36
Pengertian Kebudayaan Pengertian Kebudayaan Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Pada sisi yang agak berbeda, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat. Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut: 1.Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, yang meliputi: b.kebudayaan materiil (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya kendaraan, alat rumah tangga, dan lain-lain. c.Kebudayaan non-materiil (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.

Ke Muhammad i Yah An

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kemuhammadiyahan

Citation preview

PengertianKebudayaanPengertian KebudayaanSecara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang berjudul Primitive Culture, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Pada sisi yang agak berbeda,Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat.Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:1.Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, yang meliputi:b.kebudayaan materiil (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya kendaraan, alat rumah tangga, dan lain-lain.c.Kebudayaan non-materiil (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.2.Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.3.Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya. Jadi, kebudayaan adalah hampir semua tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Muhammadiyah dan Budaya Jawa Seputar Indonesia, Friday, 02 July 2010

M Bambang Pranowo Guru Besar Sosiologi Agama UIN Jakarta

Satu kenyataan yang sering dilupakan orang adalah bahwa Muhammadiyah lahir dan besar di pusat kebudayaan Jawa, Yogyakarta. KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah adalah orang Jawa tulen yang hidup dan besar dalam lingkungan Jawa.

Ayahnya, KH Abu Bakar, adalah khatib terkemuka di masjid Kesultanan Yogyakarta pada masanya. Dengan melihat latar belakang Muhammadiyah tersebut, paling tidak, kultur kejawaan tersebut amat penting untuk dipahami oleh warga Muhammadiyah, khususnya yang menjadi caloncalon pimpinan tertinggi Muhammadiyah. Kenapa Jawa? Jawabnya: Jawa dan kebudayaannya adalah sebuah entitas budaya dan psikologis yang nyaris telah menyatu dalam keindonesiaan. Hal ini logis karena mayoritas penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa dan lebih dari 75% perekonomian dan pusat keuangan berada di Jawa. Yang menarik, sejak zaman kemerdekaan pun, hampir semua tokoh-tokoh nasional papan atas berasal dari Jawa. Jika pun tidak lahir di Jawa, mereka pernah menuntut ilmu dan tinggal di Jawa.

Kiai Dahlan dan Pak AR

Dalam sejarah Muhammadiyah, barangkali, pemimpin yang paling fenomenal adalah KH Ahmad Dahlan sendiri. Ini bukan saja karena beliau seorang pendiri Muhammadiyah yang ingin mendobrak kejumudan umat Islam, melainkan juga karena kemampuannya menyintesiskan pemikiran modern Islam dengan budaya Jawa. Gagasannya untuk menjadikan umat Islam sebagai umat terpelajar dan mampu menyaingi kemajuan Barat terealisasi melalui berbagai pendidikan modern yang dirintisnya,yang mula-mula didirikan di Yogyakarta,pusat kebudayaan Jawa.

Kini Muhammadiyah telah menjadi satu-satunya organisasi Islam di dunia yang paling banyak mempunyai lembaga pendidikan, mulai TK,SD,SMP,SMU, sampai perguruan tinggi. Melalui jalur pendidikan modern inilah,Muhammadiyah mendapat sambutan masyarakat, baik di kota maupun pedalaman desa. Di sisi lain, Muhammadiyah pun mencoba membumikan Islam dengan metode partisipatif.Pelajaran agama yang sebelumnya terlihat sangat elitis karena kental aroma Arabnya oleh Muhammadiyah diterjemahkan dalam simbol-simbol budaya setempat, khususnya Jawa, dengan bahasa lokal yang sederhana sehingga mudah dipelajari oleh wong cilik.

Budayawan Mohamad Sobary, mantan Ketua LKBN Antara, pernah bercerita bahwa dia mengenal Islam pertama kali di tempat kelahirannya di sebuah desa kecil di Bantul melalui langgar kecil Muhammadiyah. Sobary menceritakan, dulu Al-Fatihah dengan terjemahannya dinyanyikan dalam lagu-lagu Jawa yang sederhana sehingga mudah dipahami dan enak dinikmati. Di pelosok-pelosok desa di Jawa,misalnya,ustadustad Muhammadiyah sangat pandai mengajarkan Islam dengan cara yang sederhana, enak, dan menyatu dengan kesenian Jawa. Banyak sekali tembang-tembang Jawa bernuansa Islam yang digubah oleh guru-guru Muhammadiyah.

Guru-guru dan dai Muhammadiyah tampaknya mengikuti jejak wali (yang juga seniman) Sunan Bonang, yang banyak menciptakan lagu-lagu bernuansa dakwah Islam dalam bahasa Jawa. Barangkali itulah yang menyebabkan Muhammadiyah cepat sekali tersebar di Jawa dan menjadi trend setter keislaman saat itu. Melalui metode penyebaran Islam seperti itulah, Muhammadiyah mudah diterima orang Jawa. Soeharto, mantan Presiden RI yang fenomenal itu, bahkan mengaku pernah menikmati sekolah di SD Muhammadiyah.

Fenomena itu jelas sangat menarik karena Muhammadiyah sebetulnya didirikan oleh Ahmad Dahlan muda yang sangat mengagumi pemikiran-pemikiran modern Jamaludin Al-Afghani dan Sayyid Rasyid Ridha, tokoh intelektual muslim Timur Tengah yang berpikir modernis pada zamannya. Namun, melalui metode KH Ahmad Dahlan,pemikiran modern Al-Afghani dan Sayyid Ridha tersebut bisa bermetamorfosa dengan budaya Jawa.Itulah keberhasilan yang fenomenal dari KH Ahmad Dahlan. Dalam upayanya untuk memodernisasi Islam, Muhammadiyah tetap mampu mengharmoniskan Islam dengan budaya setempat tanpa menimbulkan gejolak.Muhammadiyah berhasil membentuk masyarakat Islam modern yang ramah dan berbudaya.

