31
KEJU LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU Disusun Oleh : Nama : Agata Meiliawati NIM : 13.70.0039 Kelompok : B4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ricotta CheeseQueso Blanco Cheese

Citation preview

Page 1: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

KEJU

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU

Disusun Oleh :

Nama : Agata Meiliawati

NIM : 13.70.0039

Kelompok : B4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Page 2: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

20161. TOPIK DAN TUJUAN PRAKTIKUM

1.1. Topik Praktikum

Praktikum Teknologi Pengolahan Susu dengan topik mengenai “Keju” ini dilaksanakan

di Laboratorium Rekayasa Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Unika

Soegijapranata. Praktikum keju kloter B dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 21 Mei

2016 pukul 09.00 WIB sampai selesai. Asisten dosen yang bertanggung jawab dalam

praktikum keju ini adalah Rr. Panulu P. M. Sebelum dimulainya kegiatan praktikum,

asisten dosen memberikan penjelasan dan pengarahan singkat terhadap materi dan

metode pembuatan keju. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan keju ini adalah

susu sapi segar, susu full cream cair, dan susu skim cair. Keju yang dibuat pada

praktikum ini ada 2 jenis yaitu ricotta cheese dan queso blanco cheese. Pembuatan

kedua jenis keju ini dilakukan oleh masing-masing kelompok. Bahan baku susu yang

digunakan berbeda-beda untuk tiap kelompok, yaitu susu sapi segar 750 ml oleh

kelompok B1, susu full cream 750 ml oleh kelompok B2, susu skim cair 750 ml oelh

kelompok B3, susu skim + susu full cream 1:1 (375 ml : 375 ml) oleh kelompok B4,

dan susu skim + susu full cream 1:2 (250 ml : 500 ml) oleh kelompok B5. Pembuatan

keju diawali dengan memanaskan susu lalu ditambahkan asam serta garam sehingga

terbentuk gumpalan keju. Perbedaan dua jenis keju ini terletak pada konsentrasi asam

dan waktu pembentukan curd. Pengamatan yang dilakukan meliputi karakteristik fisik

dan sensori keju yang dihasilkan. Praktikum diakhiri dengan kuis, untuk melihat

kemampuan praktikan dalam memahami materi praktikum yang telah dilakukan.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip pembuatan soft

cheese yang berdasarkan pada koagulasi dengan menggunakan kombinasi asam dan

panas, serta untuk mengetahui pengaruh variasi jenis susu terhadap kualitas soft cheese

yang dihasilkan.

Page 3: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

2. HASIL PENGAMATAN

2.1 Ricotta Cheese

Hasil pengamatan keju berjenis Ricotta Cheese dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Ricotta Cheese

Kel. Bahan pH Tekstur Warna Aroma RasaB1 Susu sapi segar 5 + + + ++++B2 Susu full cream cair 5,5 + + +++ ++B3 Susu skim cair 5,5 ++ +++ + +++B4 Susu skim + full cream (1:1) 6 +++ ++ ++++ ++++B5 Susu skim + full cream (1:2) 5,5 + + + +++Keterangan:Warna: Rasa:+ : putih + : tidak asin++ : putih kekuningan ++ : kurang asin+++ : kuning +++ : asin++++ : sangat kuning ++++ : sangat asin

Aroma: Tekstur:+ : tidak beraroma + : cair++ : aroma susu ++ : kurang lembut+++ : aroma keju +++ : lembut++++ : sangat beraroma keju ++++ : keras

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa jenis bahan susu yang digunakan dalam pembuatan

keju ricotta berbeda-beda untuk tiap kelompoknya, begitu pula dengan hasil yang

diperoleh. Pada kelompok B1 menggunakan bahan susu sapi segar dihasilkan keju

dengan pH terendah yaitu 5, tekstur cair, warna putih, tidak beraroma, dan rasanya

sangat asin. Pada kelompok B2 menggunakan bahan susu full cream cair dihasilkan

keju dengan pH 5,5, tekstur cair, warna putih, aroma keju, dan rasanya kurang asin.

Pada kelompok B3 menggunakan bahan susu skim cair dihasilkan keju dengan pH 5,5,

tekstur kurang lembut, warna kuning, tidak beraroma, dan rasanya asin. Pada kelompok

B4 menggunakan bahan kombinasi susu skim+susu full cream (1:1) dihasilkan keju

dengan pH tertinggi yaitu 6, tekstur lembut, warna putih kekuningan, sangat beraroma

keju, dan rasanya sangat asin. Pada kelompok B5 menggunakan bahan kombinasi susu

skim+susu full cream (1:2) dihasilkan keju dengan pH 5,5, tekstur cair, warna putih,

tidak beraroma, dan rasanya asin.

Page 4: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

2.2 Queso Blanco Cheese

Tabel 2. Hasil Pengamatan Queso Blanco Cheese

Kel Bahan pH Tekstur Warna Aroma RasaB1 Susu sapi segar 5,5 +++ + + +++B2 Susu full cream cair 6 +++ ++ ++++ ++++B3 Susu skim cair 6 +++ ++ ++++ +++B4 Susu skim + full cream (1:1) 5,5 ++ ++ +++ ++B5 Susu skim + full cream (1:2) 6 +++ ++ +++ ++Keterangan:Warna: Rasa:+ : putih + : tidak asin++ : putih kekuningan ++ : kurang asin+++ : kuning +++ : asin++++ : sangat kuning ++++ : sangat asin

Aroma: Tekstur:+ : tidak beraroma + : cair++ : aroma susu ++ : kurang lembut+++ : aroma keju +++ : lembut++++ : sangat beraroma keju ++++ : keras

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa jenis bahan susu yang digunakan dalam pembuatan

keju queso blanco berbeda-beda untuk tiap kelompoknya, begitu pula dengan hasil yang

diperoleh. Pada kelompok B1 menggunakan bahan susu sapi segar dihasilkan keju

dengan pH 5,5, tekstur lembut, warna putih, tidak beraroma, dan rasanya asin. Pada

kelompok B2 menggunakan bahan susu full cream cair dihasilkan keju dengan pH 6,

tekstur lembut, warna putih kekuningan, sangat beraroma keju, dan rasanya sangat asin.

