102
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

  • Upload
    vodang

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

KAJIANEKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

Page 2: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi

Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi

mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem

pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia

juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi

yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus

berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai

pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi

pihak-pihak yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita

semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan

pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

KATA PENGANTAR

i

Semarang, Mei 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH

Ttd

Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif

Page 3: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi

Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi

mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem

pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia

juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi

yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus

berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai

pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi

pihak-pihak yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita

semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan

pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

KATA PENGANTAR

i

Semarang, Mei 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH

Ttd

Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif

Page 4: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Grafik

Daftar Suplemen

Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

Ringkasan Umum

1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah

2.1. Inflasi Secara Umum

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

2.2.4. Kelompok Lainnya

2.3. Disagregasi Inflasi

2.3.1. Kelompok Administered Prices

2.3.2. Kelompok Volatile Foods

2.3.3. Kelompok Inti

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

3. Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

3.2. Perkembangan Bank Umum

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

3.2.3. Penyaluran Kredit

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

iiiDAFTAR ISI

i

iii

v

vii

xi

xiii

1

9

9

9

14

23

23

25

26

26

27

27

27

27

28

30

32

41

41

41

41

42

43

44

45

46

Daftar Isi

Page 5: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Grafik

Daftar Suplemen

Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

Ringkasan Umum

1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah

2.1. Inflasi Secara Umum

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

2.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

2.2.4. Kelompok Lainnya

2.3. Disagregasi Inflasi

2.3.1. Kelompok Administered Prices

2.3.2. Kelompok Volatile Foods

2.3.3. Kelompok Inti

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

3. Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran

3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

3.2. Perkembangan Bank Umum

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

3.2.3. Penyaluran Kredit

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

iiiDAFTAR ISI

i

iii

v

vii

xi

xiii

1

9

9

9

14

23

23

25

26

26

27

27

27

27

28

30

32

41

41

41

41

42

43

44

45

46

Daftar Isi

Page 6: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

9

10

14

15

24

25

25

25

26

42

47

57

58

59

63

64

65

65

65

68

74

75

76

vDAFTAR TABEL

Daftar Tabel

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – Triwulan I 2015

(triliun rupiah)

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan

Tahun 2011 – Triwulan I 2015 (%)

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – Triwulan I 2015 (triliun

rupiah)

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010(%)

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Triwulan I 2015 - Kelompok Bahan Makanan

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah

Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Juta Rupiah)

Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2014 & 2015

Tabel 4.3. Realisasi Belanja Triwulan I tahun 2014 & 2015

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta

orang)

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, (juta orang)

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan (juta orang)

Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2010 – September 2014 (Rupiah)

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan

dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)

Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)

Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha

dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

3.5. Perkembangan Transaksi Kliring dan BI-Real Time Gross Settlement (RTGS)

3.6. Perkembangan Perkasan

4. Perkembangan Keuangan Daerah

4.1. Realisasi APBD Triwulan I 2015

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2015

5. Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

5.1. Ketenagakerjaan

5.2. Pengangguran

5.3. Nilai Tukar Petani

5.4. Tingkat Kemiskinan

6. Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1. Sisi Penggunaan

6.1.2. Sisi Sektoral

6.2. Inflasi

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2015

6.2.2. Inflasi April 2015

6.2.3. Inflasi 2015

46

47

49

52

57

57

57

58

63

63

66

66

67

73

73

74

75

76

76

78

79

iv DAFTAR ISI

Daftar Isi

Page 7: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

9

10

14

15

24

25

25

25

26

42

47

57

58

59

63

64

65

65

65

68

74

75

76

vDAFTAR TABEL

Daftar Tabel

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – Triwulan I 2015

(triliun rupiah)

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan

Tahun 2011 – Triwulan I 2015 (%)

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – Triwulan I 2015 (triliun

rupiah)

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010(%)

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Triwulan I 2015 - Kelompok Bahan Makanan

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah

Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Juta Rupiah)

Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2014 & 2015

Tabel 4.3. Realisasi Belanja Triwulan I tahun 2014 & 2015

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta

orang)

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, (juta orang)

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan (juta orang)

Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2010 – September 2014 (Rupiah)

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan

dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)

Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)

Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha

dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

3.5. Perkembangan Transaksi Kliring dan BI-Real Time Gross Settlement (RTGS)

3.6. Perkembangan Perkasan

4. Perkembangan Keuangan Daerah

4.1. Realisasi APBD Triwulan I 2015

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2015

5. Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

5.1. Ketenagakerjaan

5.2. Pengangguran

5.3. Nilai Tukar Petani

5.4. Tingkat Kemiskinan

6. Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1. Sisi Penggunaan

6.1.2. Sisi Sektoral

6.2. Inflasi

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2015

6.2.2. Inflasi April 2015

6.2.3. Inflasi 2015

46

47

49

52

57

57

57

58

63

63

66

66

67

73

73

74

75

76

76

78

79

iv DAFTAR ISI

Daftar Isi

Page 8: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

10

10

10

11

11

11

11

12

12

12

12

13

13

13

13

13

13

14

14

15

16

16

16

16

17

17

17

17

18

18

18

18

Grafik 1.1. Survei Tendensi Konsumen

Grafik 1.2. Pertumbuhan Giro Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah

Grafik 1.3. Perkembangan Ekspor dan Impor Antardaerah

Grafik 1.4. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama

Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah

Grafik 1.7. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah

Grafik 1.8. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah

Grafik 1.9. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal Vs PMTDB

Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah

Grafik 1.11. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah

Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.15. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2015

Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.18. Pangsa Negara Asal Impor Provinsi Jawa Tengah Triwulan I

Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.20. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan I

Tahun 2015 (%)

Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.22. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran

Grafik 1.23. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.24. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.25. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah

Grafik 1.26. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah

Grafik 1.27. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah

Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah

Grafik 1.29. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah

Grafik 1.30. Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modal di Jawa Tengah

Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah

Grafik 1.32. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi di Jawa Tengah

viiDAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Page 9: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

10

10

10

11

11

11

11

12

12

12

12

13

13

13

13

13

13

14

14

15

16

16

16

16

17

17

17

17

18

18

18

18

Grafik 1.1. Survei Tendensi Konsumen

Grafik 1.2. Pertumbuhan Giro Pemerintah dan Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah

Grafik 1.3. Perkembangan Ekspor dan Impor Antardaerah

Grafik 1.4. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama

Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah

Grafik 1.7. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi dan Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah

Grafik 1.8. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah

Grafik 1.9. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal Vs PMTDB

Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah

Grafik 1.11. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah

Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.15. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2015

Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.18. Pangsa Negara Asal Impor Provinsi Jawa Tengah Triwulan I

Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.20. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan I

Tahun 2015 (%)

Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.22. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran

Grafik 1.23. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.24. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.25. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah

Grafik 1.26. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah

Grafik 1.27. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah

Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah

Grafik 1.29. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah

Grafik 1.30. Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modal di Jawa Tengah

Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah

Grafik 1.32. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi di Jawa Tengah

viiDAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Page 10: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

44

44

44

45

45

45

46

46

46

46

47

47

48

48

48

48

49

49

50

51

51

51

52

52

53

53

57

57

58

59

59

59

ixDAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 3.17. Perkembangan Kredit kepada UMKM

Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Grafik 3.19. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

Grafik 3.21. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.22. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.23. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.24. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.25. Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan Usaha Triwulan I 2015

Grafik 3.26. Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGS Jawa Tengah

Grafik 3.27. Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGS Jawa Tengah

Grafik 3.28. Perkembangan Perputaran Transaksi Non Tunai dan Kegiatan Usaha Triwulan I 2015

Grafik 3.29. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.30. Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Lusuh

Grafik 3.31. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Lokasi

Grafik 3.32. Persentase Temuan Uang Palsu Setiap Pecahan

Grafik 4.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah

Grafik 4.2. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

Grafik 4.3. Komposisi Anggaran Pendapatan

Grafik 4.4. Perkembangan Anggaran Belanja Daerah

Grafik 4.5. Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)

Grafik 4.6. Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014

Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan

Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan

Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan I

Grafik 2.8. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin

Grafik 2.10. Inflasi Bulanan November Subkelompok Transpor

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Foods 2012-2015 Tw I

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Foods Triwulan I

Grafik 2.13. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.14. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah

Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I

Grafik 2.19. Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Nontraded

Grafik 2.20. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga

Grafik 2.21. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded

Grafik 2.23. Inflasi Tahunan Triwulan I 2015

Grafik 2.24. Perkembangan Inflasi Tahunan

Grafik 2.25. Inflasi Tahunan Kota

Grafik 2.26. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2015

Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di ProvinsiJawa Tengah

Grafik 3.4. Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah

23

23

24

24

27

27

28

28

28

28

29

29

29

29

30

30

30

31

31

31

31

31

32

32

32

32

41

41

43

43

43

43

viii DAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Page 11: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

44

44

44

45

45

45

46

46

46

46

47

47

48

48

48

48

49

49

50

51

51

51

52

52

53

53

57

57

58

59

59

59

ixDAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 3.17. Perkembangan Kredit kepada UMKM

Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Grafik 3.19. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

Grafik 3.21. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.22. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.23. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.24. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.25. Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan Usaha Triwulan I 2015

Grafik 3.26. Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGS Jawa Tengah

Grafik 3.27. Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGS Jawa Tengah

Grafik 3.28. Perkembangan Perputaran Transaksi Non Tunai dan Kegiatan Usaha Triwulan I 2015

Grafik 3.29. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.30. Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Lusuh

Grafik 3.31. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Lokasi

Grafik 3.32. Persentase Temuan Uang Palsu Setiap Pecahan

Grafik 4.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah

Grafik 4.2. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

Grafik 4.3. Komposisi Anggaran Pendapatan

Grafik 4.4. Perkembangan Anggaran Belanja Daerah

Grafik 4.5. Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)

Grafik 4.6. Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014

Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan

Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan

Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan I

Grafik 2.8. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin

Grafik 2.10. Inflasi Bulanan November Subkelompok Transpor

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Foods 2012-2015 Tw I

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Foods Triwulan I

Grafik 2.13. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.14. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods

Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah

Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I

Grafik 2.19. Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Nontraded

Grafik 2.20. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga

Grafik 2.21. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded

Grafik 2.23. Inflasi Tahunan Triwulan I 2015

Grafik 2.24. Perkembangan Inflasi Tahunan

Grafik 2.25. Inflasi Tahunan Kota

Grafik 2.26. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2015

Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di ProvinsiJawa Tengah

Grafik 3.4. Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah

23

23

24

24

27

27

28

28

28

28

29

29

29

29

30

30

30

31

31

31

31

31

32

32

32

32

41

41

43

43

43

43

viii DAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Page 12: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 5.1. TPAK Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.4. TPT Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.5. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Grafik 5.6. NTP Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.7. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.8. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014

Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 5.11. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang

Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang

Grafik 6.5. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.6. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah

Grafik 6.7. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen

Grafik 6.8. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran

19

33

36

xiDAFTAR SUPLEMEN

Daftar Suplemen

Sumplemen 1. Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Perekonomian Jawa Tengah

Sumplemen 2. Dampak Asimetris Kebijakan Harga BBM

Sumplemen 3. Ketahanan Pangan Jawa Tengah

63

64

64

66

66

66

67

67

67

69

69

73

73

74

74

75

77

77

78

x DAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Page 13: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 5.1. TPAK Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.4. TPT Kota di Jawa Tengah

Grafik 5.5. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Grafik 5.6. NTP Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.7. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.8. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014

Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 5.11. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang

Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang

Grafik 6.5. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.6. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah

Grafik 6.7. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen

Grafik 6.8. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran

19

33

36

xiDAFTAR SUPLEMEN

Daftar Suplemen

Sumplemen 1. Dampak Depresiasi Nilai Tukar terhadap Perekonomian Jawa Tengah

Sumplemen 2. Dampak Asimetris Kebijakan Harga BBM

Sumplemen 3. Ketahanan Pangan Jawa Tengah

63

64

64

66

66

66

67

67

67

69

69

73

73

74

74

75

77

77

78

x DAFTAR GRAFIK

Daftar Grafik

Page 14: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

A. PDRB & Inflasi

INDIKATOR

*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH

20132014

I II III IV2014

Ekonomi Makro Regional *)

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Berdasarkan Sektor

-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

-Pertambangan dan Penggalian

-Industri Pengolahan

-Pengadaan Listrik dan Gas

-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

-Konstruksi

-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor

-Transportasi dan Pergudangan

-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

-Informasi dan Komunikasi

-Jasa Keuangan dan Asuransi

-Real Estate

-Jasa Perusahaan

-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

-Jasa Pendidikan

-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

-Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

-PMTB

-Ekspor Luar Negeri

-Impor Luar Negeri

Ekspor

-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)

-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

Impor

-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)

Indeks Harga Konsumen

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

5.1

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5,658

3,144

5,554

4,045

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

-

-

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

-

-

5.7

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

4.1

22.5

1.1

3.1

-3.2

-8.8

1,500

741

1,398

871

111.32

111.37

110.11

110.96

108.69

116.87

113.36

7.08

7.30

6.61

6.43

6.07

10.50

9.69

4.2

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

1,604

681

1,559

1,086

112.27

111.90

110.78

112.15

108.95

117.48

114.85

7.26

6.42

6.63

7.13

5.68

9.54

9.65

5.7

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

1,451

696

1,478

882

113.84

113.03

112.06

113.77

110.64

119.09

117.07

5.00

4.18

4.65

4.84

3.78

6.31

7.67

6.2

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

1,541

658

1,685

1,006

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

xiii

2015

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

I

Page 15: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

A. PDRB & Inflasi

INDIKATOR

*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH

20132014

I II III IV2014

Ekonomi Makro Regional *)

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Berdasarkan Sektor

-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

-Pertambangan dan Penggalian

-Industri Pengolahan

-Pengadaan Listrik dan Gas

-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

-Konstruksi

-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor

-Transportasi dan Pergudangan

-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

-Informasi dan Komunikasi

-Jasa Keuangan dan Asuransi

-Real Estate

-Jasa Perusahaan

-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

-Jasa Pendidikan

-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

-Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan

-Konsumsi Rumah Tangga

-Konsumsi LNPRT

-Konsumsi Pemerintah

-PMTB

-Ekspor Luar Negeri

-Impor Luar Negeri

Ekspor

-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)

-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

Impor

-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)

Indeks Harga Konsumen

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

5.1

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5,658

3,144

5,554

4,045

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

-

-

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

-

-

5.7

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

4.1

22.5

1.1

3.1

-3.2

-8.8

1,500

741

1,398

871

111.32

111.37

110.11

110.96

108.69

116.87

113.36

7.08

7.30

6.61

6.43

6.07

10.50

9.69

4.2

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.0

16.3

-9.7

6.4

-1.5

-10.9

1,604

681

1,559

1,086

112.27

111.90

110.78

112.15

108.95

117.48

114.85

7.26

6.42

6.63

7.13

5.68

9.54

9.65

5.7

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

1,451

696

1,478

882

113.84

113.03

112.06

113.77

110.64

119.09

117.07

5.00

4.18

4.65

4.84

3.78

6.31

7.67

6.2

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

4.0

-5.3

9.9

1.5

-4.1

-9.5

1,541

658

1,685

1,006

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

xiii

2015

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

-2.0

-7.3

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

I

Page 16: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

INDIKATOR

Perbankan **)

B. Perbankan dan Sistem Pembayaran

*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)

2013

I II III IV2013

2014

I II III IV2014

146,36

24,98

76,14

45,24

153,32

80,85

19,98

52,49

46,08

8,50

104,76

2,06

2.932

2.597

504

15.036

14,72

5,17

9,55

152,01

24,84

78,15

49,03

161,57

83,97

22,85

54,75

50,12

10,78

106,29

2,16

2.829

2.532

492

13.878

11,22

8,67

2,56

162,83

28,86

82,90

51,07

168,96

87,54

24,26

57,17

51,40

10,90

103,77

2,13

3.549

2.343

549

14.400

19,55

14,17

5,38

167,39

23,73

90,60

53,07

176,61

92,35

25,60

58,66

52,96

11,76

105,51

1,98

3.738

2.494

577

14.937

11,86

9,21

2,65

167,39

23,73

90,60

53,07

176,61

92,35

25,60

58,66

52,96

11,76

105,51

1,98

3.260

2.490

530

14.547

57,35

37,21

20,14

168,74

25,09

85,30

58,34

178,54

93,34

26,91

58,29

54,04

11,95

105,81

2,17

3.435

2.307

530

14.275

15,47

6,27

9,20

178,42

30,20

86,96

61,27

187,37

99,04

28,07

60,26

59,09

13,60

105,02

2,19

3.687

2.492

573

15.156

14,31

8,95

5,36

185,79

30,94

90,47

64,38

191,87

103,87

27,70

60,30

60,46

12,75

103,27

2,22

3.297

2.397

579

14.225

20,52

14,69

5,83

188,11

24,82

97,60

65,68

198,15

106,38

29,06

62,71

61,32

13,20

105,34

2,23

3.734

2.321

583

14.203

12,02

9,20

2,82

188.11

24.82

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

61.32

13.20

105.34

2.23

3,540

2,378

567

14,459

62.32

39.11

23.21

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)

-Giro

-Tabungan

-Deposito

Kredit (Rp Triliun)

-Modal Kerja

-Investasi

-Konsumsi

Kredit UMKM (Rp Triliun)

-Modal Kerja

-Investasi

Loan to Deposit ratio (%)

NPL Gross (%)

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kliring

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kas (Rp Triliun)

-Inflow

-Outflow

-Net Inflow

xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH

RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015 melambat dibandingkan dengan triwulan IV 2014 seiring menurunnya konsumsi pemerintah di triwulan awal serta melambatnya net ekspor antardaerah. Sementara itu, perekonomian pada triwulan II 2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan meningkat seiring datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

2015

I

193.01

30.53

92.25

70.32

198.84

106.81

28.76

63.27

62.89

13.29

102.97

2.47

3,938

1,623

551

13,963

13.17

3.29

9.89

Pada triwulan I 2015, perlambatan ekonomi dari sisi lapangan usaha terutama

berasal dari sektor perdagangan, sektor pertambangan dan penggalian, dan

sektor konstruksi. Sementara itu, laju inflasi menurun dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang utamanya didorong oleh penurunan harga BBM pada

awal tahun 2015.

Pada triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh meningkat

seiring datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri ditambah dengan prospek

meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, peningkatan inflasi

diperkirakan terjadi di seluruh kelompok di tengah memasukinya masa tanam

komoditas pangan strategis dan datangnya bulan Ramadhan.

Page 17: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

INDIKATOR

Perbankan **)

B. Perbankan dan Sistem Pembayaran

*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)

2013

I II III IV2013

2014

I II III IV2014

146,36

24,98

76,14

45,24

153,32

80,85

19,98

52,49

46,08

8,50

104,76

2,06

2.932

2.597

504

15.036

14,72

5,17

9,55

152,01

24,84

78,15

49,03

161,57

83,97

22,85

54,75

50,12

10,78

106,29

2,16

2.829

2.532

492

13.878

11,22

8,67

2,56

162,83

28,86

82,90

51,07

168,96

87,54

24,26

57,17

51,40

10,90

103,77

2,13

3.549

2.343

549

14.400

19,55

14,17

5,38

167,39

23,73

90,60

53,07

176,61

92,35

25,60

58,66

52,96

11,76

105,51

1,98

3.738

2.494

577

14.937

11,86

9,21

2,65

167,39

23,73

90,60

53,07

176,61

92,35

25,60

58,66

52,96

11,76

105,51

1,98

3.260

2.490

530

14.547

57,35

37,21

20,14

168,74

25,09

85,30

58,34

178,54

93,34

26,91

58,29

54,04

11,95

105,81

2,17

3.435

2.307

530

14.275

15,47

6,27

9,20

178,42

30,20

86,96

61,27

187,37

99,04

28,07

60,26

59,09

13,60

105,02

2,19

3.687

2.492

573

15.156

14,31

8,95

5,36

185,79

30,94

90,47

64,38

191,87

103,87

27,70

60,30

60,46

12,75

103,27

2,22

3.297

2.397

579

14.225

20,52

14,69

5,83

188,11

24,82

97,60

65,68

198,15

106,38

29,06

62,71

61,32

13,20

105,34

2,23

3.734

2.321

583

14.203

12,02

9,20

2,82

188.11

24.82

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

61.32

13.20

105.34

2.23

3,540

2,378

567

14,459

62.32

39.11

23.21

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)

-Giro

-Tabungan

-Deposito

Kredit (Rp Triliun)

-Modal Kerja

-Investasi

-Konsumsi

Kredit UMKM (Rp Triliun)

-Modal Kerja

-Investasi

Loan to Deposit ratio (%)

NPL Gross (%)

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kliring

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kas (Rp Triliun)

-Inflow

-Outflow

-Net Inflow

xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH

RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015 melambat dibandingkan dengan triwulan IV 2014 seiring menurunnya konsumsi pemerintah di triwulan awal serta melambatnya net ekspor antardaerah. Sementara itu, perekonomian pada triwulan II 2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan meningkat seiring datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

2015

I

193.01

30.53

92.25

70.32

198.84

106.81

28.76

63.27

62.89

13.29

102.97

2.47

3,938

1,623

551

13,963

13.17

3.29

9.89

Pada triwulan I 2015, perlambatan ekonomi dari sisi lapangan usaha terutama

berasal dari sektor perdagangan, sektor pertambangan dan penggalian, dan

sektor konstruksi. Sementara itu, laju inflasi menurun dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang utamanya didorong oleh penurunan harga BBM pada

awal tahun 2015.

Pada triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh meningkat

seiring datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri ditambah dengan prospek

meningkatnya konsumsi pemerintah. Sementara itu, peningkatan inflasi

diperkirakan terjadi di seluruh kelompok di tengah memasukinya masa tanam

komoditas pangan strategis dan datangnya bulan Ramadhan.

Page 18: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015

mengalami perlambatan. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

di triwulan 2015 sebesar 5,5% (yoy), melambat dari 6,2% (yoy)

pada triwulan lalu. Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama

bersumber dari penurunan konsumsi pemerintah yang sesuai

dengan pola musimannya. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi

pada komponen net ekspor antar daerah akibat lebih tingginya

kenaikan impor antar daerah. Sementara itu, konsumsi

masyarakat, investasi dan ekspor maupun impor tercatat masih

mengalami pertumbuhan positif.

Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan terjadi

pada sebagian besar sektor perekonomian. Dilihat dari sektor

utama daerah, perlambatan terutama terjadi pada sektor

perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor.

Selain itu, sektor pertanian kehutanan dan perikanan masih

mencatatkan pertumbuhan negatif di triwulan I 2015 meski

tingkat pertumbuhan tersebut masih lebih baik dibanding

triwulan sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari mulai masuknya

musim panen di akhir triwulan laporan. Namun, sektor industri

pengolahan tercatat mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi

dibanding triwulan sebelumnya. Perbaikan sektor ini terutama

didorong oleh semakin baiknya kinerja industri tembakau dan

industri makanan dan minuman.

Meski mengalami perlambatan, namun pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah masih lebih baik dibandingkan pertumbuhan

ekonomi nasional yang sebesar 4,7% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih dalam merupakan

imbas dari melambatnya ekonomi dari provinsi lainnya, terutama

provinsi yang memiliki basis sumber daya alam.

3RINGKASAN UMUM

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.

1.

Page 19: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2015

mengalami perlambatan. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

di triwulan 2015 sebesar 5,5% (yoy), melambat dari 6,2% (yoy)

pada triwulan lalu. Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama

bersumber dari penurunan konsumsi pemerintah yang sesuai

dengan pola musimannya. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi

pada komponen net ekspor antar daerah akibat lebih tingginya

kenaikan impor antar daerah. Sementara itu, konsumsi

masyarakat, investasi dan ekspor maupun impor tercatat masih

mengalami pertumbuhan positif.

Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan terjadi

pada sebagian besar sektor perekonomian. Dilihat dari sektor

utama daerah, perlambatan terutama terjadi pada sektor

perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor.

Selain itu, sektor pertanian kehutanan dan perikanan masih

mencatatkan pertumbuhan negatif di triwulan I 2015 meski

tingkat pertumbuhan tersebut masih lebih baik dibanding

triwulan sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari mulai masuknya

musim panen di akhir triwulan laporan. Namun, sektor industri

pengolahan tercatat mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi

dibanding triwulan sebelumnya. Perbaikan sektor ini terutama

didorong oleh semakin baiknya kinerja industri tembakau dan

industri makanan dan minuman.

Meski mengalami perlambatan, namun pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah masih lebih baik dibandingkan pertumbuhan

ekonomi nasional yang sebesar 4,7% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih dalam merupakan

imbas dari melambatnya ekonomi dari provinsi lainnya, terutama

provinsi yang memiliki basis sumber daya alam.

3RINGKASAN UMUM

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.

1.

Page 20: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Berbeda dengan kondisi pada triwulan laporan,

prospek ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II

diperkirakan mengalami peningkatan. Prospek

tersebut didukung oleh masih cukup baiknya

perkembangan indikator-indikator perekonomian

terkini. Perekonomian daerah di triwulan mendatang

diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi

rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan

ekspor. Konsumsi rumah tangga diperkirakan

meningkat dipengaruhi oleh masuknya bulan

Ramadhan di triwulan mendatang. Sementara

konsumsi pemerintah diperkirakan membaik sejalan

dengan mulai terealisasinya proyek pemerintah.

Sehingga secara keseluruhan ekonomi Jawa Tengah

pada triwulan II 2015 diperkirakan akan tumbuh

sebesar 5,7% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor Industri

Pengolahan serta sektor Perdagangan Besar-Eceran dan

Reparasi Mobil-Sepeda Motor diperkirakan akan

meningkat. Sementara sektor Pertanian, Kehutanan

dan Perikanan diperkirakan juga akan memiliki kinerja

yang membaik dibanding triwulan I 2015.

Tekanan harga diperkirakan meningkat. Inflasi

tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2015

diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Faktor musiman dari masuknya bulan

Ramadhan diperkirakan akan menaikkan konsumsi

masyarakat yang berpengaruh pada tekanan harga.

Sementara, masuknya masa tanam untuk beberapa

komoditas strategis, seperti bawang merah dan cabai

dapat turut mendorong kenaikan inflasi pada triwulan

II. Selain itu, tekanan harga juga berasal dari

penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) untuk beberapa

golongan per 1 Mei 2015. Melihat dari kondisi tersebut,

inflasi di triwulan II diperkirakan sebesar 5,97% (yoy)

atau meningkat dari triwulan I yang sebesar 5,68%

(yoy). Peningkatan inflasi diperkirakan terjadi di seluruh

kelompok, baik kelompok core, volatile foods, maupun

administered prices.

5RINGKASAN UMUM4 RINGKASAN UMUM

Sementara perkembangan harga yang tercermin

pada indeks harga konsumen (IHK) mengalami

penurunan. Keputusan pemer in tah untuk

menurunkan harga BBM sebanyak 2 kali di triwulan ini

terlihat berdampak positif terhadap perkembangan

harga di Jawa Tengah. Keputusan tersebut menjadi

faktor dominan menurunnya inflasi di triwulan I 2015.

Pada triwulan I 2015, inflasi Jawa Tengah tercatat

menurun menjadi sebesar 5,68% (yoy), sementara

tr iwulan sebelumnya inflasi tercatat sebesat

8,22%(yoy). Dominannya pengaruh penurunan harga

BBM terlihat dari rincian inflasi per kelompok.

Kelompok yang mengalami penurunan signifikan di

triwulan laporan adalah kelompok transportasi,

komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok bahan

makanan. Inflasi di kelompok transportasi, komunikasi

dan jasa keuangan menurun menjadi sebesar 4,39%

(yoy) dari 11,46% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Sementara inflasi kelompok bahan makanan menurun

menjadi sebesar 4,39% (yoy).

Berdasarkan disagregasi inflasi, penurunan harga

BBM tersebut tercermin pada signifikannya

penurunan inflasi kelompok administered prices

dari 15,37% (yoy) menjadi 9,54% (yoy). Kelompok

volatile foods juga mengalami penurunan di triwulan I

2015 sebagai pengaruh dari relatif rendahnya inflasi

pada subkelompok bumbu-bumbuan di triwulan

tersebut. Sementara inflasi inti di triwulan I 2015

mengalami sedikit penurunan dibanding triwulan

sebelumnya karena relatif terjaganya ekspektasi

konsumen.

Kegiatan dunia perbankan di Jawa Tengah masih

menunjukkan kinerja yang cukup baik terlihat dari

masih baiknya indikator total aset perbankan dan

dana pihak ketiga (DPK). Sementara indikator kredit

menunjukkan adanya perlambatan kinerja di triwulan I

2015. Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut tidak

terlepas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi di

triwulan laporan. Sementara itu, tingkat kualitas kredit

mengalami penurunan di triwulan I 2015 yang

ditunjukkan dengan naiknya indikator non performing

loan. Meski demikian kenaikan tersebut masih berada

di bawah 5%. Sedangkan kegiatan sistem pembayaran

baik tunai maupun nontunai masih dapat mendukung

aktivitas kegiatan perekonomian daerah.

Sesuai dengan polanya, realisasi keuangan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat masih

rendah. Realisasi pendapatan di triwulan laporan

sebesar 22,20% dari yang ditetapkan dalam anggaran,

pendapatan, dan belanja daerah (APBD). Sementara

realisasi sebesar 13,88% dari anggaran. Masih cukup

rendahnya realisasi APBD ini mengkonfirmasi

perlambatan konsumsi pemerintah dalam PDRB

triwulan I 2015. Sementara itu dilihat dari tingkat

kemandirian fiskal daerah, kemandirian keuangan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat cukup baik

terlihat dari porsi PAD yang sebesar 68,41% terhadap

keseluruhan anggaran pendapatan.

Dari s is i kesejahteraan masyarakat, kondisi

kesejahteraan di triwulan I 2015 tercatat dalam

kondisi yang relatif baik. Hal ini terlihat dari kondisi

ketenagakerjaan dan kemiskinan yang membaik.

Jumlah penduduk bekerja di triwulan laporan tercatat

meningkat dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya. Sementara jumlah angka pengangguran

dalam level yang sama dibanding tahun sebelumnya.

Sehingga tingkat pengangguran terbuka berada dalam

level yang menurun. Angka kemiskinan di Provinsi Jawa

Tengah juga menunjukkan adanya penurunan sejalan

dengan menurunnya angka kemiskinan nasional.

Page 21: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Berbeda dengan kondisi pada triwulan laporan,

prospek ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II

diperkirakan mengalami peningkatan. Prospek

tersebut didukung oleh masih cukup baiknya

perkembangan indikator-indikator perekonomian

terkini. Perekonomian daerah di triwulan mendatang

diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi

rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan

ekspor. Konsumsi rumah tangga diperkirakan

meningkat dipengaruhi oleh masuknya bulan

Ramadhan di triwulan mendatang. Sementara

konsumsi pemerintah diperkirakan membaik sejalan

dengan mulai terealisasinya proyek pemerintah.

Sehingga secara keseluruhan ekonomi Jawa Tengah

pada triwulan II 2015 diperkirakan akan tumbuh

sebesar 5,7% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor Industri

Pengolahan serta sektor Perdagangan Besar-Eceran dan

Reparasi Mobil-Sepeda Motor diperkirakan akan

meningkat. Sementara sektor Pertanian, Kehutanan

dan Perikanan diperkirakan juga akan memiliki kinerja

yang membaik dibanding triwulan I 2015.

Tekanan harga diperkirakan meningkat. Inflasi

tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2015

diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Faktor musiman dari masuknya bulan

Ramadhan diperkirakan akan menaikkan konsumsi

masyarakat yang berpengaruh pada tekanan harga.

Sementara, masuknya masa tanam untuk beberapa

komoditas strategis, seperti bawang merah dan cabai

dapat turut mendorong kenaikan inflasi pada triwulan

II. Selain itu, tekanan harga juga berasal dari

penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) untuk beberapa

golongan per 1 Mei 2015. Melihat dari kondisi tersebut,

inflasi di triwulan II diperkirakan sebesar 5,97% (yoy)

atau meningkat dari triwulan I yang sebesar 5,68%

(yoy). Peningkatan inflasi diperkirakan terjadi di seluruh

kelompok, baik kelompok core, volatile foods, maupun

administered prices.

5RINGKASAN UMUM4 RINGKASAN UMUM

Sementara perkembangan harga yang tercermin

pada indeks harga konsumen (IHK) mengalami

penurunan. Keputusan pemer in tah untuk

menurunkan harga BBM sebanyak 2 kali di triwulan ini

terlihat berdampak positif terhadap perkembangan

harga di Jawa Tengah. Keputusan tersebut menjadi

faktor dominan menurunnya inflasi di triwulan I 2015.

Pada triwulan I 2015, inflasi Jawa Tengah tercatat

menurun menjadi sebesar 5,68% (yoy), sementara

tr iwulan sebelumnya inflasi tercatat sebesat

8,22%(yoy). Dominannya pengaruh penurunan harga

BBM terlihat dari rincian inflasi per kelompok.

Kelompok yang mengalami penurunan signifikan di

triwulan laporan adalah kelompok transportasi,

komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok bahan

makanan. Inflasi di kelompok transportasi, komunikasi

dan jasa keuangan menurun menjadi sebesar 4,39%

(yoy) dari 11,46% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Sementara inflasi kelompok bahan makanan menurun

menjadi sebesar 4,39% (yoy).

Berdasarkan disagregasi inflasi, penurunan harga

BBM tersebut tercermin pada signifikannya

penurunan inflasi kelompok administered prices

dari 15,37% (yoy) menjadi 9,54% (yoy). Kelompok

volatile foods juga mengalami penurunan di triwulan I

2015 sebagai pengaruh dari relatif rendahnya inflasi

pada subkelompok bumbu-bumbuan di triwulan

tersebut. Sementara inflasi inti di triwulan I 2015

mengalami sedikit penurunan dibanding triwulan

sebelumnya karena relatif terjaganya ekspektasi

konsumen.

Kegiatan dunia perbankan di Jawa Tengah masih

menunjukkan kinerja yang cukup baik terlihat dari

masih baiknya indikator total aset perbankan dan

dana pihak ketiga (DPK). Sementara indikator kredit

menunjukkan adanya perlambatan kinerja di triwulan I

2015. Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut tidak

terlepas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi di

triwulan laporan. Sementara itu, tingkat kualitas kredit

mengalami penurunan di triwulan I 2015 yang

ditunjukkan dengan naiknya indikator non performing

loan. Meski demikian kenaikan tersebut masih berada

di bawah 5%. Sedangkan kegiatan sistem pembayaran

baik tunai maupun nontunai masih dapat mendukung

aktivitas kegiatan perekonomian daerah.

Sesuai dengan polanya, realisasi keuangan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat masih

rendah. Realisasi pendapatan di triwulan laporan

sebesar 22,20% dari yang ditetapkan dalam anggaran,

pendapatan, dan belanja daerah (APBD). Sementara

realisasi sebesar 13,88% dari anggaran. Masih cukup

rendahnya realisasi APBD ini mengkonfirmasi

perlambatan konsumsi pemerintah dalam PDRB

triwulan I 2015. Sementara itu dilihat dari tingkat

kemandirian fiskal daerah, kemandirian keuangan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat cukup baik

terlihat dari porsi PAD yang sebesar 68,41% terhadap

keseluruhan anggaran pendapatan.

Dari s is i kesejahteraan masyarakat, kondisi

kesejahteraan di triwulan I 2015 tercatat dalam

kondisi yang relatif baik. Hal ini terlihat dari kondisi

ketenagakerjaan dan kemiskinan yang membaik.

Jumlah penduduk bekerja di triwulan laporan tercatat

meningkat dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya. Sementara jumlah angka pengangguran

dalam level yang sama dibanding tahun sebelumnya.

Sehingga tingkat pengangguran terbuka berada dalam

level yang menurun. Angka kemiskinan di Provinsi Jawa

Tengah juga menunjukkan adanya penurunan sejalan

dengan menurunnya angka kemiskinan nasional.

Page 22: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BABI

Dibandingkan triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 tumbuh melambat sejalan dengan penurunan konsumsi pemerintah

Dari segi penggunaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa

Tengah sejalan dengan penurunan konsumsi pemerintah di awal tahun sesuai

dengan pola musimannya. Namun demikian konsumsi rumah tangga, investasi,

dan ekspor luar negeri mengalami peningkatan.

Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi pada triwulan I 2015 terutama

berasal dari sektor perdagangan, sektor pertambangan dan penggalian, serta

sektor konstruksi. Sementara itu, peningkatan pada sektor pertanian dan

industri pengolahan menjadi penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Page 23: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BABI

Dibandingkan triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 tumbuh melambat sejalan dengan penurunan konsumsi pemerintah

Dari segi penggunaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa

Tengah sejalan dengan penurunan konsumsi pemerintah di awal tahun sesuai

dengan pola musimannya. Namun demikian konsumsi rumah tangga, investasi,

dan ekspor luar negeri mengalami peningkatan.

Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi pada triwulan I 2015 terutama

berasal dari sektor perdagangan, sektor pertambangan dan penggalian, serta

sektor konstruksi. Sementara itu, peningkatan pada sektor pertanian dan

industri pengolahan menjadi penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Page 24: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan I 2015 mengalami perlambatan

dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Ekonomi

Jawa Tengah tumbuh melambat dari 6,2% (yoy) pada

triwulan lalu menjadi 5,5% (yoy) pada triwulan laporan.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama

bersumber dari penurunan konsumsi pemerintah yang

sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, net ekspor

antardaerah serta Lembaga Non Profit yang Melayani

Rumah Tangga (LNPRT) juga tumbuh melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun

demikian, pertumbuhan ekonomi ini masih lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional

yang sebesar 4,7% (yoy). Perlambatan pertumbuhan

ekonomi nasional yang lebih dalam merupakan imbas

dari melambatnya ekonomi dari provinsi lainnya,

terutama provinsi yang memiliki basis sumber daya

alam.

Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan

laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), atau

lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulanan pada periode yang sama tahun lalu yang

tercatat sebesar 3,2% (qtq). Perlambatan tersebut

ditengarai terkait dengan optimisme konsumen yang

cenderung lebih tinggi pada tahun lalu sejalan dengan

harga BBM yang lebih rendah.

Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan

laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), lebih

tinggi bila dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

tercatat sebesar -3,0% (qtq). Peningkatan tersebut

ditengarai terkait dengan meningkatnya konsumsi

rumah tangga di tengah tren penurunan harga bahan

bakar minyak (BBM).

Dari sisi penawaran, sebagian besar sektor

perekonomian tumbuh melambat dibandingkan

dengan triwulan lalu. Meski mengalami perlambatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, hampir

semua sektor perekonomian di Jawa Tengah masih

mencatatkan pertumbuhan tahunan yang positif,

kecuali sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

yang mengalami kontraksi 0,3% (yoy). Pertumbuhan

tertinggi dicapai oleh sektor Transportasi dan

Pergudangan sebesar 14,1%, diikuti sektor Informasi

dan Komunikasi serta Jasa Perusahaan sebesar 11,6%,

dan sektor Jasa Pendidikan sebesar 10,1%.

S e s u a i d e n g a n h i s t o r i s m u s i m a n n y a ,

pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami

perlambatan yang cukup dalam di triwulan I 2015

yaitu sebesar 3,16% (yoy), sementara pada

triwulan IV 2014 konsumsi pemerintah tumbuh

sebesar 9,89% (yoy). Perlambatan tersebut didorong

oleh belum optimalnya realisasi belanja pemerintah di

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional2Secara Umum

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.

2.

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.)

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.)

P D R B

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan I (triliun rupiah)

III IVTOTAL

372.59

6.76

48.5

164.35

0.38

41.31

73.91

27.39

587.37

389.64

6.45

49.47

175.03

9.22

43.65

97.68

47.44

623.22

408.12

6.73

50.93

187.1

35.73

49.68

105.57

23.55

656.27

427.34

7.13

52.57

202.33

36.46

53.71

112.62

24.43

691.34

445.64

7.64

55.43

211.22

21.02

61.92

127.81

51.83

726.9

113.4

2.15

8.63

51.99

5.27

17.45

29.15

16.11

185.86

115.19

2.21

11.93

54.68

5.64

18.34

29.11

13.06

191.93

118.19

1.98

13.77

56.55

4.94

15.95

30.6

16.43

197.22

117.37

1.96

22.58

56.79

0.41

16.1

29.65

5.71

191.27

464.16

8.3

56.9

220.01

16.26

67.83

118.5

51.31

766.27

2015

118.17

1.94

8.9

55.51

2.19

16.73

25.79

18.51

196.16

2009 2010 2011 2012I

9PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Page 25: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada

triwulan I 2015 mengalami perlambatan

dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Ekonomi

Jawa Tengah tumbuh melambat dari 6,2% (yoy) pada

triwulan lalu menjadi 5,5% (yoy) pada triwulan laporan.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama

bersumber dari penurunan konsumsi pemerintah yang

sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, net ekspor

antardaerah serta Lembaga Non Profit yang Melayani

Rumah Tangga (LNPRT) juga tumbuh melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun

demikian, pertumbuhan ekonomi ini masih lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional

yang sebesar 4,7% (yoy). Perlambatan pertumbuhan

ekonomi nasional yang lebih dalam merupakan imbas

dari melambatnya ekonomi dari provinsi lainnya,

terutama provinsi yang memiliki basis sumber daya

alam.

Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan

laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), atau

lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulanan pada periode yang sama tahun lalu yang

tercatat sebesar 3,2% (qtq). Perlambatan tersebut

ditengarai terkait dengan optimisme konsumen yang

cenderung lebih tinggi pada tahun lalu sejalan dengan

harga BBM yang lebih rendah.

Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan

laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), lebih

tinggi bila dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

tercatat sebesar -3,0% (qtq). Peningkatan tersebut

ditengarai terkait dengan meningkatnya konsumsi

rumah tangga di tengah tren penurunan harga bahan

bakar minyak (BBM).

Dari sisi penawaran, sebagian besar sektor

perekonomian tumbuh melambat dibandingkan

dengan triwulan lalu. Meski mengalami perlambatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, hampir

semua sektor perekonomian di Jawa Tengah masih

mencatatkan pertumbuhan tahunan yang positif,

kecuali sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

yang mengalami kontraksi 0,3% (yoy). Pertumbuhan

tertinggi dicapai oleh sektor Transportasi dan

Pergudangan sebesar 14,1%, diikuti sektor Informasi

dan Komunikasi serta Jasa Perusahaan sebesar 11,6%,

dan sektor Jasa Pendidikan sebesar 10,1%.

S e s u a i d e n g a n h i s t o r i s m u s i m a n n y a ,

pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami

perlambatan yang cukup dalam di triwulan I 2015

yaitu sebesar 3,16% (yoy), sementara pada

triwulan IV 2014 konsumsi pemerintah tumbuh

sebesar 9,89% (yoy). Perlambatan tersebut didorong

oleh belum optimalnya realisasi belanja pemerintah di

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional2Secara Umum

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.

2.

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.)

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.)

P D R B

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan I (triliun rupiah)

III IVTOTAL

372.59

6.76

48.5

164.35

0.38

41.31

73.91

27.39

587.37

389.64

6.45

49.47

175.03

9.22

43.65

97.68

47.44

623.22

408.12

6.73

50.93

187.1

35.73

49.68

105.57

23.55

656.27

427.34

7.13

52.57

202.33

36.46

53.71

112.62

24.43

691.34

445.64

7.64

55.43

211.22

21.02

61.92

127.81

51.83

726.9

113.4

2.15

8.63

51.99

5.27

17.45

29.15

16.11

185.86

115.19

2.21

11.93

54.68

5.64

18.34

29.11

13.06

191.93

118.19

1.98

13.77

56.55

4.94

15.95

30.6

16.43

197.22

117.37

1.96

22.58

56.79

0.41

16.1

29.65

5.71

191.27

464.16

8.3

56.9

220.01

16.26

67.83

118.5

51.31

766.27

2015

118.17

1.94

8.9

55.51

2.19

16.73

25.79

18.51

196.16

2009 2010 2011 2012I

9PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Page 26: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.)

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.)

P D R B

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013*I II

2014

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2011 –2015 Triwulan I (%, yoy)

III IVTOTAL

4.13

11.76

11.69

8.25

-97.88

5.59

-8.98

67.14

6.52

4.57

-4.53

1.99

6.5

2,317.82

5.68

32.15

73.19

6.1

4.74

4.42

2.95

6.89

287.46

13.81

8.08

-50.36

5.3

4.71

5.83

3.23

8.14

2.05

8.11

6.67

3.72

5.34

4.28

7.21

5.44

4.39

-42.36

15.3

13.5

112.21

5.14

4.1

22.45

1.05

3.14

4.36

22.47

5.63

10.6

5.66

4.04

16.26

-9.68

6.39

-51.02

19.69

-6.46

15.71

4.19

4.51

3.43

4.79

5.74

52.14

8.92

-10.7

-23.06

5.69

3.95

-5.27

9.89

1.52

-66.05

-9.11

-14.9

23.24

6.16

4.15

8.62

2.66

4.16

-22.63

9.55

-7.29

-1.02

5.42

2015

4.2

-9.66

3.16

6.78

-58.55

-4.11

-11.52

14.87

5.54

2009 2010 2011 2012I

triwulan laporan. Pada triwulan IV lalu, realisasi belanja

pemerintah mencapai 94,06%. Sementara pada triwulan I

2015 ini, realisasi belanja pemerintah baru mencapai

13,88%.

Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah

Tangga (LNPRT) pada triwulan I 2015 sebesar -9,66%

(yoy), atau menurun dibandingkan dengan triwulan

lalu yang sebesar -5,27% (yoy). Perlambatan tersebut

ditengarai terjadi seiring dengan berakhirnya tahun politik

2014. Konsumsi partai politik yang mengalami peningkatan

secara signifikan di hampir sepanjang tahun 2014 menjadi

penyumbang utama pertumbuhan konsumsi LNPRT tahun

2014 lalu.

Net ekspor antardaerah mengalami perlambatan pada

triwulan I 2015 bila dibandingkan dengan triwulan IV

2014. Pertumbuhan net ekspor antardaerah pada triwulan I

2015 sebesar 14,87% (yoy), atau melambat dibanding

triwulan IV 2014 sebesar 23,24% (yoy). Perlambatan net

ekspor antardaerah pada triwulan I 2015 diperkirakan karena

lebih tingginya impor antar daerah dibanding ekspor.

