Upload
vodiep
View
250
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
KANDUNGAN BAHAN ORGANIK DAN PROTEIN
KASAR TONGKOL JAGUNG (Zea mays) YANG
DIINOKULASI DENGAN FUNGI Trichoderma sp.
PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh
YATTI DWI ARIYANTI S
I 111 11 322
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
KANDUNGAN BAHAN ORGANIK DAN PROTEIN
KASAR TONGKOL JAGUNG (Zea mays) YANG
DIINOKULASI DENGAN FUNGI Trichoderma sp.
PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh
YATTI DWI ARIYANTI S
I 111 11 322
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Yatti Dwi Ariyanti S
NIM : I 111 11 322
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab
Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan
dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan
seperlunya.
Makassar, 21 Mei 2015
YATTI DWI ARIYANTI S
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Alhamdulillah segala puji bagi ALLAH SWT, shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Rasulullah MUHAMMAD SAW Beserta
keluarganya, sahabat dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir,
yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidyahnya, sehingga akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati
penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan
yang setinggi tingginya kepada :
1. Kedua orang tuaku Ayahanda SURAHMAN dan ibunda HARTINI, serta
saudaraku yang selama ini banyak memberikan doa, semangat, kasih
sayang, saran dan dorongan kepada penulis.
2. Ibu Dr. Ir. Hj. Rohmiyatul Islamiyati, MP. sebagai pembimbing utama dan
Ibu Dr. Harfiah, S.Pt, MP. selaku pembimbing anggota yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan
nasihat serta motivasi sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan
skripsi ini.
3. Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Ibu Wakil Dekan I
dan Ibu Wakil Dekan II serta Bapak Wakil Dekan III.
vi
4. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku Ketua Program
studi peternakan Universitas Hasanuddin.
5. Dr. Ir. Anie Asriany selaku penasehat akademik yang senantiasa
membimbing dan mengarahkan selama dalam bangku perkuliahan.
6. Ibu Dr. Hj. Jamila, S.Pt, M.Si, Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Laily Agustina, MS
Bapak Dr. Ir. Budiman Nohong, MP dan Bapak Dr Ir. H. Muhammad Zain
Mide, M.Sc. sebagai pembahas yang telah memberikan masukan dalam
proses perbaikan makalah ini.
7. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya
selama kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
8. Kepada Ibu dan Bapak Pegawai Fakultas Peternakan yang telah
memberikan sumbangsih ilmu, didikan dan pelayanan akademik selama
penulis berada di bangku kuliah.
9. Teman satu tim penelitian Wardyanti terima kasih atas kerja sama dan
Kepada Tim Wafer Mas’ud Raichul Fajri terima kasih atas bantuannya mulai
selama penelitian sampai selesainya penelitian
10. Sahabatku Tami, Iqha, Yana, Pitta dan Riani yang setia bertahan
menemani dan mendukung penulis meskipun sikap yang selalu
menjengkelkan namun rasa sayangnya lebih besar daripada rasa bencinya.
11. Kepada teman-teman kelas “SOSEK 11” terima kasih atas segala
kebersamaannya dalam bingkai kampus ini yang tak pernah penulis
lupakan.
vii
12. Kawan – kawan “SOLANDEVEN 11” yang telah menjadi keluarga kecil
di Kampus Universitas Hasanuddin terima kasih telah menemani penulis
di saat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah.
13. Teman-teman KKN Reguler UNHAS GEL.87 Kab.Enrekang Kec.Maiwa
terkhusus kepada posko Desa Pattondonsalu Titi, Kak Yani, Adi,
Uya,Wetri dan Yaumil semoga apa yang menjadi kebersamaan kita akan
selalu ada untuk tetap menjadikan kita sebagai saudara.
14. Saudara dan Saudari seperjuanganku di 011 HPMM KOM. UNHAS terima
kasih telah menjadi tempat belajar yang baik untuk penulis.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapakan satu persatu yang selalu
memberikan doa kepada penulis hingga selesai penyusunan skripsi ini.
16. Buat kakak “Muh. Musyfinul Akraam” yang selama ini memberi semangat
dan bantuan baik pada bangku perkuliahan, mulai dari rencana sampai
selesainya penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu diharapkan kritik dan saran untuk perbaikan. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Amiin
Makassar, April 2015
YATTI DWI ARIYANTI S
viii
RINGKASAN
YATTI DWI ARIYANTI S (I 111 11 322). Kandungan Bahan Organik dan
Protein Kasar Tongkol Jagung (Zea mays) yang Diinokulasi fungi
Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda. (Dibawah Bimbingan
ROHMIYATUL ISLAMIYATI sebagai Pembimbing Utama dan HARFIAH
sebagai pembimbing anggota).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan bahan organik dan
protein kasar tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp pada lama
inkubasi yang berbeda. Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan yaitu: P0= tongkol jagung
tanpa inokulasi (kontrol), P1= tongkol jagung + 5% Trichoderma sp dengan lama
waktu inkubasi 1 minggu, P2= tongkol jagung + 5% Trichoderma sp dengan lama
waktu inkubasi 2 minggu, P3= tongkol jagung + 5% Trichoderma sp dengan lama
waktu inkubasi 3 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tongkol jagung
yang diinokulasi fungi Trichoderma sp pada lama inkubasi yang berbeda
berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan protein kasar dan
kandungan bahan organik. Disimpulkan bahwa tongkol jagung yang diinokulasi
dengan 5% fungi Trichoderma sp dapat meningkatkan kadar protein kasar dan
menurunkan bahan organik. Lama inkubasi yang terbaik adalah 2 minggu.
Kata kunci : Protein Kasar, Bahan Organik, Inkubasi, Tongkol Jagung,
Trichoderma sp.
ix
ABSTRACT
YATTI DWI ARIYANTI S (I 111 11 322). Countent of organic matter and
Crude Protein in the Corn Cob (Zea mays) Inoculated with Fungi
Trichoderma sp at Different Incubation Time. (Under Direction
ROHMIYATUl ISLAMIYATI as main supervisor and HARFIAH as Co-
supervisor).
This research aim to investigate countent of organic matter and crude
protein corn cobs inoculated with Trichoderma sp. at different incubation time.
This study is based on completely randomized design (CRD) with 4 treatments
and 4 replications is: P0 = corn cobs without inoculation (control), P1 = corn cobs
+ 5% Trichoderma sp with long incubation time 1 week, P2 = corn cobs + 5 %
Trichoderma sp. with a long incubation period of 2 weeks, P3 = corn cobs + 5%
Trichoderma sp. with a long incubation period of 3 weeks. The results showed
that corn cobs inoculated with fungi Trichoderma sp at different incubation time
was significant (P <0.01) the content of organic matter and crude protein. It was
concluded that corn cobs were incubated with 5% fungi Trichoderma sp can lower
organic matter and increase levels of crude protein. Long incubation is best 2
weeks.
Keywords : Organic Matter, Crude Protein, Incubation, Corn Cobs, Trichoderma
sp.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jagung Sebagai Hijauan Makanan Ternak .................. …… 4
Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Pakan Ternak………………… 7
Fungi Trichoderma sp .......................................................................... 10
Kandungan Bahan Organik .................................................................. 16
Kandungan Protein Kasar .................................................................... 17
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................... 19
Materi Penelitian .................................................................................. 19
Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 19
Parameter Yang Diukur ....................................................................... 20
Analisis Data ........................................................................................ 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi fisik tongkol jagung ................................................................ 23
Kandungan Bahan organik dan Protein Kasar Tongkol Jagung yang
diinokulasi dengan Trichoderma sp .................................................... 25
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 31
LAMPIRAN ....................................................................................................... 36
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 46
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan................ .................................................................................. 5
2. Kandungan Nilai Gizi Tongkol Jagung ................ .............................. 7
3. Warna, Bau dan Tekstur pada tongkol jagung yang diinokulasi
dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi yang Berbeda................ 23
4. Kandungan Protein Kasar dan Bahan Organik tongkol jagung yang
Diinokulasi dengan Trichoderma sp pada Lama Inkubasi
Berbeda ................ ............................................................................... 25
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Trichoderma sp................ .................................................................... 13
2. Hifa Trichoderma sp................ ............................................................ 13
3. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap Kandungan Protein Kasar
Tongkol Jagung................ .................................................................... 27
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Rataan Kandungan Bahan Organik (%) pada tongkol jagung yang diinokulasi
dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda........................... 36
2. Rataan Kandungan Protein Kasar (%) pada tongkol jagung yang diinokulasi
dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda............................38
3. Denah penelitian Tongkol Jagung……………………...................................40
4. Foto – foto Kegiatan Selama Penelitian ……………….................................41
5. Data Hasil Pengujian Labotarorium …..……………….................................42
1
PENDAHULUAN
Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha
peternakan, yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Ternak
ruminansia sangat tergantung pada pakan hijauan. Produktivitas hijauan sangat
berfluktuasi, berlimpah pada musim hujan, terjadi kekurangan saat kemarau.
