Upload
dinhdang
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BANK INDONESIA KANTOR PERWAKILAN PROVINSI MALUKU UTARA
KAJIAN EKONOMI
DAN KEUANGAN
REGIONAL
PROVINSI MALUKU UTARA
TRIWULAN I 2015
KATA PENGANTAR
Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, meng.atur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
serta mengatur dan mengawasi bank. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditujukan untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di
daerah merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan
sebagai pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah.
Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara berperan memberikan masukan
dengan menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Kajian Ekonomi Regional yang pokok
bahasannya terdiri atas Perkembangan Ekonomi, Perkembangan Inflasi Regional, Kinerja
Perbankan dan Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara dan Prospek Ekonomi. Kajian ini
diolah berdasarkan data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan
kebijakan moneter Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi
bagi penentu kebijakan di daerah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa
kendala. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan
kritik dan saran serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini
menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami
sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih.
Ternate, 20 Mei 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI MALUKU UTARA
Budiyono Kepala Perwakilan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GRAFIK iv INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA iv RINGKASAN UMUM xi BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1 1.1 Kondisi Umum 1 1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan 1 1.3 Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran 9 BOKS I MENDIAGNOSA PERTUMBUHAN EKONOMI DI MALUKU UTARA 17 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH 23 2.1 Kondisi Umum 23 2.2 Struktur APBD 25 2.3 Realisasi Pendapatan APBD 25 2.4 Realisasi Belanja APBD 26 2.5 Keuangan Pemerintah 28 BAB III INFLASI DAERAH 31 3.1 Kondisi Umum 31 3.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate 32 3.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi 36 3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara 39 BOKS II
DAMPAK PENYESUAIAN BERBAGAI KEBIJAKAN ADMINISTERED PRICES
41
BAB IV KINERJA PERBANKAN DAN PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 45 4.1 Kinerja Perbankan 45 4.2 Stabilitas Sistem Keuangan 52 4.3 Perkembangan Sistem Pembayaran 54 BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 61 5.1 Kondisi Umum 61 5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan 61 5.3 Nilai Tukar Petani (NTP) 62 5.4 Persepsi Tingkat Kesejahteraan 64 BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN 67 6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 67 6.2 Outlook Inflasi Daerah 69
iv
DAFTAR TABEL
1 Tabel 1.1 Pertumbuhan dan Andil Struktur PDRB Sisi Permintaan 2 Tabel 1.2 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran 9 Tabel 1.3 Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil 14
2 Tabel 2.1 Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I
2015 25
Tabel 2.2 Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I 2015 28
3 Tabel 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan
Jasa 32
Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya 33 Tabel 3.3 Laju Inflasi Triwulanan Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa 33 Tabel 3.4 Komoditas Pendorong & Penahan Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota
Ternate 34
Tabel 3.5 Komoditas Pendorong & Penahan Laju Inflasi Bulanan (qtq) Kota Ternate 36 Tabel 3.6 Kegiatan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate 39
4 Tabel 4.1 Kegiatan Kas Keliling Triwulan II 2014 56 Tabel 4.2 Perkembangan Cek/BG Kosong 58 Tabel 4.3 Perkembangan RTGS Maluku Utara 59
5 Tabel 5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara 61 Tabel 5.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua 64
DAFTAR GRAFIK
1 Grafik 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan 2 Grafik 1.2 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) 3 Grafik 1.3 Indeks Pendapatan Rumah Tangga (IPRT) 4 Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumtif Lokasi Proyek 4 Grafik 1.5 Volume Bongkar Bahan Pokok (Ton/M3) 4 Grafik 1.6 Volume Bongkar Barang Konsumsi lainnya (Ton/M3) 4 Grafik 1.7 Jumlah Kendaraan Roda 4 Baru (unit) 5 Grafik 1.8 Jumlah Kendaraan Roda 2 Baru (unit) 5 Grafik 1.9 Konsumsi KwH Rumah Tangga 5 Grafik 1.10 Perkembangan PMA di Maluku Utara 6 Grafik 1.11 Perkembangan PMDN di Maluku Utara 6 Grafik 1.12 Volume Barang Bahan Strategis (Ton) 6 Grafik 1.13 Perkembangan Konsumsi Semen 6 Grafik 1.14 Perkembangan Giro Pemerintah 7 Grafik 1.15 Perkembangan Volume Ekspor 8 Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Ekspor 8 Grafik 1.17 Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani
Ternate 8
Grafik 1.18 Perkembangan Volume Bongkar Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate
8
Grafik 1.19 Perkembangan Volume Impor 9 Grafik 1.20 Perkembangan Nilai Impor 9 Grafik 1.21 Struktur PDRB Sisi Penawaran 10 Grafik 1.22 Perkembangan Volume Ikan Tangkap 11 Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ikan Tangkap 11 Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Sektor Pertanian 11 Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Sektor Perdagangan 12 Grafik 1.26 Perkembangan TPK 12 Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan 13 Grafik 1.28 Kapasitas Listrik Terpakai Untuk Industri 14 Grafik I.1 Kerangka Diagnosis Penyebab Rendahnya Investasi 18 Grafik I.2 Faktor Rendahnya Investasi di Maluku Utara 18 Grafik I.3 Most Binding Constraint Bagi Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara 20
2 Grafik 2.1 Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2014 dan 2015 24 Grafik 2.2 Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2014 dan 2015 24 Grafik 2.3 Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBD Triwulan I 2014 dan
Triwulan I 2015 26
Grafik 2.4 Perbandingan Sisi Realisasi APBD Triwulan I 2014 dan Triwulan I 2015
27
Grafik 2.5 Perkembangan Dana Milik Pemda di Perbankan (Dalam Miliar Rupiah)
29
3 Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 31 Grafik 3.2 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 35
vi
Grafik 3.3 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika 36 Grafik 3.4 Pergerakan Harga Emas Internasional 37 Grafik 3.5 Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap 38 Grafik 3.6 Perkembangan Harga Ikan Tangkap 38 Grafik 3.7 Pergerakan harga Premium dan Solar 39
4 Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah) 45 Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah) 46 Grafik 4.3 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah) 48 Grafik 4.4 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara 49 Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah 50 Grafik 4.6 Perkembangan BPR/BPRs 51 Grafik 4.7 Perkembangan NPL Perbankan 52 Grafik 4.8 Perkembangan Transaksi Tunai di Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Prov. Malut 55
Grafik 4.9 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) 56 Grafik 4.10 Perkembangan Kliring Maluku Utara 57 5
Grafik 5.1 Sebaran Tenaga Kerja di Maluku Utara 62 Grafik 5.2 Perkembangan NTP Maluku Utara 63 Grafik 5.3 Perkembangan Persepsi Kesejahteraan Masyarakat Maluku Utara 64
6 Grafik 6.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya 67
112.16 114.28 117.01 122.30 121.04
8.8 9.75 5.4 9.34 7.92
5,687.9 5,873.0 6,157.1 6,335.5 6364.4
1,483.7 1,551.8 1,590.6 1,560.3 1630.9
574.9 529.2 566.3 575.4 594.8
305.0 304.2 316.3 330.7 337.3
2.7 3.0 3.4 3.9 3.7
4.8 4.9 5.2 5.3 5.3
343.0 364.9 371.5 403.0 405.7
919.2 959.2 1,031.3 1,072.8 1098.3
332.9 349.3 371.1 385.5 380.1
26.2 26.7 27.8 28.3 27.7
207.8 218.3 233.2 235.5 242.3
165.0 173.3 168.7 198.8 202.3
6.2 6.5 6.8 6.9 7
18.2 18.4 19.5 19.7 20.2
950.8 1,001.9 1,059.1 1,117.1 1015.9
188.5 195.0 208.4 210.0 210.1
117.4 123.4 131.7 135.6 134.2
41.4 43.0 46.1 46.8 48.6
193.79 176.34 147.13 202.49 22.14
4619.50 1358.44 3928.56 6384.18 647.56
0.25 1.98 2.33 0.84 1.18
0.02 4.32 3.02 1.01 0.31
viii
5,906.5 5,959.3 6,262.2 6,602.5 6,461.5 6,650.5 6,783.5 7,147.6 7,105.4
4,792.5 4,743.5 4,923.3 4,830.8 5,080.1 5,355.7 5,571.7 5,216.8 5,743.1
2,513.8 2,598.4 2,786.2 3,170.7 2,942.7 2,821.0 2,956.6 3,270.2 3,001.2
1,390.6 1,282.5 1,290.5 779.2 1,183.2 1,509.2 1,528.5 839.1 1,485.5
888.2 862.6 846.6 880.9 954.2 1,025.5 1,086.6 1,107.5 1,256.4
4,025.0 4,375.9 4,508.4 4,631.5 4,712.9 4,819.2 4,937.6 5,066.9 5,202.9
1,185.2 1,279.0 1,278.5 1,295.9 1,279.7 1,263.1 1,311.3 1,328.6 1,370.4
2,469.4 2,623.3 479.1 483.5 2,950.5 3,069.6 3,150.4 465.2 462.8
370.5 473.5 479.1 483.5 482.7 486.5 475.9 3,273.1 3,369.7
84.0 92.2 91.6 95.9 92.8 90.0 88.6 97.1 90.6
2,923.8 1,432.3 1,417.3 1,452.4 1,351.2 1,405.9 1,390.2 1,398.9 1,427.7
235.7 256.0 249.1 266.4 272.0 336.7 300.5 345.0 355.4
790.4 840.6 820.5 830.0 740.4 726.5 744.4 729.3 728.3
282.5 335.8 347.7 355.9 338.8 342.7 345.3 324.6 344.0
2.5 2.8 3.2 2.8 3.1 3.0 2.9 2.3 2.5
Ringkasan Umum
PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar
harga konstan tahun dasar 2010 pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp
4.930,5 miliar, secara tahunan perekonomian Malut tumbuh sebesar 5,27%
(yoy), meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 5,21% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibanding pertumbuhan ekonomi Nasional yang sebesar 4,71% (yoy). Dari
sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari
pembentukan modal tetap domestik bruto (investasi) serta membaiknya kondisi
ekspor. Sementara itu, pengeluaran konsumsi pemerintah menjadi faktor
penghambat pertumbuhan tahunan pada triwulan laporan. Dari sisi lapangan
usaha atau penawaran, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara triwulan laporan
terutama bersumber dari peningkatan kinerja sektor pertanian, sektor
perdagangan besar dan eceran yang masih tumbuh tinggi, serta faktor baseline
effect pada sektor pertambangan.
KEUANGAN PEMERINTAH
Anggaran pendapatan dan belanja dalam APBD Provinsi Maluku Utara 2015
mengalami peningkatan sebesar masing-masing 12,86% dan 16,42% dari
APBD 2014. Namun demikian, karena adanya keterlambatan pengesahan
APBD, realisasi belanja APBD Provinsi Maluku Utara hingga akhir triwulan I-2015
baru mencapai 10,51% dan secara nominal turun 25,43% (yoy). Kondisi tersebut
menyebabkan komponen konsumsi pemerintah pada PDRB Provinsi Maluku
Utara mengalami penurunan sebesar 1,66% (yoy).
INFLASI DAERAH
Laju kenaikan harga barang dan jasa secara tahunan di Provinsi Maluku
Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan I 2015
tercatat sebesar 7,92% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan
x
sebelumnya sebesar 9,34% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada triwulan
laporan disebabkan oleh penyesuaian harga premium dan solar pada awal
triwulan. Penurunan tersebut kemudian diikuti dengan penyesuaian sejumlah
tarif moda angkutan sehinga mengurangi tekanan inflasi administered prices dari
21,01% (yoy) menjadi 12,35% (yoy) pada triwulan ini. Sementara itu, kenaikan
tekanan terjadi pada inflasi inti yang tercatat 5,91% (yoy) lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya sebesar 3,41% (yoy) yang salah satunya disebabkan oleh
pelemahan nilai tukar yang berdampak pada kenaikan harga beberapa barang
konsumsi. Kenaikan juga terjadi pada inflasi volatile food pada triwulan laporan
yang sebesar 9,69% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2014 yang mencapai
6,29% (yoy). Kenaikan ini dipengaruhi oleh kenaikan harga beras, daging ayam
ras, dan ikan segar pada akhir triwulan laporan.
KINERJA PERBANKAN DAN PERKEMBANGAN SISTEM
PEMBAYARAN
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, secara umum kinerja perbankan di
Maluku Utara pada triwulan I-2015 masih menunjukkan kinerja yang positif. Total
aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan I-2015 tercatat
sebesar Rp7,11 triliun, atau tumbuh 9,97% (yoy), lebih tinggi dari
pertumbuhan triwulan IV-2014 yang tumbuh 8,26% (yoy).
Dari sisi penghimpunan dana, pertumbuhan DPK mencapai 13,05% (yoy),
meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV-2014 yang
pertumbuhannya hanya sebesar 7,99% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
terjadi pada simpanan dalam bentuk giro dan deposito.
Dari sisi penyaluran dana, kredit tumbuh 10,40% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 9,40% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
terutama dipengaruhi oleh peningkatan kinerja sektor utama selama triwulan
laporan. Dengan perkembangan tersebut, peran intermediasi perbankan yang
diukur melalui tingkat LDR masih berada di level yang sangat tinggi yakni
90,59%.
Adapun risiko kredit yang tercermin dari rasio NPL pada triwulan laporan masih
berada di level yang rendah. NPL tercatat hanya sebesar 2,53% walaupun
sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,29%.
Pada triwulan laporan, transaksi tunai yang melalui Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Maluku Utara mengalami net inflow. Sementara itu, terjadi
penurunan nilai transaksi non tunai baik yang melalui fasilitas kliring maupun
RTGS. Transaksi melalui kiring turun 20,55% (yoy) sementara itu RTGS
turun 0,09% (yoy). Namun demikian, dari sisi kualitas transaksi masih sangat
terjaga dengan sedikitnya temuan uang palsu dan rendahnya rasio cek dan BG
kosong pada triwulan laporan. Selama triwulan laporan terdapat 5,29 juta lembar
UTLE yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara,
meningkat 12,08% (qtq) dan secara tahunan naik 15,75% (yoy).