Sementara itu, konsumsi rumah tangga pada

triwulan I 2015 tumbuh sebesar 4,2% (yoy), atau

meningkat dibandingkan triwulan IV 2014 yang

sebesar 3,95% (yoy). Salah satu faktor utama

penyebab meningkatnya daya beli masyarakat adalah

penurunan harga BBM. Pada bulan Januari terjadi dua

kali penurunan harga BBM yaitu pada 1 Januari 2015

menjadi Rp7.600 dan 19 Januari 2015 menjadi

Rp6.700. Meskipun penurunan tersebut diikuti

kenaikan harga secara tipis pada 1 Maret 2015 menjadi

Rp6.800, namun diperkirakan penurunan harga BBM

tersebut diindikasikan sebagai salah satu faktor utama

penyebab meningkatnya daya beli masyarakat.

Kenaikan BBM yang cukup signifikan menjadi Rp7.300

pada tanggal 28 Maret 2015 diperkirakan belum

memberikan pengaruh terhadap konsumsi rumah

tangga yang tercatat di PDRB Provinsi Jawa Tengah di

triwulan I 2015. Lebih jauh, menurunnya inflasi di

triwulan ini juga turut memberi andil atas kemampuan

konsumsi masyarakat.

Bila ditinjau dari sisi sistem pembayaran, konsumsi

rumah tangga yang tumbuh meningkat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya sejalan dengan

meningkatnya pertumbuhan baik secara volume

maupun nilai transaksi pembayaran yang dilakukan

melalui sistem kliring. Secara volume, transaksi kliring di

Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang

meningkat dari -1,85% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi sebesar 1,07% (yoy) pada triwulan I 2015. Bila

ditinjau dari nilainya, transaksi kliring di Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu dari -

4,25% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar

7,45% (yoy) pada triwulan I 2015.

Meningkatnya konsumsi rumah tangga juga

terkonfirmasi dari meningkatnya indeks ketepatan

waktu pembelian barang tahan lama serta indeks

konsumsi beberapa komoditas makanan dan bukan

makanan yang masih berada di atas angka 100.

Peningkatan konsumsi juga terkonfirmasi dari

meningkatnya kredit konsumsi di triwulan laporan

diikuti oleh naiknya volume impor barang konsumsi.

Namun demikian, indikator konsumsi lain yaitu

penjualan listrik segmen rumah tangga menunjukkan

sedik i t per lambatan d ibandingkan t r iwulan

sebe lumnya. Namun demik ian, has i l surve i

menunjukkan bahwa konsumen di triwulan ini

merasakan adanya penurunan pendapatan rumah

tangga.

Pertumbuhan Giro Pemerintahdan Konsumsi Pemerintah di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.2.

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

-

10

20

30

40

50

60

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

(20)

(10)

% YOY % YOY

GIRO SEKTOR PEMERINTAH KONSUMSI PEMDA - SKALA KANAN

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.1.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013

INDEKS

2015

90

95

100

105

110

115

120

125

PENDAPATAN RT KINI PENGARUH INFLASI THDP TK KONSUMSI

Perkembangan Ekspor dan Impor AntardaerahGrafik 1.3.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2009 2010 2011 2012 2013 I II III IV I

2014 2015

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50 % YOY

EKSPOR IMPOR

Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsidan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.7.

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

VOL IMPOR KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN -

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

(100.00)

(50.00)

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

350.00

400.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

% YOY % YOY

Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi danKonsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.6.

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV I II III IV I II III2011 2012 2013 2014

IV I2015

0

1

2

3

4

5

6

7

8

4

9

14

19

24

29 % YOY % YOY

KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

% YOYJuta KwH

Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.5.

Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY

I

2015

PENJUALAN LISTRIK PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

85

90

95

100

105

110

115

120

125

KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMATINGKAT KONSUMSI BEBERAPA KOMODITI MAKANAN DAN BUKAN MAKANAN

Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama

Grafik 1.4.

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

OPTIMIS

PESIMIS

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

IV

INDEKS

I

2015

11PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 10 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Page 27: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.)

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Perubahan Inventori

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.)

P D R B

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013*I II

2014

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2011 –2015 Triwulan I (%, yoy)

III IVTOTAL

4.13

11.76

11.69

8.25

-97.88

5.59

-8.98

67.14

6.52

4.57

-4.53

1.99

6.5

2,317.82

5.68

32.15

73.19

6.1

4.74

4.42

2.95

6.89

287.46

13.81

8.08

-50.36

5.3

4.71

5.83

3.23

8.14

2.05

8.11

6.67

3.72

5.34

4.28

7.21

5.44

4.39

-42.36

15.3

13.5

112.21

5.14

4.1

22.45

1.05

3.14

4.36

22.47

5.63

10.6

5.66

4.04

16.26

-9.68

6.39

-51.02

19.69

-6.46

15.71

4.19

4.51

3.43

4.79

5.74

52.14

8.92

-10.7

-23.06

5.69

3.95

-5.27

9.89

1.52

-66.05

-9.11

-14.9

23.24

6.16

4.15

8.62

2.66

4.16

-22.63

9.55

-7.29

-1.02

5.42

2015

4.2

-9.66

3.16

6.78

-58.55

-4.11

-11.52

14.87

5.54

2009 2010 2011 2012I

triwulan laporan. Pada triwulan IV lalu, realisasi belanja

pemerintah mencapai 94,06%. Sementara pada triwulan I

2015 ini, realisasi belanja pemerintah baru mencapai

13,88%.

Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah

Tangga (LNPRT) pada triwulan I 2015 sebesar -9,66%

(yoy), atau menurun dibandingkan dengan triwulan

lalu yang sebesar -5,27% (yoy). Perlambatan tersebut

ditengarai terjadi seiring dengan berakhirnya tahun politik

2014. Konsumsi partai politik yang mengalami peningkatan

secara signifikan di hampir sepanjang tahun 2014 menjadi

penyumbang utama pertumbuhan konsumsi LNPRT tahun

2014 lalu.

Net ekspor antardaerah mengalami perlambatan pada

triwulan I 2015 bila dibandingkan dengan triwulan IV

2014. Pertumbuhan net ekspor antardaerah pada triwulan I

2015 sebesar 14,87% (yoy), atau melambat dibanding

triwulan IV 2014 sebesar 23,24% (yoy). Perlambatan net

ekspor antardaerah pada triwulan I 2015 diperkirakan karena

lebih tingginya impor antar daerah dibanding ekspor.

Sementara itu, konsumsi rumah tangga pada

triwulan I 2015 tumbuh sebesar 4,2% (yoy), atau

meningkat dibandingkan triwulan IV 2014 yang

sebesar 3,95% (yoy). Salah satu faktor utama

penyebab meningkatnya daya beli masyarakat adalah

penurunan harga BBM. Pada bulan Januari terjadi dua

kali penurunan harga BBM yaitu pada 1 Januari 2015

menjadi Rp7.600 dan 19 Januari 2015 menjadi

Rp6.700. Meskipun penurunan tersebut diikuti

kenaikan harga secara tipis pada 1 Maret 2015 menjadi

Rp6.800, namun diperkirakan penurunan harga BBM

tersebut diindikasikan sebagai salah satu faktor utama

penyebab meningkatnya daya beli masyarakat.

Kenaikan BBM yang cukup signifikan menjadi Rp7.300

pada tanggal 28 Maret 2015 diperkirakan belum

memberikan pengaruh terhadap konsumsi rumah

tangga yang tercatat di PDRB Provinsi Jawa Tengah di

triwulan I 2015. Lebih jauh, menurunnya inflasi di

triwulan ini juga turut memberi andil atas kemampuan

konsumsi masyarakat.

Bila ditinjau dari sisi sistem pembayaran, konsumsi

rumah tangga yang tumbuh meningkat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya sejalan dengan

meningkatnya pertumbuhan baik secara volume

maupun nilai transaksi pembayaran yang dilakukan

melalui sistem kliring. Secara volume, transaksi kliring di

Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang

meningkat dari -1,85% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi sebesar 1,07% (yoy) pada triwulan I 2015. Bila

ditinjau dari nilainya, transaksi kliring di Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu dari -

4,25% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar

7,45% (yoy) pada triwulan I 2015.

Meningkatnya konsumsi rumah tangga juga

terkonfirmasi dari meningkatnya indeks ketepatan

waktu pembelian barang tahan lama serta indeks

konsumsi beberapa komoditas makanan dan bukan

makanan yang masih berada di atas angka 100.

Peningkatan konsumsi juga terkonfirmasi dari

meningkatnya kredit konsumsi di triwulan laporan

diikuti oleh naiknya volume impor barang konsumsi.

Namun demikian, indikator konsumsi lain yaitu

penjualan listrik segmen rumah tangga menunjukkan

sedik i t per lambatan d ibandingkan t r iwulan

sebe lumnya. Namun demik ian, has i l surve i

menunjukkan bahwa konsumen di triwulan ini

merasakan adanya penurunan pendapatan rumah

tangga.

Pertumbuhan Giro Pemerintahdan Konsumsi Pemerintah di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.2.

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

-

10

20

30

40

50

60

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

(20)

(10)

% YOY % YOY

GIRO SEKTOR PEMERINTAH KONSUMSI PEMDA - SKALA KANAN

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.1.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013

INDEKS

2015

90

95

100

105

110

115

120

125

PENDAPATAN RT KINI PENGARUH INFLASI THDP TK KONSUMSI

Perkembangan Ekspor dan Impor AntardaerahGrafik 1.3.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2009 2010 2011 2012 2013 I II III IV I

2014 2015

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50 % YOY

EKSPOR IMPOR

Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsidan Konsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.7.

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

VOL IMPOR KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN -

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

(100.00)

(50.00)

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

350.00

400.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

% YOY % YOY

Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi danKonsumsi PDRB Tahunan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.6.

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV I II III IV I II III2011 2012 2013 2014

IV I2015

0

1

2

3

4

5

6

7

8

4

9

14

19

24

29 % YOY % YOY

KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

% YOYJuta KwH

Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.5.

Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY

I

2015

PENJUALAN LISTRIK PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

85

90

95

100

105

110

115

120

125

KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMATINGKAT KONSUMSI BEBERAPA KOMODITI MAKANAN DAN BUKAN MAKANAN

Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama

Grafik 1.4.

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

OPTIMIS

PESIMIS

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

IV

INDEKS

I

2015

11PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 10 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Page 28: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 1.15. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2015

43%

25%

9 %

10%

2%

2%

LAINNYA

JEPANG

TIO

NG

KO

K

2%BELANDA

5%JERMAN

USA

Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa Tengah

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

0

20

40

60

80

100

120 JUMLAH PROYEK JUTA USD

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

IV I2015

PROYEK PMA INVESTASI PMA - SKALA KANAN

Grafik 1.11. Perkembangan Realisasi Penanaman ModalDalam Negeri di Jawa Tengah

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0

10

20

30

40

50

60

70

80 JUMLAH PROYEK TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

IV I2015

PROYEK PMDN INVESTASI PMDN - SKALA KANAN

Perkembangan Penyaluran Kredit Investasidi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.8.

% YOY % YOY

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

IV0

2

4

6

8

10

12

-

10

20

30

40

50

60

I

2015

KREDIT INV BU PMTB - SKALA KANAN

Perkembangan Pertumbuhan Nilai ImporBarang Modal Vs PMTDB

Grafik 1.9.

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

% YOY% YOY

IMPORT BAHAN BAKU - YOY PMTDB - SKALA KANAN IMPOR BARANG MODAL - QTQ

Pada triwulan I 2015, pertumbuhan PMTB

mengalami peningkatan menjadi 6,78% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar

1,52% (yoy). Stabilitas iklim politik pasca pemilu

legislatif dan juga pemilu presiden di akhir tahun 2014

ditengarai menjadi penyebab meningkatnya investasi

yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang

melakukan wait and see terkait dengan situasi politik

pasca pemilihan umum legislatif dan juga pemilihan

presiden di akhir tahun 2014 lalu. Hal tersebut

terkonfirmasi melalui hasil kegiatan liaison yang

dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 lalu yang

menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha

menunggu kepastian iklim politik di tahun 2015 untuk

berinvestasi.

Kegiatan ekspor di triwulan I 2015 mengalami

perbaikan kinerja dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Sektor ini tumbuh menjadi sebesar -

4,11% (yoy) dari -9,11% (yoy). Perbaikan tersebut

Ditinjau dari negara tujuannya, permintaan

ekspor dari Tiongkok serta Jepang mengalami

kenaikan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Sementara pelemahan ekspor terjadi

untuk ekspor tujuan Amerika Serikat. Perbaikan

ekonomi Amerika Serikat yang cenderung tidak sebaik

perkiraan sebelumnya menyebabkan permintaan

ekspor yang berasal dari negara tersebut mengalami

penurunan. Di sisi lain, permintaan ekspor ke negara-

negara lainnya cenderung mengalami peningkatan. Hal

tersebut sejalan dengan hasil liaison yang menunjukkan

bahwa diversifikasi pasar tujuan ekspor merupakan

salah satu strategi yang ditempuh dunia usaha untuk

meningkatkan kinerja ekspor.

Sejalan dengan perbaikan ekspor, impor Jawa

Tengah pada triwulan laporan juga mengalami

perbaikan menjadi sebesar -11,52% (yoy) dari -

14,90% (yoy) pada triwulan lalu. Ditinjau dari sisi

pasar domestik, perbaikan ini diperkirakan juga

didorong oleh meningkatnya tingkat konsumsi dari

masyarakat yang relatif menguat. Perbaikan impor luar

negeri juga diperkirakan didorong oleh impor migas

yang mengalami kenaikan di tengah penurunan harga

BBM di triwulan I tahun 2015.

Laju pertumbuhan nilai impor nonmigas sebesar

11,17% (yoy) pada triwulan I 2015, atau meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

ditengarai terjadi sejalan dengan peningkatan

permintaan negara-negara tujuan ekspor serta adanya

pelemahan nilai tukar Rupiah di triwulan I 2015.

Perbaikan ekspor terjadi untuk komoditas di industri

tekstil dan produk tekstil (TPT), sedangkan ekspor

mebel serta kayu olahan masih melambat.

Meski telah membaik, namun kinerja ekspor tersebut

terlihat masih tumbuh negatif. Hal ini terkonfirmasi dari

data ekspor berdasarkan Pemberitahuan Ekspor Barang

(PEB). Data tersebut menunjukkan laju volume ekspor

luar negeri Jawa Tengah mengalami kontraksi dari

sebelumnya -12,37% (yoy) pada triwulan IV 2014

menjadi -21,01% (yoy) pada triwulan laporan. Namun

secara nilai, ekspor luar negeri Jawa Tengah pada

triwulan I 2015 tercatat relatif stabil dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan nilai ekspor luar

negeri Jawa Tengah pada periode laporan sebesar

3,13% (yoy), atau relatif stabil dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya sebesar 3,17% (yoy).

Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan

LAINNYA

ITALIA

BELGIA

JERMAN

PERANCIS

BELANDA

UK

RRC

JEPANG

USA

JUTA USD

-100

100

300

500

700

900

1100

1300

1500

1700

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.17.

010

2030

4050

60

70

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

0

200

400

600

800

1000

1200

1400 RIBU TON %

I

2015

-10-20

VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000 JUTA USD %

NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Perkembangan Volume Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah

Grafik 1.13.

(50,00)

0

50,00

100,00

150,00RIBU TON %1400

1200

1000

800

600

400

200

0

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

(100,00)I

2012

VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah

-5

0

5

10

15

20JUTA USD %

900

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

13PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 12 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Page 29: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 1.15. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2015

43%

25%

9 %

10%

2%

2%

LAINNYA

JEPANG

TIO

NG

KO

K

2%BELANDA

5%JERMAN

USA

Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa Tengah

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0

300,0

0

20

40

60

80

100

120 JUMLAH PROYEK JUTA USD

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

IV I2015

PROYEK PMA INVESTASI PMA - SKALA KANAN

Grafik 1.11. Perkembangan Realisasi Penanaman ModalDalam Negeri di Jawa Tengah

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0

10

20

30

40

50

60

70

80 JUMLAH PROYEK TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III2012 2013 2014

IV I2015

PROYEK PMDN INVESTASI PMDN - SKALA KANAN

Perkembangan Penyaluran Kredit Investasidi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.8.

% YOY % YOY

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

IV0

2

4

6

8

10

12

-

10

20

30

40

50

60

I

2015

KREDIT INV BU PMTB - SKALA KANAN

Perkembangan Pertumbuhan Nilai ImporBarang Modal Vs PMTDB

Grafik 1.9.

Sumber : Bank Indonesia & BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

% YOY% YOY

IMPORT BAHAN BAKU - YOY PMTDB - SKALA KANAN IMPOR BARANG MODAL - QTQ

Pada triwulan I 2015, pertumbuhan PMTB

mengalami peningkatan menjadi 6,78% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar

1,52% (yoy). Stabilitas iklim politik pasca pemilu

legislatif dan juga pemilu presiden di akhir tahun 2014

ditengarai menjadi penyebab meningkatnya investasi

yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang

melakukan wait and see terkait dengan situasi politik

pasca pemilihan umum legislatif dan juga pemilihan

presiden di akhir tahun 2014 lalu. Hal tersebut

terkonfirmasi melalui hasil kegiatan liaison yang

dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2014 lalu yang

menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha

menunggu kepastian iklim politik di tahun 2015 untuk

berinvestasi.

Kegiatan ekspor di triwulan I 2015 mengalami

perbaikan kinerja dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Sektor ini tumbuh menjadi sebesar -

4,11% (yoy) dari -9,11% (yoy). Perbaikan tersebut

Ditinjau dari negara tujuannya, permintaan

ekspor dari Tiongkok serta Jepang mengalami

kenaikan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Sementara pelemahan ekspor terjadi

untuk ekspor tujuan Amerika Serikat. Perbaikan

ekonomi Amerika Serikat yang cenderung tidak sebaik

perkiraan sebelumnya menyebabkan permintaan

ekspor yang berasal dari negara tersebut mengalami

penurunan. Di sisi lain, permintaan ekspor ke negara-

negara lainnya cenderung mengalami peningkatan. Hal

tersebut sejalan dengan hasil liaison yang menunjukkan

bahwa diversifikasi pasar tujuan ekspor merupakan

salah satu strategi yang ditempuh dunia usaha untuk

meningkatkan kinerja ekspor.

Sejalan dengan perbaikan ekspor, impor Jawa

Tengah pada triwulan laporan juga mengalami

perbaikan menjadi sebesar -11,52% (yoy) dari -

14,90% (yoy) pada triwulan lalu. Ditinjau dari sisi

pasar domestik, perbaikan ini diperkirakan juga

didorong oleh meningkatnya tingkat konsumsi dari

masyarakat yang relatif menguat. Perbaikan impor luar

negeri juga diperkirakan didorong oleh impor migas

yang mengalami kenaikan di tengah penurunan harga

BBM di triwulan I tahun 2015.

Laju pertumbuhan nilai impor nonmigas sebesar

11,17% (yoy) pada triwulan I 2015, atau meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

ditengarai terjadi sejalan dengan peningkatan

permintaan negara-negara tujuan ekspor serta adanya

pelemahan nilai tukar Rupiah di triwulan I 2015.

Perbaikan ekspor terjadi untuk komoditas di industri

tekstil dan produk tekstil (TPT), sedangkan ekspor

mebel serta kayu olahan masih melambat.

Meski telah membaik, namun kinerja ekspor tersebut

terlihat masih tumbuh negatif. Hal ini terkonfirmasi dari

data ekspor berdasarkan Pemberitahuan Ekspor Barang

(PEB). Data tersebut menunjukkan laju volume ekspor

luar negeri Jawa Tengah mengalami kontraksi dari

sebelumnya -12,37% (yoy) pada triwulan IV 2014

menjadi -21,01% (yoy) pada triwulan laporan. Namun

secara nilai, ekspor luar negeri Jawa Tengah pada

triwulan I 2015 tercatat relatif stabil dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan nilai ekspor luar

negeri Jawa Tengah pada periode laporan sebesar

3,13% (yoy), atau relatif stabil dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya sebesar 3,17% (yoy).

Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan

LAINNYA

ITALIA

BELGIA

JERMAN

PERANCIS

BELANDA

UK

RRC

JEPANG

USA

JUTA USD

-100

100

300

500

700

900

1100

1300

1500

1700

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.17.

010

2030

4050

60

70

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

0

200

400

600

800

1000

1200

1400 RIBU TON %

I

2015

-10-20

VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah

I II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000 JUTA USD %

NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Perkembangan Volume Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah

Grafik 1.13.

(50,00)

0

50,00

100,00

150,00RIBU TON %1400

1200

1000

800

600

400

200

0

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

(100,00)I

2012

VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Luar NegeriProvinsi Jawa Tengah

-5

0

5

10

15

20JUTA USD %

900

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

13PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I 12 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Page 30: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 1.19. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

JUTA USD

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

I

2015

LAINNYATIONGKOKAUSTRALIAASEANEROPAUSA

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

PMTB

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah

PDRB

PENGGUNAAN2013*

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

II

III IV2013*

I II

2014**

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – Triwulan I 2015 (triliun rupiah)

III IV2014*

I

108,76

1,75

8,54

50,31

14,25

27,59

15,33

175,90

110,61

1,90

13,29

51,34

15,32

31,12

15,33

184,21

113,05

1,92

13,24

53,46

14,65

34,26

19,72

186,61

112,93

2,07

20,36

55,96

17,71

34,84

1,35

180,18

445,36

7,64

55,43

211,07

61,92

127,81

51,73

726,90

113,48

2,15

8,63

52,06

17,45

29,15

16,94

185,85

115,31

2,21

11,93

54,79

18,34

29,11

14,80

191,92

118,35

1,98

14,14

56,69

15,95

30,60

16,49

197,22

117,54

1,96

22,20

56,94

16,10

29,65

4,94

191,27

464,68

8,30

56,90

220,48

67,83

118,50

53,18

766,27

14 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENGGUNAAN

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)

III III IV

2013*

TOTAL

27.4

3.5

60.9

0.2

0.1

17.8

25.1

5.5

5.4

6.5

4.8

3.1

0.6

5.2

6.0

1.3

2.7

175.9

29.5

3.7

63.8

0.2

0.1

18.1

27.2

5.6

5.5

6.7

4.9

3.2

0.6

5.2

5.9

1.3

2.7

184.2

30.9

3.7

63.6

0.2

0.1

18.6

27.2

5.9

5.4

6.8

4.8

3.3

0.6

5.3

6.0

1.3

2.8

186.6

21.5

3.7

66.2

0.2

0.1

19.0

26.2

5.8

5.5

6.6

4.8

3.3

0.6

5.2

7.1

1.5

2.8

180.2

109.3

14.6

254.5

0.8

0.5

73.5

105.8

22.8

21.8

26.7

19.4

12.9

2.3

20.9

24.9

5.3

11.0

726.9

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III III IV

2014**

TOTAL

26.6

3.7

66.0

0.2

0.1

18.8

26.7

5.8

5.6

7.2

5.0

3.3

0.6

5.2

6.6

1.4

2.9

185.9

28.3

3.9

68.5

0.2

0.1

18.9

27.7

5.9

5.9

7.4

5.1

3.4

0.6

5.1

6.5

1.5

3.0

191.9

30.0

4.0

69.8

0.2

0.1

19.1

28.5

6.3

6.0

7.6

5.0

3.5

0.6

5.3

6.8

1.5

3.0

197.2

21.1

4.0

70.7

0.2

0.1

19.9

27.5

6.7

6.0

7.8

5.2

3.5

0.7

5.5

7.6

1.6

3.1

191.3

106.0

15.5

275.0

0.8

0.6

76.7

110.4

24.8

23.5

30.1

20.2

13.8

2.5

21.1

27.5

5.9

11.9

766.3

I

26.5

3.7

70.7

0.2

0.1

19.7

27.5

6.6

6.1

8.0

5.3

3.6

0.7

5.4

7.2

1.6

3.1

196.2

2015

sebesar 8,30% (yoy). Begitu pula bila dibandingkan

secara volume, impor Jawa Tengah pada triwulan

laporan juga mengalami peningkatan, dari sebelumnya

1,42% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi sebesar

38,91% (yoy) pada triwulan I 2015. Berdasarkan

kelompoknya, peningkatan nilai impor terjadi pada

kelompok barang bahan baku menjadi sebesar 14,51%

(yoy) dari triwulan sebelumnya 8,96% (yoy), sementara

impor barang modal mengalami perlambatan menjadi

sebesar 3,97% (yoy) dari triwulan sebelumnya 13,89%

(yoy). Di sisi lain, impor barang konsumsi pada triwulan

laporan mencatatkan pertumbuhan yang positif.

Pertumbuhan impor konsumsi pada triwulan laporan

tercatat sebesar 15,46% (yoy) atau meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar -15,79% (yoy).

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa

Tengah sebagian besar berasal dari negara

Tiongkok dan Eropa. Meski demikian, laju

pertumbuhan impor nonmigas yang berasal dari

Tiongkok mengalami perlambatan dari sebesar

60,84% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi sebesar

19,44% (yoy) pada triwulan I 2015. Sementara

pertumbuhan impor yang berasal dari Amerika Serikat

(AS) mencatatkan peningkatan yang signifikan yakni

menjadi sebesar 13,97% (yoy) pada triwulan I 2015,

dari sebelumnya -24,49% (yoy) pada triwulan IV 2014.

Struktur perekonomian Jawa Tengah pada

triwulan I-2015 masih didominasi oleh tiga sektor

utama yaitu: Industri Pengolahan (36,0%);

Kinerja Sektor Transportasi dan Pergudangan yang

meningkat secara signifikan dibandingkan dengan

tahun lalu tidak terlepas dari faktor cuaca triwulan I

2015 yang relatif lebih baik dibandingkan dengan

periode yang sama tahun lalu. Bencana banjir yang

terjadi di triwulan I 2014 lalu yang menutup sebagian

besar ruas jalan di jalur Pantura membuat kinerja sektor

ini tahun lalu mengalami penurunan. Di sisi lain,

peningkatan kinerja Sektor Informasi dan Komunikasi

lebih didorong oleh penjualan telepon genggam dan

juga pulsa yang meningkat bila dibandingkan dengan

tahun lalu. Peningkatan pada Sektor Jasa Pendidikan

pada triwulan I 2015 lebih didorong oleh peningkatan

kinerja pendidikan non-formal, mengingat sektor

pendidikan formal biasanya mengalami peningkatan

kinerja di triwulan II ataupun triwulan III sesuai dengan

pola musimannya.

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (14,8%) dan

Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-

Sepeda Motor (13,1%). Ketiga sektor utama tersebut

selalu mendominasi perekonomian daerah di triwulan-

triwulan sebelumnya meski dengan besaran porsi yang

berubah. Hal ini terlihat pada triwulan IV 2014, porsi

ketiga sektor tersebut masing-masing: Industri

Pengolahan (37,0%); Perdagangan Besar-Eceran dan

Reparasi Mobil-Sepeda Motor (13,4%) dan Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan (12,1%).

Perekonomian Provinsi Jawa Tengah pada

triwulan I tumbuh sebesar 5,5% (yoy) atau

melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya sebesar 6,2% (yoy). Meski mengalami

perlambatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya, hampir semua lapangan

usaha masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang

positif pada triwulan laporan, kecuali Pertanian,

Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami kontraksi

sebesar 0,3% (yoy). Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh

Transportasi dan Pergudangan sebesar 14,1% (yoy)

yang kemudian diikuti Informasi dan Komunikasi serta

Jasa Perusahaan sebesar 11,6% (yoy), dan Jasa

Pendidikan sebesar 10,1% (yoy).

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENGGUNAAN

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)

2013*III III IV

2014**

TOTAL

2,55

6,17

5,38

8,46

0,23

4,90

4,65

9,33

4,46

7,99

4,31

7,70

12,12

2,65

9,53

7,12

9,24

5,14

-2.78

7

8.38

0.67

6.11

5.66

6.27

6.23

5.32

10.54

2.92

8.89

8.21

0.73

9.85

12.99

7.91

5.66

-3.8

4.65

7.29

7.65

3.15

4.18

1.79

5.01

6.4

10.96

3.18

7.85

6.83

-2.86

11.43

13.46

8.58

4.19

-2.99

6.02

9.73

4.86

2.96

2.76

4.58

7.94

9.68

12.39

3.68

5.29

7.57

-0.41

12.28

11.81

9.11

5.69

-1.94

8.37

6.81

-2.16

1.65

4.96

4.93

16.46

9.08

18.09

7.11

6.85

10.61

5.67

7.6

7.11

8.41

6.16

-2.95

6.5

8.04

2.7

3.45

4.38

4.35

8.97

7.63

13

4.22

7.19

8.31

0.78

10.17

11.2

8.5

5.42

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I

-1.94

8.37

6.81

-2.16

1.65

4.96

4.93

16.46

9.08

18.09

7.11

6.85

10.61

5.67

7.6

7.11

8.41

6.16

2015*

SUMBER PANGSA

LAIN-LAIN

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN;

REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR

KONSTRUKSI

INDUSTRI PENGOLAHAN

PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN

Grafik 1.20. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah TriwulanI Tahun 2015 (%)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-0.0414.79

2.5736.05

0.5010.210.38

13.10

2.1323.57

15PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Grafik 1.18. Pangsa Negara Asal Impor Jawa TengahTriwulan I

TIONGKOK

LAINNYA

EROPA

ASEAN

AUSTRALIA

USA

43%

25%

11%

9%

5%

7%

Page 31: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 1.19. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

JUTA USD

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

I

2015

LAINNYATIONGKOKAUSTRALIAASEANEROPAUSA

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

PMTB

Ekspor Luar Negeri

Impor Luar Negeri

Net Ekspor Antar Daerah

PDRB

PENGGUNAAN2013*

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

II

III IV2013*

I II

2014**

Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – Triwulan I 2015 (triliun rupiah)

III IV2014*

I

108,76

1,75

8,54

50,31

14,25

27,59

15,33

175,90

110,61

1,90

13,29

51,34

15,32

31,12

15,33

184,21

113,05

1,92

13,24

53,46

14,65

34,26

19,72

186,61

112,93

2,07

20,36

55,96

17,71

34,84

1,35

180,18

445,36

7,64

55,43

211,07

61,92

127,81

51,73

726,90

113,48

2,15

8,63

52,06

17,45

29,15

16,94

185,85

115,31

2,21

11,93

54,79

18,34

29,11

14,80

191,92

118,35

1,98

14,14

56,69

15,95

30,60

16,49

197,22

117,54

1,96

22,20

56,94

16,10

29,65

4,94

191,27

464,68

8,30

56,90

220,48

67,83

118,50

53,18

766,27

14 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENGGUNAAN

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)

III III IV

2013*

TOTAL

27.4

3.5

60.9

0.2

0.1

17.8

25.1

5.5

5.4

6.5

4.8

3.1

0.6

5.2

6.0

1.3

2.7

175.9

29.5

3.7

63.8

0.2

0.1

18.1

27.2

5.6

5.5

6.7

4.9

3.2

0.6

5.2

5.9

1.3

2.7

184.2

30.9

3.7

63.6

0.2

0.1

18.6

27.2

5.9

5.4

6.8

4.8

3.3

0.6

5.3

6.0

1.3

2.8

186.6

21.5

3.7

66.2

0.2

0.1

19.0

26.2

5.8

5.5

6.6

4.8

3.3

0.6

5.2

7.1

1.5

2.8

180.2

109.3

14.6

254.5

0.8

0.5

73.5

105.8

22.8

21.8

26.7

19.4

12.9

2.3

20.9

24.9

5.3

11.0

726.9

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III III IV

2014**

TOTAL

26.6

3.7

66.0

0.2

0.1

18.8

26.7

5.8

5.6

7.2

5.0

3.3

0.6

5.2

6.6

1.4

2.9

185.9

28.3

3.9

68.5

0.2

0.1

18.9

27.7

5.9

5.9

7.4

5.1

3.4

0.6

5.1

6.5

1.5

3.0

191.9

30.0

4.0

69.8

0.2

0.1

19.1

28.5

6.3

6.0

7.6

5.0

3.5

0.6

5.3

6.8

1.5

3.0

197.2

21.1

4.0

70.7

0.2

0.1

19.9

27.5

6.7

6.0

7.8

5.2

3.5

0.7

5.5

7.6

1.6

3.1

191.3

106.0

15.5

275.0

0.8

0.6

76.7

110.4

24.8

23.5

30.1

20.2

13.8

2.5

21.1

27.5

5.9

11.9

766.3

I

26.5

3.7

70.7

0.2

0.1

19.7

27.5

6.6

6.1

8.0

5.3

3.6

0.7

5.4

7.2

1.6

3.1

196.2

2015

sebesar 8,30% (yoy). Begitu pula bila dibandingkan

secara volume, impor Jawa Tengah pada triwulan

laporan juga mengalami peningkatan, dari sebelumnya

1,42% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi sebesar

38,91% (yoy) pada triwulan I 2015. Berdasarkan

kelompoknya, peningkatan nilai impor terjadi pada

kelompok barang bahan baku menjadi sebesar 14,51%

(yoy) dari triwulan sebelumnya 8,96% (yoy), sementara

impor barang modal mengalami perlambatan menjadi

sebesar 3,97% (yoy) dari triwulan sebelumnya 13,89%

(yoy). Di sisi lain, impor barang konsumsi pada triwulan

laporan mencatatkan pertumbuhan yang positif.

Pertumbuhan impor konsumsi pada triwulan laporan

tercatat sebesar 15,46% (yoy) atau meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar -15,79% (yoy).

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa

Tengah sebagian besar berasal dari negara

Tiongkok dan Eropa. Meski demikian, laju

pertumbuhan impor nonmigas yang berasal dari

Tiongkok mengalami perlambatan dari sebesar

60,84% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi sebesar

19,44% (yoy) pada triwulan I 2015. Sementara

pertumbuhan impor yang berasal dari Amerika Serikat

(AS) mencatatkan peningkatan yang signifikan yakni

menjadi sebesar 13,97% (yoy) pada triwulan I 2015,

dari sebelumnya -24,49% (yoy) pada triwulan IV 2014.

Struktur perekonomian Jawa Tengah pada

triwulan I-2015 masih didominasi oleh tiga sektor

utama yaitu: Industri Pengolahan (36,0%);

Kinerja Sektor Transportasi dan Pergudangan yang

meningkat secara signifikan dibandingkan dengan

tahun lalu tidak terlepas dari faktor cuaca triwulan I

2015 yang relatif lebih baik dibandingkan dengan

periode yang sama tahun lalu. Bencana banjir yang

terjadi di triwulan I 2014 lalu yang menutup sebagian

besar ruas jalan di jalur Pantura membuat kinerja sektor

ini tahun lalu mengalami penurunan. Di sisi lain,

peningkatan kinerja Sektor Informasi dan Komunikasi

lebih didorong oleh penjualan telepon genggam dan

juga pulsa yang meningkat bila dibandingkan dengan

tahun lalu. Peningkatan pada Sektor Jasa Pendidikan

pada triwulan I 2015 lebih didorong oleh peningkatan

kinerja pendidikan non-formal, mengingat sektor

pendidikan formal biasanya mengalami peningkatan

kinerja di triwulan II ataupun triwulan III sesuai dengan

pola musimannya.

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (14,8%) dan

Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-

Sepeda Motor (13,1%). Ketiga sektor utama tersebut

selalu mendominasi perekonomian daerah di triwulan-

triwulan sebelumnya meski dengan besaran porsi yang

berubah. Hal ini terlihat pada triwulan IV 2014, porsi

ketiga sektor tersebut masing-masing: Industri

Pengolahan (37,0%); Perdagangan Besar-Eceran dan

Reparasi Mobil-Sepeda Motor (13,4%) dan Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan (12,1%).

Perekonomian Provinsi Jawa Tengah pada

triwulan I tumbuh sebesar 5,5% (yoy) atau

melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya sebesar 6,2% (yoy). Meski mengalami

perlambatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya, hampir semua lapangan

usaha masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang

positif pada triwulan laporan, kecuali Pertanian,

Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami kontraksi

sebesar 0,3% (yoy). Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh

Transportasi dan Pergudangan sebesar 14,1% (yoy)

yang kemudian diikuti Informasi dan Komunikasi serta

Jasa Perusahaan sebesar 11,6% (yoy), dan Jasa

Pendidikan sebesar 10,1% (yoy).

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENGGUNAAN

Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 (%)

2013*III III IV

2014**

TOTAL

2,55

6,17

5,38

8,46

0,23

4,90

4,65

9,33

4,46

7,99

4,31

7,70

12,12

2,65

9,53

7,12

9,24

5,14

-2.78

7

8.38

0.67

6.11

5.66

6.27

6.23

5.32

10.54

2.92

8.89

8.21

0.73

9.85

12.99

7.91

5.66

-3.8

4.65

7.29

7.65

3.15

4.18

1.79

5.01

6.4

10.96

3.18

7.85

6.83

-2.86

11.43

13.46

8.58

4.19

-2.99

6.02

9.73

4.86

2.96

2.76

4.58

7.94

9.68

12.39

3.68

5.29

7.57

-0.41

12.28

11.81

9.11

5.69

-1.94

8.37

6.81

-2.16

1.65

4.96

4.93

16.46

9.08

18.09

7.11

6.85

10.61

5.67

7.6

7.11

8.41

6.16

-2.95

6.5

8.04

2.7

3.45

4.38

4.35

8.97

7.63

13

4.22

7.19

8.31

0.78

10.17

11.2

8.5

5.42

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I

-1.94

8.37

6.81

-2.16

1.65

4.96

4.93

16.46

9.08

18.09

7.11

6.85

10.61

5.67

7.6

7.11

8.41

6.16

2015*

SUMBER PANGSA

LAIN-LAIN

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN;

REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR

KONSTRUKSI

INDUSTRI PENGOLAHAN

PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN

Grafik 1.20. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah TriwulanI Tahun 2015 (%)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-0.0414.79

2.5736.05

0.5010.210.38

13.10

2.1323.57

15PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Grafik 1.18. Pangsa Negara Asal Impor Jawa TengahTriwulan I

TIONGKOK

LAINNYA

EROPA

ASEAN

AUSTRALIA

USA

43%

25%

11%

9%

5%

7%

Page 32: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0 SBT% YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

12,0

PDRB -PHR KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN

Grafik 1.22. Perkembangan Keyakinan Konsumendan Pedagang Eceran

80

100

120

140

160

180

200

220

OPTIMIS

PESIMIS

INDEKS

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

IV I

2015

INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN IKK ITK

Grafik 1.23. Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000 HEKTAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah

TANAM PANEN

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000 RIBU TONHEKTAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

PANEN PRODUKSI - SKALA KANAN

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.24. Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah

I

2015

subsektor kehutanan dan perikanan juga mengalami

peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan lalu.

Namun demikian, subsektor kehutanan dan perikanan

masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang

negatif meski membaik dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Sektor Industri Pengolahan merupakan sektor

penyumbang pertumbuhan terbesar pada

triwulan I tahun 2015 dengan sumbangan sebesar

2,5%. Sementara pertumbuhan Sektor Industri

Pengolahan pada triwulan I tahun 2015 tercatat

sebesar 7,1% (yoy). Peningkatan kinerja industri

pengolahan Jawa Tengah sebagian besar ditopang oleh

industri tembakau serta industri makanan dan

minuman. Kenaikan cukai rokok yang diberlakukan

oleh pemerintah per tanggal 1 Januari 2015 sebesar

rata-rata 8,72% belum memberikan dampak negatif

terhadap industri rokok Jawa Tengah. Sementara itu,

subsektor industri makanan dan minuman ditengarai

mengalami peningkatan kinerja sejalan dengan masih

tingginya permintaan domestik.

Meningkatnya kinerja industri pengolahan

dibandingkan dengan triwulan lalu sejalan

dengan pertumbuhan impor bahan baku yang

meningkat. Pertumbuhan impor bahan baku masih

mencatatkan laju pertumbuhan tahunan yang positif,

yakni sebesar 62,76% (yoy) pada triwulan laporan atau

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

sebesar 58,80% (yoy). Peningkatan nilai impor bahan

baku ini diharapkan dapat mendorong peningkatan

kinerja industri pengolahan pada triwulan selanjutnya.

Kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan

cenderung stabil. Sektor konstruksi tumbuh sedikit

melambat dari 5,0% (yoy) pada triwulan IV 2014

menjadi 4,9% (yoy) di triwulan laporan. Meski

konsumsi pemerintah mengalami penurunan yang

signifikan pada triwulan laporan bila dibandingkan

dengan triwulan lalu, namun pertumbuhan sektor

konstruksi cenderung stabil dan tidak mengalami

perlambatan yang signifikan. Dengan demikian,

pembangunan yang dilakukan oleh pihak swasta

ditengarai cukup berperan dalam menahan

perlambatan sektor konstruksi.

Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah

Juta KwH

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0200400600800

1,0001,2001,4001,6001,8002,000

INDUSTRI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 1.27. Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

BISNIS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

I

2015

Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah

-20

-15-10

-50

510

1520

25

0

200

400

600 % YOYJuta KwH

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 1.26. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah

-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

%

PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN

PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN

I

2015

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 1.25. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah

-10

-5

0

5

10

15

III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

%

PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN

PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN PERTUMBUHAN INDO TAHUNAN

I

2015

16 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Meskipun ketiga sektor perekonomian tersebut

mengalami pertumbuhan yang signifikan, namun share

yang dimiliki oleh ketiga sektor perekonomian tersebut

tergolong kecil, sehingga belum dapat mengangkat

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan I 2015.

Sama seperti triwulan sebelumnya sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan memberikan sumbangan

negatif pada pertumbuhan ekonomi daerah.

Pertumbuhan Sektor Perdagangan Besar-Eceran

dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor pada triwulan I

2015 sebesar 2,92% (yoy) atau menurun bila

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

4,93% (yoy). Penurunan konsumsi pemerintah di

triwulan I karena belum optimalnya realisasi belanja

pemerintah ditengarai menjadi salah satu penekan

melambatnya pertumbuhan sektor tersebut di awal

tahun.

Di sisi lain, optimisme dunia usaha secara umum masih

baik, terlihat dari indeks penjualan eceran yang masih

berada pada tingkat optimis di triwulan I 2015 meski

mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Sementara itu, permintaan dari

masyarakat pun relatif terjaga. Hal ini terkonfirmasi dari

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencatatkan

angka yang meningkat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada

triwulan I 2015 tumbuh sebesar -0,28% (yoy) atau

membaik bila dibandingkan dengan triwulan IV

2014 yang sebesar -1,94% (yoy). Musim panen raya

yang mulai terjadi di bulan Maret diperkirakan menjadi

sumber utama membaiknya sektor pertanian Jawa

Tengah di triwulan I 2015. Namun demikian, kinerja

sektor pertanian Jawa Tengah masih menurun bila

dibandingkan dengan triwulan I 2014, meski cuaca di

triwulan I 2015 relatif lebih baik bila dibandingkan

dengan tahun 2014.

Peningkatan yang terjadi pada sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan didorong oleh seluruh

subsektornya. Laju pertumbuhan subsektor pertanian

mengalami peningkatan sejalan dengan musim panen

raya yang mulai terjadi akhir triwulan I sesuai dengan

pola musimannya. Sementara itu, laju pertumbuhan

Page 33: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0 SBT% YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

12,0

PDRB -PHR KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN

Grafik 1.22. Perkembangan Keyakinan Konsumendan Pedagang Eceran

80

100

120

140

160

180

200

220

OPTIMIS

PESIMIS

INDEKS

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

IV I

2015

INDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN IKK ITK

Grafik 1.23. Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000 HEKTAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah

TANAM PANEN

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000 RIBU TONHEKTAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

PANEN PRODUKSI - SKALA KANAN

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.24. Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah

I

2015

subsektor kehutanan dan perikanan juga mengalami

peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan lalu.

Namun demikian, subsektor kehutanan dan perikanan

masih mencatatkan pertumbuhan tahunan yang

negatif meski membaik dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Sektor Industri Pengolahan merupakan sektor

penyumbang pertumbuhan terbesar pada

triwulan I tahun 2015 dengan sumbangan sebesar

2,5%. Sementara pertumbuhan Sektor Industri

Pengolahan pada triwulan I tahun 2015 tercatat

sebesar 7,1% (yoy). Peningkatan kinerja industri

pengolahan Jawa Tengah sebagian besar ditopang oleh

industri tembakau serta industri makanan dan

minuman. Kenaikan cukai rokok yang diberlakukan

oleh pemerintah per tanggal 1 Januari 2015 sebesar

rata-rata 8,72% belum memberikan dampak negatif

terhadap industri rokok Jawa Tengah. Sementara itu,

subsektor industri makanan dan minuman ditengarai

mengalami peningkatan kinerja sejalan dengan masih

tingginya permintaan domestik.

Meningkatnya kinerja industri pengolahan

dibandingkan dengan triwulan lalu sejalan

dengan pertumbuhan impor bahan baku yang

meningkat. Pertumbuhan impor bahan baku masih

mencatatkan laju pertumbuhan tahunan yang positif,

yakni sebesar 62,76% (yoy) pada triwulan laporan atau

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

sebesar 58,80% (yoy). Peningkatan nilai impor bahan

baku ini diharapkan dapat mendorong peningkatan

kinerja industri pengolahan pada triwulan selanjutnya.

Kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan

cenderung stabil. Sektor konstruksi tumbuh sedikit

melambat dari 5,0% (yoy) pada triwulan IV 2014

menjadi 4,9% (yoy) di triwulan laporan. Meski

konsumsi pemerintah mengalami penurunan yang

signifikan pada triwulan laporan bila dibandingkan

dengan triwulan lalu, namun pertumbuhan sektor

konstruksi cenderung stabil dan tidak mengalami

perlambatan yang signifikan. Dengan demikian,

pembangunan yang dilakukan oleh pihak swasta

ditengarai cukup berperan dalam menahan

perlambatan sektor konstruksi.

Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah

Juta KwH

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0200400600800

1,0001,2001,4001,6001,8002,000

INDUSTRI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 1.27. Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

BISNIS PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

I

2015

Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah

-20

-15-10

-50

510

1520

25

0

200

400

600 % YOYJuta KwH

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 1.26. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah

-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

%

PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN

PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN

I

2015

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 1.25. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah

-10

-5

0

5

10

15

III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014

%

PERTUMBUHAN JATENG TRIWULANAN PERTUMBUHAN INDO TRIWULANAN

PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN PERTUMBUHAN INDO TAHUNAN

I

2015

16 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Meskipun ketiga sektor perekonomian tersebut

mengalami pertumbuhan yang signifikan, namun share

yang dimiliki oleh ketiga sektor perekonomian tersebut

tergolong kecil, sehingga belum dapat mengangkat

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan I 2015.

Sama seperti triwulan sebelumnya sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan memberikan sumbangan

negatif pada pertumbuhan ekonomi daerah.

