84
 1413 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERMAKNA MELALUI LE SSO N STUDY  : SOLUSI TEPAT IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN Dr. Eddy Sutadji, M.Pd Teknik Mesin FT UM Abstrak: Implementasi Kurikulum 2013 yang sarat dengan paradigma pembelajaran  bermakna ("konstruktivistik") yakni pembelajaran berbasis saintifik melalui discovery,  problem based learning, project based learning, dan inkuiri membutuhkan guru-guru yang inovatif, kreatif, dan selalu melakukan pengembangan diri sebagai guru profesional. Pengembangan perangkat pembelajaran bermakna di sekolah merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan guru dalam menyiapkan pembelajaran yang bermutu. Perangkat  pembelajaran dimaksud adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang didalamnya  berisi pengembangan (1) strategi pembelajaran, (2) bahan pembelajaran, (3) media  pembelajaran, (4) lembar kerja siswa, dan (5) instrumen penilaian pembelajaran, yang selama ini merupakan keterbatasan kemampuan guru-guru SD dalam membuat RPP  bermakna. Untuk mendorong tumbuhnya kemampuan profesional guru dalam mengembangkan RPP yang bermutu, guru perlu dilatih untuk mengembangkan strategi  pembelajaran, media pembelajaran, bahan pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen  penilaian dalam pembelajaran, selanjutnya perangkat pembelajaran tersebut diintegrasikan dengan pembelajaran di dalam kelas melalui lesson study. Karena alasan di atas,  pengembangan perangkat RPP yang baik dan benar serta untuk peningkatan proses  pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah sebagai solusi tepat dalam implementasi Kurikulum 2013. Kata kunci: perangkat pembelajaran berma kna, lesson study, kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Peran guru sangat fundamental dan strategis dalam mewujudkan generasi emas bangsa. Amanah RPJMN Kemendikbud 2010-2014 mengarahkan untuk memantapkan  pelaksanaa n sistem pendidikan nasional, melalui penyediaa n sistem pembelajara n,  penyempurna an kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pembela jaran (Renstra, Kemendikbud, 2010). Salah satu sasaran adalah penyempurnaan kurikulum sekolah dasar- menengah sebelum tahun 2011 yang diterapkan di 25% sekolah pada 2012 dan 100% pada 2014. Pemerintah akan memberlakukan kurikulum baru mulai tahun ajaran 2013/2014, untuk kemudian disebut Kurikulum 2013. Beberapa alasan perlunya pengembangan Kurikulum 2013 adalah: (1) perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan  penambaha n jam pelajaran; (2) kecend erungan banya k negara menam bah jam pelajaran ; dan (3)  perbandingan dengan negara-neg ara lain menunjukka n jam pelajaran di Indonesia dengan negara lain relatif lebih singkat (Kemendikbud, 2013). Arah pengembangan kurikulum 2013 antara lain (1) karakteristik penguatan, (2) menggunakan pendekatan saintifik melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar, (3) menggunakan ilmu pengetahuan sebagai penggerak pembelajaran untuk semua mata pelajaran, (4) menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberi t ahu (discovery learning), (5) menekankan kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi, pembawa pengetahuan dan berfikir logis, sistematis, dan kreatif, (6) mengukur tingkat berfikir siswa mulai dari rendah sampai tinggi, (7) menekankan pada pertanyaan yang membutuhkan pemikiran mendalam (bukan sekedar

Kelompok-UMUM1

  • Upload
    liatiya

  • View
    143

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1413

    PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERMAKNA

    MELALUI LESSON STUDY:

    SOLUSI TEPAT IMPLEMENTASI

    KURIKULUM 2013 UNTUK MENINGKATKAN

    KUALITAS PEMBELAJARAN

    Dr. Eddy Sutadji, M.Pd

    Teknik Mesin FT UM

    Abstrak: Implementasi Kurikulum 2013 yang sarat dengan paradigma pembelajaran

    bermakna ("konstruktivistik") yakni pembelajaran berbasis saintifik melalui discovery,

    problem based learning, project based learning, dan inkuiri membutuhkan guru-guru yang

    inovatif, kreatif, dan selalu melakukan pengembangan diri sebagai guru profesional.

    Pengembangan perangkat pembelajaran bermakna di sekolah merupakan syarat mutlak

    yang harus dilakukan guru dalam menyiapkan pembelajaran yang bermutu. Perangkat

    pembelajaran dimaksud adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang didalamnya

    berisi pengembangan (1) strategi pembelajaran, (2) bahan pembelajaran, (3) media

    pembelajaran, (4) lembar kerja siswa, dan (5) instrumen penilaian pembelajaran, yang

    selama ini merupakan keterbatasan kemampuan guru-guru SD dalam membuat RPP

    bermakna. Untuk mendorong tumbuhnya kemampuan profesional guru dalam

    mengembangkan RPP yang bermutu, guru perlu dilatih untuk mengembangkan strategi

    pembelajaran, media pembelajaran, bahan pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen

    penilaian dalam pembelajaran, selanjutnya perangkat pembelajaran tersebut diintegrasikan

    dengan pembelajaran di dalam kelas melalui lesson study. Karena alasan di atas,

    pengembangan perangkat RPP yang baik dan benar serta untuk peningkatan proses

    pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah sebagai solusi tepat dalam implementasi

    Kurikulum 2013.

    Kata kunci: perangkat pembelajaran bermakna, lesson study, kurikulum 2013

    Kurikulum 2013

    Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial

    yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang

    menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman

    yang selalu berubah. Peran guru sangat fundamental dan strategis dalam mewujudkan generasi

    emas bangsa.

    Amanah RPJMN Kemendikbud 2010-2014 mengarahkan untuk memantapkan

    pelaksanaan sistem pendidikan nasional, melalui penyediaan sistem pembelajaran,

    penyempurnaan kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pembelajaran (Renstra,

    Kemendikbud, 2010). Salah satu sasaran adalah penyempurnaan kurikulum sekolah dasar-

    menengah sebelum tahun 2011 yang diterapkan di 25% sekolah pada 2012 dan 100% pada

    2014.

    Pemerintah akan memberlakukan kurikulum baru mulai tahun ajaran 2013/2014, untuk

    kemudian disebut Kurikulum 2013. Beberapa alasan perlunya pengembangan Kurikulum 2013

    adalah: (1) perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu)

    dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan

    penambahan jam pelajaran; (2) kecenderungan banyak negara menambah jam pelajaran; dan (3)

    perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia dengan

    negara lain relatif lebih singkat (Kemendikbud, 2013).

    Arah pengembangan kurikulum 2013 antara lain (1) karakteristik penguatan, (2)

    menggunakan pendekatan saintifik melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar, (3)

    menggunakan ilmu pengetahuan sebagai penggerak pembelajaran untuk semua mata pelajaran,

    (4) menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberi tahu (discovery learning), (5) menekankan

    kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi, pembawa pengetahuan dan berfikir logis,

    sistematis, dan kreatif, (6) mengukur tingkat berfikir siswa mulai dari rendah sampai tinggi, (7)

    menekankan pada pertanyaan yang membutuhkan pemikiran mendalam (bukan sekedar

  • 1414

    hafalan), (8) mengukur proses kerja siswa, bukan hanya hasil kerja siswa, dan (9) menggunakan

    portofolio pembelajaran siswa.

    Dari paparan di atas jelas bahwa Kurikulum 2013 sarat akan pengimplementasian

    paradigma pembelajaran positivistik di mana (1) siswa adalah subyek dalam belajar, (2) siswa

    diminta untuk selalu bernalar dalam belajar dengan tuntutan berpikir tingkat tinggi (higher

    order thinking) pada level 4, 5, dan 6, yakni mulai dari analysis, evaluation, dan creating, dan

    (3) pembelajaran yang dikembangkan guru adalah pembelajaran yang bermakna.

    Untuk memenuhi tiga tuntutan di atas, ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh guru,

    mulai bagaimana guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan

    mengevaluasi pembelajaran, menggunakan berbagai pendekatan yang muaranya bagaimana

    siswa belajar, bukan bagaimana guru mengajar. Selanjutnya, berkait dengan pembelajaran

    bermakna, lesson study (LS) adalah salah satu pilihan yang dapat digunakan guru dalam

    pembelajaran.

    Apa dan bagaimana itu LS dilaksanakan sehingga menyebabkan pembelajaran

    bermakna? Ada berbagai definisi tentang lesson study, di antaranya: (1) praktik pengembangan

    profesional berkelanjutan di mana guru-guru berkolaborasi untuk merencanakan, mengamati

    dan merevisi pembelajaran (Northwest Regional Education Laboratory, 2004); (2) LS

    merupakan suatu proses yang digunakan oleh guru-guru di Jepang untuk mengkaji ulang

    secara sistematis keefektifan dari cara mengajar mereka untuk pencapaian tujuan

    pembelajaran seperti yang diinginkan (Garfield, 2002); (3) LS adalah proses di mana guru-

    guru bergabung dalam merencanakan, mengamati, menganalisa dan memperbaiki

    pembelajaran aktual dalam kelas (disebut dengan research lessons); dan (4) LS adalah

    kegiatan yang berorientasi pada praktik untuk meningkatkan keterampilan mengajar oleh guru-

    guru itu sendiri (SISTEMS, 2006). Di antara keempat definisi itu terdapat persamaan yang

    merupakan ciri khas lesson study (LS) yaitu guru-guru yang berkolaborasi/bergabung dalam

    merencanakan (plan), mengamati (observe), dan memperbaiki/merevisi (revisi/refine).

    Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa LS memiliki empat tujuan utama,

    yaitu untuk: (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan

    guru mengajar, (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru

    lainnya, di luar peserta LS, (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri

    kolaboratif, dan (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, di mana seorang guru dapat

    menimba pengetahuan dari guru lainnya.

