Upload
anonymous-xezhqf
View
183
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
TAR 216 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN BERTINGKAT RENDAH
KAT 1
STRUKTUR DAN KONSTRUKSI ‘KAKI’ BANGUNAN
Dosen Kelas A :
E. B. Handoko Sutanto. IR., M.T.
Penyusun :
Patrick Priyandi 2011420017
Evan Afrianus 2011420020
Deni Erlangga 2011420065
William Giovanni 2011420126
Bandung, September 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Sesuai dengan penugasan mata kuliah Struktur dan Konstruksi Bangunan Bertingkat
Rendah, kami mengambil sebuah bangunan 4 lantai+basement untuk dijadikan objek studi
observasi yang berkaitan dengan struktur dan konstruksi ‘kaki’ bangunan.
Penjelasan umum terhadap objek:
Bangunan ini terletak di kota Jakarta, tepatnya beralamat di Jalan Tanah Abang
II, Jakarta Pusat
Proyek ini dijalani oleh PT. Dwijaya Bangun Perkasa
Luas tanah dari proyek ini adalah 640 m2
Fungsi bangunan ini adalah untuk kantor (office)
Berikut adalah gambar-gambar kerja dari proyek bangunan ini, yang terdiri dari block plan,
site plan, denah basement, denah lantai dasar, tampak, dan potongan
Dari objek ini, dilakukan suatu studi observasi terhadap struktur dan konstruksi ‘kaki’
(bagian bawah) bangunan ini. Maksud dari ‘kaki’ bangunan pada observasi ini, yaitu
mengenai pondasi dan basement.
Dari hasil observasi itu, kemudian dibuatlah beberapa dokumentasi data yang
nantinya akan dianalisa. Analisa tersebut mengenai kasus-kasus yang terjadi pada proyek.
Lalu studi literatur atas kasus-kasus itu juga dilakukan agar bisa dilakukan perbandingan
antara realita kasus pada proyek dengan teori yang seharusnya. Dari analisa itu (perbandingan
realita dengan teori), nantinya akan dapat ditarik kesimpulan mengenai objek studi ini.
BAB II
STUDI OBSERVASI STRUKTUR DAN KONSTRUKSI ‘KAKI’ BANGUNAN
Pembangunan basement biasanya mengalami kendala pada masalah tanah lunak dan
air tanah yang tinggi.Tanah yang lunak akan berpengaruh pada perencanaan bukaan tanah
untuk basement, karena selain harus memperhitungkan faktor keamanan terhadap bidang
longsor gedung sendiri maupun terhadap gedung atau bangunan di sekelilingnya. Jika tidak,
gedung disamping akan retak bahkan akan runtuh karena kehilangan daya dukung tanah
akibat penggalian.
Lalu, untuk bangunan bertingkat rendah, biasanya ada beberapa alternatif pondasi
yang disarankan. Alternatif pertama menggunakan pondasi Tiang Pancang dan Alternatif
kedua menggunakan pondasi Bored Pile.
Berdasarkan hasil studi dari observasi, ada beberapa data yang bisa didapat. Dari data-
data yang didapat itu, termasuk juga kendala atau masalah yang menghambat pelaksanaan
proyek ini. Berikut adalah hasil yang kami dapat dari observasi pelaksanaan proyek ini:
Pondasi yang dipakai pada bangunan ini adalah pondasi tiang pancang (pile cap).
Pondasi tiang pancang digunakan pada bangunan ini dikarenakan pada
jalan Tanah Abang II merupakan daerah yang tidak terlalu berdekatan dengan
permukiman penduduk. Di daerah sana lebih banyak dipenuhi oleh gedung-
gedung perkantoran. Sehingga tingkat gangguan yang dimiliki oleh pondasi tiang
tidak terlalu mengganggu lingkungan disekitarnya.
Gambar ini adalah layout dari pondasi tiang pancang.
Lay out dari rangkaian pondasi tiang pancang pada bangunan ini terdiri dari
beberapa bentuk, yaitu segitiga, segiempat, dan segi enam. Dapat dilihat bahwa
untuk sebuah kolom struktur bisa terdiri dari beberapa tiang pancang.
Penulangan sisa dari pondasi tiang pancang untuk disambung ke kolom
Detail dan potongan pondasi tiang pancang
Penggunaan sheet pile sebagai perkuatan dinding basement
Proyek ini menggunakan metode sheet pile sebagai perkuatan dinding
pada bagian basement. Cara ini digunakan pada proyek ini dikarenakan cukup
mudah, efisien, dan efektif dalam pelaksanaannya di lapangan. Dikatakan mudah
karena tiap sambungan baja bisa hanya dilas. Lalu efisien dan efektif dikarenakan
tidak memerlukan pengecoran seperti yang dilakukan pada shoulder pile. Pada
shoulder pile, waktu pengecoran memerlukan waktu yang lama. Sedangkan
dengan sheet pile, pekerjaan perkuatan dinding basement ini bisa dilakukan
dengan lebih cepat karena hanya menyambung-nyambung baja menjadi satu
kesatuan yang kuat dan dapat menahan dorongan lateral tanah. Agar semakin
kuat, baja yang digunakan adalah baja berprofil.
Gambar penggunaan sheet pile pada dinding basement
Jarak antar baja sudah ditentukan sejauh 800 cm. Sheet pile hanya
digunakan pada tanah yang berbatasan dengan tetangga. Hal itu dilakukan untuk
mencegah longsor atau bergesernya tanah tetangga. Karena di sebelah kirinya
merupakan tanah kosong, maka tidak memerlukan sheet pile sebagai perkuatan
dinding basement.
Tanah sebelah yang kosong, tidak diberikan sheet pile
Denah sheet pile
Dinding sheet pile yang telah dilapis
Tidak diberi sheet pile karena bersebelahan dengan tanah kosong
Bergesernya tanah tetangga atau tanah disekitar proyek
Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh sipil tidak memperhatikan
kondisi tanah yang tidak memiliki gaya dukung penahan yang cukup. Faktor lain
yang mengakibatkan pergeseran dikarenakan kesalahan pada pemasangan sheet
pile sebagai dinding penahan tanah. Ternyata, baja penahan di sheet pile tidak
dipasang. Pergeseran tanah tetangga tersebut berakibat pada bangunan tetangga
yang retak. Untuk mencegah hal ini terjadi maka harus diberi baja penahan di
sheet pile, apabila pondasi gedung telah terpasang maka otomatis akan mampu
menahan tanah tetangga. Baja ini berfungsi sebagai penguat sheet pile agar
mampu mendukung dalam melawan tekanan dari tanah.
Sepertinya persiapan yang dimiliki kontraktor terhadap risiko bergesernya
tanah tetangga ini sedikit kurang baik. Hal itu dikarenakan bisa terjadinya
kesalahan perhitungan kondisi tanah yang ada. Jika tes terhadap keadaan tanah
dilakukan dengan sangat matang dan sebaik mungkin, terjadinya pergeseran tanah
tetangga ini semakin rendah.
Terjadinya kebocoran air
Kebocoran yang terjadi pada proyek ini disebabkan oleh proses waterproofing
yang kurang dilaksanakan dengan baik dan permukaan air tanah yang sulit untuk
diprediksi.
Hasil Data Sondir Tanah
- Kedalaman 7 m tanah lempung yang sangat lunak hingga lunak
- 7 - 11 m terdiri dari lempung kelanauan (lempung padat) dengan kosistensi
sedang hingga teguh
- 11-13 m lempung yang sangat lunak
- 13m hingga akhir pengujian didominasi oleh pasir yang sangat padat
Hasil data sondir ini didapat dari kontraktornya yang sudah melakukan tes sondir
di lokasi proyek ini.