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Perbaikan kinerja pada sektor pertanian dan beberapa sektor lainnya
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah angkatan kerja yang bekerja
sebesar 3,23% (yoy). Membaiknya kinerja perekonomian pada triwulan laporan
menyebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) bulan Februari 2015 turun
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Namun
demikian, pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan perkembangan periode
yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 4,49% (yoy). Sementara itu terkait
kemiskinan, jumlah penduduk miskin di Maluku Utara pada September 2014
turun 0,92% (yoy) menjadi 84,79 ribu jiwa.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Malut pada triwulan II 2015 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
dari triwulan laporan dan berada pada kisaran 5,83% - 6,33% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke bawah. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga
masih menjadi penggerak utama ekonomi Malut diperkirakan meningkat cukup
signfikan. Sementara itu, ekspor baik luar negeri maupun antar daerah diprediksi
tumbuh positif karena faktor baseline effect. Dari sisi penawaran, sektor industri
pengolahan diprediksi akan tumbuh meningkat menyusul melimpahnya produksi
xii
bahan baku pada triwulan laporan. Masuknya bulan suci Ramadhan dan tahun
ajaran baru pada triwulan depan menjadi pendorong sektor perdagangan besar
dan eceran.
Laju inflasi pada triwulan II 2015 secara umum berpotensi untuk bergerak
naik yaitu pada kisaran 8,92%±1 (yoy), dari triwulan I 2015 yang sebesar
7,92% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terutama diperkirakan berasal dari
kelompok core inflation dan volatile food. Meningkatnya tekanan permintaan
yang belum dapat diimbangi dengan kelancaran pasokan bahan pangan strategis
di kota Ternate akan mewarnai tekanan inflasi pada triwulan mendatang. Faktor
pendorong inflasi juga akan bertambah dari penyesuaian tarif angkutan menyusul
kenaikan premium dan solar pada 28 Maret 2015 yang lalu.
1
1.1 Kondisi Umum
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga
konstan tahun dasar 2010 pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp 4.930,5 miliar. Secara
triwulanan, perekonomian Maluku Utara tercatat tumbuh secara perlahan sebesar 0,10%
(qtq) kembali melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 1,38%
(qtq). Sementara itu, secara tahunan perekonomian Malut tumbuh sebesar 5,27% (yoy),
meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,21%
(yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Nasional yang
sebesar 4,71% (yoy).
Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari
pembentukan modal tetap domestik bruto (investasi) serta membaiknya kondisi ekspor.
Sementara itu, pengeluaran konsumsi pemerintah menjadi faktor penghambat pertumbuhan
tahunan pada triwulan laporan. Dari sisi lapangan usaha atau penawaran, pertumbuhan
ekonomi Maluku Utara triwulan laporan terutama bersumber dari peningkatan kinerja sektor
pertanian, sektor perdagangan besar dan eceran yang masih tumbuh tinggi, serta faktor
base effect pada sektor pertambangan.
1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan (penggunaan), faktor pendorong pertumbuhan ekonomi pada
triwulan laporan disumbang oleh pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB). Laju
pertumbuhan PMTB sebesar 8,02% (yoy) terakselerasi signifikan dibandingkan laju
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,56% (yoy).
Sementara itu, komponen konsumsi rumah tangga, walaupun tumbuh melambat
dari 4,03% (yoy) pada triwulan sebelumnya, konsumsi rumah tangga tetap memberikan
andil terbesar pada pertumbuhan ekonomi malut triwulan laporan dengan andil sebesar
2,13%. Di lain sisi, komponen konsumsi pemerintah menjadi penahan laju pertumbuhan
karena mengalami penyusutan sebesar 1,66% (yoy) dengan andil sebesar -0,50%.
2
Sementara itu, ekspor mencatat peningkatan pertumbuhan karena peningkatan
produksi pertanian dan faktor base effect ekspor pertambangan. Di lain sisi, masih tingginya
ketergantungan Maluku Utara terhadap pasokan dari luar provinsi menyebabkan
pertumbuhan impor juga meningkat sehingga neraca perdagangan Maluku Utara masih
mengalami net impor.
Dengan perkembangan tersebut, struktur perekonomian Maluku Utara dari sisi
permintaan (penggunaan) pada triwulan I 2014 masih didominasi oleh konsumsi, khususnya
konsumsi rumah tangga yang memiliki pangsa sebesar 59,32%. Sementara konsumsi
pemerintah memiliki pangsa 26,71% atau mengalami penurunan pangsa yang signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya, di sisi lain pangsa investasi (PMTB) mengalami sedikit
peningkatan sebesar 0,87% menjadi sebesar 28,78% Di lain sisi, masih tingginya
ketergantungan Maluku Utara terhadap pasokan dari luar provinsi menyebabkan terjadinya
net impor sehingga menjadi pangsa negatif bagi struktur perekonomian Maluku Utara .
Grafik 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan
3.52%
2.31%
-1.66%
8.02%
-115.97%
30.75%
25.17%
3
1.2.1 Konsumsi Masyakat dan LNPRT
Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan tercatat tumbuh 3,52% (yoy) tumbuh
sedikit melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 4,03%. Kondisi yang sama juga terjadi
pada konsumsi lembaga non profit yang pada triwulan ini tumbuh 2,31% (yoy) dimana pada
triwulan sebelumnya mencatat pertumbuhan 4,84%. Namun demikian, konsumsi
masyarakat masih memberikan andil kedua terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Maluku
Utara pada triwulan laporan yakni 2,13%.
Grafik 1.2 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Melambatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan terutama
disebabkan oleh penurunan pada pendapatan riil masyarakat. Hal ini terindikasi dari indeks
penerimaan rumah tangga (IPRT) yang turun sebesar 11,88% (yoy) terkoreksi lebih dalam
dari triwulan sebelumnya yang juga turun sebesar 10,53%. Kenaikan UMP 2015 yang tidak
setinggi tahun 2014 di tengah efek tingginya inflasi tahun 2014 serta masih simpang siurnya
kondisi perekonomian ke depan menyebabkan masyarakat mengurangi intensitas
konsumsinya pada triwulan laporan. Seiring dengan itu, indeks tendensi konsumen (ITK)
pada triwulan laporan hanya berada di level 103,19 lebih rendah dari triwulan IV 2014 yang
mencapai 103,28.
4
Grafik 1.3 Indeks Pendapatan Rumah Tangga (IPRT)
Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumtif Lokasi Proyek
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : LBU, diolah
Intensi melambatnya konsumsi masyarakat juga disebabkan oleh pergeseran
preferensi masyarakat dari konsumsi menjadi menyimpan pendapatannya di perbankan. Hal
ini ditandai dengan melambatnya kredit konsumtif menurut lokasi proyek dari 16,28% (yoy)
pada triwulan III 2014 menjadi 15,69% (yoy) pada triwulan IV 2014. Di lain sisi, terjadi
peningkatan pada DPK masyarakat yang tumbuh sebesar 13,05%, lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yaitu sebesar 7,99%. Kondisi ini terkait dengan masih tingginya suku
bunga simpanan khususnya deposito.
Grafik 1.5 Volume Bongkar Bahan Pokok (Ton) Grafik 1.6 Volume Barang konsumsi lainnya (Ton)
Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate
Melambatnya intensitas konsumsi masyarakat di Maluku Utara juga terlihat dari
pergerakan kegiatan bongkar muat selama awal tahun 2015 di Pelabuhan Ahmad Yani
Ternate pada sebagian besar komoditas, terutama kegiatan bongkar barang konsumsi
lainnya yang dikirim dari luar daerah seperti Surabaya, Makassar dan Bitung (Manado).
Volume bongkar bahan pokok pada triwulan laporan tumbuh 123,3% (yoy) lebih rendah dari
triwulan sebelumnya 282,0% (yoy).
5
Grafik 1.7 Jumlah Kendaraan Roda 4 Baru (unit) Grafik 1.8 Jumlah Kendaraan Roda 2 Baru (unit)
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset
Daerah
Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset
Daerah
Grafik 1.9 Konsumsi KwH Rumah Tangga
Sumber : PLN Provinsi Maluku Utara
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Pertumbuhan investasi atau modal tetap domestik bruto (PMTB) pada triwulan I
2015 tercatat sebesar 8,02% (yoy) dan memberikan andil pertumbuhan terbesar pada
triwulan ini yaitu sebesar 2,2% terhadap pertumbuhan PDRB Maluku Utara sisi permintaan.
PMTB tumbuh meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 4,56% (yoy).
Kondisi ini ditengarai meningkat oleh faktor pembangunan infrastruktur dan peningkatan
kapasitas produksi dari beberapa perusahaan swasta.
6
Grafik 1.10 Perkembangan PMA di Maluku Utara
Grafik 1.11 Perkembangan PMDN di Maluku Utara
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Meningkatnya perkembangan PMTB salah satunya terindikasi dari total volume
pengadaan semen di Maluku Utara yang naik sebesar 29,36% (yoy) jika dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,9%. Adapun peningkatan
konsumsi semen ini juga disebabkan oleh realisasi proyek pemerintah atas pengeluaran
sektor publik yang cukup besar pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, berdasarkan data dari BKPM, foreign direct investment (FDI) dan
domestic direct investment (DDI) pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp 390 miliar
(asumsi rerata kurs rupiah terhadap USD sebesar Rp.12.000/USD) meningkat dua kali lipat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.12 Volume Barang Bahan Strategis (Ton) Grafik 1.13 Perkembangan Konsumsi Semen
Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (ASI)
Salah satu bentuk investasi yang cukup terlihat adalah reklamasi dan perluasan
dermaga Pelabuhan Ahmad Yani seluas 6160 m2 oleh PT Pelindo IV Cabang Ternate.
Pembangunan tersebut saat ini sedang berlangsung dan diperkirakan menghabiskan dan
7
investasi sebesar Rp70 Miliar. Apabila pembangunan ini selesai, kapasitas bongkar muat
Pelabuhan Ahmad Yani akan meningkat serta pemasangan peralatan bongkar muat modern
seperti container crane dan reach staker baru dapat dilaksanakan.
1.2.3 Pengeluaran Pemerintah
Secara tahunan, pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan I 2015 menyusut
1,66%, jauh berbeda dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 10,43%.
Secara triwulanan, konsumsi pemerintah menyusut -16,91% (qtq). Penyusutan ini
disebabkan oleh terlambatnya penetapan APBD Provinsi Maluku Utara 2015 yang baru
disahkan perdanya pada akhir Februari 2015. Hal ini tentu saja berdampak lanjutan pada
terlambatnya dropping dana ke Pemkab dan Pemkot di Maluku Utara.
Hal ini terkonfirmasi dengan perkembangan saldo giro pemerintah. Pada akhir
triwulan I 2015 giro pemerintah tercatat sebesar Rp 566,39 miliar. Jumlah ini tumbuh
meningkat dari 40,76% (yoy) pada triwulan IV-2014 menjadi 52,10% (yoy). Di tengah
turunnya pendapatan pemerintah, meningkatnya giro milik pemerintah menjadi indikator
rendahnya realisasi belanja pada triwulan laporan.
Grafik 1.14 Perkembangan Giro Pemerintah
Sumber : LBU, diolah
1.2.4 Kegiatan Ekspor – Impor
Neraca perdagangan Maluku Utara secara keseluruhan (antar daerah dan luar
negeri) pada triwulan laporan menunjukkan net impor sebesar Rp859,62 miliar atau tumbuh
3,51% (yoy). Walaupun ekspor sudah menunjukkan pertumbuhan positif yang signifikan
sebesar 30,75% (yoy) dengan adanya peningkatan ekspor antar daerah khususnya
8
komoditas kopra, kelapa, dan rempah-rempah, di sisi lain impor juga mengalami
pertumbuhan sebesar 25,17% (yoy).
Grafik 1.15 Perkembangan Volume Ekspor
Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Ekspor
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Ekspor luar negeri masih mengalami penurunan akibat terhentinya kegiatan ekspor
biji nikel yang memiliki pangsa ±98% terhadap total ekspor Maluku Utara setiap bulannya.
Penurunan ini diprediksi akan bertahan hingga adanya kegiatan produksi di sektor
pertambangan melalui pembangunan smelter dan sarana penunjang lainnya seperti
pembangkit listrik dan pelabuhan. Volume ekspor luar negeri turun sebesar 99,61% (yoy)
Sementara itu nilai ekspor turun 94,12% (yoy).
Grafik 1.17 Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate
Grafik 1.18 Perkembangan Volume Bongkar Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate
Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate
Perkembangan impor Maluku Utara secara total terpantau tumbuh sebesar 25,17%
(yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya Berdasarkan data BPS, volume
sekaligus nilai impor luar negeri Maluku Utara mengalami kenaikan signifikan yaitu
4442,55% (yoy) dan 1664,06% (yoy). Kenaikan volume impor ini dikarenakan adanya impor
-150.0%
-100.0%
-50.0%
0.0%
50.0%
100.0%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
I II II IV I II II IV I II II IV I
2012 2013 2014 2015
(00
0)
to
n
Volume ekspor g_yoy (RHS)
9
mesin yang merupakan bentuk investasi perusahaan swasta dalam meningkatkan kapasitas
produksinya.
Grafik 1.19 Perkembangan Volume Impor Grafik 1.20 Perkembangan Nilai Impor
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran
Dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan ekonomi triwulan laporan terutama
didukung oleh perbaikan kinerja pada sektor pertanian, pertambangan, dan informasi.
Sementara itu, walaupun tumbuh melambat, sektor perdagangan besar dan eceran masih
tumbuh sangat tinggi sehingga kembali memberikan andil terbesar dalam pertumbuhan
ekonomi triwulan laporan yakni sebesar 1,78%. Adapun sektor pertanian memberikan andil
kedua terbesar yakni 0,68%.
Tabel 1.2 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sektor Pertumbuhan (yoy,%) Andil (%)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.75 0.68
Pertambangan dan Penggalian 0.46 0.05
Industri Pengolahan 5.67 0.31
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 27.46 0.02
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6.75 0.01
Konstruksi 6.45 0.40
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor10.37 1.78
Transportasi dan Pergudangan 7.28 0.40
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0.56 0.00
Informasi dan Komunikasi 11.72 0.48
Jasa Keuangan dan Asuransi 16.81 0.47
Real Estate 7.51 0.01
Jasa Perusahaan 3.66 0.01
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib2.05 0.33
Jasa Pendidikan 3.72 0.13
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.91 0.13
Jasa lainnya 8.73 0.07
PDRB 5.27 5.27
10
Dengan perkembangan tersebut, struktur perekonomian Maluku Utara di triwulan I
2015 masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyumbang
25,63% dari total PDRB. Kemudian pada triwulan ini menyusul di peringkat kedua yaitu
sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor sebesar
17,26% menggeser di posisi sebelumnya yaitu administrasi pemerintahan, pertahanan dan
jaminan sosial wajib yang kini menjadi penyumbang terbesar ketiga dengan pangsa sebesar
15,96%. Sementara itu, sektor lainnya memiliki pangsa dibawah 10%.
