Kel.5 Makalah Pangfus Antimikroba

Embed Size (px)

Citation preview

Tugas TerstrukturMata Kuliah Pangan FungsionalAktivitas Anti Bakteri Ekstrak Biji Teratai (Nymphae pubescens Wild) Terhadap Bakteri Patogen Penyebab Diare

Disusun oleh:Ong Imelda Gunawan (A1M009058)Metta Kristiani S(A1M009022)Noviyanti(A1M009050)Putri Tresna Vidiastuti(A1M010001)Oda Putri Novena(A1M010006)Ridwan Rizkyanto(A1M010009)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS PERTANIANILMU DAN TEKNOLOGI PANGANPURWOKERTO2012

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangDiare merupakan penyakit berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dan dapat menimbulkan letusan kejadian luar biasa (KLB). Penyebab utama kematian pada diare adalah dehidrasi yaitu sebagai akibat hilangnya cairan dan garam elektrolit pada tinja diare (Depkes RI, 1998). Keadaan dehidrasi kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal. Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, dan masih banyak faktor penyebab munculnya penyakit diare tersebut. Penyakit diare ditimbulkan karena adanya bakteri patogen yang mengganggu sistem pencernaan.Diare dapat diobati dengan berbagai jenis ramuan atau obat-obatan alami yang berasal dari tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati diare adalah tanaman teratai. Bagian dari tanaman teratai seperti bunga, biji, batang dan umbinya memiliki sifat fungsional. Secara tradisional, tanaman teratai digunakan sebagai bahan obat-obatan. Bagian umbi dimanfaatkan sebagai jamu-jamuan yang direbus untuk mengobati disentri atau diare yang disebabkan oleh sindrom iritasi pada usus besar, gonorrhoe, bisul dn tumor (Anonim, 2004; Grieve, 2004; Depkes, 1997)Tanaman teratai memiliki berbagai jenis spesies, salah satu spesies yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan adalah jenis teratai putih dari spesies Nymphaea pubescens Willd. Biji dari teratai putih ini memiliki sifat fungsional karena mengandung senyawa antimikroba yang dapat membunuh mikroba patogen penyebab diare di dalam saluran pencernaan. Biji teratai mengandung senyawa tanin dan alkaloid sebagai antibakteri, selain itu mengandung oligosakarida yang dapat mencegah berlanjutnya diare. Oligosakarida dengan rantai sisi manosa menghalangi pelekatan mikroorganisme patogen (E. Coli, Helicobacter pylori dan Salmonela Typhimurium) pada dinding usus.B. Tujuan1. Mengkaji potensi biji teratai sebagai pangan fungsional antidiare dengan menganalisis aktivitas antimikroba ekstrak biji teratai terhadap bakteri patogen penyebab diare.2. Menganalisis komponen fitokimia ekstrak dengan mengevaluasi masing-masing fraksi ekstrak terhadap pertumbuhan bakteri patogen penyebab diare.