    Konsep Belajar dalam Pembelajaran Bermakna

    Konsep belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi

    seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang

    dilakukannya. Belajar aktif adalah kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktik dengan cara

    mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksi rangsangan, dan memecahkan

    masalah, sedangkan belajar bermakna adalah proses belajar, pengalaman belajar dan hasil

    belajar memiliki makna fungsional bagi kehidupan peserta didik.

    Dalam UU Sisdiknas disebutkan bahwa belajar adalah proses interaksi peserta didik

    dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU sisdiknas). Ditambahkan

    bahwa belajar adalah usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok

    orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik),

    dapat memperoleh pengalaman yang bermakna.

    Prinsip pembelajaran yang mendidik adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan

    secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

    berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

    kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik

    (Sisdiknas, 2003).

    Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dalam kegiatan inti paling tidak

    terdapat tiga kegiatan, yakni kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan

    eksplorasi, melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema

    materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar

    dari aneka sumber; menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan

    sumber belajar lain; memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta

    didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; melibatkan peserta didik secara

  • 1415

    aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan

    di laboratorium, studio, atau lapangan.

    Dalam elaborasi membiasakan peserta didik (1) membaca dan menulis yang beragam

    melalui tugas tertentu yang bermakna; (2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas,

    diskusi, untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; (3) memberi

    kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa

    takut; memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; memfasilitasi

    peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; (4) memfasilitasi

    peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara

    individual maupun kelompok; (5) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja

    individual maupun kelompok; (6) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen,

    festival, serta produk yang dihasilkan; dan (7) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan

    yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

    Dalam konfirmasi memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,

    tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, memberikan konfirmasi

    terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, memfasilitasi

    peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,

    memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai

    kompetensi dasar, berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan

    peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;

    membantu menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan

    pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; dan

    memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

    Di sisi lain, strategi pembelajaran memandang science sebagai: (1) science process meliputi observing, classifying, measuring, using spatial relationship, communicating,

    predicting, inferring, defining operationally, formulating hypotheses, interpreting data,

    controlling variables, dan experimenting, (2) science as content/product, (3) science as attitude,

    dan (4) science as technology.

    Bagaimana menciptakan pembelajaran, salah satunya adalah menggunakan pendekatan

    laboratoris melalui (1) pengalaman langsung, (2) belajar melalui bekerja lebih dari sekedar

    membaca, (3) pengalaman dan penguatan langsung, (4) menggunakan sain dalam kehidupan

    sehari-hari, dan (5) didukung oleh semua sarana pendukung kegiatan seperti buku petunjuk,

    bahan-bahan praktik yang dapat digunakan oleh siswa.

    Strategi pembelajaran dalam pendekatan laboratories meliputi (1) Elementary Science

    Studies (ESS), (2) Science Curriculum Improvement Study (SCIS), dan (3) Science A Process

    Approach II (SAPA II) (Semiawan, 1992).

    Dalam Elementary Science Studies (ESS), langkah-langkah yang dilakukan adalah (1)

    diskusi (pembuka) tentang suatu topik atau kejadian yang dapat memancing rasa ingin tahu dan

    menimbulkan pertanyaan, (2) mengadakan spekulasi (speculation), siswa mulai memikirkan

    permasalahan dan alternatif pemecahannya. Siswa merumuskan hipotesis dan mengujinya

    dalam diskusi terbuka atau dalam pikiran siswa, (3) melakukan eksperimen; siswa terlibat dalam

    melakukan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, dan (4) penerapan; siswa didorong untuk

    menggunakan pengetahuan yang diperolehnya untuk menghadapi situasi yang baru. Di sisi lain,

    Science Curriculum Improvement Study (SCIS) langkah-langkahnya meliputi: (1) eksplorasi:

    guru menyediakan bahan belajar yang dapat memancing rasa ingin tahu dan menuntut mereka

    untuk menemukan apa yang seharusnya mereka lakukan dengan bahan belajar tersebut, (2)

    penyelidikan (invention): guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan hasil

    eksplorasinya dan menemukan/membentuk konsep-konsep yang dipelajarinya, dan (3)

    penemuan (discovery): siswa menemukan penerapan baru dalam berbagai situasi terhadap

    konsep-konsep yang telah dipelajarinya, sedangkan Science A Process Approach II (SAPA II)

    langkah-langkah yang dilalui (1) tahap pendahuluan: guru mengenalkan konsep-konsep melalui

    diskusi atau demonstrasi, (2) tahap kegiatan: siswa melakukan aktivitas yang sudah dijabarkan

    dalam pedoman yang disediakan oleh guru (LK), (3) tahap penilaian/evaluasi: sejumlah

    kegiatan yang dilakukan mencerminkan penguasaan siswa terhadap perilaku yang diharapkan

    terhadap mereka. Guru dapat menyediakan item tes dan melancarkannya ke siswa untuk

    selanjutnya digunakan untuk menilai kemajuan belajar siswa.

  • 1416

    Sudarwan (2003) menjelaskan bahwa pendekatan scientific bercirikan penonjolan

    dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu

    kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-

    nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Sementara itu Kemendikbud (2013) dalam Standar

    Proses dikemukakan bahwa pendekatan scientific menekankan pada pencapaian sikap,

    pengetahuan dan keterampilan disajikan pada Tabel 1 berikut.

    Tabel 1. Batasan Baru dalam Ranah Domain Bloom

    Sikap Pengetahuan Keterampilan

    Menerima Mengingat Mengamati

    Menjalankan Memahami Menanya

    Menghargai Menerapkan Mencoba

    Menghayati Menganalisis Menalar

    Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji

    Menciptakan Mencipta

    Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.

    1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,

    legenda, atau dongeng semata.

    2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang

    dari alur berpikir logis.

    3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan

    substansi atau materi pembelajaran.

    4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi

    pembelajaran.

    5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi

    atau materi pembelajaran.

    6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem

    penyajiannya.

    Pengembangan Perangkat Pembelajaran Bermakna, LKS

    Dalam pembelajaran bermakna, unsur penting untuk mengkondisikan siswa agar belajar

    aktif dan memiliki daya nalar adalah bagaimana guru menyiapkan perangkat pembelajaran.

    Perangkat dimaksud adalah adanya lembar kerja siswa (LKS).

    Cain dan Jack (1994) mengemukakan sebagai berikut.

    As an elementary science teacher, you must think of science not as a noun---a body of knoeledge or facts to be memorized---but as a verbacting, doing, investigating; that is, science as a means to an end. At this level how the children

    acquire scientific information is more important than their committing scientific

    content to memory.

    Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa siswa SD memerlukan pengalaman langsung

    (hands-on experiences) dalam mengumpulkan, menyusun, menganalisis dan mengevaluasi

    materi pembelajaran. Dengan pengalaman langsung seperti itu, siswa akan dapat membangun

    pengetahuan, sikap dan keterampilannya secara relatif permanen.

    Untuk mengaktualisasikan hal tersebut, siswa diarahkan untuk belajar melalui proses

    penemuan, dengan menerapkan keterampilan proses. Terdapat beberapa keterampilan proses

    seperti melakukan pengamatan, pengelompokan, pengukuran, mencari hubungan ruang dan

    waktu, mengkomunikasikan, meramalkan, memberikan penjelasan hasil pengamatan, membuat

  • 1417

    definisi operasional, membuat hipotesis, melakukan interpretasi data, mengontrol variabel dan

    melakukan eksperimen.

    Di samping itu, dalam belajar siswa diarahkan untuk mengembangkan aspek kognitif,

    afektif dan psikomotor mulai dari tingkat terendah sampai ke tingkat yang tertinggi. Misalnya

    pada aspek kognitif, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir pada tahap

    pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan sampai berpikir evaluatif. Demikian

    pula pada aspek afektif mulai dari tingkat penerimaan sampai ke karakterisasi, dan pada aspek

    psikomotor mulai dari tahap persepsi sampai originasi.

    Untuk mencapai hal tersebut, dalam belajar siswa memerlukan pedoman (guide line)

    berupa lembar kerja (worksheet). Lembar kerja siswa diarahkan pada proses penemuan bukan

    berisi kumpulan soal-soal yang perlu dijawab. Lembar kerja siswa berisi urutan langkah-

    langkah/kegiatan belajar yang tersusun secara sistematis dan logis, sehingga menyebabkan

    siswa menemukan konsep-konsep penting yang menjadi tujuan belajarnya.

    Langkah-langkah dalam membuat lembar kerja siswa adalah sebagai berikut.

    1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP yang disusun hendaknya mengarah pada proses penemuan yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan

    proses dan melibatkan tingkat berpikir tinggi.

    2. Mengembangkan LKS yang merupakan bagian integral dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Langkah-langkahnya adalah:

    a. Menentukan identitas mata pelajaran atau mata pelajaran terkait (pada pembelajaran tematik)

    b. Menentukan topik/pokok dan subpokok bahasan (tema dan subtema dalam pembelajaran tematik)

    c. Menuliskan peruntukan kelas/semester d. Menentukan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan e. Mengidentifikasi keterampilan proses/kompetensi yang hendak dicapai f. Menuliskan petunjuk singkat tentang cara mengerjakan LKS g. Mengidentifikasi alat/bahan yang diperlukan h. Menyusun langkah-langkah kegiatan secara urut dan logis i. Mengembangkan pengamatan yang akan dilakukan oleh siswa bersamaan dengan

    langkah-langkah kegiatan sebelumnya dalam bentuk pertanyaan yang menuntun.

    j. Mengembangkan instrumen asesmen untuk mengukur kinerja dan hasil kerja siswa. Untuk memperjelas langkah-langkah tersebut, berikut disajikan contoh LKS yang sesuai

    untuk mengembangkan keterampilan proses siswa SD.