Pertumbuhan Sektor Perdagangan Besar-Eceran

dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor pada triwulan I

2015 sebesar 2,92% (yoy) atau menurun bila

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

4,93% (yoy). Penurunan konsumsi pemerintah di

triwulan I karena belum optimalnya realisasi belanja

pemerintah ditengarai menjadi salah satu penekan

melambatnya pertumbuhan sektor tersebut di awal

tahun.

Di sisi lain, optimisme dunia usaha secara umum masih

baik, terlihat dari indeks penjualan eceran yang masih

berada pada tingkat optimis di triwulan I 2015 meski

mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Sementara itu, permintaan dari

masyarakat pun relatif terjaga. Hal ini terkonfirmasi dari

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencatatkan

angka yang meningkat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada

triwulan I 2015 tumbuh sebesar -0,28% (yoy) atau

membaik bila dibandingkan dengan triwulan IV

2014 yang sebesar -1,94% (yoy). Musim panen raya

yang mulai terjadi di bulan Maret diperkirakan menjadi

sumber utama membaiknya sektor pertanian Jawa

Tengah di triwulan I 2015. Namun demikian, kinerja

sektor pertanian Jawa Tengah masih menurun bila

dibandingkan dengan triwulan I 2014, meski cuaca di

triwulan I 2015 relatif lebih baik bila dibandingkan

dengan tahun 2014.

Peningkatan yang terjadi pada sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan didorong oleh seluruh

subsektornya. Laju pertumbuhan subsektor pertanian

mengalami peningkatan sejalan dengan musim panen

raya yang mulai terjadi akhir triwulan I sesuai dengan

pola musimannya. Sementara itu, laju pertumbuhan

Page 34: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

2.200 RIBU TON % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

0

5

10

15

20

25

I

2015

KONSUMSI SEMEN PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 1.32. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidi Jawa Tengah

0

10

20

30

40

50

60

70

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0 % YOYRP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

18 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari konsumsi

semen yang sedikit menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya (Grafik 1.28). Namun demikian, kredit

perbankan yang disalurkan kepada sektor konstruksi

meningkat bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Peningkatan kredit tersebut diharapkan dapat menjadi

sinyalemen positif peningkatan kinerja sektor

konstruksi di triwulan mendatang.

Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modaldi Jawa Tengah

Grafik 1.30

IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(40,0)

(20,0)

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

0

20

40

60

80

100

120

140 JUTA USD % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Bakudi Jawa Tengah

Grafik 1.29

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

JUTA USD % YOY

I

2015

(20.0) (10.0) - 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0

0

200

400

600

800

1,000

1,200

IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Kelesuan perekonomian global saat ini telah

menunjukkan perbaikan utamanya Amerika Serikat. Hal

ini terindikasi dari penguatan nilai tukar Dollar terhadap

beberapa mata uang dunia termasuk Indonesia.

Penguatan USD tersebut menjadikan mata uang Rupiah

mengalami pelemahan. Menjadi suatu keniscayaan

apabila pelemahan nilai tukar akan memberikan dampak

bagi suatu negara melalui jalur perdagangan

internasional yaitu ekspor dan impor. Provinsi Jawa

Tengah dengan mesin penggerak utama perekonomian

yaitu sektor industri pengolahan dengan pangsa sebesar

36% turut merasakan dampak pelemahan Rupiah ini.

Terlebih mengingat karakteristik komoditas ekspor Jawa

Tengah masih memiliki ketergantungan impor bahan

baku yang tinggi.

Depresiasi Rupiah yang terjadi ini secara natural akan

direspons dengan melakukan peningkatan ekspor akibat

daya saing harga barang ekspor di pasar internasional

mengalami peningkatan. Sementara sebaliknya,

depresiasi Rupiah ini menjadi beban berat akibat harga

barang impor mahal. Perbaikan neraca perdagangan

akan tercapai apabila respons terhadap depresiasi nilai

tukar dilakukan dengan peningkatan ekspor dan

pengurangan impor. Dalam teori perdagangan

internasional hal ini dikenal sebagai Marshall Lerner 3condition.

Selanjutnya dilakukan asesmen Marshall Lerner

condition untuk mengetahui dampak penguatan US

Dollar terhadap ekonomi Jawa Tengah. Berdasarkan

klasifikasi SITC data tahun 2014 menujukkan bahwa

komoditas ekspor utama Jawa Tengah adalah TPT dan

mebel. Kedua komoditas tersebut menyumbang pangsa

terhadap total ekspor sebanyak 69%. Sementara ditinjau

dari struktur impor Jawa Tengah, berdasarkan kategori

yang sama dengan data tahun 2014 menunjukkan

mayoritas impor berupa Mesin dan Perlengkapan

Transportasi serta TPT dengan pangsa sebesar 59%

(Tabel 1). Komoditas ekspor Jawa Tengah masih

ditujukan kepada negara mitra dagang konvensional

yaitu Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan China dengan

pangsa sebesar 62% (Grafik 2).

SUPLEMEN IDAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR TERHADAP

PEREKONOMIAN JAWA TENGAH

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Mitra Dagang Ekspor Jawa TengahGrafik 2.

USA

CHINA

EROPA

JEPANG

LAINNYA

25%10%17%10%38%

Marshall Lerner condition adalah kondisi di mana pelemahan nilai tukar akan memberikan dampak perbaikan pada neraca perdagangan apabila penjumlahan absolut elastisitas ekspor dan impor sama dengan atau lebih besar dari 1.

3.

Grafik 1. Ekspor Impor Jawa Tengah dan Nilai Tukar

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%, YOY USD/IDR

NILAI TUKAR - SKALA KANAN EKSPOR IMPOR

TPT

Mebel

Mamin

Kimia

44%

27%

8%

4%

Mesin & Perlengkapan

Transportasi

TPT

Mamin

Kimia

33%

26%

12%

9%

Lainnya 17% Lainnya 20%

EKSPOR

PANGSA IMPOR PANGSA

Tabel 1. Struktur Ekspor Impor Jawa Tengah

19PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Page 35: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

2.000

2.200 RIBU TON % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

0

5

10

15

20

25

I

2015

KONSUMSI SEMEN PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Grafik 1.32. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidi Jawa Tengah

0

10

20

30

40

50

60

70

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0 % YOYRP TRILIUN

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

18 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari konsumsi

semen yang sedikit menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya (Grafik 1.28). Namun demikian, kredit

perbankan yang disalurkan kepada sektor konstruksi

meningkat bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Peningkatan kredit tersebut diharapkan dapat menjadi

sinyalemen positif peningkatan kinerja sektor

konstruksi di triwulan mendatang.

Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modaldi Jawa Tengah

Grafik 1.30

IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(40,0)

(20,0)

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

0

20

40

60

80

100

120

140 JUTA USD % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Bakudi Jawa Tengah

Grafik 1.29

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

JUTA USD % YOY

I

2015

(20.0) (10.0) - 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0

0

200

400

600

800

1,000

1,200

IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

Kelesuan perekonomian global saat ini telah

menunjukkan perbaikan utamanya Amerika Serikat. Hal

ini terindikasi dari penguatan nilai tukar Dollar terhadap

beberapa mata uang dunia termasuk Indonesia.

Penguatan USD tersebut menjadikan mata uang Rupiah

mengalami pelemahan. Menjadi suatu keniscayaan

apabila pelemahan nilai tukar akan memberikan dampak

bagi suatu negara melalui jalur perdagangan

internasional yaitu ekspor dan impor. Provinsi Jawa

Tengah dengan mesin penggerak utama perekonomian

yaitu sektor industri pengolahan dengan pangsa sebesar

36% turut merasakan dampak pelemahan Rupiah ini.

Terlebih mengingat karakteristik komoditas ekspor Jawa

Tengah masih memiliki ketergantungan impor bahan

baku yang tinggi.

Depresiasi Rupiah yang terjadi ini secara natural akan

direspons dengan melakukan peningkatan ekspor akibat

daya saing harga barang ekspor di pasar internasional

mengalami peningkatan. Sementara sebaliknya,

depresiasi Rupiah ini menjadi beban berat akibat harga

barang impor mahal. Perbaikan neraca perdagangan

akan tercapai apabila respons terhadap depresiasi nilai

tukar dilakukan dengan peningkatan ekspor dan

pengurangan impor. Dalam teori perdagangan

internasional hal ini dikenal sebagai Marshall Lerner 3condition.

Selanjutnya dilakukan asesmen Marshall Lerner

condition untuk mengetahui dampak penguatan US

Dollar terhadap ekonomi Jawa Tengah. Berdasarkan

klasifikasi SITC data tahun 2014 menujukkan bahwa

komoditas ekspor utama Jawa Tengah adalah TPT dan

mebel. Kedua komoditas tersebut menyumbang pangsa

terhadap total ekspor sebanyak 69%. Sementara ditinjau

dari struktur impor Jawa Tengah, berdasarkan kategori

yang sama dengan data tahun 2014 menunjukkan

mayoritas impor berupa Mesin dan Perlengkapan

Transportasi serta TPT dengan pangsa sebesar 59%

(Tabel 1). Komoditas ekspor Jawa Tengah masih

ditujukan kepada negara mitra dagang konvensional

yaitu Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan China dengan

pangsa sebesar 62% (Grafik 2).

SUPLEMEN IDAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR TERHADAP

PEREKONOMIAN JAWA TENGAH

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Mitra Dagang Ekspor Jawa TengahGrafik 2.

USA

CHINA

EROPA

JEPANG

LAINNYA

25%10%17%10%38%

Marshall Lerner condition adalah kondisi di mana pelemahan nilai tukar akan memberikan dampak perbaikan pada neraca perdagangan apabila penjumlahan absolut elastisitas ekspor dan impor sama dengan atau lebih besar dari 1.

3.

Grafik 1. Ekspor Impor Jawa Tengah dan Nilai Tukar

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

%, YOY USD/IDR

NILAI TUKAR - SKALA KANAN EKSPOR IMPOR

TPT

Mebel

Mamin

Kimia

44%

27%

8%

4%

Mesin & Perlengkapan

Transportasi

TPT

Mamin

Kimia

33%

26%

12%

9%

Lainnya 17% Lainnya 20%

EKSPOR

PANGSA IMPOR PANGSA

Tabel 1. Struktur Ekspor Impor Jawa Tengah

19PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I

Page 36: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Elastisitas nilai tukar Rupiah terhadap ekspor-impor

industri TPT dan industri mebel di Jawa Tengah memiliki

nilai absolut lebih dari 1. Hal ini artinya respons terhadap

depresiasi Rupiah terhadap kegiatan ekspor dan impor

adalah elastis. Depresiasi nilai tukar akan direspons

dengan perbaikan kinerja ekspor akibat peningkatan

daya saing komoditas ekspor di pasar internasional.

Sementara itu, depresiasi nilai tukar direspons dengan

SUPLEMEN I

20 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

penurunan impor akibat mahalnya harga barang impor

pasar internasional. Secara total, respons terhadap

depresiasi rupiah berupa peningkatan ekspor dan

penurunan impor ini akan memperbaiki kinerja neraca

perdagangan.

TPT

MEBEL

KOMODITAS ELASTISITAS EKSPOR ELASTISITAS IMPOR

0.69

0.43

-0.59

-1.45

Tabel 2. Karakteristik Ekspor Utama Jawa Tengah

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BABII

Inflasi tahunan Jawa Tengah turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Grafik 3. Ekspor Impor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar

y = 0.69x + 1.32

(50.00)

(40.00)

(30.00)

(20.00)

(10.00)

-

10.00

20.00

30.00

40.00

(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00

EKSPOR (%,MTM)

USD/IDR (%,MTM)

EKSPOR TPTLINEAR (EKSPOR TPT)

Grafik 5. Elastisitas Ekspor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar

y = -0.59x + 4.18

(60.00)

(40.00)

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00

IMPOR (%,MTM)

USD/IDR (%,MTM)

IMPOR TPTLINEAR (IMPOR TPT)

Grafik 7. Elastisitas Impor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar Grafik 8. Elastisitas Impor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar

y = -1.45x + 5.65

(100.00)

(50.00)

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00

IMPOR (%,MTM)

USD/IDR (%,MTM)IMPOR MEBEL

LINEAR (IMPOR MEBEL)

Grafik 6. Elastisitas Ekspor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar

y = 0.43x + 2.13

(60.00)

(40.00)

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

80.00

(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00

EKSPOR MEBEL

EKSPOR (%,MTM)

USD/IDR (%,MTM)

LINEAR (EKSPOR MEBEL)

USD/IDR X NILAI TPT - RHS M NILAI TPT - RHS

-

50,000,000

100,000,000

150,000,000

200,000,000

250,000,000

300,000,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

13,000

14,000

Jan-0

6

Jul-

06

Jan-0

7

Jul-07

Jan-0

8

Jul-08

Jan-0

9

Jul-09

Jan-1

0

Jul-10

Jan-1

1

Jul-

11

Jan-1

2

Jul-12

Jan-1

3

Jul-

13

Jan-1

4

Jul-14

Jan-1

5

USD/IDR USD

Grafik 4. Ekspor Impor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar

-

20,000,000

40,000,000

60,000,000

80,000,000

100,000,000

120,000,000

140,000,000

160,000,000

180,000,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

13,000

14,000 USD/IDR USD

Jul-0

6

Jan-

07

Jan-

08

Jan-

09

Jan-

10

Jan-

11

Jan-

12

Jan-

13

Jan-

14

Jan-

15

USD/IDR X NILAI MEBEL - RHS M NILAI MEBEL - RHS

Page 37: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Elastisitas nilai tukar Rupiah terhadap ekspor-impor

industri TPT dan industri mebel di Jawa Tengah memiliki

nilai absolut lebih dari 1. Hal ini artinya respons terhadap

depresiasi Rupiah terhadap kegiatan ekspor dan impor

adalah elastis. Depresiasi nilai tukar akan direspons

dengan perbaikan kinerja ekspor akibat peningkatan

daya saing komoditas ekspor di pasar internasional.

Sementara itu, depresiasi nilai tukar direspons dengan

SUPLEMEN I

20 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

penurunan impor akibat mahalnya harga barang impor

pasar internasional. Secara total, respons terhadap

depresiasi rupiah berupa peningkatan ekspor dan

penurunan impor ini akan memperbaiki kinerja neraca

perdagangan.

TPT

MEBEL

KOMODITAS ELASTISITAS EKSPOR ELASTISITAS IMPOR

0.69

0.43

-0.59

-1.45

Tabel 2. Karakteristik Ekspor Utama Jawa Tengah

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BABII

Inflasi tahunan Jawa Tengah turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Grafik 3. Ekspor Impor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar

y = 0.69x + 1.32

(50.00)

(40.00)

(30.00)

(20.00)

(10.00)

-

10.00

20.00

30.00

40.00

(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00

EKSPOR (%,MTM)

USD/IDR (%,MTM)

EKSPOR TPTLINEAR (EKSPOR TPT)

Grafik 5. Elastisitas Ekspor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar

y = -0.59x + 4.18

(60.00)

(40.00)

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00

IMPOR (%,MTM)

USD/IDR (%,MTM)

IMPOR TPTLINEAR (IMPOR TPT)

Grafik 7. Elastisitas Impor TPT Jawa Tengah dan Nilai Tukar Grafik 8. Elastisitas Impor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar

y = -1.45x + 5.65

(100.00)

(50.00)

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00

IMPOR (%,MTM)

USD/IDR (%,MTM)IMPOR MEBEL

LINEAR (IMPOR MEBEL)

Grafik 6. Elastisitas Ekspor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar

y = 0.43x + 2.13

(60.00)

(40.00)

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

80.00

(10.00) (5.00) - 5.00 10.00 15.00 20.00

EKSPOR MEBEL

EKSPOR (%,MTM)

USD/IDR (%,MTM)

LINEAR (EKSPOR MEBEL)

USD/IDR X NILAI TPT - RHS M NILAI TPT - RHS

-

50,000,000

100,000,000

150,000,000

200,000,000

250,000,000

300,000,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

13,000

14,000

Jan-0

6

Jul-

06

Jan-0

7

Jul-07

Jan-0

8

Jul-08

Jan-0

9

Jul-09

Jan-1

0

Jul-10

Jan-1

1

Jul-

11

Jan-1

2

Jul-12

Jan-1

3

Jul-

13

Jan-1

4

Jul-14

Jan-1

5

USD/IDR USD

Grafik 4. Ekspor Impor Mebel Jawa Tengah dan Nilai Tukar

-

20,000,000

40,000,000

60,000,000

80,000,000

100,000,000

120,000,000

140,000,000

160,000,000

180,000,000

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

13,000

14,000 USD/IDR USD

Jul-0

6

Jan-

07

Jan-

08

Jan-

09

Jan-

10

Jan-

11

Jan-

12

Jan-

13

Jan-

14

Jan-

15

USD/IDR X NILAI MEBEL - RHS M NILAI MEBEL - RHS

Page 38: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

2.1 Inflasi Secara Umum

23PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Inflasi bulanan di triwulan I 2015 juga lebih rendah

dibandingkan pola inflasi bulanan triwulan IV

2014. Fenomena ini terjadi sebagai imbas dari

penurunan harga BBM, penurunan harga elpiji 12 kg,

dan terjaganya pasokan beberapa komoditas strategis

karena masuknya musim panen (Grafik 2.3).

Bulan Januari 2015 terjadi deflasi, berbalik arah

setelah inflasi tinggi di Desember 2014. Deflasi

pada Januari 2015 tercatat sebesar 0,35% (mtm),

mengalami penurunan tajam setelah bulan sebelumnya

mengalami inflasi sebesar 2,25% (mtm), dan juga lebih

rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya (0,99% mtm). Deflasi terjadi akibat

rendahnya tekanan harga yang didorong oleh

penurunan harga BBM per tanggal 1 Januari 2015.

Penurunan tersebut bertransmisi pada penurunan tarif

angkutan dan harga komoditas lainnya. Selain itu,

melimpahnya stok di pasaran akibat mulai masuknya

musim panen pada beberapa komoditas seperti cabai

merah dan cabai rawit, turut mendorong tekanan

harga ke bawah.

4Inflasi Jawa Tengah mengalami penurunan cukup

tajam di triwulan I 2015. Jawa Tengah pada triwulan I

2015 tercatat mengalami inflasi sebesar 5,68% (yoy),

jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan

sebelumnya yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini

didorong oleh kebijakan penurunan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) pada bulan Januari 2015. Meneruskan

tren sejak November 2014, inflasi Jawa Tengah masih

berada di bawah inflasi nasional yang pada triwulan ini

tercatat sebesar 6,38% (yoy) (Grafik 2.1).

Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih

rendah dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di

triwulan I 2015 tercatat sebesar -0,80% (qtq) atau

lebih rendah dari inflasi triwulan I 2014 sebesar 1,58%

(qtq) dan juga rata-rata inflasi triwulan I dalam lima

tahun terakhir sebesar 1,21%.

Kelompok yang turut mendorong penurunan

harga adalah kelompok transpor, komunikasi dan

jasa keuangan disusul oleh kelompok bahan

makanan. Penurunan harga pada kelompok transpor

tersebut, sejalan dengan penurunan harga BBM per 1

Januari 2015 dan per 19 Januari 2015 yang berdampak

pada penurunan tarif angkutan (Grafik 2.2).

Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.

4.

Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERSEN

-2

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

8,22%

8,36%

4,49%

4,18%

-0.44%

-0.80%

6,38%

5.68%

JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)

Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 2.2

-6.00 -5.00 -4.00 -3.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

TW IV 2014 TW IV 2015 RATA - RATA TW I 2010 - 2014

Page 39: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

2.1 Inflasi Secara Umum

23PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Inflasi bulanan di triwulan I 2015 juga lebih rendah

dibandingkan pola inflasi bulanan triwulan IV

2014. Fenomena ini terjadi sebagai imbas dari

penurunan harga BBM, penurunan harga elpiji 12 kg,

dan terjaganya pasokan beberapa komoditas strategis

karena masuknya musim panen (Grafik 2.3).

Bulan Januari 2015 terjadi deflasi, berbalik arah

setelah inflasi tinggi di Desember 2014. Deflasi

pada Januari 2015 tercatat sebesar 0,35% (mtm),

mengalami penurunan tajam setelah bulan sebelumnya

mengalami inflasi sebesar 2,25% (mtm), dan juga lebih

rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya (0,99% mtm). Deflasi terjadi akibat

rendahnya tekanan harga yang didorong oleh

penurunan harga BBM per tanggal 1 Januari 2015.

Penurunan tersebut bertransmisi pada penurunan tarif

angkutan dan harga komoditas lainnya. Selain itu,

melimpahnya stok di pasaran akibat mulai masuknya

musim panen pada beberapa komoditas seperti cabai

merah dan cabai rawit, turut mendorong tekanan

harga ke bawah.

4Inflasi Jawa Tengah mengalami penurunan cukup

tajam di triwulan I 2015. Jawa Tengah pada triwulan I

2015 tercatat mengalami inflasi sebesar 5,68% (yoy),

jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan

sebelumnya yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini

didorong oleh kebijakan penurunan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) pada bulan Januari 2015. Meneruskan

tren sejak November 2014, inflasi Jawa Tengah masih

berada di bawah inflasi nasional yang pada triwulan ini

tercatat sebesar 6,38% (yoy) (Grafik 2.1).

Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih

rendah dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah di

triwulan I 2015 tercatat sebesar -0,80% (qtq) atau

lebih rendah dari inflasi triwulan I 2014 sebesar 1,58%

(qtq) dan juga rata-rata inflasi triwulan I dalam lima

tahun terakhir sebesar 1,21%.

Kelompok yang turut mendorong penurunan

harga adalah kelompok transpor, komunikasi dan

jasa keuangan disusul oleh kelompok bahan

makanan. Penurunan harga pada kelompok transpor

tersebut, sejalan dengan penurunan harga BBM per 1

Januari 2015 dan per 19 Januari 2015 yang berdampak

pada penurunan tarif angkutan (Grafik 2.2).

Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.

4.

Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PERSEN

-2

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015

8,22%

8,36%

4,49%

4,18%

-0.44%

-0.80%

6,38%

5.68%

JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)

Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 2.2

-6.00 -5.00 -4.00 -3.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

TW IV 2014 TW IV 2015 RATA - RATA TW I 2010 - 2014

Page 40: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

yoy 4,9 5,3 5,9 5,6 5,1 5,4 8,3 8,4 7,7 7,8 8,2 8,0 7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5 5,0 6,1 8,2

mtm 1,0 0,7 0,7 -0, -0, 0,9 3,4 1,1 -0, 0,2 0,3 0,2 0,9 0,3 0,2 -0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

7,5

8,0

8,5

9,0 % YOY

Curah hujan tinggi Ekspektasi

mulai naik

KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap

akhir 2013Bencana

banjir

Pembatasan produksi bibit ayam

Kenaikan TTLu/P1, I3, R3, I4, B2, B3

Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg

1 2 3

Kenaikanharga beras dan bawang

merah

6,8 5,8 5,7

-0 -1 0,2

2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014Grafik 2.3

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

% MTM

-1

0

1

2

3

4

RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015

Tren deflasi masih berlanjut pada Februari yang

didorong oleh penurunan harga pangan seperti

cabai merah, cabai rawit dan telur ayam ras. Selain

itu, dampak lanjutan dari penurunan harga BBM dan

harga elpiji per 19 Januari 2015 juga turut memberikan

andil pada rendahnya tekanan harga di bulan Februari.

Di sisi lain terdapat kenaikan harga beras yang

disebabkan terbatasnya pasokan di Jawa Tengah,

sejalan dengan musibah banjir yang melanda Jakarta

dan Jawa Barat sehingga pasokan terserap ke luar

daerah. Akan tetapi, kenaikan harga beras tersebut

masih belum memberikan pengaruh signifikan

terhadap inflasi secara keseluruhan.

Komoditas penyumbang deflasi pada triwulan I

2015 sedikit berbeda dengan historisnya. Apabila

dilihat secara bulanan, komoditas bensin menjadi

penyumbang utama deflasi di triwulan laporan. Hal ini

tidak terlepas dari kebijakan penurunan harga BBM,

yang kemudian berdampak terhadap penurunan tarif

angkutan dan menjadi salah satu komoditas

penyumbang deflasi. Terjaganya pasokan beberapa

komoditas tertentu juga turut membantu mengurangi

tekanan inflasi di triwulan I. Hal ini dapat terlihat dari

beberapa komoditas penyumbang utama deflasi,

seperti cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras dan

telur ayam ras (Tabel 2.1).

Beberapa komoditas tetap melanjutkan tren

koreksi harga dari triwulan sebelumnya.

Komoditas bensin yang tercatat sebagai penyumbang

utama inflasi pada triwulan sebelumnya, pada triwulan

ini tercatat sebagai penyumbang utama deflasi akibat

penurunan harga BBM. Sementara itu, daging ayam ras

juga tercatat mengalami koreksi harga, pada triwulan

sebelumnya tercatat mengalami inflasi, di triwulan I

2015 mengalami tren penurunan harga.

Komoditas penyumbang inflasi pada triwulan I

2015 terutama dari kelompok bahan makanan.

Lima komoditas penyumbang inflasi secara bulanan

pada triwulan I 2015 adalah dari kelompok bahan

makanan. Meski demikian, terdapat pula komoditas

dari kelompok lainnya seperti tarif listrik yang

mengalami penyesuaian tarif pada Januari 2015.

Sementara itu, adanya kenaikan harga cukai rokok,

turut memberi andil terhadap kenaikan harga rokok

kretek filter (Tabel 2.2).

24 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil %

Bensin

Cabe Merah

Cabe Rawit

Kacang Panjang

Ketimun

-0,793

-0,337

-0,085

-0,018

-0,009

1

2

3

4

5

JANUARI

No. Komoditas Andil %

Cabai Merah

Bensin

Cabai Merah

Telur Ayam Ras

Angkutan Dalam Kota

-0,319

-0,288

-0,131

-0,057

-0,043

1

2

3

4

5

FEBRUARI

No. Komoditas Andil %

Daging Ayam Ras

Telur Ayam Ras

Tarif Kereta Api

Tomat Sayur

Cumi-cumi

-0,114

-0,104

-0,036

-0,013

-0,010

1

2

3

4

5

MARET

5 Berdasarkan disagregasi inflasi , inflasi pada

triwulan I 2015 utamanya terjadi pada kelompok

administered prices dan volatile foods. Inflasi

tahunan pada kelompok inti cenderung stabil

sepanjang tahun, sementara kelompok administered

prices dan volatile foods memiliki tren yang cenderung

menurun pada Januari dan Februari, akan tetapi

kembali mengalami peningkatan pada Maret.

Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah

mengalami penurunan inflasi jika dibandingkan

dengan triwulan IV 2014. Kota Kudus dan Kota

Surakarta merupakan kota yang mengalami

penurunan inflasi tahunan terbesar. Dari

keseluruhan 6 kota yang disurvei oleh BPS, pada

triwulan I 2015 inflasi tertinggi terjadi di kota Cilacap

sementara inflasi terendah terjadi di Kota Kudus (Tabel

2.3).

No. KOTA Inflasi Triwulan IV 2014 (%)

CILACAP

KUDUS

PURWOKERTO

SURAKARATA

SEMARANG

TEGAL

8,19

8,59

7,09

8,01

8,53

7,40

1

2

3

4

5

6

6,51

4,59

5,42

5,07

6,04

5,27

Inflasi Triwulan I 2015 (%)

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil %

Daging Ayam Ras

Bahan Bakar Rumah Tangga

Telur Ayam Ras

Beras

Tukang Bukan Mandor

0,085

0,080

0,077

0,052

0,045

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil %

Beras

Tarif Listrik

Mobil

Rokok Kretek Filter

Mie Kering Instan

0,195

0,042

0,024

0,019

0,013

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil %

Bawang Merah

Bensin

Bahan Bakar Rumah Tangga

Rokok Kretek Filter

Bawang Putih

0,1896

0,1657

0,0440

0,0143

0,0133

1

2

3

4

5

JANUARI FEBRUARI MARET

2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok

Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa

Tengah sedikit meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan

terendah triwulan IV 2014 sebesar 1,5%, sementara

perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan I

2015 sebesar 1,92%.

Dilihat berdasarkan kelompoknya, inflasi pada

periode laporan dipengaruhi oleh kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar;

pendidikan, rekreasi dan olahraga; dan kelompok

bahan makanan. Inflasi dari kelompok perumahan,

air, listrik dan gas sebagai dampak dari penyesuaian

tarif listrik pada awal tahun. Akan tetapi, inflasi

tahunan di triwulan ini tercatat lebih rendah hampir di

semua kelompok jika dibandingkan dengan periode

laporan sebelumnya, terutama pada kelompok

transpor, komunikasi dan jasa keuangan (Tabel 2.4).

25PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

KOMODITAS

I II

2013 (%,yoy)

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III IV I

2014 (%,yoy)

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

II III

6,25

12,86

6,54

3,90

2,56

2,44

3,69

2,22

5,44

9,78

5,43

3,27

0,89

2,15

3,67

5,35

7,72

12,80

6,90

4,64

1,61

2,33

1,84

12,70

7,99

12,54

7,60

5,20

-0,01

2,48

2,52

13,27

7,08

7,17

8,04

6,14

2,75

2,94

2,95

13,04

7,26

8,61

7,79

7,13

4,16

3,52

2,91

10,07

5,00

4,79

5,61

6,68

1,87

3,87

6,12

2,58

IV

8,22

11,39

5,85

8,09

2,62

4,54

6,62

11,46

2015

5,69

5,79

5,38

7,32

2,84

4,43

6,21

4,39

I

Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile foods, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.

5.

Page 41: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

yoy 4,9 5,3 5,9 5,6 5,1 5,4 8,3 8,4 7,7 7,8 8,2 8,0 7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5 5,0 6,1 8,2

mtm 1,0 0,7 0,7 -0, -0, 0,9 3,4 1,1 -0, 0,2 0,3 0,2 0,9 0,3 0,2 -0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

7,5

8,0

8,5

9,0 % YOY

Curah hujan tinggi Ekspektasi

mulai naik

KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap

akhir 2013Bencana

banjir

Pembatasan produksi bibit ayam

Kenaikan TTLu/P1, I3, R3, I4, B2, B3

Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg

1 2 3

Kenaikanharga beras dan bawang

merah

6,8 5,8 5,7

-0 -1 0,2

2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014Grafik 2.3

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

% MTM

-1

0

1

2

3

4

RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015

Tren deflasi masih berlanjut pada Februari yang

didorong oleh penurunan harga pangan seperti

cabai merah, cabai rawit dan telur ayam ras. Selain

itu, dampak lanjutan dari penurunan harga BBM dan

harga elpiji per 19 Januari 2015 juga turut memberikan

andil pada rendahnya tekanan harga di bulan Februari.

Di sisi lain terdapat kenaikan harga beras yang

disebabkan terbatasnya pasokan di Jawa Tengah,

sejalan dengan musibah banjir yang melanda Jakarta

dan Jawa Barat sehingga pasokan terserap ke luar

daerah. Akan tetapi, kenaikan harga beras tersebut

masih belum memberikan pengaruh signifikan

terhadap inflasi secara keseluruhan.

Komoditas penyumbang deflasi pada triwulan I

2015 sedikit berbeda dengan historisnya. Apabila

dilihat secara bulanan, komoditas bensin menjadi

penyumbang utama deflasi di triwulan laporan. Hal ini

tidak terlepas dari kebijakan penurunan harga BBM,

yang kemudian berdampak terhadap penurunan tarif

angkutan dan menjadi salah satu komoditas

penyumbang deflasi. Terjaganya pasokan beberapa

komoditas tertentu juga turut membantu mengurangi

tekanan inflasi di triwulan I. Hal ini dapat terlihat dari

beberapa komoditas penyumbang utama deflasi,

seperti cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras dan

telur ayam ras (Tabel 2.1).

Beberapa komoditas tetap melanjutkan tren

koreksi harga dari triwulan sebelumnya.

Komoditas bensin yang tercatat sebagai penyumbang

utama inflasi pada triwulan sebelumnya, pada triwulan

ini tercatat sebagai penyumbang utama deflasi akibat

penurunan harga BBM. Sementara itu, daging ayam ras

juga tercatat mengalami koreksi harga, pada triwulan

sebelumnya tercatat mengalami inflasi, di triwulan I

2015 mengalami tren penurunan harga.

Komoditas penyumbang inflasi pada triwulan I

2015 terutama dari kelompok bahan makanan.

Lima komoditas penyumbang inflasi secara bulanan

pada triwulan I 2015 adalah dari kelompok bahan

makanan. Meski demikian, terdapat pula komoditas

dari kelompok lainnya seperti tarif listrik yang

mengalami penyesuaian tarif pada Januari 2015.

Sementara itu, adanya kenaikan harga cukai rokok,

turut memberi andil terhadap kenaikan harga rokok

kretek filter (Tabel 2.2).

24 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil %

Bensin

Cabe Merah

Cabe Rawit

Kacang Panjang

Ketimun

-0,793

-0,337

-0,085

-0,018

-0,009

1

2

3

4

5

JANUARI

No. Komoditas Andil %

Cabai Merah

Bensin

Cabai Merah

Telur Ayam Ras

Angkutan Dalam Kota

-0,319

-0,288

-0,131

-0,057

-0,043

1

2

3

4

5

FEBRUARI

No. Komoditas Andil %

Daging Ayam Ras

Telur Ayam Ras

Tarif Kereta Api

Tomat Sayur

Cumi-cumi

-0,114

-0,104

-0,036

-0,013

-0,010

1

2

3

4

5

MARET

5 Berdasarkan disagregasi inflasi , inflasi pada

triwulan I 2015 utamanya terjadi pada kelompok

administered prices dan volatile foods. Inflasi

tahunan pada kelompok inti cenderung stabil

sepanjang tahun, sementara kelompok administered

prices dan volatile foods memiliki tren yang cenderung

menurun pada Januari dan Februari, akan tetapi

kembali mengalami peningkatan pada Maret.

Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah

mengalami penurunan inflasi jika dibandingkan

dengan triwulan IV 2014. Kota Kudus dan Kota

Surakarta merupakan kota yang mengalami

penurunan inflasi tahunan terbesar. Dari

keseluruhan 6 kota yang disurvei oleh BPS, pada

triwulan I 2015 inflasi tertinggi terjadi di kota Cilacap

sementara inflasi terendah terjadi di Kota Kudus (Tabel

2.3).

No. KOTA Inflasi Triwulan IV 2014 (%)

CILACAP

KUDUS

PURWOKERTO

SURAKARATA

SEMARANG

TEGAL

8,19

8,59

7,09

8,01

8,53

7,40

1

2

3

4

5

6

6,51

4,59

5,42

5,07

6,04

5,27

Inflasi Triwulan I 2015 (%)

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

No. Komoditas Andil %

Daging Ayam Ras

Bahan Bakar Rumah Tangga

Telur Ayam Ras

Beras

Tukang Bukan Mandor

0,085

0,080

0,077

0,052

0,045

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil %

Beras

Tarif Listrik

Mobil

Rokok Kretek Filter

Mie Kering Instan

0,195

0,042

0,024

0,019

0,013

1

2

3

4

5

No. Komoditas Andil %

Bawang Merah

Bensin

Bahan Bakar Rumah Tangga

Rokok Kretek Filter

Bawang Putih

0,1896

0,1657

0,0440

0,0143

0,0133

1

2

3

4

5

JANUARI FEBRUARI MARET

2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok

Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa

Tengah sedikit meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan

terendah triwulan IV 2014 sebesar 1,5%, sementara

perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan I

2015 sebesar 1,92%.

Dilihat berdasarkan kelompoknya, inflasi pada

periode laporan dipengaruhi oleh kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar;

pendidikan, rekreasi dan olahraga; dan kelompok

bahan makanan. Inflasi dari kelompok perumahan,

air, listrik dan gas sebagai dampak dari penyesuaian

tarif listrik pada awal tahun. Akan tetapi, inflasi

tahunan di triwulan ini tercatat lebih rendah hampir di

semua kelompok jika dibandingkan dengan periode

laporan sebelumnya, terutama pada kelompok

transpor, komunikasi dan jasa keuangan (Tabel 2.4).

25PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

KOMODITAS

I II

2013 (%,yoy)

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

III IV I

2014 (%,yoy)

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

II III

6,25

12,86

6,54

3,90

2,56

2,44

3,69

2,22

5,44

9,78

5,43

3,27

0,89

2,15

3,67

5,35

7,72

12,80

6,90

4,64

1,61

2,33

1,84

12,70

7,99

12,54

7,60

5,20

-0,01

2,48

2,52

13,27

7,08

7,17

8,04

6,14

2,75

2,94

2,95

13,04

7,26

8,61

7,79

7,13

4,16

3,52

2,91

10,07

5,00

4,79

5,61

6,68

1,87

3,87

6,12

2,58

IV

8,22

11,39

5,85

8,09

2,62

4,54

6,62

11,46

2015

5,69

5,79

5,38

7,32

2,84

4,43

6,21

4,39

I

Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile foods, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.

5.

Page 42: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Selain itu, tidak adanya penyaluran raskin di bulan

Januari juga mendorong peningkatan harga beras di

bulan Februari

2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan

Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan mengalami penurunan sejalan dengan

penurunan harga BBM. Inflasi pada kelompok ini

tercatat sebesar 4,39% (yoy) mengalami penurunan

tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 11,46% (yoy). Inflasi kelompok transpor secara

bulanan mengalami penurunan sejak awal tahun

hingga Februari, akan tetapi pada bulan Maret kembali

mengalami sedikit peningkatan.

Rendahnya tekanan inflasi di kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan terutama akibat

penurunan inflasi di subkelompok transpor. Inflasi

subkelompok transpor pada triwulan IV 2014 mencapai

13,90% (qtq) sementara pada triwulan I 2014

mengalami penurunan tajam hingga mencapai -8,44%

(qtq) . Penurunan harga BBM pada Januar i

ditransmisikan pada penyesuaian tarif angkutan

umum. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Gubernur

No. 7 tahun 2015 tentang Penyesuaian Tarif Angkutan,

berupa penurunan tarif angkutan umum sebesar

5,10%.

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi tahunan kelompok bahan makanan

tercatat mengalami penurunan sejak awal tahun

hingga Maret. Pada periode laporan, inflasi kelompok

bahan makanan mengalami penurunan tajam dari

11,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi

5,79% (yoy) di triwulan I 2015. Inflasi triwulanan di

kelompok ini juga tercatat menurun dibanding triwulan

sebelumnya maupun periode yang sama tahun

sebelumnya.

Penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan

utamanya didorong oleh subkelompok bumbu-

b u m b u a n y a n g m e n u r u n c u k u p t a j a m

dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan

juga terjadi pada subkelompok daging dan hasil-

hasilnya, serta subkelompok lemak dan minyak yang

mengalami deflasi. Sementara itu, subkelompok padi-

padian menyumbang inflasi pada triwulan I sejalan

dengan naiknya harga beras pada pertengahan

Februari 2015 (Tabel 2.5).

Subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan

h a s i l n y a m e n g a l a m i k e n a i k a n i n f l a s i

dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Kenaikan

tekanan inflasi tersebut sejalan kenaikan harga beras

yang cukup tajam pada Februari 2015. Panen yang

tidak merata di wilayah Jawa Tengah menjadi salah satu

penyebab utama terbatasnya pasokan dari produsen.

26 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

BAHAN MAKANAN

KOMODITAS

I II

2013 (%,yoy)

9.78

4.47

10.25

10.11

5.72

8.26

17.5

13.12

12.01

26.63

-0.67

3.31

12.86

2.46

11.54

9.15

6,00

2.60

7.20

14.51

16.79

103.12

-9.83

2.28

III

12.8

5.95

19.31

12.43

5.17

7.58

17.04

10.59

10.32

44.71

6.45

3.33

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV

12.54

5.25

11.22

12.78

5.66

5.08

26.38

11.63

11.79

31.37

26.9

5.63

I

7.17

10.69

8.81

17.12

7.91

7.22

25.17

14.42

8.55

-25.87

25.1

5.43

Tw IV 2014

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURAN

KACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

yoy qtqII

2014 (%,yoy)

8.61

7.81

14.62

15.48

6.44

10.06

12.4

15.41

11.01

-17.07

21.73

5.34

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Triwulan I 2015 - Kelompok Bahan Makanan

III

4,79

5,95

3,09

6,92

4,17

10,59

8,43

4,31

6,48

-13,10

10,69

7,67

11,39

12,19

1,50

8,98

7,67

11,90

14,34

3,12

2,52

41,38

3,13

7,90

-2,64

6,24

-1,31

1,43

0,80

-2,60

-5,39

0,96

0,94

-27,06

-0,84

1,49

IV

5,79

13,75

-0,44

6,55

4,33

7,72

1,74

3,17

3,12

4,82

-2,04

7,88

2.2.3. Kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan

Bakar

Inflasi pada kelompok ini mengalami penurunan

jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,

dari 8,09% (yoy) menjadi 7,32% (yoy). Secara

triwulanan, inflasi kelompok ini juga mengalami

penurunan, dari 2,67% (qtq) menjadi 1,06% (qtq).

Penurunan inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik,

Gas, dan Bahan Bakar sebagian besar disumbang oleh

penurunan harga elpiji 12 kg pada 19 Januari 2015.

Walaupun sempat terjadi penyesuaian tarif listrik pada

awal tahun, akan tetapi dampak penyesuaian tarif ini

teredam oleh penurunan harga elpiji 12 kg.

2.2.4. Kelompok Lainnya

Hampir seluruh kelompok mengalami penurunan

inflasi tahunan dan juga triwulanan jika

d iband ingkan dengan per iode laporan

sebelumnya. Akan tetapi, hanya kelompok sandang

yang mengalami kenaikan inflasi, baik tahunan

maupun triwulanan. Peningkatan inflasi pada

kelompok sandang sebagai dampak pelemahan Rupiah

yang berpengaruh terhadap harga bahan baku industri

TPT.

Berdasarkan disagregasinya, inflasi di semua

kelompok mengalami penurunan di triwulan

laporan. Penurunan yang tercatat paling signifikan

berasal dari kelompok administered prices yakni dari

15,37% (yoy) menjadi 9,54% (yoy) sejalan dengan

rendahnya tekanan harga pasca penurunan BBM dan

elpiji 12 kg. Selanjutnya kelompok volatile foods juga

mengalami penurunan yang cukup dalam dari 11,49%

(yoy) menjadi 5,77% (yoy). Sementara kelompok inti

juga mengalami sedikit penurunan dari 5,01% (yoy)

menjadi 4,46% (yoy) (Grafik 2.5).

2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi tahunan kelompok administered prices

mengalami penurunan pada periode laporan.

Inflasi kelompok administered prices pada triwulan I

2015 turun signifikan dari 15,37% (yoy) pada triwulan

IV 2014 menjadi 9,54% (yoy). Implementasi penurunan

harga BBM yang efektif berlaku sejak 1 Januari 2015

ditambah adanya penurunan lanjutan pada tanggal 19

Januari 2015 menjadi pendorong utama terjadinya

penurunan inflasi pada kelompok administered prices.

Selain itu, penurunan harga BBM bersubsidi juga

memberikan dampak lanjutan terhadap penyesuaian

tarif angkutan umum .

Inflasi triwulanan kelompok administered prices

periode laporan juga tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2014 sebesar

1,67% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015

yang hanya sebesar -3,47% (qtq). Angka tersebut juga

lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya

(Grafik 2.7).

2.3. Disagregasi Inflasi

27PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.6

-4

-2

0

2

4

6

8 % MTM

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1

2015

CORE VF AP

Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.5

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV

2013 2014

02468

1012141618

I II III IV

2012

% YOY

I

2015

CORE VF AP

Page 43: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Selain itu, tidak adanya penyaluran raskin di bulan

Januari juga mendorong peningkatan harga beras di

bulan Februari

2.2.2. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan

Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan mengalami penurunan sejalan dengan

penurunan harga BBM. Inflasi pada kelompok ini

tercatat sebesar 4,39% (yoy) mengalami penurunan

tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 11,46% (yoy). Inflasi kelompok transpor secara

bulanan mengalami penurunan sejak awal tahun

hingga Februari, akan tetapi pada bulan Maret kembali

mengalami sedikit peningkatan.

Rendahnya tekanan inflasi di kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan terutama akibat

penurunan inflasi di subkelompok transpor. Inflasi

subkelompok transpor pada triwulan IV 2014 mencapai

13,90% (qtq) sementara pada triwulan I 2014

mengalami penurunan tajam hingga mencapai -8,44%

(qtq) . Penurunan harga BBM pada Januar i

ditransmisikan pada penyesuaian tarif angkutan

umum. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Gubernur

No. 7 tahun 2015 tentang Penyesuaian Tarif Angkutan,

berupa penurunan tarif angkutan umum sebesar

5,10%.

2.2.1. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi tahunan kelompok bahan makanan

tercatat mengalami penurunan sejak awal tahun

hingga Maret. Pada periode laporan, inflasi kelompok

bahan makanan mengalami penurunan tajam dari

11,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi

5,79% (yoy) di triwulan I 2015. Inflasi triwulanan di

kelompok ini juga tercatat menurun dibanding triwulan

sebelumnya maupun periode yang sama tahun

sebelumnya.

Penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan

utamanya didorong oleh subkelompok bumbu-

b u m b u a n y a n g m e n u r u n c u k u p t a j a m

dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan

juga terjadi pada subkelompok daging dan hasil-

hasilnya, serta subkelompok lemak dan minyak yang

mengalami deflasi. Sementara itu, subkelompok padi-

padian menyumbang inflasi pada triwulan I sejalan

dengan naiknya harga beras pada pertengahan

Februari 2015 (Tabel 2.5).

Subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan

h a s i l n y a m e n g a l a m i k e n a i k a n i n f l a s i

dibandingkan dengan triwulan IV 2014. Kenaikan

tekanan inflasi tersebut sejalan kenaikan harga beras

yang cukup tajam pada Februari 2015. Panen yang

tidak merata di wilayah Jawa Tengah menjadi salah satu

penyebab utama terbatasnya pasokan dari produsen.