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Teratai termasuk tanaman keluarga Nymphaceae dan tergolong jenis tanaman yang berbunga sepanjang tahun. Famili Nymphaceae terdiri dari tujuh genus yaitu : Nymphae (teratai), Nelumbo (lotus), Victoria (teratai raksasa), Euryale, Barclaya, dan Ondinea. Menurut Marianto (2001), secara taksonomi (pembagian kelas berdasarkan sifat tumbuhan), teratai diklasifikasikan sebagai berikut :Divisio : Spermathophyta (tumbuhan berbiji)Kelas : Monocotyl (tumbuhan berbiji tunggal)Ordo : NymphalesFamilia : NymphaceaeGenus : NymphaeSpesies : Nymphae alba, Nymphae odorata, Nymphae tuberosa,Nymphae pubescense, Nymphae stellata, Nymphaenouchali, dll.Hingga saat ini tanaman teratai yang tersebar di seluruh dunia diperkirakan ada 40 sampai 200 varietas. Teratai-teratai tersebut tersebar luas dan merata di seluruh dunia, mulai dari daerah yang gersang seperti Afrika hingga daerah yang dingin di Eropa. Teratai merupakan salah satu tanaman yang berhabitat di daerah perairan tawar, seperti rawa-rawa atau sungai dan danau yang tidak begitu dalam dan berair tenang. Perkembangbiakan tanaman teratai dibantu oleh peristiwa alam seperti angin, air, ataupun serangga (Don et al. 2000). Teratai merupakan tanaman air yang tumbuh di daerah bersuhu 20- 30C. Ekologi tanaman ini adalah perairan tenang dan lembab, memerlukan banyak sinar matahari dengan pH air netral sampai asam. Teratai memiliki akar yang kuat, panjang dan berumbi. Daunnya mengapung di atas air, bagian atas daun berwarna hijau tua, sedangkan bagian bawahnya berwarna ungu kemerahan. Bentuk daun bundar dengan diameter antara 9 - 12 cm, bagian tepi daun melipat, dan daunnya mempunyai tangkai yang disebut petiola. Seorang ahli botani berkebangsaan Belanda, Van Steenis, menemukan tiga jenis spesies teratai asli Indonesia yang banyak tersebar di daerah rawa-rawa dan sungai di Pulau Jawa dan Kalimantan. Spesies lokal tersebut adalah Nymphae pubescens, Nymphae stellata, dan Nymphae nouchali (Marianto, 2001). Teratai dapat berbunga beberapa kali dalam setahun. Bunga muncul di permukaan air, mekar sekitar pukul 18.00-19.00, dan menutup kembali keesokan harinya sebelum tengah hari. Bunga akan menghasilkan buah yang bundar berdiameter sekitar 412 cm. Biji buah berwarna coklat kehitaman, dan tersimpan dalam daging buah serta memiliki kulit ari yang keras. Biji yang tua dan kering dapat diolah menjadi tepung atau dimasak seperti menanak nasi (Khairina dan Fitrial, 2002). Biji teratai putih (Nymphae pubescens Willd) sering disebut ghol dan memiliki beberapa manfaat terutama sebagai bahan makanan dan obat. Biji teratai memiliki kandungan gizi yang tinggi terutama pati, lemak, dan protein (Marianto, 2001). Hal ini memungkinkan apabila biji teratai dicampur dengan serealia atau tanaman biji-bijian lain dapat dijadikan sebagai bahan pembuat kue dan makanan ringan. Di Filipina dan India, biji teratai diaplikasikan dalam bentuk tepung untuk bahan pembuatan roti (Sastrapradja dan Bimantoro 1981). Kandungan zat gizi biji teratai bervariasi, tergantung pada spesies, tempat tumbuh serta musim. Menurut Fuaddi (1996), biji teratai mengandung karbohidrat sebesar 87,67 %. Angka tersebut hampir setara dengan kandungan karbohidrat pada beras dan tepung terigu. Selain mengandung karbohidrat, kandungan gizi biji teratai yang lainnya seperti pati, lemak dan proteinnya juga tinggi. Menurut Khairina dan Fitrial (2002), tepung biji teratai juga mengandung asam amino dan asam lemak esensial yang lengkap.

