Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS
YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT
Oleh :
NAMA : FARY MISDINOOR ARIANTO
NIM : P07220117048
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III
KEPERAWATAN SAMARINDA
2020
2
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS
YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT
Untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep) Pada Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur
Oleh :
NAMA : FARY MISDINOOR ARIANTO
NIM : P07220117048
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III
KEPERAWATAN SAMARINDA
2020
3
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri
dan bukan merupakan jiplakan atau tiruan dari Karya Tulis Ilmiah orang lain
untuk memperoleh gelardari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi
manapun baik sebagian maupun keseluruhan. Jika terbukti bersalah, saya bersedia
menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Balikpapan……………..
Yang menyatakan
FARY MISDINOOR ARIANTO
P07220117048
ii
1
LEMBAR PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIUJIKAN
TANGGAL 14 MEI 2020
Oleh
Pembimbing
Nurhayati,S.ST, M.Pd
NIDN. 4024016801
Pembimbing Pendamping
Ns.Asnah, S.Kep, M.Pd NIDN. 4008047301
Mengetahui,
Ketua Program Studi D-III Keperawatan
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim
Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep
NIP. 196803291994022001
iii
2
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cholelithiasis Di Rawat Di
Rumah Sakit.
Telah diuji
Pada tanggal 14 Mei 2020
PANITIA PENGUJI
Ketua Penguji:
Ns. Siti Nuryanti, S.kep.,M.Pd (………………………………)
NIDN. 4023126901
Penguji Anggota :
1. Nurhayati,S.ST, M.Pd (………………………………)
NIDN. 4024016801
2. Ns.Asnah. S.Kep.M.Pd (………………………………)
NIDN. 4008047301
Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan Ketua Program Studi D-III Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur
Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes. Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep.
NIP. 19650825198503200 NIP. 196803291994022001
iv
3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Diri
1. Nama : Fary Misdinoor Arianto
2. Jenis Kelamin : Laki-Laki
3. Tempat, Tanggal Lahir : Tabalong, November 1998
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Mahasiswa
6. Alamat : Karang jati
B. Riwayat Pendidikan
1. SDN 021 Balikpapan Tengah
2. SMPN 9 Balikpapan
3. SMK KESEHATAN AIRLANGGA Balikpapan
4. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim Tahun 2017
sampai sekarang.
v
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata'ala
sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dalam rangka memenuhi
persyaratan ujian akhir program Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Jurusan Keperawatan dengan judul “Literatur review Asuhan keperawatan pada
Pasien Cholelithiasis di Ruang Flamboyan B dan E RSUD dr. Kanujoso
Djatiwibowo Balikpapan”
Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga Karya Tulis
Ilmiah ini dapat selesai. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. H. Supriadi B, S. Kp., M. Kep, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kaltim.
2. Dr. Edy Iskandar, Sp.PD.,FINASIM.,MARS, selaku Direktur Rumah Sakit
Umum dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
3. Hj. Umi Kalsum, S. Pd., M. Kes, selaku Ketua Jurusan Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur.
4. Ns. Andi Lis Arming G, S. Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D-III
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur.
5. Ns. Grace Carol Sipasulta, M. Kep.,Sp. Kep. Mat, selaku penanggung jawab
Prodi D-III Keperawatan Samarinda jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes
Kaltim.
vi
5
6. Nurhayati, S.ST., M.Pd sebagai Dosen Pembimbing I penyelesaian laporan
Karya Tulis Ilmiah.
7. Ns.Asnah. S.Kep.M.Pd sebagai Dosen Pembimbing II dalam penyelesaian Karya
Tulis Ilmiah.
8. Para Dosen dan seluruh staf Keperawatan Politeknik Kementerian Kesehatan
Kalimantan Timur yang telah membimbing dan mendidik penulis dalam masa
pendidikan.
9. Rekan-rekan mahasiswa/I jurusan keperawatan Prodi D-III Keperawatan
Samarinda Poltekkes kemenkes kaltim.
Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu masukan, saran,
serta kritik sangat diharapkan guna kesempurnaan proposal ini.
Balikpapan, Mei 2020
Fary Msidinoor Arianto
vii
6
ABSTRAK
Pendahuluan: Menjaga asupan makanan juga diperhatikan karna mengkonsumsi
makanan yang memiliki kadar kalori dan lemak berlebih dari jumlah yang
dibutuhkan juga berbahaya bagi tubuh karna akan menyebabkan berbagai penyakit
salah satunya Cholelithiasis.Penelitian ini bertujuan untuk Mempelajari dan
memahami secara mendalam mengenai Asuhan keperawatan pada pasien pre dan
post Cholelithiasis di RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode literature review dengan pendekatan
Asuhan Keperawatan dengan melaksanakan asuhan sebagai unit analisis. Unit
analisis adalah klien dewasa . Instrumen pengumpulan data menggunakan format
pengkajian Asuhan Keperawatan sesuai ketentuan yang berlaku di Prodi
Keperawatan Poltekkes Kaltim.
Hasil dan pembahasan: Berdasarkan pada pengkajian, penegakkan diagnosa,
intervensi, implementasi dan hasil evaluasi, didapatkan data dari masing-masing
pasien mengeluh nyeri pada area perut. Pada pasien pertama ditemukan 1 diagnosa
pre operatif dan 3 diagnosa post operatif sedangkan pada pasien 2 didapatkan 2
diagnosa post operatif dan 3 diagnosa post operatif
Kesimpulan dan saran: Dapat disimpulkan bahwa setiap pasien dengan
Cholelithiasis memiliki respon yang berbeda terhadap penyakitnya. Diharapkan
perawat lebih mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif serta
meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien pre dan post operatif Cholelithiasis.
viii
7
ABSTRACT
Introduction: Maintaining food intake is also considered because consuming foods
that have excessive levels of calories and fat than the amount needed is also
dangerous for the body because it will cause various diseases, one of which is
Cholelithiasis. This research aims to study and understand deeply about nursing
care in pre and Cholelithiasis post at RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
Methods: This study uses the literature review method with the Nursing Care
approach by carrying out care as a unit of analysis. The unit of analysis is a mature
client. The data collection instrument used the format of Nursing Care assessment in
accordance with the applicable provisions in East Kalimantan Poltekkes Nursing
Study Program.
Results and discussion: Based on the assessment, diagnosis, intervention,
implementation and evaluation results, data from each patient complained of pain in
the fractured area. In the first patient found 1 preoperative diagnosis and 3 post
operative diagnoses while in patient 2 there were 2 post operative diagnoses and 3
post operative diagnoses
Conclusions and suggestions: It can be concluded that each patient with
Cholelithiasis has a different response to the disease. It is expected that nurses are
better able to carry out comprehensive nursing care and increase the ability and
knowledge in conducting nursing care in patients with pre and post operative
Cholelithiasis
ix
8
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman sampul ................................................................................................. i
Surat pernyataan .................................................................................................. ii
Lembar persetujuan ........................................................................................... iii
Lembar pengesahan ........................................................................................... iv
Daftar riwayat hidup ........................................................................................... v
Kata pengantar .................................................................................................. vi
Abstrak ............................................................................................................. viii
Daftar isi ............................................................................................................. x
Daftar Gambar ................................................................................................ xiv
Daftar Tabel .................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ............................................................................................. xvii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
x
9
1. Tujuan Umum ............................................................................ 6
2. Tujuan Khusus ........................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
1. Bagi Peneliti .............................................................................. 7
2. Bagi Tempat Peneliti ................................................................. 7
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan .................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis Cholelithiasis
1. Definisi ....................................................................................... 8
2. Etiologi ....................................................................................... 9
3. Anatomi ..................................................................................... 11
4. Fisiologi .................................................................................... 12
5. Patofisiologi .............................................................................. 14
6. Manifestasi klinis ...................................................................... 15
7. Komplikasi ................................................................................ 16
8. Pencegahan dan penanganan ..................................................... 16
9. Pemeriksaan diagnostik ............................................................. 19
10. Pathway ...................................................................................... 22
B. Konsep Masalah Keperawatan
1. Pengertian Masalah Keperawatan .............................................. 23
2. Kriteria Mayor dan Minor .......................................................... 23
3. Kondisi Klinis Terkait ................................................................ 23
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Konsep asuhan keperawatan ...................................................... 32
2. Pengkajian ................................................................................. 32
3. Diagnose keperawatan .............................................................. 35
4. Intervensi .................................................................................. 37
5. Implementasi .............................................................................. 47
xi
10
6. Evaluasi .................................................................................... 47
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan atau desain penelitian ................................................. 49
B. Subjek penelitian ........................................................................... 49
C. Batasan istilah ................................................................................. 51
D. Lokasi dan waktu penelitian .......................................................... 52
E. Prosedur penelitian ......................................................................... 53
F. Metode dan instrument pengumpulan data .................................... 55
G. Keabsahan data .............................................................................. 56
H. Analisa data ................................................................................... 56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran lokasi penelitian ........................................................... 58
2. Data asuhan keperawatan .............................................................. 60
a. Pengkajian ............................................................................... 60
b. Diagnosa keperawatan ............................................................. 79
c. Perencanaan keperawatan ........................................................ 81
d. Implementasi keperawatan ...................................................... 84
e. Evaluasi keperawatan .............................................................. 97
B. Pembahasan
1. Pengkajian ............................................................................. 103
2. Diagnosa keperawatan ........................................................... 111
3. Perencanaan keperawatan ...................................................... 134
4. Implementasi keperawatan .................................................... 146
5. Evaluasi keperawatan ............................................................ 151
xii
11
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ................................................................................. 154
2. Saran ........................................................................................... 156
DAFTAR PUSTAKA
xiii
1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Anatomi Kandung Empedu .............................................................. 13
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan Pathway Cholelithiasis ......................................................................... 22
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Intervensi Nyeri Akut pre operatif ........................................................ 37
Tabel 2.2 Intervensi Gangguan Mobilitas Fisik pre operatif ................................ 38
Tabel 2.3 Intervensi Hipertermi pre operatif......................................................... 39
Tabel 2.4 Intervensi Defisit Nutrisi pre operatif ................................................... 40
Tabel 2.5 Intervensi Resiko Ketidakseimbangan Cairan pre operatif................... 41
Tabel 2.6 Intervensi Resiko Syok pre operatif ...................................................... 42
Tabel 2.7 Intervensi Nyeri Akut post operatif ...................................................... 43
Tabel 2.8 Intervensi Gangguan Mobilitas Fisik post operatif ............................... 44
Tabel 2.8 Intervensi Resiko infeksi post operatif.................................................. 45
Tabel 2.9 Hasil anamnese pasien Cholelithiasis ................................................... 60
Tabel 3.0 Hasil pemeriksaan fisik pasien Cholelithiasis ....................................... 63
Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan data penunjang ........................................................ 72
Tabel 3.1 Penatalaksanaan terapi pasien ............................................................... 74
Tabel 3.3 Analisa data pada pasien 1 pre operatif ................................................ 75
Tabel 3.4 Analisa data pada pasien 2 pre operatif ................................................ 77
Tabel 3.5 Diagnosa keperawatan .......................................................................... 79
Tabel 3.6 Perencanaan .......................................................................................... 81
Tabel 3.7 Pelaksanaan ........................................................................................... 84
Tabel 3.9 Implementasi ......................................................................................... 90
Tabel 4.0 Evaluasi ................................................................................................. 97
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ............................................................................ Lembar Konsultasi
Lampiran 2 ...................................................... Literature Riview Kasus Pasien 1
Lampiran 3 ........................................................ Literature review kasus pasien 2
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan adalah harta paling berharga dari kehidupan, seluruh aktivitas
hanya bisa dilakukan ketika kondisi badan sehat. Menjalani pola makan sehat
merupakan cara termudah untuk menjaga kebugaran badan dan mencegah tubuh
terserang dari penyakit. Menjaga asupan makanan merupakan pondasi untuk
memiliki tubuh yang sehat. Sayangnya, masih banyak orang yang tak tergerak
meluangkan waktu untuk melakukannya (Nathaniel et al., 2018).
Menjaga asupan makanan juga diperhatikan karna mengkonsumsi
makanan yang memiliki kadar kalori dan lemak berlebih dari jumlah yang
dibutuhkan juga berbahaya bagi tubuh karna akan menyebabkan penyakit
obesitas. Obesitas merupakan suatu gangguan yang melibatkan lemak tubuh
berlebihan yang meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti hipertensi, penakit
jantung, stroke, penyakit kandung empedu atau Cholelithiasis (Putri Sella Agustin,
2016).
Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan
penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.
Cholelithiasis adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam kandung
empedu (Musbahi et al., 2019).
1
2
Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan bahwa
terdapat 400 juta penduduk di dunia mengalami Cholelithiasis dan mencapai 700
juta penduduk pada tahun 2016. Cholelithiasis atau batu empedu terbentuk
akibat ketidak seimbangan kandungan kimia dalam cairan empedu yang
menyebabkan pengendapan satu atau lebih komponen empedu. Cholelithiasis
merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di seluruh dunia,
walaupun memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap daerah (Arif
Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).
Di Amerika Serikat, sebanyak 10% sampai 15% populasi orang dewasa
menderita batu empedu. Prevalensi tertinggi terjadi di Amerika Utara yaitu suku asli
Indian, dengan presentase 64,1% pada wanita dan 29,5% pada pria. Sementara
prevalensi yang tinggi juga terdapat pada suku Non Indian di Amerika Selatan,
dengan presentase 49,9% pada wanita negara Chili suku Mapuche Indian asli dan
12,6% pada pria. Prevalensi ini menurun pada suku campuran Amerika yaitu 16,6%
pada wanita dan 8,6% pada pria. Prevalensi menegah terjadi pada masyarakat Asia
dan masyarakat Amerika kulit hitam yaitu 13,9% pada wanita dan 5,3% pada pria.
Sedangkan prevalensi terendah ditemukan pada masyarakat Sub-Saharan Afrika yaitu
< 5% (Alhawsawi et al., 2019) .
Di Asia prevalensi Cholelithiasis yaitu sebesar 3% sampai 10%. Di
indonesia, riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa
prevalensi Cholelithiasis pada dewasa adalah sebesar 15,4%, dan prevalensi
tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu 11,7%. Saat ini
penderita Cholelitiasis di Indonesia cenderung meningkat karena perubahan gaya
3
hidup seperti orang-orang barat yang suka mengkonsumsi makanan cepat saji
yang dapat menyebabkan kegemukan karena timbunan lemak dan menjadikan
pemicu terjadinya Cholelitiasis (Riskesdas, 2018).
Insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok berisiko tinggi yang di
singkat dengan “6F” yaitu : fat, fifties, female, fertile, food, dan family.
Terbentuknya batu empedu disebabkan oleh banyak faktor risiko dimana
kejadiannya akan meningkat seiring dengan banyaknya faktor risiko yang
dimiliki, dimana faktor risikonya terdiri dari usia, jenis kelamin, obesitas, dan
diabetes mellitus. Di dalam kantung empedu terdapat cairan yang disebut sebagai
empedu dan berperan dalam pencernaan lemak. Batu empedu akan terbentuk
ketika cairan empedu tersebut mengeras. Ukuran batu empedu bisa bermacam-
macam, mulai dari yang sekecil butiran pasir hingga sebesar bola pingpong.
Cairan empedu yang mengeras dan menjadi batu tersebut memiliki jumlah yang
bervariasi. Seseorang bisa memiliki banyak batu, bisa juga hanya memiliki satu
batu pada kantong empedu, jika orang tersebut mengidap batu empedu (Andalas,
2017).
Batu empedu bisa terjadi karena adanya kolesterol yang mengeras dan
tertimbun dalam cairan empedu. Ini terjadi karena ada ketidakseimbangan antara
senyawa kimia dan kolesterol dalam cairan tersebut. pada umumnya batu empedu
tidak menimbulkan rasa sakit. Namun, apabila batu empedu menyumbat saluran
empedu, maka pengidap batu empedu akan mengalami rasa sakit pada bagian
kanan perut yang datang secara tiba-tiba atau disebut juga kolik bilier.
4
Cholelithiasis dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan. Cholelithiasis
dapat menyebabkan terjadinya kolesistitis, kolangitis, pankreatitis, jaundice, dan
kanker kandung empedu (Winata et al., 2018).
Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami Cholelithiasis dapat
dilakukan tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara
bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non-
bedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan MTBE, ERCP,
dan ESWL. Sehingga masalah yang terjadi pada saat sebelum tindakan bedah
pasien mengalami gejala nyeri mendadak dan terus-menerus pada perut kanan atas
bahkan mengalami kecemasan saat ingin menjalani tindakan pembedahan, dan
setelah dilakukannya tindakan Cholecystectomy dapat menimbulkan masalah baru
yaitu, terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur tindakan invasive
mengakibatkan munculnya gangguan integritas kulit dan mengakibatkan kuman
atau bakteri mudah masuk kedalam jaringan kulit, sehingga pasien beresiko untuk
terkena infeksi (Bruno, 2019).
Maka disini perawat berperan penting dalam memberikan asuhan pre
maupun post agar tidak terjadinya peningkatan keparahan penyakit pada pasien.
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di tatanan pelayanan kesehatan,
dituntut mampu melakukan pengkajian secara komprehensif, menegakkan
diagnose, merencanakan intervensi, memberikan intervensi keperawatan dan
intervensi yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam melaksanakan
5
pemberian asuhan keperawatan kepada pasien, serta melakukan evaluasi dan
tindak lanjut. Salah satu intervensi perawat dalam penanganan Pasien
Cholelithiasis pada pre operasi adalah dengan mengurangi keluhan nyeri pada
pasien dengan cara pencegahan observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.
Selain itu perawat juga berperan penting dalam melakukan perawatan luka kepada
pasien selesai tindakan pembedahan atau post operasi untuk mencegah terjadinya
infeksi (Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, 2017).
Berdasarkan observasi ruangan di RSUD dr. Kanudjoso Djatiwobowo
didapatkan data bahwa dalam dua tahun terakhir kasus pasien dengan diagnosa
Cholelithiasis di ruangan Flamboyan E mengalami peningkatan. Selama Tahun
2018 kasus pasien dengan diagnosa Cholelithiasis di ruangan flamboyan E adalah
sebanyak 36 kasus. Sedangkan data kasus pasien dengan diagnosa Cholelithiasis
diruangan falmboyan E selama tahun 2019 adalah sebanyak 46 kasus (Rekam
Medik RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo, 2019) .
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang kejadian penyakit Cholelitiasis pada ruang Flamboyan E RSKD
dr. Kanujoso Djatiwibowo.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah
ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Tn.x di RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan tahun 2020?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan proposal karya tulis ilmiah ini dibedakan
menjadi dua tujuan yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cholelithiasis di RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di Balikpapan ?
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan pre dan post operatif
Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di
Balikpapan.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan pre dan
post operatif Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020
di Balikpapan.
c. Mampu menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai dengan
masalah keperawatan pada pasien dengan pre dan post operatif
Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di
Balikpapan.
7
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan
tindakan keperawatan pada pasien pre dan post Cholelithiasis di RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo tahun 2020 di Balikpapan.
e. Mampu mengevaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo
tahun 2020 di Balikpapan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadikan pengalaman
belajar di lapangan dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Cholelithiasis.
2. Bagi tempat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada bidang
Pelayanan Kesehatan mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Cholelithiasis sehingga dapat menjadi perantara untuk mengatasi masalah
pasien dalam proses penyembuhan.
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang
aplikasi teori Asuhan Keperwatan pada pasien Cholelithiasis secara langsung
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis Cholelithiasis
1. Definisi
Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu
merupakan penyakit yang didalamnya terdapat batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau
pada kedua-duanya. Cholelithiasis adalah material atau kristal yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Beberapa faktor risiko yang sering
ditemui pada kejadian Cholelithiasis dikenal dengan “6F” (Fat, Female,
Forty, Fair, Fertile, Family history). Keluhan klinis yang sering
ditemukan adalah nyeri pada perut kanan atas, nyeri epigastrium, demam,
ikterus, mual, muntah. Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang
terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu
sampai dilepaskan ke dalam usus. Fungsi dari empedu sendiri sebagai
ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses
pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu. Selain
membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga
berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari
tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran
sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu membantu
8
9
proses penyerapan dengan cara meningkatkan kelarutan kolesterol,
lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak (Musbahi et al., 2019).
Cholelithiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-
duanya. Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai kandung
empedu dan salurannya adalah penyakit Cholelithiasis. Adanya infeksi
dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga
menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu
empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan.
Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu.
Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa
terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu
sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan
menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman
tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan
peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun
demam (Musbahi et al., 2019).
2. Etiologi
Cholelithiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan
di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada
kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu. Hati terletak di kuadran kanan atas
10
abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta
tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang
berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke
belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati
serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi
empedu merupakan fungsi utama hati. Kandung empedu adalah sebuah
kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan
empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus
koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang
terbentuk primer di dalam saluran empedu (Alhawsawi et al., 2019) .
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu
di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran
empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan
tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran.
Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di
bagian tubuh lainnya. Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor yang
mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang
menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen adalah penyakit
hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis
kronik dan sirosis dan pemberian obat (cefriaxone). Sedangkan faktor
predisposisi terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi
11
parasit seperti Ascharis lumbricoides. Untuk batu kolesterol, faktor resiko
terjadinya batu kolesterol adalah kegemukan, Jadi dari beberapa sumber
penyebab dan faktor resiko terjadinya batu pada kandung empedu
(Cholelithiasis) adalah penyakit hemolitik dan penyakit spesifik non-
hemolitik, wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan
kontrasepsi hormonal, kegemukan, dan makanan berlemak (Widodo,
2015).
3. Anatomi
Gambar 1.1 Kandung empedu
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga
yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang
menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung
12
empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti
buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu
mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung
buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati.
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus
dan daerah duktus sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus
oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran
empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang
keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan
kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus
hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus (Bruno, 2019).
4. Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu
yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit.
Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel
hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol,
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu
penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari
13
penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen
utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan
penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari
tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah
merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan
kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk
membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan
air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin
(pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai
limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah
lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh
hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal
sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam
tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap
sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar
(kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi
berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali
dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam
empedu yang disekresikan dalam feses (Reinecke, 2018).
14
5. Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun
dari pigmen dan tersusun dari kolesterol. Batu pigmen, akan terbentuk
bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi atau
pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam
ini semakin besar pada pasien serosis, hemolysis dan infeksi percabangan
bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan
operasi. Batu kolesterol, merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam
empedu dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang
cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam
empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan
supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu
mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol
merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan
sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu
(Nanda, 2020).
Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung
empedu 4 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada
wanita berusia > 40 tahun, multipara, obesitas. Penderita batu empedu
meningkat pada pengguna kontrasepsi pil, estrogen dan klofibrat yang
diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan
15
batu meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena
bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam
empedu juga meningkat akibat mal absorbs garam empedu pada pasien
dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM.
(Ferreira Junior et al., 2019).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien Cholelithiasis sangat bervariasi, ada
yang mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien
Cholelithiasis dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan
oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat
obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya
bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh,
distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas
abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng (Nanda,
2020) .
Gejala yang mungkin timbul pada pasien Cholelithiasis adalah
nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan
defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier
disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat
oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi.
Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan
16
atas, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam
sesudah mengkonsumsi makanan dalam posi besar (Nanda, 2020).
7. Komplikasi
Komplikasi yang umum dijumpai adalah kolesistisis, kolangitis,
hidrops dan emfiema.
a. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang terjadi
karena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada saluran
empedu.
b. Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu yang biasa
terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi
lagi oleh empedu.
c. Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi pada
pasien yang mengalami emfiema membutuhkan penanganan segera
karena dapat mengancam jiwa
d. Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana
terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung empedu atau
saluran kandung empedu, yang menyebakan infeksi dan peradangan
pada kandung empedu (Baloyi, Rose, & Morare, 2020).
8. Pencegahan dan Penanganan
Pencegahan Cholelithiasis dapat di mulai dari masyarakat yang
sehat yang memiliki faktor risiko untuk terkena Cholelithiasis sebagai
upaya untuk mencegah peningkatan kasus Cholelithiasis pada masyarakat
17
dengan cara tindakan promotif dan preventif. Tindakan promotif yang
dapat dilakukan adalah dengan cara mengajak masyarakat untuk hidup
sehat, menjaga pola makan, dan perilaku atau gaya hidup yang sehat.
Sedangkan tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
meminimalisir faktor risiko penyebab Cholelithiasis, seperti menurunkan
makanan yang berlemak dan berkolesterol, meningkatkan makan sayur
dan buah, olahraga teratur dan perbanyak minum air putih. Pada pasien
yang sudah didiagnosa mengalami Cholelithiasis dapat dilakukan
tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara
bedah adalah dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara
non-bedah adalah dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan
MTBE, ERCP, dan ESWL (Bruno, 2019).
Kolesistektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan
pada sebagian besar kasus Cholelithiasis. Jenis kolesistektomi
laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal didalam rongga
abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum sistim endokamera
dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh
langsung kandung empedunya. Keuntungan dari kolesistektomi
laparoskopik adalah meminimalkan rasa nyeri, mempercepat proses
pemulihan, masa rawat yang pendek dan meminimalkan luka parut
(Paasch, Salak, Mairinger, & Theissig, 2020).
18
Penanganan Cholelithiasis non-bedah dengan cara melarutkan batu
empedu yaitu suatu metode melarutkan batu empedu dengan
menginfuskan suatu bahan pelarut (monooktanion atau metil tertier butil
eter) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan
melalui jalur berikut ini: melalui selang atau kateter yang dipasang
perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melalui selang atau drain
yang dimasukkan melalui saluran T-Tube untuk melarutkan batu yang
belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP atau
kateter bilier transnasal. Pengangkatan non-bedah digunakan untuk
mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau
yang terjepit dalam duktus koledokus (Baloyi et al., 2020).
Endoscopi Retrograde Cholangi Pancreatography (ERCP)
terapeutik dengan melakukan sfingterektomi endoskopik untuk
mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi, pertama kali dilakukan
tahun 1974. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket
kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut
menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau
dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya. Extracorporeal Shock-
Wave Lithoripsy (ESWL) merupakan prosedur non-invasif yang
menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves) yang
diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi sebuah
19
fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan
listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik (Bini, Chan,
Rivera, & Tuda, 2020).
Setelah penanganan bedah maupun non-bedah dilakukan, maka
selanjutnya dilakukan perawatan paliatif yang fungsinya untuk mencegah
komplikasi penyakit yang lain, mencegah atau mengurangi rasa nyeri dan
keluhan lain, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan
tersebuit bisa dilakukan dengan salah satu cara yaitu memerhatikan
asupan makanan dengan intake rendah lemak dan kolesterol (Bini et al.,
2020).
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien Cholelithiasis
adalah (Bini et al., 2020) :
a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen
Dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung
empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun,
hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk
dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x.
b. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi
oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat
dilakukan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG
20
dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi.
c. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi.
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan
secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan
dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya
dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar
kandung empedu dan percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography),
Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel
ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.
Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus
tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan
bilier.
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan
Pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke
dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang
disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier
(duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung
empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography)
21
Merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa
menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP
saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena
mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu
akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu
dengan intensitas sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk
mendiagnosis batu saluran empedu .
22
23
B. Konsep Masalah Keperawatan
1. Pengertian Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan merupakan label diagnosis keperawatan yang
menggambarkan inti dari respon klien terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupannya (PPNI, 2017).
2. Kriteria Mayor dan Minor
Kriteria mayor adalah tanda/gejala yang ditemukan sekitar 80% - 100%
untuk validasi diagnosa. Sedangkan kriteria minor adalah tanda/gejala
tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung
penegakan diagnosa (PPNI, 2017).
3. Kondisi Klinis Terkait
Merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan
klien mengangkat masalah kesehatan (PPNI,2017)
Berikut adalah masalah yang timbul bagi pasien pre dan post Cholelithiasis,
dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI,
2017) :
Masalah keperawatan pada Pre operatif :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (Inflamasi)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
24
e. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi
intestinal
f. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume
cairan
Masalah keperawatan pada Post operatif :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur
operasi)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
Berikut adalah urian masalah yang timbul bagi pasien pre dan post
Cholelithiasis, dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (PPNI, 2017) :
Uraian diagnosa keperawatan pada Pre operatif :
1) Nyeri akut D.0077
a) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b) Penyebab
Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia,
neoplasma)
25
c) Batasan karakteristik
(1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
nyeri akut antara lain:
Subjektif Objektif
1. Mengeluh Nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
(2) Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
nyeri akut antara lain:
Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
d) Kondisi Klinis Terkait
Infeksi
2) Gangguan mobilitas fisik D.0054
a) Definisi
26
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
extremitas secara mandiri.
b) Penyebab
Nyeri
c) Batasan karakteristik
(1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
gangguan mobilitas fisik antara lain:
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit
menggerakan extremitas
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak menurun
(2) Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose
gangguan mobilitas fisik antara lain:
Subjektif Objektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan
pergerakan
3. Merasa cemas saat
bergerak
1. Sendi kaku
2.Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik Lemah
d) Kondisi klinis terkait
Nyeri
3) Hipertermi D.0130
a) Definisi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
27
b) Penyebab
Proses penyakit ( misalnya infeksi, kanker )
c) Batasan karakteristik
(1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya
diagnose hipertermi antara lain :
Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) 1. Suhu tubuh di atas normal
(2) Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose
hipertermi antara lain :
Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) 1. Kulit merah
2. Takikardi
3. Kulit terasa hangat
d) Kondisi klinis terkait
Proses infeksi
4) Defisit nutrisi D.0019
a) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
b) Penyebab
Ketidakmampuan mencerna makanan
28
c) Batasan karakteristik
(1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
defisit nutrisi antara lain:
(2) Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
defisit nutrisi antara lain:
Subjektif Objektif
1. Kram atau nyeri abdomen
2. Nafsu makan menurun
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot menelan lemah
d) Kondisi klinis terkait :
Infeksi
5) Resiko ketidakseimbangan cairan D.0036
a) Definisi
Berisiko mengalami penurunann peningkatan atau percepatan
perpindahan cairan dari intravaskuler, interstisial, atau
intraselular
b) Faktor resiko
Obstruksi intestinal
Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) Berat badan menurun minimal
10% di bawah rentang ideal
29
c) Kondisi klinis terkait
Perdarahan
6) Resiko syok (Hipovolemik) D0039
a) Definisi
Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan
tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa
b) Faktor resiko
Kekurangan volume cairan
c) Kondisi klinis terkait
Perdarahan
Uraian diagnosa keperawatan pada Post operatif :
1) Nyeri akut D.0077
a) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b) Penyebab
Agen pencedera fisik (Prosedur operasi)
c) Batasan karakteristik
(1) Data mayor
30
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
nyeri akut antara lain :
Subjektif Objektif
1. Mengeluh Nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
(2) Data Minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
nyeri akut antara lain:
Subjektif Objektif
(Tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
d) Kondisi Klinis Terkait
Kondisi pembedahan
2) Gangguan mobilitas fisik D.0054
a) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
extremitas secara mandiri.
31
b) Penyebab
Nyeri
c) Batasan karakteristik
(1) Data mayor
Data mayor yang dapat menunjang munculnya diagnosa
gangguan mobilitas fisik antara lain:
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit
menggerakan extremitas
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak menurun
(2) Data minor
Data minor yang dapat menunjang munculnya diagnose
gangguan mobilitas fisik antara lain:
Subjektif Objektif
4. Nyeri saat bergerak
5. Enggan melakukan
pergerakan
6. Merasa cemas saat bergerak
1. Sendi kaku
2.Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik Lemah
d) Kondisi klinis terkait
Nyeri
3) Resiko infeksi D0142
b) Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik
c) Faktor resiko
Efek prosedur invasive
32
d) Kondisi klinis terkait
Tindakan invasive
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode,
yaitu wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (Bolat & Teke, 2020).
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan, Data yang
dikumpulkan meliputi (Lestari et al., 2019) :
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan,
data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
33
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien
rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama
keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri
atau gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal
menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang
dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama
atau pernah di riwayat sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah
menderita penyakit kolelitiasis
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum :
a) Penampilan Umum
34
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan
klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi
(TPRS)
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.
Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung
empedu.
d. Pola aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas
dan anjuran bedrest
3) Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana
hati
4) Aspek penunjang
35
b) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum
meningkat)
c) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2017)
Ada lima tipe diagnosa, yaitu aktual, risiko, kemungkinan, sehat dan
sindrom. Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara
klinis telah divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang dapat
diidentifikasi. Diagnosa keperawatan risiko menjelaskan masalah
kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi.
Masalah dapat timbul pada seseorang atau kelompok yang rentan dan
ditunjang dengan faktor risiko yang memberikan kontribusi pada
peningkatan kerentanan. Diagnosa keperawatan risiko adalah keputusan
klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas yang sangat rentan
untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada
situasi yang sama atau hampir sama. Diagnosa keperawatan kemungkinan
menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan
36
masalah keperawatan kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan faktor
pendukung belum ada tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan
masalah. Diagnosa keperawatan Wellness (Sejahtera) atau sehat adalah
keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga, dan atau masyarakat
dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang
lebih tinggi yang menunjukkan terjadinya peningkatan fungsi kesehatan
menjadi fungsi yang positif. Diagnosa keperawatan sindrom adalah
diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa aktual dan risiko tinggi
yang diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu
(Yeni & Ukur, 2019).
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien Cholelithiasis
dan mengalami pembedahan adalah :
Masalah keperawatan pada Pre operatif :
g. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (Inflamasi)
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
i. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
j. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
k. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi
intestinal
l. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume
cairan
37
Masalah keperawatan pada Post operatif :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur
operasi)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan
keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria
hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi
dan mendokumentasikan rencana perawatan. Perencanaan keperawatan
adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan
keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana
dilakukan, kapan dilakukan, dan siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Lestari et al., 2019).
38
Intervensi Keperawatan yang biasa muncul pada klien Cholelithiasis
dan mengalami pembedahan adalah:
Intervensi keperawatan pada pasien pre operatif :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077
Tabel 2.1 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama …. diharapkan nyeri
pada pasien berkurang atau menurun
dengan kriteria hasil:
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun
c. Sikap protektif menurun
d. Gelisah menurun
e. Kesulitan tidur menurun
f. Menarik diri menurun
g. Berfokus pada diri sendiri
menurun
h. Diaforesis menurun
i. Frekuensi nadi membaik
j. Pola nafas membaik
k. Tekanan darah membaik
l. Prilaku membaik
m. Pola tidur membaik
Observasi :
a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri b. Identifikasi skala nyeri c. Identifikasi respons nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup h. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik Terapeutik :
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri b. kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
c. fasilitasi istirahat dan tidur
d. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
a. jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
b. jelaskan strategi meredakan nyeri
c. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
e. ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
39
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri D.0054
Tabel 2.2 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
selama …. Diharapkan mobilitas fisik pasien
meningkat dengan kriteria hasil:
a. Pergerakan extremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak meningkat
d. Nyeri menurun
e. Kecemasan menurun
f. Gerakan tidak terkoordinasi menurun
g. Gerakan terbatas menurun
h. Kelemahan fisik menurun
Observasi :
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi
Terapeutik :
a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
bantu
b. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi dini
c. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan
40
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit D.0130
Tabel 2.3 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama …. Diharapkan suhu
tubuh pasien membaik dengan kriteria hasil:
a. Mengigil menurun
b. Kulit merah menurun
c. Akrasianosis menurun
d. Pucat menurun
e. Piloereksi menurun
f. Kejang meurun
g. Suhu tubuh membaik
h. Suhu kulit membaik
i. Kadar glukosa darah membaik
j. Pengisian kapiler membaik
k. Ventilasi membaik
l. Tekanan darah membaik
Observasi :
a. Identifikasi penyebab hipertermia
b. Monitor suhu tubuh
c. Monitor kadar elektrolit
d. Monitor haluan urine
e. Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik :
a. Sediakan lingkunga yang dingin
b. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
c. Berikan cairan oral
d. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika terjadi hyperhidrosis
e. Hindari pemberian antipiretik dan
aspirin
f. Berikan oksigen
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena
41
d. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan D.0019
Tabel 2.4 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama … Diharapkan status
nutrisi pasien membaik dengan kriteria
hasil:
a. Porsi makanan yang dihabiskan
meningkat
b. Berat badan membaik
c. Indeks massa tubuh membaik
d. Frekuensi makan membaik
e. Nafsu makan membaik
f. Nyeri abdomen menurun
g. Perasaan cepat kenyang menurun
h. Kekuatan otot menelan meningkat
i. Membrane mukosa membaik
j. Bising usus membaik
Observasi :
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan
c. Identifikasi makanan disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
e. Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastric
f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
b. Fasilitas menentukan pedoman
diet
c. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
d. Berikan makanan tinggi
seratuntuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
g. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
a. Anjarkan posisi duduk, jika perlu
b. Ajarkan diet yang deprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan, jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang di
butuhkan, jika perlu
42
e. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi
intestinal D.0036
Tabel 2.5 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama …. Diharapkan
keseimbangan cairan pasien meningkat
dengan kriteria hasil:
a. Asupan cairan meningkat
b. Keluaran urin meningkat
c. Kelembapan membrane Mukosa
d. Asupan makanan meningkat
e. Edema menurun
f. Asites menurun
g. Tekanan darah membaik
h. Denyut nadi radial membaik
i. Tekanan arteri rata-rata membaik
j. Mata cekung membaik
k. Turgor kulit membaik
l. Berat badan membaik
Observasi :
a. Monitor status hidrasi (mis.
Frekuensi nadi, kekuatan
nadi,akral,pengisian
kapiler,kelembapan mukosa,
turgor kulit, tekanan darah)
b. Monitor berat badan harian
c. Monitor berat badan sebelum dan
sesudah dialysis
d. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
e. Monitor status hemodinamik
Terapeutik :
a. Catat intake dan output lalu
hitung balance cairan 24 jam
b. Berikan asupan cairan , sesuai
kebutuhan
c. Berikan cairan intravena , jika
diperlukan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian diuretic,
jika diperlukan
43
f. Resiko syok (Hipovolemik) dibuktikan dengan kekurangan volume
cairan D.0039
Tabel 2.6 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama …. Diharapkan pasien
sudah tidak mengalami syok dengan
kriteria hasil:
a. Kekuatan nadi meningkat
b. Output urinei meningkat
c. Tingkat kesadaran meningkat
d. Saturasi oksigen meningkat
e. Akral dingin menurun
f. Pucat menurun
g. Haus menurun
h. Tekanan darah sistolik membaik
i. Tekanan darah diastolic membaik
j. Tekanan nadi membaik
k. Frekuensi nafas membaik
Observasi :
a. Monitor status kardiopulmonal
b. Monitor status oksigenasi
c. Monitor status cairan
d. Monitor tingkat kesadaran dan
respon pupil
e. Periksa riwayat alergi
Terapeutik :
a. Berikan oksigen untuk
mempertahan kan saturasi
oksigen
b. Persiapan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
c. Pasang jalur IV, jika perlu
d. Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine, jika perlu
e. Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab atau faktor
risiko syok
b. Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
c. Anjurkan melapor jika
menemukan atau merasakan tanda
dan gejala syok
d. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
b. Kolaborasi pemberian transfuse
darah, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu
44
Intervensi keperawatan pada pasien post operatif :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077
Tabel 2.7 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama …. Diharapkan
nyeri pasien berkurang atau menurun
dengan kriteria hasil:
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun
c. Sikap protektif menurun
d. Gelisah menurun
e. Kesulitan tidur menurun
f. Menarik diri menurun
g. Berfokus pada diri sendiri
menurun
h. Diaforesis menurun
i. Frekuensi nadi membaik
j. Pola nafas membaik
k. Tekanan darah membaik
l. Prilaku membaik
m. Pola tidur membaik
Observasi :
a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri b. Identifikasi skala nyeri c. Identifikasi respons nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup h. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik Terapeutik :
i. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri j. kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
k. fasilitasi istirahat dan tidur
l. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
a. jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
b. jelaskan strategi meredakan nyeri
c. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
e. ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
b. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
45
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri D.0054
Tabel 2.8 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama … .Diharapkan
mobilitas fisik pasien meningkat dengan
kriteria hasil:
a. Pergerakan extremitas meningkat
b. Kekuatan otot meningkat
c. Rentang gerak meningkat
d. Nyeri menurun
e. Kecemasan menurun
f. Gerakan tidak terkoordinasi menurun
g. Gerakan terbatas menurun
h. Kelemahan fisik menurun
Observasi :
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
Terapeutik :
a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu
b. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
c. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi dini
c. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan
46
c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive D.0142
Tabel 2.9 intervensi keperawatan cholelithiasis
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama … diharapkan pasien
tidak mengalami infeksi dengan kriteria
hasil:
a. Demam menurun
b. Kemerahan menurun
c. Nyeri menurun
d. Bengkak menurun
e. Vesikel menurun
f. Cairan berbau busuk menurun
g. letargi
h. Kebersihan tangan meningkat
i. Kebersihan badan meningkat
j. Kadar sel darah putih membaik
k. Kultur area luka membaik
l. Kadar sel darah putih membaik
Observasi :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik
Terapeutik
a. Batasi jumlah pengunjung
b. Berikan perawatan kulit pada area
edema
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien beresiko tinggi
Edukasi :
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Jarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka oprasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
4. Implementasi keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di
mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana
strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh
47
sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping
(Harahap, 2019)
5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah
untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Harahap,
2019)
Terdapa dua jenis evaluasi (Nanda, 2020):
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4
48
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif,
objektif, analisis data dan perencanaan.
1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan
klien, kecuali pada klien yang afasia
2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi
yang dilakukan oleh perawat.
3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan
klien yang dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data
objektif.
4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang
pengembangan tindakan keperawatan, baik yang sekarang
maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki
keadaan kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan
yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait
dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu:
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan
perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
49
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau
klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama
sekali.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis
keperawatan, rencana tindakan dan implementasinya sudah
berhasil di capai. Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa di laksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang di berikan, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan.
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan atau Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif. Penelitian
kualitatif prinsipnya untuk memahami objek yang diteliti secara mendalam.
Tujuan penelitian kualitatif pada umumnya mencangkup informasi tentang
fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian,
dan lokasi penelitian (Rukajat, 2018).
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk literature review
untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada pasien dengan Pre
dan Post Choelelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, penegakan diagnosa, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan dan evaluasi.
B. Subyek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan dalam literature review asuhan
keperawatan adalah 2 pasien dengan kasus Cholelithiasis yang akan di review
secara rinci dan mendalam. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini
adalah:
1. Subjek ialah pasien yang dirawat inap
2. Subjek terdiri dari 2 orang pasien (Laki laki maupun perempuan)
51
3. Subjek dengan diagonosa Cholelithiasis
C. Batasan Istilah (Definisi Operasional)
Definisi operasional menjelaskan semua istilah yang digunakan dan
batasan yang berhubungan dengan judul penelitian “Asuhan Keperawatan
Pasien dengan Cholelithiasis pre dan post di RSUD dr. Kanujoso
Djatiwobowo Balikpapan Tahun 2020”.
Definisi operasional karya tulis ini adalah :
1. Variabel bebas
Asuhan keperawatan adalah adalah proses atau tahapan kegiatan
dalam perawatan yang diberikan langsung kepada pasien dalam berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan askep dilakukan berdasarkan
kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang didasarkan ilmu
dan kiat keperawatan yang bersifat humanistic, dan berdasarkan
kebutuhan objektif pasien untuk mengatasi masalah yang dihadapi pasien
serta dilandasi kode etik dan etika keperawatan dalam
lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Dalam proses
perawatan, asuhan keperawatan dilaksanakan dalam beberapa tahap yang
meliputi Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Perencanaan (Intervensi),
Pelaksanaan (Implementasi), Evaluasi (formatif/proses dan sumatif).
2. Variabel terikat
Cholelithiasis adalah dikenal sebagai penyakit batu empedu
merupakan penyakit yang di dalamnya terdapat batu empedu yang dapat
52
ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau
pada kedua-duanya. Cholelithiasis adalah material atau kristal tidak
berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu. Untuk menentukan
penyakit dapat dilihat dari rekam medis yang tercatat diruangan dengan
dinyatakan pasien pre dan post oprasi Cholelithiasis
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian pada kasus ini yaitu di ruang Flamboyan E di
RSUD dr.Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Peneliti memilih lokasi
tersebut karena ruangan tersebut adalah salah satu ruangan yang
dikhususkan untuk merawat subyek dewasa dan terdapat fasilitas serta
sarana yang memadai bagi subyek dan peneliti. Waktu penelitian ini
dilaksanakan pada tanggaal 12 January diRSUD dr.Kanujoso
Djatiwibowo.
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut :
1. Mahasiswa melakukan penyusunan usulan penelitian dengan metode studi
kasus.
2. Mahasiswa melakukan ujian proposal, setelah proposal disetujui oleh
penguji maka penelitian akan dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan
data.
53
3. Politeknik Kemenkes Kaltim mengirimkan surat ke RSUD dr. Kanujoso
Djatiwibowo Balikpapan.