    Contoh

    LEMBAR KERJA SISWA

    Mata Pelajaran : IPA

    Topik : Udara

    Sub Topik : Pengaruh Udara pada Pembakaran

    Kelas/semester : IV/I

    Waktu : 3 jam pelajaran

    Keterampilan yang Dikembangkan: Observasi, menanya, eksperimen, menalar, dan

    komunikasi, dan mencipta.

    Petunjuk:

    Buatlah kelompok masing-masing terdiri dari 3 siswa. Masing-masing kelompok

    menyiapkan peralatan/bahan yang diperlukan. Selanjutnya masing-masing kelompok melakukan

    kegiatan sesuai dengan langkah-langkah pada LKS. Hati-hatilah saat melakukan kegiatan,

    karena bahan/alat yang dipakai dapat membahayakan diri dan lingkungan kelasmu. Ikutilah

    dengan seksama petunjuk gurumu.

    Modul merupakan suatu unit program pembelajaran yang disusun dalam bentuk tertentu

    untuk keperluan belajar, dalam pengertian ini dapat diketahui bahwa modul yang dimaksud

    sebagai modul pembelajaran (instructional module). Dari pengertian tersebut dapat dipahami

    bahwa modul merupakan suatu paket belajar yang berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran.

  • 1418

    Tabel 2. Penilaian LKS

    No Nama

    Aspek Penilaian

    Kerjasama

    Keruntutan

    pelaksanaan

    kegiatan

    Kehati-hatian Kelengkapan

    laporan

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    Rubrik Penilaian.

    1. Kerjasama Skor 1 jika siswa tidak terlibat dalam kegiatan kelompok

    Skor 2 jika siswa hanya menjadi pengamat dalam kegiatan kelompok

    Skor 3 jika siswa saling membantu dalam kegiatan kelompok

    Skor 4 jika siswa saling bantu dalam semua kegiatan kelompok dan mampu memimpin

    teman/anggota kelompoknya.

    2. Keruntutan pelaksanaan kegiatan Skor 1 jika siswa melaksanakan kegiatan secara acak

    Skor 2 jika beberapa kegiatan dilakukan secara berurutan

    Skor 3 jika sebagian besar rangkaian kegiatan dilaksanakan secara berurutan.

    Skor 4 jika semua langkah-langkah kegiatan dilakukan secara berurutan.

    3. Kehati-hatian Skor 1 jika dalam melaksanakan kegiatan siswa bermain-main dengan bahan/alat yang

    dipakainya dan membahayakan temannya

    Skor 2 jika bahan-bahan yang dipakai ada yang tercecer di lantai

    Skor 3 jika siswa melakukan percobaan dengan tertib sesuai perintah guru.

    Skor 4 jika siswa sangat cermat dan penuh konsentrasi dalam melakukan kegiatan;

    4. Kelengkapan laporan Skor 1 jika siswa hanya mampu menjawab kurang dari separo pertanyaan dalam LKS.

    Skor 2 jika siswa hanya mampu menjawab separo dari pertanyaan dalam LKS

    Skor 3 jika siswa mampu menjawab tiga perempat pertanyaan dalam LKS

    Skor 4 jika semua pertanyaan dijawab dengan benar dan menggambarkan cara berpikir

    tingkat tinggi.

    Menurut BP3K Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, modul didefinisikan sebagai

    suatu unit program pembelajaran terkecil yang secara rinci menggariskan hal sebagai berikut.

    a. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai

    b. Topik yang akan dijadikan dasar proses pembelajaran

    c. Pokok-pokok materi yang dipelajari

    d. Kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas

    e. Peranan guru dalam proses pembelajaran

    f. Alat-alat dan sumber yang akan digunakan

    g. Kegiatan belajar yang harus dilakukan

    h. Lembar kerja yang harus dikerjakan

    i. Program evaluasi yang harus dilaksanakan

    Secara prinsip latihan hendaknya; relevan dengan materi yang disajikan, sesuai dengan

    kemampuan siswa, bentuknya bervariasi, bermakna/bermanfaat, menantang siswa untuk

    berpikir kritis dan penyajiannya sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Sementara

    langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penyajian latihan adalah: (1) tentukan konsep,

    dalil, teori yang memerlukan latihan, (2) cari berbagai bentuk latihan yang sesuai, (3) pilih

    bentuk latihan yang paling sesuai, (4) tentukan teknik latihan yang digunakan, (5) tentukan

    sasaran, (6) rumuskan latihan, dan (7) dan membuat rambu-rambu pengerjaan latihan.

    Komponen-komponen pada handout tidaklah serumit seperti pada modul, karena telah

    dijelaskan sebelumnya bahwa handout tidak disajikan dalam unit-unit terkecil bagian

  • 1419

    pembelajaran. Handout berisi materi ajar dalam suatu mata pembelajaran secara utuh tanpa

    disajikan dalam kegiatan belajar.

    Biasanya penyajiannya berdasarkan pada pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam

    suatu mata pelajaran pada semester tertentu. Jika dilihat sepintas handout hampir sama dengan

    buku teks biasa, tetapi yang membedakan adalah dalam handout terdapat panduan belajar bagi

    siswa dan tujuan/kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran.

    Komponen-komponen LKS:

    1. Kata pengantar

    2. Daftar isi

    3. Pendahuluan (berisi analis/daftar dari tujuan pembelajaran dan indikator

    ketercapaian berdasarkan hasil analisis dari RPS)

    4. Bab 1 berisi: ringkasan materi/penekanan materi dari pokok bahasan

    tersebut.

    5. Lembar kerja: berisi berbagai soal yang dikembangkan dalam berbagai

    bentuk dan teknik.

    6. Bab 2 dst

    7. Daftar Pustaka

    Materi yang disajikan dalam LKS bukanlah pemaparan secara menyeluruh seperti

    layaknya dalam modul maupun handout, tetapi hanya berupa ringkasan saja, tetapi pada bagian

    materi tertentu yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi maka pemaparan materi lebih

    difokuskan. Perlu diperhatikan, bahwa latihan dan soal-soal yang dikembangkan harus

    menggunakan berbagai bentuk dan teknik yang beraneka ragam sehingga tidak membosankan.

    Harus dicantumkan pula langkah-langkah pengerjaannya jika soal tersebut berbentuk esai dan

    penugasan.

    Kesimpulan

    Dari paparan makalah di atas dapat disimpulkan:

    1. Terwujudnya perangkat pembelajaran konstruktivistik dengan lesson study yang memiliki daya tarik, efektifitas, dan efisiensi yang tinggi.

    2. Pelaksanaan pembelajaran bermakna melalui lesson study adalah salah satu yang dapat dilakukan untuk melihat secara nyata bagaimana siswa belajar, bukan bagaimana guru

    mengajar.

    3. Lembar kerja siswa (LKS) adalah salah satu unsur penting dalam menciptakan agar siswa belajar dengan bernalar karena di dalam LKS berisi tugas agar siswa berpikir analitis,

    kritis, dan menemukan hasil pengamatannnya sebagai bentuk perwujudan pembelajaran

    berbasis saintifik.

    4. Kemampuan guru dalam menghasilkan produk pembelajaran berupa perangkat pembelajaran seperti LKS perlu adanya pembiasaan dalam rangka menyongsong

    implementasi penerapan kurikulum 2013.

    Saran

    1. Guru lebih meluangkan waktu untuk pengembangan diri untuk meningkatkan profesionalitasnya melalui pengembangan perangkat pembelajaran bermakna, khususnya

    bagaimana membuat LKS yang dapat mengkondisikan bagaimana bernalar untuk

    menemukan.

    2. Guru perlu banyak berlatih bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran bermakna yang dapat dipadukan dengan lesson study dalam proses pembelajaran.

    3. Guru lebih proaktif merespon perkembangan pembelajaran terkini dengan memaknai secara lebih baik implementasi Kurikulum 2013.

    4. Para stakeholder di bidang pendidikan, seperti kepala sekolah dan pengawas harus berupaya mendorong dan memotivasi para guru untuk pengembangan diri, khususnya

    penerapan pembelajaran bermakna.

    Daftar Rujukan

    AECT. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.

    Andik, N. 2008. Keefektifan Lesson Study dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru

    Matematika di SMA Laboratorium UM. Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang.

  • 1420

    Bill Cerbin & Bryan Kopp. A Brief Introduction to College Lesson Study. Lesson Study Project.

    online: http://www.uwlax.edu/sotl/lsp/index2.htm (diakses 20 Agustus 2012).

    Cain, S.E. dan Jack, M.E. 1994. Sciencing. Ohio: Merril Publishing Company.

    Danim, S. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Garfield, J. 2006. Exploring the Impact of Lesson study on Developing Effective Statistics

    Curriculum, (Online), www.stat.auckland.ac.nz/-iase/ publications/11/- Garfield.doc,

    (diakses 15 Juli 2010).

    Gay, L.R. 1981. Educational Research: Competencies for Analysis & Application. (2rd

    ed).

    Ohio: Charles E. Merril Publishing Co.

    Istamar, S. dan Ibrohim. 2008. Lesson Study (Studi Pembelajaran): Model Pembinaan Pendidik

    dipetik dari Pengalaman Implementasi Lesson Study dalam Program SISTTEMS JICA

    di Kabupaten Pasuruan. Malang: FMIPA UM.

    Kemendikbud. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.

    Jakarta: Kemendikbud.

    Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:

    Kemendikbud.

    Lewis, C.C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change.

    Philadelphia: Research For Better School. Inc.

    Lewis, C. Perry, R. dan Murata, A., 2006. How Should Research Contribute to Instructional

    Improvement?: The Case of Lesson study. Educational Researcher, 35(3):3-14.

    Miarso, Y.H. 1986. Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di

    Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali.

    Michael, O, McClendon, & Robert, M.B. 2006. Educational Media and Technology Yearbook.

    Vol 31. Published in cooperation with the Association for Educational Communications

    and Technology.

    Saito, E., 2005. Changing Lessons, Changing Learning: Case Study of Piloting Activities under

    IMSTEP. Prosiding Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya & Exchange

    Experience of IMSTEP. Malang, 5-6 September.