Pada kelompok B3 menggunakan bahan susu skim cair dihasilkan keju dengan pH 6,

tekstur lembut, warna putih kekuningan, sangat beraroma keju, dan rasanya asin. Pada

kelompok B4 menggunakan bahan kombinasi susu skim+susu full cream (1:1)

dihasilkan keju dengan pH 5,5, tekstur kurang lembut, warna putih kekuningan,

beraroma keju, dan rasanya kurang asin. Pada kelompok B5 menggunakan bahan

kombinasi susu skim+susu full cream (1:2) dihasilkan keju dengan pH 6, tekstur

lembut, warna putih kekuningan, beraroma keju, dan rasanya kurang asin.

Page 5: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini yang dilakukan adalah pembuatan keju. Menurut Potter (1978) keju

merupakan produk hasil olahan susu yang terbuat dari curd susu sapi ataupun susu

hewan lainnya. Mulyani et al. (2009) menambahkan keju merupakan produk hasil

olahan susu yang mempunyai kandungan protein yang tinggi. Oleh karena itu keju dapat

memberikan dampak positif bagi kesehatan dan dari segi ekonomis dapat meningkatkan

nilai jual susu. Rahman et al. (1992) mengungkapkan prinsip pembuatan keju yaitu

dengan cara menggumpalkan kasein susu, susu krim, atau susu yang diperkaya dengan

krim.

Keju yang dibuat dalam praktikum ini antara lain keju ricotta dan keju queso blanco.

Menurut teori Fox et al. (2004), keju ricotta merupakan keju khas dari Italia yang

terbuat dari susu sapi segar (whole milk) dengan kadar air tidak lebih dari 80%, dan

kandungan lemak susu lebih dari 11%, sedangkan keju riccota yang terbuat dari susu

skim mengandung kadar air yang tidak lebih dari 82,5%, dan kandungan lemak susu

kurang dari 1%. Keju ricotta dari susu segar mempunyai ciri-ciri, yaitu berwarna putih

susu, bertekstur lembut, creamy, sedikit beraroma karamel, dan rasanya manis. Martins

et al. (2010) menambahkan bahwa umumnya keju ricotta mempunyai kadar air yang

tinggi dan mempunyai pH kisaran 5. Hal tersebut yang memungkinkan keju ini mudah

untuk ditumbuhi mikroorganisme sehingga tidak bisa bertahan dalam jangka waktu

yang lama. Farkey & Vedamuthu (2002) menambahkan bahwa pH dari keju ricotta

antara 5,6 – 6. Komposisi dari keju ricotta ini meliputi laktosa 3,5%, lemak 2,5%,

protein 16%, abu 1%, dan total padatan 20-23%.

Menurut teori Zonis (2007), keju queso blanco merupakan keju khas Amerika Selatan

yang dibuat dengan teknik peningkatan keasaman secara langsung, tanpa adanya

penambahan kultur maupun rennet, kemudian diletakkan dalam blok. Perlakuan ini

menyebabkan tekstur keju queso blanco menjadi kuat, halus, elastis, dan tidak mudah

berubah ketika dipanaskan. Pengasaman dilakukan hingga pH curd mencapai 4,6-4,7.

Komposisi keju queso blanco, antara lain kadar air 50-56%, protein 21-25%, lemak 15-

Page 6: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

20%, kadar garam 2-2,5%, dan laktosa 2,5-2,7% Apabila dibandingkan antara kedua

jenis keju, keju ricotta memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada keju queso blanco.

Keju ricotta dan keju queso blanco termasuk ke dalam jenis keju segar

(fresh/unripened). Menurut Irvine (1982), keju segar merupakan keju yang tidak

melalui proses pematangan, sehingga keju jenis ini memiliki karakteristik seperti krim,

berasa netral dan tidak begitu asin. Keju segar mengandung air yang tinggi yaitu sekitar

70% sehingga tidak bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama. Menurut Farkey &

Vedamuthu (2002), keju lunak (soft cheese) memiliki kadar air yang tinggi, yaitu sekitar

50-80%. Sehingga dapat dikatakan bahwa keju ricotta dan keju queso blanco termasuk

ke dalam jenis keju lunak. Keju lunak ini mempunyai karakteristik tekstur yang khas

dan konsistensi yang lembut sehingga dapat ditekan dengan tangan. Pembuatan keju

lunak menggunakan asam yang ditambahkan dalam konsentrasi rendah, dan tidak

melibatkan proses fermentasi oleh bakteri maupun jamur. Dalam hal ini, jenis keju

dapat dibedakan berdasarkan berdasarkan metode pembuatannya. Keju lunak dibuat

dengan penambahan asam yang tidak terlalu tinggi dan kondisi temperatur minimal,

sementara keju keras dibuat dengan penambahan asam dan kondisi temperatur yang

tinggi.