4. Setelah surat dari Politeknik Kemenkes Kaltim masuk, maka mahasiswa
baru dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
5. Mahasiswa melapor kepada Kepala Ruangan dan CI.
6. Bersama Kepala ruangan, CI serta penguji, mahasiswa menentukan klien
studi kasus sesuai dengan kriteria inklusi untuk dilakukan Asuhan
Keperawatan pada Klien Dewasa dengan Cholelithiasis di RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
7. Mahasiswa melakukan Bina Hubungan Saling Percaya kepada klien yang
telah ditentukan.
8. Setelah Bina Hubungan Saling Percaya berhasil dilakukan, kemudian
mahasiswa melakukan pengkajian kepada klien melalui pengisian format
pengkajian, observasi, dan wawancara.
9. Setelah pengkajian telah dilakukan mahasiswa mengumpulkan data fokus
untuk menegakkan diagnosa.
10. Mahasiswa melakukan perencanaan Asuhan Keperawatan pada Klien
dewasa dengan Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
54
11. Mahasiswa melakukan tindakan Asuhan Keperawatan pada Klien
Dewasa dengan Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
12. Mahasiswa melakukan evaluasi Asuhan Keperawatan pada Klien Dewasa
dengan Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
yang telah diberikan kepada klien
13. Mahasiswa melakukan dokumentasi keperawatan.
14. Kemudian mahasiswa melakukan analisis Asuhan Keperawatan antara
pasien 1 dengan pasien 2.
F. Metode dan instrument Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang
digunakan, antara lain :
a. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien dewasa
dengan Cholelithiasis, keluhan utama, riwayat peyakit sekarang-
dahulu-keluarga dll). Sumber data dari klien, keluarga, perawat
lainnya.
b. Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik : inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi pada tubuh klien.
c. Observasi
Observasi yang dapat dilakukan dari hasil laboratorium.
55
d. Studi dokumentasi (hasil dari pemeriksaan diagnostic)
Studi dokumentasi merupakan data yang didapatkan dari
pemeriksaan diagnostik
2. Instrumen Pengumpulan Data
Alat atau instrument pengumpulan data menggunakan format
Asuhan Keperawatan dewasa sesuai ketentuan yang berlaku di
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kalimantan Timur (instrument
terlampir).
G. Keabsahan Data
Keabsahan data untuk membuktikan kualitas data atau informasi yang
diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas.
Keabsahan data pada penelitian ini di tentukan oleh integritas peneliti (karena
peneliti menjadi instrument utama) yaitu dalam melakukan asuhan
keperawatan secara komprehensif pada klien dewasa dengan Cholelithiasis ,
keabsahan data dilakukan dengan memperpanjang waktu
pengamatan/tindakan, sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi
dari tiga sumber data utama yaitu klien dewasa dengan Cholelithiasis,
perawat dan orang tua/keluarga klien dewasa yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti.
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan sejak peneliti dilapangan, sewaktu
pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data
56
dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan
dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.
Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban
dari penelitian yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam
yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik analisis
digsunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang
menggunakan data untuk selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti.
Cara analisis data:
1. Validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul.
2. Mengelompokan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosiospiritual.
3. Membandingkan data-data hasil pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi yang abnormal dengan konsep teori antara 2
responden.
4. Membuat kesimpulan tentang kesenjangan (masalah keperawatan) yang
ditemukan
57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti mereview hasil dan pembahasan kasus dari Rica nur
safitri dan Tugas seminar kelompok tahun 2018yang selanjutnya akan diuraikan
hasil dan pembahasan mengenai data umum tentang Asuhan keperawatan pada
klien pre dan post Cholelithiasis diruangan Flamboyan B dan E di RSUD
dr.Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
A. Hasil
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan yang terletak di Jalan MT Haryono No. 656 Balikpapan.
RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo atau dahulu dikenal dengan Rumah
Sakit Umum Balikpapan ini dibuka sejak tanggal 12 September 1949.
Fasilitas yang tersedia antara lain: intalasi rawat jalan, instalasi farmasi,
ruang rawat inap, fisioterapi, dan UGD 24 jam.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian Ruang
Flamboyan B dari tanggal 8 April – 13 April 2019 dan Flamboyan E dari
tanggal 11 November – 15 November 2018. Ruang Flamboyan B adalah
ruangan yang dikhususkan merawat klien-klien dengan kasus bedah dan
non bedah untuk laki-laki dewasa. Ruang Flamboyan B dan Flamboyan E
terletak di lantai dua RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan.
58
Adapun batasan-batasan Ruang Flamboyan B yaitu sebagai
berikut: sebelah timur terdapat Ruang Flamboyan A, sebelah selatan
terdapat Ruang Pantry dan tangga lantai dua, sebelah utara berbatasan
dengan Ruang Flamboyan A dan E serta sebelah barat berbatasan dengan
Ruang Flamboyan C. Batasan – batasan Ruang Flamboyan E yaitu sebagai
berikut: sebelah timur berbatasan dengan Flamboyan D, sebelah selatan
berbatasan dengan ruang Flamboyan A dan Flamboyan B, sebelah utara
terdapat tangga menuju lantai 1, serta sebelah barat terdapat Ruang Pantry
dan Mushola.
Bangunan Ruang Flamboyan B dan Flamboyan E terdiri dari 8
kamar tidur dengan kapasitas 32 tempat tidur. 1 ruang tindakan, 1 ruang
spoel hoek, 1 ruang perawat (nurse station), 1 pantry dan 1 gudang.
Kasus yang dirawat di ruang Flamboyan B meliputi kasus, Gagal
Ginjal Kronik, Penyakit Paru Obstuktif Kronis, Diabetes Mellitus, Efusi
Pleura, Cholelitiasis, Laparatomy, Fraktur, CHF, CKR, Abses Hepar dan
Batu Ureter. Kasus yang dirawat di ruang Flamboyan E meliputi kasus,
Pneumonia, Fraktur, CKR, CHF, Cholelitiasis, Dyspepsia, Vertigo dan
Diabetes Melitus. Pada sub-sub ini akan dijelaskan sebagai berikut:
59
2. Data Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Tabel 2.9 Hasil Anamnesis Klien dengan Cholelithiasis
Identitas Klien Klien 1 Klien 2
Nama Tn. R Nn.T
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
Umur 40 Tahun 18 tahun
Status Perkawinan Menikah Belum menikah
Pekerjaan Pegawai restoran Belum bekerja
Agama Islam Islam
Pendidikan Terakhir SMA SMA
Alamat Jl. Jendral Ahmad Yani
RT.30 Kec.Balikpapan
Tengah
Jl. Jendral Sudirman
RT.22 No.20
Kel.Prapatan
Diagnosa Medis Cholelithiasis Cholelithiasis
Nomor Register 88.70.XX 09.11.48.xx
MRS / Tgl Pengkajian 7 april 2019/ 8 april 2019 11 november 2018/ 11
november 2018
Keluhan utama Pasien mengatakan nyeri
pada bagian perut
Pasien mengeluh nyeri
pada perut bagian kanan
Riwayat penyakit sekarang Pasien mengatakan
merasa nyeri pada bagian
perut sudah seminggu
lebih dan berfikir bahwa
itu penyakit magh, pasien
di bawa ke IRD pada
pukul 14:00 wita dan
dinyatakan mempunyai
penyakit batu empedu,
pasien langsung dibawa
keruang rawat inap
Flamboyan B untuk
menjalani perawatan
lanjutan, pasien
merasakan nyeri yang
hilang timbul dengan
Pasien masuk pada
tanggal 11 November
2018 dengan keluhan
nyeri bagian perut
kanan atas mulai 2
minggu yang lalu, nyeri
datang timbul seperti
tertusuk tusuk pada
bagian abdomen kanan
atas dengan skala 5
ditambahi dengan
adanya mual tetapi tidak
muntah gelisah dan
susah tidur serta sulit
bergerak
60
skala 4 disertai dengan
gelisah
Riwayat penyakit dahulu Klien mengatakan belum
pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya
Pasien tidak ada riwayat
penyakit terdahulu
Riwayat penyakit keluarga Klien mengatakan
keluarga ada yang
memiliki riwayat
penyakit keturunan yaitu
Hipertensi.
Pasien mangatakan
keluarga tidak ada yang
menederita penyakit
seperti pasien , tidak
ada yang mempunyai
penyakit keturunan dan
menular
Psikososial Pasien dapat
berkomunikasi dengan
perawat maupun orang
lain sangat baik dan
lancar serta menjawab
pertanyaan yang diajukan
oleh perawat. Ekspresi
klien terhadap
penyakitnya sedikit
meringis.
Reaksi saat berinteraksi
pasien dapat kooperatif
dan tidak ada gangguan
konsep diri.
a. Pola komunikasi
pasien terhadap
lingkungan,
keluarga dan
petugas kesehatan
baik
b. Pasien mengatakan
orang yang paling
dekat dengan
pasien adalah
ibunya
c. Pasien mengatakan
mempunyai hobby
jalan-jalan
d. Dampak dari pasien
dirawat dirumah
sakit adalah pasien
mengatakan sangat
bosan dan segera
ingin sembuh dan
kembali
beraktivitas
e. Pasien berinteraksi
dengan pasien lain
baik
Spiritual Sebelum sakit klien selalu
beribadah. Selama di
rumah sakit klien jarang
untuk beribadah.
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit
pasien sering
beribadah
b. Setelah sakit
pasien beribadah
hanya kadang -
kadang
Berdasarkan tabel 2.9 ditemukan data dari identitas klien. Pada
klien 1 bernama Tn.R berusia 40 tahun, berjenis kelamin Laki-laki,
61
masuk rumah sakit pada tanggal 7 April 2019 dan dilakukan
pengkajian pada tanggal 8 April 2019 dengan diagnosa medis
Cholelithiasis. Sedangkan pada klien 2 bernama Nn.T berusia 18
tahun, berjenis kelamin Perempuan, masuk rumah sakit pada tanggal
11 november 2018 dan dilakukan pengkajian pada tanggal 11
november 2018 dengan diagnosa medis Cholelithiasis.
Pada pengkajian riwayat kesehatan dalam keluhan utama pada
klien 1 dan klien 2 ditemukan ada persamaan seperti nyeri pada daerah
bagian perut. Pada riwayat kesehatan sekarang ditemukan data klien 1
pada tanggal 8 April 2019 Pasien mengatakan merasa nyeri pada
bagian perut sudah seminggu lebih dan berfikir bahwa itu penyakit
magh, pasien di bawa ke IRD pada pukul 14:00 wita dan dinyatakan
mempunyai penyakit batu empedu, pasien langsung dibawa keruang
rawat inap Flamboyan B untuk menjalani perawatan lanjutan, pasien
merasakan nyeri yang hilang timbul dengan skala 4 disertai dengan
gelisah. Sedangkan data pasien 2, Pasien masuk pada tanggal 11
November 2018 dengan keluhan nyeri bagian perut kanan atas mulai 2
minggu yang lalu, nyeri datang timbul seperti tertusuk tusuk pada
bagian abdomen kanan atas dengan skala 5 ditambahi dengan adanya
mual tetapi tidak muntah gelisah dan susah tidur serta sulit bergerak.
Data dari pengkajian data psikososial pada klien 1 dan klien 2, ekspresi
ke dua klien pada penyakitnya yaitu tampak tegang dan gelisah.
62
Tabel 3.0 Hasil observasi dan pemeriksaan fisik pada Klien 1 di Flamboyan B RSUD
dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di Flamboyan E RS dr. Kanujoso
Djatiwibowo Balikpapan
Pemeriksaan fisik Klien 1 Klien 2
1. Keadaan umum Sedang
Terpasang infus di
tangan kanan
Sakit sedang
Sedang
2. Kesadaran Tingkat kesadaran
Compos Mentis Glasgow
Coma Scale (GCS)
E4M5V4
Compos Mentis
E4M5V4
3. Tanda-tanda vital TD : 140/88 mmHg
N : 111 x/menit
S : 370C
RR : 24 x/menit
MAP : 222,67 mmHg
TD :110/60 mmHg
Nadi : 96 kali/menit
RR : 19 kali/menit
Temp : 37.6 oC
4. Kenyamanan/nyeri P: klien mengatakan
nyeri pada bagian perut
Q: klien mengatakan
nyeri seperti ditusuk-
tusuk
R:klien mengatakan
nyeri pada perut kanan
atas
S: klien mengatakan
skala nyeri 4
T: nyeri terasa hilang
timbul
P : pasien mengatakan
nyeri pada bagian perut
kanan atas
Q : seperti tertusuk
R : bagian perut kanan
atas
S : 5
T : Hilang timbul
5. Status Fungsional/
Aktivitas dan
Mobilisasi
Klien mengatakan bisa
miring kanan miring kiri
dengan perlahan-lahan
dan bisa duduk dengan
bantuan.
Mengendalikan rangsang
defekasi (BAB) : 2
(mandiri)
Mengendalikan rangsang
berkemih (BAK): 2
(mandiri)
Membersihkan diri (cuci
muka, sisir rambut, sikat
gigi): 1 (butuh
pertolongan orang lain)
Penggunaan jamban,
masuk dan keluar: 1
Klien mengatakan sulit
untuk bergerak karna
menahan nyeri .
Mengendalikan
rangsang defekasi
(BAB) : 2 (mandiri)
Mengendalikan
rangsang berkemih
(BAK): 2 (mandiri)
Membersihkan diri (cuci
muka, sisir rambut, sikat
gigi): 1 (butuh
pertolongan orang lain)
Penggunaan jamban,
masuk dan keluar: 1
(Perlu pertolongan pada
beberapa kegiatan tetapi
63
(Perlu pertolongan pada
beberapa kegiatan tetapi
dapat mengerjakan
sendiri kegiatan yang
lain)
Makan: 2 (mandiri)
Berubah sikap dari
berbaring ke duduk: 2
(bantuan)
Berpindah/berjalan: 2
(berjalan dengan bantuan
1 orang)
Memakai baju: 2
(mandiri)
Naik turun tangga: 1
(butuh pertolongan)
Mandi: 1 (mandiri)
Total Skor: 16
(Ketergantungan
sedang).
dapat mengerjakan
sendiri kegiatan yang
lain)
Makan: 2 (mandiri)
Berubah sikap dari
berbaring ke duduk: 2
(bantuan)
Berpindah/berjalan: 2
(berjalan dengan
bantuan 1 orang)
Memakai baju: 2
(mandiri)
Naik turun tangga: 1
(butuh pertolongan)
Mandi: 0 (bergantung
pada orang lain)
Total Skor: 13
(Ketergantungan
sedang).
6. Pemeriksaan kepala
a. Rambut
Finger print di tengah
frontal terdehidrasi, kulit
kepala bersih, bentuk
kepala oval, tidak
ditemukan adanya
penonjolan pada tulang
kepala klien, penyebaran
rambut merata, warna
hitam beruban putih,
tidak mudah patah dan
tidak bercabang, rambut
terlihat kusam.
Simetris, tidak ada
benjolan, kulit kepala
bersih, tidak ada lesi,
penyebaran rambut
merata, warna rambut
hitam dan penyebaran
merata, tidak ada
kelainan.
b. Mata Mata lengkap dan
simetris kanan dan kiri,
tidak ada pembengkakan
pada kelopak mata,
kornea mata jernih,
konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor.
Mata lengkap, simetris
kiri dan kanan, tidak ada
edem pada kelopak
mata, kornea mata
jernih, konjungtiva tidak
anemis dan sclera
ikterik, reflek pupil baik,
tidak ada kelainan
c. Hidung Tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada
secret atau sumbatan
pada lubang hidung,
mukosa merah muda,
tidak ada masalah pada
tulang hidung dan posisi
septum nasi ditengah.
Tidak ditemukan
pernafasan cuping
hidung, tidak ada secret,
selaput lendir lembab,
tidak ada pembengkakan
pada tulang hidung dan
septum nasi
64
d. Rongga Mulut Tidak ada sianosis, tidak
ada luka, gigi lengkap,
warna lidah merah muda,
mukosa bibir lembab,
letak uvula simetris
ditengah.
Keadaaan bibir kering,
tidak ada lesi, tidak ada
sianosis, tidak ada
perdarahan pada gusi
dan gigi tidak berlubang,
lidah tampak bersih dan
tidak ada lesi, tidak ada
lesi pada palatum, tidak
ada pembengkakan pada
Orifaring
e. Telinga Daun telinga simetris
kanan dan kiri, ukuran
sedang, kanalis telinga
tidak kotor dan tidak ada
benda asing, ketajaman
pendengaran baik klien
dapat mendengar suara
gesekan jari.
Bentuk telinga simetris,
ukuran telinga sedang,
ketegangan telinga
elastis, lubang telinga
terdapat sedikit serumen,
pendengaran pasien baik
7. Pemeriksaan Leher Posisi trakea simetris di
tengah, tidak ada
pembesaran pada
kelenjar tiroid dan
kelenjar lympe, denyut
nadi karotis teraba kuat.
Posisi trachea normal
pada posisi nya, tidak
ada pembesaran tiroid,
tidak ada perubahan
suara dan suara
terdengar jelas, tidak ada
pembesaran kalenjer
lympe, tidak teraba vena
jugularis, denyut nadi
karotis teraba kencang
dan teratur
8. Pemeriksaan thorak :
Sistem Pernafasan
Bentuk thorak simetris
(normal chest), pola
pernafasan normal dan
teratur dengan frekuensi
pernafasan 21x/menit,
tidak terdapat
penggunaan otot bantu
pernafasan, tidak
terdapat pernafasan
cuping hidung. Pada
pemeriksaan vocal
premitus getaran paru
kanan dan kiri teraba
sama kuat, suara perkusi
sonor, batas paru hepar
normal ICS ke-4, suara
nafas vesikuler, tidak ada
suara nafas tambahan
Inspeksi :
1. Bentuk thorak
simetris kiri dan
kanan
2. Tidak terdapat otot
bantu pernafasan
Palpasi :
Ekspansi paru simetris,
pengembangan sama di
paru kanan dan kiri,
Tidak ada kelainan
Perkusi :
Sonor
Auskultasi :
1. Suara nafas
vesikuler
2. Suara ucapan jelas
65
3. Tidak terdapat suara
nafas tambahan
9. Pemeriksaan jantung :
Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada nyeri dada
a. Inspeksi
Ictus cordis tidak
terlihat dan tidak
tampak adanya
pembesaran jantung
b. Palpasi
Ictus Kordis teraba di
ICS 5 dan akral
hangat
c. Perkusi
- Batas atas : ICS II
line sternal dekstra
- Batas bawah : ICS
V line midclavicula
sinistra
- Batas kanan : ICS
III line sternal
dekstra
- Batas kiri : ICS III
line sternal sinistra
d. Auskultasi
- BJ II Aorta : Dub,
reguler dan
intensitas kuat
- BJ II Pulmonal :
Dub, reguler dan
intensitas kuat
- BJ I Trikuspid :
Lub, reguler dan
intensitas kuat
- BJ I Mitral : Lub,
reguler dan
intensitas kuat
- Tidak ada bunyi
jantung tambahan
- Tidak ada kelainan
a. Inspeksi dan palpasi
Ictus cordis tidak
terlihat dan tidak
tampak adanya
pembesaran jantung.
b. Perkusi batas
jantung : tidak
dilakukan
pemeriksaan
c. Auskultasi :
bunyi jantung 1 dan
2 tunggal, lup dup,
tidak ada suara
jantung tambahan,
tidak ada bising atau
murmur
10. Pemeriksaan Sistem
Pencernaan dan Status
Nutrisi
BB: 97 kg
TB: 160 cm
Kategori: berat badan
berlebih
Tidak ada penurunan
berat badan dalam 6
bulan terakhir dan nafsu
makan baik.
Saat di rumah klien
memiliki kebiasaan
makan dengan nasi, dan
lauk sejumlah 1 porsi
BAB pasien dirumah 1-2
x/hari dan dirumah sakit
1-2x/hari berwarna putih
seperti dempul dengan
konsistensi lunak.
BAK pasien dirumah
bisa 5-6 x/hari sedangan
dirumah sakit bisa 4-
5x/hari. Tidak ada
masalah pada BAB dan
BAK pasien
Pola makan pasien
66
Abdomen
sedang sekali makan
dengan frekuensi 3 kali
sehari pada pagi, siang,
dan malam. Saat di
rumah, klien memiliki
kebiasaan minum
sejumlah ± 1000 ml,
minuman yang diminum
oleh klien berupa air
putih. Di rumah sakit,
pasien makan dengan
nasi, sayur, lauk dan
buah sejumlah 1 porsi
sedang sekali makan
dengan frekuensi 3 kali
sehari pada pagi, siang,
dan malam. Saat di
rumah sakit, klien
minum sejumlah ± 1000
ml, minuman yang
diminum oleh klien
berupa air putih. Pasien
tidak memiliki pantangan
atau alergi, tidak
memiliki kesulitan dalam
mengunyah dan menelan,
tidak ada mual dan
muntah. Semenjak sakit,
pasien dapat makan
sendiri.
Inspeksi
Bentuk abdomen datar,
tidak ada bayangan vena,
tidak ada lesi dan tidak
ada benjolan atau massa,
tidak ada luka bekas
operasi
Auskultasi
Bising usus 7x/menit
Palpasi
Terdapat nyeri tekan,
terdapat benjolan , tidak
ada pembesaran hepar dan
ginjal.
Perkusi
tidak ada asites
dirumah 3x/hari, edngan
nas dan lauk sedangkan
dirumah sakit pasien
mengatakan makan
3x/hari dengan nasi, lauk
dan sayur/1 porsi.