Tabel Kandungan gizi tepung biji terataiKOMPOSISI (%b/k)

AB

Karbohidrat87,6787,67

Protein10,6610,55

Lemak1,110,99

Fosfor0,032

Besi0,0126

Serat Kasar2,75

Gula Pereduksi7,36

Abu0,79

Sumber : (a) Fuaddi (1996)(b) Khairina dan Fitrial (2002)

Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Menurut Fardiaz (1989), zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal, fungistatik atau menghambat germinasi spora bakteri. Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : (1) konsentrasi zat antimikroba, (2) suhu lingkungan, (3) waktu penyimpanan, (4) sifat-sifat mikroba, meliputi jenis, jumlah, umur, dan keadaan mikroba, (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis, dan jumlah senyawa di dalamnya (Frazier dan Westhoff, 1988). Kriteria ideal suatu antimikroba antara lain harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : aman, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan flavor, citarasa dan aroma makanan, tidak mengalami penurunan aktivitas karena adanya komponen makanan, tidak menyebabkan timbulnya galur resisten, sebaiknya bersifat membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Ray, 2001). Penghambatan aktivitas antimikroba oleh komponen bioaktif tanaman dapat disebabakan oleh beberapa faktor, antara lain : (1) gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktifasi enzim metabolik, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetik (Branen dan davidson, 1993). Senyawa antimikroba yang berasal dari tanaman sebagian besar diketahui merupakan metabolit sekunder tanaman, terutama dari golongan fenolik dan terpen dalam minyak atsiri. Sebagian besar metabolit sekunder dibiosintesis dari banyak metabolit primer seperti asam-asam amino, asetil ko- A, asam mevalonat, dan metbolit antara. Selain itu, beberapa senyawa yang bersifat antimikroba alami berasal dari tanaman di antaranya adalah fitoaleksin, asam organik, minyak esensial (atsiri), fenolik dan beberapa kelompok pigmen tanaman atau senyawa sejenis (Nychas dan Tassou, 2000)

