72
Kanker Pada Anak Perbedaan Kanker Pada Anak dan Dewasa Efek Samping Kemoterapi Kegawatan Onkologi Kasus Limfoma Maligna Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pediatric Nursing Disusun Oleh : 1. NAOMI LESNUSSA 135070209111031 2. MARNIA SULFIANA 135070209111032 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

kanker pada anak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kanker

Citation preview

Page 1: kanker pada anak

Kanker Pada Anak Perbedaan Kanker Pada Anak dan Dewasa

Efek Samping Kemoterapi Kegawatan Onkologi

Kasus Limfoma Maligna

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pediatric Nursing

Disusun Oleh :

1. NAOMI LESNUSSA 135070209111031

2. MARNIA SULFIANA 135070209111032

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

F A K U L T A S K E D O K T E R A N

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2014

Page 2: kanker pada anak

KANKER

1. Perbedaan Kanker pada Anak dan Orang Dewasa

Kanker pada anak berbeda dengan kanker pada orang dewasa hampir di segala hal.

Prevalensi : kanker pada anak jauh lebih umum daripada kanker pada orang dewasa. Kanker

pada anak dan remaja terhitung hanya 0,3% dari semua kanker yang didiagnosis (Parlikar,

2011).

Diagnosis : Pada saat diagnosis, kanker biasanya jauh lebih tinggi pada anak-anak

dibandingkan pada orang dewasa. Hanya 20% dari orang dewasa, dibandingkan 80% pada

anak-anak, memiliki kanker yang telah menyebar ke bagian lain dari tubuh pada saat

diagnosis (Parlikar, 2011).

Faktor risiko dan penyebab : Jenis-jenis kanker yang berkembang pada anak-anak seringkali

berbeda dengan kanker yang berkembang pada orang dewasa. Kanker pada anak sering

merupakan hasil dari perubahan gen dalam sel yang mengambil tempat sangat awal dalam

kehidupan, kadang-kadang bahkan sebelum kelahiran. Tidak seperti kanker kebanyakan pada

orang dewasa, kanker pada anak tidak begitu terkait dengan gaya hidup atau faktor risiko

lingkungan (American Cancer Society, 2013). Banyak kanker yang mempengaruhi orang

dewasa terkait dengan faktor risiko gaya hidup seperti tembakau atau penggunaan alkohol,

pola makan yang buruk, atau gaya hidup. Di sisi lain, penyebab kanker pada anak sering tidak

diketahui (Parlikar, 2011).

Jenis kanker : kanker pada anak cenderung terjadi di lokasi yang berbeda dari yang umum

pada orang dewasa. Di antara kanker pada anak yang paling umum adalah leukemia, limfoma,

tumor otak, dan kanker tulang. Masing-masing dari kanker ini juga terjadi pada orang dewasa,

tapi kanker pada orang dewasa cenderung lebih sering menyerang paru-paru, usus besar,

payudara, prostat, dan pankreas. Ada beberapa kanker pada anak yang hampir tidak pernah

terjadi pada orang dewasa dan beberapa jenis kanker yang mempengaruhi orang dewasa,

tetapi hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak. Pada saat yang sama ada kanker yang,

sementara lebih umum pada satu usia daripada yang lain, dapat mempengaruhi orang dewasa

dan anak-anak (Parlikar, 2011).

Fasilitas pengobatan : Kebanyakan orang dewasa yang didiagnosis dengan kanker dirawat di

komunitas lokal mereka oleh dokter perawatan primer dan spesialis kanker. Kanker anak-anak

Page 3: kanker pada anak

jauh lebih jarang dibandingkan orang dewasa, sehingga spesialis di banyak komunitas yang

lebih kecil tidak memiliki pengalaman dengan melanjutkan pengelolaan penyakit ini. Untuk

alasan ini, anak-anak biasanya paling baik diobati oleh tim dokter yang mengkhususkan diri

dalam diagnosis, pengobatan, dan pengelolaan kanker pada anak. Tim tersebut jauh lebih

mungkin ditemukan di rumah sakit anak terkemuka itu, pusat kesehatan universitas, dan pusat

kanker (Parlikar, 2011).

Pengobatan : Ada pengecualian, tapi kanker pada anak cenderung merespon lebih baik

terhadap pengobatan seperti kemoterapi. Tubuh anak-anak juga cenderung mentolerir

kemoterapi yang lebih baik daripada tubuh orang dewasa. Tapi pengobatan kanker seperti

kemoterapi dan terapi radiasi dapat memiliki beberapa efek samping jangka panjang, sehingga

anak-anak yang telah menderita kanker akan membutuhkan perhatian selama sisa hidup

mereka (American Cancer Society, 2013).

Prognosis : Selama 20-30 tahun terakhir prognosis bagi banyak kanker pada anak telah

meningkat pesat. Tumor yang menyebabkan kematian hanya beberapa tahun yang lalu kini

berhasil dikelola sehingga anak-anak hidup, hidup produktif penuh menjadi dewasa.

Leukemia limfositik akut dan osteosarkoma (kanker tulang) telah kisah keberhasilan

pengobatan sangat penting. Sementara masih ada kanker pada anak yang menyembuhkan

tetap sulit dipahami, setidaknya 80% dari anak-anak dengan kanker yang paling bertahan

hidup sampai dewasa bebas tumor (Parlikar, 2011).

2. Efek Samping Kemoterapi

Obat kemoterapi menyerang sel-sel yang membelah dengan cepat, itulah sebabnya kemoterapi

bekerja melawan sel-sel kanker. Efek akhir dari pengobatan kanker bervariasi dan sebagian

besar tergantung pada jenis perawatan yang digunakan serta dosis yang diberikan. Hal-hal lain

yang dapat mempengaruhi risiko pada anak meliputi:

Jenis kanker

Di mana kanker berada di tubuh

Berapa umur anak itu ketika diobati

Kesehatan secara keseluruhan anak sebelum kanker

Genetik anak (risiko diturunkan untuk masalah kesehatan tertentu)

Berbagai efek kemoterapi ini mungkin tidak terjadi pada sebagian orang, beberapa kasus

pengobatan kemoterapi ini memberikan efek langsung secara umum seperti berikut :

Page 4: kanker pada anak

1. Kelelahan.

Rasa lelah yang terasa secara terus-menerus adalah gejala umum yang paling

banyak dilaporkan oleh pasien yang menjalani pengobatan kemoterapi. Pekerjaan yang

biasanya dapat dilakukan tanpa menguras energi, bisa sangat memakan energi. Pasien

kemoterapi membutuhkan istirahat yang lebih banyak dari biasanya. Lakukan olahraga

ringan seperti gerakan senam yoga sederhana atau manfaat berjalan kaki untuk

meningkatkan energi tubuh.

2. Rasa nyeri

Kemoterapi dapat menyebabkan rasa sakit termasuk sakit kepala, nyeri otot, sakit perut

dan rasa sakit. Kemudian rasa sakit karena kerusakan syaraf, seperti rasa terbakar,

kesemutan, atau rasa nyeri (paling sering di jari tangan dan kaki). Rasa nyeri ini biasanya

berkurang pada kurun waktu ke waktu setelah pengobatan. Tetapi pada beberapa orang

gejala ini akan terjadi lebih lama setelah kemoterapi, karena kerusakan saraf permanen.

Dokter biasanya akan memberikan obat penghilang rasa sakit seperti obat antibiotik atau

perawatan syaraf tulang belakang

3. Infeksi rongga mulut

Efek samping kemoterapi dapat merusak sel-sel yang menjaga kesehatan gigi dan mulut.

Luka pada mulut ini menjadi penyebab sariawan (disebut juga mucositis) dan terjadi 5

sampai 14 hari setelah kemoterapi. Pasien kemoterapi yang memiliki pola makan yang

kurang sehat atau terdapat gangguan pada kesehatan gigi akan meningkatkan risiko

terjadinya luka tenggorokan. Perlukaan ini dimulai dengan warna kemerahan dan rasa

teriritasi diseluruh mulut dan tenggorok, yang dapat terus berlanjut menjadi

memboroknya selaput lendir pipi, gusi, lidah, langit-langit dan tenggorok, sehingga

penderita tidak dapat makan, minum dan menelan obat.

4. Rambut Rontok 

Efek samping kemoterapi bisa menjadi penyebab kerontokan rambut yang terjadi secara

signifikan selama pengobatan. Kemoterapi tertentu mempengaruhi sel-sel aktif di dalam

kantung rambut yang memproduksi rambut. Kerontokan hampir selalu bersifat sementara.

Hal ini terjadi secara bertahap setelah dosis pertama pengobatan pertama diberikan.

Rambut yang baru tidak berbeda dengan rambut lama penderita sebelum rangkaian

pengobatan sitostatika. Kerontokkan ini dapat terjadi pada bagian tubuh lain seperti

Page 5: kanker pada anak

lengan, kaki dan wajah. Setelah perawatan kemoterapi selesai, rambut dapat tumbuh

kembali namun terkadang terjadi perubahan misalnya rambut baru tumbuh dengan

warna yang berbeda atau lebih keriting dari sebelumnya.