Jumlah cairan atau
minum pasien dirumah
sampai 1000 cc/hari
sedangkan dirumah sakit
1500 cc/hari. Pasien
tidak memiliki alergi
atau pantangan untuk
makanan, tidak ada
kesulitan mengunyah
tidak ada kesulitan
menelan, mual tapi tidak
muntah, pasien dapat
makan sendiri
Inspeksi
Bentuk abdomen datar,
tidak ada pembesaran,
tidak ada lesi, tidak ada
benjolan atau massa,
tidak tampak bayangan
pembuluh darah
Auskultasi
Bising usus 8x/menit
Palpasi
Terdapat nyeri tekan pada
area epigastrium, tidak
ada benjolan atau massa,
tidak teraba pembesaran
hepar, tidak ada
pembesaran lien
Perkusi
Suara abdomen tympani,
tidak ada asites
67
11. Sistem Persyarafan a. Tingkat kesadaran :
Compos mentis
b. Perhatian : Dapat
mengulang
c. Bahasa : komunikasi
verbal menggunakan
bahasa Indonesia
d. Kognisi dan
Orientasi : dapat
mengenal orang,
tempat dan waktu
e. Refleks Fisiologis
- Achilles : 2
- Bisep : 2
- Trisep : 2
- Brankioradialis : 2
f. Tidak ada keluhan
pusing
g. Istirahat/ tidur 6
jam/hari
h. Pemeriksaan syaraf
kranial
- N1 : Pasien mampu
membedakan bau
minyak kayu putih
dan alkohol
- N2 : Pasien mampu
melihat dalam jarak
30 cm
- N3 : Pasien mampu
mengangkat
kelopak mata
- N4 : Pasien mampu
menggerakkan bola
mata kebawah
- N5 : Pasien mampu
mengunyah
- N6 : Pasien mampu
menggerakkan
mata kesamping
- N7 : Pasien mampu
tersenyum dan
mengangkat alis
mata
- N8 : Pasien mampu
mendengar dengan
baik
- N9 : Pasien mampu
membedakan rasa
manis dan asam
- N10 : Pasien
mampu menelan
- N11 : Pasien
a. Tingkat kesadaran :
Compos mentis
b. Tanda rangasangan
otak : E4M5V4
c. Pemeriksaan syaraf
otak
- N1 : Pasien dapat
membedakan bau
- N2 : Pasien dapat
melihat dengan
jelas
- N3 : adanya reflek
pupil dan
pergerakan bola
mata
- N4 : mampu
menggerakan bola
mata dari atas ke
bawah
- N5 : Pasien
mampu
mengunyah
- N6 : adanya reflek
pupil
- N7 : Pasien
mampu tersenyum
- N8 : Pasien
mendengar dengan
baik
- N9 : Pasien
mampu
membedakan rasa
manis dan asam
- N10 : Pasien
mampu menelan
- N11 : Pasien
mampu
menggerakkan
bahu
- N12 : Pasien
mampu
menjulurkan lidah
d. Fungsi motoric baik,
adapat bergerak
secara aktif melawan
tahanan
e. Fungsi sensorik
baik, pasien dapat
membedakan nyeri
f. Reflek fisiologis
biak dan reflek
patofisiologis baik
68
mampu
menggerakkan
bahu dan melawan
tekanan
- N12 : Pasien
mampu
menjulurkan lidah
dan menggerakkan
lidah keberbagai
arah
12. Sistem Perkemihan a. Kebersihan : Bersih
b. Kemampuan
berkemih :
- Spontan
- Produksi urine
1000 ml/hari
- Warna : Kuning
cerah
- Bau : Khas urine
c. Tidak ada distensi
kandung kemih tidak
ada nyeri tekan pada
kandung kemih
Bersih, tidak ada
keluhan kencing.
produksi urine 1000
ml/hari, warna kuning
dan bau khas. Tidak ada
nyeri tekan dan
pembesaran pada
kandung kemih.
13. Sistem
muskuloskeletal dan
Integumen
a. Pergerakan otot
bebas
b. Kekuatan otot
5 5
4 4
c. Tidak ada kelainan
tulang belakang
d. Turgor kulit baik
e. Tidak terdapat luka
f. Tidak terdapat
edem
g. Nilai reisko
decubitus, pasien
dalam kategori
rendah yaitu 15
a. Pergerakan sendi
bebas
b. Kekuatan otot
5 5
4 4
c. Kulit bersih
d. Akral teraba hangat
e. Warna ikterik
f. Turgor kulit kembali
daam kurang dari 2
detik
g. Tekstrur elastis
h. lembab
i. tidak ada lesi
14. Sistem Endokrin Tidak ada pembesaran
kalenjar tyroid, getah
bening dan trias DM
Tidak ada pembesaran
pada kelenjar tyroid dan
kelenjar getah bening.
Tidak terdapat
69
hipoglikemia dan
hiperglikemia. Tidak
terdapat riwayat luka
sebelumnya dan riwayat
amputasi sebelumnya.
15. Keamanan Lingkungan Penilaian risiko klien
jatuh dengan skala
morse.
Riwayat jatuh yang baru
atau 3 bulan terakhir
yaitu 0 (tidak), diagnosa
sekunder lebih dari 1
diagnosa yaitu 0 (tidak),
menggunakan alat bantu
yaitu 30 (berpengangan
dengan alat-alat sekitar),
menggunakan IV dan
kateter yaitu 0 (tidak),
kemampuan berjalan
yaitu 10 (lemah), status
mental yaitu 0 (orientasi
sesuai kemampuan diri),
total skor yaitu 40
(sedang).
Penilaian risiko klien
jatuh dengan skala
morse.
Riwayat jatuh yang baru
atau 3 bulan terakhir
yaitu 0 (tidak), diagnosa
sekunder lebih dari 1
diagnosa yaitu 0 (tidak),
menggunakan alat bantu
yaitu 30 (berpengangan
dengan alat-alat
sekitar), menggunakan
IV dan kateter yaitu 0
(tidak), kemampuan
berjalan yaitu 10
(lemah), status mental
yaitu 0 (orientasi sesuai
kemampuan diri), total
skor yaitu 40 (sedang).
16. Personal hygiene a. Mandi 1x sehari
b. keramas 1x sehari
c. ganti pakaian 1x
sehari
d. sikat gigi 1x sehari
e. tidak merokok
f. tidak minum alcohol
a. Pemeliharaan
badan :
Pasien mengatakan
mandi dirumah
sehari 2x
sedangkan pasien
dirumah sakit
mengatakn seka 1x
sehari
b. Pemeliharaan gigi
dan mulut :
Dirumah pasien
mengatakan sikat
gigi 2x sehari
sedangkan dirumah
sakit pasien
mengatakan sikat
gigi 2x sehari
c. Pemeliharan kuku :
Pasien mengatakan
memotong kuku
bila panjang
70
Berdasarkan tabel 3.0 ditemukan data dari pemeriksaan
kenyamanan dan nyeri pada klien 1 didapatkan nyeri pada bagian
perut, skala nyeri 4, nyeri yang dirasakan hilang timbul. Sedangkan
pada klien 2 didapatkan nyeri pada bagian perut kanan atas, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 dan nyeri yang hilang timbul.
Pemeriksaan status fungsional dan aktivitas dan mobilisasi barthel
indeks pada klien 1 total skor nya adalah 15 (ketergantungan sedang)
sedangkan pada klien 2 total skornya adalah 13 (ketergantugan
sedang).
Pemeriksaan Abdomen pada klien 1 dilakukan Inspeksi dan bentuk
abdomen datar, tidak ada bayangan vena, tidak ada lesi dan ada
benjolan atau massa, tidak ada luka bekas operasi. Lalu, melakukan
Auskultasi didengarkan bising usus 7x/menit. Selanjutnya Palpasi
Terdapat nyeri tekan, terdapat benjolan, tidak ada pembesaran hepar
dan ginjal. Lalu melakukan Perkusi, tidak ada asites. Sedangkan pada
klien 2 dilakukan inspeksi dan bentuk abdomen datar, tidak terdapat
bayangan vena, tidak ada lesi dan tidak ada benjolan atau massa, lalu
melakukan Auskultasi didengarkan bising usus 8x/menit. Selanjutnya
Palpasi terdapat nyeri tekan pada area epigastrium, tidak ada benjolan
atau massa, tidak ada luka operasi. Lalu lakukan perkusi, shifting
dullness tidak ditemukan dan tidak ada asites.
Pemeriksaan keamanan lingkungan pada klien 1 dengan skala
71
morse didapatkan total skor yaitu 40 (sedang), sedangkan klien 2
penilaian keamanan lingkungan dengan skala morse didapatkan total
skor yaitu 40 (sedang).
Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan pada klien 1 tidak
ditemukan masalah selama di rumah sakit. Personal hygiene pada
klien 1, saat dirumah sakit klien mandi sehari 1 kali, keramas 1 kali
sehari, sikat gigi sekali sehari, ganti pakaian 1 kali sehari. sedangkan
Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan pada klien 2 didapatkan
data bahwa klien diseka 1 kali sehari, Sikat gigi 2x sehari, dan
memotong kuku bila panjang.
Tabel 3.1 hasil pemeriksaan penunjang pada klien 1 di Flamboyan B RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 di Flamboyan E dr.kanujoso
Djatiwibowo Balikpapan
Pemeriksaan
Penunjang Klien 1 Klien 2
Laboratorium Pada tanggal 7 April 2019
a. HB : 11 g/dl
b. Leukosit : 8.20
c. Eritrosit : 4,00
d. Hematokrit : 36.00 %
e. Trombosit : 200
f. Chol : 255
g. MCV : 80
h. MCH : 26
i. Basofil : 0.1
j. Eosinofil : 2
k. Neutropil : 48,2%
l. Limposit : 41,4%
Pada tanggal 11-11- 2018
a. HB : 11,9 g/dl
b. Leukosit : 8.26
c. Eritrosit : 4,41
d. Hematokrit : 35.7 %
e. Trombosit : 224
f. MCV : 81
g. MCH : 27
h. MCHC : 33.3
i. Basofil : 0.1
j. Eosinofil : 1.7
k. Neutropil : 69,5
l. Limfosit : 23.6
72
m. Monosit : 5.1
n. Masa pendarahan : 3
o. Masa pembekuan : 8
p. GDS ; 125 mg/dl
q. Kolesterol : 180
mg/dl
r. Urem darah : 22 mg/
dl
s. Kreatinin : 0,5
Rontgen Tidak ada Tidak ada
EKG Tidak ada Tidak ada
USG 7 April 2019
Terdapat batu diempedu,
Hepar tidak ada
pembesaran intensitas
gema parenkim normal.
Gallbladder tampak
hiperechoic dengan
diameter terbesar 0,91cm.
Ginjal kanan dan kiri
besar dan kontur normal,
vesica urinaria dalam
batas normal
03 Oktober 2018 (RSPB)
Cholelithiasisdengan
cholecystitis, liver, lien,
pancreas, kedua ginjal,
vesica urinaria, uterus
tidak tampak kelainan
Lain-lain Tidak ada Tidak ada
Berdasarkan tabel 3.1 ditemukan data dari pemeriksaan penunjang
pada pasien 1 didapatkan nilai hemoglobin rendah yaitu 11. Dan hasil
USG dengan terdapat batu diempedu, hepar tidak ada pembesaran
intensitas, ginjal kanan dan kiri besar dan kontur normal, vesica
urinaria dalam batas normal. Sedangkan dengan pasien 2 didapat hasil
73
laboratorium neutrophil tinggi 69,5% dan limfosit rendah 23,6. Dan
hasil USG pasien dinyatakan Cholelithiasis dengan Cholecysitis
Tabel 3.2 hasil penatalaksanaan terapi pada pasien 1 di Flalmboyan B RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan pasien 2 di di Flalmboyan E RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
Klien 1 Klien 2
Pada tanggal 8 april 2019
1. NaCl 0.9%
2. Futrolit 24 Tpm
3. Antibiotik 2x1 gr
4. Histamin 2x1 ampul
5. Anti nyeri 3x30 mg
Pada Tanggal 11-11-2018
1. NaCl 0,9%
2. Ceftriaxon 2x1 gr
3. Futrolit 20 Tpm
4. Cefotaxin 2x1 gr
5. Ranitidin 2x1 gr
6. Ketorolac 3x30 gr
Berdasarkan tabel 3.2 ditemukan data penatalaksanan terapi
pemberian obat pada klien 1 yaitu Futrolit, antibiotic, histamine, dan
anti nyeri. Sedangkan pada klien 2 yaitu NaCl 0,9%, Ceftriaxon,
Futrolit, Cefotaxim, Ranitidin, dan Ketorolac.
74
Tabel 3.3 Analisa Data Pada Pasien 1 ( Tn.R ) dengan Cholelithiasis pre dan post operasi
di ruang Flamboan B RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo
ANALISA DATA PRE OPERASI
Nama Pasien : Tn.R Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 40 tahun Ruangan : Flamboyan B
ANALISA DATA POST OPERASI
Nama Pasien : Tn.R Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 40 tahun Ruangan : Flamboyan B
No. Data (DO & DS) Masalah Penyebaba
1
Ds :
- Pasien mengatakan nyeri perut
- Nyeri seperti tertusuk tusuk dengan skala
nyeri 4 dan nyeri hilang timbul
Do :
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah
TTV :
- TD : 140/90 mmhg
- N : 111 x/menit
- S : 37,0 ‘C
- RR : 24 x/menit
Nyeri akut
Agen pencedera
fisiologis (Inflamasi)
No. Data (DO & DS) Masalah Penyebab
1
Ds :
- Pasien mengatakan nyeri perut pada bagian
luka operasi
- Pasien mengatakan nyeri terasa seperti luka
Nyeri akut
Agen pencedera fisik
(prosedur operasi)
75
2
3
tergores
- Dengan skala nyeri 5
Do :
- Pasien tampak meringis menahan sakit
TTV :
- TD : 145/90 mmhg
- N : 101 x/menit
- S : 37,0 ‘C
- RR : 21 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan sulit untuk bergerak
karna nyeri operasi terasa sakit jika bergerak
- Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
Do :
- Pasien tampak meringis menahan sakit
- Pasien terlihat lemas
TTV :
- TD : 130/90 mmhg
- N : 100 x/menit
- S : 37,0 ‘C
- RR : 20 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
- Pasien mengatakan ingin lekas sembuh
Do :
- Pasien tampak lemas
- Terdapat luka operasi pada bagain perut
TTV :
- TD : 130/90 mmhg - Suhu : 37,8’C
- N : 100 x/menit - Respirasi : 20 x/menit
Gangguan mobilitas
fisik
Resiko infeksi
Tindakan invasive
Efek prosedur invasive
76
Tabel 3.4 Analisa Data Pasien II (Nn.T ) dengan Cholelithiasis di Flamboyan E RSUD
Dr.Kanujoso Djatiwibowo Tahun 2018
ANALISA DATA PRE OPERASI
Nama Pasien : Nn. T Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 tahun Ruangan : Flamboyan B
No. Data (DO & DS) Masalah Penyebaba
1
2
Ds :
- Pasien mengatakan nyeri perut kanan atas
- Nyeri datang tiba tiba seperti tertusuk tusuk
dengan skala nyeri 5 dan nyeri hilang timbul
Do :
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah
TTV :
- TD : 110/60 mmhg
- N : 96 x/menit
- S : 37,9 ‘C
- RR : 19 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan takut dilakukan operasi,
khawatir dengan akibat kondisi
Do :
- Pasien tampak gelisah
TTV :
- TD : 110/60 mmhg
- N : 96 x/menit
- S : 37,9 ‘C
- RR : 19 x/menit
Nyeri akut
Ansietas
Agen pencedera
fisiologis
Kekhawatiran
mengalami kegagalan
77
ANALISA DATA POST OPERASI POST OP
Nama Pasien : Nn. T Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 tahun Ruangan : Flamboyan E
No. Data (DO & DS) Masalah Penyebaba
1
2
3
Ds :
- Pasien mengatakan nyeri bagian luka operasi
seperti nyut nyutan dengan skala nyeri 6
Do :
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah dan sulit tidur
TTV :
- TD : 100/60 mmhg
- N : 110 x/menit
- S : 38,1 ‘C
- RR : 22 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan menggigil dan
kedinginan
Do :
- Pasien tampak menggigil
TTV :
- TD : 110/70 mmhg
- N : 110 x/menit
- S : 38,1 ‘C
- RR : 20 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan demam turun naik
Do :
- Kulit pasien teraba hangat
- Terpasang DC
Nyeri akut
Hipertermi
Agen pencedera fisik
Respon trauma
78
- Terpasang infus NaCL 0,9% 18 tpm
- Tampak luka 3 titik
TTV :
- TD : 110/70 mmhg
- N : 96 x/menit
- S : 38,1 ‘C
- RR : 20 x/menit
Resiko infeksi Efek prosedur invasif
b. Diagnosa Keperawatan
Tabel 3.5 Diagnosa Keperawatan pada klien 1 dengan Pre dan Post
Operatif Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 dengan Pre dan Post Operatif Cholelithiasis di RSUD
dr. Kanujosos Djatiwibowo
No.
Klien 1 Klien 2
Hari/
tanggal
ditemukan
Diagnosa Keperawatan
Hari/
tanggal
ditemuk
an
Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
1
2
8 April 2019 Nyeri akut b.d agen pencedera
fisiologis ( Inflamasi ) d.d nyeri
perut seperti tertusuk tusuk,
pasien tampak meringis dan
gelisah
12
Novemb
er 2018
12
Novemb
er 2018
Nyeri akut b.d agen
pencedera fisiologis d.d
nyeri perut kanan atas
seperti tertusuk tusuk, pasien
tampak meringis, gelisah
dan frekuensi nadi
meningkat
Ansietas b.d kekhawatiran
mengalami kegagalan d.d
pasien mengatakan takut
dilakukan operasi, khawatir
dengan akibat kondisi dan
klien tampak gelisah
79
No.
Klien 1 Klien 2
Hari/
tanggal
ditemukan
Diagnosa Keperawatan
Hari/
tanggal
ditemuk
an
Diagnosa Keperawatan
Post Operatif
1
2
3
10 April
2019
10 April
2019
10 April
2019
Nyeri akut b.d agen pencedera
fisiologis (prosedur operasi) d.d
pasien mengatakan nyeri pada
bagian luka operasi, nyeri seperti
tergores, nyeri terasa hilang
timbul dengan skala nyeri 5
Gangguan mobilitas fisik b.d
nyeri d.d pasien mengatakan
kesulitas bergerak karna nyeri
bekas luka operasi
Resiko infeksi b.d Efek prosedur
invasive d.d luka bekas operasi
13
Novemb
er 2018
13
Novemb
er 2018
13
novembe
r
Nyeri akut b.d agen
pencedera fisik d.d pasien
mengatakan nyeri bagian
luka operasi seperti nyut
nyutan dengan skala nyeri 6,
pasien tampak meringis,
frekuensi nadi meningkat,
gelisah dan sulit tidur
Hipertermi b.d respon
trauma d.d pasien tampak
mengigil dan temperature
suhu badan 38,1’C
Resiko infeksi b.d efek
prosedur invasif
Berdasarkan tabel 4.5 setelah melakukan pengkajian dan menganalisis data
pada pre op cholelithiasis pasien 1 dan pasien 2, ditemukan diagnosa keperawatan
pada tanggal 8 April 2019 pre op Cholelithiasis pasien 1 terdapat 1 diagnosa
sedangkan pada tanggal 12 November 2018 pada pasien 2 didapatkan 2 diagnosa
keperawatan. Setelah dilanjutkan melakukan analisa data pada post op
cholelithiasis pasien 1 dan pasien 2, ditemukan diagnose keperawatan pada
tanggal 9 April 2019 pada pasien 1 terdapat 3 diagnosa sedangkan pada tanggal 13
November 2018 ditemukan 3 diagnosa pada pasien 2.
80
c. Perencanaan
Tabel 3.6 Perencanaan pada klien 1 dengan Pre dan post Operatif Cholelithiasis
Di Flamboyan B RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dan klien 2 dengan Pre dan Post Operatif Cholelithiasis Di Flamboyan E RSUD dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
Hari/
Tanggal
Dx
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Perencanaan
Pasien 1 Pre operasi
Senin 8,
April
2019
Nyeri akut b.d.
agen
pencedera
fisiologis
(Inflamasi)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 8
jam rasa nyeri pada pasien
menurun dengan kriteria
hasil :
a. Pasien tidak
mengeluh nyeri
b. Mampu mengenali
nyeri
c. Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
d. Mampu
mengontrol nyeri
1.1 lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi , karakteristik ,
durasi, frekuensi,
kualitas dan factor
prepitasi
1.2 ajarkan tentang teknik
non farmakologis
1.3 monitor TTV
1.4 kolaborasi dalam
pemberian antibiotic
Pasien 1 Post operasi
Rabu, 10
April
2019
Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
pencedera fisik
( tindakan
invasive)
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 8
jam diharapkan nyeri
berkurang dengan kriteria
hasil :
1. mampu mengontrol
nyeri
2. melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan
skala nyeri 0
3. mampu mengenali nyeri
4. mengatakan merasa
sehat
1.1 lakukan pengukuran
nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi nyeri ,
karakteristik, durasi ,
frekuensi .
1.2 ajarkan tentang teknik
non farmakologis
1.3 monitor TTV
1.4 kolaborasi pemberian
antibiotic
Rabu, 10
April
2019
Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan nyeri
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x8
jam mobilitas fisik
meningkat dengan kriteria
hasil:
1. Pergerakan ekstremitas
meningkat
2. Kekuatan otot
meningkat
3. Rentang gerak (ROM)
2.1 Kaji kemampuan
mobilisasi klien
2.2 Latih ROM pasif
2.3 Posisikan kaki lebih
tinggi dari jantung
2.4 Edukasi kepada klien
untuk tetap mobilisasi
semampunya semisal
miring kiri kanan
2.5 Kolaborasi obat dengan
81
meningkat
a. Kelemahan fisik
menurun
dokter
Rabu , 9
April
2019
Resiko infeksi
berhubungan
dengan
prosedur
invasive
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24
jam pasien terhindar dari
infeksi dengan kriteria hasil
:
1. pasien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
2. jumlah leukosit dalam
batas normal
3. menunjukan prilaku
hidup sehat
4. menunjukan
kemampuan untuk
mencegah
3.1 monitor tanda dan
gejala infeksi sitemik
dan local
3.2 inspeksi kulit dan
mukosa terhadap
kemerahan
3.3 cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
3.4 beritau pasien untuk
batasi pengunjung
3.5 pertahankan teknik
asepsis pada pasien
beresiko
3.6 lakukan perawatan luka
3.7 berikan terapi antibiotic
Hari/
Tanggal
Dx
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Perencanaan
Pasien 2 Pre operasi
Selasa,
12
Novemb
er 2018
Selasa,
12
Novemb
er 2018
Nyeri akut b.d
agen
pencedera
fisiologis
Ansietas b.d
kekhawatiran
mengalami
kegagalan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1 x 8
jam diharapkan nyeri
berkurang dengan kriteria
hasil :
a. mampu mengontrol
nyeri ( tau penyebab
nyeri,
b. mampu menggunakan
teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri )
c. melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan manajemen
nyeri
d. Mampu mengenali
nyeri (skala ,
intensitas , frekuensi
dan tanda nyeri )
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan perasan
cemas dan tidak nyaman
bisa diatasi dengan kriteria
hasil :
1. Pasien mampu
1.1 lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi , karakteristik ,
durasi, frekuensi,
kualitas dan factor
prepitasi
1.2 ajarkan tentang teknik
non farmakologis
1.3 monitor TTV
1.4 kolaborasi dalam
pemberian antibiotic
2.1 identifikasi tingkat
kecemasan
2.2 jelaskan semua
prosedur dan apa yang
dirasakan
2.3 dorong keluarga untuk
menemani pasien
82
mengidentifikasidan
mengungkapkan gejala
cemas
2. Mengidentifikasi,mengu
ngkapkan gejala cemas
3. Vitas sign dalam batas
normal
4. Postur tubuh , bahasa
tubuh dan expresi wajah
menunjukan berkurang
nya rasa cemas
2.4 instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
Pasien 2 Post operasi
Rabu, 13
Novemb
er 2018
Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
pencedera fisik
( tindakan
invasive)
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1 x 8
jam diharapkan nyeri
berkurang dengan kriteria
hasil :
1. mampu mengontrol
nyeri
2. melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan
skala nyeri
3. mampu mengenali nyeri
4. mengatakan merasa
sehat
1.1 lakukan pengukuran
nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi nyeri ,
karakteristik, durasi ,
frekuensi .
