26
KASUS BIMA (OTONOMI VS PEMBANGUNAN) O L E H : Nama: Yuca Siahaan NIM: F0109109 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

KASUS BIMA (OTONOMI VS PEMBANGUNAN)

O

L

E

H

:

Nama: Yuca Siahaan

NIM: F0109109

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

PENDAHULUAN

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tidak

terlepas dari prinsip-prinsip otonomi, yang diwujudkan dengan memberikan kewenangan

yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara proposional kepada Pemerintah

Kabupaten/Kota dengan lebih  menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta

masyarakat, pemerataan dan keadilan serta dengan memperhatikan potensi dan keaneka-

ragaman daerah.

Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan

pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:

1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak

mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara

("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan

negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan

pemerintahan; dan

2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang

Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa

Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi

di bidang ketatanegaraan. 

Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi

di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan

sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur

dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat

pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar

pertimbangan:

1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga

risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif

minim;

Page 3: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada

masyarakat relatif dapat lebih efektif;

3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah

yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Atas dasar di atas, prinsip otonomi yang dianut adalah:

1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di

daerah;

2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk

memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan

3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik

dan maju

Dalam era otonomi daerah saat ini, pemerintah kabupaten/kota diberi

kewenangan luas dalam menyelenggarakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi

sumberdaya, serta kemampuan dan keunikan yang ada di daerah. Dengan kata lain,

pembangunan. Daerah di masa yang akan datang hendaknya bercirikakan karakteristik sosial

lokal yang ada.

Pemerintah daerah berhak memberi ijin usaha kepada investor demi kesejahteraan

masyarakat, tanpa harus melalui proses panjang ke pemerintah pusat. Dengan otonomi daerah

ini diharapkan dampak positifnya adalah pembangunan akan lebih cepat karena setiap daerah

tentu akan lebih serius mengusahakan pembangunannya dan mengerti apa yang terbaik buat

daerahnya. Namun terkadang kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Dapat kita lihat

contohnya dalam Kasus Bima yang beberap waktu lalu sempat hangat di telinga kita. Dimana

Bupati mengeluarkan  Ijin Usaha Pertambangan eksplorasi (IUP-E) kepada PT Sumber

Mineral Nusantara berdasarkan Surat Keterangan (SK) bernomor 188/45/357/004/2010

tertanggal 28 April 2010 di tengah penolakan oleh warganya sendiri.

Berikut ini akan dibahas lebih mendalam bagaimana detail jatuhnya korban yang

di tembak secara brutal oleh kepolisian di Kabupaten Bima yang terjadi pada tanggal 24

Desember tahun 2011 lalu ini.

Page 4: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

PEMBAHASAN

Asal – usul Kasus Bima

Bentrokan antara warga Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu di Bima, Nusa

Tenggara Barat dengan aparat keamanan karena protes yang dilakukan terhadap keluarnya

Izin Usaha Pertambangan di kecamatan Lambu. Warga marah atas kebijakan yang di ambil

Bupati Bima mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan dalam bentuk Surat Keputusan Nomor

188.45/347/004/2010 tanggal 28 April 2010 yang di berikan kepada PT.Sumber Mineral

Nusantara (SMN) dengan Luas 24.980 hektar untuk melaksanakan ekplorasi mineral emas

(Au) dan mineral pengikutnya selama 5 tahun.

Warga menolak keberadaan perusahaan tambang karena khawatir dengan

kerusakan lingkungan di kawasan itu. Meski berkali-kali mendapat protes warga, namun

perusahaan yang memperoleh izin usaha pertambangan tetap melanjutkan aktivitasnya.

Daerah itu merupakan tempat mata air yang menjadi sumber air warga. Kehadiran tambang

emas dipercayai akan membuat susutnya debit air irigasi lahan pertanian, khususnya tanaman

bawang merah, mata pencaharian mereka. Di Kabupaten Bima, luas lahan bawang merah

mencapai 13.663 hektare yang disebut bawang Keta Monca dan menjadi komoditas unggulan

daerah tersebut. Hasil panen Keta Monca dipasarkan hingga ke daerah lain bahkan sampai

luar negeri. Bawang Keta Monca dikenal memiliki mutu dan ciri khas sendiri, serta banyak

diminati konsumen baik dari Bali, Jawa, Makassar dan Banjarmasin maupun luar negeri,

seperti Malaysia dan Singapura. Bahkan sejak 2009, Kabupaten Bima dijadikan sentra benih

bawang merah nasional. Luas lahan untuk pengembangan bawang merah di kabupaten Bima

tercatat 13.663 hektare, yang telah dimanfaatkan seluas 6.710 ha tersebar di Sape,

Lambu,Wera, Ambalawi, Belo dan Monta. Lahan untuk usaha pertambangan itu mencapai

24.980 ha di kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu. Sekitar 95 persen saham PT SMN

sebagian besar dimiliki PT Arc Exploration Ltd dari Australia.