Grafik 1.21 Struktur PDRB Sisi Penawaran
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pada triwulan I 2015, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh sebesar
2,75% (yoy) tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 1,19%.
Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan produksi komoditas tabama, hortikultura, dan
perkebunan khususnya kelapa dan rempah-rempah yang signifikan. Kenaikan produksi
komoditas kelapa terindikasi dari turunnya harga komoditas hasil bumi tersebut di pasar
lokal pada kisaran 5%-10% akibat melimpahnya produksi.
Menurut hasil liaison dengan pelaku usaha pengolahan minyak kelapa terdapat
kecenderungan kemunduran puncak musim panen kelapa yang seharusnya akhir tahun
2014 menjadi pada triwulan ini. Hal ini menyebabkan produksi kelapa pada triwulan laporan
meningkat signifikan.
11
Dari subsektor tabama dan hortikultura, program ketahanan pangan yang dijalankan
pemerintah daerah melalui berbagai metode nampaknya mulai membuahkan hasil. Hal ini
terlihat dari stabilnya harga komoditas aneka cabai dan aneka bawang seiring panen raya
yang terjadi di berbagai sentra produksi di Pulau Halmahera. Kondisi yang sama juga terjadi
pada komoditas padi.
Pertumbuhan sektor pertanian sedikit terhambat oleh performa subsektor
perikanan. Pada triwulan laporan, data volume tangkap ikan tercatat turun 32,32% (yoy).
Penurunan ini ditengarai merupakan efek lanjutan dari el nino. Selain itu, kebijakan terkait
pelarangan dropping solar subsidi untuk kapal dengan kapasitas tertentu juga menyebabkan
penurunan pada aktivitas nelayan. Di lain sisi, implementasi Permen No. 56/PERMEN-
KP/2014 mengenai Moratorium Perizinan Usaha Ikan Tangkap tidak terlalu berdampak pada
keseluruhan aktivitas perikanan di Maluku Utara yang mayoritas berupa kapal dan nelayan
kecil lokal.
Grafik 1.22 Perkembangan Volume Ikan Tangkap
Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ikan Tangkap
Sumber : PPN Kota Ternate Sumber : PPN Kota Ternate
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Sektor Pertanian
Sumber : LBU, diolah
-11.1%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
I II III IV
2014
ton
Nilai Tangkap g_yoy
12
Perkembangan sektor pertanian juga tercermin dari peningkatan kredit yang
dikucurkan oleh perbankan. Total kredit yang disalurkan selama triwulan laporan adalah
Rp25,47 miliar, tumbuh 12,43% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya.
1.3.2 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor masih
tumbuh tinggi sebesar 10,37% (yoy) sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan
triwulan sebelumnya yang sebesar 11,44% (yoy). Perlambatan tersebut seiring dengan
perlambatan konsumsi masyarakat. Aktivitas pelaku perdagangan dari luar Pulau Ternate
serta aktivitas pariwisata juga terindikasi tumbuh melambat. Tingkat Penghunian Kamar
(TPK) turun 12.03% (yoy) pada triwulan laporan setelah pada triwulan sebelumnya
Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.26 Perkembangan TPK
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Menurut hasil liaison dengan pasar modern di Maluku Utara, jumlah penjualan
selama triwulan laporan masih tetap tinggi. Tercatat terdapat peningkatan 10-15% untuk
produk makanan dan minuman. Namun demikian, responden liaison menyatakan ada
sedikit penurunan pada penjualan produk-produk elektronik dan sandang.
Meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan, jumlah kredit yang disalurkan oleh
perbankan pada sektor ini masih mengalami akselerasi, kenaikan yang hingga akhir triwulan
laporan tercatat sebesar Rp1.350 miliar atau meningkat 7,12% lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 4,35%. Dengan demikian, kinerja sektor ini pada triwulan
mendatang diperkirakan masih cukup tinggi.
13
1.3.3 Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan pada triwulan I 2015 tumbuh sebesar 5,67% (yoy),
melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,47% (yoy). Secara triwulanan,
sektor ini tumbuh 0,66% (qtq). Perlambatan dipengaruhi turunnya produksi industri olahan
hasil laut seiring turunnya hasil tangkapan ikan. Panen raya perkebunanan kelapa yang
tahun ini baru dimulai pada pertengahan Februari 2015 juga diakui oleh responden liaison
mempengaruhi turunnya jumlah produksi pada kisaran 2%-5% dibandingkan periode yang
sama pada tahun 2014.
Perlambatan pada sektor ini terindikasi dari pertumbuhan outstanding kredit yang
dikucurkan perbankan yang terkoreksi sebesar -3,66%, dimana pada triwulan sebelumnya
tumbuh positif sebesar 3,80% (yoy). Di samping itu perlambatan juga tercermin dari
menurunnya konsumsi energi industri yang direpresentasikan oleh data jumlah KwH listrik
PLN penggunaan industri
Di lain sisi, pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan ditopang oleh industri
pengolahan kopra dan minyak kelapa. Berdasarkan hasil liaison dengan beberapa pelaku
usaha dari industri tersebut, produksi pada awal tahun 2015 diperkirakan meningkat 15-20%
dari periode yang sama di tahun sebelumnya.
Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
14
Grafik 1.28 Kapasitas Listrik Terpakai Untuk Industri
Sumber : PLN Provinsi Maluku Utara
Dari sisi skala industri manufaktur, perlambatan terutama terjadi pada industri
manufaktur skala mikro dan kecil. pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil
pada triwulan IV 2014 tumbuh sebesar 6,41% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,37% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan produksi
industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan laporan justru meningkat dari 13,87%
(yoy) 15,53% (yoy).
Tabel 1.3 Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Melambatnya pertumbuhan industri skala mikro dan kecil terutama terjadi pada
industri makanan yang tumbuh melambat dari 12,88% (yoy) menjadi 8,75% (yoy).
Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), industri pengolahan ikan
15
dan hasil tangkapan laut lainnya masuk ke dalam klasifikasi ini. Adanya kesulitan bahan
baku akibat berkurangnya hasil tangkapan mempengaruhi produksi industri ini.
1.3.4 Sektor Pertambangan
Berbeda dengan triwulan sebelumnya di mana sektor pertambangan mengalami
kontraksi sebesar 13,47% (yoy), pada triwulan laporan sektor ini tumbuh positif sebesar
0,46% (yoy), dan memberikan andil sebesar 0,05%. Pertumbuhan ini terjadi karena adanya
baseline effect akibat kontraksi pertumbuhan yang terjadi pada periode yang sama tahun
sebelumnya pasca diberlakukannya UU Minerba yang menyebabkan terhentinya aktivitas
eskpor bijih nikel. Saat ini, tambang nikel milik beberapa perusahaan besar tetap beroperasi
secara terbatas. Hasil produksi bijih nikel dikirimkan untuk diolah lebih lanjut ke smelter
terdekat seperti smelter milik PT Antam di Pomalaa Sulawesi Tenggara.
17
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu indikator penting untuk mengetahui kemajuan suatu
daerah. Beberapa daerah pertumbuhan ekonominya cenderung stagnan bahkan rendah
walaupun sudah diterapkan berbagai kebijakan dan program oleh pemerintah. Oleh karena itu,
sebuah perangkat analisa dibutuhkan untuk mendiagnosa mengapa suatu perekonomian tidak
tumbuh optimal dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan ekonomi. Dari hasil
analisa tersebut barulah pemerintah daerah dapat membuat paket kebijakan yang tepat dalam
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
Perekonomian Maluku Utara dalam satu dasawarsa ini telah meningkat lebih dari dua
kali lipat pada tahun 2013, dengan pertumbuhan rata-rata 5,85% per tahun. Namun demikian,
untuk sebuah provinsi baru, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara cenderung rendah dan
seringkali berada di bawah nasional. Oleh karena itu, diperlukan diagnosa untuk mengetahui
mengapa pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara belum optimal.
Untuk mendorong pertumbuhan yang optimal, maka diperlukan adanya peningkatan
investasi yang masuk ke daerah (Worldbank, 2010). Sementara itu, indikator investasi yang
diukur dari pangsa investasi swasta (PMTB) Maluku Utara terhadap PDRB terhitung sangat
rendah, jauh di bawah nasional maupun Sulawesi Selatan sebagai pusat perekonomian
Sulawesi. Maluku Utara juga tidak menjadi preferensi investasi para investor, terlihat dari
pangsa PMDN dan PMA ke Maluku Utara yang hanya sebesar 0,5% dan 0,7% dari total
investasi nasional.
Investasi sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat pengembalian
ekonomi, pendanaan, biaya sosial, kegagalan pasar, dan kualitas sumber daya manusia.
Diagnosis pertumbuhan di Maluku Utara akan berfokus pada bagaimana mengidentifikasi
hambatan utama pada pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sehingga kemudian dapat
dihasilkan sebuah paket reformasi prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan berkesinambungan.
Adapun analisa lingkungan bisnis akan mengikuti kerangka diagnosis pertumbuhan
pengembangan dari Hausmann, Rodrik, dan Velasco (HRV, 2005) yang diringkas dalam
diagram sebagai berikut :
18
Grafik I.1 Kerangka Diagnosis Penyebab Rendahnya Investasi
Sumber: World Bank
Berdasarkan teori yang dikembangkan HRV tersebut, melalui analisa, justifikasi, serta
perbandingan terhadap berbagai data Maluku Utara dan provinsi lainnya (Nasional, Maluku,
Sulsel) 0.dari beragam sumber, maka dihasilkan klasifikasi hambatan yang terdapat di Maluku
Utara dalam menarik investasi dan mencapai pertumbuhan yang berlanjut. Disajikan dalam
bentuk constraints matrix yang juga menunjukkan kondisi berbagai aspek :
Grafik I.2 Faktor Rendahnya Investasi di Maluku Utara
Coordinatio
n
Market fail
TPT dan TPAK
Kualitas Jalan
&
konektivitas
Inflasi
Iklim investasi
(kriminal, Indeks
Persepsi Korupsi,
kepengurusan
ijin)
HHI
Pendidikan
(APM, APK,
TPS)
Elektrifikasi,
air, sanitasi
Anggaran
pemerintah
Akses
mendapatka
n lahan
Keragaman
struktur
Perkonomian
Ketersediaan
Sekolah
Geografis, indeks
bencana & Biaya
Logistik
Kesehatan &
fasilitasnya
Kinerja
tenaga listrik
Tingkat
pengangguran
& UMP
= dalam kondisi baik
= binding constraint
= the most binding constraint
Low growth and investment
Binding social returns
Binding finance Lack of complementary
factors
Low appropriability
Government failures
Low aggregate saving
& Bad financeHuman
Capital
Infrastructure
& public
goods
Ex ante Ex post
Tax
LDR
Ex ante risk
Low
property &
rights,
corruption
Low R&D ,
Low Self disc
NPL
Rasio kredit/PDRB
Rasio tabungan/PDRB
Distribusi Penyaluran
kredit
Terlihat pada matriks tersebut, bahwa hambatan pengikat terbesar (the most binding
constraint) dari investasi pendorong pertumbuhan di Provinsi Maluku Utara adalah
permasalahan terkait :
a) Infrastruktur dan fasilitas publik, yang terdiri atas :
Kualitas jalan dan konektivitas sebagai hambatan utama, yang diukur dari ;
- Panjang jalan per luas daratan;
- Panjang jalan dengan kondisi rusak per total panjang jalan;
- Jumlah kendaraan/km panjang jalan.
Elektrifikasi, air, dan sanitasi sebagai hambatan utama, yang diukur dari ;
Rasio elektrifikasi/jumlah rumah tangga;
Rasio air minum layak/jumlah rumah tangga;
Rasio sanitasi layak/jumlah rumah tangga.
Kondisi geografis sebagai hambatan utama, yang diukur dari ;
Indeks bencana;
Betuk geografis (persebaran daratan dan penghunian pulau);
Biaya logistik/pengiriman.
b) Low property, rights, and corruption, yang ditunjukkan oleh :
Kondisi iklim investasi sebagai hambatan utama, yang diukur dari ;
- Indeks iklim investasi;
- Tingkat Kriminal/konflik
- Indeks persepsi korupsi
- Tingkat kesulitan kepengurusan ijin usaha
c) Low R&D, and self-discovery, yang ditunjukkan oleh :
Indeks Herfindahl-Hirschman Index atau indeks yang mengukur distribusi/konsentrasi
keragaman (dalam hal ini) pasar ekspor di suatu daerah.
Selain itu, faktor yang juga dapat berisiko menjadi penghambat pertumbuhan di Maluku Utara
adalah :
a) Masalah pembiayaan : Distribusi penyaluran kredit
b) Sumberdaya manusia : Ketersediaan sekolah dan tenaga pengajar yang layak serta
fasilitas kesehatan yang memadai
c) Ex ante risk: Inflasi dan Anggaran pemerintah
20
d) Low property : Akses mendapatkan lahan
e) Low self discovery : Keragaman struktur perekonomian
Grafik I.3 Most Binding Constraint Bagi Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara
Berdasarkan diagnosa tersebut, penyebab rendahnya investasi di Maluku Utara paling
banyak bermuara pada kondisi infrastruktur yang buruk. Kualitas jalan di Maluku Utara
sebagian besar kondisinya tidak baik serta infrastruktur kelistrikan di Maluku Utara belum
memadai dibandingkan provinsi lainnya. Selain itu, sebagai daerah kepulauan di timur
Indonesia yang memiliki gunung api aktif, investor di Maluku Utara berhadapan dengan
mahalnya biaya logistik dan tingginya probabilitas bencana alam. Situasi ini diperburuk dengan
iklim investasi di Malut baik dari sisi kenyamanan berusaha maupun tata kelola pemerintah
relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya.
Kendati memiliki beragam faktor penghambat, berdasarkan data yang diperoleh kualitas
sumberdaya manusia Maluku Utara yang dilihat dari angka partisipasi pendidikan yang lebih
baik dibandingkan beberapa provinsi lain di Indonesia Timur. Sayangnya kondisi tersebut masih
belum dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif di Maluku Utara. Ada faktor
budaya dan kesesuaian pendidikan yang belum bisa diungkapkan dengan data yang ada.