Apabila kekurangan pakan, baik secara kualitas maupun kuantitas dapat
menyebabkan rendahnya produksi ternak yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan usaha untuk mencari bahan pakan yang berpotensi baik dari segi
kualitas maupun kuantitas.
Permasalahan pakan dapat diatasi dengan mencari pakan alternatif yang
potensial, murah, mudah diperoleh dan tidak bersaing dengan manusia serta
memiliki kandungan gizi untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi. Salah
satu penyediaan pakan ruminansia adalah dengan pemanfaatan sisa hasil pertanian,
perkebunan maupun agroindustri. Hasil sampingan pertanian merupakan bahan
yang mudah diperoleh dan melimpah.
Limbah pertanian yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu
tongkol jagung. Tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang cukup banyak
tersedia dan sangat potensial untuk dapat dikembangkan sebagai pakan
ruminansia pada saat persediaan rumput berkurang. Namun hasil samping ini
belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan. Limbah tanaman jagung
di Sulawesi Selatan meningkat, seiring digalakkannya program pencapaian
produksi jagung 1.5 juta ton. Limbah tanaman jagung berkisar 5-6 ton bahan
kering per hektar (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2006).
2
Kandungan nutrisi tongkol jagung terdiri dari bahan kering 90,0%, protein
kasar 2,8%, lemak kasar 0,7%, abu 1,5%, serat kasar 32,7%, dinding sel 80%,
lignin 6,0% dan ADF 32% (Murni dkk, 2008). Permasalahan utama penggunaan
tongkol jagung sebagai pakan ternak ruminansia adalah tingginya kandungan serat
kasar. Kadar lignin dan silika yang tinggi mengakibatkan kecernaan tongkol
jagung menjadi rendah dan konsumsinya oleh ternak terbatas. Sehingga perlu
dicari teknologi yan dapat meningkatkan nilai nutrisi dan kecernaannya.
Upaya untuk meningkatkan kualitas nutrisi tongkol jagung dapat
dilakukan suatu proses pengolahan secara biologis yaitu dengan memberi fungi
pendegradasi serat. Pada pro Fses pengolahan secara biologis, umumnya terjadi
perombakan bahan-bahan yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga
mudah dicerna dan diserap oleh ternak. Trichoderma adalah salah satu fungi yang
tersebar luas dan hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan.
Inokulasi fungi Trichoderma sp. pada tongkol jagung diharapkan dapat
meningkatkan nilai nutrisinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan bahan organik dan
protein kasar tongkol jagung yang diinokulasi dengan fungi Trichoderma sp. pada
lama inkubasi yang tepat. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sumber
informasi kepada peternak untuk memanfaatkan tongkol jagung yang telah
diinokulasikan dengan fungi Trichoderma sp. sebagai pakan ternak.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Tanaman Jagung Sebagai Hijauan Makanan Ternak
Tanaman jagung termasuk keluarga graminae dan merupakan jenis
tumbuhan semusim (annual), susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri
atas akar, batang, dan buah. Batang tanaman jagung beruas-ruas (berbuku-buku)
dengan jumlah ruas yang bervariasi 10 – 40 ruas. Tanaman jagung umumnya
tidak bercabang, kecuali pada jagung manis, sering tumbuh beberapa cabang
(beranak) yang muncul dari pangkal batang. Jagung bisa mencapai ketinggian
antara 180 – 210 cm, lamina dan pelepahnya berwarna hijau hingga hijau tua.
Masa berbunga selepas tanam adalah 50 hari. Panjang tongkol 16 -19 cm dan
mempunyai baris biji (Rukmana, 1997). Menurut Hardjodinomo (1982), tanaman
jagung dapat hidup di daerah tropis dan subtropis. Temperatur yang optimal untuk
tumbuhnya adalah antara 30 – 320 C temperatur terendah 9 – 10
0 C dan
temperatur tertinggi 40 – 440 C.
Menurut Tangendjaja dan Wina (2008) menyatakan bahwa tanaman
jagung merupakan komoditas pertanian yang cukup penting, baik sebagai sumber
pangan maupun pakan ternak. Tanaman jagung berupa batang dan daun dapat
diberikan pada macam-macam ternak ruminansia, bulir jagungnya juga dapat
digunakan untuk makanan manusia. Seluruh batang tanaman jagung dapat pula
diberikan pada ternak bila tanaman tersebut gagal sebagai tanaman pangan.
Tanaman jagung pada umur tertentu, tertama ketika bulir mulai tumbuh
mempunyai nilai gizi yang tinggi untuk sapi.
4
Tanaman Jagung setiap kali panen akan menghasilkan limbah sebagai
hasil sampingan. Adapun yang termasuk jenis hasil limbah tanaman jagung
misalnya batang, daun jagung (kelobot) dan janggel jagung. Potensi tongkol
jagung untuk pakan di Sulawesi Selatan cukup besar disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan, 2014
Kabupaten/Kota Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
Kabupaten Selayar 3.010 5.510
Bulukumba 33.011 135.758
Bantaeng 27.012 144.035
Jeneponto 47.663 201.446
Takalar 4.757 21.579
Gowa 43.001 213.186
Sinjai 7.609 28.070
Maros 4.193 14.386
Pangkep 856 4.571
Barru 1.338 4.980
Bone 43.606 148.293
Soppeng 8.753 47.377
Wajo 10.035 25.902
Sidrap 16.613 90.333
Pinrang 13.521 81.733
Enrekang 12.423 59.109
Luwu 2.308 5.781
Tana Toraja 2.768 19.325
Luwu Utara 16.132 67.562
Luwu Timur 3.860 19.694
Toraja Utara 59 302
Makassar 15 20
Pare-pare 170 310
Palopo 665 3.779
Sulawesi Selatan 2013 274.046 1.250.202
2012 325.329 1.515.329
2011 297.126 1.420.154
Sumber : BPS Sulawesi Selatan (2014)
5
Limbah tanaman jagung terutama berupa batang, daun, kulit, tongkol atau
janggel mencapai 1,5 kali bobot biji artinya bahwa jika dihasilkan 8 ton biji per ha
maka sekaligus diperoleh 12 ton limbah yang dapat dijadikan pakan sapi, baik
secara langsung maupun melalui pengolahan lebih dahulu (Faesal, 2013). Selain
itu limbah jagung potensial ini dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan
pakan komplit sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan hijauan
pakan. Limbah tanaman jagung biasanya melimpah pada saat panen, sehingga
tidak setiap saat tersedia karena itu diperlukan teknologi pengolahan limbah saat
melimpah dan disimpan untuk persediaan pakan sapi atau ternak ruminansia
lainnya pada saat musim kemarau (Maryono dan Romjali 2007).
Nilai gizi limbah tanaman jagung lokal berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa silase batang dan daun jagung serta konsentrat tongkol
jagung mengalami sedikit peningkatan protein dan serat kasar pada fementasi
selama satu bulan (Naiola dkk, 2012). Nutrisi tanaman jagung dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain adalah bagian tanaman yang dipanen, cara
penyimpanan meliputi kelembaban dan prosesing (Lardy, 2013).
Nutrisi limbah tanaman jagung dapat ditingkatkan melalui fermentasi
sebagaimana dilaporkan Oseni dan Esperigin (2007) bahwa nilai protein, lemak,
serat kasar, abu dan tanin meningkat dengan perlakuan fermentasi, sedangkan zat
anti nutrisi phytate mengalami penurunan, meskipun terjadi peningkatan tanin
akan tetapi tidak begitu tinggi jika dibandingkan dengan penurunan anti nutrisi
phytate yang cukup tajam akibat perlakuan fermentasi, hal ini memberi indikasi
bahwa dengan fermentasi kualitas pakan yang bersumber dari limbah tanaman
6
jagung dapat ditingkatkan.