Dua pemimpin nasional Indonesia, Bung Karno dan Pak Harto, misalnya, dalam berbagai kesempatan mengakui bahwa Muhammadiyahlah organisasi yang memberikan inspirasi untuk membangun bangsa Indonesia. Di samping KH Ahmad Dahlan, tokoh Muhammadiyah yang amat fenomenal adalah KH Abdur Rozak Fachrudinbiasa disebut Pak AR. Beliau adalah pimpinan puncak Muhammadiyah terlama, 22 tahun (1968-1990). Di bawah kepemimpinan Pak AR, Muhammadiyah terasa amat sejuk,damai, dan dicintai masyarakat, baik dari kalangan elite,wong cilik,maupun kalangan non-Islam. Muhammadiyah di zaman Pak AR tampil dengan amat bersahaja, merakyat, tapi disegani baik oleh rakyat maupun pemerintah.

Dengan mengendarai sepeda motor Yamaha butut warna kuning keluaran tahun 1970-an,Pak AR keluar-masuk kampung memberikan ceramah agama kepada rakyat kecil.Materi ceramahnya yang sederhana dengan menggunakan bahasa rakyat yang sederhana pula plus humorhumornya yang segar menjadikan Pak AR amat dicintai masyarakat kecil di Yogyakarta dan sekitarnya. Wejangan KH Ahmad Dahlan (jangan mencari hidup di Muhammadiyah, tapi hidupkan Muhammadiyah) benar-benar dijalankan dengan amat baik oleh Pak AR. Dalam pikiran Pak AR,beragama dan membesarkan Muhammadiyah itu harus tulus ikhlas, tanpa pamrih.

Salah seorang yang dekat dengan keluarga Pak AR pernah menceritakan,Pak Harto setiap akan membentuk kabinet selalu menawarkan jabatan menteri kepada beliau.Tapi, Pak AR selalu menolaknya dengan alasan yang khas Jawa (kulo mboten pantes dados menteri saya tidak pantas jadi menteri). Begitu pula ketika pimpinan PT Astra mau memberikan sedan Toyota keluaran terbaru. Pak AR pun menolak dengan cara halus (wah pripun,nyopir mobil mboten saged, terus nggowo mobil, rumit./Wah bagaimana, menyetir mobil tak bisa, terus membawa mobil,rumit).Itulah Pak AR. Meski demikian, jika bantuan itu untuk membesarkan Muhammadiyah, Pak AR akan berjuang, tentu dengan gaya Jawanya yang halus.

Pak AR pernah bercerita,ketika Muhammadiyah berniat membangun universitas di Yogyakarta, beliau menitipkan surat kepada kenalannya yang dekat dengan Pak Harto. Isi suratnya sederhana: Pak Harto, Muhammadiyah bade mbangun universitas wonten Yogya. Menawi kerso monggo (Pak Harto, Muhammadiyah akan membangun universitas di Yogyakarta. Jika berminat, silakan).Seminggu kemudian, cerita Pak AR usai kuliah tujuh menit (kultum) bakda magrib di rumahnya, pihak istana memberi tahu bahwa Pak Harto telah mengirimkan cek sekian rupiah. Itulah Pak AR, seorang pimpinan puncak Muhammadiyah yang amat sederhana, merakyat, berceramah agama dengan sederhana, menampilkan Islam dengan ramah, tanpa pamrih, dan hidup bersahaja sampai menghembuskan nafas terakhirnya.

Barangkali, kemewahan yang dinikmati Pak AR adalah saat kematiannya di Jakarta, 17 Maret 1995, ketika berusia 79 tahun.Pak Harto langsung memerintahkan TNI untuk menyiapkan pesawat Hercules untuk mengantar jenazahnya ke Yogyakarta dengan sebuah upacara kebesaran. Bangsa Indonesia berduka. Ratusan ribu orang dari seluruh kalangan di Yogya mengiring kepergian Pak AR. Di saat akhir hayatnya itulah masyarakat Indonesia tahu, betapa kebesaran pribadi Pak ARseorang tokoh besar yang di depan rumahnya di Jalan Cik Di Tiro, Yogyakarta, tertulis Pom Bensin yang ternyata pom bensin itu hanya menjual bensin eceran untuk mahasiswa, khususnya yang kos di rumahnya, rumah pinjaman Muhammadiyah tersebut.

Di dunia modern ini, hanya ada dua tokoh Islam yang amat saya kagumi. Pertama, Ayatullah Ruhullah Khomeini. Kedua, KH AR Fachrudin,kata budayawan Emha Ainun Najib. Kiai Dahlan dan Pak AR telah tiada. Pertanyaannya: masihkah Muhammadiyah menjadi tempat pengabdian orang-orang ikhlas untuk berjuang memperbaiki kualitas umat? Orang Muhammadiyahlah yang bisa menjawabnya dengan jujur.(*)

