Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Kacamata Driyarkara adalah program kerja Kementerian Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Sanata Dharma 2021 berupa kajian yang berisi pemikiran-pemikiran atas isu-isu
kontemporer di bidang sosial dan politik yang dikaji dari perspektif BEM USD Selamat membaca!
Kacamata Driyarkara :
Kemunduran Reformasi: Dwifungsi TNI-Polri
Gamaliel Susabun Amut
Nicholas Krishnamurti Wibowo
Rainja Lois
Kementrian Sosial Politik BEM USD 2021
Angkatan Bersenjata pada Awal Kemerdekaan
Semenjak berdirinya Tentara Nasional Indonesia yang sering disingkat TNI pada 3 Juni
1947, para angkatan bersenjata lebih berorientasi kepada usaha pengusiran penjajah yang
masih menduduki wilayah Indonesia. Jauh sebelum adanya TNI, angkatan bersenjata Indonesia
berangkat dari adanya Badan Keamanan Rakyat atau BKR yang kemudian berubah namanya
menjadi Tentara Keamanan Rakyat pada 5 Oktober 1945. Lambat laun, TKR pun berubah
menjadi Tentara Republik Indonesia atau yang disingkat sebagai TRI sebelum resmi menjadi
TNI.1 Inisiatif tersebut dilatarbelakangi oleh intensi Presiden Soekarno untuk menyatukan
komponen-komponen angkatan bersenjata yang sebelumnya hanya berlingkup dalam
1 Yahya, N. A. (2021). Alur Sejarah Lahirnya Tentara Nasional Indonesia. KOMPAS.com.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/05/07220541/alur-sejarah-lahirnya-tentara-nasional-
indonesia?page=all
2
perjuangan yang sifatnya kedaerahan.2 Soekarno dianggap sebagai tokoh yang mempelopori
persatuan angkatan bersenjata yang dampaknya masih dapat kita rasakan sampai sekarang,
tetapi dikarenakan peran militer yang menonjol, konsep dwifungsi jabatan adalah hal yang
lazim kala itu.
Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak perwira tinggi militer yang tergabung
dalam sistem pemerintahan daerah, menteri, atau pejabat di Badan Usaha Milik Negara atau
BUMN. Contohnya adalah, Abdul Harris Nasution seorang kepala staf Angkatan Darat yang
pernah beberapa kali menjabat sebagai menteri sampai era Orde Baru berlangsung dan seorang
brigadir jenderal bernama Ulung Sitepu yang juga pernah menjabat sebagai gubernur Sumatera
Utara.3 Kedua tokoh tersebut merupakan contoh dari sedikitnya dwifungsi angkatan bersenjata.
Tetapi, Abdul Harris Nasution lebih dikenal luas sebagai tokoh awal yang mempunyai
dwifungsi dalam sejarah Indonesia karena beliau membuka peluang besar bagi militer untuk
memasuki ranah pemerintahan sipil. Abdul Harris Nasution mencetuskan lahirnya “Front
Lebar” atau “Jalan Tengah”, menurut Profesor Joko Sutono, karena ide dari Abdul Harris
Nasution tersebut dianggap turut memecahkan stigma dalam militer yang sebelumnya dikenal
hanya cakap dalam bidang perlindungan negara dan kemudian berubah menjadi lebih fleksibel
untuk berpartisipasi dalam sistem birokrasi kenegaraan.4 Beliau menjabat sebagai Kepala Staf
Angkatan Darat atau KSAD selama kira-kira sembilan tahun lamanya pada periode pertama,
yaitu 27 Desember 1949 sampai 18 Oktober 1952 dan 1 November 1955 sampai dengan 21
Juni 1962 pada periode kedua.5
2 Posumah, R. (2020, October 3). Sejarah Tentara Nasional Indonesia: Dari bkr, tkr, tri, APRI, ABRI hingga
TNI. Tribunmanado.co.id. https://manado.tribunnews.com/2020/10/03/sejarah-tentara-nasional-indonesia-dari-