Pemanfaatan jagung sebagai pakan ternak, yaitu pada seluruh tanaman
termasuk batang, daun dan buah jagung muda yang dicacah dan diberikan
langsung kepada ternak. Petani hanya menanam jagung sebagai hijauan dan pada
umur tertentu tanaman dipangkas dan dicacah untuk diberikan kepada ternak,
terutama jagung yang berumur muda sehingga gampang dicerna oleh ternak
ruminansia (Rukmana, 1997).
Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Pakan Ternak
Janggel jagung adalah hasil ikutan dari tanaman jagung yang telah
diambil bijinya dan merupakan limbah padat. Selama ini janggel jagung selalu
dibuang atau dibakar, padahal sebetulnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan
alternatif karena mudah didapat, kandungan nutrisinya memadai dan
ketersediaannya cukup. Sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai pakan
ternak. Palatabilitas tongkol jagung yang rendah masih dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ruminansia dengan pengolahan terlebih dahulu. Adapun kandungan
zat makanan tongkol jagung berdasarkan persentase bahan kering dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nilai Gizi Tongkol Jagung
Komponen Zat Persentase
Bahan Kering 90,0
Lemak 0,7
Serat Kasar 32,7
Protein Kasar 2,8
BETN 33,36
Abu 1,5
Lignin 6,0
ADF 32
Sumber : Murni, dkk (2008)
7
Komponen tanaman jagung tua dan siap panen terdiri atas 38% biji, 7%
tongkol, 12% kulit, 13% daun dan 30% batang. Janggel jagung dapat diberikan
kepada ternak ruminansia dan merupakan bahan pakan kasar berkualitas rendah.
Janggel jagung termasuk bahan pakan yang kurang palatabel dan jika tidak segera
dikeringkan akan ditumbuhi jamur dalam beberapa hari (Murni dkk., 2008).
Yulistiani (2010) mengungkapkan tongkol jagung mempunyai kadar protein yang
rendah (kurang dari 4,64%), kadar lignin (15,8%) dan selulosa yang tinggi.
Kecernaan tongkol jagung rendah (kecernaan in vitronya kurang dari 50%).
Peningkatan kualitas nutrisi pada tongkol jagung melalui pengurangan
ukuran partikel dan fermentasi secara nyata dapat meningkatkan protein kasar,
namun tidak mampu memperbaiki nilai nutrisi pada serat kasar maupun pada total
digestible nutrients (TDN). Penggunaan tongkol jagung yang telah difermentasi
dengan Aspergillus niger sebanyak 50% dalam konsentrat pada sapi PO yang
mendapat pakan basal jerami padi mampu menghasilkan pertambahan bobot
hidup harian (PBBH) yang tidak berbeda nyata dengan sapi PO yang diberi pakan
konsentrat tanpa tongkol jagung, sehingga penggunaan tongkol jagung dalam
konsentrat sebanyak 50% mampu maningkatkan nilai keuntungan (Anggraeny
dkk., 2008).
Upaya peningkatan kualitas tongkol jagung sebagai pakan ruminasia dapat
dilakukan dengan perlakuan fisik, kimiawi, biologi atau gabungan perlakuan
tersebut. Perlakuan fisik dengan pencacahan dapat digabungkan dengan perlakuan
kimiawi berupa amoniasi dan perlakuan biologi yaitu fermentasi menggunakan
starter mikrobia. sedangkan fungsi fermentasi adalah dapat menurunkan serat
8
kasar dan sekaligus meningkatkan kecernaan bahan pakan berserat. Proses
fermentasi bertujuan menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kecernaan
sekaligus meningkatkan kadar protein kasar (Tampoebolon, 1997).
Menurut Maynard et al. (1983), tongkol jagung tergolong pakan serat
bermutu rendah, kecernaan dan palatabilitasnya pun rendah. Rendahnya
kecernaan disebabkan kandungan lignin yang tinggi yang membentuk komplek
dengan selulosa dan hemiselulosa, Oleh karena itu agar nilai gizi dan
kecernaannya dapat ditingkatkan perlu dilakukan pengolahan. Salah satu alternatif
peningkatan mutu bahan pakan adalah teknik fermentasi (Ummiyasih dan Wina,
2008).
Fermentasi dengan menggunakan kapang memungkinkan terjadinya
perombakan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih tersedia, sehingga
diharapkan pula nilai nutrisinya meningkat (Supriyati dkk., 1998). Kandungan
lignin pada tongkol jagung yang dapat menghambat hidrolisis tersebut dapat
diatasi dengan delignifikasi. Delignifikasi bertujuan untuk memudahkan
pelepasan hemiselulosa dan mengurangi kandungan lignin pada tongkol jagung
yang dapat menghambat fermentasi selulosa menjadi gula-gula sederhana.
Delignifikasi dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pengecilan ukuran,
perendaman dalam NaOCl 1 % (b/v), pembilasan, penyaringan, dan pengeringan
untuk menurunkan kadar air tongkol jagung. Selain itu, enzim lignase yang juga
diproduksi oleh Aspergillus niger dapat memecah ikatan lignin polisakarida
menjadi bagian yang lebih sederhana (Rizqi, 2012).
9
Menurut Winarno dan Fardiaz (2003) bahwa fermentasi adalah segala
macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk
melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi
perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk
tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut.
Yulistiani dkk., (2011) melaporkan bahwa pengolahan tongkol jagung
dengan fermentasi Aspergillus niger sebanyak 0,5 gram per 100 gram tongkol
jagung tidak secara signifikan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan
organik. Kecernaan bahan kering dan bahan organik tongkol jagung yang
difermentasi dengan Aspergillus niger lebih tinggi yaitu berturut-turut sebesar
47,2 % dan 47,5% dibanding kecernaan bahan kering dan bahan organik
perlakuan kontrol (tanpa pengolahan) berturut-turut sebesar 45,5% dan 42%.
Semakin tinggi penggunaan Aspergillus niger akan meningkatkan kadar
kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada tongkol jagung.
Beberapa metode untuk meningkatkan nilai nutrisi tongkol jagung sebagai
pakan ternak pernah juga dilakukan diantaranya dengan fermentasi meggunakan
kapang Trichoderma viridae yang dilaporkan oleh Ward and Perry (1998) bahwa
ransum yang mengandung fermentasi tongkol jagung dengan jamur
Trichoderma viridae mempunyai kecernaan serat dan TDN pakan yang lebih
tinggi dibanding yang tidak difermentasi.
10
Fungi Trichoderma sp.
Trichoderma adalah salah satu fungi yang tersebar luas dan hampir dapat
ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Fungi ini tumbuh pada kisaran
suhu optimal 22-30°C. Miselium Trichoderma dapat menghasilkan suatu enzim
yang bermacam-macam, termasuk enzim selulase (pendegradasi selulosa) dan
kitinase (pendegradasi kitin). Oleh karena adanya enzim selulase, Trichoderma
dapat tumbuh secara langsung di atas kayu yang terdiri atas selulosa sebagai
polimer dari glukosa. Spesies Trichoderma disamping sebagai organisme
pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan
tanaman (Prayuwidayati, 2009).
Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan/fungi yang termasuk kelas
Ascomycetes. Di alam, Trichoderma banyak ditemukan di tanah hutan maupun
tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Suhu optimum untuk tumbuhnya
Trichoderma berbeda-beda setiap spesiesnya. Ada yang dapat tumbuh pada
temperatur rendah ada pula yang tumbuh pada temperatur cukup tinggi,
kisarannya sekitar 7 °C – 41 °C. Trichoderma yang dikultur dapat bertumbuh
cepat pada suhu 25-30 °C, namun pada suhu 35 °C cendawan ini tidak dapat
tumbuh. Perbedaan suhu memengaruhi produksi beberapa enzim seperti
karboksimetilselulase dan xilanase (Pelczar dan Reid, 1986). Sedangkan menurut
Enari (1983), suhu optimal untuk pertumbuhan fungi ini adalah 32- 350 C.
