41
MAKALAH TEKNOLOGI FERMENTASI MAKANAN DAN MINUMAN Kajian Proses Produksi Dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor Oleh: Kelompok 4B Hera Liana 240210110069 Nisrina Putri Rahayu 240210110071 Sylvia Harnah 240210110073 Khairunisa Aliyatin N. 240210110075 Vicki Avila 240210110084 Yessiana Yulinda P. 240210110096 UNIVERSITAS PADJADJARAN

Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan kunjungan ke UKM Tempe

Citation preview

Page 1: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

MAKALAH TEKNOLOGI FERMENTASI MAKANAN DAN MINUMAN

Kajian Proses Produksi Dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di

Desa Cikeruh-Jatinangor

Oleh:

Kelompok 4B

Hera Liana 240210110069

Nisrina Putri Rahayu 240210110071

Sylvia Harnah 240210110073

Khairunisa Aliyatin N. 240210110075

Vicki Avila 240210110084

Yessiana Yulinda P. 240210110096

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN

JATINANGOR

2014

Page 2: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah hasil kunjungan industri pengolahan makanan fermentasi yang berjudul

“Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa

Cikeruh-Jatinangor” yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi

Fermentasi Makanan dan Minuman.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat

khususnya bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya.

Jatinangor, April 2014

Penulis

ii

Page 3: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

I. PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1. Latar Belakang Kegiatan Kunjungan................................................................1

1.2. Tujuan Kegiatan Kunjungan.............................................................................1

II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................2

2.1. Tempe ...............................................................................................................2

2.2. Tahap Pembuatan Tempe..................................................................................3

2.3. Syarat Mutu Tempe...........................................................................................4

2.4. Perubahan Komposisi selama Fermentasi Tempe............................................6

2.5. Manfaat Tempe.................................................................................................7

III. PEMBAHASAN................................................................................................9

3.1. Tinjauan Umum Industri...................................................................................9

3.2. Bahan Baku Produksi Tempe............................................................................9

3.3. Prosedur Pembuatan Tempe............................................................................11

3.4. Mikroorganisme yang Berperan pada Pembuatan Tempe..............................18

3.5. Perubahan yang Terjadi pada Pembuatan Tempe...........................................19

IV. KESIMPULAN................................................................................................22

LAMPIRAN...........................................................................................................23

iii

Page 4: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kegiatan Kunjungan

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan

pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk

meningkatkan keawetan pangan dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol,

untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas,

atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-

contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk

tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dll) sampai kepada produk yang modern

(misalnya salami dan yoghurt) (Koswara, 2006).

Pengetahuan praktis mengenai bahan pangan fermentasi yang dilakukan

pada indutri skala kecil atau pun besar sebagai produsen pangan fermentasi harus

diketahui oleh ahli teknologi pangan, sehingga untuk memenuhi pemahaman

terhadap proses pengolahan fermentasi terhadap berbagai macam produk pangan

perlu dilakukan kunjungan terhadap industri pengolahan makanan fermentasi.

Tempe merupakan makanan fermentasi yang sangat umum dikonsumsi

oleh masyarakat Indonesia, baik tua maupun muda dan berbagai strata ekonomi

sudah mengakui bahwa tempe merupakan makanan khas Indonesia yang memiliki

nilai gizi terutama proteinnya yang tinggi serta memiliki daya cerna protein yang

sangat baik. Tempe umumnya diproduksi pada skala UKM atau pengrajin tempe.

Tempe dapat ditemui hampir di seluruh wilayah di Indonesia, baik dengan jenis

yang umum yaitu tempe kedelai atau tempe yang khas dari suatu daerah yaitu

seperti tempe bongkrek. Berdasarkan hal tersebut, proses pembuatan tempe

menarik untuk ditinjau, sehingga dilakukan kunjungan industri ke pengrajin tempe

di daerah Cikeruh, Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

1.2. Tujuan Kegiatan Kunjungan

Tujuan kegiatan kunjungan ke pabrik atau pengrajin makanan fermentasi

yaitu untuk mengetahui proses fermentasi pada berbagai macam produk

fermentasi skala industri kecil atau besar, perlakuan yang umumnya diberikan

pada produk fermentasi komersial dan faktor-faktor selama proses pengolahan

produk, salah satunya yaitu pada pengrajin tempe di daerah Cikeruh.

1

Page 5: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tempe

Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia.

Tempe yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang

menggunakan bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan

tempe menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan

tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan lama,

karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati

dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya

tempe cepat busuk (Sarwono, 2005).

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai

atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus,

seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh.

arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".

Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks

menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan

serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam

tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan

antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih

karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga

terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada

fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas (Widianarko, 2002).

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang

disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. Bahan

pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai

jenis mikroorganisme (Buckle, 2007). Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi

kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi

aroma khas tempe. Jamur yang berperanan dalam proses fermentasi tersebut

adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus

antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan

antibiotika, biosintesa vitamin vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber

2

Page 6: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke

dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo, 1990).