Kronologi Kasus Bima

Sejak awal kehadiran investor di Bidang pertambangan ini selalu menuai protes

dan penolakan dari sejumlah kalangan masyarakat Kabupaten Bima terhadap Ijin Usaha

Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bima. Sehingga

masyarakat bersama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Bima, Organisasi

Kepemudaan (OKP), dan Organisasi Kedaeerahan (Organda), serta Badan Eksekutif

Page 5: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

Mahasiswa (BEM) yang ada di Kota dan Kabupaten Bima secara kelembagaan menjadi

bagian dari gerakan penolakan yang dilakukan.

1. Sejak 2010 telah muncul aksi Penolakan oleh Masyarakat Sape dan Lambu Kab. Bima

terhadap Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten

Bima, dan gerakan ini telah berulang beberapa kali namun aspirasi yang disampaikan oleh

masyarakat tersebut tidak pernah ditanggapi secara serius oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten Bima,

2. Aksi kembali mencul lagi sejak awal tahun 2011, oleh berbagai elemen mahasiswa antara

lain; IMM Cabang Bima, HMI Cabang Bima, PMII Cabang Bima, SMI Cabang Bima, dan

BEM (STIH, STAIM, STKIP Bima, STISIP Mbojo Bima, STIT Sunan Giri Bima) dengan

masing-masing masa 1000 Orang (sesuai surat pemberitahuan ke Polres Kota Bima).

Didalam aksi ini masa aksi menuntut penolakan pertambangan di seluruh wilayah

Kabupaten Bima.

3. Pada akhir bulan Januari 2011, PC IMM Bima melakukan rapat terbatas untuk menyikapi

Aksi penolakan Pertambangan di kab. Bima. Dengan melahirkan keputusan untuk

melakukan advokasi di 19 lokasi pertambangan seluruh wilayah kabupaten Bima. Setiap

wilayah dikoordinir masing-masing 2 orang.

Kecamatan Lambu (IMMawan Ansari, IMMawan Arif rahman)

Kec. Parado (IMMawan Akbar Tanjung dan IMMawan Abdul Basit)

Kec. Langgundu (IMMawan Hajairin dan IMMawan Arihan)

Kec. Lambitu (IMMawan M. Sidik)

Kec.Sape (IMMawan Salahudin),

Kec. Wera (IMMawan Saiffulah)

kec. Madapangga (IMMawan Amrin)

Kec. Wawo (IMMawan Firmansyah dan IMMawan Suhaimin)

kec. Monta (IMMawan Ilham Ismail dan Lukman) dan

kec. Hu’u Kab. Dompu (IMMawan Andi Akbar).

Target Aksi penolakan dilakukan dimasing-masing wilayah pertambangan.

4. Tanggal 7 Februari 2011, Tim Advokasi IMM yang ada di Kecamatan Parado melakukan

aksi demontrasi yang tergabung dalam aliansi FORUM MASYARAKAT ANTI

TAMBANG (FORMAT) PARADO. Tuntutan aksi pada saat itu adalah menolak Ijin

Usaha Pertambangan (IUP) dan SK Kontrak Karya. Namun tetap tidak mendapat respon

dari Pemerintah Kab. Bima. Sehingga terjadi kekacauan antara POL PP dengan Massa aksi

yang mengakibatkan luka-luka dan memar.

Page 6: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

5. Tanggal 10 Februari 2011, Advokasi IMM di Kec. Lambu berhasil mengorganisir ribuan

masyarakat Lambu dengan target aksi di Kantor Camat Lambu. Dalam proses aksi terjadi

kekacauan antara massa aksi dengan aparat kepolisian yang menyebabkan pembakaran

Kantor Camat Lambu beserta 5 mobil pemerintah Kabupaten Bima dan 7 unit sepeda

motor hangus dibakar massa. Sehingga pihak Kepolisian menangkap 4 orang warga

(Abidin, Arifin, Ruli, dan Mashulin). Dan menetapkan Ansari sebagai tersangka

namun DPO (Daftar Pencarian Orang) yang pada saat itu bertindak sebagai kordinator

lapangan. Aksi pembakaran tersebut terjadi karena aspirasi tidak ditanggapi.