Prinsip pembuatan keju adalah dengan kombinasi antara asam dan panas untuk

mengkoagulasikan protein susu yang disebut kasein. Kasein merupakan protein susu

yang digumpalkan saat proses pembuatan keju, jika suhu yang digunakan tidak tepat

maka akan merusak kasein susu, dan tentu akan berpengaruh terhadap kualitas keju

yang dihasilkan (Rahmawati et al., 2014). Hal tersebut menurut Koswara (2009),

merupakan tahapan terpenting ketika memproduksi keju. Sesaat setelah susu

dipanaskan, dapat dilakukan penambahan asam. Asam ini akan membuat terbentuknya

agregat kasein susu. Pengasaman akan mengubah laktosa menjadi asam laktat dan dapat

menghasilkan konsistensi serta kematangan keju. Proses tersebut dapat ditingkatkan

dengan adanya panas dan pengadukan hingga terjadi pemisahan curd dan whey. Proses

pengasaman yang dilakukan dengan proses pemanasan akan membentuk suatu gel.

Proses pemisahan whey akan terjadi ketika gelled atau cotted milk tetap terjadi selama

waktu tertentu (Walstra et al., 2006). Jadi intinya, adanya kombinasi antara pemanasan

Page 7: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

dan pengasaman, maka akan terjadi denaturasi dan pemutusan ikatan disulfida protein

susu yang menyebabkan terjadinya presipitasi dan terbentuklah curd. Menurut

Sumarmono & Suhartati (2014) teknik menggumpalkan kasein susu melalui

pengasaman secara langsung selain menggunakan asam organik dapat juga dengan

memanfaatkan ekstrak buah lokal seperti nanas, belimbing, wuluh, maupun jeruk nipis.

Hal ini dapat mengurangi penggunaan asam cuka dan dapat meningkatkan yield serta

karakteristik rasa keju lunak yang lebih menarik.

Jenis bahan susu yang digunakan dalam pembuatan keju ricotta maupun keju queso

blanco dalam praktikum ini berbeda-beda untuk tiap kelompoknya. Bahan-bahan susu

tersebut, yaitu susu sapi segar 750 ml oleh kelompok B1, susu full cream 750 ml oleh

kelompok B2, susu skim cair 750 ml oelh kelompok B3, susu skim + susu full cream

1:1 (375 ml : 375 ml) oleh kelompok B4, dan susu skim + susu full cream 1:2 (250 ml :

500 ml) oleh kelompok B5. Menurut Saleh (2004), komposisi susu sapi segar meliputi

laktosa 4,9%, lemak 3,8%, protein 3,5%, dan mineral 0,73%. Menurut Agarwal et al.

(2006), susu full cream merupakan susu yang mengandung lemak tinggi dengan

komposisi total padatan susu sekitar 12,70%., sementara susu skim merupakan susu

yang mengandung lemak rendah dengan komposisi total padatan sekita 9,15%. Keju

yang dihasilkan dari bahan susu full cream mengandung air sebanyak 36-38%,

sedangkan keju dari bahan susu skim mengandung air sebanyak 42-25%. Menurut Yanti

(2003), keju yang dibuat dengan kombinasi susu full cream dengan susu skim memiliki

tujuan untuk mendapatkan kadar lemak yang diinginkan, di mana susu yang dicampur

dengan susu skim menyebabkan kandungan lemak turun dan susu yang dicampur

dengan susu full cream menyebabkan kandungan lemak naik.

Dalam praktikum ini pembuatan keju ricotta maupun keju queso blanco diawali dengan

mempasteurisasi susu sebanyak 750 ml sesuai dengan bahan yang digunakan masing-

masing kelompok. Untuk jenis keju ricotta, pasteurisasi dilakukan pada suhu 72oC

selama 15 detik. Sementara untuk jenis keju queso blanco, pasteurisasi dilakukan pada

suhu 80oC selama 2 menit. Pasteurisasi susu merupakan perlakuan pemanasan dengan

tujuan untuk membunuh bakteri patogen maupun perusak. Selain itu, pasteurisasi dapat

menghasilkan produk akhir keju yang seragam. Pada umumnya keju lunak seperti keju

Page 8: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

ricotta dan keju queso blanco ini langsung dikonsumsi tanpa penyimpanan terlebih

dahulu, sehingga adanya proses pemanasan pasteurisasi sangat penting dilakukan untuk

menghindari resiko kontaminasi mikroorganisme. Suhu optimum pasteurisasi adalah

72oC selama 15 detik. Suhu ini menurut Rahmawati et al. (2014) merupakan cara

pasteurisasi dengan High Temperature Short Time (HTST) pasteurisasi pada suhu tinggi

72oC selama 15 detik. Pada keju queso blanco, digunakan suhu pasteurisasi yang lebih

tinggi yaitu 80oC. Metode ini sesuai dengan Ellis (2010), di mana pembuatan keju jenis

queso blanco, dilakukan pasteurisasi pada suhu ±185°F atau 85°C. Proses pemanasan

dengan suhu tinggi tersebut bertujuan untuk membantu proses denaturasi protein di

awal sehingga memudahkan proses koagulasi saat tahap penambahan asam. Buckle et

al. (1987) menambahkan, pemanasan dengan pasteurisasi akan menyebabkan denaturasi

sifat-sifat protein whey dan perubahan kasein yang memberi konsistensi yang lebih baik

dan lebih seragam pada produk akhir.

