20
Kejang Demam Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana 2014 Kelompok C5 Nurliyana Binti Ramli 102008296 Alvin Trisnanto 102011068 Febriany Gotamy 102011075 Stephanie Angelina Utomo 102011180 Kevin Giovanno 102011208 Maria Theodora De Rosari Kess 102011264 Catherina Oswari 102011361 Diporapdwijoyo Sinoputro 102011379 1

kasus kejang demam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kejang demam

Citation preview

Page 1: kasus kejang demam

Kejang Demam

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

2014

Kelompok C5

Nurliyana Binti Ramli 102008296

Alvin Trisnanto 102011068

Febriany Gotamy 102011075

Stephanie Angelina Utomo 102011180

Kevin Giovanno 102011208

Maria Theodora De Rosari Kess 102011264

Catherina Oswari 102011361

Diporapdwijoyo Sinoputro 102011379

Abstrak

1

Page 2: kasus kejang demam

Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis

sangat baik. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu

tubuh dengan cepat hingga lebih dari 38°C, dan kenaikan suhu tubuh tersebut diakibatkan

oleh proses ekstrakranial. Data di Indonesia belum ada secara nasional. Didapatkan bahwa

sekitar 80% diantaranya adalah kejang demam simpleks. Lewat data yang ada juga diperoleh

bahwa kejang demam lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan. Secara klinis,

kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.

Umumnya kejang demam terjadi pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Untuk

pertolongan pertama kejang demam dapat diberikan diazepam dan kemudian langsung

dibawa ke rumah sakit untuk diberikan penanganan lebih lanjut. Kejang demam simpleks

adalah yang paling banyak ditemukan dan memiliki prognosis yang baik. Sedangkan kejang

demam kompleks memiliki risiko lebih tinggi terjadinya kejang demam berulang dan epilepsi

dikemudian hari.

Kata kunci: kejang demam, kejang demam simpleks, kejang demam sederhana, kejang

demam kompleks, kejang pada anak, kejang, demam

Abstract

Febrile seizures are the most common cause of seizures in children and has a very good

prognosis. Febrile seizures are seizures that occur due to the rapid increase in body

temperature up to more than 38 ° C, and a rise in body temperature is caused by extracranial

process. Data in Indonesia there are no nationally. It was found that approximately 80% of

them are febrile seizures simplex. Through the available data also shows that the more

febrile seizures in men than women. Clinically, febrile seizures febrile seizures are divided

into simple and complex febrile seizures. Generally, febrile seizures occurred at the age of 6

months to 5 years. For febrile seizure first aid can be given diazepam and then immediately

taken to the hospital for further treatment given. Simplex Febrile seizures are the most

common and has a good prognosis. While complex febrile seizures have a higher risk of

recurrent febrile seizures and epilepsy in the future.

Keywords: febrile seizures, febrile seizures simplex, simple febrile seizures, complex febrile

seizures, convulsions in children, seizures, fever

Anamnesis

2

Page 3: kasus kejang demam

Pada anamnesis dilakukan secara alloanamnesis, yaitu ditanyakan kepada orang tua,

pengasuh, ataupun kerabat yang mendampingi anak tersebut. Berikut adalah beberapa

pertanyaan yang dapat ditanyakan sehingga didapatkan berbagai informasi yang relevan

(membantu) untuk menegakkan diagnosis kejang demam pada anak :

- Identitas diri anak (pasien)

- Waktu terjadinya kejang, durasi kejang, frekuensi kejang dalam sehari, interval

diantara 2 serangan kejang

- Sifat kejang (fokal atau umum)

- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)

- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang, yang dapat berguna untuk menyingkirkan

diagnosis meningoensefalitis

- Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik

turun)

- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GED)

- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam

atau epilepsi)

- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

- Trauma kepala

- Riwayat kejang di dalam keluarga

- Riwayat pengobatan yang pernah dijalani / sedang dijalani1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran,

pemeriksaan tanda-tanda vital (suhu tubuh, frekuensi nadi, frekuensi napas), dan pemeriksaan

tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, tanda Laseq, tanda Kernig, dan tanda Brudzinsky).

Periksa juga apakah terjadi tanda peningkatan tekanan intracranial seperti kesadaran

menurun, muntah proyektil, fontanel anterior menonjol, papiledema. Selain itu periksa juga

apakah terdapat tanda infeksi di luar SSP, misalnya otitis media akut, tonsilitis, bronkitis,

furunkulosis, dan lain-lain.