6. Tanggal 14 Februari 2011, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Bima

menyurati Polres Kota Bima untuk melakukan audensi terkait penahanan dan penangkapan

sejumlah aktifis mahasiswa dan masyarakat, karena dalam kajian dan penelitian IMM

terjadi pelanggaran Hak Asazi Manusia. Dan Audensi berjalan dengan baik dan sukses.

7. Tangal 13 februari 2011, setelah Aksi di Kec. Lambu berlanjut aksi di Kec. Parado.

Gerakan massa melakukan penolakan penambangan di kantor kecamatan Parado tidak

mendapat respon dari pemerintah, sehingga terjadi penyegelan Kantor camat Parado yang

berlangsung sampai tanggal 24 februari 2011. Setelah itu massa aksi berlanjut ke kawasan

hutan Oi Bura - Parado dan disana membakar base camp milik PT Valey Sumbawa Timur

Maining.

8. Tanggal 24 februari tahun 2011, terjadi penangkapan terhadap salah satu aktor massa aksi

dalam FORMAT atas nama Ahmadin, oleh KAPOLSEK MONTA di Desa Tangga. Hal ini

menyebabkan masyarakat parado panik dan langsung menuju kantor Polsek Parado untuk

menuntut pembebasan Ahmadin. Hal ini mendapat perhatian dari Kepala POLSEK Bapak

Zaenal Arifin, SH dan mengatakan akan menjamin pembebasan Ahmadin. Namun

beberapa saat setelah itu kepastian pembebasan Ahmadin semakin tidak jelas, sehingga

muncul reaksi pelemparan hingga berlanjut pada pembakaran Kantor Kapolsek Parado.

Pada saat menjelang magrib pasukan brimob yang dikirim dari POLRES BIMA

menyerang massa dengan tembakan peluru tajam yang berada di TKP yang

mengakibatkan belasan orang yang terluka dan menangkap 5 orang yang di indikasikan

sebagai Provokator.

9. Tanggal 26 Februari 2011, Forum Masyarakat Anti Tambang (FORMAT) Kec. Parado

bersama OKP dan Organisasi tingkat daerah di Bima menyurati PC IMM Bima untuk

menjadi fasilitator dan mediator untuk mengadvokasi Penolakan Pertambangan dan

Pembebasan Aktor gerakan yang ditangkap oleh Kepolisian.

Page 7: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

10. IMM Cabang Bima berkoordinasi dengan HMI, dan PMII demi penindaklanjutan surat

dari (FORMAT) Kec. Parado. Rapat koordinasi dilaksanakan 28 Februari 2011 yang

menghasilkan keputusan yakni Membentuk Kelompok Cipayung yang ditunjuk untuk

memfasilitasi dan mengkoorinir teman-teman OKP dan BEM yang ada Di Bima.

Kelompok Cipayung juga menjadi fasilitator untuk mengadvokasi Penolakan

Pertambangan di Kec. Lambu dan Kec. Parado serta menuntut pembebasan aktifis

mahasiswa yang ditangkap kepolisian.

11. Dalam rangka mendukung advokasi ini Cipayung mengundang seluruh OKP, BEM dan

ORGANDA Tingkat Daerah dan kec. Bima untuk koordinasi dan konsolidasi terkait

dengan penolakan pertambangan. Rapat Koordinasi dan Konsolidasi ini pertama kali

dilakukan di Sekretariat IMM Cabang Bima dengan seluruh OKP, Organda, dan BEM

yang ada di Bima. Berdasarkan kesepakatan, Kelompok Cipayung diubah dengan Aliansi

Front Gerakan Rakyat Anti Tambang (GRANAT).

12. Tanggal 28 Maret 2011 GRANAT melakukan audensi dengan Bupati, DRPD, Dinas

Pertambangan dan energi dan Pihak Kepolisian Resort Kota dan Kab. Bima Perihal

Penolakan Pertambangan. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi penolakan (IUP)

dan melakukan aksi menuntut Bupati Bima agar segera menindaklanjuti rekomendasi

tersebut.

13. Bupati mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan eksplorasi (IUP-E) kepada PT Sumber

Mineral Nusantara berdasarkan Surat Keterangan (SK) bernomor 188/45/357/004/2010

tertanggal 28 April 2010 di tengah penolakan oleh warga Bima sendiri.

