masukan

Yang dimaksud dengan unsur masukan adalah semua hal yang

diperlukan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan. Unsur masukan ini

banyak macamnya, diantaranya meliputi : tenaga (man) yaitu petugas

kesehatan, dana (money), manajemen, serta sarana (material) yang

mendukung kelancaran kegiatan. Secara umum disebutkan apabila tenaga dan

Page 46: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

29

sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan (standard of personnels and facilities), serta jika dana yang

tersedia tidak sesuai kebutuhan, maka sulit diharapkan baiknya mutu

pelayanan.

2. Unsur Proses

Yang dimaksud dengan unsur proses adalah semua tindakan yang

dilakukan pada pelayanan kesehatan. Tindakan tersebut secara umum dapat

dibedakan dua macam yakni tindakan medis (medical procedure) yang

bersifat penyembuhan penyakit dan tindakan non-medis (non-medical

procedures) yang meliputi pelayanan administrasi, dan pelayanan apotek.

Secara umum disebutkan apabila kedua tindakan ini tidak sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulit diharapkan

baiknya mutu pelayanan.

3. Unsur Lingkungan

Yang dimaksud unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang

mempengaruhi pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan

sekiar yang terpenting adalah kebijakan (policy), organisasi (organization)

dan manajemen (management). Secara umum disebutkan apabila kebijakan,

organisasi, dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar atau tidak

bersifat mendukung, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan

kesehatan.

4. Unsur Keluaran

Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang menunjuk pada

penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (performance).

Page 47: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

30

Penampilan yang dimaksudkan disini banyak macamnya. Secara umum dapat

dibedakan atas dua macam. Pertama, penampilan aspek medis (medical

performance). Kedua penampilan aspek non-medis (non-medical

performance). Secara umum disebutkan apabila kedua penampilan ini tidak

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of performance) maka

berarti sulit diharapkan baiknya pelayanan kesehatan yang bermutu (Azrul

Azwar, 1996).

Pada output ini yang dimaksud adalah sistem Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan pada balita yang sedang sakit. Dengan diterapkannya pendekatan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di puskesmas diharapkan dapat

membantu mempermudah dalam proses anamnesis, pemeriksaan, serta

diagnosis penyakit pada balita.

2.1.2.2 Macam Pelayanan Kesehatan

Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) dalam Azrul Azwar

(1996) bentuk dan jenis pelayanan kesehatan adalah :

a. Pelayanan Kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan

kedokteran ( medical service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang

dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu

organisasi (institution), tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan

memelihara kesehatan serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan

keluarga.

b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Page 48: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

31

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan

kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan cara

pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi,

tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah penyakit. Sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.

Menurut Azrul Azwar (1996: 38) pelayanan kesehatan yang ditujukan

kepada masyarakat harus memiliki berbagai persyaratan pokok, antara lain :

1. Tersedia dan berkesinambungan (continous and available)

Pelayaan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut

harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan

(continous), artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh

masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat

adalah pada setiap saat dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar (acceptable)

Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan

dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan

adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, dan kepercayaan masyarakat, serta

bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai (accessible)

Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan di sini adalah terutama

dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan

kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi

Page 49: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

32

sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah

perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan,

bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

4. Mudah dijangkau (affordable)

Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini adalah dari sudut

biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat

diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan

ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya

mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah pelayanan

kesehatan yang baik.

5. Bermutu (certifiable)

Pengertian mutu yang dimaksudkan di sini adalah yang menunjuk

pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang

di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain

tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah

ditetapkan.

2.1.3 Standar Pelayanan Kesehatan

Menurut Imbalo S. Pohan (2003: 32) standar pelayanan kesehatan

adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu yang

menyangkut masukan, proses, dan keluaran atau outcome system pelayanan

kesehatan. Sedangkan di kalangan profesi pelayanan kesehatan sendiri

terdapat berbagai definisi tentang standar pelayanan kesehatan antara lain :

1. Petunjuk Pelaksanaan

Page 50: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

33

Pernyataan dari para ahli yang merupakan rekomendasi untuk

dijadikan suatu prosedur. Petunjuk pelaksanaan digunakan sebagai referensi

teknis yang luwes dan menjelaskan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan dalam kondisi klinis tertentu.

2. Protokol

Ketentuan rinci dari pelaksanaan suatu proses atau pelaksanaan suatu

kondisi klinis.

3. Standar Prosedur Operasional (SPO)

Pernyataan tentang harapan bagaimana petugas kesehatan melakukan

suatu kegiatan yang bersifat administratif.

4. Spesifikasi

Penjelasan rinci dari karakteristik atau ukuran dari suatu produk

pelayanan kesehatan atau keluaran (outcome).

2.1.4 Indikator Pelayanan Kesehatan

Pada dasarnya indikator mutu pelayanan kesehatan dibagi menjadi 2

macam, yaitu :

1. Indikator Subyektif

Indikator ini tergantung dari pendapatan atau pandangan pemakai jasa

pelayanan kesehatan. Pada umumnya indikator ini berupa keluhan atau

ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.

2. Indikator Obyektif

Page 51: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

34

Indikator ini berhubungan erat dengan asuhan keperawatan, karena

dalam hal ini sangat berkaitan erat dengan kehendak atau keinginan

pemenuhan kebutuhan dan keinginan kelompok atau perseorangan dari

konsumen. Maka tolok ukurnya adalah profesional, yaitu standar praktek

asuhan keperawatan yang telah ditetapkan.

Menurut Lori Di Prete dalam Imbalo S. Pohan (2003: 19) terdapat

dimensi mutu pelayanan kesehatan yaitu :

1. Kompetensi Teknik

Kompetensi teknik menyangkut keterampilan, kemampuan, dan

penampilan atau kinerja pemberi pelayanan kesehatan.

2. Keterjangkauan atau Akses terhadap Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan itu harus dicapai oleh masyarakat, tidak

terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa.

3. Efektifitas Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan itu harus efektif artinya pelayanan kesehatan

harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah

terjadinya penyakit serta berkembangnya dan atau meluasnya penyakit yang

ada.

4. Efisiensi Pelayanan Kesehatan

Sumber daya kesehatan itu sangat terbatas, oleh sebab itu dimensi

efisiensi ini sangat penting dalam pelayanan kesehatan.

5. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan

Page 52: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

35

Artinya pasien harus dapat dilayani sesuai kebutuhannya, termasuk

rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang

tidak perlu.

6. Keamanan

Dimensi keamanan pelayanan kesehatan itu harus aman, baik bagi

pasien, bagi pemberi pelayanan kesehatan atau masyarakat sekitarnya.

Pelayanan kesehatan yang bermutu harus aman dari resiko cedera, infeksi,

efek samping, atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh pelayanan kesehatan

itu sendiri.

7. Kenyamanan

Kenyamanan tidak berhubungan langsung dengan efektivitas

pelayanan kesehatan, namun mempengaruhi kepuasan pasien. Sehingga

mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut.

Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik pelayanan kesehatan,

pemberi pelayanan, peralatan medik dan non medik.

8. Informasi

Pelayanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan

informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana

pelayanan kesehatan itu dilaksanakan.

9. Ketepatan Waktu

Agar berhasil pelayanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam

waktu dan cara yang tepat. Oleh pemberi pelayanan yang tepat dan

Page 53: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

36

menggunakan peralatan dan obat yang tepat serta dengan biaya yang efisien

(tepat).

10. Hubungan Antar Manusia

Hubungan antar manusia merupakan interaksi pemberi pelayanan

kesehatan dengan pasien atau konsumen, antar sesama pemberi pelayanan

kesehatan, hubungan atasan-bawahan, Dinas Kesehatan, rumah sakit,

puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat, dan lain-lain.

Hubungan antara manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan

atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling

menghormati, responsif, dan memberi perhatian.

2.1.5 Mutu Pelayanan

Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar,

atau ketetapan manajemen. Mutu berdasarkan pengalaman nyata pelanggan

terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya,

dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau

subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam

pasar yang kompetitif (Djoko Wijono, 1999: 3). Mutu pelayanan kesehatan

adalah hasil akhir (outcome) dari interaksi dan ketergantungan antara

berbagai aspek, komponen atau unsur organisasi pelayanan kesehatan sebagai

suatu sistem (Djoko Wijono, 1999: 38).

Djoko Wijono (1999) mengatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan

dapat semata-mata dimaksudkan dari aspek teknis medis yang hanya

berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja, atau mutu

Page 54: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

37

pelayanan kesehatan dari sudut pandang sosial dan sistem pelayanan

kesehatan secara keseluruhan, termasuk akibat-akibat manajemen

administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya. Juga

dikatakan bahwa pembahasan tentang kualitas pelayanan kesehatan yang baik

mengenal dua pembatasan, yaitu:

1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien

Kualitas pelayanan kesehatan yang baik adalah apakah pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan tersebut dapat menimbulkan rasa puas pada

diri setiap pasien dengan tingkat kepuasan pasien rata-rata pendidikan yang

menjadikan sasaran utama pelayanan kesehatan tersebut.

2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan

Kualitas pelayanan kesehatan yang baik adalah apabila tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan standar serta kode etik profesi yang telah

ditetapkan.

Mutu pelayanan kesehatan dapat diukur melalui tiga cara (Imbalo S.

Pohan, 2003: 85), yaitu :

1. Pengukuran mutu prospektif

Merupakan pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan

sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan.

2. Pengukuran mutu konkuren

Merupakan pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan

selama pelayanan kesehatan sedang berlangsung.

Page 55: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

38

3. Pengukuran mutu pelayanan retrospektif

Merupakan pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan

sesudah pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan.

Pada umumnya untuk meningkatkan mutu pelayanan ada dua cara

(Djoko Wijono, 1999: 37-38) :

1. Meningkatkan mutu dan kuantitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan,

perlengkapan dan materi yang diperlukan dengan menggunakan teknologi

tinggi atau dengan kata lain meningkatkan input atau struktur, namun cara

ini mahal.

2. Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam

kegiatan pelayanan, hal ini berarti memperbaiki proses pelayanan

organisasi pelayanan kesehatan.

Mutu produk dan jasa pelayanan secara langsung dipengaruhi oleh 9

faktor fundamental (Djoko Wijono, 1999: 10) :

1. Men : kemajuan teknologi, komputer dan lain-lain memerlukan pekerja-

pekerja spesialis yang makin banyak.

2. Money : meningkatnya kompetisi disegala bidang memerlukan

penyesuaian pembiayaan yang luar biasa termasuk untuk mutu.

3. Materials : bahan-bahan yang semakin terbatas dan berbagai jenis

material yang diperlukan.

4. Machines dan mechanization : selalu perlu penyesuaian-penyesuaian

seiring dengan kebutuhan kepuasan pelanggan.

Page 56: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

39

5. Modern information methods : kecepatan kemajuan teknologi komputer

yang harus selalu diikuti.

6. Markets : tuntutan pasar yang semakin tinggi dan luas.

7. Management : tanggung jawab manajemen mutu oleh perusahaan.

8. Motivation : meningkatnya mutu yang kompleks perlu kesadaran mutu

bagi pekerja-pekerja.

9. Mounting product requirement : persyaratan produk yang meningkat yang

diminta pelanggan perlu penyesuaian mutu terus-menerus.

Menurut Prof. A. Donabedian dalam Djoko Wijono (1999: 48), ada

tiga pendekatan evaluasi (penilaian) mutu yaitu dari aspek :

1. Standar struktur

Adalah standar yang menjelaskan peraturan dan sistem, misalnya

personel, peralatan, gedung, rekam medis, keuangan, obat, dan fasilitas.

2. Standar proses

Yaitu menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan pelayanan

kesehatan, melakukan prosedur dan kebijakan.

3. Luaran atau outcome

Adalah hasil akhir atau akibat dari pelayanan kesehatan. Standar

luaran akan menunjukkan apakah pelayanan kesehatan berhasil atau gagal.

Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan

keberhasilan upaya dan manajemen kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan

sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat,

alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan,

Page 57: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

40

dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Dengan

demikian maka peningkatan kualitas fisik serta faktor-faktor tersebut di atas

merupakan prakondisi yang harus dipenuhi. Selanjutnya proses pemberian

pelayanan ditingkatkan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme

sumber daya kesehatan sebagaimana diuraikan di atas (Departemen

Kesehatan RI, 1999: 25).

2.1.6 Karakteristik Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut Zethamal, Parasuraman dan Berry (1985) yang dikutip dalam

Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001: 27), bahwa lima kelompok

karakteristik yang digunakan para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas

jasa/ pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai

dan sarana komunikasi, yang semuanya dapat dirasakan langsung oleh

pelanggan.

2. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan

yang dijanjikan dengan segera dan dapat memuaskan pelanggan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu kemampuan dari karyawan

memberikan pelayanan kepada pelanggan untuk membantu pelanggan dan

memberikan jasa dengan cepat dan tepat, serta mendengar dan mengatasi

keluhan yang diajukan pelanggan.

4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki para staf, yaitu bebas dari bahaya, risiko dan

keragu-raguan. Karakteristik jaminan ini merupakan gabungan dari

Page 58: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

41

dimensi kompetensi (ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh

para karyawan) dan dimensi kesopanan.

5. Empati (emphaty), meliputi kemampuan membina hubungan, komunikasi

yang baik, perhatian dan memahami kebutuhan pelanggan. Karakteristik

perhatian ini merupakan gabungan dari akses (kemudahan untuk

memanfaatkan jasa), komunikasi (kemampuan melakukan komunikasi

untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan/ memperoleh

masukan), pemahaman pada pelanggan (usaha untuk mengetahui dan

memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan).

2.1.7 Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas)

2.1.7.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi

sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta

masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat

pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu,

dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam

suatu wilayah tertentu.

Pelayanan kesehatan yang memadai merupakan tumpuan masyarakat.

Pelayanan kesehatan adalah salah satu kebutuhan mendasar selain pangan dan

juga pendidikan. Pelayanan kesehatan bukan salah monopoli rumah sakit saja.

Penduduk Indonesia yang jumlahnya melebihi 200 juta jiwa tidak mungkin

harus bergantung dari rumah sakit yang jumlahnya sedikit dan tidak merata

penyebarannya.

Page 59: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

42

Pelayanan kesehatan yang bermutu masih jauh dari harapan

masyarakat, serta berkembangnya kesadaran akan pentingnya mutu, maka UU

Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 menekankan pentingnya upaya peningkatan

mutu pelayanan kesehatan, khususnya ditingkat Puskesmas.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi

fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat

menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat,

dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul

oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tesebut diselenggarakan

dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna

mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu

pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan puskesmas biasanya berada di

bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota.

2.1.7.2 Fungsi Puskesmas

Sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), puskesmas sebagai

fasilitan pelayanan kesehatan tingkat pertama mempunyai tiga fungsi sebagai

berikut :

a. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Puskesmas harus mampu membantu menggerakkan (motivator,

fasilitator) dan turut serta memantau pembangunan yang diselenggarakan di

tingkat kecamatan agar dalam pelaksanaannya mengacu, berorientasi serta

dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama.

Page 60: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

43

b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat

non instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat

atau keluarga agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan

mengambil keputusan untuk pemecahannya dengan benar.

c. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama yang diselenggarakan

puskesmas bersifat holistik, komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan

masyarakat dan pelayanan medik. Pada umumnya pelayanan kesehatan

tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan.

2.1.7.3 Program Pokok Puskesmas

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh

(comprehensive health care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah

kerjanya, puskesmas menjalankan beberapa usaha pokok yang meliputi 6

(enam) program wajib yaitu :

a. Upaya Promosi Kesehatan

b. Upaya Kesehatan Lingkungan

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

f. Upaya Pengobatan

Page 61: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

44

Semua kegiatan program pokok yang dilaksanakan di puskesmas

dikembangkan berdasarkan program pokok pelayanan kesehatan dasar seperti

yang dianjurkan oleh badan kesehatan dunia (WHO) yang dikenal dengan

“basic seven” WHO. Basic seven tersebut terdiri dari : 1) Maternal and Child

Health Care, 2) Medical Care, 3) Environmenial Sanitation, 4) Health

Education, untuk kelompok, kelompok masyarakat, 5) Simple Laboratory, 6)

Communicable Disease Control, dan 7) Simple Statistic, atau pencatatan dan

pelaporan. Dari ke-12 program pokok puskesmas, basic seven WHO harus

lebih diprioritaskan untuk dikembangkan sesuai dengan masalah kesehatan

masyarakat yang potensial berkembang di wilayah kerjanya, kemampuan

sumber daya manusia (staf) yang dimiliki oleh puskesmas, dukungan sarana/

prasarana yang tersedia di puskesmas, dan peran serta masyarakat (Azrul

Azwar, 1996: 125).

2.1.7.4 Manajemen Puskesmas

Manajemen telah ada sejak lama, dikatakan demikian oleh karena

pengertian pokok dari manajemen adalah mencapai tujuan yang telah

dikehendaki dengan jalan menggunakan orang atau orang lain untuk bekerja,

guna mendapat hasil yang dicita-citakan (Hani T. Handoko, 2001: 76).

Pengertian lain dari manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses

pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif

dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan manajemen adalah

terciptanya pengelolaan semua program-program secara baik dan teratur

Page 62: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

45

berdasarkan urutan-urutan kebutuhan dan waktu pelaksanaan (Malayu S.P.

Hasibuan, 2009: 2).

Sedangkan menurut A. A. Gde Muninjaya (1999: 15), manajemen

adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara

efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan pengertian tersebut, manajemen

mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri utama penerapannya yaitu

efisien dalam pemanfaatan sumber daya, efektif dalam memilih alternatif

kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, dan rasional dalam pengambilan

keputusan.

Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Dengan manajemen yang baik, akan memudahkan terwujudnya

tujuan suatu organisasi, sehingga daya guna dan hasil guna unsur-unsur

manajemen akan dapat ditingkatkan. Adapun unsur-unsur manajemen itu

meliputi unsur 5M yaitu: man, money, methode, machines, dan materials.

Agar dapat memberi pelayanan dengan baik maka dibutuhkan

berbagai sumber daya yang harus diatur dengan proses manajemen secara

baik (Tjandra Yoga A, 2002: 15). Dibidang kesehatan manajemen diartikan

sama dengan administrasi kesehatan yaitu suatu proses yang menyangkut

perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, tata cara dan kesanggupan yang

tersedia untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan terhadap kesehatan,

perawatan kedokteran serta lingkungan yang sehat dengan jalan menyediakan

dan menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan yang ditujukan kepada

Page 63: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

46

perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat (Azrul Azwar, 1996:

5).

Dari uraian tersebut jelas bahwa peranan kantor dalam Sistem

Kesehatan Indonesia tidak hanya sebagai pelaksana fungsi administrasi saja

tetapi juga sebagai pelaksana fungsi pelayanan kesehatan. Dengan kata lain

kantor Departemen Kesehatan dan atau Kantor Dinas Kesehatan yang

terdapat di kabupaten juga bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan

kesehatan masyarakat. Sedangkan pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat

sehari-hari dipercayakan kepada puskesmas yang oleh pemerintah didirikan di

semua kecamatan. Puskesmas merupakan suatu unit pelaksanaan fungsional

yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan

peran serta masyarakat dibidang kesehatan yaitu dalam rangka fungsi

promotif (penyuluhan) dan pengambilan kebijakan publik oleh pemerintah

(advokasi) yang mengarah pada usaha preventif (pencegahan) serta pusat

pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya

secara menyeluruh, terpadu dan berkeseimbangan pada suatu masyarakat

yang bertempat tinggal pada suatu wilayah tertentu (Azrul Azwar, 1996: 119).

Agar dapat menjalankan fungsi dan tugasnya sebagaimana mestinya,

maka puskesmas didukung oleh suatu sistem manajemen yang sebenarnya

sudah dibakukan oleh Depkes. Pada hakikatnya puskesmas :

a. Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti P1 (Perencanaan), P2

(Pelaksanaan dan Penggerakan), P3 (Pengarahan, Pengawasan, dan

Penilaian).

Page 64: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

47

b. Dengan dukungan sumber daya seperti tenaga, dana, peralatan, teknologi,

informasi, dan lain-lainnya, yang biasanya terbatas, dan karena itu harus

dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

c. Untuk dapat menghasilkan kegiatan-kegiatan pokok yang telah

ditetapkan.

d. Agar tercapai target atau sasaran yang telah direncanakan.

Ada beberapa komponen kegiatan dalam manajemen puskesmas yang

pedoman pelaksanaannya sudah digariskan untuk dapat dilaksanakan oleh

puskesmas agar dapat berfungsi secara optimal. Komponen manajemen

puskesmas tersebut antara lain :

1. Perencana Tingkat Puskesmas (PTP)

Perencanaan tingkat puskesmas dapat diartikan sebagai suatu proses

kegiatan sistematis untuk menyusun atau menyiapkan kegiatan yang akan

dilaksanakan oleh puskesmas pada tahun berikutnya untuk meningkatkan

cakupan dan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya

mengatasi masalah-masalah kesehatan setempat. Maksud dari kegiatan PTP

ini adalah untuk dapat disusunnya 2 rumusan perencanaan, yaitu: Rencana

Usulan Kegiatan (RUK) dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK).

2. Penggerakan dan Pelaksanaan (Mini Lokakarya)

Maksud dari mini lokakarya adalah untuk melaksanakan fungsi

manajemen P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan), yaitu untuk meningkatkan

kemampuan tenaga puskesmas untuk bekerja sama dalam tim, baik lintas

Page 65: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

48

program (antar program dalam puskesmas) maupun lintas sektoral (dengan

sektor-sektor lain di luar puskesmas). Maksud tersebut dilaksanakan dengan

mengadakan rapat kerja secara periodik untuk tim antar program dalam

puskesmas dan antar sektor dengan unit-unit terkait lainnya di luar

puskesmas.

3. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3)

Dalam manajemen diperlukan tersedianya data atau informasi yang

akurat, tepat waktu, dan kontinue serta mutakhir secara periodik. Data atau

informasi tersebut adalah untuk mendukung fungsi-fungsi manajemen seperti

perencanaan, penggerakkan, pelaksanaan, pengawasan, pengarahan dan

penilaian. SP3 adalah tata cara pencatatan dan pelaporan yang lengkap untuk

pengelolaan puskesmas, meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan kegiatan

pokok yang dilakukan serta hasil yang dicapai oleh puskesmas.

Proses pelaksanaan SP3 sebenarnya mencakup 3 hal, yaitu :

pencatatan, pelaporan, dan pengolahan/ analisis/ pemanfaatan. Pencatatan

hasil kegiatan oleh pelaksana dicatat dalam buku-buku register yang berlaku

untuk masing-masing program. Data tersebut kemudian direkapitulasi ke

dalam format laporan SP3 yang sudah dibakukan.

4. Stratifikasi Puskesmas

Tujuan diadakannya stratifikasi puskesmas adalah untuk mendapatkan

gambaran tentang tingkat perkembangan fungsi puskesmas secara terus

menerus dalam rangka pembinaan dan pengembangannya. Aspek yang dinilai

adalah mengenai hal-hal sebagai berikut :

Page 66: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

49

a. Hasil cakupan program kegiatan pokok puskesmas

b. Proses manajemen (P1, P2, P3)

c. Sumber daya atau sarana (tenaga, dana, perlengkapan, dan obat-obatan)

d. Aspek lingkungan

(Budioro, 2002: 134).

Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan

upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan

puskesmas perlu ditunjang oleh manajeman puskesmas yang baik.