bkr-tkr-tri-apri-abri-hingga-tni
3 Raditya, I. N. (2018, January 10). Dwifungsi ABRI Dan Jalan Terbuka Politik Tentara. tirto.id.
https://tirto.id/dwifungsi-abri-dan-jalan-terbuka-politik-tentara-cC1R
4 Mediaindonesia.com (2019). Jalan Tengah. Media Indonesia | Referensi Bangsa.
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1455-jalan-tengah
5 Anggraini, A. P. (2021). AH Nasution, Profil Lengkap sang Jenderal Dan daftar Penghargaan. Detiknews.
https://news.detik.com/berita/d-5747184/ah-nasution-profil-lengkap-sang-jenderal-dan-daftar-penghargaan
3
Angkatan Bersenjata pada Era Orde Baru
Pada era rezim yang masih dalam lingkup Orde Baru, Panglima Angkatan Bersenjata
yang disingkat sebagai PANGAB, mempunyai wewenang untuk menjalankan fungsi
komando/kepemimpinannya di ranah ABRI atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Selain itu, PANGAB juga mempunyai konstituen yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan
Laut, Angkatan Udara, dan Polisi yang dimana masing-masing tergabung dalam empat
angkatan utama. Dwifungsi tersebut bertujuan agar adanya integrasi antara tugas menjaga
keamanan negara serta hak mengatur negara.6 Kebijakan tersebut tentu saja mempunyai suatu
benang merah dengan latar belakang dari Presiden Soeharto yang sebelumnya menjabat
sebagai Jenderal Besar TNI atau Tentara Nasional Indonesia. Gaya kepemimpinan Soeharto
yang kental dengan nuansa militer dinilai oleh para ahli sebagai indikator utama adanya
persatuan beberapa komponen aparatuR negara serta menguatnya instrumen keamanan negara.
Walaupun begitu, hal tersebut tidak mengentaskan adanya risiko munculnya ideologi Junta
Militer atau kediktatoran militer yang dikarenakan kekuasaan hirarki tertinggi dipegang oleh
Soeharto serta para koleganya yang berbasis militer.7 Kokohnya militer di zaman Orde Baru
juga merupakan bentuk rasa paranoid Soeharto akan bayang-bayang angkatan kelima yang
diasumsikan sebagai upaya D.N Aidit untuk melanggengkan adanya vanguardisme atau
pemberian senjata kepada pihak sipiL, setelah adanya indikasi pertemuan D.N Aidit dengan
pihak Tiongkok. Vanguardisme yang dimaksud dikhawatirkan akan menimbulkan potensi
adanya kudeta massal terhadap pemerintahan Soeharto.8 Strategi pragmatis yang dilakukan
oleh Soeharto adalah adanya infiltrasi ABRI pada jantung utama birokrasi maupun terhadap
otonomi daerah yang berskala mikro. Hal itupun dirasa tidaklah melenceng dari visi misi ABRI
yang mengabdi kepada bangsa dan negara yang dapat ditafsirkan secara luas. Pada saat itu,
ABRI merangkul erat organisasi serta para cendekiawan Islam, tetapi Soeharto mempunyai
6 Prabowo, G. (2020). APA Arti Dwifungsi ABRI? KOMPAS.com.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/31/121151169/apa-arti-dwifungsi-abri
7 Setyawan, F. A. (2014). Soeharto Gunakan ABRI untuk Lindungi Kekuasannya : Okezone Nasional.
https://nasional.okezone.com/. https://nasional.okezone.com/read/2015/05/20/337/1152824/soeharto-gunakan-
