Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Kata Bersufiks –in dalam Pembentukan Klausa Bahasa Indonesia Ragam Nonformal pada Novel Babi Ngesot Datang Tak Dijemput, Pulang Tak
Diantar Karya Raditya Dika
Siti Fatimah dan Niken Pramanik
Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok,
Jawa Barat 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas kata bersufiks –in dalam pembentukan sebuah klausa bahasa Indonesia ragam nonformal pada novel Babi Ngesot Datang Tak Dijemput, Pulang Tak Diantar Karya Raditya Dika. Tujuan penelitian ini adalah menjabarkan fungsi kata bersufiks-in dan pola klausa yang terdapat kata bersufiks –in. Data yang diteliti adalah klausa yang mengandung kata bersufiks –in. Data yang diteliti adalah klausa yang mengandung kata bersufiks –in di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kata bersufiks –in dalam sebuah klausa dapat berfungsi sebagai predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Words with –in Suffixation in The Formation of Nonformal Style of Indonesian Clauses
in The Novel Babi Ngesot Datang Tak Dijemput, Pulang Tak Berkutang by Raditya Dika
Abstract This study discusses the words suffixed -in the formation of a variety of non-formal Indonesian clause in the formation of nonformal style of Indonesian clausa in The Novel Babi Ngesot Datang Tak Dijemput, Pulang Tak Berkutang by Raditya Dika. The purpose of this study is to describe the functions of words suffixed -in and pattern clause -in which there is said -in suffixed. The data examined are clauses that contain the words -in suffix -in it. Results showed that -in suffixed words in a clause can serve as a predicate, objects, and description(complement).
Keywords: The word suffixed –in ; function ; pattern clause –in
Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa memiliki fungsi sebagai alat untuk berkomunikasi.
Dengan bahasa, setiap manusia dapat bertukar pikiran, dan mengadakan kerja sama dengan
mudah. Bahasa bersifat dinamis karena bahasa selalu berkembang mengikuti perkembangan
zaman. Hal itu menimbulkan tumbuhnya berbagai variasi bahasa. Kridalaksana (2009:2)
menyebutkan dalam keadaannya sekarang ini, bahasa Indonesia menumbuhkan varian-varian,
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
yaitu varian menurut pemakai yang disebut dialek dan varian menurut pemakaian yang
disebut ragam bahasa. Setiap ragam bahasa memiliki tujuan yang berbeda-beda.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki jumlah yang tidak terbatas. Ragam bahasa
itu dibagi-bagi atas dasar pokok pembicaraan, medium pembicaraan, dan hubungan
antarpembicara. Kridalaksana (2008:3) menyatakan ragam bahasa menurut pokok
pembicaraan dibedakan menjadi lima ragam, yaitu ragam undang-undang, ragam jurnalistik,
ragam ilmiah, ragam jabatan, ragam sastra. Ragam bahasa menurut medium pembicaraan
dibedakan menjadi dua, yaitu ragam lisan dan ragam tulisan. Ragam lisan dibagi menjadi
empat ragam, yaitu ragam percakapan, ragam pidato, ragam kuliah, ragam panggung, dan
sebagainya. Ragam tulisan dibagi menjadi empat ragam, yaitu ragam teknis, ragam undang-
undang, ragam catatan, ragam surat-menyurat, dan sebagainya.
Dalam setiap bahasa, terdapat ragam bahasa formal dan nonformal. Demikian pula pada
bahasa Indonesia terdapat ragam bahasa Indonesia formal dan ragam bahasa Indonesia
nonformal. Perbedaan kedua ragam bahasa tersebut terletak pada kategori gramatikal yang
terdapat di dalamnya, yaitu kata, frase, klausa, dan kalimat.
Kridalaksana (2009:35) menjabarkan bahwa dalam ragam nonformal bahasa Indonesia
terdapat kata-kata seperti kenapa, situ, deh, bilang, dong, kasih, nggak, gini, sih, ini hari, kok.
Kridalaksana (2009:29) menjabarkan afiks-afiks yang terdapat dalam ragam nonformal
bahasa Indonesia adalah simulfiks N- (ngobrol, ngopi, dan lain-lain), prefiks ke- (ketawa,
ketemu, dan lain-lain), sufiks –an (bawaan, cucian, dan lain-lain), kombinasi afiks N—in
(ngebantuin, ngerasain, dan lain-lain), dan sufiks –in (tolongin, bawain, dan lain-lain).
Saat ini, penggunaan sufiks –in sudah terdapat di berbagai ragam tulis, seperti majalah-
majalah remaja, teenlit, dan novel komedi. Penggunaan sufiks –in dalam bahasa Indonesia
nonformal dipengaruhi oleh penggunaan bahasa Indonesia yang digunakan oleh para
pendatang yang bermukim di Jakarta. Kridalaksana (2008:29) menyatakan bahwa sufiks –in
merupakan salah satu sufiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar, seperti bantuin,
jagain, lupain, dan lain-lain. Selain itu, Kridalaksana (2009:50) juga menjabarkan bahwa
sufiks –in hanya dipakai dalam ragam nonformal.