26 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

BAHAN MAKANAN

KOMODITAS

I II

2013 (%,yoy)

9.78

4.47

10.25

10.11

5.72

8.26

17.5

13.12

12.01

26.63

-0.67

3.31

12.86

2.46

11.54

9.15

6,00

2.60

7.20

14.51

16.79

103.12

-9.83

2.28

III

12.8

5.95

19.31

12.43

5.17

7.58

17.04

10.59

10.32

44.71

6.45

3.33

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV

12.54

5.25

11.22

12.78

5.66

5.08

26.38

11.63

11.79

31.37

26.9

5.63

I

7.17

10.69

8.81

17.12

7.91

7.22

25.17

14.42

8.55

-25.87

25.1

5.43

Tw IV 2014

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURAN

KACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

yoy qtqII

2014 (%,yoy)

8.61

7.81

14.62

15.48

6.44

10.06

12.4

15.41

11.01

-17.07

21.73

5.34

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Triwulan I 2015 - Kelompok Bahan Makanan

III

4,79

5,95

3,09

6,92

4,17

10,59

8,43

4,31

6,48

-13,10

10,69

7,67

11,39

12,19

1,50

8,98

7,67

11,90

14,34

3,12

2,52

41,38

3,13

7,90

-2,64

6,24

-1,31

1,43

0,80

-2,60

-5,39

0,96

0,94

-27,06

-0,84

1,49

IV

5,79

13,75

-0,44

6,55

4,33

7,72

1,74

3,17

3,12

4,82

-2,04

7,88

2.2.3. Kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan

Bakar

Inflasi pada kelompok ini mengalami penurunan

jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,

dari 8,09% (yoy) menjadi 7,32% (yoy). Secara

triwulanan, inflasi kelompok ini juga mengalami

penurunan, dari 2,67% (qtq) menjadi 1,06% (qtq).

Penurunan inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik,

Gas, dan Bahan Bakar sebagian besar disumbang oleh

penurunan harga elpiji 12 kg pada 19 Januari 2015.

Walaupun sempat terjadi penyesuaian tarif listrik pada

awal tahun, akan tetapi dampak penyesuaian tarif ini

teredam oleh penurunan harga elpiji 12 kg.

2.2.4. Kelompok Lainnya

Hampir seluruh kelompok mengalami penurunan

inflasi tahunan dan juga triwulanan jika

d iband ingkan dengan per iode laporan

sebelumnya. Akan tetapi, hanya kelompok sandang

yang mengalami kenaikan inflasi, baik tahunan

maupun triwulanan. Peningkatan inflasi pada

kelompok sandang sebagai dampak pelemahan Rupiah

yang berpengaruh terhadap harga bahan baku industri

TPT.

Berdasarkan disagregasinya, inflasi di semua

kelompok mengalami penurunan di triwulan

laporan. Penurunan yang tercatat paling signifikan

berasal dari kelompok administered prices yakni dari

15,37% (yoy) menjadi 9,54% (yoy) sejalan dengan

rendahnya tekanan harga pasca penurunan BBM dan

elpiji 12 kg. Selanjutnya kelompok volatile foods juga

mengalami penurunan yang cukup dalam dari 11,49%

(yoy) menjadi 5,77% (yoy). Sementara kelompok inti

juga mengalami sedikit penurunan dari 5,01% (yoy)

menjadi 4,46% (yoy) (Grafik 2.5).

2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi tahunan kelompok administered prices

mengalami penurunan pada periode laporan.

Inflasi kelompok administered prices pada triwulan I

2015 turun signifikan dari 15,37% (yoy) pada triwulan

IV 2014 menjadi 9,54% (yoy). Implementasi penurunan

harga BBM yang efektif berlaku sejak 1 Januari 2015

ditambah adanya penurunan lanjutan pada tanggal 19

Januari 2015 menjadi pendorong utama terjadinya

penurunan inflasi pada kelompok administered prices.

Selain itu, penurunan harga BBM bersubsidi juga

memberikan dampak lanjutan terhadap penyesuaian

tarif angkutan umum .

Inflasi triwulanan kelompok administered prices

periode laporan juga tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2014 sebesar

1,67% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015

yang hanya sebesar -3,47% (qtq). Angka tersebut juga

lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya

(Grafik 2.7).

2.3. Disagregasi Inflasi

27PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.6

-4

-2

0

2

4

6

8 % MTM

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

1

2015

CORE VF AP

Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.5

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV

2013 2014

02468

1012141618

I II III IV

2012

% YOY

I

2015

CORE VF AP

Page 44: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompo Administered Prices Triwulan I

Grafik 2.7

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0.550.85 1.05

1.67

-3.47

-4.00

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

Rata-rata2009-2013

1-2012 1-2013 1-2014 1-2015

%,QTQ

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30 %, MTMPermen ESDM No 18 Tahun 2013Kenaikan Harga BBM jenis Bensin RON 88 dari Rp 4.500,00 per liter menjadi Rp6.500,00 per liter.Kenaikan Harga BBM jenis Solar dari Rp 4.500,00 per liter menjadi Rp5.500,00 per liter.

Permen ESDM No 18 Tahun 2013Kenaikan Harga BBM jenis Bensin RON 88 dari Rp 6.500,00 per liter

menjadi Rp8.500,00 per literKenaikan Harga BBM jenis Solar

dari Rp 5.500,00 per liter menjadi Rp7.500,00 per liter

Permen ESDM No 18 Tahun 2013Penurunan Harga BBM per 1 Januari jenis Bensin RON 88 dari

Rp 8.500,00 per liter menjadi Rp7.600,00 per liter dan Penurunan Harga BBM per 19 januari jenis Bensin RON 88 dari

Rp 7.600,00 per liter menjadi Rp6.600,00 per liter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.9

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

1 2 3

Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor Grafik 2.10

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

% MTM

JAN

FEB

MA

R

APR

MEI

JUN

JUL

AG

T

SEP

OKT

NO

V

DES

-10

-5

0

5

10

15

2012 2013 2014 20152011

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Adminitered Prices

Grafik 2.8

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

% YOY

I

2015

TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOLBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR

TRANSPOR

2.3.2. Kelompok Volatile FoodsInflasi tahunan volatile foods mengalami

penurunan dibandingkan periode sebelumnya.

Inflasi volatile foods turun dari 11,49% (yoy) di triwulan

IV 2014 menjadi 5,77% (yoy) di triwulan I 2015. Inflasi

bulanan volatile foods juga menunjukan penurunan

pada awal tahun hingga Februari, walaupun pada

Maret sedikit menunjukan peningkatan meskipun pada

level rendah.

Inflasi triwulanan kelompok volatile foods

periode laporan juga tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2014 sebesar

2,41% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015

yang hanya sebesar -2,84% (qtq). Angka tersebut juga

lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya

(Grafik 2.12).

Penurunan inflasi kelompok administered prices

didorong oleh turunnya inflasi subkelompok

transpor. Inflasi di subkelompok ini menurun terutama

didorong oleh adanya kebijakan Pemerintah untuk

menurunkan harga BBM sebanyak dua kali, yaitu per

tanggal 1 Januari 2015 (premium dari harga

Rp8500/liter menjadi Rp7600/liter; solar Rp7500/liter

menjadi Rp7250/liter); dan per 19 Januari 2015

(premium Rp7600/liter menjadi Rp6600/liter; solar

Rp7250/liter menjadi Rp6400/liter). Penurunan harga

BBM tersebut kemudian ditransmisikan terhadap

penurunan tarif angkutan. Hal ini sesuai dengan

Peraturan Gubernur No. 7 tahun 2015 tentang

Penyesuaian Tarif Angkutan, berupa penurunan tarif

angkutan umum sebesar 5,1% (Grafik 2.8).

28 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Rendahnya tekanan inflasi pada komoditas

volatile foods, sejalan dengan musim panen pada

beberapa komoditas strategis, seperti cabai

merah dan cabai rawit. Harga cabai mengalami

penurunan seiring dengan tingginya pasokan hasil

panen dar i beberapa daerah sentra sepert i

Temanggung, Magelang, dan Rembang. Bahkan

pasokan juga diperoleh dari hasil panen di Pamekasan –

Madura, Blitar dan Banjarnegara. Meski demikian,

terdapat gejolak harga pada komoditas beras dan

bawang merah terutama pada akhir periode laporan.

Komoditas bawang merah mengalami peningkatan

harga terutama karena kurangnya pasokan sejalan

dengan mulai masuknya musim tanam. Akan tetapi

secara keseluruhan, dampak gejolak harga beras dan

bawang merah masih teredam oleh penurunan harga

dari komoditas cabai merah dan cabai rawit yang lebih

dalam.

Penurunan inflasi tahunan volatile foods

terutama disumbang oleh rendahnya tekanan

inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan.

Penurunan inflasi tahunan terjadi pada hampir semua

subkelompok penyusun kelompok volatile foods,

terutama pada subkelompok bumbu-bumbuan yang

pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 41,38% (yoy)

turun tajam menjadi 4,82% (yoy) pada triwulan

laporan. Kemudian penurunan yang cukup tajam juga

terjadi pada subkelompok sayur-sayuran yang

sebelumnya sebesar 14,34% (yoy) menjadi 1,74% (yoy)

pada triwulan laporan. Sedangkan pada subkelompok

padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, mengalami

kenaikan inflasi. Inflasi pada subkelompok padi-padian

utamanya didorong oleh kenaikan harga beras pada

bulan Februari akibat terbatasnya pasokan yang

disebabkan oleh tidak meratanya panen di seluruh

wilayah Jawa Tengah.

Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.14

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-20

0

20

40

60

80

100

120 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN

BUMBU-BUMBUAN

BUAH-BUAHAN

LEMAK DAN MINYAK

Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Foods Triwulan I

Grafik 2.12

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1.49 1.39

8.827.54

-2.84-3

-1

1

3

5

7

9

11

Rata-rata2009-2013

I-2012 I-2013 I-2014 I-2015

%,QTQ

Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2015 Triwulan I

Grafik 2.11

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

% MTM

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

JAN

FEB

MA

R

APR

MEI

JUN

JUL

AG

T

SEP

OKT

NO

V

DES

RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014 2015

29PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.13

0

5

10

15

20

25 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Page 45: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompo Administered Prices Triwulan I

Grafik 2.7

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0.550.85 1.05

1.67

-3.47

-4.00

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

Rata-rata2009-2013

1-2012 1-2013 1-2014 1-2015

%,QTQ

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30 %, MTMPermen ESDM No 18 Tahun 2013Kenaikan Harga BBM jenis Bensin RON 88 dari Rp 4.500,00 per liter menjadi Rp6.500,00 per liter.Kenaikan Harga BBM jenis Solar dari Rp 4.500,00 per liter menjadi Rp5.500,00 per liter.

Permen ESDM No 18 Tahun 2013Kenaikan Harga BBM jenis Bensin RON 88 dari Rp 6.500,00 per liter

menjadi Rp8.500,00 per literKenaikan Harga BBM jenis Solar

dari Rp 5.500,00 per liter menjadi Rp7.500,00 per liter

Permen ESDM No 18 Tahun 2013Penurunan Harga BBM per 1 Januari jenis Bensin RON 88 dari

Rp 8.500,00 per liter menjadi Rp7.600,00 per liter dan Penurunan Harga BBM per 19 januari jenis Bensin RON 88 dari

Rp 7.600,00 per liter menjadi Rp6.600,00 per liter

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.9

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

1 2 3

Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor Grafik 2.10

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

% MTM

JAN

FEB

MA

R

APR

MEI

JUN

JUL

AG

T

SEP

OKT

NO

V

DES

-10

-5

0

5

10

15

2012 2013 2014 20152011

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Adminitered Prices

Grafik 2.8

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

% YOY

I

2015

TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOLBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR

TRANSPOR

2.3.2. Kelompok Volatile FoodsInflasi tahunan volatile foods mengalami

penurunan dibandingkan periode sebelumnya.

Inflasi volatile foods turun dari 11,49% (yoy) di triwulan

IV 2014 menjadi 5,77% (yoy) di triwulan I 2015. Inflasi

bulanan volatile foods juga menunjukan penurunan

pada awal tahun hingga Februari, walaupun pada

Maret sedikit menunjukan peningkatan meskipun pada

level rendah.

Inflasi triwulanan kelompok volatile foods

periode laporan juga tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2014 sebesar

2,41% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015

yang hanya sebesar -2,84% (qtq). Angka tersebut juga

lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya

(Grafik 2.12).

Penurunan inflasi kelompok administered prices

didorong oleh turunnya inflasi subkelompok

transpor. Inflasi di subkelompok ini menurun terutama

didorong oleh adanya kebijakan Pemerintah untuk

menurunkan harga BBM sebanyak dua kali, yaitu per

tanggal 1 Januari 2015 (premium dari harga

Rp8500/liter menjadi Rp7600/liter; solar Rp7500/liter

menjadi Rp7250/liter); dan per 19 Januari 2015

(premium Rp7600/liter menjadi Rp6600/liter; solar

Rp7250/liter menjadi Rp6400/liter). Penurunan harga

BBM tersebut kemudian ditransmisikan terhadap

penurunan tarif angkutan. Hal ini sesuai dengan

Peraturan Gubernur No. 7 tahun 2015 tentang

Penyesuaian Tarif Angkutan, berupa penurunan tarif

angkutan umum sebesar 5,1% (Grafik 2.8).

28 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Rendahnya tekanan inflasi pada komoditas

volatile foods, sejalan dengan musim panen pada

beberapa komoditas strategis, seperti cabai

merah dan cabai rawit. Harga cabai mengalami

penurunan seiring dengan tingginya pasokan hasil

panen dar i beberapa daerah sentra sepert i

Temanggung, Magelang, dan Rembang. Bahkan

pasokan juga diperoleh dari hasil panen di Pamekasan –

Madura, Blitar dan Banjarnegara. Meski demikian,

terdapat gejolak harga pada komoditas beras dan

bawang merah terutama pada akhir periode laporan.

Komoditas bawang merah mengalami peningkatan

harga terutama karena kurangnya pasokan sejalan

dengan mulai masuknya musim tanam. Akan tetapi

secara keseluruhan, dampak gejolak harga beras dan

bawang merah masih teredam oleh penurunan harga

dari komoditas cabai merah dan cabai rawit yang lebih

dalam.

Penurunan inflasi tahunan volatile foods

terutama disumbang oleh rendahnya tekanan

inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan.

Penurunan inflasi tahunan terjadi pada hampir semua

subkelompok penyusun kelompok volatile foods,

terutama pada subkelompok bumbu-bumbuan yang

pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 41,38% (yoy)

turun tajam menjadi 4,82% (yoy) pada triwulan

laporan. Kemudian penurunan yang cukup tajam juga

terjadi pada subkelompok sayur-sayuran yang

sebelumnya sebesar 14,34% (yoy) menjadi 1,74% (yoy)

pada triwulan laporan. Sedangkan pada subkelompok

padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, mengalami

kenaikan inflasi. Inflasi pada subkelompok padi-padian

utamanya didorong oleh kenaikan harga beras pada

bulan Februari akibat terbatasnya pasokan yang

disebabkan oleh tidak meratanya panen di seluruh

wilayah Jawa Tengah.

Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.14

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-20

0

20

40

60

80

100

120 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN

BUMBU-BUMBUAN

BUAH-BUAHAN

LEMAK DAN MINYAK

Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Foods Triwulan I

Grafik 2.12

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1.49 1.39

8.827.54

-2.84-3

-1

1

3

5

7

9

11

Rata-rata2009-2013

I-2012 I-2013 I-2014 I-2015

%,QTQ

Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2015 Triwulan I

Grafik 2.11

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

% MTM

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

JAN

FEB

MA

R

APR

MEI

JUN

JUL

AG

T

SEP

OKT

NO

V

DES

RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014 2015

29PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods

Grafik 2.13

0

5

10

15

20

25 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Page 46: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

-10

-5

0

5

10

15

Apr May Aug Sep

% MTM

Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.17

Sumber : BPS, diolah

-15

Jan Feb Mar Jun Jul Oct Nov

2011 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.16

Sumber : BPS, diolah

% MTM

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2011 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.15

Sumber : BPS, diolah

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

% MTM

2011 2012 2013 2014 2015

Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan

inflasi pada triwulan 1 2015 tidak sejalan dengan

ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh

masyarakat. Hasil survei menyatakan bahwa harga

akan naik pada pada triwulan I 2015. Sementara itu,

penurunan inflasi pada triwulan 1 sejalan dengan

Survei Konsumen ekspektasi harga 6 bulan ke depan

oleh masyarakat, yang menyatakan bahwa harga akan

turun pada triwulan I 2015. Di sisi lain, berdasarkan

hasil Survei Pedagang Eceran penurunan inflasi pada

triwulan 1 juga tidak sejalan dengan Survei Pedagang

Eceran, baik pada ekspektasi harga 3 bulan maupun

harga 6 bulan ke depan, dimana hasil survei

menyatakan bahwa harga akan naik pada triwulan I

2015 (Grafik 2.20 dan Grafik 2.21).

Subkelompok daging dan hasi l -hasi lnya

mengalami deflasi dibandingkan triwulan

sebelumnya. Pada triwulan IV 2014 kelompok ini

mengalami inflasi sebesar 1,05% (yoy), sementara

pada triwulan I 2015 kelompok ini mengalami inflasi

sebesar -0,44% (yoy). Adapun komoditas penyumbang

utamanya adalah daging ayam ras dan telur ayam ras

yang mengalami penurunan harga sejak bulan Januari.

Sumbangan deflasi daging ayam ras dan telur ayam ras

masing-masing sebesar 0,11% dan 0,10%.

2.3.3. Kelompok Inti

Seperti halnya inflasi kelompok volatile foods dan

kelompok administered prices, inflasi kelompok

inti juga mengalami penurunan. Namun demikian,

inflasi inti tidak mengalami penurunan yang signifikan

seperti halnya inflasi pada 2 kelompok lain. Inflasi

kelompok inti turun dari 5,01% (yoy) pada triwulan IV

2014 menjadi 4,46% (yoy) pada periode laporan.

Rendahnya tekanan inflasi di kelompok inti

terkonfirmasi dari penurunan tren ekspektasi

harga o leh masyarakat se jak t r iwu lan

sebelumnya. Selain itu, penurunan inflasi inti juga

terkonfirmasi dari rendahnya tekanan dari output gap

dan cenderung turun (Grafik 2.19). Akan tetapi, masih

terdapat tekanan yang berasal dari pelemahan nilai

tukar Rupiah terhadap US Dollar, hal ini tercermin dari

peningkatan inflasi traded dari triwulan sebelumnya

sebesar 3,86% (yoy) menjadi 4,01% (yoy) pada

triwulan I 2015.

30 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.22

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

I II III IV

% QTQ

II III IVI II III IV I

% YOY

2012 2013 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

QTQ - SKALA KANAN YOY

Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.20

INDEKS

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD

Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.21

Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

120

130

140

150

160

170

180

190

6 BULAN YAD3 BULAN YAD

Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2.19

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

-0.04

-0.03

-0.02

-0.01

0

0.01

0.02

0.03

0

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

% YOY %

INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN

Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I Grafik 2.18

0,550,42

0,65

1,45

DES-12RATA-RATA2009-2013

DES-13 DES-14

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami

sedikit kenaikan pada triwulan I 2015. Tekanan

imported inflation yang tercermin dari kelompok inti

traded pada periode laporan tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan periode laporan sebelumnya.

Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar yang melemah

pada triwulan I menambah tekanan faktor eksternal

terhadap inflasi. Rata-rata nilai tukar Rupiah pada

triwulan I 2015 sebesar Rp12.798,59, atau melemah

d i b a n d i n g k a n t r i w u l a n s e b e l u m n y a y a k n i

Rp12.245,34.

31PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Page 47: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

-10

-5

0

5

10

15

Apr May Aug Sep

% MTM

Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.17

Sumber : BPS, diolah

-15

Jan Feb Mar Jun Jul Oct Nov

2011 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.16

Sumber : BPS, diolah

% MTM

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

2011 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.15

Sumber : BPS, diolah

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

% MTM

2011 2012 2013 2014 2015

Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan

inflasi pada triwulan 1 2015 tidak sejalan dengan

ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh

masyarakat. Hasil survei menyatakan bahwa harga

akan naik pada pada triwulan I 2015. Sementara itu,

penurunan inflasi pada triwulan 1 sejalan dengan

Survei Konsumen ekspektasi harga 6 bulan ke depan

oleh masyarakat, yang menyatakan bahwa harga akan

turun pada triwulan I 2015. Di sisi lain, berdasarkan

hasil Survei Pedagang Eceran penurunan inflasi pada

triwulan 1 juga tidak sejalan dengan Survei Pedagang

Eceran, baik pada ekspektasi harga 3 bulan maupun

harga 6 bulan ke depan, dimana hasil survei

menyatakan bahwa harga akan naik pada triwulan I

2015 (Grafik 2.20 dan Grafik 2.21).

Subkelompok daging dan hasi l -hasi lnya

mengalami deflasi dibandingkan triwulan

sebelumnya. Pada triwulan IV 2014 kelompok ini

mengalami inflasi sebesar 1,05% (yoy), sementara

pada triwulan I 2015 kelompok ini mengalami inflasi

sebesar -0,44% (yoy). Adapun komoditas penyumbang

utamanya adalah daging ayam ras dan telur ayam ras

yang mengalami penurunan harga sejak bulan Januari.

Sumbangan deflasi daging ayam ras dan telur ayam ras

masing-masing sebesar 0,11% dan 0,10%.

2.3.3. Kelompok Inti

Seperti halnya inflasi kelompok volatile foods dan

kelompok administered prices, inflasi kelompok

inti juga mengalami penurunan. Namun demikian,

inflasi inti tidak mengalami penurunan yang signifikan

seperti halnya inflasi pada 2 kelompok lain. Inflasi

kelompok inti turun dari 5,01% (yoy) pada triwulan IV

2014 menjadi 4,46% (yoy) pada periode laporan.

Rendahnya tekanan inflasi di kelompok inti

terkonfirmasi dari penurunan tren ekspektasi

harga o leh masyarakat se jak t r iwu lan

sebelumnya. Selain itu, penurunan inflasi inti juga

terkonfirmasi dari rendahnya tekanan dari output gap

dan cenderung turun (Grafik 2.19). Akan tetapi, masih

terdapat tekanan yang berasal dari pelemahan nilai

tukar Rupiah terhadap US Dollar, hal ini tercermin dari

peningkatan inflasi traded dari triwulan sebelumnya

sebesar 3,86% (yoy) menjadi 4,01% (yoy) pada

triwulan I 2015.

30 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.22

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

I II III IV

% QTQ

II III IVI II III IV I

% YOY

2012 2013 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

QTQ - SKALA KANAN YOY

Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.20

INDEKS

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD

Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.21

Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2013 2014

120

130

140

150

160

170

180

190

6 BULAN YAD3 BULAN YAD

Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Non Traded

Grafik 2.19

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

-0.04

-0.03

-0.02

-0.01

0

0.01

0.02

0.03

0

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

% YOY %

INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN

Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I Grafik 2.18

0,550,42

0,65

1,45

DES-12RATA-RATA2009-2013

DES-13 DES-14

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami

sedikit kenaikan pada triwulan I 2015. Tekanan

imported inflation yang tercermin dari kelompok inti

traded pada periode laporan tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan periode laporan sebelumnya.

Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar yang melemah

pada triwulan I menambah tekanan faktor eksternal

terhadap inflasi. Rata-rata nilai tukar Rupiah pada

triwulan I 2015 sebesar Rp12.798,59, atau melemah

d i b a n d i n g k a n t r i w u l a n s e b e l u m n y a y a k n i

Rp12.245,34.

31PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Page 48: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.24

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

2

4

6

8

10

12

II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014

% YOY

2012

I

2015

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

Inflasi Tahunan Triwulan I 2015Grafik 2.23

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGALCILACAP

% YOY

6.51 4.59 5.42 5.07 6.04 5.684

5

6

7

INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL

oleh Semarang dengan tingkat inflasi masing-masing

sebesar 6,51% (yoy) dan 6,04% (yoy). Sementara

inflasi terendah terjadi di Purwokerto dengan tingkat

inflasi sebesar 4,59% (yoy) (Grafik 2.25).

Bensin menjadi komoditas penyumbang deflasi

terbesar di hampir seluruh kota Jawa Tengah. Hal

ini sebagai dampak penurunan harga BBM di bulan

Januari 2015. Selain bensin, cabai merah dan daging

ayam ras juga menjadi komoditas pendorong deflasi

yang signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah. Pada

triwulan I 2015 ini, komoditas bensin, beras, cabai

merah, daging ayam ras dan telur ayam ras hampir

selalu tercatat sebagai 5 besar komoditas penyumbang

deflasi terbesar di kota-kota yang disurvei oleh BPS.

Secara umum, penurunan inflasi terjadi di seluruh

kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah.

Dibandingkan dengan periode pelaporan sebelumnya,

penurunan inflasi tahunan terbesar terjadi di kota

Kudus yang sebelumnya pada triwulan IV 2014

memiliki tingkat inflasi sebesar 8,59% (yoy) menjadi

5,42% (yoy) (Grafik 2.23 dan 2.24).

Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa

Tengah sedikit mengalami peningkatan. Pada

triwulan sebelumnya, selisih tingkat inflasi antara kota

yang memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar

1,50%. Sedangkan, pada periode pelaporan ini selisih

tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi

dan terendah mengalami peningkatan sebesar 1,92%.

Inflasi tertinggi terjadi di Cilacap yang kemudian diikuti

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

32 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per KelompokTriwulan I 2015

Grafik 2.26

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

0

2

4

6

8

10

12 % YOY

BAHANMAKANAN

MAKANANJADI,ROKOK

PERUMAHAN,AIR, LISTRIK

SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR

Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.25

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

2014 TRIWULAN IV 2015 TRIWULAN I

% YOY

Kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian

harga BBM pada dasarnya dimaksudkan untuk

menciptakan kesinambungan fiskal untuk mendukung

perekonomian. Namun demikian, sering kali kebijakan

tersebut berimbas negatif pada masyarakat yang salah

satunya dapat berdampak pada peningkatan inflasi. Efek

yang timbul pada masyarakat lebih dikarenakan oleh

kenaikan harga komoditas lainnya secara signifikan

sebagai imbas dari kenaikan harga BBM. Seperti misalnya

pada tahun 2013, tepatnya pada tanggal 22 Juni 2013,

penyesuaian harga BBM memicu lonjakan inflasi Jawa

Tengah ke angka 7,99% (yoy) dari sebesar 4,24% (yoy) di

tahun 2012. Sementara pada tahun 2014, tepatnya pada

tanggal 18 November 2014, penyesuaian harga BBM

kembali dilakukan. Harga premium mengalami kenaikan

dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter atau naik

sebesar 30,77%, sedangkan solar dari Rp5.500 menjadi

Rp7.500 per liter atau naik sebesar 36,36%. Seperti

tahun 2013, kenaikan harga BBM ini pun mendorong

peningkatan inflasi yang tinggi. Inflasi Jawa Tengah di

tahun 2014 tercatat sebesar 8,22% (yoy). Kenaikan

harga BBM ini memberikan sumbangan terhadap

kenaikan inflasi Jawa Tengah sebesar 2,02% yang

terbagi di November dan Desember 2014.

Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat terlihat bahwa

kenaikan harga BBM ditransmisikan dengan cepat dan

signifikan terhadap kenaikan harga barang.

Bila ditinjau per komoditas, dapat terlihat pula bahwa

kenaikan harga BBM juga direspons oleh kenaikan harga

komoditas secara signifikan.

Namun demikian, efek perubahan harga komoditas yang

timbul akibat penurunan harga BBM tidak sama dengan

efek perubahan harga komoditas yang timbul akibat

kenaikan harga BBM. Seperti misalnya pada bulan

Desember tahun 2008, tepatnya pada tanggal 1 dan 15

Desember 2008, pemerintah menurunkan harga BBM

sebanyak 2 kali. Penurunan pertama pada tanggal 1

Desember 2008 yakni dari Rp6.000 per liter menjadi

Rp5.500 per liter atau turun sebesar 9% yang kemudian

diikuti oleh penurunan kedua pada tanggal 15 Desember

2008 dari Rp5.500 per liter menjadi Rp5.000 per liter

atau turun sebesar 9%. Namun demikian, penurunan

tersebut tidak disertai dengan penurunan harga

komoditas secara signifikan seperti halnya pada saat

terjadi kenaikan harga BBM. Inflasi yang terjadi pada

bulan November 2008 tercatat sebesar 9,98% (yoy)

sementara inflasi yang terjadi pada bulan Desember

tercatat sebesar 9,55% (yoy).

SUPLEMEN IIDAMPAK ASIMETRIS KEBIJAKAN HARGA BBM

Tren Kenaikan Harga BBMterhadap Disagregasi Inflasi Jawa Tengah

Grafik 1.1.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

95

100

105

110

115

120

125

130

135

140

JUN

-12

AU

G-1

2

OC

T-12

DEC

-12

FEB-

13

APR

-13

JUN

-13

AU

G-1

3

OC

T-13

DEC

-13

FEB-

14

APR

-14

JUN

-14

AU

G-1

4

OC

T-14

BBM CORE AP VF

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

95

100

105

110

115

120

125

130

135

140

145

Tren Kenaikan Harga BBMterhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa Tengah

Grafik 1.2.

JUN

-12

AU

G-1

2

OC

T-12

DEC

-12

FEB-

13

APR

-13

JUN

-13

AU

G-1

3

OC

T-13

DEC

-13

FEB-

14

APR

-14

JUN

-14

AU

G-1

4

OC

T-14

PADI DAGING TELUR TRANSPOR BBM

33PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Page 49: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.24

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

2

4

6

8

10

12

II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014

% YOY

2012

I

2015

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

Inflasi Tahunan Triwulan I 2015Grafik 2.23

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGALCILACAP

% YOY

6.51 4.59 5.42 5.07 6.04 5.684

5

6

7

INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL

oleh Semarang dengan tingkat inflasi masing-masing

sebesar 6,51% (yoy) dan 6,04% (yoy). Sementara

inflasi terendah terjadi di Purwokerto dengan tingkat

inflasi sebesar 4,59% (yoy) (Grafik 2.25).

Bensin menjadi komoditas penyumbang deflasi

terbesar di hampir seluruh kota Jawa Tengah. Hal

ini sebagai dampak penurunan harga BBM di bulan

Januari 2015. Selain bensin, cabai merah dan daging

ayam ras juga menjadi komoditas pendorong deflasi

yang signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah. Pada

triwulan I 2015 ini, komoditas bensin, beras, cabai

merah, daging ayam ras dan telur ayam ras hampir

selalu tercatat sebagai 5 besar komoditas penyumbang

deflasi terbesar di kota-kota yang disurvei oleh BPS.

Secara umum, penurunan inflasi terjadi di seluruh

kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah.

Dibandingkan dengan periode pelaporan sebelumnya,

penurunan inflasi tahunan terbesar terjadi di kota

Kudus yang sebelumnya pada triwulan IV 2014

memiliki tingkat inflasi sebesar 8,59% (yoy) menjadi

5,42% (yoy) (Grafik 2.23 dan 2.24).

Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa

Tengah sedikit mengalami peningkatan. Pada

triwulan sebelumnya, selisih tingkat inflasi antara kota

yang memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar

1,50%. Sedangkan, pada periode pelaporan ini selisih

tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi

dan terendah mengalami peningkatan sebesar 1,92%.

Inflasi tertinggi terjadi di Cilacap yang kemudian diikuti

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

32 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per KelompokTriwulan I 2015

Grafik 2.26

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

0

2

4

6

8

10

12 % YOY

BAHANMAKANAN

MAKANANJADI,ROKOK

PERUMAHAN,AIR, LISTRIK

SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR

Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.25

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

2014 TRIWULAN IV 2015 TRIWULAN I

% YOY

Kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian

harga BBM pada dasarnya dimaksudkan untuk

menciptakan kesinambungan fiskal untuk mendukung

perekonomian. Namun demikian, sering kali kebijakan

tersebut berimbas negatif pada masyarakat yang salah

satunya dapat berdampak pada peningkatan inflasi. Efek

yang timbul pada masyarakat lebih dikarenakan oleh

kenaikan harga komoditas lainnya secara signifikan

sebagai imbas dari kenaikan harga BBM. Seperti misalnya

pada tahun 2013, tepatnya pada tanggal 22 Juni 2013,

penyesuaian harga BBM memicu lonjakan inflasi Jawa

Tengah ke angka 7,99% (yoy) dari sebesar 4,24% (yoy) di

tahun 2012. Sementara pada tahun 2014, tepatnya pada

tanggal 18 November 2014, penyesuaian harga BBM

kembali dilakukan. Harga premium mengalami kenaikan

dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter atau naik

sebesar 30,77%, sedangkan solar dari Rp5.500 menjadi

Rp7.500 per liter atau naik sebesar 36,36%. Seperti

tahun 2013, kenaikan harga BBM ini pun mendorong

peningkatan inflasi yang tinggi. Inflasi Jawa Tengah di

tahun 2014 tercatat sebesar 8,22% (yoy). Kenaikan

harga BBM ini memberikan sumbangan terhadap

kenaikan inflasi Jawa Tengah sebesar 2,02% yang

terbagi di November dan Desember 2014.

Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat terlihat bahwa

kenaikan harga BBM ditransmisikan dengan cepat dan

signifikan terhadap kenaikan harga barang.

Bila ditinjau per komoditas, dapat terlihat pula bahwa

kenaikan harga BBM juga direspons oleh kenaikan harga

komoditas secara signifikan.

Namun demikian, efek perubahan harga komoditas yang

timbul akibat penurunan harga BBM tidak sama dengan

efek perubahan harga komoditas yang timbul akibat

kenaikan harga BBM. Seperti misalnya pada bulan

Desember tahun 2008, tepatnya pada tanggal 1 dan 15

Desember 2008, pemerintah menurunkan harga BBM

sebanyak 2 kali. Penurunan pertama pada tanggal 1

Desember 2008 yakni dari Rp6.000 per liter menjadi

Rp5.500 per liter atau turun sebesar 9% yang kemudian

diikuti oleh penurunan kedua pada tanggal 15 Desember

2008 dari Rp5.500 per liter menjadi Rp5.000 per liter

atau turun sebesar 9%. Namun demikian, penurunan

tersebut tidak disertai dengan penurunan harga

komoditas secara signifikan seperti halnya pada saat

terjadi kenaikan harga BBM. Inflasi yang terjadi pada

bulan November 2008 tercatat sebesar 9,98% (yoy)

sementara inflasi yang terjadi pada bulan Desember

tercatat sebesar 9,55% (yoy).

SUPLEMEN IIDAMPAK ASIMETRIS KEBIJAKAN HARGA BBM

Tren Kenaikan Harga BBMterhadap Disagregasi Inflasi Jawa Tengah

Grafik 1.1.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

95

100

105

110

115

120

125

130

135

140

JUN

-12

AU

G-1

2

OC

T-12

DEC

-12

FEB-

13

APR

-13

JUN

-13

AU

G-1

3

OC

T-13

DEC

-13

FEB-

14

APR

-14

JUN

-14

AU

G-1

4

OC

T-14

BBM CORE AP VF

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

95

100

105

110

115

120

125

130

135

140

145

Tren Kenaikan Harga BBMterhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa Tengah

Grafik 1.2.

JUN

-12

AU

G-1

2

OC

T-12

DEC

-12

FEB-

13

APR

-13

JUN

-13

AU

G-1

3

OC

T-13

DEC

-13

FEB-

14

APR

-14

JUN

-14

AU

G-1

4

OC

T-14

PADI DAGING TELUR TRANSPOR BBM

33PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Page 50: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

SUPLEMEN II

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

100

110

120

130

140

150

160

170

Tren Penurunan Harga BBM terhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa Tengah

Grafik 1.4.

JUN

-08

AU

G-0

8

OC

T-08

DEC

-08

FEB-

09

APR

-09

JUN

-09

AU

G-0

9

OC

T-09

DEC

-09

FEB-

10

APR

-10

JUN

-10

AU

G-1

0

OC

T-10

PADI DAGING TELUR TRANSPOR BBM

Tren Penurunan Harga BBMterhadap Disagregasi Inflasi Jawa Tengah

Grafik 1.3.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

75

80

85

90

95

100

JUN

-08

AU

G-0

8

OC

T-08

DEC

-08

FEB-

09

APR

-09

JUN

-09

AU

G-0

9

OC

T-09

DEC

-09

FEB-

10

APR

-10

JUN

-10

AU

G-1

0

OC

T-10

CORE VF AP BBM

Berdasarkan ilustrasi di atas, terlihat bahwa pada saat

terjadi penurunan harga BBM, harga-harga komoditas

cenderung tetap. Penurunan harga BBM tidak cepat

ditransmisikan dengan penurunan harga barang. Hanya

komoditas yang terkait langsung yang mengalami

penurunan harga. Hal tersebut berbeda dengan pola

perilaku inflasi pada saat setelah kenaikan harga BBM, di

mana kenaikan harga BBM ditransmisikan dengan cepat

dan signifikan terhadap kenaikan harga barang.

Peninjauan secara empiris dengan menggunakan model

ekonometrika sederhana menunjukkan bahwa kenaikan

harga BBM memengaruhi kenaikan harga barang secara

signifikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh koefisien yang

cenderung besar dan teruji signifikan secara statistik.

Model tersebut juga memiliki nilai R-Squared besar

menunjukkan bahwa seluruh variasi variabel-variabel

penjelas yang digunakan dalam model mampu

menangkap variasi variabel terikat.

MODEL KENAIKAN HARGA BBM

Sensitivitas Kenaikan Harga BBM terhadap Inflasi Berdasarkan Disagregasinya

Dependent Variable

Inflasi Inti

LOG(CORE)

Inflasi Volatile Foods

LOG(VF)

Inflasi Administered Prices

LOG(AP)"

Sensitivitas Kenaikan Harga BBM terhadap Harga Beberapa Komoditas Pangan Strategis

Dependent Variable

Padi, Umbi-Umbian, dan Hasilnya

LOG(PADI)

Daging

LOG(DAGING)

Telur

LOG(TELUR)

Transpor

LOG(TRANSPOR)

Independent Variable

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Independent Variable

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Koefisien

3.46

0.14

1.99

0.32

1.32

0.39

Koefisien

2.81

0.22

2.09

0.31

2.56

0.25

0.40

0.50

Signifikansi

***

***

***

***

***

***

Signifikansi

***

***

***

***

***

***

***

***

R-Squared

0.83

0.86

0.94

R-Squared

0.79

0.79

0.66

0.97

Tabel 1. Hasil Uji Model Kenaikan Harga BBM

Keterangan: *signifikan pada nilai kritis 10%, **signifikan pada nilai kritis 5%, ***signifikan pada nilai kritis 1%

34 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Tren Penurunan Harga BBM terhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa TengahGrafik 1.5.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

95

100

105

110

115

120

125

130

135

140

JAN

-13

FEB-

13

MA

R-13

APR

-13

MA

Y-13

JUN

-13

JUL-

13

AU

G-1

3

SEP-

13

OC

T-13

NO

V-13

DEC

-13

JAN

-14

FEB-

14

MA

R-14

APR

-14

MA

Y-14

JUN

-14

JUL-

14

AU

G-1

4

SEP-

14

OC

T-14

NO

V-14

DEC

-14

CORE VF AP BBM

Di sisi lain, pengaruh penurunan harga BBM terhadap

harga barang terlihat tidak sekuat pada saat kenaikan

harga BBM terjadi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai

signifikansi maupun R-Squared yang cenderung lebih

rendah pada beberapa komoditas yang diteliti, bila

dibandingkan dengan model-model kenaikan harga

BBM. Hal tersebut sejalan dengan ilustrasi grafis yang

telah dipaparkan sebelumnya. Dengan demikian,

kenaikan dan penurunan BBM dapat dikatakan

memberikan dampak yang bersifat asimetris terhadap

perubahan inflasi Jawa Tengah.

Tren penurunan harga minyak dunia belakangan ini yang

disertai dengan pencabutan subsidi BBM oleh

pemerintah menyisakan ruang fiskal yang cukup besar

bagi pemerintah untuk dapat berinvestasi di berbagai

sektor strategis yang dapat menunjang aktivitas

perekonomian, seperti misalnya infrastruktur ataupun

berbagai program pemerintah yang bermanfaat lainnya.

Di sisi lain, kebijakan penentuan harga BBM yang

berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar tersebut

hingga saat ini juga memberikan dampak yang positif

bagi perkembangan inflasi Jawa Tengah. Berdasarkan

ilustrasi berikut, terlihat bahwa usaha pemerintah untuk

meredam dampak inflasi yang diakibatkan oleh

perubahan harga BBM dapat dikatakan cukup

membuahkan hasil. Hal tersebut terkonfirmasi dari

kenaikan harga BBM pada bulan April lalu yang tidak

diikuti kenaikan inflasi volatile foods & inflasi inti.

SUPLEMEN II

Model Penurunan Harga BBM

Sensitivitas Penurunan Harga BBM terhadap Inflasi Berdasarkan Disagregasinya

Dependent Variable

Inflasi Inti

LOG(CORE)

Inflasi Administered Prices

LOG(AP)

Sensitivitas Penurunan Harga BBM terhadap Harga Beberapa Komoditas Pangan Strategis

Dependent Variable

Daging

LOG(DAGING)

Telur

LOG(TELUR)

Transpor

LOG(TRANSPOR)

Independent Variable

LOG(CORE(-1))

LOG(BBM)

LOG(VF(-1))

LOG(BBM)

Independent Variable

LOG(DAGING(-1))

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(TELUR(-1))

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Koefisien

0.99

0.01

0.99

0.01

Koefisien

0.89

0.06

1.95

0.51

0.05

1.56

0.37

Signifikansi

***

**

***

Signifikansi

***

**

***

***

***

***

R-Squared

0.99

0.77

R-Squared

0.82

0.39

0.94

Tabel 2. Hasil Uji Model Penurunan Harga BBM

Keterangan: *signifikan pada nilai kritis 10%, **signifikan pada nilai kritis 5%, ***signifikan pada nilai kritis 1%

35PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Page 51: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

SUPLEMEN II

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

100

110

120

130

140

150

160

170

Tren Penurunan Harga BBM terhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa Tengah

Grafik 1.4.

JUN

-08

AU

G-0

8

OC

T-08

DEC

-08

FEB-

09

APR

-09

JUN

-09

AU

G-0

9

OC

T-09

DEC

-09

FEB-

10

APR

-10

JUN

-10

AU

G-1

0

OC

T-10

PADI DAGING TELUR TRANSPOR BBM

Tren Penurunan Harga BBMterhadap Disagregasi Inflasi Jawa Tengah

Grafik 1.3.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

75

80

85

90

95

100

JUN

-08

AU

G-0

8

OC

T-08

DEC

-08

FEB-

09

APR

-09

JUN

-09

AU

G-0

9

OC

T-09

DEC

-09

FEB-

10

APR

-10

JUN

-10

AU

G-1

0

OC

T-10

CORE VF AP BBM

Berdasarkan ilustrasi di atas, terlihat bahwa pada saat

terjadi penurunan harga BBM, harga-harga komoditas

cenderung tetap. Penurunan harga BBM tidak cepat

ditransmisikan dengan penurunan harga barang. Hanya

komoditas yang terkait langsung yang mengalami

penurunan harga. Hal tersebut berbeda dengan pola

perilaku inflasi pada saat setelah kenaikan harga BBM, di

mana kenaikan harga BBM ditransmisikan dengan cepat

dan signifikan terhadap kenaikan harga barang.

Peninjauan secara empiris dengan menggunakan model

ekonometrika sederhana menunjukkan bahwa kenaikan

harga BBM memengaruhi kenaikan harga barang secara

signifikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh koefisien yang

cenderung besar dan teruji signifikan secara statistik.

Model tersebut juga memiliki nilai R-Squared besar

menunjukkan bahwa seluruh variasi variabel-variabel

penjelas yang digunakan dalam model mampu

menangkap variasi variabel terikat.

MODEL KENAIKAN HARGA BBM

Sensitivitas Kenaikan Harga BBM terhadap Inflasi Berdasarkan Disagregasinya

Dependent Variable

Inflasi Inti

LOG(CORE)

Inflasi Volatile Foods

LOG(VF)

Inflasi Administered Prices

LOG(AP)"

Sensitivitas Kenaikan Harga BBM terhadap Harga Beberapa Komoditas Pangan Strategis

Dependent Variable

Padi, Umbi-Umbian, dan Hasilnya

LOG(PADI)

Daging

LOG(DAGING)

Telur

LOG(TELUR)

Transpor

LOG(TRANSPOR)

Independent Variable

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Independent Variable

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Koefisien

3.46

0.14

1.99

0.32

1.32

0.39

Koefisien

2.81

0.22

2.09

0.31

2.56

0.25

0.40

0.50

Signifikansi

***

***

***

***

***

***

Signifikansi

***

***

***

***

***

***

***

***

R-Squared

0.83

0.86

0.94

R-Squared

0.79

0.79

0.66

0.97

Tabel 1. Hasil Uji Model Kenaikan Harga BBM

Keterangan: *signifikan pada nilai kritis 10%, **signifikan pada nilai kritis 5%, ***signifikan pada nilai kritis 1%

34 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Tren Penurunan Harga BBM terhadap Beberapa Komoditas Pangan Jawa TengahGrafik 1.5.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

95

100

105

110

115

120

125

130

135

140

JAN

-13

FEB-

13

MA

R-13

APR

-13

MA

Y-13

JUN

-13

JUL-

13

AU

G-1

3

SEP-

13

OC

T-13

NO

V-13

DEC

-13

JAN

-14

FEB-

14

MA

R-14

APR

-14

MA

Y-14

JUN

-14

JUL-

14

AU

G-1

4

SEP-

14

OC

T-14

NO

V-14

DEC

-14

CORE VF AP BBM

Di sisi lain, pengaruh penurunan harga BBM terhadap

harga barang terlihat tidak sekuat pada saat kenaikan

harga BBM terjadi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai

signifikansi maupun R-Squared yang cenderung lebih

rendah pada beberapa komoditas yang diteliti, bila

dibandingkan dengan model-model kenaikan harga

BBM. Hal tersebut sejalan dengan ilustrasi grafis yang

telah dipaparkan sebelumnya. Dengan demikian,

kenaikan dan penurunan BBM dapat dikatakan

memberikan dampak yang bersifat asimetris terhadap

perubahan inflasi Jawa Tengah.

Tren penurunan harga minyak dunia belakangan ini yang

disertai dengan pencabutan subsidi BBM oleh

pemerintah menyisakan ruang fiskal yang cukup besar

bagi pemerintah untuk dapat berinvestasi di berbagai

sektor strategis yang dapat menunjang aktivitas

perekonomian, seperti misalnya infrastruktur ataupun

berbagai program pemerintah yang bermanfaat lainnya.

Di sisi lain, kebijakan penentuan harga BBM yang

berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar tersebut

hingga saat ini juga memberikan dampak yang positif

bagi perkembangan inflasi Jawa Tengah. Berdasarkan

ilustrasi berikut, terlihat bahwa usaha pemerintah untuk

meredam dampak inflasi yang diakibatkan oleh

perubahan harga BBM dapat dikatakan cukup

membuahkan hasil. Hal tersebut terkonfirmasi dari

kenaikan harga BBM pada bulan April lalu yang tidak

diikuti kenaikan inflasi volatile foods & inflasi inti.