Manajemen puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara

sistematik untuk menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien.

Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh puskesmas membentuk

fungsi-fungsi manajeman.

Dengan manajemen yang baik, akan memudahkan terwujudnya tujuan

suatu organisasi, sehingga daya guna dan hasil guna unsur-unsur manajemen

akan dapat ditingkatkan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam

program MTBS di puskesmas dapat terkait dengan unsur-unsur dalam

manajemen puskesmas itu sendiri. Adapun unsur-unsur dari manajemen

pelayanan MTBS tersebut, dapat meliputi unsur 5M yaitu : man, money,

methode, machines, dan materials. Secara lebih rinci faktor-faktor yang

mempengaruhi implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit antara lain :

a. Man (Manusia)

Merujuk pada manusia sebagai tenaga kerja atau dengan kata lain

merupakan sumber daya manusia di puskesmas. Penerapan Manajemen

Page 67: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

50

Sumber Daya Manusia (SDM) di puskesmas telah lama diterapkan seiring

dengan makin berkembangnya puskesmas ke era-desentralisasi. Setiap

kebijakan yang dijalankan harus didukung dengan ketersediaan sumber daya

manusia bidang kesehatan yang ada. Profesi kesehatan juga telah berkembang

menjadi jabatan fungsional yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang

jelas sesuai tingkat keahlian atau profesi yang dijabatnya. Man adalah segala

hal permasalahan yang terkait dengan aspek tenaga kerja dilihat dari aspek :

lemahnya pengetahuan, kurang keterampilan, pengalaman, kelelahan,

kekuatan fisik, lambatnya kecepatan kerja, banyak tekanan kerja, stress dll.

b. Machines (Mesin)

Merupakan sarana kesehatan yang digunakan puskesmas untuk

mencapai tujuan organisasi dan segala masalah yang terkait dengan aspek

peralatan, merujuk pada mesin sebagai fasilitas/ alat penunjang kegiatan

perusahaan baik operasional maupun nonoprasional. Mesin merupakan sarana

kesehatan atau bahan-bahan yang digunakan untuk pelayanan kesehatan

seperti alat-alat kesehatan , alat-alat laboratorium kesehatan sederhana.

c. Money (Uang/ Modal/ Alokasi Dana dari Dinkes)

Merupakan unsur pembiayaan atau anggaran di puskesmas merujuk

pada uang sebagai modal untuk pembiayaan seluruh kegiatan perusahaan,

misalnya ketidaktersediaan anggaran. Namun untuk penerapan MTBS di

puskesmas, tidak ada dana khusus untuk menunjang pelaksanaan MTBS.

Rata-rata puskesmas masih mengharapkan bantuan sarana dan prasarana dari

Page 68: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

51

tingkat kabupaten bahkan provinsi. Terutama untuk pengadaan formulir

MTBS dan ARI timer.

d. Method (Metode/ Prosedur)

Merupakan cara-cara yang dijalankan puskesmas untuk mencapai

tujuan organisasi/ misi puskesmas, merujuk pada metode/ prosedur sebagai

panduan pelaksanaan kegiatan suatu perusahaan/ organisasi.

e. Materials (Bahan baku)

Merupakan prasarana kesehatan atau bahan-bahan yang digunakan

untuk pelayanan kesehatan seperti : materi penyuluhan kesehatan, buku-buku

petunjuk (Philip Kotler & Kevin Lane Keller, 2006, Muh.Fakhrurrozie,

2009).

Selain komponen di atas mengenai petugas MTBS, faktor yang juga

berperan dalam kelancaran kegiatan MTBS adalah adanya materials yang

digunakan untuk menunjang keberlangsungan kegiatan Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS).

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) masih menjadi sesuatu

yang baru bagi tenaga-tenaga kesehatan terutama yang berada di pelayanan

kesehatan dasar di Indonesia. Oleh karena itu akan terus dikembangkan

sehingga dapat menjadi standar dalam menangani balita sakit di pelayanan

kesehatan dasar dalam rangka menurunkan angka kematian bayi dan balita.

Page 69: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

52

Keberhasilan pelaksanaan MTBS tersebut sangat didukung oleh

berbagai faktor, salah satunya adalah faktor sumber daya manusia dalam hal

ini petugas puskesmas yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan

ibu dan anaknya khususnya menyangkut MTBS. Pelaksanaan MTBS ini

terintegrasi dengan program-program kesehatan dasar lainnya, untuk itu perlu

dilakukan manajemen sumber daya manusia yang baik.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan

kualitas dan cakupan pelayanan MTBS di puskesmas, namun cakupan

pelayanan MTBS cenderung bervariasi di setiap daerah. Dalam hal ini

Depkes RI mengupayakan strategi pelayanan MTBS secara komprehensif.

Dalam upaya tersebut mengarah pada peningkatan kualitas sumber daya

manusia, peningkatan manajemen pelayanan dan evaluasi cakupan MTBS

termasuk supervisi yang dilakukan oleh puskesmas maupun Dinas Kesehatan

(Departemen Kesehatan RI, 2006a).

Evaluasi keberhasilan pelayanan kesehatan dasar selama ini hanya

difokuskan kepada jangkauan pelayanan, cakupan pelayanan, dan peran serta

masyarakat dalam pelayanan kesehatan, sedangkan mutu pelayanan tidak

pernah dievaluasi atau dinilai. Hal ini disebabkan karena fokus pelayanan

kesehatan masih ditujukan untuk mencapai pemerataan pelayanan yang

menjangkau banyaknya penduduk yang dapat dilayani (aspek equity). Dalam

perjalanannya, pelaksanaan MTBS masih mengalami kendala seperti

keterbatasan fasilitas, kemampuan petugas yang masih menggunakan cara-

cara konvensional pada pemeriksaan bayi dan balita sakit. Oleh karena itu

Page 70: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

53

diperlukan upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam program

MTBS.

2.2.1 Faktor Pemudah (predispossing factor)

2.2.1.1 Pengetahuan Petugas

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan tindakan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui indera manusia yaitu indera manusia seperti indera penglihatan,

pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Soekidjo Notoatmodjo, 2003: 127).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Soekidjo

Notoatmodjo, 2003: 122). Pengetahuan petugas kesehatan mengenai

pelayanan kesehatan akan mempengaruhi tindakan petugas tersebut.

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003: 128) pengetahuan yang

dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa seseorang tahu apa yang dipelajari antara lain :

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Page 71: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

54

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan dan menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus

makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) misalnya dapat

menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving

cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat

menyesuaikan dan sebagainya.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian

Page 72: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

55

itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian atau responden (Soekidjo Notoatmodjo, 2003: 130).

2.2.1.2 Sikap Petugas

Sikap (attitude) merupakan pernyataan yang menyenangkan maupun

tidak menyenangkan seseorang terhadap objek, orang lain atau peristiwa. Hal

ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu dalam

melakukan pekerjaan. Sikap mempunyai tiga komponen, yaitu : kesadaran,

perasaan, dan perilaku. Kesadaran akan menimbulkan perasaan pada

seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan yang kemudian akan

menghasilkan perilaku yang akan mempengaruhi hasil kerja (Robbins, 2008:

92).

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003: 130) sikap merupakan reaksi

atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau

objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan

reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Seperti halnya

pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :

1. Menerima ( Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

Page 73: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

56

2. Merespons (Responding)

Menberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide

tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan

orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

2.2.1.3 Motivasi Kerja Petugas

Menurut Winslow (1991) yang dikutip oleh Budioro B (2002: 5),

keberhasilan program kesehatan masyarakat dengan kemauan dan

kesadarannya sendiri bersedia menerima semua yang diwajibkan kepada

mereka. Lebih akan berhasil lagi bila mereka dengan pengetahuan dan

pengertian serta sikap yang positif merasa ikut bertanggung jawab atas

terselenggaranya program tersebut. Hal ini akan dapat dicapai dengan lebih

berhasil dan lebih mantap bila diberikan penyuluhan.

Motivasi berasal dari perkataan motif yang artinya adalah rangsangan,

dorongan, dan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang sehingga

orang tersebut memperlihatkan perilaku tertentu. Sedangkan yang dimaksud

Page 74: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

57

motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan, dan

ataupun pembangkit tenaga pada seseorang atau sekelompok masyarakat

tertentu, untuk mau berbuat dan bekerja sama secara optimal untuk

melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan (Azrul Azwar, 1996: 288).

2.2.1.4 Pelatihan MTBS yang Diikuti Petugas

Petugas yang baru saja ditunjuk untuk melakukan suatu jenis kegiatan,

jarang secara tepat sesuai kebutuhan, mereka harus dilatih agar dapat

melaksanakan pekerjaan dengan efektif.

Program pelatihan dapat mempengaruhi perilaku kerja dalam dua

cara. Yang paling jelas adalah dengan langsung memperbaiki keterampilan

yang diperlukan untuk karyawan itu agar berhasil menyelesaikan

pekerjaannya. Peningkatan kemampuan memperbaiki potensi karyawan itu

untuk berkinerja pada tingkat yang lebih tinggi. Tentu saja apakah potensi

tersebut bisa terealisasi sebagian besar merupakan soal motivasi. Manfaat

kedua adalah bahwa pelatihan itu meningkatkan keefektifan diri seorang

karyawan. Keefektifan diri seorang karyawan merupakan pengharapan

seseorang bahwa ia dapat dengan sukses melaksanakan perilaku yang dituntut

untuk memproduksi suatu hasil. Bagi para karyawan, perilaku-perilaku

tersebut adalah tugas-tugas kerja dan hasilnya adalah kinerja yang efektif.

Karyawan dengan keefektifan diri yang tinggi mengandung harapan yang

kuat mengenai kemampuan mereka untuk sukses berkinerja dalam situasi

baru. Mereka percaya diri dan mengharapkan untuk sukses.

Page 75: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

58

Maka pelatihan merupakan suatu cara untuk mempengaruhi secara

positif keefektifan diri karena para karyawan mungkin lebih bersedia untuk

menjalankan tugas-tugas pekerjaan dan mengarahkan tingkat upaya yang

tinggi, atau dalam lingkup harapan, individu-indiviu lebih mungkin untuk

mempersepsikan upaya mereka sebagai mengarah ke kinerja (Stephen P.

Robbins, 2001: 235).

Tujuan dari pelatihan ini yaitu dihasilkannya petugas kesehatan yang

terampil menangani bayi dan balita sakit dengan menggunakan tatalaksana

MTBS. Sasaran utama pelatihan MTBS ini adalah perawat dan bidan, akan

tetapi dokter puskesmas pun perlu terlatih MTBS agar dapat melakukan

supervisi penerapan MTBS di wilayah kerja puskesmas (Yeyen, 2006).

2.2.1.5 Kepemimpinan Kepala Puskesmas

Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam

mempengaruhi prestasi kerja organisasi karena kepemimpinan merupakan

aktifitas yang utama agar tujuan organisasi tercapai.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan

pengaruh kepada perubahan perilaku orang lain baik secara langsung maupun

tidak. Seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih efektif, ia harus

mampu :

a. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja dan banyak membaca

b. Memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap permasalahan organisasi. Ia

harus selalu merasa ditantang untuk mengatasi hambatan kerja yang dapat

menjadi penghalang tercapainya tujuan organisasi yang ia pimpin.

Page 76: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

59

c. Menggerakkan (memotivasi) stafnya agar mereka mampu melaksanakan

tugas pokok organisasi sesuai dengan kewenangan yang diberikan

kepadanya dan tanggung jawab yang melekat pada setiap tugas (A.A. Gde

Muninjaya, 1999: 70).

Keberhasilan perusahaan jasa dalam mempertahankan keberadaannya

sangat tergantung kepada semangat seluruh sumber daya manusia yang ada

dalam perusahaan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan maupun

konsumen dibandingkan dengan apa yang dilakukan para pesaingnya.

Memegang teguh nilai-nilai dalam organisasi tidak hanya dijadikan pedoman

dalam menghadapi para konsumen, tetapi juga diharapkan melekat dalam

gaya hidup sehari-hari. Untuk itu, diperlukan persyaratan penting agar bisa

menanamkan nilai-nilai istimewa kepada karyawan. Disinilah peran seorang

pimpinan organisasi, mampu menunjukkan yang terbaik dan memberikan

contoh perilaku istimewa yang diinginkan, tidak sekedar komando atau

perintah-perintah saja. Manusia adalah faktor yang sangat menentukan dalam

perusahaan jasa, terutama pada industri yang lebih banyak menggunakan

manusia daripada mesin (labor intensive). Apabila manusia dengan semua

perilaku baiknya, yang menjunjung nilai organisasi yang baik dapat

dimanfaatkan secara optimal, maka kemampuannya ini merupakan kekuatan

yang potensial dalam mencapai tujuan suatu organisasi (Farida Jasfar, 2005:

231).

Page 77: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

60

2.2.2 Faktor Pemungkin (enabling factor)

2.2.2.1 Peralatan yang Digunakan dalam Pemeriksaan MTBS

Adapun peralatan penunjang pemeriksaan balita sakit yang digunakan

dalam penerapan MTBS antara lain : timer ISPA atau arloji dengan jarum

detik, tensimeter dan manset anak, gelas, sendok, dan teko tempat air matang

dan bersih untuk membuat oralit, infuse set dengan wing needles, semprit dan

jarum suntik, timbangan bayi, termometer, kasa/ kapas, pipa lambung, alat

penumbuk obat, alat pengisap lendir, RDT (Rapid Diagnostic Test) untuk

malaria (Departemen Kesehatan RI, 2006c).

a. Formulir Tatalaksana MTBS yang Digunakan dalam Pemeriksaan MTBS

Penyiapan formulir tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) perlu dilakukan untuk memperlancar

pelayanan. Formulir tatalaksana MTBS digunakan oleh petugas dalam

memberikan pelayanan terhadap balita yang sakit.

b. Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang Digunakan dalam Kegiatan MTBS

Kartu Nasehat Ibu (KNI) diberikan dengan tujuan agar ibu/ pengasuh

mudah dalam mengingat konseling atau nasehat mengenai cara perawatan

anak dan pemberian obat di rumah sesuai dengan yang disampaikan oleh

bidan/ petugas kesehatan di puskesmas.

c. Obat yang Digunakan dalam Pemeriksaan MTBS

Logistik yang dimaksud meliputi obat-obatan. Adapun obat-obatan

yang digunakan dalam penanganan balita sakit adalah obat yang sudah lazim

ada dan telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

Page 78: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

61

(Departemen Kesehatan RI, 2006: 4). Obat-obat yang diperlukan adalah:

kotrimoksazol tablet dewasa atau tablet atau sirup, sirup amoksilin atau tablet

amoksilin, kaplet ampisilin, kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet

klorokuin, tablet primakuin, tablet sulfaduksin pirimetamin (fansidar), tablet

kina, diazepam suppositoria, suntikan kloramfenikol, suntikan gentamisin,

suntikan penisilin prokain, suntikan ampisilin, suntikan kinin, suntikan

fenobarbital, diazepam infeksi (5 mg dan 10 mg), tablet nistatin, tablet

parasetamol atau sirup, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian

violet 1% (sebelum digunakan, harus diencerkn menjadi 0,25% atau 0,5%

sesuai kebutuhan), sirup besi (sulfat ferosus) atau tablet besi, vitamin A

200.000 IU dan 100.000 IU, tablet pirantel pamoat, aqua bides untuk pelarut,

oralit 200cc, cairan infuse: ringer laktat, dextrose 5% NaCl, alkohol 70%,

glycerin, povidone iodine. Pada saat ini, beberapa obat dan alat yang jarang/

belum ada di puskesmas adalah: asam nalidiksat, suntikan kloramfenikol,

suntikan gentamisin, suntikan kinin, infus set (untuk anak dan bayi) dan

manset anak.

Walaupun obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak akan

menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena obat-obat tersebut pada

umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat yang dibutuhkan bagi anak

yang akan dirujuk, sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan kepada

institusi tempat rujukan (Departemen Kesehatan RI, 2006c).

Page 79: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

62

2.2.2.2 Alokasi Dana dari Dinkes untuk Kegiatan MTBS

Karena tidak ada dana khusus untuk menunjang pelaksanaan MTBS

yang dialokasikan oleh puskesmas sampai saat ini, maka Dinas Kesehatan

kabupaten, Dinas Kesehatan provinsi, dan Departemen Kesehatan RI masih

berusaha mengalokasikan dana untuk memenuhi sarana tersebut. Namun

selalu dijelaskan kepada pihak puskesmas bahwa hal tersebut tidak dapat

berlangsung terus menerus sehingga diharapkan sedikit demi sedikit

puskesmas dapat memenuhi kebutuhan sarana penunjang tersebut sendiri.

Saat ini sarana penunjang cukup tersedia, sehingga penatalaksanaan MTBS

dapat berjalan baik. Adapun sarana tersebut meliputi tenaga paramedis dan

medis terlatih, yang mengerjakan tatalaksana MTBS, alat bantu hitung napas,

barang cetakan berupa pencatatan formulir, kartu nasehat ibu dan penyediaan

obat-obatan (Djoko Mardijanto dan Mubasysyir Hasanbasri, 2005).

2.2.2.3 Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pemimpin satuan organisasi

memerlukan koordinasi pengaturan tata kerja dan tata hubungan lainnya, oleh

karenanya diperlukan kesamaan pengertian masing-masing anggota dalam

organisasi tentang hal tersebut, supaya terjadi hubungan yang harmonis di

antara satuan-satuan organisasi dalam usaha bersama mencapai tujuan

organisasi.

Menurut George R. Terry dalam Azrul Azwar (1996: 112), koordinasi

adalah suatu usaha yang sinkron/ teratur untuk menyediakan jumlah dan

waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu

Page 80: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

63

tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

Selain itu, koordinasi merupakan suatu proses atau kegiatan untuk

menyatukan tujuan-tujuan atau kegiatan-kegiatan dari berbagai unit

organisasi ke arah pencapaian tujuan utama atau tujuan bersama supaya

efisien dan efektif.

Secara sederhana rapat sama dengan pertemuan. Dalam istilah

kerennya disebut juga meeting. Rapat merupakan media untuk melakukan

musyawarah dan mufakat, khususnya dalam membahas masalah pelayanan

puskesmas. Hal ini dilakukan untuk menelaah rencana kerja, target kegiatan

dan capaian hasil pelayanan. Pada dasarnya rapat bertujuan mempertemukan

berbagai sudut pandang, dan menyampaikan curah pendapat, dalam

menerapkan visi dan misi puskesmas. Rapat kerja yang dilaksanakan ada

yang bersifat evaluasi, konsultasi dan koordinasi.

Rapat koordinasi adalah melaksanakan pertemuan dalam rangka

koodinasi terpadu kegiatan antar program maupun antar instansi (lintas

sektoral) yang terkait dengan masalah kesehatan masyarakat, sehingga

tercapai tujuan pembangunan kesehatan yang menyeluruh. Dalam tatanan

institusi lainnya yang terkait, pelaksanaan rapat kerja tersebut umumnya

dijalankan dengan teknis yang berbeda. Sedangkan dalam tatanan pelayanan

organisasi sosial politik, biasanya kegiatan rapat kerja tersebut memiliki

jenjang yang bertahap dari tingkat daerah sampai pusat. Apapun nama

rapatnya, tentu manfaatnya akan sama untuk melakukan evaluasi, konsultasi

dan koordinasi, dalam rangka mencapai tujuan institusi.

Page 81: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

64

Fungsi koordinasi pada hakikatnya hampir sama dengan proses

menghubung-hubungkan (komunikasi) antar berbagai unit atau individu

dalam organisasi, baik dalam arah horisontal maupun vertikal, agar ada

kesatuan gerak yang sinkron antara berbagai ”departemen” tadi dalam upaya

mencapai tujuan bersama yang telah digariskan. Fungsi koordinasi

merupakan salah satu fungsi administrasi yang sangat penting yang harus

dilakukan oleh pimpinan atau manajer yang membawahi berbagai

”departemen” agar berbagai kegiatan yang beraneka-ragam di dalamnya yang

mungkin kait-mengkait, saling bergantung dan saling mendukung yang satu

dengan yang lainnya tetap sinkron dan searah untuk mencapai tujuan

organisasi.

Tanpa koordinasi yang baik antar program-program (koordinasi

internal) yang berkaitan dengan faktor tersebut, dan juga koordinasi eksternal

(lintas sektoral) dengan instansi terkait, akan sulit untuk mengupayakan

percepatan (akselarasi) pelaksanaan program pelayanan kesehatan di

puskesmas (Budioro B, 2002: 95).

Dengan adanya rapat koordinasi yang berfungsi untuk melaksanakan

fungsi manajemen P2 (penggerakan dan pelaksanaan), yaitu untuk

meningkatkan kemampuan tenaga puskesmas untuk bekerjasama dalam team,

baik lintas program (antar program dalam puskesmas), maupun lintas sektoral

(dengan sektor-sektor lain di luar puskesmas). Maksud tersebut yakni

dilaksanakan dengan mengadakan rapat kerja secara periodik untuk team

Page 82: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

65

antar program dalam puskesmas dan antar sektor dengan unit-unit terkait

lainnya diluar puskesmas.

Secara garis besarnya ”mini lokakarya” dalam bentuk rapat kerja ini

adalah untuk memperoleh antara lain :

1. Masukan dari berbagai program seperti KIA, KB, Gizi, P2M, HS, PKM,

dan lain-lain.

2. Menginventarisasikan apa yang sudah dilakukan dalam kurun waktu yang

lalu.

3. Masukan tentang kegiatan peran serta masyarakat.

4. Memperhitungkan beban kerja, pembagian tugas dan tanggung jawab, dan

merealokasikan kebutuhan sumber daya untuk penyesuaian kegiatan

dalam kurun waktu berikutnya.

5. Penggalangan kerjasama dalam team, baik antar program dalam

puskesmas maupun antar sektor dengan unit-unit lainnya di luar

puskesmas (Budioro, 2002: 167).

Untuk melaksanakan suatu rencana yang telah disusun dalam rapat

koordinasi sehingga terwujud dalam kegiatan sehari-hari, banyak hal yang

harus dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan

yang cukup penting adalah menyusun rencana pelaksanaan (plan of action).

Untuk dapat menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) yang

disebut juga ”Plan Of Action” (POA) yang disusun untuk tahun yang sedang

berjalan setelah Rakerkesda (Rapat Kerja Kesehatan Daerah) Dati II untuk

dilaksanakan dalam tahun anggaran yang sama (yang sedang berjalan) dengan

Page 83: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

66

pembiayaan dan sumberdayanya (DIP- APBN, DIP Dati I dan II, Inpres

Kesehatan dan sumber lainnya). Penyusunan RPK dilakukan melalui suatu

pembahasan dalam ”mini lokakarya” atau rapat koordinasi tersebut dan terdiri

dari 2 langkah utama, yaitu :

1. Langkah penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan yang harus dirinci dan

menjelaskan hal-hal sebagai berikut :

a. Jenis kegiatan

b. Rincian kegiatan

c. Volume kegiatan

d. Lokasi pelaksanaan

e. Tenaga pelaksana

f. Sumber pembiayaan

g. Penjadwalan, dll.

2. Langkah analisa hambatan, potensial, yaitu untuk mengantisipasi

hambatan yang mungkin timbul atau dihadapi dalam pelaksanaan suatu

kegiatan, agar dibahas dan diinventarisasikan hambatan-hambatan

tersebut serta langkah-langkah penanggulangannya (Budioro B, 2002:

166).

