Upload
adhie-badri
View
44
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
n
Citation preview
MAKALAH
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
Oleh :
Kelompok 516 A
Dwi Septiadi Badri G99141147
Dimas Alan S. G99141148
Yudhistira Permana G99141149
Aisya Fikritama A. G99141150
Fitria Rahma N. G99141151
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing rumah sakit
Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga
kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan rumah sakit sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada rumah sakit. Nuansanya
harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan
bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan yang akan
semakin meningkatkan kepercayaan pasien/masyarakat. Semakin tersedianya
fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja di rumah sakit.
Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya pemberian perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang bertujuan untuk
memeliharan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja, mencegah
timbulnya gangguan kesehatan, melindungi pekerja dari bahaya kesehatan serta
menempatkan pekerja dilingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik
dan psikis pekerja. Upaya kesehatan kerja mencakup kegiatanpelayanan,
pendidikan dan pelatihan serta penelitian di bidang kesehatan melalui upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit termasuk pengendalian faktor
resiko, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan termasuk pemulihan
kapasitas kerja (Depkes RI, 2005).
2
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu proses
penyembuhan dan pengobatan secara menyeluruh, yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-
alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor
23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat
kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia
(SDM) Rumah Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat
sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan
dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan
maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak
memenuhi standar.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi
listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang
berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Oleh karena itu,
sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Selain
3
itu, agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan
sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan
RS.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi K3RS
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat
mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada
akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas
1. Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di
semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan atau jabatannya.
2. Kesehatan dan keselamatan kerja
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi
kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi (Kepmenkes, 2007).
5
Secara umum, K3 didefinisikan sebagai ilmu tentang antisipasi, rekognisi,
evaluasi dan kontrol terhadap bahaya yang muncul di tempat kerja yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja selain juga dapat berpengaruh
terhadap komunitas dan lingkungan sekitar (Muhammad, 2014).
B. Tujuan, Manfaat dan Sasaran K3RS
1. Tujuan
Untuk menciptakan cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman dan dapat meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS.
2. Manfaat
a. Bagi RS
Dapat meningkatkan mutu pelayanan, mempertahankan kelangsungan
operasional RS dan meningkatkan citra RS.
b. Bagi karyawan RS
Dapat melindungi karyawan dari penyakit akibat kerja (PAK) dan
mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja (KAK).
c. Bagi pasien dan pengunjung
Dapat meningkatkan layanan dan kepuasan yang baik bagi pasien dan
pengunjung (Kepmenkes, 2007).
3. Sasaran
Sasaran K3RS menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
1087/MENKES/SK/VII/2010 Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit adalah
a. Pengelola Rumah Sakit
b. SDM Rumah Sakit
C. Ruang Lingkup K3RS
Standar K3RS mencakup: prinsip, program dan kebijakan pelaksanaan K3RS,
standar pelayanan K3RS, standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS,
6
pengelolaan barang berbahaya, standar sumber daya manusia K3RS, pembinaan,
pengawasan, pemcatatan dan pelaporan (Kepmenkes, 2010).
1) Prinsip, Kebijakan Pelaksanaan dan Program Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS)
a) Prinsip K3RS
Agar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dapat
dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang
saling berinteraksi, yaitu:
(1) Kapasitas kerja adalah status kesehtan kerja dan gizi kerja yang
baik serta kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik.
(2) Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung
oleh pekerja dalam melaksankan tugasnya.
(3) Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja
(Hudoyo, 2004).
b) Program K3RS
Program K3 di Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi
keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja,
melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat serta
lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas petugas
kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja.
Program K3RS yang harus diterapkan adalah :
(1) Pengembangan kebijakan K3RS
(2) Pembudayaan perilaku K3RS
(3) Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS
(4) Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure
(SOP) K3RS
(5) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
(6) Pelayanan kesehatan kerja
7
(7) Pelayanan keselamatan kerja
(8) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah
padat, cair, gas
(9) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang
berbahaya
(10) Pengembangan manajemen tanggap darurat
(11) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan
kegiatan K3
(12) Review program tahunan
c) Kebijakan pelaksanaan K3
Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar,
modal, dan teknologi, namun keberadaan Rumah Sakit juga memiliki
dampak negatif terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat
kerja, bila Rumah Sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3.