14. Menanggapi Aksi yang telah dilakukan oleh GRANAT beserta elemen lainnya, akhirnya

sementara waktu (Maret s/d September 2011) Pihak perusahaan dan Pemerintah Bima

memberhentikan dulu kegiatan eksplorasi sambil sambil sosialiasi kembali kepada

masyarakat Kec. Sape dan Lambu dengan melibatkan Pihak Kepolisian, Kejaksaan, Dinas

Pertambangan dan energy Kab. Bima. Melihat perkembangan tersebut, GRANAT berhenti

aksi sambil mempelajari dan mengamati perkembangan dan kelanjutannya eksplorasi

pertambangan di Bima.

15. Akhirnya pemerintah dan pihak perusahaan pertambangan kembali melakukan Sosialisasi

di Kec. Sape dan Lambu. Namun tetap mendapat penolakan dari masyarakat terkecuali

sebagian Aparat Desa, Camat, dan PNS yang bekerja pada Pemerintahan Kabupaten Bima.

16. Penangkapan Adi Supriadi oleh aparat kepolisian Polres Bima, Hal ini menyebabkan

GRANAT melakukan aksi solidaritas dengan 2 isu dan tuntutan yakni bebaskan Adi

Supriadi dan cabut SK 188 yang di keluarkan oleh Bupati Bima.

Page 8: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

17. Tanggal 20 November 2011 Aliansi Front Gerakan Rakyat Anti Tambang (FRAT)

melakukan pertemuan internal Aliansi untuk perorganisasian massa dan aksi di Lambu.

Keputusan rapat adalah memberikan advokasi kepada rakyat Lambu, memobilisasi untuk

penolakan pertambangan. Puncak penolakan itu dimulai pada Desember 2011, setelah

melakukan beberapa kali aksi unjuk rasa namun tidak direspon pemda setempat. Sehingga

19 Desember 2011 melakukan aksi long march dengan berjalan kaki menuju pelabuhan

Sape, sehingga massa yang tergabung dalam FRAT 3.000 Orang itu memboikot Pelabuhan

Sape Bima dan terpaksa aparat kepolisian yang berusaha menghalau masa aksi tersebut

memilih mundur karena jumlah tidak sebanding.

18. Selasa, 20 Desember 2011 dilakukan pertemuan dan dialog di Kantor Camat Lambu.

Dalam pertemuan dan dialog itu melibatkan perwakilan masa aksi 8 orang dan Bupati

Bima (Feri Zulkarnain, ST) yang difasilitasi Wakapolda NTB, Dinas Perhubungan

Kaminfo Propinsi NTB, Kapolresta Bima, Dandim 1608 Bima, Kepala Dinas

Pertambangan dan Energi Kab. Bima, Kabag. Hukum Setda Bima, Camat Sape dan

Lambu, dan Kapolsek Sape dan Lambu. Inti tuntutan Massa Aksi adalah ; Pertama, adalah

pencabutan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Nomor: 188.45/357/004/2011 terhadap PT.

Sumber Mineral Nusantara, Kedua, adalah pembebasan saudara Adi Supriadi.

Menanggapi tuntutan perwakilan masa aksi tersebut, Bupati Bima hanya bersedia

memberhentikan sementara atas Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimaksud selama 1

(satu) tahun dengan alasan bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009

Junto Pasal 119 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010. Kemudian terkait dengan

pembebasan Adi Supriadi juga tidak bisa dipenuhi dengan alasan kasus tersebut telah

dibawa ke ranah hukum dan juga telah dilimpahkan Ke Kejaksaan Negeri Raba Bima.

Pada pertemuan dan dialog tersebut masing-masing mempertahankan pendapat sehingga

tidak ada titik temu, dan warga masyarakat tetap melanjutkan aksi pemblokiran Sape

Bima.

19. Rabu, 21 Desember 2011 upaya negosiasi melalui pertemuan dan dialog itu kembali

dilakukan bersama Tokoh masyarakat Sape, Lambu dengan dengan Kapolresta Bima

namun tidak membuahkan hasil, dan aksi Boikot pelabuhan tetap berlanjut.

20. Kamis, 22 Desember 2011 Pukul 12.30 Wita, Kapolda NTB melakukan rapat internal di

Bandar Udara Muhammad Salahudin Bima dan pada 14.30 Wita dilanjutkan dengan rapat

koordinasi di ruang Bupati Bima dengan Bupati Bima, Wakil Bupati Bima, Kejaksaan

Negeri Raba Bima, Kapolresta Bima, Kabag. Kesbangpol Linmas Propinsi NTB, Ketua

Page 9: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

Pengadilan Negeri Raba Bima, Sekda dan Asisten 1 Kab. Bima, Dinas Pertambangan Kab.

Bima dan Badan Lingkungan Hidup (inti pembicaraannya tidak dapat diketahui).