Sesungguhnya peranan rencana pelaksanaan dalam dalam pekerjaan

administratisi cukup penting. Dengan adanya rencana pelaksanaan, dapatlah

dilaksanakan berbagai kegiatan tepat pada waktunya, serta pemakaian sumber

sesuai dengan peruntukannya (Azrul Azwar, 1996: 242).

Page 84: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

67

Keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS menunjukan

suatu kerja tim yang kompak dan fleksibel dengan dipandu buku panduan

atau formulir MTBS menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem

pelayanan kesehatan (Rafless Bencoolen, 2011).

2.2.2.4 Sistem Pencatatan/ Pelaporan Pelaksanaan MTBS

Pencatatan/ pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama

dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan sistem pencatatan dan

pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Dengan demikian semua pencatatan

dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan

yang perlu dilakukan adalah konversi klasifikasi MTBS kedalam kode

diagnosis dalam SP2TP sebelum masuk kedalam sistem pelaporan

(Departemen Kesehatan RI, 2006a).

a. Pencatatan hasil

Pencatatan seluruh hasil pelayanan yaitu kunjungan, hasil

pemeriksaan hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus.

Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan.

Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah :

1. Register kunjungan

2. Register rawat jalan

3. Register kohort bayi

4. Register kohort balita

5. Register imunisasi

Page 85: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

68

6. Register malaria, demam berdarah dangue, diare, ISPA, gizi dan lain-

lain

7. Register obat

b. Pelaporan hasil pelayanan

Sebagaimana dengan pencatatan hasil pelayanan MTBS, pelaporan

yang digunakan juga tidak memerlukan perubahan. Pelaporan yang

digunakan adalah :

1. Laporan bulanan 1/ laporan bulanan data kesakitan (LB 1)

2. Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LP LPO)

3. Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M (LB 3)

4. Laporan mingguan diare

5. Laporan kejadian luar biasa

(Departemen Kesehatan RI, 2006f).

2.2.3 Faktor Penguat (reinforcing factor)

2.2.3.1 Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinkes

Menurut Nasrul Effendy (1998: 183), supervisi adalah upaya

pengarahan dengan cara mendengarkan alasan dan keluhan tentang masalah

dalam pelaksanaan dan memberikan petunjuk serta saran-saran dalam

mengatasi permasalahan yang dihadapi pelaksana, sehingga meningkatkan

daya guna dan hasil guna serta kemampuan pelaksana dalam melaksanakan

upaya kesehatan di puskesmas. Adapun tujuan dari supervisi antara lain :

a. Terselenggaranya upaya kesehatan puskesmas secara berhasil guna dan

berdaya guna.

Page 86: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

69

b. Terselenggaranya program upaya kesehatan puskesmas sesuai dengan

pedoman pelaksanaan.

c. Kekeliruan dan penyimpangan dalam pelaksanaan dapat diluruskan

kembali.

d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

e. Meningkatnya hasil pencapaian pelayanan kesehatan.

Supervisi selain merupakan monitoring langsung yang merupakan

kegiatan lanjutan pelatihan. Melalui supervisi dapat diketahui bagaimana

petugas yang sudah dilatih tersebut menerapkan semua pengetahuan dan

keterampilannya. Selain itu supervisi dapat merupakan suatu proses

pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dalam bentuk on the job training.

Supervisi harus dilaksanakan pada setiap tingkatan dan di semua pelaksana,

karena dimanapun petugas bekerja akan tetap memerlukan bantuan untuk

mengatasi masalah dan kesulitan yang mereka temukan. Suatu umpan balik

tentang penampilan kerja mereka harus selalu diberikan untuk meningkatkan

kinerja petugas.

2.2.3.2 Pelaksanaan Evaluasi (penilaian) MTBS oleh Kepala Puskesmas

Evaluasi pembangunan kesehatan perlu senantiasa dilaksanakan

secara rutin dimaksudkan untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh

upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan

pembangunan kesehatan. Apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan

rencana yang telah dibuat maupun tolok ukur yang telah ditetapkan.

Page 87: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

70

Pada umumnya evaluasi dilaksanakan terhadap program-program

pembangunan kesehatan khususnya evaluasi/ penilaian terhadap

pembangunan kesehatan di tingkat kabupaten/ dati II, rumah sakit pemerintah

dengan instrumen stratifikasi rumah sakit atau akreditasi rumah sakit swasta

serta penilaian terhadap puskesmas dengan instrumen sratifikasi puskesmas.

Penilaian (evaluasi) menurut Djoko Wijono (1997: 135) adalah

kegiatan untuk membandingkan antara hasil yang telah dicapai dengan

rencana yang telah ditentukan. Penilaian merupakan alat penting untuk

membantu pengambilan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan

maupun pada tingkat pelaksanaan program.

Menurut WHO, evaluasi adalah suatu cara yang sistematis untuk

memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan sekarang serta untuk

meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan menyeleksi secara

seksama alternatif-alternatif tindakan yang akan datang. Ini menyangkut

analisa yang kritis mengenai berbagai aspek pengembangan dan pelaksanaan

suatu program dan kegiatan-kegiatan yang membentuk program itu,

relevansinya, rumusannya, efisiensinya dan efektivitasnya, biayanya dan

penerimaannya oleh semua pihak yang terlibat.

Dengan demikian maksud dan tujuan evaluasi dalam pembangunan

kesehatan adalah untuk memperbaiki program-program kesehatan dan

pelayanan kesehatan, dan untuk mengarahkan alokasi sumber daya, tenaga

dan dana kepada program-program dan pelayanan kesehatan yang ada saat ini

dan dimasa yang akan datang (Djoko Wijono, 1997: 216).

Page 88: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

71

Sedangkan menurut Wahid Iqbal Mubarak (2009: 378), evaluasi

merupakan kegiatan menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang

sudah ditentukan sebelumnya. Adapun tujuan dari evaluasi antara lain sebagai

berikut :

1. Membantu perencanaan di masa yang akan datang.

2. Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik-

baiknya.

3. Menentukan kelemahan dan kekuatan daripada program , baik dari segi

teknis maupun administratif yang selanjutnya diadakan perbaikan-

perbaikan.

4. Membantu menentukan strategi, artinya mengevaluasi apakah cara yang

telah dilaksanakan selama ini masih bisa dilanjutkan, atau perlu diganti.

5. Mendapatkan dukungan dari sponsor (pemerintah atau swasta), berupa

dukungan moral maupun material.

6. Motivator, jika program berhasil , maka akan memberikan kepuasan dan

rasa bangga kepada para staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih

giat lagi.

.

Page 89: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

72

2.3 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: A.A. Gde Muninjaya (1999), Azrul Azwar (1996), Budioro B (2002),

Depkes RI (2006), Djoko Wijono (1997, 2000), Farida Jasfar (2005),

Faktor Pemungkin (Enabling Factors) ;

Implementasi

Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS)

di puskesmas

Faktor Penguat (Reinforcing Factors) :

Rapat koordinasi tingkat puskesmas

Alokasi dana dari Dinkes

Ketersediaan peralatan yang digunakan dalam

pemeriksaan MTBS

Sistem pencatatan/ pelaporan pelaksanaan MTBS

Pelaksanaan evaluasi (penilaian) MTBS oleh kepala puskesmas

Pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinkes

Faktor Pemudah (Predispossing Factors) ;

Pengetahuan petugas

Pelatihan MTBS yang diikuti oleh petugas

Motivasi kerja petugas

Sikap petugas

Kepemimpinan kepala puskesmas

Page 90: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

73

Nasrul Effendy (1998), Stephen P. Robbins (2008), Soekidjo

Notoatmodjo (2003), Wahid Iqbal Mubarak (2009).

Page 91: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

74

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel

Terikat

Gambar 3.1

Kerangka Konsep

Implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS)

di puskesmas

Pengetahuan petugas

Sikap petugas

Motivasi kerja petugas

Pelatihan MTBS yang diikuti petugas

Kepemimpinan kepala puskesmas

Ketersediaan peralatan pemeriksaan MTBS

Alokasi dana dari Dinkes

Rapat koordinasi tingkat puskesmas

Sistem pencatatan/ pelaporan pelaksanaan

MTBS

Pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinkes

terhadap pelaksanaan MTBS

Pelaksanaan evaluasi MTBS oleh kepala puskesmas terhadap pelaksanaan MTBS

Page 92: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

75

3.2 Hipotesis Penelitian

3.2.1Hipotesis Mayor

Ada faktor yang berhubungan dengan implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010.

3.2.2Hipotesis Minor

3.2.2.1 Ada hubungan antara pengetahuan petugas pemegang program MTBS

dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun

2010.

3.2.2.2 Ada hubungan antara sikap petugas pemegang program MTBS dengan

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010.

3.2.2.3 Ada hubungan antara motivasi kerja petugas pemegang program MTBS

dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun

2010.

3.2.2.4 Ada hubungan antara pelatihan MTBS yang diikuti oleh petugas dengan

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010.

3.2.2.5 Ada hubungan antara kepemimpinan kepala puskesmas dengan

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010.

3.2.2.6 Ada hubungan antara ketersediaan peralatan yang digunakan dalam

pemeriksaan MTBS, seperti: formulir tatalaksana MTBS, kartu nasihat

ibu, dan obat dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota

Semarang Tahun 2010.

Page 93: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

76

3.2.2.7 Ada hubungan antara alokasi dana dari Dinas Kesehatan untuk kegiatan

MTBS dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang

Tahun 2010.

3.2.2.8 Ada hubungan antara rapat koordinasi tingkat puskesmas dengan

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010.

3.2.2.9 Ada hubungan antara sistem pencatatan/ pelaporan pelaksanaan MTBS

dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun

2010.

3.2.2.10 Ada hubungan antara pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas

Kesehatan terhadap pelaksanaan MTBS dengan implementasi MTBS di

Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010.

3.2.2.11 Ada hubungan antara pelaksanaan evaluasi (penilaian) MTBS oleh

kepala puskesmas terhadap pelaksanaan MTBS dengan implementasi

MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010.

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penjelasan

(explanatory research) yaitu menjelaskan hubungan antara variabel

pengaruh dan variabel terpengaruh melalui pengujian hipotesis.

Metode yang digunakan adalah metode survei dengan pendekatan

cross sectional yaitu melakukan pengumpulan data yang menyangkut

variabel bebas dan variabel terikat pada saat yang bersamaan (Soekidjo

Notoatmodjo, 2005: 26).

Page 94: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

77

3.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang

lain (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 70). Adapun variabel dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang

mempengaruhi variabel terikat (dependent) (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:

70). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang

berhubungan dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

yaitu : pengetahuan petugas pemegang program MTBS, sikap petugas

pemegang program MTBS, motivasi kerja petugas pemegang program

MTBS, pelatihan MTBS yang diikuti oleh petugas, kepemimpinan kepala

puskesmas, ketersediaan peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan

(seperti: formulir tatalaksana MTBS, kartu nasihat ibu, dan obat), alokasi

dana dari Dinas Kesehatan untuk kegiatan MTBS, rapat koordinasi tingkat

puskesmas, sistem pencatatan/ pelaporan pelaksanaan MTBS, pelaksanaan

supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan terhadap pelaksanaan MTBS, serta

pelaksanaan evaluasi (penilaian) MTBS oleh kepala puskesmas terhadap

pelaksanaan MTBS.

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi variabel

bebas (independent) (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 70). Variabel terikat

Page 95: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

78

dalam penelitian ini adalah implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS).

3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

No. Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Klasifikasi Skala

Pengukuran

1.

Variabel Terikat :

Implementasi

MTBS

Penerapan pelaksanaan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

yang dilakukan oleh

petugas, dengan

menggunakan lembar standar operasional

minimum tatalaksana

balita sakit.

Wawancara dengan

menggunakan kuesioner

1. Rendah, jika skor

X

2. Tinggi, jika skor X

(Agus Irianto, 2007: 44)

Ordinal

2.

Variabel Bebas :

Pengetahuan petugas

Pengetahuan petugas adalah pengetahuan

petugas pemegang

program MTBS

mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

MTBS

Wawancara dengan menggunakan

kuesioner

- Jawaban benar =1

- Jawaban salah =0

1. Pengetahuan kurang, jika < 60% jawaban

benar

2. Pengetahuan cukup,

jika 60%-80% jawaban benar

3. Pengetahuan baik, jika

> 80 % jawaban benar

(Yayuk Farida Baliwati,

2004: 117).

Ordinal

Sikap petugas

Merupakan reaksi atau respon emosional

petugas pemegang

program MTBS

terhadap pelaksanaan MTBS yang lebih

bersifat penilaian

pribadi dan dapat

dilanjutkan dengan kecenderungan untuk

melakukan suatu

tindakan

Wawancara dengan menggunakan

kuesioner dengan

pilihan jawaban

a. Tidak setuju =0 b. Setuju = 1

1. Kurang, jika: (µ-1,0 σ)

2. Cukup, jika:

≥ (µ-1,0 σ) s.d

< (µ+1,0 σ) 109-110).

3. Baik, jika:

≥ (µ+1,0 σ)

(Saifuddin Azwar, 2005:

109-110).

Ordinal

Motivasi kerja petugas

Suatu dorongan kerja yang timbul pada diri

petugas pemegang

program MTBS untuk

menerapkan MTBS guna mencapai

Wawancara dengan menggunakan

kuesioner dengan

pilihan jawaban

a.Tidak setuju =0 b.Setuju = 1

1. Rendah, jika: (µ-1,0 σ)

2. Sedang, jika:

≥ (µ-1,0 σ) s.d

< (µ+1,0 σ) 3. Tinggi, jika:

Ordinal

Page 96: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

79

(1)

(2)

indikator keberhasilan program MTBS

(3)

(4)

≥ (µ+1,0 σ)

(Saifuddin Azwar, 2005:

109-110)

(5)

(6)

Pelatihan MTBS

yang diikuti

petugas

Pelatihan merupakan

proses atau cara yang

perlu diikuti oleh petugas terlebih dahulu

sebelum melaksanakan

suatu jenis kegiatan

MTBS

Wawancara dengan

menggunakan

kuesioner

1. Belum Pernah, jika

skor X

2. Pernah, jika skor X

(Agus Irianto, 2007: 44)

Nominal

Kepemimpinan kepala puskesmas

Kemampuan seseorang Kepala Puskesmas

untuk memberikan

pengaruh kepada

perubahan perilaku staffnya baik secara

langsung maupun tidak,

agar kegiatan organisasi

terebut dapat berjalan dengan baik.

Wawancara dengan menggunakan

kuesioner

1. Kurang, jika: (µ-1,0 σ)

2. Cukup, jika:

≥ (µ-1,0 σ) s.d

< (µ+1,0 σ) 3. Baik, jika:

≥ (µ+1,0 σ)

(Saifuddin Azwar, 2005: 109-110)

Ordinal

Ketersediaan

peralatan

pemeriksaan

MTBS

Seluruh peralatan yang

digunakan untuk

kegiatan MTBS, yang

terdiri atas: formulir MTBS dan Kartu

Nasihat ibu, serta

logistik (peralatan dan

obat yang mendukung dalam kegiatan

pemeriksaan MTBS

Wawancara dengan

menggunakan

kuesioner

1. Tidak Lengkap, jika

skor X

2. Lengkap, jika skor

X

(Agus Irianto, 2007: 44)

Nominal

Alokasi dana dari

dinkes

Uang/ dana dari Dinkes

yang digunakan untuk

kegiatan MTBS

Wawancara dengan

menggunakan

kuesioner

1. Ada, jika nilai yang

didapatkan dari

kuesioner =1 2. Tidak ada, jika nilai

yang didapatkan dari

kuesioner =0

Nominal

Rapat koordinasi

tingkat

puskesmas

pertemuan dalam

rangka koodinasi

terpadu kegiatan antar program maupun antar

instansi (lintas sektoral)

untuk menyusun

rencana pelaksanaan kegiatan.

Wawancara dengan

menggunakan

kuesioner

1. Tidak Ada, jika skor

X

2. Ada, jika skor X

(Agus Irianto, 2007: 44)

Nominal

Sistem

pencatatan/

pelaporan pelaksanaan

Ada tidaknya

pencatatan yang

meliputi jumlah kunjungan balita yang

sakit yang datang ke

Wawancara dengan

menggunakan

kuesioner

1. Kurang, jika:

(µ-1,0 σ)

2. Cukup, jika: ≥ (µ-1,0 σ) s.d

< (µ+1,0 σ)

Ordinal

Page 97: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

80

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

3.6.1 Populasi

Populasi secara umum dapat diartikan wilayah generalisasi yang

terdiri atas, subyek atau obyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulanya (Sugiyono, 2005 : 55). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh petugas pemegang program (yang bertindak sebagai case manager)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di 37 puskesmas yang berada di

Kota Semarang yang berjumlah 37 orang.

(1)

MTBS

(2)

Puskesmas dan jumlah balita sakit yang

ditangani dengan

menggunakan

pendekatan MTBS.

(3)

(4)

3. Baik, jika: ≥ (µ+1,0 σ)

(Saifuddin Azwar, 2005:

109-110)

(5)

(6)

Supervisi dinkes terhadap

pelaksanaan

MTBS

Ada tidaknya pembinaan, bimbingan

dan pengawasan pro-

gram MTBS yang

dilakukan oleh Dinkes

Wawancara dengan menggunakan

kuesioner

- Jawaban, ya =1

Jawaban, tidak =0

1. Rendah, jika skor

X

2. Tinggi, jika skor X

(Agus Irianto, 2007: 44)

Ordinal

Evaluasi (penilaian) pelaksanaan MTBS

Ada tidaknya penilaian hasil pelaksanaan

kegiatan Manajemen

Terpadu Balita Sakit

(MTBS)

Wawancara dengan menggunakan

kuesioner

1. Rendah, jika skor

X

2. Tinggi, jika skor X

(Agus Irianto, 2007: 44)

Ordinal

Page 98: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

81

3.6.2 Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan

cara tertentu sehingga dapat dianggap mewakili populasinya (Sudigdo,

2008: 49). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan

dengan total sampling/ sampel jenuh yaitu teknik penentuan sampel apabila

semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2005: 61).

Jadi sampel yang diambil adalah semua petugas pemegang program (case

manager) MTBS di Puskesmas di Kota Semarang yang berjumlah 37 orang.

3.7 Sumber data Penelitian

Sumber data penelitian dalam penelitian ini di dapatkan dari data

primer dan data sekunder.

3.7.1 Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan sendiri

oleh peneliti dari responden selama penelitian. Data primer diperoleh dari

hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara secara langsung dengan

menggunakan lembar kuesioner yang telah dirancang. Pengisian kuesioner

dengan metode wawancara terhadap responden. Kuesioner berisi pertanyaan

yang sudah ada alternatif jawabannya.

3.7.2 Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari orang lain

yang dalam penelitian ini berasal dari instansi-instansi kesehatan yaitu dari

Page 99: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

82

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinas kesehatan Kota Semarang,

yaitu data mengenai gambaran program anak, data kualitas anak, data

jumlah kunjungan balita yang sakit, data jumlah balita yang mendapatkan

pelayanan MTBS, data kegiatan kesehatan anak, data rekapitulasi program

kesehatan anak, data pencapaian indikator SPM, serta data kematian bayi

dan balita.

3.8 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 48). Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner yang digunakan

untuk memperoleh data berdasarkan pertanyaan dan pernyataan mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010.

Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika sudah

memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Untuk itu kuesioner tersebut

harus di uji coba ” trial” lapangan.

1) Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur tersebut

benar-benar mengukur apa yang diukur. Kuesioner diujikan pada petugas

pemegang program MTBS di 20 Puskesmas yang berada di wilayah

Kabupaten Semarang, dimana di wilayah kerja tersebut memiliki

karakteristik yang sama dengan wilayah Kota Semarang. Adapun Puskesmas

tersebut meliputi: Puskesmas Ungaran, Puskesmas Lerep, Puskesmas

Page 100: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

83

Kalongan, Puskesmas Leyangan, Puskesmas Jimbaran, Puskesmas Bergas,

Puskesmas Pringapus, Puskesmas Bawen, Puskesmas Ambarawa,

Puskesmas Sumowono, Puskesmas Banyubiru, Puskesmas Jambu,

Puskesmas Tuntang, Puskesmas Gedangan, Puskesmas Pabelan, Puskesmas

Getasan, Puskesmas Jetak, Puskesmas Tengaran, Puskesmas Susukan, dan

Puskesmas Suruh.

Pengujian validitas instrumen pada penelitian ini menggunakan

program SPSS versi 12.00, dimana hasil akhirnya (r hitung) dibandingkan

dengan nilai r tabel product moment pearson, dimana untuk uji validitas

dengan N = 20 dan taraf signifikansi 5% diketahui bahwa nilai r tabel =

0,444. Jika r hitung > r tabel = 0,444, maka butir atau variabel pertanyaan

tersebut dinyatakan valid.

Dari hasil perhitungan uji validitas seluruh jumlah soal yang

berjumlah 69 butir soal, yang terdiri dari 12 butir soal untuk vaiabel

pengetahuan petugas, 10 butir soal untuk variabel sikap petugas, 2 butir soal

untuk variabel pelatihan MTBS yang diikuti oleh petugas, 15 butir soal

untuk variabel motivasi kerja petugas, 10 butir soal untuk variabel

kepemimpinan kepala puskesmas, 4 butir soal untuk variabel ketersediaan

peralatan MTBS, 1 butir soal untuk variabel alokasi dana, 3 butir soal untuk

variabel rapat koordinasi tingkat puskesmas, 4 butir soal untuk variabel

sistem pencatatan/ pelaporan pelaksanaan MTBS, 3 butir soal untuk variabel

pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan, 2 butir soal untuk

variabel pelaksanaan evaluasi MTBS oleh kepala puskesmas terhadap

Page 101: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

84

pelaksanaan MTBS, serta 3 butir soal untuk variabel implementasi MTBS,

yang dilakukan melalui program SPSS versi 12.00 diperoleh hasil 67 butir

soal dinyatakan valid, dan 2 butir soal tidak valid untuk variabel

pengetahuan petugas. Sehingga dilakukan uji validitas kembali yaitu dengan

menghilangkan 2 butir soal yang tidak valid tersebut, dan dilakukan

perhitungan uji validitas terhadap 67 butir soal kembali.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas dari 67 butir soal tersebut

dengan menggunakan program SPSS versi 12.00, maka diperoleh koefisien

korelasi (rxy) atau r hitung untuk variabel pengetahuan petugas pada butir

soal no.1 = 0,600, soal no.2 = 0,735, soal no.3 = 0,519, soal no.4 = 0,660,

soal no.5 = 0,526, soal no.6 = 0,527, soal no.7 = 0,527, soal no.8 = 0,585,

soal no.9 = 0,579, dan soal no.10 = 0,563.

Pada variabel sikap petugas diperoleh koefisien korelasi (r hitung)

untuk butir soal no.1 = 0,570, soal no.2 = 0,620, soal no.3 = 0,459, soal no.4

= 0,654, soal no.5 = 0,567, soal no.6 = 0,563, soal no.7 = 0,687, soal no.8 =

0,928, soal no.9 = 0,694, dan soal no.10 = 0,766.

Pada variabel pelatihan MTBS yang diikuti oleh petugas diperoleh

koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,613, dan soal no.2 =

0,514.

Pada variabel motivasi kerja petugas diperoleh koefisien korelasi (r

hitung) untuk butir soal no.1 = 0,526, soal no.2 = 0,570, soal no.3 = 0,455,

soal no.4 = 0,478, soal no.5 = 0,546, soal no.6 = 0,585, soal no.7 = 0,527,

soal no.8 = 0,605, soal no.9 = 0,478, dan soal no.10 = 0,541, soal no.11 =

Page 102: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

85

0,539, soal no.12 = 0,543, soal no.13 = 0,627, soal no.14 = 0,738, dan soal

no.15 = 0,839.