BAB IIIMETODOLOGI

A. Bahan Bahan yang digunakan yaitu biji teratai jenis Nymphaea pubescens Wild dari hulu sungai utara Kalimantan Selatan. Biji diperoleh dari buah yang sudah tua yang telah dikeringkan untuk kemudian dibuat tepung.B. Ekstraksi Senyawa Antimikroba Biji Teratai (Huoghtan and Raman, 1998)Ekstraksi komponen antimikroba secara maserasi menggunakan metode ekstraksi bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran pelarut yaitu heksana (tidak polar), etil asetat (semi polar) dan etanol (polar). Pertama-tama biji teratai dalam bentuk tepung dimaserasi pada suhu ruang selama 24 jam dengan heksana, dengan perbandingan tepung biji teratai dengan pelarut 1:4 (b/V). Ekstraksi dengan pelarut yang sama diulang lagi dengan perbandingan bahan dan pelarut sama dengan yang pertama. Filtrat diambil sebagai ekstrak heksana dan endapan dimaserasi dengan etil asetat selama 24 jam. Filtrat diambil sebagai ekstrak etil asetat, sedangkan endapan dimaserasi lagi dengan etanol selama 24 jam dan filtratnya diambil sebagai ekstrak etanol. Pelarut diuapkan dengan rotavapor suhu 40o C, sisa pelarut diuapkan dengan gas nitrogen. Ekstrak yang diperoleh digunakan sebagai sampel untuk analisis dan pengujian antibakteri. Rendemen ekstrak dihitung sebagai persen ekstrak kering (tanpa pelarut) /(gr ekstrak/100 gr tepung biji terataiC. Analisis Senyawa Antimikroba dengan difusi agarMikroba uji adalah Escherichia coli Enteropatogenik K1.1 (EPEC K1.1) dari Dr. Sri Budiarti Laboratorium Bioteknologi hewan dan Biomedis, pusat Penelitian Bioteknologi IPB, S. Typhimurium (FNC-050) dan L. acidophilus (FNC-051) koleksi dari laboratorium mikrobiologi OAU Universitas Gajah Mada dan Bifidobacterium bifidum (INCC) koleksi dari Balitbang Mikrobiologi Puslitbang Biologi LIPI Bogor.Kultur Bakteri murni dalam bentuk liofil dibuka secara aseptis lalu dipindahkan kedalam tabung yang berisi medium NB steril, di inkubasikan 48 jam pada 37oC. Sebagai stok bakteri, dibuat kultur bakteri dalam agar miring dengan medium NA, disimpan di dalam lemari pendingin setelah terlebih dahulu diinkubasikan selama 24-48 jam. Setiap stok bakteri yang akan digunakan dalam pengujian aktivitas anti bakteri, selalu disegarkan kembali di dalam medium NB steril selama 24 jam pada 37oC, dihomogenkan dengan vorteks, diinokulasikan sebanyak 20L kedalam labu erlemeyer yang berisi 20 ml medium agar cair (NA,44-45oC ) steril, dikocok merata, kemudian dituang kedalam cawan petri steril dan dibiarkan sampai membeku. Selanjutnya dibuat 3-4 lubang (sumur) secara aseptis dengan diameter sumur 6,0 mm (seragam). Kedalam tiap lubang, di inokulasikan 60L ekstrak biji teratai dengan konsentrasi 10%,20% dan 30% (b/v) dalam pelarut heksana ( untuk ekstrak heksana), etil asetat (untuk ekstrak etil asetat) dan etanol (untuk ekstrak etanol). Sebagai kontrol (0%). Di inokulasikan 60L pelarut ( Gariga et all.1983). pada antibiotik (ampilisin, amoksilin dan kloramfenikol) digunakan konsentrasi 2% (b/v) antibiotik dalam pelarut DMSO.Zona hambatan yang diukur adalah radius (r, mm) penghambatan berupa areal bening disekeliling sumur uji, setelah di Inkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC. Pengukuran jari-jari zona hambatan disekeliling sumur uji dilakukan dengan cara mengukur jarak dari tepi sumur uji kebatas lingkaran zona hambatan menggunakan jangka sorong (ketelitian 0,01 mm) pada beberapa sisi sumur uji, lalu dirata-ratakan. Selanjutnya nilai diameter (d,mm) zona hambat hasil pengamatan langsung, diperoleh dengan perhitungan d = 2 X r.D. PENENTUAN MIC dan MBCPenentuan konsentrasi minimum penghambatan (MIC = minimum inhibiory concentration) dilakukan dengan metode Kubo (1992) pada konsentrasi 0-1,55 mg/mL. Ekstrak dicampur dengan dengan kulttur bakteri uji dalam inkubator goyang dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam. Total mikroba dihitung dengan metode hitung cawan. Nilai MIC yaitu konsentrasi minimum ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sebanyak 90% selama 24 jam, sedangkan konsentrasi minimum pembunuhan ( MBC=minimum bactericidal consentration) merupakan uji konsentrasi minimum ekstrak yang dapat membunuh bakteri uji.E. Fraksinasi Ekstrak Biji TerataiFraksinasi menggunakan TLC kaca (Kieselgel 60 F254 0,2 mm, Merck). Sebagai fase gerak adalah heksana dan etil asetat dengan perbandingan 7;3. Komponen-komponen yang terpisah dilihat dengan menggunakan sinar ultra violet (254 dan 36 Merck)0 nm).F. BioautografiEkstrak biji difraksinasikan dengan TLC berukuran 5 X 20 Cm (Kieselgel 60 F254 0,2 mm, Merck/ dengan pelarut heksana: etil asetat = 7:3, setelah komponen ekstrak terpisah , TLc disiram dengan agar yang mengandung mikroba uji (EPEC K1.1 dan Salmonella Typhimurium) dengan konsentrasi 105 dalam media agar. TLC diinkubibasikan dalam cawan steril selama selama 18 jam suhu 37oC. Setelah di inkubasikan, plate TLC disemprot dengan 2 mg/mL larutan p-iodonitrotetrazolium violet (Sigma) menurut metode Springfield et.al. (2003) yang dimodifikasi. Daerah bening dari kromatogram menunjukkan penghambatan pertumbuhan mikroba.G. Analisis FitokimiaAnalisis fitokimia dari masing-masing ekstrak meliputi alkaloid, tanin, saponin, glikosida, flavonoid, triterpenoid dan steroid ( Harborno,1987).

BAB IVPEMBAHASAN

Biji teratai diduga memiliki potensi aktivitas antibakteri. Ekstraksi bubuk atau tepung biji teratai dilakukan dengan proses maserasi dengan tiga pelarut secara bertingkat. Pelarut tersebut dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu heksanaa yang mewakili pelarut nonpolar, etilasetat mewakili pelarut semi polar, dan etanol yang bersifat pelarut polar.