5. Kehilangan Nafsu Makan

6. Diare

7. Mual dan Muntah

8. Peningkatan Resiko Infeksi

9. Mudah Memar dan Perdarahan

Banyak cara untuk mengurangi efek samping ini. Misalnya obat-obatan dapat diberikan untuk

membantu mencegah atau mengurangi mual dan muntah. Beberapa obat kemoterapi juga

dapat memiliki efek samping tertentu yang tidak tercantum di atas. Kemoterapi intratekal

dapat menyebabkan kesulitan berpikir atau bahkan kejang pada beberapa anak.

Efek jangka panjang yang disebabkan oleh kerusakan pengobatan kanker mempengaruhi sel-

sel sehat dalam tubuh. Kebanyakan efek akhir disebabkan oleh kemoterapi atau radiasi.

Operasi Pengobatan kanker seperti terapi radiasi atau kemoterapi membunuh sel-sel yang

tumbuh dengan cepat, seperti sel-sel kanker. Namun pada anak, banyak sel-sel organ sehat di

seluruh tubuh tumbuh terlalu cepat pula. Pengobatan dapat merusak sel-sel dan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari sel-sel yang sehat. Kerusakan akibat dari

pengobatan secara langsung tidak cukup serius untuk menyebabkan masalah, tetapi efeknya

mungkin muncul dari waktu ke waktu.

Kebanyakan efek samping pengobatan muncul selama atau setelah perawatan dan pergi

beberapa waktu kemudian. Tapi beberapa masalah mungkin tidak pergi atau mungkin tidak

muncul sampai beberapa bulan atau tahun setelah pengobatan. Masalah-masalah ini disebut

efek akhir. Karena anak-anak lebih banyak dengan kanker kini hidup menjadi dewasa,

kesehatan jangka panjang mereka dan efek akhir telah menjadi fokus perawatan dan

penelitian.

Kemoterapi (kemo) adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Tetapi

obat kemoterapi juga dapat merusak sel-sel normal, menyebabkan efek samping jangka

pendek dan jangka panjang. Efek samping ini tergantung pada jenis dan dosis obat, serta

seberapa sering dan berapa lama diberikan. Sebagai contoh efek samping cenderung lebih

parah dengan kemoterapi dosis tinggi diikuti dengan transplantasi sel induk.

Page 6: kanker pada anak

Obat kemoterapi menyerang sel-sel yang berkembang dan membelah dengan cepat. Obat-

obatan tersebut bekerja karena sel-sel kanker tumbuh dan membelah lebih cepat daripada

kebanyakan sel normal. Tetapi beberapa sel normal juga membagi dengan cepat, seperti sel-

sel di sumsum tulang yang membuat sel-sel darah baru, sel-sel yang melapisi bagian dalam

mulut dan usus, dan sel-sel folikel rambut. Hal ini dapat menyebabkan efek samping selama

pengobatan, seperti jumlah sel darah rendah, mual, diare, atau rambut rontok. Efek samping

jangka pendek biasanya hilang dari waktu ke waktu setelah perawatan berakhir.

Efek jangka panjangnya adalah dapat terjadi bertahun-tahun kemudian. Seluruh tubuh anak

akan terus tumbuh. Ini berarti bahwa banyak jenis sel-sel normal yang membelah cepat

daripada orang dewasa. Beberapa jenis obat kemoterapi dapat merusak sel-sel dan menganggu

pertumbuhan tubuh yang seharusnya.

Berikut adalah beberapa kemungkinan efek akhir yang lebih umum dari pengobatan kanker

dengan kemoterapi menurut American Childhood Cancer Organization (2008):

1. Otak

Beberapa pengobatan yang digunakan untuk tumor di otak atau mencoba untuk mencegah

kanker dari penyebaran sana dapat menyebabkan efek akhir. Anak-anak dengan tumor

otak atau dengan leukemia limfositik akut (ALL) yang paling mungkin memiliki efek

akhir di otak, tetapi anak-anak dengan kanker lainnya mungkin akan terpengaruh juga.

Pengobatan yang dapat mempengaruhi otak termasuk operasi, terapi radiasi, dan

kemoterapi. Beberapa jenis kemoterapi, diberikan baik ke pembuluh darah (intravena

kemoterapi) atau langsung ke dalam sumsum tulang belakang (kemoterapi intratekal)

sehingga dapat menyebabkan ketidakmampuan belajar pada anak-anak. Ketidakmampuan

belajar lebih sering terjadi pada anak-anak yang mendapatkan kedua kemoterapi dan

radiasi ke otak. Gangguan kognitif pada anak dapat dinilai dengan :

Skor IQ lebih rendah, yang dapat bervariasi tergantung pada pengobatannya.

Akademis nilai tes prestasi rendah

Masalah dengan memori dan perhatian

Gangguan koordinasi tangan dan mata

Perkembangan melambat dari waktu ke waktu 

Masalah perilaku

Page 7: kanker pada anak

Keterampilan non-verbal seperti matematika lebih mungkin akan terpengaruh

dibandingkan kemampuan bahasa seperti membaca atau mengeja, tapi hampir setiap

bidang perkembangan otak dapat dipengaruhi. Efek akhir lain yang mungkin muncul,

tergantung pada jenis perawatan yang digunakan seperti kejang dan sering sakit kepala.

Pengobatan yang mempengaruhi otak juga dapat menyebabkan efek lain dalam tubuh.

Sebagai contoh, terapi radiasi kadang-kadang dapat mempengaruhi kelenjar pituitari,

yang berada di dasar otak dan membantu mengontrol kadar berbagai hormon dalam

tubuh.

Gejala masalah hipofisis dapat termasuk kelelahan, kelesuan, kurang nafsu makan,

intoleransi dingin, dan sembelit, yang dapat menunjukkan rendahnya tingkat hormon

tertentu. Masalah lain dapat mencakup pertumbuhan yang tertunda gangguan pematangan

seksual.

Beberapa anak mungkin mengalami masalah emosional atau psikologis yang perlu

ditangani selama dan setelah pengobatan. Cara penanganannya dapat dilakukan dengan

memberi dukungan dan dorongan. Dokter dan anggota lain dari tim kesehatan juga dapat

sering merekomendasikan program dan layanan khusus untuk membantu anak-anak

setelah perawatan. Banyak ahli merekomendasikan bahwa pasien usia sekolah dianjurkan

untuk rajin mengikuti pendidikan disekolah sebanyak mungkin karena hal ini dapat

membantu mereka mempertahankan rasa rutinitas sehari-hari dan bersosialisasi dengan

teman sekolah mereka yang dapat menjadi sumber dukungan. Beberapa pusat kanker

memiliki program re-entry sekolah yang dapat membantu dalam situasi ini.

2. Penglihatan

Masalah penglihatan setelah pengobatan yang paling umum akibat retinoblastomas, yang

merupakan kanker pada anak di daerah peka cahaya mata (retina). Tumor kelenjar

pituitary atau pengobatan juga mempengaruhi penglihatan. Kelenjar ini sangat dekat

dengan saraf optik, yang menghubungkan mata ke otak. Obat kemoterapi tertentu dapat

menjadi racun bagi mata dan dapat menyebabkan masalah efek jangka panjang seperti

penglihatan kabur, penglihatan ganda, dan glaukoma. Anak-anak yang telah menjalani

transplantasi sel induk mungkin berada pada risiko yang lebih tinggi untuk beberapa

masalah mata jika mereka mengembangkan graft-versus-host-penyakit kronis. Ini adalah

Page 8: kanker pada anak

suatu kondisi di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel baru di mata (serta sel-

sel lain dalam tubuh).

3. Pendengaran

Obat kemoterapi tertentu dan antibiotik dapat menyebabkan gangguan pendengaran

(terutama suara bernada tinggi). Efek jangka panjang pengobatan lain di daerah ini dapat

mencakup:

Dering di telinga

Kesulitan mendengar kata-kata ketika tingkat kebisingan yang tinggi

Pusing (jika pengobatan mempengaruhi telinga bagian dalam)

kotoran telinga mengeras dan berkerak

Anak-anak muda dengan gangguan pendengaran mungkin memiliki masalah dengan

perkembangan bahasa. Anak yang lebih tua mungkin memiliki masalah di sekolah atau

dalam situasi sosial. Beberapa anak mungkin perlu alat bantu dengar atau perlu

menggunakan sumber daya lain untuk membantu mereka berkomunikasi secara efektif.

4. Tiroid

Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak, serta

membantu mengatur metabolisme tubuh. Fungsi tiroid menurun (hypothyroidism) ketika

tiroid tidak lagi membuat cukup hormon tiroid. Hal ini dapat menyebabkan kelelahan

ekstrim, kulit kering, kenaikan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, sembelit,

memperlambat pertumbuhan tulang, memori miskin, depresi, dan rambut menipis. Pil

hormon tiroid pengganti dapat diberikan setiap hari untuk memperbaiki hal ini. Tanda-

tanda jangka panjang ini dapat mencakup kegelisahan, penurunan berat badan, gangguan

tidur, diare, dan pembesaran kelenjar tiroid (gondok).