Setelah mencapai suhu dan waktu pasteurisasi, maka penambahan asam cuka dapat

dilakukan. Untuk jenis keju ricotta, penambahan asam cuka sebanyak 7,5 ml dan diaduk

perlahan selama 1 menit. Sementara untuk jenis keju queso blanco, penambahan asam

cuka sebanyak 10 ml yang telah diencerkan dengan air minum sebanyak 5 ml diawal

proses. Penambahan asam seperti cuka dalam praktikum ini sudah sesuai dengan yang

dikemukakan Irvine & Hill (1985) di mana pengasaman dapat dilakukan dengan

penambahan air perasan lemon, asam cuka, asam tartrat, atau kultur bakteri

Streptococcus lactis. Menurut Rahman et al. (1992), penambahan asam bertujuan untuk

mengkoagulasi kasein susu, dengan menangkap banyak lemak, serta sebagian laktosa,

air, dan mineral. Selain itu menurut Murti (2003), penambahan asam juga berfungsi

untuk memberikan cita rasa asam yang enak pada keju dengan peningkatan derajat

keasaman hingga 1%. Pada pembuatan keju queso blanco, dilakukan pengenceran cuka

terlebih dahulu. Hal ini bertujuan supaya keju queso blanco yang dihasilkan memiliki

curd yang kecil dan bertekstur lembut. Didukung oleh Soeparno (1992) bahwa apabila

asam yang ditambahkan dalam konsentrasi yang tinggi, maka kemungkinan terjadi

proses koagulasi protein yang tidak sempurna dan menyebabkan curd berukuran besar

dan bertekstur kasar. Pada proses pengasaman hendaknya dilakukan secara perlahan-

Page 9: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

lahan supaya pembentukan curd menghasilkan bentuk yang homogen dan merata di

seluruh bagian susu.

Setelah itu, baik keju ricotta maupun keju queso blanco ditambahkan 15 gram garam

dan curd segera terbentuk, lalu diaduk kembali. Menurut Irvine & Hill (1985),

penambahan garam bertujuan untuk proses dehidrasi atau sineresis lebih lanjut dari sisa

whey yang masih ada, menghasilkan curd yang padat, menurunkan drajat keasaman,

mencegah pertumbuhan bakteri (sebagai pengawet), dan berkontribusi terhadap rasa

keju. Tambahan menurut Foster et al. (1961), garam yang ditambahkan akan membantu

proses pengeluaran protein whey dari koagulan, mengatur tingkat keasaman dan kadar

air keju, berperan dalam menentukan proses pematangan dan citarasa keju yang

dihasilkan. Selain itu menurut Rehm et al. (1995) garam difungsikan untuk

meningkatkan hidrasi protein susu yang membentuk emulsifikasi lemak sehingga

membuat tekstur keju yang dihasilkan halus.

Susu selanjutnya ditutup dengan menggunakan kain saring dan dilakukan pemeraman

untuk kedua jenis keju dengan waktu pemeraman yang berbeda. Untuk jenis keju

ricotta, pemeraman dilakukan selama 2 jam. Sementara untuk jenis keju queso blanco,

pemeraman dilakukan hanya selama 10 menit saja. Penutupan dengan kain saring dan

pemeraman baik dalam waktu 2 jam maupun 10 menit bertujuan untuk memberikan

kesempatan bagi asam untuk bereaksi dengan protein susu, supaya proses koagulasi

berlangsung dengan baik. Novidia (2003) menambahkan, dengan memberikan waktu

maka akan didapatkan substansi gel yang dinamakan curd, sejumlah besar air, dan

susbtansi terlarut yang disebut whey. Waktu pemeraman keju queso blanco yang hanya

10 menit menurut Sumarmono & Suhartati (2012) didasarkan dari pengertian keju

queso blanco sendiri yang merupakan keju lunak dan tidak memerlukan pemeraman

yang lama sehingga dapat dikonsumsi secara langsung. Waktu pemeraman keju queso

blanco yang lebih singkat dari keju ricotta ini dapat menyebabkan tekstur dari keju

queso blanco lebih lembut dari keju ricotta. Sementara menurut Koswara (2009) untuk

keju ricotta pemeraman yang lebih lama yaitu 2 jam bertujuan untuk membentuk secara

optimal karakteristik khas keju ricotta.

Page 10: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

Curd yang telah terbentuk dari kedua jenis keju, kemudian disaring dan diperas untuk

memisahkan whey dan curd. Penyaringan dan pemerasan dengan kain saring yang

dilakukan setelah pemeraman bertujuan untuk memisahkan curd dan whey dengan

menghilangkan sebagian besar air dalam keju. Diusahakan supaya kadar air dalam keju

menjadi minimal, karena jika kadar air masih terlalu banyak maka akan memicu

pertumbuhan mikroba dan mempercepat proses kerusakan keju. Keju yang terbentuk

diambil sebagian untuk diukur pH dengan kertas lakmus. Setelah itu baru diamati

karakteristik fisik dan sensori dari kedua jenis keju yang dihasilkan. Metode pembuatan

keju ini sudah sesuai dengan pendapat dari Irvine & Hill (1985) di mana prinsip dasar

pembuatan keju meliputi pasteurisasi susu, penambahan asam, penggumpalan,

pemisahan curd dan whey, pengolahan curd, dan pematangan keju. Dalam praktikum

pembuatan keju dilakukan secara lebih sederhana tanpa adanya proses pengolahan curd

dan pematangan keju.