SUPLEMEN II

Model Penurunan Harga BBM

Sensitivitas Penurunan Harga BBM terhadap Inflasi Berdasarkan Disagregasinya

Dependent Variable

Inflasi Inti

LOG(CORE)

Inflasi Administered Prices

LOG(AP)

Sensitivitas Penurunan Harga BBM terhadap Harga Beberapa Komoditas Pangan Strategis

Dependent Variable

Daging

LOG(DAGING)

Telur

LOG(TELUR)

Transpor

LOG(TRANSPOR)

Independent Variable

LOG(CORE(-1))

LOG(BBM)

LOG(VF(-1))

LOG(BBM)

Independent Variable

LOG(DAGING(-1))

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(TELUR(-1))

LOG(BBM)

Konstanta

LOG(BBM)

Koefisien

0.99

0.01

0.99

0.01

Koefisien

0.89

0.06

1.95

0.51

0.05

1.56

0.37

Signifikansi

***

**

***

Signifikansi

***

**

***

***

***

***

R-Squared

0.99

0.77

R-Squared

0.82

0.39

0.94

Tabel 2. Hasil Uji Model Penurunan Harga BBM

Keterangan: *signifikan pada nilai kritis 10%, **signifikan pada nilai kritis 5%, ***signifikan pada nilai kritis 1%

35PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Page 52: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Jawa Tengah merupakan sentra produksi untuk

komoditas pangan, terutama hasil pertanian seperti

bawang merah, cabai merah, dan padi. Produksi beras

Jawa Tengah mencapai 15% dari total produksi beras

nasional. Sebagai sentra produksi, Jawa Tengah ikut

berpartisipasi dalam program presiden dalam rangka

mencapai swasembada pangan nasional, yaitu Upaya

Khusus Padi Jagung dan Kedelai (UPSUS PAJALE). Untuk

komoditas bawang dan cabai pun Jawa Tengah memiliki

porsi cukup besar, yaitu sebesar 42% dan 14% dari

produksi nasional.

Neraca Bahan Makanan (NBM) yang disusun oleh Badan

Ketahanan Pangan (BKP) menunjukkan bahwa Jawa

Tengah dalam kondisi surplus untuk semua jenis

komoditas bahan makanan, kecuali kedelai. Namun, di

tengah kondisi surplus ini, inflasi Jawa Tengah sering kali

disumbang oleh bahan makanan. Berdasarkan hasil

pemetaan yang memperhitungkan andil dan intensitas

komoditas dalam menyumbang inflasi, beras menjadi

komoditas dengan andil terbesar dan intensitas tertinggi

dalam menyumbang inflasi. Selain itu, bawang merah

dan cabai merah juga termasuk komoditas dengan andil

besar dan intensitas tinggi sebagai penyumbang inflasi.

Melihat grafik di bawah, inflasi tetap berfluktuasi tinggi

walaupun produksi memenuhi kebutuhan.

SUPLEMEN III KETAHANAN PANGAN JAWA TENGAH

PADI

JAGUNG

KEDELAI

K. TANAH

K. HIJAU

UBI KAYU

UBI JALAR

GULA

DAGING

TELUR

SUSU

IKAN

KOMODITI

9.648.104

3.051.516

125.467

120.158

96.219

3.977.810

179.393

419.419

266.191

277.078

107.361

619.044

Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, April 2015

Produksi(ton)

5.732.400

2.715.849

118.767

103.925

89.484

3.813.526

157.866

415.309

252.881

271.398

90.505

600.472

Penyediaan(ton)

3.226.641

49.897

339.296

3.326

6.653

209.565

33.264

345.949

186.280

199.586

69.855

309.358

Kebutuhan(ton)

2.505.759

2.665.953

-220.529

100.598

82.831

3.603.961

124.602

69.360

66.601

71.812

20.650

291.114

Surplus/Defisit(ton)

Tabel 1. Neraca Bahan Makanan Jawa Tengah (ASEM 2014)

Grafik 2. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Bahan Makanan Grafik 3. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Bahan Makanan

Grafik 1. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Beras

36 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Tingginya inflasi ini mengindikasikan adanya masalah

lain di luar produksi yang memengaruhi ketersediaan

dan keterjangkauan bahan pangan tersebut. Salah satu

masalah yang dihadapi adalah tingginya hasil produksi

Jawa Tengah yang disalurkan ke luar daerah. Kemudian,

masalah distribusi juga turut menyumbang kenaikan

harga. Permasalahan distribusi yang dihadapi antara lain

rantai distribusi yang relatif panjang, dan terbatasnya

infrastruktur antara sentra produksi ke konsumen. Di

samping itu, ketersediaan gudang atau cold storage

yang belum optimal juga menghambat keberlanjutan

ketersediaan pangan, terutama pada saat musim tanam.

Di sisi kelembagaan, untuk komoditas selain beras, tidak

adanya lembaga penyangga sehingga lonjakan harga

lebih sulit dikendalikan.

Sebagaimana diketahui, dampak dari tinggi rendahnya

harga pangan dan volatil itasnya bukan hanya

berdampak dar i s is i stabi l i tas makroekonomi

(pengendalian inflasi), namun lebih penting adalah

menyangkut kesejahteraan rakyat baik, dari level

produsen (petani) dan di level konsumen (masyarakat).

Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan kerja sama

antara Bank Indonesia, pemerintah daerah, dan instansi

terkait dalam menjaga ketahanan pangan. Beberapa

rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan pangan

antara lain: (i) pembangunan infrastruktur untuk

meningkatkan konektivitas; (ii) pengembangan

manajemen, sarana dan sistem informasi stok; (iii)

memperkuat lembaga penyangga; (iv) merancang pola

kerja sama antar daerah dalam memenuhi ketersediaan

pangan.

SUPLEMEN III

37PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Page 53: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Jawa Tengah merupakan sentra produksi untuk

komoditas pangan, terutama hasil pertanian seperti

bawang merah, cabai merah, dan padi. Produksi beras

Jawa Tengah mencapai 15% dari total produksi beras

nasional. Sebagai sentra produksi, Jawa Tengah ikut

berpartisipasi dalam program presiden dalam rangka

mencapai swasembada pangan nasional, yaitu Upaya

Khusus Padi Jagung dan Kedelai (UPSUS PAJALE). Untuk

komoditas bawang dan cabai pun Jawa Tengah memiliki

porsi cukup besar, yaitu sebesar 42% dan 14% dari

produksi nasional.

Neraca Bahan Makanan (NBM) yang disusun oleh Badan

Ketahanan Pangan (BKP) menunjukkan bahwa Jawa

Tengah dalam kondisi surplus untuk semua jenis

komoditas bahan makanan, kecuali kedelai. Namun, di

tengah kondisi surplus ini, inflasi Jawa Tengah sering kali

disumbang oleh bahan makanan. Berdasarkan hasil

pemetaan yang memperhitungkan andil dan intensitas

komoditas dalam menyumbang inflasi, beras menjadi

komoditas dengan andil terbesar dan intensitas tertinggi

dalam menyumbang inflasi. Selain itu, bawang merah

dan cabai merah juga termasuk komoditas dengan andil

besar dan intensitas tinggi sebagai penyumbang inflasi.

Melihat grafik di bawah, inflasi tetap berfluktuasi tinggi

walaupun produksi memenuhi kebutuhan.

SUPLEMEN III KETAHANAN PANGAN JAWA TENGAH

PADI

JAGUNG

KEDELAI

K. TANAH

K. HIJAU

UBI KAYU

UBI JALAR

GULA

DAGING

TELUR

SUSU

IKAN

KOMODITI

9.648.104

3.051.516

125.467

120.158

96.219

3.977.810

179.393

419.419

266.191

277.078

107.361

619.044

Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, April 2015

Produksi(ton)

5.732.400

2.715.849

118.767

103.925

89.484

3.813.526

157.866

415.309

252.881

271.398

90.505

600.472

Penyediaan(ton)

3.226.641

49.897

339.296

3.326

6.653

209.565

33.264

345.949

186.280

199.586

69.855

309.358

Kebutuhan(ton)

2.505.759

2.665.953

-220.529

100.598

82.831

3.603.961

124.602

69.360

66.601

71.812

20.650

291.114

Surplus/Defisit(ton)

Tabel 1. Neraca Bahan Makanan Jawa Tengah (ASEM 2014)

Grafik 2. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Bahan Makanan Grafik 3. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Bahan Makanan

Grafik 1. Produksi, Konsumsi, dan Inflasi Beras

36 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH

Tingginya inflasi ini mengindikasikan adanya masalah

lain di luar produksi yang memengaruhi ketersediaan

dan keterjangkauan bahan pangan tersebut. Salah satu

masalah yang dihadapi adalah tingginya hasil produksi

Jawa Tengah yang disalurkan ke luar daerah. Kemudian,

masalah distribusi juga turut menyumbang kenaikan

harga. Permasalahan distribusi yang dihadapi antara lain

rantai distribusi yang relatif panjang, dan terbatasnya

infrastruktur antara sentra produksi ke konsumen. Di

samping itu, ketersediaan gudang atau cold storage

yang belum optimal juga menghambat keberlanjutan

ketersediaan pangan, terutama pada saat musim tanam.

Di sisi kelembagaan, untuk komoditas selain beras, tidak

adanya lembaga penyangga sehingga lonjakan harga

lebih sulit dikendalikan.

Sebagaimana diketahui, dampak dari tinggi rendahnya

harga pangan dan volatil itasnya bukan hanya

berdampak dar i s is i stabi l i tas makroekonomi

(pengendalian inflasi), namun lebih penting adalah

menyangkut kesejahteraan rakyat baik, dari level

produsen (petani) dan di level konsumen (masyarakat).

Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan kerja sama

antara Bank Indonesia, pemerintah daerah, dan instansi

terkait dalam menjaga ketahanan pangan. Beberapa

rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan pangan

antara lain: (i) pembangunan infrastruktur untuk

meningkatkan konektivitas; (ii) pengembangan

manajemen, sarana dan sistem informasi stok; (iii)

memperkuat lembaga penyangga; (iv) merancang pola

kerja sama antar daerah dalam memenuhi ketersediaan

pangan.

SUPLEMEN III

37PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II

Page 54: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BABIII

Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan I 2015 masih tumbuh dengan baik.

Indikator utama perbankan yaitu aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh

meningkat. Sementara itu, kredit menunjukkan pertumbuhan meskipun

mengalami perlambatan.

Perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan aset dan pembiayaan

yang dihimpun. Meskipun demikian, DPK perbankan syariah mengalami

peningkatan.

Peran perbankan di Jawa Tengah dalam pengembangan UMKM dapat dikatakan

cukup signifikan. Hal ini terlihat dari meningkatnya pangsa dan pertumbuhan

kredit UMKM.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah.

Page 55: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BABIII

Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan I 2015 masih tumbuh dengan baik.

Indikator utama perbankan yaitu aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh

meningkat. Sementara itu, kredit menunjukkan pertumbuhan meskipun

mengalami perlambatan.

Perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan aset dan pembiayaan

yang dihimpun. Meskipun demikian, DPK perbankan syariah mengalami

peningkatan.

Peran perbankan di Jawa Tengah dalam pengembangan UMKM dapat dikatakan

cukup signifikan. Hal ini terlihat dari meningkatnya pangsa dan pertumbuhan

kredit UMKM.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah.

Page 56: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Secara umum, indikator utama kinerja perbankan

di Jawa Tengah tumbuh relatif baik (Grafik 3.2).

Secara tahunan, total aset tumbuh meningkat pada

triwulan I 2015 sebesar 13,13% (yoy), setelah

sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 11,91% (yoy).

Total aset bank umum tercatat sebesar Rp260,54 triliun.

Pertumbuhan aset ini berada di bawah nasional yang

mencatatkan angka sebesar 16,65% (yoy) pada

triwulan laporan.

Sejalan dengan peningkatan aset, pertumbuhan

dana pihak ketiga (DPK) juga turut meningkat.

Pada triwulan I 2015, DPK tumbuh 14,44% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

12,38% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan

mencapai Rp193,10 triliun. Komposisi DPK relatif sama

dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi

utama berupa tabungan (47,77%), diikuti oleh

deposito (36,42%) dan giro (15,81%). Dibandingkan

dengan nasional yang tumbuh sebesar 16,04% (yoy),

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah memiliki laju

pertumbuhan tahunan yang lebih rendah.

Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran

kredit tumbuh melambat. Kredit perbankan pada

triwulan laporan tumbuh 11,37% (yoy), melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

12,19% (yoy). Total kredit pada triwulan I 2015 sebesar

Rp198,84 triliun. Pertumbuhan kredit pada triwulan

Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 6.

6 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

laporan relatif sama dengan pertumbuhan kredit

nasional yang tercatat sebesar 11,38% (yoy).

Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan

pertumbuhan DPK menyebabkan loan to deposit

ratio (LDR) mengalami penurunan. LDR pada

triwulan laporan tercatat sebesar 102,97%, turun dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 105,33%. Angka

LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang

sebesar 88,45%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit

cenderung menurun dibandingkan tr iwulan

sebelumnya. Pada triwulan I 2015, non-performing

loan (NPL) berada pada level 2,47%. Angka ini

mengalami kenaikan dibandingkan tr iwulan

sebelumnya yang sebesar 2,23%. Tingkat NPL kredit di

Jawa Tengah ini lebih tinggi dibandingkan nasional

yang sebesar 2,38%.

41PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

Perkembangan jaringan kantor bank umum di

Jawa Tengah menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah

kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.357

unit menurun dari triwulan IV 2014 yang sebanyak

3.479 unit. Penurunan terutama terjadi pada kelompok

bank pemerintah. Pada kelompok tersebut, kantor

cabang pembantu menurun menjadi 1.619 unit, dari

sebelumnya 1.784 unit pada triwulan IV 2014.

3.2. Perkembangan Bank Umum

Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.1.

ASET KREDIT DPK

RP TRILIUN

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

0

50

100

150

200

250

300

Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.2.

% YOY %

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)

Page 57: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Secara umum, indikator utama kinerja perbankan

di Jawa Tengah tumbuh relatif baik (Grafik 3.2).

Secara tahunan, total aset tumbuh meningkat pada

triwulan I 2015 sebesar 13,13% (yoy), setelah

sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 11,91% (yoy).

Total aset bank umum tercatat sebesar Rp260,54 triliun.

Pertumbuhan aset ini berada di bawah nasional yang

mencatatkan angka sebesar 16,65% (yoy) pada

triwulan laporan.

Sejalan dengan peningkatan aset, pertumbuhan

dana pihak ketiga (DPK) juga turut meningkat.

Pada triwulan I 2015, DPK tumbuh 14,44% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

12,38% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan

mencapai Rp193,10 triliun. Komposisi DPK relatif sama

dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi

utama berupa tabungan (47,77%), diikuti oleh

deposito (36,42%) dan giro (15,81%). Dibandingkan

dengan nasional yang tumbuh sebesar 16,04% (yoy),

pertumbuhan DPK di Jawa Tengah memiliki laju

pertumbuhan tahunan yang lebih rendah.

Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran

kredit tumbuh melambat. Kredit perbankan pada

triwulan laporan tumbuh 11,37% (yoy), melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

12,19% (yoy). Total kredit pada triwulan I 2015 sebesar

Rp198,84 triliun. Pertumbuhan kredit pada triwulan

Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 6.

6 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

laporan relatif sama dengan pertumbuhan kredit

nasional yang tercatat sebesar 11,38% (yoy).

Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan

pertumbuhan DPK menyebabkan loan to deposit

ratio (LDR) mengalami penurunan. LDR pada

triwulan laporan tercatat sebesar 102,97%, turun dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 105,33%. Angka

LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang

sebesar 88,45%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit

cenderung menurun dibandingkan tr iwulan

sebelumnya. Pada triwulan I 2015, non-performing

loan (NPL) berada pada level 2,47%. Angka ini

mengalami kenaikan dibandingkan tr iwulan

sebelumnya yang sebesar 2,23%. Tingkat NPL kredit di

Jawa Tengah ini lebih tinggi dibandingkan nasional

yang sebesar 2,38%.

41PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

Perkembangan jaringan kantor bank umum di

Jawa Tengah menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah

kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.357

unit menurun dari triwulan IV 2014 yang sebanyak

3.479 unit. Penurunan terutama terjadi pada kelompok

bank pemerintah. Pada kelompok tersebut, kantor

cabang pembantu menurun menjadi 1.619 unit, dari

sebelumnya 1.784 unit pada triwulan IV 2014.

3.2. Perkembangan Bank Umum

Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.1.

ASET KREDIT DPK

RP TRILIUN

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

0

50

100

150

200

250

300

Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.2.

% YOY %

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)

Page 58: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

1) Termasuk BRI UNIT

Jumlah Kantor Bank Umum

KETERANGAN

I II III IV I II

2012 2013

Bank Pemerintah

Kantor Pusat

Kantor Cabang1)Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

Bank Pemerintah Daerah

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

Bank Asing dan Bank Campuran

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

Bank Swasta Nasional

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

III IV

Bank Konvensional

Jumlah Bank Umum

jumlah Bank (Kantor Pusat)

I

2014

II III IV

51

2

3,382

2,149

-

79

1,853

217

248

1

40

93

114

964

1

166

682

115

21

16

4

1

51

2

3,500

2,159

-

79

1,857

223

250

1

40

93

116

1,070

1

168

774

127

21

16

4

1

51

2

3,615

2,174

-

79

1,875

220

252

1

41

93

117

1,168

1

171

855

141

21

16

4

1

51

2

3,637

2,184

-

79

1,881

224

256

1

41

95

119

1,176

1

180

850

145

21

16

4

1

51

2

3,677

2,201

-

80

1,897

224

273

1

41

103

128

1,182

1

181

864

136

21

16

4

1

51

2

3,635

2,156

-

80

1,855

221

276

1

41

104

130

1,182

1

184

865

132

21

16

4

1

53

2

3,695

2,203

-

80

1,872

251

278

1

42

105

130

1,192

1

184

872

135

22

-

15

6

1

53

2

3,754

2,258

-

80

1,872

306

282

1

42

106

133

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

53

2

3,759

2,258

-

80

1,872

306

287

1

42

106

138

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

54

2

3,535

2,049

-

80

1,759

210

294

1

43

107

143

1,171

1

199

865

106

21

-

14

6

1

53

1

3,504

2,043

-

80

1,779

184

297

1

43

110

143

1,143

-

190

863

90

21

-

14

6

1

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

I

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

2015

Penurunan juga terjadi pada kelompok bank

swasta nasional, dalam bentuk kantor cabang

pembantu. Pada triwulan laporan, kantor cabang

pembantu turun dari 828 unit menjadi 813 unit. Di sisi

lain, kelompok bank pemerintah daerah mengalami

kenaikan tipis yang utamanya didorong oleh kenaikan

kantor cabang pembantu dari 114 unit menjadi 117

unit. Sedangkan, kelompok bank asing dan campuran

tidak mengalami perubahan.

3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPKPertumbuhan DPK meningkat dalam bentuk tabungan

dan giro. Mengingat porsinya yang besar, peningkatan

DPK dalam bentuk tabungan turut mendorong

peningkatan DPK secara keseluruhan (Grafik 3.3 dan

Grafik 3.4). Komponen tabungan pada triwulan

laporan tumbuh sebesar 8,14% (yoy), setelah

sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 7,73% (yoy)

pada triwulan IV 2014. Komponen giro tumbuh tinggi

sebesar 21,66% (yoy), dari triwulan lalu yang sebesar

4,66% (yoy).

Sementara itu, komponen DPK dalam bentuk

deposito tumbuh melambat. Pertumbuhan deposito

pada triwulan laporan sebesar 20,54% (yoy), lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 23,76% (yoy). Ditinjau dari golongan nasabah,

DPK kelompok penduduk didominasi oleh nasabah

sektor swasta dengan komposisi 86,63%, sedangkan

nasabah sektor pemerintah sebesar 13,30%.

Sementara itu, pangsa DPK kelompok non-penduduk

hanya sebesar 0,07%.

DPK nasabah sektor swasta juga menunjukkan

peningkatan. Pada triwulan I 2015, DPK nasabah

sektor swasta tumbuh sebesar 14,52% (yoy), membaik

dari triwulan sebelumnya sebesar 13,95% (yoy).

Apabila dilihat lebih mendalam, peningkatan ini

utamanya disumbangkan oleh meningkatnya DPK

nasabah Bukan Lembaga Keuangan yang tumbuh

31,68% (yoy), dari sebelumnya 22,74% (yoy).

Sementara itu, DPK nasabah perseorangan yang

memiliki kontribusi besar (73,36%) tumbuh sedikit

melambat pada triwulan laporan, yaitu 12,89% (yoy)

dari sebelumnya 13,32% (yoy) pada triwulan IV 2014.

Begitu pula dengan penghimpunan DPK sektor

pemerintah yang tumbuh membaik. DPK sektor

pemerintah meningkat sebesar 13,96% (yoy), setelah

sebelumnya mencatatkan pertumbuhan negatif

sebesar 3,49% (yoy). Peningkatan ini utamanya

disumbangkan oleh meningkatnya pertumbuhan DPK

42 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160 % YOY

Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.4.

%YOY

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

DPK DEPOSITO TABUNGAN GIROGIRO TABUNGAN DEPOSITO

Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.3.

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

dengan pangsa 35,26% dari total kredit. Sektor utama

daerah lainnya, yaitu industri pengolahan, juga

memiliki pangsa signifikan sebesar 18,30%. Sementara

itu, sektor pertanian memiliki pangsa sebesar 3,18%.

Kontribusi dunia perbankan terhadap perekonomian

ditunjukkan dengan penyaluran kredit di sektor

ekonomi utama daerah, yaitu sektor Industri

Pengolahan, sektor Pertanian, serta sektor PHR (Grafik

3.5). Pertumbuhan kredit sektor Pertanian melambat

menjadi 18,19% (yoy) pada triwulan laporan, dari

sebelumnya 19,69% (yoy). Begitu pula dengan sektor

PHR yang melambat sebesar 13,71% (yoy), setelah

sebelumnya tumbuh 15,40% (yoy). Perlambatan ini

sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi

subsektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor yang turun pada triwulan I

2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sedangkan kredit pada sektor Industri Pengolahan

tumbuh meningkat sebesar 23,73% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar

21,35% (yoy).

nasabah Badan-Badan dan Lembaga Pemerintah serta

nasabah Pemda. DPK nasabah Badan-Badan dan

Lembaga Pemerintah tercatat tumbuh 37,49% (yoy)

pada triwulan laporan, dari sebelumnya 16,68% (yoy),

sedangkan DPK nasabah Pemda tercatat tumbuh

31,88% (yoy) dari sebelumnya 16,42% (yoy).

Pertumbuhan ini tidak terlepas dari adanya realisasi

pendapatan Pemda yang tumbuh meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

3.2.3. Penyaluran Kredit

Laju pertumbuhan kredit tercatat melambat.

Kredit bank umum melambat menjadi 11,37% dari

tr iwulan sebelumnya sebesar 12,19% (yoy).

Melambatnya kredit ini diperkirakan akibat dari

per lambatan ekonomi d i t r iwulan laporan.

Pertumbuhan perekonomian daerah di triwulan

laporan melambat dari 6,16% (yoy) di triwulan IV

menjadi 5,54% (yoy) di triwulan I 2015.

Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit

perbankan Jawa Tengah masih didominasi oleh

sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)

Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.5.

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

% YOY

-

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

43PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Pertumbuhan Tahunan KreditBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6.

Page 59: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

1) Termasuk BRI UNIT

Jumlah Kantor Bank Umum

KETERANGAN

I II III IV I II

2012 2013

Bank Pemerintah

Kantor Pusat

Kantor Cabang1)Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

Bank Pemerintah Daerah

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

Bank Asing dan Bank Campuran

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

Bank Swasta Nasional

Kantor Pusat

Kantor Cabang

Kantor Cabang Pembantu

Kantor Kas

III IV

Bank Konvensional

Jumlah Bank Umum

jumlah Bank (Kantor Pusat)

I

2014

II III IV

51

2

3,382

2,149

-

79

1,853

217

248

1

40

93

114

964

1

166

682

115

21

16

4

1

51

2

3,500

2,159

-

79

1,857

223

250

1

40

93

116

1,070

1

168

774

127

21

16

4

1

51

2

3,615

2,174

-

79

1,875

220

252

1

41

93

117

1,168

1

171

855

141

21

16

4

1

51

2

3,637

2,184

-

79

1,881

224

256

1

41

95

119

1,176

1

180

850

145

21

16

4

1

51

2

3,677

2,201

-

80

1,897

224

273

1

41

103

128

1,182

1

181

864

136

21

16

4

1

51

2

3,635

2,156

-

80

1,855

221

276

1

41

104

130

1,182

1

184

865

132

21

16

4

1

53

2

3,695

2,203

-

80

1,872

251

278

1

42

105

130

1,192

1

184

872

135

22

-

15

6

1

53

2

3,754

2,258

-

80

1,872

306

282

1

42

106

133

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

53

2

3,759

2,258

-

80

1,872

306

287

1

42

106

138

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

54

2

3,535

2,049

-

80

1,759

210

294

1

43

107

143

1,171

1

199

865

106

21

-

14

6

1

53

1

3,504

2,043

-

80

1,779

184

297

1

43

110

143

1,143

-

190

863

90

21

-

14

6

1

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

I

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

2015

Penurunan juga terjadi pada kelompok bank

swasta nasional, dalam bentuk kantor cabang

pembantu. Pada triwulan laporan, kantor cabang

pembantu turun dari 828 unit menjadi 813 unit. Di sisi

lain, kelompok bank pemerintah daerah mengalami

kenaikan tipis yang utamanya didorong oleh kenaikan

kantor cabang pembantu dari 114 unit menjadi 117

unit. Sedangkan, kelompok bank asing dan campuran

tidak mengalami perubahan.

3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPKPertumbuhan DPK meningkat dalam bentuk tabungan

dan giro. Mengingat porsinya yang besar, peningkatan

DPK dalam bentuk tabungan turut mendorong

peningkatan DPK secara keseluruhan (Grafik 3.3 dan

Grafik 3.4). Komponen tabungan pada triwulan

laporan tumbuh sebesar 8,14% (yoy), setelah

sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 7,73% (yoy)

pada triwulan IV 2014. Komponen giro tumbuh tinggi

sebesar 21,66% (yoy), dari triwulan lalu yang sebesar

4,66% (yoy).

Sementara itu, komponen DPK dalam bentuk

deposito tumbuh melambat. Pertumbuhan deposito

pada triwulan laporan sebesar 20,54% (yoy), lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 23,76% (yoy). Ditinjau dari golongan nasabah,

DPK kelompok penduduk didominasi oleh nasabah

sektor swasta dengan komposisi 86,63%, sedangkan

nasabah sektor pemerintah sebesar 13,30%.

Sementara itu, pangsa DPK kelompok non-penduduk

hanya sebesar 0,07%.

DPK nasabah sektor swasta juga menunjukkan

peningkatan. Pada triwulan I 2015, DPK nasabah

sektor swasta tumbuh sebesar 14,52% (yoy), membaik

dari triwulan sebelumnya sebesar 13,95% (yoy).

Apabila dilihat lebih mendalam, peningkatan ini

utamanya disumbangkan oleh meningkatnya DPK

nasabah Bukan Lembaga Keuangan yang tumbuh

31,68% (yoy), dari sebelumnya 22,74% (yoy).

Sementara itu, DPK nasabah perseorangan yang

memiliki kontribusi besar (73,36%) tumbuh sedikit

melambat pada triwulan laporan, yaitu 12,89% (yoy)

dari sebelumnya 13,32% (yoy) pada triwulan IV 2014.

Begitu pula dengan penghimpunan DPK sektor

pemerintah yang tumbuh membaik. DPK sektor

pemerintah meningkat sebesar 13,96% (yoy), setelah

sebelumnya mencatatkan pertumbuhan negatif

sebesar 3,49% (yoy). Peningkatan ini utamanya

disumbangkan oleh meningkatnya pertumbuhan DPK

42 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160 % YOY

Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.4.

%YOY

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

DPK DEPOSITO TABUNGAN GIROGIRO TABUNGAN DEPOSITO

Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.3.

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

dengan pangsa 35,26% dari total kredit. Sektor utama

daerah lainnya, yaitu industri pengolahan, juga

memiliki pangsa signifikan sebesar 18,30%. Sementara

itu, sektor pertanian memiliki pangsa sebesar 3,18%.

Kontribusi dunia perbankan terhadap perekonomian

ditunjukkan dengan penyaluran kredit di sektor

ekonomi utama daerah, yaitu sektor Industri

Pengolahan, sektor Pertanian, serta sektor PHR (Grafik

3.5). Pertumbuhan kredit sektor Pertanian melambat

menjadi 18,19% (yoy) pada triwulan laporan, dari

sebelumnya 19,69% (yoy). Begitu pula dengan sektor

PHR yang melambat sebesar 13,71% (yoy), setelah

sebelumnya tumbuh 15,40% (yoy). Perlambatan ini

sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi

subsektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor yang turun pada triwulan I

2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sedangkan kredit pada sektor Industri Pengolahan

tumbuh meningkat sebesar 23,73% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar

21,35% (yoy).

nasabah Badan-Badan dan Lembaga Pemerintah serta

nasabah Pemda. DPK nasabah Badan-Badan dan

Lembaga Pemerintah tercatat tumbuh 37,49% (yoy)

pada triwulan laporan, dari sebelumnya 16,68% (yoy),

sedangkan DPK nasabah Pemda tercatat tumbuh

31,88% (yoy) dari sebelumnya 16,42% (yoy).

Pertumbuhan ini tidak terlepas dari adanya realisasi

pendapatan Pemda yang tumbuh meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

3.2.3. Penyaluran Kredit

Laju pertumbuhan kredit tercatat melambat.

Kredit bank umum melambat menjadi 11,37% dari

tr iwulan sebelumnya sebesar 12,19% (yoy).

Melambatnya kredit ini diperkirakan akibat dari

per lambatan ekonomi d i t r iwulan laporan.

Pertumbuhan perekonomian daerah di triwulan

laporan melambat dari 6,16% (yoy) di triwulan IV

menjadi 5,54% (yoy) di triwulan I 2015.

Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit

perbankan Jawa Tengah masih didominasi oleh

sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)

Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.5.

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

% YOY

-

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

43PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Pertumbuhan Tahunan KreditBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.6.

Page 60: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8.

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

0

20

40

60

80

100

120

Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7.

PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI

Rp Triliun

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan

terjadi pada kredit modal kerja dan kredit

investasi, sedangkan kredit konsumsi cenderung

meningkat. Kredit modal kerja tumbuh melambat

14,42%, setelah tumbuh 15,18% pada triwulan IV

2014. Melihat pangsa kredit modal kerja yang

dominan, yakni 53,72%, perlambatan ini merupakan

penyumbang utama dalam melambatnya kredit

berdasarkan penggunaan. Sementara itu, kredit

investasi dengan pangsa sebesar 14,47% tumbuh

6,90%(yoy) melambat dari triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 13,50% (yoy). Sedangkan pada

periode laporan kredit konsumsi dengan pangsa

31,82% tumbuh 8,53% (yoy) meningkat dari triwulan

lalu yang tumbuh sebesar 6,91% (yoy).

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Suku bunga simpanan dalam bentuk giro

meningkat sebesar 2,85% dari sebelumnya yang

sebesar 2,23%. Peningkatan suku bunga ini terindikasi

sebagai penyebab peningkatan DPK dalam bentuk giro.

Sementara itu, suku bunga simpanan dalam bentuk

tabungan menurun ke level 1,72% dari level 1,74%.

Begitu pula dengan suku bunga simpanan dalam

bentuk deposito, mengalami penurunan menjadi

7,82% dari 7,87%. Apabila ditinjau berdasarkan

waktunya, penurunan suku bunga deposito terjadi

pada deposito dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan,

dan tenor lebih dari 36 bulan.

Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan

penggunaan relatif stabil. Pada triwulan laporan,

suku bunga kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi

masing-masing sebesar 13,23%, 13,25%, dan

13 ,02%. Angka in i t idak banyak berubah

dibandingkan triwulan IV 2014 yang masing-masing

sebesar 13,22%, 13,28%, dan 12,99%.

Berdasarkan sektor utama, tingkat suku bunga juga

relatif stabil. Pada triwulan I 2015, suku bunga kredit

PHR tercatat sebesar 13,91%, sedikit lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

13,94%. Begitu pula pada sektor industri pengolahan

tingkat suku bunga kredit berada pada level 11,78%,

naik tipis dibandingkan sebelumnya yang sebesar

11,70%. Sementara itu, suku bunga kredit di sektor

pertanian tercatat sebesar 12,84%, meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 12,68%.

44 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

9

10

11

12

13

14

15

16

17 %

Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

dan 6,26%. Begitu pula dengan kualitas kredit

konsumsi yang turun, tercermin dari rasio NPL yang

naik ke angka 1,16% dari 1,04% di triwulan IV 2014.

Sejalan dengan itu, kualitas kredit investasi pun

mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang

juga meningkat menjadi 3,85% dari 3,50%. Apabila

dilihat secara sektoral, tingginya kredit investasi ini

utamanya disumbangkan oleh tingginya NPL sektor

pertambangan dan penggalian dengan tingkat NPL

11,06%, sektor transportasi, pergudangan, dan

komunikasi dengan tingkat NPL 7,74%, serta

perdagangan besar dan eceran dengan tingkat NPL

5,26%. Mengingat tingginya nominal NPL kredit

investasi dibandingkan dengan kredit modal kerja atau

kredit investasi, perlu diperhatikan tingkat risiko

kegagalan pembayaran debitur untuk jenis kredit

tersebut.

Meskipun mengalami peningkatan NPL, kualitas

kredit sektor utama Jawa Tengah relatif masih

terjaga. Hal ini terlihat dari nilai rasio NPL yang berada

di bawah level indikatif yang dipersyaratkan. NPL pada

sektor PHR tercatat sebesar 3,35%, naik dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar 3,06%. Begitu pula dengan

sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang

naik menjadi 2,64% dan 2,16%, setelah sebelumnya

mencatatkan angka NPL sebesar 2,47% dan 1,93%.

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

Meskipun sedikit menurun, kualitas kredit mampu

terjaga dengan baik. Non Performing Loan (NPL)

kredit yang disalurkan perbankan Jawa Tengah dapat

dipertahankan pada level yang rendah. Tingkat NPL

gross perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2015

sebesar 2,47%, sedikit meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 2,23%. Tingkat NPL

kredit di Jawa Tengah tercatat lebih t inggi

dibandingkan nasional yang sebesar 2,38%.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kualitas kredit

modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari

rasio NPL yang meningkat menjadi 2,89% dari 2,58%

di triwulan sebelumnya. Apabila ditinjau secara

sektoral, NPL kredit modal kerja untuk sektor

pertambangan dan penggalian mencatatkan angka

yang tinggi, dengan masing-masing sebesar 6,59%

Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11.

12

13

14

15 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10.

% %

5

6

7

8

9

1.5

2

2.5

3

3.5

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN

45PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9

53.27%31.82%14.47%

MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI

Page 61: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8.

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

0

20

40

60

80

100

120

Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7.

PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI

Rp Triliun

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan

terjadi pada kredit modal kerja dan kredit

investasi, sedangkan kredit konsumsi cenderung

meningkat. Kredit modal kerja tumbuh melambat

14,42%, setelah tumbuh 15,18% pada triwulan IV

2014. Melihat pangsa kredit modal kerja yang

dominan, yakni 53,72%, perlambatan ini merupakan

penyumbang utama dalam melambatnya kredit

berdasarkan penggunaan. Sementara itu, kredit

investasi dengan pangsa sebesar 14,47% tumbuh

6,90%(yoy) melambat dari triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 13,50% (yoy). Sedangkan pada

periode laporan kredit konsumsi dengan pangsa

31,82% tumbuh 8,53% (yoy) meningkat dari triwulan

lalu yang tumbuh sebesar 6,91% (yoy).

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Suku bunga simpanan dalam bentuk giro

meningkat sebesar 2,85% dari sebelumnya yang

sebesar 2,23%. Peningkatan suku bunga ini terindikasi

sebagai penyebab peningkatan DPK dalam bentuk giro.

Sementara itu, suku bunga simpanan dalam bentuk

tabungan menurun ke level 1,72% dari level 1,74%.

Begitu pula dengan suku bunga simpanan dalam

bentuk deposito, mengalami penurunan menjadi

7,82% dari 7,87%. Apabila ditinjau berdasarkan

waktunya, penurunan suku bunga deposito terjadi

pada deposito dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan,

dan tenor lebih dari 36 bulan.

Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan

penggunaan relatif stabil. Pada triwulan laporan,

suku bunga kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi

masing-masing sebesar 13,23%, 13,25%, dan

13 ,02%. Angka in i t idak banyak berubah

dibandingkan triwulan IV 2014 yang masing-masing

sebesar 13,22%, 13,28%, dan 12,99%.

Berdasarkan sektor utama, tingkat suku bunga juga

relatif stabil. Pada triwulan I 2015, suku bunga kredit

PHR tercatat sebesar 13,91%, sedikit lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

13,94%. Begitu pula pada sektor industri pengolahan

tingkat suku bunga kredit berada pada level 11,78%,

naik tipis dibandingkan sebelumnya yang sebesar

11,70%. Sementara itu, suku bunga kredit di sektor

pertanian tercatat sebesar 12,84%, meningkat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 12,68%.

44 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

9

10

11

12

13

14

15

16

17 %

Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12.

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

dan 6,26%. Begitu pula dengan kualitas kredit

konsumsi yang turun, tercermin dari rasio NPL yang

naik ke angka 1,16% dari 1,04% di triwulan IV 2014.

Sejalan dengan itu, kualitas kredit investasi pun

mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang

juga meningkat menjadi 3,85% dari 3,50%. Apabila

dilihat secara sektoral, tingginya kredit investasi ini

utamanya disumbangkan oleh tingginya NPL sektor

pertambangan dan penggalian dengan tingkat NPL

11,06%, sektor transportasi, pergudangan, dan

komunikasi dengan tingkat NPL 7,74%, serta

perdagangan besar dan eceran dengan tingkat NPL

5,26%. Mengingat tingginya nominal NPL kredit

investasi dibandingkan dengan kredit modal kerja atau

kredit investasi, perlu diperhatikan tingkat risiko

kegagalan pembayaran debitur untuk jenis kredit

tersebut.

Meskipun mengalami peningkatan NPL, kualitas

kredit sektor utama Jawa Tengah relatif masih

terjaga. Hal ini terlihat dari nilai rasio NPL yang berada

di bawah level indikatif yang dipersyaratkan. NPL pada

sektor PHR tercatat sebesar 3,35%, naik dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar 3,06%. Begitu pula dengan

sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang

naik menjadi 2,64% dan 2,16%, setelah sebelumnya

mencatatkan angka NPL sebesar 2,47% dan 1,93%.

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

Meskipun sedikit menurun, kualitas kredit mampu

terjaga dengan baik. Non Performing Loan (NPL)

kredit yang disalurkan perbankan Jawa Tengah dapat

dipertahankan pada level yang rendah. Tingkat NPL

gross perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2015

sebesar 2,47%, sedikit meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 2,23%. Tingkat NPL

kredit di Jawa Tengah tercatat lebih t inggi

dibandingkan nasional yang sebesar 2,38%.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kualitas kredit

modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari

rasio NPL yang meningkat menjadi 2,89% dari 2,58%

di triwulan sebelumnya. Apabila ditinjau secara

sektoral, NPL kredit modal kerja untuk sektor

pertambangan dan penggalian mencatatkan angka

yang tinggi, dengan masing-masing sebesar 6,59%

Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11.

12

13

14

15 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10.

% %

5

6

7

8

9

1.5

2

2.5

3

3.5

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN

45PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9

53.27%31.82%14.47%

MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI

Page 62: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

Perkembangan industri syariah pada triwulan I

2015 di Jawa Tengah menunjukkan perlambatan.

Pertumbuhan aset perbankan syariah secara

keseluruhan mencatatkan pertumbuhan negatif

menjadi 9,21% (yoy), dari sebelumnya 16,69% (yoy)

pada triwulan IV 2014. Angka ini masih lebih baik

dibandingkan dengan pertumbuhan aset nasional yang

tercatat negatif sebesar -12,55% (yoy). Begitu pula

dengan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan

syariah mengalami perlambatan. Pada triwulan

laporan, pembiayaan tumbuh sebesar 12,02% (yoy),

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang sebesar 14,82% (yoy). Angka ini lebih rendah

dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang

sebesar 14,93% (yoy). Sementara itu, angka Financing

to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan I 2015 meningkat

ke level 114,90%, dari 110,66% di triwulan

sebelumnya. FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat

sebesar 94,66%.

Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14.

1,00

2,00

3,00

4,00 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI

NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL

Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13.

%

1

2

3

4

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN NPL NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHR NPLNPL KREDIT TOTAL

Pola pergerakan laju kredit tahunan terlihat

searah dengan pergerakan pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah. Perlambatan ekonomi pada

triwulan laporan, menjadi 5,54% (yoy) dari sebelumnya

6,16% (yoy) ditengarai mendorong masyarakat untuk

menurunkan kredit dari sektor perbankan (Grafik 3.13).

Kondis i in i cukup menggambarkan per i laku

prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan Jawa

Tengah.

Sejalan dengan hal tersebut, terlihat adanya

perilaku kontra siklikal tingkat risiko kredit

dengan pertumbuhan ekonomi. Melambatnya

ekonomi Jawa Tengah ini menyebabkan semakin

meningkatnya risiko kegagalan pembayaran kredit

yang ditunjukkan oleh indikator NPL. Lebih jauh,

kebijakan moneter yang tepat menjadi penting,

mengingat keterhubungan antara stabilitas sistem

keuangan akan berdampak pada kondisi di sektor riil.

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

22.00

24.00

26.00

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

Grafik 3.15. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan EkonomiJawa Tengah

1.50

1.70

1.90

2.10

2.30

2.50

2.70

2.90

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00 % YOY %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit danPertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

PDRB NPL - SKALA KANAN

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

46 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

PDRB NPL - SKALA KANAN

Di sis i lain, pertumbuhan DPK mencatatkan

peningkatan pada triwulan laporan. DPK tumbuh

sebesar 24,39% (yoy) pada triwulan laporan,

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang sebesar 21,78% (yoy). Angka ini lebih tinggi

dibandingkan laju pertumbuhan DPK nasional yang

sebesar 17,69% (yoy).

Meningkatnya pertumbuhan DPK ini diiringi dengan

pertumbuhan jaringan kantor yang meningkat. Pada

triwulan laporan, jaringan kantor perbankan

syariah meningkat menjadi 169 unit dari sebelumnya

154 unit di triwulan IV 2014. Namun demikian, jumlah

jaringan kantor Unit Usaha Syariah (UUS) mengalami

penurunan dari 53 unit di triwulan IV 2014 menjadi 32

unit di triwulan laporan. Sementara itu, jumlah kantor

BPR Syariah masih sama dengan triwulan sebelumnya,

yakni sebanyak 25 unit.

Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di

Jawa Tengah pada triwulan I 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah kepada

UMKM dapat dikatakan cukup besar, mencapai

40,71% dari total kredit yang diberikan, meningkat jika

dibandingkan pangsa triwulan IV 2014 yang sebesar

39,99%. Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh

di atas pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,98%.

Kredit UMKM tercatat tumbuh 15,45% (yoy) di

triwulan laporan, sedikit meningkat dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar

15,13% (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan

dengan pertumbuhan nasional sebesar 14,66% (yoy).

Sementara itu, risiko atas kredit pada sektor UMKM

mengalami kenaikan. NPL kredit UMKM di Jawa Tengah

pada periode laporan tercatat sebesar 3,57%, lebih

tinggi dari sebelumnya yang sebesar 3,25% (Grafik

3.18). NPL kredit UMKM Jawa Tengah ini lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang mencatatkan

angka sebesar 4,43%.

Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit

UMKM mayoritas ditujukan kepada sektor PHR

(66,01%), diikuti sektor industri pengolahan (10,13%),

dan sektor pertanian (6,04%). Kredit pada seluruh

sektor utama masih tumbuh pada level yang cukup

tinggi, meskipun terdapat perlambatan pada sektor

Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah

KETERANGAN

II III IV I II

2012 2013

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

JUMLAH KANTOR

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

7

147

47

23

23

8

152

49

23

23

8

156

49

23

23

8

158

51

23

23

9

160

59

24

24

III

9

165

61

24

24

IV

9

167

62

24

24

I

2014

9

167

62

24

24

II

9

175

60

24

24

III

10

178

58

24

24

IV

10

154

53

25

25

I

7

139

45

23

23

IV

10

169

32

25

25

2015

UNIT USAHA SYARIAH

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH

BANK SYARIAH

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

0

10

20

30

0

10

20

30

40

50

60

70

80 % YOYRP TRILIUN

Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.17.

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN

%RP TRILIUN

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.18.

Sumber : Bank Indonesia

3.0

3.5

4.0

0

1

2

3

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN

47PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Page 63: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

Perkembangan industri syariah pada triwulan I

2015 di Jawa Tengah menunjukkan perlambatan.

Pertumbuhan aset perbankan syariah secara

keseluruhan mencatatkan pertumbuhan negatif

menjadi 9,21% (yoy), dari sebelumnya 16,69% (yoy)

pada triwulan IV 2014. Angka ini masih lebih baik

dibandingkan dengan pertumbuhan aset nasional yang

tercatat negatif sebesar -12,55% (yoy). Begitu pula

dengan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan

syariah mengalami perlambatan. Pada triwulan

laporan, pembiayaan tumbuh sebesar 12,02% (yoy),

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang sebesar 14,82% (yoy). Angka ini lebih rendah

dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang

sebesar 14,93% (yoy). Sementara itu, angka Financing

to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan I 2015 meningkat

ke level 114,90%, dari 110,66% di triwulan

sebelumnya. FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat

sebesar 94,66%.

Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14.

1,00

2,00

3,00

4,00 %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI

NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL

Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13.

%

1

2

3

4

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN NPL NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHR NPLNPL KREDIT TOTAL

Pola pergerakan laju kredit tahunan terlihat

searah dengan pergerakan pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah. Perlambatan ekonomi pada

triwulan laporan, menjadi 5,54% (yoy) dari sebelumnya

6,16% (yoy) ditengarai mendorong masyarakat untuk

menurunkan kredit dari sektor perbankan (Grafik 3.13).

Kondis i in i cukup menggambarkan per i laku

prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan Jawa

Tengah.

Sejalan dengan hal tersebut, terlihat adanya

perilaku kontra siklikal tingkat risiko kredit

dengan pertumbuhan ekonomi. Melambatnya

ekonomi Jawa Tengah ini menyebabkan semakin

meningkatnya risiko kegagalan pembayaran kredit

yang ditunjukkan oleh indikator NPL. Lebih jauh,

kebijakan moneter yang tepat menjadi penting,

mengingat keterhubungan antara stabilitas sistem

keuangan akan berdampak pada kondisi di sektor riil.