Dakwah Kultural MuhammadiyahDi Tengah Multikulturalisme

Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 2003 di Makassar, Sulawesi Selatan, berhasil menyepakati konsep Dakwah Kultural Muhammadiyah yang diajukan Tim PP Muhammadiyah sebagaimana diamanatkan Tanwir Muhammadiyah 2002 di Denpasar Bali. Penerimaan konsep Dakwah Kultural tersebut merupakan langkah penting bagi Muhammadiyah karena bernilai strategis keumatan dan dalam rangka reorientasi visi dan strategi dakwah Muhammadiyah. Sekurang-kurangnya, penerimaan terhadap konsep Dakwah Kultural merupakan suatu bentuk manifestasi kesadaran Muhammadiyah terhadap realitas obyektif masyarakat Indonesia yang majemuk, baik dalam konteks etnik, agama, seni maupun sub kultur.Namun demikian, langkah strategis Dakwah Kultural tersebut masih merupakan persoalan besar dalam tahap implementasi karena memang persoalan yang dihadapi oleh Muhammadiyah di setiap daerah, terutama yang berhubungan dengan realitas multicultural, sangat majemuk, sesuai dengan kondisi obyektif masing-masing daerah. Kemajemukan persoalan ini memunculkan tuntutan adanya semacam rambu-rambu yang dapat digunakan sebagai rujukan bagi warga Muhammadiyah dalam berinteraksi dengan warga masyarakat lain, baik yang berasal dari etnik besrta sub-kebudayaannya yang berbeda, dari agama yang berbeda, mauun sesama Muslim dari aliran atau corak keagamaan yang berbeda.Di antara alasan yang mendasari perlunya rujukan tersebut adalah munculnya berbagai pertanyaan apakah Muhammadiyah sekarang harus menjadi lunak atau bahkan lembek dalam berinteraksi dengan komunitas lain. Apakah Muhammadiyah harus mengorbankan hal-hal yang esensial yang selama ini telah menjadi ikon Muhammadiyah hanya untuk menghindari cap bahwa Muhammadiyah kurang peduli pada persoalan-persoalan kebudayaan. Apakah Muhammadiyah harus mengubah seluruh sikapnya semata-mata untuk mengakomodasi aspirasi dan kepentingan komunitas lain, termasuk yang bertentangan dengan aspirasi dan kepentingan Muhammadiyah sendiri.Inilah sebabnya, menurut Kepala Pusat Studi Budaya Perubahan Sosial (PSB-PS) Universitas Muhammadiyah Surakarta Dra Yayah Khisbiyah MA, PSB-PS Universitas Muhammadiyah Surakarta bekerjasama dengan Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah menyelenggarakan Halaqah Tarjih 16-18 Januari 2004 lalu di Surakarta. Halaqah Tarjih ini merupakan forum dialog warga Muhammadiyah untuk bertukar pikiran, bertukar pengetahuan dan bertukar pengalaman antar warga Muhammadiyah sendiri, baik yang berasal dari kelembagaan Muhammadiyah tingkat pusat, wilayah dan daerahdari perguruan tinggi maupun dari individu-individu yang memiliki pengalaman konkret interaksi antara Muhammadiyah dan komunitas lain di lapangan, terutama yang berasal dari daerah konflik. Halaqah Tarjih kali ini bertemakan Menuju Muslim Berwawasan Multikultural Dialog-dialog mengenai multikultural ini sebenarnya bukan barang baru di Muhammadiyah..Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan sendiri sering berdialog langsung dengan orang-orang di luar Muhammadiyah yang jelas berbeda kulturnya. KH Ahmad Dahlan sering berdialog dengan pemuka agama lain, demikian pula dengan tokoh-tokoh dengan ideologi yang berbeda dengan apa yang dianutnya. Namun demikian dialog yang bersifat toleran ini tidak mempengaruhi sikapnya dalam hal berdakwahnya. Dakwah tetap berjalan, tetapi hubungan dengan masyarakat lain yang multikultural di ranah Nusantara ini tetap berlangsung dengan baik. Bahkan dialog-dialog semacam ini malah memperteguh gerakan dakwahnya sehingga simpati terhadap gerakannya semakin meluas.Selain mengenai Halaqah Tarjih, dalam Suplemen kali ini juga disajikan tulisan mengenai kegiatan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah berupa Semiloka Pendidkan Politik: Pemilu dan Kepemimpinan Masa Depan yang berlangsung di Gedung PP Muhammadiyah jalan Cik Di Tiro Yogyakarta. Semiloka yang berlangsung 24 Januari 2004 lalu diselenggarakan oleh Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan PP Nasyiatul Aisyiyah. Semiloka menampilkan pembicara Dr Chusnul Mariyah (anggota Komite Pemilihan Umum Pusat), Prof Dr Din Syamsuddin (Wakil Ketua PP Muhammadiyah) dan Widyastuti SH MHum.Karenanya, di dalam Suplemen kali ini, selain masalah multikultural secara umum juga kental dengan peran-peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya peran perempuan dalam masyarakat multikultural dan peran politik perempuan di Republik tercinta ini. Di samping tulisan mengenai Muktamar Aisyiyah dengan kemandiriannya Silakan menikmati (eff).

