Upload
vodang
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIANEKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi
Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi
mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem
pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia
juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi
yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus
berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai
pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita
semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan
pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
i
Semarang, Mei 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi
Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi
mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem
pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia
juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi
yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus
berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai
pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita
semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan
pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
i
Semarang, Mei 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Daftar Suplemen
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Ringkasan Umum
1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Administered Prices
2.3.2. Kelompok Volatile Foods
2.3.3. Kelompok Inti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
3. Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
iiiDAFTAR ISI
i
iii
v
vii
xi
xiii
1
9
9
9
14
23
23
25
26
26
27
27
27
27
28
30
32
41
41
41
41
42
43
44
45
46
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Daftar Suplemen
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Ringkasan Umum
1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Administered Prices
2.3.2. Kelompok Volatile Foods
2.3.3. Kelompok Inti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
3. Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
iiiDAFTAR ISI
i
iii
v
vii
xi
xiii
1
9
9
9
14
23
23
25
26
26
27
27
27
27
28
30
32
41
41
41
41
42
43
44
45
46
Daftar Isi
9
10
14
15
24
25
25
25
26
42
47
57
58
59
63
64
65
65
65
68
74
75
76
vDAFTAR TABEL
Daftar Tabel
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – Triwulan I 2015
(triliun rupiah)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
Tahun 2011 – Triwulan I 2015 (%)
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – Triwulan I 2015 (triliun
rupiah)
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010(%)
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Triwulan I 2015 - Kelompok Bahan Makanan
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Juta Rupiah)
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2014 & 2015
Tabel 4.3. Realisasi Belanja Triwulan I tahun 2014 & 2015
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta
orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, (juta orang)
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan (juta orang)
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2010 – September 2014 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha
dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Transaksi Kliring dan BI-Real Time Gross Settlement (RTGS)
3.6. Perkembangan Perkasan
4. Perkembangan Keuangan Daerah
4.1. Realisasi APBD Triwulan I 2015
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2015
5. Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
6. Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Sektoral
6.2. Inflasi
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2015
6.2.2. Inflasi April 2015
6.2.3. Inflasi 2015
46
47
49
52
57
57
57
58
63
63
66
66
67
73
73
74
75
76
76
78
79
iv DAFTAR ISI
Daftar Isi
9
10
14
15
24
25
25
25
26
42
47
57
58
59
63
64
65
65
65
68
74
75
76
vDAFTAR TABEL
Daftar Tabel
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – Triwulan I 2015
(triliun rupiah)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
Tahun 2011 – Triwulan I 2015 (%)
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – Triwulan I 2015 (triliun
rupiah)
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010(%)
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Triwulan I 2015 - Kelompok Bahan Makanan
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Juta Rupiah)
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2014 & 2015
Tabel 4.3. Realisasi Belanja Triwulan I tahun 2014 & 2015
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta
orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, (juta orang)
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan (juta orang)
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2010 – September 2014 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan
dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha
dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Transaksi Kliring dan BI-Real Time Gross Settlement (RTGS)
3.6. Perkembangan Perkasan
4. Perkembangan Keuangan Daerah
4.1. Realisasi APBD Triwulan I 2015
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2015
5. Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
6. Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Sektoral
6.2. Inflasi
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2015
6.2.2. Inflasi April 2015
6.2.3. Inflasi 2015
46
47
49
52
57
57
57
58
63
63
66
66
67
73
73
74
75
76
76
78
79
iv DAFTAR ISI
Daftar Isi
10
10
10
11
11
11
11
12
12
12
12
13
13
13
13
13
13
14
14
15
16
16
16
16
17
17
17
17
18
18
18
18
Grafik 1.1. Survei Tendensi Konsumen
Grafik 1.2. Pertumbuhan Giro Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
Grafik 1.3. Perkembangan Ekspor dan Impor Antardaerah
Grafik 1.4. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.7. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.8. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah
Grafik 1.9. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.11. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.15. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2015
Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.18. Pangsa Negara Asal Impor Provinsi Jawa Tengah Triwulan I
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.20. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan I
Tahun 2015 (%)
Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.22. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran
Grafik 1.23. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.25. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Grafik 1.26. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
Grafik 1.27. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.29. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.30. Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modal di Jawa Tengah
Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
Grafik 1.32. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi di Jawa Tengah
viiDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
10
10
10
11
11
11
11
12
12
12
12
13
13
13
13
13
13
14
14
15
16
16
16
16
17
17
17
17
18
18
18
18
Grafik 1.1. Survei Tendensi Konsumen
Grafik 1.2. Pertumbuhan Giro Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
Grafik 1.3. Perkembangan Ekspor dan Impor Antardaerah
Grafik 1.4. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.7. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.8. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah
Grafik 1.9. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.11. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.15. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2015
Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.18. Pangsa Negara Asal Impor Provinsi Jawa Tengah Triwulan I
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.20. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan I
Tahun 2015 (%)
Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.22. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran
Grafik 1.23. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.25. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Grafik 1.26. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
Grafik 1.27. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.29. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.30. Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modal di Jawa Tengah
Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
Grafik 1.32. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi di Jawa Tengah
viiDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
44
44
44
45
45
45
46
46
46
46
47
47
48
48
48
48
49
49
50
51
51
51
52
52
53
53
57
57
58
59
59
59
ixDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 3.17. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Grafik 3.21. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.22. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.23. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.24. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.25. Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan Usaha Triwulan I 2015
Grafik 3.26. Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.27. Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.28. Perkembangan Perputaran Transaksi Non Tunai dan Kegiatan Usaha Triwulan I 2015
Grafik 3.29. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.30. Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Lusuh
Grafik 3.31. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Lokasi
Grafik 3.32. Persentase Temuan Uang Palsu Setiap Pecahan
Grafik 4.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 4.2. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
Grafik 4.3. Komposisi Anggaran Pendapatan
Grafik 4.4. Perkembangan Anggaran Belanja Daerah
Grafik 4.5. Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)
Grafik 4.6. Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014
Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan I
Grafik 2.8. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin
Grafik 2.10. Inflasi Bulanan November Subkelompok Transpor
Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Foods 2012-2015 Tw I
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Foods Triwulan I
Grafik 2.13. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.14. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah
Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah
Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras
Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I
Grafik 2.19. Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Nontraded
Grafik 2.20. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Grafik 2.21. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
Grafik 2.23. Inflasi Tahunan Triwulan I 2015
Grafik 2.24. Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 2.25. Inflasi Tahunan Kota
Grafik 2.26. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2015
Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di ProvinsiJawa Tengah
Grafik 3.4. Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
23
23
24
24
27
27
28
28
28
28
29
29
29
29
30
30
30
31
31
31
31
31
32
32
32
32
41
41
43
43
43
43
viii DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
44
44
44
45
45
45
46
46
46
46
47
47
48
48
48
48
49
49
50
51
51
51
52
52
53
53
57
57
58
59
59
59
ixDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 3.17. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Grafik 3.21. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.22. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.23. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.24. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.25. Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan Usaha Triwulan I 2015
Grafik 3.26. Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.27. Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.28. Perkembangan Perputaran Transaksi Non Tunai dan Kegiatan Usaha Triwulan I 2015
Grafik 3.29. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.30. Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Lusuh
Grafik 3.31. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Lokasi
Grafik 3.32. Persentase Temuan Uang Palsu Setiap Pecahan
Grafik 4.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 4.2. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
Grafik 4.3. Komposisi Anggaran Pendapatan
Grafik 4.4. Perkembangan Anggaran Belanja Daerah
Grafik 4.5. Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)
Grafik 4.6. Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014
Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan I
Grafik 2.8. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin
Grafik 2.10. Inflasi Bulanan November Subkelompok Transpor
Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Foods 2012-2015 Tw I
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Foods Triwulan I
Grafik 2.13. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.14. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah
Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah
Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras
Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I
Grafik 2.19. Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Nontraded
Grafik 2.20. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Grafik 2.21. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
Grafik 2.23. Inflasi Tahunan Triwulan I 2015
Grafik 2.24. Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 2.25. Inflasi Tahunan Kota
Grafik 2.26. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2015
Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di ProvinsiJawa Tengah
Grafik 3.4. Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
23
23
24
24
27
27
28
28
28
28
29
29
29
29
30
30
30
31
31
31
31
31
32
32
32
32
41
41
43
43
43
43
viii DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 5.1. TPAK Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.4. TPT Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.5. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.6. NTP Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.7. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.8. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014
Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 5.11. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Grafik 6.5. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.6. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Grafik 6.7. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
Grafik 6.8. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran
19
33
36
xiDAFTAR SUPLEMEN
Daftar Suplemen
Sumplemen 1. Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Perekonomian Jawa Tengah
Sumplemen 2. Dampak Asimetris Kebijakan Harga BBM
Sumplemen 3. Ketahanan Pangan Jawa Tengah
63
64
64
66
66
66
67
67
67
69
69
73
73
74
74
75
77
77
78
x DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 5.1. TPAK Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.4. TPT Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.5. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.6. NTP Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.7. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.8. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014
Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 5.11. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Grafik 6.5. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.6. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Grafik 6.7. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
Grafik 6.8. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran
19
33
36
xiDAFTAR SUPLEMEN
Daftar Suplemen
Sumplemen 1. Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Perekonomian Jawa Tengah
Sumplemen 2. Dampak Asimetris Kebijakan Harga BBM
Sumplemen 3. Ketahanan Pangan Jawa Tengah
63
64
64
66
66
66
67
67
67
69
69
73
73
74
74
75
77
77
78
x DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
-Pertambangan dan Penggalian
-Industri Pengolahan
-Pengadaan Listrik dan Gas
-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
-Konstruksi
-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
-Transportasi dan Pergudangan
-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
-Informasi dan Komunikasi
-Jasa Keuangan dan Asuransi
-Real Estate
-Jasa Perusahaan
-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
-Jasa Pendidikan
-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
-Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
-PMTB
-Ekspor Luar Negeri
-Impor Luar Negeri
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5.1
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
5.7
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
4.1
22.5
1.1
3.1
-3.2
-8.8
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4.2
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
1,604
681
1,559
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
114.85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5.7
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
1,451
696
1,478
882
113.84
113.03
112.06
113.77
110.64
119.09
117.07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6.2
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
1,541
658
1,685
1,006
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
xiii
2015
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
I
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
-Pertambangan dan Penggalian
-Industri Pengolahan
-Pengadaan Listrik dan Gas
-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
-Konstruksi
-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
-Transportasi dan Pergudangan
-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
-Informasi dan Komunikasi
-Jasa Keuangan dan Asuransi
-Real Estate
-Jasa Perusahaan
-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
-Jasa Pendidikan
-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
-Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
-PMTB
-Ekspor Luar Negeri
-Impor Luar Negeri
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5.1
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
5.7
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
4.1
22.5
1.1
3.1
-3.2
-8.8
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4.2
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
1,604
681
1,559
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
114.85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5.7
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
1,451
696
1,478
882
113.84
113.03
112.06
113.77
110.64
119.09
117.07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6.2
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
1,541
658
1,685
1,006
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
xiii
2015
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
I
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
2013
I II III IV2013
2014
I II III IV2014
146,36
24,98
76,14
45,24
153,32
80,85
19,98
52,49
46,08
8,50
104,76
2,06
2.932
2.597
504
15.036
14,72
5,17
9,55
152,01
24,84
78,15
49,03
161,57
83,97
22,85
54,75
50,12
10,78
106,29
2,16
2.829
2.532
492
13.878
11,22
8,67
2,56
162,83
28,86
82,90
51,07
168,96
87,54
24,26
57,17
51,40
10,90
103,77
2,13
3.549
2.343
549
14.400
19,55
14,17
5,38
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
1,98
3.738
2.494
577
14.937
11,86
9,21
2,65
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
1,98
3.260
2.490
530
14.547
57,35
37,21
20,14
168,74
25,09
85,30
58,34
178,54
93,34
26,91
58,29
54,04
11,95
105,81
2,17
3.435
2.307
530
14.275
15,47
6,27
9,20
178,42
30,20
86,96
61,27
187,37
99,04
28,07
60,26
59,09
13,60
105,02
2,19
3.687
2.492
573
15.156
14,31
8,95
5,36
185,79
30,94
90,47
64,38
191,87
103,87
27,70
60,30
60,46
12,75
103,27
2,22
3.297
2.397
579
14.225
20,52
14,69
5,83
188,11
24,82
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
61,32
13,20
105,34
2,23
3.734
2.321
583
14.203
12,02
9,20
2,82
188.11
24.82
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
61.32
13.20
105.34
2.23
3,540
2,378
567
14,459
62.32
39.11
23.21
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
-Giro
-Tabungan
-Deposito
Kredit (Rp Triliun)
-Modal Kerja
-Investasi
-Konsumsi
Kredit UMKM (Rp Triliun)
-Modal Kerja
-Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
-Net Inflow
xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH
RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015 melambat dibandingkan dengan triwulan IV 2014 seiring menurunnya konsumsi pemerintah di triwulan awal serta melambatnya net ekspor antardaerah. Sementara itu, perekonomian pada triwulan II 2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan meningkat seiring datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
2015
I
193.01
30.53
92.25
70.32
198.84
106.81
28.76
63.27
62.89
13.29
102.97
2.47
3,938
1,623
551
13,963
13.17
3.29
9.89
Pada triwulan I 2015, perlambatan ekonomi dari sisi lapangan usaha terutama
berasal dari sektor perdagangan, sektor pertambangan dan penggalian, dan
sektor konstruksi. Sementara itu, laju inflasi menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang utamanya didorong oleh penurunan harga BBM pada
awal tahun 2015.
Pada triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh meningkat
seiring datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri ditambah dengan prospek
meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, peningkatan inflasi
diperkirakan terjadi di seluruh kelompok di tengah memasukinya masa tanam
komoditas pangan strategis dan datangnya bulan Ramadhan.
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
2013
I II III IV2013
2014
I II III IV2014
146,36
24,98
76,14
45,24
153,32
80,85
19,98
52,49
46,08
8,50
104,76
2,06
2.932
2.597
504
15.036
14,72
5,17
9,55
152,01
24,84
78,15
49,03
161,57
83,97
22,85
54,75
50,12
10,78
106,29
2,16
2.829
2.532
492
13.878
11,22
8,67
2,56
162,83
28,86
82,90
51,07
168,96
87,54
24,26
57,17
51,40
10,90
103,77
2,13
3.549
2.343
549
14.400
19,55
14,17
5,38
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
1,98
3.738
2.494
577
14.937
11,86
9,21
2,65
167,39
23,73
90,60
53,07
176,61
92,35
25,60
58,66
52,96
11,76
105,51
1,98
3.260
2.490
530
14.547
57,35
37,21
20,14
168,74
25,09
85,30
58,34
178,54
93,34
26,91
58,29
54,04
11,95
105,81
2,17
3.435
2.307
530
14.275
15,47
6,27
9,20
178,42
30,20
86,96
61,27
187,37
99,04
28,07
60,26
59,09
13,60
105,02
2,19
3.687
2.492
573
15.156
14,31
8,95
5,36
185,79
30,94
90,47
64,38
191,87
103,87
27,70
60,30
60,46
12,75
103,27
2,22
3.297
2.397
579
14.225
20,52
14,69
5,83
188,11
24,82
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
61,32
13,20
105,34
2,23
3.734
2.321
583
14.203
12,02
9,20
2,82
188.11
24.82
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
61.32
13.20
105.34
2.23
3,540
2,378
567
14,459
62.32
39.11
23.21
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
-Giro
-Tabungan
-Deposito
Kredit (Rp Triliun)
-Modal Kerja
-Investasi
-Konsumsi
Kredit UMKM (Rp Triliun)
-Modal Kerja
-Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
-Net Inflow
xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH
RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015 melambat dibandingkan dengan triwulan IV 2014 seiring menurunnya konsumsi pemerintah di triwulan awal serta melambatnya net ekspor antardaerah. Sementara itu, perekonomian pada triwulan II 2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan meningkat seiring datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
2015
I
193.01
30.53
92.25
70.32
198.84
106.81
28.76
63.27
62.89
13.29
102.97
2.47
3,938
1,623
551
13,963
13.17
3.29
9.89
Pada triwulan I 2015, perlambatan ekonomi dari sisi lapangan usaha terutama
berasal dari sektor perdagangan, sektor pertambangan dan penggalian, dan
sektor konstruksi. Sementara itu, laju inflasi menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang utamanya didorong oleh penurunan harga BBM pada
awal tahun 2015.
Pada triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh meningkat
seiring datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri ditambah dengan prospek
meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, peningkatan inflasi
diperkirakan terjadi di seluruh kelompok di tengah memasukinya masa tanam
komoditas pangan strategis dan datangnya bulan Ramadhan.
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015
mengalami perlambatan. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
di triwulan 2015 sebesar 5,5% (yoy), melambat dari 6,2% (yoy)
pada triwulan lalu. Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama
bersumber dari penurunan konsumsi pemerintah yang sesuai
dengan pola musimannya. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi
pada komponen net ekspor antar daerah akibat lebih tingginya
kenaikan impor antar daerah. Sementara itu, konsumsi
masyarakat, investasi dan ekspor maupun impor tercatat masih
mengalami pertumbuhan positif.
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan terjadi
pada sebagian besar sektor perekonomian. Dilihat dari sektor
utama daerah, perlambatan terutama terjadi pada sektor
perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor.
Selain itu, sektor pertanian kehutanan dan perikanan masih
mencatatkan pertumbuhan negatif di triwulan I 2015 meski
tingkat pertumbuhan tersebut masih lebih baik dibanding
triwulan sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari mulai masuknya
musim panen di akhir triwulan laporan. Namun, sektor industri
pengolahan tercatat mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya. Perbaikan sektor ini terutama
didorong oleh semakin baiknya kinerja industri tembakau dan
industri makanan dan minuman.
Meski mengalami perlambatan, namun pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah masih lebih baik dibandingkan pertumbuhan
ekonomi nasional yang sebesar 4,7% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih dalam merupakan
imbas dari melambatnya ekonomi dari provinsi lainnya, terutama
provinsi yang memiliki basis sumber daya alam.
3RINGKASAN UMUM
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.
1.
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015
mengalami perlambatan. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
di triwulan 2015 sebesar 5,5% (yoy), melambat dari 6,2% (yoy)
pada triwulan lalu. Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama
bersumber dari penurunan konsumsi pemerintah yang sesuai
dengan pola musimannya. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi
pada komponen net ekspor antar daerah akibat lebih tingginya
kenaikan impor antar daerah. Sementara itu, konsumsi
masyarakat, investasi dan ekspor maupun impor tercatat masih
mengalami pertumbuhan positif.
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan terjadi
pada sebagian besar sektor perekonomian. Dilihat dari sektor
utama daerah, perlambatan terutama terjadi pada sektor
perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor.
Selain itu, sektor pertanian kehutanan dan perikanan masih
mencatatkan pertumbuhan negatif di triwulan I 2015 meski
tingkat pertumbuhan tersebut masih lebih baik dibanding
triwulan sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari mulai masuknya
musim panen di akhir triwulan laporan. Namun, sektor industri
pengolahan tercatat mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya. Perbaikan sektor ini terutama
didorong oleh semakin baiknya kinerja industri tembakau dan
industri makanan dan minuman.
Meski mengalami perlambatan, namun pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah masih lebih baik dibandingkan pertumbuhan
ekonomi nasional yang sebesar 4,7% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih dalam merupakan
imbas dari melambatnya ekonomi dari provinsi lainnya, terutama
provinsi yang memiliki basis sumber daya alam.
3RINGKASAN UMUM
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.
1.
Berbeda dengan kondisi pada triwulan laporan,
prospek ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II
diperkirakan mengalami peningkatan. Prospek
tersebut didukung oleh masih cukup baiknya
perkembangan indikator-indikator perekonomian
terkini. Perekonomian daerah di triwulan mendatang
diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi
rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan
ekspor. Konsumsi rumah tangga diperkirakan
meningkat dipengaruhi oleh masuknya bulan
Ramadhan di triwulan mendatang. Sementara
konsumsi pemerintah diperkirakan membaik sejalan
dengan mulai terealisasinya proyek pemerintah.
Sehingga secara keseluruhan ekonomi Jawa Tengah
pada triwulan II 2015 diperkirakan akan tumbuh
sebesar 5,7% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor Industri
Pengolahan serta sektor Perdagangan Besar-Eceran dan
Reparasi Mobil-Sepeda Motor diperkirakan akan
meningkat. Sementara sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan diperkirakan juga akan memiliki kinerja
yang membaik dibanding triwulan I 2015.
Tekanan harga diperkirakan meningkat. Inflasi
tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2015
diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Faktor musiman dari masuknya bulan
Ramadhan diperkirakan akan menaikkan konsumsi
masyarakat yang berpengaruh pada tekanan harga.
Sementara, masuknya masa tanam untuk beberapa
komoditas strategis, seperti bawang merah dan cabai
dapat turut mendorong kenaikan inflasi pada triwulan
II. Selain itu, tekanan harga juga berasal dari
penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) untuk beberapa
golongan per 1 Mei 2015. Melihat dari kondisi tersebut,
inflasi di triwulan II diperkirakan sebesar 5,97% (yoy)
atau meningkat dari triwulan I yang sebesar 5,68%
(yoy). Peningkatan inflasi diperkirakan terjadi di seluruh
kelompok, baik kelompok core, volatile foods, maupun
administered prices.
5RINGKASAN UMUM4 RINGKASAN UMUM
Sementara perkembangan harga yang tercermin
pada indeks harga konsumen (IHK) mengalami
penurunan. Keputusan pemer in tah untuk
menurunkan harga BBM sebanyak 2 kali di triwulan ini
terlihat berdampak positif terhadap perkembangan
harga di Jawa Tengah. Keputusan tersebut menjadi
faktor dominan menurunnya inflasi di triwulan I 2015.
Pada triwulan I 2015, inflasi Jawa Tengah tercatat
menurun menjadi sebesar 5,68% (yoy), sementara
tr iwulan sebelumnya inflasi tercatat sebesat
8,22%(yoy). Dominannya pengaruh penurunan harga
BBM terlihat dari rincian inflasi per kelompok.
Kelompok yang mengalami penurunan signifikan di
triwulan laporan adalah kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok bahan
makanan. Inflasi di kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan menurun menjadi sebesar 4,39%
(yoy) dari 11,46% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Sementara inflasi kelompok bahan makanan menurun
menjadi sebesar 4,39% (yoy).
Berdasarkan disagregasi inflasi, penurunan harga
BBM tersebut tercermin pada signifikannya
penurunan inflasi kelompok administered prices
dari 15,37% (yoy) menjadi 9,54% (yoy). Kelompok
volatile foods juga mengalami penurunan di triwulan I
2015 sebagai pengaruh dari relatif rendahnya inflasi
pada subkelompok bumbu-bumbuan di triwulan
tersebut. Sementara inflasi inti di triwulan I 2015
mengalami sedikit penurunan dibanding triwulan
sebelumnya karena relatif terjaganya ekspektasi
konsumen.
Kegiatan dunia perbankan di Jawa Tengah masih
menunjukkan kinerja yang cukup baik terlihat dari
masih baiknya indikator total aset perbankan dan
dana pihak ketiga (DPK). Sementara indikator kredit
menunjukkan adanya perlambatan kinerja di triwulan I
2015. Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut tidak
terlepas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi di
triwulan laporan. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
mengalami penurunan di triwulan I 2015 yang
ditunjukkan dengan naiknya indikator non performing
loan. Meski demikian kenaikan tersebut masih berada
di bawah 5%. Sedangkan kegiatan sistem pembayaran
baik tunai maupun nontunai masih dapat mendukung
aktivitas kegiatan perekonomian daerah.
Sesuai dengan polanya, realisasi keuangan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat masih
rendah. Realisasi pendapatan di triwulan laporan
sebesar 22,20% dari yang ditetapkan dalam anggaran,
pendapatan, dan belanja daerah (APBD). Sementara
realisasi sebesar 13,88% dari anggaran. Masih cukup
rendahnya realisasi APBD ini mengkonfirmasi
perlambatan konsumsi pemerintah dalam PDRB
triwulan I 2015. Sementara itu dilihat dari tingkat
kemandirian fiskal daerah, kemandirian keuangan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat cukup baik
terlihat dari porsi PAD yang sebesar 68,41% terhadap
keseluruhan anggaran pendapatan.
Dari s is i kesejahteraan masyarakat, kondisi
kesejahteraan di triwulan I 2015 tercatat dalam
kondisi yang relatif baik. Hal ini terlihat dari kondisi
ketenagakerjaan dan kemiskinan yang membaik.
Jumlah penduduk bekerja di triwulan laporan tercatat
meningkat dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Sementara jumlah angka pengangguran
dalam level yang sama dibanding tahun sebelumnya.
Sehingga tingkat pengangguran terbuka berada dalam
level yang menurun. Angka kemiskinan di Provinsi Jawa
Tengah juga menunjukkan adanya penurunan sejalan
dengan menurunnya angka kemiskinan nasional.
Berbeda dengan kondisi pada triwulan laporan,
prospek ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II
diperkirakan mengalami peningkatan. Prospek
tersebut didukung oleh masih cukup baiknya
perkembangan indikator-indikator perekonomian
terkini. Perekonomian daerah di triwulan mendatang
diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi
rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan
ekspor. Konsumsi rumah tangga diperkirakan
meningkat dipengaruhi oleh masuknya bulan
Ramadhan di triwulan mendatang. Sementara
konsumsi pemerintah diperkirakan membaik sejalan
dengan mulai terealisasinya proyek pemerintah.
Sehingga secara keseluruhan ekonomi Jawa Tengah
pada triwulan II 2015 diperkirakan akan tumbuh
sebesar 5,7% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor Industri
Pengolahan serta sektor Perdagangan Besar-Eceran dan
Reparasi Mobil-Sepeda Motor diperkirakan akan
meningkat. Sementara sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan diperkirakan juga akan memiliki kinerja
yang membaik dibanding triwulan I 2015.
Tekanan harga diperkirakan meningkat. Inflasi
tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2015
diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Faktor musiman dari masuknya bulan
Ramadhan diperkirakan akan menaikkan konsumsi
masyarakat yang berpengaruh pada tekanan harga.
Sementara, masuknya masa tanam untuk beberapa
komoditas strategis, seperti bawang merah dan cabai
dapat turut mendorong kenaikan inflasi pada triwulan
II. Selain itu, tekanan harga juga berasal dari
penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) untuk beberapa
golongan per 1 Mei 2015. Melihat dari kondisi tersebut,
inflasi di triwulan II diperkirakan sebesar 5,97% (yoy)
atau meningkat dari triwulan I yang sebesar 5,68%
(yoy). Peningkatan inflasi diperkirakan terjadi di seluruh
kelompok, baik kelompok core, volatile foods, maupun
administered prices.
5RINGKASAN UMUM4 RINGKASAN UMUM
Sementara perkembangan harga yang tercermin
pada indeks harga konsumen (IHK) mengalami
penurunan. Keputusan pemer in tah untuk
menurunkan harga BBM sebanyak 2 kali di triwulan ini
terlihat berdampak positif terhadap perkembangan
harga di Jawa Tengah. Keputusan tersebut menjadi
faktor dominan menurunnya inflasi di triwulan I 2015.
Pada triwulan I 2015, inflasi Jawa Tengah tercatat
menurun menjadi sebesar 5,68% (yoy), sementara
tr iwulan sebelumnya inflasi tercatat sebesat
8,22%(yoy). Dominannya pengaruh penurunan harga
BBM terlihat dari rincian inflasi per kelompok.
Kelompok yang mengalami penurunan signifikan di
triwulan laporan adalah kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok bahan
makanan. Inflasi di kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan menurun menjadi sebesar 4,39%
(yoy) dari 11,46% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Sementara inflasi kelompok bahan makanan menurun
menjadi sebesar 4,39% (yoy).
Berdasarkan disagregasi inflasi, penurunan harga
BBM tersebut tercermin pada signifikannya
penurunan inflasi kelompok administered prices
dari 15,37% (yoy) menjadi 9,54% (yoy). Kelompok
volatile foods juga mengalami penurunan di triwulan I
2015 sebagai pengaruh dari relatif rendahnya inflasi
pada subkelompok bumbu-bumbuan di triwulan
tersebut. Sementara inflasi inti di triwulan I 2015
mengalami sedikit penurunan dibanding triwulan
sebelumnya karena relatif terjaganya ekspektasi
konsumen.
Kegiatan dunia perbankan di Jawa Tengah masih
menunjukkan kinerja yang cukup baik terlihat dari
masih baiknya indikator total aset perbankan dan
dana pihak ketiga (DPK). Sementara indikator kredit
menunjukkan adanya perlambatan kinerja di triwulan I
2015. Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut tidak
terlepas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi di
triwulan laporan. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
mengalami penurunan di triwulan I 2015 yang
ditunjukkan dengan naiknya indikator non performing
loan. Meski demikian kenaikan tersebut masih berada
di bawah 5%. Sedangkan kegiatan sistem pembayaran
baik tunai maupun nontunai masih dapat mendukung
aktivitas kegiatan perekonomian daerah.
Sesuai dengan polanya, realisasi keuangan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat masih
rendah. Realisasi pendapatan di triwulan laporan
sebesar 22,20% dari yang ditetapkan dalam anggaran,
pendapatan, dan belanja daerah (APBD). Sementara
realisasi sebesar 13,88% dari anggaran. Masih cukup
rendahnya realisasi APBD ini mengkonfirmasi
perlambatan konsumsi pemerintah dalam PDRB
triwulan I 2015. Sementara itu dilihat dari tingkat
kemandirian fiskal daerah, kemandirian keuangan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat cukup baik
terlihat dari porsi PAD yang sebesar 68,41% terhadap
keseluruhan anggaran pendapatan.
Dari s is i kesejahteraan masyarakat, kondisi
kesejahteraan di triwulan I 2015 tercatat dalam
kondisi yang relatif baik. Hal ini terlihat dari kondisi
ketenagakerjaan dan kemiskinan yang membaik.
Jumlah penduduk bekerja di triwulan laporan tercatat
meningkat dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Sementara jumlah angka pengangguran
dalam level yang sama dibanding tahun sebelumnya.
Sehingga tingkat pengangguran terbuka berada dalam
level yang menurun. Angka kemiskinan di Provinsi Jawa
Tengah juga menunjukkan adanya penurunan sejalan
dengan menurunnya angka kemiskinan nasional.
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Dibandingkan triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 tumbuh melambat sejalan dengan penurunan konsumsi pemerintah
Dari segi penggunaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Tengah sejalan dengan penurunan konsumsi pemerintah di awal tahun sesuai
dengan pola musimannya. Namun demikian konsumsi rumah tangga, investasi,
dan ekspor luar negeri mengalami peningkatan.
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi pada triwulan I 2015 terutama
berasal dari sektor perdagangan, sektor pertambangan dan penggalian, serta
sektor konstruksi. Sementara itu, peningkatan pada sektor pertanian dan
industri pengolahan menjadi penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Dibandingkan triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 tumbuh melambat sejalan dengan penurunan konsumsi pemerintah
Dari segi penggunaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Tengah sejalan dengan penurunan konsumsi pemerintah di awal tahun sesuai
dengan pola musimannya. Namun demikian konsumsi rumah tangga, investasi,
dan ekspor luar negeri mengalami peningkatan.
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi pada triwulan I 2015 terutama
berasal dari sektor perdagangan, sektor pertambangan dan penggalian, serta
sektor konstruksi. Sementara itu, peningkatan pada sektor pertanian dan
industri pengolahan menjadi penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan I 2015 mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Ekonomi
Jawa Tengah tumbuh melambat dari 6,2% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 5,5% (yoy) pada triwulan laporan.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama
bersumber dari penurunan konsumsi pemerintah yang
sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, net ekspor
antardaerah serta Lembaga Non Profit yang Melayani
Rumah Tangga (LNPRT) juga tumbuh melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun
demikian, pertumbuhan ekonomi ini masih lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional
yang sebesar 4,7% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
ekonomi nasional yang lebih dalam merupakan imbas
dari melambatnya ekonomi dari provinsi lainnya,
terutama provinsi yang memiliki basis sumber daya
alam.
Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan
laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), atau
lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulanan pada periode yang sama tahun lalu yang
tercatat sebesar 3,2% (qtq). Perlambatan tersebut
ditengarai terkait dengan optimisme konsumen yang
cenderung lebih tinggi pada tahun lalu sejalan dengan
harga BBM yang lebih rendah.
Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan
laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), lebih
tinggi bila dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang
tercatat sebesar -3,0% (qtq). Peningkatan tersebut
ditengarai terkait dengan meningkatnya konsumsi
rumah tangga di tengah tren penurunan harga bahan
bakar minyak (BBM).
Dari sisi penawaran, sebagian besar sektor
perekonomian tumbuh melambat dibandingkan
dengan triwulan lalu. Meski mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, hampir
semua sektor perekonomian di Jawa Tengah masih
mencatatkan pertumbuhan tahunan yang positif,
kecuali sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
yang mengalami kontraksi 0,3% (yoy). Pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh sektor Transportasi dan
Pergudangan sebesar 14,1%, diikuti sektor Informasi
dan Komunikasi serta Jasa Perusahaan sebesar 11,6%,
dan sektor Jasa Pendidikan sebesar 10,1%.
S e s u a i d e n g a n h i s t o r i s m u s i m a n n y a ,
pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami
perlambatan yang cukup dalam di triwulan I 2015
yaitu sebesar 3,16% (yoy), sementara pada
triwulan IV 2014 konsumsi pemerintah tumbuh
sebesar 9,89% (yoy). Perlambatan tersebut didorong
oleh belum optimalnya realisasi belanja pemerintah di
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional2Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
2.
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.)
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.)
P D R B
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan I (triliun rupiah)
III IVTOTAL
372.59
6.76
48.5
164.35
0.38
41.31
73.91
27.39
587.37
389.64
6.45
49.47
175.03
9.22
43.65
97.68
47.44
623.22
408.12
6.73
50.93
187.1
35.73
49.68
105.57
23.55
656.27
427.34
7.13
52.57
202.33
36.46
53.71
112.62
24.43
691.34
445.64
7.64
55.43
211.22
21.02
61.92
127.81
51.83
726.9
113.4
2.15
8.63
51.99
5.27
17.45
29.15
16.11
185.86
115.19
2.21
11.93
54.68
5.64
18.34
29.11
13.06
191.93
118.19
1.98
13.77
56.55
4.94
15.95
30.6
16.43
197.22
117.37
1.96
22.58
56.79
0.41
16.1
29.65
5.71
191.27
464.16
8.3
56.9
220.01
16.26
67.83
118.5
51.31
766.27
2015
118.17
1.94
8.9
55.51
2.19
16.73
25.79
18.51
196.16
2009 2010 2011 2012I
9PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan I 2015 mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Ekonomi
Jawa Tengah tumbuh melambat dari 6,2% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 5,5% (yoy) pada triwulan laporan.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama
bersumber dari penurunan konsumsi pemerintah yang
sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, net ekspor
antardaerah serta Lembaga Non Profit yang Melayani
Rumah Tangga (LNPRT) juga tumbuh melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun
demikian, pertumbuhan ekonomi ini masih lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional
yang sebesar 4,7% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
ekonomi nasional yang lebih dalam merupakan imbas
dari melambatnya ekonomi dari provinsi lainnya,
terutama provinsi yang memiliki basis sumber daya
alam.
Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan
laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), atau
lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulanan pada periode yang sama tahun lalu yang
tercatat sebesar 3,2% (qtq). Perlambatan tersebut
ditengarai terkait dengan optimisme konsumen yang
cenderung lebih tinggi pada tahun lalu sejalan dengan
harga BBM yang lebih rendah.
Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan
laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), lebih
tinggi bila dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang
tercatat sebesar -3,0% (qtq). Peningkatan tersebut
ditengarai terkait dengan meningkatnya konsumsi
rumah tangga di tengah tren penurunan harga bahan
bakar minyak (BBM).
Dari sisi penawaran, sebagian besar sektor
perekonomian tumbuh melambat dibandingkan
dengan triwulan lalu. Meski mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, hampir
semua sektor perekonomian di Jawa Tengah masih
mencatatkan pertumbuhan tahunan yang positif,
kecuali sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
yang mengalami kontraksi 0,3% (yoy). Pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh sektor Transportasi dan
Pergudangan sebesar 14,1%, diikuti sektor Informasi
dan Komunikasi serta Jasa Perusahaan sebesar 11,6%,
dan sektor Jasa Pendidikan sebesar 10,1%.
S e s u a i d e n g a n h i s t o r i s m u s i m a n n y a ,
pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami
perlambatan yang cukup dalam di triwulan I 2015
yaitu sebesar 3,16% (yoy), sementara pada
triwulan IV 2014 konsumsi pemerintah tumbuh
sebesar 9,89% (yoy). Perlambatan tersebut didorong
oleh belum optimalnya realisasi belanja pemerintah di
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional2Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
2.
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.)
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.)
P D R B
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan I (triliun rupiah)
III IVTOTAL
372.59
6.76
48.5
164.35
0.38
41.31
73.91
27.39
587.37
389.64
6.45
49.47
175.03
9.22
43.65
97.68
47.44
623.22
408.12
6.73
50.93
187.1
35.73
49.68
105.57
23.55
656.27
427.34
7.13
52.57
202.33
36.46
53.71
112.62
24.43
691.34
445.64
7.64
55.43
211.22
21.02
61.92
127.81
51.83
726.9
113.4
2.15
8.63
51.99
5.27
17.45
29.15
16.11
185.86
115.19
2.21
11.93
54.68
5.64
18.34
29.11
13.06
191.93
118.19
1.98
13.77
56.55
4.94
15.95
30.6
16.43
197.22
117.37
1.96
22.58
56.79
0.41
16.1
29.65
5.71
191.27
464.16
8.3
56.9
220.01
16.26
67.83
118.5
51.31
766.27
2015
118.17
1.94
8.9
55.51
2.19
16.73
25.79
18.51
196.16
2009 2010 2011 2012I
9PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.)
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.)
P D R B
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013*I II
2014
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2011 –2015 Triwulan I (%, yoy)
III IVTOTAL
4.13
11.76
11.69
8.25
-97.88
5.59
-8.98
67.14
6.52
4.57
-4.53
1.99
6.5
2,317.82
5.68
32.15
73.19
6.1
4.74
4.42
2.95
6.89
287.46
13.81
8.08
-50.36
5.3
4.71
5.83
3.23
8.14
2.05
8.11
6.67
3.72
5.34
4.28
7.21
5.44
4.39
-42.36
15.3
13.5
112.21
5.14
4.1
22.45
1.05
3.14
4.36
22.47
5.63
10.6
5.66
4.04
16.26
-9.68
6.39
-51.02
19.69
-6.46
15.71
4.19
4.51
3.43
4.79
5.74
52.14
8.92
-10.7
-23.06
5.69
3.95
-5.27
9.89
1.52
-66.05
-9.11
-14.9
23.24
6.16
4.15
8.62
2.66
4.16
-22.63
9.55
-7.29
-1.02
5.42
2015
4.2
-9.66
3.16
6.78
-58.55
-4.11
-11.52
14.87
5.54
2009 2010 2011 2012I
triwulan laporan. Pada triwulan IV lalu, realisasi belanja
pemerintah mencapai 94,06%. Sementara pada triwulan I
2015 ini, realisasi belanja pemerintah baru mencapai
13,88%.
Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah
Tangga (LNPRT) pada triwulan I 2015 sebesar -9,66%
(yoy), atau menurun dibandingkan dengan triwulan
lalu yang sebesar -5,27% (yoy). Perlambatan tersebut
ditengarai terjadi seiring dengan berakhirnya tahun politik
2014. Konsumsi partai politik yang mengalami peningkatan
secara signifikan di hampir sepanjang tahun 2014 menjadi
penyumbang utama pertumbuhan konsumsi LNPRT tahun
2014 lalu.
Net ekspor antardaerah mengalami perlambatan pada
triwulan I 2015 bila dibandingkan dengan triwulan IV
2014. Pertumbuhan net ekspor antardaerah pada triwulan I
2015 sebesar 14,87% (yoy), atau melambat dibanding
triwulan IV 2014 sebesar 23,24% (yoy). Perlambatan net
ekspor antardaerah pada triwulan I 2015 diperkirakan karena
lebih tingginya impor antar daerah dibanding ekspor.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga pada
triwulan I 2015 tumbuh sebesar 4,2% (yoy), atau
meningkat dibandingkan triwulan IV 2014 yang
sebesar 3,95% (yoy). Salah satu faktor utama
penyebab meningkatnya daya beli masyarakat adalah
penurunan harga BBM. Pada bulan Januari terjadi dua
kali penurunan harga BBM yaitu pada 1 Januari 2015
menjadi Rp7.600 dan 19 Januari 2015 menjadi
Rp6.700. Meskipun penurunan tersebut diikuti
kenaikan harga secara tipis pada 1 Maret 2015 menjadi
Rp6.800, namun diperkirakan penurunan harga BBM
tersebut diindikasikan sebagai salah satu faktor utama
penyebab meningkatnya daya beli masyarakat.
Kenaikan BBM yang cukup signifikan menjadi Rp7.300
pada tanggal 28 Maret 2015 diperkirakan belum
memberikan pengaruh terhadap konsumsi rumah
tangga yang tercatat di PDRB Provinsi Jawa Tengah di
triwulan I 2015. Lebih jauh, menurunnya inflasi di
triwulan ini juga turut memberi andil atas kemampuan
konsumsi masyarakat.
Bila ditinjau dari sisi sistem pembayaran, konsumsi
rumah tangga yang tumbuh meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sejalan dengan
meningkatnya pertumbuhan baik secara volume
maupun nilai transaksi pembayaran yang dilakukan
melalui sistem kliring. Secara volume, transaksi kliring di
Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang
meningkat dari -1,85% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi sebesar 1,07% (yoy) pada triwulan I 2015. Bila
ditinjau dari nilainya, transaksi kliring di Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu dari -
4,25% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar
7,45% (yoy) pada triwulan I 2015.
Meningkatnya konsumsi rumah tangga juga
terkonfirmasi dari meningkatnya indeks ketepatan
waktu pembelian barang tahan lama serta indeks
konsumsi beberapa komoditas makanan dan bukan
makanan yang masih berada di atas angka 100.
Peningkatan konsumsi juga terkonfirmasi dari
meningkatnya kredit konsumsi di triwulan laporan
diikuti oleh naiknya volume impor barang konsumsi.
Namun demikian, indikator konsumsi lain yaitu
penjualan listrik segmen rumah tangga menunjukkan
sedik i t per lambatan d ibandingkan t r iwulan
sebe lumnya. Namun demik ian, has i l surve i
menunjukkan bahwa konsumen di triwulan ini
merasakan adanya penurunan pendapatan rumah
tangga.
Pertumbuhan Giro Pemerintahdan Konsumsi Pemerintah di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.2.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
-
10
20
30
40
50
60
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
(20)
(10)
% YOY % YOY
GIRO SEKTOR PEMERINTAH KONSUMSI PEMDA - SKALA KANAN
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.1.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013
INDEKS
2015
90
95
100
105
110
115
120
125
PENDAPATAN RT KINI PENGARUH INFLASI THDP TK KONSUMSI
Perkembangan Ekspor dan Impor AntardaerahGrafik 1.3.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2009 2010 2011 2012 2013 I II III IV I
2014 2015
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50 % YOY
EKSPOR IMPOR
Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsidan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.7.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VOL IMPOR KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN -
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
(100.00)
(50.00)
-
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
% YOY % YOY
Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi danKonsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.6.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV I II III2011 2012 2013 2014
IV I2015
0
1
2
3
4
5
6
7
8
4
9
14
19
24
29 % YOY % YOY
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOYJuta KwH
Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.5.
Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY
I
2015
PENJUALAN LISTRIK PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
85
90
95
100
105
110
115
120
125
KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMATINGKAT KONSUMSI BEBERAPA KOMODITI MAKANAN DAN BUKAN MAKANAN
Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.4.
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
OPTIMIS
PESIMIS
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
INDEKS
I
2015
11PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 10 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.)
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.)
P D R B
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013*I II
2014
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2011 –2015 Triwulan I (%, yoy)
III IVTOTAL
4.13
11.76
11.69
8.25
-97.88
5.59
-8.98
67.14
6.52
4.57
-4.53
1.99
6.5
2,317.82
5.68
32.15
73.19
6.1
4.74
4.42
2.95
6.89
287.46
13.81
8.08
-50.36
5.3
4.71
5.83
3.23
8.14
2.05
8.11
6.67
3.72
5.34
4.28
7.21
5.44
4.39
-42.36
15.3
13.5
112.21
5.14
4.1
22.45
1.05
3.14
4.36
22.47
5.63
10.6
5.66
4.04
16.26
-9.68
6.39
-51.02
19.69
-6.46
15.71
4.19
4.51
3.43
4.79
5.74
52.14
8.92
-10.7
-23.06
5.69
3.95
-5.27
9.89
1.52
-66.05
-9.11
-14.9
23.24
6.16
4.15
8.62
2.66
4.16
-22.63
9.55
-7.29
-1.02
5.42
2015
4.2
-9.66
3.16
6.78
-58.55
-4.11
-11.52
14.87
5.54
2009 2010 2011 2012I
triwulan laporan. Pada triwulan IV lalu, realisasi belanja
pemerintah mencapai 94,06%. Sementara pada triwulan I
2015 ini, realisasi belanja pemerintah baru mencapai
13,88%.
Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah
Tangga (LNPRT) pada triwulan I 2015 sebesar -9,66%
(yoy), atau menurun dibandingkan dengan triwulan
lalu yang sebesar -5,27% (yoy). Perlambatan tersebut
ditengarai terjadi seiring dengan berakhirnya tahun politik
2014. Konsumsi partai politik yang mengalami peningkatan
secara signifikan di hampir sepanjang tahun 2014 menjadi
penyumbang utama pertumbuhan konsumsi LNPRT tahun
2014 lalu.
Net ekspor antardaerah mengalami perlambatan pada
triwulan I 2015 bila dibandingkan dengan triwulan IV
2014. Pertumbuhan net ekspor antardaerah pada triwulan I
2015 sebesar 14,87% (yoy), atau melambat dibanding
triwulan IV 2014 sebesar 23,24% (yoy). Perlambatan net
ekspor antardaerah pada triwulan I 2015 diperkirakan karena
lebih tingginya impor antar daerah dibanding ekspor.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga pada
triwulan I 2015 tumbuh sebesar 4,2% (yoy), atau
meningkat dibandingkan triwulan IV 2014 yang
sebesar 3,95% (yoy). Salah satu faktor utama
penyebab meningkatnya daya beli masyarakat adalah
penurunan harga BBM. Pada bulan Januari terjadi dua
kali penurunan harga BBM yaitu pada 1 Januari 2015
menjadi Rp7.600 dan 19 Januari 2015 menjadi
Rp6.700. Meskipun penurunan tersebut diikuti
kenaikan harga secara tipis pada 1 Maret 2015 menjadi
Rp6.800, namun diperkirakan penurunan harga BBM
tersebut diindikasikan sebagai salah satu faktor utama
penyebab meningkatnya daya beli masyarakat.
Kenaikan BBM yang cukup signifikan menjadi Rp7.300
pada tanggal 28 Maret 2015 diperkirakan belum
memberikan pengaruh terhadap konsumsi rumah
tangga yang tercatat di PDRB Provinsi Jawa Tengah di
triwulan I 2015. Lebih jauh, menurunnya inflasi di
triwulan ini juga turut memberi andil atas kemampuan
konsumsi masyarakat.
Bila ditinjau dari sisi sistem pembayaran, konsumsi
rumah tangga yang tumbuh meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sejalan dengan
meningkatnya pertumbuhan baik secara volume
maupun nilai transaksi pembayaran yang dilakukan
melalui sistem kliring. Secara volume, transaksi kliring di
Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang
meningkat dari -1,85% (yoy) pada triwulan IV 2015
menjadi sebesar 1,07% (yoy) pada triwulan I 2015. Bila
ditinjau dari nilainya, transaksi kliring di Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu dari -
4,25% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar
7,45% (yoy) pada triwulan I 2015.
Meningkatnya konsumsi rumah tangga juga
terkonfirmasi dari meningkatnya indeks ketepatan
waktu pembelian barang tahan lama serta indeks
konsumsi beberapa komoditas makanan dan bukan
makanan yang masih berada di atas angka 100.
Peningkatan konsumsi juga terkonfirmasi dari
meningkatnya kredit konsumsi di triwulan laporan
diikuti oleh naiknya volume impor barang konsumsi.
Namun demikian, indikator konsumsi lain yaitu
penjualan listrik segmen rumah tangga menunjukkan
sedik i t per lambatan d ibandingkan t r iwulan
sebe lumnya. Namun demik ian, has i l surve i
menunjukkan bahwa konsumen di triwulan ini
merasakan adanya penurunan pendapatan rumah
tangga.
Pertumbuhan Giro Pemerintahdan Konsumsi Pemerintah di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.2.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
-
10
20
30
40
50
60
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
(20)
(10)
% YOY % YOY
GIRO SEKTOR PEMERINTAH KONSUMSI PEMDA - SKALA KANAN
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.1.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013
INDEKS
2015
90
95
100
105
110
115
120
125
PENDAPATAN RT KINI PENGARUH INFLASI THDP TK KONSUMSI
Perkembangan Ekspor dan Impor AntardaerahGrafik 1.3.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2009 2010 2011 2012 2013 I II III IV I
2014 2015
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50 % YOY
EKSPOR IMPOR
Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsidan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.7.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VOL IMPOR KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN -
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
(100.00)
(50.00)
-
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
% YOY % YOY
Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi danKonsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.6.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV I II III2011 2012 2013 2014
IV I2015
0
1
2
3
4
5
6
7
8
4
9
14
19
24
29 % YOY % YOY
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOYJuta KwH
Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.5.
Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY
I
2015
PENJUALAN LISTRIK PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
85
90
95
100
105
110
115
120
125
KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMATINGKAT KONSUMSI BEBERAPA KOMODITI MAKANAN DAN BUKAN MAKANAN
Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.4.
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
OPTIMIS
PESIMIS
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV
INDEKS
I
2015
11PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 10 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.15. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2015
43%
25%
9 %
10%
2%
2%
LAINNYA
JEPANG
TIO
NG
KO
K
2%BELANDA
5%JERMAN
USA
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa Tengah
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
0
20
40
60
80
100
120 JUMLAH PROYEK JUTA USD
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
IV I2015
PROYEK PMA INVESTASI PMA - SKALA KANAN
Grafik 1.11. Perkembangan Realisasi Penanaman ModalDalam Negeri di Jawa Tengah
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80 JUMLAH PROYEK TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
IV I2015
PROYEK PMDN INVESTASI PMDN - SKALA KANAN
Perkembangan Penyaluran Kredit Investasidi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.8.
% YOY % YOY
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV0
2
4
6
8
10
12
-
10
20
30
40
50
60
I
2015
KREDIT INV BU PMTB - SKALA KANAN
Perkembangan Pertumbuhan Nilai ImporBarang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.9.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
% YOY% YOY
IMPORT BAHAN BAKU - YOY PMTDB - SKALA KANAN IMPOR BARANG MODAL - QTQ
Pada triwulan I 2015, pertumbuhan PMTB
mengalami peningkatan menjadi 6,78% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar
1,52% (yoy). Stabilitas iklim politik pasca pemilu
legislatif dan juga pemilu presiden di akhir tahun 2014
ditengarai menjadi penyebab meningkatnya investasi
yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang
melakukan wait and see terkait dengan situasi politik
pasca pemilihan umum legislatif dan juga pemilihan
presiden di akhir tahun 2014 lalu. Hal tersebut
terkonfirmasi melalui hasil kegiatan liaison yang
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 lalu yang
menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha
menunggu kepastian iklim politik di tahun 2015 untuk
berinvestasi.
Kegiatan ekspor di triwulan I 2015 mengalami
perbaikan kinerja dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sektor ini tumbuh menjadi sebesar -
4,11% (yoy) dari -9,11% (yoy). Perbaikan tersebut
Ditinjau dari negara tujuannya, permintaan
ekspor dari Tiongkok serta Jepang mengalami
kenaikan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sementara pelemahan ekspor terjadi
untuk ekspor tujuan Amerika Serikat. Perbaikan
ekonomi Amerika Serikat yang cenderung tidak sebaik
perkiraan sebelumnya menyebabkan permintaan
ekspor yang berasal dari negara tersebut mengalami
penurunan. Di sisi lain, permintaan ekspor ke negara-
negara lainnya cenderung mengalami peningkatan. Hal
tersebut sejalan dengan hasil liaison yang menunjukkan
bahwa diversifikasi pasar tujuan ekspor merupakan
salah satu strategi yang ditempuh dunia usaha untuk
meningkatkan kinerja ekspor.
Sejalan dengan perbaikan ekspor, impor Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga mengalami
perbaikan menjadi sebesar -11,52% (yoy) dari -
14,90% (yoy) pada triwulan lalu. Ditinjau dari sisi
pasar domestik, perbaikan ini diperkirakan juga
didorong oleh meningkatnya tingkat konsumsi dari
masyarakat yang relatif menguat. Perbaikan impor luar
negeri juga diperkirakan didorong oleh impor migas
yang mengalami kenaikan di tengah penurunan harga
BBM di triwulan I tahun 2015.
Laju pertumbuhan nilai impor nonmigas sebesar
11,17% (yoy) pada triwulan I 2015, atau meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
ditengarai terjadi sejalan dengan peningkatan
permintaan negara-negara tujuan ekspor serta adanya
pelemahan nilai tukar Rupiah di triwulan I 2015.
Perbaikan ekspor terjadi untuk komoditas di industri
tekstil dan produk tekstil (TPT), sedangkan ekspor
mebel serta kayu olahan masih melambat.
Meski telah membaik, namun kinerja ekspor tersebut
terlihat masih tumbuh negatif. Hal ini terkonfirmasi dari
data ekspor berdasarkan Pemberitahuan Ekspor Barang
(PEB). Data tersebut menunjukkan laju volume ekspor
luar negeri Jawa Tengah mengalami kontraksi dari
sebelumnya -12,37% (yoy) pada triwulan IV 2014
menjadi -21,01% (yoy) pada triwulan laporan. Namun
secara nilai, ekspor luar negeri Jawa Tengah pada
triwulan I 2015 tercatat relatif stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan nilai ekspor luar
negeri Jawa Tengah pada periode laporan sebesar
3,13% (yoy), atau relatif stabil dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 3,17% (yoy).
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
LAINNYA
ITALIA
BELGIA
JERMAN
PERANCIS
BELANDA
UK
RRC
JEPANG
USA
JUTA USD
-100
100
300
500
700
900
1100
1300
1500
1700
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.17.
010
2030
4050
60
70
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
0
200
400
600
800
1000
1200
1400 RIBU TON %
I
2015
-10-20
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000 JUTA USD %
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Perkembangan Volume Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13.
(50,00)
0
50,00
100,00
150,00RIBU TON %1400
1200
1000
800
600
400
200
0
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
(100,00)I
2012
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah
-5
0
5
10
15
20JUTA USD %
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
13PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 12 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.15. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2015
43%
25%
9 %
10%
2%
2%
LAINNYA
JEPANG
TIO
NG
KO
K
2%BELANDA
5%JERMAN
USA
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa Tengah
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
0
20
40
60
80
100
120 JUMLAH PROYEK JUTA USD
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
IV I2015
PROYEK PMA INVESTASI PMA - SKALA KANAN
Grafik 1.11. Perkembangan Realisasi Penanaman ModalDalam Negeri di Jawa Tengah
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80 JUMLAH PROYEK TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014
IV I2015
PROYEK PMDN INVESTASI PMDN - SKALA KANAN
Perkembangan Penyaluran Kredit Investasidi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.8.
% YOY % YOY
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV0
2
4
6
8
10
12
-
10
20
30
40
50
60
I
2015
KREDIT INV BU PMTB - SKALA KANAN
Perkembangan Pertumbuhan Nilai ImporBarang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.9.
Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
% YOY% YOY
IMPORT BAHAN BAKU - YOY PMTDB - SKALA KANAN IMPOR BARANG MODAL - QTQ
Pada triwulan I 2015, pertumbuhan PMTB
mengalami peningkatan menjadi 6,78% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar
1,52% (yoy). Stabilitas iklim politik pasca pemilu
legislatif dan juga pemilu presiden di akhir tahun 2014
ditengarai menjadi penyebab meningkatnya investasi
yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang
melakukan wait and see terkait dengan situasi politik
pasca pemilihan umum legislatif dan juga pemilihan
presiden di akhir tahun 2014 lalu. Hal tersebut
terkonfirmasi melalui hasil kegiatan liaison yang
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 lalu yang
menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha
menunggu kepastian iklim politik di tahun 2015 untuk
berinvestasi.
Kegiatan ekspor di triwulan I 2015 mengalami
perbaikan kinerja dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sektor ini tumbuh menjadi sebesar -
4,11% (yoy) dari -9,11% (yoy). Perbaikan tersebut
Ditinjau dari negara tujuannya, permintaan
ekspor dari Tiongkok serta Jepang mengalami
kenaikan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sementara pelemahan ekspor terjadi
untuk ekspor tujuan Amerika Serikat. Perbaikan
ekonomi Amerika Serikat yang cenderung tidak sebaik
perkiraan sebelumnya menyebabkan permintaan
ekspor yang berasal dari negara tersebut mengalami
penurunan. Di sisi lain, permintaan ekspor ke negara-
negara lainnya cenderung mengalami peningkatan. Hal
tersebut sejalan dengan hasil liaison yang menunjukkan
bahwa diversifikasi pasar tujuan ekspor merupakan
salah satu strategi yang ditempuh dunia usaha untuk
meningkatkan kinerja ekspor.
Sejalan dengan perbaikan ekspor, impor Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga mengalami
perbaikan menjadi sebesar -11,52% (yoy) dari -
14,90% (yoy) pada triwulan lalu. Ditinjau dari sisi
pasar domestik, perbaikan ini diperkirakan juga
didorong oleh meningkatnya tingkat konsumsi dari
masyarakat yang relatif menguat. Perbaikan impor luar
negeri juga diperkirakan didorong oleh impor migas
yang mengalami kenaikan di tengah penurunan harga
BBM di triwulan I tahun 2015.
Laju pertumbuhan nilai impor nonmigas sebesar
11,17% (yoy) pada triwulan I 2015, atau meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
ditengarai terjadi sejalan dengan peningkatan
permintaan negara-negara tujuan ekspor serta adanya
pelemahan nilai tukar Rupiah di triwulan I 2015.
Perbaikan ekspor terjadi untuk komoditas di industri
tekstil dan produk tekstil (TPT), sedangkan ekspor
mebel serta kayu olahan masih melambat.
Meski telah membaik, namun kinerja ekspor tersebut
terlihat masih tumbuh negatif. Hal ini terkonfirmasi dari
data ekspor berdasarkan Pemberitahuan Ekspor Barang
(PEB). Data tersebut menunjukkan laju volume ekspor
luar negeri Jawa Tengah mengalami kontraksi dari
sebelumnya -12,37% (yoy) pada triwulan IV 2014
menjadi -21,01% (yoy) pada triwulan laporan. Namun
secara nilai, ekspor luar negeri Jawa Tengah pada
triwulan I 2015 tercatat relatif stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan nilai ekspor luar
negeri Jawa Tengah pada periode laporan sebesar
3,13% (yoy), atau relatif stabil dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 3,17% (yoy).
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
LAINNYA
ITALIA
BELGIA
JERMAN
PERANCIS
BELANDA
UK
RRC
JEPANG
USA
JUTA USD
-100
100
300
500
700
900
1100
1300
1500
1700
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.17.
010
2030
4050
60
70
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
0
200
400
600
800
1000
1200
1400 RIBU TON %
I
2015
-10-20
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
I II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000 JUTA USD %
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Perkembangan Volume Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13.
(50,00)
0
50,00
100,00
150,00RIBU TON %1400
1200
1000
800
600
400
200
0
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
(100,00)I
2012
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah
-5
0
5
10
15
20JUTA USD %
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
13PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 12 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
JUTA USD
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
I
2015
LAINNYATIONGKOKAUSTRALIAASEANEROPAUSA
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
PDRB
PENGGUNAAN2013*
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II
III IV2013*
I II
2014**
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – Triwulan I 2015 (triliun rupiah)
III IV2014*
I
108,76
1,75
8,54
50,31
14,25
27,59
15,33
175,90
110,61
1,90
13,29
51,34
15,32
31,12
15,33
184,21
113,05
1,92
13,24
53,46
14,65
34,26
19,72
186,61
112,93
2,07
20,36
55,96
17,71
34,84
1,35
180,18
445,36
7,64
55,43
211,07
61,92
127,81
51,73
726,90
113,48
2,15
8,63
52,06
17,45
29,15
16,94
185,85
115,31
2,21
11,93
54,79
18,34
29,11
14,80
191,92
118,35
1,98
14,14
56,69
15,95
30,60
16,49
197,22
117,54
1,96
22,20
56,94
16,10
29,65
4,94
191,27
464,68
8,30
56,90
220,48
67,83
118,50
53,18
766,27
14 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PENGGUNAAN
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)
III III IV
2013*
TOTAL
27.4
3.5
60.9
0.2
0.1
17.8
25.1
5.5
5.4
6.5
4.8
3.1
0.6
5.2
6.0
1.3
2.7
175.9
29.5
3.7
63.8
0.2
0.1
18.1
27.2
5.6
5.5
6.7
4.9
3.2
0.6
5.2
5.9
1.3
2.7
184.2
30.9
3.7
63.6
0.2
0.1
18.6
27.2
5.9
5.4
6.8
4.8
3.3
0.6
5.3
6.0
1.3
2.8
186.6
21.5
3.7
66.2
0.2
0.1
19.0
26.2
5.8
5.5
6.6
4.8
3.3
0.6
5.2
7.1
1.5
2.8
180.2
109.3
14.6
254.5
0.8
0.5
73.5
105.8
22.8
21.8
26.7
19.4
12.9
2.3
20.9
24.9
5.3
11.0
726.9
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III III IV
2014**
TOTAL
26.6
3.7
66.0
0.2
0.1
18.8
26.7
5.8
5.6
7.2
5.0
3.3
0.6
5.2
6.6
1.4
2.9
185.9
28.3
3.9
68.5
0.2
0.1
18.9
27.7
5.9
5.9
7.4
5.1
3.4
0.6
5.1
6.5
1.5
3.0
191.9
30.0
4.0
69.8
0.2
0.1
19.1
28.5
6.3
6.0
7.6
5.0
3.5
0.6
5.3
6.8
1.5
3.0
197.2
21.1
4.0
70.7
0.2
0.1
19.9
27.5
6.7
6.0
7.8
5.2
3.5
0.7
5.5
7.6
1.6
3.1
191.3
106.0
15.5
275.0
0.8
0.6
76.7
110.4
24.8
23.5
30.1
20.2
13.8
2.5
21.1
27.5
5.9
11.9
766.3
I
26.5
3.7
70.7
0.2
0.1
19.7
27.5
6.6
6.1
8.0
5.3
3.6
0.7
5.4
7.2
1.6
3.1
196.2
2015
sebesar 8,30% (yoy). Begitu pula bila dibandingkan
secara volume, impor Jawa Tengah pada triwulan
laporan juga mengalami peningkatan, dari sebelumnya
1,42% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi sebesar
38,91% (yoy) pada triwulan I 2015. Berdasarkan
kelompoknya, peningkatan nilai impor terjadi pada
kelompok barang bahan baku menjadi sebesar 14,51%
(yoy) dari triwulan sebelumnya 8,96% (yoy), sementara
impor barang modal mengalami perlambatan menjadi
sebesar 3,97% (yoy) dari triwulan sebelumnya 13,89%
(yoy). Di sisi lain, impor barang konsumsi pada triwulan
laporan mencatatkan pertumbuhan yang positif.
Pertumbuhan impor konsumsi pada triwulan laporan
tercatat sebesar 15,46% (yoy) atau meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar -15,79% (yoy).
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa
Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dan Eropa. Meski demikian, laju
pertumbuhan impor nonmigas yang berasal dari
Tiongkok mengalami perlambatan dari sebesar
60,84% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi sebesar
19,44% (yoy) pada triwulan I 2015. Sementara
pertumbuhan impor yang berasal dari Amerika Serikat
(AS) mencatatkan peningkatan yang signifikan yakni
menjadi sebesar 13,97% (yoy) pada triwulan I 2015,
dari sebelumnya -24,49% (yoy) pada triwulan IV 2014.
Struktur perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan I-2015 masih didominasi oleh tiga sektor
utama yaitu: Industri Pengolahan (36,0%);
Kinerja Sektor Transportasi dan Pergudangan yang
meningkat secara signifikan dibandingkan dengan
tahun lalu tidak terlepas dari faktor cuaca triwulan I
2015 yang relatif lebih baik dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Bencana banjir yang
terjadi di triwulan I 2014 lalu yang menutup sebagian
besar ruas jalan di jalur Pantura membuat kinerja sektor
ini tahun lalu mengalami penurunan. Di sisi lain,
peningkatan kinerja Sektor Informasi dan Komunikasi
lebih didorong oleh penjualan telepon genggam dan
juga pulsa yang meningkat bila dibandingkan dengan
tahun lalu. Peningkatan pada Sektor Jasa Pendidikan
pada triwulan I 2015 lebih didorong oleh peningkatan
kinerja pendidikan non-formal, mengingat sektor
pendidikan formal biasanya mengalami peningkatan
kinerja di triwulan II ataupun triwulan III sesuai dengan
pola musimannya.
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (14,8%) dan
Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-
Sepeda Motor (13,1%). Ketiga sektor utama tersebut
selalu mendominasi perekonomian daerah di triwulan-
triwulan sebelumnya meski dengan besaran porsi yang
berubah. Hal ini terlihat pada triwulan IV 2014, porsi
ketiga sektor tersebut masing-masing: Industri
Pengolahan (37,0%); Perdagangan Besar-Eceran dan
Reparasi Mobil-Sepeda Motor (13,4%) dan Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan (12,1%).
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan I tumbuh sebesar 5,5% (yoy) atau
melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 6,2% (yoy). Meski mengalami
perlambatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya, hampir semua lapangan
usaha masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang
positif pada triwulan laporan, kecuali Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami kontraksi
sebesar 0,3% (yoy). Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Transportasi dan Pergudangan sebesar 14,1% (yoy)
yang kemudian diikuti Informasi dan Komunikasi serta
Jasa Perusahaan sebesar 11,6% (yoy), dan Jasa
Pendidikan sebesar 10,1% (yoy).
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PENGGUNAAN
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)
2013*III III IV
2014**
TOTAL
2,55
6,17
5,38
8,46
0,23
4,90
4,65
9,33
4,46
7,99
4,31
7,70
12,12
2,65
9,53
7,12
9,24
5,14
-2.78
7
8.38
0.67
6.11
5.66
6.27
6.23
5.32
10.54
2.92
8.89
8.21
0.73
9.85
12.99
7.91
5.66
-3.8
4.65
7.29
7.65
3.15
4.18
1.79
5.01
6.4
10.96
3.18
7.85
6.83
-2.86
11.43
13.46
8.58
4.19
-2.99
6.02
9.73
4.86
2.96
2.76
4.58
7.94
9.68
12.39
3.68
5.29
7.57
-0.41
12.28
11.81
9.11
5.69
-1.94
8.37
6.81
-2.16
1.65
4.96
4.93
16.46
9.08
18.09
7.11
6.85
10.61
5.67
7.6
7.11
8.41
6.16
-2.95
6.5
8.04
2.7
3.45
4.38
4.35
8.97
7.63
13
4.22
7.19
8.31
0.78
10.17
11.2
8.5
5.42
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
-1.94
8.37
6.81
-2.16
1.65
4.96
4.93
16.46
9.08
18.09
7.11
6.85
10.61
5.67
7.6
7.11
8.41
6.16
2015*
SUMBER PANGSA
LAIN-LAIN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN;
REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
KONSTRUKSI
INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
Grafik 1.20. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah TriwulanI Tahun 2015 (%)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-0.0414.79
2.5736.05
0.5010.210.38
13.10
2.1323.57
15PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Grafik 1.18. Pangsa Negara Asal Impor Jawa TengahTriwulan I
TIONGKOK
LAINNYA
EROPA
ASEAN
AUSTRALIA
USA
43%
25%
11%
9%
5%
7%
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
JUTA USD
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
I
2015
LAINNYATIONGKOKAUSTRALIAASEANEROPAUSA
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
Net Ekspor Antar Daerah
PDRB
PENGGUNAAN2013*
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II
III IV2013*
I II
2014**
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – Triwulan I 2015 (triliun rupiah)
III IV2014*
I
108,76
1,75
8,54
50,31
14,25
27,59
15,33
175,90
110,61
1,90
13,29
51,34
15,32
31,12
15,33
184,21
113,05
1,92
13,24
53,46
14,65
34,26
19,72
186,61
112,93
2,07
20,36
55,96
17,71
34,84
1,35
180,18
445,36
7,64
55,43
211,07
61,92
127,81
51,73
726,90
113,48
2,15
8,63
52,06
17,45
29,15
16,94
185,85
115,31
2,21
11,93
54,79
18,34
29,11
14,80
191,92
118,35
1,98
14,14
56,69
15,95
30,60
16,49
197,22
117,54
1,96
22,20
56,94
16,10
29,65
4,94
191,27
464,68
8,30
56,90
220,48
67,83
118,50
53,18
766,27
14 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PENGGUNAAN
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)
III III IV
2013*
TOTAL
27.4
3.5
60.9
0.2
0.1
17.8
25.1
5.5
5.4
6.5
4.8
3.1
0.6
5.2
6.0
1.3
2.7
175.9
29.5
3.7
63.8
0.2
0.1
18.1
27.2
5.6
5.5
6.7
4.9
3.2
0.6
5.2
5.9
1.3
2.7
184.2
30.9
3.7
63.6
0.2
0.1
18.6
27.2
5.9
5.4
6.8
4.8
3.3
0.6
5.3
6.0
1.3
2.8
186.6
21.5
3.7
66.2
0.2
0.1
19.0
26.2
5.8
5.5
6.6
4.8
3.3
0.6
5.2
7.1
1.5
2.8
180.2
109.3
14.6
254.5
0.8
0.5
73.5
105.8
22.8
21.8
26.7
19.4
12.9
2.3
20.9
24.9
5.3
11.0
726.9
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III III IV
2014**
TOTAL
26.6
3.7
66.0
0.2
0.1
18.8
26.7
5.8
5.6
7.2
5.0
3.3
0.6
5.2
6.6
1.4
2.9
185.9
28.3
3.9
68.5
0.2
0.1
18.9
27.7
5.9
5.9
7.4
5.1
3.4
0.6
5.1
6.5
1.5
3.0
191.9
30.0
4.0
69.8
0.2
0.1
19.1
28.5
6.3
6.0
7.6
5.0
3.5
0.6
5.3
6.8
1.5
3.0
197.2
21.1
4.0
70.7
0.2
0.1
19.9
27.5
6.7
6.0
7.8
5.2
3.5
0.7
5.5
7.6
1.6
3.1
191.3
106.0
15.5
275.0
0.8
0.6
76.7
110.4
24.8
23.5
30.1
20.2
13.8
2.5
21.1
27.5
5.9
11.9
766.3
I
26.5
3.7
70.7
0.2
0.1
19.7
27.5
6.6
6.1
8.0
5.3
3.6
0.7
5.4
7.2
1.6
3.1
196.2
2015
sebesar 8,30% (yoy). Begitu pula bila dibandingkan
secara volume, impor Jawa Tengah pada triwulan
laporan juga mengalami peningkatan, dari sebelumnya
1,42% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi sebesar
38,91% (yoy) pada triwulan I 2015. Berdasarkan
kelompoknya, peningkatan nilai impor terjadi pada
kelompok barang bahan baku menjadi sebesar 14,51%
(yoy) dari triwulan sebelumnya 8,96% (yoy), sementara
impor barang modal mengalami perlambatan menjadi
sebesar 3,97% (yoy) dari triwulan sebelumnya 13,89%
(yoy). Di sisi lain, impor barang konsumsi pada triwulan
laporan mencatatkan pertumbuhan yang positif.
Pertumbuhan impor konsumsi pada triwulan laporan
tercatat sebesar 15,46% (yoy) atau meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar -15,79% (yoy).
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa
Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dan Eropa. Meski demikian, laju
pertumbuhan impor nonmigas yang berasal dari
Tiongkok mengalami perlambatan dari sebesar
60,84% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi sebesar
19,44% (yoy) pada triwulan I 2015. Sementara
pertumbuhan impor yang berasal dari Amerika Serikat
(AS) mencatatkan peningkatan yang signifikan yakni
menjadi sebesar 13,97% (yoy) pada triwulan I 2015,
dari sebelumnya -24,49% (yoy) pada triwulan IV 2014.
Struktur perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan I-2015 masih didominasi oleh tiga sektor
utama yaitu: Industri Pengolahan (36,0%);
Kinerja Sektor Transportasi dan Pergudangan yang
meningkat secara signifikan dibandingkan dengan
tahun lalu tidak terlepas dari faktor cuaca triwulan I
2015 yang relatif lebih baik dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Bencana banjir yang
terjadi di triwulan I 2014 lalu yang menutup sebagian
besar ruas jalan di jalur Pantura membuat kinerja sektor
ini tahun lalu mengalami penurunan. Di sisi lain,
peningkatan kinerja Sektor Informasi dan Komunikasi
lebih didorong oleh penjualan telepon genggam dan
juga pulsa yang meningkat bila dibandingkan dengan
tahun lalu. Peningkatan pada Sektor Jasa Pendidikan
pada triwulan I 2015 lebih didorong oleh peningkatan
kinerja pendidikan non-formal, mengingat sektor
pendidikan formal biasanya mengalami peningkatan
kinerja di triwulan II ataupun triwulan III sesuai dengan
pola musimannya.
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (14,8%) dan
Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-
Sepeda Motor (13,1%). Ketiga sektor utama tersebut
selalu mendominasi perekonomian daerah di triwulan-
triwulan sebelumnya meski dengan besaran porsi yang
berubah. Hal ini terlihat pada triwulan IV 2014, porsi
ketiga sektor tersebut masing-masing: Industri
Pengolahan (37,0%); Perdagangan Besar-Eceran dan
Reparasi Mobil-Sepeda Motor (13,4%) dan Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan (12,1%).
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan I tumbuh sebesar 5,5% (yoy) atau
melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 6,2% (yoy). Meski mengalami
perlambatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya, hampir semua lapangan
usaha masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang
positif pada triwulan laporan, kecuali Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami kontraksi
sebesar 0,3% (yoy). Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Transportasi dan Pergudangan sebesar 14,1% (yoy)
yang kemudian diikuti Informasi dan Komunikasi serta
Jasa Perusahaan sebesar 11,6% (yoy), dan Jasa
Pendidikan sebesar 10,1% (yoy).
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PENGGUNAAN
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)
2013*III III IV
2014**
TOTAL
2,55
6,17
5,38
8,46
0,23
4,90
4,65
9,33
4,46
7,99
4,31
7,70
12,12
2,65
9,53
7,12
9,24
5,14
-2.78
7
8.38
0.67
6.11
5.66
6.27
6.23
5.32
10.54
2.92
8.89
8.21
0.73
9.85
12.99
7.91
5.66
-3.8
4.65
7.29
7.65
3.15
4.18
1.79
5.01
6.4
10.96
3.18
7.85
6.83
-2.86
11.43
13.46
8.58
4.19
-2.99
6.02
9.73
4.86
2.96
2.76
4.58
7.94
9.68
12.39
3.68
5.29
7.57
-0.41
12.28
11.81
9.11
5.69
-1.94
8.37
6.81
-2.16
1.65
4.96
4.93
16.46
9.08
18.09
7.11
6.85
10.61
5.67
7.6
7.11
8.41
6.16
-2.95
6.5
8.04
2.7
3.45
4.38
4.35
8.97
7.63
13
4.22
7.19
8.31
0.78
10.17
11.2
8.5
5.42
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
-1.94
8.37
6.81
-2.16
1.65
4.96
4.93
16.46
9.08
18.09
7.11
6.85
10.61
5.67
7.6
7.11
8.41
6.16
2015*
SUMBER PANGSA
LAIN-LAIN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN;
REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
KONSTRUKSI
INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
Grafik 1.20. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah TriwulanI Tahun 2015 (%)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-0.0414.79
2.5736.05
0.5010.210.38
13.10
2.1323.57
15PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Grafik 1.18. Pangsa Negara Asal Impor Jawa TengahTriwulan I
TIONGKOK
LAINNYA
EROPA
ASEAN
AUSTRALIA
USA
43%
25%
11%
9%
5%
7%
Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0 SBT% YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
12,0
PDRB -PHR KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN
Grafik 1.22. Perkembangan Keyakinan Konsumendan Pedagang Eceran
80
100
120
140
160
180
200
220
OPTIMIS
PESIMIS
INDEKS
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV I
2015
INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN IKK ITK
Grafik 1.23. Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000 HEKTAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
TANAM PANEN
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000 RIBU TONHEKTAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
PANEN PRODUKSI - SKALA KANAN
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah
I
2015
subsektor kehutanan dan perikanan juga mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan lalu.
Namun demikian, subsektor kehutanan dan perikanan
masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang
negatif meski membaik dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Sektor Industri Pengolahan merupakan sektor
penyumbang pertumbuhan terbesar pada
triwulan I tahun 2015 dengan sumbangan sebesar
2,5%. Sementara pertumbuhan Sektor Industri
Pengolahan pada triwulan I tahun 2015 tercatat
sebesar 7,1% (yoy). Peningkatan kinerja industri
pengolahan Jawa Tengah sebagian besar ditopang oleh
industri tembakau serta industri makanan dan
minuman. Kenaikan cukai rokok yang diberlakukan
oleh pemerintah per tanggal 1 Januari 2015 sebesar
rata-rata 8,72% belum memberikan dampak negatif
terhadap industri rokok Jawa Tengah. Sementara itu,
subsektor industri makanan dan minuman ditengarai
mengalami peningkatan kinerja sejalan dengan masih
tingginya permintaan domestik.
Meningkatnya kinerja industri pengolahan
dibandingkan dengan triwulan lalu sejalan
dengan pertumbuhan impor bahan baku yang
meningkat. Pertumbuhan impor bahan baku masih
mencatatkan laju pertumbuhan tahunan yang positif,
yakni sebesar 62,76% (yoy) pada triwulan laporan atau
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
sebesar 58,80% (yoy). Peningkatan nilai impor bahan
baku ini diharapkan dapat mendorong peningkatan
kinerja industri pengolahan pada triwulan selanjutnya.
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan
cenderung stabil. Sektor konstruksi tumbuh sedikit
melambat dari 5,0% (yoy) pada triwulan IV 2014
menjadi 4,9% (yoy) di triwulan laporan. Meski
konsumsi pemerintah mengalami penurunan yang
signifikan pada triwulan laporan bila dibandingkan
dengan triwulan lalu, namun pertumbuhan sektor
konstruksi cenderung stabil dan tidak mengalami
perlambatan yang signifikan. Dengan demikian,
pembangunan yang dilakukan oleh pihak swasta
ditengarai cukup berperan dalam menahan
perlambatan sektor konstruksi.
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
Juta KwH
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
INDUSTRI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.27. Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
BISNIS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
I
2015
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
-20
-15-10
-50
510
1520
25
0
200
400
600 % YOYJuta KwH
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.26. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN
I
2015
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.25. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN PERTUMBUHAN INDO TAHUNAN
I
2015
16 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Meskipun ketiga sektor perekonomian tersebut
mengalami pertumbuhan yang signifikan, namun share
yang dimiliki oleh ketiga sektor perekonomian tersebut
tergolong kecil, sehingga belum dapat mengangkat
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan I 2015.
Sama seperti triwulan sebelumnya sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan memberikan sumbangan
negatif pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Pertumbuhan Sektor Perdagangan Besar-Eceran
dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor pada triwulan I
2015 sebesar 2,92% (yoy) atau menurun bila
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
4,93% (yoy). Penurunan konsumsi pemerintah di
triwulan I karena belum optimalnya realisasi belanja
pemerintah ditengarai menjadi salah satu penekan
melambatnya pertumbuhan sektor tersebut di awal
tahun.
Di sisi lain, optimisme dunia usaha secara umum masih
baik, terlihat dari indeks penjualan eceran yang masih
berada pada tingkat optimis di triwulan I 2015 meski
mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Sementara itu, permintaan dari
masyarakat pun relatif terjaga. Hal ini terkonfirmasi dari
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencatatkan
angka yang meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada
triwulan I 2015 tumbuh sebesar -0,28% (yoy) atau
membaik bila dibandingkan dengan triwulan IV
2014 yang sebesar -1,94% (yoy). Musim panen raya
yang mulai terjadi di bulan Maret diperkirakan menjadi
sumber utama membaiknya sektor pertanian Jawa
Tengah di triwulan I 2015. Namun demikian, kinerja
sektor pertanian Jawa Tengah masih menurun bila
dibandingkan dengan triwulan I 2014, meski cuaca di
triwulan I 2015 relatif lebih baik bila dibandingkan
dengan tahun 2014.
Peningkatan yang terjadi pada sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan didorong oleh seluruh
subsektornya. Laju pertumbuhan subsektor pertanian
mengalami peningkatan sejalan dengan musim panen
raya yang mulai terjadi akhir triwulan I sesuai dengan
pola musimannya. Sementara itu, laju pertumbuhan
Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0 SBT% YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
12,0
PDRB -PHR KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN
Grafik 1.22. Perkembangan Keyakinan Konsumendan Pedagang Eceran
80
100
120
140
160
180
200
220
OPTIMIS
PESIMIS
INDEKS
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
IV I
2015
INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN IKK ITK
Grafik 1.23. Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000 HEKTAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
TANAM PANEN
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000 RIBU TONHEKTAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
PANEN PRODUKSI - SKALA KANAN
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah
I
2015
subsektor kehutanan dan perikanan juga mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan lalu.
Namun demikian, subsektor kehutanan dan perikanan
masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang
negatif meski membaik dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Sektor Industri Pengolahan merupakan sektor
penyumbang pertumbuhan terbesar pada
triwulan I tahun 2015 dengan sumbangan sebesar
2,5%. Sementara pertumbuhan Sektor Industri
Pengolahan pada triwulan I tahun 2015 tercatat
sebesar 7,1% (yoy). Peningkatan kinerja industri
pengolahan Jawa Tengah sebagian besar ditopang oleh
industri tembakau serta industri makanan dan
minuman. Kenaikan cukai rokok yang diberlakukan
oleh pemerintah per tanggal 1 Januari 2015 sebesar
rata-rata 8,72% belum memberikan dampak negatif
terhadap industri rokok Jawa Tengah. Sementara itu,
subsektor industri makanan dan minuman ditengarai
mengalami peningkatan kinerja sejalan dengan masih
tingginya permintaan domestik.
Meningkatnya kinerja industri pengolahan
dibandingkan dengan triwulan lalu sejalan
dengan pertumbuhan impor bahan baku yang
meningkat. Pertumbuhan impor bahan baku masih
mencatatkan laju pertumbuhan tahunan yang positif,
yakni sebesar 62,76% (yoy) pada triwulan laporan atau
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
sebesar 58,80% (yoy). Peningkatan nilai impor bahan
baku ini diharapkan dapat mendorong peningkatan
kinerja industri pengolahan pada triwulan selanjutnya.
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan
cenderung stabil. Sektor konstruksi tumbuh sedikit
melambat dari 5,0% (yoy) pada triwulan IV 2014
menjadi 4,9% (yoy) di triwulan laporan. Meski
konsumsi pemerintah mengalami penurunan yang
signifikan pada triwulan laporan bila dibandingkan
dengan triwulan lalu, namun pertumbuhan sektor
konstruksi cenderung stabil dan tidak mengalami
perlambatan yang signifikan. Dengan demikian,
pembangunan yang dilakukan oleh pihak swasta
ditengarai cukup berperan dalam menahan
perlambatan sektor konstruksi.
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
Juta KwH
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
INDUSTRI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.27. Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
BISNIS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
I
2015
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
-20
-15-10
-50
510
1520
25
0
200
400
600 % YOYJuta KwH
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.26. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN
I
2015
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.25. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
-10
-5
0
5
10
15
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN PERTUMBUHAN INDO TAHUNAN
I
2015
16 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Meskipun ketiga sektor perekonomian tersebut
mengalami pertumbuhan yang signifikan, namun share
yang dimiliki oleh ketiga sektor perekonomian tersebut
tergolong kecil, sehingga belum dapat mengangkat
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan I 2015.
Sama seperti triwulan sebelumnya sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan memberikan sumbangan
negatif pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Pertumbuhan Sektor Perdagangan Besar-Eceran
dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor pada triwulan I
2015 sebesar 2,92% (yoy) atau menurun bila
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
4,93% (yoy). Penurunan konsumsi pemerintah di
triwulan I karena belum optimalnya realisasi belanja
pemerintah ditengarai menjadi salah satu penekan
melambatnya pertumbuhan sektor tersebut di awal
tahun.
Di sisi lain, optimisme dunia usaha secara umum masih
baik, terlihat dari indeks penjualan eceran yang masih
berada pada tingkat optimis di triwulan I 2015 meski
mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Sementara itu, permintaan dari
masyarakat pun relatif terjaga. Hal ini terkonfirmasi dari
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencatatkan
angka yang meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada
triwulan I 2015 tumbuh sebesar -0,28% (yoy) atau
membaik bila dibandingkan dengan triwulan IV
2014 yang sebesar -1,94% (yoy). Musim panen raya
yang mulai terjadi di bulan Maret diperkirakan menjadi
sumber utama membaiknya sektor pertanian Jawa
Tengah di triwulan I 2015. Namun demikian, kinerja
sektor pertanian Jawa Tengah masih menurun bila
dibandingkan dengan triwulan I 2014, meski cuaca di
triwulan I 2015 relatif lebih baik bila dibandingkan
dengan tahun 2014.
Peningkatan yang terjadi pada sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan didorong oleh seluruh
subsektornya. Laju pertumbuhan subsektor pertanian
mengalami peningkatan sejalan dengan musim panen
raya yang mulai terjadi akhir triwulan I sesuai dengan
pola musimannya. Sementara itu, laju pertumbuhan
Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
2.200 RIBU TON % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
0
5
10
15
20
25
I
2015
KONSUMSI SEMEN PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.32. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidi Jawa Tengah
0
10
20
30
40
50
60
70
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0 % YOYRP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
18 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari konsumsi
semen yang sedikit menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya (Grafik 1.28). Namun demikian, kredit
perbankan yang disalurkan kepada sektor konstruksi
meningkat bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Peningkatan kredit tersebut diharapkan dapat menjadi
sinyalemen positif peningkatan kinerja sektor
konstruksi di triwulan mendatang.
Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modaldi Jawa Tengah
Grafik 1.30
IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
0
20
40
60
80
100
120
140 JUTA USD % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Bakudi Jawa Tengah
Grafik 1.29
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
JUTA USD % YOY
I
2015
(20.0) (10.0) - 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0
0
200
400
600
800
1,000
1,200
IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Kelesuan perekonomian global saat ini telah
menunjukkan perbaikan utamanya Amerika Serikat. Hal
ini terindikasi dari penguatan nilai tukar Dollar terhadap
beberapa mata uang dunia termasuk Indonesia.
Penguatan USD tersebut menjadikan mata uang Rupiah
mengalami pelemahan. Menjadi suatu keniscayaan
apabila pelemahan nilai tukar akan memberikan dampak
bagi suatu negara melalui jalur perdagangan
internasional yaitu ekspor dan impor. Provinsi Jawa
Tengah dengan mesin penggerak utama perekonomian
yaitu sektor industri pengolahan dengan pangsa sebesar
36% turut merasakan dampak pelemahan Rupiah ini.
Terlebih mengingat karakteristik komoditas ekspor Jawa
Tengah masih memiliki ketergantungan impor bahan
baku yang tinggi.
Depresiasi Rupiah yang terjadi ini secara natural akan
direspons dengan melakukan peningkatan ekspor akibat
daya saing harga barang ekspor di pasar internasional
mengalami peningkatan. Sementara sebaliknya,
depresiasi Rupiah ini menjadi beban berat akibat harga
barang impor mahal. Perbaikan neraca perdagangan
akan tercapai apabila respons terhadap depresiasi nilai
tukar dilakukan dengan peningkatan ekspor dan
pengurangan impor. Dalam teori perdagangan
internasional hal ini dikenal sebagai Marshall Lerner 3condition.
Selanjutnya dilakukan asesmen Marshall Lerner
condition untuk mengetahui dampak penguatan US
Dollar terhadap ekonomi Jawa Tengah. Berdasarkan
klasifikasi SITC data tahun 2014 menujukkan bahwa
komoditas ekspor utama Jawa Tengah adalah TPT dan
mebel. Kedua komoditas tersebut menyumbang pangsa
terhadap total ekspor sebanyak 69%. Sementara ditinjau
dari struktur impor Jawa Tengah, berdasarkan kategori
yang sama dengan data tahun 2014 menunjukkan
mayoritas impor berupa Mesin dan Perlengkapan
Transportasi serta TPT dengan pangsa sebesar 59%
(Tabel 1). Komoditas ekspor Jawa Tengah masih
ditujukan kepada negara mitra dagang konvensional
yaitu Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan China dengan
pangsa sebesar 62% (Grafik 2).
SUPLEMEN IDAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR TERHADAP
PEREKONOMIAN JAWA TENGAH
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Mitra Dagang Ekspor Jawa TengahGrafik 2.
USA
CHINA
EROPA
JEPANG
LAINNYA
25%10%17%10%38%
Marshall Lerner condition adalah kondisi di mana pelemahan nilai tukar akan memberikan dampak perbaikan pada neraca perdagangan apabila penjumlahan absolut elastisitas ekspor dan impor sama dengan atau lebih besar dari 1.
3.
Grafik 1. Ekspor Impor Jawa Tengah dan Nilai Tukar
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%, YOY USD/IDR
NILAI TUKAR - SKALA KANAN EKSPOR IMPOR
TPT
Mebel
Mamin
Kimia
44%
27%
8%
4%
Mesin & Perlengkapan
Transportasi
TPT
Mamin
Kimia
33%
26%
12%
9%
Lainnya 17% Lainnya 20%
EKSPOR
PANGSA IMPOR PANGSA
Tabel 1. Struktur Ekspor Impor Jawa Tengah
19PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
2.200 RIBU TON % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
0
5
10
15
20
25
I
2015
KONSUMSI SEMEN PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.32. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidi Jawa Tengah
0
10
20
30
40
50
60
70
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0 % YOYRP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
18 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari konsumsi
semen yang sedikit menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya (Grafik 1.28). Namun demikian, kredit
perbankan yang disalurkan kepada sektor konstruksi
meningkat bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Peningkatan kredit tersebut diharapkan dapat menjadi
sinyalemen positif peningkatan kinerja sektor
konstruksi di triwulan mendatang.
Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modaldi Jawa Tengah
Grafik 1.30
IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
0
20
40
60
80
100
120
140 JUTA USD % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Bakudi Jawa Tengah
Grafik 1.29
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
JUTA USD % YOY
I
2015
(20.0) (10.0) - 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0
0
200
400
600
800
1,000
1,200
IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Kelesuan perekonomian global saat ini telah
menunjukkan perbaikan utamanya Amerika Serikat. Hal
ini terindikasi dari penguatan nilai tukar Dollar terhadap
beberapa mata uang dunia termasuk Indonesia.
Penguatan USD tersebut menjadikan mata uang Rupiah
mengalami pelemahan. Menjadi suatu keniscayaan
apabila pelemahan nilai tukar akan memberikan dampak
bagi suatu negara melalui jalur perdagangan
internasional yaitu ekspor dan impor. Provinsi Jawa
Tengah dengan mesin penggerak utama perekonomian
yaitu sektor industri pengolahan dengan pangsa sebesar
36% turut merasakan dampak pelemahan Rupiah ini.
Terlebih mengingat karakteristik komoditas ekspor Jawa
Tengah masih memiliki ketergantungan impor bahan
baku yang tinggi.
Depresiasi Rupiah yang terjadi ini secara natural akan
direspons dengan melakukan peningkatan ekspor akibat
daya saing harga barang ekspor di pasar internasional
mengalami peningkatan. Sementara sebaliknya,
depresiasi Rupiah ini menjadi beban berat akibat harga
barang impor mahal. Perbaikan neraca perdagangan
akan tercapai apabila respons terhadap depresiasi nilai
tukar dilakukan dengan peningkatan ekspor dan
pengurangan impor. Dalam teori perdagangan
internasional hal ini dikenal sebagai Marshall Lerner 3condition.
Selanjutnya dilakukan asesmen Marshall Lerner
condition untuk mengetahui dampak penguatan US
Dollar terhadap ekonomi Jawa Tengah. Berdasarkan
klasifikasi SITC data tahun 2014 menujukkan bahwa
komoditas ekspor utama Jawa Tengah adalah TPT dan
mebel. Kedua komoditas tersebut menyumbang pangsa
terhadap total ekspor sebanyak 69%. Sementara ditinjau
dari struktur impor Jawa Tengah, berdasarkan kategori
yang sama dengan data tahun 2014 menunjukkan
mayoritas impor berupa Mesin dan Perlengkapan
Transportasi serta TPT dengan pangsa sebesar 59%
(Tabel 1). Komoditas ekspor Jawa Tengah masih
ditujukan kepada negara mitra dagang konvensional
yaitu Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan China dengan
pangsa sebesar 62% (Grafik 2).
SUPLEMEN IDAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR TERHADAP
PEREKONOMIAN JAWA TENGAH
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Mitra Dagang Ekspor Jawa TengahGrafik 2.
USA
CHINA
EROPA
JEPANG
LAINNYA
25%10%17%10%38%
Marshall Lerner condition adalah kondisi di mana pelemahan nilai tukar akan memberikan dampak perbaikan pada neraca perdagangan apabila penjumlahan absolut elastisitas ekspor dan impor sama dengan atau lebih besar dari 1.
3.
Grafik 1. Ekspor Impor Jawa Tengah dan Nilai Tukar
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%, YOY USD/IDR
NILAI TUKAR - SKALA KANAN EKSPOR IMPOR
TPT
Mebel
Mamin
Kimia
44%
27%
8%
4%
Mesin & Perlengkapan
Transportasi
TPT
Mamin
Kimia
33%
26%
12%
9%
Lainnya 17% Lainnya 20%
EKSPOR
PANGSA IMPOR PANGSA
Tabel 1. Struktur Ekspor Impor Jawa Tengah
19PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Elastisitas nilai tukar Rupiah terhadap ekspor-impor
industri TPT dan industri mebel di Jawa Tengah memiliki
nilai absolut lebih dari 1. Hal ini artinya respons terhadap
depresiasi Rupiah terhadap kegiatan ekspor dan impor
adalah elastis. Depresiasi nilai tukar akan direspons
dengan perbaikan kinerja ekspor akibat peningkatan
daya saing komoditas ekspor di pasar internasional.
Sementara itu, depresiasi nilai tukar direspons dengan
SUPLEMEN I
20 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
penurunan impor akibat mahalnya harga barang impor
pasar internasional. Secara total, respons terhadap
depresiasi rupiah berupa peningkatan ekspor dan
penurunan impor ini akan memperbaiki kinerja neraca
perdagangan.
TPT
MEBEL
KOMODITAS ELASTISITAS EKSPOR ELASTISITAS IMPOR
0.69
0.43
-0.59
-1.45
Tabel 2. Karakteristik Ekspor Utama Jawa Tengah
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi tahunan Jawa Tengah turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Grafik 3. Ekspor Impor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar
y = 0.69x + 1.32
(50.00)
(40.00)
(30.00)
(20.00)
(10.00)
-
10.00
20.00
30.00
40.00
(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00
EKSPOR (%,MTM)
USD/IDR (%,MTM)
EKSPOR TPTLINEAR (EKSPOR TPT)
Grafik 5. Elastisitas Ekspor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar
y = -0.59x + 4.18
(60.00)
(40.00)
(20.00)
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00
IMPOR (%,MTM)
USD/IDR (%,MTM)
IMPOR TPTLINEAR (IMPOR TPT)
Grafik 7. Elastisitas Impor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar Grafik 8. Elastisitas Impor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar
y = -1.45x + 5.65
(100.00)
(50.00)
-
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00
IMPOR (%,MTM)
USD/IDR (%,MTM)IMPOR MEBEL
LINEAR (IMPOR MEBEL)
Grafik 6. Elastisitas Ekspor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar
y = 0.43x + 2.13
(60.00)
(40.00)
(20.00)
-
20.00
40.00
60.00
80.00
(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00
EKSPOR MEBEL
EKSPOR (%,MTM)
USD/IDR (%,MTM)
LINEAR (EKSPOR MEBEL)
USD/IDR X NILAI TPT - RHS M NILAI TPT - RHS
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
300,000,000
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
14,000
Jan-0
6
Jul-
06
Jan-0
7
Jul-07
Jan-0
8
Jul-08
Jan-0
9
Jul-09
Jan-1
0
Jul-10
Jan-1
1
Jul-
11
Jan-1
2
Jul-12
Jan-1
3
Jul-
13
Jan-1
4
Jul-14
Jan-1
5
USD/IDR USD
Grafik 4. Ekspor Impor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar
-
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
120,000,000
140,000,000
160,000,000
180,000,000
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
14,000 USD/IDR USD
Jul-0
6
Jan-
07
Jan-
08
Jan-
09
Jan-
10
Jan-
11
Jan-
12
Jan-
13
Jan-
14
Jan-
15
USD/IDR X NILAI MEBEL - RHS M NILAI MEBEL - RHS
Elastisitas nilai tukar Rupiah terhadap ekspor-impor
industri TPT dan industri mebel di Jawa Tengah memiliki
nilai absolut lebih dari 1. Hal ini artinya respons terhadap
depresiasi Rupiah terhadap kegiatan ekspor dan impor
adalah elastis. Depresiasi nilai tukar akan direspons
dengan perbaikan kinerja ekspor akibat peningkatan
daya saing komoditas ekspor di pasar internasional.
Sementara itu, depresiasi nilai tukar direspons dengan
SUPLEMEN I
20 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
penurunan impor akibat mahalnya harga barang impor
pasar internasional. Secara total, respons terhadap
depresiasi rupiah berupa peningkatan ekspor dan
penurunan impor ini akan memperbaiki kinerja neraca
perdagangan.
TPT
MEBEL
KOMODITAS ELASTISITAS EKSPOR ELASTISITAS IMPOR
0.69
0.43
-0.59
-1.45
Tabel 2. Karakteristik Ekspor Utama Jawa Tengah
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi tahunan Jawa Tengah turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Grafik 3. Ekspor Impor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar
y = 0.69x + 1.32
(50.00)
(40.00)
(30.00)
(20.00)
(10.00)
-
10.00
20.00
30.00
40.00
(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00
EKSPOR (%,MTM)
USD/IDR (%,MTM)
EKSPOR TPTLINEAR (EKSPOR TPT)
Grafik 5. Elastisitas Ekspor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar
y = -0.59x + 4.18
(60.00)
(40.00)
(20.00)
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00
IMPOR (%,MTM)
USD/IDR (%,MTM)
IMPOR TPTLINEAR (IMPOR TPT)
Grafik 7. Elastisitas Impor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar Grafik 8. Elastisitas Impor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar
y = -1.45x + 5.65
(100.00)
(50.00)
-
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00
IMPOR (%,MTM)
USD/IDR (%,MTM)IMPOR MEBEL
LINEAR (IMPOR MEBEL)
Grafik 6. Elastisitas Ekspor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar
y = 0.43x + 2.13
(60.00)
(40.00)
(20.00)
-
20.00
40.00
60.00
80.00
(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00
EKSPOR MEBEL
EKSPOR (%,MTM)
USD/IDR (%,MTM)
LINEAR (EKSPOR MEBEL)
USD/IDR X NILAI TPT - RHS M NILAI TPT - RHS
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
300,000,000
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
14,000
Jan-0
6
Jul-
06
Jan-0
7
Jul-07
Jan-0
8
Jul-08
Jan-0
9
Jul-09
Jan-1
0
Jul-10
Jan-1
1
Jul-
11
Jan-1
2
Jul-12
Jan-1
3
Jul-
13
Jan-1
4
Jul-14
Jan-1
5
USD/IDR USD
Grafik 4. Ekspor Impor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar
-
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
120,000,000
140,000,000
160,000,000
180,000,000
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
14,000 USD/IDR USD
Jul-0
6
Jan-
07
Jan-
08
Jan-
09
Jan-
10
Jan-
11
Jan-
12
Jan-
13
Jan-
14
Jan-
15
USD/IDR X NILAI MEBEL - RHS M NILAI MEBEL - RHS
2.1 Inflasi Secara Umum
23PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Inflasi bulanan di triwulan I 2015 juga lebih rendah
dibandingkan pola inflasi bulanan triwulan IV
2014. Fenomena ini terjadi sebagai imbas dari
penurunan harga BBM, penurunan harga elpiji 12 kg,
dan terjaganya pasokan beberapa komoditas strategis
karena masuknya musim panen (Grafik 2.3).
Bulan Januari 2015 terjadi deflasi, berbalik arah
setelah inflasi tinggi di Desember 2014. Deflasi
pada Januari 2015 tercatat sebesar 0,35% (mtm),
mengalami penurunan tajam setelah bulan sebelumnya
mengalami inflasi sebesar 2,25% (mtm), dan juga lebih
rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya (0,99% mtm). Deflasi terjadi akibat
rendahnya tekanan harga yang didorong oleh
penurunan harga BBM per tanggal 1 Januari 2015.
Penurunan tersebut bertransmisi pada penurunan tarif
angkutan dan harga komoditas lainnya. Selain itu,
melimpahnya stok di pasaran akibat mulai masuknya
musim panen pada beberapa komoditas seperti cabai
merah dan cabai rawit, turut mendorong tekanan
harga ke bawah.
4Inflasi Jawa Tengah mengalami penurunan cukup
tajam di triwulan I 2015. Jawa Tengah pada triwulan I
2015 tercatat mengalami inflasi sebesar 5,68% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan
sebelumnya yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini
didorong oleh kebijakan penurunan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) pada bulan Januari 2015. Meneruskan
tren sejak November 2014, inflasi Jawa Tengah masih
berada di bawah inflasi nasional yang pada triwulan ini
tercatat sebesar 6,38% (yoy) (Grafik 2.1).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
rendah dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di
triwulan I 2015 tercatat sebesar -0,80% (qtq) atau
lebih rendah dari inflasi triwulan I 2014 sebesar 1,58%
(qtq) dan juga rata-rata inflasi triwulan I dalam lima
tahun terakhir sebesar 1,21%.
Kelompok yang turut mendorong penurunan
harga adalah kelompok transpor, komunikasi dan
jasa keuangan disusul oleh kelompok bahan
makanan. Penurunan harga pada kelompok transpor
tersebut, sejalan dengan penurunan harga BBM per 1
Januari 2015 dan per 19 Januari 2015 yang berdampak
pada penurunan tarif angkutan (Grafik 2.2).
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
4.
Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERSEN
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
8,22%
8,36%
4,49%
4,18%
-0.44%
-0.80%
6,38%
5.68%
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.2
-6.00 -5.00 -4.00 -3.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
TW IV 2014 TW IV 2015 RATA - RATA TW I 2010 - 2014
2.1 Inflasi Secara Umum
23PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Inflasi bulanan di triwulan I 2015 juga lebih rendah
dibandingkan pola inflasi bulanan triwulan IV
2014. Fenomena ini terjadi sebagai imbas dari
penurunan harga BBM, penurunan harga elpiji 12 kg,
dan terjaganya pasokan beberapa komoditas strategis
karena masuknya musim panen (Grafik 2.3).
Bulan Januari 2015 terjadi deflasi, berbalik arah
setelah inflasi tinggi di Desember 2014. Deflasi
pada Januari 2015 tercatat sebesar 0,35% (mtm),
mengalami penurunan tajam setelah bulan sebelumnya
mengalami inflasi sebesar 2,25% (mtm), dan juga lebih
rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya (0,99% mtm). Deflasi terjadi akibat
rendahnya tekanan harga yang didorong oleh
penurunan harga BBM per tanggal 1 Januari 2015.
Penurunan tersebut bertransmisi pada penurunan tarif
angkutan dan harga komoditas lainnya. Selain itu,
melimpahnya stok di pasaran akibat mulai masuknya
musim panen pada beberapa komoditas seperti cabai
merah dan cabai rawit, turut mendorong tekanan
harga ke bawah.
4Inflasi Jawa Tengah mengalami penurunan cukup
tajam di triwulan I 2015. Jawa Tengah pada triwulan I
2015 tercatat mengalami inflasi sebesar 5,68% (yoy),
jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan
sebelumnya yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini
didorong oleh kebijakan penurunan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) pada bulan Januari 2015. Meneruskan
tren sejak November 2014, inflasi Jawa Tengah masih
berada di bawah inflasi nasional yang pada triwulan ini
tercatat sebesar 6,38% (yoy) (Grafik 2.1).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
rendah dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di
triwulan I 2015 tercatat sebesar -0,80% (qtq) atau
lebih rendah dari inflasi triwulan I 2014 sebesar 1,58%
(qtq) dan juga rata-rata inflasi triwulan I dalam lima
tahun terakhir sebesar 1,21%.
Kelompok yang turut mendorong penurunan
harga adalah kelompok transpor, komunikasi dan
jasa keuangan disusul oleh kelompok bahan
makanan. Penurunan harga pada kelompok transpor
tersebut, sejalan dengan penurunan harga BBM per 1
Januari 2015 dan per 19 Januari 2015 yang berdampak
pada penurunan tarif angkutan (Grafik 2.2).
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
4.
Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERSEN
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
8,22%
8,36%
4,49%
4,18%
-0.44%
-0.80%
6,38%
5.68%
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.2
-6.00 -5.00 -4.00 -3.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
TW IV 2014 TW IV 2015 RATA - RATA TW I 2010 - 2014
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
yoy 4,9 5,3 5,9 5,6 5,1 5,4 8,3 8,4 7,7 7,8 8,2 8,0 7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5 5,0 6,1 8,2
mtm 1,0 0,7 0,7 -0, -0, 0,9 3,4 1,1 -0, 0,2 0,3 0,2 0,9 0,3 0,2 -0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0 % YOY
Curah hujan tinggi Ekspektasi
mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTLu/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
1 2 3
Kenaikanharga beras dan bawang
merah
6,8 5,8 5,7
-0 -1 0,2
2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014Grafik 2.3
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
% MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015
Tren deflasi masih berlanjut pada Februari yang
didorong oleh penurunan harga pangan seperti
cabai merah, cabai rawit dan telur ayam ras. Selain
itu, dampak lanjutan dari penurunan harga BBM dan
harga elpiji per 19 Januari 2015 juga turut memberikan
andil pada rendahnya tekanan harga di bulan Februari.
Di sisi lain terdapat kenaikan harga beras yang
disebabkan terbatasnya pasokan di Jawa Tengah,
sejalan dengan musibah banjir yang melanda Jakarta
dan Jawa Barat sehingga pasokan terserap ke luar
daerah. Akan tetapi, kenaikan harga beras tersebut
masih belum memberikan pengaruh signifikan
terhadap inflasi secara keseluruhan.
Komoditas penyumbang deflasi pada triwulan I
2015 sedikit berbeda dengan historisnya. Apabila
dilihat secara bulanan, komoditas bensin menjadi
penyumbang utama deflasi di triwulan laporan. Hal ini
tidak terlepas dari kebijakan penurunan harga BBM,
yang kemudian berdampak terhadap penurunan tarif
angkutan dan menjadi salah satu komoditas
penyumbang deflasi. Terjaganya pasokan beberapa
komoditas tertentu juga turut membantu mengurangi
tekanan inflasi di triwulan I. Hal ini dapat terlihat dari
beberapa komoditas penyumbang utama deflasi,
seperti cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras dan
telur ayam ras (Tabel 2.1).
Beberapa komoditas tetap melanjutkan tren
koreksi harga dari triwulan sebelumnya.
Komoditas bensin yang tercatat sebagai penyumbang
utama inflasi pada triwulan sebelumnya, pada triwulan
ini tercatat sebagai penyumbang utama deflasi akibat
penurunan harga BBM. Sementara itu, daging ayam ras
juga tercatat mengalami koreksi harga, pada triwulan
sebelumnya tercatat mengalami inflasi, di triwulan I
2015 mengalami tren penurunan harga.
Komoditas penyumbang inflasi pada triwulan I
2015 terutama dari kelompok bahan makanan.
Lima komoditas penyumbang inflasi secara bulanan
pada triwulan I 2015 adalah dari kelompok bahan
makanan. Meski demikian, terdapat pula komoditas
dari kelompok lainnya seperti tarif listrik yang
mengalami penyesuaian tarif pada Januari 2015.
Sementara itu, adanya kenaikan harga cukai rokok,
turut memberi andil terhadap kenaikan harga rokok
kretek filter (Tabel 2.2).
24 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil %
Bensin
Cabe Merah
Cabe Rawit
Kacang Panjang
Ketimun
-0,793
-0,337
-0,085
-0,018
-0,009
1
2
3
4
5
JANUARI
No. Komoditas Andil %
Cabai Merah
Bensin
Cabai Merah
Telur Ayam Ras
Angkutan Dalam Kota
-0,319
-0,288
-0,131
-0,057
-0,043
1
2
3
4
5
FEBRUARI
No. Komoditas Andil %
Daging Ayam Ras
Telur Ayam Ras
Tarif Kereta Api
Tomat Sayur
Cumi-cumi
-0,114
-0,104
-0,036
-0,013
-0,010
1
2
3
4
5
MARET
5 Berdasarkan disagregasi inflasi , inflasi pada
triwulan I 2015 utamanya terjadi pada kelompok
administered prices dan volatile foods. Inflasi
tahunan pada kelompok inti cenderung stabil
sepanjang tahun, sementara kelompok administered
prices dan volatile foods memiliki tren yang cenderung
menurun pada Januari dan Februari, akan tetapi
kembali mengalami peningkatan pada Maret.
Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah
mengalami penurunan inflasi jika dibandingkan
dengan triwulan IV 2014. Kota Kudus dan Kota
Surakarta merupakan kota yang mengalami
penurunan inflasi tahunan terbesar. Dari
keseluruhan 6 kota yang disurvei oleh BPS, pada
triwulan I 2015 inflasi tertinggi terjadi di kota Cilacap
sementara inflasi terendah terjadi di Kota Kudus (Tabel
2.3).
No. KOTA Inflasi Triwulan IV 2014 (%)
CILACAP
KUDUS
PURWOKERTO
SURAKARATA
SEMARANG
TEGAL
8,19
8,59
7,09
8,01
8,53
7,40
1
2
3
4
5
6
6,51
4,59
5,42
5,07
6,04
5,27
Inflasi Triwulan I 2015 (%)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil %
Daging Ayam Ras
Bahan Bakar Rumah Tangga
Telur Ayam Ras
Beras
Tukang Bukan Mandor
0,085
0,080
0,077
0,052
0,045
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil %
Beras
Tarif Listrik
Mobil
Rokok Kretek Filter
Mie Kering Instan
0,195
0,042
0,024
0,019
0,013
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil %
Bawang Merah
Bensin
Bahan Bakar Rumah Tangga
Rokok Kretek Filter
Bawang Putih
0,1896
0,1657
0,0440
0,0143
0,0133
1
2
3
4
5
JANUARI FEBRUARI MARET
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah triwulan IV 2014 sebesar 1,5%, sementara
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan I
2015 sebesar 1,92%.
Dilihat berdasarkan kelompoknya, inflasi pada
periode laporan dipengaruhi oleh kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar;
pendidikan, rekreasi dan olahraga; dan kelompok
bahan makanan. Inflasi dari kelompok perumahan,
air, listrik dan gas sebagai dampak dari penyesuaian
tarif listrik pada awal tahun. Akan tetapi, inflasi
tahunan di triwulan ini tercatat lebih rendah hampir di
semua kelompok jika dibandingkan dengan periode
laporan sebelumnya, terutama pada kelompok
transpor, komunikasi dan jasa keuangan (Tabel 2.4).
25PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
KOMODITAS
I II
2013 (%,yoy)
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014 (%,yoy)
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
6,25
12,86
6,54
3,90
2,56
2,44
3,69
2,22
5,44
9,78
5,43
3,27
0,89
2,15
3,67
5,35
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile foods, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
5.
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
yoy 4,9 5,3 5,9 5,6 5,1 5,4 8,3 8,4 7,7 7,8 8,2 8,0 7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5 5,0 6,1 8,2
mtm 1,0 0,7 0,7 -0, -0, 0,9 3,4 1,1 -0, 0,2 0,3 0,2 0,9 0,3 0,2 -0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0 % YOY
Curah hujan tinggi Ekspektasi
mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTLu/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
1 2 3
Kenaikanharga beras dan bawang
merah
6,8 5,8 5,7
-0 -1 0,2
2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014Grafik 2.3
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
% MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015
Tren deflasi masih berlanjut pada Februari yang
didorong oleh penurunan harga pangan seperti
cabai merah, cabai rawit dan telur ayam ras. Selain
itu, dampak lanjutan dari penurunan harga BBM dan
harga elpiji per 19 Januari 2015 juga turut memberikan
andil pada rendahnya tekanan harga di bulan Februari.
Di sisi lain terdapat kenaikan harga beras yang
disebabkan terbatasnya pasokan di Jawa Tengah,
sejalan dengan musibah banjir yang melanda Jakarta
dan Jawa Barat sehingga pasokan terserap ke luar
daerah. Akan tetapi, kenaikan harga beras tersebut
masih belum memberikan pengaruh signifikan
terhadap inflasi secara keseluruhan.
Komoditas penyumbang deflasi pada triwulan I
2015 sedikit berbeda dengan historisnya. Apabila
dilihat secara bulanan, komoditas bensin menjadi
penyumbang utama deflasi di triwulan laporan. Hal ini
tidak terlepas dari kebijakan penurunan harga BBM,
yang kemudian berdampak terhadap penurunan tarif
angkutan dan menjadi salah satu komoditas
penyumbang deflasi. Terjaganya pasokan beberapa
komoditas tertentu juga turut membantu mengurangi
tekanan inflasi di triwulan I. Hal ini dapat terlihat dari
beberapa komoditas penyumbang utama deflasi,
seperti cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras dan
telur ayam ras (Tabel 2.1).
Beberapa komoditas tetap melanjutkan tren
koreksi harga dari triwulan sebelumnya.
Komoditas bensin yang tercatat sebagai penyumbang
utama inflasi pada triwulan sebelumnya, pada triwulan
ini tercatat sebagai penyumbang utama deflasi akibat
penurunan harga BBM. Sementara itu, daging ayam ras
juga tercatat mengalami koreksi harga, pada triwulan
sebelumnya tercatat mengalami inflasi, di triwulan I
2015 mengalami tren penurunan harga.
Komoditas penyumbang inflasi pada triwulan I
2015 terutama dari kelompok bahan makanan.
Lima komoditas penyumbang inflasi secara bulanan
pada triwulan I 2015 adalah dari kelompok bahan
makanan. Meski demikian, terdapat pula komoditas
dari kelompok lainnya seperti tarif listrik yang
mengalami penyesuaian tarif pada Januari 2015.
Sementara itu, adanya kenaikan harga cukai rokok,
turut memberi andil terhadap kenaikan harga rokok
kretek filter (Tabel 2.2).
24 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil %
Bensin
Cabe Merah
Cabe Rawit
Kacang Panjang
Ketimun
-0,793
-0,337
-0,085
-0,018
-0,009
1
2
3
4
5
JANUARI
No. Komoditas Andil %
Cabai Merah
Bensin
Cabai Merah
Telur Ayam Ras
Angkutan Dalam Kota
-0,319
-0,288
-0,131
-0,057
-0,043
1
2
3
4
5
FEBRUARI
No. Komoditas Andil %
Daging Ayam Ras
Telur Ayam Ras
Tarif Kereta Api
Tomat Sayur
Cumi-cumi
-0,114
-0,104
-0,036
-0,013
-0,010
1
2
3
4
5
MARET
5 Berdasarkan disagregasi inflasi , inflasi pada
triwulan I 2015 utamanya terjadi pada kelompok
administered prices dan volatile foods. Inflasi
tahunan pada kelompok inti cenderung stabil
sepanjang tahun, sementara kelompok administered
prices dan volatile foods memiliki tren yang cenderung
menurun pada Januari dan Februari, akan tetapi
kembali mengalami peningkatan pada Maret.
Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah
mengalami penurunan inflasi jika dibandingkan
dengan triwulan IV 2014. Kota Kudus dan Kota
Surakarta merupakan kota yang mengalami
penurunan inflasi tahunan terbesar. Dari
keseluruhan 6 kota yang disurvei oleh BPS, pada
triwulan I 2015 inflasi tertinggi terjadi di kota Cilacap
sementara inflasi terendah terjadi di Kota Kudus (Tabel
2.3).
No. KOTA Inflasi Triwulan IV 2014 (%)
CILACAP
KUDUS
PURWOKERTO
SURAKARATA
SEMARANG
TEGAL
8,19
8,59
7,09
8,01
8,53
7,40
1
2
3
4
5
6
6,51
4,59
5,42
5,07
6,04
5,27
Inflasi Triwulan I 2015 (%)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil %
Daging Ayam Ras
Bahan Bakar Rumah Tangga
Telur Ayam Ras
Beras
Tukang Bukan Mandor
0,085
0,080
0,077
0,052
0,045
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil %
Beras
Tarif Listrik
Mobil
Rokok Kretek Filter
Mie Kering Instan
0,195
0,042
0,024
0,019
0,013
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil %
Bawang Merah
Bensin
Bahan Bakar Rumah Tangga
Rokok Kretek Filter
Bawang Putih
0,1896
0,1657
0,0440
0,0143
0,0133
1
2
3
4
5
JANUARI FEBRUARI MARET
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
terendah triwulan IV 2014 sebesar 1,5%, sementara
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan I
2015 sebesar 1,92%.
Dilihat berdasarkan kelompoknya, inflasi pada
periode laporan dipengaruhi oleh kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar;
pendidikan, rekreasi dan olahraga; dan kelompok
bahan makanan. Inflasi dari kelompok perumahan,
air, listrik dan gas sebagai dampak dari penyesuaian
tarif listrik pada awal tahun. Akan tetapi, inflasi
tahunan di triwulan ini tercatat lebih rendah hampir di
semua kelompok jika dibandingkan dengan periode
laporan sebelumnya, terutama pada kelompok
transpor, komunikasi dan jasa keuangan (Tabel 2.4).
25PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
KOMODITAS
I II
2013 (%,yoy)
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014 (%,yoy)
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
6,25
12,86
6,54
3,90
2,56
2,44
3,69
2,22
5,44
9,78
5,43
3,27
0,89
2,15
3,67
5,35
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile foods, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
5.
Selain itu, tidak adanya penyaluran raskin di bulan
Januari juga mendorong peningkatan harga beras di
bulan Februari
2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan
Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan mengalami penurunan sejalan dengan
penurunan harga BBM. Inflasi pada kelompok ini
tercatat sebesar 4,39% (yoy) mengalami penurunan
tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 11,46% (yoy). Inflasi kelompok transpor secara
bulanan mengalami penurunan sejak awal tahun
hingga Februari, akan tetapi pada bulan Maret kembali
mengalami sedikit peningkatan.
Rendahnya tekanan inflasi di kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan terutama akibat
penurunan inflasi di subkelompok transpor. Inflasi
subkelompok transpor pada triwulan IV 2014 mencapai
13,90% (qtq) sementara pada triwulan I 2014
mengalami penurunan tajam hingga mencapai -8,44%
(qtq) . Penurunan harga BBM pada Januar i
ditransmisikan pada penyesuaian tarif angkutan
umum. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Gubernur
No. 7 tahun 2015 tentang Penyesuaian Tarif Angkutan,
berupa penurunan tarif angkutan umum sebesar
5,10%.
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
tercatat mengalami penurunan sejak awal tahun
hingga Maret. Pada periode laporan, inflasi kelompok
bahan makanan mengalami penurunan tajam dari
11,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
5,79% (yoy) di triwulan I 2015. Inflasi triwulanan di
kelompok ini juga tercatat menurun dibanding triwulan
sebelumnya maupun periode yang sama tahun
sebelumnya.
Penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan
utamanya didorong oleh subkelompok bumbu-
b u m b u a n y a n g m e n u r u n c u k u p t a j a m
dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan
juga terjadi pada subkelompok daging dan hasil-
hasilnya, serta subkelompok lemak dan minyak yang
mengalami deflasi. Sementara itu, subkelompok padi-
padian menyumbang inflasi pada triwulan I sejalan
dengan naiknya harga beras pada pertengahan
Februari 2015 (Tabel 2.5).
Subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan
h a s i l n y a m e n g a l a m i k e n a i k a n i n f l a s i
dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Kenaikan
tekanan inflasi tersebut sejalan kenaikan harga beras
yang cukup tajam pada Februari 2015. Panen yang
tidak merata di wilayah Jawa Tengah menjadi salah satu
penyebab utama terbatasnya pasokan dari produsen.
26 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
BAHAN MAKANAN
KOMODITAS
I II
2013 (%,yoy)
9.78
4.47
10.25
10.11
5.72
8.26
17.5
13.12
12.01
26.63
-0.67
3.31
12.86
2.46
11.54
9.15
6,00
2.60
7.20
14.51
16.79
103.12
-9.83
2.28
III
12.8
5.95
19.31
12.43
5.17
7.58
17.04
10.59
10.32
44.71
6.45
3.33
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
12.54
5.25
11.22
12.78
5.66
5.08
26.38
11.63
11.79
31.37
26.9
5.63
I
7.17
10.69
8.81
17.12
7.91
7.22
25.17
14.42
8.55
-25.87
25.1
5.43
Tw IV 2014
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
yoy qtqII
2014 (%,yoy)
8.61
7.81
14.62
15.48
6.44
10.06
12.4
15.41
11.01
-17.07
21.73
5.34
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Triwulan I 2015 - Kelompok Bahan Makanan
III
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,90
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
-2,64
6,24
-1,31
1,43
0,80
-2,60
-5,39
0,96
0,94
-27,06
-0,84
1,49
IV
5,79
13,75
-0,44
6,55
4,33
7,72
1,74
3,17
3,12
4,82
-2,04
7,88
2.2.3. Kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan
Bakar
Inflasi pada kelompok ini mengalami penurunan
jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
dari 8,09% (yoy) menjadi 7,32% (yoy). Secara
triwulanan, inflasi kelompok ini juga mengalami
penurunan, dari 2,67% (qtq) menjadi 1,06% (qtq).
Penurunan inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik,
Gas, dan Bahan Bakar sebagian besar disumbang oleh
penurunan harga elpiji 12 kg pada 19 Januari 2015.
Walaupun sempat terjadi penyesuaian tarif listrik pada
awal tahun, akan tetapi dampak penyesuaian tarif ini
teredam oleh penurunan harga elpiji 12 kg.
2.2.4. Kelompok Lainnya
Hampir seluruh kelompok mengalami penurunan
inflasi tahunan dan juga triwulanan jika
d iband ingkan dengan per iode laporan
sebelumnya. Akan tetapi, hanya kelompok sandang
yang mengalami kenaikan inflasi, baik tahunan
maupun triwulanan. Peningkatan inflasi pada
kelompok sandang sebagai dampak pelemahan Rupiah
yang berpengaruh terhadap harga bahan baku industri
TPT.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi di semua
kelompok mengalami penurunan di triwulan
laporan. Penurunan yang tercatat paling signifikan
berasal dari kelompok administered prices yakni dari
15,37% (yoy) menjadi 9,54% (yoy) sejalan dengan
rendahnya tekanan harga pasca penurunan BBM dan
elpiji 12 kg. Selanjutnya kelompok volatile foods juga
mengalami penurunan yang cukup dalam dari 11,49%
(yoy) menjadi 5,77% (yoy). Sementara kelompok inti
juga mengalami sedikit penurunan dari 5,01% (yoy)
menjadi 4,46% (yoy) (Grafik 2.5).
2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi tahunan kelompok administered prices
mengalami penurunan pada periode laporan.
Inflasi kelompok administered prices pada triwulan I
2015 turun signifikan dari 15,37% (yoy) pada triwulan
IV 2014 menjadi 9,54% (yoy). Implementasi penurunan
harga BBM yang efektif berlaku sejak 1 Januari 2015
ditambah adanya penurunan lanjutan pada tanggal 19
Januari 2015 menjadi pendorong utama terjadinya
penurunan inflasi pada kelompok administered prices.
Selain itu, penurunan harga BBM bersubsidi juga
memberikan dampak lanjutan terhadap penyesuaian
tarif angkutan umum .
Inflasi triwulanan kelompok administered prices
periode laporan juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2014 sebesar
1,67% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015
yang hanya sebesar -3,47% (qtq). Angka tersebut juga
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya
(Grafik 2.7).
2.3. Disagregasi Inflasi
27PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.6
-4
-2
0
2
4
6
8 % MTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1
2015
CORE VF AP
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.5
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV
2013 2014
02468
1012141618
I II III IV
2012
% YOY
I
2015
CORE VF AP
Selain itu, tidak adanya penyaluran raskin di bulan
Januari juga mendorong peningkatan harga beras di
bulan Februari
2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan
Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan mengalami penurunan sejalan dengan
penurunan harga BBM. Inflasi pada kelompok ini
tercatat sebesar 4,39% (yoy) mengalami penurunan
tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 11,46% (yoy). Inflasi kelompok transpor secara
bulanan mengalami penurunan sejak awal tahun
hingga Februari, akan tetapi pada bulan Maret kembali
mengalami sedikit peningkatan.
Rendahnya tekanan inflasi di kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan terutama akibat
penurunan inflasi di subkelompok transpor. Inflasi
subkelompok transpor pada triwulan IV 2014 mencapai
13,90% (qtq) sementara pada triwulan I 2014
mengalami penurunan tajam hingga mencapai -8,44%
(qtq) . Penurunan harga BBM pada Januar i
ditransmisikan pada penyesuaian tarif angkutan
umum. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Gubernur
No. 7 tahun 2015 tentang Penyesuaian Tarif Angkutan,
berupa penurunan tarif angkutan umum sebesar
5,10%.
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
tercatat mengalami penurunan sejak awal tahun
hingga Maret. Pada periode laporan, inflasi kelompok
bahan makanan mengalami penurunan tajam dari
11,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
5,79% (yoy) di triwulan I 2015. Inflasi triwulanan di
kelompok ini juga tercatat menurun dibanding triwulan
sebelumnya maupun periode yang sama tahun
sebelumnya.
Penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan
utamanya didorong oleh subkelompok bumbu-
b u m b u a n y a n g m e n u r u n c u k u p t a j a m
dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan
juga terjadi pada subkelompok daging dan hasil-
hasilnya, serta subkelompok lemak dan minyak yang
mengalami deflasi. Sementara itu, subkelompok padi-
padian menyumbang inflasi pada triwulan I sejalan
dengan naiknya harga beras pada pertengahan
Februari 2015 (Tabel 2.5).
Subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan
h a s i l n y a m e n g a l a m i k e n a i k a n i n f l a s i
dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Kenaikan
tekanan inflasi tersebut sejalan kenaikan harga beras
yang cukup tajam pada Februari 2015. Panen yang
tidak merata di wilayah Jawa Tengah menjadi salah satu
penyebab utama terbatasnya pasokan dari produsen.
26 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
BAHAN MAKANAN
KOMODITAS
I II
2013 (%,yoy)
9.78
4.47
10.25
10.11
5.72
8.26
17.5
13.12
12.01
26.63
-0.67
3.31
12.86
2.46
11.54
9.15
6,00
2.60
7.20
14.51
16.79
103.12
-9.83
2.28
III
12.8
5.95
19.31
12.43
5.17
7.58
17.04
10.59
10.32
44.71
6.45
3.33
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
12.54
5.25
11.22
12.78
5.66
5.08
26.38
11.63
11.79
31.37
26.9
5.63
I
7.17
10.69
8.81
17.12
7.91
7.22
25.17
14.42
8.55
-25.87
25.1
5.43
Tw IV 2014
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
yoy qtqII
2014 (%,yoy)
8.61
7.81
14.62
15.48
6.44
10.06
12.4
15.41
11.01
-17.07
21.73
5.34
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Triwulan I 2015 - Kelompok Bahan Makanan
III
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,90
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
-2,64
6,24
-1,31
1,43
0,80
-2,60
-5,39
0,96
0,94
-27,06
-0,84
1,49
IV
5,79
13,75
-0,44
6,55
4,33
7,72
1,74
3,17
3,12
4,82
-2,04
7,88
2.2.3. Kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan
Bakar
Inflasi pada kelompok ini mengalami penurunan
jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
dari 8,09% (yoy) menjadi 7,32% (yoy). Secara
triwulanan, inflasi kelompok ini juga mengalami
penurunan, dari 2,67% (qtq) menjadi 1,06% (qtq).
Penurunan inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik,
Gas, dan Bahan Bakar sebagian besar disumbang oleh
penurunan harga elpiji 12 kg pada 19 Januari 2015.
Walaupun sempat terjadi penyesuaian tarif listrik pada
awal tahun, akan tetapi dampak penyesuaian tarif ini
teredam oleh penurunan harga elpiji 12 kg.