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

22.00

24.00

26.00

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00 % YOY

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

Grafik 3.15. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan EkonomiJawa Tengah

1.50

1.70

1.90

2.10

2.30

2.50

2.70

2.90

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00 % YOY %

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Grafik 3.16. Perkembangan Risiko Kredit danPertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

PDRB NPL - SKALA KANAN

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

46 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

PDRB NPL - SKALA KANAN

Di sis i lain, pertumbuhan DPK mencatatkan

peningkatan pada triwulan laporan. DPK tumbuh

sebesar 24,39% (yoy) pada triwulan laporan,

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang sebesar 21,78% (yoy). Angka ini lebih tinggi

dibandingkan laju pertumbuhan DPK nasional yang

sebesar 17,69% (yoy).

Meningkatnya pertumbuhan DPK ini diiringi dengan

pertumbuhan jaringan kantor yang meningkat. Pada

triwulan laporan, jaringan kantor perbankan

syariah meningkat menjadi 169 unit dari sebelumnya

154 unit di triwulan IV 2014. Namun demikian, jumlah

jaringan kantor Unit Usaha Syariah (UUS) mengalami

penurunan dari 53 unit di triwulan IV 2014 menjadi 32

unit di triwulan laporan. Sementara itu, jumlah kantor

BPR Syariah masih sama dengan triwulan sebelumnya,

yakni sebanyak 25 unit.

Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di

Jawa Tengah pada triwulan I 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah kepada

UMKM dapat dikatakan cukup besar, mencapai

40,71% dari total kredit yang diberikan, meningkat jika

dibandingkan pangsa triwulan IV 2014 yang sebesar

39,99%. Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh

di atas pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,98%.

Kredit UMKM tercatat tumbuh 15,45% (yoy) di

triwulan laporan, sedikit meningkat dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar

15,13% (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan

dengan pertumbuhan nasional sebesar 14,66% (yoy).

Sementara itu, risiko atas kredit pada sektor UMKM

mengalami kenaikan. NPL kredit UMKM di Jawa Tengah

pada periode laporan tercatat sebesar 3,57%, lebih

tinggi dari sebelumnya yang sebesar 3,25% (Grafik

3.18). NPL kredit UMKM Jawa Tengah ini lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang mencatatkan

angka sebesar 4,43%.

Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit

UMKM mayoritas ditujukan kepada sektor PHR

(66,01%), diikuti sektor industri pengolahan (10,13%),

dan sektor pertanian (6,04%). Kredit pada seluruh

sektor utama masih tumbuh pada level yang cukup

tinggi, meskipun terdapat perlambatan pada sektor

Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah

KETERANGAN

II III IV I II

2012 2013

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

JUMLAH KANTOR

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

7

147

47

23

23

8

152

49

23

23

8

156

49

23

23

8

158

51

23

23

9

160

59

24

24

III

9

165

61

24

24

IV

9

167

62

24

24

I

2014

9

167

62

24

24

II

9

175

60

24

24

III

10

178

58

24

24

IV

10

154

53

25

25

I

7

139

45

23

23

IV

10

169

32

25

25

2015

UNIT USAHA SYARIAH

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH

BANK SYARIAH

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

0

10

20

30

0

10

20

30

40

50

60

70

80 % YOYRP TRILIUN

Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.17.

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN

%RP TRILIUN

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.18.

Sumber : Bank Indonesia

3.0

3.5

4.0

0

1

2

3

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN

47PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Page 64: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

diberikan kepada UMKM. Sementara itu, 17,45% dari

total kredit UMKM berupa kredit investasi.

Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar

16,38% (yoy), meningkat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar 15,78% (yoy).

Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang

sebesar 15,66% (yoy), laju kredit modal kerja sektor

UMKM mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi.

Di sisi lain, kredit investasi kredit investasi mengalami

perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan laporan,

kredit investasi pada sektor UMKM melambat sebesar

11,25% (yoy) dari sebelumnya 12,25% (yoy). Angka ini

lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat

sebesar 16,53% (yoy).

Hingga triwulan laporan, kredit kepada sektor

UMKM untuk masing-masing jenis penggunaan

memiliki angka NPL yang berada di bawah level

indikatif 5%. Meskipun demikian, NPL baik pada

kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada

triwulan IV 2014 ini mengalami peningkatan. NPL kredit

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.20.

1

2

3

4

5

6

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL KREDIT PHR

Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.19

Sumber : Bank Indonesia

% YOY

-10

20

50

80

110

140

170

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

pertanian. Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor

pertanian tercatat sebesar 22,64% (yoy), melambat

dari 24,66% (yoy) pada triwulan IV 2014. Sementara

itu, kredit pada UMKM sektor PHR tumbuh meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 12,33% (yoy)

menjadi 13,36% (yoy). Begitu pula dengan kredit pada

UMKM sektor industri pengolahan yang meningkat

menjadi 22,26% (yoy) pada triwulan laporan, dari

sebelumnya 16,51% (yoy).

Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama

berada pada level aman. NPL kredit sektor pertanian

adalah 2,63%, sektor industri pengolahan 3,28%, dan

sektor PHR 3,66%. Nilai rasio NPL ini menurun untuk

industri pengolahan dengan NPL sebesar 3,52% pada

triwulan lalu. Di sisi lain, rasio NPL meningkat untuk

sektor pertanian dan PHR dengan masing-masing NPL

sebesar 2,30% dan 3,29% pada triwulan IV 2014.

Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit

kepada sektor UMKM mayoritas berupa kredit modal

kerja dengan porsi sekitar 82,55% dari total kredit yang

Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

Grafik 3.21.

Sumber : Bank Indonesia

% YOYRP TRILIUN

0

10

20

30

40

50

60

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM

PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

Grafik 3.22.

Sumber : Bank Indonesia

RP TRILIUN % YOY

NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM

PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE NPL INVESTASI UMKM - SKALA KANAN

2

3

4

5

-1

1

2

3

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

48 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

modal kerja meningkat menjadi 3,44% dari

sebelumnya sebesar 3,09%. Angka ini lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,52%.

Sementara itu, NPL kredit investasi tercatat sebesar

4,21%, meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu

yang sebesar 3,97%. Angka ini relatif sama dengan

t ingkat NPL nas ional yang sebesar 4,20%.

Aktivitas kliring pada triwulan I 2015 mengalami

penurunan d iband ingkan dengan t r iwu lan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.23). Penurunan aktivitas kliring Jawa Tengah

sejalan dengan menurunnya perputaran kliring

nasional. Rata-rata perputaran kliring harian dari sisi

nominal pada triwulan laporan turun sebesar 5,35%

(qtq) menjadi sebesar Rp551,41 miliar dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp582,59 miliar. Secara tahunan,

aktivitas kliring pada periode laporan tumbuh

melambat sebesar 3,99% (yoy) dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh

sebesar 5,31% (yoy). Sementara dari sisi volume, rata-

rata perputaran Data Keuangan Elektronik (DKE) yang

dikliringkan menunjukkan penurunan sebesar 1,69%

(qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu

dari 14.203 transaksi per hari menjadi 13.963 transaksi

per hari. Perkembangan tahunan volume DKE yang

dikliringkan pada triwulan laporan tercatat mengalami

Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.24.

320

300

280

260

240

12

11

10

9

8

7

6

Ribu LembarRp Miliar LEMBAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah

Grafik 3.23.

Sumber : Bank Indonesia

13

14

15

16

400

450

500

550

600 RIBU DKERP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

3.5. Perkembangan Transaksi Kliring dan BI-Real Time Gross Settlement

pertumbuhan negatif yang lebih rendah, yaitu sebesar

2,19% (yoy), dibandingkan dengan triwulan I 2014

yang mencatatkan kontraksi sebesar 5,06% (yoy).

Sama halnya dengan periode-periode sebelumnya,

perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh

transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan

cek dan bilyet giro. Dari sepuluh Penyelenggara Kliring

Lokal di Jawa Tengah, baik yang diselenggarakan oleh

BI maupun selain BI, transaksi perputaran kliring

terbesar adalah di kota-kota pusat perekonomian Jawa

Tengah yaitu Semarang, Solo, dan Purwokerto.

Penarikan cek dan bilyet giro kosong mengalami

penurunan dari sisi nominal pada periode laporan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik

3.24). Rata-rata cek dan bilyet giro (BG) kosong yang

dikliringkan per hari pada triwulan laporan turun

sebanyak 4,80% (qtq) menjadi Rp9,01 miliar dari

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp9,47 miliar.

Secara tahunan, nominal rata-rata penarikan cek/BG

kosong harian pada periode laporan mengalami

pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu sebesar

9,17% (yoy) dibanding dengan triwulan sebelumnya

yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,17%

(yoy). Akan tetapi dari sisi volume, rata-rata penarikan

cek/BG kosong meningkat 8,34% (qtq) dari 272 lembar

per hari pada triwulan IV 2014 menjadi 294 lembar per

hari pada periode laporan.

49PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Page 65: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

diberikan kepada UMKM. Sementara itu, 17,45% dari

total kredit UMKM berupa kredit investasi.

Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar

16,38% (yoy), meningkat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar 15,78% (yoy).

Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang

sebesar 15,66% (yoy), laju kredit modal kerja sektor

UMKM mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi.

Di sisi lain, kredit investasi kredit investasi mengalami

perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan laporan,

kredit investasi pada sektor UMKM melambat sebesar

11,25% (yoy) dari sebelumnya 12,25% (yoy). Angka ini

lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat

sebesar 16,53% (yoy).

Hingga triwulan laporan, kredit kepada sektor

UMKM untuk masing-masing jenis penggunaan

memiliki angka NPL yang berada di bawah level

indikatif 5%. Meskipun demikian, NPL baik pada

kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada

triwulan IV 2014 ini mengalami peningkatan. NPL kredit

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.20.

1

2

3

4

5

6

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

% YOY

NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL KREDIT PHR

Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.19

Sumber : Bank Indonesia

% YOY

-10

20

50

80

110

140

170

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR

pertanian. Pertumbuhan kredit kepada UMKM sektor

pertanian tercatat sebesar 22,64% (yoy), melambat

dari 24,66% (yoy) pada triwulan IV 2014. Sementara

itu, kredit pada UMKM sektor PHR tumbuh meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 12,33% (yoy)

menjadi 13,36% (yoy). Begitu pula dengan kredit pada

UMKM sektor industri pengolahan yang meningkat

menjadi 22,26% (yoy) pada triwulan laporan, dari

sebelumnya 16,51% (yoy).

Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama

berada pada level aman. NPL kredit sektor pertanian

adalah 2,63%, sektor industri pengolahan 3,28%, dan

sektor PHR 3,66%. Nilai rasio NPL ini menurun untuk

industri pengolahan dengan NPL sebesar 3,52% pada

triwulan lalu. Di sisi lain, rasio NPL meningkat untuk

sektor pertanian dan PHR dengan masing-masing NPL

sebesar 2,30% dan 3,29% pada triwulan IV 2014.

Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya, kredit

kepada sektor UMKM mayoritas berupa kredit modal

kerja dengan porsi sekitar 82,55% dari total kredit yang

Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

Grafik 3.21.

Sumber : Bank Indonesia

% YOYRP TRILIUN

0

10

20

30

40

50

60

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM

PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN

Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

Grafik 3.22.

Sumber : Bank Indonesia

RP TRILIUN % YOY

NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM

PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE NPL INVESTASI UMKM - SKALA KANAN

2

3

4

5

-1

1

2

3

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

48 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

modal kerja meningkat menjadi 3,44% dari

sebelumnya sebesar 3,09%. Angka ini lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,52%.

Sementara itu, NPL kredit investasi tercatat sebesar

4,21%, meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu

yang sebesar 3,97%. Angka ini relatif sama dengan

t ingkat NPL nas ional yang sebesar 4,20%.

Aktivitas kliring pada triwulan I 2015 mengalami

penurunan d iband ingkan dengan t r iwu lan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.23). Penurunan aktivitas kliring Jawa Tengah

sejalan dengan menurunnya perputaran kliring

nasional. Rata-rata perputaran kliring harian dari sisi

nominal pada triwulan laporan turun sebesar 5,35%

(qtq) menjadi sebesar Rp551,41 miliar dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp582,59 miliar. Secara tahunan,

aktivitas kliring pada periode laporan tumbuh

melambat sebesar 3,99% (yoy) dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh

sebesar 5,31% (yoy). Sementara dari sisi volume, rata-

rata perputaran Data Keuangan Elektronik (DKE) yang

dikliringkan menunjukkan penurunan sebesar 1,69%

(qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu

dari 14.203 transaksi per hari menjadi 13.963 transaksi

per hari. Perkembangan tahunan volume DKE yang

dikliringkan pada triwulan laporan tercatat mengalami

Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.24.

320

300

280

260

240

12

11

10

9

8

7

6

Ribu LembarRp Miliar LEMBAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah

Grafik 3.23.

Sumber : Bank Indonesia

13

14

15

16

400

450

500

550

600 RIBU DKERP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

3.5. Perkembangan Transaksi Kliring dan BI-Real Time Gross Settlement

pertumbuhan negatif yang lebih rendah, yaitu sebesar

2,19% (yoy), dibandingkan dengan triwulan I 2014

yang mencatatkan kontraksi sebesar 5,06% (yoy).

Sama halnya dengan periode-periode sebelumnya,

perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh

transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan

cek dan bilyet giro. Dari sepuluh Penyelenggara Kliring

Lokal di Jawa Tengah, baik yang diselenggarakan oleh

BI maupun selain BI, transaksi perputaran kliring

terbesar adalah di kota-kota pusat perekonomian Jawa

Tengah yaitu Semarang, Solo, dan Purwokerto.

Penarikan cek dan bilyet giro kosong mengalami

penurunan dari sisi nominal pada periode laporan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik

3.24). Rata-rata cek dan bilyet giro (BG) kosong yang

dikliringkan per hari pada triwulan laporan turun

sebanyak 4,80% (qtq) menjadi Rp9,01 miliar dari

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp9,47 miliar.

Secara tahunan, nominal rata-rata penarikan cek/BG

kosong harian pada periode laporan mengalami

pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu sebesar

9,17% (yoy) dibanding dengan triwulan sebelumnya

yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,17%

(yoy). Akan tetapi dari sisi volume, rata-rata penarikan

cek/BG kosong meningkat 8,34% (qtq) dari 272 lembar

per hari pada triwulan IV 2014 menjadi 294 lembar per

hari pada periode laporan.

49PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Page 66: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan UsahaTriwulan I 2015

Grafik 3.25.

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

-

50

100

150

200

400

450

500

550

600%

RP MILIAR

NOMINAL RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIANSALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN

INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

BI-RTGS merupakan sistem pembayaran yang

diselenggarakan untuk memproses transaksi

pembayaran bernilai besar (transaksi yang lebih besar

dari Rp100 juta per transaksi) dan bersifat mendesak

antara lain transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB),

transaksi bursa saham, transaksi pemerintah, serta

settlement hasil kliring. Peningkatan nominal transaksi

RTGS pada periode laporan ini sejalan dengan

meningkatnya kinerja konsumsi masyarakat.

Sebaliknya, transaksi RTGS pada periode laporan

mengalami penurunan yang cukup tajam dari sisi

volume transaksi, yaitu sebesar 30,09% (qtq) menjadi

sebanyak 1.623 transaksi per hari dari triwulan

sebelumnya sebanyak 2.321 transaksi per hari.

Penurunan volume transaksi tersebut terjadi secara

merata pada transaksi transfer outgoing, incoming,

maupun transfer antardaerah di Jawa Tengah dengan

persentase penurunan masing-masing jenis transaksi

sebesar 31,37%, 30,05%, dan 23,96% (qtq).

Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI)

No.16/18/DPSP tanggal 28 November 2014 yang

mengatur mengenai pembatasan nilai nominal

transaksi melalui BI-RTGS tampaknya mulai direspons

pengguna sistem pembayaran sehingga terjadi

penurunan volume transaksi RTGS yang cukup

signifikan. Rata-rata volume transaksi RTGS pada

triwulan I selama tiga tahun terakhir berada pada

kisaran 2.388 transaksi per hari, sedangkan pada

Penurunan perputaran kliring pada triwulan I 2015

sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah. Melambatnya konsumsi pemerintah dan

konsumsi lembaga swasta nirlaba menjadi faktor

pendorong menurunnya perputaran kliring pada

periode laporan. Perlambatan ekonomi yang salah

satunya ditunjukkan dengan penurunan indikator rata-

rata Indeks Penjualan Riil dan Saldo Bersih Tertimbang

hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada

triwulan laporan diperkirakan menjadi faktor yang

memengaruhi semakin sedikitnya penyelesaian

transaksi dengan Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI) (Grafik 3.25).

Transaksi RTGS Jawa Tengah pada triwulan I 2015

mengalami peningkatan dari sisi nominal

transaksi (Grafik 3.26), sedangkan dari sisi volume

menunjukkan penurunan yang cukup tajam (Grafik

3.27). Dari sisi nominal transaksi, rata-rata harian

transaksi RTGS meningkat sebesar 5,48% (qtq) dari

triwulan IV 2014 sebesar Rp3.733,90 miliar. Kenaikan

nominal transaksi RTGS didukung oleh meningkatnya

nilai transaksi transfer outgoing RTGS dan transaksi

transfer antardaerah di Jawa Tengah sebesar 3,82%

(qtq) dan 28,75% (qtq) menjadi Rp1.766,36 miliar per

hari dan Rp714,24 miliar per hari dari triwulan

sebelumnya. Sementara nilai transaksi transfer

incoming RTGS menunjukkan penurunan sebesar

1,35% (qtq) menjadi Rp1.457,78 miliar per hari dari

triwulan IV 2014.

50 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGSJawa Tengah

Grafik 3.26.

RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 %, YOYRP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

-

Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGSJawa Tengah

Grafik 3.27.

RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20

1

2

3 %, YOYRIBU TRANSAKSI

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

negatif yang lebih besar, yaitu 6,01% (yoy),

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 5,96%

(yoy). Pada triwulan I 2015, sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia rata-

rata melayani 15.586 transaksi dengan nilai

Rp4.489,80 miliar. Volume transaksi turun 5,68% (qtq),

sementara nominal transaksi mengalami kenaikan

4,02% (qtq) dibandingkan dengan tr iwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 16.525 transaksi

dengan nilai Rp4.316,48 miliar. Penurunan volume

penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang

diselenggarakan Bank Indonesia mengonfirmasi

perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I

2015, yang salah satunya ditunjukkan melalui

penurunan indikator Saldo Bersih Tertimbang hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU).

laporan tercatat lebih rendah, yaitu sebanyak 1.623

transaksi per hari. Meskipun demikian, kebijakan

tersebut tidak memengaruhi transaksi RTGS dari sisi

nominal yang tetap menunjukkan kenaikan. Selain itu,

kebijakan pembatasan nilai transaksi tersebut juga

tidak menyebabkan terjadinya shifting atau pergeseran

metode penyelesaian transaksi melalui SKNBI.

Secara keseluruhan, penggunaan sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia

mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan

dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Secara

tahunan, nominal penyelesaian transaksi melalui BI-

RTGS dan SKNBI tumbuh sebesar 13,22% (yoy),

mengalami perlambatan dibandingkan dengan

triwulan yang sama tahun 2014 dan 2013 yang

tumbuh sebesar 15,43% (yoy) dan 24,15% (yoy).

Perkembangan tahunan volume transaksi sistem

pembayaran nontunai menunjukkan pertumbuhan

Perkembangan Perputaran Transaksi Non Tunai danKegiatan Usaha Triwulan I 2015

Grafik 3.28.

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

RATA-RATA TRANSAKSI SP NON TUNAI JAWA TENGAH - VOLUMESALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN

-

10

20

30

40

50

60

14,000

14,500

15,000

15,500

16,000

16,500

17,000

17,500

18,000

18,500 %TRANSAKSI

51PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Page 67: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan UsahaTriwulan I 2015

Grafik 3.25.

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

-

50

100

150

200

400

450

500

550

600%

RP MILIAR

NOMINAL RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIANSALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN

INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

BI-RTGS merupakan sistem pembayaran yang

diselenggarakan untuk memproses transaksi

pembayaran bernilai besar (transaksi yang lebih besar

dari Rp100 juta per transaksi) dan bersifat mendesak

antara lain transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB),

transaksi bursa saham, transaksi pemerintah, serta

settlement hasil kliring. Peningkatan nominal transaksi

RTGS pada periode laporan ini sejalan dengan

meningkatnya kinerja konsumsi masyarakat.

Sebaliknya, transaksi RTGS pada periode laporan

mengalami penurunan yang cukup tajam dari sisi

volume transaksi, yaitu sebesar 30,09% (qtq) menjadi

sebanyak 1.623 transaksi per hari dari triwulan

sebelumnya sebanyak 2.321 transaksi per hari.

Penurunan volume transaksi tersebut terjadi secara

merata pada transaksi transfer outgoing, incoming,

maupun transfer antardaerah di Jawa Tengah dengan

persentase penurunan masing-masing jenis transaksi

sebesar 31,37%, 30,05%, dan 23,96% (qtq).

Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI)

No.16/18/DPSP tanggal 28 November 2014 yang

mengatur mengenai pembatasan nilai nominal

transaksi melalui BI-RTGS tampaknya mulai direspons

pengguna sistem pembayaran sehingga terjadi

penurunan volume transaksi RTGS yang cukup

signifikan. Rata-rata volume transaksi RTGS pada

triwulan I selama tiga tahun terakhir berada pada

kisaran 2.388 transaksi per hari, sedangkan pada

Penurunan perputaran kliring pada triwulan I 2015

sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah. Melambatnya konsumsi pemerintah dan

konsumsi lembaga swasta nirlaba menjadi faktor

pendorong menurunnya perputaran kliring pada

periode laporan. Perlambatan ekonomi yang salah

satunya ditunjukkan dengan penurunan indikator rata-

rata Indeks Penjualan Riil dan Saldo Bersih Tertimbang

hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada

triwulan laporan diperkirakan menjadi faktor yang

memengaruhi semakin sedikitnya penyelesaian

transaksi dengan Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI) (Grafik 3.25).

Transaksi RTGS Jawa Tengah pada triwulan I 2015

mengalami peningkatan dari sisi nominal

transaksi (Grafik 3.26), sedangkan dari sisi volume

menunjukkan penurunan yang cukup tajam (Grafik

3.27). Dari sisi nominal transaksi, rata-rata harian

transaksi RTGS meningkat sebesar 5,48% (qtq) dari

triwulan IV 2014 sebesar Rp3.733,90 miliar. Kenaikan

nominal transaksi RTGS didukung oleh meningkatnya

nilai transaksi transfer outgoing RTGS dan transaksi

transfer antardaerah di Jawa Tengah sebesar 3,82%

(qtq) dan 28,75% (qtq) menjadi Rp1.766,36 miliar per

hari dan Rp714,24 miliar per hari dari triwulan

sebelumnya. Sementara nilai transaksi transfer

incoming RTGS menunjukkan penurunan sebesar

1,35% (qtq) menjadi Rp1.457,78 miliar per hari dari

triwulan IV 2014.

50 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGSJawa Tengah

Grafik 3.26.

RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 %, YOYRP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

-

Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGSJawa Tengah

Grafik 3.27.

RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN

(40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20

1

2

3 %, YOYRIBU TRANSAKSI

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

negatif yang lebih besar, yaitu 6,01% (yoy),

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 5,96%

(yoy). Pada triwulan I 2015, sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia rata-

rata melayani 15.586 transaksi dengan nilai

Rp4.489,80 miliar. Volume transaksi turun 5,68% (qtq),

sementara nominal transaksi mengalami kenaikan

4,02% (qtq) dibandingkan dengan tr iwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 16.525 transaksi

dengan nilai Rp4.316,48 miliar. Penurunan volume

penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang

diselenggarakan Bank Indonesia mengonfirmasi

perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I

2015, yang salah satunya ditunjukkan melalui

penurunan indikator Saldo Bersih Tertimbang hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU).

laporan tercatat lebih rendah, yaitu sebanyak 1.623

transaksi per hari. Meskipun demikian, kebijakan

tersebut tidak memengaruhi transaksi RTGS dari sisi

nominal yang tetap menunjukkan kenaikan. Selain itu,

kebijakan pembatasan nilai transaksi tersebut juga

tidak menyebabkan terjadinya shifting atau pergeseran

metode penyelesaian transaksi melalui SKNBI.

Secara keseluruhan, penggunaan sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia

mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan

dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Secara

tahunan, nominal penyelesaian transaksi melalui BI-

RTGS dan SKNBI tumbuh sebesar 13,22% (yoy),

mengalami perlambatan dibandingkan dengan

triwulan yang sama tahun 2014 dan 2013 yang

tumbuh sebesar 15,43% (yoy) dan 24,15% (yoy).

Perkembangan tahunan volume transaksi sistem

pembayaran nontunai menunjukkan pertumbuhan

Perkembangan Perputaran Transaksi Non Tunai danKegiatan Usaha Triwulan I 2015

Grafik 3.28.

Sumber : Bank Indonesia

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

RATA-RATA TRANSAKSI SP NON TUNAI JAWA TENGAH - VOLUMESALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN

-

10

20

30

40

50

60

14,000

14,500

15,000

15,500

16,000

16,500

17,000

17,500

18,000

18,500 %TRANSAKSI

51PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

Page 68: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

pemerintah daerah maupun swasta juga belum banyak

terealisasi di awal tahun sehingga posisi outflow uang

tunai mengalami penurunan di awal tahun. Posisi net

inflow uang tunai di Jawa Tengah juga tidak terlepas

dari karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi.

Sebagai basis produksi, aliran uang kartal dari daerah

lain masuk ke sistem perbankan di Jawa Tengah, yang

selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-kantor Bank

Indonesia di Jawa Tengah. Hal tersebut mendorong

posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif tinggi.

Dalam rangka melaksanakan clean money policy,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan

kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya

disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal

tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan

kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan I

2015, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan

menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

(Grafik 3.30). Dilihat berdasarkan proporsinya terhadap

inflow, pada periode laporan persentase penarikan

uang lusuh adalah sebesar 27,94%, lebih rendah

dibandingkan dengan posisi triwulan IV 2014 sebesar

55,48%. Namun demikian, posisi tersebut relatif stabil

jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

sebelumnya yaitu sebesar 24,18%.

Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa

Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,

KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada

triwulan I 2015 masih sama dengan pola pada periode-

periode sebelumnya, yaitu mencatatkan net inflow

(Grafik 3.29). Pada periode laporan, posisi net inflow

meningkat dari Rp9.202,15 miliar pada triwulan I 2014

menjadi Rp9.885,66 miliar, atau naik sebesar 7,43%

(yoy). Inflow pada triwulan laporan adalah sebesar

Rp13.171,16 miliar, lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp12.015,89 miliar (9,61%, qtq).

Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah

menunjukkan perlambatan dari tumbuh 1,33% (yoy)

pada tr iwulan IV 2014 menjadi mengalami

pertumbuhan negatif sebesar 14,86% (yoy) pada

triwulan I 2015. Sedangkan data outflow tercatat turun

signifikan dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar

64,28% (qtq) menjadi Rp3.285,50 miliar pada periode

laporan. Perkembangan tahunan posisi outflow pada

triwulan ini juga tercatat menurun sebesar 47,59%

(yoy) dari triwulan IV 2014 yang mengalami

pertumbuhan negatif sebesar 0,10% (yoy).

Sesuai dengan pola historisnya, posisi net inflow yang

dicatatkan pada triwulan I cenderung tinggi karena

terjadi peningkatan aliran uang masuk kembali dari

perbankan/masyarakat ke Bank Indonesia setelah

tingginya kebutuhan uang tunai di akhir tahun. Selain

itu, kebutuhan uang tunai untuk kegiatan konsumsi

3.6. Perkembangan Perkasan

Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang LusuhGrafik 3.30.

PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN

10

20

30

40

50

60

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000 %RP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah

Sumber : Bank Indonesia

INFLOW OUTFLOW NET

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000 RP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Grafik 3.29.

52 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL

LEMBAR

100,000 50,000 20,000 10.000

Temuan Uang Palsu Berdasarkan LokasiGrafik 3.31.

upaya represif dilaksanakan melalui penanganan

dugaan tindak pidana uang rupiah bersama dengan

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) selaku

instansi yang berwenang. Upaya represif penanganan

tindak pidana uang rupiah semakin diperkuat dengan

penandatanganan payung hukum berupa Pedoman

Kerja antara Bank Indonesia dengan Polri tentang Tata

Cara Pelaksanaan Penanganan Dugaan Pelanggaran

Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Dugaan

Tindak Pidana terhadap Uang Rupiah tanggal 20

November 2014. Kerja sama antara BI dengan Polri

yang diatur dalam Pedoman Kerja tersebut meliputi:

Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan I

2015 adalah sebanyak 5.465 lembar. Uang palsu yang

ditemukan di wilayah Jawa Tengah diperoleh antara lain

berasal dari klarifikasi uang yang diragukan keasliannya

dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui

loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang

dilaporkan ke Bank Indonesia. Apabila ditinjau

berdasarkan lokasi maka temuan uang palsu tertinggi

dijumpai di Semarang dan terendah di Purwokerto

(Grafik 3.31). Mayoritas uang palsu yang ditemukan di

Jawa Tengah merupakan pecahan 50.000 rupiah

(50,03%), diikuti pecahan 100.000 rupiah (45,25%),

dan 10.000 rupiah (2,20%) (Grafik 3.32).

Dalam rangka menanggulangi dugaan tindak pidana

terhadap uang rupiah, salah satunya terkait dengan

pemalsuan uang rupiah, Bank Indonesia melakukan

penanggulangan yang bersifat preventif maupun

rep re s i f be r sama dengan in s tans i t e rka i t .

Penanggulangan yang bersifat preventif dilaksanakan

dengan menggalakkan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian

Uang Rupiah (CIKUR), baik yang dilaksanakan

bersamaan dengan kegiatan kas keliling maupun

sosialisasi CIKUR yang bersifat mandiri. Di sisi lain,

53PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

50,00020,00010.000

100,000

Persentase Temuan Uang Palsu Setiap PecahanGrafik 3.31.

45.25%50.03%

1.94%2.78%

a.

b.

c.

d.

e.

pelaporan dan pembahasan dugaan pelanggaran

kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI

dan dugaan tindak pidana terhadap uang rupiah;

tukar menukar data dan/atau informasi;

permintaan dan penyediaan Ahli dari BI;

penyitaan, pemeriksaan, dan peminjaman barang

bukti; dan

penyerahan, penyimpanan, dan/atau pemusnahan

barang temuan/

Page 69: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

pemerintah daerah maupun swasta juga belum banyak

terealisasi di awal tahun sehingga posisi outflow uang

tunai mengalami penurunan di awal tahun. Posisi net

inflow uang tunai di Jawa Tengah juga tidak terlepas

dari karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi.

Sebagai basis produksi, aliran uang kartal dari daerah

lain masuk ke sistem perbankan di Jawa Tengah, yang

selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-kantor Bank

Indonesia di Jawa Tengah. Hal tersebut mendorong

posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif tinggi.

Dalam rangka melaksanakan clean money policy,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan

kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya

disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal

tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan

kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan I

2015, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan

menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

(Grafik 3.30). Dilihat berdasarkan proporsinya terhadap

inflow, pada periode laporan persentase penarikan

uang lusuh adalah sebesar 27,94%, lebih rendah

dibandingkan dengan posisi triwulan IV 2014 sebesar

55,48%. Namun demikian, posisi tersebut relatif stabil

jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

sebelumnya yaitu sebesar 24,18%.

Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa

Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,

KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada

triwulan I 2015 masih sama dengan pola pada periode-

periode sebelumnya, yaitu mencatatkan net inflow

(Grafik 3.29). Pada periode laporan, posisi net inflow

meningkat dari Rp9.202,15 miliar pada triwulan I 2014

menjadi Rp9.885,66 miliar, atau naik sebesar 7,43%

(yoy). Inflow pada triwulan laporan adalah sebesar

Rp13.171,16 miliar, lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp12.015,89 miliar (9,61%, qtq).

Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah

menunjukkan perlambatan dari tumbuh 1,33% (yoy)

pada tr iwulan IV 2014 menjadi mengalami

pertumbuhan negatif sebesar 14,86% (yoy) pada

triwulan I 2015. Sedangkan data outflow tercatat turun

signifikan dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar

64,28% (qtq) menjadi Rp3.285,50 miliar pada periode

laporan. Perkembangan tahunan posisi outflow pada

triwulan ini juga tercatat menurun sebesar 47,59%

(yoy) dari triwulan IV 2014 yang mengalami

pertumbuhan negatif sebesar 0,10% (yoy).

Sesuai dengan pola historisnya, posisi net inflow yang

dicatatkan pada triwulan I cenderung tinggi karena

terjadi peningkatan aliran uang masuk kembali dari

perbankan/masyarakat ke Bank Indonesia setelah

tingginya kebutuhan uang tunai di akhir tahun. Selain

itu, kebutuhan uang tunai untuk kegiatan konsumsi

3.6. Perkembangan Perkasan

Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang LusuhGrafik 3.30.

PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN

10

20

30

40

50

60

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000 %RP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah

Sumber : Bank Indonesia

INFLOW OUTFLOW NET

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000 RP MILIAR

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

Grafik 3.29.

52 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL

LEMBAR

100,000 50,000 20,000 10.000

Temuan Uang Palsu Berdasarkan LokasiGrafik 3.31.

upaya represif dilaksanakan melalui penanganan

dugaan tindak pidana uang rupiah bersama dengan

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) selaku

instansi yang berwenang. Upaya represif penanganan

tindak pidana uang rupiah semakin diperkuat dengan

penandatanganan payung hukum berupa Pedoman

Kerja antara Bank Indonesia dengan Polri tentang Tata

Cara Pelaksanaan Penanganan Dugaan Pelanggaran

Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Dugaan

Tindak Pidana terhadap Uang Rupiah tanggal 20

November 2014. Kerja sama antara BI dengan Polri

yang diatur dalam Pedoman Kerja tersebut meliputi:

Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan I

2015 adalah sebanyak 5.465 lembar. Uang palsu yang

ditemukan di wilayah Jawa Tengah diperoleh antara lain

berasal dari klarifikasi uang yang diragukan keasliannya

dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui

loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang

dilaporkan ke Bank Indonesia. Apabila ditinjau

berdasarkan lokasi maka temuan uang palsu tertinggi

dijumpai di Semarang dan terendah di Purwokerto

(Grafik 3.31). Mayoritas uang palsu yang ditemukan di

Jawa Tengah merupakan pecahan 50.000 rupiah

(50,03%), diikuti pecahan 100.000 rupiah (45,25%),

dan 10.000 rupiah (2,20%) (Grafik 3.32).

Dalam rangka menanggulangi dugaan tindak pidana

terhadap uang rupiah, salah satunya terkait dengan

pemalsuan uang rupiah, Bank Indonesia melakukan

penanggulangan yang bersifat preventif maupun

rep re s i f be r sama dengan in s tans i t e rka i t .

Penanggulangan yang bersifat preventif dilaksanakan

dengan menggalakkan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian

Uang Rupiah (CIKUR), baik yang dilaksanakan

bersamaan dengan kegiatan kas keliling maupun

sosialisasi CIKUR yang bersifat mandiri. Di sisi lain,

53PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III

50,00020,00010.000

100,000

Persentase Temuan Uang Palsu Setiap PecahanGrafik 3.31.

45.25%50.03%

1.94%2.78%

a.

b.

c.

d.

e.

pelaporan dan pembahasan dugaan pelanggaran

kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI

dan dugaan tindak pidana terhadap uang rupiah;

tukar menukar data dan/atau informasi;

permintaan dan penyediaan Ahli dari BI;

penyitaan, pemeriksaan, dan peminjaman barang

bukti; dan

penyerahan, penyimpanan, dan/atau pemusnahan

barang temuan/

Page 70: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BABIV

Realisasi pendapatan dan belanja daerah masih rendah di triwulan I 2015. Penyerapan pendapatan lebih rendah dibandingkan penyerapan triwulan I 2014, Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi.

Hal tersebut mengonfirmasi pertumbuhan ekonomi pada konsumsi pemerintah

yang melambat dibandingkan dengan triwulan lalu, tapi lebih tinggi

dibandingkan triwulan I 2014.

Page 71: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BABIV

Realisasi pendapatan dan belanja daerah masih rendah di triwulan I 2015. Penyerapan pendapatan lebih rendah dibandingkan penyerapan triwulan I 2014, Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi.

Hal tersebut mengonfirmasi pertumbuhan ekonomi pada konsumsi pemerintah

yang melambat dibandingkan dengan triwulan lalu, tapi lebih tinggi

dibandingkan triwulan I 2014.

Page 72: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Dilihat lebih rinci, sumber utama pendapatan daerah

Jawa Tengah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD

menyumbang 68,41% terhadap keseluruhan pendapatan

yang dianggarkan, sementara dana perimbangan 15,76%,

dan pendapatan dari transfer pemerintah pusat lainnya

sebesar 15,83%. Tingginya komposisi PAD tersebut

menggambarkan tingkat kemandirian fiskal Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah yang terbilang cukup tinggi.

Dengan komposisi ini, rendahnya realisasi PAD mendorong

rendahnya pendapatan daerah secara keseluruhan.

Realisasi PAD triwulan ini (19,01%) lebih rendah

dibandingkan triwulan I 2014 (21,88%). Bahkan secara

siklikal pencapaian realisasi PAD pada triwulan I ini terendah

selama 5 tahun terakhir dengan rata-rata realisasi PAD adalah

sebesar 22,94%. Rendahnya realisasi PAD pada triwulan

laporan disebabkan oleh penyerapan pada pendapatan pajak

daerah yang rendah.

Realisasi belanja dan pendapatan Pemerintah Provinsi

Jawa Tengah masih rendah di triwulan I. Hal ini sesuai

dengan pola musimannya, di mana sebagian besar proyek

pemerintah daerah belum berjalan pada awal tahun. Pada

triwulan laporan, pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah tercatat sebesar 22,20% dari anggaran atau Rp3,80

triliun. Sedangkan realisasi belanja tercatat 13,88% dari

anggaran atau Rp2,41 triliun.

Melihat perkembangan tersebut, penyerapan pendapatan

lebih cepat dibandingkan dengan realisasi belanja di triwulan

ini, sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berada

dalam kondisi surplus di triwulan I 2015, tepatnya surplus

sebesar Rp1,39 triliun.

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015Penyerapan pendapatan daerah Jawa Tengah pada triwulan I

2015 (22,20%) sedikit lebih rendah dibandingkan

penyerapan di triwulan I 2014 yang sebesar 22,57% dari

anggaran 2014. Penyerapan tersebut juga lebih rendah

dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir yang tercatat sebesar

23,79%.

4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2014

57PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV

URAIAN APBD 2015

PENDAPATAN

PAD

DANA PERIMBANGAN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA LANGSUNG

SURPLUS/DEFISIT

% Realisasi

17,097,686

11,696,822

2,694,386

2,706,478

17,337,686

11,665,349

5,672,337

(240,000)

3,795,298

2,223,588

656,495

915,215

2,406,827

1,804,466

602,361

1,388,471

22.20%

19.01%

24.37%

33.82%

13.88%

15.47%

10.62%

Realisasi Tahun 2015-Tw I

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Juta Rupiah)

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Perkembangan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.1.

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

I

2015

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Perkembangan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.2.

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

I

2015

Page 73: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Dilihat lebih rinci, sumber utama pendapatan daerah

Jawa Tengah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD

menyumbang 68,41% terhadap keseluruhan pendapatan

yang dianggarkan, sementara dana perimbangan 15,76%,

dan pendapatan dari transfer pemerintah pusat lainnya

sebesar 15,83%. Tingginya komposisi PAD tersebut

menggambarkan tingkat kemandirian fiskal Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah yang terbilang cukup tinggi.

Dengan komposisi ini, rendahnya realisasi PAD mendorong

rendahnya pendapatan daerah secara keseluruhan.

Realisasi PAD triwulan ini (19,01%) lebih rendah

dibandingkan triwulan I 2014 (21,88%). Bahkan secara

siklikal pencapaian realisasi PAD pada triwulan I ini terendah

selama 5 tahun terakhir dengan rata-rata realisasi PAD adalah

sebesar 22,94%. Rendahnya realisasi PAD pada triwulan

laporan disebabkan oleh penyerapan pada pendapatan pajak

daerah yang rendah.

Realisasi belanja dan pendapatan Pemerintah Provinsi

Jawa Tengah masih rendah di triwulan I. Hal ini sesuai

dengan pola musimannya, di mana sebagian besar proyek

pemerintah daerah belum berjalan pada awal tahun. Pada

triwulan laporan, pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah tercatat sebesar 22,20% dari anggaran atau Rp3,80

triliun. Sedangkan realisasi belanja tercatat 13,88% dari

anggaran atau Rp2,41 triliun.

Melihat perkembangan tersebut, penyerapan pendapatan

lebih cepat dibandingkan dengan realisasi belanja di triwulan

ini, sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berada

dalam kondisi surplus di triwulan I 2015, tepatnya surplus

sebesar Rp1,39 triliun.

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015Penyerapan pendapatan daerah Jawa Tengah pada triwulan I

2015 (22,20%) sedikit lebih rendah dibandingkan

penyerapan di triwulan I 2014 yang sebesar 22,57% dari

anggaran 2014. Penyerapan tersebut juga lebih rendah

dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir yang tercatat sebesar

23,79%.

4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2014

57PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV

URAIAN APBD 2015

PENDAPATAN

PAD

DANA PERIMBANGAN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA LANGSUNG

SURPLUS/DEFISIT

% Realisasi

17,097,686

11,696,822

2,694,386

2,706,478

17,337,686

11,665,349

5,672,337

(240,000)

3,795,298

2,223,588

656,495

915,215

2,406,827

1,804,466

602,361

1,388,471

22.20%

19.01%

24.37%

33.82%

13.88%

15.47%

10.62%

Realisasi Tahun 2015-Tw I

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Juta Rupiah)

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Perkembangan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.1.

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

I

2015

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH

0

2

4

6

8

10

12

14

16 RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

Perkembangan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.2.

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

I

2015

Page 74: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Lonjakan pada triwulan ini dialami pada realisasi pos

lain-lain pendapatan yang sah hingga mencapai

33,82%. Pada triwulan yang sama tahun 2014 realisasi

pos lain-lain pendapatan yang sah hanya mencapai

24,51%. Komponen terbesar penyumbang tingginya

pencapaian realisasi ini berasal dari pos hibah dengan

realisasi 15,95% lebih tinggi dibanding triwulan I 2014

sebesar 0,62%. Sementara itu pos dana penyesuaian

dan otonomi khusus juga mencapai realisasi yang

cukup tinggi yaitu sebesar 34,02%, meningkat

dibanding triwulan I 2014 yang sebesar 24,08%.

Melihat pencapaian ini Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah tampak telah melakukan akselerasi dalam

realisasi perolehan pendapatan.

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2015Komposisi anggaran belanja tidak banyak bergeser dari

pola historis beberapa tahun terakhir. Anggaran

belanja pada APBD 2015 masih didominasi oleh

belanja tidak langsung dengan porsi 67,28%,

sementara anggaran belanja langsung 32,72%. Pada

triwulan I 2015, anggaran belanja yang sudah

terserap sebesar 13,88% dari anggaran, atau

senilai Rp2,41 triliun, meningkat dibandingkan

realisasi triwulan I 2014 yang sebesar 11,44% (Rp1,84

triliun). Peningkatan realisasi ini terjadi baik pada

belanja langsung maupun belanja tidak langsung.

Pajak daerah yang merupakan komponen penyusun

terbesar PAD, menunjukkan realisasi yang rendah pada

triwulan I 2015 yakni sebesar 18,00% dari anggaran.

Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi

pada triwulan I tahun sebelumnya (22,30%), maupun

rata-rata triwulan yang sama 5 tahun terakhir

(24,84%).

Rendahnya pajak daerah didorong oleh serapan Bea

Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah.

Berdasarkan hasil liaison, realisasi BBNKB tidak

mencapai target sejak 2014. Hal ini ditengarai karena

adanya kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) sehingga

masyarakat cenderung membeli mobil murah. Untuk

mengatasi rendahnya serapan BBNKB ini, pemerintah

daerah mengoptimalkan pencairan piutang pajak.

Di sisi lain, pada komponen terbesar penyusun PAD

lainnya, yaitu retribusi daerah dan PAD lain yang sah

mengalami realisasi lebih tinggi dibandingkan triwulan

yang sama pada tahun 2014 sehingga mampu menjaga

tingkat penyerapan PAD secara keseluruhan pada

triwulan ini. Realisasi retribusi daerah pada triwulan I

selama 5 tahun terakhir mencapai rata-rata 19,97%,

sementara retribusi triwulan I 2015 mampu mencapai

realisasi sebesar 23,54%. Demikian pula dengan pos

PAD lain yang sah, mengalami pencapaian realisasi

34,49% lebih tinggi dari rata-rata 5 tahun terakhir yang

sebesar 17,90%.

Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2014 & 2015

URAIAN Tw I 2014

Pendapatan Asli Daerah

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Hsl Pengelolaan Kekayaan Daerah Yg Dipisahkan

Lain-Lain PAD Yg Sah

Dana perimbangan

Dana Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk

Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Dana Khusus

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah

Hibah

Dana Peny. dan Otonomi Khusus

Dana Insentif Daerah

Pendapatan Lainnya

Tw I 2015

21,88%

22,30%

20,10%

0,55%

25,23%

22,97%

0,00%

33,33%

0,00%

24,51%

0,62%

24,80%

0,00%

-

19,01%

18,00%

23,54%

0,37%

34,49%

24,37%

13,62%

30,11%

0,00%

33,82%

15,95%

34,02%

-

-

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

58 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Perkembangan Anggaran Belanja DaerahGrafik 4.4

RP JUTA

0

5

10

15

20

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Di sisi lain, pos belanja hibah dan pos belanja tidak

terduga mengalami realisasi tertinggi pada di triwulan

ini, tercatat hingga mencapai 30,82% dan 30,31%.

Realisasi belanja hibah terutama berupa penyaluran

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sedangkan

belanja tidak terduga berupa penyaluran dana bantuan

untuk pembangunan Pasar Klewer sementara setelah

terjadi kebakaran.