Oleh sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai berikut :
(1) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan Rumah Sakit
(2) Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan
Kepmenkes Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Manajemen K3 di Rumah Sakit
(3) Melakukan sosialisasi K3 di Rumah Sakit pada seluruh jajaran
Rumah Sakit
(4) Membudayakan perilaku K3 di Rumah Sakit
(5) Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di
masing-masing unit kerja di Rumah Sakit
(6) Meningkatkan Sistem Informasi K3 di Rumah Sakit
2) Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai
komponen yang ada di Rumah Sakit. Pelayanan K3 di Rumah Sakit sampai
saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak Rumah
8
Sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan kerja (SMK3).
a) Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan
kerja seperti tercantum pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009
dan peraturan Menteri tenaga kerja dan Transmigrasi RI
No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja. Adapun bentuk
pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut :
(1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebekum kerja bagi pekerja
(2) Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang
kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada pekerja di
Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental
terhadap pekerjanya.
(3) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai
dengan pajanan di Rumah Sakit
(4) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan
kemampuan fisik pekerja
(5) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi
pekerja yang menderita sakit
(6) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah
Sakit yang akan pension atau pindah kerja
(7) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap
pekerja dan pasien
(8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
(9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang
berkaitan dengan kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran
terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial, dan ergonomi)
9
(10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit
teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit
b) Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat
dengan sarana, prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan
keselamatan kerja yang dilakukan :
(1) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana,
prasarana, dan peralatan kesehatan
(2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja
terhadap pekerja
(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
(5) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
(6) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
(7) Member rekomendasi/masukan mengenai perencanaan,
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya
terkait keselamatan/keamanan
(8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
(9) Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan
Kebakaran (MSPK)
(10) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan
keselamatan kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah
Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja kerja Rumah Sakit
3) Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit
Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat
tervisualisasi oleh mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat
dikenali oleh pasien dan umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan
gedung (pintu, lantai, dinding, tiang, kolong gedung, jendela) ataupun
bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah seluruh jaringan/instansi
10
yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, antara lain : instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas
medis, komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain-lain.
4) Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya
Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan
atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.
a) Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar,
Oksidator, Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik,
Mutagenik, Arus listrik.
b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3
(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk
mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya.
(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang
diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi
yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi
apabila kecelakaan terjadi
(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan
evaluasi yang dilakukan meliputi pengendalian operasional,
pengendalian organisasi administrasi, inspeksi dan pemeliharaan
sarana prosedur dan proses kerja yang aman, pembatasan
keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.
(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
c) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Rumah Sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan
barang yang diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta
memberikan proposal berikut company profile. Informasi yang
11
diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk,
kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan
serta informasi lain yang dibutuhkan oleh Rumah Sakit.
Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan,
menyimpan, mengelola B3 harus menginformasikan kepada instalasi
logistic sebagai unit pengadaan barang setiap kali mengajukan
permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3. Untuk
memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang
memuat kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem
penilaian untuk masing-masing kriteria yang ditentukan (Kepmenkes,
2010).
5) Standar SDM K3 di Rumah Sakit
Kriteria tenaga K3
a) Rumah Sakit Kelas A
(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus
yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran
Okupasi minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal
1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal)
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
12
(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang
(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 2 orang
b) Rumah Sakit Kelas B
(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus
terakreditasi mengenai K3 RS
(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal
1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal)
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS minimal 1 orang
(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang
c) Rumah Sakit kelas C
(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
13
(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal
1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang (Kepmenkes, 2010).
6) Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan
a) Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang.
Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen
Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui
pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan
internal, yang dilakukan oleh pimpinan langsung Rumah Sakit yang
bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri
kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan
tugasnya masing-masing.
b) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3
secara tertulis dari masing-masing unit kerja Rumah Sakit dan
kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi
K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan /diinformasikan oleh
organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di
wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan
kegiatan k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan informasi
kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan
K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan
14
menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3 (Kepmenkes,
2007).
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan
tahunan) dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan
pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-
waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3.
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah
mencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang
tercakup di dalam :
(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan
lingkungan Rumah Sakit.
(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya
penanggulangan dan tindak lanjutnya (Sulatomo, 2003).
D. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
1. Pengertian Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS,
pasien, serta pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan
lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman
masyarakat sekitarnya.
2. Sistem Manajemen K3 RS
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur
organisasi, perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan
tanggungjawab organisasi. Tujuan dari SMK3 RS adalah menciptakan tempat
kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja produktif disamping dalam
rangka akreditasi Rumah Sakit itu sendiri. Prinsip yang digunakan dalam
SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari
metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.