Tabel 1. Komposisi Kimia dalam 100 gr Tempe Kedelai

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1992.

2.2. Tahap Pembuatan Tempe

Proses pembuatan tempe pada umumnya meliputi 2 tahap yaitu, tahap

perlakuan pendahuluan dan tahap fermentasi. Perlakuan pendahuluan adalah

menyiapkan biji mentah menjadi biji matang tanpa kulit dan cocok untuk

pertumbuhan kapang (Susanto, 1996). Pada tahap fermentasi hal yang perlu

diperhatikan yaitu, pengaturan suhu ruang fermentasi agar mencapai suhu ideal

fermentasi 30º C (Suprapti, 2003). Tahap pembuatan tempe diatas secara lebih

jelasnya sebagai berikut (Cahyadi, 2006):

a. Biji yang dipilih atau dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air bersih.

b. Masukkan biji kedelai ke dalam panci berisi air, kemudian rebus selama 30

menit.

c. Biji yang direbus kemudian direndam selama ± 24 jam dengan air rebusan

tadi.

d. Kedelai ditiriskan dan dicuci dengan air untuk mengupas kulitnya dengan cara

di remas - remas hingga akhirnya didapatkan keping - keping kedelai.

e. Kemudian biji kedelai dicuci kembali, lalu direbus lagi selama 20 menit.

f. Biji kedelai rebus ini lalu ditiriskan.

g. Proses selanjutnya pencampuran biji dengan penambahan ragi. Setelah itu,

bungkus kedelai yang sudah bercampur rata dengan ragi menggunakan daun

3

Page 7: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

pisang atau plastik yang sebelumnya plastik dilubangi dengan jarak 1-2 cm,

untuk memberikan udara supaya jamur yang tumbuh berwarna putih.

h. Lakukan pemeraman (fermentasi) selama 2 hari.

Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini

ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih

kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan

jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan

menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya,

tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi

tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi

adalah karbohidrat (Winarno, 1980). Tempe segar mempunyai aroma lembut

seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma

lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian

lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi

tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2004).

Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen,

maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak

berjalan lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan

penusukan dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan

tempe. Sebaliknya, jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen, dapat

menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat, sehingga suhu naik dan

pertumbuhan kapang terhambat (Kusharyanto dan Budiyanto, 1995).

2.3. Syarat Mutu Tempe

Syarat mutu tempe yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku

secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3144-

2009), seperti tercantum pada tabel 2. Berdasarkan tabel di bawah ini dapat di

lihat bahwa persyaratan untuk bau, warna, dan rasa adalah normal. Besarnya

kadar air, abu dan protein secara berturut-turut yaitu maksimal 65% (b/b),

maksimal 1,5% (b/b), dan minimal 16% (b/b). Sedangkan untuk cemaran mikroba

E.coli maksimal 10.

4

Page 8: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

Tabel 2. Syarat Mutu Tempe menurut SNI 01-3144-2009

Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2009.

Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu

secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu

sudah memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Warna Putih

Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada

permukaan biji kedelai.

b. Tekstur Tempe Kompak

Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium

sehingga terlihat berwarna putih dan bila diiris terlihat keping kedelainya

(Lestari, 2005).

c. Aroma dan rasa khas tempe

Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya

degradasi komponen – komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses

fermentasi.

Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih

yang merata pada permukaannya memiliki struktur yang homogen dan kompak

serta berasa berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk

ditandai dengan permukaannya yang basah struktur tidak kompak adanya bercak

bercak hitam, adanya bau amoniak dan alkohol serta beracun (Astawan 2004).

5

Page 9: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

2.4. Perubahan Komposisi Selama Fermentasi Tempe

Tempe merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk atas jasa kapang

jenis Rhizopus sp melalui proses fermentasi. Banyak perubahan yang terjadi

selamaproses fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut

perubahan fisik, biokimia maupun mikrobiologi, yang semuanya berdampak

sangat menguntungkan terhadap sumbangan gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus

sp mampu mengubah kedelai menjadi tempe yang berasa lebih enak, lebih bergizi

dan berfungsi sebagai makanan sehat (Astawan 2009).

Tabel 3. menunjukkan bahwa terjadi peningkatan asam amino selama

pembuatan tempe. Hal ini juga ditegaskan dalam Astuti dkk (2000) bahwa

kandungan protein tempe menurun tetapi kandungan asam amino meningkat.

Kedelai merupakan bahan pangan nabati yang mempunyai nilai protein yang

tinggi, namun protein kedelai mempunyai faktor pembatas yaitu asam amino

metionin dan sistein, sehingga pemanfaatan protein kedelai oleh tubuh tidaklah

efisien. Salah satu cara untuk menghilangkan faktor pembatas yang ada pada

protein kedelai adalah dengan mengkombinasikannya dengan beras yang memiliki

kandungan asam amino metionin dan sistein yang cukup besar, sedangkan

kekurangan asam amino lisin pada beras dapat dilengkapi oleh kelebihan lisin dari

kedelai (Then, 1992).