Pada variabel kepemimpinan kepala puskesmas diperoleh koefisien

korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,458, soal no.2 = 0,462, soal no.3

= 0,532, soal no.4 = 0,484, soal no.5 = 0,455, soal no.6 = 0,519, soal no.7 =

0,448, soal no.8 = 0,500, soal no.9 = 0,519, dan soal no.10 = 0,494.

Pada variabel ketersediaan peralatan MTBS diperoleh koefisien

korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,458, soal no.2 = 0,535, soal no.3

= 0,600, dan soal no.4 = 0,538.

Pada variabel alokasi dana dari Dinas Kesehatan diperoleh koefisien

korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,466.

Pada variabel rapat koordinasi tingkat puskesmas diperoleh koefisien

korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,490, soal no.2 = 0,486, dan soal

no.3 = 0,483.

Pada variabel sistem pencatatan/ pelaporan pelaksanaan MTBS

diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,567, soal

no.2 = 0,512, soal no.3 = 0,473, dan soal no.4 = 0,502.

Pada variabel pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan

diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,573, soal

no.2 = 0,490, dan soal no.3 = 0,526.

Pada variabel pelaksanaan evaluasi MTBS oleh kepala puskesmas

terhadap pelaksanaan MTBS diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk

butir soal no.1 = 0,535, dan soal no.2 = 0,496.

Page 103: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

86

Pada variabel implementasi MTBS diperoleh koefisien korelasi (r

hitung) untuk butir soal no.1 = 0,527, soal no.2 = 0,454, dan soal no.3 =

0,599.

Sehingga semua butir soal yang berjumlah 67 pertanyaan dinyatakan

valid, karena koefisien korelasi (rxy) atau r hitung lebih besar dari r tabel =

0,444.

2) Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Soekidjo Notoatmodjo,

2002: 118). Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu

tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Seperti halnya

dengan uji validitas, untuk mengetahui apakah instrumen penelitian ini

reliabel atau tidak maka digunakan program komputer. Adapun tolak ukur

untuk mempresentasikan derajat reliabilitas adalah dengan menggunakan

metode Alpha Cronbach. Apabila pengujian reliabilitas dengan metode

Alpha, maka nilai r hitung diwakili oleh Alpha. Jika Alpha hitung lebih besar

daripada r tabel dan Alpha hitung bernilai positif, maka instrumen penelitian

tersebut reliabel.

Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas dari 67 butir soal

tersebut dengan menggunakan program SPSS versi 12.00, maka diperoleh

nilai Alpha = 0,967, sehingga instrumen (kuesioner) penelitian tersebut

dinyatakan reliabel.

Page 104: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

87

3.9 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data yang dilakukan selama penelitian ini adalah

:

3.9.1Wawancara

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

dengan menggunakan lembar kuesioner yang berisi pertanyaan atau

pernyataan yang berhubungan dengan variabel penelitian yang harus

dijawab responden. Pengumpulan data diambil dari data primer (jawaban

lembar kuesioner) dan data sekunder yang diambil dari puskesmas maupun

dari Dinas Kesehatan Kota Semarang.

3.9.2Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mencari data

pendukung dari kegiatan penelitian yang berupa visual, yaitu : foto kegiatan

penelitian.

3.10 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, dilakukan pengolahan data dengan

tahapan sebagai berikut :

3.10.1 Editing

Sebelum diolah data tersebut diteliti terlebih dahulu. Data atau

keterangan yang telah dikumpulkan perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki

Page 105: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

88

jika dirasakan masih ada kesalahan dan keraguan data. Langkah ini

dimaksudkan untuk melakukan pengecekan kelengkapan data,

kesinambungan data, dan keseragaman data mengenai karakteristik

responden serta gambaran wilayah dan gambaran kesehatan.

3.10.2 Koding

Data yang sudah dikumpulkan dalam bentuk kalimat yang pendek

atau panjang, untuk memudahkan analisa, maka jawaban tersebut perlu

diberi kode. Mengkode jawaban adalah menaruh angka pada tiap jawaban.

3.10.3 Entri

Data yang telah dikode kemudian dimasukkan dalam program

komputer untuk selanjutnya diolah dengan dengan bantuan soft ware .

3.10.4 Tabulasi

Sebagai kelanjutan dari tahap entri data, maka dilakukan tabulasi data

yaitu mengelompokkan data sesuai dengan variabel dan kategori data

penelitian. Tabulasi data yang dilakukan meliputi variabel faktor yang

berhubungan dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS).

3.10.5 Analisis Data

Teknik analisis data penelitian ini diolah secara statistik dengan

menggunakan program SPSS versi 12.00. Adapun analisisnya sebagai

berikut :

Page 106: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

89

3.10.5.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Dalam penelitian ini hanya menghasilkan distribusi persentase

dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 188).

3.10.5.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang disesuaikan dengan skala

data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square atau chi

kuadrat. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% dengan

menggunakan nilai kemaknaan atau p sebesar 5% (Sugiyono, 2005: 104).

Menurut Sopiyudin Dahlan (2004:18), syarat uji chi-square adalah tidak

ada sel dengan nilai observed yang bernilai 0 dan sel yang mempunyai nilai

expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat uji chi-

square tidak terpenuhi, maka uji alternatifnya :

1. Alternatif uji chi-square untuk tabel 2x2 adalah uji fisher.

2. Alternatif uji chi-square untuk tabel 2xK adalah uji kolmogorov-smirnov.

3. Alternatif uji chi-square untuk tabel selain 2x2 dan 2xK adalah uji

penggabungan sel.

Dasar pengambilan keputusan yang dipakai adalah berdasarkan

probabilitas. Adapun kriteria hubungan berdasarkan nilai p value

(probabilitas) yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai kemaknaan,

sebagai berikut :

1. Jika p<0,05 =Ho ditolak, artinya kedua variabel “ada hubungan”.

Page 107: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

90

2. Jika p 0,05 =Ho diterima, artinya kedua variabel “tidak ada hubungan”.

Sedangkan untuk mengetahui besarnya hubungan antara variabel

bebas dengan variabel terikat, maka dipakai koefisien kontingensi yang

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien

Kontingensi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00-0,199 Sangat Lemah

0,20-0,399 Lemah

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Kuat

0,80-1,000 Sangat Kuat

Sumber: Sopiyudin Dahlan, 2008: 236

Page 108: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

91

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Data Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Semarang terletak antara garis 6º50’ - 7º10’ Lintang Selatan dan

garis 109º35’ - 110º50’ Bujur Timur. Dibatasi sebelah Barat dengan

Kabupaten Kendal, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah Selatan

dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah Utara dibatasi oleh Laut Jawa

dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. Ketinggian Kota Semarang

terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis pantai.

Dengan luas wilayah sebesar 373,70 km2 , Kota Semarang terbagi

dalam 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Dari 16 kecamatan yang ada,

Kecamatan Mijen (57,55 km2) dan Kecamatan Gunungpati (54,11 km

2),

dimana sebagian besar wilayahnya berupa persawahan dan perkebunan.

Sedangkan kecamatan dengan luas terkecil adalah Semarang Selatan (5,93

km2) dan Kecamatan Semarang Tengah (6,14 km

2), sebagian besar

wilayahnya berupa pusat perekonomian dan bisnis Kota Semarang, seperti

bangunan toko/ mall, pasar, perkantoran dan sebagainya.

Jumlah penduduk Kota Semarang menurut registrasi sampai dengan

akhir Desember tahun 2009 sebesar 1.506.924. jiwa, terdiri dari 748.515 jiwa

penduduk laki-laki dan 758.409 jiwa penduduk perempuan. Dengan jumlah

Page 109: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

92

sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar Kabupaten/ Kota yang

mempunyai jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah.

Lokasi penelitian ini berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota

Semarang yang berjumlah 37 puskesmas, yaitu Puskesmas Poncol,

Puskesmas Miroto, Puskesmas Bandarharjo, Puskesmas Bulu Lor, Puskesmas

Halmahera, Puskesmas Bugangan, Puskesmas Karangdoro, Puskesmas

Pandanaran, Puskesmas Lamper Tengah, Puskesmas Karangayu, Puskesmas

Lebdosari, Puskesmas Manyaran, Puskesmas Krobokan, Puskesmas

Ngemplak Simongan, Puskesmas Gayamsari, Puskesmas Candilama,

Puskesmas Kagok, Puskesmas Pegandan, Puskesmas Genuk, Puskesmas

Bangetayu, Puskesmas Tlogosari Wetan, Puskesmas Tlogosari Kulon,

Puskesmas Kedungmundu, Puskesmas Rowosari, Puskesmas Ngesrep,

Puskesmas Padangsari, Puskesmas Srondol, Puskesmas Pudakpayung,

Puskesmas Gunungpati, Puskesmas Sekaran, Puskesmas Mijen, Puskesmas

Karangmalang, Puskesmas Tambakaji, Puskesmas Purwoyoso, Puskesmas

Ngaliyan, Puskesmas Mangkang, dan Puskesmas Karanganyar.

Responden dalam penelitian ini adalah petugas pemegang program

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang dalam satu puskesmas

diambil satu orang petugas, sehingga berjumlah 37 orang petugas pemegang

program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Page 110: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

93

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi

frekuensi dan presentase dari masing-masing variabel. Analisis univariat

dilakukan terhadap tiap variabel-variabel yang meliputi pengetahuan petugas,

sikap petugas, motivasi kerja petugas, pelatihan MTBS yang diikuti oleh

petugas, kepemimpinan kepala puskesmas, ketersediaan peralatan yang

digunakan dalam pemeriksaan MTBS, alokasi dana dari Dinas Kesehatan

untuk kegiatan MTBS, rapat koordinasi tingkat puskesmas, sistem pencatatan/

pelaporan pelaksanaan MTBS, pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas

Kesehatan terhadap pelaksanaan MTBS, serta evaluasi (penilaian)

pelaksanaan MTBS oleh kepala puskesmas, serta implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS).

4.2.1.1. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data pengetahuan petugas tentang Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden

Pengetahuan Responden Frekuensi Persentase (%)

Kurang 2 5,4

Cukup 24 64,9

Baik 11 29,7

Jumlah 37 100,0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Page 111: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

94

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa responden yang memiliki

pengetahuan kurang sebanyak 2 orang (5,4%), responden yang memiliki

pengetahuan cukup sebanyak 24 orang (64,9%), serta sebanyak 11 orang

(29,7%) memiliki pengetahuan baik.

4.2.1.2. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data sikap petugas yang dapat dilihat pada Tabel 4.2

berikut ini :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap Responden

Sikap Responden Frekuensi Persentase (%)

Cukup 13 35,1

Baik 24 64,9

Jumlah 37 100,0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa responden yang memiliki

sikap cukup sebanyak 13 orang (35,1%), dan responden yang memiliki sikap

baik sebanyak 24 orang (64,9%).

4.2.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data motivasi kerja petugas yang dapat dilihat pada

Tabel 4.3 berikut ini :

Page 112: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

95

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Motivasi Kerja Responden

Motivasi Kerja Responden Frekuensi Persentase (%)

Sedang 2 5,4

Tinggi 35 94,6

Jumlah 37 100,0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa responden yang memiliki

motivasi kerja sedang sebanyak 2 orang (5,4%), dan responden yang memiliki

motivasi kerja tinggi sebanyak 35 orang (94,6%).

4.2.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Pelatihan MTBS

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data keikutsertaan pelatihan MTBS oleh petugas

yang dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini :

Tabel 4.4 Distribusi Keikutsertaan Pelatihan Responden

Pelatihan yang Diikuti Frekuensi Persentase (%)

Belum Pernah 22 59,5

Pernah 15 40,5

Jumlah 37 100.0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang belum pernah

mengikuti pelatihan sebanyak 22 orang (59,5%) dan responden yang pernah

mengikuti pelatihan sebanyak 15 orang (40,5%).

4.2.1.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemimpinan Kepala Puskesmas

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data kepemimpinan kepala puskesmas yang dapat

dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini :

Page 113: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

96

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kepemimpinan Kepala Puskesmas

Kepemimpinan Frekuensi Persentase (%)

Cukup 8 21,6

Baik 29 78,4

Jumlah 37 100.0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa responden yang menjawab

kepemimpinan kepala puskesmas cukup sebanyak 8 orang (21,6%), dan

responden yang menjawab kepemimpinan kepala puskesmas baik sebanyak

29 orang (78,4%).

4.2.1.6. Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Peralatan MTBS

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data ketersediaan peralatan MTBS yang dapat

dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini :

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Peralatan MTBS

Ketersediaan Peralatan Frekuensi Persentase (%)

Tidak Lengkap 18 48,6

Lengkap 19 51,4

Jumlah 37 100.0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa responden yang menjawab

bahwa ketersediaan peralatan MTBS di puskesmas tidak lengkap sebanyak 18

orang (48,6%), dan responden yang menjawab bahwa ketersediaan peralatan

MTBS di puskesmas lengkap sebanyak 19 orang (51,4%).

Page 114: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

97

4.2.1.7. Distribusi Responden Berdasarkan Alokasi Dana dari Dinkes

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data alokasi dana dari Dinkes yang dapat dilihat

pada Tabel 4.7 berikut ini :

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Alolasi Dana

Alokasi Dana Frekuensi Persentase (%)

Tidak Ada 30 81,1

Ada 7 18,9

Jumlah 37 100,0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa responden yang menjawab

tidak ada alokasi dana sebanyak 30 orang (81,1%), dan responden yang

menjawab ada alokasi dana sebanyak 7 orang (18,9%).

4.2.1.8. Distribusi Responden Berdasarkan Rapat Koordinasi Tingkat

Puskesmas

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data rapat koordinasi tingkat puskesmas yang dapat

dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini :

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Rapat Koordinasi Tingkat Pukesmas

Rapat Koordinasi Frekuensi Persentase (%)

Tidak Ada 22 59,5

Ada 15 40,5

Jumlah 37 100,0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Page 115: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

98

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa responden yang menjawab

tidak ada rapat koordinasi tingkat Puskesmas sebanyak 22 orang (59,5%), dan

responden yang menjawab ada rapat koordinasi tingkat puskesmas sebanyak

15 orang (40,5%).

4.2.1.9. Distribusi Responden Berdasarkan Sistem Pencatatan/ Pelaporan

Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data sistem pencatatan/ pelaporan pelaksanaan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang dapat dilihat pada Tabel 4.9

berikut ini :

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Sistem Pecatatan/ Pelaporan Pelaksanaan

MTBS

Sistem Pencatatan/

Pelaporan Frekuensi Persentase (%)

Cukup 19 51,4

Baik 18 48,6

Jumlah 37 100,0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa responden yang menjawab

sistem pencatatan/ pelaporan MTBS cukup sebanyak 19 orang (51,4%), dan

responden yang menjawab sistem pencatatan/ pelaporan MTBS baik

sebanyak 18 orang (48,6%).

Page 116: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

99

4.2.1.10. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh

Dinas Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas

Kesehatan yang dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini :

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinas

Kesehatan

Pelaksanaan Supervisi Frekuensi Persentase (%)

Rendah 13 35,1

Tinggi 24 64,9

Jumlah 37 100,0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa responden yang menjawab

pelaksanaan supervisi rendah sebanyak 13 orang (35,1%), dan responden

yang menjawab pelaksanaan supervisi tinggi sebanyak 24 orang (64,9%).

4.2.1.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh

Kepala Puskesmas

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data pelaksanaan evaluasi MTBS oleh kepala

puskesmas yang dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini :

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Evaluasi MTBS

Pelaksanaan Evaluasi Frekuensi Persentase (%)

Rendah 12 32,4

Tinggi 25 67,6

Jumlah 37 100,0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Page 117: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

100

Berdasarkan Tabel 4.11 diketahui bahwa responden yang menjawab

pelaksanaan evaluasi MTBS rendah sebanyak 12 orang (32,4%), dan

responden yang menjawab pelaksanaan evaluasi MTBS tinggi sebanyak 25

orang (67,6%).

4.2.1.12. Distribusi Responden Berdasarkan Implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 37 responden, maka

dapat diperoleh distribusi data implementasi MTBS yang dapat dilihat pada

Tabel 4.12 berikut ini :

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS)

Pelaksanaan Supervisi Frekuensi Persentase (%)

Rendah 20 54,1

Tinggi 17 45,9

Jumlah 37 100,0

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa responden yang menjawab

implementasi MTBS rendah sebanyak 20 orang (54,1%), dan responden yang

menjawab implementasi MTBS tinggi sebanyak 17 orang (45,9%).

Page 118: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

101

4.2.2 Analisis Bivariat

4.2.2.1. Hubungan antara Pengetahuan Petugas dengan Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Hubungan antara pengetahuan petugas dengan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabulasi

sebagai berikut :

Tabel 4.13 Tabulasi Silang antara Pengetahuan Petugas dengan Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Pengetahuan

tentang MTBS

Implementasi MTBS Jumlah

P value Rendah Tinggi

n % n % N %

Kurang + Cukup 16 43,24 10 27,0 26 70,3 0,160

Baik 4 10,81 7 18,9 11 29,7

Jumlah 20 54,1 17 45,9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa dari 26 responden

yang memiliki pengetahuan kurang dan cukup tentang MTBS terdapat 16

responden (43,24%) dengan implementasi MTBS rendah dan 10 responden

(27,0%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 11 responden

yang memiliki pengetahuan baik tentang MTBS, terdapat 4 responden

(10,81%) dengan implementasi MTBS rendah dan 7 responden (18,9%)

dengan implementasi MTBS tinggi.

Page 119: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

102

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,160 dimana itu lebih dari 0,05

(0,160> 0,05) berarti Ho diterima atau dapat dikatakan tidak ada hubungan

antara pengetahuan petugas tentang MTBS dengan implementasi MTBS di

Puskesmas di Kota Semarang.

4.2.2.2. Hubungan antara Sikap Petugas dengan Implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Hubungan antara sikap petugas dengan implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabulasi sebagai berikut :

Tabel 4.14 Tabulasi Silang antara Sikap Petugas dengan Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Sikap

Petugas

Implementasi MTBS

Jumlah

P value

CC Rendah Tinggi

n % n % N %

Cukup 10 27,03 3 8,11 13 35,14 0,040 0,320

Baik 10 27,03 14 37,8 24 64,83

Jumlah 20 54.1 17 45.9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa dari 13 responden

yang memiliki sikap cukup, terdapat 10 responden (27,03%) dengan

implementasi MTBS rendah dan 3 responden (8,11%) dengan implementasi

MTBS tinggi. Sedangkan dari 24 responden yang memiliki sikap baik,

terdapat 10 responden (27,03%) dengan implementasi MTBS rendah dan 14

responden (37,8%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Page 120: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

103

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,040 dimana itu kurang dari 0,05

(0,040 < 0,05) berarti Ho ditolak atau dapat dikatakan ada hubungan antara

sikap petugas dengan implementasi MTBS . Berdasarkan Symmetric

Measures didapatkan Coefisient Contingency sebesar 0,320. Hal ini dapat

dikatakan bahwa ada hubungan yang lemah antara sikap petugas terhadap

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang.

4.2.2.3. Hubungan antara Motivasi Kerja Petugas dengan Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Hubungan antara motivasi kerja petugas dengan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabulasi

sebagai berikut :

Tabel 4.15 Tabulasi Silang antara Motivasi Kerja Petugas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Motivasi Kerja

Petugas

Implementasi MTBS

Jumlah

P value Rendah Tinggi

n % n % N %

Sedang 2 5,4 0 0 2 5,4 0,489

Tinggi 18 48,7 17 45,9 35 94,6

Jumlah 20 54,10 17 45,9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.15 dapat diketahui bahwa dari 2 responden yang

memiliki motivasi kerja sedang, terdapat 2 responden (5,4%) dengan

implementasi MTBS rendah dan tidak ada responden dengan implementasi

Page 121: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

104

MTBS tinggi. Sedangkan dari 35 responden yang memiliki motivasi kerja

tinggi terdapat 18 responden (48,7%) dengan implementasi MTBS rendah

dan 17 responden (45,9%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,489 dimana itu lebih dari 0,05 (0,489

> 0,05) berarti Ho diterima atau dapat dikatakan tidak ada hubungan antara

motivasi kerja petugas dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota

Semarang.

4.2.2.4. Hubungan antara Pelatihan MTBS yang Diikuti Petugas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Hubungan antara keikutsertaan pelatihan MTBS oleh petugas dengan

implementasi MTBS dapat dilihat dalam tabulasi sebagai berikut :

Tabel 4.16 Tabulasi Silang antara Keikutsertaan Pelatihan MTBS oleh

Petugas dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS)

Pelatihan yang

Diikuti

Implementasi MTBS

Jumlah

P value

CC Rendah Tinggi

n % n % N %

Belum Pernah 15 40,54 7 18,9 22 59,44 0,037 0,325

Pernah 5 13,51 10 27,0 15 40,51

Jumlah 20 54,1 17 45,9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa dari 22 responden

yang belum pernah mengikuti pelatihan MTBS , terdapat 15 responden

Page 122: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

105

(40,54%) dengan implementasi MTBS rendah dan 7 responden (18,9%)

dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 15 responden yang

pernah mengikuti pelatihan MTBS, terdapat 5 responden (13,51%) dengan

implementasi MTBS rendah dan 10 responden (27%) dengan implementasi

MTBS tinggi.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,037 dimana itu kurang dari 0,05

(0,037 < 0,05) berarti Ho ditolak atau dapat dikatakan ada hubungan antara

keikutsertaan pelatihan MTBS oleh petugas dengan implementasi MTBS.

Berdasarkan Symmetric Measures didapatkan Coefisient Contingency sebesar

0,325. Hal ini dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang lemah antara

pelatihan MTBS yang diikuti petugas terhadap implementasi MTBS di

Puskesmas di Kota Semarang.

4.2.2.5. Hubungan antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Hubungan antara kepemimpinan kepala puskesmas dengan

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam

tabulasi sebagai berikut :

Page 123: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

106

Tabel 4.17 Tabulasi Silang antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Kepemimpinan

Kepala

Puskesmas

Implementasi MTBS

Jumlah

P value

CC Rendah Tinggi

n % n % N %

Cukup 7 18,92 1 2,7 8 21,62 0,032 0,332

Baik 13 35,14 16 43,2 29 78,34

Jumlah 20 54.1 17 45,9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa dari 8 responden yang

mengatakan kepemimpinan kepala puskesmas cukup, terdapat 7 responden

(18,92%) dengan implementasi MTBS rendah dan 1 responden (2,7%)

dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 29 responden yang

mengatakan kepemimpinan kepala puskesmas baik, terdapat 13 responden

(35,14%) dengan implementasi MTBS rendah dan 16 responden (43,2%)

dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,032 dimana itu kurang dari 0,05

(0,032 < 0,05) berarti Ho ditolak atau dapat dikatakan ada hubungan antara

kepemimpinan kepala puskesmas dengan implementasi MTBS. Berdasarkan

Symmetric Measures didapatkan Coefisient Contingency sebesar 0,332. Hal

ini dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang lemah antara kepemimpinan

Page 124: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

107

kepala puskesmas terhadap implementasi MTBS di Puskesmas di Kota

Semarang.