Trichoderma sp. merupakan fungi dengan salah salah satu ciri genusnya
yaitu reproduksi aseksual, yang lebih sering ditemukan pada tanah yang terisolasi,
hampir semua daerah dingin dan pada tanah tropis. Fungi ini juga hidup berkoloni
pada kayu. Meskipun banyak strain termasuk dalam biokontrol strain, tidak
11
diketahui jaringan seksualnya. Di alam, golongan aseksual fungi ini tetap
melakukan penggandaan diri, lebih sering disebut Heterocaryiotic, individual dan
populasi kemungkinan berkembang secara aseksual. Trichoderma sp. penghasil
prolifik protein ekstraseluler dan yang terbaik diketahui untuk kemampuannya
menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi selulosa dan kitin, meskipun
Trichoderma sp juga menghasilkan enzim lain yang berguna, sebagai contoh
perbedaan strain yang menghasilkan lebih banyak daripada 100 perbedaan
metabolisme yang telah diketahui sebagai antibiotik (Harman. dkk., 2004).
Pada sebuah penelitian ditemukan bahwa Trichoderma sp. merupakan
salah satu jamur yang dapat menjadi agen biokontrol karena bersifat antagonis
bagi jamur lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang
dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan
toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat
diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan
tanaman akibat patogen. Kemampuan dan mekanisme Trichoderma sp. dalam
menghambat pertumbuhan patogen secara rinci bervariasi pada setiap spesiesnya.
Perbedaan kemampuan ini disebabkan oleh faktor ekologi yang membuat
produksi bahan metabolit yang bervariasi pula Trichoderma sp. memproduksi
metabolit yang bersifat volatil dan non volatil. Metabolit non volatil lebih efektif
dibandingkan dengan yang volatil. Metabolit yang dihasilkan Trichoderma sp.
dapat berdifusi melalui membran dialisis yang kemudian dapat menghambat
pertumbuhan beberapa patogen. Salah satu contoh metabolit tersebut adalah
monooksigenase yang muncul saat adanya kontak antar jenis Trichoderma sp, dan
12
semakin optimal pada pH 4. Ketiadaan metabolit ini tidak akan mengubah
morfologi dari Trichoderma namun hanya akan menurunkan kemampuan
penghambatan patogen (Hasanuddin, 2003).
Klasifikasi fungi Trichoderma sp. menurut Niken (2009), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Fungi
Divisio : Amastigomycota
Subdiviso : Deuteromycotina
Classis : Deuteromycetes
Ordo : Moniliases
Family : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Species : Trichoderma sp.
Gambar 1. Trichoderma sp. Gambar 2. Hifa fungi Trichoderma sp.
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2015 Sumber : Anonim, 2014
13
Koloni dari fungi Trichoderma berwarna putih, kuning, hijau muda, dan
hijau tua. Susunan sel kapang Trichoderma bersel banyak berderet membentuk
benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih,
bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium.
Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta
spora, karena sifatnya inilah Trichoderma dikatakan memiliki daya kompetitif
yang tinggi. Dalam pertumbuhannya, bagian permukaan akan terlihat putih bersih,
dan bermiselium kusam. Setelah dewasa, miselium memiliki warna hijau
kekuningan (Niken, 2009).
Kapang ini memiliki bagian yang khas antara lain miselium berseptat,
bercabang banyak, konidia spora berseptat dan cabang yang paling ujung
berfungsi sebagai sterigma. Konidiofornya bercabang berbentuk verticillate. Pada
bagian ujung konidiofornya tumbuh sel yang bentuknya menyerupai botol
(fialida), sel ini dapat berbentuk tunggal maupun berkelompok. Konidianya
berwarna hijau cerah bergerombol membentuk menjadi seperti bola dan berkas-
berkas hifa terlihat menonjol jelas diantara konidia spora. Trichoderma
berkembang biak secara aseksual dengan membentuk spora di ujung fialida atau
cabang dari hifa (Lidia, dkk 2005).
Salah satu jenis fungi yang sering dipergunakan untuk inokulasi adalah
Trichoderma sp. Dalam proses inokulasi, fungi mengubah senyawa-senyawa yang
ada di dalam substrat untuk pertumbuhan dan pembentukan protein, sehingga
produksi yang terinokulasi tersebut merupakan bahan pakan dengan kandungan
protein yang lebih tinggi. Selain itu terjadi pula perombakan senyawa-senyawa
14
yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan diserap oleh
ternak. Perombakan ini terjadi karena proses fermentasi, fungi memproduksi
enzim yang melakukan perombakan terhadap senyawa-senyawa kompleks.
Keuntungan ganda diperoleh dari inokulasi limbah dengan fungi Trichoderma sp.
yaitu kandungan protein meningkat dan enzim yang diproduksi fungi membantu
dalam kecernaan bahan (Rukhmani, 2005).
Penggunaan fungi sebagai inokulum fermentasi sudah banyak dilakukan
karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, kadar asam nukleat rendah.
Pertumbuhannya pun mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut
seperti kapas yang mulanya bewarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan
terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis fungi, dan fungi ini terdiri dari
suatu thallus bercabang yang disebut hifa, dimana miselia merupakan masa hifa
(Fardiaz, 1989).
Salah satu produk fermentasi yang didalamnya terjadi perubahan bahan
organik yang kompleks menjadi senyawa lebih sederhana oleh adanya kegiatan
enzim dan senyawa-senyawa yang dihasilkan dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat
pula memperbaiki nilai gizi dari produk tersebut (Akhirany, 2003). Pederson
(1971) berpendapat bahwa kandungan asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin,
dan mineral bahan mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan
mikroorganisme selama fermentasi, selain itu juga terjadi perubahan bau dan
tekstur.
15
Trichoderma sp. pada pengolahan bahan pakan yang akan dilakukan
adalah dengan proses fermentasi, yang memanfaatkan kapang penghasil enzim,
sehingga diharapkan dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh
Trichoderma sp. dapat mendegradasi dan meningkatkan kandungan nutrisi
limbah jerami (Volk, 2004). Sedangkan Gilbert dan Tsao (1993) menyatakan
bahwa penggunakan fungi Trichoderma sp. dalam proses pengolahan bahan pakan
memiliki kelebihan antara lain, enzim yang dihasilkan oleh kapang tersebut
kualitas yang sangat baik jika dibandingkan dengan jenis kapang lainnya sehingga
dapat meningkatkan kualitas kandungan nutrisi yang akan digunakan sebagai
sumber protein untuk ternak ruminansia.
Kandungan Bahan Organik
Bahan pakan mengandung nutrisi yang terdiri dari air dan bahan kering,
selanjutnya bahan kering terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik. Bahan
organik adalah protein, lemak dan vitamin sedangkan bahan anorganik adalah
elemen mineral-mineral (Kartadisastra, 1994).
Bahan organik merupakan bagian terbesar nutrien yang dibutuhkan oleh
ternak. Bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga apabila
bahan kering meningkat akan meningkatkan bahan organik begitu juga
sebaliknya. Oleh karena itu, hal tersebut juga akan berlaku pada nilai
kecernaannya apabila kecernaan bahan kering meningkat tentu kecernaan bahan
organik juga meningkat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar komponen
bahan kering terdiri dari komponen bahan organik, perbedaan keduanya terletak
pada kandungan abunya (Fathul dan Wajizah, 2010).
16
Komposisi bahan organik yaitu terdiri atas karbohidrat, protein, lemak dan
vitamin. Karbohidrat merupakan bagian dari bahan organik yang utama serta
mempunyai komposisi yang tertinggi (50-70%) dari jumlah bahan kering (Tillman
dkk, 1998). Zat-zat mineral sebagai suatu golongan dalam bahan makanan atau
jaringan hewan ditentukan dengan membakar zat-zat organik, kemudian
menimbang sisanya yang disebut abu. Penentuan demikian tidak menjelaskan apa-
apa mengenai zat-zat khusus yang terdapat dalam bahan makanan dan abunya
dapat mengandung karbon yang berasal dari zat-zat organik sebagai karbonat bila
terdapat terlalu banyak zat-zat mineral pembentuk basa. Abu hasil pembakaran
dapat digunakan sebagai titik tolak untuk determinasi persentase zat-zat tertentu
yang terdapat dalam bahan makanan (Anggorodi, 1994).
Kadar bahan kering bahan makanan dihitung sebagai selisih antara 100%
dengan % air. Analisis mineral dimulai dengan membakar contoh bahan makanan
pada suhu 500-6000C dengan istilah diabukan. Fraksi-fraksi yang hilang dalam
proses pembakaran adalah bahan organik yang dikandung bahan makanan
tersebut. Abu sisa pembakaran itu dianggap sebagai mineral bahan makanan.