Tabel 3. Kandungan Asam Amino Essensial Kedelai dan Tempe (mg/g Nitrogen)

Asam Amino Kedelai TempeMetionin – sistein 165 171

Treonin 247 267Valin 291 349Lisin 391 404

Leusin 494 538Fenilalanin – tirosin 506 475

Isoleusin 290 340Triptofan 76 84

Sumber : Hidayat, 2008.

Proses pembuatan tempe umumnya masih dilakukan secara tradisional

dalam skala industri kecil. Secara garis besar, tahap-tahapan penting dalam

pembuatan tempe adalah: pembersihan biji kedelai, perebusan/pengukusan dan

fermentasi. Proses fermentasi adalah tahap terpenting pada pembuatan tempe,

6

Page 10: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

dimana pada tahap ini dilakukan pemeraman kedelai selama beberapa hari

(umumnya 36 – 48 jam) menggunakan laru (kapang tempe). Selama proses

fermentasi tempe terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan

terhadap lemak, sehingga asam lemak tidak jenuh majemuk (Polyunsaturated

6 fatty acids=PUFA) meningkat jumlahnya. Asam palmitat dan asam linoleat

sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikkan terjadi pada asam lemak

oleatdan linolenat (Astawan 2009).

Dibandingkan kedelai, kadar protein, lemak dan karbohidrat tempe tidak

banyak berubah. Akan tetapi, karena adanya enzim-enzim pencernaan yang

dihasilkan oleh kapang tempe, protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe

menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam

kedelai. Dua kelompok vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu vitamin larut air

(vitamin B kompleks) dan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe

merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkadung

dalam tempe antara lain; vitamin B1 (thiamin), vitamin B2 (riboflavin), asam

pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin) dan vitamin B12

(sianokobalamin). Vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama

fermentasi, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali,

asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat meningkat 2 kali lipat (Astawan 2009).

Tabel 1 di bawah ini menunjukkan komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam

100 gram bahan kering.

Tabel 4. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering

7

Page 11: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

Sumber: Hermana et al, 1996 diacu dalam Astawan, 2009.

Dibandingkan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada

tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan

terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai

efisiensi protein serta skor proteinnya.

Tabel 5. Komposisi dan nilai gizi kedelai dan tempe (per 100 gram) Tabel 2 Komposisi dan nilai gizi kedelai dan tempe (per 100 gram)

Sumber: Hermana et al, 1996 diacu dalam Astawan, 2009.

Menurut Widianarko (2002), bahwa secara kuantitatif, nilai gizi tempe

sedikit lebih rendah dari pada nilai gizi kedelai. Namun, secara kualitatif nilai gizi

tempe lebih tinggi karena tempe mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini

disebabkan kadar protein yang larut dalam air akan meningkat akibat aktivitas

enzim proteolitik.

Selain zat-zat di atas, kedelai dan tempe sebagai hasil olahannya juga

mengandung senyawa aktif dari golongan isoflavon. Isoflavon utama yang

ditemukan di dalam kedelai dan produk fermentasinya diantaranya daidzein (7,4’-

dihidroksi isoflavon), genistein (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) dan faktor II (5,7,4’-

trihidroksi isoflavon) (Brata-Arbai, 2001). Selama proses fermentasi terjadi

sintesa antioksidan di tempe yang diketahui sebagai faktor II (5,7,4’-trihidroksi

isoflavon) (Brata-Arbai, 2001).

Selama fermentasi juga terjadi peningkatan kandungan mineral tempe,

seperti meningkatnya kandungan kalsium dan zink. Selain mengandung mineral,

tempe sebagai bahan makanan yang dapat menurunkan kolesterol juga

mengandung alpha dan gamma tocopherol (vitamin E) sebagai antioksidan yang

menjaga sel dari kerusakan akibat proses oksidasi. Antioksidan dapat

didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, mencegah dan

memperlambat proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat

8

Page 12: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi oleh radikal bebas

dalam oksidasi lipid (Kochhar & Rossell, 1990).

Antioksidan yang telah berhasil diisolasi dari kedelai dan olahannya salah

satunya adalah isoflavon dari senyawa flavonoid. Isoflavon lain dari kedelai

adalah trihidroksi isoflavon yang hanya terdapat pada produk kedelai

terfermentasi (Pratt, 1992). Selain isoflavon, kedelai dan produk olahannya

merupakan sumber berbagai macam senyawa antioksidan yang termasuk kedalam

golongan dari turunan asam sianat, fosfolipida, tokoferol, asam amino dan peptida

(Shahidi & Naczk, 1995). Isoflavon adalah senyawa bioaktif, banyak ditemukan

dalam konsentrasi tinggi pada kedelai sampai 3099 mikrogram/g (Klump et al,

2001). Isoflavon yang berasal dari tempe diketahui bersifat hipolipidemik,

antidiare dan anti infeksi terhadap E.Coli (Karyadi, 2000).