abri-untuk-lindungi-kekuasannya
8 Damarjati, D. (2020). Cerita soal Senjata China untuk Angkatan Kelima Jelang G30S/PKI. detiknews.
https://news.detik.com/berita/d-5198791/cerita-soal-senjata-china-untuk-angkatan-kelima-jelang-g30spki
4
intensi tersendiri untuk mengkerdilkan suara mereka karena Soeharto menganggap bahwa jika
eksistensi mereka sudah terlalu besar dapat mengancam monopoli partai Golongan Karya di
ranah politik dan berkenegaraan. Para golongan Islam memang dirangkul oleh kubu Soeharto,
tetapi mereka tidak diberi platform yang luas dalam posisi strategis pemerintahan.9 Dalam
bukunya yang berjudul Sistem Politik Indonesia era Reformasi (2007), Masashi Nishihara
seorang peneliti politik asal Jepang, menyinggung perihal iklim geopolitik di masa Orde Baru,
melalui kajiannya yang berjudul “Golkar and The Indonesian Elections of 1971”, dimana
tertulis “..kemenangan Golkar dalam pemilu 1971 merupakan hasil 'operasi' yang dilakukan
Soeharto dan para kolega militernya. Soeharto merupakan sosok despot yang memegang teguh
pendirian tunggal Pancasila dan ia sangatlah proteksionisme terhadap kehadiran ideologi
lainnya. Banyak perdebatan muncul akibat kebijakan dari Soeharto dan salah satunya berasal
dari Dosen Fisipol UGM Budi Winarno yang menulis bahwa, “Tentara lebih diorientasikan
untuk menjaga kelanggengan kekuasaan Soeharto melalui kekerasan terhadap warga
negaranya dibandingkan dengan diorientasikan untuk mengamankan wilayah Indonesia dari
ancaman kekuatan eksternal,”.10
Memasuki Era Reformasi
Pada era reformasi, khususnya pada tahun 1998 terjadi masa transisi ke pemerintahan
B.J Habibie. Soeharto turun dari jabatan birokrasi setelah 32 tahun memimpin yang disebabkan
adanya desakan dari para kaum muda karena kekewacaan mereka akan anjloknya
perekonomian negara serta sifat despotisme dari Soeharto yang dirasa melenceng dari asas
fundamental negara demokrasi.11 Maka, wakil dari Soeharto kala itu yaitu B.J Habibie naik
menjadi Presiden Republik Indonesia yang berikutnya. Setelah beliau menjabat, beberapa
langkah beliau lakukan untuk merevisi berbagai kebijakan Soeharto, termasuk salah satunya
9 Matanasi, N. (2017). Benarkah Soeharto Memusuhi Islam Dan Mengapa Ia Berubah? tirto.id.
https://tirto.id/benarkah-soeharto-memusuhi-islam-dan-mengapa-ia-berubah-ckrR
10 Winarno, B. (2007). Sistem politik Indonesia era Reformasi. Gramedia Pustaka Utama.
11 Dzulfaroh, A. N. (2020). Hari Ini dalam Sejarah: Soeharto Lengser, Akhir Kisah Orde Baru. KOMPAS.com.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/21/064221665/hari-ini-dalam-sejarah-soeharto-lengser-akhir-kisah-
orde-baru?page=all
5
adalah peraturan dwifungsi TNI dan Polri, melalui Instruksi Presiden No.2 tahun 1999. Intisari
dari peraturan tersebut adalah menginstruksikan bahwa TNI serta jajaran Polri adalah
sewajarnya dan sebaiknya digolongkan sebagai entitas terpisah demi keduanya dapat
menjalankan tugasnya masing-masing dengan baik di lingkup non-pemerintahan.12 Dalam
sudut pandang B.J Habibie, kebijakan tersebut berguna untuk meminimalisir adanya politisasi
angkatan bersenjata dalam skala nasional maupun daerah. Walaupun begitu, kemungkinan
angkatan senjata untuk merangkap dalam ranah birokrasi masih dapat terjadi dengan syarat
bahwa pihak yang bersangkutan sudah pensiun atau mengundurkan diri secara terhormat.