1.2 ajarkan tentang teknik
non farmakologis
1.3 monitor TTV
1.4 kolaborasi pemberian
antibiotic
Rabu, 13
Novemb
er 2018
Hipertermi b.d
respon trauma
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x 4
jam diharapkan suhu tubuh
pasien dapat kembali
normal dengan kriteria
hasil :
1. suhu tubuh dalam
rentang normal
2. nadi dan respirasi
normal
tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing
2.1 monitor TTV
2.2 instruksikan pada
keluarga untuk kompres
pasien
2.3 kolaborasi dalam
pemberian antipiretik
2.4 kolaborasi pemberian
cairan intravena
2.5 rencanakan monitoring
TTV secara kontinyu
Rabu , 13
Novemb
er 2018
Resiko infeksi
berhubungan
dengan
prosedur
invasif
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24
jam pasien terhindar dari
infeksi dengan kriteria hasil
:
1. pasien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
2. jumlah leukosit dalam
batas normal
3. menunjukan prilaku
3.1 monitor tanda dan
gejala infeksi sitemik
dan local
3.2 inspeksi kulit dan
mukosa terhadap
kemerahan
3.3 cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
3.4 beritau pasien untuk
batasi pengunjung
83
hidup sehat
4. menunjukan
kemampuan untuk
mencegah
3.5 pertahankan teknik
asepsis pada pasien
beresiko
3.6 lakukan perawatan luka
3.7 berikan terapi antibiotic
Berdasarkan tabel 3.7 setelah membuat perencanaan tindakan asuhan keperawatan
sesuai dengan masing-masing diagnosa yang ditemukan pada klien 1 dan klien 2,
selanjutnya melakukan pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien
2.
d. Pelaksanaan
Tabel 4.8 Implementasi Keperawatan Klien 1 dengan Pre dan Post Operatif
Cholelithiasis di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
Waktu
Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan Evaluasi
Pasien 1 Pre Operasi
Senin,
15.00 wita
Melakukan pengkajian
1.2 Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi , karakteristik
, durasi, frekuensi, kualitas
dan factor prepitasi
1.3 monitor TTV
DS:
a. Pasien mengatakan nyeri
pada bagian perut
b. Pasien mengatakan nyeri
pada perut pasien seperti
tertusuk-tusuk
c. Pasien mengatakan nyeri
dalam skala 4
d. Pasien mengatakan nyeri
saat bergerak atau
berpindah posisi
e. Pasien mnegtakan nyeri
yang dirasakan hilang
timbul dalam waktu
dekat
DO:
a. Ekspresi wajah pasien
sesekali meringis
menahan nyeri
TTV:
TD: 140/79 mmHg
N: 101x/menit
S: 370C
84
Senin,
16.00 wita
Senin,
18.00 wita
1.2 ajarkan tentang teknik non
farmakologis (Nafas dalam)
1.4 kolaborasi dalam pemberian
antibiotic
1.2 Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi , karakteristik
, durasi, frekuensi, kualitas
dan factor prepitasi
1.3 monitor TTV
RR: 21x/menit
DS:
a. Klien mengatakan paham
cara melakukan tehnik
nafas dalam
b. Pasien tampak agak
tenang
DO:
a. Klien tampak mengerti
dengan apa yang
diajarkan oleh perawat
b. Pasien tampak lemas
Ds :
a. Pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang setelah
diberi obat melalui IV
b. Pasien mnegtakan skala
nyeri berkurang
Do:
TTV:
TD: 140/70 mmHg
N: 99x/menit
S: 370C
RR: 20x/menit
85
Waktu
Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan Evaluasi
Pasien 1 Post Operasi
Rabu
07.30 wita
Rabu
09.00 wita
Rabu
10.00 wita
Melakukan pengkajian
1.1 lakukan pengukuran nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi nyeri ,
karakteristik, durasi ,
frekuensi .
1.3 Monitor TTV
1.2 ajarkan tentang teknik non
farmakologis (Nafas dalam)
1.2 Kaji kemampuan mobilisasi
klien
3.1 monitor tanda dan gejala
infeksi sitemik dan local
3.2 cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah
3.6 Lakukan perawatan luka
3.4 beritau pasien untuk
membatasi pengunjung
1.3 Monitor TTV
DS:
a. pasien mnegatakan
nyeri pada bagian luka
operasi
b. pasien mengatakan
nyeri seperti tergores
c. pasien mengatakan
nyeri hilang timbul
d. pasien mengatakan
nyeri pada skala 5
DO:
a. pasien terlihat
meringis menahan
nyeri luka operasi
TTV:
TD: 142/88 mmHg
N: 111x/menit
S: 370C
RR: 20x/menit
Ds:
a. pasien mengatakan
paham dan mengerti
dengan cara teknik
nafas dalam
Do :
a. Pasien terlihat
kesulitan ingin bangun
dan bergerak
b. Terdapat luka operasi
pada bagian perut
Ds :
a. Pasien mengatakan
Kesulitan bergerak
karena masih terasa
nyeri
Do :
86
Rabu
12.00 wita
1.4 Kolaborasi pemberian
antibiotic
1.3 Monitor TTV
a. Terdapat luka operasi
Laparatomy
Choleytectomy pada
bagian perut
TTV:
TD: 137/77 mmHg
N: 90x/menit
S: 370C
RR: 21x/menit
Ds :
a. Pasien mnegatkan
masih terasa nyeri
pada bagian luka
operasi
Do :
TTV:
TD: 130/70 mmHg
N: 98x/menit
S: 370C
RR: 21x/menit
Kamis
08.00 wita
Kamis
10.00 wita
1.1 lakukan pengukuran nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi nyeri ,
karakteristik, durasi ,
frekuensi .
3.3 cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan
1.3 Monitor TTV
3.1 monitor tanda dan gejala
infeksi sitemik dan local
3.6 lakukan perawatan luka
3.7 berikan terapi antibiotic
3.3 cuci tangan setiap sebelum
Ds :
a. pasien mengatakan
nyeri pada luka
operasi sedikit
berkurang
b. pasien mengatakan
nyeri jarang timbul
namun jika bergerak
terasa nyeri nya
c. pasien mengatakan
skala nyeri 4
Do :
a. pasien tampak
meringis ketika
bergerak atau
berpindah posisi
TTV:
TD: 140/90 mmHg
N: 98x/menit
S: 370C
RR: 21x/menit
Ds :
a. Pasien mnegatakan
nyeri masih terasa
namun tidak seperti
kemarin
87
Kamis
12.00 wita
dan sesudah tindakan
keperawatan
1.3 Monitor TTV
1.4 Kolaborasi pemberian
antibiotic
1.3 Monitor TTV
Do :
a. Pasien terlihat masih
kesulitan bergerak dan
berpindah posisi
sehingga harus
perawat atau keluarga
pasien
TTV:
TD: 140/90 mmHg
N: 98x/menit
S: 370C
RR: 21x/menit
Ds:
a. Pasien mengatakan
keadaan mulai
membaik dan nyeri
sudah berkurang
namun masih terasa
Do :
TTV:
TD: 140/90 mmHg
N: 98x/menit
S: 370C
RR: 21x/menit
Jumat
08.45 wita
1.3 lakukan pengukuran nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi nyeri ,
karakteristik, durasi ,
frekuensi .
1.4 Kaji kemampuan mobilisasi
klien
3.1 monitor tanda dan gejala
infeksi sitemik dan local
3.2 cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan
1.2 Monitor TTV
3.3 cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan
Ds:
a. pasien mengatakan
nyeri berkurang
b. pasien mengatakan
nyeri masih terasa jika
bergerak berlebihan
c. pasien mengatakan
bisa bergerak namun
tidak berlebihan
Do :
a. pasien terlihat dapat
bergerak dan
berpindah posisi
dengan pelan pelan
b. luka operasi terlihat
bersih tidak ada tanda
tanda infeksi
TTV:
TD: 144/80 mmHg
N: 98x/menit
S: 370C
RR: 21x/menit
88
Jumat
10.00 wita
Jumat
12.00 wita
3.8 lakukan perawatan luka
3.9 berikan terapi antibiotic
3.4 cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan
1.5 Monitor TTV
1.4 Kolaborasi pemberian
antibiotic
Ds:
a. Pasien mengatakan
nyeri berkurang
b. Pasien mengatakan
skala nyeri 2
Do:
a. Luka operasi pada
pasien terlihat bersih
tanpa ada tanda tanda
insfeksi
TTV:
TD: 144/80 mmHg
N: 98x/menit
S: 370C
RR: 21x/menit
Ds :
a. Pasien mengatakan
nyeri berkurang
b. Pasien mengatakan
keadaan membaik
Do :
a. keadaan pasien
tampak membaik
Berdasarkan tabel 3.8 Implementasi tindakan keperawatan dilakukan
untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan pada klien sesuai dengan
perencanaan intervensi keperawatan masing-masing diagnosa keperawatan yang
telah disusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1. Pelaksanaan
tindakan keperawatan pada pasien pre dan post operasi pada klien 1 dilakukan
selama 4 hari perawatan yaitu dari tanggal 8 April 2019 sampai tanggal 12 April
2019. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan secara komperehensif.
89
Tabel 3.9 Implementasi Keperawatan Klien 2 dengan Pre dan Post Operasi Cholelithiasis di
RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
Waktu
Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan Evaluasi
Pasien 2 Pre operasi
12 november
2018
15.00 wita
12 november
2018
15.45 wita
1.1 melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
1.2 mengajarkan klien untuk
teknik relaksasi nafas dalam
Ds :
- pasien mengatakan
nyeri perut kanan atas
- nyeri datang tiba tiba
seperti tertusuk tusuk
di daerah kanan ataas
dengan skala nyeri 5,
dan nyeri hiking
timbul
Do :
- klien tampak meringis
dan gelisah
TTV :
- TD : 110/60 mmhg
- N : 96x/menit
- S : 37,6’C
- RR : 19 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan
paham dan mengerti
tentang teknik dan
manfaat relaksasi
nafas dalam
Do : -
90
12 november
2018
16.00 wita
12 november
2018
18.00 wita
12 november
2018
20.00 wita
12 november
2018
06.00 wita
1.3 memonitor tanda tanda vital
1.4 kolaborasi dalam pemberian
analgetik
1.3 memonitor tanda tanda vital
1.5 berkolaborasi dalam
pemberian analgetik
Ds : -
Do :
Tanda tanda vital
- TD : 110/60 mmhg
- N: 96 x/menit
- S : 37,6 ‘C
- RR : 19 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan
masih nyeri
- Skala nyeri 5
Do :
- Pasien tampak
meringis
Ds : -
Do :
Tanda tanda vital
- TD : 110/70 mmhg
- N: 90 x/menit
- S : 37,5 ‘C
- RR : 20 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan
masih nyeri
- Skala nyeri 5
Do :
91
13 november
2018
08.00 wita
13 november
2018
12.00 wita
13 november
2018
09.00 wita
1.3 memonitor tanda tanda vital
1.6 berkolaborasi dalam
pemberian analgetik
1.1 identifikasi tingkat
kecemasan
- Pasien tampak
meringis dan gelisah
Ds : -
Do :
Tanda tanda vital
- TD : 110/70 mmhg
- N: 96 x/menit
- S : 37,5 ‘C
- RR : 21 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan
masih nyeri
- Skala nyeri 4
Do :
- Pasien tampak
memegang megang
perut nya
Ds :
- Pasien mengatakan
merasa takut dan
cemas dengan status
kesehatan nya , serta
khawatir mengalami
kegagalan saat operasi
Do :
- Pasien tampak gelisah
92
13 november
2018
09.35 wita
13 november
2018
09.45 wita
2.2 Menjelaskan semua prosedur
apa yang akan dirasakan selama
prosedur
2.3 Mendorong keluarga untuk
menemani pasien
Ds :
- pasien mengatakan
mengerti tentang
prosedur yang akan di
lalui nya dan apa yang
akan dirasakan slama
prosedur
Do :
- pasien tampak lebih
tenang setelah diberi
penjelasan
Ds :
- pasien mengatakan
pada saat cemas
muncul, dia melkukan
teknik relaksasi nafas
dalam dan pasien
merasa lebih nyaman
dan tenang
Do :
- pasien tampak lebih
rileks
Waktu
Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan Evaluasi
Pasien 2 Post operasi
13 november
2018
22.00
3.1 melakukan pengukuran nyeri
secara komprehensif
4.1 Observasi TTV
Ds :
- pasien mengatakan
nyeri bagian luka
operasi seperti nyut
nyutan dengan skala
nyeri 6
Do :
- klien tampak meringis
- klien tampak gelisah
93
13 november
2018
22.20
13 november
2018
22.30
14 november
2018
07.00
3.2 mengajarkan tentang
relaksasi teknik nafas dalam
4.3 Berkolaborasi dalam
pemberian antipiretik
4.2 Mengintruksikan keluarga
untuk melakukan kompres pasien
3.3 Memonitor TTV
3.2 mengintruksikan tentang
tekhnik relaksasi nafas dalam
3.3 memonitor TTV
dan sulit tidur
TTV
- TD : 110/60 mmhg
- N: 100 x/menit
- S : 36,9 ‘C
- RR : 20 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan
demam
- pasien mengatakan
paham dan mengerti
teknik dan mafaat
relaksasi nafas dalam
Do :
- Kulit teraba hangat
- Pasien tampak
mengigil
Ds :
- Keluarga pasien
mengerti dan bersedia
memberikan kompres
hangat
Do :
Tanda tanda vital
- TD : 110/60 mmhg
- N: 100 x/menit
- S : 36,9 ‘C
- RR : 20 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan
masih nyeri terasa
Do :
94
14 november
2018
14.00
14 november
2018
18.00
14 november
2018
22.00
5.4 Memberitahu pasien untuk
membatasi pengunjung
1.2 mengintruksikan tentang
tekhnik relaksasi nafas dalam
1.3 memonitor TTV
5.5 Mempertahankan teknik
asepsis pada pasien beresiko
5.6 Melakukan perawatan luka
2.2 kolaborasi dalam pemberian
analgetik
1.3 memonitor tanda tanda vital
Tanda tanda vital
- TD : 110/70 mmhg
- N: 100 x/menit
- S : 37,6 ‘C
- RR : 19 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan
masih nyeri tapi sudah
berkurang sedikit
Do :
- Tampak luka tiga titik
tidak merembes
Tanda tanda vital
- TD : 110/70 mmhg
- N: 98 x/menit
- S : 37,9 ‘C
- RR : 20 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan
masih nyeri
- Skala nyeri 4
Do :
- Pasien tampak
meringis tetapi sudah
lebih tenang dari
sebelumnya
Ds : -
Do :
- TD : 110/60 mmhg
- N: 100 x/menit
- S : 36,9 ‘C
- RR : 20 x/menit
95
15 november
2018
06.00
15 november
2018
07:00
15 November
2018
10.00
1.4 berkolaborasi dalam
pemberian analgetik
3.2 Mengintruksikan tentang
tekhnik relaksasi nafas dalam
3.3 Memonitor TTV
3.4 Berkolaborasi dalam
pemberian analgetik
Ds :
- Pasien mengatakan
nyeri berkurang
- Skala nyeri 3
Do :
- Pasien tampak rileks
Ds : -
Do : Tanda tanda vital
- TD : 110/60 mmhg
- N: 100 x/menit
- S : 36,9 ‘C
- RR : 20 x/menit
Ds :
- Pasien mengatakan
nyeri sudah tidak ada
lagi
Do :
- Pasien tampak tenang
Berdasarkan tabel 3.9 Implementasi tindakan keperawatan dilakukan
untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan pada klien sesuai dengan
perencanaan intervensi keperawatan masing-masing diagnosa keperawatan yang
telah disusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 2 dilakukan selama 4
hari perawatan yaitu dari tanggal 12 November 2018 sampai tanggal 15
96
November 2018. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan secara
komperehensif dan terus menerus selama 24 jam masa perawatan.
e. Evaluasi
Tabel 4.0 Evaluasi asuhan keperawatan Klien 1 dengan Pre dan Post Operasi
Cholelithiasis di Flamboyan B RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
J
Hari Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
Pasien 1 Pre operasi
Senin 7
April 2019
Nyeri akut b.d.
agen pencedera
fisiologis
(Inflamasi)
S:
1) P : Pasien mengatakan nyeri masih terasa pada
bagian perut
Q : Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : klien mengatakan nyeri di bagian perut kanan
S : Pasien mengatakan skala nyeri 4
T : Pasien mengatakan nyeri dirasa hilang timbul
O:
1) Sesekali pasien tampak meringis dan gelisah akibat
nyeri
2) TTV:
TD : 140/90 mmHg
N : 100 x/menit
R : 21 x/menit
S : 37.0 c
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1.5 lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi,
kualitas dan factor prepitasi
1.6 ajarkan tentang teknik non farmakologis
1.7 monitor TTV
1.8 kolaborasi dalam pemberian antibiotic
97
Hari Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
Pasien 1 Post operasi
Jum’at 12
April 2019
Jum’at 12
April 2019
Nyeri akut
berhubungan
dengan agen
pencedera fisik (
tindakan invasive)
Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan nyeri
S:
1) Pasien mengatakan nyeri berkurang
2) Pasien mengatakan mampu mengontrol
nyeri
3) Pasien mengatakan kondisi mulai
membaik
O:
1) Pasien tambak membaik dan tidak lemas
TTV:
TD : 140/90 mmHg
N : 100 x/menit
R : 21 x/menit
S : 37.0 c
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
2.1 lakukan pengukuran nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi nyeri ,
karakteristik, durasi , frekuensi .
1.5 monitor TTV
1.6 kolaborasi pemberian antibiotic
S:
1) Pasien mengatakan nyeri masih terasa
2) Pasien mengatakan kelemahan fisik
menurun
3) Pasien mengatakan dapat bergerak dan
berpindah tempat tetapi secara berhati
hati
O:
1) Keadaan pasien terlihat membaik
2) Pasien terlihat tidak lemas lagi
TTV:
98
E
Evaluasi keperawatan pada psaien 1. Pada klien 1 saat melakukan
evaluasi tindakan setiap diagnosa keperawatan Pre operasi, diagnosa nyeri akut
Jum’at 12
April 2018
Resiko infeksi
berhubungan
dengan prosedur
invasive
TD : 140/90 mmHg
N : 100 x/menit
R : 21 x/menit
S : 37.0 c
A:
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
2.1 Kaji kemampuan mobilisasi klien
2.2 Edukasi kepada klien untuk tetap mobilisasi
semampunya semisal miring kiri kanan
2.3 Kolaborasi obat dengan dokter
S:
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
b. Pasien mengatakan merasa lebih baik
O:
a. Luka pasien terlihat bersih
b. Tidak ada tanda tanda infeksi pada luka
operasi
TTV:
TD : 135/88 mmHg
N : 97 x/menit
R : 21 x/menit
S : 37.0 c
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
3.1 monitor tanda dan gejala infeksi sitemik
dan local
3.2 inspeksi kulit dan mukosa terhadap
kemerahan
3.3 cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
3.4 pertahankan teknik asepsis pada pasien
beresiko
3.5 lakukan perawatan luka
3.6 berikan terapi antibiotic
99
sebagian teratasi pada tanggal 7 April 2019. Dan untuk diagnose keperawatan post
operasi nyeri akut sebagian teratasi pada tanggal 12 April 2019, Gangguan
mobilitas fisik pada tanggal 12 April 2019, Resiko infeksi teratasi sebagian pada
tanggal 12 April 2019.
Tabel 4.1 Evaluasi asuhan keperawatan Pasien 2 pre dan post Cholelithiasis di Ruang Flamboyan
E RSUD Dr. Kanudjoso Djatiwibowo Tahun 2018
Hari Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
Pasien 2 Pre operasi
12 november
2018
Nyeri akut b.d.
agen pencedera
fisiologis
S:
a. pasien mengtakan nyeri perut bagian
kanan atas
b. nyeri datang tiba tiba seperti tertusuk
tusuk didaerah kanan atas dengan skala
nyeri 5, nyeri hilang timbul
c. pasien mengatakan paham dan mengerti
tentang tekhnik dan manfaat relaksasi
nafas dalam
d. pasien mengatakan maish nyeri dengan
skala nyeri 5
O:
a. Klien tampak meringis dan gelisah
TTV:
TD : 110/60 mmHg
N : 96 x/menit
R : 21 x/menit
S : 36.6 c
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
2.3 monitor tanda tanda vital
2.4 Berkolaborasi dalam pemberian
Analgetik
100
12 November
2018
Ansietas b.d
kekhawatiran
mengalami
kegagalan
S:
a. Pasien mengatakan merasa takut dan
cemas dengan status kesehatannya, serta
khawatir mengalami kegagalan saat
operasi
b. Pasien mengatakan mengerti tentang
prosedur yang akan dilalui nya dan
apayang akan dirasakan selama prosedur
c. Pasien mengatakan pada saat cemas
muncul, dai melakukan teknik relaksasi
nafas dalam dan pasien merasakan lebih
nyaman dan tenang
O:
a. Pasien tampak gelisah
b. [asien tampak sedikit lebih tenang
setelah diberikan penjelasan
c. Pasien tampak lebih nyaman dan tenang
ketika di damping oleh keluarganya
d. Pasien tampak lebih rileks
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan intervensi
Hari Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
Pasien 2 Post operasi
15 november
2018
Nyeri akut b.d.
agen pencedera
fisik
S:
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
b. Skala nyeri 3
O:
a. Pasien tampak rileks
TTV:
TD : 120/80 mmHg
N : 90 x/menit
R : 21 x/menit
S : 38.1 c
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
3.4 memonitor TTV
3.5 Berkolaborasi dalam pemberian analgetik
101
Pada tabel 4.1 setelah melakukan pelaksanaan tindakan keperawatan pada
pasien 2. Pada pasien 2 saat melakukan evaluasi tindakan setiap diagnosa
keperawatan, pada diagnose pre operasi diagnosa nyeri akut masalah belum
teratasi pada tanggal 12 november 2018, masalah ansietas dapat teratasi pada
tanggal 12 november 2018. Pada diagnose post operasi nyeri akut masalah teratasi
15 November
2018
15 november
2018
Hipertermia b.d
respon trauma
Resiko infeksi b.d
tindakan invasif
S:
a. Pasien mengatakan akan mengompre
lagi
O:
a. Kulit pasien teraba hangat
TTV:
TD : 110/70 mmHg
N : 98 x/menit
R : 21 x/menit
S : 37.6 c
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
4.1 Observasi TTV
S:
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
O:
a. Tidak terdapat tanda tanda infeksi
TTV:
TD : 110/70 mmHg
N : 98 x/menit
R : 21 x/menit
S : 37.6 c
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan intervensi
102
sebagian pada tanggal 15 november 2018, hipertermia masalah tertasi sebagian
pada tanggal 15 november 2018, resiko infeksi masalah teratasi pada tanggal 15
november 2018
B. Pembahasan
Pada pembahasan ini, peneliti membahas tentang review asuhan
keperawatan pada 2 pasien Pre dan Post Cholelithiasis dengan menemukan
berbagai kesenjangan sesuai dengan konsep-konsep teori yang ada. Asuhan
keperawatan di laksanakan selama 4 hari pada pasien 1 dari tanggal 8 April
sampai 12 April 2019 di ruang Flamboyan B di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan. Sedangkan pada pasien 2 asuhan keperawatan dilaksanakan selama 4
hari mulai dari tanggal 12 november 2018 sampai 15 November 2018 diruang
Flamboyan E RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Berikut ini akan
diuraikan pelaksanaan Asuhan keperawatan pada klien dengan pre dan post
operatif Cholelithiasis di RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan sesuai
tiap fase dalam proses keperawatan yang meliputi: pengkajian, menegakkan
diagnosa keperawatan, membuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pada pengkajian pasien 1 dan 2 dimana pengkajian ini difokuskan pada
asuhan keperawatan pada klien dengan pre dan post Cholelithiasis. Pengkajian
pada pasien 1 umur 40 tahun dilakukan pada tanggal 8 April 2019 dan pada
pasien 2 umur 18 tahun dilakukan pada tanggal 12 November 2018. Hasil dari
pengkajian sebagai berikut:
103
Berdasarkan dari hasil pengkajian pada pasien 1 dengan diagnosa medis
Cholelithiasis dan pasien 2 dengan diagnosa medis Cholelithiasis. Pada kedua
pasien memiliki keluhan yang sama dengan teori seperti nyeri pada daerah
kanan perut secara tiba-tiba atau disebut juga kolik bilier
Berdasarkan teori yang ada menurut (Nanda, 2020). nyeri dan kolik bilier,
ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien
yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi
pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi
distensi dan menimbulkan infeksi merupakan gejala yang akan timbul pada
pasien Cholelithiasis.