Aktivitas antibakterial untuk pertama kali dikemukakan oleh Wang et al

(1969) diacu dalam Karyadi (1985). Beberapa jenis bakteri gram positif seperti

Staphylococcus aureus, Streptococcus cremoris, Bacillus subtilis, Clostridium

perfringen, dan Clostridium sporogenes terhambat pertumbuhannya. Mahmud et

al (1982) diacu dalam Karyadi (1985) mengamati aktivitas antibakterial dalam

beberapa jenis tempe. Dalam tempe yang dibuat dengan biakan murni Rhizopuz

oligosporus terdapat aktivitas antibakterial yang menghambat pertumbuhan

Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Salmonella typhii dan Shigella flexneri.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah

dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan yang ada dalam kedelai.

Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare

kronis. Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk

akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan

kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu

senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (Astawan, 2009).

2.5. Manfaat Tempe

Tempe memiliki banyak manfaat. Selain memiliki kandungan serat tidak

larut yang tinggi dan protein, tempe juga mengandung zat antioksidan berupa

karoten, vitamin E, dan isoflavon. Itulah sebabnya tempe sering disebut-sebut

sebagai bahan makanan yang dapat mencegah kanker (Wardlaw, 1999).

9

Page 13: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

Adanya kandungan vitamin B12 pada tempe, dipandang sebagai sesuatu

yang unik oleh para ahli. Sampai saat ini penyebab atau asal vitamin itu belum

diketahui dengan pasti. Ada yang menduga vitamin B12 itu berasal dari kapang

yang tumbuh pada tempe, tetapi ada pula yang mengatakan berasal dari unsur lain.

Bakteri ini sebenarnya merupakan mikroba kontaminasi. Vitamin B12 sangat

berguna untuk membentuk sel-sel darah merah dalam tubuh sehingga dapat

mencegah terjadinya penyakit anemia (kurang darah). Selain itu, tempe juga

banyak mengandung mineral, kalsium dan fosfor (Supriyono, 2003).

Tempe juga mengandung superoksida desmutase yang dapat menghambat

kerusakan sel dan proses penuaan. Dalam sepotong tempe, terkandung berbagai

unsur yang bermanfaat, seperti protein, lemak, hidrat arang, serat, vitamin, enzim,

daidzein, genestein serta komponen antibakteri dan zat antioksidan yang

berkhasiat sebagai obat, diantaranya genestein, daidzein, fitosterol, asam fitat,

asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease (Cahyadi, 2006).

10

Page 14: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

III. PEMBAHASAN

3.1. Tinjauan Umum Industri

UKM Sumber Gizi ini adalah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

bergerak dalam bidang produksi tempe. Pemilik UKM tersebut adalah Bapak

Muhtadin. Beliau telah memulai terjun dalam industri pengolahan tempe sejak

tahun 1995 di daerah Gunung Djati. Selanjutnya, usaha tersebut berpindah lokasi

ke daerah Cileunyi pada tahun 2004 dan sejak tahun 2011 sampai sekarang UKM

ini meneruskan produksi tempenya dengan membangun pabrik di Desa Cikeruh,

Jatinangor. Industri tempe kecil berskala rumah tangga tersebut hanya memiliki

satu orang pegawai yang membantu dalam proses produksi tempe.

Setiap harinya usaha ini dapat mengolah sekitar satu kuintal atau 100

kilogram kedelai untuk diolah dan difermentasi menjadi tempe. UKM Sumber

Gizi memproduksi 4 variasi tempe berdasarkan bentuk dan ukurannya, yaitu

tempe yang berukuran balok besar, tempe berukuran balok sedang, tempe

berukuran balok panjang dan tempe berbentuk silinder memanjang. Produksi

tempe di UKM Sumber Gizi secara umum masih dilakukan secara tradisional,

tetapi pada proses penggilingan sudah menggunakan mesin penggiling modern

untuk memudahkan penggilingan kedelai dalam jumlah yang banyak.

3.2. Bahan Baku Produksi Tempe

Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah kacang

kedelai. Kacang kedelai yang digunakan merupakan varietas kedelai impor yang

biasa digunakan untuk membuat tempe, kedelai tersebut diperoleh dari daerah

sekitar Bandung. Kedelai (Glycine max) merupakan sumber protein yang paling

murah di dunia sebab berbagai varietas kedelai yang ada di Indonesia mempunyai

kadar protein 30,53 - 44 %. Biji kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu

kulit biji, daging (kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2.

Sedangkan komposisi kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak,

karbohidrat 22,2%, serat kasar 4,3%, abu 4,5%, dan air 6,6% (Snyder and Kwon,

1987).

Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Komposisi gizi

kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan dan juga warna kulit

11

Page 15: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

maupun kotiledonnya. Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara

31-48% sedangkan kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%. Antosianin

kulit kedelai mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol yang merupakan awal

terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang akan memicu berkembangnya

penyakit tekanan darah tinggi dan berkembangnya penyakit jantung koroner

(Astuti, 2000). Komposisi kimiawi kedelai kering per 100 g biji dapat di lihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 6. Komposisi Kimiawi Kedelai Kering per 100 gram Biji

Komposisi Jumlah (*) Jumlah (**)Kalori (kkal) 331 -Protein (g) 34,9 46,2Lemak (g) 18,1 19,1

Karbohidrat (g) 34,8 28,2Kalsium (mg) 227 254Fosfor (mg) 585 781Besi (mg) 8,0 -

Vitamin A (SI) 110 -Vitamin B1 (mg) 1,1 -

Air (g) 7,5 -Sumber : * Direktorat Gizi Depkes RI (1972) dalam Koswara (1992).** Sutomo (2008).

Kandungan gizi yang tinggi, terutama protein menyebabkan kedelai

diminati oleh masyarakat. Protein kedelai mengandung asam amino yang paling

lengkap dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya (Wolf and Cowan,

1971).

Pembuatan tempe tidak dapat terlepas dari penggunaan ragi tempe yang

berperan dalam proses fermentasi. Ragi tempe yang digunakan UKM Sumber

Gizi adalah jenis ragi tempe komersial yang terbuat dari campuran tepung beras

dan kapang tempe.

Gambar 1. Ragi tempe komersial yang digunakan UKM Sumber Gizi

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

12

Page 16: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

Ragi tempe merupakan bibit yang dipergunakan untuk pembuatan tempe.

Oleh karena itu sering pula disebut sebagai starter tempe. Ragi tempe

mengandung jamur Rhizopus sp. yang dikenal pula sebagai jamur tempe. Secara

tradisional, jamur untuk starter pembuatan tempe biasanya diambil dari daun

pisang bekas pembungkus tempe pada waktu pembuatan, atau daun laru atau jati

yang dikenal dengan sebutan “usar”. Namun demikian, penggunaan daun pisang

atau usar ini sangat terbatas dan hanyau ntuk produksi kecil-kecilan. Untuk

produksi yang lebih besar, starter tempe dibuat dengan memperbanyak jamur

tempe (Rhizopus sp.) pada media tertentu. Selanjutnya, spora yang dihasilkannya

diawetkan dalam keadaam kering bersama medium tempat tumbuh jamur tempe

tersebut. Dengan teknik seperti ini kualitas tempe yang diproduksi akan terjamin,

karena dosis penggunaan starter dapat diatur.

3.3. Prosedur Pembuatan Tempe

Pembuatan tempe pada UKM Sumber Gizi dilakukan secara tradisional.

Prosedur pertama pada pembuatan tempe di UKM Sumber Gizi adalah sortasi

terhadap kacang kedelai yang akan digunakan pada pembuatan tempe. Kacang

kedelai yang telah disortasi dilakukan pencucian, lalu dilakukan perendaman

selama 1 jam. Perendaman awal bertujuan agar biji kacang kedelai mengembang

dan memiliki tekstur yang lunak.

A BGambar 2. A: Bak pencucian dan B: Bak perendaman di UKM Sumber Gizi

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

Setelah perendaman awal, dilakukan perebusan dalam air mendidih selama

150 menit atau sampai biji kedelai tersebut setengah matang. Perebusan kacang

kedelai pada UKM Sumber Gizi masih dilakukan secara tradisional yaitu

menggunakan bahan bakar berupa batok kelapa. Waktu kecukupan perebusan

ditandai dengan biji kacang kedelai tersebut dalam keadaan setengah matang.

13

Page 17: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

Gambar 3. Perebusan kedelai di UKM Sumber Gizi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

Setelah perebusan, dilakukan perendaman selama 12 jam dan

menambahkan air jika kacang kedelai tidak terendam seluruhnya. Perebusan dan

perendaman kacang kedelai bertujuan agar biji kacang kedelai tersebut

mengembang dan menjadi lebih lunak. Selain itu, fungsi perendaman yang paling

penting adalah untuk menonaktifkan bakteri yang tidak diinginkan. Kedelai

mengandung senyawa rafinosa dan stakiosa yang menyebabkan perut kembung.

Namun selama proses perendaman, beberapa bakteri mampu merombak rafinosa

dan stakiosa menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga dapat mencegah

terjadinya gangguan pencernaan dan perut kembung.