Sementara itu pada pos belanja langsung tercapai

penyerapan anggaran belanja 10,62%, lebih tinggi

dibanding triwulan I 2014 yang sebesar 8,47%. Pada

anggaran belanja ini, anggaran terbesar terserap untuk

belanja barang dan jasa serta belanja modal masing-

masing mencapai sekitar 47% terhadap total belanja

langsung. Seluruh komponen pada pos belanja

langsung mengalami peningkatan realisasi dibanding

triwulan yang sama pada tahun sebelumnya terkecuali

untuk belanja modal yang mengalami realisasi lebih

rendah dibandingkan triwulan I 2014.

Realisasi belanja daerah yang lebih tinggi dibandingkan

triwulan I tahun sebelumnya, mengonfirmasi angka

pertumbuhan ekonomi di sisi pengeluaran konsumsi

pemerintah yang juga lebih tinggi dibandingkan

triwulan I 2014. Pengeluaran konsumsi pemerintah

tumbuh sebesar 3,16% (yoy) di triwulan laporan, lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 2014

yang sebesar 1,05% (yoy).

Pencapaian realisasi belanja tidak langsung di

triwulan ini tercatat lebih baik dibanding triwulan

yang sama tahun sebelumnya. Serapan anggaran di

triwulan I tahun ini sebesar 15,47% dari rencana

belanja tidak langsung, atau lebih besar dibanding

triwulan I 2014 yang sebesar 12,62%. Pada pos

anggaran belanja ini, anggaran banyak terserap untuk

belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dengan porsi

36,82% terhadap total belanja tidak langsung.

BELANJA I - 2014

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BELANJA BANT.KEU. KPD KAB/KOTA

BELANJA TDK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

JUMLAH BELANJA

12,62%

15,78%

22,06%

0,18%

13,47%

0,05%

1,12%

8,47%

14,93%

9,84%

5,06%

11,44%

15,47%

18,83%

30,82%

0,00%

10,15%

0,00%

30,31%

10,62%

19,29%

17,02%

3,16%

13,88%

I - 2015

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 4.3. Realisasi Belanja Triwulan I tahun 2014 & 2015

59PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komposisi Anggaran PendapatanGrafik 4.3

DANA PERTIMBANGAN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

PAD

68%16%16%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6

47%47%

6%

BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar) Grafik 4.5

BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA

BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BELANJA TAK TERDUGA

BELANJA BANTUAN SOSIAL

17%

25%21%

37%0%0%

Page 75: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Lonjakan pada triwulan ini dialami pada realisasi pos

lain-lain pendapatan yang sah hingga mencapai

33,82%. Pada triwulan yang sama tahun 2014 realisasi

pos lain-lain pendapatan yang sah hanya mencapai

24,51%. Komponen terbesar penyumbang tingginya

pencapaian realisasi ini berasal dari pos hibah dengan

realisasi 15,95% lebih tinggi dibanding triwulan I 2014

sebesar 0,62%. Sementara itu pos dana penyesuaian

dan otonomi khusus juga mencapai realisasi yang

cukup tinggi yaitu sebesar 34,02%, meningkat

dibanding triwulan I 2014 yang sebesar 24,08%.

Melihat pencapaian ini Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah tampak telah melakukan akselerasi dalam

realisasi perolehan pendapatan.

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2015Komposisi anggaran belanja tidak banyak bergeser dari

pola historis beberapa tahun terakhir. Anggaran

belanja pada APBD 2015 masih didominasi oleh

belanja tidak langsung dengan porsi 67,28%,

sementara anggaran belanja langsung 32,72%. Pada

triwulan I 2015, anggaran belanja yang sudah

terserap sebesar 13,88% dari anggaran, atau

senilai Rp2,41 triliun, meningkat dibandingkan

realisasi triwulan I 2014 yang sebesar 11,44% (Rp1,84

triliun). Peningkatan realisasi ini terjadi baik pada

belanja langsung maupun belanja tidak langsung.

Pajak daerah yang merupakan komponen penyusun

terbesar PAD, menunjukkan realisasi yang rendah pada

triwulan I 2015 yakni sebesar 18,00% dari anggaran.

Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi

pada triwulan I tahun sebelumnya (22,30%), maupun

rata-rata triwulan yang sama 5 tahun terakhir

(24,84%).

Rendahnya pajak daerah didorong oleh serapan Bea

Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah.

Berdasarkan hasil liaison, realisasi BBNKB tidak

mencapai target sejak 2014. Hal ini ditengarai karena

adanya kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) sehingga

masyarakat cenderung membeli mobil murah. Untuk

mengatasi rendahnya serapan BBNKB ini, pemerintah

daerah mengoptimalkan pencairan piutang pajak.

Di sisi lain, pada komponen terbesar penyusun PAD

lainnya, yaitu retribusi daerah dan PAD lain yang sah

mengalami realisasi lebih tinggi dibandingkan triwulan

yang sama pada tahun 2014 sehingga mampu menjaga

tingkat penyerapan PAD secara keseluruhan pada

triwulan ini. Realisasi retribusi daerah pada triwulan I

selama 5 tahun terakhir mencapai rata-rata 19,97%,

sementara retribusi triwulan I 2015 mampu mencapai

realisasi sebesar 23,54%. Demikian pula dengan pos

PAD lain yang sah, mengalami pencapaian realisasi

34,49% lebih tinggi dari rata-rata 5 tahun terakhir yang

sebesar 17,90%.

Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2014 & 2015

URAIAN Tw I 2014

Pendapatan Asli Daerah

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Hsl Pengelolaan Kekayaan Daerah Yg Dipisahkan

Lain-Lain PAD Yg Sah

Dana perimbangan

Dana Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk

Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Dana Khusus

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah

Hibah

Dana Peny. dan Otonomi Khusus

Dana Insentif Daerah

Pendapatan Lainnya

Tw I 2015

21,88%

22,30%

20,10%

0,55%

25,23%

22,97%

0,00%

33,33%

0,00%

24,51%

0,62%

24,80%

0,00%

-

19,01%

18,00%

23,54%

0,37%

34,49%

24,37%

13,62%

30,11%

0,00%

33,82%

15,95%

34,02%

-

-

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

58 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Perkembangan Anggaran Belanja DaerahGrafik 4.4

RP JUTA

0

5

10

15

20

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Di sisi lain, pos belanja hibah dan pos belanja tidak

terduga mengalami realisasi tertinggi pada di triwulan

ini, tercatat hingga mencapai 30,82% dan 30,31%.

Realisasi belanja hibah terutama berupa penyaluran

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sedangkan

belanja tidak terduga berupa penyaluran dana bantuan

untuk pembangunan Pasar Klewer sementara setelah

terjadi kebakaran.

Sementara itu pada pos belanja langsung tercapai

penyerapan anggaran belanja 10,62%, lebih tinggi

dibanding triwulan I 2014 yang sebesar 8,47%. Pada

anggaran belanja ini, anggaran terbesar terserap untuk

belanja barang dan jasa serta belanja modal masing-

masing mencapai sekitar 47% terhadap total belanja

langsung. Seluruh komponen pada pos belanja

langsung mengalami peningkatan realisasi dibanding

triwulan yang sama pada tahun sebelumnya terkecuali

untuk belanja modal yang mengalami realisasi lebih

rendah dibandingkan triwulan I 2014.

Realisasi belanja daerah yang lebih tinggi dibandingkan

triwulan I tahun sebelumnya, mengonfirmasi angka

pertumbuhan ekonomi di sisi pengeluaran konsumsi

pemerintah yang juga lebih tinggi dibandingkan

triwulan I 2014. Pengeluaran konsumsi pemerintah

tumbuh sebesar 3,16% (yoy) di triwulan laporan, lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 2014

yang sebesar 1,05% (yoy).

Pencapaian realisasi belanja tidak langsung di

triwulan ini tercatat lebih baik dibanding triwulan

yang sama tahun sebelumnya. Serapan anggaran di

triwulan I tahun ini sebesar 15,47% dari rencana

belanja tidak langsung, atau lebih besar dibanding

triwulan I 2014 yang sebesar 12,62%. Pada pos

anggaran belanja ini, anggaran banyak terserap untuk

belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dengan porsi

36,82% terhadap total belanja tidak langsung.

BELANJA I - 2014

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BELANJA BANT.KEU. KPD KAB/KOTA

BELANJA TDK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

JUMLAH BELANJA

12,62%

15,78%

22,06%

0,18%

13,47%

0,05%

1,12%

8,47%

14,93%

9,84%

5,06%

11,44%

15,47%

18,83%

30,82%

0,00%

10,15%

0,00%

30,31%

10,62%

19,29%

17,02%

3,16%

13,88%

I - 2015

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 4.3. Realisasi Belanja Triwulan I tahun 2014 & 2015

59PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komposisi Anggaran PendapatanGrafik 4.3

DANA PERTIMBANGAN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

PAD

68%16%16%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6

47%47%

6%

BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar) Grafik 4.5

BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA

BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BELANJA TAK TERDUGA

BELANJA BANTUAN SOSIAL

17%

25%21%

37%0%0%

Page 76: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

30%. Namun pembayaran akan dilakukan setelah

proyek selesai, sehingga secara nominal, pencapaian

realisasi keuangan tercatat lebih rendah. Pembangunan

infrastruktur ini diharapkan dapat memberikan

multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi di

Jawa Tengah.

Anggaran belanja modal yang meningkat dalam

rangka peningkatan infrastruktur Jawa Tengah ini baru

terserap sebesar 3,16%, lebih rendah dibandingkan

realisasi pada triwulan I 2014 yang sebesar 5,06%.

Belanja tahun ini sebagian besar dianggarkan untuk

proyek Bina Marga. Berdasarkan hasil liaison, capaian

realisasi infrastruktur Bina Marga secara fisik berkisar

60 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN

BABV

Ketenagakerjaan terindikasi membaik

Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan di tengah kinerja ekonomi

Jawa Tengah yang belum optimal.

Angka pengangguran dan kemiskinan turun dibandingkan periode sebelumnya.

Tingkat daya beli petani meningkat pada subsektor tanaman pangan.

Page 77: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

30%. Namun pembayaran akan dilakukan setelah

proyek selesai, sehingga secara nominal, pencapaian

realisasi keuangan tercatat lebih rendah. Pembangunan

infrastruktur ini diharapkan dapat memberikan

multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi di

Jawa Tengah.

Anggaran belanja modal yang meningkat dalam

rangka peningkatan infrastruktur Jawa Tengah ini baru

terserap sebesar 3,16%, lebih rendah dibandingkan

realisasi pada triwulan I 2014 yang sebesar 5,06%.

Belanja tahun ini sebagian besar dianggarkan untuk

proyek Bina Marga. Berdasarkan hasil liaison, capaian

realisasi infrastruktur Bina Marga secara fisik berkisar

60 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN

BABV

Ketenagakerjaan terindikasi membaik

Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan di tengah kinerja ekonomi

Jawa Tengah yang belum optimal.

Angka pengangguran dan kemiskinan turun dibandingkan periode sebelumnya.

Tingkat daya beli petani meningkat pada subsektor tanaman pangan.

Page 78: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Kond i s i ke tenagaker jaan Jawa Tengah

menunjukkan perbaikan di Februari 2015 di

tengah kinerja ekonomi yang belum optimal.

Penyerapan tenaga kerja kian membaik, terlihat dari

meningkatnya jumlah angkatan kerja dan penduduk

angkatan kerja yang bekerja.Sementara jumlah

pengangguran relatif tetap. Pertumbuhan jumlah

penduduk bekerja meningkat pesat sebesar 3,40%

(yoy) menjadi 17,32 juta orang. Peningkatan ini lebih

besar daripada peningkatan yang terjadi pada jumlah

angkatan kerja sebesar 3,21% (yoy) menjadi 18,29 juta

orang. Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa

Tengah menyumbang 14,33% (yoy) penduduk bekerja

dari keseluruhan angka penduduk bekerja secara

nasional.

Jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah terus

menunjukkan tren peningkatan. Februari 2015 jumlah

penduduk us ia ker ja Jawa Tengah kembal i

memperlihatkan tren peningkatan yaitu meningkat

sebesar 1,44% menjadi 25,34 juta orang. Kondisi ini

mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di Jawa

Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia produktif

yang besar. Hal ini terkonfirmasi oleh dependancy ratio

Jawa Tengah yang relatif kecil dibandingkan dengan

nasional (48,1% dibandingkan dengan 48,6%).

Pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami

peningkatan, tercermin dari Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat. TPAK yang

mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia

kerja yang aktif secara ekonomi mengalami

pen ingkatan ba ik secara tahunan maupun

dibandingkan dengan Agustus 2014.TPAK pada

Februari 2015 sebesar 72,19%, naik dibandingkan

tahun sebelumnya sebesar 70,93% dan Agustus 2014

sebesar 69,68%. Nilai ini juga lebih besar daripada

TPAK nasional sebesar 69,5%.

75.1. Ketenagakerjaan

Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya

63PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Grafik 5.1. TPAK Kota di Jawa Tengah

60

62

64

66

68

70

72

74

KOTAMAGELANG

KOTASURAKARTA

KOTASALATIGA

KOTASEMARANG

KOTAPEKALONGAN

KOTA TEGAL

Sumber : BPS Jawa Tengah

2013 2014

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

INDIKATOR2015*

Angkatan Kerja

Bekerja

Pengangguran

Bukan Angkatan Kerja

Penduduk Usia Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%

Pekerja Tidak Penuh

Setengah Penganggur

Paruh Waktu

Februari Agustus Februari

17,72

16,75

0,97

7,26

24,98

70,93

5,45

4,85

1,28

3,57

17,55

16,55

1,00

7,64

25,19

69,68

5,68

4,9

1,19

3,71

18,29

17,32

0,97

7,05

25,34

72,19

5,31

4,91

1,18

3,73

2014*

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

7.

Page 79: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Kond i s i ke tenagaker jaan Jawa Tengah

menunjukkan perbaikan di Februari 2015 di

tengah kinerja ekonomi yang belum optimal.

Penyerapan tenaga kerja kian membaik, terlihat dari

meningkatnya jumlah angkatan kerja dan penduduk

angkatan kerja yang bekerja.Sementara jumlah

pengangguran relatif tetap. Pertumbuhan jumlah

penduduk bekerja meningkat pesat sebesar 3,40%

(yoy) menjadi 17,32 juta orang. Peningkatan ini lebih

besar daripada peningkatan yang terjadi pada jumlah

angkatan kerja sebesar 3,21% (yoy) menjadi 18,29 juta

orang. Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa

Tengah menyumbang 14,33% (yoy) penduduk bekerja

dari keseluruhan angka penduduk bekerja secara

nasional.

Jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah terus

menunjukkan tren peningkatan. Februari 2015 jumlah

penduduk us ia ker ja Jawa Tengah kembal i

memperlihatkan tren peningkatan yaitu meningkat

sebesar 1,44% menjadi 25,34 juta orang. Kondisi ini

mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di Jawa

Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia produktif

yang besar. Hal ini terkonfirmasi oleh dependancy ratio

Jawa Tengah yang relatif kecil dibandingkan dengan

nasional (48,1% dibandingkan dengan 48,6%).

Pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami

peningkatan, tercermin dari Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat. TPAK yang

mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia

kerja yang aktif secara ekonomi mengalami

pen ingkatan ba ik secara tahunan maupun

dibandingkan dengan Agustus 2014.TPAK pada

Februari 2015 sebesar 72,19%, naik dibandingkan

tahun sebelumnya sebesar 70,93% dan Agustus 2014

sebesar 69,68%. Nilai ini juga lebih besar daripada

TPAK nasional sebesar 69,5%.

75.1. Ketenagakerjaan

Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya

63PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Grafik 5.1. TPAK Kota di Jawa Tengah

60

62

64

66

68

70

72

74

KOTAMAGELANG

KOTASURAKARTA

KOTASALATIGA

KOTASEMARANG

KOTAPEKALONGAN

KOTA TEGAL

Sumber : BPS Jawa Tengah

2013 2014

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

INDIKATOR2015*

Angkatan Kerja

Bekerja

Pengangguran

Bukan Angkatan Kerja

Penduduk Usia Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%

Pekerja Tidak Penuh

Setengah Penganggur

Paruh Waktu

Februari Agustus Februari

17,72

16,75

0,97

7,26

24,98

70,93

5,45

4,85

1,28

3,57

17,55

16,55

1,00

7,64

25,19

69,68

5,68

4,9

1,19

3,71

18,29

17,32

0,97

7,05

25,34

72,19

5,31

4,91

1,18

3,73

2014*

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

7.

Page 80: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

menurun menjadi 127,3 dari sebelumnya 128,7.

Namun konsumen masih optimis terhadap kondisi

penghasilan dan kegiatan usaha ke depan (Grafik 5.3).

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami

perubahan, sektor pertanian masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

Jawa Tengah. Pada Februari 2015, sektor pertanian

masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan

tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 5,39 juta orang

atau 31,12% dari total penduduk yang bekerja di Jawa

Tengah. Sektor perdagangan menempati posisi kedua

dengan menyerap 4,01 juta orang atau 23,15%

penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sektor ini

mengalami laju peningkatan penyerapan tenaga kerja

yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Hal ini

sejalan dengan besarnya porsi sektor perdagangan

dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang

tumbuh positif sebesar 2,92% (yoy) di triwulan I 2015.

Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang

optimis oleh konsumen. Berdasarkan survei

konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih

menunjukkan optimisme terhadap kondisi lapangan

kerja saat ini (Grafik 5.2). Hal ini sejalan dengan

banyaknya investor yang masuk ke Jawa Tengah dan

berkembangnya pabrik-pabrik baru. Konsumen juga

masih optimis terhadap kondisi penghasilan saat ini

meski tidak seoptimis periode sebelumnya. Sikap ini

didorong oleh kenaikan harga barang pokok yang

kerap terjadi di triwulan I 2015 dan tidak dibarengi oleh

naiknya upah.

Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih

dipandang optimis meski tidak seoptimis periode

sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen di Jawa

Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi

lapangan kerja yang akan datang tidak seoptimis

periode sebelumnya. Hal ini terlihat dari indeks

ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang sedikit

64 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

70

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

PESIMIS

OPTIMIS

Grafik 5.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini

PENGHASILAN LAPANGAN KERJA

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

PESIMIS

OPTIMIS

INDEKS

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA

PERTANIAN

INDUSTRI

PERDAGANGAN

JASA

LAINNYA**

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2015*

Februari Agustus Februari

5,19

3,31

3,72

2,15

2,38

16,75

5,17

3,17

3,72

2,19

2,30

16,55

5,39

3,33

4,01

2,28

2,31

17,32

2014*

*Data diolahdariSakernas 2013-2015** LapanganpekerjaanutamalainnyaterdiridarisektorPertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, LembagaKeuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan

Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa

Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau

71,65% masih didominasi oleh penduduk yang

dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time

worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok

35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja waktu

penuh bertambah 0,76 juta orang dibandingkan

dengan Agustus 2014 atau naik sebesar 6,52% (Tabel

5.4).

Kual i tas penduduk yang beker ja belum

mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja

sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang

berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi

54,21%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi

hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,68%.

Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan

menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, komposisi ini tidak mengalami perubahan

yang signifikan.

Secara historis, jumlah penduduk bekerja masih 8terkonsentrasi di sektor informal. Jumlah pekerja

informal dalam perekonomian Jawa Tengah pada

Februari 2015 mencapai 61,15%. Namun angka ini

terus mengecil dari tahun ke tahun. Pada Februari 2014

porsi tenaga kerja di sektor informal tercatat sebesar

62,05% dan di Agustus 2014 sebesar 64,41%.

Peningkatan jumlah pekerja di sektor formal

utamanya didorong oleh kelompok orang yang

berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh

tidak tetap. Jumlah pekerja formal naik sebesar

4,72% (yoy) atau 0,3 juta orang dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah

6,36 juta orang. Peningkatan terutama didorong oleh

kelompok orang yang berusaha sendiri yang tumbuh

7,44% (yoy) dan kelompok orang yang berusaha

dibantu buruh tidak tetap yang tumbuh sebesar 2,73%

(yoy).

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun Yang bekerja Menurut Status Pekerjaan (Juta Orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2015

Februari Agustus Februari

2.82

2.93

0.62

5.74

2.29

2.36

16.76

2.86

3.19

0.64

5.25

2.18

2.43

16.55

3.03

3.01

0.57

6.09

2.25

2.37

17.32

2014

*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu.

8.

65PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDIDIKAN

SD ke Bawah

SMP

SMA

DI/II/III dan Universitas

Total

*Data diolah dari Sakernas Februari dan Agustus 2013-2015

2015

Februari Agustus Februari

9,13

3,16

3,37

1,09

16,75

8,98

3,12

3,30

1,15

16,55

9,39

3,15

3,45

1,33

17,32

2014

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

PENDUDUK YANG BEKERJA

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PEKERJA PARUH WAKTU

PEKERJA PENUH

TOTAL

2015

Februari Agustus

4,85

1,28

3,57

11,90

16,75

4,90

1,19

3,71

11,65

16,55

4,91

1,18

3,73

12,41

17,32

2014

Februari

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

Page 81: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

menurun menjadi 127,3 dari sebelumnya 128,7.

Namun konsumen masih optimis terhadap kondisi

penghasilan dan kegiatan usaha ke depan (Grafik 5.3).

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami

perubahan, sektor pertanian masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

Jawa Tengah. Pada Februari 2015, sektor pertanian

masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan

tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 5,39 juta orang

atau 31,12% dari total penduduk yang bekerja di Jawa

Tengah. Sektor perdagangan menempati posisi kedua

dengan menyerap 4,01 juta orang atau 23,15%

penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sektor ini

mengalami laju peningkatan penyerapan tenaga kerja

yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Hal ini

sejalan dengan besarnya porsi sektor perdagangan

dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang

tumbuh positif sebesar 2,92% (yoy) di triwulan I 2015.

Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang

optimis oleh konsumen. Berdasarkan survei

konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih

menunjukkan optimisme terhadap kondisi lapangan

kerja saat ini (Grafik 5.2). Hal ini sejalan dengan

banyaknya investor yang masuk ke Jawa Tengah dan

berkembangnya pabrik-pabrik baru. Konsumen juga

masih optimis terhadap kondisi penghasilan saat ini

meski tidak seoptimis periode sebelumnya. Sikap ini

didorong oleh kenaikan harga barang pokok yang

kerap terjadi di triwulan I 2015 dan tidak dibarengi oleh

naiknya upah.

Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih

dipandang optimis meski tidak seoptimis periode

sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen di Jawa

Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi

lapangan kerja yang akan datang tidak seoptimis

periode sebelumnya. Hal ini terlihat dari indeks

ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang sedikit

64 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA

Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

70

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

PESIMIS

OPTIMIS

Grafik 5.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini

PENGHASILAN LAPANGAN KERJA

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

PESIMIS

OPTIMIS

INDEKS

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA

PERTANIAN

INDUSTRI

PERDAGANGAN

JASA

LAINNYA**

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2015*

Februari Agustus Februari

5,19

3,31

3,72

2,15

2,38

16,75

5,17

3,17

3,72

2,19

2,30

16,55

5,39

3,33

4,01

2,28

2,31

17,32

2014*

*Data diolahdariSakernas 2013-2015** LapanganpekerjaanutamalainnyaterdiridarisektorPertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, LembagaKeuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan

Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa

Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau

71,65% masih didominasi oleh penduduk yang

dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time

worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok

35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja waktu

penuh bertambah 0,76 juta orang dibandingkan

dengan Agustus 2014 atau naik sebesar 6,52% (Tabel

5.4).

Kual i tas penduduk yang beker ja belum

mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja

sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang

berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi

54,21%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi

hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,68%.

Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan

menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, komposisi ini tidak mengalami perubahan

yang signifikan.

Secara historis, jumlah penduduk bekerja masih 8terkonsentrasi di sektor informal. Jumlah pekerja

informal dalam perekonomian Jawa Tengah pada

Februari 2015 mencapai 61,15%. Namun angka ini

terus mengecil dari tahun ke tahun. Pada Februari 2014

porsi tenaga kerja di sektor informal tercatat sebesar

62,05% dan di Agustus 2014 sebesar 64,41%.

Peningkatan jumlah pekerja di sektor formal

utamanya didorong oleh kelompok orang yang

berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh

tidak tetap. Jumlah pekerja formal naik sebesar

4,72% (yoy) atau 0,3 juta orang dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah

6,36 juta orang. Peningkatan terutama didorong oleh

kelompok orang yang berusaha sendiri yang tumbuh

7,44% (yoy) dan kelompok orang yang berusaha

dibantu buruh tidak tetap yang tumbuh sebesar 2,73%

(yoy).

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun Yang bekerja Menurut Status Pekerjaan (Juta Orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2015

Februari Agustus Februari

2.82

2.93

0.62

5.74

2.29

2.36

16.76

2.86

3.19

0.64

5.25

2.18

2.43

16.55

3.03

3.01

0.57

6.09

2.25

2.37

17.32

2014

*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu.

8.

65PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDIDIKAN

SD ke Bawah

SMP

SMA

DI/II/III dan Universitas

Total

*Data diolah dari Sakernas Februari dan Agustus 2013-2015

2015

Februari Agustus Februari

9,13

3,16

3,37

1,09

16,75

8,98

3,12

3,30

1,15

16,55

9,39

3,15

3,45

1,33

17,32

2014

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

PENDUDUK YANG BEKERJA

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PEKERJA PARUH WAKTU

PEKERJA PENUH

TOTAL

2015

Februari Agustus

4,85

1,28

3,57

11,90

16,75

4,90

1,19

3,71

11,65

16,55

4,91

1,18

3,73

12,41

17,32

2014

Februari

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

Page 82: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 5.4. TPT Kota di Jawa Tengah

MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL

2013 2014

0123456789

10

Sumber : BPS Jawa Tengah

mengindikasikan menurunnya kesejahteraan petani

dengan menurunnya daya beli petani di pedesaan.

Indeks yang dibayar petani naik lebih tinggi

dibandingkan dengan indeks yang diterima petani

(Grafik 5.5).

Penurunan NTP terjadi di semua subsektor kecuali

subsektor tanaman pangan. NTP subsektor tanaman

pangan naik cukup tinggi sebesar 2,47% (qtq) menjadi

100,18. Sementara itu subsektor peternakan, tanaman

perkebunan rakyat, dan perikanan turun (Grafik 5.6).

Penurunan NTP terbesar terjadi pada subsektor

hortikultura dan tanaman perkebunan rakyat dengan

penurunan masing-masing 2,05% dan 1,97%.

Indeks yang diterima petani di semua subsektor

naik kecuali subsektor hortikultura dan tanaman

perkebunan rakyat. Kenaikan terbesar indeks yang

diterima petani terjadi di subsektor tanaman pangan

yaitu naik 4,16% dibandingkan triwulan sebelumnya.

Tingginya peningkatan indeks yang diterima petani di

subsektor tanaman pangan sejalan dengan harga beras

yang sempat memuncak di triwulan I 2015. Adapun

penurunan indeks yang diterima petani di subsektor

hortikultura sejalan dengan penurunan harga tanaman

hortikultura seperti cabai dan bawang merah akibat

tingginya pasokan di pasar.

Angka pengangguran pada periode laporan

relatif tetap. Jumlah pengangguran pada Februari

2104 maupun 2015 tercatat sama yaitu sebesar 0,97

juta orang. Namun dibandingkan Agustus 2014,

jumlah pengangguran turun 3,00% yaitu dari 1 juta

orang pada Agustus 2014 menjadi 0,97 juta pada

Februari 2015. Jawa Tengah menyumbang 13,02%

dari keseluruhan angka pengangguran secara nasional.

Sementara dilihat dari indikator Tingkat pengangguran

terbuka (TPT), TPT Jawa Tengah mengalami penurunan,

yaitu dari 5,45% pada Februari 2014 menjadi 5,31% di

Februari 2015 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari

TPT nasional yaitu sebesar 5,81%.

Nilai Tukar Petani (NTP) di periode laporan

m e n g a l a m i p e n u r u n a n . H a l i n i d a p a t

5.2. Pengangguran

Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.

9.

66 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

95.3. Nilai Tukar Petani

Indeks yang dibayar petani meningkat untuk

semua subsektor. Secara historis, indeks yang dibayar

petani akan selalu mengalami peningkatan dan tidak

pernah menunjukkan tren penurunan.Kenaikan

terbesar terjadi di subsektor tanaman pangan, tanaman

perkebunan rakyat dan hortikultura.Peningkatan

indeks yang dibayar petani untuk subsektor tanaman

perkebunan rakyat dan hortikultura tidak dibarengi

dengan peningkatan indeks yang diterimanya,

sehingga NTP di kedua subsektor ini mengalami

penurunan.

Kemampuan produksi petani pada periode

laporan tercatat menurun. Kemampuan produksi

petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah 10Tangga Pertanian (NTUP) mengalami penurunan yaitu

dari 105,31 menjadi 104,99. Penurunan terjadi di

subsektor hortikultura, tanaman perkebunan rakyat,

dan peternakan. Kedua subsektor lainnya yaitu

subsektor tanaman pangan dan perikanan mengalami

peningkatan kemampuan produksi.

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.

10.

67PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Grafik 5.7. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

Grafik 5.8. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

INDEKS

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

HORTIKULTURAPERIKANAN

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

Angka kemiskinan Jawa Tengah turun. Data

terakhir BPS menunjukkan adanya penurunan jumlah

penduduk miskin di bulan September 2014. Tingkat

kemiskinan di bulan tersebut sebesar 4.562 ribu jiwa

atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa Tengah,

menurun dibanding bulan Maret 2014 yang berjumlah

4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari jumlah penduduk

Jawa Tengah. Penurunan ini sebesar 5,69% dari jumlah

bulan Maret 2014, atau turun 3,04% dari bulan yang

sama tahun 2013.

Secara nasional angka kemiskinan mengalami

penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat

nasional turun sebesar 0,55 juta jiwa dibandingkan

Maret 2014 menjadi 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari

total penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang

0,049% dari total penduduk miskin di nasional, turun

dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014

sebesar 0,051%.

5.4. Tingkat Kemiskinan

Sumber : BPS, diolah

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014 (ribuan orang)Grafik 5.9.

5

7

9

11

13

15

17

19

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2011 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14

RIBU ORANG %

KOTAKOTA+DESA DESA

DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN

Grafik 5.6. NTP Subsektor di Jawa Tengah

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

Grafik 5.5. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Sumber : BPS Jawa Tengah

95

100

105

110

115

120

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB) NILAI TUKAR PETANI

Page 83: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Grafik 5.4. TPT Kota di Jawa Tengah

MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL

2013 2014

0123456789

10

Sumber : BPS Jawa Tengah

mengindikasikan menurunnya kesejahteraan petani

dengan menurunnya daya beli petani di pedesaan.

Indeks yang dibayar petani naik lebih tinggi

dibandingkan dengan indeks yang diterima petani

(Grafik 5.5).

Penurunan NTP terjadi di semua subsektor kecuali

subsektor tanaman pangan. NTP subsektor tanaman

pangan naik cukup tinggi sebesar 2,47% (qtq) menjadi

100,18. Sementara itu subsektor peternakan, tanaman

perkebunan rakyat, dan perikanan turun (Grafik 5.6).

Penurunan NTP terbesar terjadi pada subsektor

hortikultura dan tanaman perkebunan rakyat dengan

penurunan masing-masing 2,05% dan 1,97%.

Indeks yang diterima petani di semua subsektor

naik kecuali subsektor hortikultura dan tanaman

perkebunan rakyat. Kenaikan terbesar indeks yang

diterima petani terjadi di subsektor tanaman pangan

yaitu naik 4,16% dibandingkan triwulan sebelumnya.

Tingginya peningkatan indeks yang diterima petani di

subsektor tanaman pangan sejalan dengan harga beras

yang sempat memuncak di triwulan I 2015. Adapun

penurunan indeks yang diterima petani di subsektor

hortikultura sejalan dengan penurunan harga tanaman

hortikultura seperti cabai dan bawang merah akibat

tingginya pasokan di pasar.

Angka pengangguran pada periode laporan

relatif tetap. Jumlah pengangguran pada Februari

2104 maupun 2015 tercatat sama yaitu sebesar 0,97

juta orang. Namun dibandingkan Agustus 2014,

jumlah pengangguran turun 3,00% yaitu dari 1 juta

orang pada Agustus 2014 menjadi 0,97 juta pada

Februari 2015. Jawa Tengah menyumbang 13,02%

dari keseluruhan angka pengangguran secara nasional.

Sementara dilihat dari indikator Tingkat pengangguran

terbuka (TPT), TPT Jawa Tengah mengalami penurunan,

yaitu dari 5,45% pada Februari 2014 menjadi 5,31% di

Februari 2015 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari

TPT nasional yaitu sebesar 5,81%.

Nilai Tukar Petani (NTP) di periode laporan

m e n g a l a m i p e n u r u n a n . H a l i n i d a p a t

5.2. Pengangguran

Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.

9.

66 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

95.3. Nilai Tukar Petani

Indeks yang dibayar petani meningkat untuk

semua subsektor. Secara historis, indeks yang dibayar

petani akan selalu mengalami peningkatan dan tidak

pernah menunjukkan tren penurunan.Kenaikan

terbesar terjadi di subsektor tanaman pangan, tanaman

perkebunan rakyat dan hortikultura.Peningkatan

indeks yang dibayar petani untuk subsektor tanaman

perkebunan rakyat dan hortikultura tidak dibarengi

dengan peningkatan indeks yang diterimanya,

sehingga NTP di kedua subsektor ini mengalami

penurunan.

Kemampuan produksi petani pada periode

laporan tercatat menurun. Kemampuan produksi

petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah 10Tangga Pertanian (NTUP) mengalami penurunan yaitu

dari 105,31 menjadi 104,99. Penurunan terjadi di

subsektor hortikultura, tanaman perkebunan rakyat,

dan peternakan. Kedua subsektor lainnya yaitu

subsektor tanaman pangan dan perikanan mengalami

peningkatan kemampuan produksi.

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.

10.

67PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Grafik 5.7. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

Grafik 5.8. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

INDEKS

I II III IV I II III IV I2013 2014 2015

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

HORTIKULTURAPERIKANAN

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

Angka kemiskinan Jawa Tengah turun. Data

terakhir BPS menunjukkan adanya penurunan jumlah

penduduk miskin di bulan September 2014. Tingkat

kemiskinan di bulan tersebut sebesar 4.562 ribu jiwa

atau 13,58% dari jumlah penduduk Jawa Tengah,

menurun dibanding bulan Maret 2014 yang berjumlah

4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari jumlah penduduk

Jawa Tengah. Penurunan ini sebesar 5,69% dari jumlah

bulan Maret 2014, atau turun 3,04% dari bulan yang

sama tahun 2013.

Secara nasional angka kemiskinan mengalami

penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat

nasional turun sebesar 0,55 juta jiwa dibandingkan

Maret 2014 menjadi 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari

total penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang

0,049% dari total penduduk miskin di nasional, turun

dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014

sebesar 0,051%.

5.4. Tingkat Kemiskinan

Sumber : BPS, diolah

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014 (ribuan orang)Grafik 5.9.

5

7

9

11

13

15

17

19

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2011 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14

RIBU ORANG %

KOTAKOTA+DESA DESA

DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN

Grafik 5.6. NTP Subsektor di Jawa Tengah

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

Sumber : BPS Jawa Tengah

90

95

100

105

110

115

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

Grafik 5.5. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Sumber : BPS Jawa Tengah

95

100

105

110

115

120

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB) NILAI TUKAR PETANI

Page 84: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari

Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp268.397 per

kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah

pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari

Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per

kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis

kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu

pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di

pedesaan.

Indeks Pembangunan Manusia juga dapat digunakan

sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator

ini merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka

harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,

rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah

mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.

Secara historis, nilainya selalu lebih tinggi dibandingkan

IPM nasional. Data terakhir, IPM Jawa Tengah sebesar

74,05 pada tahun 2013, meningkat dibanding tahun

sebelumnya yang sebesar 73,36. Cukup tingginya IPM

Jawa Tengah didorong oleh faktor harapan hidup

penduduk dan pendapatan per kapita yang relatif baik.

Faktor pendidikan, seperti angka melek huruf dan lama

sekolah di sisi lain masih relatif rendah dibandingkan

dengan nasional. Berdasarkan data terakhir, angka

melek huruf di Jawa Tengah hanya 91,71% sementara

nasional mencapai 94,14%. Secara rata-rata lama

sekolah penduduk Jawa Tengah hanya 7,43 tahun atau

setara SMP, lebih rendah dari nasional yaitu 8,14 tahun.

68 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - September 2014 (Rupiah)

Sumber : BPS, diolah

GARIS KEMISKINAN

Kota

Desa

Kota & Desa

2011 Sept 2012Mar 2012

222.430

198.814

209.611

234.799

211.823

222.327

245.817

223.622

233.769

1.

2.

3.

Sept 2013Mar 2013

254.801

235.202

244.161

268.397

256.368

261.881

Mar 2014

279.036

267.991

273.056

Sep 2014

286.014

277.802

281.750

69PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Grafik 5.11. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Harapan Hidup(tahun)

Melek Huruf(%)

Lama Sekolah(tahun)

Pengeluaran

Perkapita

('0000 rupiah)

Sumber : BPS Nasional

JAWA TENGAH NASIONAL

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75 INDEKS

JAWA TENGAH NASIONAL

Sumber : BPS Nasional

Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret

2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan

September 2014 terutama terjadi di daerah

perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin

di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%

dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,

secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.

Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,

angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar

3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada

September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan

di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki

porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa

Tengah. Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.

Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan

desa meningkat 3,18%dar i Rp273.056 per

kapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan. BPS

mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai

pengeluaran kebutuhan minimum yang harus

dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-rata

pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis

kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi

angka kemisk inan karena secara langsung

meningkatkan ambang nilai kemiskinan.

Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara

perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di

perkotaan dalam periode yang sama tercatat

Page 85: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari

Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp268.397 per

kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah

pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari

Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per

kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis

kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu

pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di

pedesaan.

Indeks Pembangunan Manusia juga dapat digunakan

sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator

ini merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka

harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,

rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah

mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.

Secara historis, nilainya selalu lebih tinggi dibandingkan

IPM nasional. Data terakhir, IPM Jawa Tengah sebesar

74,05 pada tahun 2013, meningkat dibanding tahun

sebelumnya yang sebesar 73,36. Cukup tingginya IPM

Jawa Tengah didorong oleh faktor harapan hidup

penduduk dan pendapatan per kapita yang relatif baik.

Faktor pendidikan, seperti angka melek huruf dan lama

sekolah di sisi lain masih relatif rendah dibandingkan

dengan nasional. Berdasarkan data terakhir, angka

melek huruf di Jawa Tengah hanya 91,71% sementara

nasional mencapai 94,14%. Secara rata-rata lama

sekolah penduduk Jawa Tengah hanya 7,43 tahun atau

setara SMP, lebih rendah dari nasional yaitu 8,14 tahun.

68 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

Tabel 5.6. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - September 2014 (Rupiah)

Sumber : BPS, diolah

GARIS KEMISKINAN

Kota

Desa

Kota & Desa

2011 Sept 2012Mar 2012

222.430

198.814

209.611

234.799

211.823

222.327

245.817

223.622

233.769

1.

2.

3.

Sept 2013Mar 2013

254.801

235.202

244.161

268.397

256.368

261.881

Mar 2014

279.036

267.991

273.056

Sep 2014

286.014

277.802

281.750

69PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V

Grafik 5.11. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Harapan Hidup(tahun)

Melek Huruf(%)

Lama Sekolah(tahun)

Pengeluaran

Perkapita

('0000 rupiah)

Sumber : BPS Nasional

JAWA TENGAH NASIONAL

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75 INDEKS

JAWA TENGAH NASIONAL

Sumber : BPS Nasional

Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret

2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan

September 2014 terutama terjadi di daerah

perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin

di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%

dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,

secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.

Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,

angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar

3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada

September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan

di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki

porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa

Tengah. Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.

Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan

desa meningkat 3,18%dar i Rp273.056 per

kapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan. BPS

mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai

pengeluaran kebutuhan minimum yang harus

dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-rata

pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis

kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi

angka kemisk inan karena secara langsung

meningkatkan ambang nilai kemiskinan.

Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara

perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di

perkotaan dalam periode yang sama tercatat

Page 86: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

BABVI

Perekonomian pada triwulan II 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, dengan inflasi yang menurun.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II 2015 diperkirakan akan

mengalami peningkatan, didukung oleh masih kuatnya konsumsi. Sementara

secara sektoral, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan tetap mengalami

peningkatan.

Inflasi triwulan II 2015 diperkirakan masih berada di atas kisaran target inflasi

nasional. Secara keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan menurun tajam

dibandingkan tahun 2014 seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM.

Page 87: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

BABVI

Perekonomian pada triwulan II 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, dengan inflasi yang menurun.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II 2015 diperkirakan akan

mengalami peningkatan, didukung oleh masih kuatnya konsumsi. Sementara

secara sektoral, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan tetap mengalami

peningkatan.

Inflasi triwulan II 2015 diperkirakan masih berada di atas kisaran target inflasi

nasional. Secara keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan menurun tajam

dibandingkan tahun 2014 seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM.

Page 88: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa

Tengah pada 2015 diperkirakan tetap tumbuh

tinggi. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015

diperkirakan 5,5% - 5,9% (yoy). Hal ini sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang

diperkirakan akan mengalami peningkatan di tahun

2015. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan

ekonomi Indonesia pada tahun 2015 pada kisaran 5,4 –

5,8%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun

2015 yang masih diatas pertumbuhan ekonomi

Indonesia tersebut ditopang oleh masih kuatnya

konsumsi dan investasi yang tumbuh meningkat.

Sementara ekspor diperkirakan membaik yang juga

disertai dengan peningkatan impor. Dari sisi sektoral,

perbaikan perekonomian tahun 2015 terutama

didukung oleh membaiknya kinerja sektor pertanian

sejalan dengan kondisi cuaca yang relatif lebih baik

dibandingkan tahun lalu serta peningkatan target

produksi pertanian yang ditetapkan oleh pemerintah.

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2015

diperkirakan akan tumbuh meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Perkembangan berbagai indikator

perekonomian terakhir mengindikasikan ekonomi Jawa

Tengah tumbuh membaik pada triwulan II 2015. Pada

triwulan II 2015, perekonomian Jawa Tengah diperkirakan

tumbuh sebesar 5,7% (yoy) . Secara tr iwulanan,

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2015

diperkirakan tumbuh sebesar 3,43% (qtq) atau meningkat

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar

3,27% (qtq).

Masih kuatnya keyakinan konsumen dan ekspektasi

pelaku usaha yang diindikasikan meningkat menjadi

pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Survei

kegiatan dunia usaha menunjukkan bahwa pelaku usaha

memperkirakan kondisi situasi bisnis perusahaan dan

kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding triwulan

sebelumnya (Grafik 6.2.). Optimisme pelaku usaha juga

sejalan dengan masih terjaganya kepercayaan konsumen

dalam memandang perekonomian di triwulan II 2015. Hal

tersebut terkonfirmasi dari pendapatan rumah tangga yang

diprediksi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya

indeks tendensi konsumen (Grafik 6.3.). Efek psikologis

masyarakat dalam memasuki bulan Ramadhan juga

diperkirakan akan mendorong peningkatan konsumsi

masyarakat di triwulan II 2015.

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

73OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

I II III IV I II*

2014 2015

12,00

(6,00)

(4,00)

(2,00)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi

PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIANPERDAGANGAN BESAR & ECERANKONSTRUKSI

Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

5,00

15,00

25,00

35,00

45,00

55,00

I II III IV I

2014 2015

INDEKS YOY

II

7,00

KEGIATAN USAHA PDRB - SKALA KANAN PERKIRAAN KEGIATAN USAHA

Page 89: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa

Tengah pada 2015 diperkirakan tetap tumbuh

tinggi. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015

diperkirakan 5,5% - 5,9% (yoy). Hal ini sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang

diperkirakan akan mengalami peningkatan di tahun

2015. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan

ekonomi Indonesia pada tahun 2015 pada kisaran 5,4 –

5,8%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun

2015 yang masih diatas pertumbuhan ekonomi

Indonesia tersebut ditopang oleh masih kuatnya

konsumsi dan investasi yang tumbuh meningkat.

Sementara ekspor diperkirakan membaik yang juga

disertai dengan peningkatan impor. Dari sisi sektoral,

perbaikan perekonomian tahun 2015 terutama

didukung oleh membaiknya kinerja sektor pertanian

sejalan dengan kondisi cuaca yang relatif lebih baik

dibandingkan tahun lalu serta peningkatan target

produksi pertanian yang ditetapkan oleh pemerintah.

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2015

diperkirakan akan tumbuh meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Perkembangan berbagai indikator

perekonomian terakhir mengindikasikan ekonomi Jawa

Tengah tumbuh membaik pada triwulan II 2015. Pada

triwulan II 2015, perekonomian Jawa Tengah diperkirakan

tumbuh sebesar 5,7% (yoy) . Secara tr iwulanan,

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2015

diperkirakan tumbuh sebesar 3,43% (qtq) atau meningkat

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar

3,27% (qtq).

Masih kuatnya keyakinan konsumen dan ekspektasi

pelaku usaha yang diindikasikan meningkat menjadi

pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Survei

kegiatan dunia usaha menunjukkan bahwa pelaku usaha

memperkirakan kondisi situasi bisnis perusahaan dan

kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding triwulan

sebelumnya (Grafik 6.2.). Optimisme pelaku usaha juga

sejalan dengan masih terjaganya kepercayaan konsumen

dalam memandang perekonomian di triwulan II 2015. Hal

tersebut terkonfirmasi dari pendapatan rumah tangga yang

diprediksi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya

indeks tendensi konsumen (Grafik 6.3.). Efek psikologis

masyarakat dalam memasuki bulan Ramadhan juga

diperkirakan akan mendorong peningkatan konsumsi

masyarakat di triwulan II 2015.

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

73OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

I II III IV I II*

2014 2015

12,00

(6,00)

(4,00)

(2,00)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi

PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIANPERDAGANGAN BESAR & ECERANKONSTRUKSI

Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

5,00

15,00

25,00

35,00

45,00

55,00

I II III IV I

2014 2015

INDEKS YOY

II

7,00

KEGIATAN USAHA PDRB - SKALA KANAN PERKIRAAN KEGIATAN USAHA

Page 90: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

PMTB

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

PENGGUNAAN 2014**

I II

III IVTOTAL

4,28

7,21

5,44

4,39

15,3

13,5

112,21

5,14

4,1

22,45

1,05

3,14

22,47

5,63

10,6

5,66

4,04

16,26

-9,68

6,39

19,69

-6,46

15,71

4,19

4,51

3,43

4,79

5,74

8,92

-10,7

-23,06

5,69

3,95

-5,27

9,89

1,52

-9,11

-14,9

23,24

6,16

4,15

8,62

2,66

4,16

9,55

-7,29

-1,02

5,42

4,20

-9,66

3,16

6,78

-4,11

-11,52

14,87

5,54

4.29

-10.14

3.40

6.82

-3.37

-10.86

26.57

5,71

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)

2013*I IIp

2015p

4.42

-10.81

5.15

7.11

-1.96

-10.73

14.50

5.73

TOTALp

survei tendensi konsumen (STK) yang menunjukkan

adanya peningkatan indeks tendensi konsumen (ITK). .