Kebijakan tersebut tertuang pada UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, tepatnya Pada Pasal 47 Ayat
1. Namun ironisnya, masih ada beberapa oknum angkatan bersenjata yang tidak mengindahkan
substansi dibalik aturan tersebut dan masih berambisi untuk menduduki jabatan struktural
pemerintah seperti yang dilaporkan oleh Indonesian Police Watch atau biasa disebut sebagai
IPW yang menemukan fakta dilapangan bahwa setidaknya ada 3 (tiga) Jenderal Kepolisian
yang aktif di kursi kementrian dalam masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada tahun
2020. Hal ini mengindikasikan jika adanya kontradiksi antara asas meritokrasi yang diusung
oleh Presiden Joko Widodo dalam memilih kabinetnya dengan peraturan yang berlaku.
Walaupun begitu, Presiden Joko Widodo beserta jajaran partainya, yaitu PDIP masih
mempunyai pertimbangan tersendiri sebelum membuat keputusan final. Di sisi lain, IPW pun
enggan menyebutkan nama-nama para Jenderal secara konkret sehingga para pengamat politik
pun hanya dapat sebatas berasumsi.13
Legalitas Kedudukan Polri di luar Institusi
Negara Indonesia sebagai negara hukum mewajibkan semua warga negara taat akan
hukum yang berlaku. Produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah (perpu dan
perda), dan lain-lain perlu ditaati demi terciptanya bonum commune. Undang-undang dibuat
12 Moenanto, G. (2018) Mengenang Awal Terjadinya Pemisahan Polri Dan TNI dengan Berakhirnya era
Dwifungsi ABRI. Wartakotalive.com. https://wartakota.tribunnews.com/2018/10/01/mengenang-awal-
terjadinya-pemisahan-polri-dan-tni-dengan-berakhirnya-era-dwifungsi-abri
13 HAI, R. (2020). Ada Polisi Aktif Di Kementerian, IPW Minta Rezim Jokowi Tak Mengulangi Kesalahan Orde
Baru. Harian Aceh Indonesia - HARIANACEH.co.id. https://www.harianaceh.co.id/2020/06/24/ada-polisi-
aktif-di-kementerian-ipw-minta-rezim-jokowi-tak-mengulangi-kesalahan-orde-baru/
6
sebagai pagar pembatas bagi warga negara supaya melakukan segala sesuatu sesuai dengan
hukum yang adalah norma kolektif bangsa Indonesia. Legalitas suatu tindakan ataupun
kebijakan publik mesti berlandaskan hukum agar tidak mencederainya sebagai konsensus
kolektif bangsa Indonesia.
Berkaca pada problem diangkatnya anggota polri aktif sebagai kepala daerah, muncul
pertanyaan mengenai legalitas jabatan polri tersebut. Apakah hal tersebut sesuai dengan norma
hukum yang berlaku? Ataukah malah menyeleweng sehingga timbul masalah baru? Pranata
dan Makawi (2020) pernah meneliti mengenai pengangkatan Komisaris Jenderal (Komjen) Pol
Mochamad Iriawan sebagai PJ Gubernur Jawa Barat. Pemerintah melalui Menteri Dalam
Negeri (MENDAGRI) mengangkat beliau sebagai pelaksana tugas atau penjabat gubernur
untuk menjadikan unsur kepolisian sebagai pelaksana tugas atau penjabat Gubernur untuk
mengisi kekosongan jabatan tersebut, baik disebabkan petahana yang cuti mengikuti Pilkada
maupun karena berakhirnya masa jabatan kepala daerah sebelum pilkada berlangsung.14 Hal
tersebut menjadi masalah karena menyeleweng dari undang-undang yang berlaku yakni UU
No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. Pasal 28 menegaskan bahwa anggota polri tidak bisa
berpartisipasi dalam politik praktis dan harus mengundurkan diri apabila menjabat jabatan
tertentu di luar polri. Selain itu, pasal 23 juga menjelaskan tentang sumpah polisi untuk
menjalankan tugas secara netral. Kebijakan pemerintah tersebut juga menyeleweng dari UU
Nomor 5 tahun 2014 Tentang ASN. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa pengisian
jabatan pimpinan senior dan menengah di kementerian, sekretariat lembaga negara, lembaga
non struktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif antar Pegawai
Negeri Sipil (PNS), dengan memperhatikan persyaratan kompetensi, kualifikasi, kepangkatan,
pendidikan dan pelatihan, rekam jejak, dan integritas serta persyaratan lain yang dipersyaratkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kacamata yuridis normatif melihat bahwa penunjukan pejabat Polri menjadi PJ
Gubernur tidak sesuai karena menyeleweng dari UU Pemilihan Kepala Daerah Pasal 201 Ayat
10, yang menegaskan bahwa yang bisa menduduki jabatan gubernur hanya orang yang
menduduki jabatan pimpinan tinggi madya. Hal tersebut juga bertententangan dengan UU
14 Pranata, M. R., & Makawi, P. (2020). TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGANGKATAN ANGGOTA
POLRI AKTIF UNTUK MENJABAT SEBAGAI KEPALA DAERAH (STUDI KASUS: PENGANGKATAN
KOMISARIS JENDRAL (KOMJEN) POL MOCHAMAD IRIAWAN SEBAGAI PJ GUBERNUR JAWA
BARAT.). JCA of Law, 1(2). Hal, 265.