Menurut peneliti bahwa nyeri yang dirasakan pada pasien 1 dan 2
merupakan tanda dan gejala dari Cholelithiasis yang terjadi karena adanya
Obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu dan
menimbulkan infeksi sehingga menimbulkan rasa nyeri.
Pada riwayat penyakit sekarang ditemukan data pasien 1 pada tanggal 8
April 2019 Pasien mengatakan merasa nyeri pada bagian perut sudah
seminggu lebih dan berfikir bahwa itu penyakit magh, pasien di bawa ke IRD
pada pukul 14:00 wita dan dinyatakan mempunyai penyakit batu empedu,
pasien langsung dibawa keruang rawat inap Flamboyan B untuk menjalani
perawatan lanjutan, pasien merasakan nyeri yang hilang timbul dengan skala 4
disertai dengan gelisah.
104
Sedangkan data pasien 2, Pasien masuk pada tanggal 11 November 2018
dengan keluhan nyeri bagian perut kanan atas mulai 2 minggu yang lalu, nyeri
datang timbul seperti tertusuk tusuk pada bagian abdomen kanan atas dengan
skala 5 ditambahi dengan adanya mual tetapi tidak muntah gelisah dan susah
tidur serta sulit bergerak. Data dari pengkajian data psikososial pada klien 1
dan klien 2, ekspresi ke dua klien pada penyakitnya yaitu tampak tegang dan
gelisah.
Berdasarkan teori menurut (Nanda, 2020). Ada dua tipe utama batu
empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan tersusun dari
kolesterol. Batu pigmen, akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam
empedu mengalami presipitasi atau pengendapan, sehingga terjadi batu.
Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis,
hemolysis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan
hanya dikeluarkan dengan jalan operasi. Batu kolesterol, merupakan unsur
normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya
bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada
pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis
asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan
supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu
mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol
merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai
iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu
105
Pada pasien 1dan 2 diagnosa medisnya adalah Cholelithiasis. Jadi menurut
peneliti pada pasien 1 dan 2 sama sama memiliki Cholelithiasis yang
disebabkan oleh pengendapan batu kolesterol di dalam kandung empedu,
faktor ini didukung nya pemeriksaan laboratorium pada jumlah kolesterol
yang tinggi di miliki kedua pasien.
Dalam beberapa data dalam pengkajian terdapat kesenjangan pada
pengambilan data pasien 1 dalam pemeriksaan psikososial yang tidak
seharusnya membahas ekspresi pasien terhadap penyakit nya. Karena,
pemeriksaan psikososial mengacu pada pola komunikasi pasien terhadap
orang lain.
Pada pemeriksaan fisik. Keadaan umum pasien didapatkan pada pasien 1
yaitu kesadaran umum sedang, terpasang infus ditangan kanan dan sakit
sedang. Sedangkan pada pasien 2 dengan kesadaran umum sedang.
Menurut (Noor, 2017) keadaan umum yaitu baik atau buruknya yang
dicatat adalah tanda-tanda seperti kesadaran klien (apatis, sopor, koma,
komposmentis) dan kesakitan (keadaan penyakit yaitu akut, kronik, ringan,
sedang, berat).
Menurut peneliti terdapat kesenjangan antara pengkajian yang dilakukan
oleh peneliti dengan teori yang ada, dimana pemeriksan fisik bagian keadaan
umum pada kedua pasien hanya menjelaskan kesakitan yang dialami klien.
Sedangkan pada teori baik atau buruknya yang dicatat dalam keadaan umum
106
adalah kesadaran klien (apatis, sopor, koma, komposmentis) dan kesakitan
(keadaan penyakit yaitu akut, kronik, ringan, sedang, berat).
Pada pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan pada pasien 1 dengan
tekanan darah 140/88 mmhg, Nadi 111 x/menit, Suhu 370C, Respirasi 24
x/menit dan MAP 222,67 mmhg . dan pada pasien 2 didapatkan tanda tanda
vital dengan tekanan darah 110/60 mmhg, Nadi 96 x/menit, Respirasi
19x/menit, Suhu 37.6 oC.
Menurut peneliti terdapat kesenjangan pada pemeriksaan tanda tanda vital
pada pasien dimana tidak dilakukan nya pemeriksaan MAP pada pasien 2
sedangkan pada pasien 1 dilakukan pemeriksaan MAP pada tanda tanda vital.
Menurut teori (Potter & Perry, 2005). Mean Arterial Pressure adalah
tekanan arteri rata rata selama satu siklus denyutan jantung yang didapatkan
dari pengukuran tekanan darah systole dan tekanan darah diastole. Pada
perhitungan MAP akan didapatkan gambaran penting dalam tekanan darah
yaitu tekanan sistolik adalah tekanan maksimal ketika darah dipompakan dari
ventrikel kiri, batas normal dari tekanan sistolik adalah 100-140 mmhg,
tekanan diastolic adalah tekanan darah pada saat relaksasi, batas normal dari
tekanan diastolic adalah 60-80 mmhg. Tekanan diastolik menggambarkan
tahanan pembuluh darah yang harus dicapai jantung.
Pada pemeriksaan fisik kenyamanan nyeri pada kedua pasien dilakukan
pengkajian nyeri dengan PQRST dimana didapatkan pada pasien 1
mengatakan nyeri pada bagian perut seperti tertusuk-tusuk dengan skala nyeri
107
4 dan nyeri yang dirasakan hilang timbul. Sedangkan pada pasien 2 dilakukan
pengkajian kenyamanan nyeri dengan PQRST dimana didapatkan pada pasien
2 mengatakan nyeri pada bagian perut kanan atas rasa seperti tertusuk tusuk
pada skala nyeri 5 dengan nyeri hilang timbul
Pada pengkajian status fungsional/aktivitas dan mobilisasi Barthel indeks,
Dimana pada pasien 1 bisa miring kanan dan miring kiri secara berlahan dan
bisa duduk dengan bantuan dan total score barthel indeks 16 (ketergantungan
sedang). Sedangkan pada pasien 2 mengatakan sulit bergerak karena menahan
nyeri dan total score barthel indeks 13 (ketergantungan sedang).
Pada pemeriksaan mata didapatkan perbedaan pada pasien 1 dan 2 dimana
pada pasien 2 didapatkan data sclera ikterik dan tidak terjadi pada pasien 1.
Berdasarkan teori yang ada menurut (Nanda, 2020). nyeri dan kolik bilier,
ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin merupakan
gejala yang akan timbul pada pasien Cholelithiasis.
Pada pengkajian bagian telinga, data yang didapatkan oleh peneliti
terhadap kedua pasien kurang lengkap, dimana peneliti pada pasien 1 dan 2
hanya melakukan pengkajian pada telinga dibagian kanalis telinga . Pada
pasien 1 dan pasien 2 sama-sama tidak dilakukan pemeriksaan tes weber, tes
rinne, dan tes swbach.
Pada pengkajan bagian pemeriksaan thorak : sistem pernafasan, data yang
didapatkan oleh peneliti terhadap pasien 1 dan 2 kurang lengkap. Karena
108
penulis tidak mencantumkan pada kedua pasien keluhan sesak ataupun nyeri
saat bernafas
Pada pengkajian pemeriksaan system pencernaan dan status nutrisi data
yang didapatkan oleh peneliti terhadap pasien 1 dan 2 kurang lengkap.
Dimana peneliti pada pasien 1 dan 2 tidak menghitung IMT ( Indeks Masa
Tubuh) pada pasien. Dan pada pasien 1 tidak menjelaskan pola BAB dan
konsistensi BAB yang terjadi pada pasien.
Pada pemeriksaaan fisik abdomen pada pasien 1 dilakukan Inspeksi dan
bentuk abdomen datar, tidak ada bayangan vena, tidak ada lesi dan ada
benjolan atau massa, tidak ada luka bekas operasi. Lalu, melakukan Auskultasi
didengarkan bising usus 7x/menit. Selanjutnya Palpasi Terdapat nyeri tekan,
terdapat benjolan, tidak ada pembesaran hepar dan ginjal. Lalu melakukan
Perkusi, tidak ada asites. Sedangkan pada pasien 2 dilakukan inspeksi dan
bentuk abdomen datar, tidak terdapat bayangan vena, tidak ada lesi dan tidak
ada benjolan atau massa, lalu melakukan Auskultasi didengarkan bising usus
8x/menit. Selanjutnya Palpasi terdapat nyeri tekan pada area epigastrium,
tidak ada benjolan atau massa, tidak ada luka operasi. Lalu lakukan perkusi,
tidak ada asites.
Menurut peneliti terdapat kesenjangan pada pengkajian abdomen dimana
pada saat didapatkan data nyeri tekan pada palpasi kedua pasien yang kurang
lengkap karena tidak menyertakan kuadran dan regio.
109
Pada pengkajian bagian sistem persyarafan, pengkajian yang dilakukan
oleh peneliti terhadap pasien 1 kurang 1engkap. Dimana peneliti tidak
melakukan pengkajian reflek fisiologis (achiles, bisep, trisep dan
brankioradialis) terhadap pasien 1.
Pada pengkajian personal hygiene pasien 2 Pemeliharaan badan pasien
mengatakan mandi dirumah sehari 2x sedangkan pasien dirumah sakit
mengatakn seka 1x sehari, untuk pemeliharaan gigi dan mulut dirumah pasien
mengatakan sikat gigi 2x sehari sedangkan dirumah sakit pasien mengatakan
sikat gigi 2x sehari dan pemeliharan kuku pasien mengatakan memotong kuku
bila panjang. Sedangkan data pada pasien 1 kurang lengkap karna tidak
dijelaskan pola personal hyginene pasien dirumah sakit atau pun dirumah
pasien.
Pemeriksaan laboratorium menurut penulis kurang lengkap karna tidak
disediakan nilai normal untuk hasil laboratorium karna dengan itu akan
memudahkan pembaca mengetahui kondisi pasien pada pemeriksaan
penunjang.
Hasil pemeriksaan USG pasien 1 pada 7 april 2019 terdapat batu empedu,
sedangkan hasil USG pasien 2 pada tanggal 03 Oktober 2018 dinyatakan
Cholelithiasis dengan cholecysitis.
Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif Huda, 2015) .Mengkaji
tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada penyakit
110
kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi
pembengkakan pada kandung empedu
Jadi menurut peneliti pada saat pemeriksaan fisik abdomen terdapat
perbedaan dimana pasien 1 saat dilakukan palpasi terdapat nyeri tekan serta
terdapat suatu benjolan. Sedangkan pada pasien 2 saat dilakukan palpasi
terdapat nyeri tekan pada area epigastrium, tidak ada terdapat benjolan atau
massa.
Menurut peneliti untuk kelebihan pada pengambilan data sesuai pada pola
dasar datang nya penyakit yang difokuskan dalam penambilan data pada hasil
anamnese dan difokuskan pada pemeriksaan fisik dan kenyamanan nyeri
bagian abdomen yang mengalami kelainan atau tidak, serta untuk kekurangan
nya sendiri ada beberapa data hasil pengkajian yang belum terlalu lengkap
guna untuk menunjang hasil diagnose yang lebih maksimal
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2017).
Menurut (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016) dengan menggunakan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
111
2017) ada 6 diagnosa keperawatan pre operasi dan 3 diagnosa keperawatan
post operasi. pada pasien Cholelithiasis yang sering ditegakkan pada pre
operasi Cholelithiasis yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis (inflamasi), Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, Defisit nutrisi berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan, Resiko ketidakseimbangan
cairan dibuktikan dengan obstruksi intestinal, Resiko syok (Hipovolemik)
dibuktikan dengan kekurangan volume. Dan diagnose post operasi
Cholelithiasis yang sering ditegakkan yaitu Nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisik (Prosedur operasi), Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri, Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur
invasive.
a. Diagnosa Pre Operatif
Diagnosa keperawatan pada kedua pasien yang sesuai dengan teori
antara lain:
1) Nyeri akut
Diagnosa yang sama dengan teori dan ditemukan pada
kedua pasien yang pertama adalah nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi). Pada saat
pengkajian data subjektif didapatkan kedua pasien mengalami
nyeri pada area perut kanan atas, data objektif didapatkan kedua
pasien tampak meringis menahan sakit.
112
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Kriteria
mayornya yang dapat ditemukan berupa data objektif meliputi
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit
tidur sementara data subjektif yang dapat ditemukan pada tanda
mayor adalah mengeluh nyeri. Sedangkan kriteria minornya yang
dapat ditemukan berupa data objektif meliputi tekanan darah
meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah dan proses.
Nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan
feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri
dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus
sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi
distensi dan menimbulkan infeksi merupakan gejala yang akan
timbul pada pasien Pre Cholelithiasis.
Pada pasien 1, diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisiologis, menurut peneliti tanda mayor yang
didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis pada
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), dimana tanda
mayor yang didapatkan pada pasien 1 yaitu :
113
(a) Data subjektif :
Pasien mengeluh mengatakan nyeri pada bagian perut kanan
(b) Data Objektifnya :
Pasien tampak meringis, dan denyut nadi meningkat
Menurut peneliti pada analisa data dimana data yang masih
kurang lengkap karena tidak adanya data subjektif yang
menjelaskan pengkajian nyeri secara PQRST dengan jelas dan
data objektif tidak dijelaskan atau dimasukan hasil Inspeksi,
palpasi, auskultasi, perkusi bahwa pasien mengalami nyeri
tekan saat pemeriksaan fisik abdomen, tidak dimasukan juga
hasil USG yang akan mendukung data objektif tersebut.
Pada pasien 2, diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisiologis, menurut peneliti tanda mayor yang
didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis
pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia),
dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 2 yaitu :
(a) Data subjektif :
Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut kanan atas
(b) Data Objektifnya :
Pasien tampak meringis dan gelisah
Menurut peneliti pada analisa data pasien 2 dimana data
masih kurang lengkap karena tidak adanya data subjektif yang
114
menjelaskan nyeri dengan PQRST dengan jelas tidak adanya
region dan kuadran yang jelas pada analisa data pasien 2.
Sedangkan pada data objektif tidak dijhelaskan pemeriksaan fisik
pasien pada daerah nyeri pasien di abdomen yang meliputi hasil
Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi. Dan tidak dimasukan nya
hasil USG pasien guna mendukung data Objektif pada diagnose.
Diagnosa keperawatan pada kedua pasien yang berbeda antara lain:
1) Ansietas
Diagnose keperawatan yang berbeda dengan teori adalah
Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami
kegagalan. Pada saat melakukan pengkajian data subjektif
didapatkan data pasien menunjukan kecemasan pada pasien ke 2,
sedangkan tidak didapatkan data kecemasan yang dialami pasien
1.
Ansietas atau kecemasan adalah reaksi dasar jangka pendek
terhadap sebuah situasi. Namun, rasa takut dapat menjadi
gangguan mental jika respons rasa takut tidak bersifat jangka
pendek dan berlanjut, bahkan jika tidak ada alasan untuk
perasaan itu. Ini bisa disebut gangguan kecemasan atau
ketakutan. Individu yang memiliki ansietas / gangguan
kecemasan dapat merasa khawatir yang tampaknya tidak penting
dan menganggap situasi lebih buruk daripada yang sebenarnya.
115
Kecemasan terjadi dalam gejala mental dan fisik dan dapat
mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang dan mengubah
situasi biasa menjadi tantangan yang menantang.
Pada pasien 2, diagnose Ansietas berhubungan dengan
kekhawatiran mengalami kegagalan., menurut peneliti tanda
mayor yang didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan
diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 1
yaitu :
(c) Data subjektif :
Pasien merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi
(d) Data Objektifnya :
Pasien tampak gelisah dan tegang
Menurut peneliti pada analisa data pasien 2 dimana data
masih kurang lengkap karna dari gejala mayor yang dialami
pasien belum mencapai 80% dari standart SDKI (Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia) dikarenakan kurang nya
pengkajian pada analisa data pada pasien 2.
Diagnosa keperawatan pada kedua pasien pre operatif yang bisa
ditegakan lagi antara lain:
1). Diagnose keperawataan pada pasien 1
116
(a) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Menurut analisa yang dikaji oleh penulis didapatkan data
hasil pengkajian bahwa pasien nyeri dalam skala 4 dan dalam
skala aktifitas mobilitas fisik pasien dengan skor 16 yaitu
ketergantungan sedang
Menurut teori (Nurarif & Kusuma, 2016). Ketika batu
terdorong ke duktus sistikus akan terjadi distensi pada
kandung empedu akan terjadi gesekan empedu dengan
dinding abdomen lalu mnyebabkan nyeri pada kuadran kanan
atas, dan membuat pergerakan tubuh terbatas yang
menyebabkan gangguan mobilitas fisik
(b) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
Menurut analisa data yang dikaji oleh penulis didapatkan data
pada riwayat kesehatan pasien yang mengira penyakit yang
dia rasakan adalah penyakit magh dengan itu pasien
menunjukan persepsi keliru terhadap masalah penyakit
(c) Resiko perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan
hipertensi
Menurut analisa data pada pengkajian pada pasien
mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dan
117
didukung dengan analisa data objektif diketahui tekanan
darah pada pasien adalah 140/88 mmhg
Pada komplikasi yang di timbulkan dari peyakit hipertensi
menurut (Trianto,2014). bahwa komplikasi berupa stroke dan
serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah-
daerah yang diperdarahi berkurang.
Resiko perkusi serebral tidak efektif adalah dimana pasien
beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
Dimana faktor resiko nya adalah penurunan kinerja ventrikel
kiri, asterosklerosis aorta, diseksi arteri, fibrilasi atrium,
tumor otak, stenosis karotis, miksoma atrium, aneurisma
serebri, koagulopati, dilatasi kardiomiopati, embolisme,
cedera kepala, hipertensi dan infark miokard akut (PPNI,
2017)
(d) Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun
Menurut analisa data pada pengkajian resiko jatuh pasien
dihitung dengan skala morse dengan score 40 (beresiko
sedang).
Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan
gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi
118
usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak),
riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan),
penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran,
perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin,
gelap, lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi
ortostatik, perubahan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan
otot menurun, gangguan pendengaran, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan (mis. glaucoma,
katarak, ablasio retina, neuritis optikus), neuropati dan efek
agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol, anastesi umum)
(PPNI, 2017)
(e) Resiko distress spiritual
Menurut peneliti analisa yang dikaji oleh penulis terdapat
masalah pada pengkajian spiritual dimana pasien mengalami
perubahan dalam ritual agama yaitu pada pasien yang
beribadah jarang saat dirumah sakit
Resiko distress spiritual adalah dimana pasien mengalami
gangguan keyakinan atau isitem nilai pada individu atau
kelompok berupa kekuatan, harapan dan makna hidup.
Batasan karakterisitik meliputi perubahan hidup, perubahan
lingkungan, bencana alam, sakit kronis, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, kecemasan, perubahan dalam ritual
119
agama, perubahan dalam praktik spiritual, konflik spiritual,
depresi, ketidakmampuan memaafkan, kehilangan, harga diri
rendah, hubungan buruk, konflik rasial, berpisah dengan
system pendukung, stress (PPNI, 2017).
(f) Resiko perfusi perifer tidak efektif
Menurut peneliti analisa data pengkajian terdapat masalah
pada pasien yang mengatakan memiliki riwayat penyakit
hipertensi dan didapatkan data objektif tekanan darah pasien
140/88 mmhg
Resiko perfusi perifer tidak efektif adalah dimana pasien
mengalami penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang
dapat mengganggu metabolism tubuh. Dengan karakteristik
hiperglikemia, gaya hidup kurang gerak, hipertensi, merokok,
prosedur endovascular, trauma, kurang terpapar informasi
tentang faktor pemberat (PPNI, 2017).
2). Diagnosa keperawatan pada pasien 2
(a) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Menurut analisa yang dikaji oleh penulis didapatkan data
hasil pengkajian bahwa pasien mengatakan kesulitan
bergerak karna menahan nyeri, pasien mengalami
ketergantungan ringan dalam skala aktifitas mobiltas fisik
dengan skor 13.