Kata dalam proses pembentukannya dapat terdiri atas kata dasar atau kata dasar dan afiks.
Afiks-afiks tersebut Kridalaksana (2009:29) menyatakan salah satu afiks yang terdapat dalam
ragam nonformal bahasa Indonesia adalah sufiks –in. Pada majalah remaja, teenlit, dan novel
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
komedi terdapat penggunaan sufiks –in di dalamnya. Pada saat ini, penggunaan sufiks –in
lebih banyak ditemukan di dalam novel komedi dibandingkan di majalah. Hal itu disebabkan
penggunaan bahasa di dalam novel komedi adalah bahasa Indonesia nonformal. Novel
komedi yang dijadikan data dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Babi Ngesot
Datang Tak Diundang karya Raditya Dika.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola klausa yang di dalamnya
mengandung kata bersufiks -in dan fungsi apa saja yang dimiliki oleh kata bersufiks –in di
dalam sebuah klausa. Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah
menjabarkan fungsi sintaktis apa saja yang dimiliki kata bersufiks –in di dalam sebuah klausa
dan menjabarkan pola klausa yang mengandung kata bersufiks –in di dalamnya.
Landasan Teori
Untuk memudahkan pemahaman dalam penelitian ini, penulis menjabarkan beberapa hal dan
teori yang terkait dengan penelitian ini. Hal-hal dan teori yang dibahas dalam penelitian ini,
yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal dan bahasa Indonesia ragam formal, sufiks –in,
frase, klausa dan pola klausa, dan fungsi sintaksis.
Bahasa Indonesia ragam nonformal cenderung menggunakan unsur-unsur khas dialek Jakarta.
Dalam dialek Jakarta, ciri yang paling khas dalam hal pembentukan kata adalah penggantian
awalan meng- bahasa Indonesia dengan menghilangkan afiks me- nasal, seperti ngambil
‘mengambil’, ngusir ‘mengusir’, nusuk ‘menusuk’. Selain itu, terdapat juga akhiran –in dalam
kata kerja seperti ngedatengin ‘mendatangi’, ngikutin ‘mengikuti’, ngebawain ‘membawakan’
(Muhadjir, 2000:61).
Kridalaksana (1989:4) menyatakan bahasa formal tidak dapat dipakai untuk segala keperluan,
melainkan hanya untuk komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan di depan umum, dan
pembicaraan dengan orang yang dihormati. Di luar pemakaian itu, digunakan bahasa
nonformal. Di dalam bahasa nonformal terdapat unsur-unsur yang menandainya seperti
penggunaan kata-kata kenapa, situ, deh, bilang, dong, kasih, nggak, gini, sih, ini hari, kok.
Bahasa Indonesia tidak dapat dipandang sebagai sistem yang tunggal, melainkan suatu
diasistem, yaitu jaringan beberapa sistem yang berdampingan dan yang saling mempengaruhi.
Sneddon (2006:30) menyatakan bahwa sufiks –in berasal dari bahasa Bali yang sekarang
penggunaannya dipakai dalam bahasa Melayu Jakarta. Sneddon (2006) tidak menjabarkan
lebih lanjut bagaimana penyebaran sufiks –in tersebut, yang menurutnya berasal dari bahasa
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
Bali hingga penggunaannya berkembang dalam bahasa Melayu di Jakarta. Pada bahasa
nonformal, kata bersufiks –in terjadi pada verba transitif yang memiliki fungsi sama dengan
sufiks –kan dan sufiks –i pada bahasa formal bahasa Indonesia. Sufiks –in merupakan
gabungan dua fungsi sufiks yang berasal dari ragam bahasa formal. Sufiks –in ini berfungsi
sebagai kata kerja yang berbentuk benefaktif dan kausatif. Untuk beberapa arti terdapat
perbedaan antara verba pada bahasa formal dan bahasa nonformal, dengan verba yang sama
tetapi sufiks berbeda. Sneddon (2006) menyatakan pada bahasa formal terdapat kata letakkan.
Bentuk itu tidak ada pada bahasa nonformal sebagai letakin. Sufiks –in tidak terjadi pada
bentuk dasar letak.
Kridalaksana (2008:50&58) menjabarkan contoh kata bersufiks –in dengan bentuk dasar yang
berbeda-beda, yaitu verba, nomina, ajektiva, numeralia, adverbia, interogativa, dan
demonstrativa. Semua bentuk dasar itu berubah menjadi berkategori verba setelah dibubuhi
sufiks –in. Pada bagian akhir penjabaran, Kridalaksana menyatakan (2008:51) bahwa makna
afiks –in dalam ragam nonformal berpadanan dengan makna –i atau –kan dalam ragam
formal. Kridalaksana (2008:58) menjabarkan bahwa kombinasi sufiks N—in juga berfungsi
untuk membentuk sebuah kata verba. Di dalam contoh yang diberikan, kata bersufiks –in
terletak di bagian awal dan tengah kalimat. Kategori yang menjadi bentuk dasar kombinasi
sufiks N—in ini adalah nomina, verba, ajektiva, dan interogativa.