Penyebab Faktor Ukuran Malut PengukuranPanjang jalan/luas daratan 7,50 Nasional 26,4 % km jalan/km2 daratan
Rasio jalan rusak 34.8 Nasional 17.6 % km jalan rusak/km jalan
Kepadatan kendaraan 12 Nasional 205 kendaraan/km jalan
Rasio elektrifikasi 63.82 Nasional 78.06 % jumlah rumah tangga
Rasio air minum layak 59.65 Nasional 67.73 % jumlah rumah tangga
Rasio sanitasi layak 54.76 Nasional 57.82 % jumlah rumah tangga
Tingkat bencana Tinggi/175/5 Jakarta Sedang/54/33 Risko/Indeks/Ranking
Bentuk geografis Kepulauan-1.474 Maluku Kepulauan -1000 Bentuk-jumlah pulau
Biaya logistik-pengiriman 17,5 Sulsel 7.4 Dari Jakarta (Rp. Juta)
Indeks iklim investasi 53.05/25 Sulsel 63.29/5 Indeks/Ranking
Kesulitan kepengurusan ijin 25,9 Nasional 10,9 % pengusaha keberatan
Property Akses Lahan Usaha 62.7/16 Sulsel 59.95/18 indeks/ranking
Tingkat kriminal/konflik 19.48 Maluku 17.46 % desa dengan konfik
Indeks persepsi korupsi 39/4.42 Sulsel 47/3.97 Ranking/indeks korupsi
Low R%D and
self-discovery
Keragaman
pasar eksporIndeks HHI 0.8 Sulsel 0,40 Indeks (konsentrasi)
Daerah lain
Most binding constraint
Infrastruktur
dan
fasiitas publik
Low property,
rights,
and corruption
Iklim
investasi
Korupsi
Kualitas jalan
dan
konektivitas
Elektrifikasi,
air dan
sanitasi
Kondisi
geografis
Maka dengan beragam permasalahan dan hambatan yang ada, Maluku Utara
diharapkan untuk lebih memperhatikan permasalahan infrastruktur dasar serta tata kelola dalam
kemudahan berinvestasi. Dengan adanya ketersediaan infrastuktur maka akan memberikan
dampak langsung maupun tidak langsung seperti :
Peningkatan perputaran ekonomi dengan nilai dari proyek infrastruktur itu sendiri
Kelancaran faktor produksi yaitu tenaga kerja & bahan modal
Peningkatan pengembalian nilai ekonomi investor sehingga investor meningkatkan nilai
investasinya
Peningkatan minat investor karena kelengkapan dan kemudahan infrastruktur yang
dapat mendukung kelancaran aktivitas bisnis sehingga menarik jumlah investor yang
semakin besar
Melalui hal-hal tersebut maka investasi dapat meningkat secara stimultan sehingga pada
gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dengan pertumbuhan
ekonomi yang inklusif maka dapat meningkatkan pendapatan perkapita dan berujung pada
kesejahteraan rakyat.
23
2.1 Kondisi Umum
Anggaran pendapatan dan belanja dalam APBD Provinsi Maluku Utara 2015 mengalami
peningkatan sebesar masing-masing 12,86% dan 16,42% dari APBD 2014. Namun demikian,
karena adanya keterlambatan pengesahan APBD, realisasi belanja APBD Provinsi Maluku
Utara hingga akhir triwulan I-2015 baru mencapai 10,51% dan secara nominal turun 25,43%
(yoy). Kondisi tersebut menyebabkan komponen konsumsi pemerintah pada PDRB Provinsi
Maluku Utara mengalami penurunan sebesar 1,66% (yoy) .
2.2 Struktur APBD
Anggaran pendapatan Pemprov Maluku Utara dalam APBD 2015 adalah sebesar
Rp1,83 triliun atau meningkat 12,86% dari anggaran pendapatan pada APBD 2014.Sementara
itu, anggaran belanja pada APBD 2015 tercatat sebesar Rp1,82 triliun atau meningkat 16,42%
dari anggaran belanja tahun sebelumnya.
Pada anggaran pendapatan, kenaikan anggaran terutama bersumber dari pendapatan
transfer sebesar 34,8% (yoy). Pendapatan transfer adalah pendapatan yang didapatkan dari
pemerintah pusat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Secara struktur
pendapatan transfer ini masih menjadi sumber pendapatan terbesar pemerintah Maluku Utara
yaitu sebesar 82,6% pada APBD 2015, dikarenakan pendapatan asli daerah belum dapat
menjadi tonggak utama keuangan daerah mengingat belum optimalnya penyerapan pajak,
masih rendahnya pendapatan perusahaan daerah, serta dampak penerapan UU Minerba pada
sektor pertambangan nikel di Maluku Utara. Sementara itu, meningkatnya pendapatan transfer
dipengaruhi oleh pengalihan subsidi energi pada APBN 2015 pada dana untuk pembangunan
daerah serta fokus pembangunan pemerintah pusat terhadap daerah di kawasan Indonesia
Timur.
24
Grafik 2.1 Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2014 dan 2015
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara 2015
Kenaikan juga terjadi pada anggaran belanja seiring adanya kenaikan pada anggaran
pendapatan. Kenaikan terbesar terdapat pada belanja modal yaitu sebesar 16,0% (yoy).
Kenaikan pada nominal belanja modal tersebut menjadi harapan meningkatnya pembangunan
sarana publik/infrasruktur pada triwylan mendatang. Secara struktural, pangsa dari anggaran
belanja tidak mengalami banyak perubahan. Meskipun mengalami penurunan, belanja
operasional masih mendominasi struktur belanja dengan pangsa sebesar 67,6%.
Grafik 2.2 Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2014 dan 2015
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara 2015
2.3 Realisasi Pendapatan APBD
Jumlah total realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara, hingga
triwulan I 2015 mencapai Rp 411,31 miliar, mencapai 22,50% dari total target anggaran
pendapatan 2015 yang sebesar Rp1.827,93 miliar, atau masih di bawah target per triwulan
sebesar 25%. Nominal realisasi tersebut menurun apabila dibandingkan realisasi pendapatan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 25,34% (yoy).
Realisasi seluruh komponen pendapatan pada triwulan I tahun 2015, baik Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan/Transfer, maupun Pendapatan Lain-lain mengalami
penurunan apabila dibandingkan dengan setiap komponen pendapatan di triwulan I tahun 2014.
Kinerja penerapan anggaran pendapatan terendah ditunjukkan oleh pendapatan lain-lain
(hibah) dimana pada tahun sebelumnya dapat mencapai >25% pada triwulan pertama,
sementara realisasi pada tahun ini hanya sebesar 13,5%.
Tabel 2.1 Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I 2015 (dalam rupiah)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara 2015
Apabila melihat kinerja masing-masing pos pendapatan, kondisi tersebut ditengarai
disebabkan oleh masih rendahnya PAD yang dipengaruhi oleh berhentinya aktivitas sejumlah
perusahaan tambang yang selama ini menjadi lumbung PAD Maluku Utara. Selain itu
berkurangnya pendapatan masyarakat akibat melambatnya perekonomian dan kenaikan harga
berimbas pada realisasi pendapatan pajak dan retribusi yang masih jauh dari target.
26
Berdasarkan komponen pembentuknya, realisasi tertinggi pendapatan pemerintah
Provinsi Maluku Utara berasal dari komponen transfer pemerintah pusat-dana penyesuaian
sebesar 40,57%, diikuti dana alokasi khusus yang memiliki pangsa siginifikan dengan realisasi
sebesar 32,62%. Dengan demikian, pendapatan Pemprov, Pemerintah kabupaten dan kota di
Maluku Utara sebagian besar bukan berasal dari pendapatan dari daerah itu sendiri, melainkan
bergantung pada dana perimbangan. Dan dalam pelaksanaannya, transfer dari pemerintah
pusat terbilang tepat waktu.
Grafik 2.3 Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBD Triwulan I 2014 dan Triwulan I 2015
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara 2015
2.4 Realisasi Belanja APBD
Total realisasi belanja daerah sampai dengan akhir triwulan I 2015 mencapai Rp 191,71
miliar atau sebesar 10,51% dari anggaran sebesar 1.824,43 miliar. Jumlah realisasi tersebut
lebih rendah dibandingkan realisasi belanja pada triwulan I tahun 2014 sebesar 17,94%.
Realisasi seluruh komponen belanja pada triwulan I tahun 2015, baik Belanja
Operasional maupun Belanja Modal mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan kedua
komponen belanja di triwulan I tahun 2014. Kinerja penerapan anggaran pendapatan terendah
ditunjukkan oleh belanja modal dimana pada tahun sebelumnya dapat mencapai 19,0% pada
triwulan pertama, sementara realisasi pada tahun ini hanya sebesar 0,02%.
Grafik 2.4 Perbandingan Sisi Realisasi APBD Triwulan I 2014 dan Triwulan I 2015
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara 2015
Rendahnya realisasi pada triwulan ini dipengaruhi oleh terlambatnya pengesahan APBD
2015 yang baru terlaksana pada Akhir Februari 2015. Kondisi ini berdampak lanjutan pada
terlambatnya dropping dana ke SKPD-SKPD dan kabupaten kota serta mundurnya proses
lelang beberapa kegiatan strategis daerah. Dengan keterlambatan tersebut, belanja modal yang
hanya mencatat realisasi sebesar Rp 93,4 juta dari total anggaran Rp 497,10 miliar.
Rendahnya realisasi juga dialami oleh komponen belanja lainnya. Belanja barang yang
juga memerlukan proses pengadaan hanya mencatat realisasi belanja sebesar 3,12%.
Sementara itu, walaupun tetap lebih rendah, realisasi belanja pegawai yang sifatnya rutin
mencapai 15,88% dari pagu APBD 2015.
Dari sisi komponen pembentuknya, tingkat realisasi tertinggi belanja daerah terjadi pada
komponen belanja hibah sebesar 33,91% dengan pangsa sebesar 45,16% terhadap total
realisasi triwulan I 2015. Kemudian disusul dengan belanja transfer bagi hasil sebesar 24,19%
dengan pangsa 11,66% dari keseluruhan realisasi belanja triwulan I-2015.
28
Tabel 2.2 Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I 2015 (dalam rupiah)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara 2015
2.5 Keuangan Pemerintah
Dana pemerintah yang tersimpan di perbankan hingga akhir triwulan I 2015 tercatat
sebesar Rp. 876,32 miliar, nominal tersebut merupakan nominal dana pemerintah tertinggi
selama lebih dari tiga tahun terakhir. Jumlah ini tumbuh signifikan sebesar 60,33% (yoy)
terakselerasi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 42,62% (yoy)
maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -26,50% (yoy).
Akselerasi terjadi pada simpanan deposito. Deposito pemda tumbuh 130,24% (yoy) jauh
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif 13,94% (yoy). Naiknya dana yang
dimiliki pemerintah ini menandakan minimnya penyerapan anggaran belanja pemerintah,
sementara pemerintah daerah mengalihkan dananya ke jenis simpanan yang kurang likuid.
Kendati demikian jumlah deposito yang dimiliki pemerintah atas kenaikan tersebut hanya
mencapai 11,34% dari keseluruhan dana yang dimiliki pemerintah.
31
3.1 Kondisi Umum
Laju kenaikan harga barang dan jasa secara tahunan di Provinsi Maluku Utara yang
direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 7,92% (yoy), lebih
rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 9,34% (yoy). Namun demikian, angka
inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan angka Nasional 6,38% (yoy). Kota Ternate
sebagai representasi kota pengukuran inflasi menempati urutan ke 6 dari 18 kota dengan inflasi
tertinggi di Sulampua.
Secara bulanan, Provinsi Maluku Utara mengalami dua kali deflasi yaitu sebesar 0,55%
(mtm) dan 0,83% (mtm) pada bulan Januari dan Februari 2015. Kemudian menutup triwulan I
dengan inflasi bulanan sebesar 0,83%. Dengan demikian, hingga akhir triwulan I-2015, Maluku
Utara masih mengalami deflasi sebesar 1,03% (mtm).
Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate & Nasional
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
Penurunan tekanan inflasi pada triwulan laporan disebabkan oleh penyesuaian harga
premium dan solar pada awal triwulan. Penurunan tersebut kemudian diikuti dengan
penyesuaian sejumlah tarif moda angkutan sehinga mengurangi tekanan inflasi administered
prices dari 21,01% (yoy) menjadi 12,35% (yoy) pada triwulan ini. Sementara itu, kenaikan
32
tekanan terjadi pada inflasi inti yang tercatat 5,91% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
sebesar 3,41% (yoy) yang salah satunya disebabkan oleh pelemahan nilai tukar yang
berdampak pada kenaikan harga beberapa barang konsumsi. Kenaikan juga terjadi pada inflasi
volatile food pada triwulan laporan yang sebesar 9,69% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2014
yang mencapai 6,29% (yoy). Kenaikan ini dipengaruhi oleh kenaikan harga beras, daging ayam
ras, dan ikan segar pada akhir triwulan laporan.
3.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate
3.2.1 Inflasi Tahunan (yoy)
Inflasi tahunan Provinsi Maluku Utara pada triwulan laporan menurun dari 9,34% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi 7,92% (yoy). Penurunan terutama terjadi pada kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan yang pada triwulan laporan hanya mengalami inflasi
sebesar 7,52% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mencapai 18.58% (yoy). Kebijakan
pemerintahan Jokowi yang menurunkan harga premium dan solar sebanyak 2 kali selama bulan
Januari yang disusul dengan instruksi penyesuaian tarif angkutan di semua daerah efektif
menurunkan tekanan inflasi pada triwulan laporan.
Tabel 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
Sementara itu, tekanan inflasi selama triwulan laporan terutama disumbang oleh
kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi sebesar 9,00% (yoy) dengan andil kedua
tertinggi yaitu sebesar 1,86%. Peningkatan disebabkan kenaikan harga beras yang mengikuti
kenaikan harga beras di Pulau Jawa seiring mundurnya masa panen di wilayah tersebut.
Penyebab kenaikan lainnya adalah daging ayam ras yang harganya naik akibat kenaikan harga
pakan ternak yang di dalam komposisinya terdapat komponen impor.
Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
3.2.2 Inflasi Triwulanan (qtq)
Inflasi triwulan laporan menunjukkan deflasi sebesar 1,03%(qtq) jauh lebih rendah dari
inflasi triwulan IV-2014 sebesar 4,52%(qtq). Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding rata-rata
inflasi triwulanan Kota Ternate selama satu dekade terakhir yang sebesar 1,30% (qtq).
Penyebab deflasi berasal dari kelompok transpor, kelompok pendidikan, dan kelompok bahan
makanan.