3.1. Analisa Hasil Pengamatan

3.1.1. Parameter pH

Hasil pengamatan dari parameter pH keju ricotta (tabel 1) diketahui bahwa rentang pH

yang dihasilkan oleh keju ricotta antara 5-6. Hasil ini cukup sesuai dengan teori dari

Farkey & Vedamuthu (2002) bahwa pH dari keju ricotta antara 5,6 – 6. Komposisi susu

dan jenis asam yang ditambahkan dapat mempengaruhi komposisi produk akhir keju.

Kelompok B1 didapatkan pH yang sedikit lebih rendah dibawah yang seharusnya. Hal

ini mungkin disebabkan oleh karena penambahan asam cuka yang terlalu banyak,

sehingga mengkibatkan pH keju sedikit lebih asam. Selain itu, juga bisa terjadi karena

panelis salah memperkirakan nilai pH dengan menggunakan kertas lakmus.

Pada pengamatan parameter pH keju queso blanco (tabel 2) diketahui bahwa rentang pH

yang dihasilkan oleh keju queso blanco antara 5,5-6. Hal ini tidak sesuai dengan teori

menurut Farkey & Vedamuthu (2002) bahwa pH dari Queso Blanco berkisar antara 4,6-

4,7. Penyimpangan ini mungkin terjadi karena pengenceran yang dilakukan tidak tepat

ukurannya oleh penambahan air yang terlalu banyak atau takaran asam cuka yang

kurang dari 10 ml. Selain itu, juga bisa terjadi karena panelis salah memperkirakan nilai

pH dengan menggunakan kertas lakmus

Page 11: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

3.1.2. Parameter Tekstur

Hasil pengamatan dari parameter tekstur keju ricotta (tabel 1) diketahui bahwa tekstur

keju pada kelompok B1, B2, dan B5 adalah cair. Hal ini menurut Irvine & Hill (1985)

permasalahan tersebut terdapat di tahap pemanasan dengan pasteurisasi. Pasteurisasi

yang berlebih akan menghasilkan tekstur yang terlalu lembut bahkan menjadi cair,

karena pengaruh suhu tinggi dan waktu yang lama. Selain itu, penyimpangan ini dapat

dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam susu yang digunakan. Eskin (1990)

menambahkan beberapa hal yang dapat menyebabkan keju bertekstur cair dan kurang

lembut, salah satunya adalah proses koagulasi protein susu yang tidak optimal akibat

kurang optimalnya proses pemanasan di mana penguapan air menjadi tidak maksimal.

Suhu optimum pasteurisasi dalam pembuatan keju ricotta adalah 72oC selama 15 detik.

Oleh sebab itu, apabila proses pasteurisasi yang berlebih atau tidak optimal dapat

menyebabkan penyimpangan tekstur dari yang seharusnya. Selain itu, pada kelompok

B3 dihasilkan tekstur kurang lembut. Hasil ini tidak sesuai dengan teori dari Agarwal et

al. (2006) di mana semakin banyak kandungan lemak susu, maka keju akan semakin

lembut. Seharusnya kelompok B2 dihasilkan tekstur keju yang lembut karena terbuat

dari susu full cream dengan kandungan lemak tinggi. Penyimpangan ini kemungkinan

terjadi karena penilaian dilakukan oleh satu orang panelis, sehingga didapatkan

penilaian yang bersifat subjektif. Lain halnya pada kelompok B4 dihasilkan tekstur

lembut. Menurut Yanti (2003), apabila digunakan perbandingan komposisi susu yang

tepat akan dihasikan terkstur keju yang lembut. Teori ini sesuai dengan hasil keju pada

kelompok B4 dengan perbandingan bahan susu skim dan full cream 1:1.

Pada pengamatan parameter tekstur keju queso blanco (tabel 2) diketahui bahwa tekstur

keju pada kelompok B1, B2, B3, dan B5 dihasilkan keju bertekstur lembut, namun B4

dihasilkan keju yang kurang lembut. Hasil ini kurang sesuai dengan teori menurut Yanti

(2003), di mana apabila digunakan perbandingan komposisi susu yang tepat akan

dihasikan terkstur keju yang lembut. Penyimpangan ini kemungkinan terjadi karena

penilaian dilakukan oleh satu orang panelis, sehingga didapatkan penilaian yang bersifat

subjektif. Apabila dibandingkan tekstur antara keju ricotta dan keju queso blanco

didapatkan hasil di mana keju queso blanco mempunyai tekstur yang rata-rata lebih

Page 12: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

lembut dibandingkan keju ricotta. Hal ini menurut Sumarmono & Suhartati (2012)

waktu pemeraman keju queso blanco yang hanya 10 menit didasarkan dari pengertian

keju queso blanco sendiri yang merupakan keju lunak dan tidak memerlukan

pemeraman yang lama sehingga dapat dikonsumsi secara langsung. Waktu pemeraman

keju queso blanco yang lebih singkat dari keju ricotta ini dapat menyebabkan tekstur

dari keju queso blanco lebih lembut dari keju ricotta. Didukung oleh pernyataan dari

Arinda et al. (2013) di mana waktu penyimpanan akan berpengaruh terhadap kadar air

keju lunak. Semakin lama waktu penyimpanan, maka kadar air akan meningkat namun

secara lambat. Peningkatan kadar air secara lambat menyebabkan kekerasan keju

menurun secara lambat pula.