Masalah lain yang mungkin terjadi pada pelaksanaan proyek ini adalah:
Kesalahan dalam membaca gambar
Kesalahan dalam membaca gambar juga kerap terjadi di lapangan, namun hal tersebut
dapat dicegah selama orang lapangan berkonsultasi dengan arsitek, dan dalam
pelaksanaannya harus mengikuti gambar kerja yang telah di acc arsitek.
Pergantian bahan tanpa sepengetahuan arsitek
Pergantian bahan tanpa sepengetahuan arsitek dapat berakibat fatal bagi cost yang
tinggi terutama dalam pemasangan struktur. Namun hal tersebut mungkin saja terjadi
apabila owner telah menyetujui pergantian bahan tanpa sepengetahuan arsitek.
Apabila pergantian bahan tidak diketahui oleh owner ataupun arsitek, berarti telah
melanggar kontrak dan berhak untuk dibongkar.
Penjelasan diatas merupakan hasil studi observasi yang dilakukan terhadap objek
bangunan ini. Hasil studi observasi yang telah dilakukan itu, nantinya akan dibandingkan
dengan studi literatur melalui analisa dari kasus-kasus yang ditemukan pada observasi
BAB III
DOKUMENTASI DATA
Gambar ini merupakan bagian basement
Gambar ini memperlihatkan dinding pada basement
Gambar ini memperlihatkan ramp yang dibuat untuk menuju ke basement
Gambar ini memperlihatkan tulangan-tulangan sambungan dari pondasi
BAB IV
STUDI LITERATUR
Studi literatur mengenai pondasi tiang pancang dan struktur basement
Struktur Bawah Bangunan
http://matakuliahteknik.blogspot.com/2010/04/struktur-bawah-bangunan.html
Pondasi
Pengertian umum untuk Pondasi adalah Struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan
langsung dengan tanah, atau bagian bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah yang
mempunyai fungsi memikul beban bagian bangunan lainnya di atasnya. Pondasi harus
diperhitungkan untuk dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap beratnya sendiri, beban -
beban bangunan (beban isi bangunan), gaya-gaya luar seperti: tekanan angin,gempa bumi,
dan lain-lain. Disamping itu, tidak boleh terjadi penurunan level melebihi batas yang
diijinkan.
Agar kegagalan fungsi pondasi dapat dihindari, maka pondasi bangunan harus diletakkan
pada lapisan tanah yang cukup keras, padat, dan kuat mendukung beban bangunan tanpa
menimbulkan penurunan yang berlebihan. Pondasi merupakan bagian struktur dari bangunan
yang sangat penting, karena fungsinya adalah menopang bangunan diatasnya, maka proses
pembangunannya harus memenuhi persyaratan utama sebagai berikut:
1. Cukup kuat menahan muatan geser akibat muatan tegak ke bawah.
2. Dapat menyesuaikan pergerakan tanah yang tidak stabil (tanah gerak)
3. Tahan terhadap pengaruh perubahan cuaca
4. Tahan terhadap pengaruh bahan kimia
Struktur bawah bangunan pondasi terdiri dari pondasi dan tanah pendukung pondasi. Pondasi
berfungsi untuk mendukung seluruh beban bangunan dan meneruskan beban bangunan
tersebut kedalam tanah dibawahnya. Suatu sistem pondasi harus dapat menjamin, harus
mampu mendukung beban bangunan diatasnya, termasuk gaya-gaya luar seperi gaya angin,
gempa, dll. Untuk itu pondasi haruslah kuat, stabil, aman, agar tidak mengalami penurunan,
tidak mengalami patah, karena akan sulit untuk memperbaiki suatu sistem pondasi.
Akibat penurunan atau patahnya pondasi, maka akan terjadi :
1. Kerusakan pada dinding, retak-retak, miring dan lain –lain
2. Lantai pecah, retak, bergelombang
3. Penurunan atap dan bagian-bagian bangunan lain.
Suatu sistem pondasi harus dihitung untuk menjamin keamanan, kestabilan bangunan
diatasnya, tidak boleh terjadi penurunan sebagian atau seluruhnya melebihi batas-batas yang
diijinkan. Pembuatan pondasi dihitung berdasarkan hal-hal berikut :
1. Berat bangunan yang harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, mati serta beban-
beban lain dan beban- beban yang diakibatkan gaya-gaya eksternal.
2. Jenis tanah dan daya dukung tanah.
3. Bahan pondasi yang tersedia atau mudah diperoleh di tempat.
4. Alat dan tenaga kerja yang tersedia.
5. Lokasi dan lingkungan tempat pekerjaan.
6. Waktu dan biaya pekerjaan.
Hal yang juga penting berkaitan dengan pondasi adalah apa yang disebut soil investigation ,
atau penyelidikan tanah. Pondasi harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras dan
padat.
Untuk mengetahui letak/kedalaman tanah keras dan besar tegangan tanah/ daya dukung
tanah, maka perlu diadakan penyelidikan tanah, yaitu dengan cara :
a. Pemboran (drilling) : dari lubang hasil pemboran (bore holes), diketahui contoh-contoh
lapisan tanah yang kemudian dikirim ke laboraturium mekanika tanah.
b. Percobaan penetrasi (penetration test) : yaitu dengan menggunakan alat yang disebut
sondir static penetrometer. Ujungnyaberupa conus yang ditekan masuk kedalam tanah, dan
secara otomatis dapat dibaca hasil sondir tegangan tanah (kg/cm2).
Galian Tanah
Galian tanah untuk pondasi dan galian-galian lainnya harus dilakukan menurut ukuran dalam,
lebar dan sesuai dengan peil-peil yang tercantum pada gambar. Semua bekas-bekas pondasi
bangunan lama dan akar-akar pohon yang terdapat pada bagian pondasi yang akan
dilaksanakan harus dibongkar dan dibuang. Bekas-bekas pipa saluran yang tidak dipakai
harus disumbat.
Apabila pada lokasi yang akan dijadikan bangunan terdapat pipa air, pipa gas, pipa-pipa
pembuangan, kabel-kabel listrik, telepon dan sebagainya yang masih dipergunakan, maka
secepatnya diberitahukan kepada Konsultan Manajemen Konstruksi atau instansi yang
berwenang untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk seperlunya.
Pelaksana Pekerjaan/ Kontraktor bertanggung jawab penuh atas segala kerusakan-kerusakan
sebagai akibat dari pekerjaan galian tersebut. Apabila ternyata penggalian melebihi
kedalaman yang telah ditentukan, maka Kontraktor harus mengisi/ mengurangi daerah
tersebut dengan bahan-bahan yang sesuai dengan syarat-syarat pengisian bahan pondasi yang
sesuai dengan spesifikasi pondasi.
Pelaksana Pekerjaan/ Kontraktor harus menjaga agar lubang-lubang galian pondasi tersebut
bebas dari longsoran-longosoran tanah di kiri dan kanannya (bila perlu dilindungi oleh alat-
alat penahan tanah) dan bebas dari genangan air (bila perlu dipompa), sehingga pekerjaan
pondasi dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan spesifikasi.
Pengisian kembali dengan tanah bekas galian, dilakukan selapis demi selapis, sambil disiram
air secukupnya dan ditumbuk sampai padat. Pekerjaan pengisian kembali ini hanya boleh
dilakukan setelah diadakan pemeriksaan dan mendapat persetujuan Konsultan Manajemen
Konstruksi, baik mengenai kedalaman, lapisan tanahnya maupun jenis tanah bekas galian
tersebut.
Struktur Basement
Konstruksi basement sering merupakan solusi yang ekonomis guna mengatasi keterbatasan
lahan dalam pembangunan gedung. Tapi sebagai struktur bawah tanah, desain maupun
pelaksanaan konstruksi basement perlu dilakukan dengan memperhitungkan banyak hal.