7
Aparatur Sipil Negara Pasal 1 Ayat 8 yang menjelaskan bahwa pejabat pimpinan tinggi adalah
pegawai ASN yang menduduki jabatan pimpinan tertinggi.15
Konstitusi Negara Republik Indonesia telah mengatur tentang tugas Kepolisian Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam Pasal 30 ayat (3) yang menyatakan: Kepolisian Negara
Republik sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas
melindungi dan mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum. 16 Undang-
undang tersebut mensyaratkan bahwa polisi adalah garda terdepan masyarakat dalam
menciptakan keamanan dan ketertiban. Polisi berfungsi menjalankan hukum yaitu melindungi,
mengayomi, menjaga keamanan, dan ketentraman dalam masyarakat. Jika terjadi
pengangkatan polisi aktif yang bertugas maka terjadi tumpang tindih dan benturan aturan yang
ada. Kita akan susah menemukan keabsahan pengangkatan tersebut karena kesulitan
mendapatkan aturan jelas yang mendasari keputusan MENDAGRI tersebut.
Secara gamblang terlihat bahwa keputusan pemerintah dalam mengangkat Komjen Pol
M. Iriawan tidaklah legal. Betapa tidak, organisasi polisi yang adalah aparat pemerintah
merupakan organisasi pemerintah atau organisasi dalam lingkup pemerintah. Ruh organisasi
kepolisian adalah ruh pemerintah juga dalam rangka meningkatkan pelayanan publik. Visi
pemerintah terejawantahkan dalam visi organisasi kepolisian yaitu visi melayani kepentingan
masyarakat agar mencapai keamanan dan ketentraman.
Polisi sebagai aparatur negara tidak bisa berpartisipasi dalam politik praktis. Polisi
adalah penegak hukum di Negara Indonesia. Keputusan pengangkatan tersebut menimbulkan
kekhawatiran publik akan netralitas polisi. Pejabat publik yang berasal dari lingkungan
kepolisian bisa membuat pemilihan tidak netral karena bisa memproses hukum lawan politik.
Jika hal tersebut terjadi maka wajah demokrasi kita tercoreng. Sebenarnya, hal yang perlu
digaris bawahi adalah negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, segala sesuatu
15 Maturan, Herlina Nova. (2018). TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN PEJABAT POLRI
SEBAGAI PELAKSANA TUGAS (PLT) GUBERNUR MENURUT UNDANG -UNDANG NOMOR 10
TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5
TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA. Lex Administraturm. Vol. VI/N0. 4/ Sept-Des/ 2018.
hlm. 19
16 UUD NKRI Pasal 30 Ayat 3
8
harus bersumber dan sesuai dengan produk hukum yang berlaku. Kekuasaan harus tunduk pada
hukum berlaku dan bukan sebaliknya. Negara hukum tetaplah negara hukum.