Gambar 4. Perendaman setelah perebusan kedelai(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

Kacang kedelai yang telah direndam selama 12 jam ditiriskan dan dibuang

airnya. Selanjutnya dilakukan penggilingan dengan alat penggiling. Setelah

penggilingan, kulit terpisah dari kacang kedelai. Namun, pada UKM Sumber Gizi

tidak dilakukan pembuangan kulit tersebut dari kedelai, jadi kacang kedelai

beserta kulit akan digunakan bersama dalam pembuatan tempe. Hal ini

dikarenakan harga kedelai yang cukup mahal serta alat penggiling yang digunakan

tidak dapat memisahkan antara kedelai dan kulitnya serta jika dilakukan

14

Page 18: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

pemisahan secara manual membutuhkan waktu yang lama. Pemisahan kulit secara

manual dilakukan dengan perendaman kedelai yang telah digiling dalam air, kulit

memiliki berat jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan kedelai sehingga akan

mengapung dan kedelai berada di dasar bak perendaman. Kulit yang terapung

selanjutnya dipisahkan menggunakan saringan. Perbedaan yang dihasilkan pada

tempe yang menggunakan kacang kedelai tanpa kulit dengan tempe yang

menggunakan kacang kedelai bersama kulitnya terletak pada junmlah ragi yang

ditambahkan dan proses penggorengan tempe. Kacang kedelai yang telah

dihilangkan kulitnya membutuhkan ragi dalam jumlah yang lebih sedikit dan akan

lebih cepat kering saat digoreng sedangkan kacang kedelai yang masih tercampur

dengan kulitnya membutuhkan lebih banyak ragi dan pada penggorengan tempe

lebih lambat kering.

Gambar 5. Mesin penggiling kedelai di UKM Sumber Gizi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

Setelah proses penggilingan, dilakukan pencucian untuk menghilangkan

lendir yang menempel pada kacang kedelai. Jika lendir tersebut tidak dihilangkan,

maka akan mengganggu proses pembuatan tempe. Setelah pencucian, kemudian

ditiriskan untuk untuk mengurangi kelebihan air pada kacang kedelai. Air yang

terlalu banyak akan mengakibatkan tumbuhnya bakteri yang tidak diinginkan

sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan kacang kedelai dehidrasi

sehingga menghambat pertumbuhan kapang. Kecukupan proses pencucian

ditandai dengan tidak adanya aroma dan rasa asam pada kedelai.

15

Page 19: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

Diagram alir proses pembuatan tempe pada UKM Sumber Gizi dapat

dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe(Sumber : Modifikasi pribadi, 2014)

Setelah penirisan, kacang kedelai tersebut dibiarkan dingin sampai

mencapai suhu kamar karena jika suhu yang terlalu tinggi akan menghambat

pertumbuhan kapang. Setelah kacang kedelai tersebut dingin, kacang kedelai

16

Tempe

Peragian (t = 10 menit)Ragi tempe

+ Air

Sortasi

Air

Air bersih Pencucian

AirPenirisan

Fermentasi (t = 3 hari)

Pengemasan

Pencetakan

Perebusan (t = 150 menit)

Perendaman (t = 12 jam)

Penirisan

Perendaman (t = 1 jam)

Kacang kedelai

Penggilingan

Air kotor & Lendir

Page 20: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

tersebut dilakukan peragian dengan menambahkan ragi tempe. Ragi tempe yang

ditambahkan harus dalam jumlah yang sesuai. Penambahan ragi pada UKM

Sumber Gizi adalah 1 kg ragi untuk 1 kuintal kacang kedelai. Jika kondisi cuaca

dalam keadaan dingin, maka penambahan ragi pada kacang kedelai akan

bertambah sebanyak 50% dari penambahan ragi biasanya. Penambahan ragi yang

terlalu banyak akan menghasilkan rasa yang pahit pada tempe yang dibuat. Secara

tradisional, pembuatan ragi tempe adalah dengan menggunakan tempe yang sudah

jadi. Tempe tersebut diiris tipis, dikeringkan dan digiling menjadi bubuk halus.

Hasilnya digunakan sebagai starter pada proses fermentasi tempe. Ragi lain yang

sering digunakan adalah miselium kapang yang tumbuh di permukaan tempe.

Laru yang digunakan pada pembuatan tempe adalah laru ragi tempe.

Gambar 7. Pencampuran kedelai dengan ragi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

Setelah menambahkan ragi pada kacang kedelai, dilakukan pengadukan

sampai tercampur rata antara kacang kedelai dengan ragi. Kemudian kacang

kedelai tersebut di cetak dengan menggunakan cetakan dan dibungkus dengan

plastik yang telah diberi lubang. Jika harga kacang kedelai sedang mengalami

kenaikan, maka jumlah kacang kedelai yang dicetak akan dikurangi beratnya

dengan harga jual tempe yang sama. Plastik untuk membungkus tempe dilubangi

untuk menciptakan kondisi yang aerob. Jika plastik tersebut dilubangi maka ada

udara yang masuk ke dalam selama proses fermentasi berlangsung sehingga

memenuhi kebutuhan oksigen untuk kapang.