Disamping aspek teknis dari basement itu sendiri, tidak kalah pentingnya adalah aspek
lingkungannya. Mutu pekerjaan pada konstruksi basement akan sangat mempengaruhi umur
dari basement tersebut.
Pengendalian terhadap mutu terpadu sangat diperlukan untuk mencapai produk konstruksi
mutu tinggi dan dapat diandalkan. Beberapa hal yang berkaitan dengan galian Basement yang
perlu diperhatikan adalah beban dan metode galian. Beban tersebut biasanya berupa beban
terbagi rata, beban titik, dan beban garis dan beban terbagi rata memanjang. Sedangkan
metode galian dimana dibagi menjadi: open cut, cantilever, angker, dan strut.
Pemilihan metode galian disesuaikan dengan perencanaan bangunan dan konsdisi di
lapangan. Pada metode galian basement ada beberapa factor yang perlu diperhatikan antara
lain: jenis tanah, kondisi proyek, muka air tanah, besar tekanan tanah yang bekerja, waktu
pelaksanaan, analisa biaya dan sebagainya.
Beberapa masalah yang timbul dalam pelaksanaan pembuatan galian basement, seperti
penurunan permukaan tanah disekitar galian yang dapat menyebabkan kerusakan structural
pada bangunan dekat galian, fan retaknya saluran dan sarana yang lain. Salah satu
penyebabnya adalah penurunan permukaan air tanah disekitar galian akibat pemompaan
selama konstruksi. Untuk mencegah masalah yang timbul maka metode pemilihan
dewatering sangan menentukan.
Struktur basement gedung bertingkat (tidak termasuk pondasi tiang), secara garis besar terdiri
dari
1. Raft foundation
2. Kolom
3. Dinding basement
4. Balok dan plat lantai
Pelaksanaan struktur basement saat ini ada 2 cara, yaitu :
1. Sistem konvensional (bottom up)
2. Sistem top down
Sistem Konvensional (Bottom Up)
Pada sistem ini, struktur basement dilaksanakan setelah seluruh pekerjaan galian
selesai mencapai elevasi rencana
Raft foundation dicor dengan metode papan catur, kemudian basement diselesaikan
dari bawah ke atas dengan menggunakan scafolding
Kolom, balok dan slab dicor di tempat
Pada sistem ini sering tidak menggunakan dewatering cut off, tetapi menggunakan
dewatering sitem predrainage dan struktur dinding penahan tanahnya menggunakan
steel sheet pile
Bila pekerjaan dewatering akan diberhentikan, harus dihitung lebih dulu apakah
struktur basement yang telah selesai dibangun mampu menahan tekanan ke atas dari
air tanah yang ada, agar tidak terjadi deformasi dari bangunan yang dapat
menyebabkan keretakan struktur
Kebocoran yang terjadi pada basement merupakan masalah yang tidak mudah
mengatasinya dan bahkan memakan biaya yang besar. Oleh karena itu proses
pengecoran pada struktur basement harus dilakukan dengan teliti dalam mencegah
terjadinya kebocoran pada dinding atau lantai.
Proses pengecoran, baik lantai maupun dinding basement biasanya tidak mungkin
dilakukan sekaligus, disamping luas arealnya juga volumenya cukup besar. Disini
masalah kebocoran yang sering timbul sebagai akibat tidak rapatnya hubungan antara
permukaan beton tahap pengecoran sebelumnya dengan permukaan beton tahap
pengecoran berikutnya
Semakin banyak tahapan pengecorannya, maka semakin banyak titik lemah terhadap
kemungkinan kebocoran
Untuk mengatasi kebocoran biasanya dilakukan 2 hal yaitu :
Penggunaan water stop pada setiap sambungan tahap pengecoran
Menggunakan additive beton untuk waterprofing
Posisi water stop biasanya ada 2 jenis yaitu dipasang ditengah ketebalan beton
(central), dan dipasang rata dengan permukaan beton (external)
Material water stop terbuat dari karet/pvc, dan mudah disambung di lapangan dengan
menggunakan alat pemanas saja
Fungsi water stop ada 2 yaitu untuk expansion joint dan construction joint
Sistem pemasangan water stop harus direncanakan dengan baik agar dapat berfungsi
sebagaimana yang diharapkan. Water stop harus dipasang pada tempat yang
direncanakan sebelum proses pengecoran beton dimulai. Oleh karena itu, letak water
stop harus dikaitkan dengan kemampuan pengecoran yang ada, dan selama proses
pengecoran letak water stop harus senantiasa dijaga.
Sistem Top Down
Pada sistem ini, struktur basement dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan galian
basement
Urutan penyelesaian balok dan plat lantainya dimulai dari atas ke bawah, dan selama
proses pelaksanaan, struktur pelat dan balok tersebut didukung oleh tiang baja yang
disebut King Post (yang dipasang bersamaan dengan bored pile)
Sedang dinding basement dicor lebih dulu dengan sistem diaphragm wall, dan
sekaligus diaphragm wall tersebut berfungsi sebagai cut off dewatering.
Pada tahap 1 :
• Pengecoran bored pile dan pemasangan king post
• Pengecoran diaphragm wall
Pada tahap 2 dan seterusnya :
• Lantai basement 1 dicor di atas tanah dengan lantai kerja
• Galian basement 1 dilaksanakan setelah lantai basement 1 cukup
kekuatannya, menggunakan excavator kecil. Disediakan lubang lantai
dan ramp sementara untuk pembuangan tanah galian
• Lantai basement 2 dicor di atas tanah dengan lantai kerja
• Galian basement 2 dilaksanakan seperti galian basement 1, begitu
seterusnya
• Terakhir mengecor raft foundation
• King post dicor sebagai kolom struktur
• Bila diperlukan, pada saat pelaksanaan basement dapat dimulai
struktur atas, sesuai dengan kemampuan dari king post yang ada
(sistem up & down)
Biasanya untuk penggalian basement digunakan alat khusus, seperti excavator ukuran
kecil.
Bila jumlah lantai basement banyak, misal 5 lantai, maka untuk kelancaran pekerjaan,
galian dilakukan langsung untuk 2 lantai sekaligus, sehingga space cukup tinggi untuk
kebebasan proses penggalian
Lantai yang dilalui, nantinya dilaksanakan dengan cara biasa, menggunakan
scafolding (seperti pada sistem bottom up)
Bila struktur basement telah selesai, maka tiang king post di cor beton dan bila
diperlukan dapat ditambah penulangannya.
Lubang-lubang lantai basement yang dipergunakan untuk pengangkutan tanah galian
ditutup kembali.
Pengecoran struktur atas dilaksanakan seperti biasa yaitu dari bawah ke atas
Studi literatur mengenai risiko dan penyikapan pada struktur ‘kaki’
bangunan
Risiko Struktur Bawah Gedung, Bagaimana Mengatasinya?
. Struktur bawah gedung umumnya terdapat beberapa pekerjaan, yaitu:
Pondasi (pancang, bore pile, telapak, dll)
Galian tanah
Pile cap dan sloof
Raft Fondation (jika ada)
Dinding penahan tanah / retaining wall
Waterproofing (umumnya waterproofing membrane atau integral)
Urug tanah kembali dan pemadatan tanah
Masing-masing pekerjaan tersebut memiliki karakteristik risiko tersendiri. Namun secara
umum risiko-risiko yang terjadi pada pekerjaan struktur bawah tersebut adalah:
Adanya sistem utilitas yang menggangu
Hujan yang dapat menggenangi area pekerjaan
Tingginya muka air tanah yang menghambat pekerjaan
Kondisi tanah yang tidak terduga.
Kondisi tanah yang sangat terpengaruh dengan muka air tanah.