A.Pengertian DakwahDalam Islam dikenal Dakwah dan Tabligh Secara kebahasaan kata Dakwah berarti panggilan, seruan atau ajakan, sedangkan kata Tabligh berarti penyampaian materi. Dakwah berarti mengajak seseorang atau sekelompok orang untuk memeluk agama Islam, maka tabligh berarti menyampaikan ajaran Islam kepada seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan agar orang atau kelompok itu bersedia memeluk agama Islam demi kebaikan mereka di dunia dan keselamatan akhirat kelak. Pelaku Dakwah disebut DaI sedangkan pelaku tabligh disebut mubaligh.Dalam pengertian yang luas dakwah adalah upaya untuk mengajak seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) agar memeluk dan mengamalkan ajaran Islam kedalam kehidupan yang nyata.Esensi dakwah dalam Islam adalah mengajak kepada kebaikan, yaduuna ila alkhoir, memerintahkan kepada yang maruf, yamuruuna bi al-maruf dan melarang dari yang mukar, yanhauna ani al-munkar ( QS. Ali Imron/3:110).Sedangkan metode dakwah secara umum dan menjadi acuan merujuk pada firman Allah SWT dalam Al-Quran, yaitu metode al-hikmah, al-mawidhah al-hasanah dan al-mujadalah bi al-lati hiya ahsan ( Q.S. an-Nahl/16 : 125).Metode dakwah bi al-hikmah berarti penyampaian dakwah dengan terlebih dahulu mengetahui tujuannya dan mengenal secara benar serta mendalam orang atau masyarakat yang menjadi sasarannya. Metode dakwah bi al-mawidhah al-hasanah , memberi kepuasan kepada jiwa orang atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah Islam itu dengan cara-cara yang baik, seperti dengan memberi nasehat, pengajaran, dan contoh teladan yang baik. Metode dakwah bi al-mujadalah bi al-lati hiya ahsan , bertukar pikiran dengan cara-cara terbaik yang dapat dilakukan, sesuai dengan kondisi orang-orang dan masyarakat sasaran.Apapun metode dakwah yang digunakan , dakwah sebagai alat untuk melakukan perubahan individu atau masyarakat, dari kehidupan yang belum islami menjadi kehidupan yang islami. B.Pengertian Dakwah Kultural Dakwah kultural merupakan upaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.Dakwah kultural mencoba memahami potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya berarti memahami ide-ide, adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, norma, sistem aktivitas, simbol, dan hal-hal fisik yang memilki makna tertentu dan hidup subur dalam kehidupan masyarakat.Dikatakan dakwah kultural, karena dakwah yang dilakukan menawarkan kultur baru yang bernilai islami. Dari ikhtiar untuk menawarkan kultur baru yang bernilai islami, dari teks Kitab Suci Al-Quran lahirlah seni baca al-Quran dan seni kaligrafi.Ciri dakwah kultural adalah : dinamis, kreatif dan inovatif. Ciri dakwah kultural ini pernah dipraktekkan Rasulullah SAW, ketika memperlakukan Tsumamah bin Utsal, kepala suku Bani Hanifah. Kreatifitas dan inovasi kultural dalam berdakwah juga dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dengan mendirikan lembaga pendidikan, rumah sakit, panti asuhan dan lain-lain.Secara substansial misi dakwah kultural adalah upaya melakukan dinamisasi dan purifikasi. Dinamisasi bermakna sebagai kreasi budaya yang memiliki kecenderungan untuk selalu berkembang dan berubah ke arah yang lebih baik dan islami. Purufikasi diartikan sebagai usaha pemurnian nilai-nilai dalam budaya dengan mencerminkan nilai-nilai tauhid. C.Konsep Dakwah KulturalSetelah memahami pengertian dakwah, pengertian dakwah kultural, maka konsep dalam dakwah kultural dapat dipahami melalui :1. Dakwah kultural dalam konteks budaya lokalDakwah Muhammadiyah dalam konteks budaya lokal berarti mencari bentuk pemahaman dan upaya yang lebih empatik dalam mengapresiasi kebudayaan masyarakat yangakan menjadi sasaran dakwh dan mengaktualisasikan gerakan dakwah Islam dalam realitas kebudayaan masyarakat Indonesia secara terus menerus dan berproses sehingga nilai-nilai Islam mempengaruhi, membingkai, dan membentuk kebudayaan yang Islami. khususnya di kalngan umat Islam, melalui pendekatan dan strategi yang tepat2. Dakwah kultural dalam konteks budaya globalMuhammadiyahperlu mengkaji secara mendalam titik-titik silang antara Islam dan budaya global, baik secara teoritik maupu empirik, untuk keberhasilan dakwah , seperti : memperhatikan substansi atau pesan dakwah, memperhatikan pendekatan dan strategi dakwah, memperhatikan media atau wahana dakwah dan memperhatikan pelaku atau subjek dakwah. Maka dari itu Muhammadiyah perlu memperluas khazanah dakwahnya agar sesuai dengan pola perkembangan budaya global.3. Dakwah kultural melalui apresiasi seniBudaya termasuk seni khususnya adalah ekspresi dari perasaan sosial yang bersifat kolektif sehingga merupakan ungkapan yang sesungguhnya dari hidup dan kehidupan masyarakat. Muhammadiyah mengembangkan dakwah kultural melalui apresiasi seni, dengan pengembangan seni yang maruf untuk kepentingan dakwah Islam. Adapun untuk seni yang belum makruf maka perlu dilakukan melalui tahap seleksi dan pemilahan secara syarI, tahap intervensi nilai dan rekayasa isi, tahappenguatan dan pengembangan seni sehingga bisa menjadi seni yang maruf. Maka dakwah kultural Muhammadiyah bisa berperan untuk melahirkan inovasi dan kreasi.4. Dakwah kultural melalui multimediaDakwah melalui multimedia merupakan aktivitas dakwah dengan memanfaatkan berbagai bentuk tekhnologi informasi dan komunikasi sebagai media atau wahana pencapaian tujuan dakwah.Dakwah lewat multimedia dapat melalui media cetak, media elektronik, media virtual atau internet. Adapun agenda yang perlu dilakukan Muhammadiyah menyangkut aspek persepsi atau wawasan, aspek sumberdaya manusia, dan kelembagaan, serta aspek kegiatan /program .5. Dakwah kultural gerakan jamaah dan dakwah jamaahDakwah kultural sebenarnya merupakan kelanjutan dari program Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah. Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah bisa menjadi media bagi dakwah kultural dengan fokus pemberdayaan dan pengembangan masyarakat melalui pembentukan jamaah sebagai satuan sosial (komunitas), menjadi penting dan mendesak untuk direalisasikan.D.Konsep Dakwah Multikultural MuhammadiyahMuhammadiyah sejak awal sebenarnya sudah berbeda dan sudah menghormati kultur lain. Ketika kita bicara tentang agama, perbedaan-perbedaan itu pasti ada dan tidak bisa dicegah. Agama menghargai adanya perbedaan dan kemajemukan, hanya dalam kehidupan manusia kita mengenal beberapa prinsip perbedaan.Pertama, perbedaan kebudayaan, yang melahirkan suku, adat istiadat dan baju yang berbeda. Lain tempat maka lain juga budayanya.Kedua, perbedaan normatif atau perbedaan penafsiran terhadap prinsip yang sama, misalnya dalam Islam kita mengenal ada ahli sunnah wal jamaah, ada syiah, ada khawarij.Ketiga, perbedaan yang bersifat prinsip yang tidak bisa dicegah, misalnya perbedaan dalam hal iman. Perbedaan ini tidak bisa ditawar.Adanya perbedaan-perbedaan tersebut maka kita bisa memahami terhadap kultur lain. Langkah pertama Muhammadiyah harus mampu membina, memupuk kesadaran , karena multikulturalisme itu pada dasarnya sebuah kesadaran. Kesadaran sendiri ada dua faktor utama. Pertama, munculnya pemahaman akan realitas, harus ditumbuhkembangkan bahwa orang itu tidak mungkin sama dan hal itu harus disadari baik secara individu maupun secara komunitas. Muhammadiyah harus sadar bahwa kita tidak mungkin sama, masing-masing punya pendapat yang berbeda. Kedua, kita tidak hanya melihat dari sudut pandang ego, tetapi juga harus melihat bahwa orang harus melihat dari sudut pandang orang lain, sehingga akan muncul empati, toleransi dan akan muncul hubungan yang baik yang harmonis dan lainnya.Adanya kesadaran multikulturalisme ini ditandai bahwa sekaligus menandai bahwa zaman, masyarakat dan aneka prsoalan hidup memang selalu baru dan memperbaharui dirinya sendiri. Adanya keadaan yang selalu berubah maka menuntut kita untuk bisa membaca keadaan, salah satunya dengan membaca keadaan menurut cara pandang yang multikultural berdasar kesadaran multikultural juga. Untuk itu solusi dakwah multikultural dapat kita jalankan.Mengapa dakwah multikultural menjadi satu gagasan bagi Muhammadiyah. Kita bisa melihat pengalaman-pengalaman yang lalu. Adanya konflik ras, konflik etnis, konflik agama dan seterusnya. Kenapa semua itu bisa terjadi, karena masing-masing memaksakan monokultur, yaitu kultur tunggal milik sendiri terhadap kultur lain. Sehingga solidaritas, menjadi menyempit. Dengan demikian dakwah multikultutal menjadi penting yaitu dakwah yang mengandaikan perbedaan kultur, mengandaikan toleransi yang produktif dan mengandaikan solidaritas yang lebih luas, yaitu solidaritas kemanusiaan.Muhammadiyah, dakwah Kultural, dan Dakwah Multikultural