Pada tabel 1 menunjukkan nilai rendemen berbagai ekstrak biji teratai dan sifat fisiknya. Rendemen ekstrak biji teratai dari pelarut heksana adalah 0,84% dengan sifat fisik jingga dn cair(oily). Pengukuran rendemen terhadap ekstrak biji teratai dengan pelarut etilasatat adalah 0,95% dengan sifat fisik jingga kecoklatan dan kental. Sedangkan rendemen ekstrak biji dengan pelarut polar (etanol) adalah 7,34% dengan sifat fisik colklat kemerahan dan kental.

Aktivitas antimikroba pada ekstrak biji teratai diuji melalui metode uji difusi sumur. Pengujian ini dilakukan terhadap empat jenis bakteri uji, yang terdiri dari bakteri Eschericia coli, Salmonella tyhimurium, B.bifidium, dan Bacillus achidophilus dengan konsentrasi yang berbeda-beda.Diameter penghambatan berbagai ekstrak pada konsentrasi 30% lebih besar dari konsentrasi lainnya (10% dan 20%). Ekstrak etilasetat biji teratai memiliki diameter penghambatan terbesar dibandingkan dengan ekstrak lainnya. Diameter penghambatan pertumbuhan oleh ekstrak etilasetat biji teratai terhadap E. coli adalah 29.571.00 mm, S.typhimurium 26.40.48, sedangkan pada B.bifidium dan Lactobacillus acidophilus tidak menunjukan aktfitas sama sekali. Etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semi polar. Polaritas senyawa merupakan sifat fisik senyawa antimikroba yang penting yang umum larut dalam etil asetat adalah alkaloid, aglikon, dan glikosida. Alkaloid dan glikosida merupakan senyawa yang sudah diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Sinergisme dari senyawa fitokimia dalam ekstrak etil asetat diduga lebih mudah berdifusi dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri karena memiliki polaritas yang optimum (Naufalin, 2005). Heksana merupakan pelarut yang bersifat paling tidak polar di antara pelarut lain yang digunakan dalam penelitian ini (etilasetat dan etanol), sehingga ekstrak yang dihasilkan pun bersifat nonpolar. Berdasarkan Tabel 2, ekstrak heksana tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Menurut Naufalin (2005), ekstrak heksana mengandung minyak atsiri yang bersifat antimikroba, namun kontak antara senyawa antimikroba dan minyak atsiri dengan sel bakteri terhalang oleh adanya minyak dan lemak dalam ekstrak heksana. Minyak dan lemak lainnya mengganggu proses difusi dan melindungi bakteri dari senyawa antibakteri.Aktivitas antibakteri tertinggi dihasilkan pada ekstrak etil asetat terhadap EPEC K.1.1 dengan nilai MIC dan MBC = 0,89 mg/mL ; 1,33 mg/Ml dan Salmonella typhimurium dengan nilai MIC dan MBC = 1,11 mg/mL ; 1,33 mg/mL. Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas yang lebih tinggi daripada ekstrak etanol.Dapat diketahui rendemen ekstrak etanol merupakan rendemen yang paling besar dibandingkan ekstrak dengan pelarut lain, yaitu 7,34% namun ekstrak etil asetat memiliki aktivitas aktimikroba yang paling tinggi. Pada tabel 3 masing-masing pelarut yang berbeda sifat kepolarannya tersebut melarutkan komponen-komponen bioaktif yang berbeda. Ekstrak heksana (nonpolar) mengandung komponen yang bersifat nonpolar seperti lilin, lemak, dan minyak atsiri, sedangkan ekstrak etilasetat (semipolar) sebagian besar mengandung senyawa-senyawa alkaloid, aglikon-aglikon, dan glikosida. Ekstraksi dengan etanol dapat mengekstrak fenolik, steroid, terpenoid, alkaloid, dan glikosida.