Deflasi terbesar terjadi pada kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
sebesar 8,54% (qtq). Hal ini dipicu oleh dampak kebijakan pemerintah yang telah menurunkan
harga BBM bersubsidi sebesar 22,35% untuk premium dan 14,67% untuk solar. Penurunan ini
direspons dengan baik oleh pemkot Ternate yang menurunkan tarif angkutan dalam kota pada
kisaran 15%.
Tabel 3.3 Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
34
Tabel 3.4 Komoditas Pendorong & Penahan Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
Kondisi ketersediaan bahan makanan selama triwulan laporan lebih baik dibandingkan
triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari kelompok bahan makanan yang mengalami deflasi
sebesar 1,19% (qtq). Tangkapan ikan cakalang yang relatif melimpah serta panen cabai merah,
cabai rawit, dan bawang merah pada sentra-sentra produksi di Pulau Halmahera selama
triwulan laporan menyebabkan harga komoditas-komoditas tersebut turun selama triwulan
laporan dan menahan laju inflasi.
Sementara itu, tekanan inflasi berasal dari kelompok sandang merupakan kelompok
dengan tingkat inflasi sekaligus sumbangan inflasi triwulanan tertinggi yaitu 7,15% dengan andil
sebesar 0,38%. Hal ini dipicu oleh siklus pergantian stok barang sandang di awal tahun dengan
harga baru (setelah penghabisan stok di akhir tahun) serta adanya dampak pelemahan nilai
tukar rupiah yang memengaruhi harga sandang impor.
3.2.3 Inflasi Bulanan (mtm)
Laju inflasi bulanan (mtm) kota Ternate pada triwulan I 2015 cenderung berfluktuatif
dengan tren yang meningkat dimana pada dua bulan di awal triwulan kota Ternate mengalami
dua kali deflasi berturut-turut dan kemudian mengalami inflasi di akhir triwulan.
Selama tiga bulan berturut-turut Kota Ternate memiliki inflasi bulanan yang lebih rendah
dibandingkan kondisi inflasi di level Nasional (grafik 3.2). Pada Januari 2015, Kota Ternate
mengalami deflasi sebesar 0,55% (mtm), kemudian pada bulan Februari 2015 kembali terjadi
deflasi sebesar 0,83% (mtm). Kemudian inflasi terjadi di bulan Maret 2014 sebesar 0,17%
(mtm)
Grafik 3.2 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
Pada bulan Januari 2015, deflasi terjadi pada komoditas inflasi inti, volatile foods,
maupun administered prices. Penurunan harga BBM diikuti dengan penurunan harga komoditas
lainnya. Komoditas bahan makanan strategis seperti beras, bumbu-bumbuan, ikan segar dan
sayur mayur juga cukup melimpah.
Sama halnya dengan bulan Januari, pada bulan Februari, deflasi terutama didorong oleh
melimpahnya ketersediaan bahan makanan. Panen raya cabai dan bawang merah pada awal
tahun menyebabkan tingginya ketersediaan komoditas ini sehingga menurunkan harga. Selain
itu, turunnya tarif angkutan dalam kota yang dipengaruhi oleh turunnya harga bahan bakar
bersubsidi di awal tahun turut menjadi penyumbang deflasi selama dua bulan berturut-turut.
Pada bulan Maret 2015, inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras seiring
kenaikan harga komoditas tersebut di Pulau Jawa akibat mundurnya masa panen. Kenaikan
juga terjadi pada komoditas bayam dan sayur mayur lainnya yang ditengarai akibat adanya
kendala distribusi dari Manado dan Surabaya. Kenaikan juga terjadi pada tarif angkutan udara,
yang meningkat seiring kenaikan harga avtur akibat pelemahan nilai Rupiah serta berkurangnya
jumlah maskapai penerbangan ke Ternate.
36
Tabel 3.5 Komoditas Pendorong & Penahan Laju Inflasi Bulanan (MTM) Kota Ternate
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
3.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan
dipengaruhi oleh gejolak harga yang terjadi pada tiga kelompok pengeluaran. Namun demikian
kelompok volatile foods dan administered prices mengalami gejolak yang lebih signifikan
dibandingkan core inflation.
3.3.1 Faktor Fundamental
Tekanan inflasi inti (core inflation) tahunan pada triwulan I 2015 meningkat dari 3,41%
(yoy) menjadi 5,91% (yoy). Pergerakan inflasi inti terutama disebabkan oleh penyesuaian harga
produk manufaktur akibat pelemahan nilai tukar rupiah dan peningkatan tarif listrik. Sesuai
dengan hasil survei di awal tahun bahwa para pelaku manufaktur akan menyesuaikan harga
produknya terkait peningkatan TDL. Beberapa komoditas produk manufaktur tercatat
mengalami peningkatan inflasi seperti peralatan rumah tangga, beberapa jenis komoditas
sandang, dan bahan bangunan.
Grafik 3.3 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika
Sumber: Bank Indonesia
Komoditas
Malalugis/Sohiri -0.44%
Cabai Merah -0.37%
Cabai Rawit -0.21%
Angkutan Dalam Kota -0.18%
Angkutan Udara -0.15%
Komoditas
Cabai Merah
Cabai Rawit
Angkutan Dalam Kota
Angkutan Udara
Bensin
Komoditas
0.17%
0.13%
0.08%
0.07%
0.04%
Pelemahan nilai rupiah juga mulai meningkatkan harga komoditas impor seperti barang-
barang elektronik. Selama triwulan laporan, Rupiah terus melemah terhadap Dollar Amerika.
Pada tw I-2015, Nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika tercatat sebesar Rp.13.019 melemah
5,18% (yoy) dibandingkan rata-rata pada periode yang sama.
Faktor pendorong inflasi inti lainnya adalah harga emas perhiasan di tengah deflasinya
nilai Rupiah. Menurut data harga emas aneka tambang (Antam), harga pembelian emas pada
akhir tahun 2014 adalah Rp.498.000/gr, atau meningkat 3,75% (yoy) dan 5,51% (qtq).
Sementara itu pertumbuhan tahunan harga emas internasional juga menunjukkan penurunan
yang lebih rendah dibandingkan penurunan tahun lalu.
Grafik 3.4 Pergerakan Harga Emas Internasional
Sumber : World Bank
3.3.2 Non Fundamental
Volatile Foods
Tekanan inflasi yang dialami kelompok volatile foods pada triwulan laporan naik dari
6,29% (yoy) menjadi 9,69% (yoy). Penyebab meningkatnya tekanan inflasi beberapa komoditas
volatile food adalah terganggunya pasokan beberapa jenis sayur-sayuran dan beberapa jenis
ikan segar pada bulan Maret 2015. Sementara itu, seiring dengan meningkatnya harga beras di
Pulau Jawa, harga beras di pasar-pasar Ternate ikut mengalami kenaikan.
Berdasarkan data BMKG, gelombang laut pada akhir triwulan I 2015 cukup tinggi yang
berkisar pada ketinggian 1,5 m – 3 m. Kondisi gelombang ini biasanya sudah terjadi pada bulan
Januari namun pada tahun ini baru terjadi di bulan Maret. Hal ini berakibat pada berkurangnya
38
hasil tangkapan ikan tertentu seperti ikan tongkol dan ikan lolosi. Berdasarkan data PIPP, hasil
tangkapan ikan dilaporkan mencapai 342,73 ton atau turun 13,84% dari bulan sebelumnya.
Secara triwulanan, hasil tangkap ikan juga menurun 6,02% dibandingkan triwulan sebelumnya.
Ketinggian gelombang laut yang berfluktuasi ini juga menyebabkan terganggunya pasokan
komoditas pangan lainnya yang berasal dari Manado seperti sayur-sayuran.
Grafik 3.5 Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap
Grafik 3.6 Perkembangan Harga Ikan Tangkap
Sumber: PPN Kota Ternate, diolah Sumber: PPN Kota Ternate, diolah
Subkelompok penyusun volatile food yang bergerak naik diakhir triwulan laporan adalah
subkelompok ikan segar 22,99% (yoy), subkelompok buah-buahan 10,24% (yoy), subkelompok
daging dan hasil-hasilnya 10,19% (yoy), subkelompok kacang-kacangan 9,94% (yoy)
subkelompok telur, susu dan hasil-hasilnya 8,56% (yoy). Sedangkan subkelompok yang
menahan pergerakan gejolak volatile food lebih jauh lagi adalah subkelompok bumbu-bumbuan
deflasi 6,59% (yoy).
Administered Prices
Inflasi yang dialami oleh kelompok administered prices pada akhir triwulan I 2015
terpantau menurun drastis dari 21,01% (yoy) menjadi 12,35% (yoy). Turunnya tekanan inflasi
kelompok ini didorong oleh menurunnya tekanan inflasi akibat penyesuaian harga BBM
bersubsidi. Dengan penurunan harga premium dan solar sebanyak 2 kali pada bulan Januari
2015, inflasi komoditas bensin pada akhir triwulan I-2015 tercatat mengalami penurunan dari
30,77% (yoy) menjadi 6,28% (yoy). Sementara itu inflasi komoditas solar turun dari 36,36%
(yoy) menjadi 17,54% (yoy).
Grafik 3.7 Pergerakan harga Premium dan Solar
Sumber: Pertamina, diolah
3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara
Selama triwulan I 2015, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Maluku Utara
dan TPID Kota Ternate telah melakukan 2 kali rapat koordinasi (high level meeting) dengan
seluruh anggota dan pihak terkait dalam rangka memperkuat koordinasi sehingga diharapkan
mampu menurunkan laju inflasi Maluku Utara pada tahun 2015. Selain itu, terdapat beberapa
program strategis 2015 yang telah dilaksanakan.
Tabel 3.6 Kegiatan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate
No TPID Kegiatan
1 Provinsi Maluku Utara High Level Meeting – Perencanaan Program Kerja 2015 (Road
Map TPID), Koordinasi Pembentukan TPID Kabupaten-Kota
2 Kota Ternate High Level Meeting – Perencanaan Program Kerja 2015 (Road
Map TPID), Integrasi data harga Provinsi Maluku Utara pada
sistem aplikasi PIHPS Nasional, Rencana Roadshow
Koordinasi Ke Kabupaten Sentra Produksi
3 Kota Ternate Peresmian Pasar Bahari Berkesan – Siaran Pers Kondisi Stok
Pangan
4 Kota Ternate +
Kabupaten
Road Show ke Kabupaten Halbar, Halut, dan Halteng untuk
mengkoordinasikan pasokan antar daerah sekaligus
mempertemukan para petani di sentra produksi dan pedagang
Ternate
5 Provinsi Maluku Utara Sosialisasi TPID ke Kabupaten Halbar dan Haltim
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
< 17 nov 2014 17-Nov-14 1-Jan-15 19-Jan-15
Premium
Solar
40
6 Provinsi Maluku Utara Seminar Kemaritiman: Maluku Utara sebagai Lumbung Ikan
Nasional
7 Provinsi Maluku Utara Program Panen Raya Padi di Halmahera Timur bersama
Mentan, Gubernur Maluku Utara dan Pangdam Patimura
Tim Pengendali Inflasi Daerah Provinsi Maluku Utara telah memperbaharui SK TPID
terkait pembentukan TPID serta menyiapkan anggaran untuk program kerja forum tersebut.
Adapun langkah strategis jangka panjang yang dilakukan untuk mengendalikan gejolak harga
kebutuhan pokok adalah meningkatkan koordinasi antar kabupaten kota dalam mengelola dan
mendistribusikan produksi bahan pangan strategis sehingga dapat mengurangi ketergantungan
Maluku Utara akan komoditas impor dari provinsi lain.
Langkah awal dari strategi ini telah ditempuh dengan kegiatan roadshow TPID Kota
Ternate ke Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Utara, dan Halmahera Tengah. Pada
kegiatan ini selain sosialisasi dan koordinasi antar pemda juga sekaligus mempertemukan
petani dari sentra produksi dengan pedagang dari Ternate. Sementara itu, TPID Provinsi
Maluku Utara melalui Disperindagprov juga mulai mensosialisasikan pentingnya TPID ke
beberapa Kabupaten. Strategi tersebut sudah membuahkan hasil. Saat ini, TPID Halmahera
Timur sedang dalam proses pembentukan.
41
Menilik pergerakan harga komoditas dalam beberapa bulan terakhir, seiring dilepasnya
harga BBM bersubsidi (premium dan solar) mengikuti perkembangan harga minyak dunia,
terlihat adanya pengaruh terhadap pergerakan harga yang dinamis pada kelompok Transpor,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan dalam IHK Provinsi Maluku Utara. Sejak pertama kali
dinaikkan pada bulan November 2014, kemudian turun pada awal tahun 2015 dan kembali
meningkat di penghujung triwulan I-2015, andil inflasi dari kelompok tersebut mendominasi
pergerakan inflasi di Maluku Utara.
Di samping kendaraan pribadi, moda transportasi umum yang lazim digunakan
masyarakat Maluku Utara, khususnya Kota Ternate, adalah angkutan dalam kota (sejenis
mikrolet), ojek, dan angkutan penyeberangan (speedboat kecil dan sejenisnya). Dengan
demikian, bobot inflasi komoditas angkutan tersebut menjadi sangat besar di dalam keranjang
inflasi Maluku Utara. Tentunya kenaikan atau penurunan harga premium atau solar selain
berdampak pada komoditas bensin juga langsung mempengaruhi inflasi moda transportasi
tersebut.
Grafik II.1 Perkembangan Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
42
Perubahan harga bensin bersubsidi yang beberapa kali terjadi sejak November 2014
sampai Maret 2015 mempengaruhi tarif angkutan dalam kota dan tarif sewa motor dengan
bobot yang cukup besar di Kota Ternate. Perubahan ini diawali ketika kenaikan harga BBM
bersubsidi pada 18 November 2014 yang berkontribusi pada inflasi bulan Desember 2014
sehingga mencapai 3,11%, angka tersebut merupakan inflasi tertinggi semenjak bulan Oktober
2013. Andil Kelompok Transportasi, Komunikasi, & Jasa Keuangan pada bulan tersebut
mencapai 1,093%, dengan andil subkelompok transportasi yang mencapai 1,043%.