Legalitas Kedudukan TNI di luar Institusi:
a. UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI
Dwifungsi ABRI yang terjadi pada masa lalu menjadikan ABRI mendapat
panggung untuk menempati jabatan sipil. Hal ini membuat ABRI seakan kehilangan
identitas aslinya, yakni sebagai alat pertahanan negara. Keikutsertaan ABRI dalam jabatan
sipil pada waktu itu juga mempersempit ruang gerak sipil untuk berperan pada jabatan-
jabatan yang merupakan domainnya. Dari pengalaman masa lalu ini lah kemudian
pemerintah melakukan reformasi dalam tubuh ABRI, salah satunya dengan memisahkan
TNI dan POLRI. Selanjutnya, dengan disahkannya UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI17,
pemerintah memperjelas ruang gerak dari TNI yang adalah sebagai alat pertahanan negara.
Dalam Pasal 7 Ayat 1, secara gamblang dituliskan tugas pokok dari TNI, yakni
“…menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
negara.”18
Dengan berlakunya UU TNI juga memberi kejelasan antara TNI dan POLRI dalam
menjalankan tugasnya masing-masing. Yang mana untuk bidang pertahanan negara
dilakukan oleh TNI dan bidang keamanan dan ketertiban masyarakat dilakukan oleh
POLRI. Dalam pertahanan terdapat tiga aspek di dalamnya yakni masalah keutuhan negara,
kedaulatan negara, dan keselamatan negara, diluar ketiga aspek tersebut masuk kedaulatan
kategori keamanan yang menjadi tugas kepolisian sebagai penegak hukum.19
17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.
https://www.dpr.go.id/dokblog/dokumen/F_20150616_4760.PDF (diakses pada Senin, 11 Oktober 2021, pukul
20.00 WIB).
18 Ibid.
19 Andrizal, Andrizal. "Analisis Yuridis Tentang Kedudukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Setelah
Berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004." Jurnal Ilmu Hukum Jambi, vol. 5, no. 2, Oct. 2014.
9
Selain terdapat kejelasan ruang lingkup kerja antara TNI dan POLRI, melalui UU
ini, TNI tidak dapat lagi ikut berpartisipasi aktif dalam mengemban jabatan sipil. Hal ini
bisa kita lihat pada Pasal 7 Ayat 2 yang berbunyi, “tugas pokok TNI sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 1 adalah Operasi Militer untuk perang dan Operasi militer selain
perang.” Operasi Militer selain perang sendiri dibagi lagi ke dalam 14 tugas pokok, yang
apabila dibaca seluruhnya semuanya menyangkut perihal yang berkaitan dengan militer.
Sehingga berdasarkan hal ini tidak membuat celah bagi TNI untuk melakukan manuver
politik atau berpartisipasi aktif dalam jabatan sipil.
b. Rangkap jabatan dikalangan TNI
Apakah dengan dikeluarkannya UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, TNI tidak
dapat lagi melakukan rangkap jabatan? Jawabannya tentu tidak, karena bagaimanapun
negara menyadari bahwa terdapat beberapa perwira TNI yang masih berada pada usia
produktif yang sebenarnya memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk turut serta
berkontribusi dalam bidang pemerintahan.20 Berdasarkan fakta ini lah kemudian melalui
Pasal 47 Ayat 2, pemerintah memberikan fleksibilitas terhadap TNI yang bunyinya adalah,
“Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator
bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden,
Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan
Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasiona, Narkotik Nasional, dan Mahkama Agung.”21
Melalui Pasal 47 Ayat 2 UU TNI, Pemerintah memberikan kesempatan kepada
TNI untuk menduduki jabatan selain dalam lembaga internal TNI. Hal ini juga bertujuan
agar prajurit yang memiliki potensi dan yang tidak memiliki jabatan di internal TNI dapat
https://www.neliti.com/id/publications/43279/analisis-yuridis-tentang-kedudukan-tentara-nasional-indonesia-
tni-setelah-berlak#cite (diakses pada Selasa, 12 Oktober 2021, pukul 21.09 WIB).