Komponen fitokimia biji dan ekstrak teratai:1. FenolKomponen antimikroba yang terkandung dalam fraksi-fraksi minyak esensial rempah-rempah banyak mengandung komponen jenis fenol. Mekanisme antimikroba senyawa fenolik adalah mengganggu kerja di dalam membran sitoplasma mikroba. Termasuk diantaranya adalah mengganggu transpor aktif dan kekuatan proton.2. FlavonoidFlavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas dengan mengurangi kekebalan pada organisme sasaran. Isoflavon merupakan jenis flavonoid yang banyak terdapat pada tanaman dan memiliki aktivitas antimikroba yang paling tinggi dibandingkan jenis flavonoid lainnya. Sebagai contoh isoflavon dapat menghambat pertumbuhan kapang dan membantu dalam mengontrol wabah penyakit.3. TaninTanin dapat bersifat sebagai antioksida karena kemampuannya dalam menstabilkan fraksi lipid dan keaktifannya dalam penghambatan lipoksigenase. Beberapa tannin dapat mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor, dan menghambat enzim seperti reverse transkripitase dan DNA topoisomerase.4. AlkaloidSenyawa alkaloid memiliki aktivitas fisiologis sehingga banyak digunakan dalam bidang pengobatan. Kuinin, morfin, dan striknin adalah contoh alkaloid yang memiliki aktivitas antikanker. Alkaloid memiliki efek farmakologi sebagai analgesik dan anaestetik. 5. TriterpenoidSecara kimiawi, terpenoid bersifat larut dalam lemak dan terdapat dalam sel tumbuhan (Suradikusumah, 1989). Senyawa triterpenoid yang terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi adalah fitosterol yang terdiri dari sitosterol (-sitosterol), stigmasterol dan kampesterol. Senyawa terpenoid dapat digunakan untuk pengobatan dan terapi. Triterpenoid merupakan golongan terpenoid yang berpotensi sebagai antimikroba. Selain itu senyawa ini banyak digunakan untuk menyembuhkan penyakit gangguan kulit. Triterpenoid memiliki sifat antijamur, insektisida, antibakteri, dan antivirus.6. SteroidPada umumnya, steroid tumbuhan berasal dari sikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat.7. SaponinSaponini memiliki pengaruh biologis yang menguntungkan yaitu bersifat sebagai hipokolesterolemik dan antikarsinogen serta dapat meningkatkan sistem imun. Selain itu, saponin menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah adanya pelepasan protein dan enzim dari dalam sel-sel.

Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat dan Uji Aktivitas ReaksiPada percobaan ini fraksinasi ekstrak etil asetat dilakukan menggunakan TLC silika G60 F245 dengan fase gerak heksana dan etil asetat (7:3). Fraksinasi dengan menggunakan fase gerak tersebut menghasilkan 11 fraksi dengan nilai Rf yang berbeda. Komponen senyawa organik yang terpisah akan berbentuk noda-noda di sepanjang pelat, kemudian dilihat dan ditandai di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 dan 365 nm. Masing-masing komponen antimikroba kemudian diuji aktivitasnya (bioautografi) untuk mengetahui komponen antimikrob yang dapat menghambat bakteri. Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik. Nilai Rf menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi.Rf didefinisikan sebagai berikut: Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard.Hasil Rf biji teratai adalah sebagai berikut :No. FraksiRf