Tabel II.1 Perkembangan Harga BBM
Berlaku Harga (Rupiah per liter)
Tahun Tanggal Premium Solar Minyak Tanah
2009 15 Januari Rp4,500 Rp4,500 Rp2,500
2013 22 Juni Rp6,500 Rp5,500 Rp2,500
2014 18 November Rp8,500 Rp7,500 Rp2,500
2015
1 Januari Rp7,600 Rp7,250 Rp2,500
19 Januari Rp6,700 Rp6,400 Rp2,500
1 Maret Rp6,800 Rp6,400 Rp2,500
28 Maret Rp7,300 Rp6,900 Rp2,500
Sumber: Pertamina, diolah
Penurunan harga premium dan solar pada bulan Januari 2015 yang menyebabkan
deflasi pada bulan Januari dan Februari 2015. Seharusnya, penurunan ini diikuti dengan level
penurunan yang sama untuk tarif angkutan maupun produk-produk bahan makanan. Namun
harga komoditas inelastis ke bawah. Penurunan tarif angkutan dalam kota yang ditetapkan
secara resmi oleh pemerintah juga belum sebesar penurunan harga BBM tersebut. Kondisi ini
menyebabkan laju inflasi di Maluku Utara pada triwulan pertama tahun 2015 ini masih berada di
atas 3 tahun terakhir.
Kondisi lain yang mempengaruhi faktor inelastisitas harga ini adalah kebiasaan
masyarakat Maluku Utara dalam bertransaksi. Masyakat cenderung hanya mau menggunakan
uang kertas dibandingkan dengan uang logam. Hal tersebut berpengaruh ketika penetapan tarif
angkutan umum yang dinaikkan dari nominal Rp4.000 menjadi Rp5.600 pada awal tahun 2015.
Masyarakat segera berekspetasi bahwa harga riil dari tarif angkutan umum cenderung ke atas
menjadi Rp6.000, mengingat tidak dimungkinkan adanya transaksi kembalian yang berupa
uang receh.
Membangun provinsi yang masih terbilang muda ini memang akan dihadapkan pada
berbagai tantangan, tetapi melalui koordinasi dan kerjasama antar institusi yang solid, niscaya
pembangunan masyarakat Provinsi Maluku Utara yang berkesinambungan dapat tercapai.
Dalam rangka mengendalikan inflasi terkait dengan dampak naik turunnya harga BBM ini, Tim
Pengendalian Ekonomi dan Inflasi Daerah (TPID) perlu terus berkoordinasi untuk menyusun
berbagai langkah strategis diantaranya:
a. Menerapkan HET secara ketat bagi penjual BBM eceran sehingga dampak kenaikan BBM
dapat dibatasi sesuai dengan besaran kenaikan dari pemerintah. Pemberlakuan sanksi
secara tegas serta monitoring berkala perlu dilakukan untuk memastikan efektifitas dari
kebijakan ini;
b. Merespons setiap perubahan harga BBM dengan aturan resmi terkait perubahan tarif
angkutan darat dan laut;
c. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya kestabilan harga dan
manfaat uang receh/kecil;
d. dan Menambah armada dan frekuensi angkutan penyeberangan skala besar sehingga
biaya transportasi antar pulau dapat ditekan.
45
BAB III. Perkembangan Perbankan Daerah
4.1 Kinerja Perbankan
Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan I-2015 masih menunjukkan
kinerja yang positif. Fungsi intermediasi perbankan juga masih berada pada level yang tinggi.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah tangga masih
relatif baik yang terindikasi dari rasio NPL yang masih berada pada level yang rendah pada
kedua kelompok tersebut.
4.1.1 Perkembangan Aset Perbankan
Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan I-2015 tercatat
sebesar Rp7,11 triliun, turun 0,59% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Secara tahunan, aset
perbankan tumbuh 9,97% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV-2014 yang
tumbuh 8,26% (yoy). Kondisi ini seiring meningkatnya perekonomian sehingga meningkatkan
aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana oleh perbankan di Maluku Utara.
Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah)
Sumber: LBU, diolah
Dari segi kepemilikan, bank milik pemerintah mengalami peningkatan pertumbuhan
dibandingkan tahun sebelumnya dengan pencapaian sebesar 11,19% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,11% (yoy). Di lain pihak, bank milik
46
swasta masih tumbuh melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan bank milik
swasta pada triwulan I-2015 tercatat sebesar 3,41% (yoy), sedikit menurun dari 3,79% (yoy) di
triwulan sebelumnya.
Berdasarkan jenis operasinya, volume usaha perbankan konvensional dan syariah
sama-sama menunjukan peningkatan kinerja. Aset perbankan konvensional tercatat tumbuh
meningkat dari 8,24% (yoy) menjadi 9,97% (yoy). Sementara itu, perbankan syariah tumbuh
9,91% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,48% (yoy).
4.1.2 Intermediasi Perbankan
Jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan di Maluku Utara
pada triwulan I-2015 mencapai Rp 5,74 triliun, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar
10,09% (qtq). Secara tahunan, pertumbuhan DPK mencapai 13,05% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV-2014 yang pertumbuhannya sebesar 7,99%
(yoy).
Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah)
Sumber: LBU, diolah
Simpanan giro pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,485 triliun, tumbuh
meningkat dari 7,69% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 25,55% (yoy). Pada triwulan
laporan, meningkatnya pertumbuhan giro lebih dipengaruhi oleh rendahnya realisasi anggaran
pemda akibat terlambatnya pengesahan APBD Provinsi 2015. Kondisi ini terkonfirmasi dari
simpanan giro Pemerintah Daerah pada triwulan I-2015 tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya dari 40,76% (yoy) menjadi 52,10% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan juga terjadi pada simpanan dalam bentuk deposito. Jumlah
deposito yang dihimpun sampai akhir triwulan laporan mencapai Rp1,256 triliun, meningkat
sebanyak 13,45% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan deposito tercatat
sebesar 31,67% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang pertumbuhannya
mencapai 25,72% (yoy). Kenaikan jumlah deposito salah satunya dipengaruhi oleh shifting
preferensi simpanan masyarakat dari tabungan menjadi deposito seiring bunga deposito yang
masih cukup menarik. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan deposito juga disumbang oleh
peningkatan deposito milik Pemerintah Daerah yang meningkat dari -13,94% (yoy) menjadi
130,24% (yoy). Dalam beberapa waktu terakhir, penempatan dana pemerintah ke dalam
deposito dinilai dapat memberikan tambahan pendapatan bagi pemerintah daerah sehingga
terjadi peningkatan alokasi dana pemerintah daerah yang disimpan dalam bentuk deposito.
Percepatan terjadi pada seluruh jenis simpanan kecuali tabungan. Pada triwulan
laporan, jumlah simpanan dalam bentuk tabungan tercatat sebesar Rp3 triliun atau tumbuh
melambat dari 3,14% (yoy) menjadi 1,99% (yoy). Melambatnya pertumbuhan tabungan salah
satunya dipengaruhi oleh efek tingginya inflasi sepanjang tahun 2014 sehingga porsi
penghasilan masyarakat yang digunakan untuk konsumsi meningkat dan tentunya porsi untuk
simpanan menurun. Di samping itu, masyarakat tertarik dengan suku bunga deposito yang
cukup tinggi yakni sebesar 7,78% sehingga mengalihkan sebagian simpanannya dari tabungan
ke deposito. Dari sisi penyaluran dana, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan
di Maluku Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp5,20 triliun atau meningkat
2,68% (qtq). Secara tahunan, penyaluran kredit tumbuh 10,40% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 9,40% (yoy). Peningkatan pertumbuhan terutama
dipengaruhi oleh peningkatan kinerja sektor utama selama triwulan laporan.
Diturunkannya BI Rate pada bulan Februari 2015 dari 7,75% menjadi 7,50% turut
mendukung percepatan pertumbuhan kredit pada triwulan laporan. Dampak penurunan BI Rate
ini dapat dilihat dari menurunnya suku bunga tertimbang pada kredit perbankan di Maluku Utara
dari 15,35% di triwulan IV-2014 menjadi 15,28% di triwulan I-2015.
Peningkatan penyaluran kredit terutama terjadi pada kredit modal kerja yang tumbuh
meningkat dari 2,52% (yoy) pada triwulan VI-2014 menjadi 7,09% (yoy) pada triwulan I-2015.
Peningkatan terutama terjadi kredit untuk sektor perdagangan besar dan eceran seiring masih
tingginya pertumbuhan sektor tersebut. Munculnya beberapa pasar baru serta semakin
48
bertambahnya saluran perdagangan di Maluku Utara memicu kenaikan kebutuhan modal para
pelaku sektor pedagangan di Maluku Utara. Sektor perdagangan besar dan eceran yang
menguasai 70,32% kredit produktif perbankan Maluku Utara, tercatat tumbuh 6,96% (yoy) pada
triwulan I-2015 setelah pada triwulan sebelumnya hanya tumbuh 4,02% (yoy).
Grafik 4.3 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)
Sumber: LBU, diolah
Sementara itu, kredit produktif lainnya yakni kredit investasi pada triwulan
laporan mengalami penurunan yang lebih dalam yakni sebesar 4,12% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya juga menurun sebesar 3,78% (yoy). Turunnya kredit investasi
diperkirakan karena para pelaku usaha masih menunggu kepastian pergerakan ekonomi ke
depan. Lambatnya pemulihan kinerja sektor pertambangan dan terkendalanya aktivitas
perikanan menyebabkan pelaku usaha lokal belum berani mengambil kredit investasi baru.
Di lain sisi, kredit konsumsi yang menguasai 64,76% dari total keseluruhan kredit,
tercatat tumbuh 14,21% (yoy) pada triwulan laporan, sedikit melambat dari pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya yang mencapai 14,76% (yoy). Kondisi ini seiring dengan melambatnya
konsumsi masyarakat pada triwulan laporan. Di samping suku bunga kredit konsumsi yang
dinilai sebagian masyarakat masih tinggi, turunnya pendapatan riil masyarakat akibat tingginya
inflasi tahun 2014 lalu menyebabkan kredit untuk kepemilikan rumah, kendaraan bermotor,
serta kredit pembelian furniture dan elektronik tercatat mengalami perlambatan.
Dengan perkembangan tersebut, peran intermediasi perbankan yang diukur
melalui tingkat LDR (Loans to Deposit Ratio) masih berada di level yang sangat tinggi
yakni 90,59%. Tingkat LDR tersebut sedikit mengalami penurunan dari triwulan IV-2014 yang
mencapai 97,13%.
Grafik 4.4 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara
Sumber: LBU, diolah
4.1.3 Perkembangan Bank Syariah
Perbankan syariah secara umum memiliki share aset sebesar 5,11% dari seluruh
perbankan umum di Maluku Utara pada triwulan laporan. Kecilnya jumlah ini ditengarai karena
masih kecilnya perubahan preferensi masyarakat untuk menggunakan layanan bank syariah,
meski menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, hanya terdapat
3 bank yang yang beroperasi secara syariah di Maluku Utara.
Seiring dengan kinerja perbankan secara umum yang mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, perbankan syariah juga menunjukkan kinerja yang positif
diiringi dengan terakselerasinya pertumbuhan di beberapa aspek. Aset perbankan syariah di
Maluku Utara pada triwulan I-2015 tercatat sebesar Rp362,75 miliar. Secara tahunan, volume
usaha perbankan syariah pada triwulan laporan tumbuh 10,03% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,48% (yoy) seiring meningkatnya kegiatan penyaluran dan
pengumpulan dana kelompok bank tersebut. Meningkatnya pertumbuhan aset perbankan
syariah juga mengindikasikan adanya peningkatan minat masyarakat kepada perbankan
dengan jenis kegiatan tersebut.
50
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan syariah pada triwulan I-2015
tercatat Rp305,75 miliar atau menurun 4,57% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Namun
demikian, DPK perbankan syariah secara tahunan tumbuh 16,40% (yoy), lebih tinggi dari
pertumbuhan triwulanan sebelumnya yang mencapai 11,53% (yoy). Percepatan
pertumbuhan didorong oleh meningkatnya pertumbuhan seluruh bentuk simpanan.
Pada triwulan laporan, tabungan syariah tumbuh 14,79% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan IV-2014 yang tumbuh 12,45% (yoy). Giro syariah juga menunjukkan
pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, meningkat dari 24,10%
(yoy) menjadi 81,94%. Sama halnya dengan giro secara umum, meningkatnya pertumbuhan
giro syariah masih terkait dengan belum optimalnya realisasi belanja anggaran Pemerintah
Daerah pada triwulan laporan. Deposito syariah juga tercatat mengalami pertumbuhan yang
meningkat dari 5,85% (yoy) menjadi 11,88% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan deposito
syariah ditengarai dipicu oleh tingginya rate bagi hasil pada simpanan jenis ini.
Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah
Sumber: LBU, diolah
Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah di Maluku Utara pada triwulan I-2015
tercatat sebesar Rp197,00 miliar, menurun 2,25% (qtq). Pembiayaan syariah hanya tumbuh
0,64% (yoy) jauh lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 4,04% (yoy). Perlambatan
terutama dipengaruhi oleh pembiayaan konsumtif yang mengalami kontraksi sebesar 12,25%
(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya juga menurun sebesar 6,85% (yoy). Penyusutan
pembiayaan syariah ini masih dipengaruhi oleh menurunnya penyaluran pembiayaan untuk
kepemilikan rumah.
Sementara itu, pembiayaan produktif masih tumbuh positif sebesar 25,31% (yoy)
walaupun sedikit melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 25,66% (yoy).
Perlambatan disebabkan karena menurunnya pembiayaan modal kerja sebesar 5,80% (yoy)
akibat meningkatnya penggunaan modal sendiri dari para pelaku usaha Maluku Utara. Di lain
sisi, walaupun secara nominal masih sangat kecil, pembiayaan Investasi dengan skim syariah
menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi yakni mencapai 95,26% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 89,33% (yoy).
Rendahnya pertumbuhan pembiayaan menyebabkan peran intermediasi bank syariah
yang tercermin dari angka FDR (financing to deposit ratio) mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan periode yang sama pada triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2014
angka FDR sebesar 74,52%, maka pada triwulan laporan angka FDR turun ke level 64,43%.
Dari sisi risiko pembiayaan, non performing finances (NPF’s) mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya dari 3,31% menjadi 4,97% pada triwulan laporan.
Peningkatan NPF ini didorong oleh turunnya kualitas pembiayaan pada sektor pengangkutan
dan sektor perdagangan besar dan eceran.
4.1.4 Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
di Maluku Utara pada triwulan I-2015 menunjukkan kinerja positif yang tercermin dari
pertumbuhan Aset dan Kredit/Pembiayaan dibandingkan dengan tahun lalu. Aset BPR/S
secara tahunan tumbuh 42,78% (yoy) sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya
sebesar 51,76% (yoy) seiring melambatnya pertumbuhan penghimpunan dana BPR/BPRS di
Maluku Utara.