By: amin nurita f.aSekretaris UmumPimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jateng

PendahuluanM

uhammadiyah merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang sosial dan keagamaan. Maksud dan tujuan dari Muhammadiyah yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehinga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Untuk mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah , maka Muhammadiyah melaksanakan Dakwah Amar Maruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan. Dalam upaya melaksanakan Dakwah Amar Maruf Nahi Munkar dan Tajdid, Muhammadiyah melaksanakan dakwah dengan berbagai macam cara. Diantaranya adalah lewat Gerakan Dawah Jamaah. Pokok kegiatannya , seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan,sosial, ekonomi, kebudayaan, hukum dan bidang lainnya. Dalam rangka menjadikan Islam sebagai rahmatan lil-alamin maka Muhammadiyah menempuh berbagai pendekatan dan strategi dakwah antara lain melalui Dakwah Kultural dan Dakwah Multikultural. Hal itu dilakukan karena Muhammadiyah melihat adanya dinamika kebudayaan dan kemajuan peradaban umat manusia akhir-akhir ini yang berjalan dengan cepat. Begitu juga dengan adanya tantangan dan permasalahan yang dihadapi manusia pun semakin komplek. Untuk menghadapi persoalan-persoalan dan tantangan tersebut maka diperlukan ikhtiar atau kreativitas umat dalam rangkla mengembangkan dan menjaga amanah Allah SWT, ajaran Islam sebagai rahmatan lilalamiin. Muhammadiyah melakukan strategi dakwah Islam dalam bentuk strategi kebudayaan dan perubahan sosial di tengah dinamika kehidupan masyarakat yang komplek melalui dakwah kultural dan dakwah multikultural. Bagaimana konsep Dakwah Kultural dan Multikultural Muhammadiyah ? Berangkat dari masalah di atas berikut akan kita bahas tentang 1) Pengertian Dakwah, 2) Pengertian Dakwah Kultural 3) Konsep Dakwah Kultural, 4) Pengertian Dakwah Multikultural 5) Konsep Dakwah Multikultural Muhammadiyah

1) Pengertian DakwahDalam Islam dikenal Dakwah dan Tabligh Secara kebahasaan kata Dakwah berarti panggilan, seruan atau ajakan, sedangkan kata Tabligh berarti penyampaian materi. Dakwah berarti mengajak seseorang atau sekelompok orang untuk memeluk agama Islam, maka tabligh berarti menyampaikan ajaran Islam kepada seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan agar orang atau kelompok itu bersedia memeluk agama Islam demi kebaikan mereka di dunia dan keselamatan akhirat kelak. Pelaku Dakwah disebut DaI sedangkan pelaku tabligh disebut mubaligh. Dalam pengertian yang luas dakwah adalah upaya untuk mengajak seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) agar memeluk dan mengamalkan ajaran Islam kedalam kehidupan yang nyata. Esensi dakwah dalam Islam adalah mengajak kepada kebaikan, yaduuna ila alkhoir, memerintahkan kepada yang maruf, yamuruuna bi al-maruf dan melarang dari yang mukar, yanhauna ani al-munkar ( QS. Ali Imron/3:110).Sedangkan metode dakwah secara umum dan menjadi acuan merujuk pada firman Allah SWT dalam Al-Quran, yaitu metode al-hikmah, al-mawidhah al-hasanah dan al-mujadalah bi al-lati hiya ahsan ( Q.S. an-Nahl/16 : 125).Metode dakwah bi al-hikmah berarti penyampaian dakwah dengan terlebih dahulu mengetahui tujuannya dan mengenal secara benar serta mendalam orang atau masyarakat yang menjadi sasarannya. Metode dakwah bi al-mawidhah al-hasanah , memberi kepuasan kepada jiwa orang atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah Islam itu dengan cara-cara yang baik, seperti dengan memberi nasehat, pengajaran, dan contoh teladan yang baik. Metode dakwah bi al-mujadalah bi al-lati hiya ahsan , bertukar pikiran dengan cara-cara terbaik yang dapat dilakukan, sesuai dengan kondisi orang-orang dan masyarakat sasaran.Apapun metode dakwah yang digunakan , dakwah sebagai alat untuk melakukan perubahan individu atau masyarakat, dari kehidupan yang belum islami menjadi kehidupan yang islami.