Menurut Kridalaksana (2008:144), frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata
dengan kata yang bersifat nonpredikatif. Jika dilihat dari hubungan antara kata yang satu
dengan kata yang lainnya dalam suatu konstruksi, maka frase dibagi dua, yaitu frase
eksosentris dan frase endosentris.
Frase eksosentris adalah frase yang sebagian atau seluruhnya tidak mempunyai perilaku
sintaktis yang sama dengan komponen-komponennya. Frase ini mempunyai dua komponen.
Pertama disebut sebagai perangkai, seperti si, para, kaum, yang. Kedua disebut sebagai
sumbu, berupa kata atau kelompok kata. Frase eksosentris dibagi menjadi dua, yaitu frase
eksosentris direktif dan frase eksosentris nondirektif.
Frase endosentris adalah frase yang secara keseluruhan mempunyai perilaku sintaktis yang
sama dengan salah satu komponennya. Penandaan kategori induk yang menentukan kategori
frase sama dengan penandaan kategori kata. Secara garis besar frase endosentris dibagi
menjadi dua, yaitu frase endosentris berinduk satu dan frase endosentris koordinatif (setara).
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
Harimurti (1999:172) menyatakan bahwa klausa memiliki pengertian sebagai satuan
gramatikal yang berupa gabungan kata yang sekurang-sekurangnya terdiri dari subjek dan
predikat yang mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Klausa yang berpotensi menjadi
kalimat terbagi atas dua jenis, yaitu klausa lengkap dan klausa tak lengkap. Klausa lengkap
adalah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat mandiri dan tak mandiri,
sedangkan klausa tak lengkap adalah klausa yang memiliki potensi menjadi kalimat tak
mandiri.
Berdasarkan intinya, Harimurti (2008:172) membagi klausa menjadi dua, yaitu klausa verbal
dan klausa nonverbal. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya sebuah verba, sedangkan
klausa nonverbal adalah klausa yang predikatnya bukan verba.
Harimurti (2008:174) menyatakan bahwa pola klausa ditentukan oleh fungsi dan kelas
komponen-komponen yang membentuk klausa tersebut. Harimurti (2008:174) membagi pola
klausa menjadi 11 pola, penulis membagi pola tersebut menjadi tiga kelompok besar, yaitu
1. Kl. tr S + P: V.tr + O + Pel + Ket
Klausa transitif ialah klausa yang verbanya mempunyai sasaran dan memiliki obyek. Klausa
transitif ini dibedakan atas klausa aktif, dan klausa anti pasif.
2. Kl. V intr S + P : Vintr + Pel + Ket
Klausa intransitif adalah klausa yang verbanya tidak mempunyai sasaran dan tidak memiliki
obyek. Klausa intransitif ini dibedakan atas klausa pasif, klausa resiprokal, klausa anti-aktif,
klausa ekuatif, klausa kopulatif, klausa refleksif.
3. Kl. nonverbal S + P + Ket
Klausa nonverbal adalah klausa yang predikatnya frase preposisional, nomina, ajektiva,
adverbia, pronomina, atau numeralia.
Kridalaksana (1999:129) menyatakan fungsi adalah hubungan saling ketergantungan antara
unsur-unsur dari suatu perangkat, perangkat itu merupakan keutuhan dan membentuk sebuah
struktur. Sintaktis merupakan sebuah struktur dengan leksem yang telah berkategori
(berkelas) sebagai unsur. Sintaksis suatu bahasa mempunyai unsur-unsur yang terorganisasi
secara hierarkis. Dapat disimpulkan, fungsi sintaktis adalah hubungan saling ketergantungan
antara unsur-unsur yang berhubungan secara fungsional yang terorganisasi secara hierarkis.
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
Para ahli seperti Kridalaksana (1999), Alwi, Hasan dkk (2008), Keraf (1991), dan Chaer
(1998) menyatakan bahwa fungsi sintaktis itu harus memiliki komponen subjek dan predikat.
Kridalaksana (1999) dan Alwi, Hasan dkk (2008) menyatakan bahwa komponen fungsi objek,
pelengkap, dan keterangan merupakan fungsi yang tidak selalu harus ada. Keraf (1991) dan
Chaer (1998) tidak memasukan fungsi pelengkap dalam fungsi sintaktis, mereka hanya
memasukkan objek dan keterangan sebagai unsur pelengkap dalam fungsi sintaktis.
Penjabaran fungsi sintaktis dari para ahli akan dijabarkan di bawah ini.