    Scheerens, J. dan Bosker, R. 1997. The Foundation of Educational Effectiveness. London:

    Pergamon.

    Semiawan, C. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam

    Belajar?. Jakarta: Grasindo.

    Singarimbun, M., & Efendi, S. 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

    SISTTEMS. 2006. Studi Khusus Lesson Study, (online), (http://www.SISTTEMS.org/id/lesson-

    study.html diakses 3 Februari 2010).

    Slameto, 2004. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

    Slavin, R.. 1987. Cooperative Learning: Student Teams. NEA Professional Library: National

    Education Association.

    Sutadji, E. dan Nyoto, A. 2010. Pengembangan Model Evaluasi Mutu Sekolah: Penerapannya

    pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP).

    Laporan Penelitian. Malang: LP2M.

    Suyanto, K. 2008. Model Membelajaran. Malang: PSG Rayon 15 Universitas Negeri Malang.

    Syah, M. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.

    Winkel, W.S. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

    Woods, P., Jeffrey, B. Troman, G. dan Boyle, M. 1997. Restructuring Schools, Reconstructing

    Teachers. Buchinhham: Open University Press.

  • 1421

    KOMPETENSI GURU SMK DALAM MELAKSANAKAN

    PENILAIAN PEMBELAJARAN

    Dr. Sihkabuden, M.Pd

    Dr. Agus Wedi, M.Pd

    Universitas Negeri Malang

    Abstrak: Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menuntut model dan teknik penilaian

    yang dilakukan secara internal dan eksternal oleh seorang guru sehingga dapat diketahui

    perkembangan dan ketercapaian berbagai kompetensi peserta didik. Oleh karena itu,

    dibutuhkan petunjuk teknis penilaian yang diperuntukkan bagi pelaksanaan penilaian

    proses dan hasil belajar siswa. Permasalahan kompetensi guru dalam melaksanakan

    penilaian hasil belajar siswa masih sangat terbatas, terutama bagaimana cara menilai

    proses pembelajaran dan produk hasil belajar yang sesuai dengan standar penilaian

    pendidikan. Dalam melakukan penilaian hasil belajar yang sesuai dengan standar

    penilaian pendidikan, seorang guru harus memiliki kompetensi yang memadai.

    Kompetensi guru diperlukan mengingat tugas utama guru selain melakukan

    pembelajaran di kelas, guru memiliki tugas yang berhubungan dengan kegiatan

    pembelajaran yaitu guru harus melakukan penilaian hasil belajar.

    Kata kunci: kompetensi guru, KBK, penilaian hasil belajar

    Standar Nasional Pendidikan yang tertuang dalam PP 19 Tahun 2005 menjelaskan

    bahwa kurikulum yang diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah kurikulum

    berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum berbasis kompetensi atau kurikulum berbasis standar

    adalah kurikulum yang menggunakan acuan standar kompetensi. Penerapan kurikulum berbasis

    kompetensi merupakan tantangan dan akan memotivasi semua lembaga pendidikan untuk

    mencapainya.

    Tujuan penulisan makalah ini adalah: (1) memberikan penjelasan mengenai orientasi

    baru dalam penilaian hasil belajar yang berbasis kompetensi, (2) memberikan wawasan secara

    umum tentang konsep penilaian internal dan eksternal, (3) memberikan rambu-rambu proses

    penilaian hasil belajar, (4) memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip pengolahan dan

    pelaporan hasil penilaian, dan (5) memberikan penjelasan tentang pengembangan butir soal

    yang didalamnya mencakup pengembangan kisi-kisi dan pengembangan soal, baik soal teori

    maupun praktik.

    Sejalan dengan karakteristik KBK yang berorientasi pada penguasaan kompetensi maka

    sistem penilaian yang diterapkan berupa sistem penilaian berbasis kompetensi. Dengan

    demikian standar penilaian pendidikan untuk KBK adalah standar sistem penilaian yang

    berorientasi pada tingkat penguasaan kompetensi yang ditargetkan di dalam kurikulum.

    Penerapan pendidikan berbasis kompetensi juga disebut berbasis kompetensi dasar,

    mencakup masalah pengembangan silabus dan sistem penilaiannya. Standar kompetensi dapat

    diuraikan menjadi sejumlah kompetensi dasar. Silabus merupakan acuan untuk merencanakan

    dan melaksanakan program pembelajaran siswa, sedangkan sistem penilaian berbasis

    kompetensi dasar mencakup jenis tagihan dan bentuk instrumen.

    Penilaian hasil belajar pada Sekolah Menengah Kejuruan, selain dilakukan oleh

    pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah juga oleh masyarakat (Du/Di). Penilaian oleh

    pendidik dan satuan pendidikan merupakan penilaian internal (internal assessment) dalam

    rangka penjaminan mutu, sedangkan penilaian oleh pemerintah dan masyarakat (Du/Di)

    merupakan penilaian eksternal (external assessment) sebagai pengendali mutu (Direktorat

    PSMK, 2008).

    Kurikulum berbasis kompetensi menuntut model dan teknik penilaian yang dilakukan

    secara internal dan eksternal sehingga dapat diketahui perkembangan dan ketercapaian berbagai

    kompetensi peserta didik. Oleh karena itu, dibutuhkan petunjuk teknis penilaian yang

    diperuntukkan bagi pelaksanaan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik Sekolah

    Menengah Kejuruan (SMK).

  • 1422

    Pengembangan sistem penilaian hasil kegiatan belajar mengajar berbasis kompetensi

    mengikuti urutan tertentu, yang secara berturutan adalah: standar kompetensi, kompetensi dasar,

    materi pokok, indikator, dan sistem penilaian. Sistem penilaian memiliki dua komponen yaitu:

    jenis tagihan dan bentuk instrumen.

    Standar penilaian pendidikan dapat dicapai manakala ada aturan yang baku tentang

    sistem penilaian pendidikan yang diterapkan dalam setiap jenjang pendidikan, baik menyangkut

    dasar, prinsip, tujuan, dan strategi penilaiannya. Menurut Mardapi (2008:10) peningkatan

    kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas

    sistem penilaian. Keduanya saling terkait sebab sistem pembelajaran yang baik akan

    menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran tersebut akan dapat dilihat dari

    hasil penilaiannya. Selanjutnya, sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk

    menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar secara lebih baik.

    Pedoman penilaian berbasis kompetensi disiapkan untuk memberi dasar bagi guru dan

    siswa agar mampu melakukan pengukuran, penilaian, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan

    pembelajaran di sekolah terhadap peserta didik (siswa) atas penguasaan kompetensi yang

    dikuasainya setelah melalui proses pembelajaran untuk membangun sistem penilaian yang baku

    bagi guru SMK yang bersifat teori maupun praktikum dengan kelompok Matadiklat Adaptif,

    Normatif, dan Produktif sehingga dapat memberi informasi yang akurat mengenai tingkat

    kompetensi yang dicapai siswa.

    Sistem tersebut meliputi kegiatan perancangan penilaian, penyajian hasil penilaian, dan

    tindak lanjutnya. Perancangan penilaian mencakup penyusunan kisi-kisi yang memuat indikator

    dan strategi penilaian. Strategi penilaian mencakup pemilihan metode dan teknik penilaian,

    pemilihan bentuk instrumen dan penyusunan contoh instrumen penilaian. Penyajian hasil

    penilaian mencakup penilaian pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dan ditampilkan

    dalam bentuk profil hasil belajar.

    Permasalahannya adalah kompetensi guru dalam melaksanakan penilaian hasil belajar

    siswa masih sangat terbatas, terutama bagaimana cara menilai proses pembelajaran dan produk

    hasil belajar yang sesuai dengan standar penilaian pendidikan. Oleh karena itu, lingkup petunjuk

    teknis penilaian ini meliputi konsep dasar penilaian, teknik penilaian, langkah-langkah

    pelaksanaan penilaian, pengelolaan hasil penilaian, serta pemanfaatan dan pelaporan hasil

    penilaian, dilengkapi dengan bagaimana cara mengembangkan butir soal perlu dipahami oleh

    guru.

    Penilaian Hasil Belajar

    Penilaian atau asesmen adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi

    tentang prestasi atau kinerja seseorang. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi.

    Informasi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan data pengukuran dan nonpengukuran.

    Informasi disajikan dalam bentuk profil siswa untuk menetapkan apakah siswa dinyatakan

    sudah atau belum menguasai kompetensi yang ditargetkan (Allen & Yen, 1979).

    Pengukuran dan non pengukuran adalah proses untuk memperoleh deskripsi tentang

    karakteristik seseorang dengan aturan tertentu. Hasil pengukuran berupa data numerik atau

    kuantitatif, sedangkan hasil nonpengukuran berupa data kualitatif. Contoh pengukuran adalah

    memberikan ulangan atau tugas, sedangkan contoh non pengukuran adalah pengamatan

    terhadap aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran.

    Evaluasi merupakan tindakan untuk menetapkan tingkat keberhasilan suatu program

    pendidikan, termasuk menetapkan keberhasilan siswa dalam program pendidikan yang diikuti

    (Stark & Thomas, 1993). Fokus evaluasi adalah keberhasilan program atau kelompok siswa.

    Sebagai contoh, guru harus mengevaluasi apakah program pembelajaran yang dirancang sudah

    menunjukkan hasil yang diharapkan. Demikian pula, suatu program studi harus mengevaluasi

    apakah seluruh siswa yang menempuh suatu program berhasil atau gagal.

    Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah meningkatkan kinerja individu atau

    lembaga. Usaha meningkatkan kinerja harus berdasarkan pada kondisi saat ini yang diperoleh

    melalui kegiatan penilaian. Data untuk keperluan penilaian diperoleh dengan menggunakan alat

    ukur. Alat ukur yang banyak digunakan dalam melakukan penilaian bermacam-macam, salah

    satu di antaranya tes. Agar diperoleh informasi yang akurat, tes yang digunakan harus memiliki

    bukti-bukti tentang kesahihan dan keandalan. Jadi, usaha meningkatkan kualitas pendidikan

  • 1423

    memerlukan kegiatan evaluasi yang didahului oleh tindakan penilaian. Untuk melakukan

    penilaian dilakukan pengukuran dengan alat ukur yang sahih dan andal.

    Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa tes dan/atau

    nontes. Tes adalah alat ukur, berupa satu set pertanyaan, untuk mengukur sampel tingkah laku,

    dan jawaban yang diberikan dapat dikategorikan menjadi benar dan salah. Nontes juga

    merupakan alat ukur untuk mengukur sampel tingkah laku, tetapi jawaban yang diberikan tidak

    dapat dikategorikan benar dan salah, misalnya kategori positif dan negatif, setuju dan tidak

    setuju, atau suka dan tidak suka.

    Menurut Cuningham (1998:3) setidaknya terdapat tujuh standar bagi guru agar dapat

    melakukan penilaian dengan benar untuk mengambil keputusan pembelajaran, yakni guru harus

    terampil dalam: (1) memilih metode penilaian, (2) mengembangkan metode penilaian, (3)

    mengadministrasikan, mencetak, dan menafsirkan hasil penilaian, (4) menggunakan hasil

    penilaian ketika membuat keputusan pada masing-masing siswa, perencanaan pengajaran,

    pengembangan kurikulum, dan perbaikan sekolah, (5) mengembangkan prosedur penilaian

    siswa yang tepat, (6) mengkomunikasikan hasil penilaian kepada siswa, orang tua, pendidik

    lainnya, serta masyarakat, dan (7) mengenali metode penilaian yang melanggar etika, ilegal, dan

    tidak layak yang akan digunakan sebagai informasi penilaian.

    Pokok-pokok Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian

    memaparkan bahwa penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi

    untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Prosedur penilaian yang baik

    setidaknya memiliki empat syarat, yakni: (1) mengetahui prosedur yang benar dalam melakukan

    penilaian siswa, (2) ketersediaan jumlah waktu yang cukup, (3) direncanakan, dan (4) adanya

    analisis reflektif dari proses penilaian. Di sisi lain, assessment purposes adalah untuk (1)

    keeping track, melacak kemajuan peserta didik, (2) checking up, mengecek ketercapaian

    kemampuan, (3) finding out, mendeteksi kesalahan, dan (4) summing up, menyimpulkan. Dalam

    PP 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa prinsip-prinsip penilaian pembelajaran bidang studi antara

    lain adalah sahih, obyektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan,

    sistematis, beracuan kriteria, serta akuntabel.

    Pembelajaran di SMK yang berbasis kompetensi, pengertian penilaian adalah proses

    sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka atau deskripsi verbal), analisis, dan

    interpretasi untuk mengambil keputusan. Sedangkan penilaian pendidikan adalah proses

    pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta

    didik.

    Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar

    pengambilan keputusan. Dalam hal ini, keputusan berhubungan dengan sudah atau belum

    berhasilnya peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi. Jadi, penilaian merupakan salah

    satu pilar dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berbasis

    kompetensi.

    Penilaian merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah

    perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang

    menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi

    tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian dilaksanakan melalui berbagai bentuk antara lain:

    penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test),

    penilaian proyek, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portfolio), dan

    penilaian diri.

    Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana yang

    menyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan

    mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan

    dengan peserta didik lainnya, tetapi dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut

    sebelumnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh guru tetapi dibantu

    untuk mencapai apa yang diharapkan.

    Prinsip, Kegunaan, dan Fungsi Penilaian dalam Pembelajaran

    Dalam melaksanakan penilaian dalam pembelajaran, seorang guru harus

    mempertimbangkan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut: (1) memandang penilaian dan

    kegiatan pembelajaran secara terpadu, (2) mengembangkan strategi yang mendorong dan

    memperkuat penilaian sebagai cermin diri, (3) melakukan berbagai strategi penilaian di dalam

  • 1424

    program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta

    didik, (4) mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik, (5) mengembangkan

    dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta

    didik, dan (5) menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian dapat dilakukan

    dengan cara tertulis, lisan, produk portofolio, unjuk kerja, proyek, dan pengamatan tingkah laku.

    Hal ini perlu dipahami guru dalam melakukan penilaian secara berkesinambungan

    untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil, dalam bentuk: ulangan harian, ulangan

    tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Ulangan harian dapat

    dilakukan bila sudah menyelesaikan satu atau beberapa indikator atau satu kompetensi dasar

    (KD), ulangan tengah semester dilakukan bila telah menyelesaikan beberapa KD atau satu

    stndar kompetensi (SK), ulangan akhir semester dilakukan setelah menyelesaikan semua KD

    atau SK semester bersangkutan, sedangkan ulangan kenaikan kelas dilakukan pada akhir

    semester genap dengan menilai semua SK semester ganjil dan genap, dengan penekanan pada

    semester genap.

    Dalam pelaksanaannya, penilaian kompetensi pada uji kompetensi melibatkan pihak

    sekolah dan Institusi Pasangan/Asosiasi Profesi, dan pihak lain terutama DU/DI. Idealnya,

    lembaga yang menyelenggarakan uji kompetensi ini independen; yakni lembaga yang tidak

    dapat diintervensi oleh unsur atau lembaga lain.

    Agar penilaian objektif, pendidik harus berupaya secara optimal untuk (1)

    memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja peserta didik dari sejumlah penilaian, dan (2) membuat

    keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan mempertimbangkan

    hasil kerja (karya).

    Kegunaan penilaian dalam pembelajaran setidaknya mengandung beberapa poin, yakni:

    (1) memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahan

    dirinya dalam proses pencapaian kompetensi, (2) memantau kemajuan dan mendiagnosis

    kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial,

    (3) untuk umpan balik bagi pendidik/guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan,

    dan sumber belajar yang digunakan, (4) memberikan informasi kepada orang tua dan komite

    sekolah tentang efektivitas pendidikan, dan (5) memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan

    (Dinas Pendidikan Daerah) dalam meningkatkan kualitas penilaian yang digunakan.

    Di sisi lain, penilaian pembelajaran memiliki fungsi untuk (1) menggambarkan

    sejauhmana peserta didik telah menguasai suatu kompetensi, (2) mengevaluasi hasil belajar

    peserta didik dalam rangka membantu memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah

    berikutnya, baik untuk perencanaan program belajar, pengembangan kepribadian, maupun untuk

    penjurusan (sebagai bimbingan), (3) menemukan kesulitan belajar, kemungkinan prestasi yang

    bisa dikembangkan peserta didik, dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik/guru

    menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan, (4) menemukan

    kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan

    proses pembelajaran berikutnya, dan (5) pengendali bagi pendidik/guru dan sekolah tentang

    kemajuan perkembangan peserta didik.

    Pengintegrasian Penilaian dalam Pembelajaran

    Seorang guru dikatakan kompeten dalam melakukan penilaian siswa diasumsikan oleh

    dua hal, (1) penilaian siswa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peran guru, dan (2)

    pembelajaran dan penilaian yang baik berjalan bersama-sama (Cunningham, 1998:5). Karena

    itu, sebelum melakukan penilaian, seorang guru diharapkan memiliki kemampuan memahami

    tujuan penilaian. Tujuan penilaian adalah untuk (1) menilai kemampuan individual melalui

    tagihan dan tugas tertentu, (2) menentukan kebutuhan pembelajaran, (3) membantu dan

    mendorong peserta didik, (4) membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik,

    (5) menentukan strategi pembelajaran, (6) akuntabilitas lembaga, dan (7) meningkatkan kualitas

    pendidikan.

    Tenaga pendidik (guru) yang akan mengadakan penilaian tentang siswa harus tahu

    bahwa penilaian mengandung berbagai asumsi, dan jika asumsi-asumsi tidak dapat dipenuhi

    maka validitas hasil tes dan interpretasinya dianggap kurang. Newland (1971)

    mengidentifikasikan dan mendiskusikan lima macam asumsi yang melandasi penilaian antara

    lain: (1) orang-orang yang melakukan tes harus ahli, (2) kesalahan akan selalu terjadi, (3)

  • 1425

    akulturisasi sebanding, (4) sampel tingkah laku harus memadai, dan (5) tingkahlaku sekarang

    diobservasi, dikemudian hari merupakan kesimpulan.

    5. Orang-orang yang Melakukan Tes Harus Ahli Bila siswa dites, maka kita berasumsi bahwa orang yang melakukan tes telah

    memperoleh latihan yang cukup untuk mengadakan tes. Diasumsikan pula bahwa pengetes

    mengetahui dan memang ia akrab dengan siswa-siswa; siswa-siswa biasanya penampilannya

    baik bila iklimnya penuh kepercayaan dan kepastian. Diasumsikan bahwa pengetes tahu

    bagaimana harus menjalankan tes secara baik. Pengetesan mengandung pengungkapan stimulus-

    stimulus atau rangsangan-rangsangan yang standar. Bila pengetes tidak dapat menyajikan materi

    atau pertanyaan-pertanyaan yang betul, maka skor yang diperoleh tidak lagi syah. Para pengetes

    dianggap tahu bagaimana memberi skor. Pemberian skor yang betul merupakan keharusan

    untuk mendapatkan gambaran yang berarti dari hasil yang dicapai siswa. Diasumsikan bahwa

    interpretasi yang diberikan pengetes akurat (betul dan teliti).

    Pengelolaan tes, pemberian skor dan mengeluarkan hasil interpretasi membutuhkan

    pelbagai tingkat latihan dan keahlian tergantung jenis tes dan seberapa jauh dapat memberikan

    interpretasi tentang penampilan yang dites. Walaupun hampir semua guru dapat mengadakan tes

    inteligensi dan prestasi siswa-siswanya, namun harus memperoleh latihan untuk memberikan

    skor dan mengadakan interpretasi inteligensi perorangan dan tes kepribadian. Dikebanyakan

    negara hak untuk mengetes diserahkan kepada ahli psikolog.