2.2.4. Kelompok Lainnya
Hampir seluruh kelompok mengalami penurunan
inflasi tahunan dan juga triwulanan jika
d iband ingkan dengan per iode laporan
sebelumnya. Akan tetapi, hanya kelompok sandang
yang mengalami kenaikan inflasi, baik tahunan
maupun triwulanan. Peningkatan inflasi pada
kelompok sandang sebagai dampak pelemahan Rupiah
yang berpengaruh terhadap harga bahan baku industri
TPT.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi di semua
kelompok mengalami penurunan di triwulan
laporan. Penurunan yang tercatat paling signifikan
berasal dari kelompok administered prices yakni dari
15,37% (yoy) menjadi 9,54% (yoy) sejalan dengan
rendahnya tekanan harga pasca penurunan BBM dan
elpiji 12 kg. Selanjutnya kelompok volatile foods juga
mengalami penurunan yang cukup dalam dari 11,49%
(yoy) menjadi 5,77% (yoy). Sementara kelompok inti
juga mengalami sedikit penurunan dari 5,01% (yoy)
menjadi 4,46% (yoy) (Grafik 2.5).
2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi tahunan kelompok administered prices
mengalami penurunan pada periode laporan.
Inflasi kelompok administered prices pada triwulan I
2015 turun signifikan dari 15,37% (yoy) pada triwulan
IV 2014 menjadi 9,54% (yoy). Implementasi penurunan
harga BBM yang efektif berlaku sejak 1 Januari 2015
ditambah adanya penurunan lanjutan pada tanggal 19
Januari 2015 menjadi pendorong utama terjadinya
penurunan inflasi pada kelompok administered prices.
Selain itu, penurunan harga BBM bersubsidi juga
memberikan dampak lanjutan terhadap penyesuaian
tarif angkutan umum .
Inflasi triwulanan kelompok administered prices
periode laporan juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2014 sebesar
1,67% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015
yang hanya sebesar -3,47% (qtq). Angka tersebut juga
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya
(Grafik 2.7).
2.3. Disagregasi Inflasi
27PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.6
-4
-2
0
2
4
6
8 % MTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1
2015
CORE VF AP
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.5
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II III IV
2013 2014
02468
1012141618
I II III IV
2012
% YOY
I
2015
CORE VF AP
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompo Administered Prices Triwulan I
Grafik 2.7
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.550.85 1.05
1.67
-3.47
-4.00
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
Rata-rata2009-2013
1-2012 1-2013 1-2014 1-2015
%,QTQ
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 %, MTMPermen ESDM No 18 Tahun 2013Kenaikan Harga BBM jenis Bensin RON 88 dari Rp 4.500,00 per liter menjadi Rp6.500,00 per liter.Kenaikan Harga BBM jenis Solar dari Rp 4.500,00 per liter menjadi Rp5.500,00 per liter.
Permen ESDM No 18 Tahun 2013Kenaikan Harga BBM jenis Bensin RON 88 dari Rp 6.500,00 per liter
menjadi Rp8.500,00 per literKenaikan Harga BBM jenis Solar
dari Rp 5.500,00 per liter menjadi Rp7.500,00 per liter
Permen ESDM No 18 Tahun 2013Penurunan Harga BBM per 1 Januari jenis Bensin RON 88 dari
Rp 8.500,00 per liter menjadi Rp7.600,00 per liter dan Penurunan Harga BBM per 19 januari jenis Bensin RON 88 dari
Rp 7.600,00 per liter menjadi Rp6.600,00 per liter
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.9
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
1 2 3
Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor Grafik 2.10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% MTM
JAN
FEB
MA
R
APR
MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OKT
NO
V
DES
-10
-5
0
5
10
15
2012 2013 2014 20152011
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Adminitered Prices
Grafik 2.8
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOY
I
2015
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOLBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
TRANSPOR
2.3.2. Kelompok Volatile FoodsInflasi tahunan volatile foods mengalami
penurunan dibandingkan periode sebelumnya.
Inflasi volatile foods turun dari 11,49% (yoy) di triwulan
IV 2014 menjadi 5,77% (yoy) di triwulan I 2015. Inflasi
bulanan volatile foods juga menunjukan penurunan
pada awal tahun hingga Februari, walaupun pada
Maret sedikit menunjukan peningkatan meskipun pada
level rendah.
Inflasi triwulanan kelompok volatile foods
periode laporan juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2014 sebesar
2,41% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015
yang hanya sebesar -2,84% (qtq). Angka tersebut juga
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya
(Grafik 2.12).
Penurunan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh turunnya inflasi subkelompok
transpor. Inflasi di subkelompok ini menurun terutama
didorong oleh adanya kebijakan Pemerintah untuk
menurunkan harga BBM sebanyak dua kali, yaitu per
tanggal 1 Januari 2015 (premium dari harga
Rp8500/liter menjadi Rp7600/liter; solar Rp7500/liter
menjadi Rp7250/liter); dan per 19 Januari 2015
(premium Rp7600/liter menjadi Rp6600/liter; solar
Rp7250/liter menjadi Rp6400/liter). Penurunan harga
BBM tersebut kemudian ditransmisikan terhadap
penurunan tarif angkutan. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Gubernur No. 7 tahun 2015 tentang
Penyesuaian Tarif Angkutan, berupa penurunan tarif
angkutan umum sebesar 5,1% (Grafik 2.8).
28 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Rendahnya tekanan inflasi pada komoditas
volatile foods, sejalan dengan musim panen pada
beberapa komoditas strategis, seperti cabai
merah dan cabai rawit. Harga cabai mengalami
penurunan seiring dengan tingginya pasokan hasil
panen dar i beberapa daerah sentra sepert i
Temanggung, Magelang, dan Rembang. Bahkan
pasokan juga diperoleh dari hasil panen di Pamekasan –
Madura, Blitar dan Banjarnegara. Meski demikian,
terdapat gejolak harga pada komoditas beras dan
bawang merah terutama pada akhir periode laporan.
Komoditas bawang merah mengalami peningkatan
harga terutama karena kurangnya pasokan sejalan
dengan mulai masuknya musim tanam. Akan tetapi
secara keseluruhan, dampak gejolak harga beras dan
bawang merah masih teredam oleh penurunan harga
dari komoditas cabai merah dan cabai rawit yang lebih
dalam.
Penurunan inflasi tahunan volatile foods
terutama disumbang oleh rendahnya tekanan
inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan.
Penurunan inflasi tahunan terjadi pada hampir semua
subkelompok penyusun kelompok volatile foods,
terutama pada subkelompok bumbu-bumbuan yang
pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 41,38% (yoy)
turun tajam menjadi 4,82% (yoy) pada triwulan
laporan. Kemudian penurunan yang cukup tajam juga
terjadi pada subkelompok sayur-sayuran yang
sebelumnya sebesar 14,34% (yoy) menjadi 1,74% (yoy)
pada triwulan laporan. Sedangkan pada subkelompok
padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, mengalami
kenaikan inflasi. Inflasi pada subkelompok padi-padian
utamanya didorong oleh kenaikan harga beras pada
bulan Februari akibat terbatasnya pasokan yang
disebabkan oleh tidak meratanya panen di seluruh
wilayah Jawa Tengah.
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-20
0
20
40
60
80
100
120 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN
BUMBU-BUMBUAN
BUAH-BUAHAN
LEMAK DAN MINYAK
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Foods Triwulan I
Grafik 2.12
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1.49 1.39
8.827.54
-2.84-3
-1
1
3
5
7
9
11
Rata-rata2009-2013
I-2012 I-2013 I-2014 I-2015
%,QTQ
Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2015 Triwulan I
Grafik 2.11
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% MTM
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
JAN
FEB
MA
R
APR
MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OKT
NO
V
DES
RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014 2015
29PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.13
0
5
10
15
20
25 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompo Administered Prices Triwulan I
Grafik 2.7
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.550.85 1.05
1.67
-3.47
-4.00
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
Rata-rata2009-2013
1-2012 1-2013 1-2014 1-2015
%,QTQ
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 %, MTMPermen ESDM No 18 Tahun 2013Kenaikan Harga BBM jenis Bensin RON 88 dari Rp 4.500,00 per liter menjadi Rp6.500,00 per liter.Kenaikan Harga BBM jenis Solar dari Rp 4.500,00 per liter menjadi Rp5.500,00 per liter.
Permen ESDM No 18 Tahun 2013Kenaikan Harga BBM jenis Bensin RON 88 dari Rp 6.500,00 per liter
menjadi Rp8.500,00 per literKenaikan Harga BBM jenis Solar
dari Rp 5.500,00 per liter menjadi Rp7.500,00 per liter
Permen ESDM No 18 Tahun 2013Penurunan Harga BBM per 1 Januari jenis Bensin RON 88 dari
Rp 8.500,00 per liter menjadi Rp7.600,00 per liter dan Penurunan Harga BBM per 19 januari jenis Bensin RON 88 dari
Rp 7.600,00 per liter menjadi Rp6.600,00 per liter
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.9
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
1 2 3
Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor Grafik 2.10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% MTM
JAN
FEB
MA
R
APR
MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OKT
NO
V
DES
-10
-5
0
5
10
15
2012 2013 2014 20152011
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Adminitered Prices
Grafik 2.8
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
% YOY
I
2015
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOLBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
TRANSPOR
2.3.2. Kelompok Volatile FoodsInflasi tahunan volatile foods mengalami
penurunan dibandingkan periode sebelumnya.
Inflasi volatile foods turun dari 11,49% (yoy) di triwulan
IV 2014 menjadi 5,77% (yoy) di triwulan I 2015. Inflasi
bulanan volatile foods juga menunjukan penurunan
pada awal tahun hingga Februari, walaupun pada
Maret sedikit menunjukan peningkatan meskipun pada
level rendah.
Inflasi triwulanan kelompok volatile foods
periode laporan juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2014 sebesar
2,41% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015
yang hanya sebesar -2,84% (qtq). Angka tersebut juga
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya
(Grafik 2.12).
Penurunan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh turunnya inflasi subkelompok
transpor. Inflasi di subkelompok ini menurun terutama
didorong oleh adanya kebijakan Pemerintah untuk
menurunkan harga BBM sebanyak dua kali, yaitu per
tanggal 1 Januari 2015 (premium dari harga
Rp8500/liter menjadi Rp7600/liter; solar Rp7500/liter
menjadi Rp7250/liter); dan per 19 Januari 2015
(premium Rp7600/liter menjadi Rp6600/liter; solar
Rp7250/liter menjadi Rp6400/liter). Penurunan harga
BBM tersebut kemudian ditransmisikan terhadap
penurunan tarif angkutan. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Gubernur No. 7 tahun 2015 tentang
Penyesuaian Tarif Angkutan, berupa penurunan tarif
angkutan umum sebesar 5,1% (Grafik 2.8).
28 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Rendahnya tekanan inflasi pada komoditas
volatile foods, sejalan dengan musim panen pada
beberapa komoditas strategis, seperti cabai
merah dan cabai rawit. Harga cabai mengalami
penurunan seiring dengan tingginya pasokan hasil
panen dar i beberapa daerah sentra sepert i
Temanggung, Magelang, dan Rembang. Bahkan
pasokan juga diperoleh dari hasil panen di Pamekasan –
Madura, Blitar dan Banjarnegara. Meski demikian,
terdapat gejolak harga pada komoditas beras dan
bawang merah terutama pada akhir periode laporan.
Komoditas bawang merah mengalami peningkatan
harga terutama karena kurangnya pasokan sejalan
dengan mulai masuknya musim tanam. Akan tetapi
secara keseluruhan, dampak gejolak harga beras dan
bawang merah masih teredam oleh penurunan harga
dari komoditas cabai merah dan cabai rawit yang lebih
dalam.
Penurunan inflasi tahunan volatile foods
terutama disumbang oleh rendahnya tekanan
inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan.
Penurunan inflasi tahunan terjadi pada hampir semua
subkelompok penyusun kelompok volatile foods,
terutama pada subkelompok bumbu-bumbuan yang
pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 41,38% (yoy)
turun tajam menjadi 4,82% (yoy) pada triwulan
laporan. Kemudian penurunan yang cukup tajam juga
terjadi pada subkelompok sayur-sayuran yang
sebelumnya sebesar 14,34% (yoy) menjadi 1,74% (yoy)
pada triwulan laporan. Sedangkan pada subkelompok
padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, mengalami
kenaikan inflasi. Inflasi pada subkelompok padi-padian
utamanya didorong oleh kenaikan harga beras pada
bulan Februari akibat terbatasnya pasokan yang
disebabkan oleh tidak meratanya panen di seluruh
wilayah Jawa Tengah.
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-20
0
20
40
60
80
100
120 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN
BUMBU-BUMBUAN
BUAH-BUAHAN
LEMAK DAN MINYAK
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Foods Triwulan I
Grafik 2.12
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1.49 1.39
8.827.54
-2.84-3
-1
1
3
5
7
9
11
Rata-rata2009-2013
I-2012 I-2013 I-2014 I-2015
%,QTQ
Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2015 Triwulan I
Grafik 2.11
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% MTM
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
JAN
FEB
MA
R
APR
MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OKT
NO
V
DES
RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014 2015
29PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.13
0
5
10
15
20
25 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-10
-5
0
5
10
15
Apr May Aug Sep
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.17
Sumber : BPS, diolah
-15
Jan Feb Mar Jun Jul Oct Nov
2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.16
Sumber : BPS, diolah
% MTM
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.15
Sumber : BPS, diolah
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
% MTM
2011 2012 2013 2014 2015
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan
inflasi pada triwulan 1 2015 tidak sejalan dengan
ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh
masyarakat. Hasil survei menyatakan bahwa harga
akan naik pada pada triwulan I 2015. Sementara itu,
penurunan inflasi pada triwulan 1 sejalan dengan
Survei Konsumen ekspektasi harga 6 bulan ke depan
oleh masyarakat, yang menyatakan bahwa harga akan
turun pada triwulan I 2015. Di sisi lain, berdasarkan
hasil Survei Pedagang Eceran penurunan inflasi pada
triwulan 1 juga tidak sejalan dengan Survei Pedagang
Eceran, baik pada ekspektasi harga 3 bulan maupun
harga 6 bulan ke depan, dimana hasil survei
menyatakan bahwa harga akan naik pada triwulan I
2015 (Grafik 2.20 dan Grafik 2.21).
Subkelompok daging dan hasi l -hasi lnya
mengalami deflasi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan IV 2014 kelompok ini
mengalami inflasi sebesar 1,05% (yoy), sementara
pada triwulan I 2015 kelompok ini mengalami inflasi
sebesar -0,44% (yoy). Adapun komoditas penyumbang
utamanya adalah daging ayam ras dan telur ayam ras
yang mengalami penurunan harga sejak bulan Januari.
Sumbangan deflasi daging ayam ras dan telur ayam ras
masing-masing sebesar 0,11% dan 0,10%.
2.3.3. Kelompok Inti
Seperti halnya inflasi kelompok volatile foods dan
kelompok administered prices, inflasi kelompok
inti juga mengalami penurunan. Namun demikian,
inflasi inti tidak mengalami penurunan yang signifikan
seperti halnya inflasi pada 2 kelompok lain. Inflasi
kelompok inti turun dari 5,01% (yoy) pada triwulan IV
2014 menjadi 4,46% (yoy) pada periode laporan.
Rendahnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi dari penurunan tren ekspektasi
harga o leh masyarakat se jak t r iwu lan
sebelumnya. Selain itu, penurunan inflasi inti juga
terkonfirmasi dari rendahnya tekanan dari output gap
dan cenderung turun (Grafik 2.19). Akan tetapi, masih
terdapat tekanan yang berasal dari pelemahan nilai
tukar Rupiah terhadap US Dollar, hal ini tercermin dari
peningkatan inflasi traded dari triwulan sebelumnya
sebesar 3,86% (yoy) menjadi 4,01% (yoy) pada
triwulan I 2015.
30 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.22
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
% YOY
2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ - SKALA KANAN YOY
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.20
INDEKS
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.21
Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
120
130
140
150
160
170
180
190
6 BULAN YAD3 BULAN YAD
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2.19
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0
0.01
0.02
0.03
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
% YOY %
INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I Grafik 2.18
0,550,42
0,65
1,45
DES-12RATA-RATA2009-2013
DES-13 DES-14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami
sedikit kenaikan pada triwulan I 2015. Tekanan
imported inflation yang tercermin dari kelompok inti
traded pada periode laporan tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan periode laporan sebelumnya.
Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar yang melemah
pada triwulan I menambah tekanan faktor eksternal
terhadap inflasi. Rata-rata nilai tukar Rupiah pada
triwulan I 2015 sebesar Rp12.798,59, atau melemah
d i b a n d i n g k a n t r i w u l a n s e b e l u m n y a y a k n i
Rp12.245,34.
31PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
-10
-5
0
5
10
15
Apr May Aug Sep
% MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.17
Sumber : BPS, diolah
-15
Jan Feb Mar Jun Jul Oct Nov
2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.16
Sumber : BPS, diolah
% MTM
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.15
Sumber : BPS, diolah
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
% MTM
2011 2012 2013 2014 2015
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan
inflasi pada triwulan 1 2015 tidak sejalan dengan
ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh
masyarakat. Hasil survei menyatakan bahwa harga
akan naik pada pada triwulan I 2015. Sementara itu,
penurunan inflasi pada triwulan 1 sejalan dengan
Survei Konsumen ekspektasi harga 6 bulan ke depan
oleh masyarakat, yang menyatakan bahwa harga akan
turun pada triwulan I 2015. Di sisi lain, berdasarkan
hasil Survei Pedagang Eceran penurunan inflasi pada
triwulan 1 juga tidak sejalan dengan Survei Pedagang
Eceran, baik pada ekspektasi harga 3 bulan maupun
harga 6 bulan ke depan, dimana hasil survei
menyatakan bahwa harga akan naik pada triwulan I
2015 (Grafik 2.20 dan Grafik 2.21).
Subkelompok daging dan hasi l -hasi lnya
mengalami deflasi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan IV 2014 kelompok ini
mengalami inflasi sebesar 1,05% (yoy), sementara
pada triwulan I 2015 kelompok ini mengalami inflasi
sebesar -0,44% (yoy). Adapun komoditas penyumbang
utamanya adalah daging ayam ras dan telur ayam ras
yang mengalami penurunan harga sejak bulan Januari.
Sumbangan deflasi daging ayam ras dan telur ayam ras
masing-masing sebesar 0,11% dan 0,10%.
2.3.3. Kelompok Inti
Seperti halnya inflasi kelompok volatile foods dan
kelompok administered prices, inflasi kelompok
inti juga mengalami penurunan. Namun demikian,
inflasi inti tidak mengalami penurunan yang signifikan
seperti halnya inflasi pada 2 kelompok lain. Inflasi
kelompok inti turun dari 5,01% (yoy) pada triwulan IV
2014 menjadi 4,46% (yoy) pada periode laporan.
Rendahnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi dari penurunan tren ekspektasi
harga o leh masyarakat se jak t r iwu lan
sebelumnya. Selain itu, penurunan inflasi inti juga
terkonfirmasi dari rendahnya tekanan dari output gap
dan cenderung turun (Grafik 2.19). Akan tetapi, masih
terdapat tekanan yang berasal dari pelemahan nilai
tukar Rupiah terhadap US Dollar, hal ini tercermin dari
peningkatan inflasi traded dari triwulan sebelumnya
sebesar 3,86% (yoy) menjadi 4,01% (yoy) pada
triwulan I 2015.
30 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.22
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
% YOY
2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ - SKALA KANAN YOY
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.20
INDEKS
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.21
Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
120
130
140
150
160
170
180
190
6 BULAN YAD3 BULAN YAD
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2.19
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0
0.01
0.02
0.03
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
% YOY %
INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I Grafik 2.18
0,550,42
0,65
1,45
DES-12RATA-RATA2009-2013
DES-13 DES-14
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami
sedikit kenaikan pada triwulan I 2015. Tekanan
imported inflation yang tercermin dari kelompok inti
traded pada periode laporan tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan periode laporan sebelumnya.
Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar yang melemah
pada triwulan I menambah tekanan faktor eksternal
terhadap inflasi. Rata-rata nilai tukar Rupiah pada
triwulan I 2015 sebesar Rp12.798,59, atau melemah
d i b a n d i n g k a n t r i w u l a n s e b e l u m n y a y a k n i
Rp12.245,34.
31PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.24
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
% YOY
2012
I
2015
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Tahunan Triwulan I 2015Grafik 2.23
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGALCILACAP
% YOY
6.51 4.59 5.42 5.07 6.04 5.684
5
6
7
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
oleh Semarang dengan tingkat inflasi masing-masing
sebesar 6,51% (yoy) dan 6,04% (yoy). Sementara
inflasi terendah terjadi di Purwokerto dengan tingkat
inflasi sebesar 4,59% (yoy) (Grafik 2.25).
Bensin menjadi komoditas penyumbang deflasi
terbesar di hampir seluruh kota Jawa Tengah. Hal
ini sebagai dampak penurunan harga BBM di bulan
Januari 2015. Selain bensin, cabai merah dan daging
ayam ras juga menjadi komoditas pendorong deflasi
yang signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah. Pada
triwulan I 2015 ini, komoditas bensin, beras, cabai
merah, daging ayam ras dan telur ayam ras hampir
selalu tercatat sebagai 5 besar komoditas penyumbang
deflasi terbesar di kota-kota yang disurvei oleh BPS.
Secara umum, penurunan inflasi terjadi di seluruh
kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah.
Dibandingkan dengan periode pelaporan sebelumnya,
penurunan inflasi tahunan terbesar terjadi di kota
Kudus yang sebelumnya pada triwulan IV 2014
memiliki tingkat inflasi sebesar 8,59% (yoy) menjadi
5,42% (yoy) (Grafik 2.23 dan 2.24).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah sedikit mengalami peningkatan. Pada
triwulan sebelumnya, selisih tingkat inflasi antara kota
yang memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar
1,50%. Sedangkan, pada periode pelaporan ini selisih
tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi
dan terendah mengalami peningkatan sebesar 1,92%.
Inflasi tertinggi terjadi di Cilacap yang kemudian diikuti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
32 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per KelompokTriwulan I 2015
Grafik 2.26
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
0
2
4
6
8
10
12 % YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.25
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
2014 TRIWULAN IV 2015 TRIWULAN I
% YOY
Kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian
harga BBM pada dasarnya dimaksudkan untuk
menciptakan kesinambungan fiskal untuk mendukung
perekonomian. Namun demikian, sering kali kebijakan
tersebut berimbas negatif pada masyarakat yang salah
satunya dapat berdampak pada peningkatan inflasi. Efek
yang timbul pada masyarakat lebih dikarenakan oleh
kenaikan harga komoditas lainnya secara signifikan
sebagai imbas dari kenaikan harga BBM. Seperti misalnya
pada tahun 2013, tepatnya pada tanggal 22 Juni 2013,
penyesuaian harga BBM memicu lonjakan inflasi Jawa
Tengah ke angka 7,99% (yoy) dari sebesar 4,24% (yoy) di
tahun 2012. Sementara pada tahun 2014, tepatnya pada
tanggal 18 November 2014, penyesuaian harga BBM
kembali dilakukan. Harga premium mengalami kenaikan
dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter atau naik
sebesar 30,77%, sedangkan solar dari Rp5.500 menjadi
Rp7.500 per liter atau naik sebesar 36,36%. Seperti
tahun 2013, kenaikan harga BBM ini pun mendorong
peningkatan inflasi yang tinggi. Inflasi Jawa Tengah di
tahun 2014 tercatat sebesar 8,22% (yoy). Kenaikan
harga BBM ini memberikan sumbangan terhadap
kenaikan inflasi Jawa Tengah sebesar 2,02% yang
terbagi di November dan Desember 2014.
Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat terlihat bahwa
kenaikan harga BBM ditransmisikan dengan cepat dan
signifikan terhadap kenaikan harga barang.
Bila ditinjau per komoditas, dapat terlihat pula bahwa
kenaikan harga BBM juga direspons oleh kenaikan harga
komoditas secara signifikan.
Namun demikian, efek perubahan harga komoditas yang
timbul akibat penurunan harga BBM tidak sama dengan
efek perubahan harga komoditas yang timbul akibat
kenaikan harga BBM. Seperti misalnya pada bulan
Desember tahun 2008, tepatnya pada tanggal 1 dan 15
Desember 2008, pemerintah menurunkan harga BBM
sebanyak 2 kali. Penurunan pertama pada tanggal 1
Desember 2008 yakni dari Rp6.000 per liter menjadi
Rp5.500 per liter atau turun sebesar 9% yang kemudian
diikuti oleh penurunan kedua pada tanggal 15 Desember
2008 dari Rp5.500 per liter menjadi Rp5.000 per liter
atau turun sebesar 9%. Namun demikian, penurunan
tersebut tidak disertai dengan penurunan harga
komoditas secara signifikan seperti halnya pada saat
terjadi kenaikan harga BBM. Inflasi yang terjadi pada
bulan November 2008 tercatat sebesar 9,98% (yoy)
sementara inflasi yang terjadi pada bulan Desember
tercatat sebesar 9,55% (yoy).
SUPLEMEN IIDAMPAK ASIMETRIS KEBIJAKAN HARGA BBM
Tren Kenaikan Harga BBMterhadap Disagregasi Inflasi Jawa Tengah
Grafik 1.1.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
JUN
-12
AU
G-1
2
OC
T-12
DEC
-12
FEB-
13
APR
-13
JUN
-13
AU
G-1
3
OC
T-13
DEC
-13
FEB-
14
APR
-14
JUN
-14
AU
G-1
4
OC
T-14
BBM CORE AP VF
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
145
Tren Kenaikan Harga BBMterhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa Tengah
Grafik 1.2.
JUN
-12
AU
G-1
2
OC
T-12
DEC
-12
FEB-
13
APR
-13
JUN
-13
AU
G-1
3
OC
T-13
DEC
-13
FEB-
14
APR
-14
JUN
-14
AU
G-1
4
OC
T-14
PADI DAGING TELUR TRANSPOR BBM
33PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.24
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
% YOY
2012
I
2015
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Tahunan Triwulan I 2015Grafik 2.23
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGALCILACAP
% YOY
6.51 4.59 5.42 5.07 6.04 5.684
5
6
7
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
oleh Semarang dengan tingkat inflasi masing-masing
sebesar 6,51% (yoy) dan 6,04% (yoy). Sementara
inflasi terendah terjadi di Purwokerto dengan tingkat
inflasi sebesar 4,59% (yoy) (Grafik 2.25).
Bensin menjadi komoditas penyumbang deflasi
terbesar di hampir seluruh kota Jawa Tengah. Hal
ini sebagai dampak penurunan harga BBM di bulan
Januari 2015. Selain bensin, cabai merah dan daging
ayam ras juga menjadi komoditas pendorong deflasi
yang signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah. Pada
triwulan I 2015 ini, komoditas bensin, beras, cabai
merah, daging ayam ras dan telur ayam ras hampir
selalu tercatat sebagai 5 besar komoditas penyumbang
deflasi terbesar di kota-kota yang disurvei oleh BPS.
Secara umum, penurunan inflasi terjadi di seluruh
kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah.
Dibandingkan dengan periode pelaporan sebelumnya,
penurunan inflasi tahunan terbesar terjadi di kota
Kudus yang sebelumnya pada triwulan IV 2014
memiliki tingkat inflasi sebesar 8,59% (yoy) menjadi
5,42% (yoy) (Grafik 2.23 dan 2.24).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah sedikit mengalami peningkatan. Pada
triwulan sebelumnya, selisih tingkat inflasi antara kota
yang memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar
1,50%. Sedangkan, pada periode pelaporan ini selisih
tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi
dan terendah mengalami peningkatan sebesar 1,92%.
Inflasi tertinggi terjadi di Cilacap yang kemudian diikuti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
32 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per KelompokTriwulan I 2015
Grafik 2.26
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
0
2
4
6
8
10
12 % YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.25
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
2014 TRIWULAN IV 2015 TRIWULAN I
% YOY
Kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian
harga BBM pada dasarnya dimaksudkan untuk
menciptakan kesinambungan fiskal untuk mendukung
perekonomian. Namun demikian, sering kali kebijakan
tersebut berimbas negatif pada masyarakat yang salah
satunya dapat berdampak pada peningkatan inflasi. Efek
yang timbul pada masyarakat lebih dikarenakan oleh
kenaikan harga komoditas lainnya secara signifikan
sebagai imbas dari kenaikan harga BBM. Seperti misalnya
pada tahun 2013, tepatnya pada tanggal 22 Juni 2013,
penyesuaian harga BBM memicu lonjakan inflasi Jawa
Tengah ke angka 7,99% (yoy) dari sebesar 4,24% (yoy) di
tahun 2012. Sementara pada tahun 2014, tepatnya pada
tanggal 18 November 2014, penyesuaian harga BBM
kembali dilakukan. Harga premium mengalami kenaikan
dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter atau naik
sebesar 30,77%, sedangkan solar dari Rp5.500 menjadi
Rp7.500 per liter atau naik sebesar 36,36%. Seperti
tahun 2013, kenaikan harga BBM ini pun mendorong
peningkatan inflasi yang tinggi. Inflasi Jawa Tengah di
tahun 2014 tercatat sebesar 8,22% (yoy). Kenaikan
harga BBM ini memberikan sumbangan terhadap
kenaikan inflasi Jawa Tengah sebesar 2,02% yang
terbagi di November dan Desember 2014.
Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat terlihat bahwa
kenaikan harga BBM ditransmisikan dengan cepat dan
signifikan terhadap kenaikan harga barang.
Bila ditinjau per komoditas, dapat terlihat pula bahwa
kenaikan harga BBM juga direspons oleh kenaikan harga
komoditas secara signifikan.
Namun demikian, efek perubahan harga komoditas yang
timbul akibat penurunan harga BBM tidak sama dengan
efek perubahan harga komoditas yang timbul akibat
kenaikan harga BBM. Seperti misalnya pada bulan
Desember tahun 2008, tepatnya pada tanggal 1 dan 15
Desember 2008, pemerintah menurunkan harga BBM
sebanyak 2 kali. Penurunan pertama pada tanggal 1
Desember 2008 yakni dari Rp6.000 per liter menjadi
Rp5.500 per liter atau turun sebesar 9% yang kemudian
diikuti oleh penurunan kedua pada tanggal 15 Desember
2008 dari Rp5.500 per liter menjadi Rp5.000 per liter
atau turun sebesar 9%. Namun demikian, penurunan
tersebut tidak disertai dengan penurunan harga
komoditas secara signifikan seperti halnya pada saat
terjadi kenaikan harga BBM. Inflasi yang terjadi pada
bulan November 2008 tercatat sebesar 9,98% (yoy)
sementara inflasi yang terjadi pada bulan Desember
tercatat sebesar 9,55% (yoy).
SUPLEMEN IIDAMPAK ASIMETRIS KEBIJAKAN HARGA BBM
Tren Kenaikan Harga BBMterhadap Disagregasi Inflasi Jawa Tengah
Grafik 1.1.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
JUN
-12
AU
G-1
2
OC
T-12
DEC
-12
FEB-
13
APR
-13
JUN
-13
AU
G-1
3
OC
T-13
DEC
-13
FEB-
14
APR
-14
JUN
-14
AU
G-1
4
OC
T-14
BBM CORE AP VF
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
145
Tren Kenaikan Harga BBMterhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa Tengah
Grafik 1.2.
JUN
-12
AU
G-1
2
OC
T-12
DEC
-12
FEB-
13
APR
-13
JUN
-13
AU
G-1
3
OC
T-13
DEC
-13
FEB-
14
APR
-14
JUN
-14
AU
G-1
4
OC
T-14
PADI DAGING TELUR TRANSPOR BBM
33PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
SUPLEMEN II
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
100
110
120
130
140
150
160
170
Tren Penurunan Harga BBM terhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa Tengah
Grafik 1.4.
JUN
-08
AU
G-0
8
OC
T-08
DEC
-08
FEB-
09
APR
-09
JUN
-09
AU
G-0
9
OC
T-09
DEC
-09
FEB-
10
APR
-10
JUN
-10
AU
G-1
0
OC
T-10
PADI DAGING TELUR TRANSPOR BBM
Tren Penurunan Harga BBMterhadap Disagregasi Inflasi Jawa Tengah
Grafik 1.3.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
75
80
85
90
95
100
JUN
-08
AU
G-0
8
OC
T-08
DEC
-08
FEB-
09
APR
-09
JUN
-09
AU
G-0
9
OC
T-09
DEC
-09
FEB-
10
APR
-10
JUN
-10
AU
G-1
0
OC
T-10
CORE VF AP BBM
Berdasarkan ilustrasi di atas, terlihat bahwa pada saat
terjadi penurunan harga BBM, harga-harga komoditas
cenderung tetap. Penurunan harga BBM tidak cepat
ditransmisikan dengan penurunan harga barang. Hanya
komoditas yang terkait langsung yang mengalami
penurunan harga. Hal tersebut berbeda dengan pola
perilaku inflasi pada saat setelah kenaikan harga BBM, di
mana kenaikan harga BBM ditransmisikan dengan cepat
dan signifikan terhadap kenaikan harga barang.
Peninjauan secara empiris dengan menggunakan model
ekonometrika sederhana menunjukkan bahwa kenaikan
harga BBM memengaruhi kenaikan harga barang secara
signifikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh koefisien yang
cenderung besar dan teruji signifikan secara statistik.
Model tersebut juga memiliki nilai R-Squared besar
menunjukkan bahwa seluruh variasi variabel-variabel
penjelas yang digunakan dalam model mampu
menangkap variasi variabel terikat.
MODEL KENAIKAN HARGA BBM
Sensitivitas Kenaikan Harga BBM terhadap Inflasi Berdasarkan Disagregasinya
Dependent Variable
Inflasi Inti
LOG(CORE)
Inflasi Volatile Foods
LOG(VF)
Inflasi Administered Prices
LOG(AP)"
Sensitivitas Kenaikan Harga BBM terhadap Harga Beberapa Komoditas Pangan Strategis
Dependent Variable
Padi, Umbi-Umbian, dan Hasilnya
LOG(PADI)
Daging
LOG(DAGING)
Telur
LOG(TELUR)
Transpor
LOG(TRANSPOR)
Independent Variable
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Independent Variable
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Koefisien
3.46
0.14
1.99
0.32
1.32
0.39
Koefisien
2.81
0.22
2.09
0.31
2.56
0.25
0.40
0.50
Signifikansi
***
***
***
***
***
***
Signifikansi
***
***
***
***
***
***
***
***
R-Squared
0.83
0.86
0.94
R-Squared
0.79
0.79
0.66
0.97
Tabel 1. Hasil Uji Model Kenaikan Harga BBM
Keterangan: *signifikan pada nilai kritis 10%, **signifikan pada nilai kritis 5%, ***signifikan pada nilai kritis 1%
34 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Tren Penurunan Harga BBM terhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa TengahGrafik 1.5.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
JAN
-13
FEB-
13
MA
R-13
APR
-13
MA
Y-13
JUN
-13
JUL-
13
AU
G-1
3
SEP-
13
OC
T-13
NO
V-13
DEC
-13
JAN
-14
FEB-
14
MA
R-14
APR
-14
MA
Y-14
JUN
-14
JUL-
14
AU
G-1
4
SEP-
14
OC
T-14
NO
V-14
DEC
-14
CORE VF AP BBM
Di sisi lain, pengaruh penurunan harga BBM terhadap
harga barang terlihat tidak sekuat pada saat kenaikan
harga BBM terjadi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai
signifikansi maupun R-Squared yang cenderung lebih
rendah pada beberapa komoditas yang diteliti, bila
dibandingkan dengan model-model kenaikan harga
BBM. Hal tersebut sejalan dengan ilustrasi grafis yang
telah dipaparkan sebelumnya. Dengan demikian,
kenaikan dan penurunan BBM dapat dikatakan
memberikan dampak yang bersifat asimetris terhadap
perubahan inflasi Jawa Tengah.
Tren penurunan harga minyak dunia belakangan ini yang
disertai dengan pencabutan subsidi BBM oleh
pemerintah menyisakan ruang fiskal yang cukup besar
bagi pemerintah untuk dapat berinvestasi di berbagai
sektor strategis yang dapat menunjang aktivitas
perekonomian, seperti misalnya infrastruktur ataupun
berbagai program pemerintah yang bermanfaat lainnya.
Di sisi lain, kebijakan penentuan harga BBM yang
berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar tersebut
hingga saat ini juga memberikan dampak yang positif
bagi perkembangan inflasi Jawa Tengah. Berdasarkan
ilustrasi berikut, terlihat bahwa usaha pemerintah untuk
meredam dampak inflasi yang diakibatkan oleh
perubahan harga BBM dapat dikatakan cukup
membuahkan hasil. Hal tersebut terkonfirmasi dari
kenaikan harga BBM pada bulan April lalu yang tidak
diikuti kenaikan inflasi volatile foods & inflasi inti.
SUPLEMEN II
Model Penurunan Harga BBM
Sensitivitas Penurunan Harga BBM terhadap Inflasi Berdasarkan Disagregasinya
Dependent Variable
Inflasi Inti
LOG(CORE)
Inflasi Administered Prices
LOG(AP)
Sensitivitas Penurunan Harga BBM terhadap Harga Beberapa Komoditas Pangan Strategis
Dependent Variable
Daging
LOG(DAGING)
Telur
LOG(TELUR)
Transpor
LOG(TRANSPOR)
Independent Variable
LOG(CORE(-1))
LOG(BBM)
LOG(VF(-1))
LOG(BBM)
Independent Variable
LOG(DAGING(-1))
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(TELUR(-1))
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Koefisien
0.99
0.01
0.99
0.01
Koefisien
0.89
0.06
1.95
0.51
0.05
1.56
0.37
Signifikansi
***
**
***
Signifikansi
***
**
***
***
***
***
R-Squared
0.99
0.77
R-Squared
0.82
0.39
0.94
Tabel 2. Hasil Uji Model Penurunan Harga BBM
Keterangan: *signifikan pada nilai kritis 10%, **signifikan pada nilai kritis 5%, ***signifikan pada nilai kritis 1%
35PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
SUPLEMEN II
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
100
110
120
130
140
150
160
170
Tren Penurunan Harga BBM terhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa Tengah
Grafik 1.4.
JUN
-08
AU
G-0
8
OC
T-08
DEC
-08
FEB-
09
APR
-09
JUN
-09
AU
G-0
9
OC
T-09
DEC
-09
FEB-
10
APR
-10
JUN
-10
AU
G-1
0
OC
T-10
PADI DAGING TELUR TRANSPOR BBM
Tren Penurunan Harga BBMterhadap Disagregasi Inflasi Jawa Tengah
Grafik 1.3.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
75
80
85
90
95
100
JUN
-08
AU
G-0
8
OC
T-08
DEC
-08
FEB-
09
APR
-09
JUN
-09
AU
G-0
9
OC
T-09
DEC
-09
FEB-
10
APR
-10
JUN
-10
AU
G-1
0
OC
T-10
CORE VF AP BBM
Berdasarkan ilustrasi di atas, terlihat bahwa pada saat
terjadi penurunan harga BBM, harga-harga komoditas
cenderung tetap. Penurunan harga BBM tidak cepat
ditransmisikan dengan penurunan harga barang. Hanya
komoditas yang terkait langsung yang mengalami
penurunan harga. Hal tersebut berbeda dengan pola
perilaku inflasi pada saat setelah kenaikan harga BBM, di
mana kenaikan harga BBM ditransmisikan dengan cepat
dan signifikan terhadap kenaikan harga barang.
Peninjauan secara empiris dengan menggunakan model
ekonometrika sederhana menunjukkan bahwa kenaikan
harga BBM memengaruhi kenaikan harga barang secara
signifikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh koefisien yang
cenderung besar dan teruji signifikan secara statistik.
Model tersebut juga memiliki nilai R-Squared besar
menunjukkan bahwa seluruh variasi variabel-variabel
penjelas yang digunakan dalam model mampu
menangkap variasi variabel terikat.
MODEL KENAIKAN HARGA BBM
Sensitivitas Kenaikan Harga BBM terhadap Inflasi Berdasarkan Disagregasinya
Dependent Variable
Inflasi Inti
LOG(CORE)
Inflasi Volatile Foods
LOG(VF)
Inflasi Administered Prices
LOG(AP)"
Sensitivitas Kenaikan Harga BBM terhadap Harga Beberapa Komoditas Pangan Strategis
Dependent Variable
Padi, Umbi-Umbian, dan Hasilnya
LOG(PADI)
Daging
LOG(DAGING)
Telur
LOG(TELUR)
Transpor
LOG(TRANSPOR)
Independent Variable
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Independent Variable
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Koefisien
3.46
0.14
1.99
0.32
1.32
0.39
Koefisien
2.81
0.22
2.09
0.31
2.56
0.25
0.40
0.50
Signifikansi
***
***
***
***
***
***
Signifikansi
***
***
***
***
***
***
***
***
R-Squared
0.83
0.86
0.94
R-Squared
0.79
0.79
0.66
0.97
Tabel 1. Hasil Uji Model Kenaikan Harga BBM
Keterangan: *signifikan pada nilai kritis 10%, **signifikan pada nilai kritis 5%, ***signifikan pada nilai kritis 1%
34 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Tren Penurunan Harga BBM terhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa TengahGrafik 1.5.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
JAN
-13
FEB-
13
MA
R-13
APR
-13
MA
Y-13
JUN
-13
JUL-
13
AU
G-1
3
SEP-
13
OC
T-13
NO
V-13
DEC
-13
JAN
-14
FEB-
14
MA
R-14
APR
-14
MA
Y-14
JUN
-14
JUL-
14
AU
G-1
4
SEP-
14
OC
T-14
NO
V-14
DEC
-14
CORE VF AP BBM
Di sisi lain, pengaruh penurunan harga BBM terhadap
harga barang terlihat tidak sekuat pada saat kenaikan
harga BBM terjadi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai
signifikansi maupun R-Squared yang cenderung lebih
rendah pada beberapa komoditas yang diteliti, bila
dibandingkan dengan model-model kenaikan harga
BBM. Hal tersebut sejalan dengan ilustrasi grafis yang
telah dipaparkan sebelumnya. Dengan demikian,
kenaikan dan penurunan BBM dapat dikatakan
memberikan dampak yang bersifat asimetris terhadap
perubahan inflasi Jawa Tengah.
Tren penurunan harga minyak dunia belakangan ini yang
disertai dengan pencabutan subsidi BBM oleh
pemerintah menyisakan ruang fiskal yang cukup besar
bagi pemerintah untuk dapat berinvestasi di berbagai
sektor strategis yang dapat menunjang aktivitas
perekonomian, seperti misalnya infrastruktur ataupun
berbagai program pemerintah yang bermanfaat lainnya.
Di sisi lain, kebijakan penentuan harga BBM yang
berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar tersebut
hingga saat ini juga memberikan dampak yang positif
bagi perkembangan inflasi Jawa Tengah. Berdasarkan
ilustrasi berikut, terlihat bahwa usaha pemerintah untuk
meredam dampak inflasi yang diakibatkan oleh
perubahan harga BBM dapat dikatakan cukup
membuahkan hasil. Hal tersebut terkonfirmasi dari
kenaikan harga BBM pada bulan April lalu yang tidak
diikuti kenaikan inflasi volatile foods & inflasi inti.