21. Jumat, 23 Desember 2011, Bupati Bima mengeluarkan SK Nomor 188.45/743/004/2011

tentang penghentian sementara 1 tahun atas Ijin Eksplorasi Emas oleh PT. Sumber

Mineral Nusantara di Kec. Sape, Lambu dan Langgudu. Kapolda NTB melaksanakan

pertemuan dengan DPRD dan disepakati untuk menunjuk H. Najib (Wakil Ketua DPRD)

sebagai perwakilan DPRD Kab. Bima untuk berdialog dan negosiasi dengan Masa Aksi,

kemudian H. Najib (Tim Negosiator) mengundang Koordinator Lapangan (Hasanuddin)

untuk dipertemukan dengan Kapolda NTB, dan Kapolda NTB meminta warga masyarakat

membubarkan diri sehingga Pelabuhan dapat berfungsi kembali, namun Hasanuddin tidak

berani memutuskan karena tuntutan masa aksi yang masih bertahan agar SK tersebut

dicabut dipenuhi Bupati Bima. Pada pertemuan inipun belum ada titik temu sehingga

Hasanuddin sebagai Koordinator Lapangan kembali ke pelabuhan untuk melanjutkan aksi.

22. Jumat malam Desember - sabtu jam 12.00 – 05.00 aparat polda NTB dan Polres Bima

mengepung massa Aksi dengan pemblokiran wilayah masa aksi. Ansari dan masa aksi

menghimbau agar tetap di tempat.

23. Sabtu, 24 Desember 2011 Pukul. 06.00 Wita Pasukan Brimob Polda NTB dan Dalmas

sekitar 250 orang membubarkan secara paksa. Akan tetapi massa aksi masih tetap bertahan

walaupun di bubarkan secara paksa. Sekitar 150 – an orang masa aksi masih bertahan di

Pelabuhan Sape. Melihat massa Aksi yang semakin menyadari bahwa tidak mungkin

untuk melakukan perlawanan, maka aparat tanpa berfikir panjang, akhirnya melakukan

penembakan brutal terhadap sejumlah masa aksi.

24. Penembakan brutal ini mengakibatkan 3 korban meninggal, 23 Orang mengalami luka

tembak dan akhirnya dilarikan ke RSUD Bima untuk mendapat perawatan medis.

Tersangka menjadi 47 Orang di Tahan di Kapolresta Bima termasuk Saudara IMMawan

Ansari sebagai Tim Advokasi IMM Cabang Bima untuk di Kec. Lambu, Kab. Bima.

25. Tragedi penembakan warga di Pelabuhan Sape Kab. Bima memicu gerakan dari elemen

mahasiswa yang ada di Kota Bima, pukul 09.00 Wita masing-masing Pimpinan OKP dan

BEM melakukan konsolidasi dan aksi di Depan Kantor DPRD Kab. Bima. Namun, ketika

masa aksi tiba di kantor DPRD justru anggota DPRD / Stafnya menghindar dari masa aksi

sehingga masa aksi melampiaskan kekecewaannya dengan membakar fasilitas Kantor

DPRD Kab. Bima (Meja, dan kursi). Usai pembakaran, masa aksi dikejar oleh Aparat

Kepolisian yang berpakain preman sehingga berhasil menangkap 9 orang.

Page 10: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

26. Dalam perjalanan pasca tragedi tersebut, polisi masih bertahan di Kec. Lambu membuat

masyarakat semakin takut keluar untuk beraktivitas dan menyebarkan issu bahwa siapapun

masyarakat Lambu yang keluar akan di tangkap untuk di jadikan tersangka. Maka saat itu

masyarakat Lambu sangat takut keluar areal dalam rumahnya dan polisi pun tidak

memiliki keberanian untuk menyisir kedalam perkampungan masyarakat Lambu. Hal ini

menyebabkan semua korban kebrutalan polisi tidak terindentifikasi. Korban yang tidak

terdeteksi memilih merawat diri di rumah bersama keluarga. Buktinya ketika instruksi

Bapak Din Syamsuddin enggratiskan semua korban Lambu yang belum sempat di rawat

agar dapat di rawat di rumah sakit Muhammadiyah Bima dengan jaminan semua gratis,

pasien yang berasal dari Lambu berjumlah 3 orang.

TIM melihat terdapat kejanggalan dalam proses penanganan korban. Sehingga TIM

Investigasi IMM berkoordinasi dengan Komnas HAM dan beberapa Anggota Komisi 3

DPRD Bima untuk memberikan kebijakan agar dapat membebaskan para tersangka.