3.1.3. Parameter Warna

Hasil pengamatan dari parameter warna keju ricotta (tabel 1) diketahui bahwa warna

keju pada kelompok B1, B2, dan B5 dihasilkan keju yang berwarna putih. Hasil ini

telah sesuai dengan teori di mana karakteristik keju ricotta adalah keju berwarna putih

susu. Didukung oleh teori dari Novidia (2003) di mana bila semakin tinggi kadar lemak,

maka warna yang dihasilkan akan semakin putih, dan hal ini terlihat dari kelompok B2

dan B5 yang menggunakan susu full cream, dan kelompok B1 yang menggunakan susu

utuh. Pada kelompok B3 dihasilkan warna kuning, dan B4 dihasilkan warna putih

kekuningan. Hasil ini kurang sesuai dari teori Novidia (2003) yang mengatakan bahwa

bila kandungan lemak rendah, maka akan dihasilkan warna keju yang pucat. Perbedaan

warna yang dihasilkan ini dapat disebabkan karena komposisi susu yang berbeda-beda

(Bennion & Hughes, 1975). Menurut pendapat Saleh (2004), warna keju yang bervariasi

dikarenakan perbedaan bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat, dan

bahan pembentuk warna dari susu. Warna kuning yang ada kemungkinan terjadi apabila

di dalam susu terdapat pigmen karoten yang dipengaruhi oleh asal susu. Faktor lain juga

dapat disebabkan karena proses pembuatan keju yang kurang tepat dan penilaian

dilakukan oleh satu orang panelis, sehingga didapatkan penilaian yang bersifat subjektif.

Pada pengamatan parameter warna keju queso blanco (tabel 2) diketahui bahwa warna

keju pada kelompok B2 – B5 dihasilkan warna keju yang putih kekuningan. Hasil ini

kurang sesuai dengan teori Novidia (2003) di mana bila semakin tinggi kadar lemak,

Page 13: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

maka warna yang dihasilkan akan semakin putih. Seharusnya kelompok B2 dan B5

yang menggunakan susu full cream akan menghasilkan warna yang cenderung putih

seperti kelompok B1 yang dihasilkan keju yang berwarna putih. Ketidaksesuaian ini

dapat terjadi karena proses pemasakan yang lama dengan adanya butterfat yang

terkandung dalam susu. Hal ini akan membuat keju yang dihasilkan cenderung

berwarna putih kekuningan atau bahkan kuning. Namun bila dibandingkan dengan teori

USDA (2008) bahwa keju queso blanco rata-rata memiliki warna creamy white atau

putih kekuningan, berarti hasil tersebut dianggap sudah sesuai.

3.1.4. Parameter Aroma

Hasil pengamatan dari parameter aroma keju ricotta (tabel 1) diketahui bahwa keju pada

kelompok B1, B3, dan B5 tidak beraroma. Pada kelompok B2 keju yang dihasilkan

memiliki aroma keju, dan kelompok B4 keju yang dihasilkan memiliki aroma keju yang

lebih kuat (sangat beraroma keju). Hasil ini telah sesuai dengan teori Bennion & Hughes

(1975) di mana bila kandungan lemak susu yang tinggi akan menghasilkan keju yang

beraroma keju. Semakin tinggi kandungan lemaknya, maka akan semakin kuat aroma

keju yang terbentuk.

Pada pengamatan parameter aroma keju queso blanco (tabel 2) diketahui bahwa keju

pada kelompok B2 dan B3 sangat beraroma keju, pada kelompok B4 dan B5 keju yang

dihasilkan beraroma keju, dan pada kelompok B1 keju yang dihasilkan tidak beraroma.

Menurut Bennion & Hughes (1975) bila kandungan lemak susu yang tinggi akan

menghasilkan keju yang beraroma keju. Semakin tinggi kandungan lemaknya, maka

akan semakin kuat aroma keju yang terbentuk. Teori tersebut sesuai pada kelompok B2,

B4, dan B5 yang menggunakan bahan susu dengan kandungan lemak tinggi. Namun

teori tersebut tidak sesuai dengan kelompok B3. Seharusnya kelompok B3 keju

yangdihasilkan aromanya tidak lebih kuat dari aroma keju B1. Penyimpangan ini

kemungkinan terjadi karena susu mengalami perubahan baik secara fisik maupun

kimiawi selama proses pengolahan. Perubahan yang terjadi seperti fermentasi laktosa

menjadi asam laktat, asam asetat, asam propionat, dan karbondioksida yang dihasilkan

yang dapat mempengaruhi flavor atau aroma dari keju, sehingga didapatkan aroma keju

yang lebih kuat dari seharusnya (Eskin, 1990). Selain itu, penyimpangan dari kelompok

Page 14: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

B1 yang tidak beraroma kemungkinan disebabkan karena penilaian dilakukan oleh satu

orang panelis, sehingga didapatkan penilaian yang bersifat subjektif.

3.1.5. Parameter Rasa

Hasil pengamatan dari parameter rasa keju ricotta (tabel 1) diketahui bahwa keju pada

kelompok B1 dan B4 berasa sangat asin. Pada kelompok B3 dan B5 dihasilkan keju

yang berasa asin, dan kelompok B2 dihasilkan keju yang kurang asin. Berdasarkan teori

dari Novidia (2003), semakin tinggi kandungan lemak dalam susu, maka aroma dan rasa

yang dihasilkan akan semakin menarik. Teori ini berlaku pada kelompok B1, B4, dan

B5 yang menggunakan bahan susu dengan kandungan lemak tinggi sehingga rata-rata

dihasilkan rasa yang asin. Namun teori tersebut tidak berlaku untuk kelompok B2 dan

B3, seharusnya kelompok B2 dengan kandungan lemak tinggi dihasilkan rasa yang asin,

dan kelompok B3 seharusnya tidak dihasilkan rasa yang asin karena rendahnya

kandungan lemak susu. Penyimpangan ini kemungkinan terjadi karena penilaian

dilakukan oleh satu orang panelis, sehingga didapatkan penilaian yang bersifat subjektif.

