10
Pada jaman dahulu kala di India Utara di sepanjang tepi sungai Serayu terdapat sebuah kerajaan yang bernama kerajaan Kosala. Ibu kotanya bernama Ayodhya Pura. Kota Ayodhya terletak di tepi Sungai Amtani, yang merupakan salah satu cabang dari sungai Serayu. Rajanya bernama Dhasaratha dari dinasti Ikswaku. Raja Dhasaratha mempunyai beberapa pendeta penasehat dalam bidang keagamaan. Pemimpin dari pendeta ini adalah Reshi Wasista. Sang Raja mempunyai tiga orang istri, yaitu Dewi Kosalya, Dewi Sumitra, dan Dewi Keikayi. Pernikahan beliau sudah cukup lama, tetapi beliau belum mempunyai putra. Oleh karena itu beliau sangat resah, karena tidak mempunyai keturunan yang akan menggantikannya sebagai raja. Beliau lalu memohon nasehat kepada penashat beliau. Oleh penasehat beliau, yaitu Reshi Wasista beliau disarankan untuk melakukan yadnya “Putra kama” dengan cara melakukan homa. Juga disarankan agar upacara tersebut dipimpin oleh seorang Reshi yang cukup mumpuni,yaitu Reshi Resyasringa. Atas saran penasehat tersebut, Dhasaratha lalu menyuruh mentrinya mempersiapkan segala sesuatunya untuk pelaksanaan homa tersebut. Beliau juga mengutus seorang punggawa untuk menghadap Reshi Resyasringa memohon kepada beliau untuk memimpin upacara homa. Pada saat bulan purnamadi musim Wasanta upacara homa pun dimulai. Pada waktu raja Dhasaratha melaksanakan upacara putrakama para Dewa di Kahyangan di bawah pimpinan Dewa Indra menghadap ke hadapan Bhatara Hyang Jagatnata. Mereka lalu menyampaikan bahwa berkat anugrah Bhatara Hyang Jagatnata kepada Rahwana ia menjadi sangat sakti dan tidak bisa dikalahkan oleh para Dewa, Gandarwa,

Kanda Ramayana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kanda Ramayan

Citation preview

Page 1: Kanda Ramayana

Pada jaman dahulu kala di India Utara di sepanjang tepi sungai Serayu terdapat sebuah kerajaan

yang bernama kerajaan Kosala. Ibu kotanya bernama Ayodhya Pura. Kota Ayodhya terletak di

tepi Sungai Amtani, yang merupakan salah satu cabang dari sungai Serayu. Rajanya bernama

Dhasaratha dari dinasti Ikswaku.

Raja Dhasaratha mempunyai beberapa pendeta penasehat dalam bidang keagamaan.

Pemimpin dari pendeta ini adalah Reshi Wasista. Sang Raja mempunyai tiga orang istri, yaitu

Dewi Kosalya, Dewi Sumitra, dan Dewi Keikayi. Pernikahan beliau sudah cukup lama, tetapi

beliau belum mempunyai putra. Oleh karena itu beliau sangat resah, karena tidak mempunyai

keturunan yang akan menggantikannya sebagai raja. Beliau lalu memohon nasehat kepada

penashat beliau. Oleh penasehat beliau, yaitu Reshi Wasista beliau disarankan untuk melakukan

yadnya “Putra kama” dengan cara melakukan homa. Juga disarankan agar upacara tersebut

dipimpin oleh seorang Reshi yang cukup mumpuni,yaitu Reshi Resyasringa. Atas saran

penasehat tersebut, Dhasaratha lalu menyuruh mentrinya mempersiapkan segala sesuatunya

untuk pelaksanaan homa tersebut. Beliau juga mengutus seorang punggawa untuk menghadap