5. Otot dan Tulang

Tulang, jaringan lunak, otot, dan pembuluh darah sangat sensitif terhadap radiasi selama

masa pertumbuhan yang cepat. Anak-anak kecil dan anak-anak akan mengalami lonjakan

pertumbuhan pada masa pubertas berada pada khususnya berisiko tinggi untuk efek pada

pertumbuhan. Seiring dengan pertumbuhan tulang terhambat, efek jangka panjang

kemoterapi yang berhubungan dengan masalah tulang dan otot dapat mencakup :

Pertumbuhan yang tidak merata (sisi tubuh diperlakukan tidak tumbuh dengan cara yang

sama pada sisi yang tidak diobati)

Page 9: kanker pada anak

Nyeri tulang

Kekakuan sendi

Perubahan dalam cara anak berjalan

Tulang lemah yang mudah patah

Penurunan kalsium dalam tulang

Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk mengobati jenis kanker tertentu juga dapat

mempengaruhi tulang. Sebagai contohnya obat yang disebut kortikosteroid (prednison

dan deksametason) seringkali menjadi bagian dari kemoterapi digunakan untuk

mengobati beberapa jenis kanker seperti leukemia atau limfoma. Obat ini kadang-kadang

dapat menyebabkan osteonekrosis (juga disebut avascular nekrosis atau AVN) di mana

pembuluh darah tulang yang rusak. Hal ini dapat menyebabkan bagian-bagian dari tulang

melemah atau mati, yang pada gilirannya dapat menyebabkan nyeri (terutama pada sendi

tulang). Osteonekrosis dapat mempengaruhi tulang, tapi paling sering mempengaruhi

bagian-bagian dari tulang di sekitar pinggul atau lutut. Kemoterapi dosis tinggi sebagai

bagian dari transplantasi sel induk juga dapat menyebabkan osteonekrosis.

6. Kardivaskuler

Penyakit jantung dapat menjadi efek akhir yang serius dari pengobatan kanker tertentu.

Kerusakan yang sebenarnya ke jantung dapat terjadi selama pengobatan, tetapi efek

mungkin tidak muncul sampai bertahun-tahun, atau bahkan puluhan tahun kemudian.

Sebuah kelas obat kemoterapi yang disebut anthracyclines, yang digunakan untuk

mengobati banyak kanker pada anak, dapat merusak otot jantung atau mempengaruhi

ritme. Jumlah kerusakan berhubungan dengan total dosis obat yang diberikan dan usia

anak pada waktu pengobatan. Dokter mencoba untuk membatasi dosis obat ini sebanyak

mungkin sementara masih memberikan dosis cukup tinggi untuk mengobati kanker secara

efektif. Studi sekarang sedang dilakukan untuk melihat apakah obat tertentu terbukti

membantu melindungi jantung pada orang dewasa mendapatkan anthracyclines juga

dapat membantu anak-anak.

7. Paru-paru

Obat kemoterapi tertentu, seperti bleomycin, juga dapat menyebabkan masalah paru-paru,

terutama fibrosis dan pneumonitis. Risiko masalah meningkat dengan dosis obat yang

lebih tinggi.

Page 10: kanker pada anak

8. Gigi

Kemoterapi atau terapi radiasi di daerah yang melibatkan gigi dan rahang dapat

menyebabkan efek akhir, terutama pada anak-anak yang dirawat sebelum usia 5 tahun.

Tapi anak-anak yang lebih tua mungkin memiliki masalah juga. Efek jangka panjangnya

dari perawatan ini dapat mencakup:

Peningkatan risiko gigi berlubang

Gigi yang terlalu sensitif terhadap panas atau dingin penyakit gusi

Akar gigi pendek (menyebabkan hilangnya gigi)

Gigi kecil

Hilang gigi atau perkembangan gigi yang tertunda .

Enamel gigi yang abnormal (gigi dapat berubah warna atau tidak memiliki bentuk

normal).

9. Perkembangan seksual dan kesuburan

Sangat penting bagi orangtua untuk mendiskusikan efek jangka panjang yang mungkin

dari pengobatan kanker pada perkembangan seksual dan kesuburan dengan tim perawatan

kesehatan anak Anda sebelum pengobatan. Mungkin ada pilihan untuk membatasi atau

mencegah beberapa efek ini.

a. Laki-laki

Kemoterapi dapat mengurangi produksi sperma dan mungkin juga mempengaruhi

perkembangan seksual. Secara umum, sel-sel di testis yang membuat sperma lebih

cenderung rusak oleh pengobatan kanker daripada sel-sel yang membuat hormon. Dosis

tinggi obat kemoterapi tertentu lebih mungkin untuk mempengaruhi sel-sel yang

membuat sperma, tetapi dosis yang sangat tinggi juga dapat mempengaruhi sel-sel yang

membuathormon.

Perlakuan yang mempengaruhi produksi sperma dapat mengubah kemampuan pasien

anak laki-laki. Untuk beberapa orang, ini mungkin hanya sementara, tetapi untuk orang

lain mungkin tahan lama atau bahkan permanen. Sangat penting untuk berpikir tentang

hal ini sebelum memulai pengobatan kanker pada anak yang lebih tua. Untuk anak laki-

laki yang telah melalui masa pubertas, perbankan sperma (mengumpulkan dan

pembekuan sampel sperma) bisa menjadi pilihan yang dapat memungkinkan mereka

Page 11: kanker pada anak

untuk anak laki-laki di kemudian hari. Risiko efek pada kesuburan kurang anak laki-laki

yang dirawat sebelum pubertas. Pengobatan yang mempengaruhi kadar testosteron dapat

menyebabkan masalah seperti kegagalan untuk menyelesaikan pubertas, awal atau

pubertas tertunda, dan impotensi (ketidakmampuan untuk mendapatkan dan

mempertahankan ereksi). Jika diperlukan, dokter dapat meresepkan testosteron dalam

bentuk suntikan, tambalan atau gel dioleskan pada kulit untuk membantu menjaga kadar

testosteron normal.

b. Perempuan

Ovarium dapat dipengaruhi oleh kemoterapi dan terapi radiasi. Risiko masalah terutama

tergantung pada intensitas pengobatan dan usia anak itu dan tahap pubertas ketika mereka

diperlakukan. anak yang belum pernah melalui masa pubertas cenderung akan

terpengaruh. Dosis tinggi dari obat kemoterapi tertentu dapat merusak ovarium. Pada

anak perempuan yang sudah menstruasi, hal ini dapat membuat periode menstruasi yang

tidak teratur atau berhenti, yang mungkin bersifat sementara atau lebih tahan lama.

Beberapa obat kemoterapi (dan dosis yang lebih rendah dari kemoterapi) cenderung

menimbulkan masalah. Yang mendapatkan pengobatan yang mempengaruhi ovarium

beresiko untuk awal atau pubertas tertunda dan awal menstruasi, periode menstruasi tidak

teratur, menopause dini, mengurangi kesuburan dan masalah kesehatan lainnya. Dokter

dapat merekomendasikan terapi penggantian hormon untuk membantu dengan beberapa

isu-isu ini jika mereka tetap setelah pengobatan kanker.

3. Kegawatdaruratan Onkologi

Keadaan gawat darurat yang terjadi pada pasien onkologi adalah suatu hal yang

kompleks, sehingga memerlukan penanganan multi disipliner. Penatalaksanaan gawat darurat

penderita di bidang onkologi dipengaruhi oleh ketepatan, umur penderita, keadaan umum, tipe

tumor, ekstensi, staging, harapan hidup dari penderita sendiri dan keluarganya. Keadaan

gawat darurat di bidang onkologi dapat dikelompokan menjadi metabolok dan non metabolik.

Non Metabolik

1. Obstruksi Vena Cava Superior

Merupakan suatu keadaan yang diakibatkan oleh obstruksi aliran darah yang melalui

vena cava superior (VCS). Sindroma Vena Cava Superior (SVCS) adalah kumpulan

Page 12: kanker pada anak

gejala (sulit bernafas/nafas pendek, batuk, pembengkakan muka wajah, leher, bagian atas

tubuh dan lengan) yang dapat terjadi akibat akibat pelebaran pembuluh darah vena yang

membawa darah dari bagian tubuh atas menuju ke jantung, penghambatan aliran darah

(oklusis) melewati vena ini dapat menyebabkan sindrom vena cava superior (SVCS)

(Wilson, et al, 2007).

Epidemiologi dan etiologi

a. Keganasan (78% - 86%)

Kanker paru (65%). Paling sering adalah small cell carcinoma

(38%), squamous cell carcinoma (14%), lain-lain (9%).

Limfoma maligna, sekitar 10% penyebab obstruksi. Paling sering

kasus high grade histologi.