Pergerakan tanah akibat galian tanah yang dapat mempengaruhi bangunan sekitar
Lahan yang sempit sehingga penggalian tanah tidak dapat dilakukan dengan metode
open cut
Struktur dengan pembesian yang rapat.
Pada pekerjaan bored pile dapat terjadi keropos.
Tambahan pekerjaan yang tak terduga yang berdampak pada tambahan biaya
Risiko-risiko lainnya.
Terdapat cukup banyak risiko pada pekerjaan struktur bawah. Semua dikarenakan oleh dua
hal yang utama yaitu tanah dan muka air tanah. Pada pekerjaan gedung, pekerjaan struktur
bawah terutama yang memiliki basement membutuhkan waktu yang jauh lebih lama
dibandingkan dengan struktur atas. Di samping itu, bisa dikatakan bahwa salah satu kerugian
proyek gedung disebabkan karena membengkaknya biaya pekerjaan struktur bawah. Hal
tersebut dikarenakan banyaknya risiko-risiko yang terjadi pada struktur bawah. Sehingga
memang penting untuk memahami perilaku dan risiko pada struktur bawah bangunan gedung.
Perencanaan pelaksanaan yang matang mutlak dilakukan sebelum memulai pekerjaan.
Beberapa langkah penting dilakukan dalam mengatasi risiko-risiko tersebut berdasarkan
pengalaman adalah sebagai berikut:
Mendapatkan data yang komprehensif mengenai jenis tanah, muka air tanah, jarak
dengan bangunan sekitar, jenis pondasi bangunan sekitar, data hujan, as built drawing
bangunan eksisting atau utilitas yang ada.
Melakukan penyelidikan tanah sendiri sebagai referensi tambahan hasil dugaan
sementara atas data hasil penyelidikan tanah yang sudah ada. Hal ini untuk meningkatkan
keyakinan atas kondisi tanah yang ada
Membuat galian setempat sedalam 1-2 m atau sesuai kebutuhan pada beberapa lokasi
untuk mengetahui adanya utilitas eksisting
Menurunkan muka air tanah dengan metode dewatering dan recharging well.
Mengukur muka air tanah dengan instrumentasi khusus
Mengerjakan pekerjaan struktur bawah pada kondisi cuaca yang baik
Menyediakan tenda untuk menghindari air hujan jatuh pada lokasi galian
Mengukur pergerakan tanah dengan instrumentasi khusus
Membuat kemiringan yang cukup untuk mengalirkan air pada permukaan galian
tanah, membuat saluran dan sumpit. Lalu menyediakan pompa submersible untuk memompa
air keluar.
Menghitung efek galian terhadap pergerakan tanah yang dapat mempengaruhi
bangunan sekitar
Menentukan metode galian yang paling sesuai dengan data yang ada. Jika metode
open cut tidak memungkinkan, harus dibuat temporary retaining wall yang dapat pula
berfungsi sebagai permanen retaining wall.
Menggunakan metode top-down jika konfigurasi dan sistem struktur memungkinkan
Menggunakan tipe waterproofing yang tepat
Mengukur pergerakan tanah dengan instrumentasi khusus
Meredesign struktur agar penulangan dapat dilakukan dengan mudah dan beton dapat
masuk dengan baik
Membuat zone sesedikit mungkin untuk menghindari titik lemah masuknya air tanah.
Membuat metode penyambungan beton antar zone yang baik.
Menyediakan waterstop yang tepat pada sambungan beton untuk menghindari
kebocoran
Menggunakan mutu beton yang agak tinggi. Karena mutu beton tinggi lebih kedap air
Menggunakan beton dengan fly ash agar meningkatkan workability pekerjaan.
Metode pengecoran sedemikian hingga beton tidak terputus yang dapat menjadi
tempat masuknya air.
Menggunakan split yang lebih kecil agar beton dapat mengisi ke bekisting yang tipis
pada dinding untuk menghindari adanya keropos yang menjadi tempat masuknya air tanah.
Beberapa tindakan atas risiko pekerjaan struktur bawah bangunan gedung yang disebutkan di
atas sangat tergantung dengan kondisi yang ada. Untuk itu perlu mengkaji ketepatan risk
respons berdasarkan kondisi yang ada.
Berdasarkan pengalaman, pekerjaan struktur bawah memang penuh dengan ketidakpastian.
Semula muka air tanah dapat diperkirakan pada level tertentu dan diturunkan dengan
menggunakan sumur dengan kedalaman tertentu serta pompa berkapasitas tertentu. Namun
pada kenyataannya, hal tersebut sering meleset. Sehingga dalam perencanaan perlu
ditambahkan suatu faktor aman yang cukup besar karena memang ketidakpastian parameter
tanah dan air di dalamnya cukup tinggi. Perencanaan dengan tingkat kehati-hatian dan
keamanan yang tinggi akan dapat mengurangi ketidakpastian sehingga pada akhirnya
menurunkan probabilitas terjadinya risiko.
http://manajemenproyekindonesia.com/?p=1225
Studi Literatur mengenai sheet pile
Lembar pancang baja ( Steel sheet pile)
Sheet pile adalah lembaran-lembaran baja pilih yang banyak digunakan untuk pengaman pada
waktu penggalian tanah. Pada proyek yang membutuhkan penggalian tanah dengan volume
yang besar, penggunaan sheet pile dipandang lebih praktis dan ekonomis, sebab setelah
pekerjaan tanah selesai, sheet pile dapat dicabut dan digunakan di tempat
lain(Wedhanto,2007:23).
Secara umum bentuk sheet pile buatan pabrik yang ada dipasaran adalah: U, Z, dan lurus..
Bentuk U dan Z adalah yang paling sering digunakan oleh para kontraktor, sebab dapat
digunakan untuk berbagai macam kepentingan. Penggunaan tipe U dan Z antara lain
untuk penahan tanah, penahan air (cofferdam), dan pembuatan tembok penahan. Jika
dibutuhkan kekuatan lentur yang tinggi, dapat dibuat sheet pile komposit. Komponen satu
dan lainnya dapat disambung sangat rapat sehingga membentuk tiang dengan
penampang permukaan H(Wedhanto,2007:24).
Sungono (1995: 302) mengungkapkan: “ Profil baja yang berfungsi sebagai turap pada saat
ini beberapa tipe/ bentuk . Adapun masing-masing tipe / bentuk berbeda karakteristiknya:
1. Bentuk U
a. Ruang kosong pada sambungan cukup rapat dan kedap air.
b. Sepasang jari, seperti pada bentuk YSP, bentuk Larsen A dan bentuk L (bentuk FSP. A dan
bentuk L) dapat dipasang, dikerjakan serta disimpan dengan mudah.
c. Bentuk yang praktis dan sederhana, sehingga bentuk U sangat cocok untuk pemakaian
berulang-ulang.
2. Bentuk Z
a. Pemakaian sangat ekonomis, karena profil bentuk Z ini nilai “Momen Lawan”-nya relative
tinggi dibandingkan dengan beratnya.
b. Kekuatan pada sambungannya tinggi.
3. Bentuk H
a. “Momen lawan”-nya tinggi, cocok untuk konstruksi besar
b. Sambungannya sangat kokoh.
c. Konstruksi dengan bentuk H dapat sangat effektif daya kedap airnya, jika diantara sayap-
sayap profil disi aduakan atau beton.
d. Mempunyai daya dukung vertical/ tegak yang cukup besar
4. Bentuk Box/ Kotak
Bentuk Kotak ini terbuat dari profil bentu U jenis Larssen yang bersatu satu sama lainnya.
a. Cocok dipergunakan dalam konstruksi berat
b. Panjang dari tiap bentuk U dapat disambung dalam bentuk-bentuk kotak berdasarkan
kebutuhan rencana.