Reshi Resyasringa memohon kepada beliau untuk memimpin upacara homa. Pada saat bulan

purnamadi musim Wasanta upacara homa pun dimulai. Pada waktu raja Dhasaratha

melaksanakan upacara putrakama para Dewa di Kahyangan di bawah pimpinan Dewa Indra

menghadap ke hadapan Bhatara Hyang Jagatnata. Mereka lalu menyampaikan bahwa berkat

anugrah Bhatara Hyang Jagatnata kepada Rahwana ia menjadi sangat sakti dan tidak bisa

dikalahkan oleh para Dewa, Gandarwa, Yaksa dan penghuni sorga lainnya. Karena kesaktiannya

tersebut ia lalu menjadi sewenang-wenang. Tidak saja terhadap manusia di mayapada, melainkan

juga kepada para Dewa di Sorgaloka. Bahkan sampai berani menculik Dewi Tari. Para Dewa lalu

memohon ke hadapan Bhatara Hyang, bagaimana caranya melenyapkan kesewenang-wenangan

Rahwana tersebut. Jawab Bhatara Hyang, “Memang benar aku telah memberikan anugrah

kepadanya. Tidak terkalahkan oleh para Dewa, Gandarwa, Yaksa dan penghuni sorga lainnya.

Tapi ini tidak berarti ia tidak bisa dikalahkan. Karena ia tidak minta untuk tidak dikalahkan oleh

manusia dan binatang. Nah inilah kelemahannya. Ia akan bisa dikalahkan oleh manusia dengan

bantuan para binatang. Namun tidak sebarang manusia bisa mengalahkannya. Ia hanya bisa

dikalahkan oleh manusia utama yang merupakan awatara dari Dewa Wisnu. Oleh karena itu,

menghadaplah kepada Dewa Wisnu. Mohon agar beliau bekenan ber-awatara untuk

melenyapkan adharma yang dilakukan oleh Rahwana”.

Page 2: Kanda Ramayana

Setelah mendengar penjelasan Bhatara Hyang Jagatnata, para Dewa di bawah pimpinan

Dewa Indra lalu mohon pamit, dan langsung menuju ke Waikunta menghadap Dewa Wisnu.

Sesuai saran Bhatara Hyang Jagatnata, beliau-beliau tersebut lalu memohon agar Dewa Wisnu

berkenan ber-awatara untuk melenyapkan kesewenang-wenangan Rahwana. Dewa Wisnu

menjawab, “Aku memang sudah berencana untuk ber-awatara, tetapi belum menemukan seorang

calon ayah yang cocok. Sekarang inilah baru ada calon ayah yang cocok, yaitu prabhu

Dhasaratha yang sedang melakukan upacara putrakama. Aku akan ber-awatara menjadi putra

dari raja Dhasaratha”. Atas jawaban tersebut, para Dewa merasa puas, lalu mohon pamit.

Upacara putrakama yang dilakukan oleh raja Dhasaratha sudah hampir mencapai

puncaknya. Dari nyala api homa tersebut, muncullah makhluk Ilahi membawa mangkok dan

bersabda kepada raja Dhasaratha, “Aku adalah utusan dari Sang Pencipta. Aku diperintahkan

memberikan mangkuk yang berisi payasa ini. Berikan payasa ini kepada permaisurimu. Maka

mereka akan dianugrahi putra yang kamu idam-idamkan”. Dhasaratha lalu berlutut menerima

mangkok tersebut dengan penuh hormat. Setelah mangkok itu diterima, makhluk Ilahi tersebut

menghilang. Maka yadnyapun berakhir. Dan payasapun dibagi-bagikan kepada ketiga

permaisurinya.

Sepuluh bulan setelah upacara putrakama, Dewi Kosalya melahirkan seorang putra yang

diberi nama Rama. Rama ini adalah awatara Dewa Wisnu. Sebulan kemudian Dewi Sumitra

melahirkan putra kembar diberi nama Laksamana dan Satrugna. Dan bulan berikutnya Dewi

Keikayi melahirkan putra yang diberi nama Bharata.

Sejak masa kanak-kanak Laksamana sangat dekat dengan Rama, dan Satrugna sangat

dekat dengan Bharata. Mereka berempat dididik oleh Rshi Wasista, baik dalam hal kewiraan,

maupun dalam soal pemerintahan, ketatasusilaan, dan keagamaan. Sampai umur 16 tahun,

mereka sudah mahir dalam ilmu tersebut. Dan yang paling mahir diantara mereka adalah Rama.