Keganasan mediastinal primer lainnya (10%) seperti thymoma dan

germ cell tumor, metastase (terutama dari ca mammae).

b. Lesi jinak (12%)

Fibrosis mediastinum

Fibrosis mediastinum idiopatik

Histoplasmosis, actinomycosis

Infeksi tuberculosa dan pyogenic

Riedel’s throiditis, retroperitoneal fibrosis, sclerosing cholangitis dan

Peyronie’s disease

Setelah radioterapi di mediastinum

Trombosis vena cava

Keteterisasi vena sentral yang lama, pemasangan pace maker transvenous,

balloning catheter arteri pulmonal, peritoneal venous shunting

Polycytemia vera, paroxysmal nocturnal haemoglobinuri

Behcet’s syndrome

idiopatik

Tumor mediastinum jinak

Aneurisma aorta atau a.subclavia

Tumor dermoid, teratoma, thymoma

Page 13: kanker pada anak

Goiter, sarcoidosis

Patogenesis

a. Obstruksi dan trombosis

Pertumbuhan tumor di mediastinum menekan VCS sehingga collaps. Trombosis

disebabkan stasis atau invasi tumor, juga bertanggung jawab terhadap onset akut

sindroma VCS.

b. Sirkulasi kolateral

Obstruksi vena cava yang disebabkan keganasan lebih cepat membentuk sirkulasi

kolateral. Jika obstruksi terjadi diatas vena azygos, bagian obstruksi vena cava

superior akan terlihat mengalihkan drainage ke sistem azygos. Obstruksi v.azygos

lebih sering karena keganasan yang berasal di bawahnya.

c. Inkompeten katup vena juguralis interna

Jarang terjadi, merupakan kasus emergensi yang mematikan. Penderita akan

meninggal dalam beberapa jam atau hari jika tidak diterapi segera karena terjadi

edema cerebri.

Diagnosis

Umumnya berdasarkan penemuan klinis dan adanya massa di mediastinum.

Gejala

Muncul 2 minggu sebelum didiagnosis pada 20% kasus dan lebih dari 8 minggu pada

20% kasus lainnya.

a. Gejala tersering adalah mengeluh sesak napas (63%), wajah dan leher bengkak

(50%), badan dan ekstemitas bengkak (18%), batuk (24%), rasa penuh dan

tertekan di kepala serta nyeri kepala walaupun jarang timbul, nyeri dada (15%),

lakrimasi, nyeri menelan (9%), halusinasi dan kejang jarang terjadi.

b. VCS sindroma obstruksi mungkin berhubungan dengan kompresi sumsum tulang

belakang, biasanya meliputi daerah vertebra cervical bagian bawah dan vertebra

Page 14: kanker pada anak

thoracal bagian atas. VCS sindroma dengan compresi spinal cord harus dipikirkan

pada pasien yang mengeluh nyeri punggung atas.

Pemeriksaan fisik

Umumnya ditemukan distensi vena di dinding thorak (65%), distensi vena-vena leher

dan edema wajah (55%), tachypneu (40%), plethora wajah dan sianosis (19%), edema

ekstremitas superior (10%), paralisis pita suara dan Horner’s sindroma (3%). Vena

fossa cubiti tidak collaps jika lengan diletakan lebih tinggi dari jantung. Pada

funduscopy vena retina mungkin dilatasi. Dullnes di atas sternum mungkin ada,

stridor dan koma merupakan tanda lebih lanjut.

Radiografi

a. Foto thoraks tampak pelebaran mediastinum superior (64%), efusi

pleura (26%), massa di hillus kanan (12%), infiltrat difuse bilateral (7%),

kardiomegali (6%), kalsifikasi paratrakeal (5%), massa di mediastinum anterior

(3%), normal (16%).

b. CT scan dada dengan kontras akan terlihat daerah pin point obstruksi,

derajat oklusi dan adanya kolateral.

c. Superior venocavogram menunjukan letak obstruksi secara tepat

d. MRI daerah vertebra cervical dan thoracal atas harus diplanning pada

pasien dengan VCS dan nyeri punggung atas.

Diagnosis histologis

Terapi

Suportif

Koreksi obstruksi, oksigenasi pada hipoksia, pemberian kortikosteroid untuk

mengurangi edema otak dan mengurangi obstruksi karena reaksi inflamasi karena

tumor atau karana radioterapi tahap awal. Pemberian diuretik mungkin membantu.

Stenting

Penempatan self expanding metal endoprotesis secara percutaneus mengurangi

obstruksi secara nyata

Radioterapi

Page 15: kanker pada anak

Total dosis bervariasi antara 3000-5000 cGy, tergantung dari kondisi pasien dan

beratnya gejala, letak anatomi serta tipe histologis tumor

Respon. Kebanyakan 3-7 hari, respon komplit pada 75% pasien limfoma dan 24%

pada carcinoma paru.

Median survival rata-rata 10 bulan untuk SLCL dan 3-5 bulan untuk tipe kanker

paru lainnya

Relaps lokal dan rekurensi sydroma ini 15-20% tetapi jarang untuk pasien

limfoma

Antikoagulan dan anti fibrinolitik jarang, kecuali diberikan stent

Dekompresi secara bedah pada kasus VCS akut obstruksi dan inkompeten katup

jugulovenous yang dilakukan rekonstruksi atau bypass dengan menggunakan

v.saphena graft atau saphenoaxillary graft yang dapat dilakukan dengan anestesi lokal

2. Kompresi Medulla Spinalis

Menyebabkan penekanan ke epidural. Setiap penderita kanker yang mengeluh nyeri

punggung atau kelainan neurologis spinal dengan cauda equina sindroma perlu segera di

evaluasi dan terapi. Distribusi 10% di cervical, 70% di thoracal, 20% di lumbosacral,

46% melibatkan satu vertebra, 26% beberapa vertebra, 28% bersifat multiple. Epidural

metastasis dilaporkan sebesar 9-30% dari seluruh kasus. Tumor metastasis berasal dari

kanker paru, keganasan mammae, prostat, limfoma, myeloma

Mekanisme

Paling sering ekstensi langsung tumor dari corpus vertebra ke ruang epidural (kompresi

langsung). Tumor lain seperti limfoma dan neuroblastoma masuk melalui foramen

intravertebra. Akibat sekunder terhadap penekanan pembuluh darah menyebabkan infark

dan perubahan yang irreversibel. Penyebaran langsung ke sumsum tulang belakang amat

jarang. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan 75% kolaps pada corpus vertebra dan

25% sisanya berupa ekstensi tumor epidural.

Page 16: kanker pada anak

Gejala

Manifestasi klinik berupa nyeri punggung yang diikui gejala radikulopati dan myelopati.

Nyeri lokal dirasakan beberapa minggu atau bulan. Gejala radikuler jika keadaan

berlanjut tetapi masih awal. Setelah kompresi nyata maka gejala menjadi semakin cepat

memberat. Midline atau paravertebra back pain merupakan keluhan utama pada 90%

kasus. Nyeri tumpul dan nyeri tulang belakang biasanya ada. Radikulopati, nyeri pada

dermatom, juga sensasi dan motorik pada daerah roots saraf yang terkena. Mielopati

akibat progresi penyakitnya tergantung level yang terkena, bilateral mielopati bisa

menyebabkan kelamahan atau kekakuan dari ekstremitas bawah, kehilangan fungsi

berkemih dan BAB.

Pemeriksaan

a. Foto plain : loss of pedicle, lesi destruksi, kolaps corpus vertebra

b. Bone scan : bila foto plain masih meragukan dan masih curiga

c. MRI : akurat untukmelihat derajat kompresi

d. Myelografi : jika MRI tidak dapat dilakukan, bila kontras terblok diperlukan dari

kedua daerah dari kompresi dan cairan serebrospinal sekaligus diperiksa etiologinya

e. Punksi lumbal : hanya pada pasien dengan kompresi epidural jika hanya diduga

adanya konkomitan meningeal diseminasi dari tumor

Terapi

Pemberian kortikosteroid, dexamethason 10 mg i.v. diikuti 4 mg tiap 6 jam membantu

mengurangi nyeri dan mengurang gejala neurologis, dimulai secepatnya walaupun studi

diagnosis belum ditegakan. Radioterapi, terapi primer bukan hanya mengurangi massa

tumor tetapi juga mengurangi nyeri. Terutama untuk yang sensitif terhadap radiasi dosis

antara 3000-4000 cGy untuk 2-4 minggu.