Kridalaksana: : S + P + (O) + (Pel) + (Ket)
Alwi, Hasan. dkk : S + P + (O) + (Pel) + (Ket)
Keraf : S + P + (O) + (Ket)
Chaer : S + P + (O ) + (Ket)
Di dalam penjabaran mengenai fungsi sintaktis itu terlihat subjek dan predikat menjadi unsur
yang harus ada. Di sisi lain, terdapat fungsi sintaktis, yaitu objek, pelengkap, dan keterangan
yang ditulis di antara tanda kurung itu menandakan fungsi itu tidak selalu harus hadir dan
keterangan dapat lebih dari satu. Alwi, Hasan dkk (2008:322) menjabarkan kehadiran unsur
yang lain banyak ditentukan oleh predikat. Di sisi lain, Chaer (1998:328) juga menyatakan
hal yang sama, yaitu ada atau tidak adanya objek di dalam sebuah kalimat tergantung pada
jenis kata yang menjadi predikat. Keraf (1991:181) menyatakan sebenarnya klausa termasuk
frasa, hanya konstituennya minimal menduduki fungsi subjek dan predikat. Penjabaran di atas
menunjukkan bahwa dalam pola fungsi sintaktis para ahli memiliki pendapat yang sama, yaitu
mengharuskan kehadiran fungsi subjek dan predikat.
Pola fungsi sintaktis dapat membentuk sebuah klausa dan kalimat. Hal itu juga dijabarkan
oleh para ahli bahwa perbedaan klausa dan kalimat pada penulisannya saja. Keempat ahli
tersebut juga menjabarkan klausa dan kalimat memiliki unsur yang sama, yaitu subjek dan
predikat dengan atau tanpa objek, pelengkap, dan keterangan. Perbedaan di antara klausa dan
kalimat adalah unsur intonasi dan tanda baca akhir.
Pada penjabaran definisi komponen setiap fungsi sintaktis, para ahli menjabarkan setiap
definisi dengan pengertian yang mirip. Hanya saja ditemukan perbedaan penyebutan fungsi
sintaktis pada salah satu ahli tersebut. Keempat ahli di atas menjabarkan definisi fungsi
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
sintaktis dengan penjabaran yang hampir sama dan saling melengkapi. Oleh sebab itu, penulis
akan menjabarkan definisi fungsi sintaktis tersebut dengan menggabungkan teori yang berasal
dari keempat ahli di atas.
Subjek adalah bagian klausa yang menjadi pokok pembicaraan yang dinyatakan oleh
pembicara. Biasanya fungsi subjek diisi oleh nomina, frase nominal, frase verbal. Pada
umumnya subjek terletak di sebelah kiri predikat.
Predikat adalah bagian klausa yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara tentang
subjek. Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai subjek di sebelah kiri dan jika ada
objek, pelengkap, keterangan wajib di sebelah kanan. Fungsi predikat dapat diisi oleh kata
dasar atau kata gabungan (frase). Pada kategori kata dasar, predikat diisi oleh nomina, verba,
ajektiva, numeralia, pronomina. Pada fungsi frase diisi oleh frase verbal, frase ajektival, frase
nominal, frase numeralia, atau frase preposisional.
Objek adalah bagian klausa yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba
transitif pada kalimat aktif. Letaknya berada di belakang predikat. Verba transitif biasanya
ditandai dengan sufiks tertentu, yaitu meng-, -kan, -i. Objek biasanya diisi oleh nomina, frase
nominal, atau satuan berupa klausa. Objek memiliki ciri dapat menjadi subjek jika kalimat
dipasifkan.
Pelengkap dinyatakan oleh Kridalaksana (1999:131) dan Alwi, Hasan dkk (2008:329) sebagai
bagian klausa yang berfungsi untuk melengkapi predikat sehingga menjadikannya predikat
yang lengkap. Pelengkap terletak di belakang verba. Fungsi objek dan fungsi pelengkap
terkadang sulit dibedakan karena memang memiliki kemiripan di antara satu sama lain.
Keterangan adalah bagian klausa yang merupakan bagian luar inti yang meluaskan atau
membatasi makna subjek atau predikat. Keterangan merupakan bagian klausa yang paling
mudah berpindah letaknya, dapat berada di awal, tengah, atau akhir kalimat.
Fungsi sintaktis menurut Kridalaksana (1999) adalah : S + P + (O) + (Pel) +
(Ket).
Metode Penelitian
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Metode yang digunakan
untuk memperoleh data adalah metode simak. Metode simak (Mahsun, 2006:90) ialah cara
yang digunakan untuk memperoleh data yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan
bahasa. Mahsun (2006:92) mengungkapkan di dalam metode simak terdapat teknik catat yang
dilakukan dengan mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitian dari penggunaan
bahasa secara tertulis.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah
1. mengidentifikasi bentuk-bentuk kata bersufiks –in beserta klausa yang mengandung kata
tersebut;
2. menjabarkan kata-kata bersufiks –in beserta klausa yang mengandung kata-kata
tersebut.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah
1. menjabarkan kategori kelas kata yang dimiliki setiap fungsi sintaktis tersebut,
2. menjabarkan fungsi sintaktis dari setiap data yang ditemukan,
3. menjabarkan pola klausa yang mengandung kata bersufiks –in di dalamnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan data, ditemukan pola klausa pada klausa yang mengandung kata bersufiks –in.