    Nampaknya asumsi pertama ini sangatlah penting dan pengetesan harus dilakukan oleh

    seorang ahli. Sering terjadi dan hal ini kita sesalkan bahwa banyak orang yang mengadakan tes

    intelegensi atau tes kepribadian tanpa latar belakang yang memadai. Tes-tes yang diberikan

    nampaknya memang mudah, tetapi pemberian skor dan interpretasi sangatlah kompleks. Tes

    menentukan nasib siswa, karena itu pengetes harus ahli.

    k. Kesalahan Akan Selalu Terjadi Tidak ada pengukuran psikologi atau pendidikan yang bebas kesalahan. Bila kita

    mengetes tentu akan terjadi beberapa kesalahan. Pada bagian lain dijelaskan tentang kesalahan-

    kesalahan, tetapi pada bagian ini akan diulas sedikit. Nunnally (1978) membagi adanya dua

    macam kesalahan atau error, yaitu kesalahan sistematik (systematic error) dan kesalahan acak

    (random error). Sebagai contoh sebuah kesalahan sistematik diperlihatkan bahwa seorang ahli

    kimia yang menggunakan termometer yang akurat, selalu membaca 2 derajat lebih tinggi dari

    temperatur yang seharusnya dari cairan. Semua pernyataan derajat temperatur selalu 2 derajat

    lebih tinggi, apapun yang diukurnya, sehingga kelebihan 2 derajat ini merupakan kesalahan

    yang sistematik.

    Dalam proses pengukuran kesalahan acak terbagi dalam dua jenis. Pertama, pengukur

    tidak konsisten. Nunnally menggambarkan seorang ahli kimia yang berpenglihatan dekat (near

    sighted) yang membaca termometer yang akurat secara tidak akurat. Pembacaan termometer

    selalu salah, tetapi kesalahan akan bersifat acak. Pada saat tertentu ahli kimia tersebut membaca

    termeometer 5 derajat lebih dan pada saat lain membacanya 4 derajat lebih rendah. Kesalahan

    tersebut mengganggu pengukuran. Kedua, alat-alat pengukur dapat menghasilkan data yang

    tidak konsisten. Misalnya, alat pengukur terbuat dari karet akan menyebabkan pengukuran

    berbeda-beda.

    Rehabilitasi menandai seberapa jauh alat pengukur bebas dari kesalahan acak. Sebuah

    tes yang sangat kecil kesalahan acaknya, atau disamakan dengan tes yang akurat, dikatakan

    dapat dipercaya (reliable), sedangkan tes dengan kebanyakan kesalahan acak atau tes yang tidak

    akurat, dikatakan tidak dapat dipercaya. Bermacam-macam tes berbeda realibilitasnya.

    Perangkat-perangkat tes yang tidak dapat dipercaya, yaitu banyak kesalahan acaknya,

    mengecohkan keputusan tentang siswa.

    Akulturisasi Sebanding Tiap siswa mempunyai latar belakang dan pengalaman yang berbeda, seperti

    lingkungan pendidikan, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Bila kita mengetes siswa

    dengan menggunakan perangkat yang sudah standar dan kemudian menentukan indeks

    kedudukan siswa tersebut, maka kita berasumsi bahwa siswa tersebut cocok dengan perangkat

    standar yang digunakan atau dengan kata lain akulturisasi sebanding, tetapi tidak identik.

    Jika seorang siswa mempunyai latar belakang dan pengalaman yang berbeda dengan

    siswa lainnya dan kemudian tes standar dengan norma yang telah ditentukan, maka penggunaan

    tes tersebut dapat menghasilkan indeks yang salah dan menelurkan keputusan pendidikan yang

  • 1426

    keliru pula. Perlu ditandaskan di sini bahwa akulturisasi merupakan latar belakang dan

    pengalaman seseorang dan tidak tergantung warna kulit, suku dan bangsa. Akulturisasi seorang

    siswa dikatakan berbeda dengan siswa-siswa lain yang dipergunakan sebagai norma bila latar

    belakang pengalamannya berbeda.

    Susahnya kebanyakan ahli psikologi, konselor, dan spesialis remedial menganut paham

    yang salah tentang latar belakang pengalaman ini. Tes Cepat (the Quick Test) misalnya

    distandarkan pada anak-anak Amerika berkulit putih dari Missoula, Montana dan sehari-hari

    dipergunakan untuk mengukur inteligensi anak-anak Negro yang hidup di ghetto (daerah

    kumuh) yang latar belakang pendidikan, sosial dan budayanya dapat berbeda dengan norma

    standar yang dipergunakan.

    Bagian pengungkap penampilan dari WISC-R (the Wechsler intelligence Scale-

    Revised) terdiri atas berbagai tes (kebanyakan manipulatif, seperti pembentukan sebuah obyek

    dengan potongan-potongan puzzle) yang tidak membutuhkan tanggapan verbal dari anak. Fakta bahwa dalam tes ini anak tak perlu berbicara, maka tes ini sering dipergunakan untuk

    anak tuna rungu wicara. Levin (1974) mengatakan bagaimana mungkin, tes tersebut dibuat

    untuk anak normal dan tak boleh dipergunakan untuk anak bisu. Berbagai subtes dari skala

    Wechsler misalnya: Picture Completion dan Picture Arrangement memerlukan kompetensi verbal.

    Sampel Tingkah Laku Harus Memadai Asumsi keempat yang mendasari penilaian psiko pendidikan haruslah mempunyai

    sample yang memadai dalam jumlah dan mewakili area. Tes apapun merupakan sample dari

    tingkah laku. Bila kita ingin mendapat informasi kecakapan seorang siswa tentang matematika,

    maka siswa mendapat soal-soal tentang matematika yang harus dipecahkan. Demikian pula bila

    kita ingin mengetahui kepandaian siswa dalam mengeja, maka siswa diminta mengeja berbagai

    macam kata. Bila kita memberikan tes matematika atau pengejaan kata, maka asumsi kita telah

    tersedia cukup sample dari butir-butir soal-soal, hingga dapat ditentukan kecakapan siswa pada

    area yang bersangkutan. Ada beberapa guru yang hanya memberikan dua soal berhitung atau

    aritmatika dan berasumsi bahwa kepandaian siswa telah dapat diketahui dalam aritmatika.

    Mengetes memerlukan sample tingkah laku yang mencukupi untuk membantu menentukan

    keputusan.

    Pengambilan sample tingkah laku haruslah cukup jumlahnya, sebab kita asumsikan

    bahwa tes mengukur seperti yang dikehendaki penyusun tes tersebut. Kita berasumsi bahwa tes

    inteligensi mengukur inteligensi dan tes pengejaan mengukur kepandaian mengeja. Tes

    penjumlahan matematika secara keseluruhan, sebab matematika mencakup lebih banyak

    daripada penjumlahan saja. Banyak tes membaca yang kurang mencukupi, sebab membaca

    memerlukan komponen-komponen lain, seperti rekognisi, komprehensi, dan analisis fonetik.

    Dengan demikian semua tes jangan hanya dibatasi oleh karena namanya saja, seperti tes

    membaca ya hanya membacanya saja.

    Tingkahlaku Sekarang Diobservasi: Dikemudian Hari Merupakan Kesimpulan Apabila guru mengadakan tes hanya mengobservasi penampilan siswa yang dites pada

    satu sampel tingkah laku, pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu dan situasi tertentu. Guru

    mengobservasi apa yang mampu dikerjakan siswa tersebut di kemudian hari. Guru hanya

    mengambil contoh tingkah laku yang terbatas dan mengadakan generalisasi penampilan

    individual untuk semua tingkah laku. Sebagai contoh dapatlah diambil hal sebagai berikut:

    Heathcote mengerjakan 10 soal penjumlahan dan betul semua, tetapi angka-angka yang digarap

    hanya terdiri atas 1 digit, yaitu 1, 2, 4 dan seterusnya, dan kita mengambil kesimpulan bahwa

    Heatcote dapat pula menggarap soal penjumlahan yang berdigit 2 (24, 27 dst.). Jadi prediksi

    atau keputusan untuk tingkah laku seseorang untuk hari yang akan datang dapat digambarkan

    semudah itu. Prediksi ini merupakan kesimpulan-kesimpulan yang dapat diandalkan dengan

    derajat tertentu. Kesimpulan tentang penampilan hari depan dapat dipercaya bila asumsi-asumsi

    lain pada asesmen secara keseluruhan juga memuaskan atau sinkron. Bila kita menjalankan tes

    terhadap sample yang cocok dan mewakili tingkah laku yang akan diungkapkan, serta latar

    belakang sample yang dipergunakan untuk menyusun tes tersebut, dan di samping itu cara

    memberi skor dan pengadaan interpretasi bebas kesalahan, maka dapatlah observasi tersebut

    dikatakan andal.

  • 1427

    KESIMPULAN

    Dalam melakukan penilaian hasil belajar yang sesuai dengan standar penilaian

    pendidikan, seorang guru harus memiliki kompetensi yang memadai. Kompetensi guru

    diperlukan mengingat tugas utama guru selain melakukan pembelajaran di kelas, guru memiliki

    tugas yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran adalah guru harus melakukan penilaian

    hasil belajar. Penilaian pembelajaran meliputi penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran.