Grafik 4.6 Perkembangan BPR/BPRs
Sumber: LBBPR, diolah
52
DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp 25,20 miliar atau tumbuh 24,93% (yoy),
lebih rendah daripada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan deposito dan tabungan pada triwulan
laporan masing-masing mencapai 49,81% (yoy) dan 5,09% (yoy) melambat dibandingkan pada
triwulan sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 82,95% (yoy) dan 8,39% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan deposito ditengarai karena ekspansi bank umum dengan skala
yang lebih besar juga menawarkan suku bunga yang menarik.
Dari sisi penyaluran dana, pada triwulan laporan BPR/BPRS di Maluku Utara berhasil
mencatatkan kredit sebesar Rp39,45 miliar atau tumbuh 42,60% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh 38,34% (yoy). Sama halnya dengan bank umum, peningkatan kredit
terutama terjadi untuk debitur yang beroperasi di sektor perdagangan besar dan eceran
4.2 Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah dan Sektor Rumah Tangga
Secara umum, ketahanan sektor korporasi daerah dan sektor rumah tangga
masih berada dalam kondisi yang cukup baik. Risiko kredit yang dicerminkan dengan
perkembangan Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan masih berada di dalam batas
aman. Hal ini juga menjadi indikasi bahwa kondisi keuangan debitur di Maluku Utara masih
relatif stabil meski sedikit memburuk. Adapun rasio NPL pada triwulan laporan tercatat hanya
sebesar 2,53%, sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,29%.
Grafik 4.7 Perkembangan NPL Perbankan
Sumber: LBU, diolah
Risiko kredit sektor korporasi meningkat dari 5,25% pada triwulan sebelumnya
menjadi 5,73% pada triwulan laporan. Meski kredit yang masuk kolektibilitas macet pada
triwulan I-2015 menurun, kredit kurang lancar dan kredit diragukan menunjukkan peningkatan.
Sektor perdagangan masih mendominasi 63,57% kredit yang kualitasnya kurang baik di Maluku
Utara. NPL pada sektor ini tercatat sebesar 5,18%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang
mencapai 4,55%. Dampak inflasi pada akhir tahun 2014, volatilitas harga premium dan solar,
serta pelemahan rupiah berpengaruh pada kinerja penjualan para pedagang di Maluku Utara.
Di sisi lain, ketahanan sektor rumah tangga terindikasi berada pada level yang sangat
baik. Rasio NPL untuk kredit yang disalurkan pada penggunaan konsumtif pada triwulan
laporan sangat rendah yakni pada level 0,79%, sedikit lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
0,67%. Peningkatan NPL terjadi pada jenis kredit multiguna dan KPR. Kredit multiguna yang
menguasai 50,34% dari total NPL kredit konsumtif, rasio NPLnya meningkat dari 0,76% pada
triwulan sebelumnya menjadi 0,90%. Sementara itu rasio NPL KPR meningkat 1,23% pada
triwulan IV-2014 menjadi 1,56%. Peningkatan tersebut adalah salah satu dampak dari turunnya
pendapatan riil masyarakat akibat lonjakan inflasi selama tahun 2014.
4.2.2 Pengembangan Akses Keuangan
Kredit UMKM yang disalurkan perbankan Malut pada triwulan laporan tercatat Rp
1,43 triliun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 5,66% (yoy) pada triwulan I-
2015 setelah pada triwulan sebelumnya mengalami penyusutan sebesar 3,68% (yoy).
Peningkatan ini salah satunya dipicu oleh kebijakan perbankan yang meningkatkan target
penyaluran kredit bagi debitur UMKM di tahun 2015. Kondisi tersebut tercermin dari
meningkatnya debitur UMKM yang pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 20.357 19190
orang atau tumbuh sebesar 6,08% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, baik kredit modal kerja maupun kredit investasi
mengalami peningkatan. Kredit modal kerja yang diterima debitur UMKM pada triwulan I-2015
mengalami peningkatan sebesar 6,91% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang turun
sebesar 5,20% (yoy). Hal yang sama juga terjadi pada kredit investasi yang tumbuh meningkat
dari 0,34% di triwulan sebelumnya menjadi 2,62% (yoy) pada triwulan laporan.
Pertumbuhan kredit modal kerja pada debitur UMKM didominasi oleh Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang memiliki pangsa sebesar 83,09% di triwulan laporan.
Sektor tersebut tumbuh sebesar 9,03% (yoy), jauh di atas triwulan sebelumnya yang
mengalami penurunan sebesar 1,11% (yoy). Kredit modal kerja juga mengalami peningkatan di
54
sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan dari yang sebelumnya turun sebesar 21,46% (yoy) pada
triwulan IV-2014 tumbuh meningkat menjadi 41,25% (yoy). Adapun pertumbuhan subsektor
Perikanan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, yakni 32,65% (yoy) setelah sebelumnya
tumbuh sebesar 15,65% (yoy).
Pertumbuhan kredit investasi yang diterima oleh debitur UMKM mengalami
peningkatan didorong oleh sektor Transportasi dan Komunikasi yang tumbuh dari 11,37% (yoy)
menjadi 11,43% (yoy) serta sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan dari 21,38% (yoy) menjadi
25,23% (yoy). Meningkatnya kredit investasi pada sektor transportasi ini adalah imbas positif
dari meningkatnya kinerja subsektor perkebunan.
Dari sisi kualitas kredit, risiko kredit untuk debitur UMKM pada triwulan laporan
tergolong tinggi yakni sebesar 6,51%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 6,00%. Peningkatan terutama terjadi untuk kredit UMKM yang disalurkan ke nelayan
dan pedagang eceran. Berkurangnya aktivitas nelayan akibat kebijakan pembatasan
penyaluran solar bersubsidi menyebabkan penurunan tingkat ketepatan pembayaran kredit
para nelayan.
Tingginya NPL kredit untuk debitur UMKM menjadi indikasi bahwa pemerintah perlu
untuk membuat program-program pendampingan UMKM unggulan daerah sehingga jumlah
UMKM yang bankable dan feasible semakin banyak. Adanya Konsultan Keuangan Mitra Bank
(KKMB) yang dibiayai oleh pemda juga bisa menjadi salah satu solusi dalam menciptakan
UMKM berkualitas dan layak mendapat akses pembiayaan bank yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Malut secara umum.`
4.3 Perkembangan Sistem Pembayaran
Pada triwulan laporan, transaksi tunai yang melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Maluku Utara mengalami net inflow. Sementara itu, terjadi penurunan nilai transaksi
non tunai baik yang melalui fasilitas kliring maupun RTGS. Transaksi melalui kiring turun
20,55% (yoy) sementara itu RTGS turun 0,09% (yoy). Namun demikian, dari sisi kualitas
transaksi masih sangat terjaga dengan sedikitnya temuan uang palsu dan rendahnya rasio cek
dan BG kosong pada triwulan laporan
4.3.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
Aliran uang kartal pada triwulan I-2015 di Maluku Utara menunjukkan net inflow (uang
yang masuk lebih besar daripada jumlah uang yang keluar dari khasanah Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara). Pada triwulan laporan, aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp331,98 miliar, sementara aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp209,80
miliar sehingga menghasilkan net inflow sebesar Rp122,18 miliar.
Grafik 4.8 Perkembangan Transaksi Tunai di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut
Sumber: Unit Operasional Kas KPw BI Maluku Utara
Jumlah uang masuk (inflow) tumbuh 2,18% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Sementara itu, jumlah uang keluar (outflow)
turun 0,002% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar 1,27% (yoy) pada triwulan IV-2014.
Adapun net inflow pada triwulan I-2015 tercatat mengalami peningkatan sebesar 6,16% (yoy).
Agar uang tunai yang layak edar selalu diperoleh masyarakat, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Maluku Utara mengimplementasikan kebijakan Clean Money Policy secara
rutin melaksanakan kegiatan pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar (UTLE). Proses
pemusnahan tersebut selalu dilakukan dengan prosedur dan pengawasan yang ketat terhadap
tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan dalam rangka menjamin ketersediaan uang
layak edar (ULE) di masyarakat.
56
Grafik 4.9 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Sumber: Unit Operasional Kas KPw BI Maluku Utara
Selama triwulan laporan terdapat 5,29 juta lembar UTLE yang masuk ke Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, meningkat 12,08% (qtq) dan secara tahunan
naik 15,75% (yoy). Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya uang rupiah,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara melakukan sosialisasi agar
masyarakat mampu memperlakukan uang rupiah dengan lebih baik lagi sehingga usia edar
uang lebih panjang dan pada akhirnya dapat menekan biaya pembuatan.
Tabel 4.1 Kegiatan Kas Keliling Triwulan I-2015
Sumber: Unit Operasional Kas KPw BI Maluku Utara
Untuk menyediakan uang rupiah dalam kondisi yang masih relatif baru dan layak edar,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (KPw BI Provinsi Malut) juga
melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi
Maluku Utara. Selama triwulan I-2015 Unit Operasional Kas KPw BI Provinsi Malut telah
melaksanakan 7 kali kas keliling ke luar Kota Ternate.
Pada triwulan I-2015, ditemukan uang palsu di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Maluku Utara sebanyak 11 lembar, jumlah ini menurun dibandingkan
triwulan IV-2014 dimana terdapat temuan sebanyak 26 lembar. Uang palsu yang beredar
mayoritas masih berupa pecahan Rp50.000 sebanyak 9 lembar. Sisanya berupa 1 lembar
pecahan Rp100.000 dan 1 lembar Rp5.000.
Dalam rangka melindungi masyarakat dari tindak kriminial pemalsuan uang, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Maluku Utara secara periodik melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian
uang rupiah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keaslian uang rupiah dan
meminimalisir temuan uang palsu. Sosialisasi dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan seperti
pasar (baik modern maupun tradisional), pusat pendidikan seperti universitas dan sekolah atau
kepada Pemerintah Daerah. Selain kegiatan sosialisasi secara langsung, Bank Indonesia juga
melakukan publikasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui media massa baik cetak
maupun elektronik.
4.3.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai
Pemulihan sektor pertambangan Maluku Utara yang berjalan lambat terindikasi dengan
penyusutan yang terjadi pada transaksi nontunai baik kliring maupun RTGS. Secara tahunan,
keduanya mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 24,71% (yoy) dan 0,09% (yoy).
4.3.2.1 Perkembangan Kegiatan Kliring
Transaksi nontunai melalui fasilitas kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar
Rp229,78 miliar, atau turun 24,71%(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya juga mengalami
penurunan sebesar 24,52% (yoy).
Grafik 4.10 Perkembangan Kliring Maluku Utara
Sumber: ULNKP2SP KPw BI Maluku Utara
58
Sementara itu, di tengah melambatnya kondisi perekonomian, rasio cek dan bilyet giro
(BG) kosong masih terjaga di level yang sangat rendah. Pada triwulan laporan, jumlah cek dan
bilyet giro kosong tercatat sebesar 46 lembar atau tumbuh 24,32% (yoy), lebih tinggi dari
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 8,06% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
jumlah rasio lembaran cek BG kosong terhadap cek BG yang diserahkan pada triwulan I-2015
adalah sebesar 0,90%, lebih rendah dari rasio triwulan IV-2014 sebesar 1,22%.
Tabel 4.2 Perkembangan Cek BG Kosong
Sumber: ULNKP2SP KPw BI Maluku Utara
Sebagai penjelasan tambahan, penolakan kliring dapat terjadi karena bank tertagih tidak
bersedia membayar tagihan karena beberapa sebab sebagai berikut:
1. Kesalahan administratif seperti warkat yang sudah kadaluarsa (untuk bilyet giro, terjadi
apabila warkat tersebut sudah melebihi tanggal jatuh temponya), belum waktunya ditarik,
endorsement tidak menuruti peraturan, bea materai belum dipenuhi, tanda tangan tidak
sama dengan spesimenatau meragukan, perbaikan atau coretan tidak ditandatangani oleh
penarik, salah pengisian pada kolom-kolom yang tersedia, dan data nomor dan nama
pemegang rekening tidak sesuai,
2. Kesalahan pencatatan seperti penulisan angka untuk jumlah tidak sama dengan penulisan
jumlah dalam huruf,
3. Terjadi pemblokiran oleh pihak-pihak yang berwenang,
4. Saldo rekening nasabah yang tidak cukup (bila terjadi saldo nasabah tidak cukup, bank
akan memberikan peringatan kepada nasabahnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dengan memberikan tembusan kepada Bank Indonesia, dan sekiranya kejadian kembali
berulang, maka nama nasabah tersebut akan masuk dalam daftar hitam bank-bank peserta
kliring sampai permasalahan tersebut diselesaikan menurut peraturan yang berlaku).
4.3.2 Perkembangan Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
Selaras dengan perkembangan kliring, pertumbuhan transaksi non tunai nilai besar dengan
menggunakan fasilitas RTGS juga menunjukkan penurunan. Total transaksi RTGS pada
triwulan I-2015 tercatat sebesar Rp1,775 triliun atau turun 0,09% (yoy) setelah pada triwulan
sebelumnya turun 13,157% (yoy). Perekonomian di Maluku Utara belum berada pada titik balik
sejak melemah karena diberlakukannya UU Minerba pada tahun 2014.
Tabel 4.3 Perkembangan RTGS Maluku Utara (Rp Miliar)
Sumber: Website Bank Indonesia, diolah
5.1 Kondisi Umum
Membaiknya kinerja perekonomian pada triwulan laporan menyebabkan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) bulan Februari 2015 turun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Sementara itu, turunnya laju inflasi pada triwulan laporan serta perbaikan kinerja
pada sektor pertanian menyebabkan persepsi masyarakat mengenai kesejahteraan dirinya
meningkat.
5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan
Jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2015 tercatat sebesar 519 ribu jiwa atau
meningkat 2,77% (yoy). Perbaikan kinerja pada sektor pertanian dan beberapa sektor
lainnya menyebabkan terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja yang bekerja sebesar
3,23% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan ini melambat dibandingkan perkembangan
periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 4,49% (yoy). Sektor pertambangan yang
belum pulih semenjak pemberlakuan undang-undang minerba berdampak pada lambatnya
perkembangan beberapa sektor pendukung. Hal ini menyebabkan penyerapan tenaga kerja di
Maluku Utara menjadi tidak optimal. Jumlah angkatan kerja di Maluku Utara yang bekerja pada
akhir Februari 2015 tercatat mencapai 490.2 ribu jiwa.