2) Pengertian Dakwah Kultural Dakwah kultural merupakan upaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.Dakwah kultural mencoba memahami potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya berarti memahami ide-ide, adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, norma, sistem aktivitas, simbol, dan hal-hal fisik yang memilki makna tertentu dan hidup subur dalam kehidupan masyarakat.Dikatakan dakwah kultural, karena dakwah yang dilakukan menawarkan kultur baru yang bernilai islami. Dari ikhtiar untuk menawarkan kultur baru yang bernilai islami, dari teks Kitab Suci Al-Quran lahirlah seni baca al-Quran dan seni kaligrafi.Ciri dakwah kultural adalah : dinamis, kreatif dan inovatif. Ciri dakwah kultural ini pernah dipraktekkan Rasulullah SAW, ketika memperlakukan Tsumamah bin Utsal, kepala suku Bani Hanifah. Kreatifitas dan inovasi kultural dalam berdakwah juga dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dengan mendirikan lembaga pendidikan, rumah sakit, panti asuhan dan lain-lain.Secara substansial misi dakwah kultural adalah upaya melakukan dinamisasi dan purifikasi. Dinamisasi bermakna sebagai kreasi budaya yang memiliki kecenderungan untuk selalu berkembang dan berubah ke arah yang lebih baik dan islami. Purufikasi diartikan sebagai usaha pemurnian nilai-nilai dalam budaya dengan mencerminkan nilai-nilai tauhid.

3) Konsep Dakwah KulturalSetelah memahami pengertian dakwah, pengertian dakwah kultural, maka konsep dalam dakwah kultural dapat dipahami melalui : a. Dakwah kultural dalam konteks budaya lokalDakwah Muhammadiyah dalam konteks budaya lokal berarti mencari bentuk pemahaman dan upaya yang lebih empatik dalam mengapresiasi kebudayaan masyarakat yangakan menjadi sasaran dakwh dan mengaktualisasikan gerakan dakwah Islam dalam realitas kebudayaan masyarakat Indonesia secara terus menerus dan berproses sehingga nilai-nilai Islam mempengaruhi, membingkai, dan membentuk kebudayaan yang Islami. khususnya di kalngan umat Islam, melalui pendekatan dan strategi yang tepatb. Dakwah kultural dalam konteks budaya globalMuhammadiyahperlu mengkaji secara mendalam titik-titik silang antara Islam dan budaya global, baik secara teoritik maupu empirik, untuk keberhasilan dakwah , seperti : memperhatikan substansi atau pesan dakwah, memperhatikan pendekatan dan strategi dakwah, memperhatikan media atau wahana dakwah dan memperhatikan pelaku atau subjek dakwah. Maka dari itu Muhammadiyah perlu memperluas khazanah dakwahnya agar sesuai dengan pola perkembangan budaya global. c. Dakwah kultural melalui apresiasi seniBudaya termasuk seni khususnya adalah ekspresi dari perasaan sosial yang bersifat kolektif sehingga merupakan ungkapan yang sesungguhnya dari hidup dan kehidupan masyarakat. Muhammadiyah mengembangkan dakwah kultural melalui apresiasi seni, dengan pengembangan seni yang maruf untuk kepentingan dakwah Islam. Adapun untuk seni yang belum makruf maka perlu dilakukan melalui tahap seleksi dan pemilahan secara syarI, tahap intervensi nilai dan rekayasa isi, tahappenguatan dan pengembangan seni sehingga bisa menjadi seni yang maruf. Maka dakwah kultural Muhammadiyah bisa berperan untuk melahirkan inovasi dan kreasi.d. Dakwah kultural melalui multimediaDakwah melalui multimedia merupakan aktivitas dakwah dengan memanfaatkan berbagai bentuk tekhnologi informasi dan komunikasi sebagai media atau wahana pencapaian tujuan dakwah. Dakwah lewat multimedia dapat melalui media cetak, media elektronik, media virtual atau internet. Adapun agenda yang perlu dilakukan Muhammadiyah menyangkut aspek persepsi atau wawasan, aspek sumberdaya manusia, dan kelembagaan, serta aspek kegiatan /program .e. Dakwah kultural gerakan jamaah dan dakwah jamaahDakwah kultural sebenarnya merupakan kelanjutan dari program Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah. Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah bisa menjadi media bagi dakwah kultural dengan fokus pemberdayaan dan pengembangan masyarakat melalui pembentukan jamaah sebagai satuan sosial (komunitas), menjadi penting dan mendesak untuk direalisasikan