4.2.2.6. Hubungan antara Ketersediaan Peralatan yang Digunakan dalam

pemeriksaan MTBS dengan Implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS)

Hubungan antara ketersediaan peralatan yang digunakan dalam

pemeriksaan MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) dapat dilihat dalam tabulasi sebagai berikut :

Tabel 4.18 Tabulasi Silang antara Ketersediaan Peralatan yang Digunakan

dalam pemeriksaan MTBS dengan Implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Ketersediaan

Peralatan

Implementasi MTBS

Jumlah

P value Rendah Tinggi

n % n % N %

Tidak Lengkap 9 24,32 9 24,32 18 48,6 0,630

Lengkap 11 29,73 8 21,62 19 51,4

Jumlah 20 54,1 17 45,9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.18 dapat diketahui bahwa dari 18 responden

yang mengatakan ketersediaan peralatan MTBS tidak lengkap, terdapat 9

responden (24,32%) dengan implementasi MTBS rendah dan 9 responden

(24,32%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 19 responden

yang mengatakan ketersediaan peralatan MTBS lengkap, terdapat 11

Page 125: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

108

responden (29,73%) dengan implementasi MTBS rendah dan 8 responden

(21,62%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,630 dimana itu lebih dari 0,05 (0,630

> 0,05) berarti Ho diterima atau dapat dikatakan tidak ada hubungan antara

ketersediaan peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan MTBS dengan

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang.

4.2.2.7. Hubungan antara Alokasi Dana dari Dinas Kesehatan dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Hubungan antara alokasi dana dari dinas kesehatan dengan

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam

tabulasi sebagai berikut :

Tabel 4.19 Tabulasi Silang antara Alokasi Dana dari Dinas Kesehatan

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Alokasi Dana

Implementasi MTBS

Jumlah

P value Rendah Tinggi

n % n % N %

Tidak Ada 18 48,65 12 32,43 30 81,1 0,212

Ada 2 5,4 5 13,51 7 18,9

Jumlah 20 54.1 17 45,9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.19 dapat diketahui bahwa dari 30 responden

yang mengatakan tidak ada alokasi dana, terdapat 18 responden (48,65%)

Page 126: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

109

dengan implementasi MTBS rendah dan 12 responden (32,43%) dengan

implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 7 responden yang mengatakan

ada alokasi dana, terdapat 2 responden (5,4%) dengan implementasi MTBS

rendah dan 5 responden (13,51%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,212 dimana itu lebih dari 0,05 (0,212

> 0,05) berarti Ho diterima atau dapat dikatakan tidak ada hubungan antara

alokasi dana dari Dinkes dengan implementasi MTBS di Puskesmas di Kota

Semarang.

4.2.2.8. Hubungan antara Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Hubungan antara rapat koordinasi tingkat puskesmas dengan

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam

tabulasi sebagai berikut :

Tabel 4.20 Tabulasi Silang antara Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Rapat

Koordinasi

Implementasi MTBS

Jumlah

P value

CC Rendah Tinggi

n % n % N %

Tidak Ada 15 40,54 7 18,9 22 59,44 0,037 0,325

Ada 5 13,51 10 27,0 15 40,51

Jumlah 20 54.1 17 45.9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Page 127: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

110

Berdasarkan Tabel 4.20 dapat diketahui bahwa dari 22 responden

yang mengatakan tidak ada rapat koordinasi, terdapat 15 responden (40,54%)

dengan implementasi MTBS rendah dan 7 responden (18,9%) dengan

implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 15 responden yang mengatakan

ada rapat koordinasi, terdapat 5 responden (13,51%) dengan implementasi

MTBS rendah dan 10 responden (27,0%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,037 dimana itu kurang dari 0,05

(0,037 < 0,05) berarti Ho ditolak atau dapat dikatakan ada hubungan antara

rapat koordinasi dengan implementasi MTBS. Berdasarkan Symmetric

Measures didapatkan Coefisient Contingency sebesar 0,325. Hal ini dapat

dikatakan bahwa ada hubungan yang lemah antara rapat koordinasi tingkat

puskesmas terhadap implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang.

4.2.2.9. Hubungan antara Sistem Pencatatan/ Pelaporan Pelaksanaan

MTBS dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS)

Hubungan antara sistem pencatatan/ pelaporan pelaksanaan MTBS

dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat

dalam tabulasi sebagai berikut :

Page 128: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

111

Tabel 4.21 Tabulasi Silang antara Sistem Pencatatan/ Pelaporan Pelaksanaan

MTBS dengan Implementasi MTBS

Sistem

Pencatatan/

Pelaporan MTBS

Implementasi MTBS

Jumlah

P value

CC Rendah Tinggi

n % n % N %

Cukup 7 18,92 12 32,43 19 51,35 0,031 0,334

Baik 13 35,14 5 13,51 18 48,65

Jumlah 20 54,1 17 45,9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.21 dapat diketahui bahwa dari 19 responden

yang mengatakan sistem pencatatan/ pelaporan MTBS cukup, terdapat 7

responden (18,92%) dengan implementasi MTBS rendah dan 12 responden

(32,43%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 18 responden

yang mengatakan sistem pencatatan/ pelaporan MTBS baik, terdapat 13

responden (35,14%) dengan implementasi MTBS rendah dan 5 responden

(13,51%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,031 dimana itu kurang dari 0,05

(0,031 < 0,05) berarti Ho ditolak atau dapat dikatakan ada hubungan antara

sistem pencatatan/ pelaporan MTBS dengan implementasi MTBS.

Berdasarkan Symmetric Measures didapatkan Coefisient Contingency sebesar

0,334. Hal ini dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang lemah antara sistem

pencatatan/ pelaporan MTBS terhadap implementasi MTBS di Puskesmas di

Kota Semarang.

Page 129: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

112

4.2.2.10. Hubungan antara Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinas

Kesehatan dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS)

Hubungan antara pelaksanaan supervisi MTBS oleh dinas kesehatan

dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat

dalam tabulasi sebagai berikut :

Tabel 4.22 Tabulasi Silang antara Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinkes

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Pelaksanaan

Supervisi

MTBS

Implementasi MTBS

Jumlah

P value

CC Rendah Tinggi

n % n % N %

Rendah 4 10,81 9 24,32 13 35,13 0,036 0,325

Tinggi 16 43,24 8 21,62 24 64,86

Jumlah 20 54,1 17 45,9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.22 dapat diketahui bahwa dari 13 responden

yang mengatakan pelaksanaan supervisi MTBS rendah, terdapat 4 responden

(10,81%) dengan implementasi MTBS rendah dan 9 responden (24,32%)

dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 24 responden yang

mengatakan pelaksanaan supervisi MTBS tinggi, terdapat 16 responden

(43,24%) dengan implementasi MTBS rendah dan 8 responden (21,62%)

dengan implementasi MTBS tinggi.

Page 130: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

113

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,036 dimana itu kurang dari 0,05

(0,036 < 0,05) berarti Ho ditolak atau dapat dikatakan ada hubungan antara

pelaksanaan supervisi MTBS oleh dinas kesehatan dengan implementasi

MTBS. Berdasarkan Symmetric Measures didapatkan Coefisient Contingency

sebesar 0,325. Hal ini dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang lemah

antara pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinkes terhadap implementasi

MTBS di Puskesmas di Kota Semarang.

4.2.2.11. Hubungan antara Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala

Puskesmas dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS)

Hubungan antara pelaksanaan evaluasi MTBS oleh kepala puskesmas

dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat

dalam tabulasi sebagai berikut :

Tabel 4.23 Tabulasi Silang antara Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala

Puskesmas dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS)

Pelaksanaan

Evaluasi MTBS

Implementasi MTBS

Jumlah

P value

CC Rendah Tinggi

n % n % N %

Rendah 10 27,03 2 5,4 12 32,43 0,013 0,377

Tinggi 10 27,03 15 40,5 25 67,53

Jumlah 20 54,1 17 45,9 37 100

Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2011

Page 131: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

114

Berdasarkan Tabel 4.23 dapat diketahui bahwa dari 12 responden

yang mengatakan pelaksanaan evaluasi MTBS rendah, terdapat 10 responden

(27,03%) dengan implementasi MTBS rendah dan 2 responden (5,4%)

implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 25 responden yang mengatakan

pelaksanaan evaluasi MTBS tinggi, terdapat 10 responden (27,03%) dengan

implementasi MTBS rendah dan 15 responden (40,5%) dengan implementasi

MTBS tinggi.

Hasil analisis dengan menggunakan uji Chi Square dengan taraf

kepercayaan 95% diperoleh p value = 0,013 dimana itu kurang dari 0,05

(0,013 < 0,05) berarti Ho ditolak atau dapat dikatakan ada hubungan antara

pelaksanan evaluasi MTBS oleh kepala puskesmas dengan implementasi

MTBS. Berdasarkan Symmetric Measures didapatkan Coefisient Contingency

sebesar 0,377. Hal ini dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang lemah

antara pelaksanaan evaluasi MTBS oleh kepala puskesmas terhadap

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang.

Page 132: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

115

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

5.1.1 Hubungan antara Pengetahuan Petugas dengan Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara pengetahuan petugas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil

analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value = 0,036 (p value < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 26

responden yang memiliki pengetahuan kurang dan cukup tentang MTBS

terdapat 16 responden (43,24%) dengan implementasi MTBS rendah dan 10

responden (27,0%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 11

responden yang memiliki pengetahuan baik tentang MTBS, terdapat 4

responden (10,81%) dengan implementasi MTBS rendah dan 7 responden

(18,9%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hal ini dapat dimengerti bahwa petugas yang mempunyai

pengetahuan baik cenderung akan baik dalam menerapkan tatalaksana

terhadap balita sakit dengan menggunakan pendekatan MTBS, sesuai dengan

teori perilaku yang mengatakan bahwa perilaku seseorang terhadap sesuatu

akan sesuai dengan tingkat pemahaman terhadap sesuatu tersebut.

Page 133: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

116

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Rogers (1974) dalam Soekidjo

Notoatmodjo (2003: 121), bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Titin Irawati (1998),

yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan

dengan kepatuhan bidan desa terhadap standar minimal pelayanan antenatal

ANC 5T di Kabupaten Dt.II Cianjur dan sejalan pula dengan penelitian

Yuliana (2000) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

pengetahuan petugas dengan kepatuhan petugas terhadap standar ANC di 6

puskesmas pelaksana QA di Kabupaten Bekasi Jawa Barat.

Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Benyamin Bloom dalam

Soekidjo Notoatmodjo (2003: 127), yang menyatakan bahwa perilaku dibagi

dalam 3 domain yaitu pengetahuan tentang sesuatu materi, sikap terhadap

materi tersebut, serta tindakan sehubungan dengan materi tersebut. Artinya

perilaku baru dimulai dari petugas mengetahui terlebih dahulu apa isi dari

tatalaksana MTBS, sehingga akan menimbulkan suatu pengetahuan baru,

kemudian timbul suatu respon batin yang merupakan sikap terhadap

tatalaksana MTBS tersebut.

106

Page 134: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

117

5.1.2 Hubungan antara Sikap Petugas dengan Implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara sikap petugas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil

analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value = 0,040 (p value < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 13 responden

yang memiliki sikap cukup, terdapat 10 responden (27,03%) dengan

implementasi MTBS rendah dan 3 responden (8,11%) dengan implementasi

MTBS tinggi. Sedangkan dari 24 responden yang memiliki sikap baik,

terdapat 10 responden (27,03%) dengan implementasi MTBS rendah dan 14

responden (37,8%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hal ini dapat dimengerti bahwa petugas yang mempunyai sikap baik

cenderung akan baik dalam menerapkan tatalaksana terhadap balita sakit

dengan menggunakan pendekatan MTBS, sesuai dengan teori perilaku yang

mengatakan bahwa perilaku seseorang terhadap sesuatu akan sesuai dengan

tingkat pemahaman terhadap sesuatu tersebut.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sri Hastuti (2010) yang

menunjukkan adanya pengaruh antara sikap terhadap penatalaksanaan MTBS

pada petugas kesehatan di Puskesmas Kabupaten Boyolali.

Hal ini sejalan dengan pendapat Soekidjo Notoatmodjo (2003: 130),

perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan

keterampilan yang dimiliki serta dalam hal tertentu oleh material yang

Page 135: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

118

tersedia. Sikap dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah pengalaman

pribadi, kebudayaan orang lain yang dianggap penting oleh media massa,

institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta emosi dari dalam

diri atau individu. Sikap tidak dibawa orang sejak lahir, melainkan dibentuk

sepanjang perkembangannya. Sikap dapat berubah-ubah, oleh karena itu sikap

dapat dipelajari. Sikap tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan

dengan suatu objek.

5.1.3 Hubungan antara Motivasi Kerja Petugas dengan Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara motivasi kerja petugas dengan implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang. Hal ini didasarkan

pada hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value = 0,180 (p value >

0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 2

responden yang memiliki motivasi kerja sedang, terdapat 2 responden (5,4%)

dengan implementasi MTBS rendah dan tidak ada responden dengan

implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 35 responden yang memiliki

motivasi kerja tinggi terdapat 18 responden (48,7%) dengan implementasi

MTBS rendah dan 17 responden (45,9%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wiwiek Pudjiastuti

(2002: 104) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara motivasi

Page 136: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

119

dengan kepatuhan petugas dalam tatalaksana MTBS di Puskesmas DKI

Jakarta.

Motivasi merupakan dorongan yang dapat menggerakan seseorang

untuk berperilaku tertentu, yang muncul dari dalam diri seseorang dalam

upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Budioro, 2002: 92).

Oleh karena itu, untuk dapat menunjang program MTBS secara baik,

responden harus tetap dapat menumbuhkan akan pentingnya motivasi kerja.

Hal ini dikarenakan motivasi kerja dapat mengarahkan kepada perilaku yang

merefleksikan kinerja seseorang dalam suatu organisasi. Sehingga semakin

baik motivasi kerja seorang petugas, maka diharapkan semakin baik pula

kinerja petugas dalam menerapkan penatalaksanaan terhadap balita sakit

dengan melakukan pemeriksaan yang menggunakan pendekatan Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS).

5.1.4 Hubungan antara Pelatihan MTBS yang Diikuti Petugas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara pelatihan MTBS yang diikuti petugas dengan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang.

Hal ini didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value

= 0,037 (p value < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 22

responden yang belum pernah mengikuti pelatihan MTBS , terdapat 15

responden (40,54%) dengan implementasi MTBS rendah dan 7 responden

Page 137: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

120

(18,9%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 15 responden

yang pernah mengikuti pelatihan MTBS, terdapat 5 responden (13,51%)

dengan implementasi MTBS rendah dan 10 responden (27%) dengan

implementasi MTBS tinggi..

Sesuai dengan pernyataan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

(2002: 125) yang menyatakan bahwa kemampuan dan keterampilan tenaga

pemeriksa antara lain ditentukan oleh pelatihan. Pelatihan merupakan salah

satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Tujuan dari pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ini

yaitu dihasilkannya petugas kesehatan yang terampil menangani bayi dan

balita sakit dengan menggunakan tatalaksana MTBS. Sasaran utama pelatihan

MTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi dokter puskesmas pun perlu

terlatih MTBS agar dapat melakukan supervisi penerapan MTBS di wilayah

kerja puskesmas (Yeyen, 2006).

5.1.5 Hubungan antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kepemimpinan kepala puskesmas dengan implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang. Hal ini

didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value =

0,032 (p value < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 8

responden yang menjawab kepemimpinan kepala puskesmas cukup, terdapat

Page 138: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

121

7 responden (18,92%) dengan implementasi MTBS rendah dan 1 responden

(2,7%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 29 responden

yang menjawab kepemimpinan kepala puskesmas baik, terdapat 13 responden

(35,14%) dengan implementasi MTBS rendah dan 16 responden (43,2%)

dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wiwiek Pudjiastuti

(2002: 107) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara komitmen

pimpinan dengan kepatuhan petugas dalam tatalaksana MTBS di Puskesmas

DKI Jakarta.

Hal ini selaras dengan pendapat dari Anwar dalam Widiyaningsih

(2007), menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan inti dari manajemen

karena kepemimpinan adalah motor penggerak dari sumber daya manusia dan

sumber daya lainnya. Pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia

merupakan keharusan mutlak. Kurangnya pemeliharaan dan perhatian pada

tenaga bisa menyebabkan semangat kerja menjadi rendah, cepat lelah, bosan

serta lamban dalam menyelesaikan tugas, sehingga dapat menurunkan

prestasi kerja yang bersangkutan.

5.1.6 Hubungan antara Ketersediaan Peralatan yang Digunakan dalam

pemeriksaan MTBS dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara ketersediaan peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan MTBS

dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas

Page 139: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

122

di Kota Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi

Square diperoleh p value = 0,630 (p value > 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 18

responden yang menjawab ketersediaan peralatan MTBS tidak lengkap,

terdapat 9 responden (24,32%) dengan implementasi MTBS rendah dan 9

responden (24,32%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 19

responden yang menjawab ketersediaan peralatan MTBS lengkap, terdapat 11

responden (29,73%) dengan implementasi MTBS rendah dan 8 responden

(21,62%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Wiwiek Pudjiastuti

(2002: 106) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ketersediaan

sumberdaya atau sarana MTBS dengan kepatuhan petugas dalam tatalaksana

MTBS di Puskesmas DKI Jakarta. Dimana sumberdaya atau sarana untuk

kegiatan MTBS bukan merupakan barang atau alat bantu, karena sudah

tercakup dalam sarana esensial Puskesmas, kecuali untuk formulir tatalaksana

MTBS dan Kartu Nasehat Ibu (KNI) yang memerlukan penggandaan secara

khusus.

Menurut pendapat Azrul Azwar (1996) yang menyatakan bahwa

sarana (alat) merupakan suatu unsur dari organisasi untuk mencapai suatu

tujuan. Sarana termasuk dalam salah satu unsur dalam pelayanan kesehatan

yang dibutuhkan untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, agar pelayanan menjadi bermutu maka persyaratan

ketersediaan sarana prasarana harus tetap terpenuhi.

Page 140: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

123

Berdasarkan hasil penelitian maka diharapkan sarana pendukung

MTBS yang dimiliki masing-masing puskesmas dapat dimanfaatkan secara

maksimal oleh petugas untuk mendukung pemeriksaan yang dilakukan agar

mendapatkan hasil yang akurat. Sarana yang dimaksudkan disini adalah

semua sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang

keberlangsungan kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit, yang terdiri atas

: ruang MTBS, formulir MTBS dan kartu nasihat ibu, serta logistik (peralatan

dan obat-obatan yang mendukung dalam kegiatan pemeriksaan MTBS pada

balita sakit, yang meliputi : thermometer, stetoskop, dan timer ISPA atau

arloji). Sarana tersebut hampir sama dengan sarana yang dibutuhkan pada

puskesmas atau poli pongobatan pada umumnya begitu juga dengan obat

MTBS.

5.1.7 Hubungan antara Alokasi Dana dari Dinas Kesehatan dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara alokasi dana dari Dinas Kesehatan dengan implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang. Hal ini

didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value =

0,212 (p value > 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 30

responden yang mengatakan tidak ada alokasi dana, terdapat 18 responden

(48,65%) dengan implementasi MTBS rendah dan 12 responden (32,43%)

dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 7 responden yang

Page 141: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

124

mengatakan ada alokasi dana, terdapat 2 responden (5,4%) dengan

implementasi MTBS rendah dan 5 responden (13,51%) dengan implementasi

MTBS tinggi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djoko Mardijanto dan

Mubasysyir Hasanbasri (2005), yang hasil penelitiannya menyebutkan bahwa

tidak ada dana khusus untuk menunjang pelaksanaan MTBS. Rata-rata

puskesmas masih mengharapkan bantuan sarana dan prasarana dari tingkat

Kabupaten bahkan Provinsi. Terutama untuk pengadaan formulir MTBS dan

ARI timer. Sarana penunjang cukup tersedia sehingga penatalaksanaan balita

sakit dengan MTBS dapat berjalan baik. Sarana tersebut meliputi tenaga

paramedis dan medis terlatih MTBS yang mengerjakan tatalaksana MTBS,

alat bantu hitung napas, barang cetakan yang antara lain meliputi formulir

MTBS dan Kartu Nasehat Ibu serta obat-obatan.

Menurut A. A. Gde Muninjaya (2004: 159), dana operasional

diarahkan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan program oleh masing-

masing staf pelaksana program. Alokasinya digunakan untuk biaya kunjungan

pembinaan ke lapangan, pemeliharaan, dan pembelian alat penunjang

kegiatan rutin program dan sebagainya.

Karena tidak ada dana khusus untuk menunjang pelaksanaan MTBS

yang dialokasikan oleh puskesmas sampai saat ini, maka Dinas Kesehatan

kabupaten, Dinas Kesehatan provinsi, dan Departemen Kesehatan RI masih

berusaha mengalokasikan dana untuk memenuhi sarana tersebut. Namun

selalu dijelaskan kepada pihak puskesmas bahwa hal tersebut tidak dapat

Page 142: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

125

berlangsung terus menerus sehingga diharapkan sedikit demi sedikit

puskesmas dapat memenuhi kebutuhan sarana penunjang tersebut sendiri.

5.1.8 Hubungan antara Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara rapat koordinasi tingkat puskesmas dengan implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang. Hal ini

didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value =

0,037 (p value < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 22

responden yang mengatakan tidak ada rapat koordinasi, terdapat 15 responden

(40,54%) dengan implementasi MTBS rendah dan 7 responden (18,9%)

dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 15 responden yang

mengatakan ada rapat koordinasi, terdapat 5 responden (13,51%) dengan

implementasi MTBS rendah dan 10 responden (27,0%) dengan implementasi

MTBS tinggi.

Menurut George R. Terry dalam Azrul Azwar (1996: 112) yang

dimaksud rapat koordinasi adalah melaksanakan pertemuan dalam rangka

koodinasi terpadu kegiatan antar program maupun antar instansi (lintas

sektoral) yang terkait dengan masalah kesehatan masyarakat, sehingga

tercapai tujuan pembangunan kesehatan yang menyeluruh.

Dalam hal ini keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS

menunjukkan suatu kerja tim yang kompak dan fleksibel dengan dipandu

Page 143: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

126

buku panduan atau formulir MTBS menggambarkan bahwa MTBS

merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan (Rafless Bencoolen, 2011).

Maksud tersebut yakni dilaksanakan dengan mengadakan rapat kerja

secara periodik untuk team antar program dalam puskesmas dan antar sektor

dengan unit-unit terkait lainnya diluar puskesmas guna menunjang kegiatan

puskesmas yang berkaitan dengan masalah Manajemen Terpadu Balita Sakit.

Tanpa koordinasi yang baik antar program-program (koordinasi

internal) yang berkaitan dengan faktor tersebut, dan juga koordinasi eksternal

(lintas sektoral) dengan instansi terkait, akan sulit untuk mengupayakan

percepatan (akselarasi) pelaksanaan program pelayanan kesehatan di

Puskesmas (Budioro B, 2002: 95).

5.1.9 Hubungan antara Sistem Pencatatan/ Pelaporan Pelaksanaan MTBS

dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara sistem pencatatan/ pelaporan pelaksanaan MTBS dengan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang.

Hal ini didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value

= 0,031 (p value < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 19

responden yang mengatakan sistem pencatatan/ pelaporan cukup, terdapat 7

responden (18,92%) dengan implementasi MTBS rendah dan 12 responden

(32,43%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 18 responden

yang mengatakan sistem pencatatan/ pelaporan baik, terdapat 13 responden

Page 144: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

127

(35,14%) dengan implementasi MTBS rendah dan 5 responden (13,51%)

dengan implementasi MTBS tinggi.