Di dalam setiap pola itu, kata bersufiks –in memiliki fungsi sintaktis yang berbeda-beda.
Penulis menemukan lima pola klausa yang mengandung kata bersufiks –in di dalamnya.
Kelima pola tersebut adalah pola klausa yang memiliki satu fungsi sintaksis, pola klausa yang
memiliki dua fungsi sintaksis, pola klausa yang memiliki tiga fungsi sintaksis, pola klausa
yang memiliki empat fungsi sintaksis, dan pola klausa yang memiliki lima fungsi sintaksis.
1. Pola Klausa yang Memiliki Satu Fungsi Sintaksis
Dalam klausa, ditemukan dua kata bersufiks –in, yang hanya memiliki fungsi keterangan.
Dalam frase 1 dan 2, kata bersufiks –in, yaitu ngobatin dan mikirin merupakan bagian dari
frase preposisional. Frase preposisional yang terbentuk di atas memiliki perangkai berupa
preposisi dasar untuk. Frase preposisional tersebut mengalami pelompatan proses, yaitu dari
proses pembentukan frase langsung menjadi kalimat. Di dalam kalimat, fungsi frase
preposisional di atas berfungsi sebagai keterangan.
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
Selain itu ditemukan kata bersufiks –in yang hanya memiliki fungsi predikat. Dalam klausa 4,
5, 6, 7, dan 8, kata bersufiks –in disamperin, dilanjutin, diapain, ngapa-ngapain dan ngajakin
merupakan bagian dari frase verbal. Kata bersufiks –in dalam frase verbal tersebut berperan
sebagai inti frase verbal tersebut. Fungsi yang ditemukan dalam klausa ini terdapatlah
predikat.
Berdasarkan penjabaran pola klausa tersebut, maka saat pola klausa hanya memiliki satu
fungsi, kata bersufiks –in ada yang mengalami proses pelompatan, yaitu terdapat kata
ngobatin dan mikirin. Kata bersufiks -in ngobatin dan mikirin terdapat dalam frase
preposisional yang berperan sebagai sumbu frase tersebut. Frase preposisional itu mengalami
proses pelompatan langsung menjadi kalimat yang memiliki fungsi sebagai keterangan.
Selain itu, kata bersufiks –in ada yang berfungsi sebagai predikat. Saat kata bersufiks –in
berfungsi sebagai predikat, kata itu ada yang berbentuk sebagai kata dan sebagai frase verbal.
Kata bersufiks –in yang berfungi sebagai predikat dengan bentuk sebuah kata, yaitu ceritain.
Kata bersufiks –in yang berfungi sebagai predikat dengan bentuk sebuah frase verbal adalah
baru mo disamperin, jangan dilanjutin, terus diapain, gak bisa ngapa-ngapain, dan sebelum
ngajakin keluar.
2. Pola Klausa yang Memiliki Dua Fungsi Sintaksis
Berdasarkan penjabaran mengenai pola klausa yang memiliki dua fungsi tersebut, didapatkan
beberapa kesimpulan, yaitu kata bersufiks –in dalam pola klausa tersebut dapat berbentuk
mandiri, merupakan inti frase verbal, bagian dari frase koordinatif, dan bagian dari frase
nonpreposisional. Fungsi yang disandang saat kata bersufiks –in berbentuk kata, bagian dari
frase koordinatif dan inti frase verbal, fungsi yang disandang adalah predikat. Saat kata
bersufiks –in merupakan bagian dari frase nonpreposisional kata bersufiks –in berperan
sebagai bagian dari fungsi subjek dan fungsi objek.
3. Pola Klausa yang Memiliki Tiga Fungsi Sintaksis
Dalam pola klausa di atas, kata bersufiks –in ada yang berbentuk sebuah kata, frase verbal,
frase nonpreposisional, dan frase preposisional. Saat kata bersufiks berbentuk sebuah kata
memiliki fungsi sebagai predikat, saat kata bersufiks –in berbentuk frase verbal kata bersufiks
-in memiliki fungsi sebagai predikat, keterangan, dan pelengkap. Saat kata bersufiks –in
berbentuk frase nonpreposisional, kata bersufiks -in merupakan bagian dari fungsi subjek,
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
bagian dari fungsi objek, bagian dari fungsi keterangan, bagian dari fungsi predikat, dan
bagian dari fungsi pelengkap. Selain itu, frase nonpreposisional juga ada yang mengisi fungsi
predikat dan subjek. Saat kata bersufiks –in berbentuk frase preposisional, kata bersufiks –in
berperan sebagai fungsi keterangan. Saat kata bersufiks –in berbentuk frase koordinatif, kata
bersufiks –in berperan sebagai predikat. Saat kata bersufiks –in berbentuk reduplikasi, kata
tersebut berperan sebagai predikat.