120
Menurut teori (Nurarif & Kusuma, 2016). Ketika batu
terdorong ke duktus sistikus akan terjadi distensi pada
kandung empedu akan terjadi gesekan empedu dengan
dinding abdomen lalu mnyebabkan nyeri pada kuadran kanan
atas, dan membuat pergerakan tubuh terbatas yang
menyebabkan gangguan mobilitas fisik
(b) Gangguan pola tidur
Menurut analisa data yang dikaji oleh penulis didapatkan
data hasil pengkajian bahwa pasien mengatakan keluhan
kesulitan tidur dikarenakan nyeri yang ia rasa
(c) Defisit perawatan diri
Menurut data hasil pengkajian pasien mengatakan untuk
kebiasaan dirumah pasien mandi 2x sehari sedangkan saat
dirumah sakit pasien diseka 1x sehari. Dalam perhitungan
skala aktifitas mobilitas fisik pasien mengalami
ketergantungan ringan.
(d) Resiko defisit nutrisi
Menurut data pengkajian pasien mengatakan pada riwayat
penyakit bahwa pasien mengalami rasa mual tapi tidak
muntah.
Menurut teori (Kusuma & Nurarif). Terjadi rasa mual atau
muntah dikarenakan proses inflamasi yang menekan saraf
121
parasimpatis dan terjadinya penurunan peristaltik di usus
yang menyebabkan makanan tertahan dilambung dan
menimbulkan rasa mual dan muntah.
(e) Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun
Menurut analisa data pada pengkajian resiko jatuh pasien
dihitung dengan skala morse dengan score 40 (beresiko
sedang)
Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan
gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi
usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak),
riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan),
penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran,
perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin,
gelap, lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi
ortostatik, perubahan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan
otot menurun, gangguan pendengaran, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan (mis. glaucoma,
katarak, ablasio retina, neuritis optikus), neuropati dan efek
agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol, anastesi umum)
(PPNI, 2017)
(g) Resiko distress spiritual
122
Menurut peneliti analisa yang dikaji oleh penulis terdapat
masalah pada pengkajian spiritual dimana pasien mengalami
perubahan dalam ritual agama yaitu pada pasien yang
beribadah jarang saat dirumah sakit
Resiko distress spiritual adalah dimana pasien mengalami
gangguan keyakinan atau isitem nilai pada individu atau
kelompok berupa kekuatan, harapan dan makna hidup.
Batasan karakterisitik meliputi perubahan hidup, perubahan
lingkungan, bencana alam, sakit kronis, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, kecemasan, perubahan dalam ritual
agama, perubahan dalam praktik spiritual, konflik spiritual,
depresi, ketidakmampuan memaafkan, kehilangan, harga diri
rendah, hubungan buruk, konflik rasial, berpisah dengan
system pendukung, stress (PPNI, 2017).
b. Post operatif
Diagnosa keperawatan post operatif pada kedua pasien yang sesuai
dengan teori antara lain:
1) Nyeri akut
Diagnosa yang sama dengan teori dan ditemukan pada
kedua pasien yang pertama adalah nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisiologis (Prosedur operasi). Pada saat
pengkajian data subjektif didapatkan kedua pasien sama – sama
123
mengatakan nyeri pada area operasi. Data objektif didapatkan
data pada kedua pasien yaitu skala nyeri, ekspresi wajah tampak
meringis menahan sakit.
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Kriteria
mayornya yang dapat ditemukan berupa data objektif meliputi
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit
tidur sementara data subjektif yang dapat ditemukan pada tanda
mayor adalah mengeluh nyeri. Sedangkan kriteria minornya yang
dapat ditemukan berupa data objektif meliputi tekanan darah
meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah dan proses.
Pada pasien 1, diagnose nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisiologis. menurut peneliti tanda mayor yang
didapatkan dari diagnosis SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 1
yaitu :
(a) Data subjektif :
Pasien mengeluh nyeri
(b) Data Objektifnya :
Pasien tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat
124
Menurut peneliti terdapat kesenjangan pada diagnose nyeri
dikarenakan pada pengkajian nyeri analisa data subjektif tidak
lengkap karena tidak ada pengkajian nyeri PQRST dan tidak
adanya kuadran serta regio pada nyeri yang ditunjukan pasien.
Dan analisa data objektif tidak dimasukan nya data tampak luka
operasi seperti apa.
Pada pasien 2, diagnose nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisiologis. menurut peneliti tanda mayor yang
didapatkan dari diagnosis SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada pasien 2
yaitu :
(a) Data subjektif :
Pasien mengeluh nyeri
(b) Data Objektifnya :
Pasien tampak meringis, gelisah, sulit tidur
Menurut peneliti terdapat kesenjangan pada diagnose nyeri
dikarenakan pada pengkajian nyeri analisa data subjektif tidak
lengkap karena tidak ada pengkajian nyeri PQRST dan tidak
adanya kuadran serta regio pada nyeri yang ditunjukan pasien.
Dan analisa data objektif tidak dimasukan nya data tampak luka
operasi seperti apa.
125
2) Resiko infeksi
Diagnosa yang sama dengan teori dan ditemukan pada
kedua pasien selanjutnya adalah resiko infeksi dibuktikan dengan
efek prosedur invasive. Pada saat dilakukan pengkajian
ditemukan data objektif pada kedua pasien yaitu terdapat luka
hasil operasi dibagian perut.
Resiko infeksi adalah berisiko nya mengalami peningkatan
terserang organisme patogenik.
Pada pasien 1, Diagnosa resiko infeksi menurut peneliti
tanda faktor yang didapatkan dari diagnosis SDKI (Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia), yaitu dari faktor resiko
adalah efek prosedur invasive, dan untuk kondisi klinis terkait
adalah tindakan invasive
Menurut peneliti terdapat kekurangan data yang kurang
lengkap pada analisa data yang mendukung diagnose resiko
infeksi. Pada data objektif tidak dijelaskan seperti apa kriteria
luka operasi dan tidak dilakukan pengkajian tanda tanda infeksi
mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), Dolor (rasa sakit),
dan tumor (pembengkakan), fungsio laesa (perubahan fungsi
jaringan).
Pada pasien 2, Diagnosa resiko infeksi menurut peneliti
tanda faktor yang didapatkan dari diagnosis SDKI (Standar
126
Diagnosa Keperawatan Indonesia), yaitu dari faktor resiko
adalah efek prosedur invasive, dan untuk kondisi klinis terkait
adalah tindakan invasive
Menurut peneliti terdapat kekurangan data yang kurang
lengkap pada analisa data yang mendukung diagnose resiko
infeksi. Pada data objektif tidak dijelaskan seperti apa kriteria
luka operasi dan tidak dilakukan pengkajian tanda tanda infeksi
mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), Dolor (rasa sakit),
dan tumor (pembengkakan), fungsio laesa (perubahan fungsi
jaringan). Untuk mengetahui bahwa pasien terjadi infeksi atau
tidak dikarenakan terdapat data tanda tanda vital suhu pasien
meningkat hipertermi.
Diagnosa keperawatan post operatif pada kedua pasien berbeda
antara lain:
1) Gangguan mobilitas fisik
Diagnose keperawatan yang berbeda antara pasien 1 dan 2
adalah Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Pada saat melakukan pengkajian didapatkan data subjektif pada
pasien 1 dengan pasien mengatakan jika kesulitan bergerak
dikarenakan nyeri luka sehabis operasi terasa sakit jika bergerak.
data gangguan mobilitas fisik tidak didapatkan pada pasien 2
127
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.
Kriteria mayornya yang dapat dilihat dari data objektifnya
meliputi kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun
dan data subjektifnya mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas.
Sedangkan kriteria minornya data subjektifnya meliputi nyeri
saat bergerak dan data objektifnya meliputi sendi kaku, gerakan
terbatas, fisik lemah (PPNI, 2017).
Berdasarkan teori yang ada menurut (Nurarif, Amin Huda
& Kusuma, 2016) menyatakan bahwa patofisiologi pada pasien
cholelithiasis setelah dilakukan nya operasi pengangkatan batu
empedu menyebabkan gangguan pada keterbatasan nya anggota
gerak tubuh karena nyeri saat bergerak sehingga mobilitas fisik
terganggu.
Pada pasien 1, diagnose Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri, menurut peneliti tanda mayor yang
didapatkan belum memenuhi validasi penegakan diagnosis pada
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), dimana tanda
mayor yang didapatkan pada pasien 1 yaitu :
(e) Data subjektif :
Pasien mengeluh sulit menggerakan extremitas
128
Menurut peneliti pengkajian analisa data masih kurang
karena penulis tidak menjelaskan tentang kekuatan otot pasien
yang menurun dan bentuk dari luka operasi tersebut sehingga
membuat pasien sulit bergerak.
2) Hipertermi
Diagnosa keperawatan yang berbeda antara pasien 1 dan 2
selanjutnya adalah hipertermi berhubungan dengan respon
trauma. Pada saat dilakukan pengkajian pada pasien 2 setelah
dilakukan tindakan operasi didapatkan data subjektif pasien
mengaatakan kedinginan dengan data objektif suhu pada pasien
38,1 celcius, dimana data ini tidak didapatkan pada pasien 1.
Hipertermia adalah peningkatan suhu inti tubuh manusia
yang biasanya terjadi karena infeksi. Hipertermia juga dapat
didefinisikan sebagai suhu tubuh yang terlalu panas atau tinggi.
Umumnya, manusia akan mengeluarkan keringat untuk
menurunkan suhu tubuh
Pada pasien 2, diagnose hipertermia berhubungan dengan
respon trauma, menurut peneliti tanda mayor yang didapatkan
sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis pada SDKI
(Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), dimana tanda mayor
yang didapatkan pada pasien 1 yaitu :
(f) Data subjektif :
129
Tidak tersedia
(g) Data Objektifnya :
Suhu tubuh diatas normal
Diagnosa keperawatan pada kedua pasien post operatif yang bisa
ditegakan lagi antara lain:
1). Diagnose keperawataan pada pasien 1
(a) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Menurut peneliti pada pengkajian pasien terdapat nyeri
pasien yang meningkat karena luka operasi yang
menyebabkan pasien juga mengalami moiblitas fisik yang
berkurang dan menyebabkan kesulitan bergerak.
Defisit perawatan diri adalah ketika pasien tidak mampu
melakukan atau emnyelesaikan aktivitas perawatan diri.
Dimana penyebab bisa dikarenakan gangguan
musculoskeletal, gangguan neuromuskuler, kelemahan,
gangguan psikologis atau psikotik dan penurunan motivasi
(PPNI, 2017)
(b) Resiko jatuh
Menurut peneliti pada pengkajian pasien terdapat
mengalami gangguan mobilitas fisik yang disebabkan oleh
nyeri operasi sehingga pasien akan mengalami penuruan
extremitas gerak yang membahayakan pasien.
130
Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan
gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi
usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak),
riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan),
penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran,
perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin,
gelap, lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi
ortostatik, perubahan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan
otot menurun, gangguan pendengaran, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan (mis. glaucoma,
katarak, ablasio retina, neuritis optikus), neuropati dan efek
agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol, anastesi umum)
(PPNI, 2017).
2). Diagnose keperawataan pada pasien 2
(a) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Menurut peneliti pada pengkajian pasien terdapat nyeri
pasien yang meningkat karena luka operasi yang
menyebabkan pasien juga mengalami moiblitas fisik yang
berkurang dan menyebabkan kesulitan bergerak.
Defisit perawatan diri adalah ketika pasien tidak mampu
melakukan atau emnyelesaikan aktivitas perawatan diri.
Dimana penyebab bisa dikarenakan gangguan
131
musculoskeletal, gangguan neuromuskuler, kelemahan,
gangguan psikologis atau psikotik dan penurunan motivasi
(PPNI, 2017)
(b) Resiko jatuh
Menurut peneliti pada pengkajian pasien terdapat
mengalami gangguan mobilitas fisik yang disebabkan oleh
nyeri operasi sehingga pasien akan mengalami penuruan
extremitas gerak yang membahayakan pasien.
Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan
gangguan akibat terjatuh. Batasan karakteristiknya meliputi
usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak),
riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan),
penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran,
perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (mis. licin,
gelap, lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi
ortostatik, perubahan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan
otot menurun, gangguan pendengaran, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan (mis. glaucoma,
katarak, ablasio retina, neuritis optikus), neuropati dan efek
agen farmakologis (mis. sedasi, alcohol, anastesi umum)
(PPNI, 2017).
132
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dari hasil pengkajian pada kedua
pasien saat pre operasi terdapat 1 diagnosa yang sama dan 1 diagnosa yang
berbeda antara pasien 1 dan 2. Dan diagnose pasien saat post operasi terdapat
2 diagnosa yang sama antara pasien 1 dan 2 dan 1 diagnosa yang berbeda
antara pasien 1 dan 2. Didapatkan hasil diagnose pada pasien 1 terdapat ada 4
diagnosa yang yang sama dengan teori pre dan post sedangkan pada pasien 2
terdapat 3 diagnosa yang sama dengan teori pre dan post cholelithiasis.
Diagnosa yang ditegakkan pada kedua pasien hanya empat dan 3 diagnosa
yang sama dengan teori sedangkan pada teori terdapat sepuluh diagnosa,
berarti terdapat kesenjangan antara teori dan actual, itu terjadi karena tidak
selalu masalah yang ditegakkan sesuai dengan teori, dan masalah yang
ditegakkan kembali lagi dari kondisi pasien atau adanya komplikasi penyerta
pada diagnosa medis yang ada pada pasien tersebut.
Menurut peneliti kelebihan dalam pengambilan diagnose karna sudah
sesuai dengan standart SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)
terdapat data mayor minor . serta untuk kekurangan nya sendiri dalam
penentuan diagnosa ada beberapa diagnose lagi yang bisa diangkat diantara
nya pada pasien 1 ada 8 diagnosa pre dan post sedangkan pada pasien 2 ada 8
diagnosa yang lagi yang bisa diangkat pada pre dan post Cholelithiasis dan
kurang nya pengkajian yang lebih dalam dan lengkap untuk menentukan lebih
banyak diagnose pada pasien pre dan post operatif Cholelithiasis
133
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan atau perencanaan keperawatan adalah perumusan
tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada
pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan
keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016).
Tahap ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan, perencanaan
tindakan keperawatan pada pasien 1 dan pasien 2 disusun setelah semua data
yang terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan. Langkah-langkah dalam
perencanaan keperawatan ini terdiri dari: menegakkan diagnosa keperawatan,
menentukan sasaran dan tujuan, menentukan kriteria dan evaluasi, menyusun
intervensi dan tindakan keperawatan.
a. Pre Operatif
1) Nyeri akut
Pada diagnose keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis (inflamasi) pada pasien 1 peneliti mencantumkan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang
ditentukan rasa nyeri pada pasien menurun dengan kriteria hasil pasien
tidak mengeluh nyeri, mampu mengenali nyeri, melaporkan bahwa
nyeri berkurang, mampu mengontrol nyeri (Nurarif, Amin Huda &
Kusuma, 2016)
Sedangkan pada pasien 2 peneliti mencantumkan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan rasa
134
nyeri pada pasien mampu mengontrol nyeri ( tau penyebab nyeri,
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri ), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri,
Mampu mengenali nyeri (skala , intensitas , frekuensi dan tanda
nyeri ).
Intervensi tindakan nyeri akut yang telah disusun oleh pada pasien
1 dan pasien 2 :
a) Pasien 1 : lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor
prepitasi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, monitor TTV,
kolaborasi dalam pemberian antibiotic
b) Pasien 2 : lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor
prepitasi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, monitor TTV,
kolaborasi dalam pemberian antibiotic
Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan.
tindakan nyeri akut yang telah disusun pada pasien 1 dan 2 belum
sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu
meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Adapun
kekurangan lagi dari penerapan intervensi tindakan nyeri akut yang
telah disusun pada pasien 1 dan 2 yaitu dimana penerapan serta
135
penulisan kriteria hasil belum sesuai dengan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI).
Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang
penulis gunakan untuk diagnose nyeri akut dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun,
kriteria hasil : keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap
protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun,
frekuensi nadi membaik, pola nafas membaik, dan tekanan darah
membaik, pasien dapat beristirahat dengan nyaman dengan intervensi
Manajemen nyeri (I.08238) 1.Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri,
durasi, frekuensi, intensitas nyeri, 2. Identifikasi skala nyeri,
3.Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri, 4.
Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis:
akupuntur,terapi musik hopnosis, biofeedback, teknik imajinasi
terbimbing,kompres hangat/dingin), 5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,kebisingan),
6. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri, 7. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi nyeri, 8. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
136
2) Ansietas
Pada diagnose ansietas berhubungan dengan kekhawatiran
mengalami kegagalan pada pasien 2 peneliti telah mencantumkan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang
ditentukan diharapkan perasan cemas dan tidak nyaman bisa diatasi
dengan kriteria hasil pasien mampu mengidentifikasidan
mengungkapkan gejala cemas, mengidentifikasi,mengungkapkan
gejala cemas, vital sign dalam batas normal.
Intervensi tindakan Ansietas yang telah disusun pada pasien 2 :
a) Pasien 2 : identifikasi tingkat kecemasan, jelaskan semua
prosedur dan apa yang dirasakan, dorong keluarga untuk
menemani pasien, instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan.
tindakan ansietas yang telah disusun pada pasien 2 belum sesuai
dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu
meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Adapun
kekurangan lagi dari penerapan intervensi tindakan ansietas yang telah
disusun pada pasien 2 yaitu dimana penerapan serta penulisan kriteria
hasil belum sesuai dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI).
137
Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang
penulis gunakan untuk diagnose ansietas dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat ansietas menurun,
kriteria hasil : verbalisasi kebingungan menurun, verbalisasi khawatir
akibat kondisi yang dihadapi menurun, prilaku gelisah menurun,
prilaku tegang menurun, konsentrasi membaik, pola tidur membaik,
pasien dapat beristirahat dengan nyaman dengan intervensi Reduksi
ansietas: 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 2.identifikasi
kemampuan mengambil keputusan 3.monitor tanda tanda ansietas
(verbal dan non verbal) 4.ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan 5.temani pasien untuk mengurangi cemas
6.pahami situasi yang membuat ansietas 7.dengarkan dengan penuh
perhatian 8.gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
9.diskusikan perencanaan realitis tentang peristiwa yang akan datang
10.jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
11.infomasikan secara factual mengenai diagnosisdan pengobatan
12.latih teknik relaksasi 13.kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu
b. Post operatif
1) Nyeri akut
138
Pada diagnose keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik pada pasien 1 peneliti mencantumkan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan rasa
nyeri pada pasien menurun dengan kriteria hasil pasien tidak mengeluh
nyeri, mampu mengenali nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang,
mampu mengontrol nyeri (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2016)
Sedangkan pada pasien 2 peneliti mencantumkan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan rasa
nyeri pada pasien mampu mengontrol nyeri ( tau penyebab nyeri,
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri ), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri,
Mampu mengenali nyeri (skala , intensitas , frekuensi dan tanda
nyeri ).
Intervensi tindakan nyeri akut yang telah disusun pada pasien 1 dan
pasien 2 :
a) Pasien 1 : lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor
prepitasi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, monitor TTV,
kolaborasi dalam pemberian antibiotic
b) Pasien 2 : lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi , karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor
139
prepitasi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, monitor TTV,
kolaborasi dalam pemberian antibiotic
Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan. tindakan
nyeri akut yang telah disusun pada pasien 1 dan pasien 2 belum sesuai
dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu
meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Dan pada
penerapan dan penulisan kriteria hasil pada pasien 1 dan 2 belum
sesuai dengan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia).
Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang
penulis gunakan untuk diagnose nyeri akut dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun,
kriteria hasil : keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap
protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun,
frekuensi nadi membaik, pola nafas membaik, dan tekanan darah
membaik, pasien dapat beristirahat dengan nyaman dengan intervensi
Manajemen nyeri : 1.Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi,
frekuensi, intensitas nyeri, 2. Identifikasi skala nyeri, 3.Identifikasi
factor yang memperberat dan memperingan nyeri, 4. Berikan terapi
non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis: akupuntur,terapi
musik hopnosis, biofeedback, teknik imajinasi terbimbing,kompres
hangat/dingin), 5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
140
(mis: suhu ruangan, pencahayaan,kebisingan), 6. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri, 7. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri, 8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
2) Resiko infeksi
Pada diagnose resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur
invasive pada pasien 1 peneliti mencantumkan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan
diharapkan pasien terhindar dari infeksi dengan kriteria hasil : pasien
bebas dari tanda dan gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas
normal, menunjukan prilaku hidup sehat, menunjukan kemampuan
untuk mencegah
Pada diagnose resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur
invasive pada pasien 2 peneliti mencantumkan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan
diharapkan pasien terhindar dari infeksi dengan kriteria hasil : pasien
bebas dari tanda dan gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas
normal, menunjukan prilaku hidup sehat, menunjukan kemampuan
untuk mencegah
Intervensi tindakan resiko infeksiyang telah disusun pada pasien 1
dan 2 :
a) Pasien 1 : monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local,
inspeksi kulit dan mukosa terhadap kemerahan, cuci tangan setiap
141
sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, beritau pasien untuk
batasi pengunjung, pertahankan teknik asepsis pada pasien
beresiko, lakukan perawatan luka, berikan terapi antibiotic
b) Pasien 2 : monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local,
inspeksi kulit dan mukosa terhadap kemerahan, cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, beritau pasien untuk
batasi pengunjung, pertahankan teknik asepsis pada pasien
beresiko, lakukan perawatan luka, berikan terapi antibiotic.
Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan.
tindakan resiko infeksi yang telah disusun pada pasien 1 dan pasien 2
belum sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan
kolaborasi. Dan pada penerapan dan penulisan kriteria hasil pada
pasien 1 dan 2 belum sesuai dengan SLKI (Standar Luaran
Keperawatan Indonesia).
Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang
penulis gunakan untuk diagnose resiko infeksi dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat infeksi menurun,
kriteria hasil : demam menurun, kemerahan menurun, nyeri menurun,
bengkak menurun, kadar sel darah putih membaik, kebersihan tangan
meningkat, kebersihan badan meningkat. Pasien dapat beristirahat
142
dengan nyaman melalui intervensi pencegahan infeksi : 1.monitor
tanda dan gejala infeksi local dan sistemik 2.batasi jumlah pengunjung
3.berikan perawatan kulit pada area edema 4.cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan lignkungan pasien 5.pertahankan
teknikaseptik pada pasien beresiko tinggi 6.jelaskan tanda dan gejala
infeksi 7.ajarkan cara mencuci tanagn dengan benar 8.ajarkan etika
batuk 9.ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
10.anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 11.anjurkan meningkatkan
asupan cairan 12.kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.