3. Gawat darurat Urologi

Obstruksi uropati

Terjadi karena sumbatan oleh penekanan atau invasi tumor dan bila terjadi bilateral

keadaan jadi lebih gawat

Page 17: kanker pada anak

Penyebab

Invasive transitional ca bladder

Metastasis dari payudara, paru-paru dan GIT

Sarcoma, tumor testis, prostat dan limfoma

Dapat terjadi pada sepanjang ureter proximal sampai distal, buli-buli dan urethra

Mekanisme

o Mekanik : sumbatan langsung massa tumor dan merupakan yang paling sering

o Neurofisiologis : metastasis tumor otak atau spinal cord menyebabkan gangguan

pusat miksi

Gejala

Nyeri pada flank, mual, muntah, hematuri, BAK menetes sampai overflow

incontinence, azotemia

Terapi

Diversi urine

Perdarahan saluran kemih

Dapat mikroskopik sampai gross hematuri

Terjadi pada:

o Tumor primer traktus urinarius : renal cell ca, transitional cell ca,

ginjal, ureter, buli, dan urethra serta prostat

o Metastasis ca cervic serta keganasan GIT bawah

o Sistitis hemoragika akiba agen sitotoksik

Terapi

Bila pasien dapat BAK tanpa ada bekuan darah maka tidak ada tindakan khusus

Bila banyak bekuan darah dilakukan kateterisasi dan irigasi dengan NaCl

fisiologis

Page 18: kanker pada anak

Pada sistitis hemoragika selain irigasi kontinu juga dilakukan koreksi anemia,

trombositopenia dan gangguan faktor pembekuan darah

Formalin intravesikal

Gagal ginjal akut

Penyebab

Agen kemoterapi

Tumor lysis sindroma

Kontras radiologis

Drugs induced renal failure seperti aminoglikosid

Dehidrasi

Syok septik

Akut bilateral hydroneprosis

Penyebab tersering adalah obat kanker terutama cisplatin. Insidensi 1-2% dan

meningkat pada pasien yang diare berat, dehidrasi, gangguan ginjal sebelumnya

Penanganan

o Menyesuaikan dosis cisplatin 20-50 mg/m2 dibantu cairan 1-2 liter bila diuresis

sampai dengan 100 cc/jam, 50 mg/m2 dibantu dengan cairan 2-3 liter bila diuresis

> 100 cc/jam

o Menghentikan obat nefrotoksis

o Hemodialisis

Metabolik

1. Hiperkalsemia (HK)

Merupakan keadaan yang paling sering mengancam kehidupan pada penderita kanker dengan

angka kejadian 15-30 kasus per 100.000 penderita. Insidensi bervariasi tergantung dari jenis

kankernya, tertinggi pada myeloma dan kanker payudara, jarang pada kanker colon, prostat,

dan small cell ca paru.

Dibedakan antara HK primer dan sekunder (akibat penyakit kanker). Pada yang primer

terjadi secara kronis dan lama tidak timbul gejala, sedangkan yang sekunder gejala timbul

lebih cepat dan disertai penurunan berat badan. Pada umumnya peningkatan kadar

Page 19: kanker pada anak

immunoreactive parathyroid hormone (PTH) terutama peningkatan kadar PTH related

protein dapat untuk menyingkirkan HK primer.

Gejala klinik

Penderita HK dapat menyingkirkan gejala klinik yang sangat bervariasi tergantung dari organ

yang terlibat dan tidak berhubungan dengan kadar kalsium serum. Contoh pasien yang

mengalami peningkatan kadar kalsium serum ringan (12-13 mg/dl) dapat terjadi gejala yang

cukup hebat bilaterjadi secara akut. Sedangkan pasien dengan carcinoma paratiroid dapat

toleran terhadap kadar kalsium serum >14 mg/dl dengan gejala yang minimal. Faktor lain

yang mempengaruhi beratnya gejala seperti umur, keadaan umum, tempat metastase dan

fungsi ginjal atau hepar.

Gejala awal yang paling sering timbul adalah fatique, konstipasi, nausea dan poliuria.

Sedangkan gejala yang lebih lanjut dapat terjadi stupor bahkan koma.

Patofisiologis

Pendapat lama mengatakan hiperkalsemia sekunder pada kanker dihubungkan dengan ada

tidaknya destruksi pad tulang oleh sel kanker (lokal osteolitik hiperkalsemia) dan ditandai

dengan mekanisme mediator humoral. Namun bukti sekarang menunjukan bahwa

hiperkalsemi terjadi akibat adanya mediasi oleh faktor yang dilepaskan oleh sel kanker yang

menyebabkan resorbsi kalsium tulang. Faktor ini juga merangsang responsi kalsium di

tubulus ginjal.

Penatalaksanaan

Meskipun terapi terbaik adalah menangani penyakit dasarnya, hiperkalsemia paling sering

timbul pada pasien dengan kanker lanjut yang mengalami kegagalan terapi sitostatik. Terapi

secara langsung ditujukan untuk menurunkan kadar kalsium serum dengan cara

meningkatkan ekskresi kalsium melalui urine atau menurunkan resorbsi kalsium tulang

dengan cara menghambat osteoclast. Bila memungkinkan, immobilisasi harus diminimalisasi

karena akan meningkatkan kadar kalsium serum. Obat-obatan yang menghambat ekskresi

kalsium melalui urine dan yang menurunkan renal blood flow, diet dan obat yang

mengandung kalsium tinggi, vitamin D, vitamin A atau retinoid harus dihentikan.

Page 20: kanker pada anak

Penderita hiperkalsemia dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pasien yang tidak memerlukan

dan yang memerlukan penanganan segera dirumah sakit.

Outpatient Inpatient

Serum calcium < 12 mg/dl Serum calcium ≥ 12 mg/dl

No significant nausea Nausea or vomiting

Able to ingest fluids Dehydration

Fatique Altered mental status

Normal renal function Renal insufficiency

Stable cardiac rhythm Cardiac arythmia

Mild constipation Obstipation, ileus

Companion for supervision Lives alone

Access to EMG care Limited access to medical care

Penanganan penderita di rumah sakit

Penderita diberikan rehidrasi melalui infus. Furosemid diberikan bila diuresis kurang atau

bila terdapat retensi cairan. Kebanyakan pasien hiperkalsemia (≥ 12 mg/dl) tidak

mendapatkan reaksi yang memuaskan dengan terapi cairan intravena saja. Pamidronate, first

line therapy harus diberikan segera setelah rehidrasi dimulai dan diuresis adekuat tercapai.

Pasien yang tidak memberikan respon terhadap pemberian dua pamidronat infus (diberikan

terpisah 48-72 jam) dapat diberikan terapi tambahan gallium nitrat.

Untuk pasien dengan kadar kalsium ≥ 15 mg/dl atau dengan gejala yang berat dapat diberi

tambahan calcitonin (8 u/kg i.m. tiap 6 jam selama 2-3 hari) untuk menghasilkan suatu

hipokalsemia akut. Kortikosteroid dapat diberikan bila penyakit dasarnya respon terhadap

steroid. Mithramycin dapat diberikan pada pasien (tanpa adanya gangguan fungsi ginjal,

hepar, trombositopenia) yang tidak berespon terhadap pamidronat dan gallium nitrat.

Hemodialisis secepatnya dipertimbangkan pada pasien hiperkalsemia dengan gagal ginjal

(terutama pada penderita myeloma)

Page 21: kanker pada anak

2. Hyperuricemia

Asam urat terbentuk dari katalisis hipoxanthine dan xanthine oleh xanthine oksidase. Gagal

ginjal terjadi ketika urine menjadi supersaturasi oleh urat dan kristal asam urat yang

terbentuk di distal tubulus dan collecting system. Komplikasi ginjal dan arthritis merupakan

akibat terpenting dari hyperuricemia akut dan kronik. Kelainan timbul paling sering pada

neoplasma hematologi, terutama leukemia, high grade lymphoma dan penyakit

myeloproliferatif. Nefropati urat akut juga dilaporkan terjadi sesudah kemoterapi pada tumor

solid.

Terapi

Pengenalan pasien dengan resiko hyperuricemia sepatutnya dilakukan dan pencegahan

dilakukan sebelum dilakukan terapi sitotoksik. Obat yang cenderung meningkatkan kadar

asam urat atau yang menyebabkan urine menjadi asam (thiazid atau salisilat) sebaiknya

dikurangi. Semua pasien harus diberikan hidrasi intravena untuk mengkoreksi cairan

intravaskuler dan output urine. Peningkatan volume urine akan menurunkan kadar urat urine

dan juga meminimalisasi problem terhadap kelarutan urat. Furosemid dapat diberikan untuk

menjaga diuresis yang adekuat selama kadar elektrolit dan hidrasi terus dipantau. Alkalinisasi

dapat dinilai dengan menjaga pH urine ≥ 7. Bicnat diberikan intravena (50-100

mmol/L)untuk menjaga alkalinisasi. Acetazolamid dapat diberikan untuk menambah efek

alkalinisasi.

Allopurinol bekerja dengan cara menghambat xanthin oksidase sehingga akan meningkatkan

kadar xanthin dan hypoxanthin dalam plasma dan urine. Pada keadaan akut dapat diberikan

dosis 300-900 mg. Dosis obat yang dimetabolisme oleh xanthin oksidase (seperti 6-

mercaptopurine) harus diturunkan.

3. Tumor Lysis Syndrome (TLS)

Terjadi sebagai hasil dari pelepasan isi intraseluler ke dalam aliran darah dengan akibat

meningkatkan ancaman terhadap kehidupan. Sindroma ini ditandai dengan hiperuricemia,

hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hipocalsemia. Hiperkalemia menyebabkan aritmia cordis

yang mematikan. Hiperfosfatemia mungkin mengakibatkan gagal ginjal. Kadar fosfor dapat

menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan selanjutnya penurunan ekskresi kalium dan fosfat.