5. Bentuk Lurus
a. Sambungan sangat kokoh
b. Daya tahan terhadap tegangan pada sambungan tinggi, jadi sangat cocok dipergunakan
dalam konstruksi yang mengutamakan kerja sama antar profil, seperti konstruksi
“cofferdam”.
6. Bentuk Berbobot Kecil
a. Terdiri dari banyak variasi bentuk.
b. Cocok untuk pemakaian yang berulang-ulang dan penyediaan fasilitas perbaikan.
c. Gampang dalam pengerjaannya dan pengkutanya.
7. Bentuk Pipa
a. Daya tekan terhadap momen yang terjadi sangat efektif, dan sangat cocok dipergunakan
dalam konstruksi tembok penahan (tanpa jangkar)
b. Mempunyai banyak macam diameter dan tebal, sehingga leluasa memilih sesuai dengan
kebutuhan.
c. Relatif ringan bobotnya kalau dibandingkan dengan ketahanannya
d. Mudah dalam pelasanaan.
Pada pemasangannya biasanya menggunakan penyambung (connector), bentuk connector
yang dipakai menyesuaikan bentuk konstruksi yang akan dibuat.
Pengangkutan Lembar Pancang baja ( Steel Sheet Piles)
Perencanaan pengadaan material dalam proyek konstruksi tercemin dari penyusunan bar-
chart yang dibentuk berdasarkan net-work planning dari seluruh kegiatan proyek
konstruksi(Ervianto, 2004: 117). Salah satunya yaitu bagaimana proses pengangkutan
Lembar Pancang Baja (Steel Sheet Pile).
Mengangkut barang dengan kendaraan dan alat angkut: Kendaraan yang besar dipakai oleh
para pelaksana pekerjaan ialah truck, traktor, scraper, dan gerobak dorong (wheelbarrow)
(Sastraatmaja: 18).
Dalam Wikipedia: Jumlah berat yang diizinkan disingkat JBI adalah berat maksimum
kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui;
Jumlah berat yang dijinkan semakin besar kalau jumlah sumbu kendaraan semakin banyak.
Pada tabel berikut ditunjukkan JBI untuk jalan Kelas II dengan muatan sumbu terberat 10 ton
dan untuk jalan dengan muatan sumbu terberat 8 ton unuk berbagai konfigurasi sumbu
kendaraan.
Pengaturan posisi lembar pancang baja ( steel sheet pile).
Wedhanto (2007:26) mengatakan bahwa:
Untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan dan memudahkan penempatannya pada
posisi-posisi yang ditentukan, pemancangan sheet pile lebih mudah jika dilakukan
dalam bentuk satu panel rangkaian yang dibuat dari 6 sampai 10 lembar. Yang menjadi
kesukaran untuk merangkai sheet pile adalah pada awal penyambungan satu sheet pile
dengan satu sheet pile lainnya, lebih-lebih jika di lokasi proyek bertiup angin kencang.
Masalah ini dapat diatasi dengan penggunaan rangka kayu yang. Rangka berfungsi sebagai
petunjuk lokasi titik pemencangan dan dapat untuk menahan tiupan angin.
Pe mancangan Lembar Pancang Baja (Steel Sheet Pile)
Cara Pemancangan
Sheet pile merupakan lembaran baja pipih yang tidak mungkin ditancapkan satu demi satu
seperti pemancangan tiang pancang beton atau pipa. Untuk memudahkan pelaksanaan
pekerjaan dan memudahkan penempatannya pada posisi - posisi yang ditentukan,
pemancangan sheet pile lebih mudah jika dilakukan dalam bentuk satu panel rangkaian
yang dibuat dari 6 sampai 10 lembar (Wedhanto, 2007:26).
Setelah sheet pile yang akan dipancang dirangkai dan membentuk satu lembar panel sheet
pile, lembaran itu kemudian ditopang sementara. Bagian yang dipancang terlebih dahulu
adalah sheet pile yang letaknya paling tepi, yaitu sheet pile pertama dan terakhir pada
rangkaian itu. Hal ini bertujuan untuk menahan rayapan dari pile-pile lain yang telah
dirangkai. Pile-pile yang tersisa kemudian ditancapkan seluruhnya ke dalam tanah.
Hammer yang digunakan digantung pada bom crane, tetapi jika menggunakan
diesel atau single acting hammer harus menggunakan leaders; jika tidak menghendaki
penggunaan leaders dapat menggunakan double acting hammer. Jika lembaran sheet pile
telah tertancap, kendati sheet pile lainnya dicabut, penggunaan satu lembar sheet pile saja
telah cukup stabil untuk meneruskan pemancangan. Tetapi jika menghendaki hasil
pemasangan sheet pile yang benar-benar akurat, harus menggunakan hanging leaders bahkan
pile frame selama penumbukan tiang pancang, dan jika sheet pile yang ditancapkan harus
disambung-sambung, perlu digunakan beberapa buah frame pengarah untuk penahan
sementara selama pemancangan (Wedhanto, 2007:27).
Permasalahan Dalam Pemancangan
Wedhanto (2007:28) mengatakan bahwa permasalahan dalam pemancangan antara lain:
Saat perangkaian, antara sheet pile satu dan lainnya sering kali tidak bisa simetris, hal ini
menyebabkan miringnya sheet pile yang terpasang. Untuk mengatasi hal tersebut, hammer
diletakkan pada garis berat sheet pile, atau dengan mendorong ujung tiang pancang ke
posisi yang benar. Jika miringnya tiang pancang itu tetap tak dapat disempurnakan, maka
perlu menggunakan sheet pile khusus khusus berbentuk pasak. Risikonya pekerjaan menjadi
tertunda.
Pada saat dipancang ada kecenderungan tiang akan miring ke dalam, untuk pencegahannya
dapat digunakan pengatur jarak dan kayu penjepit tiang pancang (waling) seperti pada.
Jika pemancangan dilakukan pada tanah yang lunak seperti lempung, pemancangan selalu
menyebabkan tiang yang ada disebelahnya terseret ke bawah. Untuk mencegah hal
tersebut masing-masing tiang dibaut pada waling yang dipakai. Posisi tiang yang
miring dapat dikembalikan lagi dengan cara mendongkrak.
Jika ruang kerja sangat terbatas, dapat menggunakan tiang pancang yang pendek kemudian
penyembungannya dilakukan dengan las.
Jika pemancangan tiang dilakukan dibawah permukaan air, hammer masih dapat
digunakan.
Tiang pancang sering sekali rusak ketika dipancang, oleh karena itu kadang - kadang
tidak semua bagian tiang pancang yang dapat masuk ke dalam tanah, sehingga
permukaan tiang menjadi tidak rata. Jika diperlukan pemotongan, maka pemotongan
dilakukan 10 mm di bawah bagian yang rusak sehingga bagian yang ditinggalkan itu cukup
untuk penyambungan. Coakan masing-masing sheet pile harus dapat dihubungkan dengan
rapat untuk menghindari kebocoran air.
Alat pemancang steel sheet pile
Hammer adalah semacam pemukul besi raksasa untuk menancapkan tiang pancang ke tanah,
jenis hammer ada bermacam - macan yaitu: (1) Drop hammer, (2) Single acting hammer, (3)
Double acting hammer, (4) Hammer hidrolis, (5) Hammer vibrator, (6) Sheet pile hidrolis.
Pemancangan Steel sheet pile pada umumnya menggunakan hammer vibrator atau sering
disebut pile vibrator. Pemancangan dengan pile vibrator dapat mengurangi timbulnya suara
yang sangat bising. Apabila sepanjang lokasi proyek tidak mensyaratkan suasana tenang
misalnya seperti pada pusat pertokoan, perkantoran dan sebagainya, bising akibat
pemancangan tidak menimbulkan masalah, akan tetapi jika lokasi proyek
berdekatan dengan daerah yang membutuhkan ketenangan, seperti komplek pendidikan,
rumah sakit, kawasan hunian dan sejenisnya, bising merupakan masalah yang besar.