20 Kamil, Muhammad Adlan. 2021. Skripsi. “Legalitas Anggota TNI Aktif Dalam Rangkap Jabatan Sipil (Studi
Terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia).”
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/56710/1/MUHAMMAD%20ADLAN%20KAMIL%20
-%20FSH.pdf (diakses pada Rabu, 13 Oktober 2021, pukul 21.31 WIB).
21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.
https://www.dpr.go.id/dokblog/dokumen/F_20150616_4760.PDF (diakses pada Rabu, 13 Oktober 2021, pukul
21.37 WIB).
10
menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam lembaga di luar TNI. Akan tetapi yang
perlu digaris bawahi adalah prajurit aktif TNI hanya boleh menduduki jabatan dalam suatu
lembaga eksternal TNI apabila lembaga tersebut berhubungan dengan keamanan dan
pertahanan nasional. Lalu bagaimana dengan institusi atau lembaga di luar dari lembaga
yang telah disebutkan sebelumnya terdapat prajurit aktif TNI (lembaga sipil)? Mengenai
hal ini, sebelumnya sudah diatur dalam Pasal 47 ayat 1 UU No. 34 Tahun 2004 tentang
TNI, yang berbunyi “Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah
mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.”22 Oleh karena itu, apabila
terdapat prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil, mereka harus mengundurkan diri dari
jabatan kedinasannya.
c. Kemunduran agenda reformasi
Pada tahun 2019 yang lalu, mencuat isu-isu tentang pengisian pos-pos jabatan sipil
oleh perwira aktif TNI. Hal ini berawal ketika Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor
Jenderal TNI Sisriadi menyampaikan bahwa ada kelebihan Kolonel sekitar 500 orang dan
kelebihan perwira tinggi sampai 47 orang. Sebagian besar adalah jenderal bintang satu.23
Hal ini mengakibatkan banyak perwira tinggi dan menengah TNI tidak mendapat jabatan
alias menganggur. Sehingga untuk mengatasi hal ini mau tidak mau harus ada penambahan
pos jabatan baru bagi perwira TNI yang tidak memiliki jabatan. Berdasarkan pernyataan
Mayor Jenderal TNI Sisriadi selaku Kapuspen TNI mengindikasikan bahwa ada upaya
pemaksaan agar diadakannya penambahan pos-pos jabatan untuk para perwira TNI.
Wacana mengenai pengisian pos-pos jabatan sipil oleh perwira aktif TNI pun
menuai banyak kritikan dari masyarakat. Pasalnya jika hal ini benar-benar dilakukan,
berarti kita seakan-akan telah mengkhianati perjuangan para aktivis 98, yang mana dalam
salah satu tuntutan para aktivis 98 pada waktu itu adalah, “penghapusan doktrin dwi fungsi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.” 24 Isu ini pun semakin bertambah keruh
22 Ibid.
23 Merdika, Tim. 2019. “TNI Kelebihan 500 Kolonel dan 47 Jenderal Non Job.”
https://www.merdeka.com/peristiwa/tni-kelebihan-500-kolonel-dan-47-jenderal-non-job.html (diakases pada
Rabu, 13 Oktober 2021, pukul 21:18 WIB).
24 “Politik, Tuntutan Agenda Reformasi 1998.”
https://www.kompasiana.com/ppkn/5aa7f29b5e137350090eb3c2/tuntutan-agenda-reformasi-1998 (diakses pada
Kamis, 14 Oktober 2021, pukul 20.45 WIB).
11
menjelang tahun 2022 nanti, setelah disahkannya UU Nomor 10 Tahun 2016, dalam Pasal
201 Ayat 8, yang menyatakan bahwa, “Pemungutan suara serentak nasional dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan
pada bulan November 2024.”25 Tentu daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya
habis pada 2022 nanti akan mengalami kekosongan kepemimpinan hingga 2024. Oleh
karena itu, banyak yang menuding bahwa TNI akan dilibatkan untuk mengisi kekosongan
kepala daerah hingga tahun 2024.