    Kegunaan penilaian dalam pembelajaran setidaknya mengandung beberapa poin, yakni: (1)

    memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya

    dalam proses pencapaian kompetensi, (2) memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan

    belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial, (3) untuk

    umpan balik bagi pendidik/guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber

    belajar yang digunakan, (4) memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang

    efektivitas pendidikan, dan (5) memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan. Di sisi lain,

    penilaian pembelajaran memiliki fungsi untuk (1) menggambarkan sejauhmana peserta didik

    telah menguasai suatu kompetensi, (2) mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka

    membantu memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk

    perencanaan program belajar, pengembangan kepribadian, maupun untuk penjurusan (sebagai

    bimbingan), (3) menemukan kesulitan belajar, kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan

    peserta didik, dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik/guru menentukan apakah

    seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan, (4) menemukan kelemahan dan

    kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran

    berikutnya, dan (5) pengendali bagi pendidik/guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan

    peserta didik.

    Dalam melakukan penilaian hasil belajar yang sesuai dengan standar penilaian

    pendidikan, seorang guru harus memiliki kompetensi yang memadai. Karena hubungan antara

    pembelajaran dan penilaian yang sangat erat maka kompetensi guru dalam penilaian

    pembelajaran merupakan kebutuhan mutlak harus dimiliki seorang guru.

    DAFTAR RUJUKAN

    Allen, M.J. & Yen, W.M. 1979. Introduction to Measurement Theory. Belmont, California:

    Wadswort, Inc.

    Cunningham, G.K. 1998. Assessment in the Classroom: Constructing and Interpreting Test.

    Falmer Press.

    Mardapi, D. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non Tes. Jogjakarta:

    Mitra Cendekia.

    Erickson, R.C., & Wentling, T.L. 1988. Measuring Student Growth: Techniques and

    Procedures for Occupational Education. Urbana, Illinois: Griffon Press.

    Fernandes, H.J.X.1984. Testing and Measurement. Jakarta: National Education Planning,

    Evaluation and Curricuoum Development.

    Marzano, R.J. 2006. Classroom Assessment and Grading that Work. Alexandria: ASCD.

    Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

    Pokok-pokok Permendiknas No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian.

    Stark, S.J., & Thomas, A. 1994. Assessment and Program Evaluation. Ashe Reader Series:

    Simon & Schutster Custom Publishing.

    Eggen, P., Kauchak, D. 2004. Educational Psychology, Windows on Classroom. International

    Edition. New Jersey: Pearson Education International.

    Elliot, S. N., Kratochwill, T. R., Littlefield, J., Travers, J. 1996. Educational Psychology,

    Effective Teaching, Effective Learning. London: Brown & Benchmark.

    Fetsco, T., McClure, J. 2005. Educational Psychology, An Integrated Approach to Classroom

    Decisions. New York: Pearson Education Inc.

    Heineke, W. F., Willis, J. 2001. Methods of Evaluating Educational Technology. Greenwich,

    Connecticut: Information Age Publishing Inc.

    Ormrod, J. E. 2006. Essentials of Educational Psychology. New Jersey: Pearson Education Inc.

    Lee Krause, K. Bochner, S., Duchesne, S, McMaugh. 2007. Educational Psychology for

    Teaching and Learning. South Melbourne: Cengage Learning Australia.

    Lefranqois, G. R. 1991. Psychology for Teaching. Belmont, California: Wadworth Publishing

    Company Inc.

  • 1428

    Gage, N. L., Berliner, D. C. Educational Psychology. Third Edition. Boston: Houghton Mifflin

    Company Inc.

    Slavin, R. E. 1997. Educational Psychology, Theory and Practice. Third Edition. London: Allyn

    and Bacon.

    Thornburg, H. D. 1984. Introduction to Educational Psychology. New York: West Publishing

    Company Inc.

    Woolfolk, A. 2010. Educational Psychology. New Jersey: Pearson Education, Global Edition.

    PENERAPAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN

    KUALITAS PEMBELAJARAN

    Ririn Tamora Sembiring

    [email protected]

    Abstract: Lesson study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil

    belajar yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru.

    Lesson study dapat dilakukan melalui dua tipe yaitu berbasis sekolah dan berbasis MGMP.

    Lesson study dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik yang terdiri dari: (1)

    perencanaan (plan) ; (2) pelaksanaan (do) ; refleksi (see).

    Kata kunci: lesson study, kolaboratif, plan, do, see

    Salah satu masalah atau topik pendidikan yang belakangan ini menarik untuk

    diperbincangkan adalah lesson study yang muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi

    masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi,

    bahwa sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya dilakukan secara

    konvensional, yaitu melalui teknik komunikasi oral. Praktik pembelajaran konvensional

    semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana guru mengajar (teacher-centered)

    daripada bagaimana siswa belajar (student-centered), dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita

    maklumi yang ternyata tidak banyak memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu proses dan

    hasil pembelajaran siswa. Pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa karena guru

    dalam kegiatan pembelajaran di kelas tidak mengaitkan teori dengan skema yang telah dimiliki

    oleh siswa, dan siswa kurang diberi kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi

    sendiri ide-ide yang dimilikinya, sehingga anak cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasi materi

    pelajaran yang diperolehnya.

    LESSON STUDY

    Istilah lesson study masih relatif asing di kalangan sebagian besar guru di Indonesia.

    Banyak kalangan yang menganggap lesson study sebagai suatu pendekatan, metode, atau model

    pembelajaran layaknya pembelajaran kooperatif, inkuiri, CTL atau sejenisnya. Lesson study

    bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya

    pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok orang

    secara kolaboratif dan berkesinambungan dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi,

    dan melaporkan hasil pembelajaran.

    Konsep dan praktik lesson study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan

    dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepangnya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Adalah

    Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di

    Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan lesson study tampaknya mulai diikuti oleh

    beberapa negara lain, termasuk di Amerika yang dikembangkan oleh Catherine Lewis. Istilah

    lesson study yang telah lama berkembang di Jepang, yakni sekitar abad-19 ini baru masuk dan

    berkembang di Indonesia sekitar akhir tahun 2004 oleh para tenaga ahli JICA (Japan

    International Cooperation Agency) melalui proses IMSTEP (Indonesian Mathematics and

  • 1429

    Science Teaching Education Project). Kemudian dilanjutkan pengembangannya melalui proses

    SISTTEMS (Strenghtening In Service Teacher Training of Mathematics and Science Education

    at Junior Secondary Level) pada tahun 2006 2008, dan juga PELITA (Program for Enhancing Quality of Junior Secondary Education) pada tahun 2009 2012.

    PENERAPAN LESSON STUDY Lesson study merupakan proses pengkajian pembelajaran. Sebagaimana yang

    diungkapkan oleh Dr. Ibrohim, Dosen Fakultas MIPA dari Universitas Negeri Malang,

    merumuskan definisi operasional Lesson Study sebagai model pembinaan profesi pendidik

    melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip

    kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dalam rangka

    meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran.

    Pengkajian pembelajaran tersebut dilakukan oleh sekelompok guru yang sadar terhadap

    pentingnya upaya peningkatan kompetensi mereka dalam proses belajar mengajar. Para guru ini

    sadar bahwa proses pembelajaran yang selama ini telah dilaksanakan harus dikaji secara

    kolaboratif dan berlangsung dari waktu ke waktu agar dapat meningkatkan efektivitasnya bagi

    upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Proses ini dilakukan secara kolaboratif dan

    berkelanjutan. Harapan ideal yang ingin dicapai dalam kegiatan lesson study ini adalah

    membangun masyarakat belajar, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hayat (long life

    education).

    Lesson study dapat dilakukan melalui dua tipe yaitu berbasis sekolah dan berbasis

    MGMP. Dalam tahap awal pengenalan lesson study, Saito (2005)mengenalkan ada 3 tahap

    utama lesson study, yakni: (1) perencanaan (plan), (2) pelaksanaan (do) dan refleksi (see).

    Penyederhanaan menjadi 3 tahap saja dilakukan dengan pertimbangan untuk memudahkan

    praktiknya dan menghilangkan kesan bahwa lesson study sebagai kegiatan yang rumit dan sulit

    dilakukan. Ketiga tahapan tersebut dilakukan secara berulang dan terus menerus (siklus).

    Lesson study dimulai saat guru atau dosen mau membuka kelas (pembelajaran) untuk

    diamati oleh sejawat atau komponen stakeholder pendidikan lainnya, kemudian direfleksi.

    Rencana pembelajaran disusun sebagai persiapan pelaksanaan pembelajaran yang akan

    diobservasi yang disebut open class atau open lesson. Dalam tahap perencanaan (plan)

    pembelajaran sebaiknya dilakukan secara kolaboratif dalam kelompok kerja (KKG). Hal ini

    sangat penting agar masing-masing guru khususnya yang merasa kurang mampu, dapat saling

    belajar dengan yang lain. Rencana pembelajaran ini secara spesifik disebut skenario

    pembelajaran yang akan digunakan guru model berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi

    kelas atau siswa yang akan diajarkan. Pada tahap pelaksanaan akan diamati apakah rencana

    pembelajaran yang telah disusun dapat menghasilkan pembelajaran yang efektifdengan hasil

    belajar siswa yang maksimal. Para observer akan mengamati setiap langkah aktivitas belajar

    siswa dan mencata setiap fakta dengan menyertakan bukti autentik sehingga dapat menemukan

    hal-hal yang mendukung dan menghambat proses pembelajaran.

    Perlu disadari bahwa tidak ada pembelajaran yang sempurna. Kekurangan yang terjadi

    dalam pelaksanaan pembelajaran merupakan hal yang harus disadari. Oleh karena itu akan

    banyak ditemukan hal menarik yang dicatat oleh pengamat.Kegiatan refleksi dalam lesson study

    dilakukan dalam bentuk diskusi yang dipimpin oleh seorang moderator dan dilakukan secara

    interaktif. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh oleh guru model dan pengamatakan

    digunakan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas masing-masing.

    SARAN Perencanaan pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan keadaan kelasnya masing-

    masing. Setiap pengamat dapat memetik pengalaman penting dari pembelajaran yang telah

    dilakukan dan guru model dapat menyusun kegiatan tindak lanjut dengan merevisi rencana

    pembelajaran berdasarkan masukan dari refleksi.