Pada suatu hari datanglah seorang Rshi yang bernama Rshi Wiswamitra ke istana

Ayodhya. Kedatangan beliau disambut langsung oleh Raja Dasarata. Setelah memberikan

penghormatan kepada sang Rshi, raja Dasarata lalu menanyakan maksud kedatangan sang Rshi.

Sang Rshi lalu mengatakan bahwa kedatangannya perlu untuk memohon bantuan. Sang raja

Page 3: Kanda Ramayana

langsung menjawab bahwa beliau akan sanggup memberikan bantuan dan menanyakan apa jenis

bantuan yang bisa diberikan. Sang Rshi lalu bercerita sebagai berikut.

“Saya dan beberapa Rshi di pertapaan Sidasrama sedang melakukan yadnya. Yadnya

kami itu selalu diganggu oleh para raksasa dibawah pimpinan Tataka dan Marica. Oleh karena

itu kami memohon pertolongan agar Rama dikirim kesana untuk mengusir para raksasa

tersebut.”

Mendengar permintaan tersebut, timbul kekhawatiran pada diri Dasarata untuk

melepaskan Rama melawan para raksasa. Sebab Rama masih terlalu muda dan belum

berpengalaman. Oleh karena itu beliau lalu menjawab, “Wahai paduka Rshi, janganlah paduka

meminta Rama untuk dihadapkan kepada para raksasa. Sebab ia masih terlalu kecil dan belum

punya pengalaman. Biarlah kami kirimkan prajurit yang lain saja.”

Rshi Wiswamitra lalu menjawab, “Wahai raja, bukankah paduka tadi telah berjanji akan

memenuhi permintaan saya. Sekali tuan berjanji, hendaknya tuan jangan ragu untuk

melaksanakannya. Yang saya mintai bantuan adalah Rama, bukan yang lain. Dan mengenai

keselamatan Rama, janganlah tuan khawatir. Rama bukanlah manusia biasa. Saya yakin dia akan

selamat dan berhasil mengalahkan/mengusir para raksasa.”

Mendengar kata-kata sang Rshi raja Dasarata kembali berpikir. Kalau tidak dikasi, takut

kalau sang Rshi marah sampai mengeluarkan kutukan. Dan mengenai keselamatan Rama, ya

terserah kehendak Dewata. Maka beliau pun menjawab, mengijinkan Rama untuk berangkat

mengusir para durjana. Maka dipanggilah Rama diberitahu akan tugas tersebut, dan supaya

bersiap untuk berangkat keesokan harinya.

Dalam pada itu, Laksamana yang selalu dekat dengan Rama menyatakan diri untuk ikut

menyertai Rama. Maka keesokan harinya berangkatlah Rama dan Laksamana mengiringi Rshi

Wiswamitra menuju pertapaan Sidasrama. Jalan yang ditempuh cukup jauh, melalui sungai-

sungai dan danau, melintasi lembah, jurang dan bukit. Kebetulan pada waktu itu adalah sedang

musim semi, sehingga daun-daun sedang menghijau, dan bunga-bunga sedang bermekaran.

Maka pemandangan alam yang dilalui sangat indahnya sehingga perjalanan jadi menyenangkan.

Sebelum matahari terbenam mereka sampai di tepi sungai Serayu. Mereka memutuskan untuk

bermalam di tempat itu. Setelah mandi, mereka sembahyang bersama. Setelah itu, Rshi

Page 4: Kanda Ramayana

Wiswamitra memberikan berbagai jenis astra kepada Rama serta mengajarkan mantra-mantra

cara penggunaannya. Dengan astra-astra tersebut, diyakini akan dapat mengalahkan semua

musuh.

Keesokan harinya setelah melaksanakan sandya pagi, mereka lalu melanjutkan

perjalanan. Sore harinya mereka sudah memasuki pasraman Sidasrama. Pada hari berikutnya

yadnya para Rshi di bawah pimpinan Rshi Wiswamitra dimulai. Rama dan Laksamana sudah

siap dengan busur dan anak panahnya untuk mengamankan yadnya tersebut. Ketika yadnya

sedang berlangsung, datanglah segrombolan raksasa dibawah pimpinan patih Marica. Rama

mengarahkan panahnya pada mereka dan mengancam menyuruh mereka mundur. Ancaman

tersebut tidak dihiraukan oleh mereka, sehingga dilepaskanlah panah manawastra kepada Marica

sebagai peringatan. Panah tersebut tidak mematikan, tetepi menyebabkan Marica jatuh

tersungkur dan terlempar sejauh satu yojana. Melihat hal tersebut, sebagian anak buahnya

menjadi keder, lalu melarikan diri. Tetapi sebagian lagi justru marah, lalu maju menyerang.