Selisih antara bahan kering dengan mineral adalah bahan organik (Amrullah,
2003).
17
Kandungan Protein Kasar
Protein merupakan zat gizi yang amat penting, karena paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Protein adalah sumber asam
amino yang memiliki unsur-unsur C, H, O dan N. Fungsi utama protein adalah
membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada, karena
protein merupakan materi penyusun dasar dari semua jaringan tubuh yang
dibentuk (Anggrodi, 1994).
Protein kasar dalam analisa yang mendekati angka nyata (proksimat)
hanya menggambarkan komposisi asam-asam amino dalam protein, untuk maksud
ini diperlukan analisa khusus lebih lanjut. Protein kasar mengandung senyawa
protein murni dan senyawa NPN. Protein mewakili nitrogen yang ditemukan
terikat dalam suatu ikatan peptide untuk membentuk protein sedangkan senyawa
NPN nitrogen yang berasal dari senyawa bukan protein dan tanaman termasuk
asam amino, lipid, nitrogen, amina, nitrat, alkali dan vitamin (Tillman, dkk, 1998).
Kandungan selulosa yang cukup tinggi yang merupakan komponen serat
yang dapat dicerna maka tongkol jagung dapat menyediakan energi yang cukup
untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen. Namun karena rendahnya kandungan
protein dan tingginya kadar lignin menyebabkan selulosa menjadi tidak tersedia
untuk difermentasi di dalam rumen akibatnya kecernaannya menjadi rendah. Oleh
karena itu perlu diolah untuk meningkatkan nilai nutrien dan kecernaannya. Hasil
penelitian sebelumnya pengolahan tongkol jagung menggunakan urea dapat
menghasilkan kadar protein sebasar 10% dan kecernaan sebasar 60% (Yulistiani
dkk., 2009).
18
Untuk meningkatkan nutrien tongkol jagung beberapa metode pengolahan
telah dicobakan diantaranya dengan metode perlakuan kimia ataupun biologi.
Perlakuan kimia yang pernah dicobakan antara lain dengan menggunakan
amonium hidroksida dan sodium hidroksida (Brandt Dan Klopfenstein, 1996).
Oseni and Espirigin (2007) melaporkan bahwa perlakuan tongkol jagung dengan
urea atau ammonia dapat meningkatkan konsumsi pakan dan kecernaan nutrisi
pakan. Sapi potong yang diberi ransum dengan kandungan 80% tongkol jagung
yang telah diberi perlakuan NaOH 3% dapat meningkatkan laju pertambahan
bobot hidup yang lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak diolah (730 vs 300
g/hari).
19
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – Februari 2015,
yang bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ruminansia dan di Laboratorium
Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah parang, talenan,
karung goni, timbangan, oven, dan seperangkat alat untuk analisis kandungan
bahan organik dan protein kasar.
Bahan-bahan yang digunakan adalah tongkol jagung, Trichoderma sp.,
kertas label, air, dan kantong plastik.
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan dan Perbanyakan Starter Trichoderma sp.
Beras jagung sebanyak 1 kg direndam di air selama 24 jam. Selanjutnya
ditiriskan dan dimasukkan pada kantong tahan panas sebanyak 15 kantong
kemudian diatoclave pada suhu 121o
C selama 20 menit. Setelah dingin setiap
kantong dimasukkan setengah cawan petri biakan murni Trichoderma sp.,
diratakan dan ditutup lalu diberi lubang kecil. Diinkubasi pada suhu kamar selama
satu minggu. Dikeringkan pada suhu rendah, digiling sampai halus selanjutnya
digunakan sebagai inokulum.
20
Penelitian ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan (Gaspersz, 1994). Adapun susunannya
sebagai berikut :
P0 = Togkol jagung tanpa inokulasi (kontrol)
P1 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi
1 minggu.
P2 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi
2 minggu.
P3 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi
3 minggu.
Tongkol jagung hibrida Bisi-2 yang berasal dari kabupaten Takalar
dicacah ukuran ± 1 cm sebanyak 1 kg kemudian disemprot dengan air sampai
kelembaban 55-60% dan di autoclave selama 20 menit, lalu ditaburkan 5%
inokulum fungi Trichoderma sp., dicampur hingga merata, dimasukkan kedalam
kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil kemudian di inkubasi selama 1, 2,
dan 3 minggu. Setelah cukup waktunya plastik dibuka, diamati kondisi fisik
Kemudian diambil sampel untuk dianalisa kandungan bahan organik dan protein
kasar. Jumlah koloni fungi Trichoderma sp. sebanyak 8,6 x 106 cfu/ml.
Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kandungan bahan
organik tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. berdasarkan
analisis proksimat sesuai dengan prosedur kerja yang dikemukakan AOAC (1992)
sebagai berikut :
21
a) Bahan Organik
Cawan porselin bersamaan sampel dalam penetapan kadar air
dimasukkan ke dalam tanur listrik. Suhunya diatur 6000C, dibiarkan 3 jam
sampai menjadi abu, tanur dimatikan dan dibiarkan agak dingin kemudian
dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang (d gram).
Rumus yang digunakan :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 % =d−a
b−a X 100%
BO = 100% - Kadar abu
Keterangan :
a = Berat cawat kosong (g)
b = Berat cawan + berat sampel sebelum oven (g)
d = Berat cawan + berat sampel setelah ditanur (g)
b) Protein Kasar
Menimbang sampel 0,5 gr (a), kemudian dimasukkan ke dalam
labu Kjeldahl, tambahkan satu sendok teh campuran selenium dan 10 ml
H2SO4 pekat. Kocok hingga seluruh sampel terbasahi oleh H2SO4 pekat
lalu didestruksi (dalam lemari asam) di atas pemanas listrik hingga jernih.
Dinginkan dan encerkan dengan aquadest 100 ml sampai tanda garis
(pengenceran b), siapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2%
dan tambahkan 4 tetes larutan indikator campuran dalam Erlenmeyer 100
ml. Dipipet 10 ml larutan NaOH 30% dan 100 ml aquadest. Alat destilasi
dijalankan sampai larutan penampung mencapai 50 ml (penampung = 4
tetes indikator + asam borat). Tahap berikutnya titrasi dengan H2SO4
22
0,02N sampai terjadi perubahan warna. Keberhasilan analisis ini ditandai
dengan perubahan warna hijau menjadi merah pada labu penampung.
Rumus yang digunakan :
Kadar Protein Kasar 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × N H2SO4 × 0,014 × 6,25 × 𝑏
Berat sampel (a) X 100%
Keterangan :
a. = Berat sampel
b. = Faktor pengenceran
n. = Normalitas larutan H2SO4
Analisis Data
Data yang diproleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik
ragam sesuai Rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan.
Selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan (Gasperz, 1994). Data diolah dengan
bantuan software SPSS versi 16.
Persamaan matematika dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah
sebagai berikut :
Yij = μ + ti + eij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan dari peubah perlakuan ke-i dengan ulangan ke- j
Μ = Nilai tengah umum
ti = Pengaruh perlakuan ke-i (1, 2, 3, 4)
eij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke- j (1, 2,
3, 4)
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Fisik Tongkol Jagung
Hasil pengamatan warna, bau, tekstur dan pertumbuhan fungi pada
tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi
yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Warna, Bau Dan Tekstur Pada Tongkol Jagung Yang Diinokulasi
Dengan Trichoderma Sp. Pada Lama Inkubasi Yang Berbeda.
Pengamatan
fisik P0 P1 P2 P3
Warna Krem Coklat kehijau-
hijauan
Coklat kehijau-
hijauan Hijau tua
Bau Khas tongkol
jagung Harum Harum
Harum lebih
menyengat
Tekstur Keras Agak lembek Agak lembek Agak lembek
Pertumbuhan
fungi Tidak ada
Tumbuh belum
merata
Tumbuh agak
merata
Menutupi
permukaan
Sumber : Data Hasil Penelitian, 2015. Keterangan :
P0 = Togkol jagung tanpa inokulasi (kontrol)
P1 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 1 minggu.
P2 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 2 minggu.
P3 = Tongkol jagung + 5% fungi Trichoderma sp. dengan lama waktu inkubasi 3 minggu.