Menurut Nasrul Effendy (1998: 185), Sistem Pencatatan dan

Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) merupakan tata cara pencatatan dan

pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan puskesmas, meliputi keadaan

fisik, tenaga sarana dan kegiatan pokok yang dilakukan serta hasil yang

dicapai oleh puskesmas.

Dengan adanya pencatatan dan pelaporan maka dapat tersedianya data

dan informasi yang akurat, tepat waktu dan mutakhir secara periodik dan

teratur untuk pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui puskesmas

di berbagai tingkat administrasi.

5.1.10 Hubungan antara Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinas

Kesehatan dengan Implementasi MTBS

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan dengan

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di

Kota Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square

diperoleh p value = 0,036 (p value < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 13

responden yang mengatakan pelaksanaan supervisi MTBS rendah, terdapat 4

responden (10,81%) dengan implementasi MTBS rendah dan 9 responden

(24,32%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 24 responden

yang mengatakan pelaksanaan supervisi MTBS tinggi, terdapat 16 responden

Page 145: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

128

(43,24%) dengan implementasi MTBS rendah dan 8 responden (21,62%)

dengan implementasi MTBS tinggi.

Menurut Nasrul Effendy (1998: 183) supervisi adalah upaya

pengarahan dengan cara mendengarkan alasan dan keluhan tentang masalah

dalam pelaksanaan dan memberikan petunjuk serta saran-saran dalam

mengatasi permasalahan yang dihadapi pelaksana, sehingga meningkatkan

daya guna dan hasil guna serta kemampuan pelaksana dalam melaksanakan

upaya kesehatan di puskesmas.

Supervisi selain merupakan monitoring langsung yang merupakan

kegiatan lanjutan pelatihan. Melalui supervisi dapat diketahui bagaimana

petugas yang sudah dilatih tersebut menerapkan semua pengetahuan dan

keterampilannya. Selain itu supervisi dapat merupakan suatu proses

pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dalam bentuk on the job training.

Supervisi harus dilaksanakan pada setiap tingkatan dan di semua pelaksana,

karena dimanapun petugas bekerja akan tetap memerlukan bantuan untuk

mengatasi masalah dan kesulitan yang mereka temukan. Karena merupakan

suatu umpan balik tentang penampilan kerja mereka harus selalu diberikan

untuk meningkatkan kinerja petugas.

5.1.11 Hubungan antara Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala

Puskesmas dengan Implementasi MTBS

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara pelaksanaan evaluasi MTBS oleh kepala puskesmas dengan

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di

Page 146: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

129

Kota Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square

diperoleh p value = 0,013 (p value < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 12

responden yang mengatakan pelaksanaan evaluasi MTBS rendah, terdapat 10

responden (27,03%) dengan implementasi MTBS rendah dan 2 responden

(5,4%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 25 responden

yang mengatakan pelaksanaan evaluasi MTBS tinggi, terdapat 10 responden

(27,03%) dengan implementasi MTBS rendah dan 15 responden (40,5%)

dengan implementasi MTBS tinggi.

Penilaian (evaluasi) menurut Djoko Wijono (1997: 135) adalah

kegiatan untuk membandingkan antara hasil yang telah dicapai dengan

rencana yang telah ditentukan. Penilaian merupakan alat penting untuk

membantu pengambilan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan

maupun pada tingkat pelaksanaan program.

Dengan demikian maksud dan tujuan evaluasi dalam pembangunan

kesehatan adalah untuk memperbaiki program-program kesehatan dan

pelayanan kesehatan, dan untuk mengarahkan alokasi sumber daya, tenaga

dan dana kepada program-program dan pelayanan kesehatan yang ada saat ini

dan dimasa yang akan datang (Djoko Wijono, 1997: 216).

Kepala puskesmas memegang peranan yang sangat penting dalam

rangka evaluasi pelaksanaan tatalaksana pemeriksaan terhadap balita sakit

dengan menggunakan pendekatan MTBS, oleh karena kepala puskesmaslah

yang berhubungan langsung dengan petugas pelaksana. Evaluasi ini

Page 147: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

130

menyimpulkan bahwa pelaksanaan MTBS telah berjalan bergantung pada

petugas yang sudah pernah dilatih. Kinerja petugas dalam pemeriksaan proses

MTBS meliputi kelengkapan pengisian formulir tatalaksana MTBS dan

pembuatan klasifikasi keluhan pada balita yang sakit.

5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian

5.2.1 Hambatan Penelitian

Penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan implementasi

MTBS, tidak selalu berjalan dengan lancar. Adapun kendala yang dihadapi

yaitu:

1. Peneliti mengalami kesulitan dalam mencari alamat tempat penelitian

karena luasnya wilayah penelitian sehingga membutuhkan waktu yang

relatif lama untuk pengumpulan data.

2. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner untuk unsur pendukung

penerapan MTBS kurang mendalam yang sesuai dengan indikator dalam

formulir tatalakana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

5.2.2 Kelemahan Penelitian

1. Dalam penelitian ini diperlukan adanya kerjasama, keseriusan maupun

kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan. Sehingga

memungkinkan terjadinya bias dalam penelitian ini. Hal tersebut

dikarenakan, responden yang diteliti adalah petugas kesehatan, sehingga

jawaban yang didapat cenderung bersifat subyektif, karena dipengaruhi

Page 148: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

131

oleh ingatan, pengetahuan, persepsi, dan sosial responden saat wawancara

dilaksanakan.

2. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner untuk variabel pengetahuan

petugas, cenderung mempunyai pilihan alternatif jawaban yang hampir

senada (mirip/ sama), sehingga dalam uji validitas terdapat 2 butir soal

yang tidak valid.

3. Desain/ rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Crossectional, dimana data yang diambil selama penelitian berlangsung.

Sehingga hasil yang diperoleh hanya mencerminkan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam jangka waktu tersebut

saja.

Page 149: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

132

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor yang berhubungan

dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

6.1.1 Tidak ada hubungan antara pengetahuan petugas tentang MTBS dengan

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010 dengan nilai p value = 0,160.

6.1.2 Ada hubungan antara sikap petugas dengan implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang Tahun

2010 dengan nilai p value = 0,040.

6.1.3 Tidak ada hubungan antara motivasi kerja petugas dengan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Di Kota

Semarang Tahun 2010 dengan nilai p value = 0,489.

6.1.4 Ada hubungan antara pelatihan MTBS yang diikuti petugas terhadap

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Di

Kota Semarang Tahun 2010 dengan nilai p value = 0,037.

6.1.5 Ada hubungan antara kepemimpinan kepala puskesmas terhadap

implementasi MTBS di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010 dengan

nilai p value = 0,032.

Page 150: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

133

6.1.6 Tidak ada hubungan antara ketersediaan peralatan MTBS dengan

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010 dengan nilai p value = 0,630.

6.1.7 Tidak ada hubungan antara alokasi dana dengan implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang Tahun

2010 dengan nilai p value = 0,212.

6.1.8 Ada hubungan antara rapat koordinasi tingkat puskesmas terhadap

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010 dengan nilai p value = 0,037.

6.1.9 Ada hubungan antara sistem pencatatan/ pelaporan MTBS dengan

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010 dengan nilai p value = 0,031.

6.1.10 Ada hubungan antara pelaksanaan supervisi MTBS oleh dinas kesehatan

dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di

Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010 dengan nilai p value = 0,036.

6.1.11 Ada hubungan antara pelaksanan evaluasi oleh kepala puskesmas dengan

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di

Kota Semarang Tahun 2010 dengan nilai p value = 0,013.

Page 151: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

134

6.2 Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, beberapa saran yang

dapat diberikan antara lain :

6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang

6.2.1.1 Perlunya diadakan pelatihan bagi petugas yang belum pernah

mendapatkan pelatihan. Penekanan pelatihan pada pentingnya klasifikasi

pada tatalaksana balita sakit, penanganan bila ditemukan balita sakit

dalam keadaan memburuk, dan sistem pencatatan/ pelaporan

pelaksanaan MTBS.

6.2.1.2 Bagi petugas yang sudah pernah mendapat pelatihan diharapkan perlu

kiranya diadakan pelatihan dengan cara on the job training, dengan

tujuan untuk refresing.

6.2.1.3 Perlunya peningkatan pelaksanaan supervisi MTBS dengan disertakan

bimbingan teknis, tentang penatalaksanaan kasus balita sakit, meliputi

pemeriksaan dan klasifikasinya, pemantauan berkala terhadap

pelaksanaan kegiatan MTBS di puskesmas, serta pencatatan/ pelaporan

pelaksanaan program MTBS.

6.2.1.4 Perlu kiranya membuat suatu kebijakan kesehatan tentang pelayanan

kesehatan pada balita sakit di puskesmas dengan menggunakan

pendekatan MTBS, karena hal ini diperlukan sebagai pedoman bagi

pimpinan puskesmas dalam menetapkan kebijakan pelayanan di

puskesmas.

Page 152: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

135

6.2.2 Bagi Petugas Pemegang Program Di Puskesmas

6.2.2.1 Meningkatkan kualitas pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS), baik di puskesmas maupun saat kunjungan rumah.

6.2.2.2. Melakukan sosialisasi dan memberikan penyuluhan mengenai MTBS ke

ibu-ibu yang mempunyai anak balita pada saat posyandu dan kunjungan

rumah.

6.2.3 Bagi Peneliti selanjutnya

6.2.3.1. Diharapkan perlu adanya penelitian lebih mendalam dengan mempeluas

sampel serta lebih memperhatikan variabel-variabel yang terkait.

6.2.3.2. Perlunya diadakan penelitian yang lebih mendalam dalam bidang

Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK), tentang evaluasi program

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sehingga dapat mengetahui

lebih jauh tentang MTBS dan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan

di puskesmas yang berkaitan dengan masalah Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS).

Page 153: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

136

DAFTAR PUSTAKA

A. A. Gde Muninjaya, 1999, Manajemen Kesehatan Edisi 1, Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

____________________, 2004, Manajemen Kesehatan Edisi 2, Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

A. Aziz Alimul Hidayat. 2008, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika

Agus Irianto, 2007, Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Azrul Azwar, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta: Binarupa Aksara.

Awi Muliadi Wijaya, 2009, Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau

Integrated Management of Childhood Illness (IMCI), http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content&view=arti

cle&id=54:mtbs-imci&catid=27:helath-programs&Itemid=44, diakses tanggal 22 April 2011.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2008, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Laporan Nasional

2007. http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content&view= article & id 37:manajemen-terpadu-balita-sakit-mtbs&catid=27:helath

programs & Itemid= 28, diakses 1 Juni 2010.

Budioro B, 2002, Pengantar Administrasi Kesehatan Masyarakat, Semarang: FKM Universitas Diponegoro.

Departemen Kesehatan RI, 1999, Informasi Manajemen Terpadu Balita Sakit,

Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

______________________, 1999, Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan sebagai Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan

Indonesia Sehat 2010, Jakarta: DepKes RI.

______________________, 2002, Pedoman Perencanaan Penerapan MTBS, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Page 154: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

137

______________________, 2006a, Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 1

Pengantar, Jakarta: DepKes RI.

______________________, 2006b, Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 2 Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 tahun,

Jakarta: DepKes RI.

______________________, 2006c, Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 3 Menentukan Tindakan Dan Memberi Pengobatan, Jakarta: DepKes RI.

______________________, 2006d, Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 4

Konseling Bagi Ibu, Jakarta: DepKes RI.

______________________, 2006e, Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 5 Tindak Lanjut, Jakarta: DepKes RI.

______________________, 2006f, Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 7

Pedoman Penerapan MTBS Di Puskesmas, Jakarta: DepKes RI.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2009, Data Kualitas Anak dan Gambaran Program Anak Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009, Semarang:

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.

Dinkes Kota Semarang, 2009, Rekap Laporan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita (Umur 2 Bulan-5 Tahun) Tahun 2009, Semarang: Dinas Kesehatan

Kota Semarang.

___________________, 2009, Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang, Semarang: Dinkes Kota Semarang.

Djoko Mardijanto dan Mubasysyir Hasanbasri, 2005, Evaluasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit Di Kabupten Pekalongan, JMPK Vol. 08/No.01/Maret/2005.

Djoko Wijono, 1997, Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan,

Surabaya: Airlangga University Press.

_____________, 1999, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Surabaya: Airlangga University Press.

Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2001, Total Quality Management.

Yogyakarta: Andi Offset.

Farida Jasfar, 2005, Manajemen Jasa Pendekatan Terpadu, Bogor: Ghalia Indonesia.

125

Page 155: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

138

Faridah, 2009, Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Motivasi

Kerja Petugas Pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kota Surabaya, Semarang: UNDIP.

Imbalo S. Pohan, 2003, Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan (Penerapannya

dalam Pelayanan Kesehatan), Jakarta: EGC. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2007, Pedoman Penyusunan Skripsi

Mahasiswa Program Strata I, Semarang: UNNES Press.

_________________________________, 2010, Petunjuk Penyusunan Skripsi Mahasiswa Program Strata I, Semarang: UNNES Press.

Mahmulsyah Munthe, Tjahjono Kuntjoro, 2006, Strategi Perbaikan Mutu

pelayanan MTBS di Puskesmas Rantau Panjang Kabupaten Merangin, Jambi, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Manajemen Terpadu Balita

Sakit,http://www.scribd.com/doc/21336672/Manajemen-Terpadu-Balita-Sakit, diakses tanggal 14 Agustus 2010.

Muh. Fakhrurrozie, 12 Agustus 2009, Forum Puskesmas,

http://puskesmassungkai.wordpress.com/2009/08/12/aplikasi-manajemen-sumber-daya-manusia-di-puskesmas-sungkai-kecamatan-simpang-empat-

kabupaten-banjar/, diakses tanggal 21 April 2011.

Nasrul Effendy, 1998, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Philip Kotler & Kevin Lane Keller, Marketing Manaagement, 2006,

http://id.wikipedia.org/wiki/5M New Jersey, PEarson Education, Inc, diakses tanggal 16 Mei 2011.

Rafless bencoolen, Makalah Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), Rabu 06

April 2011, http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/04/makalah-manajemen-terpadu-balita-sakit.html, diakses 20 April 2011.

Rosyidah Munawarah, 2008, Hubungan Penerapan Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) Diare dengan Kesembuhan Diare Akut pada Balita di Puskesmas I Kartasura, Skirpsi: UMS.

Saiffudin Azwar, 2005, Penyusunan Skala Psikologi, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Soekidjo Notoatmodjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Page 156: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

139

__________________, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip

Dasar), Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sopiyudin Dahlan, 2008, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: Salemba Medika.

Sri Hastuti, 2010, Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Motivasi terhadap

Penatalaksanaan MTBS Pada Petugas Kesehatan Di Puskesmas Kabupaten Boyolali, Tesis: Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Stephen P. Robbins, 2001, Perilaku Organisasi (Konsep, Kontroversi, Aplikasi) Edisi Kedelapan, Jakarta: PT. Prenhallindo.

________________, 2008, Perilaku Organisasi edisi 12, Jakarta: Salemba

Empat.

Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2002, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-2, Jakarta: CV. Sagung Seto.

Sugiyono, 2005, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: CV. Alfabeta.

Titin Irawati, 1998, Analisis Kepatuhan Bidan di Desa terhadap Standar Minimal Pelayanan Antenatal 5T di Kabupaten Dt.II Cianjur Tahun 1998, Tesis:

FKM Universitas Indonesia.

Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat

Teori dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Medika.

Widiyaningsih, 2007, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas

UKS Puskesmas di Kota Cirebon Tahun 2007, Skripsi: Universitas Diponegoro.

Yayuk Farida Baliwati, dkk, 2004, Pengantar Pangan dan Gizi, Jakarta: Penebar Swadaya.

Yeyen, 2006, Pelatihan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit),

http://30300086.blog.friendster.com/2006/12/pelatihan-mtbs-manajemen-terpadu-balita-sakit/, diakses 21 April 2011.

Yuliana Nurbaety, 2000, Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Petugas

terhadap Standar Antenatal Care (ANC) di 6 Puskesmas Pelaksana QA di Kabupaten Bekasi Jawa Barat, Tesis: FKM Universitas Indonesia.

Page 157: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

140

Lampiran – lampiran

Lampiran 1- 10 Surat-surat ijin penelitian

Page 158: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

141

KUESIONER PENELITIAN

”Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) di Puskesmas Kota Semarang Tahun 2010”.

Kode Responden :

Tanggal wawancara :

Petunjuk Pengisian Kuesioner

a. Lengkapilah terlebih dahulu identitas diri Anda di tempat yang telah tersedia.

b. Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan kemungkinan jawaban.

c. Untuk menentukan pilihan jawaban, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang

Anda pilih atau beri tanda ( √ ) pada kolom ”S” untuk jawaban setuju dan kolom

”TS” untuk jawaban tidak setuju.

d. Untuk menentukan pilihan jawaban, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang

Anda pilih atau beri tanda ( √ ) pada kolom ”Y” untuk jawaban Ya, kolom ”T”

untuk jawaban Tidak, dan kolom ”K” untuk jawaban Kadang-kadang.

e. Apabila Anda ingin merubah jawaban yang telah diberikan tanda silang (X),

maka berilah tanda sama dengan (=) pada jawaban tersebut.

f. Jawaban yang Anda berikan dijamin kerahasiannya.

I. Data Karakteristik Responden

1. Nama Responden :

.............................................................................

2. Pangkat/ NIP :

.............................................................................

3. Umur :

.............................................................................

4. Alamat :

.............................................................................

5. Jenis Kelamin :

.............................................................................

6. Jabatan/ Status Kepegawaian :

.............................................................................

7. Pendidikan terakhir :

.............................................................................

Lampiran 11

Page 159: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

142

8. Lama Bertugas :

.............................................................................

9. Lama Bertugas di Tempat Sekarang :

.............................................................................

10. Puskesmas Tempat Bekerja :

.............................................................................

11. Pelatihan MTBS : Pernah/ Tidak Pernah, Berapa

Kali.....................

II. Pengetahuan Petugas

1. Apa yang dimaksud dengan MTBS?

a. Manajemen Terpadu Balita Sehata

b. Manajemen Tepadu Balita Sakit

2. Apakah tujuan dari program MTBS?

a. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

b. Untuk pengelolaan masalah penyakit pada anak balita

3. Apakah petugas pernah mengadakan sosialisasi tentang program MTBS ke

masyarakat/ ibu balita yang berkunjung sebelum pemeriksaan?

a. Pernah

b. Tidak pernah

4. Adakah keterkaitan MTBS dengan program lain di puskesmas?

a. Ya

b. Tidak ada

5. Apakah Anda selalu melakukan pencatatan dan pelaporan setelah melaksanakan

pelayanan MTBS?

a. Ya

b. Tidak

6. Apakah Anda melakukan rujukan bila ditemukan penderita dalam keadaan

memburuk?

a. Ya

b. Tidak

7. Klasifikasi apa sajakah yang termasuk dalam strategi kuratif MTBS?

a. Konseling gizi, Konseling pemberian ASI, dan Suplemen Vitamin A

b. Diare, Campak, dan Masalah gizi

8. Indikator keberhasilan dari program MTBS meliputi:

Page 160: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

143

a. Angka mortalitas dan mobiditas menurun

b. Angka mortalitas dan mobiditas meningkat

9. Langkah-langkah apa sajakah dalam pelaksanaan MTBS?

a. Melakukan pemeriksaan terhadap balita sakit

b. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit

10. Apakah tanda bahaya umum pada anak balita yang sakit?

a. Anak tidak bisa minum atau menetek, anak kejang, anak selalu

memuntahkan semuanya, anak letargis atau tidak sadar

b. Napas cepat, sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, tarikan

dinding dada kedalam, stridor pada anak yang tenang

Page 161: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

144

III. Sikap Petugas

No. Pernyataan Sikap S TS Skor

11. Saya merasa kesulitan untuk melakukan klasifikasi penyakit pada bayi atau

balita sakit sebagaimana sistem pengklasifikasian pada MTBS

12. Sebagai petugas pelaksana MTBS saya merasa bertanggung jawab

atas berlangsungnya Program ini

13. Saya melaksanakan MTBS, sesuai dengan alur pelaksanaan MTBS

14. Saya selalu memberikan penjelasan kepada ibu yang memeriksakan bayi atau

balita

15. Saya selalu memberikan kartu nasehat ibu

16. MTBS membutuhkan konsentrasi tersendiri, dan saya mampu menjalankan

dengan baik

17. Potensi yang saya miliki kurang mendukung dalam memperoleh prestasi kerja

yang optimal

18. Saya merasa bosan dan jenuh terhadap pekerjaan ini

19. Promosi jabatan dapat meningkatkan produktivitas kerja

20. Pekerjaan yang saya lakukan bersifat kreatif dan inovatif

IV. Pelatihan MTBS yang Diikuti Petugas

21. Apakah saudara pernah mengikuti pelatihan mengenai MTBS?

a. Ya

b. Tidak

22. Apabila ada pelatihan, apakah Saudara sering diikutsertakan?

a. Ya, selalu

b. Tidak selalu

Page 162: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

145

V. Motivasi Kerja

No. Pernyataan Motivasi Kerja S TS Skor

23. Sebagai pelaksana program MTBS, saya mengerjakan tugas yang diberikan

pimpinan sesuai target pencapaian yang telah di tetapkan sebelumnya

24. Pada saat melaksanakan kegiatan MTBS, saya dan tim MTBS selalu

bekerjasama dengan baik

25. Tugas dan tanggung jawab mengenai pelaksanaan MTBS, telah disampaikan

kepada saya pada saat akan dimulainya penerapan MTBS di Puskesmas

26. Dalam perencanaan pencapaian MTBS, saya selalu dilibatkan dalam rapat

koordinasi dengan tim MTBS

27. Saya mendapatkan bimbingan dan arahan setiap saya mendapati masalah terkait

dengan pelaksanaan MTBS

28. Kerjasama team MTBS membuat saya dapat melaksanakan program MTBS

dengan baik

29. Melaksanakan pelayanan dengan MTBS di Puskesmas ini, bagi saya membuat

tantangan untuk maju

30. Hubungan kerja (terkait program MTBS) antara saya dan pimpinan terjalin

dengan baik dan tidak kaku

31. Di Puskesmas ini, kerjasama terjalin dengan baik diantara teman-teman

sehingga mendorong saya bekerja keras dalam penerapan MTBS

32. Jika mempunyai loyalitas yang tinggi, pekerjaan apapun pasti dapat terselesaikan

33. Kurang tanggap dalam bekerja karena saya merasa ribet dengan adanya progam

baru

34. Saya merasa senang dan semangat dalam melakukan pekerjaan ini

35. Saya tidak selalu menjalani tugas dengan SOP dalam bekerja

36. Atasan sering memberikan pengarahan dalam melaksanakan tugas

37. Penghargaan dapat memotivasi saya untuk bekerja

Page 163: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

146

VI. Kepemimpinan Kepala Puskesmas

No. Pernyataan Kepemimpinan Y T K Skor

38. Kepala Puskesmas memberikan perhatian terhadap hasil kerja saudara

(misalnya dengan menanyakan perkembangan, kesulitan, hambatan dalam

pengelolaan data)