Tabel 5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Jumlah pengangguran masih mengalami peningkatan seiring pemulihan ekonomi
Maluku Utara yang berjalan lambat. Selain masih dirumahkannya karyawan dari beberapa
perusahaan tambang, penambahan pengangguran berasal dari sektor penyediaan akomodasi.
Seiring dengan penerapan kebijakan efisiensi dimana institusi pemerintah dibatasi dalam
penyelenggaraan kegiatan di hotel, beberapa pelaku usaha perhotelan di Maluku Utara
terpaksa merumahkan beberapa karyawannya karena penurunan omset yang signifikan.
Jumlah pengangguran tercatat 28,8 ribu jiwa atau meningkat 3,23% (yoy). Berkat kinerja sektor
pertanian yang membaik, peningkatan jumlah pengangguran tersebut masih lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di mana pengangguran meningkat 4,49%
(yoy)
Seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, perkembangan jumlah tenaga kerja yang
bekerja masih lebih tinggi dibandingkan perkembangan pengangguran. Dengan perkembangan
tersebut, Tingkat Pengangguran Terbuka turun dari 5,7% menjadi 5,56%
Berdasarkan struktur sebarannya, sektor pertanian masih menjadi penyerap
tenaga kerja terbesar di Maluku Utara. Data per Februari 2015 menunjukkan bahwa 50%
atau sebanyak 245 ribu orang penduduk Maluku Utara berkecimpung di sektor yang memiliki
pangsa terbesar di dalam PDRB Maluku Utara ini. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor
pertanian meningkat 10,06% (yoy). Meningkatnya kinerja komoditas perkebunan khususnya
selama triwulan laporan menjadi faktor pendorong peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor
ini. Sedangkan posisi kedua dan ketiga diisi oleh sektor jasa kemasyarakatan (termasuk PNS)
dan sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi yang masing-masing berhasil
menyerap tenaga kerja sebanyak 17,92% dan 14,87%.
Grafik 5.1 Sebaran Tenaga Kerja di Maluku Utara
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
5.3 Nilai Tukar Petani (NTP)
Pada akhir triwulan I 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara tercatat sebesar 102,59,
meningkat 0,5% (yoy). Secara tahunan, kenaikan indeks yang diterima petani lebih tinggi
Pertanian50%
Pertambangan3%
Industri2%
LGA0%
Konstruksi5%
PHR15%
Transportasi5%
Lembaga Keuangan & Sewa
2%
Jasa kemasyarakatan
18%
daripada indeks yang dibayar petani sehingga terjadi peningkatan NTP pada akhir triwulan
laporan. Kenaikan NTP ini mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan pada para
petani walaupun perkembangan tersebut sedikit melambat 1 akibat harga kelapa, rempah-
rempah, dan aneka cabai yang sempat turun akibat panen raya pada triwulan laporan.
Grafik 5.2 Perkembangan NTP Maluku Utara
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Meningkatnya NTP Malut didorong oleh subsektor tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan rakyat, dan perikanan. Program pemerintah untuk meningkatkan produksi petani
tanaman bahan makanan (tabama), hortikultura, dan nelayan melalui penyaluran bantuan
saprodi dan sarana pertanian secara efektif mengendalikan laju indeks yang dibayar petani.
Sementara itu, di tengah pemulihan harga kopra dan kelapa yang relatif lambat, indeks harga
yang diterima petani perkebunan rakyat masih mengalami peningkatan seiring tingginya
permintaan komoditas tersebut dari pabrik minyak goreng di dalam negeri. Di lain sisi, nilai tukar
petani untuk peternak turun 1,65% akibat pengaruh meningkatnya harga pakan ternak yang
mengikuti nilai dolar sehingga meningkatkan indeks yang harus dibayar petani.
NTP Maluku Utara memiliki nilai lebih tinggi daripada NTP Nasional. NTP tersebut berada
pada peringkat ketiga di wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan
Papua Barat). Pada Maret 2015, dari 10 provinsi di wilayah Sulampua, lima provinsi mengalami
peningkatan kesejahteraan petani yang ditandai dengan NTP di atas 100. Sedangkan lima
provinsi lain yaitu Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan
1 NTP triwulan IV-2014 tumbuh 1,81% (yoy) lebih tinggi dari NTP triwulan laporan yang tumbuh 0,50% (yoy)
-2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
95.00
96.00
97.00
98.00
99.00
100.00
101.00
102.00
103.00
104.00
105.00
106.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2013 2014 2015
NTP
Growth NTP (yoy, axis kanan)
Papua terindikasi mengalami penurunan kesejahteraan petani dengan NTP yang lebih kecil dari
100.
Tabel 5.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
5.4 Persepsi Tingkat Kesejahteraan
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Maluku Utara pada September
2014 turun 0,92% (yoy) menjadi 84,79 ribu jiwa. Dengan perkembangan ini, persentase
penduduk miskin turun dari 7,64%pada September 2013 menjadi 7,41% pada September 2014.
Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya penduduk miskin di daerah pedesaan sebesar
1,36% (yoy) seiring dengan kenaikan harga hasil panen yang diterima para petani. Dengan
demikian, persentase penduduk miskin di Maluku Utara selama enam tahun terakhir (2009-
2014) secara umum terus mengalami penurunan.
Grafik 5.3 Perkembangan Persepsi Kesejahteraan Masyarakat Maluku Utara
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Maluku Utara, diolah
Berdasarkan hasil survei konsumen yang dilaksanakan Kantor Perwakilan BI Provinsi
Maluku Utara, persepsi masyarakat terhadap kesejahteraan dirinya selama triwulan laporan
terindikasi meningkat baik dari sisi penghasilan saat ini maupun ketersediaan lapangan kerja.
Berdasarkan survei tersebut, indeks penghasilan saat ini pada triwulan I-2015 mencapai 134
jauh lebih tinggi dari posisi triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 119. Sementara itu,
indeks ketersediaan lapangan kerja juga tercatat meningkat dari 104 menjadi 115. Selain
membaiknya penghasilan masyarakat, peningkatan persepsi kesejahteraan ini juga berasal dari
turunnya inflasi selama triwulan laporan. Masyarakat menilai peningkatan pengeluarannya lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercermin dari indeks pengeluaran saat ini yang
turun dari 175,5 menjadi 173.
.
6.1 Prospek Pertumbuhan ekonomi
Perekonomian Malut pada triwulan II 2015 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari
triwulan laporan dan berada pada kisaran 5,83% - 6,33% (yoy) dengan kecenderungan
bias ke bawah. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih menjadi penggerak utama
ekonomi Malut diperkirakan meningkat cukup signfikan. Sementara itu, ekspor baik luar negeri
maupun antar daerah diprediksi tumbuh positif karena faktor baseline effect. Dari sisi
penawaran, sektor industri pengolahan diprediksi akan tumbuh meningkat menyusul
melimpahnya produksi bahan baku pada triwulan laporan. Masuknya bulan suci Ramadhan
dan tahun ajaran baru pada triwulan depan menjadi pendorong sektor perdagangan besar dan
eceran.
Grafik 6.1 Perkembangan PDRB Malut dan Nasional Serta Proyeksinya
Sumber : BPS Prov. Malut, diolah
6.1.1 Sisi Permintaan
Pada triwulan II 2015, komponen sisi permintaan diproyeksikan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan II 2014. Peningkatan terjadi pada komponen konsumsi,
khususnya konsumsi masyarakat.
68
Meskipun di tengah perlambatan ekonomi nasional, kinerja komponen konsumsi
masyarakat diperkirakan meningkat pada triwulan I 2015 sebesar 5,50%-6,00% (yoy) didorong
oleh permintaan yang meningkat akibat berlangsungnya awal musim liburan sekolah dan bulan
Ramadhan yang kali ini jatuh bersamaan. Sementara itu, peningkatan hasil produksi pertanian
pada triwulan laporan yang disertai dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Malut
sebesar 9,5% diperkirakan menjadi faktor pendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat pada
triwulan mendatang.
Faktor pendorong pertumbuhan juga berasal dari konsumsi pemerintah. Pertumbuhan
konsumsi pemerintah pada triwulan mendatang diperkirakan cukup tinggi setelah mengalami
penurunan pada triwulan laporan. Untuk mengejar target realisasi APBD 2015, berbagai
realisasi yang seharusnya terlaksana pada triwulan I dan II 2015 akan dikejar seluruhnya pada
triwulan II-2015 sehingga meningkatkan realisasi belanja pemda secara signifikan.
Sementara itu, net import yang terjadi pada neraca perdagangan Maluku Utara
diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor baik antar daerah
maupun luar negeri diperkirakan masih tumbuh tinggi karena adanya peningkatan kebutuhan
untuk konsumsi masyarakat dan investasi. Melambatnya net impor lebih disebabkan karena
meningkatnya kinerja ekspor maluku utara. Ekspor luar negeri diperkirakan tumbuh positif
akibat faktor baseline effect (tingkat ekspor pada periode sama tahun sebelumnya sudah
mengalami penurunan yang sangat signifikan). Ekspor antar daerah juga diperkirakan
meningkat seiring meningkatnya hasil produksi kopra, komoditas olahan perikanan, dan
perkebunan.
Di lain sisi, komponen pembentukan modal tetap bruto pada triwulan II 2015 akan
menjadi faktor penghambat pertumbuhan. Komponen ini akan tumbuh melambat karena
berbagai kegiatan konstruksi dan investasi lainnya akan berkurang atau berhenti pada bulan
puasa yang kali ini jatuh di bulan Juni 2015.
6.1.2 Sisi Penawaran
Pada triwulan II 2015, pertumbuhan akan didorong oleh sektor industri pengolahan,
sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor administrasi pemerintah. Sementara itu,
sektor yang diperkirakan tumbuh melambat yakni sektor pertanian, sektor informasi dan
komunikasi, dan sektor konstruksi.
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi kendaraan
diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan II 2015 sebagai dampak akselerasi konsumsi
masyarakat pada triwulan mendatang seiring masuknya musim liburan sekolah dan bulan suci
Ramadhan. Sementara itu, efek bertambahnya rute transportasi laut dan udara juga berpotensi
memacu aktivitas perdagangan dan kinerja sektor perhubungan.
Kinerja positif juga diperkirakan datang dari sektor industri pengolahan yang
terakselerasi pertumbuhannya pada triwulan mendatang. Sektor industri pengolahan yang
sebagian besar merupakan industri pengolahan kelapa diperkirakan meningkat produksinya
dengan memanfaatkan melimpahnya hasil produksi pada triwulan laporan. Di samping itu,
kinerja industri pengolahan makanan skala mikro dan kecil diperkirakan meningkat seiring
meningkatnya permintaan pada triwulan II-2015.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan diperkirakan akan tumbuh positif pada
triwulan II-2015 namun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan
disebabkan oleh hampir semua sentra produksi padi di Maluku Utara sudah kembali memasuki
masa tanam. Sementara itu panen tanaman hortikulktura dan perkebunan yang telah
berlangsung sejak bulan Februari 2015 berangsur selesai. Subsektor perikanan juga
diperkirakan belum mengalami pemulihan yang berarti terkait dengan impelementasi kebijakan
pemberian solar bersubsidi pada kapal nelayan jenis tertentu.
6.2 Outlook Inflasi Daerah
Laju inflasi pada triwulan II 2015 secara umum berpotensi untuk bergerak naik
yaitu pada kisaran 8,92%±1 (yoy), dari triwulan I 2015 yang sebesar 7,92% (yoy). Inflasi
tersebut diperkirakan lebih tinggi dibandingkan kisaran target nasional. Di sisi lain, perkiraan ini
lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 9,75% (yoy).
Peningkatan tekanan inflasi terutama diperkirakan berasal dari kelompok core inflation
dan volatile food. Meningkatnya tekanan permintaan yang belum dapat diimbangi dengan
kelancaran pasokan bahan pangan strategis di kota Ternate akan mewarnai tekanan inflasi
pada triwulan mendatang. Faktor pendorong inflasi juga akan bertambah dari penyesuaian tarif
angkutan menyusul kenaikan premium dan solar pada 28 Maret 2015 yang lalu.
70
Dari kelompok inflasi inti kenaikan tekanan inflasi diperkirakan datang dari tekanan
permintaan khususnya pada bulan Juni 2015. Meningkatnya intensitas konsumsi masyarakat
pada awal liburan sekolah dan bulan Ramadhan yang jatuh pada bulan tersebut diperkirakan
meningkatkan harga berbagai komoditas sandang dan makanan jadi.
Dari faktor ekspektasi, masyarakat kota Ternate mempersepsikan bahwa pengeluaran
mereka akan meningkat pada 3 bulan yang akan datang. Hal ini terkonfirmasi dari hasil survei
konsumen yang menunjukan peningkatan indeks pengeluaran 3 bulan yang akan datang dari
160,8 menjadi 164. Peningkatan terutama terjadi untuk komoditas pada kelompok bahan
makanan, kelompok makanan jadi, dan kelompok sandang.
Kemudian dari inflasi volatile food, risiko inflasi diperkirakan muncul dari komoditas ikan
segar akibat penurunan hasil tangkapan ikan sebagai imbas jangka pendek beberapa kebijakan
pemerintah pusat. Pasokan aneka cabai dan aneka bawang juga diperkirakan berkurang seiring
berakhirnya masa panen raya komoditas tersebut di sentra-sentra lokal. Dengan demikian,
harga komoditas-komoditas ini diperkirakan meningkat khususnya pada bulan Juni 2015.
Sementara itu, imbas pelemahan nilai Rupiah diperkirakan dapat menyebabkan naiknya pakan
ternak, pestisida, dan pupuk yang bahan bakunya masih mengandung unsur impor. Hal ini akan
memicu kenaikan harga komoditas daging, sayur-mayur, dan buah-buahan.
Tekanan juga diperkirakan datang dari inflasi administered price. Kenaikan BBM pada
28 Maret 2015 langsung direspons dengan kenaikan tarif angkutan dalam kota serta ojek.
Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas elpiji 12 kg per 1 April 2015 namun demikian
pengaruh lanjutannya pada komoditas lainnya di Maluku Utara diperkirakan minimal karena
masyarakat lebih banyak menggunakan minyak tanah dalam aktivitas sehari-hari. Sementara
itu, tekanan inflasi administered price juga dibayang-bayangi potensi kenaikan harga minyak
dunia yang dapat berdampak pada kenaikan harga premium dan solar di periode mendatang.