Mereka yang maju ini akhirnya dihabisi oleh panah-panah Rama dan Laksamana. Patih Marica

yang tersungkur dan terlempar sejauh satu yojana merasa bahwa dia tidak akan menang melawan

Rama. Ia lalu mengundurkan diri ke tempat sepi, dan mulai hidup sebagai pertapa.

Setelah rombongan yang dipimpin oleh patih Marica terkalahkan, lalu datanglah

rombongan kedua dibawah pimpinan sang Tataka. Dalam sekejap si Tataka dan seluruh anak

buahnya telah tersungkur oleh panah Rama dan Laksamana. Maka amanlah keadaan asrama,

sehingga yadnya dapat dilangsungkan sebagaimana mestinya.

Keesokan harinya Rshi Wiswamitra menceritakan bahwa raja Janaka di negeri Mitila

mempunyai seorang putri bernama Dewi Sita. Diberi nama Sita karena ia lahir dari siti(tanah).

Yaitu pada waktu raja Janaka menggali lubang untuk homa, muncullah seorang bayi wanita dari

dalam galian tersebut. Disamping bayi tersebutjuga terletak busur dengan anak panahnya.

Sekarang bayi tersebut sudah gadis, dan raja Janaka akan membuat sayembara untuk memilih

calon suami bagi putrinya. Siapa yang dapat membentangkan busur yang mengiringi

kelahirannya dan mengarahkan pada sasarannya yang tepat dialah yang menjadi suami Dewi

Sita.

Page 5: Kanda Ramayana

Selanjutnya Rshi Wiswamitra menyarankan Rama untuk mengikuti sayembara tersebut.

Rama menyatakan kesediaannya, dan merekapun bersiap-siap untuk pergi ke Mitila. Maka

keesokan harinya pagi-pagi sekali, mereka (Rshi Wiswamitra, Rama, dan Laksamana) memulai

perjalanan menuju Mitila. Ketika matahari telah sampai di ufuk barat, mereka sampai di tepi

sungai Gangga. Mereka lalu menginap disana. Malam harinya Rshi Wiswamitra menceritakan

tentang riwayat sungai Gangga.

Ketika sampai di tempat sayembara diadakan, mereka dipersilahkan duduk di deretan

tamu-tamu peserta sayembara. Satu demi satu peserta sayembara mencoba untuk

membentangkan busur yang dijadikan alat sayembara. Namun tidak seorangpun berhasil. Giliran

terakhir tiba pada Rama. Rama berhasil membentangkan busur tersebut sampai patah. Lalu

terdengarlah gemuruh sambutan para hadirin tanda kegembiraan. Setelah suasana tenang, Raja

Janaka lalu mengumumkan bahwa Rama lah yang berhak memperistri Dewi Sita.

Rshi Wiswamitra, Rama, dan Laksamana lalu diajak ke istana. Raja Janaka lalu mengirim

utusan ke Ayodhya, mengundang raja Dasarata untuk menghadiri pernikahan putranya. Raja

Dasarata setelah membaca undangan tersebut menjadi sangat gembira, dan segera bersiap untuk

memenuhi undangan tersebut. Memerlukan tiga hari perjalanan untuk sampai di Wideha. Setelah

sampai di Wideha, upacara pernikahan antara Rama dan Sita pun dimulai. *ada versi lain

mengatakan bahwa pada saat itu juga diadakan pernikahan adik-adik Rama dengan adik-adik

Sita.*

Setelah upacara pernikahan berlangsung, keesokan harinya Dasarata dan rombongan

kembali ke Ayodhya. Tiba-tiba di tengah jalan mereka dihadang oleh seorang brahmana bernama