39. Kepala Puskesmas mengingatkan untuk selalu menyajikan laporan tepat

waktu

40. Kepala Puskesmas bersikap ramah dan bijaksana

41. Kepala Puskesmas mau menerima usulan atau gagasan yang saya

sampaikan

42. Kepala Puskesmas memberi petunjuk tentang apa yang akan saudara

kerjakan

43. Kepala Puskesmas mengevaluasi pekerjaan saya, bila hasil pekerjaan saya

dianggap tidak memuaskan atau memuaskan

44. Kepala Puskesmas selalu mengikutsertakan saya bila ada suatu kegiatan

yang berhubungan dengan pekerjaan saya yang berkaitan dengan masalah

MTBS

45. Kepala Puskesmas tidak begitu menyimak dengan baik setiap keluhan yang

saya sampaikan

46. Kepala Puskesmas memberi semangat pada staf untuk berpartisipasi dalam

tim kerja

47. Kepala Puskesmas selalu memonitoring dan mengevaluasi tugas atau

pekerjaan saudara

VII. Ketersediaan Peralatan yang Digunakan dalam Pemeriksaan MTBS

48. Apakah alat pemeriksaan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan MTBS di

Puskesmas ini selalu tersedia untuk balita sakit yang datang?

a. Ya

b. Tidak

49. Apakah formulir tatalaksana MTBS selalu tersedia untuk setiap balita yang

ditangani dengan MTBS?

a. Ya

b. Tidak

Page 164: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

147

50. Apakah kartu nasihat ibu (KNI) selalu tersedia bagi ibu/ pengantar dari balita

sakit yang datang?

a. Ya

b. Tidak

51. Apakah obat-obatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan MTBS di Puskesmas

ini selalu tersedia untuk balita sakit yang datang?

a. Ya

b. Tidak

VIII. Alokasi Dana dari Dinas Kesehatan

52. Adakah alokasi dana khusus untuk pelaksanaan MTBS di Puskesmas tempat

saudara bekerja?

a. Ya, ada

b. Tidak ada

IX. Rapat Koordinasi

53. Apakah di Puskesmas Anda bekerja, terdapat agenda/ jadwal rapat kerja untuk

melaksanakan kegiatan MTBS?

a. Ada

b. Tidak ada

c. Tidak tahu

54. Apakah untuk melaksanakan kegiatan MTBS, terlebih dahulu dilakukan rapat

koordinasi internal antar program yang ada Puskesmas secara periodik?

a. Ya, Selalu

b. Kadang-kadang

c. Jarang

d. Tidak pernah

55. Apakah dalam melaksanakan kegiatan MTBS, terlebih dahulu dilakukan rapat

koordinasi eksternal antar sektor diluar Puskesmas?

a. Ya, Selalu

b. Kadang-kadang

c. Jarang

d. Tidak pernah

Page 165: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

148

X. Sistem Pencatatan/ Pelaporan Pelaksanaan MTBS

56. Apakah dalam setiap pelaksanaan kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit

selalu dilakukan pencatatan jumlah balita sakit yang berkunjung?

a. Ya, selalu

b. Tidak selalu

57. Apakah dalam setiap pelaksanaan kegiatan MTBS selalu dilakukan pencatatan

jumlah balita sakit yang dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan

pendekatan MTBS?

a. Ya, selalu

b. Tidak selalu

58. Apakah dalam setiap pelaksanaan kegiatan MTBS selalu dilakukan pencatatan

mengenai jumlah perlengkapan dan obat yang dibutuhkan?

a. Ya

b. Tidak

59. Apakah dalam setiap pelaksanaan kegiatan MTBS selalu dilakukan pelaporan

secara sistematik setiap bulan?

a. Ya, selalu

b. Tidak selalu

XI. Supervisi Dinkes terhadap Pelaksanaan MTBS

60. Di Puskesmas tempat Anda bekerja, apakah pernah dilakukan supervisi

menyangkut pembinaan program MTBS oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang?

a. Ya

b. Tidak

61. Di Puskesmas tempat Anda bekerja, apakah pernah dilakukan supervisi

menyangkut pengawasan (meliputi pemantauan dan koordinasi) program MTBS

oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang?

a. Ya

b. Tidak

62. Apakah supervisi tersebut dilaksanakan secara periodik (1 tahun 2X) ?

a. Ya

b. Tidak

Page 166: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

149

XII. Evaluasi (Penilaian) Pelaksanaan MTBS oleh Kepala Puskesmas

63. Apakah Kepala Puskesmas melakukan evaluasi pelaksanaan MTBS di

Puskesmas tempat saudara bekerja?

a. Ya

b. Jarang

c. Tidak pernah

64. Apakah evaluasi tersebut dilakukan secara periodik (1 bulan sekali) ?

a. Ya

b. Jarang

c. Tidak pernah

XIII. Pertanyaan Pendukung Penerapan MTBS

65. Apakah pelayanan MTBS dilaksanakan setiap hari?

a. Ya

b. Tidak

66. Apakah semua balita sakit yang datang dilayani dengan MTBS?

a. Ya

b. Tidak

67. Apabila formulir MTBS habis, apakah Anda tetap memberikan pelayanan

MTBS?

a. Ya

b. Tidak

Page 167: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

150

Daftar Tilik Observasi Pelaksanaan Pemeriksaan MTBS Di Puskesmas :

Apakah petugas menanyakan indikator tatalaksana MTBS terhadap pengantar balita,

yang meliputi :

No. Indikator Tatalaksana MTBS Y T Skor

1. Apakah anak bisa minum/ menyusu?

2. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?

3. Apakah anak menderita kejang?

4. Apakah anak tampak letargis/ tidak sadar?

5. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?

6. Apakah anak menderita diare?

7. Apakah anak demam?

8. Apakah anak mempunyai masalah telinga?

9. Apakah petugas memeriksa kondisi status gizi balita tersebut?

10. Apakah petugas memeriksa masalah anemia balita tersebut?

11. Apakah petugas memeriksa status imunisasi balita tersebut?

12. Apakah petugas memeriksa pemberian vitamin A?

13. Apakah petugas menilai masalah/ keluhan-keluhan lain?

14. Apakah petugas mengajari ibu/ pengantar balita mengenai cara pemberian obat oral di rumah?

15. Apakah petugas mengajari ibu/ pengantar balita mengenai cara mengobati infeksi lokal di rumah?

16. Apakah petugas menjelaskan kepada ibu/ pengantar balita tentang aturan-

aturan perawatan anak sakit di rumah (misal : aturan penanganan diare di

rumah) ?

17. Apakah petugas memberikan konseling bagi ibu (misal : anjuran pemberian

makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat) ?

Page 168: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

151

18. Apakah petugas menasihati ibu/ pengantar balita mengenai kapan harus kembali kepada petugas kesehatan?

Page 169: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

152

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

ALL VARIABELS Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excluded(a) 0 .0

Total 20 100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.967 67

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

P1 .75 .444 20

P2 .60 .503 20

P3 .85 .366 20

P4 .75 .444 20

P5 .75 .444 20

P6 .85 .366 20

P7 .85 .366 20

P8 .80 .410 20

P9 .70 .470 20

P10 .65 .489 20

P11 .80 .410 20

P12 .55 .510 20

P13 .70 .470 20

P14 .75 .444 20

P15 .85 .366 20

P16 .65 .489 20

P17 .75 .444 20

P18 .65 .489 20

P19 .70 .470 20

P20 .65 .489 20

P21 .75 .444 20

P22 .90 .308 20

P23 .75 .444 20

P24 .65 .489 20

Page 170: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

153

Lanjutan : P25 .60 .503 20

P26 .60 .503 20

P27 .75 .444 20

P28 .80 .410 20

P29 .85 .366 20

P30 .70 .470 20

P31 .60 .503 20

P32 .70 .470 20

P33 .65 .489 20

P34 .55 .510 20

P35 .75 .444 20

P36 .55 .510 20

P37 .55 .510 20

P38 1.45 .605 20

P39 1.10 .641 20

P40 1.60 .503 20

P41 1.60 .503 20

P42 1.55 .510 20

P43 1.75 .444 20

P44 1.00 .725 20

P45 1.00 .918 20

P46 1.75 .444 20

P47 1.85 .366 20

P48 .35 .489 20

P49 .85 .366 20

P50 .75 .444 20

P51 .60 .503 20

P52 .75 .444 20

P53 1.60 .503 20

P54 1.75 .444 20

P55 1.35 .813 20

P56 .85 .366 20

P57 .80 .410 20

P58 .60 .503 20

P59 .85 .366 20

P60 .70 .470 20

P61 .80 .410 20

P62 .55 .510 20

P63 1.70 .470 20

P64 1.45 .510 20

P65 .85 .366 20

P66 .65 .489 20

P67 .70 .470 20

Page 171: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

154

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

P1 58.70 319.589 .600 .966

P2 58.85 315.924 .735 .966

P3 58.60 322.358 .519 .967

P4 58.70 318.642 .660 .966

P5 58.70 320.747 .526 .967

P6 58.60 322.253 .527 .967

P7 58.60 322.253 .527 .967

P8 58.65 320.555 .585 .966

P9 58.75 319.355 .579 .966

P10 58.80 319.221 .563 .966

P11 58.65 320.766 .570 .966

P12 58.90 317.779 .620 .966

P13 58.75 321.355 .459 .967

P14 58.70 318.747 .654 .966

P15 58.60 321.726 .567 .966

P16 58.80 319.221 .563 .966

P17 58.70 318.221 .687 .966

P18 58.80 313.011 .928 .965

P19 58.75 317.461 .694 .966

P20 58.80 315.747 .766 .966

P21 58.70 319.379 .613 .966

P22 58.55 323.524 .514 .967

P23 58.70 320.747 .526 .967

P24 58.80 319.116 .570 .966

P25 58.85 320.871 .455 .967

P26 58.85 320.450 .478 .967

P27 58.70 320.432 .546 .966

P28 58.65 320.555 .585 .966

P29 58.60 322.253 .527 .967

P30 58.75 318.934 .605 .966

P31 58.85 320.450 .478 .967

P32 58.75 319.987 .541 .966

P33 58.80 319.642 .539 .966

P34 58.90 319.147 .543 .966

P35 58.70 319.168 .627 .966

P36 58.90 315.674 .738 .966

P37 58.90 313.884 .839 .966

P38 58.00 319.053 .458 .967

P39 58.35 318.345 .462 .967

P40 57.85 319.503 .532 .967

P41 57.85 320.345 .484 .967

Page 172: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

155

P42 57.90 320.726 .455 .967

Lanjutan : P43 57.70 320.853 .519 .967

P44 58.45 317.208 .448 .967

P45 58.45 312.261 .500 .967

P46 57.70 320.853 .519 .967

P47 57.60 322.674 .494 .967

P48 59.10 321.042 .458 .967

P49 58.60 322.147 .535 .967

P50 58.70 319.589 .600 .966

P51 58.85 319.397 .538 .967

P52 58.70 321.695 .466 .967

P53 57.85 320.239 .490 .967

P54 57.70 321.379 .486 .967

P55 58.10 314.726 .483 .967

P56 58.60 321.726 .567 .966

P57 58.65 321.608 .512 .967

P58 58.85 320.555 .473 .967

P59 58.60 322.568 .502 .967

P60 58.75 319.461 .573 .966

P61 58.65 321.924 .490 .967

P62 58.90 319.463 .526 .967

P63 57.75 320.092 .535 .967

P64 58.00 320.000 .496 .967

P65 58.60 322.253 .527 .967

P66 58.80 321.116 .454 .967

P67 58.75 319.039 .599 .966

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

59.45 329.313 18.147 67

Page 173: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

156

DATA MENTAH HASIL PENELITIAN

I. VARIABEL PENGETAHUAN PETUGAS

Kode

Resp.

No. Item Pertanyaan Total

Persentase

( % ) Kategori

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10

R 01 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 7 70 Cukup

R 02 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7 80 Cukup

R 03 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 7 70 Cukup

R 04 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 80 Cukup

R 05 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 7 70 Cukup

R 06 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 80 Cukup

R 07 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 80 Cukup

R 08 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Baik

R 09 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Baik

R10 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 7 70 Cukup

R 11 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9 90 Baik

R 12 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Baik

R 13 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 7 70 Cukup

R 14 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 7 70 Cukup

R 15 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 7 70 Cukup

R 16 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6 60 Cukup

R 17 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 80 Cukup

R 18 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 8 80 Cukup

R 19 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 7 70 Cukup

R 20 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 5 50 Kurang

R 21 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 5 50 Kurang

R 22 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Baik

R 23 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Baik

R 24 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9 90 Baik

R 25 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 7 70 Cukup

R 26 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 8 80 Cukup

R 27 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Baik

R 28 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Baik

R 29 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 6 60 Cukup

R 30 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 7 70 Cukup

R 31 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 8 80 Cukup

R 32 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 7 70 Cukup

R 33 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 8 80 Cukup

R 34 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 80 Cukup

R 35 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Baik

R 36 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 Baik

R 37 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 8 80 Cukup

Page 174: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

157

II. VARIABEL SIKAP PETUGAS

Kode

Resp.

No. Item Pertanyaan Total Kategori

P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22

R 01 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 6 Cukup

R 02 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 5 Cukup

R 03 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 5 Cukup

R 04 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7 Baik

R 05 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 6 Baik

R 06 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 6 Cukup

R 07 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 08 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 8 Baik

R 09 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R10 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 11 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 5 Cukup

R 12 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 13 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 14 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 Baik

R 15 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 5 Cukup

R 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 Baik

R 17 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 5 Cukup

R 18 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 19 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 Baik

R 20 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 5 Cukup

R 21 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 5 Cukup

R 22 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8 Baik

R 23 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 24 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 9 Cukup

R 25 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 9 Cukup

R 26 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 7 Baik

R 27 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 Baik

R 28 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 29 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 30 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 31 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 Baik

R 32 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 5 Cukup

R 33 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 6 Cukup

R 34 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 35 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 Baik

R 36 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 Baik

R 37 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8 Baik

Page 175: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

158

III. VARIABEL MOTIVASI KERJA PETUGAS

Kode

Resp.

No. Item Pertanyaan

Total Kategori P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P37 P38 P39

R 01 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 13 Tinggi

R 02 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 03 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 Tinggi

R 04 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 13 Tinggi

R 05 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14 Tinggi

R 06 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 10 Sedang

R 07 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 13 Tinggi

R 08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 14 Tinggi

R 09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14 Tinggi

R 11 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 Tinggi

R 12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14 Tinggi

R 14 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Tinggi

R 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 14 Tinggi

R 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 13 Tinggi

R 18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 13 Tinggi

R 19 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13 Tinggi

R 20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 21 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 13 Tinggi

R 22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 14 Tinggi

R 25 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi

R 26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14 Tinggi

R 27 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 10 Sedang

R 28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 14 Tinggi

R 30 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Tinggi

R 31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 14 Tinggi

R 32 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 14 Tinggi

R 33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14 Tinggi

R 34 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 Tinggi

R 37 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 13 Tinggi

Page 176: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

159

IV. VARIABEL PELATIHAN MTBS YANG DIIKUTI PETUGAS

Kode Resp.

No. Item Pertanyaan

Total Kategori P23 P24

R 01 1 1 2 Pernah

R 02 1 0 1 Tidak Pernah

R 03 1 0 1 Tidak Pernah

R 04 1 1 2 Pernah

R 05 1 0 2 Tidak Pernah

R 06 0 0 0 Tidak Pernah

R 07 1 0 1 Tidak Pernah

R 08 1 1 2 Pernah

R 09 1 0 1 Tidak Pernah

R10 0 0 0 Tidak Pernah

R 11 1 0 1 Tidak Pernah

R 12 1 1 2 Pernah

R 13 1 0 1 Tidak Pernah

R 14 1 0 1 Tidak Pernah

R 15 1 1 2 Pernah

R 16 1 1 2 Pernah

R 17 1 1 2 Pernah

R 18 1 1 2 Pernah

R 19 1 0 1 Tidak Pernah

R 20 1 1 2 Pernah

R 21 0 0 0 Tidak Pernah

R 22 1 0 1 Tidak Pernah

R 23 0 0 0 Tidak Pernah

R 24 1 0 1 Tidak Pernah

R 25 1 0 1 Tidak Pernah

R 26 1 1 2 Pernah

R 27 1 0 1 Tidak Pernah

R 28 1 1 2 Pernah

R 29 1 1 2 Pernah

R 30 1 1 2 Pernah

R 31 1 0 1 Tidak Pernah

R 32 1 0 1 Tidak Pernah

R 33 1 0 1 Tidak Pernah

R 34 1 0 1 Tidak Pernah

R 35 1 1 2 Pernah

R 36 1 1 2 Pernah

R 37 1 0 1 Tidak Pernah

Page 177: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

160

V. VARIABEL KEPEMIMPINAN KEPALA PUSKESMAS

Kode

Resp.

No. Item Pertanyaan Total Kategori

P40 P41 P42 P43 P44 P45 P46 P47 P48 P49

R 01 1 1 1 2 2 2 1 0 2 1 13 Cukup

R 02 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 13 Cukup

R 03 1 2 2 2 2 1 1 0 1 1 13 Cukup

R 04 2 2 2 2 1 1 2 0 2 1 15 Baik

R 05 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 06 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 13 Cukup

R 07 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 13 Cukup

R 08 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 19 Baik

R 09 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R10 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 Baik

R 11 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 12 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 14 Baik

R 13 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 15 Baik

R 14 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 15 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 16 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 17 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 13 Cukup

R 18 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 19 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 20 2 2 2 1 2 2 2 0 2 2 17 Baik

R 21 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 22 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 18 Baik

R 23 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 24 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 25 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 15 Baik

R 26 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 27 0 2 1 1 1 0 1 1 1 1 9 Cukup

R 28 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 29 1 1 1 1 1 1 1 0 1 2 10 Cukup

R 30 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 31 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 32 2 2 2 1 1 2 2 0 2 2 16 Baik

R 33 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 15 Baik

R 34 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 19 Baik

R 35 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 36 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

R 37 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20 Baik

Page 178: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

161

VI. VARIABEL KETERSEDIAAN PERALATAN MTBS

Kode Resp. No. Item Pertanyaan

Total Kategori P50 P51 P52 P53

R 01 1 0 1 1 3 Tidak Lengkap

R 02 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 03 1 1 1 1 4 Lengkap

R 04 1 1 1 1 4 Lengkap

R 05 1 1 1 1 4 Lengkap

R 06 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 07 1 0 0 1 2 Tidak Lengkap

R 08 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 09 1 1 1 1 4 Lengkap

R10 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 11 1 1 1 1 4 Lengkap

R 12 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 13 1 0 1 1 3 Tidak Lengkap

R 14 1 1 1 1 4 Lengkap

R 15 1 1 1 1 4 Lengkap

R 16 1 1 1 1 4 Lengkap

R 17 1 1 1 1 4 Lengkap

R 18 1 1 1 1 4 Lengkap

R 19 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 20 1 1 1 1 4 Lengkap

R 21 1 1 1 1 4 Lengkap

R 22 0 0 0 1 1 Tidak Lengkap

R 23 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 24 1 1 1 1 4 Lengkap

R 25 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 26 1 1 1 1 4 Lengkap

R 27 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 28 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 29 1 1 1 1 4 Lengkap

R 30 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 31 1 1 1 1 4 Lengkap

R 32 1 1 1 1 4 Lengkap

R 33 1 1 1 1 4 Lengkap

R 34 1 0 0 1 2 Tidak Lengkap

R 35 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 36 1 1 0 1 3 Tidak Lengkap

R 37 1 1 1 1 4 Lengkap

Page 179: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

162

VII. VARIABEL ALOKASI DANA

Kode Resp. No. Item Pertanyaan

Total Kategori

P54

R 01 0 0 Tidak Ada

R 02 0 0 Tidak Ada

R 03 0 0 Tidak Ada

R 04 1 1 Ada

R 05 1 1 Ada

R 06 0 0 Tidak Ada

R 07 0 0 Tidak Ada

R 08 0 0 Tidak Ada

R 09 0 0 Tidak Ada

R10 0 0 Tidak Ada

R 11 0 0 Tidak Ada

R 12 0 0 Tidak Ada

R 13 0 0 Tidak Ada

R 14 0 0 Tidak Ada

R 15 1 1 Ada

R 16 0 0 Tidak Ada

R 17 0 0 Tidak Ada

R 18 1 1 Ada

R 19 0 0 Tidak Ada

R 20 1 1 Ada

R 21 0 0 Tidak Ada

R 22 0 0 Tidak Ada

R 23 0 0 Tidak Ada

R 24 0 0 Tidak Ada

R 25 0 0 Tidak Ada

R 26 1 1 Ada

R 27 0 0 Tidak Ada

R 28 0 0 Tidak Ada

R 29 0 0 Tidak Ada

R 30 0 0 Tidak Ada

R 31 0 0 Tidak ada

R 32 1 1 Ada

R 33 0 0 Tidak Ada

R 34 0 0 Tidak Ada

R 35 0 0 Tidak Ada

R 36 0 0 Tidak Ada

R 37 0 0 Tidak Ada

Page 180: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

163

VIII. VARIABEL RAPAT KOORDINASI

Kode Resp.

No. Item Pertanyaan

Total Kategori P55 P56 P57

R 01 1 1 1 3 Tidak Ada

R 02 1 0 0 1 Tidak Ada

R 03 1 1 1 3 Tidak Ada

R 04 1 3 1 5 Ada

R 05 1 3 0 4 Ada

R 06 1 1 0 2 Tidak Ada

R 07 2 1 0 3 Tidak Ada

R 08 1 0 0 1 Tidak Ada

R 09 2 3 0 5 Ada

R10 1 2 1 4 Ada

R 11 2 1 0 3 Tidak Ada

R 12 1 1 0 2 Tidak Ada

R 13 1 1 0 2 Tidak Ada

R 14 1 0 0 1 Tidak Ada

R 15 1 3 0 4 Ada

R 16 1 1 1 3 Tidak Ada

R 17 1 1 0 2 Tidak Ada

R 18 2 1 0 3 Tidak Ada

R 19 1 2 0 3 Tidak Ada

R 20 1 1 0 2 Tidak Ada

R 21 1 3 0 4 Ada

R 22 1 1 1 3 Tidak Ada

R 23 1 3 1 5 Ada

R 24 2 3 3 8 Ada

R 25 1 1 1 3 Tidak Ada

R 26 2 3 1 6 Ada

R 27 1 0 0 1 Tidak Ada

R 28 1 3 0 4 Ada

R 29 2 1 1 4 Ada

R 30 1 0 1 2 Tidak Ada

R 31 2 1 1 4 Ada

R 32 1 1 0 2 Tidak Ada

R 33 1 3 0 4 Ada

R 34 1 1 0 2 Tidak Ada

R 35 1 1 1 3 Tidak Ada

R 36 1 1 3 5 Ada

R 37 2 1 1 4 Ada

Page 181: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

164

IX. VARIABEL SISTEM PENCATATAN/ PELAPORAN MTBS

Kode Resp.