Pemeriksaan Penunjang

3

Page 4: kasus kejang demam

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi

dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain,

misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat

dikerjakan, yaitu

- Pemeriksaan darah perifer lengkap, elektrolit, dan gula darah tidak rutin dilakukan,

hanya atas indikasi jika dicurigai hipoglikemi, ketidakseimbangan elektrolit, maupun

infeksi sebagai penyebab kejang

- Lumbal pungsi menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko

terjadinya meningitis bakterialis. Meningitis dapat menyertai kejang, walupun kejang

biasanya bukan satu-satunya tanda meningitis. Berikut adalah tingkat rekomendasi

untuk pungsi lumbal berdasarkan usia anak, yaitu :

a. Sangat dianjurkan anak usia < 12 bulan

b. Dianjurkan anak usia 12-18 bulan

c. Tidak rutin dilakukan anak usia > 18 bulan (hanya dilakukan jika tanda

meningitis positif)

- EEG (Electro Encephalography) tidak rutin dilakukan, tetapi dianjurkan pada anak

usia > 6 tahun dengan kejang demam ataupun ada gambaran kejang fokal

- Pencitraan hanya diindikasikan bila ada kelainan neurologis fokal, kelainan saraf

cranial yang menetap, atau papieledema.

a. Foto X-Ray kepala

b. Computed Tomography Scan (CT-Scan) dipertimbangkan pada pasien dengan

kejang demam kompleks

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan

hanya atas indikasi, seperti :

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis Nervus VI

3. Papiledema1,3

Diagnosis Kerja

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada

anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.

Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat

celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari

4

Page 5: kasus kejang demam

sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron

sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari

luar otak. Perlu diperhatikan bahwa demam harus terjadi mendahului kejang. Umumnya

terjadi pada anak usia 6 bulan – 5 tahun, puncaknya pada usia 14-18 bulan. Menurut Ikatan

Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam menjadi dua, yaitu :

Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

- Berlangsung singkat < 15 menit

- Tidak berulang dalam waktu 24 jam

- Bangkitan kejang tonik, klonik, atau tonik-klonik tanpa gerakan fokal (anak dapat

terlihat mengantuk setelah kejang)

- Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

- Kejang berlangsung lama > 15 menit

- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang fokal /

parsial

- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara

bangkitan kejang

- Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang

Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :

1. Kejang demam sederhana

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidakk lebih dari 15 menit

Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak > 4 kali

Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan

5

Page 6: kasus kejang demam

2. Epilepsi yang diprovokasi demam

Kejang lama dan bersifat lokal

Umur lebih dari 6 tahun

Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun

EEG setelah tidak demam abnormal

Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :

1. Kejang demam kompleks

Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun

Kejang berlangsung lebih dari 15 menit

Kejang bersifat fokal/multipel

Didapatkan kelainan neurologis

EEG abnormal

Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun

Temperatur kurang dari 39℃

2. Kejang demam sederhana

Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun

Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat

Kejang bersifat umum (tonik/klonik)

Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang

Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun

Temperatur lebih dari 39℃

3. Kejang demam berulang

Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam4

Epidemiologi

6

Page 7: kasus kejang demam

Insidens di negara-negara barat berkisar antara 3-5%. Di Asia berkisar antara 4.47%

di SIngapura, sampai 9.9% di Jepang. Data di Indonesia belum ada secara nasional. Sekitar

80% diantaranya adalah kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki

disbandingkan pada perempuan.

Etiologi

Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi

umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Ada juga

yang menyebutkan kejang demam terjadi karena lepasnya sitokin (IL-1-beta) atau terjadinya

hiperventilasi yang mengakibatkan alkalosis sehingga meningkatkan pH otak dan terjadilah

kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang

demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. Beberapa

studi menyebutkan keterkaitan dengan kromosom tertentu (19p dan 8q13-21) dan yang lain

menyebutkan pola penurunan secara autosomal dominan yang menyebabkan lebih mudah

terjadinya eksitasi neuron yang mengakibatkan terjadinya kejang.1,9

Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat (ekstrakranial) yang

menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering

menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan

faringitis, otitis media akut (cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke

saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, eksantema

subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili)

juga dapat menyebabkan kejang demam.2-4

Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2

dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan

permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan

mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit

lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan

konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena

perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga

7

Page 8: kasus kejang demam

keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang

terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.

Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga

dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan

“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15

menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi

otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu

tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan

metabolisme otak meningkat.6

Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan

apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak

biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab

itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.

Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang

masih muda. Meningitis bakterialis pada anak seringkali didahului infeksi pada saluran napas

atas atau pencernaan seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah. Demam, nyeri kepala

dan meningismus dengan atau tanpa penurunan kesadaran merupakan hal yang sangat

sugestif meningitis. Banyak gejala meningitis berkaitan dengan usia; anak berusia kurang dari

8

Page 9: kasus kejang demam

tiga tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Dapat juga ditemukan ubun-ubun yang menonjol,

kaku kuduk atau tanda rangsang meningeal lain, kejang dan defisit neurologis fokal. Tanda

rangsang meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak kurang dari satu tahun. Pada

kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata.

Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan

pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi pula yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam.

Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang

mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah

seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut.

Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering

terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena

terkena sinar lampu yang tajam. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini

tergolong dalam kejang demam kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

Tabel 1. Diagnosa Banding

No Kriteri Banding Kejang

Demam

Epilepsi Meningitis

Ensefalitis

1. Demam Pencetusnya

demam

Tidak berkaitan

dengan demam

Salah satu

gejalanya demam

2. Kelainan Otak (-) (+) (+)

3. Kejang berulang (+) (+) (+)

4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :

1. Mengatasi kejang secepat mungkin

2. Pengobatan penunjang

3. Memberikan pengobatan rumatan

4. Mencari dan mengobati penyebab

9

Page 10: kasus kejang demam

I.Mengatasi kejang secepat mungkin

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti.

Apabila pasien datang dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang

adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-

lahan dengan kecepatan 1-2 mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan

dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah

diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg

untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari

10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg

mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Maksimal diulang sebanyak dua kali dengan interval 5

menit.

Tabel 2. Dosis Pemberian Awal Diazepam

Usia < 1 tahun 1–5 tahun 5–10 tahun > 10 tahun

Dosis IV (infus)

(0.2mg/kg)

1–2 mg 3 mg 5 mg 5–10 mg

Dosis per rektal

(0.5mg/kg)

2.5–5 mg 7.5 mg 10 mg 10–15 mg

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per IV diulangi. Jika belum terpasang selang infus,

0,5 mg/kg per rektal

2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit

2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1

mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif

dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat

10

Page 11: kasus kejang demam

selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor

risikonya.

II. Pengobatan penunjang

Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi

dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi

kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan

nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.

Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian

oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan

metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan

fungsi jantung diawasi secara ketat.

Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah

perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena

pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga

menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres

hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh

darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena

dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut

penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan

ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.

Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan

secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah

dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang

mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg

diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB.

Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectal. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis

pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.

11

Page 12: kasus kejang demam

Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30

mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason

diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

III. Pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim

penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi

atas dua bagian, yaitu:

Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan

obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama

episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis

10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali

sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya

kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak

dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral

dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai

kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai

sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak

berguna untuk mencegah kejang demam.

Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil

dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

1).           Fenobarbital

12

Page 13: kasus kejang demam

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah

perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan

kognitif atau fungsi luhur.

2).           Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh

lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan

hepar, pankreatitis.

3).           Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif

sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian

antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun

seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan

dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

IV. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus

respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu

untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang

datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu

untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi

penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan

pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium,

nitrogen, dan faal hati.1,3,5,6

Prognosis

Anak dengan kejang demam memiliki kemungkinan 30-50% mengalami kejng

demam berulang, dan 75% terjadi dalam 1 tahun setelah awitan yang pertama. Risiko

rekurensi bertambah jika :

13

Page 14: kasus kejang demam

- Kejang demam terjadi < 1 tahun risiko berulang 50%. Kejang demam terjadi > 1

tahun risiko berulang 28%

- Riwayat keluarga kejang demam atau epilepsy

- Cepatnya kejang setelah demam

- Kejang yang terjadi pada suhu tidak terlalu tinggi (< 38 derajat celcius)

Adanya keempat factor tersebut meningkatkan risiko kejang demam berulang hingga 80%.

Namun bila tidak satupun factor di atas ditemukan, kemungkinan berulang hanya 10-15%.

Anak yang mengalami kejang demam simpleks tidak memiliki risiko lebih tinggi mengidap

epilepsy dibandingkan populasi normal. Risiko epilepsy dikemudian hari akan meningkat

apabila terdapat kejang demam kompleks, riwayat keluarga epilepsy, kejang demam sebelum

usia 9 bulan, dan adanya perkembangan yang terlambat atau terdapat kelainan neurologis

sebelumnya. Adanya salah satu factor risiko meningkatkan kemungkinan epilepsy menjadi 4-

6%. Sementara bila terdapat beberapa factor risiko sekaligus kemungkinannya meningkat

hingga 10-49%. Pemberian profilaksis terus-menerus tidak dapat menurunkan angka risiko

kejadian epilepsy.7

Daftar Pustaka

1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal

2059-2067.

2. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange,

2002.

3. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Ikatan

Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.

4. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell

pulblishing, 2006. Hal 72-90.

5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,

Jakarta 2006.

6. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.

7. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.

14