4) Pengertian Dakwah MultikulturalDari segi terminologi, multikultural artinya berbagai macam kebudayaan. Menurut Drs. Achmad Charris Zubair, S.U multikultural merupakan pertumbuhan kesadaran, yang muncul dari satu pemahaman bahwa adanya perbedaan-perbedaan yang muncul akibat latar belakang kebudayaan. Dalam hal agama multikultural itu disebutkan dalam al-Quran Surat Al Hujurat ayat 13 yang artinya : Bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian dijadikannya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka saling mengenal. Dalam surat Al-Maidah ayat 48 disebutkan Allah menciptakan satu umat saja bisa, tetapi Allah tidak menciptakan hanya satu umat supaya kita diberi kesempatan untuk berfastabiqul khairat. 5) Konsep Dakwah Multikultural MuhammadiyahMuhammadiyah sejak awal sebenarnya sudah berbeda dan sudah menghormati kultur lain. Ketika kita bicara tentang agama, perbedaan-perbedaan itu pasti ada dan tidak bisa dicegah. Agama menghargai adanya perbedaan dan kemajemukan, hanya dalam kehidupan manusia kita mengenal beberapa prinsip perbedaan. Pertama, perbedaan kebudayaan, yang melahirkan suku, adat istiadat dan baju yang berbeda. Lain tempat maka lain juga budayanya.Kedua, perbedaan normatif atau perbedaan penafsiran terhadap prinsip yang sama, misalnya dalam Islam kita mengenal ada ahli sunnah wal jamaah, ada syiah, ada khawarij.Ketiga, perbedaan yang bersifat prinsip yang tidak bisa dicegah, misalnya perbedaan dalam hal iman. Perbedaan ini tidak bisa ditawar.Adanya perbedaan-perbedaan tersebut maka kita bisa memahami terhadap kultur lain. Langkah pertama Muhammadiyah harus mampu membina, memupuk kesadaran , karena multikulturalisme itu pada dasarnya sebuah kesadaran. Kesadaran sendiri ada dua faktor utama. Pertama, munculnya pemahaman akan realitas, harus ditumbuhkembangkan bahwa orang itu tidak mungkin sama dan hal itu harus disadari baik secara individu maupun secara komunitas. Muhammadiyah harus sadar bahwa kita tidak mungkin sama, masing-masing punya pendapat yang berbeda. Kedua, kita tidak hanya melihat dari sudut pandang ego, tetapi juga harus melihat bahwa orang harus melihat dari sudut pandang orang lain, sehingga akan muncul empati, toleransi dan akan muncul hubungan yang baik yang harmonis dan lainnya.Adanya kesadaran multikulturalisme ini ditandai bahwa sekaligus menandai bahwa zaman, masyarakat dan aneka prsoalan hidup memang selalu baru dan memperbaharui dirinya sendiri. Adanya keadaan yang selalu berubah maka menuntut kita untuk bisa membaca keadaan, salah satunya dengan membaca keadaan menurut cara pandang yang multikultural berdasar kesadaran multikultural juga. Untuk itu solusi dakwah multikultural dapat kita jalankan.Mengapa dakwah multikultural menjadi satu gagasan bagi Muhammadiyah. Kita bisa melihat pengalaman-pengalaman yang lalu. Adanya konflik ras, konflik etnis, konflik agama dan seterusnya. Kenapa semua itu bisa terjadi, karena masing-masing memaksakan monokultur, yaitu kultur tunggal milik sendiri terhadap kultur lain. Sehingga solidaritas, menjadi menyempit. Dengan demikian dakwah multikultutal menjadi penting yaitu dakwah yang mengandaikan perbedaan kultur, mengandaikan toleransi yang produktif dan mengandaikan solidaritas yang lebih luas, yaitu solidaritas kemanusiaan.

Budaya Lokal di Indonesia -Pada awal pembentukan disiplin antropologi di Indonesia, para ahli etnografi berusaha untuk mendeskripsikan berbagai macam kebudayaan yang tersebar luas di tanah air. Penelitian tersebut ditulis dalam buku Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karangan Koentjaraningrat yang berisi esai atau kumpulan tulisan mengenai laporan etnografi kebudayaan suku bangsa di Indonesia.

1. Konsep Budaya LokalBudaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Akan tetapi, tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan konsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya Jawa yang merujuk pada suatu tradisi yangberkembang di Pulau Jawa. Oleh karena itu, batas geografis telah dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal. Namun, dalam proses perubahan sosial budaya telah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal itu dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.

Menurut Hildred Geertz dalam bukunya Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia, di Indonesia saat ini terdapat lebih 300 dari suku bangsa yang berbicara dalam 250 bahasa yang berbeda dan memiliki karakteristik budaya lokal yang berbeda pula.

Wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis dan iklim yang berbeda-beda. Misalnya, wilayah pesisir pantai Jawa yang beriklim tropis hingga wilayah pegunungan Jayawijaya di Provinsi Papua yang bersalju. Perbedaan iklim dan kondisi geografis tersebut berpengaruh terhadap kemajemukan budaya lokal di Indonesia.

Pada saat nenek moyang bangsa Indonesia datang secara bergelombang dari daerah Cina Selatan sekitar 2000 tahun sebelum Masehi, keadaan geografis Indonesia yang luas tersebut telah memaksa nenek moyang bangsa Indonesia untuk menetap di daerah yang terpisah satu sama lain. Isolasi geografis tersebut mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau di Nusantara tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa yang hidup terisolasi dari suku bangsa lainnya. Setiap suku bangsa tersebut tumbuh menjadi kelompok masyarakat yang disatukan oleh ikatan-ikatan emosional serta memandang diri mereka sebagai suatu kelompok masyarakat tersendiri. Selanjutnya, kelompok suku bangsa tersebut mengem- bangkan kepercayaan bahwa mereka memiliki asal-usul keturunan yang sama dengan didukung oleh suatu kepercayaan yang berbentuk mitos-mitos yang hidup di dalam masyarakat.

Kemajemukan budaya lokal di Indonesia tercermin dari keragaman budaya dan adat istiadat dalam masyarakat. Suku bangsa di Indonesia, seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Minang, Timor, Bali, Sasak, Papua, dan Maluku memiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan alam lingkungannya. Keadaan geografis yang terisolir menyebabkan penduduk setiap pulau mengembangkan pola hidup dan adat istiadat yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan bahasa dan adat istiadat antara suku bangsa Gayo-Alas di daerah pegunungan Gayo-Alas dengan penduduk suku bangsa Aceh yang tinggal di pesisir pantai Aceh.

Menurut Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan In- donesia I, masyarakat awal pada zaman praaksara yang datang pertama kali di Kepulauan Indonesia adalah ras Austroloid sekitar 20.000 tahun yang lalu. Selanjutnya, disusul kedatangan ras Melanosoid Negroid sekitar 10.000 tahun lalu. Ras yang datang terakhir ke Indonesia adalah ras Melayu Mongoloid sekitar 2500 tahun SM pada zaman Neolithikum dan Logam. Ras Austroloid kemudian bermigrasi ke Australia dan sisanya hidup di di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Ras Melanesia Mongoloid berkembang di Maluku dan Papua, sedangkan ras Melayu Mongoloid menyebar di Indonesia bagian barat. Ras-ras tersebut tersebar dan membentuk berbagai suku bangsa di Indonesia. Kondisi tersebut juga mendorong terjadinya kemajemukan budaya lokal berbagai suku bangsa di Indonesia.

Menurut James J. Fox, di Indonesia terdapat sekitar 250 bahasa daerah, daerah hukum adat, aneka ragam kebiasaan, dan adat istiadat. Namun, semua bahasa daerah dan dialek itu sesungguhnya berasal dari sumber yang sama, yaitu bahasa dan budaya Melayu Austronesia. Di antara suku bangsa Indonesia yang banyak jumlahnya itu memiliki dasar persamaan sebagai berikut.