SUPLEMEN II
Model Penurunan Harga BBM
Sensitivitas Penurunan Harga BBM terhadap Inflasi Berdasarkan Disagregasinya
Dependent Variable
Inflasi Inti
LOG(CORE)
Inflasi Administered Prices
LOG(AP)
Sensitivitas Penurunan Harga BBM terhadap Harga Beberapa Komoditas Pangan Strategis
Dependent Variable
Daging
LOG(DAGING)
Telur
LOG(TELUR)
Transpor
LOG(TRANSPOR)
Independent Variable
LOG(CORE(-1))
LOG(BBM)
LOG(VF(-1))
LOG(BBM)
Independent Variable
LOG(DAGING(-1))
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(TELUR(-1))
LOG(BBM)
Konstanta
LOG(BBM)
Koefisien
0.99
0.01
0.99
0.01
Koefisien
0.89
0.06
1.95
0.51
0.05
1.56
0.37
Signifikansi
***
**
***
Signifikansi
***
**
***
***
***
***
R-Squared
0.99
0.77
R-Squared
0.82
0.39
0.94
Tabel 2. Hasil Uji Model Penurunan Harga BBM
Keterangan: *signifikan pada nilai kritis 10%, **signifikan pada nilai kritis 5%, ***signifikan pada nilai kritis 1%
35PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Jawa Tengah merupakan sentra produksi untuk
komoditas pangan, terutama hasil pertanian seperti
bawang merah, cabai merah, dan padi. Produksi beras
Jawa Tengah mencapai 15% dari total produksi beras
nasional. Sebagai sentra produksi, Jawa Tengah ikut
berpartisipasi dalam program presiden dalam rangka
mencapai swasembada pangan nasional, yaitu Upaya
Khusus Padi Jagung dan Kedelai (UPSUS PAJALE). Untuk
komoditas bawang dan cabai pun Jawa Tengah memiliki
porsi cukup besar, yaitu sebesar 42% dan 14% dari
produksi nasional.
Neraca Bahan Makanan (NBM) yang disusun oleh Badan
Ketahanan Pangan (BKP) menunjukkan bahwa Jawa
Tengah dalam kondisi surplus untuk semua jenis
komoditas bahan makanan, kecuali kedelai. Namun, di
tengah kondisi surplus ini, inflasi Jawa Tengah sering kali
disumbang oleh bahan makanan. Berdasarkan hasil
pemetaan yang memperhitungkan andil dan intensitas
komoditas dalam menyumbang inflasi, beras menjadi
komoditas dengan andil terbesar dan intensitas tertinggi
dalam menyumbang inflasi. Selain itu, bawang merah
dan cabai merah juga termasuk komoditas dengan andil
besar dan intensitas tinggi sebagai penyumbang inflasi.
Melihat grafik di bawah, inflasi tetap berfluktuasi tinggi
walaupun produksi memenuhi kebutuhan.
SUPLEMEN III KETAHANAN PANGAN JAWA TENGAH
PADI
JAGUNG
KEDELAI
K. TANAH
K. HIJAU
UBI KAYU
UBI JALAR
GULA
DAGING
TELUR
SUSU
IKAN
KOMODITI
9.648.104
3.051.516
125.467
120.158
96.219
3.977.810
179.393
419.419
266.191
277.078
107.361
619.044
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, April 2015
Produksi(ton)
5.732.400
2.715.849
118.767
103.925
89.484
3.813.526
157.866
415.309
252.881
271.398
90.505
600.472
Penyediaan(ton)
3.226.641
49.897
339.296
3.326
6.653
209.565
33.264
345.949
186.280
199.586
69.855
309.358
Kebutuhan(ton)
2.505.759
2.665.953
-220.529
100.598
82.831
3.603.961
124.602
69.360
66.601
71.812
20.650
291.114
Surplus/Defisit(ton)
Tabel 1. Neraca Bahan Makanan Jawa Tengah (ASEM 2014)
Grafik 2. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Bahan Makanan Grafik 3. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Bahan Makanan
Grafik 1. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Beras
36 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Tingginya inflasi ini mengindikasikan adanya masalah
lain di luar produksi yang memengaruhi ketersediaan
dan keterjangkauan bahan pangan tersebut. Salah satu
masalah yang dihadapi adalah tingginya hasil produksi
Jawa Tengah yang disalurkan ke luar daerah. Kemudian,
masalah distribusi juga turut menyumbang kenaikan
harga. Permasalahan distribusi yang dihadapi antara lain
rantai distribusi yang relatif panjang, dan terbatasnya
infrastruktur antara sentra produksi ke konsumen. Di
samping itu, ketersediaan gudang atau cold storage
yang belum optimal juga menghambat keberlanjutan
ketersediaan pangan, terutama pada saat musim tanam.
Di sisi kelembagaan, untuk komoditas selain beras, tidak
adanya lembaga penyangga sehingga lonjakan harga
lebih sulit dikendalikan.
Sebagaimana diketahui, dampak dari tinggi rendahnya
harga pangan dan volatil itasnya bukan hanya
berdampak dar i s is i stabi l i tas makroekonomi
(pengendalian inflasi), namun lebih penting adalah
menyangkut kesejahteraan rakyat baik, dari level
produsen (petani) dan di level konsumen (masyarakat).
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan kerja sama
antara Bank Indonesia, pemerintah daerah, dan instansi
terkait dalam menjaga ketahanan pangan. Beberapa
rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan pangan
antara lain: (i) pembangunan infrastruktur untuk
meningkatkan konektivitas; (ii) pengembangan
manajemen, sarana dan sistem informasi stok; (iii)
memperkuat lembaga penyangga; (iv) merancang pola
kerja sama antar daerah dalam memenuhi ketersediaan
pangan.
SUPLEMEN III
37PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Jawa Tengah merupakan sentra produksi untuk
komoditas pangan, terutama hasil pertanian seperti
bawang merah, cabai merah, dan padi. Produksi beras
Jawa Tengah mencapai 15% dari total produksi beras
nasional. Sebagai sentra produksi, Jawa Tengah ikut
berpartisipasi dalam program presiden dalam rangka
mencapai swasembada pangan nasional, yaitu Upaya
Khusus Padi Jagung dan Kedelai (UPSUS PAJALE). Untuk
komoditas bawang dan cabai pun Jawa Tengah memiliki
porsi cukup besar, yaitu sebesar 42% dan 14% dari
produksi nasional.
Neraca Bahan Makanan (NBM) yang disusun oleh Badan
Ketahanan Pangan (BKP) menunjukkan bahwa Jawa
Tengah dalam kondisi surplus untuk semua jenis
komoditas bahan makanan, kecuali kedelai. Namun, di
tengah kondisi surplus ini, inflasi Jawa Tengah sering kali
disumbang oleh bahan makanan. Berdasarkan hasil
pemetaan yang memperhitungkan andil dan intensitas
komoditas dalam menyumbang inflasi, beras menjadi
komoditas dengan andil terbesar dan intensitas tertinggi
dalam menyumbang inflasi. Selain itu, bawang merah
dan cabai merah juga termasuk komoditas dengan andil
besar dan intensitas tinggi sebagai penyumbang inflasi.
Melihat grafik di bawah, inflasi tetap berfluktuasi tinggi
walaupun produksi memenuhi kebutuhan.
SUPLEMEN III KETAHANAN PANGAN JAWA TENGAH
PADI
JAGUNG
KEDELAI
K. TANAH
K. HIJAU
UBI KAYU
UBI JALAR
GULA
DAGING
TELUR
SUSU
IKAN
KOMODITI
9.648.104
3.051.516
125.467
120.158
96.219
3.977.810
179.393
419.419
266.191
277.078
107.361
619.044
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, April 2015
Produksi(ton)
5.732.400
2.715.849
118.767
103.925
89.484
3.813.526
157.866
415.309
252.881
271.398
90.505
600.472
Penyediaan(ton)
3.226.641
49.897
339.296
3.326
6.653
209.565
33.264
345.949
186.280
199.586
69.855
309.358
Kebutuhan(ton)
2.505.759
2.665.953
-220.529
100.598
82.831
3.603.961
124.602
69.360
66.601
71.812
20.650
291.114
Surplus/Defisit(ton)
Tabel 1. Neraca Bahan Makanan Jawa Tengah (ASEM 2014)
Grafik 2. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Bahan Makanan Grafik 3. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Bahan Makanan
Grafik 1. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Beras
36 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Tingginya inflasi ini mengindikasikan adanya masalah
lain di luar produksi yang memengaruhi ketersediaan
dan keterjangkauan bahan pangan tersebut. Salah satu
masalah yang dihadapi adalah tingginya hasil produksi
Jawa Tengah yang disalurkan ke luar daerah. Kemudian,
masalah distribusi juga turut menyumbang kenaikan
harga. Permasalahan distribusi yang dihadapi antara lain
rantai distribusi yang relatif panjang, dan terbatasnya
infrastruktur antara sentra produksi ke konsumen. Di
samping itu, ketersediaan gudang atau cold storage
yang belum optimal juga menghambat keberlanjutan
ketersediaan pangan, terutama pada saat musim tanam.
Di sisi kelembagaan, untuk komoditas selain beras, tidak
adanya lembaga penyangga sehingga lonjakan harga
lebih sulit dikendalikan.
Sebagaimana diketahui, dampak dari tinggi rendahnya
harga pangan dan volatil itasnya bukan hanya
berdampak dar i s is i stabi l i tas makroekonomi
(pengendalian inflasi), namun lebih penting adalah
menyangkut kesejahteraan rakyat baik, dari level
produsen (petani) dan di level konsumen (masyarakat).
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan kerja sama
antara Bank Indonesia, pemerintah daerah, dan instansi
terkait dalam menjaga ketahanan pangan. Beberapa
rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan pangan
antara lain: (i) pembangunan infrastruktur untuk
meningkatkan konektivitas; (ii) pengembangan
manajemen, sarana dan sistem informasi stok; (iii)
memperkuat lembaga penyangga; (iv) merancang pola
kerja sama antar daerah dalam memenuhi ketersediaan
pangan.
SUPLEMEN III
37PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan I 2015 masih tumbuh dengan baik.
Indikator utama perbankan yaitu aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh
meningkat. Sementara itu, kredit menunjukkan pertumbuhan meskipun
mengalami perlambatan.
Perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan aset dan pembiayaan
yang dihimpun. Meskipun demikian, DPK perbankan syariah mengalami
peningkatan.
Peran perbankan di Jawa Tengah dalam pengembangan UMKM dapat dikatakan
cukup signifikan. Hal ini terlihat dari meningkatnya pangsa dan pertumbuhan
kredit UMKM.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan I 2015 masih tumbuh dengan baik.
Indikator utama perbankan yaitu aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh
meningkat. Sementara itu, kredit menunjukkan pertumbuhan meskipun
mengalami perlambatan.
Perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan aset dan pembiayaan
yang dihimpun. Meskipun demikian, DPK perbankan syariah mengalami
peningkatan.
Peran perbankan di Jawa Tengah dalam pengembangan UMKM dapat dikatakan
cukup signifikan. Hal ini terlihat dari meningkatnya pangsa dan pertumbuhan
kredit UMKM.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
Secara umum, indikator utama kinerja perbankan
di Jawa Tengah tumbuh relatif baik (Grafik 3.2).
Secara tahunan, total aset tumbuh meningkat pada
triwulan I 2015 sebesar 13,13% (yoy), setelah
sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 11,91% (yoy).
Total aset bank umum tercatat sebesar Rp260,54 triliun.
Pertumbuhan aset ini berada di bawah nasional yang
mencatatkan angka sebesar 16,65% (yoy) pada
triwulan laporan.
Sejalan dengan peningkatan aset, pertumbuhan
dana pihak ketiga (DPK) juga turut meningkat.
Pada triwulan I 2015, DPK tumbuh 14,44% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
12,38% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
mencapai Rp193,10 triliun. Komposisi DPK relatif sama
dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi
utama berupa tabungan (47,77%), diikuti oleh
deposito (36,42%) dan giro (15,81%). Dibandingkan
dengan nasional yang tumbuh sebesar 16,04% (yoy),
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah memiliki laju
pertumbuhan tahunan yang lebih rendah.
Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran
kredit tumbuh melambat. Kredit perbankan pada
triwulan laporan tumbuh 11,37% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
12,19% (yoy). Total kredit pada triwulan I 2015 sebesar
Rp198,84 triliun. Pertumbuhan kredit pada triwulan
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 6.
6 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
laporan relatif sama dengan pertumbuhan kredit
nasional yang tercatat sebesar 11,38% (yoy).
Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan DPK menyebabkan loan to deposit
ratio (LDR) mengalami penurunan. LDR pada
triwulan laporan tercatat sebesar 102,97%, turun dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 105,33%. Angka
LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang
sebesar 88,45%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
cenderung menurun dibandingkan tr iwulan
sebelumnya. Pada triwulan I 2015, non-performing
loan (NPL) berada pada level 2,47%. Angka ini
mengalami kenaikan dibandingkan tr iwulan
sebelumnya yang sebesar 2,23%. Tingkat NPL kredit di
Jawa Tengah ini lebih tinggi dibandingkan nasional
yang sebesar 2,38%.
41PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah
kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.357
unit menurun dari triwulan IV 2014 yang sebanyak
3.479 unit. Penurunan terutama terjadi pada kelompok
bank pemerintah. Pada kelompok tersebut, kantor
cabang pembantu menurun menjadi 1.619 unit, dari
sebelumnya 1.784 unit pada triwulan IV 2014.
3.2. Perkembangan Bank Umum
Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.1.
ASET KREDIT DPK
RP TRILIUN
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
0
50
100
150
200
250
300
Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2.
% YOY %
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)
Secara umum, indikator utama kinerja perbankan
di Jawa Tengah tumbuh relatif baik (Grafik 3.2).
Secara tahunan, total aset tumbuh meningkat pada
triwulan I 2015 sebesar 13,13% (yoy), setelah
sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 11,91% (yoy).
Total aset bank umum tercatat sebesar Rp260,54 triliun.
Pertumbuhan aset ini berada di bawah nasional yang
mencatatkan angka sebesar 16,65% (yoy) pada
triwulan laporan.
Sejalan dengan peningkatan aset, pertumbuhan
dana pihak ketiga (DPK) juga turut meningkat.
Pada triwulan I 2015, DPK tumbuh 14,44% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
12,38% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
mencapai Rp193,10 triliun. Komposisi DPK relatif sama
dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi
utama berupa tabungan (47,77%), diikuti oleh
deposito (36,42%) dan giro (15,81%). Dibandingkan
dengan nasional yang tumbuh sebesar 16,04% (yoy),
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah memiliki laju
pertumbuhan tahunan yang lebih rendah.
Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran
kredit tumbuh melambat. Kredit perbankan pada
triwulan laporan tumbuh 11,37% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
12,19% (yoy). Total kredit pada triwulan I 2015 sebesar
Rp198,84 triliun. Pertumbuhan kredit pada triwulan
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 6.
6 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
laporan relatif sama dengan pertumbuhan kredit
nasional yang tercatat sebesar 11,38% (yoy).
Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan DPK menyebabkan loan to deposit
ratio (LDR) mengalami penurunan. LDR pada
triwulan laporan tercatat sebesar 102,97%, turun dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 105,33%. Angka
LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang
sebesar 88,45%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit
cenderung menurun dibandingkan tr iwulan
sebelumnya. Pada triwulan I 2015, non-performing
loan (NPL) berada pada level 2,47%. Angka ini
mengalami kenaikan dibandingkan tr iwulan
sebelumnya yang sebesar 2,23%. Tingkat NPL kredit di
Jawa Tengah ini lebih tinggi dibandingkan nasional
yang sebesar 2,38%.
41PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah
kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.357
unit menurun dari triwulan IV 2014 yang sebanyak
3.479 unit. Penurunan terutama terjadi pada kelompok
bank pemerintah. Pada kelompok tersebut, kantor
cabang pembantu menurun menjadi 1.619 unit, dari
sebelumnya 1.784 unit pada triwulan IV 2014.
3.2. Perkembangan Bank Umum
Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.1.
ASET KREDIT DPK
RP TRILIUN
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
0
50
100
150
200
250
300
Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2.
% YOY %
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
Jumlah Kantor Bank Umum
KETERANGAN
I II III IV I II
2012 2013
Bank Pemerintah
Kantor Pusat
Kantor Cabang1)Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Pemerintah Daerah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Asing dan Bank Campuran
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Swasta Nasional
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
III IV
Bank Konvensional
Jumlah Bank Umum
jumlah Bank (Kantor Pusat)
I
2014
II III IV
51
2
3,382
2,149
-
79
1,853
217
248
1
40
93
114
964
1
166
682
115
21
16
4
1
51
2
3,500
2,159
-
79
1,857
223
250
1
40
93
116
1,070
1
168
774
127
21
16
4
1
51
2
3,615
2,174
-
79
1,875
220
252
1
41
93
117
1,168
1
171
855
141
21
16
4
1
51
2
3,637
2,184
-
79
1,881
224
256
1
41
95
119
1,176
1
180
850
145
21
16
4
1
51
2
3,677
2,201
-
80
1,897
224
273
1
41
103
128
1,182
1
181
864
136
21
16
4
1
51
2
3,635
2,156
-
80
1,855
221
276
1
41
104
130
1,182
1
184
865
132
21
16
4
1
53
2
3,695
2,203
-
80
1,872
251
278
1
42
105
130
1,192
1
184
872
135
22
-
15
6
1
53
2
3,754
2,258
-
80
1,872
306
282
1
42
106
133
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
I
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
2015
Penurunan juga terjadi pada kelompok bank
swasta nasional, dalam bentuk kantor cabang
pembantu. Pada triwulan laporan, kantor cabang
pembantu turun dari 828 unit menjadi 813 unit. Di sisi
lain, kelompok bank pemerintah daerah mengalami
kenaikan tipis yang utamanya didorong oleh kenaikan
kantor cabang pembantu dari 114 unit menjadi 117
unit. Sedangkan, kelompok bank asing dan campuran
tidak mengalami perubahan.
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPKPertumbuhan DPK meningkat dalam bentuk tabungan
dan giro. Mengingat porsinya yang besar, peningkatan
DPK dalam bentuk tabungan turut mendorong
peningkatan DPK secara keseluruhan (Grafik 3.3 dan
Grafik 3.4). Komponen tabungan pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 8,14% (yoy), setelah
sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 7,73% (yoy)
pada triwulan IV 2014. Komponen giro tumbuh tinggi
sebesar 21,66% (yoy), dari triwulan lalu yang sebesar
4,66% (yoy).
Sementara itu, komponen DPK dalam bentuk
deposito tumbuh melambat. Pertumbuhan deposito
pada triwulan laporan sebesar 20,54% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 23,76% (yoy). Ditinjau dari golongan nasabah,
DPK kelompok penduduk didominasi oleh nasabah
sektor swasta dengan komposisi 86,63%, sedangkan
nasabah sektor pemerintah sebesar 13,30%.
Sementara itu, pangsa DPK kelompok non-penduduk
hanya sebesar 0,07%.
DPK nasabah sektor swasta juga menunjukkan
peningkatan. Pada triwulan I 2015, DPK nasabah
sektor swasta tumbuh sebesar 14,52% (yoy), membaik
dari triwulan sebelumnya sebesar 13,95% (yoy).
Apabila dilihat lebih mendalam, peningkatan ini
utamanya disumbangkan oleh meningkatnya DPK
nasabah Bukan Lembaga Keuangan yang tumbuh
31,68% (yoy), dari sebelumnya 22,74% (yoy).
Sementara itu, DPK nasabah perseorangan yang
memiliki kontribusi besar (73,36%) tumbuh sedikit
melambat pada triwulan laporan, yaitu 12,89% (yoy)
dari sebelumnya 13,32% (yoy) pada triwulan IV 2014.
Begitu pula dengan penghimpunan DPK sektor
pemerintah yang tumbuh membaik. DPK sektor
pemerintah meningkat sebesar 13,96% (yoy), setelah
sebelumnya mencatatkan pertumbuhan negatif
sebesar 3,49% (yoy). Peningkatan ini utamanya
disumbangkan oleh meningkatnya pertumbuhan DPK
42 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 % YOY
Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4.
%YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIROGIRO TABUNGAN DEPOSITO
Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3.
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
dengan pangsa 35,26% dari total kredit. Sektor utama
daerah lainnya, yaitu industri pengolahan, juga
memiliki pangsa signifikan sebesar 18,30%. Sementara
itu, sektor pertanian memiliki pangsa sebesar 3,18%.
Kontribusi dunia perbankan terhadap perekonomian
ditunjukkan dengan penyaluran kredit di sektor
ekonomi utama daerah, yaitu sektor Industri
Pengolahan, sektor Pertanian, serta sektor PHR (Grafik
3.5). Pertumbuhan kredit sektor Pertanian melambat
menjadi 18,19% (yoy) pada triwulan laporan, dari
sebelumnya 19,69% (yoy). Begitu pula dengan sektor
PHR yang melambat sebesar 13,71% (yoy), setelah
sebelumnya tumbuh 15,40% (yoy). Perlambatan ini
sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi
subsektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor yang turun pada triwulan I
2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sedangkan kredit pada sektor Industri Pengolahan
tumbuh meningkat sebesar 23,73% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
21,35% (yoy).
nasabah Badan-Badan dan Lembaga Pemerintah serta
nasabah Pemda. DPK nasabah Badan-Badan dan
Lembaga Pemerintah tercatat tumbuh 37,49% (yoy)
pada triwulan laporan, dari sebelumnya 16,68% (yoy),
sedangkan DPK nasabah Pemda tercatat tumbuh
31,88% (yoy) dari sebelumnya 16,42% (yoy).
Pertumbuhan ini tidak terlepas dari adanya realisasi
pendapatan Pemda yang tumbuh meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
3.2.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit tercatat melambat.
Kredit bank umum melambat menjadi 11,37% dari
tr iwulan sebelumnya sebesar 12,19% (yoy).
Melambatnya kredit ini diperkirakan akibat dari
per lambatan ekonomi d i t r iwulan laporan.
Pertumbuhan perekonomian daerah di triwulan
laporan melambat dari 6,16% (yoy) di triwulan IV
menjadi 5,54% (yoy) di triwulan I 2015.
Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit
perbankan Jawa Tengah masih didominasi oleh
sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)
Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5.
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
% YOY
-
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
43PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Pertumbuhan Tahunan KreditBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6.
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
Jumlah Kantor Bank Umum
KETERANGAN
I II III IV I II
2012 2013
Bank Pemerintah
Kantor Pusat
Kantor Cabang1)Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Pemerintah Daerah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Asing dan Bank Campuran
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
Bank Swasta Nasional
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
III IV
Bank Konvensional
Jumlah Bank Umum
jumlah Bank (Kantor Pusat)
I
2014
II III IV
51
2
3,382
2,149
-
79
1,853
217
248
1
40
93
114
964
1
166
682
115
21
16
4
1
51
2
3,500
2,159
-
79
1,857
223
250
1
40
93
116
1,070
1
168
774
127
21
16
4
1
51
2
3,615
2,174
-
79
1,875
220
252
1
41
93
117
1,168
1
171
855
141
21
16
4
1
51
2
3,637
2,184
-
79
1,881
224
256
1
41
95
119
1,176
1
180
850
145
21
16
4
1
51
2
3,677
2,201
-
80
1,897
224
273
1
41
103
128
1,182
1
181
864
136
21
16
4
1
51
2
3,635
2,156
-
80
1,855
221
276
1
41
104
130
1,182
1
184
865
132
21
16
4
1
53
2
3,695
2,203
-
80
1,872
251
278
1
42
105
130
1,192
1
184
872
135
22
-
15
6
1
53
2
3,754
2,258
-
80
1,872
306
282
1
42
106
133
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
I
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
2015
Penurunan juga terjadi pada kelompok bank
swasta nasional, dalam bentuk kantor cabang
pembantu. Pada triwulan laporan, kantor cabang
pembantu turun dari 828 unit menjadi 813 unit. Di sisi
lain, kelompok bank pemerintah daerah mengalami
kenaikan tipis yang utamanya didorong oleh kenaikan
kantor cabang pembantu dari 114 unit menjadi 117
unit. Sedangkan, kelompok bank asing dan campuran
tidak mengalami perubahan.
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPKPertumbuhan DPK meningkat dalam bentuk tabungan
dan giro. Mengingat porsinya yang besar, peningkatan
DPK dalam bentuk tabungan turut mendorong
peningkatan DPK secara keseluruhan (Grafik 3.3 dan
Grafik 3.4). Komponen tabungan pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 8,14% (yoy), setelah
sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 7,73% (yoy)
pada triwulan IV 2014. Komponen giro tumbuh tinggi
sebesar 21,66% (yoy), dari triwulan lalu yang sebesar
4,66% (yoy).
Sementara itu, komponen DPK dalam bentuk
deposito tumbuh melambat. Pertumbuhan deposito
pada triwulan laporan sebesar 20,54% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 23,76% (yoy). Ditinjau dari golongan nasabah,
DPK kelompok penduduk didominasi oleh nasabah
sektor swasta dengan komposisi 86,63%, sedangkan
nasabah sektor pemerintah sebesar 13,30%.
Sementara itu, pangsa DPK kelompok non-penduduk
hanya sebesar 0,07%.
DPK nasabah sektor swasta juga menunjukkan
peningkatan. Pada triwulan I 2015, DPK nasabah
sektor swasta tumbuh sebesar 14,52% (yoy), membaik
dari triwulan sebelumnya sebesar 13,95% (yoy).
Apabila dilihat lebih mendalam, peningkatan ini
utamanya disumbangkan oleh meningkatnya DPK
nasabah Bukan Lembaga Keuangan yang tumbuh
31,68% (yoy), dari sebelumnya 22,74% (yoy).
Sementara itu, DPK nasabah perseorangan yang
memiliki kontribusi besar (73,36%) tumbuh sedikit
melambat pada triwulan laporan, yaitu 12,89% (yoy)
dari sebelumnya 13,32% (yoy) pada triwulan IV 2014.
Begitu pula dengan penghimpunan DPK sektor
pemerintah yang tumbuh membaik. DPK sektor
pemerintah meningkat sebesar 13,96% (yoy), setelah
sebelumnya mencatatkan pertumbuhan negatif
sebesar 3,49% (yoy). Peningkatan ini utamanya
disumbangkan oleh meningkatnya pertumbuhan DPK
42 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 % YOY
Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4.
%YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIROGIRO TABUNGAN DEPOSITO
Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3.
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
dengan pangsa 35,26% dari total kredit. Sektor utama
daerah lainnya, yaitu industri pengolahan, juga
memiliki pangsa signifikan sebesar 18,30%. Sementara
itu, sektor pertanian memiliki pangsa sebesar 3,18%.
Kontribusi dunia perbankan terhadap perekonomian
ditunjukkan dengan penyaluran kredit di sektor
ekonomi utama daerah, yaitu sektor Industri
Pengolahan, sektor Pertanian, serta sektor PHR (Grafik
3.5). Pertumbuhan kredit sektor Pertanian melambat
menjadi 18,19% (yoy) pada triwulan laporan, dari
sebelumnya 19,69% (yoy). Begitu pula dengan sektor
PHR yang melambat sebesar 13,71% (yoy), setelah
sebelumnya tumbuh 15,40% (yoy). Perlambatan ini
sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi
subsektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor yang turun pada triwulan I
2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sedangkan kredit pada sektor Industri Pengolahan
tumbuh meningkat sebesar 23,73% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
21,35% (yoy).
nasabah Badan-Badan dan Lembaga Pemerintah serta
nasabah Pemda. DPK nasabah Badan-Badan dan
Lembaga Pemerintah tercatat tumbuh 37,49% (yoy)
pada triwulan laporan, dari sebelumnya 16,68% (yoy),
sedangkan DPK nasabah Pemda tercatat tumbuh
31,88% (yoy) dari sebelumnya 16,42% (yoy).
Pertumbuhan ini tidak terlepas dari adanya realisasi
pendapatan Pemda yang tumbuh meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
3.2.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit tercatat melambat.
Kredit bank umum melambat menjadi 11,37% dari
tr iwulan sebelumnya sebesar 12,19% (yoy).
Melambatnya kredit ini diperkirakan akibat dari
per lambatan ekonomi d i t r iwulan laporan.
Pertumbuhan perekonomian daerah di triwulan
laporan melambat dari 6,16% (yoy) di triwulan IV
menjadi 5,54% (yoy) di triwulan I 2015.
Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit
perbankan Jawa Tengah masih didominasi oleh
sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)
Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5.
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
% YOY
-
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
43PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Pertumbuhan Tahunan KreditBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8.
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
0
20
40
60
80
100
120
Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7.
PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI
Rp Triliun
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan
terjadi pada kredit modal kerja dan kredit
investasi, sedangkan kredit konsumsi cenderung
meningkat. Kredit modal kerja tumbuh melambat
14,42%, setelah tumbuh 15,18% pada triwulan IV
2014. Melihat pangsa kredit modal kerja yang
dominan, yakni 53,72%, perlambatan ini merupakan
penyumbang utama dalam melambatnya kredit
berdasarkan penggunaan. Sementara itu, kredit
investasi dengan pangsa sebesar 14,47% tumbuh
6,90%(yoy) melambat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 13,50% (yoy). Sedangkan pada
periode laporan kredit konsumsi dengan pangsa
31,82% tumbuh 8,53% (yoy) meningkat dari triwulan
lalu yang tumbuh sebesar 6,91% (yoy).
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Suku bunga simpanan dalam bentuk giro
meningkat sebesar 2,85% dari sebelumnya yang
sebesar 2,23%. Peningkatan suku bunga ini terindikasi
sebagai penyebab peningkatan DPK dalam bentuk giro.
Sementara itu, suku bunga simpanan dalam bentuk
tabungan menurun ke level 1,72% dari level 1,74%.
Begitu pula dengan suku bunga simpanan dalam
bentuk deposito, mengalami penurunan menjadi
7,82% dari 7,87%. Apabila ditinjau berdasarkan
waktunya, penurunan suku bunga deposito terjadi
pada deposito dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan,
dan tenor lebih dari 36 bulan.
Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan
penggunaan relatif stabil. Pada triwulan laporan,
suku bunga kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi
masing-masing sebesar 13,23%, 13,25%, dan
13 ,02%. Angka in i t idak banyak berubah
dibandingkan triwulan IV 2014 yang masing-masing
sebesar 13,22%, 13,28%, dan 12,99%.
Berdasarkan sektor utama, tingkat suku bunga juga
relatif stabil. Pada triwulan I 2015, suku bunga kredit
PHR tercatat sebesar 13,91%, sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
13,94%. Begitu pula pada sektor industri pengolahan
tingkat suku bunga kredit berada pada level 11,78%,
naik tipis dibandingkan sebelumnya yang sebesar
11,70%. Sementara itu, suku bunga kredit di sektor
pertanian tercatat sebesar 12,84%, meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 12,68%.
44 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
dan 6,26%. Begitu pula dengan kualitas kredit
konsumsi yang turun, tercermin dari rasio NPL yang
naik ke angka 1,16% dari 1,04% di triwulan IV 2014.
Sejalan dengan itu, kualitas kredit investasi pun
mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang
juga meningkat menjadi 3,85% dari 3,50%. Apabila
dilihat secara sektoral, tingginya kredit investasi ini
utamanya disumbangkan oleh tingginya NPL sektor
pertambangan dan penggalian dengan tingkat NPL
11,06%, sektor transportasi, pergudangan, dan
komunikasi dengan tingkat NPL 7,74%, serta
perdagangan besar dan eceran dengan tingkat NPL
5,26%. Mengingat tingginya nominal NPL kredit
investasi dibandingkan dengan kredit modal kerja atau
kredit investasi, perlu diperhatikan tingkat risiko
kegagalan pembayaran debitur untuk jenis kredit
tersebut.
Meskipun mengalami peningkatan NPL, kualitas
kredit sektor utama Jawa Tengah relatif masih
terjaga. Hal ini terlihat dari nilai rasio NPL yang berada
di bawah level indikatif yang dipersyaratkan. NPL pada
sektor PHR tercatat sebesar 3,35%, naik dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar 3,06%. Begitu pula dengan
sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang
naik menjadi 2,64% dan 2,16%, setelah sebelumnya
mencatatkan angka NPL sebesar 2,47% dan 1,93%.
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
Meskipun sedikit menurun, kualitas kredit mampu
terjaga dengan baik. Non Performing Loan (NPL)
kredit yang disalurkan perbankan Jawa Tengah dapat
dipertahankan pada level yang rendah. Tingkat NPL
gross perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2015
sebesar 2,47%, sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,23%. Tingkat NPL
kredit di Jawa Tengah tercatat lebih t inggi
dibandingkan nasional yang sebesar 2,38%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kualitas kredit
modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari
rasio NPL yang meningkat menjadi 2,89% dari 2,58%
di triwulan sebelumnya. Apabila ditinjau secara
sektoral, NPL kredit modal kerja untuk sektor
pertambangan dan penggalian mencatatkan angka
yang tinggi, dengan masing-masing sebesar 6,59%
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11.
12
13
14
15 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10.
% %
5
6
7
8
9
1.5
2
2.5
3
3.5
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
45PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9
53.27%31.82%14.47%
MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8.
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
0
20
40
60
80
100
120
Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7.
PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI
Rp Triliun
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan
terjadi pada kredit modal kerja dan kredit
investasi, sedangkan kredit konsumsi cenderung
meningkat. Kredit modal kerja tumbuh melambat
14,42%, setelah tumbuh 15,18% pada triwulan IV
2014. Melihat pangsa kredit modal kerja yang
dominan, yakni 53,72%, perlambatan ini merupakan
penyumbang utama dalam melambatnya kredit
berdasarkan penggunaan. Sementara itu, kredit
investasi dengan pangsa sebesar 14,47% tumbuh
6,90%(yoy) melambat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 13,50% (yoy). Sedangkan pada
periode laporan kredit konsumsi dengan pangsa
31,82% tumbuh 8,53% (yoy) meningkat dari triwulan
lalu yang tumbuh sebesar 6,91% (yoy).
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Suku bunga simpanan dalam bentuk giro
meningkat sebesar 2,85% dari sebelumnya yang
sebesar 2,23%. Peningkatan suku bunga ini terindikasi
sebagai penyebab peningkatan DPK dalam bentuk giro.
Sementara itu, suku bunga simpanan dalam bentuk
tabungan menurun ke level 1,72% dari level 1,74%.
Begitu pula dengan suku bunga simpanan dalam
bentuk deposito, mengalami penurunan menjadi
7,82% dari 7,87%. Apabila ditinjau berdasarkan
waktunya, penurunan suku bunga deposito terjadi
pada deposito dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan,
dan tenor lebih dari 36 bulan.
Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan
penggunaan relatif stabil. Pada triwulan laporan,
suku bunga kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi
masing-masing sebesar 13,23%, 13,25%, dan
13 ,02%. Angka in i t idak banyak berubah
dibandingkan triwulan IV 2014 yang masing-masing
sebesar 13,22%, 13,28%, dan 12,99%.
Berdasarkan sektor utama, tingkat suku bunga juga
relatif stabil. Pada triwulan I 2015, suku bunga kredit
PHR tercatat sebesar 13,91%, sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
13,94%. Begitu pula pada sektor industri pengolahan
tingkat suku bunga kredit berada pada level 11,78%,
naik tipis dibandingkan sebelumnya yang sebesar
11,70%. Sementara itu, suku bunga kredit di sektor
pertanian tercatat sebesar 12,84%, meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 12,68%.
44 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
dan 6,26%. Begitu pula dengan kualitas kredit
konsumsi yang turun, tercermin dari rasio NPL yang
naik ke angka 1,16% dari 1,04% di triwulan IV 2014.
Sejalan dengan itu, kualitas kredit investasi pun
mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang
juga meningkat menjadi 3,85% dari 3,50%. Apabila
dilihat secara sektoral, tingginya kredit investasi ini
utamanya disumbangkan oleh tingginya NPL sektor
pertambangan dan penggalian dengan tingkat NPL
11,06%, sektor transportasi, pergudangan, dan
komunikasi dengan tingkat NPL 7,74%, serta
perdagangan besar dan eceran dengan tingkat NPL
5,26%. Mengingat tingginya nominal NPL kredit
investasi dibandingkan dengan kredit modal kerja atau
kredit investasi, perlu diperhatikan tingkat risiko
kegagalan pembayaran debitur untuk jenis kredit
tersebut.
Meskipun mengalami peningkatan NPL, kualitas
kredit sektor utama Jawa Tengah relatif masih
terjaga. Hal ini terlihat dari nilai rasio NPL yang berada
di bawah level indikatif yang dipersyaratkan. NPL pada
sektor PHR tercatat sebesar 3,35%, naik dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar 3,06%. Begitu pula dengan
sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang
naik menjadi 2,64% dan 2,16%, setelah sebelumnya
mencatatkan angka NPL sebesar 2,47% dan 1,93%.
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
Meskipun sedikit menurun, kualitas kredit mampu
terjaga dengan baik. Non Performing Loan (NPL)
kredit yang disalurkan perbankan Jawa Tengah dapat
dipertahankan pada level yang rendah. Tingkat NPL
gross perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2015
sebesar 2,47%, sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,23%. Tingkat NPL
kredit di Jawa Tengah tercatat lebih t inggi
dibandingkan nasional yang sebesar 2,38%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kualitas kredit
modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari
rasio NPL yang meningkat menjadi 2,89% dari 2,58%
di triwulan sebelumnya. Apabila ditinjau secara
sektoral, NPL kredit modal kerja untuk sektor
pertambangan dan penggalian mencatatkan angka
yang tinggi, dengan masing-masing sebesar 6,59%
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11.
12
13
14
15 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10.
% %
5
6
7
8
9
1.5
2
2.5
3
3.5
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
45PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9
53.27%31.82%14.47%
MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan industri syariah pada triwulan I
2015 di Jawa Tengah menunjukkan perlambatan.
Pertumbuhan aset perbankan syariah secara
keseluruhan mencatatkan pertumbuhan negatif
menjadi 9,21% (yoy), dari sebelumnya 16,69% (yoy)
pada triwulan IV 2014. Angka ini masih lebih baik
dibandingkan dengan pertumbuhan aset nasional yang
tercatat negatif sebesar -12,55% (yoy). Begitu pula
dengan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan
syariah mengalami perlambatan. Pada triwulan
laporan, pembiayaan tumbuh sebesar 12,02% (yoy),
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang sebesar 14,82% (yoy). Angka ini lebih rendah
dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang
sebesar 14,93% (yoy). Sementara itu, angka Financing
to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan I 2015 meningkat
ke level 114,90%, dari 110,66% di triwulan
sebelumnya. FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat
sebesar 94,66%.
Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14.
1,00
2,00
3,00
4,00 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI
NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL
Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13.
%
1
2
3
4
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN NPL NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHR NPLNPL KREDIT TOTAL
Pola pergerakan laju kredit tahunan terlihat
searah dengan pergerakan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Perlambatan ekonomi pada
triwulan laporan, menjadi 5,54% (yoy) dari sebelumnya
6,16% (yoy) ditengarai mendorong masyarakat untuk
menurunkan kredit dari sektor perbankan (Grafik 3.13).
Kondis i in i cukup menggambarkan per i laku
prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan Jawa
Tengah.
Sejalan dengan hal tersebut, terlihat adanya
perilaku kontra siklikal tingkat risiko kredit
dengan pertumbuhan ekonomi. Melambatnya
ekonomi Jawa Tengah ini menyebabkan semakin
meningkatnya risiko kegagalan pembayaran kredit
yang ditunjukkan oleh indikator NPL. Lebih jauh,
kebijakan moneter yang tepat menjadi penting,
mengingat keterhubungan antara stabilitas sistem
keuangan akan berdampak pada kondisi di sektor riil.
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
22.00
24.00
26.00
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan EkonomiJawa Tengah
1.50
1.70
1.90
2.10
2.30
2.50
2.70
2.90
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00 % YOY %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit danPertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
PDRB NPL - SKALA KANAN
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
46 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
PDRB NPL - SKALA KANAN
Di sis i lain, pertumbuhan DPK mencatatkan
peningkatan pada triwulan laporan. DPK tumbuh
sebesar 24,39% (yoy) pada triwulan laporan,
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang sebesar 21,78% (yoy). Angka ini lebih tinggi
dibandingkan laju pertumbuhan DPK nasional yang
sebesar 17,69% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan DPK ini diiringi dengan
pertumbuhan jaringan kantor yang meningkat. Pada
triwulan laporan, jaringan kantor perbankan
syariah meningkat menjadi 169 unit dari sebelumnya
154 unit di triwulan IV 2014. Namun demikian, jumlah
jaringan kantor Unit Usaha Syariah (UUS) mengalami
penurunan dari 53 unit di triwulan IV 2014 menjadi 32
unit di triwulan laporan. Sementara itu, jumlah kantor
BPR Syariah masih sama dengan triwulan sebelumnya,
yakni sebanyak 25 unit.
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan I 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah kepada
UMKM dapat dikatakan cukup besar, mencapai
40,71% dari total kredit yang diberikan, meningkat jika
dibandingkan pangsa triwulan IV 2014 yang sebesar
39,99%. Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh
di atas pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,98%.
Kredit UMKM tercatat tumbuh 15,45% (yoy) di
triwulan laporan, sedikit meningkat dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
15,13% (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan nasional sebesar 14,66% (yoy).
Sementara itu, risiko atas kredit pada sektor UMKM
mengalami kenaikan. NPL kredit UMKM di Jawa Tengah
pada periode laporan tercatat sebesar 3,57%, lebih
tinggi dari sebelumnya yang sebesar 3,25% (Grafik
3.18). NPL kredit UMKM Jawa Tengah ini lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang mencatatkan
angka sebesar 4,43%.
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM mayoritas ditujukan kepada sektor PHR
(66,01%), diikuti sektor industri pengolahan (10,13%),
dan sektor pertanian (6,04%). Kredit pada seluruh
sektor utama masih tumbuh pada level yang cukup
tinggi, meskipun terdapat perlambatan pada sektor
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
KETERANGAN
II III IV I II
2012 2013
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
JUMLAH KANTOR
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
7
147
47
23
23
8
152
49
23
23
8
156
49
23
23
8
158
51
23
23
9
160
59
24
24
III
9
165
61
24
24
IV
9
167
62
24
24
I
2014
9
167
62
24
24
II
9
175
60
24
24
III
10
178
58
24
24
IV
10
154
53
25
25
I
7
139
45
23
23
IV
10
169
32
25
25
2015
UNIT USAHA SYARIAH
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
BANK SYARIAH
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
0
10
20
30
0
10
20
30
40
50
60
70
80 % YOYRP TRILIUN
Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.17.
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
%RP TRILIUN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.18.
Sumber : Bank Indonesia
3.0
3.5
4.0
0
1
2
3
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN
47PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan industri syariah pada triwulan I
2015 di Jawa Tengah menunjukkan perlambatan.
Pertumbuhan aset perbankan syariah secara
keseluruhan mencatatkan pertumbuhan negatif
menjadi 9,21% (yoy), dari sebelumnya 16,69% (yoy)
pada triwulan IV 2014. Angka ini masih lebih baik
dibandingkan dengan pertumbuhan aset nasional yang
tercatat negatif sebesar -12,55% (yoy). Begitu pula
dengan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan
syariah mengalami perlambatan. Pada triwulan
laporan, pembiayaan tumbuh sebesar 12,02% (yoy),
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang sebesar 14,82% (yoy). Angka ini lebih rendah
dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang
sebesar 14,93% (yoy). Sementara itu, angka Financing
to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan I 2015 meningkat
ke level 114,90%, dari 110,66% di triwulan
sebelumnya. FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat
sebesar 94,66%.
Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14.
1,00
2,00
3,00
4,00 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI
NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL
Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13.
%
1
2
3
4
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN NPL NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHR NPLNPL KREDIT TOTAL
Pola pergerakan laju kredit tahunan terlihat
searah dengan pergerakan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Perlambatan ekonomi pada
triwulan laporan, menjadi 5,54% (yoy) dari sebelumnya
6,16% (yoy) ditengarai mendorong masyarakat untuk
menurunkan kredit dari sektor perbankan (Grafik 3.13).