4. Pola Klausa yang Memiliki Empat Fungsi Sintaksis.
Dalam pola klausa yang memiliki empat fungsi sintaksis, kata bersufiks –in ditemukan
memiliki tujuh peran, yaitu bagian dari fungsi keterangan, predikat, pelengkap, keterangan,
bagian dari fungsi pelengkap, keterangan, bagian dari fungsi objek. Terdapat 1 pola yang di
dalamnya kata bersufiks –in merupakan bagian dari fungsi keterangan, 60 pola yang di
dalamnya kata bersufiks –in berfungsi sebagai predikat, 1 pola klausa yang di dalamnya kata
bersufiks –in berfungsi sebagai pelengkap, 1 pola klausa yang di dalamnya kata bersufiks –in
berfungsi sebagai keterangan.
Dalam pola klausa di atas, kata bersufiks –in ada yang berbentuk frase nonpreposisional,
sebuah kata, frase verbal, frase preposisional, reduplikasi, dan frase koordinatif. Saat kata
bersufiks –in berbentuk frase nonpreposisional, kata bersufiks –in merupakan bagian dari
fungsi keterangan, predikat, bagian dari fungsi pelengkap, dan bagian dari fungsi objek. Saat
kata bersufiks berbentuk sebuah kata memiliki fungsi sebagai predikat, pelengkap, dan
keterangan. Saat kata bersufiks –in berbentuk frase verbal kata bersufiks -in memiliki fungsi
sebagai predikat dan pelengkap. Saat kata bersufiks –in berbentuk frase preposisional, kata
bersufiks –in berperan sebagai pelengkap, predikat, dan keterangan. Saat kata bersufiks –in
berbentuk reduplikasi, kata bersufiks –in berfungsi sebagai predikat. Saat kata bersufiks –in
berbentuk frase koordinatif, kata bersufiks –in berperan sebagai predikat.
5. Pola Klausa yang Memiliki Lima Fungsi Sintaksis
Pada pola klausa yang memiliki lima fungsi sintaksis ditemukan peran sebagai predikat dan
pelengkap. Terdapat 16 pola yang di dalamnya kata bersufiks –in yang berfungsi sebagai
predikat, 2 pola yang di dalamnya kata bersufiks –in berfungsi sebagai pelengkap.
Pada pola klausa yang memiliki lima fungsi sintaksis ditemukan pola, yaitu S-P-O-Pel-K, dan
K-S-P-O-K. Pada pola S-P-O-Pel-K, kata bersufiks –in berbentuk sebuah kata, yaitu
ngeliatin, nyalain, ngedengerin, bantuin, ngebayangin, bayarin, mergokin, ngebayangin,
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
ngajarin, maafin. Pada pola klausa S-P-O-Pel-K yang berbentuk frase verbal, yaitu bayangin,
merhatiin, ninggalin, mikirin, ngapa-ngapain. Pola K-S-P-O-K, kata bersufiks-in berbentuk
sebuah kata, yaitu nuangin, ngelakuin, ngabisin.
Dalam pola klausa di atas, kata bersufiks –in ada yang berbentuk, sebuah kata dan frase
verbal. Saat kata bersufiks –in berbentuk sebuah kata berfungsi predikat. Saat kata bersufiks –
in berbentuk frase verbal berfungsi sebagai predikat dan pelengkap. Selain pola-pola klausa di
atas, ternyata terdapat kata bersufiks –in yang berperan sebagai kategori fatis.
Berdasarkan hasil analisis pola kalimat yang mengandung kata bersufiks –in di atas, ternyata
pola klausa yang ditemukan tidak terlalu memiliki perbedaan dengan pola klausa yang
terdapat pada ragam bahasa Indonesia formal. Hal itu dapat terlihat dari kelengkapan
beberapa fungsi sintaktis dalam pola tersebut. Di dalam pola tersebut, banyak pola yang
mengandung fungsi subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K).
Namun, di sisi lain juga terdapat pola yang tidak umum dalam bahasa Indonesia. Pola klausa
yang didahului fungsi objek (O) merupakan pola yang tidak biasa dalam klausa bahasa
formal. Hal itu membuktikan bahwa di dalam bahasa nonformal pola-pola sebuah klausa
memiliki keberagaman yang lebih bervariasi pola urutannya dibandingkan pola klausa dalam
bahasa formal. Dalam 249 klausa ternyata ada yang kata bersufiks –in berfungsi tidak hanya
sebagai predikat, melainkan sebagai keterangan, perluasan fungsi subjek, pelengkap, dan
perlusan fungsi objek.
Kata bersufiks –in yang berfungsi sebagai predikat memiliki jumlah terbanyak dibanding
yang lain dan dengan perbandingan yang relatif jauh dibanding fungsi sintaktis yang lain.
selain itu, terdapat juga fungsi kata bersufiks –in yang lain, yaitu keterangan dan perluasan
keterangan, bagian dari subjek, bagian dari objek, pelengkap.