Gambar Berbagai suku bangsa di Indonesia

Asas-asas yang sama dalam bentuk persekutuan masyarakat, seperti bentuk rumah dan adat perkawinan. Asas-asas persamaan dalam hukum adat. Persamaan kehidupan sosial yang berdasarkan asas kekeluargaan. Asas-asas yang sama atas hak milik tanah.

2. Ciri Budaya LokalCiri-ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh suatu suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama di antara anggota masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat. Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam yang sangat kuat. Hal itu ditunjukkan dengan orientasi untuk memenuhi kebutuhan anggota lembaga sosial tersebut. Dalam lembaga sosial, hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat pribadi dan didasari oleh loyalitas yang tinggi terhadap pemimpin dan gengsi sosial yang dimiliki. Bentuk kelembagaan sosial tersebut dapat dijumpai dalam sistem gotong royong di Jawa dan di dalam sistem banjar atau ikatan adat di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan tolong-menolong di antara masyarakat desa. Di daerah pedesaan pola hubungan gotong royong dapat terwujud dalam banyak aspek kehidupan. Kerja bakti, bersih desa, dan panen bersama merupakan beberapa contoh dari aktivitas gotong royong yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di daerah pedesaan. Di dalam masyarakat Jawa, kebiasaan gotong royong terbagi dalam berbagai macam bentuk. Bentuk itu di antaranya berkaitan dengan upacara siklus hidup manusia, seperti perkawinan, kematian, dan panen yang dikemas dalam bentuk selamatan.

Gambar Gotong Royong

AntropologiaClifford Geertz, seorang antropolog dari Amerika Serikat yang banyak menulis mengenai kebudayaan Bali dan Jawa menguraikan gambaran acara selamatan dalam masyarakat Jawa dalam karya monumentalnya The Religion of Java (Abangan, Santri, dan Priyayi ). Karya ini memberikan gambaran bahwa salah satu aspek dari kebudayaan masyarakat Jawa yang tak lekang dimakan usia adalah budaya selamatan. Sampai sekarang, kita masih bisa menemukan acara selamatan meskipun dalam kemasan yang berbeda di daerah perkotaan dan pedesaan. Karyanya mengenai kebudayaan Bali yang begitu detail dan kaya akan data lapangan serta interpretasi yang mengagumkan ditulis dalam buku NEGARA The Theatre State in Nineteenth Century Bali (Negara Teater: Kerajaan-Kerajaan di Bali Abad Sembilan Belas).

Di dalam masyarakat Jawa, pelaksanaan selamatan ada yang dilakukan secara individual ataupun secara kolektif. Tujuannya adalah untuk memperkuat ikatan sosial masyarakat yang dilakukan oleh suatu kelompok sosial tertentu. Misalnya, keraton Yogyakarta dan Surakarta adalah kelompok masyarakat yang paling sering melakukan ritual selamatan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, seperti gerebeg, sedekah bumi, upacara apeman, dan gunungan yang masih dilaksanakan sampai sekarang.

Di daerah Bali, beberapa bentuk kebudayaan lokal masih dilaksanakan sampai saat ini. Misalnya, mebanten atau membuat sesaji setiap hari sebanyak tiga kali oleh masyarakat Bali sebagai perwujudan rasa syukur, hormat, dan penyembahan kepada Tuhan. Konsep kepercayaan masyarakat Bali yang menjadi budaya adalah adat untuk melilitkan kain berwarna hitam dan putih pada batang pohon yang besar, tiang, dan bangunan di setiap daerah di Pulau Bali. Selain itu, contoh budaya lokal adalah upacara Ngaben yang saat ini menjadi tontonan para wisatawan yang datang ke Bali. Ngaben adalah upacara tradisi membakar jenazah orang yang sudah meninggal sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal.

Gambar Upacara ngabend di Pulau Bali

Salah satu aktivitas masyarakat Bali yang diikat oleh prinsip kebudayaan lokal adalah sistem pengairan di Bali yang disebut Subak. Subak adalah salah satu bentuk gotong royong atau sistem pengelolaan air untuk mengairi lahan persawahan berbentuk organisasi yang anggotanya diikat oleh pura subak. Di dalam sistem subak terdapat pembagian kerja berdasarkan hak dan kewajiban sebagai anggota subak. Oleh karena itu, apabila ada warga yang tidak menjadi anggota maka ia tidak berhak atas jatah air untuk mengairi sawahnya dan mengurus pura serta bebas dari semua kewajiban di sawah dan pura.

Budaya lokal di Indonesia mempunyai berbagai perbedaan. Suku- suku bangsa yang sudah banyak bergaul dengan masyarakat luar dan bersentuhan dengan budaya modern, seperti suku Jawa, Minangkabau, Batak, Aceh, dan Bugis memiliki budaya lokal yang berbeda dengan suku bangsa yang masih tertutup atau terisolasi seperti suku Dayak di pedalaman Kalimantan atau suku bangsa Wana di Sulawesi Tengah.

Perbedaan budaya tersebut bisa menimbulkan konflik sosial akibat adanya perbedaan perilaku yang dilandasi nilai-nilai budaya yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan konsep budaya yang mengandung nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, dan solidaritas antar- warga masyarakat yang hidup dalam komunitas yang sama. Misalnya, para mahasiswa yang tinggal di rumah indekos di Yogyakarta. Para mahasiswa tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang memiliki budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda. Perbedaan budaya tersebut bisa menimbulkan konflik sosial dalam kehidupan sehari-hari apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan rasa toleransi dan saling menghormati antarpenghuni rumah indekos. Sikap toleransi antarpenghuni rumah indekos tersebut akan muncul apabila didasari prinsip relativisme budaya yang memandang bahwa setiap kebudayaan tersebut berbeda dan unik serta tidak ada nilai-nilai budaya suatu kelompok yang dianggap lebih baik atau buruk dibanding kelompok lainnya.