Sehingga hal itu membuahkan hasil dengan terbebasnya tersangka sejumlah 9 orang dari

47 orang tersebut.

27. Tanggal 31 Desember 2011 sangat disayangkan bahwa Bupati Bima menggerakkan PNS

untuk Aksi demo dalam kerangka mendukung adanya pertambangan di Kabupaten Bima.

28. Tanggal 26 Januari 2012, sejumlah masa aksi dari Lambu, Sape, Ambalawi, Langgudu,

dan Wera membakar kantor Bupati Bima, Kabupaten Bima, NTB. Hal ini disebabkan

diacuhkannya tuntutan tentang pencabutan SK Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh

pemda.

29. Tanggal 27 Januari 2012, massa aksi yang kemarin memblokir akses jalan sekitar satu

kilometer dari kota Kecamatan Sape. Warga memasang penghalang dari kayu dan batu.

Pemblokiran dimaksudkan agar tidak ada orang luar masuk ke kawasan Kantor Bupati dan

membuka penjara. Sebanyak 52 orang tahanan Lembaga Pemasyarakat di Raba Bima

melarikan diri.

30.  Tanggal 28 Januari 2012, akhirnya Bupati Bima menerbitkan SK bernomor

188.45/64/004/2012 tentang Penghentian Secara Tetap Kegiatan Usaha

Pertambangan Ekplorasi oleh PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) di Kecamatan

Lambu, Sape dan Langgudu.

31. Untuk tersangka yang terdiri dari 38 orang yang telah ditahan di Kapolres Kota Bima, kini

sudah dalam tahap pemeriksaan penyidik kepolisian untuk dilimpahkan ke Kejaksaan

Negeri Raba Bima.

Page 11: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

Korban Kasus Bima

Kejadian penembakan brutal oleh aparat keamanan pada tanggal 24 Desember 2011 di

Pelabuhan Sape menimbulkan korban,yakni :

3 (Tiga) orang meninggal dunia atas nama;

1. Arif Rahman (Umur 19 Tahun)

2. Syaiful (Umur 17 Tahun)

3. Syarifuddin (umur 35 Tahun)

Sebanyak 23 Orang mengalami Luka Tembak dan akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Bima untuk mendapat perawatan medis.

Sejumlah 47 orang massa menjadi tersangka atas peristiwa pembakaran Kantor

Camat Lambu, beserta fasilitas lain (5 mobil pemerintah Kabupaten Bima dan 7 unit

sepeda motor), yang dianggap sebagai provokator pelemparan hingga pembakaran kantor

Kapolsek Parado, atas aksi pembakaran kantor Camat Lambu, atas pembakaran fasilitas

Kantor DPRD Kab. Bima, serta atas pembakaran Kantor Bupati. Dari 47 orang massa

yang dijadikan tersangka, 9 diantaranya dibebaskan karena masih berusia anak-anak dan

juga sebagian perempuan. Sedangkan sisanya ditahan di Kapolresta Bima termasuk

IMMawan Ansari sebagai Tim Advokasi yang diutus oleh IMM Cabang Bima untuk Kec.

Lambu Kab. Bima.

Pelanggaran HAM

Dalam peristiwa penembakan brutal oleh aparat kepolisian di Pelabuhan Sape

pada tanggal 24 Desember lalu telah terbukti terjadinya pelanggaran HAM sebagaimana

dijamin Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pelanggaran

HAM yang terjadi berupa penghilangan hak untuk hidup, hak untuk tidak diperlakukan

secara kejam, tidak manusiawi dan merendahkan derajat manusia, hak atas rasa aman, hak

anak, hak atas kesehatan, dan hak milik.

Lima oknum anggota Polri telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan.

Adapun kelima oknum tersebut yakni Bripda F, Briptu S, Briptu F, Briptu A dan Briptu

MS. Briptu A dan Briptu MS berasal dari Polres Bima. Mereka melakukan penendangan dari

belakang. Sedangkan Bripda F dari Brimob NTB melakukan proses pelanggaran disiplin

karena ada dua orang masyarakat, yang di pukul dan ditendang oleh anggota reserse Polresta

Bima yang melakukan pemukulan dengan tangan kosong dan menendang, katanya.

Page 12: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

Aparat kepolisian dalam pembubaran paksa blokade warga di Pelabuhan Sape ini

juga menyalahi aturan karena tidak sesuai dengan prosedur tetap (protap). Dalam

menggunakan kekuatan, kepolisian harus melalui enam tahapan, yakni pencegahan, perintah

lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras, kendali senjata tumpul,

senjata kimia (gas air mata, semprotan cabe) dan terakhir kendali dengan senjata api.