Berdasarkan pengalaman, penggunaan pile vibrator untuk pemancangan tiang tipe sheet pile
atau steel pile pada tanah berbutiran lepas tidak menimbulkan bising yang mengganggu
(Wedhanto, 2007: 8).
Studi Literatur Mengenai Pondasi Tiang Pancang (pile cap)
Pondasi Tiang Pancang (Pile Cap Foundation)
Dalam merencanakan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa macam tipe
pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas :
1. Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut.
2. Besarnya beban dan berat dari bangunan atas.
3. Kondisi tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.
4. Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.
Seperti yang kita ketahui bahwa tipe pondasi cukup banyak macamnya, dan tergantung dari
fungsi serta kegunaannya. Salah satu di antara tipe pondasi yang dapat digunakan adalah
pondasi tiang pancang. Konstruksi pondasi tersebut bisa terbuat dari kayu, baja, atau beton
yang berfungsi untuk meneruskan beban- beban dari struktur bangunan atas ke lapisan tanah
pendukung (bearing layers) dibawahnya pada kedalaman tertentu
Mengapa harus Pondasi Tiang Pancang ?
Tiang pancang saat ini banyak digunakan di Indonesia sebagai pondasi bangunan, seperti
jembatan, gedung bertingkat, pabrik atau gedung-gedung industri, menara, dermaga,
bangunan mesin-mesin berat, dll. Dimana semuanya merupakan konstruksi-konstruksi yang
memiliki dan menerima beban yang relatif berat. Penggunaan tiang pancang untuk konstruksi
biasanya bertitik tolak pada beberapa hal mendasar seperti anggapan adanya beban yang
besar sehingga pondasi langsung jelas tidak dapat digunakan, kemudian jenis tanah pada
lokasi yang bersangkutan relatif lunak (lembek) sehingga pondasi langsung tidak ekonomis
lagi untuk dipergunakan.
Dikarenakan begitu pentingnya peranan dari pondasi tiang pancang tersebut, maka jika
pembuatannya dibandingkan dengan pembuatan pondasi lain, pondasi tiang pancang ini
mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut :
1. Biaya pembuatannya kemungkinan besar (dengan melihat letak lokasi dan lainnya),
lebih murah bila dikonversikan dengan kekuatan yang dapat dihasilkan.
2. Pelaksanaannya lebih mudah.
3. Di Indonesia, peralatan yang digunakan tidak sulit untuk didapatkan.
4. Para pekerja di Indonesia sudah cukup terampil untuk melaksanakan bangunan yang
mempergunakan pondasi tiang pancang.
5. Waktu pelaksanaannya relatif lebih cepat.
Secara umum pemakaian pondasi tiang pancang dipergunakan apabila tanah dasar dibawah
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk
memikul berat bangunan dan beban diatasnya, dan juga bila letak tanah keras yang memiliki
daya dukung yang cukup untuk memikul berat dari beban bangunan diatasnya terletak pada
posisi yang sangat dalam. Dari alasan itulah maka dalam mendesain Pondasi tiang pancang
mutlak diperlukan informasi mengenai :
1. Data tanah dimana bangunan akan didirikan.
2. Daya dukung dari tiang pancang itu sendiri (baik single pile ataupun group pile).
3. Analisa negative skin friction (karena mengakibatkan beban tambahan).
Gaya geser negatif (negative skin friction) adalah suatu gaya
yang bekerja pada sisi tiang pancang dimana gaya tersebut justru bekerja kearah bawah
sehingga malah memberikan penambahan beban secara vertikal selain beban luar yang
bekerja. Negative skin friction berbeda dengan Positif skin friction, karena positif skin friction
justru membantu memberikan gaya dukung pada tiang dalam melawan beban luar/vertikal
yang bekerja dengan cara memberikan perlawanan geser disisi-sisi tiang, dengan arah kerja
yang berlawanan dari arah gaya luar yang bekerja ataupun gaya dari negative skin friction
tersebut.
Negatif skin friction terjadi ketika lapisan tanah yang diperkirakan mengalami penurunan
yang cukup besar akibat proses konsolidasi, dimana akibat proses konsolidasi ini, tiang
mengalami gaya geser dorong kearah bawah yang bekerja pada sisi sisi tiang (karena
terbebani). keadaan ini disebut sebagai keadaan dimana tiang mengalami gaya geser negatif
(negative skin friction). Nah....jika jumlah gaya gaya sebagai akibat dari beban luar dan gaya
geser negatif ini melebihi gaya dukung tanah yang diizinkan, maka akan terjadilah penurunan
tiang yang disertai dengan penurunan tanah disekitarnya.
Keadaan ini bisa terjadi karena tanahnya yang lembek, pemancangan pondasi pada daerah
timbunan baru, atau akibat penurunan air tanah pada tanah yang lembek, dimana kondisi
tersebut memungkinkan terjadinya penurunan atau konsolidasi tanah yang cukup besar.
Pondasi tiang pancang hendaknya direncanakan sedemikian rupa sehingga gaya luar yang
bekerja pada kepala tiang tidak melebihi gaya dukung tiang yang diizinkan. Adapun yang
dimaksud dengan gaya dukung tiang yang diizinkan adalah meliputi aspek gaya dukung tanah
yang diizinkan, tegangan pada bahan tiang perpindahan kepala tiang yang diizinkan, dan
gaya- gaya lain (seperti perbedaan tekanan tanah aktif dan pasif).
Perhitungan serta pengevaluasian tersebut tidak saja dilaksanakan terhadap tiang secara
individu (single pile) tetapi juga harus dilaksanakan terhadap tiang-tiang dalam kelompok
(group pile). Umumnya pondasi tiang pancang dapat ditinjau dari :
1. Jenis / bahan yang digunakan, meliputi : kayu, baja, beton, atau komposit (perpaduan
dari beberapa bahan).
2. Cara Penyaluran Beban.
Berdasarkan cara penyaluran beban dapat dibedakan atas :
a. Tumpuan Ujung (End Bearing Pile) :
Penyaluran beban dimana sebagian besar daya dukungnya adalah akibat
dari perlawanan tanah keras pada ujung tiang. Tiang yang dimasukan
sampai lapisan tanah keras, secara teoritis dianggap bahwa seluruh beban
tiang dipindahkan kelapisan keras melalui ujung tiang.
Anggapan tanah keras yang dimaksudkan disini sebetulnya relatif dan
tergantung dari beberapa faktor, antara lain seperti besar beban yang harus
dipikul oleh tiang. Sehingga bisa saja ada anggapan asalkan pada posisi
dimana daya dukung tanahnya sudah mumpuni untuk mengimbangi
besarnya beban yang dipikul tiang, maka disitu diasumsikan letak tanah
keras berada. Anggapan ini tidak salah tapi juga tidak betul, namun
supaya tidak terjadi perbedaan yang tajam dalam perspektif anggapan,
maka untuk dianggap sebagai lapisan tanah pendukung yang baik, dapat digunakan ketentuan
sebagai berikut :
1. Lapisan non kohesif (pasir, kerikil) mempunyai harga standard penetration test (SPT),
N > 35.
2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan bebas (Unconfined compression
strength) qu antara 3 s/d 4 kg/cm2 atau N > 15 s/d 20.