No. Item Pertanyaan

Total Kategori

P58 P59 P60 P61

R 01 0 1 0 1 2 Cukup

R 02 0 1 0 1 2 Cukup

R 03 1 1 1 0 3 Baik

R 04 0 1 0 1 2 Cukup

R 05 0 1 0 1 2 Cukup

R 06 1 1 0 1 3 Baik

R 07 1 1 0 1 3 Baik

R 08 1 1 0 1 3 Baik

R 09 0 1 0 1 2 Cukup

R10 0 1 0 1 2 Cukup

R 11 1 1 1 0 3 Baik

R 12 0 1 0 1 2 Cukup

R 13 0 1 0 1 2 Cukup

R 14 1 1 1 1 4 Baik

R 15 0 1 0 1 2 Cukup

R 16 1 1 0 1 3 Baik

R 17 0 1 0 1 2 Cukup

R 18 0 1 0 1 2 Cukup

R 19 1 1 1 1 4 Baik

R 20 0 1 0 1 2 Cukup

R 21 0 1 1 0 2 Cukup

R 22 0 1 0 1 2 Cukup

R 23 1 1 0 1 3 Baik

R 24 0 1 0 1 2 Cukup

R 25 0 1 0 1 2 Cukup

R 26 0 1 0 1 2 Cukup

R 27 1 1 0 1 3 Baik

R 28 1 1 1 1 4 Baik

R 29 0 1 0 1 2 Cukup

R 30 1 1 1 1 4 Baik

R 31 1 1 0 1 3 Baik

R 32 1 1 0 1 3 Baik

R 33 0 1 0 1 2 Cukup

R 34 1 1 0 1 3 Baik

R 35 1 1 1 1 4 Baik

R 36 1 1 0 1 3 Baik

R 37 1 1 0 1 3 Baik

Page 182: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

165

X. VARIABEL PELAKSANAAN SUPERVISI MTBS OLEH DINKES

Kode Resp.

No. Item Pertanyaan

Total Kategori

P62 P63 P64

R 01 1 0 1 2 Rendah

R 02 1 0 1 2 Rendah

R 03 1 1 1 3 Tinggi

R 04 1 1 1 3 Tinggi

R 05 1 0 1 2 Rendah

R 06 0 1 1 2 Rendah

R 07 1 1 1 3 Tinggi

R 08 1 1 1 3 Tinggi

R 09 0 1 1 2 Rendah

R10 1 1 1 3 Tinggi

R 11 0 1 1 2 Tinggi

R 12 1 1 1 3 Tinggi

R 13 1 0 1 2 Rendah

R 14 1 1 1 3 Tinggi

R 15 1 0 1 2 Rendah

R 16 1 1 1 3 Tinggi

R 17 1 1 1 3 Tinggi

R 18 1 1 1 3 Tinggi

R 19 1 1 1 3 Tinggi

R 20 1 0 1 2 Rendah

R 21 1 0 1 2 Rendah

R 22 0 1 1 2 Rendah

R 23 1 1 1 3 Tinggi

R 24 1 0 1 2 Rendah

R 25 1 1 1 3 Tinggi

R 26 0 1 1 2 Rendah

R 27 1 1 1 3 Tinggi

R 28 1 1 1 3 Tinggi

R 29 1 1 1 3 Tinggi

R 30 1 0 1 2 Rendah

R 31 1 1 1 3 Tinggi

R 32 1 1 1 3 Tinggi

R 33 1 1 1 3 Tinggi

R 34 1 1 1 3 Tinggi

R 35 1 1 1 3 Tinggi

R 36 1 1 1 3 Tinggi

R 37 1 1 1 3 Tinggi

Page 183: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

166

XI. VARIABEL PELAKSANAAN EVALUASI MTBS OLEH KA-PUS

Kode Resp.

No. Item Pertanyaan

Total Kategori P65 P66

R 01 1 1 2 Rendah

R 02 1 1 2 Rendah

R 03 1 1 2 Rendah

R 04 2 1 3 Tinggi

R 05 2 2 4 Tinggi

R 06 1 1 2 Rendah

R 07 1 1 2 Rendah

R 08 1 1 2 Rendah

R 09 2 2 4 Tinggi

R10 2 2 4 Tinggi

R 11 1 2 3 Tinggi

R 12 2 2 4 Tinggi

R 13 2 1 3 Tinggi

R 14 1 1 2 Rendah

R 15 2 2 4 Tinggi

R 16 1 2 3 Tinggi

R 17 1 1 2 Rendah

R 18 2 2 4 Tinggi

R 19 2 2 4 Tinggi

R 20 2 2 4 Tinggi

R 21 2 2 4 Tinggi

R 22 2 1 3 Tinggi

R 23 2 2 4 Tinggi

R 24 2 2 4 Tinggi

R 25 1 1 2 Rendah

R 26 2 2 4 Tinggi

R 27 1 1 2 Rendah

R 28 2 2 4 Tinggi

R 29 2 2 4 Tinggi

R 30 1 2 3 Tinggi

R 31 2 2 4 Tinggi

R 32 1 2 3 Tinggi

R 33 2 2 4 Tinggi

R 34 1 1 2 Rendah

R 35 1 2 3 Tinggi

R 36 1 1 2 Rendah

R 37 1 2 3 Tinggi

Page 184: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

167

XII. VARIABEL IMPLEMENTASI MTBS

Kode Resp.

No. Item Pertanyaan

Total Kategori

P67 P68 P69

R 01 1 0 1 2 Rendah

R 02 1 0 1 2 Rendah

R 03 1 0 1 2 Rendah

R 04 1 1 1 3 Tinggi

R 05 1 1 1 3 Tinggi

R 06 1 0 1 2 Rendah

R 07 1 0 1 2 Rendah

R 08 1 0 1 2 Rendah

R 09 1 1 1 3 Tinggi

R10 1 1 1 3 Tinggi

R 11 1 0 1 2 Rendah

R 12 1 1 1 3 Tinggi

R 13 1 1 1 3 Tinggi

R 14 1 0 1 2 Rendah

R 15 1 1 1 3 Tinggi

R 16 1 0 1 2 Rendah

R 17 1 0 1 2 Rendah

R 18 1 0 1 2 Rendah

R 19 1 0 1 2 Rendah

R 20 1 1 1 3 Tinggi

R 21 1 0 1 2 Rendah

R 22 1 1 1 3 Tinggi

R 23 1 0 1 2 Rendah

R 24 1 1 1 3 Tinggi

R 25 0 0 1 1 Rendah

R 26 1 1 1 3 Tinggi

R 27 1 0 1 2 Rendah

R 28 1 1 1 3 Tinggi

R 29 1 1 1 3 Tinggi

R 30 1 1 1 3 Tinggi

R 31 1 0 1 2 Rendah

R 32 0 1 1 2 Rendah

R 33 1 0 1 2 Rendah

R 34 1 1 1 3 Tinggi

R 35 1 1 1 3 Tinggi

R 36 1 1 1 3 Tinggi

R 37 1 0 1 2 Rendah

Page 185: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

168

HASIL ANALISIS UNIVARIAT

Frequencies

Statistics

Statistics (Lanjutan)

Frequency Table

Pengetahuan Petugas

(Sebelum Gabung)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid kurang 2 5.4 5.4 5.4

cukup 24 64.9 64.9 70.3

baik 11 29.7 29.7 100.0

Total 37 100.0 100.0

Pengetahuan Petugas (Setelah Gabung)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid kurang+cukup 26 70.3 70.3 70.3

baik 11 29.7 29.7 100.0

Total 37 100.0 100.0

Pengetahuan Petugas

Sikap Petugas

Motivasi Kerja

Pelatihan MTBS

Kepemimpinan Kepala

Puskesmas

Ketersediaan Peralatan

MTBS

N Valid 37 37 37 37 37 37

Missing 0 0 0 0 0 0

Alokasi Dana

Rapat Koordinasi

Tingkat Puskesmas

Sistem Pencatatan/ Pelaporan

Pelaksanaan Supervisi

MTBS oleh Dinkes

Pelaksanaan Evaluasi

MTBS oleh Kepala

Puskesmas

Implementasi MTBS

N Valid 37 37 37 37 37 37

Missing 0 0 0 0 0 0

Lampiran

Page 186: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

169

Sikap Petugas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid cukup 13 35.1 35.1 35.1

baik 24 64.9 64.9 100.0

Total 37 100.0 100.0

Motivasi Kerja

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sedang 2 5.4 5.4 5.4

tinggi 35 94.6 94.6 100.0

Total 37 100.0 100.0

Pelatihan MTBS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak pernah 22 59.5 59.5 59.5

pernah 15 40.5 40.5 100.0

Total 37 100.0 100.0

Kepemimpinan Kepala Puskesmas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid cukup 8 21.6 21.6 21.6

baik 29 78.4 78.4 100.0

Total 37 100.0 100.0

Ketersediaan Peralatan MTBS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak lengkap 18 48.6 48.6 48.6

lengkap 19 51.4 51.4 100.0

Total 37 100.0 100.0

Alokasi Dana

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak ada 30 81.1 81.1 81.1

ada 7 18.9 18.9 100.0

Total 37 100.0 100.0

Page 187: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

170

Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak ada 22 59.5 59.5 59.5

ada 15 40.5 40.5 100.0

Total 37 100.0 100.0

Sistem Pencatatan/ Pelaporan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid cukup 19 51.4 51.4 51.4

baik 18 48.6 48.6 100.0

Total 37 100.0 100.0

Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinkes

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid rendah 13 35.1 35.1 35.1

tinggi 24 64.9 64.9 100.0

Total 37 100.0 100.0

Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid rendah 12 32.4 32.4 32.4

tinggi 25 67.6 67.6 100.0

Total 37 100.0 100.0

Implementasi MTBS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid rendah 20 54.1 54.1 54.1

tinggi 17 45.9 45.9 100.0

Total 37 100.0 100.0

Page 188: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

171

HASIL ANALISIS BIVARIAT

1. CR0SSTAB VARIABEL PENGETAHUAN PETUGAS TENTANG MTBS DENGAN

IMPLEMENTASI MTBS

Sebelum Penggabungan Sel

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan Petugas * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Pengetahuan Petugas * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Total

rendah tinggi

Pengetahuan Petugas

kurang Count 1 1 2

Expected Count 1.1 .9 2.0 % within Pengetahuan

Petugas 50.0% 50.0% 100.0%

cukup Count 15 9 24

Expected Count 13.0 11.0 24.0 % within Pengetahuan

Petugas 62.5% 37.5% 100.0%

baik Count 4 7 11

Expected Count 5.9 5.1 11.0 % within Pengetahuan

Petugas 36.4% 63.6% 100.0%

Total Count 20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0 % within Pengetahuan

Petugas 54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.089(a) 2 .352 Likelihood Ratio 2.101 2 .350 Linear-by-Linear Association 1.260 1 .262 N of Valid Cases 37

a 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .92.

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .238 .352

Cramer's V .238 .352

Contingency Coefficient .231 .352

Interval by Interval Pearson's R .187 .165 1.127 .267(c)

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .200 .164 1.209 .235(c)

N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Page 189: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

172

c Based on normal approximation.

CR0SSTAB PENGETAHUAN PETUGAS TENTANG MTBS DENGAN IMPLEMENTASI

MTBS

Setelah Penggabungan Sel

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan Petugas * Implementasi MTBS 37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Pengetahuan Petugas * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Total

rendah tinggi

Pengetahuan Petugas

kurang+cukup Count 16 10 26

Expected Count 14.1 11.9 26.0

% within Pengetahuan Petugas 61.5% 38.5% 100.0%

baik Count 4 7 11

Expected Count 5.9 5.1 11.0

% within Pengetahuan Petugas 36.4% 63.6% 100.0%

Total Count 20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Pengetahuan Petugas 54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.973(b) 1 .160 Continuity Correction(a) 1.089 1 .297 Likelihood Ratio 1.982 1 .159 Fisher's Exact Test .279 .148 Linear-by-Linear Association

1.919 1 .166

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.05.

Page 190: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

173

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .231 .160

Cramer's V .231 .160 Contingency Coefficient .225 .160

Interval by Interval Pearson's R .231 .160 1.404 .169(c) Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .231 .160 1.404 .169(c)

N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

2. CR0SSTAB SIKAP PETUGAS DENGAN IMPLEMENTASI MTBS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Sikap Petugas * Implementasi MTBS 37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Sikap Petugas * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS

Total

rendah tinggi

Sikap Petugas cukup Count 10 3 13

Expected Count 7.0 6.0 13.0

% within Sikap Petugas 76.9% 23.1% 100.0%

baik Count 10 14 24

Expected Count 13.0 11.0 24.0

% within Sikap Petugas 41.7% 58.3% 100.0%

Total Count 20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Sikap Petugas 54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.220(b) 1 .040

Continuity Correction(a) 2.920 1 .087

Likelihood Ratio 4.403 1 .036

Fisher's Exact Test .082 .042

Linear-by-Linear Association 4.106 1 .043

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.97.

Page 191: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

174

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .338 .040

Cramer's V .338 .040

Contingency Coefficient .320 .040

Interval by Interval Pearson's R .338 .148 2.123 .041(c)

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .338 .148 2.123 .041(c)

N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

3. CR0SSTAB MOTIVASI KERJA PETUGAS DENGAN IMPLEMENTASI MTBS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Motivasi Kerja * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0

%

Motivasi Kerja * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Total

rendah tinggi

Motivasi Kerja sedang Count 2 0 2

Expected Count 1.1 .9 2.0

% within Motivasi Kerja 100.0% .0% 100.0%

tinggi Count 18 17 35

Expected Count 18.9 16.1 35.0

% within Motivasi Kerja 51.4% 48.6% 100.0%

Total Count

20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Motivasi Kerja 54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.797(b) 1 .180 Continuity Correction(a) .373 1 .541 Likelihood Ratio 2.558 1 .110 Fisher's Exact Test .489 .285 Linear-by-Linear Association

1.749 1 .186

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .92.

Page 192: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

175

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .220 .180 Cramer's V .220 .180 Contingency Coefficient .215 .180 Interval by Interval Pearson's R .220 .080 1.337 .190(c) Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .220 .080 1.337 .190(c) N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

4. CR0SSTAB PELATIHAN MTBS YANG IIKUTI PETUGAS DENGAN

IMPLEMENTASI MTBS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pelatihan MTBS * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Pelatihan MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Total

rendah tinggi

Pelatihan MTBS tidak pernah Count 15 7 22

Expected Count 11.9 10.1 22.0

% within Pelatihan MTBS

68.2% 31.8% 100.0%

pernah Count 5 10 15

Expected Count 8.1 6.9 15.0

% within Pelatihan MTBS

33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Pelatihan MTBS

54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.361(b) 1 .037

Continuity Correction(a) 3.071 1 .080

Likelihood Ratio 4.432 1 .035

Fisher's Exact Test .050 .039

Linear-by-Linear Association

4.243 1 .039

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.89.

Page 193: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

176

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .343 .037 Cramer's V .343 .037 Contingency Coefficient .325 .037 Interval by Interval Pearson's R .343 .155 2.163 .037(c) Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .343 .155 2.163 .037(c) N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

5. CR0SSTAB KEPEMIMPINAN KEPALA PUSKESMAS DENGAN IMPLEMENTASI

MTBS

Case Processing Summary

Cases Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kepemimpinan Kepala Puskesmas * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Kepemimpinan Kepala Puskesmas * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS

Total rendah tinggi

Kepemimpinan Kepala Puskesmas

cukup Count 7 1 8

Expected Count 4.3 3.7 8.0

% within Kepemimpinan Kepala Puskesmas

87.5% 12.5% 100.0%

baik Count 13 16 29

Expected Count 15.7 13.3 29.0

% within Kepemimpinan Kepala Puskesmas 44.8% 55.2% 100.0%

Total Count 20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Kepemimpinan Kepala Puskesmas

54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.597(b) 1 .032 Continuity Correction(a) 3.040 1 .081 Likelihood Ratio 5.129 1 .024 Fisher's Exact Test .048 .037 Linear-by-Linear Association

4.473 1 .034

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.68.

Page 194: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

177

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .352 .032 Cramer's V .352 .032 Contingency Coefficient .332 .032 Interval by Interval Pearson's R .352 .129 2.228 .032(c) Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .352 .129 2.228 .032(c) N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

6. CR0SSTAB KETERSEDIAAN PERALATAN DENGAN IMPLEMENTASI MTBS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Ketersediaan Peralatan MTBS * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Ketersediaan Peralatan MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS

Total rendah tinggi

Ketersediaan Peralatan MTBS

tidak lengkap Count 9 9 18

Expected Count 9.7 8.3 18.0

% within Ketersediaan Peralatan MTBS 50.0% 50.0% 100.0%

lengkap Count 11 8 19

Expected Count 10.3 8.7 19.0

% within Ketersediaan Peralatan MTBS 57.9% 42.1% 100.0%

Total Count 20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Ketersediaan Peralatan MTBS

54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .232(b) 1 .630 Continuity Correction(a) .023 1 .879 Likelihood Ratio .232 1 .630 Fisher's Exact Test .746 .440 Linear-by-Linear Association

.226 1 .635

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.27.

Page 195: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

178

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi -.079 .630 Cramer's V .079 .630 Contingency Coefficient .079 .630 Interval by Interval Pearson's R -.079 .164 -.470 .641(c) Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.079 .164 -.470 .641(c) N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

7. CR0SSTAB ALOKASI DANA DENGAN IMPLEMENTASI MTBS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Alokasi Dana * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Alokasi Dana * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Total

rendah tinggi

Alokasi Dana tidak ada Count 18 12 30

Expected Count 16.2 13.8 30.0

% within Alokasi Dana 60.0% 40.0% 100.0%

ada Count 2 5 7

Expected Count 3.8 3.2 7.0

% within Alokasi Dana 28.6% 71.4% 100.0%

Total Count 20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Alokasi Dana 54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.257(b) 1 .133 Continuity Correction(a) 1.169 1 .280 Likelihood Ratio 2.293 1 .130 Fisher's Exact Test .212 .140 Linear-by-Linear Association

2.196 1 .138

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.22.

Page 196: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

179

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .247 .133

Cramer's V .247 .133

Contingency Coefficient .240 .133

Interval by Interval Pearson's R .247 .155 1.508 .141(c)

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .247 .155 1.508 .141(c)

N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

8. CR0SSTAB RAPAT KOORDINASI TINGKAT PUSKESMAS DENGAN

IMPLEMENTASI MTBS

Case Processing Summary

Cases Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Total

rendah tinggi

Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas

tidak ada Count 15 7 22

Expected Count 11.9 10.1 22.0

% within Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas

68.2% 31.8% 100.0%

ada Count 5 10 15

Expected Count 8.1 6.9 15.0

% within Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas 54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.361(b) 1 .037 Continuity Correction(a) 3.071 1 .080 Likelihood Ratio 4.432 1 .035 Fisher's Exact Test .050 .039 Linear-by-Linear Association

4.243 1 .039

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.89.

Page 197: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

180

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .343 .037 Cramer's V .343 .037 Contingency Coefficient .325 .037 Interval by Interval Pearson's R .343 .155 2.163 .037(c) Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .343 .155 2.163 .037(c) N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

9. CR0SSTAB SISTEM PENCATATAN/ PELAPORAN PELAKSANAAN MTBS

DENGAN IMPLEMENTASI MTBS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent

Sistem Pencatatan/ Pelaporan * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Sistem Pencatatan/ Pelaporan * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Total

rendah tinggi

Sistem Pencatatan/ Pelaporan

cukup Count 7 12 19

Expected Count 10.3 8.7 19.0

% within Sistem Pencatatan/ Pelaporan 36.8% 63.2% 100.0%

baik Count 13 5 18

Expected Count 9.7 8.3 18.0

% within Sistem Pencatatan/ Pelaporan 72.2% 27.8% 100.0%

Total Count 20 17 37

Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Sistem Pencatatan/ Pelaporan 54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.659(b) 1 .031 Continuity Correction(a) 3.343 1 .067 Likelihood Ratio 4.771 1 .029 Fisher's Exact Test .049 .033 Linear-by-Linear Association

4.533 1 .033

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.27.

Page 198: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

181

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi -.355 .031 Cramer's V .355 .031 Contingency Coefficient .334 .031 Interval by Interval Pearson's R -.355 .153 -2.245 .031(c) Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.355 .153 -2.245 .031(c) N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

10. CR0SSTAB PELAKSANAAN SUPERVISI MTBS OLEH DINKES DENGAN

IMPLEMENTASI MTBS

Case Processing Summary

Cases Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinkes * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinkes * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Total

rendah tinggi

Pelaksanaan Supervisi MTBS oleh Dinkes

rendah Count 4 9 13

Expected Count 7.0 6.0 13.0 % within Pelaksanaan

Supervisi MTBS oleh Dinkes

30.8% 69.2% 100.0%

tinggi Count 16 8 24 Expected Count 13.0 11.0 24.0 % within Pelaksanaan

Supervisi MTBS oleh Dinkes

66.7% 33.3% 100.0%

Total Count 20 17 37 Expected Count 20.0 17.0 37.0 % within Pelaksanaan

Supervisi MTBS oleh Dinkes

54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.375(b) 1 .036 Continuity Correction(a) 3.049 1 .081 Likelihood Ratio 4.448 1 .035 Fisher's Exact Test .047 .040 Linear-by-Linear Association

4.257 1 .039

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.97.

Page 199: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

182

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std. Error(a)

Approx. T(b)

Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi -.344 .036 Cramer's V .344 .036 Contingency Coefficient .325 .036 Interval by Interval Pearson's R -.344 .154 -2.167 .037(c) Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.344 .154 -2.167 .037(c) N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

11. CR0SSTAB PELAKSANAAN EVALUASI MTBS OLEH KEPALA PUSKESMAS

DENGAN IMPLEMENTASI MTBS

Case Processing Summary

Cases Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas * Implementasi MTBS

37 100.0% 0 .0% 37 100.0%

Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Total

rendah tinggi

Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas

rendah Count 10 2 12

Expected Count 6.5 5.5 12.0 % within Pelaksanaan Evaluasi

MTBS oleh Kepala Puskesmas 83.3% 16.7% 100.0%

tinggi Count 10 15 25

Expected Count 13.5 11.5 25.0

% within Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas 40.0% 60.0% 100.0%

Total Count 20 17 37 Expected Count 20.0 17.0 37.0

% within Pelaksanaan Evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas

54.1% 45.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-

sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.130(b) 1 .013 Continuity Correction(a) 4.510 1 .034 Likelihood Ratio 6.585 1 .010 Fisher's Exact Test .017 .015 Linear-by-Linear Association

5.965 1 .015

N of Valid Cases 37

a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.51.

Page 200: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

183

Symmetric Measures

Value Asymp. Std.

Error(a) Approx.

T(b) Approx.

Sig.

Nominal by Nominal Phi .407 .013 Cramer's V .407 .013 Contingency Coefficient .377 .013 Interval by Interval Pearson's R .407 .138 2.636 .012(c) Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .407 .138 2.636 .012(c) N of Valid Cases 37

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.

Page 201: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

184

PETA KOTA SEMARANG

KETERANGAN :

Kota Semarang terletak antara garis 6º50’ - 7º10’ Lintang Selatan dan

garis 109º35’ - 110º50’ Bujur Timur. Luas Wilayah : 373,70 km

2

Jumlah Kecamatan : 16 Kecamatan Jumlah Kelurahan : 177 Kelurahan

Jumlah Puskesmas : 37 Puskesmas

Page 202: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

185

DOKUMETASI PENELITIAN

Dokumentasi 1

Wawancara dan Pengisian Kuesioner oleh Responden

Dokumentasi 2

Wawancara dan Pengisian Kuesioner oleh Responden

Lampiran

Page 203: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

186

Dokumentasi 3

Pemeriksaan Balita Sakit oleh Petugas

Dokumentasi 4

Pemeriksaan Balita Sakit oleh Petugas

Page 204: JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS …lib.unnes.ac.id/17938/1/6450405039.pdf · Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. H. Mahalul Azam M.Kes., atas persetujuan penelitian

187

Dokumentasi 5

Salah Satu Lokasi Penelitan (Puskesmas Mijen)

Dokumentasi 6

Peralatan yang Digunakan dalam Pemeriksaan MTBS