Dari video dapat kita lihat pada peristiwa 24 Desember lalu itu aparat kepolisian tidak

melakukan tahapan ketiga sampai dengan tahap kelima, tetapi langsung lompat ke tahapan

keenam.

Penyelesaian Kasus Bima

1. Polri bersama Komnas HAM membentuk Joint Investigation (investigasi bersama)

untuk mengusut kasus bentrokan antara aparat kepolisian dan warga yang melakukan

unjuk rasa di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Pembentukan Joint

Investigation juga untuk mendalami 2 korban tewas yang ditemukan di luar

pelabuhan.  joint investigation dibentuk juga sebagai instrumen menindaklanjuti

temuan Komnas HAM terkait jumlah korban dan pemastian penyebab meninggalnya.

2. Bupati Bima Ferry Zulkarnaen akhirnya menerbitkan surat keputusan tentang

penghentian secara tetap kegiatan usaha pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara

di Kecamatan Lambu, Sape, dan Langgudu.

Surat Keputusan Bupati Bima tersebut bernomor 188.45/64/004/2012 tentang

Penghentian Secara Tetap Kegiatan Usaha Pertambangan Ekplorasi oleh PT

Sumber Mineral Nusantara (SMN) di Kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu yang

mencakup areal tambang seluas 24.980 Hektare Surat tersebut diterbitkan pada 28

Januari 2012.

Keputusan Bupati Bima itu didasarkan pada rekomendasi Dirjen Mineral

dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Thamrin Sihite atas nama Menteri, dan Keputusan DPRD Kabupaten Bima. Dimana

inti dari rekomendasi itu yakni meminta Bupati Bima untuk menerbitkan keputusan

penghentian secara tetap kegiatan usaha pertambangan PT SMN.

OTODA VS PEMBANGUNAN

Pemberlakuan otonomi daerah dimaksudkan pada pengembangan serta

pemerataan pembangunan masing-masing daerah. Jadi jika otonomi daerah ini benar-benar

Page 13: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

dilaksanakan sebaik mungkin dengan “good governance” bukan atas kesewenangan tetapi

demi kepentingan rakyat, maka suatu daerah akan cepat pembangunannya. Karena setiap

daerah bebas mengelola potensi sumber daya yang ada demi kemajuannya.

Tetapi ketika wewenang disalah gunakan, yang ada otonomi daerah semakin memperburuk

keadaan daerah itu sendiri. Kebijakan-kebijakan yang diambil bukan yang pro terhadap

daerah itu sendiri, melainkan untuk kepentingan-kepentingan pihak tertentu/asing. Yang

terjadi di daerah tersebut bukan kemajuan, melainkan pengrusakan lingkungan ataupun

kerugian bagi rakyatnya sendiri.

PENUTUP

Kesimpulan

1. Kasus Bima merefleksikan persoalan penggunaan kewenangan kepada daerah yang

cenderung menyalahgunakan wewenang, salah satunya yaitu mengabaikan analisis

dampak lingkungan, sosial dan budaya. Secara politik pemberian kewenangan

tersebut semakin menyebabkan praktek 'bad governance' karena pemilihan kepala

Page 14: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

daerah yang sangat berbiaya mahal sehingga sumber daya alam bisa saja dijadikan

sumber pembiayaan

2. Korban Penembakan brutal oleh aparat keamanan penembakan brutal oleh aparat

keamanan pada tanggal 24 Desember 2011 di Pelabuhan Sape menimbulkan

korban,yakni : 3 orang meninggal dunia dan 23 Orang mengalami Luka Tembak

3. Lima oknum anggota Polri telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan, yakni

Bripda F, Briptu S, Briptu F, Briptu A dan Briptu MS

4. Dalam peristiwa penembakan brutal oleh aparat kepolisian di Pelabuhan Sape pada

tanggal 24 Desember lalu telah terbukti terjadinya pelanggaran HAM berupa

penghilangan hak untuk hidup, hak untuk tidak diperlakukan secara kejam, tidak

manusiawi dan merendahkan derajat manusia, hak atas rasa aman, hak anak, hak atas

kesehatan, dan hak milik.

5. Polri bersama Komnas HAM membentuk Joint Investigation (investigasi bersama)

untuk mengusut kasus bentrokan antara aparat kepolisian dan warga yang melakukan

unjuk rasa di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat.