Pada umumnya, kemasan tempe juga dapat menggunakan daun pisang.

Akan tetapi, karena ketersediaan daun pisang yang tidak selalu ada serta proses

persiapan yang lebih rumit, maka UKM Sumber Gizi tidak menggunakan daun

pisang. Syarat kemasan pada tempe adalah dapat memberikan jumlah oksigen

17

Page 21: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

yang cukup untuk pertumbuhan kapang dan memungkinkan pengeluaran uap air

sehingga air tidak menempel pada kacang kedelai yang menyebabkan tumbuhnya

bakteri kontaminan. Kedelai tersebut difermentasi pada suhu kamar selama 3 hari.

Setelah fermentasi, maka dihasilkan tempe seperti pada umumnya.

A B

Gambar 8. A: pencetakan tempe dan B: kemasan berlubang pembungkus tempe di UKM Sumber Gizi

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

Gambar 9. Rak fermentasi tempe di UKM Sumber Gizi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

3.4. Mikroorganisme yang Berperan pada Pembuatan Tempe

Mikroorganisme mampu membentuk produk melalui metabolisme yang

dilakukannya. Pada pembuatan tempe, sedikitnya terdapat empat genus Rhizopus

yang dapat digunakan. Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian

Rhizopus oryzae merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan

tempe di Indonesia. Produsen tempe di Indonesia tidak menggunakan inokulum

berupa biakan murni kapang Rhizopus sp., namun menggunakan inokulum dalam

bentuk bubuk yang disebut laru atau inokulum biakan kapang pada daun waru

yang disebut usar. Jamur ini sangat berperan dalam pembuatan tempe. Pada tempe

berbahan kedelai, jamur selain berfungsi untuk mengikat atau menyatukan biji

kedelai juga menghasilkan berbagai enzim yang dapat meningkatkan nilai cerna

saat dikonsumsi.

18

Page 22: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

Kapang merupakan mikroorganisme yang memproduksi enzim a-amylase,

yang masih stabil pada suhu 50-60 oC dan stabil pada pH 5,4-7,0, tetapi pH

optimumnya adalah 3,6. Menurut Aunstrup (1979), Rhizopus sp. Merupakan

mikroorganisme yang mampu memproduksi enzim lipase dan protease. Lipase

diproduksi oleh R. arrhizus. R. delemar dan R. japonicas adalah kelompok lipase

spesifik yang memisahkan asam lemak dan trigliserida pada posisi 1 dan 3.

3.5. Perubahan yang Terjadi pada Pembuatan Tempe

Selama proses fermentasi berlansung terjadi perubahan sifat fisiko-kimia

pada tempe. Pada perubahan fisik, kedelai akan mengalami perubahan terutama

tekstur. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan

selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu

menembus permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada

biji kedelai. Hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim ekstraseluler

dan menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya (Hidayat,

Masdiana dan Suhartini, 2006).

Gambar 10. Tempe UKM Sumber Gizi(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)

Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang

menyelubungi kedelai. Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin

kompak sehingga mengikat kedelai yang satu dengan kedelai lainnya menjadi satu

kesatuan. Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta

mengeluarkan aroma yang enak (Indriani, 1990).

Perubahan kimia pada tempe karena adanya bantuan protein yang

menghasilkan enzim proteolitik yang menyebabkan degradasi protein kedelai

menjadi asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5%

(Limbong, 1981). Adanya lemak menyebabkan kapang akan menguraikan

19

Page 23: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

sebagain besar lemak dalam kedelai selama fermentasi. Pembebasan asam lemak

ditandai dengan meningkatnya angka asam 50-70 kali setelah fermentasi. Adanya

karbohidrat akan didegradasi oleh kapang Rhizopus oligosporus yang

memproduksi enzim pendegradasi karbohidrat seperti amilase, selulase atau

xylanase. Selama fermentasi, karbohidrat akan berkurang karena dirombak

menjadi gula-gula sederhana (Naruki dan Sarjono, 1984). Secara umum, proses

fermentasi pada tempe dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu :

1. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam

lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan

terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat

sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.

2. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi

tempe dimana tempe siap dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu,

jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap

atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih

kompak.

3. Fase pembusukan atau fermentasi lanjutan (50-90 jam fermentasi) terjadi

penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur

menurun, dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi

perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk amonia.

Sering kali dalam proses pembuatan tempe di UKM Sumber Gizi dihasilkan

tempe yang berkualitas kurang baik, seperti pertumbuhan kapang yang tidak

merata atau bahkan tidak tumbuh sama sekali. Hal ini dapat disebabkan karena

kapang tidak aktif atau sudah mati sehingga tidak terjadi proses fermentasi dan

tidak ada pembentukan miselium kapang. Pengadukan laru yang tidak merata

dapat menyebabkan pertumbuhan hifa kapang tidak merata di seluruh bagian

sehingga tidak semua kacang kedelai menempel dan mengurangi kekompakan

tempe yang dihasilkan. Suhu fermentasi tempe yang terlalu rendah juga dapat

menjadi sebab kegagalan dalam fermentasi tempe karena kapang Rhizopus

memiliki suhu optimum untuk pertumbuhaannya.

Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk

pertumbuhannya, sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen

20

Page 24: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak

berjalan lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan

penusukan dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan

tempe. Sebaiknya jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen, dapat

menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat sehingga suhu naik dan

pertumbuhan kapang terhambat (Nurita Puji Astuti, 2009). Selain itu,

pertumbuhan kapang yang tidak merata atau bahkan tidak tumbuh sama sekali

juga dapat disebabkan karena laru yang digunakan terlalu sedikit, laru terlalu tua,

waktu fermentasi kurang lama dan suhu fermentasi terlalu rendah.

21

Page 25: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

IV. KESIMPULAN

Proses pembuatan tempe di UKM Sumber Gizi secara umum masih

dilakukan secara tradisional dengan bahan baku utama kedelai dan menggunakan

ragi tempe komersial. Secara garis besar, tahap-tahapan penting dalam pembuatan

tempe di UKM Sumber gizi adalah: sortasi dan pembersihan, perendaman awal,

perebusan, perendaman akhir, penggilingan, pencucian, peragian dan fermentasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses keberhasilan fermentasi tempe di UKM

Sumber Gizi adalah kedelai dan jumlah ragi yang digunakan, adanya pencemar

dan suhu lingkungan (cuaca).

22

Page 26: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang Biji-bijian. Penebar Swadaya, Jakarta.

Astawan. 2008. Kecipir Langsingkan Tubuh, Tingkatkan Gairah. http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=nutrition&y=cybermed%7C0%7C0%7C6%7C458. (Diakses tanggal 18 April 2014).

Astuti, M., Meliala, Andreanyta., Fabien, Dalais., Wahlq, Mark. 2003. Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr9(4): 322–325.

Astuti, N. P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai Yang Dibungkus Plastik, Daun Pisang Dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Available online at : http://etd.eprints.ums.ac.id/5714/1/J _300_ 060_002.pdf. (Diakses tanggal 18 April 2014).

Aunstrup, K.O., Andressen, Falch, and Nielsen. 1979. Production of Microbial Enzymes, Microbial Technology. Vol. 1. Academic Press Inc., New York.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. Tempe Kedelai. http://pustan.bpk imi.kemenperin.go.id/files/SNI%203144-2009.pdf. (Diakses tanggal 18 April 2014).

Hidayat, Nur., Masdiana C. Padaga, Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit ANDI Yogyakarta, Yogyakarta.

Indriani, E.A. 1990. Pengaruh Substitusi NaCI dengan KCI Terhadap Sifat Mikrobiologi, Kimiawi dan Sensori Tauco. [Skripsi]. Jurusan PHP. Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.

Koswara, S. 2006. Teknologi Fermentasi. Available online at : www.ebookpangan.com (Diakses tanggal 18 April 2014).

Koswara, S., 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan. Bermutu. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Limbong, L.N. 1981. Pengaruh Jenis Kedelai, Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu Fermentasi dalam Larutan Garam Terhadap Mutu Tauco. [Skripsi]. Departemen Teknologi Hasil dan Mekanisasi Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan.

23

Page 27: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

Naruki, S. dan Sarjono. 1984. Pembuatan Tauco. Jurusan PHP Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.

Snyder, H.E. and T. W. Kwon. 1987. Soybean Utilization. 346 Seiten, zahlr. Abb und Tab. An AVI Book, published by Van Nostrand Reinhold Company, New York.

Sutomo, B., 2008. Cegah Anemia dengan Tempe.Available online at http://myhobbyblogs. com/food/files/2008/06/ [Diakses pada tanggal 18 April 2014].

Suwarno, J. 2010. Uji Protein dan Organoleptik Pada Tempe Dengan Bahan Dasar Jagung Manis (Zae Mays Saccharata). Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammaddiyah, Surakata. http://etd.eprints. ums.ac.id/7453/1/A420050034.pdf. (Diakses tanggal 18 April 2014).

Then, K. 1992. Komplementasi Kedelai Dengan Beras Untuk Pembuatan Tempe. Fakultas Teknologi Pertanlan Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/30926/F92KTH.pdf?sequence=1. (Diakses tanggal 18 April 2014).

Widianarko. 2002. Tips Pangan ”Teknologi, Nutrisi, dan Keamanan Pangan”. Grasindo. Jakarta.

Wolf, W.J., and C. Cowan, J. 1971. Soybean as a Food Source. C.R.C. Press, Ohio.

24

Page 28: Kajian Proses Produksi dan Fermentasi Tempe oleh Pengrajin Tempe di Desa Cikeruh-Jatinangor

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi kunjungan Kelompok 4 ke UKM Sumber Gizi

25