Page 22: kanker pada anak

Hipokalsemia yang merupakan hasil dari hiperfosfatemia dapat menyebabkan kram, aritmia

cordis dan tetani

TLS umumnya terjadi pada kanker dengan tumor burden besar dan high proliferatif fraction

yang sensitif terhadap terapi sitotoksik. Kelainan ini terjadi seperti pada high grade limfoma,

leukemia dengan leukosit yang tinggi dan solid tumor (jarang)

Terapi

Penderita yang mempunyai resiko harus diidentifikasi sebelum dimulai kemoterapi. Bila

mungkin hidrasi intravena diberikan 24-48 jam sebelum kemoterapi dan kelainan asam basa

serta gangguan elektrolit dikoreksi. Kadar elektrolit, asam urat, fosfor, kalsium dan kreatinin

harus dipantau selama 3-4 hari setelah kemoterapi. Hiperkalemia (serum K ≥ 5 mg/dl)harus

diterapi dengan sodium potasium exchange resin oral (kayexalat 15 gr per oral/6 jam) atau

harus diterapi dengan kombinasi terapi glukosa dengan insulin. Bila fungsi ginjal menurun

secara akut, dapat dipertimbangkan hemodialisa untuk mengkontrol kadar kalium, kalsium,

fosfat, dan asam urat. Dosis obat anti neoplastik mungkin membutuhkan modifikasi

(diturunkan) ada gagal ginjal.

4. Lactic acidosis

Jarang terjadi namun potensial untuk menjadi komplikasi yang parah. Dibagi menjadi 2 tipe.

Tipe A terjadi dari kegagalan mengirim oksigen ke jaringan perifer, dan umumnya terlihat

pada keadaan sepsis dan syok. Tipe B dihubungkan dengan keadaan berbagai penyakit

seperti diabetes, gagal ginjal, hepar, infeksi dan kanker.

Keadaan ini ditandai dengan turunnya pH arteri (< 7,37) sekunder dari penumpukan laktat di

dalam darah (> 2mEq/L). Gangguan ini akibat dari peningkatan produksi laktat dan

penurunan penggunaannya. Laktat merupakan metabolit dari piruvat dan diproduksi dalam

reaksi sitolitik yang dikatalisis oleh laktat dehidrogenase.

Dalam penelitian dikatakan bahwa dari 25 kasus asidosis laktat dengan penyakit dasarnya

kanker, 2/3 berhubungan dengan leukemia dan limfoma. Terjadinya bersamaan dengan

progresifitas penyakitnya pada kanker darah, sedang pada pasien dengan tumor solid sejalan

dengan adanya metastasis ke hepar. Secara tipikal pasien asidosis laktat ditandai dengan

hiperventilasi dan hipotensi. Gejala klinik nonspesifik seperti takikardia, kelemahan, nausea,

Page 23: kanker pada anak

stupor merupakan tanda dari memburuknya asidosis. Laboratorium ditandai dengan

memburuknya pH darah, selisih kadar anion yang melebar dan bikarbonat serum yang

rendah. Terapi dengan natrium bikarbonat masih kontraversi.

5. Hipoglikemia

Paling sering terjadi pada tumor insulin producting islet cell. Pada tumor non insulin

producting islet cell terjadi pada tumor mesenkim (fibrosarcoma, leiomyoma,

rhabdomyosarcoma, liposarcoma, mesothelioma). Gejala klasik hipoglikemia (kelemahan,

pusing, diaporesis,dan mual) merupakan gejala nonspesifik dan mungkin terjadi secara

perlahan. Pada fase permulaan, gejala memburuk di waktu pagi hari dan mambaik setelah

makan, gejala lain yang mungkin timbul berupa kejang, koma, dan defisit neurologis fokal

atau difus.

Patofisiologis

Mekanisme terjadinya hipoglikemia yang berhubungan dengan kanker diajukan sebagai

berikur:

Sekresi dari insulin like substance

Konsumsi glukosa oleh sel tumor yang melampaui produksinya di hepar

Kegagalan dari mekanisme counterregulation yang mencegah terjadinya

hipoglikemia (seperti reduksi dari kadar growth hormon)

Telah dapat dideteksi substance nonsupressible insuline like activities dalam serum pasien

dengan hipoglikemia yang dibagi menjadi 2 kelas. Pertama berat molekul relatif rendah,

bersifat larut dalam asam etanol dengan komposisi terdiri dari 4 peptida, insulin like GF

(IGF-1, IGF-2, somatomedin A dan C). Kelas dua dengan berat molekul tinggi yang

menggumpal dalam asam etanol.

IGF seperti halnya proinsulin terikat pada protein di sirkulasi dan memediasi aktifitas

biologisnya setelah mengikatnya pada reseptor permukaan sel reseptor khusus. IGF ini tidak

bereaksi dengan antibodi anti insulin dan hanya memilik 1-2% dari aktifitas insulin. Insulin

sendiri memiliki afinitas yang rendah terhadap reseptor IGF-1, namun tidak terhadap IGF-2.

IGF tampaknya bertindak sebagai GF untuk beberapa tumor dan telah diusulkan sebagai

target pada terapi anti kanker.

Page 24: kanker pada anak

Percepatan penggunaan glukosa oleh tumor yang besar mungkin juga berhubungan dengan

hipoglikemia pada tumor. Diperkirakan bahwa 1 kg tumor menggunakan 50-200 mg glukosa

per hari. Dengan kemampuan hepar memproduksi glukosa 700 mg per hari, secara teori akan

terjadi kegagalan dalam pencegahan terjadinya hipoglikemia. Bagaimanapun pasien dengan

tumor yang besar (beberapa kg) disertai metastase ke hepar merupakan kombinasi keadaan

yang mempercepet terjainga hipoglikemia. Kegagalan fungsi hepar akan menurunkan

kemampuan glikolisis dan glukoneogenesis.

Terapi

Pada hipoglikemia ringan dapat diatasi dengan meningkatkan fekuensi makan. Pada pasien

dengan gejala lanjut atau yang tidak dapat diprediksi, pemberian kortikosteroid atau

glukagon mungkin akan mengurangi gejala. Infus glukosa diberikan sementara terapi lain

dijalankan (operasi, kemoterapi, radiasi). Pemberian glukagon secara infus kontinua

menggunakan pompa portable memberikan hasil yang memuaskan.

6. Adrenal failure

Insufisiensi adrenocortical akibat metastase adalah kurang umum terjadi. Lebih umum terjadi

akibat iatrogenic bedah, terapi menggunakan inhibitor steroid seperti aminoglutethimide,

terapi kortikosteroid kronik dan kadang karena perdarahan adrenal. Dalam suatu studi,

penderita tumor dengan metastasis ke kelenjar adrenal dan terjadi pembesaran kelenjar

adrenal sebanyak 19% terjadi insufisiensi adrenal. Pada penelitian yang terpisah dari 15

pasien sepaetiganya mengalami insufisiensi adrenal dengan gejala lanjut seperti mual,

anoreksia dan hipotensi orthostatik. CT-scan den tes ACTH berguna sebagai pemeriksaan

diagnostik.

Gejala klinik

Tanda dan gejala yang klasik seperti kelemahan, berat badan turun, hiperpigmentasi dan

hipotensi postural. Salah satu dari gejala ini hampir selalu ada dan onset nya tanpa disadari.

Sering terdapat asidosis ringan, hiponatemi, dan hipokalsemia.

Page 25: kanker pada anak

Terapi

Penggantian glukokortikoid fisiologis dapat dengan cara pemberian cortison acetat (25 mg

pagi dan 12,5 mg sore). Selama terjadinya stres (prosedur operatif, infeksi) mungkin

memerlukan dosis double atau tripel. Kadang pengganti mineralokortikoid (0,05 - 0,1

fludrocortison) perlu ditambahkan pada cortison asetat.

Page 26: kanker pada anak

4. Kasus Limphoma

LIMFOMA MALIGNA

Konsep Dasar Medis

4.1 Definisi

Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan

dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga

muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem

limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis

limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)

(Hoffbrand, 2002).

Limfoma Maligna adalah keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat.

Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non

Hodgkin (LNH) (Sudarmanto & Sumantri, 2012).

4.2 Epidemiologi

Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak,

hampir sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan

syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada

usia di bawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan

dengan perbandingan 2,5:1. Angka kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan

di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di

Indonesia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti (Sudarmanto & Sumantri, 2012).

4.3 Etiologi

Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak

diketahui, tetapi sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang

ditemukan pada limfoma Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan

infeksi virus Epstein Barr. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak

meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin

yang terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit,

Page 27: kanker pada anak

mengenai regio yang jarang ditemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dan lain-

lain (Hudson, 2012; Gillchrist, 2007).

Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma

non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-

1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus imunodefisiensi humanus (HIV) yang

menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya

keganasan limfoma sel B yang tinggi, virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan

timbulnya limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah

ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis

Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi

H. Pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek

imunitas dan menurunnya regulasi imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non

Hodgkin, termasuk AIDS, reseptor cangkok organ, sindrom defek imunitas kronis,

penyakit autoimun (Hudson, 2012; Gillchrist, 2007).

4.4 Sistem Limfatik

Menurut Ballentine (2012) dan Alarcone (2011) sistem limfatik adalah bagian

dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri dari :

a. Pembuluh limfe

Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe.

Pembuluh-pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-cabang ke

semua jaringan tubuh.

b. Limfe

Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe. Limfe

terdiri dari sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B dan sel T.

c. Nodus Limfatikus

Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar dari

jaringan yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus limfatikus

ditemukan di leher, bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha. Nodus limfatikus

dipenuhi sel-sel darah putih. Nodus limfatikus menangkap dan membuang

bakteri atau zat-zat berbahaya lainnya yang berada di dalam limfe.

Page 28: kanker pada anak

d. Bagian sistem limfe lainnya

Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem limfatik

juga ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung, kulit, dan usus

halus.

4.4.1 Fisiologi dan Peran Sistem Limfatik

Sistim limfatik adalah suatu bagian penting dari sistem kekebalan tubuh,

membentengi tubuh terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk kanker.

Suatu cairan yang disebut getah bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik,

dan membawa limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh. Pembuluh limfatik

melewati kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening berisi sejumlah besar

limfosit dan bertindak seperti penyaring, menangkap organisme yang

menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus.

Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok

seperti pada sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha. Ketika suatu

bagian tubuh terinfeksi atau bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering

membesar dan nyeri. Hal berikut ini terjadi, sebagai contoh, jika seseorang dengan

sakit leher mengalami ‘pembengkakan kelenjar’ di leher, cairan limfatik dari

tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah bening di leher, dimana organisme

penyebab infeksi dapat dihancurkan dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh

lainnya (Ballentine, 2012 ; Alarcone 2011).

4.4.2 Peran Penting dari Sel T dan Sel B

Ada dua jenis utama sel limfosit :

Sel T

Sel B

Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang.

Kehidupannya dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa

kanak-kanak, sebagian limfosit bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada,

dimana mereka menjadi matur menjadi sel T. Sisanya tetap tinggal di sumsum

tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel B keduanya berperan

penting dalam mengenali dan menghancurkan organisme penyebab infeksi seperti

bakteri dan virus. Dalam keadaan normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi

Page 29: kanker pada anak

dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan

sel tubuh yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus)

(Ballentine, 2012 ; Alarcone 2011).

Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai contoh, bakteri yang telah

menginvasi tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di

permukaan bakteri), mereka memproduksi antibodi, yang kemudian ‘melekat’

pada permukaan sel asing dan menyebabkan perusakannya (Ballentine, 2012;

Stoppler, 2011).

Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit

yang terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat

membelah secara abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara

sebagaimana biasanya. Limfosit abnormal sering terkumpul di kelenjar getah

bening, sebagai akibatnya kelenjar getah bening ini akan membengkak (Stoppler,

2011).

Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit

abnormal) juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah

bening. Limpa dan sumsum tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar

kelenjar getah bening yang sering tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk

di perut, hati atau yang jarang sekali di otak. Bahkan, suatu limfoma dapat

terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh terserang oleh

penyakit ini.

4.5 Patofisiologi

Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau

penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening

(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).

Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah

digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat

dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat

segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem

Page 30: kanker pada anak

limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa

dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.

Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi

selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama

beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi

pertumbuhan sel-sel limfoma.

4.6 Klasifikasi

4.6.1 Klasifikasi Penyakit

Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit

Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang

mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi

dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.

4.6.2 Klasifikasi Patologi

Klasifikasi limfoma maligna telah mengalami perubahan selama bertahun-

tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport

membagi limfoma maligna menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe

berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga

pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma

maligna menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan

patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan genetika maka muncul

klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal dengan Revised European-

American classification of Lymphoid Neoplasms (REAL classification).

4.6.3 Stadium Limfoma Maligna

Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II

sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium

III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.

Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu

kelenjar getah bening.

Page 31: kanker pada anak

Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok

kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh

dada atau perut.

Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok

kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.

Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening

setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru,

atau otak.

4.7 Manifestasi Klinis

Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :

1. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan

pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan

(pada leher, ketiak atau pangkal paha)

2. Demam

3. Sering keringat malam

4. Penurunan nafsu makan

5. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)

6. Kelemahan, keletihan

7. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang

mengenai sumsum tulang secara difus

4.8 Pemeriksaan Diagnostik

4.8.1 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha. Pada

Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri,

mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha)

Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pembesaran

suprapubic bila tumor sudah besar. Palpasi, teraba tumor masa suprapubic,

pemeriksaan bimanual teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general

anestesi baik waktu VT atau RT.

Page 32: kanker pada anak

4.8.2 Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah

bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.

Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan,

PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan

stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter

mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma

maligna yaitu :

1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang

membesar.

2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan

jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap

pengobatan.

3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul

untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

4.9 Penatalaksanaan

Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan tumor

keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan

pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati

yang bukan merupakan ancaman (Amori, 2007).

Radioterapi

Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat

disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada

pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat

utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi

dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi

anatomis.

Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,

penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan

khemoterapi.

Page 33: kanker pada anak

Khemoterapi

1. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten

yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna

keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat

lanjut.

2. Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan

prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau

sedang berdasakan stadiumnya.

4.10 Prognosis

Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat rendah bertahan

hidup lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis. Banyak pasien dengan penyakit

limfoma maligna tingkat tinggi yang terlokalisasi disembuhkan dengan radioterapi.

Dengan khemoterapi intensif, pasien limfoma maligna tingkat tinggi yang tersebar luas

mempunyai perpanjangan hidup lebih lama dan dapat disembuhkan.

Page 34: kanker pada anak

4.11 Pathway

Faktor keturunan Kelainan system kekebalan

Infeksi virus dan bakteri

Toksin lingkungan

Mutasi sel limfosit (sejenis leukosit)

Kurang terpajan informasi

Kurang pengetahuan

Masuknya virus dan bacteria

Mual, muntah Pembesaran nodus medina/edema jalan

nafas

Pertahanan tubuh menurun

Infeksi

Tidak mampu dalam memasukkan, mencerna , mengabsorpsi makanan

Kurang nafsu makan

Obstruksi trakeobronkial

Limfoma maligna

Proses inflamasi

Hyperthermia (demam)

Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak

efektif

Berat badan menurun (anorexia)

Ketidakseimbangan nutrisi

Minuman beralkohol

Mengenai nodus limfa

Agen cedera biologi

Nyeri

Page 35: kanker pada anak

Konsep Dasar Keperawatan

5.1 Penggkajian

Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri,

mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat

dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat

segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem

limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfe

dengan sejenis virus atau mungkin tuberculosis limfa.

Menurut Doengoes (200), pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien

limfoma antara lain:

Data subjektif

a. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC

b. Sering keringat malam.

c. Cepat merasa lelah

d. Badan Lemah

e. Mengeluh nyeri pada benjolan

f. Nafsu makan berkurang

Data Obyektif

a. Timbul benjolan yang kenyal,mudah digerakkan pada leher,ketiak atau pangkal

paha.

b. Wajah pucat

Kebutuhan Dasar

AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Gejala :

Kelelahan, kelemahan atau malaise umum

Kehilangan produktifitasdan penurunan toleransi latihan

Kebutuhan tidaur dan istirahat lebih bantak

Tanda :

Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang

menunjukkan kelelahan

Page 36: kanker pada anak

SIRKULASI

Gejala

Palpitasi, angina/nyeri dada

Tanda

Takikardia, disritmia.

Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa

adalah kejadian yang jarang)

Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi

duktus empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin tanda lanjut)

Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.

INTEGRITAS EGO

Gejala

Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga

Takut/ansietas sehubungan dengandiagnosis dan kemungkinan takut mati

Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi

dan terapi radiasi)

Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan

pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.

Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang tergantung

pada keluarga.

Tanda

Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif

ELIMINASI

Gejala

Perubahan karakteristik urine dan atau feses.

Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi

dari nodus limfa retroperitoneal)

Tanda

Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali)

Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali)

Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal

Page 37: kanker pada anak

ginjal).

Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut)

MAKANAN/CAIRAN

Gejala

Anoreksia/kehilangna nafsu makan

Disfagia (tekanan pada easofagus)

Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau

lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.

Tanda

Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap

kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa)

Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava

inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin)

Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa

intraabdominal)

NEUROSENSORI

Gejala

Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus

limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral

Kelemahan otot, parestesia.

Tanda

Status mental : letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap sekitar.

Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada

kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng spinal)

NYERI/KENYAMANAN

Gejala

Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar

mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebra), nyeri tulang umum

(keterlibatan tulang limfomatus).

Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.

Page 38: kanker pada anak

Tanda

Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.

PERNAPASAN

Gejala

Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.