3. Langkah manajemen:
a. Komitmen dan Kebijakan
15
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis,
jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS.
Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya
esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya
program K3 di RS (Sulatomo, 2003).
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS
dalam struktur organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan
kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi antara lain :
1) Advokasi sosialisasi program K3 RS.
2) Menetapkan tujuan yang jelas.
3) Organisasi dan penugasan yang jelas.
4) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit
kerja di lingkungan RS.
5) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
6) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
7) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya
peningkatan dan pencegahan.
8) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
b. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas
dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
1) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk
menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan
penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada
16
tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial
yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4
tingkatan yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko
dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah
bahkan tidak ada risiko sama sekali, administrasi, dan alat pelindung
pribadi (APP).
2) Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan
Standar Operasional Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi,
diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada
karyawan dan pihak yang terkait.
3) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
4) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3
dan sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
SMK3 RS.
5) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan
dicatat serta dilaporkan.
c. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing
serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus
ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung
jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta
penegakkan disiplin.
1) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS
a) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
b) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk
pelaksanaan dan prosedur.
c) Membuat program K3 RS
17
2) Fungsi unit pelaksana K3 RS
a) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3.
b) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.
c) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
d) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif.
e) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
f) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
g) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan
sesuai kegiatannya.
h) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses (Soehatman, 2010).
E. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang diderita karyawan dalam
hubungan dalam kerja baik faktor resiko karena kondisi tempat kerja, peralatan
kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan, dan
hasil produksi (Buchari, 2007).
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja :
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
18
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan
yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja,
sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab
dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang
sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,
maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap,
gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan
cara kerja
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.
Jenis penyakit akibat kerja adalah:
1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (sili-
kosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian;
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras;
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan
oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis);
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perang-
sang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan;
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat peng-
hirupan debu organis;
6. Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang
beracun;
19
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang
beracun;
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun;
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun;
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun;
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun;
12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal (Pb,timah hitam)atau persenyawaannya
yang beracun;
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun;
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatis atau aromatis yang beracun;
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzen atau homolognya yang beracun;
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzen dan homo-
lognya yang beracun;
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya;
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton;
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya
yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel;
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan;
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanis (kelainan-kelainan otot, urat,
tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi);
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih;
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetis dan radiasi yang
mengion;
26. Penyakit kulit(dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisis, kimiawi atau
biologis;
20
27. Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak
mineral, antrasen atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tsb.;
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes;
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus;
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi
31. Penyakit yang disebabkan oleh kimia lainnya termasuk bahan obat (Buchari,
2007).
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Program K3RS adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
2. Dampak kesehatan dari bahaya potensial di Rumah Sakit salah satunya adalah
penyakit akibat kerja (PAK).
B. Saran
1. RSUD Karanganyar lebih meningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 di
Rumah Sakit kepada siapa saja yang berada di Rumah Sakit termasuk dokter,
perawat, pasien serta tenaga medis maupun non medis lainnya.
2. RSUD Karanganyar mengoptimalkan fungsi K3RS yang ada dengan
melakukan pelatihan terkait Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sehingga
pekerja akan lebih berkompeten dalam pekerjaannya.
3. Semua pihak yang terkait dengan RSUD Karanganyar secara tanggung jawab
melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) K3RS sesuai dengan
peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku.
4. RSUD Karanganyar secara rutin mengevaluasi penyelenggaraan K3 RS untuk
menilai apakah kinerjanya sudah maksimal ataukah masih memerlukan
perbaikan sistem K3RS yang selanjutnya. Selain itu, Rumah Sakit harus selalu
mengidentifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko
yang selalu ada di Rumah Sakit.
22
DAFTAR PUSTAKA
Buchari (2007). Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja. Sumatera Utara : USU Repository.
Hudoyo (2004). Upaya kesehatan kerja di rumah sakit. Jakarta : EGC
Juliatin (2013). Kecelakaan kerja. Sumatera Utara : USU Repository
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2007). Pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 432/Menkes/SK/IV/2007
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010). Standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010.
Muhammad (2014). Dasar K3. http://www.konsultasik3.com/p/keselamatan-dan-kesehatan-kerja.html. Diakses 21 Agustus 2015
Soehatman, Ramli (2010). Sistem manajemen keselamatan &kesehatan kerja. OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat
Sulatomo (2003). Manajemen kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
23
24