Warna tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada
lama inkubasi yang berbeda, secara fisik menunjukkan bahwa mempunyai warna
coklat kehijau-hijauan dan hijau tua. Perubahan warna tersebut merupakan efek
dari penambahan fungi Trichoderma sp, hal ini disebabkan karena adanya
kumpulan konidia pada ujung hifa kapang tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Prayuwidayati, (2009) Dalam pertumbuhan Trichoderma sp. bagian
permukaan akan terlihat putih bersih, dan bermiselium kusam. Setelah dewasa,
miselium memiliki warna hijau kekuningan. Menurut Siregar (1996) warna
fermentasi yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu warna hijau atau kecoklatan.
24
Bau tongkol jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama
inkubasi yang berbeda menghasilkan bau aroma harum dan harum lebih
menyengat. Hal ini disebabkan semakin lama inkubasi bau yang dihasilkan
semakin menyengat. Bau harum keasaman seperti bau tape merupakan ciri khas
fermentasi yang baik sedangkan teksturnya agak lembek. Hal ini disebabkan telah
terjadinya perombakan struktur keras oleh fungi Trichoderma sp. sehingga bahan
dari struktur yang kompleks menjadi struktur yang lebih sederhana. Pederson
(1971) berpendapat bahwa kandungan asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin,
dan mineral bahan mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan
mikroorganisme, selain itu juga selama fermentasi terjadi perubahan bau dan
tekstur (Saraswati, dkk, 2005).
Pertumbuhan fungi pada tongkol jagung yang diinokulasikan dengan
Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda, pada perlakuan P1
pertumbuhan fungi belum merata, perlakuan P2 pertumbuhan fungi agak merata
dan perlakuan P3 pertumbuhan fungi menutupi permukaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin lama tongkol jagung diinkubasi maka
pertumbuhan Trichoderma sp. semakin banyak. Menurut Judoamidjojo et al.
(1989), mikroba yang dimasukkan ke dalam medium baru tidak akan segera
tumbuh dan waktu generasinya masih lambat, hal ini tergantung spesies dan umur
mikroba, substrat serta faktor lingkungan pertumbuhan. Peningkatan lama waktu
pemeraman menyebabkan meningkatnya kesempatan mikroba untuk melakukan
pertumbuhan dan fermentasi, sehingga semakin lama waktu pemeraman maka
kesempatan mikroba untuk mendegradasi tongkol jagung semakin tinggi.
25
Kandungan Bahan Organik dan Protein Kasar Tongkol Jagung yang Diinokulasi
dengan Trichoderma sp.
Tabel 4. Rata-Rata Kandungan Protein Kasar Dan Bahan Organik Tongkol
Jagung Yang Diinokulasi Dengan Trichoderma Sp. Pada Lama
Inkubasi Yang Berbeda.
Nutrien Perlakuan
PO P1 P2 P3
Bahan Organik (%) 98.32c
97.90bc
97.38ab
96.72a
Protein Kasar (%) 2.99a 5.63
b 6.07
b 5.91
b
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat
nyata (P<0.01)
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa tongkol
jagung yang diinokulasi dengan Tichoderma sp. pada lama inkubasi yang berbeda
menunjukkan bahwa perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan
bahan organik tongkol jagung.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kandungan bahan organik pada
perlakuan PO sama dengan perlakuan P1, perlakuan P1 sama dengan perlakuan P2
dan perlakuan P2 sama dengan perlakuan P3. Perlakuan PO nyata lebih tinggi dari
perlakuan P2 dan Perlakuan P1 nyata lebih tinggi dari perlakuan P3.
Kandungan bahan organik semakin menurun seiring dengan meningkatnya
waktu inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama inkubasi akan
memberikan kesempatan kapang untuk memanfaatkan bahan organik substrat.
Penurunan bahan organik disebabkan karena bahan organik dirombak oleh enzim
guna memenuhi kebutuhan energi bagi pertumbuhan kapang, akibatnya terjadi
perubahan komposisi bahan. Hal ini sesuai pendapat Rahman (1992) bahwa bahan
organik merupakan sumber nutrisi bagi kapang dan penggunaannya sangat
dipengaruhi oleh kemampuan metabolisme serta daya larut bahan nutrisi tersebut.
26
Kapang memanfaatkan nutrisi yang tersedia dalam medium untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhannya dimana molekul-molekul sederhana yang larut sekitar
hifa dapat langsung dimanfaatkan, sedangkan komponen yang lebih kompleks
seperti protein, selulosa, pati, dan lain-lain harus didegradasi terlebih dahulu.
Demikian juga dengan bertambahnya waktu inkubasi maka makin banyak
kesempatan bagi kapang untuk mendegradasi bahan organik substrat guna
memenuhi kebutuhannya untuk bertumbuh sehingga mengakibatkan
berkurangnya bahan organik tersebut, disamping faktor lain dari proses fermentasi
itu sendiri.
Rendahnya kandungan bahan organik pada perlakuan juga dimungkinkan
oleh aktivitas mikroorganime yang terdapat pada tongkol jagung pada proses
fermentasi yang menyebabkan terjadinya pemecahan kandungan senyawa
kompleks menjadi sederhana sehingga mempermudah mikroorganisme tersebut
untuk memanfaatkan bahan organik dan hasil fermentasi bahan organik
melepaskan hasil fermentasi berupa gula, alkohol dan asam-asam amino.
Perubahan-perubahan yang terjadi dapat pula mempengaruhi nilai gizi tongkol
jagung. Hal ini didukung oleh Wilkinson (1998) proses fermentasi yang
merupakan aktivitas mikroorganisme, sehingga terjadi perubahan yang
mempengaruhi nilai gizi yaitu karbohidrat diubah menjadi alkohol, asam organik,
air dan karbondioksida. Didukung oleh Ensminger dan Olentine (1999) yang
menyatakan bahwa selama proses fermentasi ada hubungannya dengan panas
fermentasi yang dihasilkan.
27
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa tongkol
jagung yang diinokulasi dengan Trichoderma sp. pada lama inkubasi yang
berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan
protein kasar. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kandungan protein
kasar pada Perlakuan PO nyata lebih rendah dari perlakuan P1, P2 dan P3.
Gambar 3. Kurva Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap Kandungan Protein
Kasar Tongkol Jagung
Kandungan protein kasar meningkat seiring dengan bertambahnya lama
inkubasi, kadar protein kasar yang di inkubasi selama satu minggu (5,63%), dua
minggu (6,07%) dan tiga minggu (5.91%) lebih tinggi dibanding dengan
perlakuan tongkol jagung tanpa inkubasi (2,99%). Hal ini sesuai dengan pendapat
Harman (2004) yang menyatakan bahwa peningkatan protein kasar ini disebabkan
karena adanya proses fermentasi dengan fungi Trichoderma sp, dimana fermentasi
tersebut mampu meningkatkan atau memperbaiki nilai gizi kandungan protein.
Menurut Winarno dan Fardiaz (2003) bahan yang mengalami fermentasi
mempunyai nilai gizi lebih tinggi dari bahan asalnya sebab mikroba akan
memecah komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
0
1
2
3
4
5
6
7
P0 P1 P2 P3
% k
adar
pro
tein
kas
ar
lama Inkubasi
Protein Kasar
28
Peningkatan protein kasar tongkol jagung yang diinokulasi dengan
Trichoderma sp. disebabkan adanya kenaikkan jumlah massa sel Trichoderma sp.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartadi, dkk (1994) yang menyatakan bahwa
berkembangnya Trichoderma sp. akan membentuk miselium, sehingga dengan
sendirinya akan meningkatkan kadar protein sejalan dengan bertambahnya lama
waktu inkubasi dalam proses biodegradasi. Didukung oleh Nurhayati, dkk (2006)
peningkatan jumlah massa mikroba akan menyebabkan meningkatkan kandungan
produk fermentasi, dimana kandungan protein merupakan refleksi dari jumlah
massa sel dan mikroba juga akan mensistesis protein yang merupakan proses
protein enrichment yaitu pengkayaan protein bahan. Menurut Sukora dan
Atmowidjojo (1990), kapang memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang
lebih baik yang mana dapat memecah komponen penyusun media menjadi massa
sel. Sehingga dengan waktu fermentasi yang lebih lama memberikan kesempatan
bagi kapang untuk melaksanakan aktivitas enzim secara maksimum sehingga
kadar protein kasar juga meningkat
Peningkatan protein kasar ini disebabkan juga oleh kandungan protein
kasar oleh kapang tersebut, dimana menurut Anah dan Lindajati (1997) setiap sel
dalam tubuh mikroba tersebut mengandung 40 – 60 persen protein hingga
membutuhkan energi yang mudah tersedia untuk keperluan sintesis protein,
Sehingga sumbangannya terhadap peningkatan kandungan protein kasar produk
fermentasi yang dihasilkan cukup tinggi.