Dari hasil sondir dapat dipakai kira- kira harga perlawanan konis S ≥ 150 kg/cm2 untuk
lapisan non kohesif, dan S ≥ 70 kg/cm2 untuk lapisan kohesif.
b. Tumpuan Geser/Sisi (Friction Pile)
Penyaluran beban dimana sebagian besar daya dukungnya adalah akibat dari
gesekan antara tanah dengan sisi- sisi tiang pancang, atau dengan kata lain
kemampuan tiang pancang dalam menahan beban hanya mengandalkan gaya
geseran antara tiang dengan tanah disekelilingnya. Hal ini bisa terjadi karena
pada dasarnya kenyataan dilapangan mengenai data kondisi tanah tidak bisa
diprediksi, sehingga sering kita menjumpai suatu keadaan dimana lapisan
yang memenuhi syarat sebagai lapisan pendukung yang baik ditemui pada
kedalaman yang dalam, sehingga untuk mendapatkan tumpuan ujungnya kita
perlu merogoh kocek lebih dalam dikarenakan biayanya sangat mahal.
Pada kenyataan seperti ini praktis daya dukung yang didapat adalah dari gesekan antara sisi
tiang dengan tanah disekelilingnya namun bukan berarti perlawanan diujungnya kita anggap
melempem atau tidak ada, tapi pada kenyataannya tumpuan diujung ini juga memiliki andil
dalam memberikan sumbangan daya dukung walaupun itu kecil.
Perbedaan dari kedua jenis tiang pancang ini, semata-mata hanya dari segi kemudahan,
karena pada umumnya tiang pancang berfungsi sebagai kombinasi antara friction pile
(tumpuan sisi) dan end bearing pile (tumpuan ujung). Kecuali tiang pancang yang menembus
tanah yang sangat lembek sampai lapisan tanah dasar yang padat.
Berikut ini adalah beberapa contoh rangkaian pekerjaan pondasi tiang pancang di lapangan :
Gambar 1. Tampak Kepala Tiang Pancang Sebelum Dipecah
Gambar 2. Pemecahan Kepala Tiang Pancang
Gambar 3.Penyusunan Bata Hebel (sebagai pengganti bekisting), untuk Poer Pondasi
Gambar 4. Perakitan Tulangan Untuk Poer Pondasi
Gambar 5. Perakitan Tulangan Untuk Sloof ke Poer Pondasi
Gambar 6. Pondasi yang Telah di Cor Beton
Gambar 7. Tulangan Sisa dari Pondasi Untuk Disambung ke Kolom
BAB V
ANALISA
Berdasarkan hasil studi observasi dan studi literatur yang telah dilakukan, dapat
dilakukan analisa terhadap objek studi ini melalui perbandingan antara keadaan dilapangan
dengan teori yang seharusnya dilakukan.
Penggunaan pondasi tiang pancang(pile cap)
Berdasarkan hasil observasi, bangunan ini menggunakan pondasi tiang pancang
sebagai pondasinya. Hal itu dikarenakan lokasi bangunan ini tidak terlalu padat dengan
permukiman penduduk. Tanah di sebelah kirinya masih merupakan tanah kosong.
Alasan lainnya digunakan pondasi tiang pancang adalah fungsi bangunan yang
menyebabkan beban bangunan menjadi cukup besar. Bangunan ini berfungsi sebagai kantor
dimana berisi furniture-furniture kantor yang cukup berat. Penggunaan pondasi tiang pancang
juga dikarenakan daya dukung tanah yang kurang. Berdasarkan hasil data sondir, pada
kedalaman 13m, baru menemukan pasir yang padat. Oleh karena itu diputuskan
menggunakan pondasi tiang pancang.
Berdasarkan hasil studi literatur, pondasi tiang pancang adalah alternatif pondasi yang
dapat dipilih dalam pembuatan bangunan bertingkat. Pondasi tiang pancang ini termasuk ke
dalam pondasi dalam yang kuat dan cocok untuk bangunan bertingkat tinggi. Pondasi tiang
pancang ini cukup mudah dan cepat dalam pelaksanaanya. Tetapi pondasi tiang pancang
memiliki kelemahan, yaitu gangguan terhadap lingkungan sekitar yang bisa disebabkan suara
Tanah kosong di sebelah site
bising dan getaran yang sangat keras. Oleh karena itu, sebaiknya pondasi tiang pancang
digunakan pada bangunan yang berlokasi di daerah yang tidak terlalu padat agar tidak
mengganggu lingkungan sekitar saat pelaksanaannya.
Secara umum pemakaian pondasi tiang pancang
dipergunakan apabila tanah dasar dibawah bangunan
tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing
capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan
dan beban diatasnya, dan juga bila letak tanah keras
yang memiliki daya dukung yang cukup untuk memikul
berat dari beban bangunan diatasnya terletak pada posisi
yang sangat dalam. Jadi, penggunaan tiang pancang bisa
mendapatkan skin friction yang membantu memperkuat
pondasi. Jika dipergunakan pondasi bored pile, maka
tidak akan mendapat skin friction dikarenakan diselimuti
oleh casing pipa baja.
Dari perbandingan yang dilakukan antara hasil observasi di lapangan dengan studi
literatur, ternyata memiliki beberapa kesamaan antara keduanya. Latar belakang dipilihnya
jenis pondasi tiang pancang pada proyek ini sudah cukup sesuai dengan teori. Kesesuaian itu
antara lain, tidak menggangu lingkungan sekitar dikarenakan tidak terlalu dekat dengan
permukiman, keadaan tanah proyek yang cukup lunak, dan beban bangunan yang cukup
besar. Dari masalah yang dimiliki objek bangunan ini, maka memang cukup cocok jika
digunakan pondasi tiang pancang. Sehinga dapat dilihat bahwa dalam pemilihan jenis
pondasi, proyek ini sudah sesuai dengan teori. Tetapi kami masih ragu mengenai tingkat
kebisingan dan getaran yang dihasilkan oleh pemancangan tiang pancang. Menurut kami,
tingkat kebisingan dan getaran itu masih cukup terasa ke permukiman terdekat.
Penggunaan sheet pile sebagai perkuatan dinding basement
Proyek ini menggunakan metode sheet pile sebagai perkuatan dinding pada bagian
basement. Cara ini digunakan pada proyek ini dikarenakan cukup mudah, efisien, dan efektif
dalam pelaksanaannya di lapangan. Dengan penggunaan sheet pile, memungkinkan
pembangunan dalam dilakukan dengan lebih cepat. Dengan lebih cepatnya proses
pembangunan, maka cost untuk membayar upah tukang pun juga bisa diminimalisir.
Berdasarkan hasil studi literatur, sheet pile merupakan salah satu metode terbaru
untuk memperkuat dinding penahan tanah selain shoulder pile. Sheet pile adalah lembaran-
lembaran baja pilih yang banyak digunakan untuk pengaman pada waktu penggalian tanah.
Pada proyek yang membutuhkan penggalian tanah dengan volume yang besar, penggunaan
sheet pile dipandang lebih praktis dan ekonomis, sebab setelah pekerjaan tanah selesai, sheet
pile dapat dicabut dan digunakan di tempat lain. Tetapi sebenarnya dalam pemasangan sheet
pile juga memiliki beberapa kendala yang cukup berarti jika tidak dilakukan secara benar.
Saat perangkaian, antara sheet pile satu dan lainnya sering kali tidak bisa simetris, hal
ini menyebabkan miringnya sheet pile yang terpasang. Untuk mengatasi hal tersebut,
hammer diletakkan pada garis berat sheet pile, atau dengan mendorong ujung tiang
pancang ke posisi yang benar. Jika miringnya tiang pancang itu tetap tak dapat
disempurnakan, maka perlu menggunakan sheet pile khusus khusus berbentuk pasak.
Risikonya pekerjaan menjadi tertunda.
Pada saat dipancang ada kecenderungan tiang akan miring ke dalam, untuk
pencegahannya dapat digunakan pengatur jarak dan kayu penjepit tiang pancang
(waling) seperti pada.