Pada pengamatan parameter rasa keju queso blanco (tabel 2) diketahui bahwa keju pada

kelompok B2 berasa sangat asin. Pada kelompok B1 dan B3 keju yang dihasilkan berasa

asin, serta kelompok B4 dan B5 dihasilkan rasa yang kurang asin. Berdasarkan teori

dari Novidia (2003), semakin tinggi kandungan lemak dalam susu, maka aroma dan rasa

yang dihasilkan akan semakin menarik. Teori ini berlaku pada kelompok B1 dan B2

yang menggunakan bahan susu dengan kandungan lemak tinggi, namun teori tidak

berlaku pada kelompok B3 dan B5. Seharusnya kelompok B5 dengan lemak susu tinggi

dihasilkan keju yang berasa lebih asin dibandingkan kelompok B3. Penyimpangan ini

kemungkinan terjadi karena penilaian dilakukan oleh satu orang panelis, sehingga

didapatkan penilaian yang bersifat subjektif. Apabila dibandingkan rasa antara keju

ricotta dengan keju queso blanco, maka dapat diketahui bahwa keju ricotta rata-rata

menghasilkan banyak keju yang berasa asin hingga sangat asin. Menurut Carr (1992),

rasa dan aroma yang dihasilkan dari keju tergantung dari lamanya pemeraman keju.

Semakin lama waktu pemeraman, maka aroma dan rasa yang dihasilkan keju akan

semakin kuat. Hal ini terlihat dari metode pembuatan keju ricotta yang membutuhkan

Page 15: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

waktu pemeraman lebih lama yaitu 2 jam dibandingkan dengan keju queso blanco yang

hanya 10 menit saja.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jenis dan variasi keju, yaitu derajat

keasaman susu selama proses pembuatan curd, suhu, kelembaban, lama waktu

pematangan keju, jenis mikroorganisme, dan komposisi susu yang digunakan dalam

pembuatan keju. Kondisi penyimpanan keju terutama suhu dan kelembaban sebaiknya

dikontrol dengan suhu rendah dan kelembaban tinggi. Proses pematangan keju

diperlukan untuk dapat menghasilkan keju yang berkualitas baik. Komposisi susu

terutama dalam hal kandungan lemak akan berpengaruh terhadap karakteristik keju

yang dihasilkan. Apabila komposisi susu yang digunakan mengandung kadar lemak

yang tinggi, maka keju yang dihasilkan akan bertekstur lembut, beraroma harum, dan

berwarna menarik. Namun apabila komposisi susu yang digunakan mengandung kadar

lemak yang rendah, maka keju yang dihasilkan akan bertekstur keras dan berwarna

pucat. (Novidia, 2003). Menurut pernyataan Geantaresa & Supriyanti (2010), belum

tentu keju yang memiliki kandungan lemak rendah berkualitas jelek. Keju dengan lemak

rendah khususnya yang terbuat dari susu skim dapat dikonsumsi oleh orang diet yang

hanya mengonsumsi makanan rendah lemak. Biarpun rasanya tidak segurih keju dengan

lemak tinggi, namun peran dari keju rendah lemak ini dapat membantu menjaga

kesehatan orang yang mengonsumsinya. Menurut Dhuol & Hamid (2013), proses

penyimpanan keju akan berpengaruh terhadap pH, total lemak dan protein. pH akan

semakin meningkat sejalan dengan lamanya waktu penyimpanan, namun kandungan

lemak dan protein akan menurun.

4. KESIMPULAN

Page 16: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

Keju ricotta dan keju queso blanco termasuk ke dalam jenis keju lunak.

Keju lunak dibuat dengan penambahan asam yang tidak terlalu tinggi dan

kondisi temperatur minimal.

Prinsip pembuatan keju dengan kombinasi antara asam dan panas untuk

mengkoagulasikan protein susu yang disebut kasein.

Komposisi susu dan jenis asam yang ditambahkan dapat mempengaruhi

komposisi produk akhir keju.

Semakin banyak kandungan lemak susu, maka keju akan semakin lembut.

Tekstur keju queso blanco mempunyai tekstur yang rata-rata lebih lembut

dibandingkan keju ricotta.

Karakteristik keju ricotta adalah keju berwarna putih susu.

Karakteristik keju queso blanco rata-rata memiliki warna creamy white atau

putih kekuningan

Bila semakin tinggi kadar lemak maka warna yang dihasilkan akan semakin

putih, dan bila kandungan lemak rendah maka akan dihasilkan warna keju yang

pucat.

Perbedaan warna dapat disebabkan karena komposisi susu yang berbeda-beda,

perbedaan bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat, dan bahan

pembentuk warna dari susu.

Semakin tinggi kandungan lemak dalam susu, maka aroma dan rasa yang

dihasilkan akan semakin menarik.

Rasa dan aroma yang dihasilkan dari keju tergantung dari lamanya pemeraman

keju.

Semarang, 30 Mei 2016Praktikan, NIM Asisten DosenKelompok B4 - Rr. Panulu P. M

Agata Meiliawati13.70.0039

5. DAFTAR PUSTAKA

Page 17: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

Agarwal, S., J. R. Powers; B. G. Swanson, S. Chen, and S. Clark. (2006). Cheese pH, Protein Concentration, and Formation of Calcium Lactate Crystals. Journal Dairy Sci. Vol. 89 (11) : 4144-4155.