29
Semakin lama waktu fermentasi semakin meningkatkan kandungan
protein kasar, Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan dan
perkembangbiakan kapang, dimana waktu yang optimal adalah pada inkubasi 2
minggu (P2) kemudian pada minggu berikutnya ada yang mengalami penurunan
(fase kematian) dan ada yang mengalami titik kestabilan (fase stasioner). Hal ini
sesuai dengan pendapat Dwidjoseputro (2005) bahwa tahapan-tahapan
pertumbuhan kapang yang utama ada 4 yaitu: lag phase (fase adaptasi), dimana
pada saat ini posisi pertumbuhan lambat dan cenderung kapang beradaptasi
menyesuaikan lingkungan yang baru; exponential/logarithmic phase (fase
pertumbuhan); stationary phase (fase stasioner /fase dimana kematian seimbang
dengan pertumbuhan); death phase (fase kematian), Kematian lebih besar
daripada pertumbuhan.
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa tongkol
jagung yang diinokulasi fungi 5% Trichoderma sp. dapat menurunkan bahan
organik dan meningkatkan kandungan protein kasar. Lama inkubasi yang terbaik
adalah 2 minggu.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan bahwa perlu pemanfaatan
tongkol jagung yang diinokulasi fungi Trichoderma sp. sebagai pakan ternak
ruminansia.
31
DAFTAR PUSTAKA
Akhirany. 2003. Silase Ikan untuk Pakan Unggas.Poultry Indonesia No. 27 Maret
2003. Jakarta.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Penerbit Satu Gunung Budi, Bogor.
Anah, L.T, dan Lindajati. 1997. Peningkatan kadar protein onggok dengan cara
fermentasi media padat. 3(4): 335-341.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak. PT. Gramedia, Jakarta.
Anggraeny, Y.N., U. Umiyasih dan N.H. Krishna. 2008. Potensi limbah jagung
siap rilis sebagai sumber hijauan sapi potong. Prosiding Lokakarya
Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi.
Puslitbangnak, Pontianak, 9-10 Agustus 2006. hal.149-153.
Anonim. 2014. Gambar Trichoderma sp. .http:// id. wikipedia.org/ wiki/ Berkas:
Trichoderma _fertile.jpg. Diakses pada 15 Januari 2015.
Badan Pusat Statistika. 2014. Luas Panen dan Produksi Tanaman Palawija
Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan.
AOAC. 1992, Official Methods of Analysis. 13th
Edition. Association of
Official
Analytical Chemist. Washington, D.
Brandt, Jr. R. 1. and T. J. Klopfenstein, 1996. Evaluation of Alfalfa-Corn Cob
Associative Action. I. Interactions between Alfalfa Hay and Ruminal
Escape Protein on Growth of Lambs and Steers, J Anim Sci 63: 894-901 .
Data Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia.2006. Limbah tanaman sebagai
pakan ruminansia. Jakarta.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Enari. T.M. 1983. Microbial cellulase. In: Microbial Enzymes and Biotechnology.
W.N. FOGARTY (Ed.). Applied Science Publisher. New York : 183 –
2243.
Ensminger. M. E. and C.E. Olentine. 1999. Feed and Nutrision Complete.
Ensminger Publishing Company California. USA.
Faesal. 2013. Pengolahan Limbah Tanaman Jagung Untuk Pakan Ternak Sapi
Potong. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Balai Penelitian
Tanaman Serealia. Jawa Timur.
32
Fardiaz, S. 1989. Fisiologi Fermentasi. PAU. Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Fathul, F dan S. Wajizah, 2010. Penambahan Mikromineral Mn dan Cu dalam
Ransum terhadap Aktivitas Biofermentasi Rumen Domba secara In Vitro.
Jurnal lImu Ternak dan Veteriner, 15(1):9-15.
Gasperz, V. 1994. Metode Rancangan Percobaan CV. Armico, Bandung.
Gilbert, I. G., and G. T. Tsao. 1993. Interaction Between Solia Substrat and
Cellulase Enzyme in Cellulose Hydrolysis. In : G. T. Tsao sd Annual
Reports on Fermentation Processes. 6: 323-358.
Hardjodinomo. 1982. Bertanam Jagung. Penerbit Bina Cipta, Bandung.
Harman. G. E., C. R. Howel., A. Viterbo., I. Chet., and M. Lorito. 2004.
Trichoderma spesies Opportunistic, Avirulent Plant Symbionts. Nature
Review Microbiology Volume 2.www.nature.com. Diakses tanggal 20
Januari 2015.
Hartadi. H, M. Soejono. dan M.B. Aerubi. 1994. Penggunaan Pleurotitius sp
untuk Meningkatkan Kualitas Jerami Padi sebagai Pakan
Ruminansia.LKN-LIPI. Bandung
Hasanuddin. 2003. Peningkatan Peranan Mikroorganisme dalam Sistem
Pengendalian Penyakit secara Terpadu. Library.usu.ac.id/ download/
fp/fp_hasanuddin.pdf USU digital library medan. Diakses pada tanggal 20
Januari 2015.
Judoamidjojo, R. M., E. G. Said and L. Hartoto. 1989. Biokonversi. Bogor: Pusat
Antar Universitas Bioteknologi.
Kartadisastra. H. R. 1994. Perencanaan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian,
Teknik dan Biologi.CV. Armico. Jakarta
Lardy, G. 2013. Feeding to beef cattle. Departement Head Animal. Animal
Sciencies Department NDSU Extention service North Dakota State
University. Australian : 135-187.
Lidia, M., S. Rasminah dan T. Hadiastono. 2005. Pemanfaatan Jamur
Trichoderma sp dan Gliocladium sp. Sebagai Agen Hayati terhadap
Penyakit Layu Fusarium (F. oxysporum f.sp. capsici) pada Tanaman Cabe
Merah. Jurnal Habitat XVII (1):29-44.
Maryono dan E. Romjali. 2007. Petunjuk teknis teknologi inovasi pakan murah
untuk usaha pembibitan sapi potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Jakarta.
33
Maynard, LA, JK Loosli, HF Hintz and RG Warner, 1983. Animal Nutrition.
Seventh Edition. Hill Publishing Company Limited. New Delhi.
Murni, R., Suparjo, Akmal dan B.L. Ginting. 2008. Buku Ajar. Teknologi
Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi.
Naiola, B .P., T. Ningsih dan S. B. Suhati. 2012. Penyediaan kebutuhan pakan
ternak berbasis limbah tanaman jagung varietas lokal NTT untuk
mendukung program sejuta sapi nasional. PKPP Litbang Pertanian.
Niken, 2009. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma sp.http:// ayya. multiply. com/
journal. Diakses tanggal 23 Desember 2014.
Nurhayati, O. Sjofjan dan Koentjoko. 2006. Kualitas nutrisi campuran bungkil inti
sawit dan onggok yang difermentasi menggunakan Aspergillus niger.
JPPT. 31 (3) : 172 – 178.
Oseni, O. A., dan M. Esperigin 2007. Studies on biochemical change in maize
wastes fermented with Aspergillus niger. Biochemistry 19(2)75-79.
BioIology Depart. Federal University of Technology PMS 704 Akare
Nigeria.
Pederson, C. 1998. Microbiology of Food Fermentation. The AVI Publ. Co.,
Westport.Connecticut. New York
Pelczar, M.J. dan Reid. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 1. Penerjemah
Ratna Siri Hadioetomo. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 46,
189.
Prayuwidayati, M. 2009. Pemutusan ikatan lignoselulosa bagas tebu oleh isolate
mikrofungi terseleksi secara enzimatis untuk pembuatan ransum
ruminansia berkualitas tinggi. Unila.PHK-0176 152.118.80.2/opac/
themes/green/ detail. jsp. Diakses November 2014.