Kondis i in i cukup menggambarkan per i laku
prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan Jawa
Tengah.
Sejalan dengan hal tersebut, terlihat adanya
perilaku kontra siklikal tingkat risiko kredit
dengan pertumbuhan ekonomi. Melambatnya
ekonomi Jawa Tengah ini menyebabkan semakin
meningkatnya risiko kegagalan pembayaran kredit
yang ditunjukkan oleh indikator NPL. Lebih jauh,
kebijakan moneter yang tepat menjadi penting,
mengingat keterhubungan antara stabilitas sistem
keuangan akan berdampak pada kondisi di sektor riil.
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
22.00
24.00
26.00
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan EkonomiJawa Tengah
1.50
1.70
1.90
2.10
2.30
2.50
2.70
2.90
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00 % YOY %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit danPertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
PDRB NPL - SKALA KANAN
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
46 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
PDRB NPL - SKALA KANAN
Di sis i lain, pertumbuhan DPK mencatatkan
peningkatan pada triwulan laporan. DPK tumbuh
sebesar 24,39% (yoy) pada triwulan laporan,
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang sebesar 21,78% (yoy). Angka ini lebih tinggi
dibandingkan laju pertumbuhan DPK nasional yang
sebesar 17,69% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan DPK ini diiringi dengan
pertumbuhan jaringan kantor yang meningkat. Pada
triwulan laporan, jaringan kantor perbankan
syariah meningkat menjadi 169 unit dari sebelumnya
154 unit di triwulan IV 2014. Namun demikian, jumlah
jaringan kantor Unit Usaha Syariah (UUS) mengalami
penurunan dari 53 unit di triwulan IV 2014 menjadi 32
unit di triwulan laporan. Sementara itu, jumlah kantor
BPR Syariah masih sama dengan triwulan sebelumnya,
yakni sebanyak 25 unit.
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan I 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah kepada
UMKM dapat dikatakan cukup besar, mencapai
40,71% dari total kredit yang diberikan, meningkat jika
dibandingkan pangsa triwulan IV 2014 yang sebesar
39,99%. Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh
di atas pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,98%.
Kredit UMKM tercatat tumbuh 15,45% (yoy) di
triwulan laporan, sedikit meningkat dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
15,13% (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan nasional sebesar 14,66% (yoy).
Sementara itu, risiko atas kredit pada sektor UMKM
mengalami kenaikan. NPL kredit UMKM di Jawa Tengah
pada periode laporan tercatat sebesar 3,57%, lebih
tinggi dari sebelumnya yang sebesar 3,25% (Grafik
3.18). NPL kredit UMKM Jawa Tengah ini lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang mencatatkan
angka sebesar 4,43%.
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM mayoritas ditujukan kepada sektor PHR
(66,01%), diikuti sektor industri pengolahan (10,13%),
dan sektor pertanian (6,04%). Kredit pada seluruh
sektor utama masih tumbuh pada level yang cukup
tinggi, meskipun terdapat perlambatan pada sektor
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
KETERANGAN
II III IV I II
2012 2013
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
JUMLAH KANTOR
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
7
147
47
23
23
8
152
49
23
23
8
156
49
23
23
8
158
51
23
23
9
160
59
24
24
III
9
165
61
24
24
IV
9
167
62
24
24
I
2014
9
167
62
24
24
II
9
175
60
24
24
III
10
178
58
24
24
IV
10
154
53
25
25
I
7
139
45
23
23
IV
10
169
32
25
25
2015
UNIT USAHA SYARIAH
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
BANK SYARIAH
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
0
10
20
30
0
10
20
30
40
50
60
70
80 % YOYRP TRILIUN
Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.17.
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
%RP TRILIUN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.18.
Sumber : Bank Indonesia
3.0
3.5
4.0
0
1
2
3
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN
47PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
diberikan kepada UMKM. Sementara itu, 17,45% dari
total kredit UMKM berupa kredit investasi.
Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar
16,38% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 15,78% (yoy).
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 15,66% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi.
Di sisi lain, kredit investasi kredit investasi mengalami
perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan laporan,
kredit investasi pada sektor UMKM melambat sebesar
11,25% (yoy) dari sebelumnya 12,25% (yoy). Angka ini
lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat
sebesar 16,53% (yoy).
Hingga triwulan laporan, kredit kepada sektor
UMKM untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki angka NPL yang berada di bawah level
indikatif 5%. Meskipun demikian, NPL baik pada
kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada
triwulan IV 2014 ini mengalami peningkatan. NPL kredit
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.20.
1
2
3
4
5
6
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL KREDIT PHR
Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.19
Sumber : Bank Indonesia
% YOY
-10
20
50
80
110
140
170
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
pertanian. Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor
pertanian tercatat sebesar 22,64% (yoy), melambat
dari 24,66% (yoy) pada triwulan IV 2014. Sementara
itu, kredit pada UMKM sektor PHR tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 12,33% (yoy)
menjadi 13,36% (yoy). Begitu pula dengan kredit pada
UMKM sektor industri pengolahan yang meningkat
menjadi 22,26% (yoy) pada triwulan laporan, dari
sebelumnya 16,51% (yoy).
Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama
berada pada level aman. NPL kredit sektor pertanian
adalah 2,63%, sektor industri pengolahan 3,28%, dan
sektor PHR 3,66%. Nilai rasio NPL ini menurun untuk
industri pengolahan dengan NPL sebesar 3,52% pada
triwulan lalu. Di sisi lain, rasio NPL meningkat untuk
sektor pertanian dan PHR dengan masing-masing NPL
sebesar 2,30% dan 3,29% pada triwulan IV 2014.
Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit
kepada sektor UMKM mayoritas berupa kredit modal
kerja dengan porsi sekitar 82,55% dari total kredit yang
Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 3.21.
Sumber : Bank Indonesia
% YOYRP TRILIUN
0
10
20
30
40
50
60
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 3.22.
Sumber : Bank Indonesia
RP TRILIUN % YOY
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE NPL INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
2
3
4
5
-1
1
2
3
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
48 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
modal kerja meningkat menjadi 3,44% dari
sebelumnya sebesar 3,09%. Angka ini lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,52%.
Sementara itu, NPL kredit investasi tercatat sebesar
4,21%, meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu
yang sebesar 3,97%. Angka ini relatif sama dengan
t ingkat NPL nas ional yang sebesar 4,20%.
Aktivitas kliring pada triwulan I 2015 mengalami
penurunan d iband ingkan dengan t r iwu lan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.23). Penurunan aktivitas kliring Jawa Tengah
sejalan dengan menurunnya perputaran kliring
nasional. Rata-rata perputaran kliring harian dari sisi
nominal pada triwulan laporan turun sebesar 5,35%
(qtq) menjadi sebesar Rp551,41 miliar dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp582,59 miliar. Secara tahunan,
aktivitas kliring pada periode laporan tumbuh
melambat sebesar 3,99% (yoy) dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh
sebesar 5,31% (yoy). Sementara dari sisi volume, rata-
rata perputaran Data Keuangan Elektronik (DKE) yang
dikliringkan menunjukkan penurunan sebesar 1,69%
(qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu
dari 14.203 transaksi per hari menjadi 13.963 transaksi
per hari. Perkembangan tahunan volume DKE yang
dikliringkan pada triwulan laporan tercatat mengalami
Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.24.
320
300
280
260
240
12
11
10
9
8
7
6
Ribu LembarRp Miliar LEMBAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah
Grafik 3.23.
Sumber : Bank Indonesia
13
14
15
16
400
450
500
550
600 RIBU DKERP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
3.5. Perkembangan Transaksi Kliring dan BI-Real Time Gross Settlement
pertumbuhan negatif yang lebih rendah, yaitu sebesar
2,19% (yoy), dibandingkan dengan triwulan I 2014
yang mencatatkan kontraksi sebesar 5,06% (yoy).
Sama halnya dengan periode-periode sebelumnya,
perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh
transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan
cek dan bilyet giro. Dari sepuluh Penyelenggara Kliring
Lokal di Jawa Tengah, baik yang diselenggarakan oleh
BI maupun selain BI, transaksi perputaran kliring
terbesar adalah di kota-kota pusat perekonomian Jawa
Tengah yaitu Semarang, Solo, dan Purwokerto.
Penarikan cek dan bilyet giro kosong mengalami
penurunan dari sisi nominal pada periode laporan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik
3.24). Rata-rata cek dan bilyet giro (BG) kosong yang
dikliringkan per hari pada triwulan laporan turun
sebanyak 4,80% (qtq) menjadi Rp9,01 miliar dari
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp9,47 miliar.
Secara tahunan, nominal rata-rata penarikan cek/BG
kosong harian pada periode laporan mengalami
pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu sebesar
9,17% (yoy) dibanding dengan triwulan sebelumnya
yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,17%
(yoy). Akan tetapi dari sisi volume, rata-rata penarikan
cek/BG kosong meningkat 8,34% (qtq) dari 272 lembar
per hari pada triwulan IV 2014 menjadi 294 lembar per
hari pada periode laporan.
49PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
diberikan kepada UMKM. Sementara itu, 17,45% dari
total kredit UMKM berupa kredit investasi.
Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar
16,38% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 15,78% (yoy).
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 15,66% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi.
Di sisi lain, kredit investasi kredit investasi mengalami
perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan laporan,
kredit investasi pada sektor UMKM melambat sebesar
11,25% (yoy) dari sebelumnya 12,25% (yoy). Angka ini
lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat
sebesar 16,53% (yoy).
Hingga triwulan laporan, kredit kepada sektor
UMKM untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki angka NPL yang berada di bawah level
indikatif 5%. Meskipun demikian, NPL baik pada
kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada
triwulan IV 2014 ini mengalami peningkatan. NPL kredit
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.20.
1
2
3
4
5
6
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL KREDIT PHR
Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.19
Sumber : Bank Indonesia
% YOY
-10
20
50
80
110
140
170
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
pertanian. Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor
pertanian tercatat sebesar 22,64% (yoy), melambat
dari 24,66% (yoy) pada triwulan IV 2014. Sementara
itu, kredit pada UMKM sektor PHR tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 12,33% (yoy)
menjadi 13,36% (yoy). Begitu pula dengan kredit pada
UMKM sektor industri pengolahan yang meningkat
menjadi 22,26% (yoy) pada triwulan laporan, dari
sebelumnya 16,51% (yoy).
Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama
berada pada level aman. NPL kredit sektor pertanian
adalah 2,63%, sektor industri pengolahan 3,28%, dan
sektor PHR 3,66%. Nilai rasio NPL ini menurun untuk
industri pengolahan dengan NPL sebesar 3,52% pada
triwulan lalu. Di sisi lain, rasio NPL meningkat untuk
sektor pertanian dan PHR dengan masing-masing NPL
sebesar 2,30% dan 3,29% pada triwulan IV 2014.
Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit
kepada sektor UMKM mayoritas berupa kredit modal
kerja dengan porsi sekitar 82,55% dari total kredit yang
Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 3.21.
Sumber : Bank Indonesia
% YOYRP TRILIUN
0
10
20
30
40
50
60
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 3.22.
Sumber : Bank Indonesia
RP TRILIUN % YOY
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE NPL INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
2
3
4
5
-1
1
2
3
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
48 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
modal kerja meningkat menjadi 3,44% dari
sebelumnya sebesar 3,09%. Angka ini lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,52%.
Sementara itu, NPL kredit investasi tercatat sebesar
4,21%, meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu
yang sebesar 3,97%. Angka ini relatif sama dengan
t ingkat NPL nas ional yang sebesar 4,20%.
Aktivitas kliring pada triwulan I 2015 mengalami
penurunan d iband ingkan dengan t r iwu lan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.23). Penurunan aktivitas kliring Jawa Tengah
sejalan dengan menurunnya perputaran kliring
nasional. Rata-rata perputaran kliring harian dari sisi
nominal pada triwulan laporan turun sebesar 5,35%
(qtq) menjadi sebesar Rp551,41 miliar dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp582,59 miliar. Secara tahunan,
aktivitas kliring pada periode laporan tumbuh
melambat sebesar 3,99% (yoy) dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh
sebesar 5,31% (yoy). Sementara dari sisi volume, rata-
rata perputaran Data Keuangan Elektronik (DKE) yang
dikliringkan menunjukkan penurunan sebesar 1,69%
(qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu
dari 14.203 transaksi per hari menjadi 13.963 transaksi
per hari. Perkembangan tahunan volume DKE yang
dikliringkan pada triwulan laporan tercatat mengalami
Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.24.
320
300
280
260
240
12
11
10
9
8
7
6
Ribu LembarRp Miliar LEMBAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah
Grafik 3.23.
Sumber : Bank Indonesia
13
14
15
16
400
450
500
550
600 RIBU DKERP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
3.5. Perkembangan Transaksi Kliring dan BI-Real Time Gross Settlement
pertumbuhan negatif yang lebih rendah, yaitu sebesar
2,19% (yoy), dibandingkan dengan triwulan I 2014
yang mencatatkan kontraksi sebesar 5,06% (yoy).
Sama halnya dengan periode-periode sebelumnya,
perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh
transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan
cek dan bilyet giro. Dari sepuluh Penyelenggara Kliring
Lokal di Jawa Tengah, baik yang diselenggarakan oleh
BI maupun selain BI, transaksi perputaran kliring
terbesar adalah di kota-kota pusat perekonomian Jawa
Tengah yaitu Semarang, Solo, dan Purwokerto.
Penarikan cek dan bilyet giro kosong mengalami
penurunan dari sisi nominal pada periode laporan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik
3.24). Rata-rata cek dan bilyet giro (BG) kosong yang
dikliringkan per hari pada triwulan laporan turun
sebanyak 4,80% (qtq) menjadi Rp9,01 miliar dari
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp9,47 miliar.
Secara tahunan, nominal rata-rata penarikan cek/BG
kosong harian pada periode laporan mengalami
pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu sebesar
9,17% (yoy) dibanding dengan triwulan sebelumnya
yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,17%
(yoy). Akan tetapi dari sisi volume, rata-rata penarikan
cek/BG kosong meningkat 8,34% (qtq) dari 272 lembar
per hari pada triwulan IV 2014 menjadi 294 lembar per
hari pada periode laporan.
49PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan UsahaTriwulan I 2015
Grafik 3.25.
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
-
50
100
150
200
400
450
500
550
600%
RP MILIAR
NOMINAL RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIANSALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
BI-RTGS merupakan sistem pembayaran yang
diselenggarakan untuk memproses transaksi
pembayaran bernilai besar (transaksi yang lebih besar
dari Rp100 juta per transaksi) dan bersifat mendesak
antara lain transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB),
transaksi bursa saham, transaksi pemerintah, serta
settlement hasil kliring. Peningkatan nominal transaksi
RTGS pada periode laporan ini sejalan dengan
meningkatnya kinerja konsumsi masyarakat.
Sebaliknya, transaksi RTGS pada periode laporan
mengalami penurunan yang cukup tajam dari sisi
volume transaksi, yaitu sebesar 30,09% (qtq) menjadi
sebanyak 1.623 transaksi per hari dari triwulan
sebelumnya sebanyak 2.321 transaksi per hari.
Penurunan volume transaksi tersebut terjadi secara
merata pada transaksi transfer outgoing, incoming,
maupun transfer antardaerah di Jawa Tengah dengan
persentase penurunan masing-masing jenis transaksi
sebesar 31,37%, 30,05%, dan 23,96% (qtq).
Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI)
No.16/18/DPSP tanggal 28 November 2014 yang
mengatur mengenai pembatasan nilai nominal
transaksi melalui BI-RTGS tampaknya mulai direspons
pengguna sistem pembayaran sehingga terjadi
penurunan volume transaksi RTGS yang cukup
signifikan. Rata-rata volume transaksi RTGS pada
triwulan I selama tiga tahun terakhir berada pada
kisaran 2.388 transaksi per hari, sedangkan pada
Penurunan perputaran kliring pada triwulan I 2015
sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah. Melambatnya konsumsi pemerintah dan
konsumsi lembaga swasta nirlaba menjadi faktor
pendorong menurunnya perputaran kliring pada
periode laporan. Perlambatan ekonomi yang salah
satunya ditunjukkan dengan penurunan indikator rata-
rata Indeks Penjualan Riil dan Saldo Bersih Tertimbang
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada
triwulan laporan diperkirakan menjadi faktor yang
memengaruhi semakin sedikitnya penyelesaian
transaksi dengan Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) (Grafik 3.25).
Transaksi RTGS Jawa Tengah pada triwulan I 2015
mengalami peningkatan dari sisi nominal
transaksi (Grafik 3.26), sedangkan dari sisi volume
menunjukkan penurunan yang cukup tajam (Grafik
3.27). Dari sisi nominal transaksi, rata-rata harian
transaksi RTGS meningkat sebesar 5,48% (qtq) dari
triwulan IV 2014 sebesar Rp3.733,90 miliar. Kenaikan
nominal transaksi RTGS didukung oleh meningkatnya
nilai transaksi transfer outgoing RTGS dan transaksi
transfer antardaerah di Jawa Tengah sebesar 3,82%
(qtq) dan 28,75% (qtq) menjadi Rp1.766,36 miliar per
hari dan Rp714,24 miliar per hari dari triwulan
sebelumnya. Sementara nilai transaksi transfer
incoming RTGS menunjukkan penurunan sebesar
1,35% (qtq) menjadi Rp1.457,78 miliar per hari dari
triwulan IV 2014.
50 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGSJawa Tengah
Grafik 3.26.
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 %, YOYRP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
-
Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGSJawa Tengah
Grafik 3.27.
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
1
2
3 %, YOYRIBU TRANSAKSI
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
negatif yang lebih besar, yaitu 6,01% (yoy),
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 5,96%
(yoy). Pada triwulan I 2015, sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia rata-
rata melayani 15.586 transaksi dengan nilai
Rp4.489,80 miliar. Volume transaksi turun 5,68% (qtq),
sementara nominal transaksi mengalami kenaikan
4,02% (qtq) dibandingkan dengan tr iwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 16.525 transaksi
dengan nilai Rp4.316,48 miliar. Penurunan volume
penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang
diselenggarakan Bank Indonesia mengonfirmasi
perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I
2015, yang salah satunya ditunjukkan melalui
penurunan indikator Saldo Bersih Tertimbang hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU).
laporan tercatat lebih rendah, yaitu sebanyak 1.623
transaksi per hari. Meskipun demikian, kebijakan
tersebut tidak memengaruhi transaksi RTGS dari sisi
nominal yang tetap menunjukkan kenaikan. Selain itu,
kebijakan pembatasan nilai transaksi tersebut juga
tidak menyebabkan terjadinya shifting atau pergeseran
metode penyelesaian transaksi melalui SKNBI.
Secara keseluruhan, penggunaan sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia
mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan
dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Secara
tahunan, nominal penyelesaian transaksi melalui BI-
RTGS dan SKNBI tumbuh sebesar 13,22% (yoy),
mengalami perlambatan dibandingkan dengan
triwulan yang sama tahun 2014 dan 2013 yang
tumbuh sebesar 15,43% (yoy) dan 24,15% (yoy).
Perkembangan tahunan volume transaksi sistem
pembayaran nontunai menunjukkan pertumbuhan
Perkembangan Perputaran Transaksi Non Tunai danKegiatan Usaha Triwulan I 2015
Grafik 3.28.
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
RATA-RATA TRANSAKSI SP NON TUNAI JAWA TENGAH - VOLUMESALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
-
10
20
30
40
50
60
14,000
14,500
15,000
15,500
16,000
16,500
17,000
17,500
18,000
18,500 %TRANSAKSI
51PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan UsahaTriwulan I 2015
Grafik 3.25.
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
-
50
100
150
200
400
450
500
550
600%
RP MILIAR
NOMINAL RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIANSALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
BI-RTGS merupakan sistem pembayaran yang
diselenggarakan untuk memproses transaksi
pembayaran bernilai besar (transaksi yang lebih besar
dari Rp100 juta per transaksi) dan bersifat mendesak
antara lain transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB),
transaksi bursa saham, transaksi pemerintah, serta
settlement hasil kliring. Peningkatan nominal transaksi
RTGS pada periode laporan ini sejalan dengan
meningkatnya kinerja konsumsi masyarakat.
Sebaliknya, transaksi RTGS pada periode laporan
mengalami penurunan yang cukup tajam dari sisi
volume transaksi, yaitu sebesar 30,09% (qtq) menjadi
sebanyak 1.623 transaksi per hari dari triwulan
sebelumnya sebanyak 2.321 transaksi per hari.
Penurunan volume transaksi tersebut terjadi secara
merata pada transaksi transfer outgoing, incoming,
maupun transfer antardaerah di Jawa Tengah dengan
persentase penurunan masing-masing jenis transaksi
sebesar 31,37%, 30,05%, dan 23,96% (qtq).
Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI)
No.16/18/DPSP tanggal 28 November 2014 yang
mengatur mengenai pembatasan nilai nominal
transaksi melalui BI-RTGS tampaknya mulai direspons
pengguna sistem pembayaran sehingga terjadi
penurunan volume transaksi RTGS yang cukup
signifikan. Rata-rata volume transaksi RTGS pada
triwulan I selama tiga tahun terakhir berada pada
kisaran 2.388 transaksi per hari, sedangkan pada
Penurunan perputaran kliring pada triwulan I 2015
sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah. Melambatnya konsumsi pemerintah dan
konsumsi lembaga swasta nirlaba menjadi faktor
pendorong menurunnya perputaran kliring pada
periode laporan. Perlambatan ekonomi yang salah
satunya ditunjukkan dengan penurunan indikator rata-
rata Indeks Penjualan Riil dan Saldo Bersih Tertimbang
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada
triwulan laporan diperkirakan menjadi faktor yang
memengaruhi semakin sedikitnya penyelesaian
transaksi dengan Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) (Grafik 3.25).
Transaksi RTGS Jawa Tengah pada triwulan I 2015
mengalami peningkatan dari sisi nominal
transaksi (Grafik 3.26), sedangkan dari sisi volume
menunjukkan penurunan yang cukup tajam (Grafik
3.27). Dari sisi nominal transaksi, rata-rata harian
transaksi RTGS meningkat sebesar 5,48% (qtq) dari
triwulan IV 2014 sebesar Rp3.733,90 miliar. Kenaikan
nominal transaksi RTGS didukung oleh meningkatnya
nilai transaksi transfer outgoing RTGS dan transaksi
transfer antardaerah di Jawa Tengah sebesar 3,82%
(qtq) dan 28,75% (qtq) menjadi Rp1.766,36 miliar per
hari dan Rp714,24 miliar per hari dari triwulan
sebelumnya. Sementara nilai transaksi transfer
incoming RTGS menunjukkan penurunan sebesar
1,35% (qtq) menjadi Rp1.457,78 miliar per hari dari
triwulan IV 2014.
50 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGSJawa Tengah
Grafik 3.26.
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 %, YOYRP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
-
Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGSJawa Tengah
Grafik 3.27.
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
1
2
3 %, YOYRIBU TRANSAKSI
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
negatif yang lebih besar, yaitu 6,01% (yoy),
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 5,96%
(yoy). Pada triwulan I 2015, sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia rata-
rata melayani 15.586 transaksi dengan nilai
Rp4.489,80 miliar. Volume transaksi turun 5,68% (qtq),
sementara nominal transaksi mengalami kenaikan
4,02% (qtq) dibandingkan dengan tr iwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 16.525 transaksi
dengan nilai Rp4.316,48 miliar. Penurunan volume
penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang
diselenggarakan Bank Indonesia mengonfirmasi
perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I
2015, yang salah satunya ditunjukkan melalui
penurunan indikator Saldo Bersih Tertimbang hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU).
laporan tercatat lebih rendah, yaitu sebanyak 1.623
transaksi per hari. Meskipun demikian, kebijakan
tersebut tidak memengaruhi transaksi RTGS dari sisi
nominal yang tetap menunjukkan kenaikan. Selain itu,
kebijakan pembatasan nilai transaksi tersebut juga
tidak menyebabkan terjadinya shifting atau pergeseran
metode penyelesaian transaksi melalui SKNBI.
Secara keseluruhan, penggunaan sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia
mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan
dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Secara
tahunan, nominal penyelesaian transaksi melalui BI-
RTGS dan SKNBI tumbuh sebesar 13,22% (yoy),
mengalami perlambatan dibandingkan dengan
triwulan yang sama tahun 2014 dan 2013 yang
tumbuh sebesar 15,43% (yoy) dan 24,15% (yoy).
Perkembangan tahunan volume transaksi sistem
pembayaran nontunai menunjukkan pertumbuhan
Perkembangan Perputaran Transaksi Non Tunai danKegiatan Usaha Triwulan I 2015
Grafik 3.28.
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
RATA-RATA TRANSAKSI SP NON TUNAI JAWA TENGAH - VOLUMESALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
-
10
20
30
40
50
60
14,000
14,500
15,000
15,500
16,000
16,500
17,000
17,500
18,000
18,500 %TRANSAKSI
51PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
pemerintah daerah maupun swasta juga belum banyak
terealisasi di awal tahun sehingga posisi outflow uang
tunai mengalami penurunan di awal tahun. Posisi net
inflow uang tunai di Jawa Tengah juga tidak terlepas
dari karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi.
Sebagai basis produksi, aliran uang kartal dari daerah
lain masuk ke sistem perbankan di Jawa Tengah, yang
selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-kantor Bank
Indonesia di Jawa Tengah. Hal tersebut mendorong
posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif tinggi.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan
kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya
disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal
tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan I
2015, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(Grafik 3.30). Dilihat berdasarkan proporsinya terhadap
inflow, pada periode laporan persentase penarikan
uang lusuh adalah sebesar 27,94%, lebih rendah
dibandingkan dengan posisi triwulan IV 2014 sebesar
55,48%. Namun demikian, posisi tersebut relatif stabil
jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yaitu sebesar 24,18%.
Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa
Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,
KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada
triwulan I 2015 masih sama dengan pola pada periode-
periode sebelumnya, yaitu mencatatkan net inflow
(Grafik 3.29). Pada periode laporan, posisi net inflow
meningkat dari Rp9.202,15 miliar pada triwulan I 2014
menjadi Rp9.885,66 miliar, atau naik sebesar 7,43%
(yoy). Inflow pada triwulan laporan adalah sebesar
Rp13.171,16 miliar, lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp12.015,89 miliar (9,61%, qtq).
Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah
menunjukkan perlambatan dari tumbuh 1,33% (yoy)
pada tr iwulan IV 2014 menjadi mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 14,86% (yoy) pada
triwulan I 2015. Sedangkan data outflow tercatat turun
signifikan dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar
64,28% (qtq) menjadi Rp3.285,50 miliar pada periode
laporan. Perkembangan tahunan posisi outflow pada
triwulan ini juga tercatat menurun sebesar 47,59%
(yoy) dari triwulan IV 2014 yang mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 0,10% (yoy).
Sesuai dengan pola historisnya, posisi net inflow yang
dicatatkan pada triwulan I cenderung tinggi karena
terjadi peningkatan aliran uang masuk kembali dari
perbankan/masyarakat ke Bank Indonesia setelah
tingginya kebutuhan uang tunai di akhir tahun. Selain
itu, kebutuhan uang tunai untuk kegiatan konsumsi
3.6. Perkembangan Perkasan
Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang LusuhGrafik 3.30.
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
10
20
30
40
50
60
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000 %RP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia
INFLOW OUTFLOW NET
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 RP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Grafik 3.29.
52 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 10.000
Temuan Uang Palsu Berdasarkan LokasiGrafik 3.31.
upaya represif dilaksanakan melalui penanganan
dugaan tindak pidana uang rupiah bersama dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) selaku
instansi yang berwenang. Upaya represif penanganan
tindak pidana uang rupiah semakin diperkuat dengan
penandatanganan payung hukum berupa Pedoman
Kerja antara Bank Indonesia dengan Polri tentang Tata
Cara Pelaksanaan Penanganan Dugaan Pelanggaran
Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Dugaan
Tindak Pidana terhadap Uang Rupiah tanggal 20
November 2014. Kerja sama antara BI dengan Polri
yang diatur dalam Pedoman Kerja tersebut meliputi:
Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan I
2015 adalah sebanyak 5.465 lembar. Uang palsu yang
ditemukan di wilayah Jawa Tengah diperoleh antara lain
berasal dari klarifikasi uang yang diragukan keasliannya
dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui
loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang
dilaporkan ke Bank Indonesia. Apabila ditinjau
berdasarkan lokasi maka temuan uang palsu tertinggi
dijumpai di Semarang dan terendah di Purwokerto
(Grafik 3.31). Mayoritas uang palsu yang ditemukan di
Jawa Tengah merupakan pecahan 50.000 rupiah
(50,03%), diikuti pecahan 100.000 rupiah (45,25%),
dan 10.000 rupiah (2,20%) (Grafik 3.32).
Dalam rangka menanggulangi dugaan tindak pidana
terhadap uang rupiah, salah satunya terkait dengan
pemalsuan uang rupiah, Bank Indonesia melakukan
penanggulangan yang bersifat preventif maupun
rep re s i f be r sama dengan in s tans i t e rka i t .
Penanggulangan yang bersifat preventif dilaksanakan
dengan menggalakkan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian
Uang Rupiah (CIKUR), baik yang dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan kas keliling maupun
sosialisasi CIKUR yang bersifat mandiri. Di sisi lain,
53PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
50,00020,00010.000
100,000
Persentase Temuan Uang Palsu Setiap PecahanGrafik 3.31.
45.25%50.03%
1.94%2.78%
a.
b.
c.
d.
e.
pelaporan dan pembahasan dugaan pelanggaran
kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI
dan dugaan tindak pidana terhadap uang rupiah;
tukar menukar data dan/atau informasi;
permintaan dan penyediaan Ahli dari BI;
penyitaan, pemeriksaan, dan peminjaman barang
bukti; dan
penyerahan, penyimpanan, dan/atau pemusnahan
barang temuan/
pemerintah daerah maupun swasta juga belum banyak
terealisasi di awal tahun sehingga posisi outflow uang
tunai mengalami penurunan di awal tahun. Posisi net
inflow uang tunai di Jawa Tengah juga tidak terlepas
dari karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi.
Sebagai basis produksi, aliran uang kartal dari daerah
lain masuk ke sistem perbankan di Jawa Tengah, yang
selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-kantor Bank
Indonesia di Jawa Tengah. Hal tersebut mendorong
posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif tinggi.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan
kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya
disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal
tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan I
2015, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(Grafik 3.30). Dilihat berdasarkan proporsinya terhadap
inflow, pada periode laporan persentase penarikan
uang lusuh adalah sebesar 27,94%, lebih rendah
dibandingkan dengan posisi triwulan IV 2014 sebesar
55,48%. Namun demikian, posisi tersebut relatif stabil
jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yaitu sebesar 24,18%.
Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa
Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,
KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada
triwulan I 2015 masih sama dengan pola pada periode-
periode sebelumnya, yaitu mencatatkan net inflow
(Grafik 3.29). Pada periode laporan, posisi net inflow
meningkat dari Rp9.202,15 miliar pada triwulan I 2014
menjadi Rp9.885,66 miliar, atau naik sebesar 7,43%
(yoy). Inflow pada triwulan laporan adalah sebesar
Rp13.171,16 miliar, lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp12.015,89 miliar (9,61%, qtq).
Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah
menunjukkan perlambatan dari tumbuh 1,33% (yoy)
pada tr iwulan IV 2014 menjadi mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 14,86% (yoy) pada
triwulan I 2015. Sedangkan data outflow tercatat turun
signifikan dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar
64,28% (qtq) menjadi Rp3.285,50 miliar pada periode
laporan. Perkembangan tahunan posisi outflow pada
triwulan ini juga tercatat menurun sebesar 47,59%
(yoy) dari triwulan IV 2014 yang mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 0,10% (yoy).
Sesuai dengan pola historisnya, posisi net inflow yang
dicatatkan pada triwulan I cenderung tinggi karena
terjadi peningkatan aliran uang masuk kembali dari
perbankan/masyarakat ke Bank Indonesia setelah
tingginya kebutuhan uang tunai di akhir tahun. Selain
itu, kebutuhan uang tunai untuk kegiatan konsumsi
3.6. Perkembangan Perkasan
Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang LusuhGrafik 3.30.
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
10
20
30
40
50
60
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000 %RP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia
INFLOW OUTFLOW NET
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 RP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
Grafik 3.29.
52 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 10.000
Temuan Uang Palsu Berdasarkan LokasiGrafik 3.31.
upaya represif dilaksanakan melalui penanganan
dugaan tindak pidana uang rupiah bersama dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) selaku
instansi yang berwenang. Upaya represif penanganan
tindak pidana uang rupiah semakin diperkuat dengan
penandatanganan payung hukum berupa Pedoman
Kerja antara Bank Indonesia dengan Polri tentang Tata
Cara Pelaksanaan Penanganan Dugaan Pelanggaran
Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Dugaan
Tindak Pidana terhadap Uang Rupiah tanggal 20
November 2014. Kerja sama antara BI dengan Polri
yang diatur dalam Pedoman Kerja tersebut meliputi:
Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan I
2015 adalah sebanyak 5.465 lembar. Uang palsu yang
ditemukan di wilayah Jawa Tengah diperoleh antara lain
berasal dari klarifikasi uang yang diragukan keasliannya
dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui
loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang
dilaporkan ke Bank Indonesia. Apabila ditinjau
berdasarkan lokasi maka temuan uang palsu tertinggi
dijumpai di Semarang dan terendah di Purwokerto
(Grafik 3.31). Mayoritas uang palsu yang ditemukan di
Jawa Tengah merupakan pecahan 50.000 rupiah
(50,03%), diikuti pecahan 100.000 rupiah (45,25%),
dan 10.000 rupiah (2,20%) (Grafik 3.32).
Dalam rangka menanggulangi dugaan tindak pidana
terhadap uang rupiah, salah satunya terkait dengan
pemalsuan uang rupiah, Bank Indonesia melakukan
penanggulangan yang bersifat preventif maupun
rep re s i f be r sama dengan in s tans i t e rka i t .
Penanggulangan yang bersifat preventif dilaksanakan
dengan menggalakkan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian
Uang Rupiah (CIKUR), baik yang dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan kas keliling maupun
sosialisasi CIKUR yang bersifat mandiri. Di sisi lain,
53PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
50,00020,00010.000
100,000
Persentase Temuan Uang Palsu Setiap PecahanGrafik 3.31.
45.25%50.03%
1.94%2.78%
a.
b.
c.
d.
e.
pelaporan dan pembahasan dugaan pelanggaran
kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI
dan dugaan tindak pidana terhadap uang rupiah;
tukar menukar data dan/atau informasi;
permintaan dan penyediaan Ahli dari BI;
penyitaan, pemeriksaan, dan peminjaman barang
bukti; dan
penyerahan, penyimpanan, dan/atau pemusnahan
barang temuan/
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Realisasi pendapatan dan belanja daerah masih rendah di triwulan I 2015. Penyerapan pendapatan lebih rendah dibandingkan penyerapan triwulan I 2014, Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi.
Hal tersebut mengonfirmasi pertumbuhan ekonomi pada konsumsi pemerintah
yang melambat dibandingkan dengan triwulan lalu, tapi lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2014.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Realisasi pendapatan dan belanja daerah masih rendah di triwulan I 2015. Penyerapan pendapatan lebih rendah dibandingkan penyerapan triwulan I 2014, Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi.
Hal tersebut mengonfirmasi pertumbuhan ekonomi pada konsumsi pemerintah
yang melambat dibandingkan dengan triwulan lalu, tapi lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2014.
Dilihat lebih rinci, sumber utama pendapatan daerah
Jawa Tengah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD
menyumbang 68,41% terhadap keseluruhan pendapatan
yang dianggarkan, sementara dana perimbangan 15,76%,
dan pendapatan dari transfer pemerintah pusat lainnya
sebesar 15,83%. Tingginya komposisi PAD tersebut
menggambarkan tingkat kemandirian fiskal Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah yang terbilang cukup tinggi.
Dengan komposisi ini, rendahnya realisasi PAD mendorong
rendahnya pendapatan daerah secara keseluruhan.
Realisasi PAD triwulan ini (19,01%) lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2014 (21,88%). Bahkan secara
siklikal pencapaian realisasi PAD pada triwulan I ini terendah
selama 5 tahun terakhir dengan rata-rata realisasi PAD adalah
sebesar 22,94%. Rendahnya realisasi PAD pada triwulan
laporan disebabkan oleh penyerapan pada pendapatan pajak
daerah yang rendah.
Realisasi belanja dan pendapatan Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah masih rendah di triwulan I. Hal ini sesuai
dengan pola musimannya, di mana sebagian besar proyek
pemerintah daerah belum berjalan pada awal tahun. Pada
triwulan laporan, pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah tercatat sebesar 22,20% dari anggaran atau Rp3,80
triliun. Sedangkan realisasi belanja tercatat 13,88% dari
anggaran atau Rp2,41 triliun.
Melihat perkembangan tersebut, penyerapan pendapatan
lebih cepat dibandingkan dengan realisasi belanja di triwulan
ini, sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berada
dalam kondisi surplus di triwulan I 2015, tepatnya surplus
sebesar Rp1,39 triliun.
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015Penyerapan pendapatan daerah Jawa Tengah pada triwulan I
2015 (22,20%) sedikit lebih rendah dibandingkan
penyerapan di triwulan I 2014 yang sebesar 22,57% dari
anggaran 2014. Penyerapan tersebut juga lebih rendah
dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir yang tercatat sebesar
23,79%.
4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2014
57PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
URAIAN APBD 2015
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
% Realisasi
17,097,686
11,696,822
2,694,386
2,706,478
17,337,686
11,665,349
5,672,337
(240,000)
3,795,298
2,223,588
656,495
915,215
2,406,827
1,804,466
602,361
1,388,471
22.20%
19.01%
24.37%
33.82%
13.88%
15.47%
10.62%
Realisasi Tahun 2015-Tw I
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Juta Rupiah)
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Perkembangan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.1.
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
2015
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Perkembangan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.2.
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
I
2015
Dilihat lebih rinci, sumber utama pendapatan daerah
Jawa Tengah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD
menyumbang 68,41% terhadap keseluruhan pendapatan
yang dianggarkan, sementara dana perimbangan 15,76%,
dan pendapatan dari transfer pemerintah pusat lainnya
sebesar 15,83%. Tingginya komposisi PAD tersebut
menggambarkan tingkat kemandirian fiskal Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah yang terbilang cukup tinggi.
Dengan komposisi ini, rendahnya realisasi PAD mendorong
rendahnya pendapatan daerah secara keseluruhan.
Realisasi PAD triwulan ini (19,01%) lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2014 (21,88%). Bahkan secara
siklikal pencapaian realisasi PAD pada triwulan I ini terendah
selama 5 tahun terakhir dengan rata-rata realisasi PAD adalah
sebesar 22,94%. Rendahnya realisasi PAD pada triwulan
laporan disebabkan oleh penyerapan pada pendapatan pajak
daerah yang rendah.
Realisasi belanja dan pendapatan Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah masih rendah di triwulan I. Hal ini sesuai
dengan pola musimannya, di mana sebagian besar proyek
pemerintah daerah belum berjalan pada awal tahun. Pada
triwulan laporan, pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah tercatat sebesar 22,20% dari anggaran atau Rp3,80
triliun. Sedangkan realisasi belanja tercatat 13,88% dari
anggaran atau Rp2,41 triliun.
Melihat perkembangan tersebut, penyerapan pendapatan
lebih cepat dibandingkan dengan realisasi belanja di triwulan
ini, sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berada
dalam kondisi surplus di triwulan I 2015, tepatnya surplus
sebesar Rp1,39 triliun.
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015Penyerapan pendapatan daerah Jawa Tengah pada triwulan I
2015 (22,20%) sedikit lebih rendah dibandingkan
penyerapan di triwulan I 2014 yang sebesar 22,57% dari
anggaran 2014. Penyerapan tersebut juga lebih rendah
dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir yang tercatat sebesar
23,79%.
4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2014
57PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
URAIAN APBD 2015
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
% Realisasi
17,097,686
11,696,822
2,694,386
2,706,478
17,337,686
11,665,349
5,672,337
(240,000)
3,795,298
2,223,588
656,495
915,215
2,406,827
1,804,466
602,361
1,388,471
22.20%
19.01%
24.37%
33.82%
13.88%
15.47%
10.62%
Realisasi Tahun 2015-Tw I
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Juta Rupiah)
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Perkembangan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.1.
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
2015
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Perkembangan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.2.
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
I
2015
Lonjakan pada triwulan ini dialami pada realisasi pos
lain-lain pendapatan yang sah hingga mencapai
33,82%. Pada triwulan yang sama tahun 2014 realisasi
pos lain-lain pendapatan yang sah hanya mencapai
24,51%. Komponen terbesar penyumbang tingginya
pencapaian realisasi ini berasal dari pos hibah dengan
realisasi 15,95% lebih tinggi dibanding triwulan I 2014
sebesar 0,62%. Sementara itu pos dana penyesuaian
dan otonomi khusus juga mencapai realisasi yang
cukup tinggi yaitu sebesar 34,02%, meningkat
dibanding triwulan I 2014 yang sebesar 24,08%.
Melihat pencapaian ini Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah tampak telah melakukan akselerasi dalam
realisasi perolehan pendapatan.
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2015Komposisi anggaran belanja tidak banyak bergeser dari
pola historis beberapa tahun terakhir. Anggaran
belanja pada APBD 2015 masih didominasi oleh
belanja tidak langsung dengan porsi 67,28%,
sementara anggaran belanja langsung 32,72%. Pada
triwulan I 2015, anggaran belanja yang sudah
terserap sebesar 13,88% dari anggaran, atau
senilai Rp2,41 triliun, meningkat dibandingkan
realisasi triwulan I 2014 yang sebesar 11,44% (Rp1,84
triliun). Peningkatan realisasi ini terjadi baik pada
belanja langsung maupun belanja tidak langsung.
Pajak daerah yang merupakan komponen penyusun
terbesar PAD, menunjukkan realisasi yang rendah pada
triwulan I 2015 yakni sebesar 18,00% dari anggaran.
Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi
pada triwulan I tahun sebelumnya (22,30%), maupun
rata-rata triwulan yang sama 5 tahun terakhir
(24,84%).
Rendahnya pajak daerah didorong oleh serapan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah.
Berdasarkan hasil liaison, realisasi BBNKB tidak
mencapai target sejak 2014. Hal ini ditengarai karena
adanya kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) sehingga
masyarakat cenderung membeli mobil murah. Untuk
mengatasi rendahnya serapan BBNKB ini, pemerintah
daerah mengoptimalkan pencairan piutang pajak.
Di sisi lain, pada komponen terbesar penyusun PAD
lainnya, yaitu retribusi daerah dan PAD lain yang sah
mengalami realisasi lebih tinggi dibandingkan triwulan
yang sama pada tahun 2014 sehingga mampu menjaga
tingkat penyerapan PAD secara keseluruhan pada
triwulan ini. Realisasi retribusi daerah pada triwulan I
selama 5 tahun terakhir mencapai rata-rata 19,97%,
sementara retribusi triwulan I 2015 mampu mencapai
realisasi sebesar 23,54%. Demikian pula dengan pos
PAD lain yang sah, mengalami pencapaian realisasi
34,49% lebih tinggi dari rata-rata 5 tahun terakhir yang
sebesar 17,90%.