6. Bupati Bima Ferry Zulkarnaen akhirnya menerbitkan surat keputusan bernomor

188.45/64/004/2012 tentang Penghentian Secara Tetap Kegiatan Usaha

Pertambangan Ekplorasi oleh PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) pada 28

Januari 2012.

Saran

Pemerintah pusat hendaknya tetap melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

otonomi daerah, agar tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Pemerintah daerah hendaknya dapat mempergunakan wewenang sebagaimana

mestinya. Sebagai pemimpin rakyat, jadi pro rakyat dan tidak terkontaminasi oleh

kepentingan-kepentingan pihak lain

Daftar Referensi

“Dengar Aspirasi Rakyat, Bupati Hentikan Total Pertambangan di Bima.” Artikel Koran

Suara Pembaharuan edisi Sabtu, 28 Januari 2012

http://www.suarapembaruan.com/home/dengar-aspirasi-rakyat-bupati-hentikan-total-

pertambangan-di-bima/16574

Page 15: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

Devita,Irma. “Sengketa Agraria di Bima yang Dipicu Oleh SK Bupati Bima”. Artikel. 09

January 2012

http://irmadevita.com/2012/sengketa-tanah-di-bima-yang-dipicu-oleh-sk-bupati-bima

Ghani Nurcahyadi.“Polri dan Komnas HAM Bentuk Joint Investigation Kasus Bima.” Artikel

06 Januari 2012 20:52 WIB 

Habis Bakar Kantor Bupati, Warga Bima Blokir Jalan . Artikel Tempo edisi 27 Januari 2012

http://www.tempo.co/read/news/2012/01/27/063380047/Habis-Bakar-Kantor-Bupati-Warga-

Bima-Blokir-Jalan

“Kasus Bima Akibat 'Kedaulatan' Diserahkan ke Daerah.” 29/01/2012 06:44

http://www.rapidbit.com/dewiaryani/News/tabid/553/articleType/ArticleView/articleId/

2723/Kasus-Bima-Akibat-Kedaulatan-Diserahkan-ke-Daerah.aspx

“Kasus Bima Bukti Ketidakhadiran Negara.”Artikel. 27 Januari 2012

http://metrotvnews.com/metromain/news/2012/01/27/79942/Kasus-Bima-Bukti-

Ketidakhadiran-Negara

“Lima Anggota Polri Ditetapkan Tersangka di Kasus Bima.” Artikel Koran Suara

Pembaharuan edisi Senin, 2 Januari 2012

http://www.suarapembaruan.com/home/lima-anggota-polri-ditetapkan-tersangka-di-kasus-

bima/15438

Lismawati, Ita dan Mohammad Adam. “DPR: Kasus Bima, Polisi Bohongi Publik.” Artikel.

4 Januari 2012

http://nasional.vivanews.com/news/read/277132-dpr--kasus-bima--polisi-bohongi-publik

Munawwaroh. “Tokoh Lampung Diminta Atasi Konflik.” Artikel. Kamis, 26 januari 2012

http://www.tempo.co/read/news/2012/01/26/078379865/Tokoh-Lampung-Diminta-Atasi-

Konflik

“Otonomi Daerah Dan Neoliberalisme.” Arikel. 28 Januari 2012 | 1:46 WIB

http://www.berdikarionline.com/editorial/20120128/otonomi-daerah-dan-neoliberalisme.html

Page 16: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

Ozie.”Bupati Bima Akhirnya Hentikan Tetap Kegiatan Tambang PT SMN.” Artikel.

01/28/2012 - 15:31

http://www.globalfmlombok.com/content/bupati-bima-akhirnya-hentikan-tetap-kegiatan-

tambang-pt-smn

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Rimungbuloeh."Tiga Perwira Polisi Diperiksa dalam Kasus Bima."Artikel.30 Desember 2011

http://makalahkuliahjurusanpai.blogspot.com/2011/12/tiga-perwira-polisi-diperiksa-

dalam.html

Rusdianto, Syamsul Hidayat dkk “Kronologis Peristiwa Kasus Sape – Lambu dan

Penembakan Aktivis Serta Warga di Kabupaten Bima.” Artikel 17 january 2012 00:21   

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara

Yunita Kristanti, Elin dan Syahrul Ansyar. “Polri: Temuan Komnas HAM Tak Perlu

Didebat.” Artikel. 4 Januari 2012

LAMPIRAN

Page 17: Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)

gambar 1. Pembakaran Kantor Bupati Bima (26 Januari 2012)

Gambar 2&3. Kekerasan polisi terhadap warga Bima yang berunjuk rasa menolak tambang

Gambar 4. Massa aksi