Berdasarkan perbandingan frekuensi kemunculan sufiks –in, -i, dan –kan dapat dilihat
ternyata jumlah kemunculan sufiks –in lebih banyak dibanding kemunculan sufiks –i dan –
kan. Berdasarkan penjabaran frekuensi kemunculan kata berafiks me-kan, me-i, dan -in dapat
dilihat kata berafiks -in muncul sebanyak 264 kali jika dipersenkan menjadi 47,40 %, kata
bersufiks -kan muncul sebanyak 216 kali jika dipersenkan menjadi 38,78%, dan kata
bersufiks -i muncul sebanyak 77 kali jika dipersenkan menjadi 13,82 %.
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan sufiks -in lebih produktif penggunaannya
dibandingkan sufiks -i dan -kan dan hal tersebut dapat mengasumsikan bahwa penggunaan
sufiks -in dapat menggantikan fungsi sufiks -i dan -kan. Berdasarkan penjabaran penggunaan
kata bersufiks –in di atas, keberadaan sufiks –in dengan sufiks –i dan –kan merupakan dua hal
yang berbeda. Sufiks –in dengan sufiks –i dan –kan merupakan sufiks yang masing-masing
hidup berdampingan dalam ranahnya masing-masing.
Kata bersufiks –in yang berfungsi sebagai predikat memiliki jumlah terbanyak dibanding
yang lain dan dengan perbandingan yang relatif jauh dibanding fungsi sintaktis yang lain.
Selain itu, terlihat sangat jelas tingkat perbedaannya dengan fungsi yang lain. Kata bersufiks –
in berfungsi sebagai predikat ada yang berbentuk sebuah kata dan ada juga yang berbentuk
sebagai frase verbal, frase nonpreposisional, dan frase preposisional.
Sufiks –in adalah afiks yang diletakkan di akhir kata. Sufiks –in ini merupakan afiks yang
digunakan pada ragam bahasa Indonesia nonformal. Kridalaksana (2009), dan sneddon (2006)
menyatakan bahwa sufiks –in pada ragam bahasa Indonesia nonformal merupakan padanan
sufiks –i dan –kan dalam ragam bahasa Indonesia formal. Namun, Sneddon (2006)
menyatakan bahwa sufiks –in lebih berpadanan dengan sufiks –kan dibanding sufiks –i.
Dalam struktur klausa, biasanya verba cenderung berfungsi sebagai predikat.
Berdasarkan penjabaran penggunaan kata bersufiks –in di atas, dapat terlihat sufiks –in
merupakan sufiks dalam ragam nonformal yang menjadi padanan sufiks –i dan –kan pada
ragam formal. Keberadaan sufiks –in dengan sufiks –i dan –kan merupakan dua hal yang
berbeda. Sufiks –in dengan sufiks –i dan –kan merupakan sufiks yang masing-masing hidup
berdampingan dalam ranahnya masing-masing. Sufiks –in digunakan pada ragam nonformal
yang di dalamnya terdapat kebebasan penggunaan kata dan pola struktur yang beragam dan
tidak terdapat keteraturan di dalamnya. Sufiks –i dan –kan digunakan pada ragam formal yang
di dalamnya terdapat aturan-aturan yang mengikat, seperti penggunaan kata-kata formal, dan
pola struktur yang sesuai dengan aturan tata bahasa Indonesia. Orang Indonesia yang
berbahasa Indonesia masih sadar akan perbedaan di antara sufiks –in dengan sufiks –i dan -
kan tersebut. Penggunaan sufiks –in tidak akan mungkin tertukar dengan sufiks –i dan –kan,
apalagi sampai menggantikan kedudukan sufiks –i dan –kan tersebut. Perbedaan ragam
tersebut yang membuat sufiks –in dan sufiks –i dan –kan berperan dalam ragamnya masing-
masing.
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
Sufiks –in digunakan pada ragam bahasa Indonesia nonformal. Penggunaan pada ragam
bahasa nonformal, yaitu bahasa yang digunakan oleh para remaja. Penggunaan sufiks –in ini
dapat menambah khazanah jenis sufiks dalam penggunaan bahasa Indonesia nonformal.
Secara tidak langsung, penggunaan sufiks –in ini dapat menambah kosakata dalam ragam
bahasa Indonesia nonformal, karena padanannya dengan sufiks –i dan –kan membuat setiap
orang yang bisa berbahasa Indonesia dengan mudah untuk menggunakan sufiks –in pada kata-
kata yang telah memiliki sufiks –i dan –kan dalam bahasa Indonesia formal. Selain itu, jika
penggunaan sufiks –in ini terus berkembang setiap waktunya, akan ada kemungkinan jika
sufiks –in menjadi sebuah penanda bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang di dalamnya
terdapat kata bersufiks –in merupakan bahasa Indonesia yang beragam nonformal.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis, kata-kata bersufiks –in yang ditemukan dalam data adalah Ngobatin,
mikirin, disamperin, ceritain, dilanjutin, diapain, ngapa-ngapain, ngajakin, diadain,
ngelanjutin, ditemenin, disamperin, ngapain, nimpalin, ngapain, diapain, ngelahirin,
samperin, kencingin, ditempatin, hadapin, dikerjain, apain, nyariin, botakin, nanyain,
dinaikin, dibotakin, netein, dicariin, lakuin, dihubungin, dengerin, didandanin, dikawinin,
nyeritain, ngelewatin, melototin, hamilin, lupain, dikawinin, nyeritain, ngelewatin, melorotin,
hamilin, lupain, meratiin, balikin, ngeboongin, dengerin, digosipin, nyeremin, takutin,
ngebeliin, dll.