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2014 & 2015
URAIAN Tw I 2014
Pendapatan Asli Daerah
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hsl Pengelolaan Kekayaan Daerah Yg Dipisahkan
Lain-Lain PAD Yg Sah
Dana perimbangan
Dana Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Dana Khusus
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Hibah
Dana Peny. dan Otonomi Khusus
Dana Insentif Daerah
Pendapatan Lainnya
Tw I 2015
21,88%
22,30%
20,10%
0,55%
25,23%
22,97%
0,00%
33,33%
0,00%
24,51%
0,62%
24,80%
0,00%
-
19,01%
18,00%
23,54%
0,37%
34,49%
24,37%
13,62%
30,11%
0,00%
33,82%
15,95%
34,02%
-
-
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
58 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Perkembangan Anggaran Belanja DaerahGrafik 4.4
RP JUTA
0
5
10
15
20
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Di sisi lain, pos belanja hibah dan pos belanja tidak
terduga mengalami realisasi tertinggi pada di triwulan
ini, tercatat hingga mencapai 30,82% dan 30,31%.
Realisasi belanja hibah terutama berupa penyaluran
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sedangkan
belanja tidak terduga berupa penyaluran dana bantuan
untuk pembangunan Pasar Klewer sementara setelah
terjadi kebakaran.
Sementara itu pada pos belanja langsung tercapai
penyerapan anggaran belanja 10,62%, lebih tinggi
dibanding triwulan I 2014 yang sebesar 8,47%. Pada
anggaran belanja ini, anggaran terbesar terserap untuk
belanja barang dan jasa serta belanja modal masing-
masing mencapai sekitar 47% terhadap total belanja
langsung. Seluruh komponen pada pos belanja
langsung mengalami peningkatan realisasi dibanding
triwulan yang sama pada tahun sebelumnya terkecuali
untuk belanja modal yang mengalami realisasi lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2014.
Realisasi belanja daerah yang lebih tinggi dibandingkan
triwulan I tahun sebelumnya, mengonfirmasi angka
pertumbuhan ekonomi di sisi pengeluaran konsumsi
pemerintah yang juga lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2014. Pengeluaran konsumsi pemerintah
tumbuh sebesar 3,16% (yoy) di triwulan laporan, lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 2014
yang sebesar 1,05% (yoy).
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung di
triwulan ini tercatat lebih baik dibanding triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Serapan anggaran di
triwulan I tahun ini sebesar 15,47% dari rencana
belanja tidak langsung, atau lebih besar dibanding
triwulan I 2014 yang sebesar 12,62%. Pada pos
anggaran belanja ini, anggaran banyak terserap untuk
belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dengan porsi
36,82% terhadap total belanja tidak langsung.
BELANJA I - 2014
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BELANJA BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
12,62%
15,78%
22,06%
0,18%
13,47%
0,05%
1,12%
8,47%
14,93%
9,84%
5,06%
11,44%
15,47%
18,83%
30,82%
0,00%
10,15%
0,00%
30,31%
10,62%
19,29%
17,02%
3,16%
13,88%
I - 2015
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 4.3. Realisasi Belanja Triwulan I tahun 2014 & 2015
59PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komposisi Anggaran PendapatanGrafik 4.3
DANA PERTIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
PAD
68%16%16%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6
47%47%
6%
BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar) Grafik 4.5
BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA
BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BELANJA TAK TERDUGA
BELANJA BANTUAN SOSIAL
17%
25%21%
37%0%0%
Lonjakan pada triwulan ini dialami pada realisasi pos
lain-lain pendapatan yang sah hingga mencapai
33,82%. Pada triwulan yang sama tahun 2014 realisasi
pos lain-lain pendapatan yang sah hanya mencapai
24,51%. Komponen terbesar penyumbang tingginya
pencapaian realisasi ini berasal dari pos hibah dengan
realisasi 15,95% lebih tinggi dibanding triwulan I 2014
sebesar 0,62%. Sementara itu pos dana penyesuaian
dan otonomi khusus juga mencapai realisasi yang
cukup tinggi yaitu sebesar 34,02%, meningkat
dibanding triwulan I 2014 yang sebesar 24,08%.
Melihat pencapaian ini Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah tampak telah melakukan akselerasi dalam
realisasi perolehan pendapatan.
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2015Komposisi anggaran belanja tidak banyak bergeser dari
pola historis beberapa tahun terakhir. Anggaran
belanja pada APBD 2015 masih didominasi oleh
belanja tidak langsung dengan porsi 67,28%,
sementara anggaran belanja langsung 32,72%. Pada
triwulan I 2015, anggaran belanja yang sudah
terserap sebesar 13,88% dari anggaran, atau
senilai Rp2,41 triliun, meningkat dibandingkan
realisasi triwulan I 2014 yang sebesar 11,44% (Rp1,84
triliun). Peningkatan realisasi ini terjadi baik pada
belanja langsung maupun belanja tidak langsung.
Pajak daerah yang merupakan komponen penyusun
terbesar PAD, menunjukkan realisasi yang rendah pada
triwulan I 2015 yakni sebesar 18,00% dari anggaran.
Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi
pada triwulan I tahun sebelumnya (22,30%), maupun
rata-rata triwulan yang sama 5 tahun terakhir
(24,84%).
Rendahnya pajak daerah didorong oleh serapan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah.
Berdasarkan hasil liaison, realisasi BBNKB tidak
mencapai target sejak 2014. Hal ini ditengarai karena
adanya kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) sehingga
masyarakat cenderung membeli mobil murah. Untuk
mengatasi rendahnya serapan BBNKB ini, pemerintah
daerah mengoptimalkan pencairan piutang pajak.
Di sisi lain, pada komponen terbesar penyusun PAD
lainnya, yaitu retribusi daerah dan PAD lain yang sah
mengalami realisasi lebih tinggi dibandingkan triwulan
yang sama pada tahun 2014 sehingga mampu menjaga
tingkat penyerapan PAD secara keseluruhan pada
triwulan ini. Realisasi retribusi daerah pada triwulan I
selama 5 tahun terakhir mencapai rata-rata 19,97%,
sementara retribusi triwulan I 2015 mampu mencapai
realisasi sebesar 23,54%. Demikian pula dengan pos
PAD lain yang sah, mengalami pencapaian realisasi
34,49% lebih tinggi dari rata-rata 5 tahun terakhir yang
sebesar 17,90%.
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2014 & 2015
URAIAN Tw I 2014
Pendapatan Asli Daerah
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hsl Pengelolaan Kekayaan Daerah Yg Dipisahkan
Lain-Lain PAD Yg Sah
Dana perimbangan
Dana Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Dana Khusus
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Hibah
Dana Peny. dan Otonomi Khusus
Dana Insentif Daerah
Pendapatan Lainnya
Tw I 2015
21,88%
22,30%
20,10%
0,55%
25,23%
22,97%
0,00%
33,33%
0,00%
24,51%
0,62%
24,80%
0,00%
-
19,01%
18,00%
23,54%
0,37%
34,49%
24,37%
13,62%
30,11%
0,00%
33,82%
15,95%
34,02%
-
-
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
58 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Perkembangan Anggaran Belanja DaerahGrafik 4.4
RP JUTA
0
5
10
15
20
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Di sisi lain, pos belanja hibah dan pos belanja tidak
terduga mengalami realisasi tertinggi pada di triwulan
ini, tercatat hingga mencapai 30,82% dan 30,31%.
Realisasi belanja hibah terutama berupa penyaluran
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sedangkan
belanja tidak terduga berupa penyaluran dana bantuan
untuk pembangunan Pasar Klewer sementara setelah
terjadi kebakaran.
Sementara itu pada pos belanja langsung tercapai
penyerapan anggaran belanja 10,62%, lebih tinggi
dibanding triwulan I 2014 yang sebesar 8,47%. Pada
anggaran belanja ini, anggaran terbesar terserap untuk
belanja barang dan jasa serta belanja modal masing-
masing mencapai sekitar 47% terhadap total belanja
langsung. Seluruh komponen pada pos belanja
langsung mengalami peningkatan realisasi dibanding
triwulan yang sama pada tahun sebelumnya terkecuali
untuk belanja modal yang mengalami realisasi lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2014.
Realisasi belanja daerah yang lebih tinggi dibandingkan
triwulan I tahun sebelumnya, mengonfirmasi angka
pertumbuhan ekonomi di sisi pengeluaran konsumsi
pemerintah yang juga lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2014. Pengeluaran konsumsi pemerintah
tumbuh sebesar 3,16% (yoy) di triwulan laporan, lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 2014
yang sebesar 1,05% (yoy).
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung di
triwulan ini tercatat lebih baik dibanding triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Serapan anggaran di
triwulan I tahun ini sebesar 15,47% dari rencana
belanja tidak langsung, atau lebih besar dibanding
triwulan I 2014 yang sebesar 12,62%. Pada pos
anggaran belanja ini, anggaran banyak terserap untuk
belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dengan porsi
36,82% terhadap total belanja tidak langsung.
BELANJA I - 2014
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BELANJA BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
12,62%
15,78%
22,06%
0,18%
13,47%
0,05%
1,12%
8,47%
14,93%
9,84%
5,06%
11,44%
15,47%
18,83%
30,82%
0,00%
10,15%
0,00%
30,31%
10,62%
19,29%
17,02%
3,16%
13,88%
I - 2015
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 4.3. Realisasi Belanja Triwulan I tahun 2014 & 2015
59PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komposisi Anggaran PendapatanGrafik 4.3
DANA PERTIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
PAD
68%16%16%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6
47%47%
6%
BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar) Grafik 4.5
BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA
BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BELANJA TAK TERDUGA
BELANJA BANTUAN SOSIAL
17%
25%21%
37%0%0%
30%. Namun pembayaran akan dilakukan setelah
proyek selesai, sehingga secara nominal, pencapaian
realisasi keuangan tercatat lebih rendah. Pembangunan
infrastruktur ini diharapkan dapat memberikan
multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi di
Jawa Tengah.
Anggaran belanja modal yang meningkat dalam
rangka peningkatan infrastruktur Jawa Tengah ini baru
terserap sebesar 3,16%, lebih rendah dibandingkan
realisasi pada triwulan I 2014 yang sebesar 5,06%.
Belanja tahun ini sebagian besar dianggarkan untuk
proyek Bina Marga. Berdasarkan hasil liaison, capaian
realisasi infrastruktur Bina Marga secara fisik berkisar
60 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Ketenagakerjaan terindikasi membaik
Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan di tengah kinerja ekonomi
Jawa Tengah yang belum optimal.
Angka pengangguran dan kemiskinan turun dibandingkan periode sebelumnya.
Tingkat daya beli petani meningkat pada subsektor tanaman pangan.
30%. Namun pembayaran akan dilakukan setelah
proyek selesai, sehingga secara nominal, pencapaian
realisasi keuangan tercatat lebih rendah. Pembangunan
infrastruktur ini diharapkan dapat memberikan
multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi di
Jawa Tengah.
Anggaran belanja modal yang meningkat dalam
rangka peningkatan infrastruktur Jawa Tengah ini baru
terserap sebesar 3,16%, lebih rendah dibandingkan
realisasi pada triwulan I 2014 yang sebesar 5,06%.
Belanja tahun ini sebagian besar dianggarkan untuk
proyek Bina Marga. Berdasarkan hasil liaison, capaian
realisasi infrastruktur Bina Marga secara fisik berkisar
60 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Ketenagakerjaan terindikasi membaik
Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan di tengah kinerja ekonomi
Jawa Tengah yang belum optimal.
Angka pengangguran dan kemiskinan turun dibandingkan periode sebelumnya.
Tingkat daya beli petani meningkat pada subsektor tanaman pangan.
Kond i s i ke tenagaker jaan Jawa Tengah
menunjukkan perbaikan di Februari 2015 di
tengah kinerja ekonomi yang belum optimal.
Penyerapan tenaga kerja kian membaik, terlihat dari
meningkatnya jumlah angkatan kerja dan penduduk
angkatan kerja yang bekerja.Sementara jumlah
pengangguran relatif tetap. Pertumbuhan jumlah
penduduk bekerja meningkat pesat sebesar 3,40%
(yoy) menjadi 17,32 juta orang. Peningkatan ini lebih
besar daripada peningkatan yang terjadi pada jumlah
angkatan kerja sebesar 3,21% (yoy) menjadi 18,29 juta
orang. Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa
Tengah menyumbang 14,33% (yoy) penduduk bekerja
dari keseluruhan angka penduduk bekerja secara
nasional.
Jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah terus
menunjukkan tren peningkatan. Februari 2015 jumlah
penduduk us ia ker ja Jawa Tengah kembal i
memperlihatkan tren peningkatan yaitu meningkat
sebesar 1,44% menjadi 25,34 juta orang. Kondisi ini
mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di Jawa
Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia produktif
yang besar. Hal ini terkonfirmasi oleh dependancy ratio
Jawa Tengah yang relatif kecil dibandingkan dengan
nasional (48,1% dibandingkan dengan 48,6%).
Pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami
peningkatan, tercermin dari Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat. TPAK yang
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia
kerja yang aktif secara ekonomi mengalami
pen ingkatan ba ik secara tahunan maupun
dibandingkan dengan Agustus 2014.TPAK pada
Februari 2015 sebesar 72,19%, naik dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 70,93% dan Agustus 2014
sebesar 69,68%. Nilai ini juga lebih besar daripada
TPAK nasional sebesar 69,5%.
75.1. Ketenagakerjaan
Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya
63PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Grafik 5.1. TPAK Kota di Jawa Tengah
60
62
64
66
68
70
72
74
KOTAMAGELANG
KOTASURAKARTA
KOTASALATIGA
KOTASEMARANG
KOTAPEKALONGAN
KOTA TEGAL
Sumber : BPS Jawa Tengah
2013 2014
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
INDIKATOR2015*
Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Penduduk Usia Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%
Pekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Paruh Waktu
Februari Agustus Februari
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
17,55
16,55
1,00
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
2014*
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
7.
Kond i s i ke tenagaker jaan Jawa Tengah
menunjukkan perbaikan di Februari 2015 di
tengah kinerja ekonomi yang belum optimal.
Penyerapan tenaga kerja kian membaik, terlihat dari
meningkatnya jumlah angkatan kerja dan penduduk
angkatan kerja yang bekerja.Sementara jumlah
pengangguran relatif tetap. Pertumbuhan jumlah
penduduk bekerja meningkat pesat sebesar 3,40%
(yoy) menjadi 17,32 juta orang. Peningkatan ini lebih
besar daripada peningkatan yang terjadi pada jumlah
angkatan kerja sebesar 3,21% (yoy) menjadi 18,29 juta
orang. Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa
Tengah menyumbang 14,33% (yoy) penduduk bekerja
dari keseluruhan angka penduduk bekerja secara
nasional.
Jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah terus
menunjukkan tren peningkatan. Februari 2015 jumlah
penduduk us ia ker ja Jawa Tengah kembal i
memperlihatkan tren peningkatan yaitu meningkat
sebesar 1,44% menjadi 25,34 juta orang. Kondisi ini
mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di Jawa
Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia produktif
yang besar. Hal ini terkonfirmasi oleh dependancy ratio
Jawa Tengah yang relatif kecil dibandingkan dengan
nasional (48,1% dibandingkan dengan 48,6%).
Pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami
peningkatan, tercermin dari Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat. TPAK yang
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia
kerja yang aktif secara ekonomi mengalami
pen ingkatan ba ik secara tahunan maupun
dibandingkan dengan Agustus 2014.TPAK pada
Februari 2015 sebesar 72,19%, naik dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 70,93% dan Agustus 2014
sebesar 69,68%. Nilai ini juga lebih besar daripada
TPAK nasional sebesar 69,5%.
75.1. Ketenagakerjaan
Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya
63PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Grafik 5.1. TPAK Kota di Jawa Tengah
60
62
64
66
68
70
72
74
KOTAMAGELANG
KOTASURAKARTA
KOTASALATIGA
KOTASEMARANG
KOTAPEKALONGAN
KOTA TEGAL
Sumber : BPS Jawa Tengah
2013 2014
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
INDIKATOR2015*
Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Penduduk Usia Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%
Pekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Paruh Waktu
Februari Agustus Februari
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
17,55
16,55
1,00
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
2014*
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
7.
menurun menjadi 127,3 dari sebelumnya 128,7.
Namun konsumen masih optimis terhadap kondisi
penghasilan dan kegiatan usaha ke depan (Grafik 5.3).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan, sektor pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Jawa Tengah. Pada Februari 2015, sektor pertanian
masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan
tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 5,39 juta orang
atau 31,12% dari total penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah. Sektor perdagangan menempati posisi kedua
dengan menyerap 4,01 juta orang atau 23,15%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sektor ini
mengalami laju peningkatan penyerapan tenaga kerja
yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Hal ini
sejalan dengan besarnya porsi sektor perdagangan
dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang
tumbuh positif sebesar 2,92% (yoy) di triwulan I 2015.
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang
optimis oleh konsumen. Berdasarkan survei
konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih
menunjukkan optimisme terhadap kondisi lapangan
kerja saat ini (Grafik 5.2). Hal ini sejalan dengan
banyaknya investor yang masuk ke Jawa Tengah dan
berkembangnya pabrik-pabrik baru. Konsumen juga
masih optimis terhadap kondisi penghasilan saat ini
meski tidak seoptimis periode sebelumnya. Sikap ini
didorong oleh kenaikan harga barang pokok yang
kerap terjadi di triwulan I 2015 dan tidak dibarengi oleh
naiknya upah.
Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih
dipandang optimis meski tidak seoptimis periode
sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen di Jawa
Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi
lapangan kerja yang akan datang tidak seoptimis
periode sebelumnya. Hal ini terlihat dari indeks
ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang sedikit
64 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
70
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
Grafik 5.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
PESIMIS
OPTIMIS
INDEKS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA
LAINNYA**
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2015*
Februari Agustus Februari
5,19
3,31
3,72
2,15
2,38
16,75
5,17
3,17
3,72
2,19
2,30
16,55
5,39
3,33
4,01
2,28
2,31
17,32
2014*
*Data diolahdariSakernas 2013-2015** LapanganpekerjaanutamalainnyaterdiridarisektorPertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, LembagaKeuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa
Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau
71,65% masih didominasi oleh penduduk yang
dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time
worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok
35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja waktu
penuh bertambah 0,76 juta orang dibandingkan
dengan Agustus 2014 atau naik sebesar 6,52% (Tabel
5.4).
Kual i tas penduduk yang beker ja belum
mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja
sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang
berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi
54,21%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi
hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,68%.
Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan
menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, komposisi ini tidak mengalami perubahan
yang signifikan.
Secara historis, jumlah penduduk bekerja masih 8terkonsentrasi di sektor informal. Jumlah pekerja
informal dalam perekonomian Jawa Tengah pada
Februari 2015 mencapai 61,15%. Namun angka ini
terus mengecil dari tahun ke tahun. Pada Februari 2014
porsi tenaga kerja di sektor informal tercatat sebesar
62,05% dan di Agustus 2014 sebesar 64,41%.
Peningkatan jumlah pekerja di sektor formal
utamanya didorong oleh kelompok orang yang
berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh
tidak tetap. Jumlah pekerja formal naik sebesar
4,72% (yoy) atau 0,3 juta orang dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah
6,36 juta orang. Peningkatan terutama didorong oleh
kelompok orang yang berusaha sendiri yang tumbuh
7,44% (yoy) dan kelompok orang yang berusaha
dibantu buruh tidak tetap yang tumbuh sebesar 2,73%
(yoy).
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun Yang bekerja Menurut Status Pekerjaan (Juta Orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2015
Februari Agustus Februari
2.82
2.93
0.62
5.74
2.29
2.36
16.76
2.86
3.19
0.64
5.25
2.18
2.43
16.55
3.03
3.01
0.57
6.09
2.25
2.37
17.32
2014
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu.
8.
65PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*Data diolah dari Sakernas Februari dan Agustus 2013-2015
2015
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
2014
Februari
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
menurun menjadi 127,3 dari sebelumnya 128,7.
Namun konsumen masih optimis terhadap kondisi
penghasilan dan kegiatan usaha ke depan (Grafik 5.3).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan, sektor pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Jawa Tengah. Pada Februari 2015, sektor pertanian
masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan
tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 5,39 juta orang
atau 31,12% dari total penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah. Sektor perdagangan menempati posisi kedua
dengan menyerap 4,01 juta orang atau 23,15%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sektor ini
mengalami laju peningkatan penyerapan tenaga kerja
yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Hal ini
sejalan dengan besarnya porsi sektor perdagangan
dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang
tumbuh positif sebesar 2,92% (yoy) di triwulan I 2015.
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang
optimis oleh konsumen. Berdasarkan survei
konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih
menunjukkan optimisme terhadap kondisi lapangan
kerja saat ini (Grafik 5.2). Hal ini sejalan dengan
banyaknya investor yang masuk ke Jawa Tengah dan
berkembangnya pabrik-pabrik baru. Konsumen juga
masih optimis terhadap kondisi penghasilan saat ini
meski tidak seoptimis periode sebelumnya. Sikap ini
didorong oleh kenaikan harga barang pokok yang
kerap terjadi di triwulan I 2015 dan tidak dibarengi oleh
naiknya upah.
Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih
dipandang optimis meski tidak seoptimis periode
sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen di Jawa
Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi
lapangan kerja yang akan datang tidak seoptimis
periode sebelumnya. Hal ini terlihat dari indeks
ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang sedikit
64 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
70
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
Grafik 5.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
PESIMIS
OPTIMIS
INDEKS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA
LAINNYA**
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2015*
Februari Agustus Februari
5,19
3,31
3,72
2,15
2,38
16,75
5,17
3,17
3,72
2,19
2,30
16,55
5,39
3,33
4,01
2,28
2,31
17,32
2014*
*Data diolahdariSakernas 2013-2015** LapanganpekerjaanutamalainnyaterdiridarisektorPertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, LembagaKeuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa
Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau
71,65% masih didominasi oleh penduduk yang
dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time
worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok
35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja waktu
penuh bertambah 0,76 juta orang dibandingkan
dengan Agustus 2014 atau naik sebesar 6,52% (Tabel
5.4).
Kual i tas penduduk yang beker ja belum
mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja
sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang
berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi
54,21%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi
hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,68%.
Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan
menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, komposisi ini tidak mengalami perubahan
yang signifikan.
Secara historis, jumlah penduduk bekerja masih 8terkonsentrasi di sektor informal. Jumlah pekerja
informal dalam perekonomian Jawa Tengah pada
Februari 2015 mencapai 61,15%. Namun angka ini
terus mengecil dari tahun ke tahun. Pada Februari 2014
porsi tenaga kerja di sektor informal tercatat sebesar
62,05% dan di Agustus 2014 sebesar 64,41%.
Peningkatan jumlah pekerja di sektor formal
utamanya didorong oleh kelompok orang yang
berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh
tidak tetap. Jumlah pekerja formal naik sebesar
4,72% (yoy) atau 0,3 juta orang dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah
6,36 juta orang. Peningkatan terutama didorong oleh
kelompok orang yang berusaha sendiri yang tumbuh
7,44% (yoy) dan kelompok orang yang berusaha
dibantu buruh tidak tetap yang tumbuh sebesar 2,73%
(yoy).
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun Yang bekerja Menurut Status Pekerjaan (Juta Orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2015
Februari Agustus Februari
2.82
2.93
0.62
5.74
2.29
2.36
16.76
2.86
3.19
0.64
5.25
2.18
2.43
16.55
3.03
3.01
0.57
6.09
2.25
2.37
17.32
2014
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu.
8.
65PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total
*Data diolah dari Sakernas Februari dan Agustus 2013-2015
2015
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
2014
Februari
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Grafik 5.4. TPT Kota di Jawa Tengah
MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL
2013 2014
0123456789
10
Sumber : BPS Jawa Tengah
mengindikasikan menurunnya kesejahteraan petani
dengan menurunnya daya beli petani di pedesaan.
Indeks yang dibayar petani naik lebih tinggi
dibandingkan dengan indeks yang diterima petani
(Grafik 5.5).
Penurunan NTP terjadi di semua subsektor kecuali
subsektor tanaman pangan. NTP subsektor tanaman
pangan naik cukup tinggi sebesar 2,47% (qtq) menjadi
100,18. Sementara itu subsektor peternakan, tanaman
perkebunan rakyat, dan perikanan turun (Grafik 5.6).
Penurunan NTP terbesar terjadi pada subsektor
hortikultura dan tanaman perkebunan rakyat dengan
penurunan masing-masing 2,05% dan 1,97%.
Indeks yang diterima petani di semua subsektor
naik kecuali subsektor hortikultura dan tanaman
perkebunan rakyat. Kenaikan terbesar indeks yang
diterima petani terjadi di subsektor tanaman pangan
yaitu naik 4,16% dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tingginya peningkatan indeks yang diterima petani di
subsektor tanaman pangan sejalan dengan harga beras
yang sempat memuncak di triwulan I 2015. Adapun
penurunan indeks yang diterima petani di subsektor
hortikultura sejalan dengan penurunan harga tanaman
hortikultura seperti cabai dan bawang merah akibat
tingginya pasokan di pasar.
Angka pengangguran pada periode laporan
relatif tetap. Jumlah pengangguran pada Februari
2104 maupun 2015 tercatat sama yaitu sebesar 0,97
juta orang. Namun dibandingkan Agustus 2014,
jumlah pengangguran turun 3,00% yaitu dari 1 juta
orang pada Agustus 2014 menjadi 0,97 juta pada
Februari 2015. Jawa Tengah menyumbang 13,02%
dari keseluruhan angka pengangguran secara nasional.
Sementara dilihat dari indikator Tingkat pengangguran
terbuka (TPT), TPT Jawa Tengah mengalami penurunan,
yaitu dari 5,45% pada Februari 2014 menjadi 5,31% di
Februari 2015 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari
TPT nasional yaitu sebesar 5,81%.
Nilai Tukar Petani (NTP) di periode laporan
m e n g a l a m i p e n u r u n a n . H a l i n i d a p a t
5.2. Pengangguran
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
9.
66 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
95.3. Nilai Tukar Petani
Indeks yang dibayar petani meningkat untuk
semua subsektor. Secara historis, indeks yang dibayar
petani akan selalu mengalami peningkatan dan tidak
pernah menunjukkan tren penurunan.Kenaikan
terbesar terjadi di subsektor tanaman pangan, tanaman
perkebunan rakyat dan hortikultura.Peningkatan
indeks yang dibayar petani untuk subsektor tanaman
perkebunan rakyat dan hortikultura tidak dibarengi
dengan peningkatan indeks yang diterimanya,
sehingga NTP di kedua subsektor ini mengalami
penurunan.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat menurun. Kemampuan produksi
petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah 10Tangga Pertanian (NTUP) mengalami penurunan yaitu
dari 105,31 menjadi 104,99. Penurunan terjadi di
subsektor hortikultura, tanaman perkebunan rakyat,
dan peternakan. Kedua subsektor lainnya yaitu
subsektor tanaman pangan dan perikanan mengalami
peningkatan kemampuan produksi.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
10.
67PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Grafik 5.7. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
Grafik 5.8. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
INDEKS
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
Angka kemiskinan Jawa Tengah turun. Data
terakhir BPS menunjukkan adanya penurunan jumlah
penduduk miskin di bulan September 2014. Tingkat
kemiskinan di bulan tersebut sebesar 4.562 ribu jiwa
atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa Tengah,
menurun dibanding bulan Maret 2014 yang berjumlah
4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari jumlah penduduk
Jawa Tengah. Penurunan ini sebesar 5,69% dari jumlah
bulan Maret 2014, atau turun 3,04% dari bulan yang
sama tahun 2013.
Secara nasional angka kemiskinan mengalami
penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional turun sebesar 0,55 juta jiwa dibandingkan
Maret 2014 menjadi 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari
total penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang
0,049% dari total penduduk miskin di nasional, turun
dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014
sebesar 0,051%.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014 (ribuan orang)Grafik 5.9.
5
7
9
11
13
15
17
19
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2011 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
RIBU ORANG %
KOTAKOTA+DESA DESA
DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Grafik 5.6. NTP Subsektor di Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
Grafik 5.5. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Sumber : BPS Jawa Tengah
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB) NILAI TUKAR PETANI
Grafik 5.4. TPT Kota di Jawa Tengah
MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL
2013 2014
0123456789
10
Sumber : BPS Jawa Tengah
mengindikasikan menurunnya kesejahteraan petani
dengan menurunnya daya beli petani di pedesaan.
Indeks yang dibayar petani naik lebih tinggi
dibandingkan dengan indeks yang diterima petani
(Grafik 5.5).
Penurunan NTP terjadi di semua subsektor kecuali
subsektor tanaman pangan. NTP subsektor tanaman
pangan naik cukup tinggi sebesar 2,47% (qtq) menjadi
100,18. Sementara itu subsektor peternakan, tanaman
perkebunan rakyat, dan perikanan turun (Grafik 5.6).
Penurunan NTP terbesar terjadi pada subsektor
hortikultura dan tanaman perkebunan rakyat dengan
penurunan masing-masing 2,05% dan 1,97%.
Indeks yang diterima petani di semua subsektor
naik kecuali subsektor hortikultura dan tanaman
perkebunan rakyat. Kenaikan terbesar indeks yang
diterima petani terjadi di subsektor tanaman pangan
yaitu naik 4,16% dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tingginya peningkatan indeks yang diterima petani di
subsektor tanaman pangan sejalan dengan harga beras
yang sempat memuncak di triwulan I 2015. Adapun
penurunan indeks yang diterima petani di subsektor
hortikultura sejalan dengan penurunan harga tanaman
hortikultura seperti cabai dan bawang merah akibat
tingginya pasokan di pasar.
Angka pengangguran pada periode laporan
relatif tetap. Jumlah pengangguran pada Februari
2104 maupun 2015 tercatat sama yaitu sebesar 0,97
juta orang. Namun dibandingkan Agustus 2014,
jumlah pengangguran turun 3,00% yaitu dari 1 juta
orang pada Agustus 2014 menjadi 0,97 juta pada
Februari 2015. Jawa Tengah menyumbang 13,02%
dari keseluruhan angka pengangguran secara nasional.
Sementara dilihat dari indikator Tingkat pengangguran
terbuka (TPT), TPT Jawa Tengah mengalami penurunan,
yaitu dari 5,45% pada Februari 2014 menjadi 5,31% di
Februari 2015 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari
TPT nasional yaitu sebesar 5,81%.
Nilai Tukar Petani (NTP) di periode laporan
m e n g a l a m i p e n u r u n a n . H a l i n i d a p a t
5.2. Pengangguran
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
9.
66 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
95.3. Nilai Tukar Petani
Indeks yang dibayar petani meningkat untuk
semua subsektor. Secara historis, indeks yang dibayar
petani akan selalu mengalami peningkatan dan tidak
pernah menunjukkan tren penurunan.Kenaikan
terbesar terjadi di subsektor tanaman pangan, tanaman
perkebunan rakyat dan hortikultura.Peningkatan
indeks yang dibayar petani untuk subsektor tanaman
perkebunan rakyat dan hortikultura tidak dibarengi
dengan peningkatan indeks yang diterimanya,
sehingga NTP di kedua subsektor ini mengalami
penurunan.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat menurun. Kemampuan produksi
petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah 10Tangga Pertanian (NTUP) mengalami penurunan yaitu
dari 105,31 menjadi 104,99. Penurunan terjadi di
subsektor hortikultura, tanaman perkebunan rakyat,
dan peternakan. Kedua subsektor lainnya yaitu
subsektor tanaman pangan dan perikanan mengalami
peningkatan kemampuan produksi.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
10.
67PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Grafik 5.7. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
Grafik 5.8. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
INDEKS
I II III IV I II III IV I2013 2014 2015
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
Angka kemiskinan Jawa Tengah turun. Data
terakhir BPS menunjukkan adanya penurunan jumlah
penduduk miskin di bulan September 2014. Tingkat
kemiskinan di bulan tersebut sebesar 4.562 ribu jiwa
atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa Tengah,
menurun dibanding bulan Maret 2014 yang berjumlah
4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari jumlah penduduk
Jawa Tengah. Penurunan ini sebesar 5,69% dari jumlah
bulan Maret 2014, atau turun 3,04% dari bulan yang
sama tahun 2013.
Secara nasional angka kemiskinan mengalami
penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional turun sebesar 0,55 juta jiwa dibandingkan
Maret 2014 menjadi 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari
total penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang
0,049% dari total penduduk miskin di nasional, turun
dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014
sebesar 0,051%.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014 (ribuan orang)Grafik 5.9.
5
7
9
11
13
15
17
19
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2011 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
RIBU ORANG %
KOTAKOTA+DESA DESA
DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Grafik 5.6. NTP Subsektor di Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
Grafik 5.5. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Sumber : BPS Jawa Tengah
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB) NILAI TUKAR PETANI
mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari
Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp268.397 per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari
Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per
kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis
kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu
pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di
pedesaan.
Indeks Pembangunan Manusia juga dapat digunakan
sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator
ini merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka
harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,
rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.
Secara historis, nilainya selalu lebih tinggi dibandingkan
IPM nasional. Data terakhir, IPM Jawa Tengah sebesar
74,05 pada tahun 2013, meningkat dibanding tahun
sebelumnya yang sebesar 73,36. Cukup tingginya IPM
Jawa Tengah didorong oleh faktor harapan hidup
penduduk dan pendapatan per kapita yang relatif baik.
Faktor pendidikan, seperti angka melek huruf dan lama
sekolah di sisi lain masih relatif rendah dibandingkan
dengan nasional. Berdasarkan data terakhir, angka
melek huruf di Jawa Tengah hanya 91,71% sementara
nasional mencapai 94,14%. Secara rata-rata lama
sekolah penduduk Jawa Tengah hanya 7,43 tahun atau
setara SMP, lebih rendah dari nasional yaitu 8,14 tahun.
68 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
69PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Grafik 5.11. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Harapan Hidup(tahun)
Melek Huruf(%)
Lama Sekolah(tahun)
Pengeluaran
Perkapita
('0000 rupiah)
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75 INDEKS
JAWA TENGAH NASIONAL
Sumber : BPS Nasional
Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret
2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan
September 2014 terutama terjadi di daerah
perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin
di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%
dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,
secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.
Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,
angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar
3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada
September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan
di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki
porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa
Tengah. Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan
desa meningkat 3,18%dar i Rp273.056 per
kapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan. BPS
mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai
pengeluaran kebutuhan minimum yang harus
dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis
kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi
angka kemisk inan karena secara langsung
meningkatkan ambang nilai kemiskinan.
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di
perkotaan dalam periode yang sama tercatat
mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari
Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp268.397 per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari
Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per
kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis
kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu
pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di
pedesaan.
Indeks Pembangunan Manusia juga dapat digunakan
sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator
ini merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka
harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,
rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.
Secara historis, nilainya selalu lebih tinggi dibandingkan
IPM nasional. Data terakhir, IPM Jawa Tengah sebesar
74,05 pada tahun 2013, meningkat dibanding tahun
sebelumnya yang sebesar 73,36. Cukup tingginya IPM
Jawa Tengah didorong oleh faktor harapan hidup
penduduk dan pendapatan per kapita yang relatif baik.
Faktor pendidikan, seperti angka melek huruf dan lama
sekolah di sisi lain masih relatif rendah dibandingkan
dengan nasional. Berdasarkan data terakhir, angka
melek huruf di Jawa Tengah hanya 91,71% sementara
nasional mencapai 94,14%. Secara rata-rata lama
sekolah penduduk Jawa Tengah hanya 7,43 tahun atau
setara SMP, lebih rendah dari nasional yaitu 8,14 tahun.
68 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
69PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Grafik 5.11. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Harapan Hidup(tahun)
Melek Huruf(%)
Lama Sekolah(tahun)
Pengeluaran
Perkapita
('0000 rupiah)
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75 INDEKS
JAWA TENGAH NASIONAL
Sumber : BPS Nasional
Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret
2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan
September 2014 terutama terjadi di daerah
perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin
di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%
dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,
secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.
Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,
angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar
3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada
September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan
di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki
porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa
Tengah. Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan
desa meningkat 3,18%dar i Rp273.056 per
kapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan. BPS
mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai
pengeluaran kebutuhan minimum yang harus
dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis
kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi
angka kemisk inan karena secara langsung
meningkatkan ambang nilai kemiskinan.
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di
perkotaan dalam periode yang sama tercatat
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian pada triwulan II 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, dengan inflasi yang menurun.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II 2015 diperkirakan akan
mengalami peningkatan, didukung oleh masih kuatnya konsumsi. Sementara
secara sektoral, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan tetap mengalami
peningkatan.
Inflasi triwulan II 2015 diperkirakan masih berada di atas kisaran target inflasi
nasional. Secara keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan menurun tajam
dibandingkan tahun 2014 seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian pada triwulan II 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, dengan inflasi yang menurun.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II 2015 diperkirakan akan
mengalami peningkatan, didukung oleh masih kuatnya konsumsi. Sementara
secara sektoral, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan tetap mengalami
peningkatan.
Inflasi triwulan II 2015 diperkirakan masih berada di atas kisaran target inflasi
nasional. Secara keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan menurun tajam
dibandingkan tahun 2014 seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah pada 2015 diperkirakan tetap tumbuh
tinggi. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015
diperkirakan 5,5% - 5,9% (yoy). Hal ini sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
diperkirakan akan mengalami peningkatan di tahun
2015. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 2015 pada kisaran 5,4 –
5,8%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun
2015 yang masih diatas pertumbuhan ekonomi
Indonesia tersebut ditopang oleh masih kuatnya
konsumsi dan investasi yang tumbuh meningkat.
Sementara ekspor diperkirakan membaik yang juga
disertai dengan peningkatan impor. Dari sisi sektoral,
perbaikan perekonomian tahun 2015 terutama
didukung oleh membaiknya kinerja sektor pertanian
sejalan dengan kondisi cuaca yang relatif lebih baik
dibandingkan tahun lalu serta peningkatan target
produksi pertanian yang ditetapkan oleh pemerintah.
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2015
diperkirakan akan tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Perkembangan berbagai indikator
perekonomian terakhir mengindikasikan ekonomi Jawa
Tengah tumbuh membaik pada triwulan II 2015. Pada
triwulan II 2015, perekonomian Jawa Tengah diperkirakan
tumbuh sebesar 5,7% (yoy) . Secara tr iwulanan,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2015
diperkirakan tumbuh sebesar 3,43% (qtq) atau meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar
3,27% (qtq).
Masih kuatnya keyakinan konsumen dan ekspektasi
pelaku usaha yang diindikasikan meningkat menjadi
pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Survei
kegiatan dunia usaha menunjukkan bahwa pelaku usaha
memperkirakan kondisi situasi bisnis perusahaan dan
kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding triwulan
sebelumnya (Grafik 6.2.). Optimisme pelaku usaha juga
sejalan dengan masih terjaganya kepercayaan konsumen
dalam memandang perekonomian di triwulan II 2015. Hal
tersebut terkonfirmasi dari pendapatan rumah tangga yang
diprediksi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya
indeks tendensi konsumen (Grafik 6.3.). Efek psikologis
masyarakat dalam memasuki bulan Ramadhan juga
diperkirakan akan mendorong peningkatan konsumsi
masyarakat di triwulan II 2015.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
73OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
I II III IV I II*
2014 2015
12,00
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi
PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIANPERDAGANGAN BESAR & ECERANKONSTRUKSI
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
5,00
15,00
25,00
35,00
45,00
55,00
I II III IV I
2014 2015
INDEKS YOY
II
7,00
KEGIATAN USAHA PDRB - SKALA KANAN PERKIRAAN KEGIATAN USAHA
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah pada 2015 diperkirakan tetap tumbuh
tinggi. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015
diperkirakan 5,5% - 5,9% (yoy). Hal ini sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
diperkirakan akan mengalami peningkatan di tahun
2015. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 2015 pada kisaran 5,4 –
5,8%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun
2015 yang masih diatas pertumbuhan ekonomi
Indonesia tersebut ditopang oleh masih kuatnya
konsumsi dan investasi yang tumbuh meningkat.
Sementara ekspor diperkirakan membaik yang juga
disertai dengan peningkatan impor. Dari sisi sektoral,
perbaikan perekonomian tahun 2015 terutama
didukung oleh membaiknya kinerja sektor pertanian
sejalan dengan kondisi cuaca yang relatif lebih baik
dibandingkan tahun lalu serta peningkatan target
produksi pertanian yang ditetapkan oleh pemerintah.
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2015
diperkirakan akan tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Perkembangan berbagai indikator
perekonomian terakhir mengindikasikan ekonomi Jawa
Tengah tumbuh membaik pada triwulan II 2015. Pada
triwulan II 2015, perekonomian Jawa Tengah diperkirakan
tumbuh sebesar 5,7% (yoy) . Secara tr iwulanan,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2015
diperkirakan tumbuh sebesar 3,43% (qtq) atau meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar
3,27% (qtq).
Masih kuatnya keyakinan konsumen dan ekspektasi
pelaku usaha yang diindikasikan meningkat menjadi
pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Survei
kegiatan dunia usaha menunjukkan bahwa pelaku usaha
memperkirakan kondisi situasi bisnis perusahaan dan
kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding triwulan
sebelumnya (Grafik 6.2.). Optimisme pelaku usaha juga
sejalan dengan masih terjaganya kepercayaan konsumen
dalam memandang perekonomian di triwulan II 2015. Hal
tersebut terkonfirmasi dari pendapatan rumah tangga yang
diprediksi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya
indeks tendensi konsumen (Grafik 6.3.). Efek psikologis
masyarakat dalam memasuki bulan Ramadhan juga
diperkirakan akan mendorong peningkatan konsumsi
masyarakat di triwulan II 2015.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
73OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
I II III IV I II*
2014 2015
12,00
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi
PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIANPERDAGANGAN BESAR & ECERANKONSTRUKSI
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
5,00
15,00
25,00
35,00
45,00
55,00
I II III IV I
2014 2015
INDEKS YOY
II
7,00
KEGIATAN USAHA PDRB - SKALA KANAN PERKIRAAN KEGIATAN USAHA
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
PENGGUNAAN 2014**
I II
III IVTOTAL
4,28
7,21
5,44
4,39
15,3
13,5
112,21
5,14
4,1
22,45
1,05
3,14
22,47
5,63
10,6
5,66
4,04
16,26
-9,68
6,39
19,69
-6,46
15,71
4,19
4,51
3,43
4,79
5,74
8,92
-10,7
-23,06
5,69
3,95
-5,27
9,89
1,52
-9,11
-14,9
23,24
6,16
4,15
8,62
2,66
4,16
9,55
-7,29
-1,02
5,42
4,20
-9,66
3,16
6,78
-4,11
-11,52
14,87
5,54
4.29
-10.14
3.40
6.82
-3.37
-10.86
26.57
5,71
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)
2013*I IIp
2015p
4.42
-10.81
5.15
7.11
-1.96
-10.73
14.50
5.73
TOTALp
survei tendensi konsumen (STK) yang menunjukkan
adanya peningkatan indeks tendensi konsumen (ITK). .
Naiknya ITK mengindikasikan bahwa sebagian besar
konsumen mempersepsikan adanya perbaikan kondisi
ekonomi pada triwulan berjalan bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, STK Jawa
Tengah juga memperlihatkan kenaikan optimisme
konsumen yang terkait dengan pendapatan
mendatang, meskipun rencana pembelian barang
tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan menurun.