110.930

100.892

90.820

80.720

70.540

60.510

50.466

40.431

30.376

20.320

10.076

Faktor retensi yang dihasilkan ekstrak etil asetat biji teratai paling tinggi didapat pada fraksi ke 11 yaitu sebesar 0.930 dan paling rendah pada fraksi ke 1 sebesar 0.076.Ekstrak adalah hasil dari ekstraksi suatu bahan. Prinsipnya adalah senyawa polar dapat dilarutkan dengan larutan polar dan berlaku untuk sebaliknya yaitu larutan non polar akan melarutkan senyawa non polar (Khopkar, 1990).Ekstraksi senyawa aktif dalam suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal, baik untuk jumlah ekstrak mauopun senyawa aktif yang terkandung dalam bahan. Penelitian ini menggunakan ekstraksi bertingkat menggunakan metanol, etil asetat dan heksana ditujukan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang mempunyai kepolaran yang berbeda, yaitu untuk memisahkan senyawa yang polar dan senyawa non polar serta senyawa semi polar.Fraksi etil asetat memiliki daya antibakteri paling tinggi dibandingkan dengan metanol dan heksana. Dalam penelitian ini baketri EPEC K.1.1 dan S.typhimurium sangat sensitif terhadap fraksi etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa aktif yang berperan sebagai anti bakteri pada biji teratai adalah senyawa semi polar.

V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan1. Ekstrak biji teratai memiliki potensi pangan fungsional, karena senyawa yang terkandung didalamnya memiliki aktivitas antibakteri. Dibuktikan dari aktivitas antibakteri tertinggi dihasilkan pada ekstrak etil asetat terhadap EPEC K.1.1 dengan nilai MIC dan MBC = 0,89 mg/mL ; 1,33 mg/Ml dan Salmonella typhimurium dengan nilai MIC dan MBC = 1,11 mg/mL ; 1,33 mg/mL. Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas yang lebih tinggi daripada ekstrak etanol.2. Komponen fitokimia yang terdapat pada biji teratai adalah alkaloid, flavonoid, steroid, glikosida, tanin, saponin, dan triterpenoid, sedangkan komponen fitikimia setelah diekstrak menggunakan etil asetat adalah alkaloid, flavonoid, glikosida, tanin, saponin, dan triterpenoid. Fraksinasi menggunakan TLC menunjukan semua fraksi ekstrak etil asetat biji teratai memiliki aktivitas antibakteri terhadap EPEC K.1.1 dan Salmonella typhimurium.B. SaranDalam melakukan ekstraksi sebaiknya digunakan pelarut yang sesuai dengan sifat fitokimia bahan yang diuji dilihat dari kepolarannya, sehingga dapat diperoleh ekstrk senyawa antimikroba dengan aktivitas yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Branen,A.L.danP.J.Davidson.1993.AntimicrobialsinFoods.MarcelDekker, NewYork.

Don,W.S.Emir,T.Cherry.2000.LotusdanTeratai.PenerbitGramediaPustaka Utama,Jakarta.

Fardiaz,S.1989.AnalisisMikrobiologiPangan.PetunjukLaboratorium.PAUPangandanGizi,IPB,Bogor.

Fitrial,Yuspihana dkk. Jurnal Teknolgi dan Industri Pangan : Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak Biji Teratai (Nymphae pubescens Wild) Terhadap Bakteri Patogen Penyebab Diare. Vol.XIX No.2 Th.2008Frazier,W.C.danD.C.Westhoff.1988.FoodMicrobiology4thed.McGraw HillPubl.Co.Ltd.,NewYork.

Fuaddi,K.1996.AnalisaKandunganGizipadaUmbi,BijiBuah,danTangkai BungaTeratai(NymphaepubescensWilld).Skripsi.FakultasKeguruan danIlmuPendidikan.UNLAM.Banjarmasin.

Khairina,R.danY.Fitrial.2002.ProduksidanKandunganGiziBijiTeratai (NymphaeapubescensWilld)TanamanAirYangTerdapatDiHuluSungaiUtara.JurnalIlmiahFakultasPertanian.Hal.77-88.UniversitasLambungMangkurat.Banjarbaru.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Sapto Raharjo. UI Press,Jakarta.Marianton,L.A.2001.Tanamanair.PenerbitPTAgroMediaPustaka.Bintaro, Jakarta.

Ray,B.2001.FundamnentalFoodMicrobiology2nded.CRCPress.USA.

SastrapradjadanBimantoro.1981.TumbuhanAir.LembagaBiologiNasional LIPIBogor.