Rama Prasu, putra Rshi Jamadageni. Rshi Jamadageni dulu mempunyai seekor lembu kamadenu

yang sanggup memberikan apapun yang diminta padanya. Raja Harihaya yang bernama Arjuna

Sastrabahu menginginkan lembu tersebut, lalu meminta pada sang Rshi. Karena tidak diijinkan,

maka ia memaksa mengambinya. Ketika itu Rama Prasu kebetulan tidak berada di rumah. Ketika

ia kembali dan mengetahui lembu ayahnya dirampas, ia menjadi marah, lalu menantang Arjuna

Sastrabahu. Arjuna Sastrabahu akhirnya terbunuh oleh Rama Prasu. Ada 21 orang ksatria yang

tidak terima atas kematian Arjuna Sastrabahu. Mereka sepakat untuk membalas dendam, dan

mecari Rama Prasu. Karena tidak menemui Rama Prasu mereka lalu membunuh Jamadageni.

Mengetahui hal itu, Rama Prasu mejadi sanagt marah, lalu membalas membunuh ke-21 ksatria

Page 6: Kanda Ramayana

tersebut. Darah para ksatria tersebut lalu ditampung dalam lima telaga, lalu dipersembahkan

kepada ayahnya dan para leluhurnya, sebagai bukti anak yang berbakti, yang telah berhasil

membalaskan hati orang tuanya. Namun persembahan tersebut ditolakoleh para leluhurnya,

karena tidak patut mempersembahkan darah kepada para leluhur. Dengan melakukan meditasi

yang mantap, kelima telaga darah tersebut lalu diubah dijadikan lima telaga air suci, yang

dinamakan Pancaka Tirtha. Tirtha Pancaka itulah yang dipersembahkan kepada leluhurnya.

Setelah melakukan upacara persembahan Rama Prasu lalu bertapa di gunung Mahendra.

Pada waktu beliau sedang bertapa, beliau mendengar tentang kemasyuran kesaktian

Rama. Oleh karena pada dasarnya beliau tersebut mempunyai rasa dendam kepada para ksatria,

maka timbul keinginannya untuk mencoba kesaktian sang Rama. Oleh karena itulah beliau

mencegat perjalanan sang Rama dan menantangnya untuk berduel. Mmendengar tantangan

tersebut, raja Dasarata segera menghadap, memberi hormat, lalu berkata, “Hormat hamba kepada

paduka Rshi. Hamba telah mendengar kehebatan paduka sebagai pemenang atas para ksatria

yang sakti. Sekarang tidak sepantasnya paduka menantang Rama, karena dia masih kanak-kanak

dan sama sekali tidak sakti.” Rama Prasu tidak mengindahkan kata-kata Dasarata. Ia terus

mendesak Rama dan berkata, “Hai Rama, ini aku punya busur dan anak panahnya. Apabila kamu

bisa membentangkan busur ini dan mengarahkannya pada suatu sasaran, maka aku mengakui

keunggulanmu. Sebaliknya apabila kamu tidak mampu, kamu harus mengaku kalah dan

mengakui keunggulanku.” Rama merasa tertantang, lalu menerima busur itu. Tanpa kesulitania

membentangkan busur itu. Setelah busur itu terbentang, ia lau berkata, “Hai Rama Prasu, busur

ini telah berhasil aku bentangkan. Panah ini tidak bisa dilepaskan tanpa mengenai sasaran.

Sekarang katakan padaku, apa yang harus aku jadikan sasaran. Apa lehermu, dadamu, atau

apamu?” Rama Prasu menjadi ketakutan, lalu berkata, “Berkat tapaku, Indra telah memberikan

sorga kepadaku. Sekarang arahkanlah panahmu kesana.” Rama pun lalu mengarahkan panahnya

kesana. Setelah itu busurnya dikembalikannya kepada Rama Prasu. Rama Prasu menerima busur

tersebut dan berkata, “Aku mengakui keunggulanmu. Dan sekarang aku akan kembali ke

pertapaanku di gunung Mahendra.” Dan ia pun langsung pergi.

Setelah Rama Prasu pergi, Dasarata beserta rombongan melanjutkan perjalanan.

Akhirnya mereka sampai di Ayodhya