Konsumsi pemerintah diperkirakan akan mulai
meningkat di triwulan II. Pertumbuhan konsumsi
pemerintah pada triwulan II 2015 diperkirakan akan
mulai mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode sebelumnya terkait dengan beberapa proyek
pemerintah yang mulai terealisasi di triwulan II 2015.
Hal tersebut juga sesuai dengan pola musiman dari
konsumsi pemerintah.
Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih
menjadi pendorong utama pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan akan
mengalami kenaikan di triwulan II sejalan dengan mulai
masuknya bulan Ramadhan yang memberikan efek
psikologis pada masyarakat untuk meningkatkan
konsumsinya.
Sementara itu, investasi diperkirakan akan tumbuh
terbatas. Hal tersebut terkonfirmasi dari menurunnya
indeks rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi,
dan pesta hajatan yang terdapat pada survei tendensi
konsumen. Di sisi lain, net ekspor antardaerah
diperkirakan tetap mengalami kenaikan, sejalan
dengan musim panen raya padi yang masih
berlangsung di triwulan II serta cuaca yang relatif lebih
baik yang mendukung peningkatan .
Hasil survei mengkonfirmasi konsumsi rumah
tangga cenderung tumbuh menguat pada
triwulan II 2015. Hal ini antara lain terindikasi dari hasil
74 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDAPATAN RT MENDATANG RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN
ITK MENDATANG
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV2011 2012 2013 2014
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Sumber : Bank Indonesia
70
80
90
100
110
120
130
140
150 INDEKS
I2015
PENGHASILAN SAAT INIKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA
KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
Grafik 6.5. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
I II III IV I II III IV I II III IV I II*2012 2013 2014 2015
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0 % SBT
*) Angka perkiraan
26.75
14.8
KEGIATAN USAHA PERKIRAAN KEGIATAN USAHA
LAPANGAN USAHAPertumbuhan
Ekonomi
2013
2014 2015 2015 2016
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
Perbedaan dariWEO Januari’15
AMERIKA SERIKAT
JEPANG
TIONGKOK
ZONA EURO
OUTPUT DUNIA
Pangsa EksporJateng*
25,8
7,5
5,2
21,1
2,2
1,6
7,8
-0,5
3,3
2,4
0,1
7,4
0,8
3,3
3,1
1,0
6,8
1,4
3,5
-0,5
0,6
0,0
0,2
0,0
-0,2
0,2
0,0
0,1
0,1
Proyeksi
20163,1
1,2
6,3
1,5
3,8
* Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update Januari 2015
rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan
pesta hajatan akan mengalami penurunan pada
triwulan II. Dengan demikian, PMTB pada triwulan II
diperkirakan relatif stabil.
Konsumsi lembaga nirlaba diperkirakan akan
melambat secara signifikan terkait musim Pemilu
yang telah usai. Berdasarkan data historis, konsumsi
lembaga nirlaba cenderung meningkat pada saat
Pemilu. Konsumsi swasta nirlaba naik tajam pada
triwulan II 2014 didorong penyelenggaraan Pileg, dan
diperkirakan akan menurun secara signifikan di tahun
2015.
6.1.2 Sisi SektoralPada triwulan II 2015, sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan diperkirakan masih meningkat sejalan
dengan masih berlangsungnya musim panen raya.
Kondisi cuaca yang relatif lebih baik diperkirakan akan
mendorong peningkatan kinerja sektor pertanian di
triwulan II 2015. Banjir yang terjadi di awal tahun lalu
cukup mengganggu kinerja subsektor pertanian
sehingga mengalami pertumbuhan yang negatif tahun
lalu. Namun demikian, dengan melihat kondisi cuaca
serta hasil produksi panen raya tahun ini, subsektor
pertanian pada triwulan II 2015 diperkirakan akan
Pada triwulan II 2015 diperkirakan ekspor luar
negeri akan mengalami kenaikan, seiring dengan
pemulihan perekonomian dunia. Perkembangan
ekonomi dunia diperkirakan membaik didorong oleh
kondisi negara maju, khususnya AS dan Eropa, yang
semakin baik, di tengah kondisi negara berkembang
yang masih cenderung menurun. Meskipun perbaikan
ekonomi dunia tidak sebaik yang diharapkan,
pertambahan permintaan ekspor diperkirakan akan
tetap meningkat seperti yang telah terjadi di triwulan I.
Selain itu, tren pelemahan nilai tukar juga ditengarai
akan turut membantu peningkatan kinerja ekspor Jawa
Tengah. Hasil liaison juga menunjukkan bahwa
diversifikasi negara tujuan ekspor merupakan salah
satu prioritas pelaku ekspor Jawa Tengah.
Investasi diperkirakan relatif stabil pada triwulan
I I 2015. Hasi l survei kegiatan dunia usaha
mengindikasikan pelaku usaha tetap optimis dan akan
tetap melakukan investasi pada triwulan II. Sementara
itu, tingkat utilisasi kapasitas produksi yang mengalami
peningkatan pada triwulan laporan juga dapat menjadi
salah satu indikasi peningkatan investasi pada triwulan
berikutnya. Namun demikian, dari sisi konsumen, hasil
survei tendensi konsumen menunjukkan indeks
75OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
6.1.2 Sisi Penggunaan
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
PENGGUNAAN 2014**
I II
III IVTOTAL
4,28
7,21
5,44
4,39
15,3
13,5
112,21
5,14
4,1
22,45
1,05
3,14
22,47
5,63
10,6
5,66
4,04
16,26
-9,68
6,39
19,69
-6,46
15,71
4,19
4,51
3,43
4,79
5,74
8,92
-10,7
-23,06
5,69
3,95
-5,27
9,89
1,52
-9,11
-14,9
23,24
6,16
4,15
8,62
2,66
4,16
9,55
-7,29
-1,02
5,42
4,20
-9,66
3,16
6,78
-4,11
-11,52
14,87
5,54
4.29
-10.14
3.40
6.82
-3.37
-10.86
26.57
5,71
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)
2013*I IIp
2015p
4.42
-10.81
5.15
7.11
-1.96
-10.73
14.50
5.73
TOTALp
survei tendensi konsumen (STK) yang menunjukkan
adanya peningkatan indeks tendensi konsumen (ITK). .
Naiknya ITK mengindikasikan bahwa sebagian besar
konsumen mempersepsikan adanya perbaikan kondisi
ekonomi pada triwulan berjalan bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, STK Jawa
Tengah juga memperlihatkan kenaikan optimisme
konsumen yang terkait dengan pendapatan
mendatang, meskipun rencana pembelian barang
tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan menurun.
Konsumsi pemerintah diperkirakan akan mulai
meningkat di triwulan II. Pertumbuhan konsumsi
pemerintah pada triwulan II 2015 diperkirakan akan
mulai mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode sebelumnya terkait dengan beberapa proyek
pemerintah yang mulai terealisasi di triwulan II 2015.
Hal tersebut juga sesuai dengan pola musiman dari
konsumsi pemerintah.
Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih
menjadi pendorong utama pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan akan
mengalami kenaikan di triwulan II sejalan dengan mulai
masuknya bulan Ramadhan yang memberikan efek
psikologis pada masyarakat untuk meningkatkan
konsumsinya.
Sementara itu, investasi diperkirakan akan tumbuh
terbatas. Hal tersebut terkonfirmasi dari menurunnya
indeks rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi,
dan pesta hajatan yang terdapat pada survei tendensi
konsumen. Di sisi lain, net ekspor antardaerah
diperkirakan tetap mengalami kenaikan, sejalan
dengan musim panen raya padi yang masih
berlangsung di triwulan II serta cuaca yang relatif lebih
baik yang mendukung peningkatan .
Hasil survei mengkonfirmasi konsumsi rumah
tangga cenderung tumbuh menguat pada
triwulan II 2015. Hal ini antara lain terindikasi dari hasil
74 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDAPATAN RT MENDATANG RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN
ITK MENDATANG
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV2011 2012 2013 2014
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Sumber : Bank Indonesia
70
80
90
100
110
120
130
140
150 INDEKS
I2015
PENGHASILAN SAAT INIKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA
KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
Grafik 6.5. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
I II III IV I II III IV I II III IV I II*2012 2013 2014 2015
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0 % SBT
*) Angka perkiraan
26.75
14.8
KEGIATAN USAHA PERKIRAAN KEGIATAN USAHA
LAPANGAN USAHAPertumbuhan
Ekonomi
2013
2014 2015 2015 2016
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
Perbedaan dariWEO Januari’15
AMERIKA SERIKAT
JEPANG
TIONGKOK
ZONA EURO
OUTPUT DUNIA
Pangsa EksporJateng*
25,8
7,5
5,2
21,1
2,2
1,6
7,8
-0,5
3,3
2,4
0,1
7,4
0,8
3,3
3,1
1,0
6,8
1,4
3,5
-0,5
0,6
0,0
0,2
0,0
-0,2
0,2
0,0
0,1
0,1
Proyeksi
20163,1
1,2
6,3
1,5
3,8
* Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update Januari 2015
rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan
pesta hajatan akan mengalami penurunan pada
triwulan II. Dengan demikian, PMTB pada triwulan II
diperkirakan relatif stabil.
Konsumsi lembaga nirlaba diperkirakan akan
melambat secara signifikan terkait musim Pemilu
yang telah usai. Berdasarkan data historis, konsumsi
lembaga nirlaba cenderung meningkat pada saat
Pemilu. Konsumsi swasta nirlaba naik tajam pada
triwulan II 2014 didorong penyelenggaraan Pileg, dan
diperkirakan akan menurun secara signifikan di tahun
2015.
6.1.2 Sisi SektoralPada triwulan II 2015, sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan diperkirakan masih meningkat sejalan
dengan masih berlangsungnya musim panen raya.
Kondisi cuaca yang relatif lebih baik diperkirakan akan
mendorong peningkatan kinerja sektor pertanian di
triwulan II 2015. Banjir yang terjadi di awal tahun lalu
cukup mengganggu kinerja subsektor pertanian
sehingga mengalami pertumbuhan yang negatif tahun
lalu. Namun demikian, dengan melihat kondisi cuaca
serta hasil produksi panen raya tahun ini, subsektor
pertanian pada triwulan II 2015 diperkirakan akan
Pada triwulan II 2015 diperkirakan ekspor luar
negeri akan mengalami kenaikan, seiring dengan
pemulihan perekonomian dunia. Perkembangan
ekonomi dunia diperkirakan membaik didorong oleh
kondisi negara maju, khususnya AS dan Eropa, yang
semakin baik, di tengah kondisi negara berkembang
yang masih cenderung menurun. Meskipun perbaikan
ekonomi dunia tidak sebaik yang diharapkan,
pertambahan permintaan ekspor diperkirakan akan
tetap meningkat seperti yang telah terjadi di triwulan I.
Selain itu, tren pelemahan nilai tukar juga ditengarai
akan turut membantu peningkatan kinerja ekspor Jawa
Tengah. Hasil liaison juga menunjukkan bahwa
diversifikasi negara tujuan ekspor merupakan salah
satu prioritas pelaku ekspor Jawa Tengah.
Investasi diperkirakan relatif stabil pada triwulan
I I 2015. Hasi l survei kegiatan dunia usaha
mengindikasikan pelaku usaha tetap optimis dan akan
tetap melakukan investasi pada triwulan II. Sementara
itu, tingkat utilisasi kapasitas produksi yang mengalami
peningkatan pada triwulan laporan juga dapat menjadi
salah satu indikasi peningkatan investasi pada triwulan
berikutnya. Namun demikian, dari sisi konsumen, hasil
survei tendensi konsumen menunjukkan indeks
75OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
6.1.2 Sisi Penggunaan
Sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor yang merupakan salah satu
sektor utama di Jawa tengah juga diperkirakan
akan mengalami peningkatan. Peningkatan
tersebut sejalan dengan hasil survei tendensi konsumen
yang menunjukkan Sektor perdagangan besar-eceran
dan reparasi mobil-sepeda motor yang merupakan
salah satu sektor utama di Jawa tengah juga
diperk i rakan akan mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei
tendensi konsumen yang menunjukkan optimisme
konsumen yang masih cukup kuat pada triwulan II.
Pasar domestik diperkirakan akan menjadi sumber
pertumbuhan sektor perdagangan besar-ecerandan
reparas i sepeda motor di t r iwulan I I 2015.
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2015
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2015
diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Masuknya masa tanam untuk beberapa
komoditas strategis, seperti bawang merah dan cabai
turut mendorong kenaikan inflasi pada triwulan II.
kembali mengalami pertumbuhan yang positif pada
triwulan II 2015. Subsektor perikanan diprediksi akan
tetap mengalami pertumbuhan sejalan dengan
peninjauan kembali peraturan Menteri KKP untuk
membatalkan pelarangan penggunaan cantrang di
Provinsi Jawa Tengah. Hasil liaison mengungkapkan
bahwa sebagian besar contact yang bergerak di
subsektor perikanan, khususnya perikanan tangkap
yang memiliki produk utama berupa ikan laut masih
mengalami pertumbuhan di triwulan I 2015 dan
diperkirakan masih akan berlanjut di triwulan II 2015.
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan
I I 2 0 1 5 d i p e r k i r a k a n a k a n m e n g a l a m i
peningkatan. Pertumbuhan industri pengolahan
diperkirakan masih didorong oleh pertumbuhan
subsektor makanan dan minuman sebagai salah satu
pemegang porsi terbesar dalam PDRB nominal Jawa
Tengah, sejalan dengan kegiatan building stock
menjelang musim puasa yang sudah mulai berlangsung
di bulan Juni. Sementara itu, Kenaikan cukai rokok yang
berlaku sejak Januari 2015 ditengarai akan sedikit
menahan pertumbuhan industri pengolahan Jawa
Tengah.
Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor
Transportasi Dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum
Informasi Dan Komunikasi
Jasa Keuangan Dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
Produk Domestik Regional Bruto
URAIAN 2014
I* II*
III* IV*TOTAL*
-2.78%
7.00%
8.38%
0.67%
6.11%
5.66%
6.27%
6.23%
5.32%
10.54%
2.92%
8.89%
8.21%
0.73%
9.85%
12.99%
7.91%
5.66%
-3.80%
4.65%
7.29%
7.65%
3.15%
4.18%
1.79%
5.01%
6.40%
10.96%
3.18%
7.85%
6.83%
-2.86%
11.43%
13.46%
8.58%
4.19%
-2.99%
6.02%
9.73%
4.86%
2.96%
2.76%
4.58%
7.94%
9.68%
12.39%
3.68%
5.29%
7.57%
-0.41%
12.28%
11.81%
9.11%
5.69%
-1.94%
8.37%
6.81%
-2.16%
1.65%
4.96%
4.93%
16.46%
9.08%
18.09%
7.11%
6.85%
10.61%
5.67%
7.60%
7.11%
8.41%
6.16%
-2.95%
6.50%
8.04%
2.70%
3.45%
4.38%
4.35%
8.97%
7.63%
13.00%
4.22%
7.19%
8.31%
0.78%
10.17%
11.20%
8.50%
5.42%
-0.28%
1.15%
7.12%
1.41%
1.96%
4.85%
2.92%
14.13%
8.45%
11.57%
5.30%
6.72%
11.56%
4.14%
10.11%
9.35%
8.34%
5.54%
-0.09%
1.12%
7.32%
2.12%
1.76%
5.12%
3.10%
9.69%
9.32%
12.11%
6.28%
5.93%
11.62%
5.09%
12.72%
11.52%
7.61%
5.71%
Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)
I* II*
2015**
-0.46%
0.85%
7.46%
1.78%
1.69%
5.21%
3.49%
8.08%
9.22%
9.65%
6.64%
6.23%
11.46%
4.57%
11.56%
10.65%
12.74%
5.73%
TOTAL
6.2 Inflasi
76 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
beberapa komoditas pangan di triwulan II. Akan tetapi,
masuknya musim panen raya bagi komoditas beras
diperkirakan sedikit menahan laju kenaikan inflasi
kelompok volatile foods.
Inflasi kelompok administered prices diperkirakan
meningkat didorong oleh penyesuaian harga BBM
dan Tarif Tenaga Listrik (TTL) per 1 Mei 2015.
Setelah pada triwulan I bensin menjadi komoditas
penyumbang deflasi pasca penurunan BBM pada
Januari, pada triwulan II bensin diperkirakan akan
menjadi komoditas penyumbang inflasi. Hal ini terkait
kebijakan peningkatan harga BBM oleh pemerintah
pada 28 Maret 2015, yang dampaknya akan
terdistribusi di triwulan II mendatang. Di samping itu,
pada 1 Mei 2015 terjadi penyesuaian tarif listrik bagi
beberapa golongan, khususnya golongan industri.
Kenaikan tarif listrik ditengarai akan berdampak pada
peningkatan biaya produksi oleh perusahaan, sehingga
akan meningkatan harga jual di pasaran. Inf las i kelompok int i juga diperkirakan
mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh nilai
tukar rupiah yang diperkirakan masih melemah,
sehingga berdampak kepada kenaikan harga barang
impor. Dampak lanjutan kebijakan kenaikan komoditas
administered, seperti kenaikan tarif listrik dan elpiji
terhadap inflasi biaya tempat tinggal dan makanan jadi,
serta masuknya tahun ajaran baru.
Selain itu, tekanan harga juga berasal dari penyesuaian
tarif tenaga listrik (TTL) untuk beberapa golongan per 1
Mei 2015. Inflasi triwulan II diperkirakan sebesar 6,06%
(yoy) atau meningkat dari triwulan I yang sebesar
5,68% (yoy). Peningkatan inflasi terjadi di seluruh
kelompok, baik kelompok core, volatile foods, maupun
administered prices.
Inflasi volatile foods diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Terbakarnya Pasar Johar ditengarai akan berpengaruh
terhadap pembentukan harga komoditas, terutama
komoditas bahan pokok. Selain itu, kenaikan harga
beberapa komoditas strategis juga sejalan dengan
masuknya musim tanam, seperti pada komoditas
bawang merah dan cabai. Komoditas daging ayam juga
turut memberikan andil terhadap kenaikan inflasi
volatile foods, kenaikan ini masih dipengaruhi oleh
kenaikan harga pakan yang disepakati naik di akhir
Maret lalu. Selain itu peternak juga memutuskan untuk
membatasi pasokan guna mengantisipasi terjadinya
penurunan harga yang terlalu dalam. Berdasarkan
informasi dari Dinas Peternakan, di awal April telah
dilaksanakan pertemuan antara perusahaan pembibit
dan peternak unggas yang sepakat untuk membatasi
pasokan melalui pemotongan DOC sebanyak 40% dan
parent stock (PS) sebanyak 10% dari total populasi.
Efek psikologis masyarakat menjelang bulan Ramadhan
juga diperkirakan akan mempengaruhi kenaikan harga
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.7
190
180
170
160
150
140
130
120
2013 2014
BULAN YAD 6 BULAN YAD
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.6
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
% YOY
I II III IV I IIp
2014 2015
77OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor yang merupakan salah satu
sektor utama di Jawa tengah juga diperkirakan
akan mengalami peningkatan. Peningkatan
tersebut sejalan dengan hasil survei tendensi konsumen
yang menunjukkan Sektor perdagangan besar-eceran
dan reparasi mobil-sepeda motor yang merupakan
salah satu sektor utama di Jawa tengah juga
diperk i rakan akan mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei
tendensi konsumen yang menunjukkan optimisme
konsumen yang masih cukup kuat pada triwulan II.
Pasar domestik diperkirakan akan menjadi sumber
pertumbuhan sektor perdagangan besar-ecerandan
reparas i sepeda motor di t r iwulan I I 2015.
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2015
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2015
diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Masuknya masa tanam untuk beberapa
komoditas strategis, seperti bawang merah dan cabai
turut mendorong kenaikan inflasi pada triwulan II.
kembali mengalami pertumbuhan yang positif pada
triwulan II 2015. Subsektor perikanan diprediksi akan
tetap mengalami pertumbuhan sejalan dengan
peninjauan kembali peraturan Menteri KKP untuk
membatalkan pelarangan penggunaan cantrang di
Provinsi Jawa Tengah. Hasil liaison mengungkapkan
bahwa sebagian besar contact yang bergerak di
subsektor perikanan, khususnya perikanan tangkap
yang memiliki produk utama berupa ikan laut masih
mengalami pertumbuhan di triwulan I 2015 dan
diperkirakan masih akan berlanjut di triwulan II 2015.
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan
I I 2 0 1 5 d i p e r k i r a k a n a k a n m e n g a l a m i
peningkatan. Pertumbuhan industri pengolahan
diperkirakan masih didorong oleh pertumbuhan
subsektor makanan dan minuman sebagai salah satu
pemegang porsi terbesar dalam PDRB nominal Jawa
Tengah, sejalan dengan kegiatan building stock
menjelang musim puasa yang sudah mulai berlangsung
di bulan Juni. Sementara itu, Kenaikan cukai rokok yang
berlaku sejak Januari 2015 ditengarai akan sedikit
menahan pertumbuhan industri pengolahan Jawa
Tengah.
Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor
Transportasi Dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum
Informasi Dan Komunikasi
Jasa Keuangan Dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
Produk Domestik Regional Bruto
URAIAN 2014
I* II*
III* IV*TOTAL*
-2.78%
7.00%
8.38%
0.67%
6.11%
5.66%
6.27%
6.23%
5.32%
10.54%
2.92%
8.89%
8.21%
0.73%
9.85%
12.99%
7.91%
5.66%
-3.80%
4.65%
7.29%
7.65%
3.15%
4.18%
1.79%
5.01%
6.40%
10.96%
3.18%
7.85%
6.83%
-2.86%
11.43%
13.46%
8.58%
4.19%
-2.99%
6.02%
9.73%
4.86%
2.96%
2.76%
4.58%
7.94%
9.68%
12.39%
3.68%
5.29%
7.57%
-0.41%
12.28%
11.81%
9.11%
5.69%
-1.94%
8.37%
6.81%
-2.16%
1.65%
4.96%
4.93%
16.46%
9.08%
18.09%
7.11%
6.85%
10.61%
5.67%
7.60%
7.11%
8.41%
6.16%
-2.95%
6.50%
8.04%
2.70%
3.45%
4.38%
4.35%
8.97%
7.63%
13.00%
4.22%
7.19%
8.31%
0.78%
10.17%
11.20%
8.50%
5.42%
-0.28%
1.15%
7.12%
1.41%
1.96%
4.85%
2.92%
14.13%
8.45%
11.57%
5.30%
6.72%
11.56%
4.14%
10.11%
9.35%
8.34%
5.54%
-0.09%
1.12%
7.32%
2.12%
1.76%
5.12%
3.10%
9.69%
9.32%
12.11%
6.28%
5.93%
11.62%
5.09%
12.72%
11.52%
7.61%
5.71%
Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)
I* II*
2015**
-0.46%
0.85%
7.46%
1.78%
1.69%
5.21%
3.49%
8.08%
9.22%
9.65%
6.64%
6.23%
11.46%
4.57%
11.56%
10.65%
12.74%
5.73%
TOTAL
6.2 Inflasi
76 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
beberapa komoditas pangan di triwulan II. Akan tetapi,
masuknya musim panen raya bagi komoditas beras
diperkirakan sedikit menahan laju kenaikan inflasi
kelompok volatile foods.
Inflasi kelompok administered prices diperkirakan
meningkat didorong oleh penyesuaian harga BBM
dan Tarif Tenaga Listrik (TTL) per 1 Mei 2015.
Setelah pada triwulan I bensin menjadi komoditas
penyumbang deflasi pasca penurunan BBM pada
Januari, pada triwulan II bensin diperkirakan akan
menjadi komoditas penyumbang inflasi. Hal ini terkait
kebijakan peningkatan harga BBM oleh pemerintah
pada 28 Maret 2015, yang dampaknya akan
terdistribusi di triwulan II mendatang. Di samping itu,
pada 1 Mei 2015 terjadi penyesuaian tarif listrik bagi
beberapa golongan, khususnya golongan industri.
Kenaikan tarif listrik ditengarai akan berdampak pada
peningkatan biaya produksi oleh perusahaan, sehingga
akan meningkatan harga jual di pasaran. Inf las i kelompok int i juga diperkirakan
mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh nilai
tukar rupiah yang diperkirakan masih melemah,
sehingga berdampak kepada kenaikan harga barang
impor. Dampak lanjutan kebijakan kenaikan komoditas
administered, seperti kenaikan tarif listrik dan elpiji
terhadap inflasi biaya tempat tinggal dan makanan jadi,
serta masuknya tahun ajaran baru.
Selain itu, tekanan harga juga berasal dari penyesuaian
tarif tenaga listrik (TTL) untuk beberapa golongan per 1
Mei 2015. Inflasi triwulan II diperkirakan sebesar 6,06%
(yoy) atau meningkat dari triwulan I yang sebesar
5,68% (yoy). Peningkatan inflasi terjadi di seluruh
kelompok, baik kelompok core, volatile foods, maupun
administered prices.
Inflasi volatile foods diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Terbakarnya Pasar Johar ditengarai akan berpengaruh
terhadap pembentukan harga komoditas, terutama
komoditas bahan pokok. Selain itu, kenaikan harga
beberapa komoditas strategis juga sejalan dengan
masuknya musim tanam, seperti pada komoditas
bawang merah dan cabai. Komoditas daging ayam juga
turut memberikan andil terhadap kenaikan inflasi
volatile foods, kenaikan ini masih dipengaruhi oleh
kenaikan harga pakan yang disepakati naik di akhir
Maret lalu. Selain itu peternak juga memutuskan untuk
membatasi pasokan guna mengantisipasi terjadinya
penurunan harga yang terlalu dalam. Berdasarkan
informasi dari Dinas Peternakan, di awal April telah
dilaksanakan pertemuan antara perusahaan pembibit
dan peternak unggas yang sepakat untuk membatasi
pasokan melalui pemotongan DOC sebanyak 40% dan
parent stock (PS) sebanyak 10% dari total populasi.
Efek psikologis masyarakat menjelang bulan Ramadhan
juga diperkirakan akan mempengaruhi kenaikan harga
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.7
190
180
170
160
150
140
130
120
2013 2014
BULAN YAD 6 BULAN YAD
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.6
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
% YOY
I II III IV I IIp
2014 2015
77OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.8
200
190
180
170
160
150
2013 2014
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
kelompok ini sebesar 10,88% (yoy), meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar
9,54% (yoy). Kenaikan ini didorong adanya
penyesuaian harga BBM dan elpiji. Pada 28 Maret 2015,
harga BBM kembali naik sebesar Rp500/liter, setelah
sebelumnya naik sebesar Rp200/liter pada 1 Maret
2015. Komoditas bensin mengalami inflasi 6,73%
(mtm) dan memberikan sumbangan 0,23% terhadap
inflasi Jawa Tengah. Namun demikian, kenaikan harga
BBM ini tercatat belum memiliki dampak lanjutan
(second round effect) bagi kenaikan tarif angkutan
antarkota dalam provinsi. Berdasarkan informasi dari
Dishub Provinsi Jawa Tengah, pemerintah provinsi
menetapkan tidak akan menaikkan tarif angkutan
antarkota dalam provinsi. Tarif angkutan dalam kota
yang merupakan kewenangan pemerintah tingkat
kabupaten/kota juga belum diputuskan adanya
penyesuaian tarif.
K e n a i k a n h a r g a e l p i j i 1 2 k g s e b e s a r
Rp8.000/tabung turut memberikan andil pada
kenaikan inflasi. Komoditas bahan bakar rumah
tangga mencatatkan inflasi sebesar 1,61% (mtm)
dengan sumbangan sebesar 0,03%. Lebih jauh,
meningkatnya tarif moda kereta api ekonomi per 1
April 2015 turut menyumbang inflasi dari kelompok
administered prices. Inflasi tarip kereta api tercatat
sebesar 28,06% (mtm) dan memberikan sumbangan
inflasi sebesar 0,04%.
Perkiraan terjadinya peningkatan inflasi di
triwulan II 2015 juga terkonfirmasi dari hasil
Survei Konsumen yang menunjukan peningkatan
ekspektasi harga. Peningkatan ekspektasi harga oleh
masyarakat tersebut terjadi baik pada ekspektasi harga
3 bulan maupun harga 6 bulan ke depan. Sementara
itu, hasil Survei Pedagang Eceran juga menunjukan
kenaikan ekspektasi harga pada 3 bulan ke depan.
Akan tetapi perkiraan peningkatan inflasi pada triwulan
II tidak sejalan dengan hail survei ekspektasi harga 6
bulan ke depan, yang menunjukan adanya penurunan
harga.
6.2.2 Inflasi April 2015Provinsi Jawa Tengah pada April 2015 mengalami inflasi
sebesar 0,17% (mtm), atau naik tipis dibandingkan
bulan Maret yang sebesar 0,16% (mtm). Angka ini lebih
rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 0,36%
(mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi Jawa
Tengah tercatat sebesar 5,99% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan bulan Maret 5,68% (yoy). Dibandingkan
inflasi nasional sebesar 6,79% (yoy), inflasi Jawa
Tengah pada bulan berjalan mencatatkan angka lebih
rendah. Tekanan harga di bulan ini terutama didorong
oleh penyesuaian harga BBM dan elpiji.
Kelompok administered prices secara bulanan
tercatat mengalami inflasi sebesar 1,69% (mtm),
lebih tinggi dibandingkan bulan Maret yang sebesar
0,95% (mtm). Sementara secara tahunan, inflasi di
78 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
177,50 dan 180,00. Sementara itu, hasil survei
konsumen menunjukkan peningkatan harga tiga bulan
mendatang sebesar 184,00 dari sebelumnya 173,60
pada bulan Maret 2015. Begitu pula dengan indeks
peningkatan harga konsumen di enam bulan yang akan
datang.
6.2.3. Inflasi 2015
Untuk kese luruhan tahun 2015 , inf las i
diperkirakan akan menurun dibanding tahun
sebelumnya. Inflasi tahun 2015 diperkirakan sebesar
4,0%-4,5% (yoy), atau turun tajam dibandingkan
tahun 2014 sebesar 8,22% (yoy).
Kelompok administered prices diperkirakan akan
mengalami deflasi, walaupun dampak penyesuaian
harga BBM, elpiji dan TTL tetap harus di waspadai
sepanjang tahun 2015.
Selain itu, tekanan inflasi yang berasal dari
kelompok volatile foods juga diperkirakan akan
menurun. Penurunan ini didukung oleh terjaganya
ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga
komoditas pangan strategis. Selain itu, semakin
solidnya koordinasi antara Pemerintah dan BI dalam
forum TPI/TPID turut mendukung penurunan inflasi
Jawa Tengah. Namun demikian, anomali kondisi cuaca
yang mempengaruhi musim tanam dan juga musim
panen perlu untuk diwaspadai. Selain itu, bencana
alam lainnya seperti banjir ataupun badai juga dapat
menimbulkan gejolak harga pangan. Inflasi inti diperkirakan akan mengalami sedikit
penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Ekspektasi masyarakat diperkirakan akan terjaga
seiring dengan terjaganya pasokan dan keterjangkauan
harga komoditas strategis.
Kelompok volatile foods mengalami deflasi
sebesar 1,41% (mtm), lebih dalam dibandingkan
dengan deflasi bulan sebelumnya yang sebesar
0,33% (mtm). Rendahnya tekanan harga kelompok
volatile foods utamanya disebabkan menurunnya
harga komoditas beras dan cabai rawit yang
mengalami masa panen di beberapa daerah sentra
produksi. Berdasarkan informasi dari Ketua Asosiasi
Pengusaha Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi)
Jateng, panen raya terjadi di bulan April 2015 dimana
wilayah Jawa Tengah bagian selatan seperti
Banjarnegara, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Kutoarjo
hingga Bantul mengalami masa panen. Hal tersebut
ditambah dengan sisa panen dari Soloraya yang masih
berkisar 25-30%. Komoditas beras tercatat mengalami
deflasi 8,66% (mtm) dan memberikan sumbangan
-0,39%.
Inflasi kelompok inti meningkat tipis seiring
dengan kenaikan permintaan domestik yang
moderat dan ekspektasi masyarakat. Pada bulan
April 2015, inflasi kelompok inti tercatat sebesar 0,20
(mtm) atau 4,47% (yoy). Angka ini meningkat
dibandingkan bulan Maret 2015 yang sebesar 0,10%
(mtm) atau 4,46% (yoy). Tekanan ekternal pada bulan
ini meningkat yang ditengarai bersumber dari transmisi
pass-through depresiasi Rupiah yang terjadi pada
bulan-bulan sebelumnya terhadap komoditas inti.
Sementara itu, harga komoditas global (IHIM)
terkoreksi sebesar 3,79% (mtm). Peningkatan tekanan
eksternal ini tercermin dari meningkatnya inflasi inti
traded menjadi 0,44% (mtm) dari sebelumnya
0,29%(mtm).
Dari sisi internal, terbatasnya peningkatan inflasi
di kelompok inti didukung oleh terkendalinya
ekspektasi, terutama di tingkat pedagang. Survei
pedagang eceran menunjukkan espektasi harga tiga
bulan dan enam bulan mendatang mencatatkan angka
yang stabil dengan indeks masing-masing sebesar
79OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.8
200
190
180
170
160
150
2013 2014
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
kelompok ini sebesar 10,88% (yoy), meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar
9,54% (yoy). Kenaikan ini didorong adanya
penyesuaian harga BBM dan elpiji. Pada 28 Maret 2015,
harga BBM kembali naik sebesar Rp500/liter, setelah
sebelumnya naik sebesar Rp200/liter pada 1 Maret
2015. Komoditas bensin mengalami inflasi 6,73%
(mtm) dan memberikan sumbangan 0,23% terhadap
inflasi Jawa Tengah. Namun demikian, kenaikan harga
BBM ini tercatat belum memiliki dampak lanjutan
(second round effect) bagi kenaikan tarif angkutan
antarkota dalam provinsi. Berdasarkan informasi dari
Dishub Provinsi Jawa Tengah, pemerintah provinsi
menetapkan tidak akan menaikkan tarif angkutan
antarkota dalam provinsi. Tarif angkutan dalam kota
yang merupakan kewenangan pemerintah tingkat
kabupaten/kota juga belum diputuskan adanya
penyesuaian tarif.
K e n a i k a n h a r g a e l p i j i 1 2 k g s e b e s a r
Rp8.000/tabung turut memberikan andil pada
kenaikan inflasi. Komoditas bahan bakar rumah
tangga mencatatkan inflasi sebesar 1,61% (mtm)
dengan sumbangan sebesar 0,03%. Lebih jauh,
meningkatnya tarif moda kereta api ekonomi per 1
April 2015 turut menyumbang inflasi dari kelompok
administered prices. Inflasi tarip kereta api tercatat
sebesar 28,06% (mtm) dan memberikan sumbangan
inflasi sebesar 0,04%.
Perkiraan terjadinya peningkatan inflasi di
triwulan II 2015 juga terkonfirmasi dari hasil
Survei Konsumen yang menunjukan peningkatan
ekspektasi harga. Peningkatan ekspektasi harga oleh
masyarakat tersebut terjadi baik pada ekspektasi harga
3 bulan maupun harga 6 bulan ke depan. Sementara
itu, hasil Survei Pedagang Eceran juga menunjukan
kenaikan ekspektasi harga pada 3 bulan ke depan.
Akan tetapi perkiraan peningkatan inflasi pada triwulan
II tidak sejalan dengan hail survei ekspektasi harga 6
bulan ke depan, yang menunjukan adanya penurunan
harga.
6.2.2 Inflasi April 2015Provinsi Jawa Tengah pada April 2015 mengalami inflasi
sebesar 0,17% (mtm), atau naik tipis dibandingkan
bulan Maret yang sebesar 0,16% (mtm). Angka ini lebih
rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 0,36%
(mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi Jawa
Tengah tercatat sebesar 5,99% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan bulan Maret 5,68% (yoy). Dibandingkan
inflasi nasional sebesar 6,79% (yoy), inflasi Jawa
Tengah pada bulan berjalan mencatatkan angka lebih
rendah. Tekanan harga di bulan ini terutama didorong
oleh penyesuaian harga BBM dan elpiji.
Kelompok administered prices secara bulanan
tercatat mengalami inflasi sebesar 1,69% (mtm),
lebih tinggi dibandingkan bulan Maret yang sebesar
0,95% (mtm). Sementara secara tahunan, inflasi di
78 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
177,50 dan 180,00. Sementara itu, hasil survei
konsumen menunjukkan peningkatan harga tiga bulan
mendatang sebesar 184,00 dari sebelumnya 173,60
pada bulan Maret 2015. Begitu pula dengan indeks
peningkatan harga konsumen di enam bulan yang akan
datang.
6.2.3. Inflasi 2015
Untuk kese luruhan tahun 2015 , inf las i
diperkirakan akan menurun dibanding tahun
sebelumnya. Inflasi tahun 2015 diperkirakan sebesar
4,0%-4,5% (yoy), atau turun tajam dibandingkan
tahun 2014 sebesar 8,22% (yoy).
Kelompok administered prices diperkirakan akan
mengalami deflasi, walaupun dampak penyesuaian
harga BBM, elpiji dan TTL tetap harus di waspadai
sepanjang tahun 2015.
Selain itu, tekanan inflasi yang berasal dari
kelompok volatile foods juga diperkirakan akan
menurun. Penurunan ini didukung oleh terjaganya
ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga
komoditas pangan strategis. Selain itu, semakin
solidnya koordinasi antara Pemerintah dan BI dalam
forum TPI/TPID turut mendukung penurunan inflasi
Jawa Tengah. Namun demikian, anomali kondisi cuaca
yang mempengaruhi musim tanam dan juga musim
panen perlu untuk diwaspadai. Selain itu, bencana
alam lainnya seperti banjir ataupun badai juga dapat
menimbulkan gejolak harga pangan. Inflasi inti diperkirakan akan mengalami sedikit
penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Ekspektasi masyarakat diperkirakan akan terjaga
seiring dengan terjaganya pasokan dan keterjangkauan
harga komoditas strategis.
Kelompok volatile foods mengalami deflasi
sebesar 1,41% (mtm), lebih dalam dibandingkan
dengan deflasi bulan sebelumnya yang sebesar
0,33% (mtm). Rendahnya tekanan harga kelompok
volatile foods utamanya disebabkan menurunnya
harga komoditas beras dan cabai rawit yang
mengalami masa panen di beberapa daerah sentra
produksi. Berdasarkan informasi dari Ketua Asosiasi
Pengusaha Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi)
Jateng, panen raya terjadi di bulan April 2015 dimana
wilayah Jawa Tengah bagian selatan seperti
Banjarnegara, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Kutoarjo
hingga Bantul mengalami masa panen. Hal tersebut
ditambah dengan sisa panen dari Soloraya yang masih
berkisar 25-30%. Komoditas beras tercatat mengalami
deflasi 8,66% (mtm) dan memberikan sumbangan
-0,39%.
Inflasi kelompok inti meningkat tipis seiring
dengan kenaikan permintaan domestik yang
moderat dan ekspektasi masyarakat. Pada bulan
April 2015, inflasi kelompok inti tercatat sebesar 0,20
(mtm) atau 4,47% (yoy). Angka ini meningkat
dibandingkan bulan Maret 2015 yang sebesar 0,10%
(mtm) atau 4,46% (yoy). Tekanan ekternal pada bulan
ini meningkat yang ditengarai bersumber dari transmisi
pass-through depresiasi Rupiah yang terjadi pada
bulan-bulan sebelumnya terhadap komoditas inti.
Sementara itu, harga komoditas global (IHIM)
terkoreksi sebesar 3,79% (mtm). Peningkatan tekanan
eksternal ini tercermin dari meningkatnya inflasi inti
traded menjadi 0,44% (mtm) dari sebelumnya
0,29%(mtm).
Dari sisi internal, terbatasnya peningkatan inflasi
di kelompok inti didukung oleh terkendalinya
ekspektasi, terutama di tingkat pedagang. Survei
pedagang eceran menunjukkan espektasi harga tiga
bulan dan enam bulan mendatang mencatatkan angka
yang stabil dengan indeks masing-masing sebesar
79OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Share of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Sektor Ekonomi Dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada
pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Share Effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi
kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini, dengan skala 1-100.
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi
kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup,
yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Daftar Istilah
81DAFTAR ISTILAH
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Share of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Sektor Ekonomi Dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada
pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Share Effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi
kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini, dengan skala 1-100.
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi
kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup,
yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Daftar Istilah
81DAFTAR ISTILAH
Andil Inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan.
Bobot Inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang
diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Ekspor
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji,
bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu
sebagai dasar perhitungannya.
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri
dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.
Cash Inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode
tertentu.
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari netcash
outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash inflows bila terjadi
sebaliknya.
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman
pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva.
Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada
pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada
perorangan.
82 DAFTAR ISTILAH
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan
pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama
dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta
maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet
seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau
bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil
perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank
Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang
diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin
besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari
jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus
dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet (setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering
disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet
maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.
83DAFTAR ISTILAH
Andil Inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan.
Bobot Inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang
diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Ekspor
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji,
bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu
sebagai dasar perhitungannya.
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri
dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.
Cash Inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode
tertentu.
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari netcash
outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash inflows bila terjadi
sebaliknya.
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman
pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva.
Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada
pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada
perorangan.
82 DAFTAR ISTILAH
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan
pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama
dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta
maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet
seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau
bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil
perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank
Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang
diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin
besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari
jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus
dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet (setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering
disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet
maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.
83DAFTAR ISTILAH
Industri
Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang
kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan
(assembling) dari bagian suatu industri.
Pekerja
Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha tersebut.
Pekerja Dibayar
Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-
tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.
Pekerja Tidak Dibayar
Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak
mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di
perusahaan.
Input
Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku,
bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non
industri lainnya.
Output
Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang
dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok
barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.
Nilai Tambah/Value Added
Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.
Produktivitas
Rasio antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.
Tingkat Efisiensi
Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.
Gross Margin
Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.
Usaha
Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar
dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.
Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa
sehomogen mungkin, Umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri
mengenai produksi, bahan baku, pekerja, dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.
Perusahaan Industri
Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan
penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.
84 DAFTAR ISTILAH
Jasa Industri
Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak
atau balas jasa ( fee ).
Inflasi Inti/ Core
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor dasar, seperti (i) interaksi permintaan dan penawaran, (ii) lingkungan
eksternal (nilai tukar, harga komoditi, dan inflasi mitra dagang), dan (iii) ekpektasi inflasi dari pedagang dan
konsumen.
85DAFTAR ISTILAH
Industri
Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang
kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan
(assembling) dari bagian suatu industri.
Pekerja
Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha tersebut.
Pekerja Dibayar
Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-
tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.
Pekerja Tidak Dibayar
Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak
mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di
perusahaan.
Input
Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku,
bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non
industri lainnya.
Output
Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang
dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok
barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.
Nilai Tambah/Value Added
Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.
Produktivitas
Rasio antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.
Tingkat Efisiensi
Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.
Gross Margin
Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.
Usaha
Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar
dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.
Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa
sehomogen mungkin, Umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri
mengenai produksi, bahan baku, pekerja, dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.
Perusahaan Industri
Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan
penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.
84 DAFTAR ISTILAH
Jasa Industri
Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak
atau balas jasa ( fee ).
Inflasi Inti/ Core
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor dasar, seperti (i) interaksi permintaan dan penawaran, (ii) lingkungan
eksternal (nilai tukar, harga komoditi, dan inflasi mitra dagang), dan (iii) ekpektasi inflasi dari pedagang dan
konsumen.
85DAFTAR ISTILAH