Kata tersebut sebagian memiliki fungsi sebagai predikat, sebagian yang lain hanya merupakan
perluasan fungsi objek, perluasan fungsi subjek, perluasan fungsi keterangan, dan ada
sebagian lain yang memiliki fungsi sebagai pelengkap dan keterangan. Kata bersufiks –in
dalam pola klausa tersebut dapat berbentuk berdiri sendiri, merupakan bagian dari frase
verbal, merupakan bagian dari frase koordinatif, dan merupakan bagian dari frase
nonpreposisional. Saat kata bersufiks –in berbentuk berdiri sendiri, merupakan bagian dari
frase koordinatif dan merupakan bagian dari frase verbal, fungsi yang dimiliki yaitu fungsi
predikat. Saat kata bersufiks –in merupakan bagian dari frase nonpreposisional maka kata
bersufiks –in hanya berperan sebagai perluasan fungsi subjek dan perluasan fungsi objek. Saat
kata bersufiks –in merupakan bagian dari frase preposisional, kata bersufiks -in berfungsi
sebagai keterangan.
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
Pola klausa yang terdapat dalam klausa yang mengandung kata bersufiks –in, yaitu terbagi
menjadi lima, yaitu klausa yang memiliki satu fungsi K, P, klausa yang memiliki dua fungsi,
yaitu P-K, K-P, S-P, P-S, P-Pel, P-O, klausa yang memiliki tiga fungsi K-P-O, K –P-S, K-S-
P, P-O-Pel, P-O-K, S-P-K, S-K-P, S-P-Pel, S-P-O, K-P-Pel, K-P-K, K-P-Pel, O-S-P, klausa
yang memiliki empat fungsi, yaitu K-S-P-K, S-P-Pel-K, S-P-O-K, S-P-O-Pel, K-S-P-O, O-S-
P-K, O-S-P-Pel, P-O-Pel-K, K-S-P-Pel, dan klausa yang memiliki lima fungsi sintaktis, yaitu
S-P-O-Pel-K, K-S-P-O-K.
Penggunaan sufiks –in di dalam novel BN termasuk produktif karena penulis menemukan 264
kata bersufiks –in di dalamnya. Bahkan jika penggunaan sufiks –in tersebut terus
berkembang, bisa jadi kemungkinan suatu saat kata bersufiks –in dapat menjadi penanda
bahasa Indonesia nonformal. Banyaknya penggunaan sufiks –in dalam bahasa Indonesia
nonformal ini tidak akan meggantikan posisi sufiks –i dan –kan dalam bahasa Indonesia
formal. Hal itu disebabkan sufiks –in dan sufiks –i dan –kan merupakan sufiks yang ada pada
dua ragam yang berbeda. Penggunaan sufiks –in ini akan menambah khazanah sufiks dalam
bahasa Indonesia ragam nonformal.
Daftar Referensi
Alwi, Hasan. dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Gloria, Alfa. 2009. “Afiks-Afiks Bahasa Indonesia dalam Friendster”. Depok : Skripsi Sarjana, belum diterbitkan.
Handayani, Wanda Anita. 2004. “Analisis Sintaksis Kategori Fatis ah, Nih, Tuh, Kok, Lho, Kan, Ya dalam rubrik miss gaul dan “Kata Zodiak di majalah Gadis 2003”. Depok : Skripsi Sarjana, belum diterbitkan.
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Tata Wacana Deskriptif Bahasa Indonesia. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015
Maghfiroh, Siti. 2008. “Perbandingan Sufiks –in dalam Novel Cowok Nyebelin Banget dengan Sufiks –i dan –kan dalam bahasa Indonesia”. Depok : Skripsi Sarjana, belum diterbitkan.
Muhajir. 2000. Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Yayayasan Obor Indonesia.
Muhajir. 2000. Morfologi Dialek Jakarta Afiksasi dan Reduplikasi. Jakarta : Djambatan.
Samsuri. 1980. Analisis bahasa : memahami bahasa secara ilmiah. Jakarta : Erlangga.
Setianingsih, Dewi Ratih. 2012 “Jenis Kalimat Pada Media Online Akun Twitter Harian Kompas (@HARIANKOMPAS) Depok : Skripsi Sarjana, belum diterbitkan.
Sneddon, James Neil. 2006. Colloquial Jakartan Indonesian. Austr,alia : Pacific Linguistic.
Somantri, Gumilar Rusliwa. 2005. Memahami Metode Kualitatif. Depok : FISIP UI.
Sumber Data. Dika, Raditya. 2014. Babi Ngesot Datang Tak Diundang, Pulang Tak Berkutang. Jakarta: Gagas Media.
Kata bersufiks ..., Siti Fatimah, FIB UI, 2015