Upload
istiqomah-kalalla
View
21
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
REFLEKSI KASUS
TONSILITIS + DIABETES MELLITUS TIPE 1
Nama : Istiqomah
No. Stambuk : G 501 09 070
Pembimbing : dr. Effendy Salim, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2013
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit, atau
metabolik lain. (6)
Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang bersifat umum, tonik atau klonik, tanpa
gerakan fokal dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. (2)
Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. Insiden kejang
demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering dari pada
perempuan dengan perbandingan 1,2–1,6:1. Dalam penelitian Saing B (1999), menemukan
62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam
sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12
tahun. (4)
Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai kejang demam sederhana pada pasien
anak yang dirawat di Pav. Catelia RSUD UNDATA.
2
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. KL
Umur : 1 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Talise
Agama : Islam
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan demam sejak semalam
sebelum masuk RS. Demam terus menerus dan tidak turun dengan pemberian obat penurun
panas. Kejang 1x di UGD dengan durasi <15 menit. Seluruh badan kejang, mata ke atas, pasien
sadar setelah kejang, ini merupakan kejang yang pertama. Terdapat nyeri otot, batuk tidak ada,
beringus tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, sesak napas tidak ada, riwayat trauma kepala
tidak ada, buang air kecil lancar, BAB biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan kejang.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Kakak pasien mempunyai riwayat kejang.
Riwayat kehamilan dan kelahiran :
Kehamilan cukup bulan, antenatal care tidak rutin, selama hamil ibu tidak pernah demam, dan
tidak pernah mengkonsumsi obat.
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar tidak lengkap (imunisasi campak tidak diberikan)
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan Darah : - mmHg
3
Frekuensi denyut nadi : 140 x /menit
Frekuensi nafas : 38 x/ menit
Suhu : 38 oC
Panjang badan : 82 cm
Berat badan : 8,8 kg
Status gizi : Gizi kurang
Pemeriksaan Sistemik :
Kulit : Teraba hangat, sianosis tidak ada, pucat tidak ada, kuning tidak ada,
turgor kembali cepat
Kepala : Bentuk bulat, simetris, tidak ada deformitas, rambut lebat, berwarna
coklat,
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, reflek
cahaya +/+ normal
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan, nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah
Tenggorokan : Pemeriksaan tidak dilakukan
Dada
: Paru
- Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan
- Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada , wheezing
tidak ada
Jantung
- Bunyi jantung normal, irama teratur, bising tidak ada
Abdomen : Inspeksi : Kesan datar
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Genital : Dalam batas normal.
4
Anggota gerak : Atas :
Akral hangat
Bawah :
Akral hangat
Pemeriksaan Laboratorium :
- HCT : 33,7 % (35-55)
- PLT : 260 109/L (150-450)
- WBC : 13,3 109/L (3.5-10.0)
- HGB : 11,3 g/dL (11.5-16.5)
Diagnosa Kerja:
Kejang Demam Sederhana e.c. bacterial infection
Terapi :
- IVFD RL 12 tetes/menit
- Inj. Dexamethasone ½ ampul
- Inj. Ceftriaxone 200 mg/12 jam
- Paracetamol syr 3 x 1 cth (jika demam)
Rencana :
Pemeriksaan darah rutin
Follow Up :
Tanggal 08 Februari 2014
S/ demam (+), kejang (-), nyeri otot (+)
O/ Tekanan Darah : - mmHg
Frekuensi denyut nadi : 120x /menit
Frekuensi nafas : 42 x/ menit
Suhu : 37,8°C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
A/ : Post kejang Demam Sederhana e.c. bacterial infection
P/ :
5
- IVFD RL 12 tetes/menit
- Stesolid syrup 3x1 cth
- Inj. Dexamethasone ½ ampul
- Inj. Ceftriaxone 200 mg/12 jam
- Paracetamol syr 3 x 1 cth (jika demam)
Tanggal 09 Februari 2014
S/ demam (+), kejang (-), nyeri otot (-)
O/ Tekanan Darah : - mmHg
Frekuensi denyut nadi : 115x /menit
Frekuensi nafas : 40 x/ menit
Suhu : 37,6°C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
A/ : Kejang Demam Sederhana e.c. bacterial infection
P/ :
- IVFD RL 12 tetes/menit
- Stesolid syrup 3x1 cth
- Inj. Dexamethasone ½ ampul
- Inj. Ceftriaxone 200 mg/12 jam
- Paracetamol syr 3 x 1 cth (jika demam)
Follow Up :
Tanggal 10 Februari 2014
S/ demam (-), kejang (-), nyeri otot (-)
O/ Tekanan Darah : - mmhg
Frekuensi denyut nadi : 120x /menit
Frekuensi nafas : 38 x/ menit
Suhu : 36,8°C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
A/ : Post Kejang Demam
- P/ : IVFD RL 12 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 200 mg/12 jam
- Paracetamol syr 3 x 1 cth
6
- Pasien diperbolehkan pulang
- Memberikan edukasi kepada ibu pasien bahwa kejang dapat terjadi
kembali ketika panas tinggi.