3) Gangguan mobilitas fisik
Pada diagnose gangguan mobilitas fisik dihubungkan dengan nyeri
pada pasien 1 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama waktu yang ditentukan diharapkan
pasien dengan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil:
Pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat, rentang
gerak (ROM) meningkat, kelemahan fisik menurun
Intervensi tindakan resiko infeksiyang telah disusun pada pasien 1 :
a) Pasien 1 : Kaji kemampuan mobilisasi klien, latih ROM pasif ,
posisikan kaki lebih tinggi dari jantung, edukasi kepada klien
untuk tetap mobilisasi semampunya semisal miring kiri kanan,
kolaborasi obat dengan dokter
143
Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan.
tindakan Gangguan mobilitas fisik yang telah disusun pada klien 1
belum sesuai dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) yaitu meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan
kolaborasi. Adapun kekurangan lagi dari penerapan intervensi tindakan
gangguan mobilitas fisik yang telah disusun pada pasien 1 yaitu
dimana penerapan serta penulisan kriteria hasil belum sesuai dengan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang
penulis gunakan untuk diagnose Gangguan mobilitas fisik dengan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat
mobilitas fisik meningkat, kriteria hasil : pergerakan extremitas
meningkat, kekuatan otot meningkat, rentang gerak meningkat, nyeri
menurun, kecemasan menurun, gerakan terbatan menurun, kelemahan
fisik menurun. Pasien dapat beristirahat dengan nyaman melalui
intervensi dukungan mobilisasi : 1.Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya 2.Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3.Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi 4.Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
5.Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu 6.Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik 7.Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
144
meningkatkan ambulasi 8.Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
9.Anjurkan melakukan ambulasi dini 10.Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan
4) Hipertermia
Pada diagnose Hipertermia berhubungan dengan respon trauma pada
pasien 2 peneliti mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperaawatan selama waktu yang ditentukan diharapkan suhu tubuh
pasien dapat kembali normal dengan kriteria hasil : suhu tubuh dalam
rentang normal, nadi dan respirasi normal, tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing
Intervensi tindakan resiko infeksiyang telah disusun pada pasien 2 :
a) Pasien 2 : monitor TTV, instruksikan pada keluarga untuk kompres
pasien, kolaborasi dalam pemberian antipiretik, kolaborasi
pemberian cairan intravena, rencanakan monitoring TTV secara
kontinyu
Menurut peneliti penerapan intervensi memiliki kekurangan.
tindakan Hipertermi yang telah disusun pada dan klien 2 belum sesuai
dengan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu
meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Adapun
kekurangan lagi dari penerapan intervensi tindakan Hipertermia yang
telah disusun pada pasien 2 yaitu dimana penerapan serta penulisan
145
kriteria hasil belum sesuai dengan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI).
Sedangkan menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia) dan SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang
penulis gunakan untuk diagnose Hipertermi dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan termoregulasi membaik
dengan kriteria hasil : Mengigil menurun, kulit merah menurun,
akrasianosis menurun, pucat menurun, piloereksi menurun, kejang
meurun, suhu tubuh membaik, suhu kulit membaik, kadar glukosa
darah membaik, pengisian kapiler membaik, ventilasi membaik,
tekanan darah membaik. Pasien dapat beristirahat dengan nyaman
melalui intervensi manajemen hipertermia : 1.Identifikasi penyebab
hipertermia 2.Monitor suhu tubuh 3.Monitor kadar elektrolit 4.Monitor
haluan urine 5.Monitor komplikasi akibat hipertermia 6.Sediakan
lingkunga yang dingin 7.Basahi dan kipasi permukaan tubuh
8.Berikan cairan oral 9.Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
terjadi hyperhidrosis 10.Hindari pemberian antipiretik dan aspirin
11.Berikan oksigen 12.Anjurkan tirah baring 13.Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit intravena
4. Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dan
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. OIeh karena
146
itu, jika intenvensi keperawatan yang telah dibuat dalam perencanaan
dilaksanakan atau diaplikasikan pada pasien, maka tindakan tersebut disebut
implementasi keperawatan (Setiadi, 2019)
Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan di
tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di
harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan
dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di
tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Setiadi, 2019).
Implementasi pada pasien 1 dilakukan oleh peneliti dari tanggal 8 April
2019 sampai 12 April 2019. Pada hari pertama pasien masih berada di ruang
rawat inap Flamboyan B sebelum dilakukan nya operasi melakukan
pengkajian ke pasien saat pukul 15.00 wita. Pada hari pertama sebelum pasien
dilakukan tindakan operasi peneliti mengajarkan tehnik non farmakologi yaitu
tehnik nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri. Pasien tampak sedikit lebih
tenang setelah melakukan tehnik nafas dalam.
Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan
nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks
cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi
nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat
relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus
147
tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan
hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri
sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis
kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya
persepsi nyeri (Maliya, 2016).
Pada hari kedua 10 april 2019 pada pukul 07.30 melakukan pengukuran
nyeri post operasi pasien mengatakan nyeri pada luka operasi dalam skala 5.
pukul 10.00 wita melakukan pelaksanaan perawatan luka operasi, mencuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan untuk mengurangi resiko terjadinya
penyebaran pathogen. Membatasi datangnya pengunjung untuk mencegah
penyebaran kuman
Menurut teori (Zakhary, 2017) Perawatan luka operasi penting dilakukan
untuk mencegah infeksi dan komplikasi pascaoperasi lainnya. Perawatan yang
dimaksud termasuk mengganti perban, menjaga luka operasi tetap kering,
serta mencegah jahitan operasi robek karena aktivitas tertentu. Selain
mencegah infeksi dan komplikasi lain akibat operasi, memahami cara
perawatan luka operasi yang benar juga diperlukan untuk memaksimalkan
hasil operasi. Hal ini karena hasil operasi tidak hanya ditentukan oleh
keberhasilan tindakan operasi saja, namun juga oleh perawatan luka setelah
operasi
Pada hari ke tiga pada tanggal 11 April 2019 pada pukul 07.30 melakukan
pengukuran nyeri pada pasien dan dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda
148
tanda vital. Pada pukul 10.00 melakukan perawatan luka untuk mempercepat
penyembuhan luka dan membrikan terapi antibiotic untuk mempercepat
proses penyembuhan luka.
Pada hari ke 4 pada tanggal 12 april 2019 pada pukul 08.45 mengkaji
mobilisasi pasien serta melakukan pengkajian nyeri, memonitor tanda dan
gejala infeksi. Pada pukul 10.00 wita melakukan perawatan luka dan
pemberian terapi antibiotic untuk mempercepat proses penyembuhan pada
luka operasi
Implementasi pada pasien 2 dilakukan dari tanggal 12 November 2018
sampai 15 November 2018, hari pertama dilakukan pengkajian terhadap
pasien dan megajarkan terapi non farmakologi yaitu tehnik nafas dalam.
Pasien tampak sedikit lebih tenang setelah melakukan tehnik nafas dalam dan
dilanjutkan pukul 18.00 melakukan pemberian analgetik untuk mengurangi
nyeri
Implementasi pada tanggal 13 november 2018 pada pukul 08.00
melakukan pemeriksaan tanda tanda vital dilanjutkan pada pukul 09.00
dengan mengidentifikasi tingkat kecemasan dengan menjelaskan semua
prosedur apa yang akan dirasakan selama operasi.
Kecemasan adalah reaksi dasar jangka pendek terhadap sebuah situasi.
Meski demikian, kecemasan dapat menjadi gangguan mental jika reaksi
kecemasan tidak bersifat jangka pendek dan berkelanjutan, bahkan merasa
cemas ketika tidak ada penyebab perasaan tersebut. Ini dapat disebut
149
gangguan kecemasan ataupun ansietas. Individu yang memiliki ansietas /
gangguan kecemasan dapat merasa tidak dapat berhenti mengkhawatirkan hal-
hal yang sepertinya tidak penting dan menganggap sebuah situasi lebih buruk
daripada keadaan sebenarnya. Ansietas tampak pada gejala mental dan fisik
dan dapat mengganggu seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari
mereka, mengubah situasi biasa menjadi tantangan yang membebankan.
Gangguan kecemasan memiliki sejumlah varian, tetapi semuanya mampu
mengganggu kemampuan individu untuk melakukan hal-hal biasa dan
menjalani kehidupan sehari-hari.
Implementasi pada tanggal 14 November 2018 pada pukul 07.00
melakukan tindakan mengintruksikan teknik relaksasi nafas dalam .Teknik
relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada
thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai
pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri
timbul. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien
harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan
yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang
berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari
nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan
akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri (Maliya, 2016).
Dilanjutkan pada pukul 14.00 melakukan perawatan luka
150
Implementasi tanggal 15 November 2018 melakukan tindakan pemberian
analgetik untuk mempercepat proses penyembuhan, dilanjutkan pemeriksaan
tanda tanda vital dan pengintruksian dalam tekhnik nafas dalam.
Menurut peneliti implementasi yang sudah dilakukan pada kedua pasien,
penulis hanya kebanyakan melakukan mengulang ulang tindakan yang sama
saja dikarenakan perencanaan yamg kurang lengkap pada setiap diagnose yang
menyebabkan tindkan kepada pasien kurang maksimal dan data yang kurang
lengkap dimana tidak dicantumkan tanggal ataupun hari pasien masuk dan
keluar dari tindakan operasi. dan juga belum sesuai standart SIKI (Standart
Intervensi Keperawatan Indonesia) yang didasarkan pada Observasi,
Terapeutik, Edukasi dan kolaborasi. Terdapat juga kesenjangan dimana
pelaksanaan yang dilakukan oleh penulis sebelum nya tidak sepenuhnya
dilakukan diantara nya pada pasien 1 pada tindakan post operasi diagnose
Gangguan mobilitas fisik penulis tidak melakukan implementasi melatih ROM
pasif, posisikan kaki pasien lebih tinggi dari jantung, edukasi kepada pasien
untuk tetap mobilisasi semampunya semisal miring kiri kanan, kolaborasi obat
dengan dokter. Dan pada pasien 2 pada tindakan post operatif pada diagnose
Hipertermi penulis tidak melakukan implementasi kolaborasi pemberian
cairan intravena dan merencanakan monitoring TTV secara kontinyu. Lalu
pada diagnose resiko infeksi penulis tidak melakukan implementasi monitor
tanda dan gejala infeksi sitemik dan local, inspeksi kulit dan mukosa terhadap
kemerahan, cuci tanagn setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
151
5. Evaluasi keperawatan
a. Pre operatif
Hasil evaluasi yang dilakukan peneliti pada pasien 1 pre operatif terdapat 1
diagnosa nyeri akut dengan hasil masalah belum teratasi dengan evaluasi
pasien masih mengatakan nyeri pada bagian perut hilang timbul seperti
tertusuk tusuk dalam skala nyeri 4.
Hasil evaluasi ynag dilakukan peneliti pada pasien 2 pre operatif
terdapat 2 diagnosa keperawatan. Diagnose pertama Nyeri akut dengan
evaluasi pasien masih mengatakan nyeri pada perut kanan atas, nyeri datang
tiba tiba seperti tertusuk tusuk dalam skala nyeri 5, pasien terlihat tampak
meringis, diagnose dinyatakan pada nyeri akut masalah belum teratasi.
Diagnosa kedua ansietas dengan evaluasi pasien mengatakan pada saat cemas
datang pasien melakukan tekhnik relaksasi nafas dalam dam pasien merasa
lebih nyaman dan tenang, pasien tampak lebih nyaman dan rileks,diagnose
dinyatakan pada ansietas masalah teratasi dan hentikan intervensi.
b. Post operatif
Hasil evaluasi yang dilakukan peneliti pada pasien 1 post operatif terdapat
3 diagnosa keperawatan. Pada diagnose pertama nyeri akut hasil evaluasi
pasien mengatakan neyri berkurang dan pasien dapat mengontrol nyeri,
kondisi pasien terlihat mulai membaik, diagnose dinyatakan pada nyeri akut
masalah teratasi sebagian. Pada diagnose kedua gangguan mobilitas fisik hasil
evaluasi pasien mengatakan kelemahan fisik menurun dan pasien dapat
152
berpindah tempat sendiri dengan perlahan lahan, keadaan pasien terlihat
tampak tidak lemas lagi, pada diagnose gangguan mobilitas fisik dinyatakan
masalah teratasi sebagian lalu lanjutkan intervensi. Pada diagnose ketiga
resiko infeksi hasil evaluasi dengan luka operasi pasien tampak bersih dan
tidak ada tanda tanda infeksi pada luka operasi, diagnosa resiko infeksi
dinyatakan masalah teratasi sebagian dan dilanjutkan intervensi
Hasil evaluasi yang dilakukan peneliti pada pasien 2 post operatif terdapat
3 diagnosa keperawatan. Pada diagnose pertama nyeri akut hasil evaluasi
pasien mengatakan nyeri pada luka operasi berkurang dengan turun menjadi
skala 3, pasien tampak rileks, pada diagnose nyeri akut dinyatakan masalah
teratasi sebagian dan dilanjutkan intervensi. Pada diagnose kedua hipertermia
dengan hasil evaluasi pasien mengatakan akan mengompres lagi karna dari
data objektif kulit pasien masih teraba hangat, pada diagnose hipertermia
dinyatakan masalah teratasi sebagian dan dilanjutkakan intervensi.
Dilanjutkan pada diagnose ketiga yaitu resiko infeksi dengan hasil evaluasi
pasien mnegatakan nyeri berkurang dan tidak ada terdapat tanda tanda infeksi.
Pada diagnose keperawatan resiko infeksi dinyatakan maslaah teratasi dan
hentikan intervensi.
153
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada
pasien 1 dan pasien 2 pada pasien pre dan post Cholleithiasis di Ruangan
Flamboyan B dan E di RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Kalimantan Timur
peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada pengkajian pasien 1 dan 2 dimana pengkajian ini difokuskan
pada asuhan keperawatan pada klien dengan pre dan post Cholelithiasis.
Pengkajian pada pasien 1 umur 40 tahun dilakukan pada tanggal 8 April
2019 dan pada pasien 2 umur 18 tahun dilakukan pada tanggal 12
November 2018. Berdasarkan dari hasil pengkajian pada pasien 1 dengan
diagnosa medis Cholelithiasis dan pasien 2 dengan diagnosa medis
Cholelithiasis. Pada kedua pasien memiliki keluhan yang sama dengan
teori seperti nyeri pada daerah kanan perut secara tiba-tiba atau disebut
juga kolik bilier. Terdapat perbedaan pada pre operatif dimana pasien 2
mengalami kecemasan dimana data tersebut tidak didapat pada pasien 1.
Pada hasil pengkajian analisa data pada pasien post operatif terdapat juga
masalah keperawatan yang sama pada kedua pasien dalam timbulnya
maslaah keperawatan.
154
2. Diagnosa keperawatan
Menurut teori yang dikemukakan peneliti pada bab sebelumnya
diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada pasien pre operatif
sebanyak 6 diagnosa dan pada post operatif sebanyak 3 diagnosa. Namun
pada pasien 1 peneliti hanya menemukan 1 diagnosa pre operatif yang
sama dengan teori dan 3 diagnosa post operatif yang sama dengan teori
bab sebelumnya. Sedangkan pada pasien 2 peneliti hanya menemukan 1
diagnosa pre operatif yang sama dengan teori dan 2 diagnosa post operatif
yang sama dengan teori.
3. Perencanaan
Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada kedua pasien
dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dengan teori yang ada,
Intervensi setiap diagnosa dapat sesuai dengan kebutuhan pasien dan
memperhatikan kondisi pasien serta kesanggupan keluarga dalam
kejasama. Intervensi yang dilakukan oleh peneliti seperti melakukan
perawatan luka, monitor keadaan luka, melakukan identifikasi lokasi.
Karakteristik, durasi, dan kuantitas nyeriserta identifikasi skala nyeri.
4. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan pada kasus ini dilaksanakan sesuai dengan
intervensi yang sudah di buat, sesuai dengan kebutuhan kedua pasien
dengan pre dan post Cholelithiasis.
5. Evaluasi Keperawatan
155
Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang di berikan. Evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada
pasien 1 selama 4 hari dan pada pasien 2 selama 5 hari perawatan oleh
peneliti dan dibuat dalam bentuk SOAP. Respon pasien dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan baik, pasien cukup kooperatif dalam pelaksanaan
setiap tindakan keperawatan. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh peneliti
pada pasien 1 dan 2 menunjukan bahwa masalah yang dialami pada kedua
pasien banyak yang belum teratasi.
B. Saran
1. Bagi peneliti
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre
dan post Cholelithiasis yang diberikan dapat tepat, peneliti selanjutnya
harus benar-benar menguasai konsep tentang Cholelithiasis itu sendiri,
terutama pada faktor etiologi, anatomi fisiologi dan patofisiologi tentang
Cholelithiasis, selain itu peneliti juga harus melakukan pengkajian dengan
tepat dan komperhensif agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai
dengan masalah yang ditemukan pada pasien serta tidak ada masalah yang
luput dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Dalam
penegakan diagnose diharapkan peneliti juga harus teliti dalam
mengangkat dan merumuskan diagnose keperawatan yang ada pada pasien
agar masalah keperawatan yang muncul pada pasien dapat teratasi dan
mendapatkan penanganan secara komprehensif dan menyeluruh, Tidak
156
hanya berfokus kepada masalah biologis pasien, namun juga terhadap
masalah psiko, sosio, spiritual pasien. Sehingga asuhan keperawatan yang
dilakukan dapat terlaksana secara optimal, dan mendapatkan hasil yang
memuaskan bagi pasien dan juga peneliti itu sendiri. Pada bagian
intervensi keperawatan diharapkan peneliti merencanakan sesuai dengan
buku panduan SIKI (Standart Intervensi Keperawatan Indonesia) dan
SLKI (Standart Luaran Keperawatan Indonesia) . Pada bagian
Implementasi diharapkan juga peneliti melakukan tindakan yang sesuai
dengan yang direncanakan agar diagnose pada pasien dapat teratasi. Dan
evaluasi keperawatan diharapkan peneliti lebih melakukan evaluasi yang
lebih lengkap pada pasien sesuai dengan data yang didapatkan pada
pasien.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan agar selalu menambah dan
memperdalam ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Cholelithiasis dengan
menggunakan literatur-literatur terbaru.
157
DAFTAR PUSTAKA
(Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,
2013). (2018). Riset Kesehatan Dasar.
Alhawsawi, Z. M., Alshenqeti, A. M., Alqarafi, A. M., Alhussayen, L. K., &
Turkistani, W. A. (2019). Cholelithiasis in patients with paediatric sickle cell
anaemia in a Saudi hospital. Journal of Taibah University Medical Sciences,
14(2), 187–192. http://doi.org/10.1016/j.jtumed.2019.02.007
AlKhlaiwy, O., AlMuhsin, A. M., Zakarneh, E., & Taha, M. Y. (2019).
Laparoscopic cholecystectomy in situs inversus totalis: Case report with
review of techniques. International Journal of Surgery Case Reports, 59,
208–212. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.05.050
Arif Kurniawan , Yunie Armiyati, R. A. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
pre operasi terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di RSUD
Kudus, 6(2), 139–148.
Baloyi, E. R. J., Rose, D. M., & Morare, N. M. T. (2020). Incidental gastric
diverticulum in a young female with chronic gastritis: A case report.
International Journal of Surgery Case Reports, 66, 63–67.
http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.11.030
Bini, J., Chan, J. C., Rivera, C., & Tuda, C. (2020). IDCases Sporadic
leptospirosis case in Florida presenting as Weil ` s disease. IDCases, 19,
e00686. http://doi.org/10.1016/j.idcr.2019.e00686
Bolat, H., & Teke, Z. (2020). Spilled gallstones found incidentally in a direct
inguinal hernia sac: Report of a case. International Journal of Surgery Case
Reports, 66, 218–220. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.12.018
Bruno, L. (2019). Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi. Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 53).
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Ferreira Junior, E. G., Apolinario Costa, P., Freire Golveia Silveira, L. M., Valois
Vieira, R., Lima Martins Soares, H. A., Menon Loureiro, B., … Coelho
Ferreira Rocha, J. R. (2019). Localized pancreatic Castleman disease
presenting with extrahepatic dilatation of bile ducts: A case report and
review of published cases. International Journal of Surgery Case Reports,
54, 28–33. http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2018.11.006
158
Harahap, E. E. (2019). Melaksanakan Evaluasi Asuhan Keperawatan Untuk
Melengkapi Proses Keperawatan.
Andalas, U. (2017). 1 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2018, 1–5.
Nanda, D. (2020). Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA, (6), 1–7.
Kusuma, N. &. (2016). dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia.
Lestari, P. H., Setiawan, A., Pusat, J., Ilmu, F., Universitas, K., & Barat, J. (2019).
Pelaksanaan intervensi cakupan informasiku melalui pendekatan asuhan
keperawatan keluarga sebagai upaya pencegahan perilaku seksual berisiko
pada remaja, 11(1).
Musbahi, A., Abdulhannan, P., Bhatti, J., Dhar, R., Rao, M., & Gopinath, B.
(2019). Outcomes and risk factors of cholecystectomy in high risk patients: A
CASE SERIES. Annals of Medicine and Surgery.
http://doi.org/10.1016/j.amsu.2019.12.003
Nathaniel, A., Seja, G. P., Perdana, K. K., Daniel, R., Lumbantobing, P., &
Heryandini, S. (2018). Perilaku Profesional Terhadap Pola Makan Sehat,
1(2), 186–200.
Paasch, C., Salak, M., Mairinger, T., & Theissig, F. (2020). Leiomyosarcoma of
the gallbladder—A case report and a review of literature. International
Journal of Surgery Case Reports, 66, 182–186.
http://doi.org/10.1016/j.ijscr.2019.11.062
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Putri Sella Agustin, P. S. P. (2016). Pengaruh Pola Makan Tidak Seimbang dan
Kurangnya Aktivitas Fisik Menyebabkan Terjadinya Obesitas. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Rahmawati, A., Sudarmanto, Y., & Hasan, M. (2019). The Risk of Work Posture
Did Not Affect on Worker’s Disability Index with Low Back Pain Complaints
in PT Muroco Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 5(1),
7. http://doi.org/10.19184/ams.v5i1.6793
Reinecke Ribka Halim. (2018). Anatomi Fisiologi Empedu.
159
Rekam Medic RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo. (2019).
Widodo. (2015). Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas, 1, 1–6. http://doi.org/10.1086/513446.Iijima
Winata, H., Furqonita, D., Murdana, I. N., Ndraha, S., Tendean, M., Fabiani, D.,
… Rscm, M. (2018). Artikel Penelitian Pengaruh Tekanan Telapak Kaki
Bagian Depan terhadap Pemakaian Hak Tinggi dan Indeks Massa Tubuh
Mahasiswi FKUI 2011 Profil Kolelitiasis pada Hasil Ultrasonografi di
Rumah Sakit Umum Daerah Koja, 20(53), 7–11.
Yeni, B., & Ukur, S. (2019). Latar Belakang Tujuan Metode Hasil Pembahasan.
Tugas Seminar Kelompok. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Cholelithiasis
Rica Nur Safitri. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Cholelithiasis
160
DOKUMENTASI