Akan tetapi, agaknya tudingan ini tidaklah berlebihan, pasalnya dalam beberapa
kasus sebelumnya terdapat beberapa prajurit TNI aktif, telah dan masih menduduki
jabatan sipil. Dilansir dari bisnistempo.com, ada beberapa prajurit TNI aktif yang
menduduki jabatan sipil, diantaranya: Kolonel (Pas) Roy Rassy Fay M. Bait (sebagai
Kepala Bagian Umum dan Hukum Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral), Marsekal Madya Andi Pahril Pawi
(sebagai Komisaris PT Bukit Asam (Persero) Tbk), dan Laksamana Madya TNI Achmad
Djamaluddin (sebagai Komisaris Utama PT Pelindo I). 26 Nama-nama tersebut hanya
sebagian dari nama prajurit TNI yang mencuat ke publik.
Apapun alasannya, penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil telah
menyalahi aturan yang berlaku dan ini tentu telah mencoreng semangat reformasi. Padahal
dalam Pasal 47 Ayat 1 UU No. 34 Tahun 2004, tentang TNI telah menyatakan bahwa
“prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun
dari dinas aktif keprajuritan.” Kiranya isi dari undang-undang ini sudah sangat jelas,
bahwa prajurit aktif harus mengundurkan diri dari dinasnya apabila berkeinginan
menduduki jabatan sipil. Berdasarkan fakta ini lah kemudian ada kekhawatiran di
25 “UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.”
https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/174927/UU0102016.pdf (diakses pada Senin, 18 Oktober 2021, pukul 21.31
WIB).
26 Aprianto, Anto. 2020. “Deretan Perwira TNI yang Jadi Komisaris BUMN dan Pejabat.”
https://bisnis.tempo.co/read/1353546/deretan-perwira-tni-yang-jadi-komisaris-bumn-dan-pejabat/full&view=ok
(diakses pada Kamis, 14 Oktober 2021, pukul 21.18 WIB).
12
kalangan publik bahwa TNI akan dilibatkan untuk mengisi kekosongan kepala daerah
yang akan terjadi pada 2022 hingga 2024.
Kesimpulan
Perjuangan mahasiswa dalam menuntaskan agenda reformasi nampaknya masih belum
terwujud sepenuhnya, dan bahkan terdapat indikasi kemunduran agenda reformasi yang dapat
kita lihat dari pengangkatan Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Mochamad Iriawan sebagai PJ
Gubernur Jawa Barat. Adanya rangkap jabatan Pejabat Polri sebagai PJ Gubernur (jabatan
sipil) jelas melanggar peraturan No. 2 Tahun 2002 tentang Polri Pasal 28 yang menegaskan
bahwa anggota polri tidak bisa berpartisipasi dalam politik praktis dan harus mengundurkan
diri apabila menjabat jabatan tertentu di luar polri. Bukan hanya di tubuh Polri, berdasarkan
informasi yang didapatkan terdapat beberapa prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil,
diantaranya: Kolonel (Pas) Roy Rassy Fay M. Bait (sebagai Kepala Bagian Umum dan Hukum
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral),
Marsekal Madya Andi Pahril Pawi (sebagai Komisaris PT Bukit Asam (Persero) Tbk), dan
Laksamana Madya TNI Achmad Djamaluddin (sebagai Komisaris Utama PT Pelindo I). Hal
tersebut jelas telah melanggar Pasal 47 Ayat 1 UU No. 34 Tahun 2004, tentang TNI telah
menyatakan bahwa “prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri
atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.” Hal tersebut kemudian mengundang kekawatiran
publik, bahwasanya akan terjadi kemunduran agenda reformasi. Tindakan yang kurang tegas
dari pemerintah seakan menunjukkan keengganan (unwilling) untuk menegakkan reformasi
TNI dan birokrasi sipil. Apakah kita akan kembali mengulang kesalahan masa lalu bangsa ini
dan kembali melibatkan TNI dalam jabatan sipil?