Arinda, A. F., J. Sumarmono, dan M. Sulistyowati. (2013), Pengaruh Bahan Pengasam dan Kondisi Susu Sapi terhadap Hasil/Rendemen, Keasaman, Kadar Air dan Ketegaran Keji Tipe Mozarella. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 455-462.

Bennion, M and O. Hughes. (1975). Introductory Foods. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wooton. (1987). Food Science. UI Press. Jakarta.

Carr, S. (1992). Pocket Cheese Book. Mitchell Beazley Publishers. New York.

Dhuol, K. R. R. and O. I. A. Hamid. (2013). Physicochemical and Sensory Characteristics of White Soft Cheese Made From Different Levels of Cassava Powder. International journal of Current Research and Academic Review. Vol. 1, No. 4: 1-12.

Ellis, J. (2010). What is Queso Blanco?. http://www.wisegeek.com/what-is-queso-blanco.htm. Diakses tanggal 29 Mei 2016, pukul 05.59 WIB.

Eskin, N. A. M. (1990). Biochemistry of Foods 2nd Edition. Academic Press, Inc. California.

Farkey, N. Y. and E. R. Vedamuthu (2002). Microbiology of Soft Cheeses. Di dalam Robinson, R. K. (Ed.). Dairy Microbiology Handbook: The Microbiology of Milk and Milk Products 3rd Ed. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Foster, E. M., F. E. Nelson, M. L. Snede, and R. D. Doetch. (1961). Dairy Microbiology. Prentice-Hall, Inc. New York.

Fox, P. F., Paul L. H, McSweeney, T. M. Cogan, and T. P. Guine. (2004). Cheese, Chemistry, Physics, and Microbiology 3rd Edition Volume 2 Major cheese group. Elsevier Academic Press.

Geantaresa, E. dan F. M. T. Supriyanti. (2010). Pemanfaatan Ekstrak Kasar Papain sebagai Koagulan pada Pembuatan Keju Cottage Menggunakan Bakteri

Page 18: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis, dan Leuconostoc mesentroides. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. Vol. 1, No. 1: 38-43.

Irvine, D. M. (1982). Cheddar Cheese. Departement Agriculture & Food. Toronto.

Irvine, D. M. and A. R. Hill. (1985). Cheese Technology. Pergamon. Oxford.

Koswara, S. (2009). Teknologi Pengolahan Susu. eBookPangan.com. Diakses pada tanggal 29 Mei 2016, pukul 06.08 WIB.

Mulyani, S., A. Azizah, dan A. M. Legowo. (2009). Profil Kolesterol, Kadar Protein, dan Tekstur Keju menggunakan Mucor meihei sebagai Sumber Koagulan. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan : 516-523.

Murti, T. W. (2003). Cocok untuk Segala Usia. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. http://www.living-foods.com/articles/rawvscooked.html. Diakses tanggal 29 Mei 2016, pukul 06.03 WIB.

Novidia, E. (2003). Keju, Produk Olahan Susu yang Kaya Nutrisi. Harian Pikiran Rakyat Minggu. Jakarta.

Potter, N. (1978). Food Science 3rd Edition. CBS Publishers & Distributors. New Delhi.

Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahaju, Suliantari, dan C. C. Nurwitri. (1992). Teknologi Fermentasi Susu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmawati, D., J. Sumarmono, dan K. Widayaka. (2014). Pengaruh Metode Pasteurisasi dan Jenis Starter yang Berbeda Terhadap pH, Kadar Air, dan Total Solid Keju Lunak Susu Kambing Peranakan Ettawa. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 1, No. 9: 46-51.

Rehm, H. J., G. Reed, A. Puhler, and P. Stadler. (1995). Biotechnology Second, Completely Revised Edition. VCH Verlagsgesellschaft mbH, D-69451. New York.

Saleh, E. (2004). Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. USU Digital Library. http://library.usu.ac.id./download/fp/ternak-eniza2.pdf. Diakses tanggal 29 Mei 2016, pukul 05.55 WIB.

Page 19: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

Sumarmono, J. dan F. M. Suhartati. (2014). Yield dan Komposisi Keju Lunak Dari Susu Sapi yang Dibuat Dengan Teknik Direct Acidification Menggunakan Ekstrak Buah Lokal. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1, No. 3.

USDA. (2008). Commercial Item Description Cheese, Queso Blanco. http://www.ams.usda.gov/AMSv1.0/getfile?dDocName=STELDEV3006741. Diakses tanggal 25 Mei 2016, pukul 06.11 WIB.

Walstra, P., J. T. M. Wouters, T. J. Geurts. (2006). Dairy Science and Technology Second Edition. CRC Press. New York.

Yanti. (2003). Celoteh Keju A-Z. http://jalankenangan.net/celoteh/?p=156. Diakses tanggal 29 Mei 2016, pukul 05.59 WIB.

Zonis, S. (2007). Fresh Cheese: Cultures of Confusion. The Nibble, Lifestyle Direct, Inc. New York.

6. LAMPIRAN

6.1. Foto Queso Blanco Cheese

Page 20: KEJU - Agata Meiliawati 13.70.0039

Queso Blanco B1 Queso Blanco B2 Queso Blanco B3

Queso Blanco B4 Queso Blanco B5

6.2. Foto Ricotta Cheese

Ricotta B1 Ricotta B2 Ricotta B3

Ricotta B4 Ricotta B5

6.3. Laporan Sementara