Naiknya ITK mengindikasikan bahwa sebagian besar

konsumen mempersepsikan adanya perbaikan kondisi

ekonomi pada triwulan berjalan bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, STK Jawa

Tengah juga memperlihatkan kenaikan optimisme

konsumen yang terkait dengan pendapatan

mendatang, meskipun rencana pembelian barang

tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan menurun.

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan mulai

meningkat di triwulan II. Pertumbuhan konsumsi

pemerintah pada triwulan II 2015 diperkirakan akan

mulai mengalami peningkatan dibandingkan dengan

periode sebelumnya terkait dengan beberapa proyek

pemerintah yang mulai terealisasi di triwulan II 2015.

Hal tersebut juga sesuai dengan pola musiman dari

konsumsi pemerintah.

Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih

menjadi pendorong utama pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan akan

mengalami kenaikan di triwulan II sejalan dengan mulai

masuknya bulan Ramadhan yang memberikan efek

psikologis pada masyarakat untuk meningkatkan

konsumsinya.

Sementara itu, investasi diperkirakan akan tumbuh

terbatas. Hal tersebut terkonfirmasi dari menurunnya

indeks rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi,

dan pesta hajatan yang terdapat pada survei tendensi

konsumen. Di sisi lain, net ekspor antardaerah

diperkirakan tetap mengalami kenaikan, sejalan

dengan musim panen raya padi yang masih

berlangsung di triwulan II serta cuaca yang relatif lebih

baik yang mendukung peningkatan .

Hasil survei mengkonfirmasi konsumsi rumah

tangga cenderung tumbuh menguat pada

triwulan II 2015. Hal ini antara lain terindikasi dari hasil

74 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 2015

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDAPATAN RT MENDATANG RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN

ITK MENDATANG

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV2011 2012 2013 2014

Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang

Sumber : Bank Indonesia

70

80

90

100

110

120

130

140

150 INDEKS

I2015

PENGHASILAN SAAT INIKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA

KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA

Grafik 6.5. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

I II III IV I II III IV I II III IV I II*2012 2013 2014 2015

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0 % SBT

*) Angka perkiraan

26.75

14.8

KEGIATAN USAHA PERKIRAAN KEGIATAN USAHA

LAPANGAN USAHAPertumbuhan

Ekonomi

2013

2014 2015 2015 2016

Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)

Perbedaan dariWEO Januari’15

AMERIKA SERIKAT

JEPANG

TIONGKOK

ZONA EURO

OUTPUT DUNIA

Pangsa EksporJateng*

25,8

7,5

5,2

21,1

2,2

1,6

7,8

-0,5

3,3

2,4

0,1

7,4

0,8

3,3

3,1

1,0

6,8

1,4

3,5

-0,5

0,6

0,0

0,2

0,0

-0,2

0,2

0,0

0,1

0,1

Proyeksi

20163,1

1,2

6,3

1,5

3,8

* Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update Januari 2015

rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan

pesta hajatan akan mengalami penurunan pada

triwulan II. Dengan demikian, PMTB pada triwulan II

diperkirakan relatif stabil.

Konsumsi lembaga nirlaba diperkirakan akan

melambat secara signifikan terkait musim Pemilu

yang telah usai. Berdasarkan data historis, konsumsi

lembaga nirlaba cenderung meningkat pada saat

Pemilu. Konsumsi swasta nirlaba naik tajam pada

triwulan II 2014 didorong penyelenggaraan Pileg, dan

diperkirakan akan menurun secara signifikan di tahun

2015.

6.1.2 Sisi SektoralPada triwulan II 2015, sektor pertanian, kehutanan, dan

perikanan diperkirakan masih meningkat sejalan

dengan masih berlangsungnya musim panen raya.

Kondisi cuaca yang relatif lebih baik diperkirakan akan

mendorong peningkatan kinerja sektor pertanian di

triwulan II 2015. Banjir yang terjadi di awal tahun lalu

cukup mengganggu kinerja subsektor pertanian

sehingga mengalami pertumbuhan yang negatif tahun

lalu. Namun demikian, dengan melihat kondisi cuaca

serta hasil produksi panen raya tahun ini, subsektor

pertanian pada triwulan II 2015 diperkirakan akan

Pada triwulan II 2015 diperkirakan ekspor luar

negeri akan mengalami kenaikan, seiring dengan

pemulihan perekonomian dunia. Perkembangan

ekonomi dunia diperkirakan membaik didorong oleh

kondisi negara maju, khususnya AS dan Eropa, yang

semakin baik, di tengah kondisi negara berkembang

yang masih cenderung menurun. Meskipun perbaikan

ekonomi dunia tidak sebaik yang diharapkan,

pertambahan permintaan ekspor diperkirakan akan

tetap meningkat seperti yang telah terjadi di triwulan I.

Selain itu, tren pelemahan nilai tukar juga ditengarai

akan turut membantu peningkatan kinerja ekspor Jawa

Tengah. Hasil liaison juga menunjukkan bahwa

diversifikasi negara tujuan ekspor merupakan salah

satu prioritas pelaku ekspor Jawa Tengah.

Investasi diperkirakan relatif stabil pada triwulan

I I 2015. Hasi l survei kegiatan dunia usaha

mengindikasikan pelaku usaha tetap optimis dan akan

tetap melakukan investasi pada triwulan II. Sementara

itu, tingkat utilisasi kapasitas produksi yang mengalami

peningkatan pada triwulan laporan juga dapat menjadi

salah satu indikasi peningkatan investasi pada triwulan

berikutnya. Namun demikian, dari sisi konsumen, hasil

survei tendensi konsumen menunjukkan indeks

75OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

6.1.2 Sisi Penggunaan

Page 91: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

PMTB

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

PENGGUNAAN 2014**

I II

III IVTOTAL

4,28

7,21

5,44

4,39

15,3

13,5

112,21

5,14

4,1

22,45

1,05

3,14

22,47

5,63

10,6

5,66

4,04

16,26

-9,68

6,39

19,69

-6,46

15,71

4,19

4,51

3,43

4,79

5,74

8,92

-10,7

-23,06

5,69

3,95

-5,27

9,89

1,52

-9,11

-14,9

23,24

6,16

4,15

8,62

2,66

4,16

9,55

-7,29

-1,02

5,42

4,20

-9,66

3,16

6,78

-4,11

-11,52

14,87

5,54

4.29

-10.14

3.40

6.82

-3.37

-10.86

26.57

5,71

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)

2013*I IIp

2015p

4.42

-10.81

5.15

7.11

-1.96

-10.73

14.50

5.73

TOTALp

survei tendensi konsumen (STK) yang menunjukkan

adanya peningkatan indeks tendensi konsumen (ITK). .

Naiknya ITK mengindikasikan bahwa sebagian besar

konsumen mempersepsikan adanya perbaikan kondisi

ekonomi pada triwulan berjalan bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, STK Jawa

Tengah juga memperlihatkan kenaikan optimisme

konsumen yang terkait dengan pendapatan

mendatang, meskipun rencana pembelian barang

tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan menurun.

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan mulai

meningkat di triwulan II. Pertumbuhan konsumsi

pemerintah pada triwulan II 2015 diperkirakan akan

mulai mengalami peningkatan dibandingkan dengan

periode sebelumnya terkait dengan beberapa proyek

pemerintah yang mulai terealisasi di triwulan II 2015.

Hal tersebut juga sesuai dengan pola musiman dari

konsumsi pemerintah.

Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih

menjadi pendorong utama pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan akan

mengalami kenaikan di triwulan II sejalan dengan mulai

masuknya bulan Ramadhan yang memberikan efek

psikologis pada masyarakat untuk meningkatkan

konsumsinya.

Sementara itu, investasi diperkirakan akan tumbuh

terbatas. Hal tersebut terkonfirmasi dari menurunnya

indeks rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi,

dan pesta hajatan yang terdapat pada survei tendensi

konsumen. Di sisi lain, net ekspor antardaerah

diperkirakan tetap mengalami kenaikan, sejalan

dengan musim panen raya padi yang masih

berlangsung di triwulan II serta cuaca yang relatif lebih

baik yang mendukung peningkatan .

Hasil survei mengkonfirmasi konsumsi rumah

tangga cenderung tumbuh menguat pada

triwulan II 2015. Hal ini antara lain terindikasi dari hasil

74 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2011 2012 2013 2014 2015

95

100

105

110

115

120

125 INDEKS

Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDAPATAN RT MENDATANG RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN

ITK MENDATANG

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV2011 2012 2013 2014

Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang

Sumber : Bank Indonesia

70

80

90

100

110

120

130

140

150 INDEKS

I2015

PENGHASILAN SAAT INIKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA

KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA

Grafik 6.5. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

I II III IV I II III IV I II III IV I II*2012 2013 2014 2015

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0 % SBT

*) Angka perkiraan

26.75

14.8

KEGIATAN USAHA PERKIRAAN KEGIATAN USAHA

LAPANGAN USAHAPertumbuhan

Ekonomi

2013

2014 2015 2015 2016

Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)

Perbedaan dariWEO Januari’15

AMERIKA SERIKAT

JEPANG

TIONGKOK

ZONA EURO

OUTPUT DUNIA

Pangsa EksporJateng*

25,8

7,5

5,2

21,1

2,2

1,6

7,8

-0,5

3,3

2,4

0,1

7,4

0,8

3,3

3,1

1,0

6,8

1,4

3,5

-0,5

0,6

0,0

0,2

0,0

-0,2

0,2

0,0

0,1

0,1

Proyeksi

20163,1

1,2

6,3

1,5

3,8

* Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update Januari 2015

rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan

pesta hajatan akan mengalami penurunan pada

triwulan II. Dengan demikian, PMTB pada triwulan II

diperkirakan relatif stabil.

Konsumsi lembaga nirlaba diperkirakan akan

melambat secara signifikan terkait musim Pemilu

yang telah usai. Berdasarkan data historis, konsumsi

lembaga nirlaba cenderung meningkat pada saat

Pemilu. Konsumsi swasta nirlaba naik tajam pada

triwulan II 2014 didorong penyelenggaraan Pileg, dan

diperkirakan akan menurun secara signifikan di tahun

2015.

6.1.2 Sisi SektoralPada triwulan II 2015, sektor pertanian, kehutanan, dan

perikanan diperkirakan masih meningkat sejalan

dengan masih berlangsungnya musim panen raya.

Kondisi cuaca yang relatif lebih baik diperkirakan akan

mendorong peningkatan kinerja sektor pertanian di

triwulan II 2015. Banjir yang terjadi di awal tahun lalu

cukup mengganggu kinerja subsektor pertanian

sehingga mengalami pertumbuhan yang negatif tahun

lalu. Namun demikian, dengan melihat kondisi cuaca

serta hasil produksi panen raya tahun ini, subsektor

pertanian pada triwulan II 2015 diperkirakan akan

Pada triwulan II 2015 diperkirakan ekspor luar

negeri akan mengalami kenaikan, seiring dengan

pemulihan perekonomian dunia. Perkembangan

ekonomi dunia diperkirakan membaik didorong oleh

kondisi negara maju, khususnya AS dan Eropa, yang

semakin baik, di tengah kondisi negara berkembang

yang masih cenderung menurun. Meskipun perbaikan

ekonomi dunia tidak sebaik yang diharapkan,

pertambahan permintaan ekspor diperkirakan akan

tetap meningkat seperti yang telah terjadi di triwulan I.

Selain itu, tren pelemahan nilai tukar juga ditengarai

akan turut membantu peningkatan kinerja ekspor Jawa

Tengah. Hasil liaison juga menunjukkan bahwa

diversifikasi negara tujuan ekspor merupakan salah

satu prioritas pelaku ekspor Jawa Tengah.

Investasi diperkirakan relatif stabil pada triwulan

I I 2015. Hasi l survei kegiatan dunia usaha

mengindikasikan pelaku usaha tetap optimis dan akan

tetap melakukan investasi pada triwulan II. Sementara

itu, tingkat utilisasi kapasitas produksi yang mengalami

peningkatan pada triwulan laporan juga dapat menjadi

salah satu indikasi peningkatan investasi pada triwulan

berikutnya. Namun demikian, dari sisi konsumen, hasil

survei tendensi konsumen menunjukkan indeks

75OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

6.1.2 Sisi Penggunaan

Page 92: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi

mobil-sepeda motor yang merupakan salah satu

sektor utama di Jawa tengah juga diperkirakan

akan mengalami peningkatan. Peningkatan

tersebut sejalan dengan hasil survei tendensi konsumen

yang menunjukkan Sektor perdagangan besar-eceran

dan reparasi mobil-sepeda motor yang merupakan

salah satu sektor utama di Jawa tengah juga

diperk i rakan akan mengalami peningkatan.

Peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei

tendensi konsumen yang menunjukkan optimisme

konsumen yang masih cukup kuat pada triwulan II.

Pasar domestik diperkirakan akan menjadi sumber

pertumbuhan sektor perdagangan besar-ecerandan

reparas i sepeda motor di t r iwulan I I 2015.

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2015

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2015

diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Masuknya masa tanam untuk beberapa

komoditas strategis, seperti bawang merah dan cabai

turut mendorong kenaikan inflasi pada triwulan II.

kembali mengalami pertumbuhan yang positif pada

triwulan II 2015. Subsektor perikanan diprediksi akan

tetap mengalami pertumbuhan sejalan dengan

peninjauan kembali peraturan Menteri KKP untuk

membatalkan pelarangan penggunaan cantrang di

Provinsi Jawa Tengah. Hasil liaison mengungkapkan

bahwa sebagian besar contact yang bergerak di

subsektor perikanan, khususnya perikanan tangkap

yang memiliki produk utama berupa ikan laut masih

mengalami pertumbuhan di triwulan I 2015 dan

diperkirakan masih akan berlanjut di triwulan II 2015.

Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan

I I 2 0 1 5 d i p e r k i r a k a n a k a n m e n g a l a m i

peningkatan. Pertumbuhan industri pengolahan

diperkirakan masih didorong oleh pertumbuhan

subsektor makanan dan minuman sebagai salah satu

pemegang porsi terbesar dalam PDRB nominal Jawa

Tengah, sejalan dengan kegiatan building stock

menjelang musim puasa yang sudah mulai berlangsung

di bulan Juni. Sementara itu, Kenaikan cukai rokok yang

berlaku sejak Januari 2015 ditengarai akan sedikit

menahan pertumbuhan industri pengolahan Jawa

Tengah.

Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik Dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

Transportasi Dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum

Informasi Dan Komunikasi

Jasa Keuangan Dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

Produk Domestik Regional Bruto

URAIAN 2014

I* II*

III* IV*TOTAL*

-2.78%

7.00%

8.38%

0.67%

6.11%

5.66%

6.27%

6.23%

5.32%

10.54%

2.92%

8.89%

8.21%

0.73%

9.85%

12.99%

7.91%

5.66%

-3.80%

4.65%

7.29%

7.65%

3.15%

4.18%

1.79%

5.01%

6.40%

10.96%

3.18%

7.85%

6.83%

-2.86%

11.43%

13.46%

8.58%

4.19%

-2.99%

6.02%

9.73%

4.86%

2.96%

2.76%

4.58%

7.94%

9.68%

12.39%

3.68%

5.29%

7.57%

-0.41%

12.28%

11.81%

9.11%

5.69%

-1.94%

8.37%

6.81%

-2.16%

1.65%

4.96%

4.93%

16.46%

9.08%

18.09%

7.11%

6.85%

10.61%

5.67%

7.60%

7.11%

8.41%

6.16%

-2.95%

6.50%

8.04%

2.70%

3.45%

4.38%

4.35%

8.97%

7.63%

13.00%

4.22%

7.19%

8.31%

0.78%

10.17%

11.20%

8.50%

5.42%

-0.28%

1.15%

7.12%

1.41%

1.96%

4.85%

2.92%

14.13%

8.45%

11.57%

5.30%

6.72%

11.56%

4.14%

10.11%

9.35%

8.34%

5.54%

-0.09%

1.12%

7.32%

2.12%

1.76%

5.12%

3.10%

9.69%

9.32%

12.11%

6.28%

5.93%

11.62%

5.09%

12.72%

11.52%

7.61%

5.71%

Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)

I* II*

2015**

-0.46%

0.85%

7.46%

1.78%

1.69%

5.21%

3.49%

8.08%

9.22%

9.65%

6.64%

6.23%

11.46%

4.57%

11.56%

10.65%

12.74%

5.73%

TOTAL

6.2 Inflasi

76 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

beberapa komoditas pangan di triwulan II. Akan tetapi,

masuknya musim panen raya bagi komoditas beras

diperkirakan sedikit menahan laju kenaikan inflasi

kelompok volatile foods.

Inflasi kelompok administered prices diperkirakan

meningkat didorong oleh penyesuaian harga BBM

dan Tarif Tenaga Listrik (TTL) per 1 Mei 2015.

Setelah pada triwulan I bensin menjadi komoditas

penyumbang deflasi pasca penurunan BBM pada

Januari, pada triwulan II bensin diperkirakan akan

menjadi komoditas penyumbang inflasi. Hal ini terkait

kebijakan peningkatan harga BBM oleh pemerintah

pada 28 Maret 2015, yang dampaknya akan

terdistribusi di triwulan II mendatang. Di samping itu,

pada 1 Mei 2015 terjadi penyesuaian tarif listrik bagi

beberapa golongan, khususnya golongan industri.

Kenaikan tarif listrik ditengarai akan berdampak pada

peningkatan biaya produksi oleh perusahaan, sehingga

akan meningkatan harga jual di pasaran. Inf las i kelompok int i juga diperkirakan

mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh nilai

tukar rupiah yang diperkirakan masih melemah,

sehingga berdampak kepada kenaikan harga barang

impor. Dampak lanjutan kebijakan kenaikan komoditas

administered, seperti kenaikan tarif listrik dan elpiji

terhadap inflasi biaya tempat tinggal dan makanan jadi,

serta masuknya tahun ajaran baru.

Selain itu, tekanan harga juga berasal dari penyesuaian

tarif tenaga listrik (TTL) untuk beberapa golongan per 1

Mei 2015. Inflasi triwulan II diperkirakan sebesar 6,06%

(yoy) atau meningkat dari triwulan I yang sebesar

5,68% (yoy). Peningkatan inflasi terjadi di seluruh

kelompok, baik kelompok core, volatile foods, maupun

administered prices.

Inflasi volatile foods diperkirakan lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Terbakarnya Pasar Johar ditengarai akan berpengaruh

terhadap pembentukan harga komoditas, terutama

komoditas bahan pokok. Selain itu, kenaikan harga

beberapa komoditas strategis juga sejalan dengan

masuknya musim tanam, seperti pada komoditas

bawang merah dan cabai. Komoditas daging ayam juga

turut memberikan andil terhadap kenaikan inflasi

volatile foods, kenaikan ini masih dipengaruhi oleh

kenaikan harga pakan yang disepakati naik di akhir

Maret lalu. Selain itu peternak juga memutuskan untuk

membatasi pasokan guna mengantisipasi terjadinya

penurunan harga yang terlalu dalam. Berdasarkan

informasi dari Dinas Peternakan, di awal April telah

dilaksanakan pertemuan antara perusahaan pembibit

dan peternak unggas yang sepakat untuk membatasi

pasokan melalui pemotongan DOC sebanyak 40% dan

parent stock (PS) sebanyak 10% dari total populasi.

Efek psikologis masyarakat menjelang bulan Ramadhan

juga diperkirakan akan mempengaruhi kenaikan harga

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.7

190

180

170

160

150

140

130

120

2013 2014

BULAN YAD 6 BULAN YAD

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

8,00%

9,00%

Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.6

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

% YOY

I II III IV I IIp

2014 2015

77OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

Page 93: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi

mobil-sepeda motor yang merupakan salah satu

sektor utama di Jawa tengah juga diperkirakan

akan mengalami peningkatan. Peningkatan

tersebut sejalan dengan hasil survei tendensi konsumen

yang menunjukkan Sektor perdagangan besar-eceran

dan reparasi mobil-sepeda motor yang merupakan

salah satu sektor utama di Jawa tengah juga

diperk i rakan akan mengalami peningkatan.

Peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei

tendensi konsumen yang menunjukkan optimisme

konsumen yang masih cukup kuat pada triwulan II.

Pasar domestik diperkirakan akan menjadi sumber

pertumbuhan sektor perdagangan besar-ecerandan

reparas i sepeda motor di t r iwulan I I 2015.

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2015

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2015

diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Masuknya masa tanam untuk beberapa

komoditas strategis, seperti bawang merah dan cabai

turut mendorong kenaikan inflasi pada triwulan II.

kembali mengalami pertumbuhan yang positif pada

triwulan II 2015. Subsektor perikanan diprediksi akan

tetap mengalami pertumbuhan sejalan dengan

peninjauan kembali peraturan Menteri KKP untuk

membatalkan pelarangan penggunaan cantrang di

Provinsi Jawa Tengah. Hasil liaison mengungkapkan

bahwa sebagian besar contact yang bergerak di

subsektor perikanan, khususnya perikanan tangkap

yang memiliki produk utama berupa ikan laut masih

mengalami pertumbuhan di triwulan I 2015 dan

diperkirakan masih akan berlanjut di triwulan II 2015.

Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan

I I 2 0 1 5 d i p e r k i r a k a n a k a n m e n g a l a m i

peningkatan. Pertumbuhan industri pengolahan

diperkirakan masih didorong oleh pertumbuhan

subsektor makanan dan minuman sebagai salah satu

pemegang porsi terbesar dalam PDRB nominal Jawa

Tengah, sejalan dengan kegiatan building stock

menjelang musim puasa yang sudah mulai berlangsung

di bulan Juni. Sementara itu, Kenaikan cukai rokok yang

berlaku sejak Januari 2015 ditengarai akan sedikit

menahan pertumbuhan industri pengolahan Jawa

Tengah.

Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik Dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

Transportasi Dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum

Informasi Dan Komunikasi

Jasa Keuangan Dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

Produk Domestik Regional Bruto

URAIAN 2014

I* II*

III* IV*TOTAL*

-2.78%

7.00%

8.38%

0.67%

6.11%

5.66%

6.27%

6.23%

5.32%

10.54%

2.92%

8.89%

8.21%

0.73%

9.85%

12.99%

7.91%

5.66%

-3.80%

4.65%

7.29%

7.65%

3.15%

4.18%

1.79%

5.01%

6.40%

10.96%

3.18%

7.85%

6.83%

-2.86%

11.43%

13.46%

8.58%

4.19%

-2.99%

6.02%

9.73%

4.86%

2.96%

2.76%

4.58%

7.94%

9.68%

12.39%

3.68%

5.29%

7.57%

-0.41%

12.28%

11.81%

9.11%

5.69%

-1.94%

8.37%

6.81%

-2.16%

1.65%

4.96%

4.93%

16.46%

9.08%

18.09%

7.11%

6.85%

10.61%

5.67%

7.60%

7.11%

8.41%

6.16%

-2.95%

6.50%

8.04%

2.70%

3.45%

4.38%

4.35%

8.97%

7.63%

13.00%

4.22%

7.19%

8.31%

0.78%

10.17%

11.20%

8.50%

5.42%

-0.28%

1.15%

7.12%

1.41%

1.96%

4.85%

2.92%

14.13%

8.45%

11.57%

5.30%

6.72%

11.56%

4.14%

10.11%

9.35%

8.34%

5.54%

-0.09%

1.12%

7.32%

2.12%

1.76%

5.12%

3.10%

9.69%

9.32%

12.11%

6.28%

5.93%

11.62%

5.09%

12.72%

11.52%

7.61%

5.71%

Tabel 6.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan II 2015 (%)

I* II*

2015**

-0.46%

0.85%

7.46%

1.78%

1.69%

5.21%

3.49%

8.08%

9.22%

9.65%

6.64%

6.23%

11.46%

4.57%

11.56%

10.65%

12.74%

5.73%

TOTAL

6.2 Inflasi

76 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

beberapa komoditas pangan di triwulan II. Akan tetapi,

masuknya musim panen raya bagi komoditas beras

diperkirakan sedikit menahan laju kenaikan inflasi

kelompok volatile foods.

Inflasi kelompok administered prices diperkirakan

meningkat didorong oleh penyesuaian harga BBM

dan Tarif Tenaga Listrik (TTL) per 1 Mei 2015.

Setelah pada triwulan I bensin menjadi komoditas

penyumbang deflasi pasca penurunan BBM pada

Januari, pada triwulan II bensin diperkirakan akan

menjadi komoditas penyumbang inflasi. Hal ini terkait

kebijakan peningkatan harga BBM oleh pemerintah

pada 28 Maret 2015, yang dampaknya akan

terdistribusi di triwulan II mendatang. Di samping itu,

pada 1 Mei 2015 terjadi penyesuaian tarif listrik bagi

beberapa golongan, khususnya golongan industri.

Kenaikan tarif listrik ditengarai akan berdampak pada

peningkatan biaya produksi oleh perusahaan, sehingga

akan meningkatan harga jual di pasaran. Inf las i kelompok int i juga diperkirakan

mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh nilai

tukar rupiah yang diperkirakan masih melemah,

sehingga berdampak kepada kenaikan harga barang

impor. Dampak lanjutan kebijakan kenaikan komoditas

administered, seperti kenaikan tarif listrik dan elpiji

terhadap inflasi biaya tempat tinggal dan makanan jadi,

serta masuknya tahun ajaran baru.

Selain itu, tekanan harga juga berasal dari penyesuaian

tarif tenaga listrik (TTL) untuk beberapa golongan per 1

Mei 2015. Inflasi triwulan II diperkirakan sebesar 6,06%

(yoy) atau meningkat dari triwulan I yang sebesar

5,68% (yoy). Peningkatan inflasi terjadi di seluruh

kelompok, baik kelompok core, volatile foods, maupun

administered prices.

Inflasi volatile foods diperkirakan lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Terbakarnya Pasar Johar ditengarai akan berpengaruh

terhadap pembentukan harga komoditas, terutama

komoditas bahan pokok. Selain itu, kenaikan harga

beberapa komoditas strategis juga sejalan dengan

masuknya musim tanam, seperti pada komoditas

bawang merah dan cabai. Komoditas daging ayam juga

turut memberikan andil terhadap kenaikan inflasi

volatile foods, kenaikan ini masih dipengaruhi oleh

kenaikan harga pakan yang disepakati naik di akhir

Maret lalu. Selain itu peternak juga memutuskan untuk

membatasi pasokan guna mengantisipasi terjadinya

penurunan harga yang terlalu dalam. Berdasarkan

informasi dari Dinas Peternakan, di awal April telah

dilaksanakan pertemuan antara perusahaan pembibit

dan peternak unggas yang sepakat untuk membatasi

pasokan melalui pemotongan DOC sebanyak 40% dan

parent stock (PS) sebanyak 10% dari total populasi.

Efek psikologis masyarakat menjelang bulan Ramadhan

juga diperkirakan akan mempengaruhi kenaikan harga

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.7

190

180

170

160

150

140

130

120

2013 2014

BULAN YAD 6 BULAN YAD

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

8,00%

9,00%

Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.6

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

% YOY

I II III IV I IIp

2014 2015

77OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

Page 94: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.8

200

190

180

170

160

150

2013 2014

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

kelompok ini sebesar 10,88% (yoy), meningkat

dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar

9,54% (yoy). Kenaikan ini didorong adanya

penyesuaian harga BBM dan elpiji. Pada 28 Maret 2015,

harga BBM kembali naik sebesar Rp500/liter, setelah

sebelumnya naik sebesar Rp200/liter pada 1 Maret

2015. Komoditas bensin mengalami inflasi 6,73%

(mtm) dan memberikan sumbangan 0,23% terhadap

inflasi Jawa Tengah. Namun demikian, kenaikan harga

BBM ini tercatat belum memiliki dampak lanjutan

(second round effect) bagi kenaikan tarif angkutan

antarkota dalam provinsi. Berdasarkan informasi dari

Dishub Provinsi Jawa Tengah, pemerintah provinsi

menetapkan tidak akan menaikkan tarif angkutan

antarkota dalam provinsi. Tarif angkutan dalam kota

yang merupakan kewenangan pemerintah tingkat

kabupaten/kota juga belum diputuskan adanya

penyesuaian tarif.

K e n a i k a n h a r g a e l p i j i 1 2 k g s e b e s a r

Rp8.000/tabung turut memberikan andil pada

kenaikan inflasi. Komoditas bahan bakar rumah

tangga mencatatkan inflasi sebesar 1,61% (mtm)

dengan sumbangan sebesar 0,03%. Lebih jauh,

meningkatnya tarif moda kereta api ekonomi per 1

April 2015 turut menyumbang inflasi dari kelompok

administered prices. Inflasi tarip kereta api tercatat

sebesar 28,06% (mtm) dan memberikan sumbangan

inflasi sebesar 0,04%.

Perkiraan terjadinya peningkatan inflasi di

triwulan II 2015 juga terkonfirmasi dari hasil

Survei Konsumen yang menunjukan peningkatan

ekspektasi harga. Peningkatan ekspektasi harga oleh

masyarakat tersebut terjadi baik pada ekspektasi harga

3 bulan maupun harga 6 bulan ke depan. Sementara

itu, hasil Survei Pedagang Eceran juga menunjukan

kenaikan ekspektasi harga pada 3 bulan ke depan.

Akan tetapi perkiraan peningkatan inflasi pada triwulan

II tidak sejalan dengan hail survei ekspektasi harga 6

bulan ke depan, yang menunjukan adanya penurunan

harga.

6.2.2 Inflasi April 2015Provinsi Jawa Tengah pada April 2015 mengalami inflasi

sebesar 0,17% (mtm), atau naik tipis dibandingkan

bulan Maret yang sebesar 0,16% (mtm). Angka ini lebih

rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 0,36%

(mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi Jawa

Tengah tercatat sebesar 5,99% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan bulan Maret 5,68% (yoy). Dibandingkan

inflasi nasional sebesar 6,79% (yoy), inflasi Jawa

Tengah pada bulan berjalan mencatatkan angka lebih

rendah. Tekanan harga di bulan ini terutama didorong

oleh penyesuaian harga BBM dan elpiji.

Kelompok administered prices secara bulanan

tercatat mengalami inflasi sebesar 1,69% (mtm),

lebih tinggi dibandingkan bulan Maret yang sebesar

0,95% (mtm). Sementara secara tahunan, inflasi di

78 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

177,50 dan 180,00. Sementara itu, hasil survei

konsumen menunjukkan peningkatan harga tiga bulan

mendatang sebesar 184,00 dari sebelumnya 173,60

pada bulan Maret 2015. Begitu pula dengan indeks

peningkatan harga konsumen di enam bulan yang akan

datang.

6.2.3. Inflasi 2015

Untuk kese luruhan tahun 2015 , inf las i

diperkirakan akan menurun dibanding tahun

sebelumnya. Inflasi tahun 2015 diperkirakan sebesar

4,0%-4,5% (yoy), atau turun tajam dibandingkan

tahun 2014 sebesar 8,22% (yoy).

Kelompok administered prices diperkirakan akan

mengalami deflasi, walaupun dampak penyesuaian

harga BBM, elpiji dan TTL tetap harus di waspadai

sepanjang tahun 2015.

Selain itu, tekanan inflasi yang berasal dari

kelompok volatile foods juga diperkirakan akan

menurun. Penurunan ini didukung oleh terjaganya

ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga

komoditas pangan strategis. Selain itu, semakin

solidnya koordinasi antara Pemerintah dan BI dalam

forum TPI/TPID turut mendukung penurunan inflasi

Jawa Tengah. Namun demikian, anomali kondisi cuaca

yang mempengaruhi musim tanam dan juga musim

panen perlu untuk diwaspadai. Selain itu, bencana

alam lainnya seperti banjir ataupun badai juga dapat

menimbulkan gejolak harga pangan. Inflasi inti diperkirakan akan mengalami sedikit

penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Ekspektasi masyarakat diperkirakan akan terjaga

seiring dengan terjaganya pasokan dan keterjangkauan

harga komoditas strategis.

Kelompok volatile foods mengalami deflasi

sebesar 1,41% (mtm), lebih dalam dibandingkan

dengan deflasi bulan sebelumnya yang sebesar

0,33% (mtm). Rendahnya tekanan harga kelompok

volatile foods utamanya disebabkan menurunnya

harga komoditas beras dan cabai rawit yang

mengalami masa panen di beberapa daerah sentra

produksi. Berdasarkan informasi dari Ketua Asosiasi

Pengusaha Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi)

Jateng, panen raya terjadi di bulan April 2015 dimana

wilayah Jawa Tengah bagian selatan seperti

Banjarnegara, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Kutoarjo

hingga Bantul mengalami masa panen. Hal tersebut

ditambah dengan sisa panen dari Soloraya yang masih

berkisar 25-30%. Komoditas beras tercatat mengalami

deflasi 8,66% (mtm) dan memberikan sumbangan

-0,39%.

Inflasi kelompok inti meningkat tipis seiring

dengan kenaikan permintaan domestik yang

moderat dan ekspektasi masyarakat. Pada bulan

April 2015, inflasi kelompok inti tercatat sebesar 0,20

(mtm) atau 4,47% (yoy). Angka ini meningkat

dibandingkan bulan Maret 2015 yang sebesar 0,10%

(mtm) atau 4,46% (yoy). Tekanan ekternal pada bulan

ini meningkat yang ditengarai bersumber dari transmisi

pass-through depresiasi Rupiah yang terjadi pada

bulan-bulan sebelumnya terhadap komoditas inti.

Sementara itu, harga komoditas global (IHIM)

terkoreksi sebesar 3,79% (mtm). Peningkatan tekanan

eksternal ini tercermin dari meningkatnya inflasi inti

traded menjadi 0,44% (mtm) dari sebelumnya

0,29%(mtm).

Dari sisi internal, terbatasnya peningkatan inflasi

di kelompok inti didukung oleh terkendalinya

ekspektasi, terutama di tingkat pedagang. Survei

pedagang eceran menunjukkan espektasi harga tiga

bulan dan enam bulan mendatang mencatatkan angka

yang stabil dengan indeks masing-masing sebesar

79OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

Page 95: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.8

200

190

180

170

160

150

2013 2014

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

kelompok ini sebesar 10,88% (yoy), meningkat

dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar

9,54% (yoy). Kenaikan ini didorong adanya

penyesuaian harga BBM dan elpiji. Pada 28 Maret 2015,

harga BBM kembali naik sebesar Rp500/liter, setelah

sebelumnya naik sebesar Rp200/liter pada 1 Maret

2015. Komoditas bensin mengalami inflasi 6,73%

(mtm) dan memberikan sumbangan 0,23% terhadap

inflasi Jawa Tengah. Namun demikian, kenaikan harga

BBM ini tercatat belum memiliki dampak lanjutan

(second round effect) bagi kenaikan tarif angkutan

antarkota dalam provinsi. Berdasarkan informasi dari

Dishub Provinsi Jawa Tengah, pemerintah provinsi

menetapkan tidak akan menaikkan tarif angkutan

antarkota dalam provinsi. Tarif angkutan dalam kota

yang merupakan kewenangan pemerintah tingkat

kabupaten/kota juga belum diputuskan adanya

penyesuaian tarif.

K e n a i k a n h a r g a e l p i j i 1 2 k g s e b e s a r

Rp8.000/tabung turut memberikan andil pada

kenaikan inflasi. Komoditas bahan bakar rumah

tangga mencatatkan inflasi sebesar 1,61% (mtm)

dengan sumbangan sebesar 0,03%. Lebih jauh,

meningkatnya tarif moda kereta api ekonomi per 1

April 2015 turut menyumbang inflasi dari kelompok

administered prices. Inflasi tarip kereta api tercatat

sebesar 28,06% (mtm) dan memberikan sumbangan

inflasi sebesar 0,04%.

Perkiraan terjadinya peningkatan inflasi di

triwulan II 2015 juga terkonfirmasi dari hasil

Survei Konsumen yang menunjukan peningkatan

ekspektasi harga. Peningkatan ekspektasi harga oleh

masyarakat tersebut terjadi baik pada ekspektasi harga

3 bulan maupun harga 6 bulan ke depan. Sementara

itu, hasil Survei Pedagang Eceran juga menunjukan

kenaikan ekspektasi harga pada 3 bulan ke depan.

Akan tetapi perkiraan peningkatan inflasi pada triwulan

II tidak sejalan dengan hail survei ekspektasi harga 6

bulan ke depan, yang menunjukan adanya penurunan

harga.

6.2.2 Inflasi April 2015Provinsi Jawa Tengah pada April 2015 mengalami inflasi

sebesar 0,17% (mtm), atau naik tipis dibandingkan

bulan Maret yang sebesar 0,16% (mtm). Angka ini lebih

rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 0,36%

(mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi Jawa

Tengah tercatat sebesar 5,99% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan bulan Maret 5,68% (yoy). Dibandingkan

inflasi nasional sebesar 6,79% (yoy), inflasi Jawa

Tengah pada bulan berjalan mencatatkan angka lebih

rendah. Tekanan harga di bulan ini terutama didorong

oleh penyesuaian harga BBM dan elpiji.

Kelompok administered prices secara bulanan

tercatat mengalami inflasi sebesar 1,69% (mtm),

lebih tinggi dibandingkan bulan Maret yang sebesar

0,95% (mtm). Sementara secara tahunan, inflasi di

78 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

177,50 dan 180,00. Sementara itu, hasil survei

konsumen menunjukkan peningkatan harga tiga bulan

mendatang sebesar 184,00 dari sebelumnya 173,60

pada bulan Maret 2015. Begitu pula dengan indeks

peningkatan harga konsumen di enam bulan yang akan

datang.

6.2.3. Inflasi 2015

Untuk kese luruhan tahun 2015 , inf las i

diperkirakan akan menurun dibanding tahun

sebelumnya. Inflasi tahun 2015 diperkirakan sebesar

4,0%-4,5% (yoy), atau turun tajam dibandingkan

tahun 2014 sebesar 8,22% (yoy).

Kelompok administered prices diperkirakan akan

mengalami deflasi, walaupun dampak penyesuaian

harga BBM, elpiji dan TTL tetap harus di waspadai

sepanjang tahun 2015.

Selain itu, tekanan inflasi yang berasal dari

kelompok volatile foods juga diperkirakan akan

menurun. Penurunan ini didukung oleh terjaganya

ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga

komoditas pangan strategis. Selain itu, semakin

solidnya koordinasi antara Pemerintah dan BI dalam

forum TPI/TPID turut mendukung penurunan inflasi

Jawa Tengah. Namun demikian, anomali kondisi cuaca

yang mempengaruhi musim tanam dan juga musim

panen perlu untuk diwaspadai. Selain itu, bencana

alam lainnya seperti banjir ataupun badai juga dapat

menimbulkan gejolak harga pangan. Inflasi inti diperkirakan akan mengalami sedikit

penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Ekspektasi masyarakat diperkirakan akan terjaga

seiring dengan terjaganya pasokan dan keterjangkauan

harga komoditas strategis.

Kelompok volatile foods mengalami deflasi

sebesar 1,41% (mtm), lebih dalam dibandingkan

dengan deflasi bulan sebelumnya yang sebesar

0,33% (mtm). Rendahnya tekanan harga kelompok

volatile foods utamanya disebabkan menurunnya

harga komoditas beras dan cabai rawit yang

mengalami masa panen di beberapa daerah sentra

produksi. Berdasarkan informasi dari Ketua Asosiasi

Pengusaha Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi)

Jateng, panen raya terjadi di bulan April 2015 dimana

wilayah Jawa Tengah bagian selatan seperti

Banjarnegara, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Kutoarjo

hingga Bantul mengalami masa panen. Hal tersebut

ditambah dengan sisa panen dari Soloraya yang masih

berkisar 25-30%. Komoditas beras tercatat mengalami

deflasi 8,66% (mtm) dan memberikan sumbangan

-0,39%.

Inflasi kelompok inti meningkat tipis seiring

dengan kenaikan permintaan domestik yang

moderat dan ekspektasi masyarakat. Pada bulan

April 2015, inflasi kelompok inti tercatat sebesar 0,20

(mtm) atau 4,47% (yoy). Angka ini meningkat

dibandingkan bulan Maret 2015 yang sebesar 0,10%

(mtm) atau 4,46% (yoy). Tekanan ekternal pada bulan

ini meningkat yang ditengarai bersumber dari transmisi

pass-through depresiasi Rupiah yang terjadi pada

bulan-bulan sebelumnya terhadap komoditas inti.

Sementara itu, harga komoditas global (IHIM)

terkoreksi sebesar 3,79% (mtm). Peningkatan tekanan

eksternal ini tercermin dari meningkatnya inflasi inti

traded menjadi 0,44% (mtm) dari sebelumnya

0,29%(mtm).

Dari sisi internal, terbatasnya peningkatan inflasi

di kelompok inti didukung oleh terkendalinya

ekspektasi, terutama di tingkat pedagang. Survei

pedagang eceran menunjukkan espektasi harga tiga

bulan dan enam bulan mendatang mencatatkan angka

yang stabil dengan indeks masing-masing sebesar

79OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI

Page 96: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Mtm

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Qtq

Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Yoy

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Share of Growth

Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.

Investasi

Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.

Sektor Ekonomi Dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada

pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Migas

Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Omzet

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

Share Effect

Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi

kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi

masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi

saat ini, dengan skala 1-100.

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi

kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah,

hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Dana Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan

pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup,

yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.

APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas

dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan

DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .

Daftar Istilah

81DAFTAR ISTILAH

Page 97: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Mtm

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Qtq

Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Yoy

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Share of Growth

Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.

Investasi

Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.

Sektor Ekonomi Dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada

pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Migas

Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Omzet

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

Share Effect

Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi

kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi

masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi

saat ini, dengan skala 1-100.

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi

kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah,

hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Dana Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan

pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup,

yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.

APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas

dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan

DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .

Daftar Istilah

81DAFTAR ISTILAH

Page 98: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Andil Inflasi

Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara

keseluruhan.

Bobot Inflasi

Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang

diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Ekspor

Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan

komersil.

Impor

Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji,

bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian.

PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu

sebagai dasar perhitungannya.

Bank Pemerintah

Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri

dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .

Loan to Deposits Ratio (LDR)

Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.

Cash Inflows

Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode

tertentu.

Cash Outflows

Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.

Net Cashflows

Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari netcash

outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash inflows bila terjadi

sebaliknya.

Aktiva Produktif

Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan

penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman

pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva.

Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada

pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada

perorangan.

82 DAFTAR ISTILAH

Kualitas Kredit

Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan

pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama

dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Kliring

Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta

maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet

seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau

bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil

perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank

Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.

Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)

Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang

diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin

besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari

jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus

dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet (setelah dikurangi agunan).

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering

disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET

Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif (PPAP), terhadap total kredit.

Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)

Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet

maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan

pembayaran.

83DAFTAR ISTILAH

Page 99: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Andil Inflasi

Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara

keseluruhan.

Bobot Inflasi

Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang

diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Ekspor

Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan

komersil.

Impor

Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji,

bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian.

PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu

sebagai dasar perhitungannya.

Bank Pemerintah

Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri

dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .

Loan to Deposits Ratio (LDR)

Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.

Cash Inflows

Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode

tertentu.

Cash Outflows

Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.

Net Cashflows

Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari netcash

outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash inflows bila terjadi

sebaliknya.

Aktiva Produktif

Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan

penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman

pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva.

Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada

pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada

perorangan.

82 DAFTAR ISTILAH

Kualitas Kredit

Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan

pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama

dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Kliring

Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta

maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet

seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau

bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil

perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank

Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.

Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)

Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang

diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin

besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari

jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus

dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet (setelah dikurangi agunan).

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering

disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET

Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif (PPAP), terhadap total kredit.

Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)

Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet

maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan

pembayaran.

83DAFTAR ISTILAH

Page 100: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Industri

Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang

kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan

(assembling) dari bagian suatu industri.

Pekerja

Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha tersebut.

Pekerja Dibayar

Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-

tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.

Pekerja Tidak Dibayar

Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak

mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di

perusahaan.

Input

Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku,

bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non

industri lainnya.

Output

Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang

dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok

barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.

Nilai Tambah/Value Added

Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.

Produktivitas

Rasio antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.

Tingkat Efisiensi

Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.

Intensitas Tenaga Kerja

Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.

Gross Margin

Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.

Usaha

Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar

dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.

Perusahaan

Suatu unit usaha yang diselenggarakan/dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa

sehomogen mungkin, Umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri

mengenai produksi, bahan baku, pekerja, dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.

Perusahaan Industri

Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan

penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.

84 DAFTAR ISTILAH

Jasa Industri

Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak

atau balas jasa ( fee ).

Inflasi Inti/ Core

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan

inflasi dan dipengaruhi oleh faktor dasar, seperti (i) interaksi permintaan dan penawaran, (ii) lingkungan

eksternal (nilai tukar, harga komoditi, dan inflasi mitra dagang), dan (iii) ekpektasi inflasi dari pedagang dan

konsumen.

85DAFTAR ISTILAH

Page 101: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA

Industri

Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang

kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan

(assembling) dari bagian suatu industri.

Pekerja

Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha tersebut.

Pekerja Dibayar

Orang yang biasanya bekerja di perusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-

tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.

Pekerja Tidak Dibayar

Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak

mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di

perusahaan.

Input

Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku,

bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non

industri lainnya.

Output

Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang

dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok

barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.

Nilai Tambah/Value Added

Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.

Produktivitas

Rasio antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.

Tingkat Efisiensi

Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.

Intensitas Tenaga Kerja

Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.

Gross Margin

Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.

Usaha

Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar

dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.

Perusahaan

Suatu unit usaha yang diselenggarakan/dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa

sehomogen mungkin, Umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri

mengenai produksi, bahan baku, pekerja, dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.

Perusahaan Industri

Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan

penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.

84 DAFTAR ISTILAH

Jasa Industri

Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak

atau balas jasa ( fee ).

Inflasi Inti/ Core

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan

inflasi dan dipengaruhi oleh faktor dasar, seperti (i) interaksi permintaan dan penawaran, (ii) lingkungan

eksternal (nilai tukar, harga komoditi, dan inflasi mitra dagang), dan (iii) ekpektasi inflasi dari pedagang dan

konsumen.

85DAFTAR ISTILAH

Page 102: KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id · semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya. KATA