Rahman, A., 1992. Teknologi Fermentasi Industrial. Penerbit Arcan. Jakarta.
Rizqi. 2012. Bahan Bakar Alternatif Dari Tongkol Jagung .http: // rizqidiaz.
blogspot. com/ archive.html. Diakses pada hari Kamis 22 Januari 2015.
Rukhmani, S. 2005. Peningkatan nilai gizi bahan pakan dari limbah pertanian
melalui fermentasi. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang
Pengembangan Usaha Agrobisnis Kelinci. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Rukmana, R. H. 1997. Usaha Tani Jagung. Penerbit Kasinius, Yogyakarta.
34
Saraswati, E., E.Santoso dan E. Yuniarti. 2005. Organisme Perombak Bahan Organik. Diakses pada tanggal 10 Januari 2015.
Siregar. 1996. Pengawetan Pakan Ternak.Penebar Swadaya, Jakarta. Sukara, E. Dan A.H. Atmowidjojo. 1970. Pemanfaatan Ubi Kayu Untuk Produksi
Enzim Amilasi Dan Protein Sel Tunggal. Optimasi Nutrisi Untuk Proses
Fermentasi Substrat Cair Dengan Menggunakan Kapang Rhizopus Proc.
Seminar Nasional. UPT-EPG Lampung. P. 506- 517. Suprapto, H. S. 1992. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Supriyati, T. Pasaribu, H. Hamid dan A. Sinurat, 1998. Fermentasi Bungkil Inti
Sawit secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger.
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 3(3). 165-170.
Tampoebolon, B. I. M. 1997. Seleksi dan Karakterisasi Enzim Selulase Isolat
Mikrobia Selulolitik Rumen Kerbau. Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tangendjaja, B., S. Rachmawati And E. Wina. 2008. Origins and factors
associated with mycotoxins level in corn used as animal feed in Indonesia.
IJAS (in print).
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo, 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke –V. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. hlm: 249 – 267
Ummiyasih, U dan E. Wina. 2008. Pengolahan Nilai Nutrisi Limbah Jagung
sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa 18 (3): 127-136.
Volk, T.J., 2004. Trichoderma viridae, the darkgreen parasitic mold and maker of
fungaldigestedjeans. http ://botit. botany.wisc.edu/ toms_fungi/ nov p2004.html.
Ward, J. W. and T. W. Perry. 1998. Enzymatic conversion of corn cobs to glucose
with Trichoderma viride fungus and the effect on nutritional value of the
corn cobs. Journal Of Animal Science, Vol. 54, No.3, pp 609-619 . Wilkinson. J. M. 1988. The Feed Value of By Product and Wastes In Feed
Science. Edited Ab 2 9 SB. Scotland. Winarno FG dan Fardiaz. 2003. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta. Penerbit
PT. Gramedia.
35
Yulistiani. 2009. Teknologi perbaikan nutrien tongkol jagung sebagai pakan
ternak untuk meningkatkan produktivitas ruminansia. Buletin Peternakan
Vol. 35(3):173-18.
. 2010. Fermentasi Tongkol Jagung (kecernaan kurang dari 50%) dalam
Ransum Komplit Domba Komposit Sumatera dengan Laju Pertumbuhan
kurang dari 125 gram/hari. Program Insentif Riset Terapan. Balai
Penelitian Ternak. Bogor.
. 2011. Pengaruh Berbagai Pengolahan terhadap Nilai Nutrisi Tongkol
jagung: Komposisi Kimia dan Kecernaan in vitro. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner, 17(1):59-66.
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1. Rataan Kandungan Bahan Organik Tongkol Jagung Yang
Diinokulasi Dengan Trichoderma Sp Pada Lama Inkubasi Yang
Berbeda.
Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 98.37 97.19 97.31 97.19
2 98.37 98.16 97.11 96.28
3 98.24 98.46 97.31 97.3
4 98.31 97.79 97.78 96.11
Rata-rata 98.32c
97.90bc
97.38ab
96.72a
Keterangan : Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berpengaruh sangat
nyata (P<0.01).
Descriptives
Bahan Organik
N Mean
Std.
Deviatio
n
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
PO 4 98.3225 .06185 .03092 98.2241 98.4209 98.24 98.37
P1 4 97.9000 .54693 .27347 97.0297 98.7703 97.19 98.46
P2 4 97.3775 .28441 .14221 96.9249 97.8301 97.11 97.78
P3 4 96.7200 .61183 .30591 95.7464 97.6936 96.11 97.30
Total 16 97.5800 .73084 .18271 97.1906 97.9694 96.11 98.46
ANOVA
Bahan Organik
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 5.737 3 1.912 10.089 .001
Within Groups 2.275 12 .190
Total 8.012 15
38
Bahan organic
Perlak
uan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Duncana P3 4 96.7200
P2 4 97.3775 97.3775
P1 4 97.9000 97.9000
PO 4 98.3225
Sig. .054 .115 .195
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
Lampiran 2. Rataan Kandungan Protein Kasar Tongkol Jagung Yang
Diinokulasi Dengan Trichoderma Sp Pada Lama Inkubasi Yang
Berbeda.
Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
1 2.48 5.25 5.55 5.97
2 3.37 5.52 6.17 5.58
3 3.68 5.57 5.79 6.21
4 2.45 6.17 6.76 5.89
Rata-rata 2.99
a 5.63
b 6.07
b 5.91
b
Keterangan : Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berpengaruh sangat
nyata (P<0.01).
39
Descriptives
Protein kasar
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval
for Mean
Minimu
m
Maximu
m
Lower
Bound
Upper
Bound
PO 4 2.9950 .62506 .31253 2.0004 3.9896 2.45 3.68
P1 4 5.6275 .38802 .19401 5.0101 6.2449 5.25 6.17
P2 4 6.0675 .52753 .26377 5.2281 6.9069 5.55 6.76
P3 4 5.9125 .26005 .13002 5.4987 6.3263 5.58 6.21
Total 16 5.1506 1.36241 .34060 4.4246 5.8766 2.45 6.76
ANOVA
Protein kasar
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 25.181 3 8.394 37.844 .000
Within Groups 2.662 12 .222
Total 27.842 15
Protein
Perlak
uan N
Subset for alpha =
0.05
1 2
Duncana PO 4 2.9950
P1 4 5.6275
P3 4 5.9125
P2 4 6.0675
Sig. 1.000 .232
40
Lampiran 3. Denah penelitian Trichoderma sp
P01 P12
P13
P33
P21 P31 P24
P01
P02
P03
P04
P34
P32
P11
P22 P14
P23
41
4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Pencacahan jongkol jagung Penimbangan sampel
Sampel yang telah ditimbang Proses autoclave Sampel
42
Penyemprotan dengan air Penimbangan fungi Trichoderma sp.
Fungi Trichoderma sp. Pencampuran Fungi Trichoderma sp dan
tongkol Jagung
43
Inkubasi selama 1-3 minggu
Tongkol jagung hasil inkubasi menggunakan fungi Trichoderma sp.
44
Inkubasi 1 minggu Inkubasi 2 minggu
Inkubasi 3 minggu
Pengamatan kondisi fisik
45
Penggilingan sampel Penimbangan sampel untuk analisis
46
Analisis Sampel
47
RIWAYAT HIDUP
Yatti Dwi Ariyanti S lahir di Enrekang pada tanggal
28 Januari 1993, anak Pertama dari 2 bersaudara.
Dibesarkan oleh orang tua Surahman (Ayah) dan
Hartini (Ibu). Tingkat pendidikan dimulai di bangku
TK Aisyah Baroko pada tahun 1998, kemudian
melanjutkan di SD Negeri 120 Baroko, pada tahun 2000. Setelah lulus SD,
melanjutkan di SMPN 1 Alla Enrekang pada tahun 2005, kemudian melanjutkan
di SMA Negeri 1 Alla Enrekang pada tahun 2008. Setelah menyelesaikan SMA,
penulis kemudian diterima di PTN (Perguruan Tinggi Negeri) melalui jalur
SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tertulis di Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Hingga akhirnya lulus Pendidikan
Sarjana (S1) Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin Makassar pada Tahun 2015. Penulis aktif pada Himpunan
HIMATEHATE dan aktif sebagai asisten dosen pada mata kuliah Bioteknologi
Pakan (2015-2016) dan Ransum Ruminansia (2015-2016).