Jika pemancangan dilakukan pada tanah yang lunak seperti lempung, pemancangan
selalu menyebabkan tiang yang ada disebelahnya terseret ke bawah. Untuk
Dinding sheet pile yang telah dilapis
mencegah hal tersebut masing-masing tiang dibaut pada waling yang dipakai.
Posisi tiang yang miring dapat dikembalikan lagi dengan cara mendongkrak.
Berdasarkan perbandingan antara hasil observasi dan studi literatur, dapat dilihat
bahwa proyek ini memutuskan untuk menggunakan sheet pile sebagai perkuatan dinding
basement dikarenakan cara pemasangannya yang mudah dan efisien dari segi waktu dan
biaya. Jika dibandingkan dengan jenis perkuatan dinding basement lain yaitu shoulder pile,
sheet pile jauh lebih efisien dari segi waktu karena tidak perlu melakukan pengecoran. Jadi,
menurut kami, proyek ini memilih perkuatan dinding basement yang cukup tepat.
Bergesernya tanah tetangga atau tanah disekitar proyek
Bergesernya tanah tetangga dapat terjadi disebabkan oleh sipil tidak memperhatikan
kondisi tanah yang tidak memiliki gaya dukung penahan yang cukup. Faktor lain yang
mengakibatkan pergeseran dikarenakan kesalahan pada pemasangan sheet pile sebagai
dinding penahan tanah. Ternyata, baja penahan di sheet pile tidak dipasang. Pergeseran tanah
tetangga tersebut berakibat pada bangunan tetangga yang retak. Untuk mencegah hal ini
terjadi maka harus diberi baja penahan di sheet pile, apabila pondasi gedung telah terpasang
maka otomatis akan mampu menahan tanah tetangga. Baja ini berfungsi sebagai penguat
sheet pile agar mampu mendukung dalam melawan tekanan dari tanah.
Berdasarkan studi literatur, memang sebenarnya ada banyak risiko dalam pembuatan
struktur dan konstruksi bawah bangunan. Salah satu contohnya adalah Pergerakan tanah
akibat galian tanah yang dapat mempengaruhi bangunan sekitar. Untuk mengatasi hal itu,
penyikapan yang disarankan melalui studi literatur adalah sebagai berikut:
Mendapatkan data yang komprehensif mengenai jenis tanah, muka air tanah, jarak
dengan bangunan sekitar, jenis pondasi bangunan sekitar, data hujan, as built drawing
bangunan eksisting atau utilitas yang ada.
Melakukan penyelidikan tanah sendiri sebagai referensi tambahan hasil dugaan
sementara atas data hasil penyelidikan tanah yang sudah ada. Hal ini untuk meningkatkan
keyakinan atas kondisi tanah yang ada
Menghitung efek galian terhadap pergerakan tanah yang dapat mempengaruhi
bangunan sekitar
Dari perbandingan antara hasil observasi dengan studi literatur, dapat dilihat beberapa
perbedaan. Kesalahan terjadi di lapangan dan tidak sesuai dengan teori yang seharusnya.
Pada pelaksanaan di lapangan, sepertinya pelaksanaan proyek ini kurang disiapkan secara
matang sehingga masih ada terjadi kesalahan-kesalahan yang cukup fatal. Perhitungan yang
dilakukan oleh sipil masih ada kesalahan yang menyebabkan bergesernya tanah tetangga.
Padahal menurut teori, seharusnya suatu proyek harus dipersiapkan secara matang pada
semua aspeknya agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan. Semua risiko yang mungkin
terjadi, harus dapat dengan segera diperkirakan dan diantisipasi.
Lalu, kesalahan pemasangan sheet pile juga mengindikasikan persiapan yang kurang.
Seharusnya kesalahan pemasangan itu tidak boleh terjadi. Sebaiknya dari awal sudah diberi
perkuatan baja pada sheet pile jika sudah diketahui keadaan tanah sekitar melalui tes.
Terjadinya kebocoran air
Kebocoran yang terjadi pada proyek ini disebabkan oleh proses waterproofing yang
kurang dilaksanakan dengan baik. Proses waterproofing pada dinding basement pada
waterproofing, kemungkinan dilakukan dengan tidak cukup merata. Kemungkinan lain
disebabkan oleh pemilihan tipe waterproofing yang kurang tepat, misalnya menggunakan
produk dari Jerman dimana karakteristik air di Indonesia dengan di Jerman berbeda cukup
jauh. Hal ini bisa juga disebabkan interconnected pada sheet pile kurang diberikan sealant
sehingga kurang kedap air dan bisa mengakibatkan kebocoran.
Berdasarkan studi literatur, kebocoran air juga merupakan salah satu dari risiko yang
bisa terjadi pada pekerjaan bagian ‘kaki’ bangunan. Perlakuan yang disarankan untuk
mengatasi kebocoran adalah dengan
menggunakan tipe waterproofing yang tepat.
Kota Jakarta merupakan kota dengan
intensitas hujan cukup tinggi. Hal itu
menyebabkan kadar air pada tanah menjadi
cukup tinggi. Oleh karena itu harus
diperhatikan dengan cukup baik mengenai
waterproofing pada bagian bawah bangunan agar tidak terjadi kebocoran.
Berdasarkan perbandingan antara realita dengan studi literatur, dapat dilihat bahwa
proses waterproofing pada proyek ini kurang diperhatikan dengan baik, sehingga bisa terjadi
kebocoran air. Seharusnya proses waterproofing juga menjadi salah satu faktor yang harus
sangat diperhatikan dalam pelaksanaannya. Setiap joint pada bagian ‘kaki’ bangunan
haruslah diberikan waterproofing yang benar dan tepat agar tidak terjadi kebocoran.
Contohnya joint antara sambungan tiang pancang, sambungan antar sheet pile, dll.
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa yang dilakukan dari membandingkan hasil observasi objek di
lapangan dengan studi literatur, dapat ditemukan beberapa hal yang positif dan negatif dari
proyek ini, yang dapat dijadikan kesimpulan.
Hal positif dari proyek ini adalah dalam penentuan jenis pondasi dan struktur
basement. Pemilihan pondasi dan struktur basement dapat dikatakan tepat dikarenakan sudah
sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan jenis pondasi, yaitu fungsi
bangunan, beban bangunan, keadaan lingkungan sekitar, keadaan tanah, dan biaya yang
dibutuhkan. Semuanya sudah dilakukan pertimbangan yang cukup baik dan masuk akal
dalam penentuan jenis pondasi. Penentuan penggunaan sheet pile juga cukup tepat
dikarenakan hanya digunakan pada bangunan yang bersebelahan dengan tetangga, sedangkan
pada tanah kosong tidak diperlukan.
Hal negatif dari proyek ini adalah, kurangnya persiapan mereka dalam mengatasi
risiko-risiko di lapangan. Mereka kurang memperhatikan hal-hal yang mungkin terjadi di
lapangan. Salah satu contohnya adalah kurangnya persiapan mereka untuk mengatasi
bergesernya tanah tetangga dan kebocoran air. Kemudian cara kerja dan pemasangan yang
mereka lakukan juga kurang baik. Hal itu ditandai oleh kebocoran yang disebabkan
penentuan dan proses waterproofing yang tidak baik. Kemudian pemasangan sheet pile pun
juga kurang kokoh yang mengakibatkan bergesernya tanah tetangga.
Jadi, itulah yang dapat disimpulkan dari hasil observasi terhadap objek studi ini.
Ternyata objek studi ini masih mempunyai beberapa kelemahan yang bisa mengakibatkan
kerugian bagi keberlangsungan proyek ini sendiri, maupun bagi lingkungan sekitar.