- Memberitahukan cara penggunanaan antikonvulsan rektal yang benar
agar orang tua pasien dapat menangani anak ketika kejang timbul
kembali.
DISKUSI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit, atau
metabolik lain. Menurut Consenssess Statement on Febrile Seizure, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal,
multipel (lebih dari 1 kali kejang per episode demam). (1,6)
Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana
(simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by
fever). Pembagian ini dapat memprediksi prognosis dari pasien yang mengalami kejang
demam. Menurut Livingston, kriteria kejang demam sederhana adalah sebagai berikut:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
7
Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang demam sangat tergantung
kepada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun, terbanyak di antara 17-23
bulan. Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana. Banyak pasien
kejang demam yang orangtua atau saudara kandungnya menderita penyakit yang sama.
Faktor prenatal dan perinatal dapat berperan dalam kejang demam. Pada pasien penyebab
infeksi tidak diketahui karena dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan fokus infeksi yang jelas
karena pada saat pemeriksaan pasien sangat rewel, namun infeksi saluran kemih patut
dicurigai sebagai penyebab demam karena ISK merupakan penyebab demam kedua tersering
setelah infeksi saluran pernafasan akut pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Kejang demam
didapatkan secara dominan autosomal karena kakak pasien mengalami hal serupa karena
mempunyai riwayat kejang ketika panas tinggi.(3,6)
Pada kasus ini usia pasien 1 tahun 3 bulan, kejang ini merupakan kejang pertama kali,
durasi kejang <15 menit.
Demam dapat menimbulkan kejang dengan mekanisme (1):
a. Demam dapat menimbulkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matur
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan
permeabilitas membrane sel
c. Metebolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang
akan merusak neuron
d. Demam meningkatkan cerebral Blood flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan
oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar
masuk sel.
8
Pada saat kejang demam akan menimbulkan kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang
bertambah lama, sehingga kerusakan otak akan semakin bertambah. Pada kasus ini kejang
merupakan kejang pertama kali dan frekuensinya kurang dari <15 menit sehingga disebut
kejang demam sederhana. Pada kasus ini penyebab demam tidak diketahui, karena pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan fokus infeksi yang jelas. Penyebab infeksi dapat
disebabkan karena bakteri karena pada pemeriksaan laboratorium nilai WBC meningkat
sebesar 13,3x109/L.
Pada kasus ini kejang tidak akan menimbulkan gejala sisa. Pada kejang yang lama > 15
menit biasanya akan diikuti dengan apneu, hipoksemia akibat meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet, asidosis laktat (meningkatnya metabolism
anaerobic), hiperkapnea, hipoksia arterial dan menyebabkan metabolism otak meningkat.
Rangkaian kejadian tersebut menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga
terjadi hipoksemia dan edema otak, dan pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron. (2)
Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu dikerjakan pada proses tata laksana kejang demam,
yaitu(2):
1. Pengobatan Fase Akut
Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat harus dibuka
dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah terjadinya aspirasi. Jalan napas
harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan
oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu,
tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan
dengan pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali sehari
atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB IV, BB<10 kg dosis
9
5 mg rektal, BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan utama dengan pemberian
secara intravena atau intrarektal karena memiliki masa kerja yang singkat. (1)
2. Profilaksis Intermitten
Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan pada waktu
pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38℃. Terapi intermitten harus dapat masuk
dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif mencegah timbulnya kejang demam
berulang dan bila diberikan intermitten hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang
cepat. Diazepam intermittent dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8
jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk
pasien dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis 0,5
mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5℃
atau lebih. (1)
3. Profilaksis Terus Menerus
Pemberian fenobarital 4-5 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang bermakna untuk
mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis
kejang demam ialah asam valproat yang memiliki efek sama bahkan lebih baik
dibandingkan dengan fenobarbital, meskipun memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis
asam valproat adalah 15-40 mg/kgBB. Profilaksis terus menerus dapat berguna untuk
mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan
kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi.
Indikasi profilaksis terus menerus adalah:
1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
10
3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap
4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi pada bayi
berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode
demam(1)
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang
berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pada kasus ini
diberikan dosis profilaksis yaitu stesolid oral sebanyak 5 mg yang dibagi dalam 3 dosis.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006.
2. Soetomenggolo T.S. dan Ismael S., Buku Ajar Neurologi Anak, Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jakarta, 1999
3. Hasan R. dkk., Buku Kuliah, Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2005
4. Deliana M., Tata Laksana Kejang Demam pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2,
Jakarta, September 2002
5. Tejani NR. Febrile Seizure. Dalam emedicine.medscape.com 5 Februari 2010.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. IDAI. 2009.
11