Tanda

Dispnea, takikardia

Batuk kering non-produktif

Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan

kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.

Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).

KEAMANAN

Gejala

Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler pwencetus untuk

infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial)

Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi

virus Epstein-Barr).

Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.

Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu

(demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa

menggigil.

Kemerahan/pruritus umum

Tanda :

Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC tanpa gejala

infeksi.

Nodus limfe simetris, tak nyeri,membengkak/membesar (nodus servikal paling

umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan

mediastinal)

Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan.

Pembesaran tosil

Pruritus umum.

Page 39: kanker pada anak

Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo)

SEKSUALITAS

Gejala

Masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi,

tetapi pengobatan mempengaruhi)

Penurunan libido.

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN

Gejala

Faktor resiko keluargaa (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin

dari pada populasi umum)

Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/kimia)

5.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Doengoes (2000), masalah keperawatan yang muncul pada pasien

dengan Limfoma Maligna antara lain :

1. Nyeri b.d agen cedera biologi

2. Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi

3. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah

4. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi

5. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal atau

edema jalan nafas.

Page 40: kanker pada anak

5.3 Intervensi

No Dx. Kep Tujuan/ NOC Intervensi/ NIC

1 Nyeri NOC :

Pain level

Pain control

Comfort level

Kriteria Hasil :

Mampu mengontrol nyeri (tahu

penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri, mencari

bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri

(skala,intensitas,frekuensi dan

tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

NIC :

Pain manajemen

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi.

Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri.

Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

Evaluasi pengalaman nyeri masa lalu.

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan

dukungan

Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti ruangan,

pencahayaan dan kebisingan

Kurangi factor presipitasi nyeri

Pilih dan lakukan penanganan nyeri

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

Evaluasi keefektifan control nyeri.

Tingkatkan istrahat

Kolaborasi dengan dokter jika ada keleuhan dan tindakan nyeri yang

tidak berhasil

Page 41: kanker pada anak

2 Hyperthermia Setelah dilakukan perawatan 1x24

jam klien dapat menunjukkan

termoregulasi yang baik.

Indikator:

Suhu tubuh dalam batas normal.

Nadi dan RR dalam rentang

normal.

Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri.

Analgetik administrasi

Tentukan lokasi,karakteristik,kualitas,dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat

Cek instruksi dokter tentang jenis obat,dosis dan frekuensi

Cek riwayat alergi

Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dan analgesik ketika

pemberian lebih dari satu

Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

Tentukan analgesik pilihan,rute pemberian,dan dosis optimal

Pilih rute pemberian secara IV,IM untuk pengobatan nyeri secara

teratur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik

pertama kali

Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

Evaluasi efektivitas analgesik,tanda dan gejala (efek samping)

NIC : Pengaturan suhu

Aktifitas

Monitor suhu tiap 2 jam.

Monitor TD, nadi dan RR.

Monitor warna dan suhu kulit.

Monitor tanda-tanda hipertemi dan hipotermi.

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.

Page 42: kanker pada anak

3 Ketidakseimbangan

nutrisi ; kurang dari

kebutuhan tubuh

Tidak ada perubahan warna

kulit dan tidak pusing.

NOC:

Nutritional status: Food and Fluid

Intake

Kriteria hasil:

Intake nutrisi dalam batas

normal

Intake cairan dan makanan

dalam batas normal

Status cairan dalam batas

noormal

BB dalam batas normal

Selimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.

Ajarkan pada klien cara mencegah keletihan akibat panas.

Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan

efek negatif dari kedinginan.

Berikan antipiretik jika perlu

NIC:

Nutrition Management

Kaji adanya alergi makanan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

nutrisi yang dibutuhkan pasien

Bantu pasien menentukan makanan yang sesuai dengan kebutuhan

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C, berikan

substansi gula

Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi

Berikan pilihan makanan pada klien (sudah dikonsultasikan dengan

ahli gizi)

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian

Berikan lingkungan yang optimal saat pasien mengkonsumsi

makanan (bersih, ventilasi baik, sampai dan terbebas dari bau yang

menyengat)

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Page 43: kanker pada anak

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

Kaji status nutrisi dan kemampuan pasien untuk mendapatkan

nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring

BB pasien dalam batas normal

Monitor adanya penurunan berat badan

Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan,monitor

interaksi anak atau orang tua selama makan

Monitor lingkungan selama makan

Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

Monitor turgor kulit

Monitor kekeringan,rambut kusam,dan mudah patah

Monitor mual dan muntah

Monitir kadar albumin,total protein,Hb dan kadar Ht

Monitor pertumbuhan dan perkembangan

Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

Monitor kalori dan intake nutrisi

Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas

oral

Catat jika lidah berwarna magenta,scarlet

Page 44: kanker pada anak

4

5

Kurang

pengetahuan

Resiko tinggi

bersihan jalan

nafas tidak efektif

NOC : Pengetahuan tentang

penyakit dan terapi, setelah

diberikan penjelasan 2x klien

mengerti proses penyakit dan

program terapi serta perawatan

yang diberikan.

Indikator :

Klien mampu menjelaskan

kembali tentang proses

penyakit.

Program terapi dan mengenal

kebutuhan perawatan tanpa

cemas

NOC: Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam

bersihan jalan napas adekuat

dengan indikator: (Status jalan

napas : patensi jalan napas dan

Status jalan napas : Ventilasi)

bernilai 3-5 pada:

Respon alergi

Level anxietas

Management-self asma

NIC : Pengetahuan penyakit

Aktifitas :

Jelaskan tentang proses penyakit.

Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobatan.

Jelaskan tindakan untuk mencegah komplikasi.

Tanyakan kembali   pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur

perawatan dan pengobatan.

NIC : Airway Management

Posisikan pasien untuk memaksimalkan potensi ventilasi.

Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan aktual / potensial

penyisipan saluran napas

Melakukan terapi fisik dada, yang sesuai

Menghilangkan sekresi melalui dorongan batuk atau suction

Menggunakan teknik yang menyenangkan untuk mendorong

pernapasan dalam untuk anak-anak (misalnya, pukulan dengan

gelembung–gelembung blower; pukulan pada Pinwheel, peluit,

harmonika, balon, blower partai; menggunakan bola ping-pong,

Page 45: kanker pada anak

Cognitive

Daya tahan

Level fatigue

Status neurologic

Pasca prosedur pemulihan

Status respirasi

Status respirasi : pertukaran

gas

Pengobatan perilaku : sakit

atau injury

Tanda – tanda vital

bulu)

Menginstruksikan cara batuk yang efektif

Membantu dengan spirometer insentif yang sesuai

Auskultasi bunyi napas, daerah yang tidak ada ventilasi

berkurang atau tidak ada, dan adanya suara yang adventif.

Mengelola bronkodilator, yang sesuai.

Mengajarkan keluarga pasien bagaimana menggunakan inhaler

yang diresepkan, yang sesuai.

Mengelola perawatan aerosol, yang sesuai.

Mengelola perawatan nebulizer ultrasonic, yang sesuai.

Mengelola yang udara lembab atau oksigen, yang sesuai.

Mengatur asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan

cairan.

Posisikan untuk meringankan dyspnea.

Pemantauan pernapasan dan status oksigenasi, yang sesuai.

Page 46: kanker pada anak

Daftar Pustaka

American Childhood Cancer Organization. 2008. Children Diagnosed With Cancer: Late Effects

of Cancer Treatment. Available at : http://www.cancer.org.

Amori. 2007. Jurnal Nasional : Pengobatan tepat untuk Limfoma.

www.jurnalnasional/limfoma/44356.com. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2009.

Ballentine JR. Non Hodgkin Lymphoma. Jan 20, 2012 (Cited Juni 17th, 2014). Available at

http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta. : EGC

Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and

Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.

Feig BW., Berger DH., Fuhrrnan GM., The M.D. Andreson Surgical Oncology Handbook, 2nd

edition, Lippincott William & Wilkins, Philadelphia, 1999.

Hoffbrand, A.V, et all. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC

Hudson MM. Limfoma Non Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.h. 1780-83.

Jong, Wim de. 2005. Kanker, Apakah Itu?. Jakarta: Arcan.

Schwartz., Shires., Spencer. Principles of Surgery, 7th edition, McGraw Hill Inc, 2005.

Shabir Bhimji, MD, PhD. Superior Vena Cava Syndrome. Hospital Physician 1999. 4 2 – 46.

Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar Hematologi Onkologi.

IDAI. Ed-3. Jakarta: 2012. h. 248-54.

Vinjamaran. 2007. Lymphoma, Non-Hodgkin. www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 15

Oktober 2009.

Wilson LD, Detterbeck FC and Yahalom J. Superior Vena Cava Syndrome with Malignant

Causes. N Engl J Med 2007;356:1862-9.

Page 47: kanker pada anak

Yaholom J., Fuller BG., Heiss JD., Oldfield EH., Warrell RP., Walther MM. Oncologic

Emergency De Vita VT, editors. In cancer : Principle & Practice of Oncology Philadelphia.

Lippincott Raven. 2001: 1609-1651.