    DAFTAR RUJUKAN Ibrohim. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang: Universitas Negeri Malang.

    http://psy-educacao.blogspot.com/2009/05/tujuan-lesson-study.html?m=1

    Lesson Study Research Group online: tc.edu/ lesson study/ whatislessonstudy.html

    Wikipedia.2007.Lesson Study.en.wikipedia.org/wiki/Lesson_study

  • 1430

    STRATEGI PENGELOLAAN KELAS PADA DISEMINASI 1 ILMU

    PENGETAHUAN ALAM ( IPA) TEACHER QUALITY

    IMPROVEMENT PROGRAM (TEQIP) 2013

    Yanto

    Pengawas SMP Kabupaten Sanggau

    [email protected]

    Abstrak: Pengalaman dua calon trainer IPA di Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan

    Barat pada kegiatan Diseminasi 1. Yang dilaksanakan di Kapuas Dharma Pontianak pada

    tanggal 26 sampai dengan 31 Agustus 2013. Menunjukan bahwa Strategi Pengelolaan

    Kelas pada mata Pelajaran IPA sangat bergantung pada persiapan diri para trainer dan

    semangat guru- guru peserta diseminasi.

    KataKunci: diseminasi,pengelolaan kelas,metode,kelompok,kolaborasi.

    TEQIP (Teacher Quality Improvement Program) merupakan program Kerjasama

    Universitas Negeri Malang dengan PT Pertamina (Persero). TEQIP merupakan Program

    Peningkatan Kualitas Guru melalui Pembelajaran Bermakna Terintegrasi dengan Lesson Study.

    Peningkatan kualitas guru program TEQIP melalui serangkaian kegiatan Pelatihan Guru

    menggunakan sistem TOT (Training of Trainer), Diseminasi 1 dan 2, dan Ongoing 1-3

    (Suswinto, dkk. 2013).

    Karakteristik peningkatan kualitas guru melalu TEQIP sebagai berikut. (1) Berbasis

    Pembelajaran Bermakna: mengubah pola pikir dari guru mengajar menjadi guru pembangkit

    belajar. ((2) Banyak praktik (75%): pemodelan, PLAN, Microteaching, Real Teaching (DO),

    Refleksi dan Tindak lanjut (See). (3) Training of Trainer (TOT): seorang trainer untuk

    memberdayakan 9 guru. (4) On going: pelatihan diintegrasikan dengan praktek pembelajaran di

    sekolah. (5) Konkrit: sesuai kebutuhan guru di lapangan. (5) Induktif: berangkat dari kasus-

    kasus untuk meningkatkan profesional guru. (6) Berbasis Lesson Study: plan, do, see.

    TEQIP pada kegiatan tahun ke 4 (2013) melatih para trainer dari Sabang sampai

    Merauke sebanyak 3 kali yaitu TOT 1, TOT 2, dan TOT 3. Pelatihan dilaksanakan di Batu,

    selama 10 hari. Apun target dari TOT adalah sebagai berikut. (1) Terbentuknya Sistem

    pengembangan Profesionalisme guru di KKG secara kontinu dan terprogram sebagai hasil dari

    lesson study. (2) Karya Nyata Peserta dalam Pengembangan Media Pembelajaran Alternatif.

    (3) Pemanfaatan Media Pembelajaran Alternatif di Kelas. (4) Muaranya adalah Pembelajaran

    Bermakna dan kemampuan menulis karya ilmiah (PTK dan Jurnal).

    Terkait dengan tercapainya target tersebut banyak pihak yang terlibat diantaranya (1)

    ekspert, (2) trainer, (3) dan peserta diseminasi, dan (4) pengawas pendamping. Keberhasilan

    diseminasi juga tidak lepas dari peran beberpa pihak yang terlibat.

    Pelaksanaan Diseminasi

    1.Peserta Diseminasi

    Peserta diseminasi Ilmu Penge- tahuan Alam sebanyak 18 orang yang terdiri dari 10

    laki- laki dan 8 perempuan terlihat sangat bersemangat mengikuti pelak- sanaan diseminasi 1

    karena metode learning by doing mendominasi ceramah. Selama lima hari penuh peserta

    mendengarkan penjelasan, berdiskusi, mengemukakan pendapat dan berbagi pengalaman,

    mengakses internet untuk mencari bahan ajar. Peserta diseminasi juga dikenalkan dengan lesson

    study yang terdiri rangkaian kegiatan plan, do, dan see (Ibrohim, 2013). Kegiatan plan yaitu

    bekerja dalam kelompok merancang pembuatan RPP dan membuat alat peraga. Selain itu

    melaksanakan peserta diseminasi melakukan peer teaching. Peserta diseminasi juga dikenalkan

    dengan open class (do). Pada latihan open class salah satu jadi guru model, 3 orang jadi

    observer, dan peserta yang lain jadi murid. Setelah do trainer melatih peserta diseminasi

    melakukan refleksi (see). Refleksi ini bertujuan untuk belajar mengidentifikasi berbagai

    permasalahan selama pembelajaran dan mencari solusinya. Pada hari ke 4 peserta diseminasi

    dilatih oleh trainer membuat alat peraga secara berkelompok. Hasl kerja kelompok berupa

  • 1431

    diagram, model, animasi sistem pencernaan, pernafasan, peredaran darah, arus listrik, garis-

    garis gaya magnet ditampilkan. Peserta diseminasi sangat antusias, keceriaan mereka juga diexpresikan dengan berfoto bersama setiap kelompok bersama hasil karya alat peraga mereka

    yang dipamerkan.

    2.Trainer

    Trainer IPA Kabupaten Sanggau ada 2 orang yaitu Ibu Masdalifah dan Ibu Ida Fitriyati.

    Salah satu kekhawatiran disampaiakan ke dua trainer pada pengawas adalah Dapatkah pelaksanaan diseminasi ini berhasil?.Langkah pertama yang mereka lakukan adalah berkoordinasi dengan pengawas pendamping. Pengawas mengingatkan pesan- pesan expert:

    percaya diri, pertanyaan peserta jangan langsung dijawab melainkan dilempar kepada peserta

    lain, kalau dari peserta ada jawaban yang benar trainer mengukuhkan jawaban tersebut, kalau

    jawaban belum ditemukan, jawaban ditunda dulu, sementara itu menemui expert untuk

    menemukan jawabannya. Menyarankan mereka supaya mempelajari materi yang diberikan pada

    TOT 1 dan 2, karena pada prinsipnya materi sama, trainer sebagai pengimbas.

    Pengawas pendam ping memberikan penguatan dan motivasi pada para trainer.

    3.Pengawas Pendamping

    Pengawas pendamping sangat diringankan pada pelaksanaan diseminasi 1 ini. Tugas

    pengawas pendamping sebagai koordinator peserta disemninasi sehingga proses diseminasi

    berjalan lancar. Dengan demikian, pengawas pendamping juga membantu trainer. Salah satu

    yang dilakukan pengawas pendamping adalah memotivasi peserta diseminasi dengan

    menyampaikan bahwa kesempatan ini merupakan kesempatan emas dan jangan disia- siakan.

    4.Expert

    Peran expert pada waktu diseminasi adalah mendampingi trainer bila sewaktu waktu

    trainer mengalami kesulitan. Dalam sambutan penutupan diseminasi 1 Bp.Drs.Dwiyana, M.Pd.

    mewakili Pejabat dari Universitas Negeri Malang menyampai ucapan terima kasih kepada

    semua pihak yang turut serta mensukseskan diseminasi ini dengan luar biasa.

    Pembahasan

    Menjadi tantangan tersendiri bagi calon trainer yang baru akan dibentuk menjadi

    trainer,yang lulus tes seleksi dari LP3 serta Universitas Negeri Malang sudah memenuhi kriteria

    yaitu menguasai materi akademik dan informasi tehnologi selanjutnya dilatih menjadi trainer.

    Namun, beberapa tantangan dihadapai oleh para trainer yaitu (1) dituntut mampu beradaptasi

    dengan guru- guru peserta diseminasi 1 yang terdiri dari guru senior maupun guru yunior. (2)

    guru peserta diseminasi pada umumnya tidak menguasai informasi teknologi, (3) dituntut

    mampu menerapkan pola mengajar dengan pembelajaran bermakna yang diintegrasikan dengan

    lesson study, (4) guru senior tidak mudah menerima pembaharuan baik berupa teori-teori

    pembelajaran baru atau hasil-hasil penelitian pembelajaran, (5) kurang percaya diri melatih guru

    yang lebih senior.

    Beberapa tantangan tersebut harus dihadapi oleh para trainer dengan beberapa cara. (1)

    Para trainer membiasakan guru senior berpikir dan berbuat untuk berubah sesuai dengan

    perubahan pengetahuan dan teknologi. Perubahan pola pembelajaran dari teacher centered ke

    student centered adalah implementasi dari perubahan pola pikir. perkembangan ilmu.

    (2) Menyamakan persepsi guru senior dan yunior. Trainer berusaha meyakinkan dosen

    dan yunior akar bisa bekerjasama. Keberadaan guru senior dan yunior dalam kegiatan

    diseminasi tidak harus dipertentangkan. Para trainer mendorong peserta diseminasi baik guru

    senior maupoun yunior untuk selalu berkreasi, inovatif, menyesuaikan diri dengan perubahan,

    pemahaman baru berdasarkan keunikan guru masing-masing akan membawa guru bersangkutan

    menuju perubahan. Guru merupakan individu unik yang memiliki potensi untuk

    mengembangkan diri dan pola pikirnya. Dengan demikian, dalam diseminasi ini peran guru baik

    senior maupun yunior dan trainer harus saling mengisi, asah, asih, dan asuh

    (3) Trainer memberi contoh cara mengajar dengan pembelajaran yang berorientasi pada

    pemberdayaan berpikir siswa. Pola pembelajaran yang demikian nampaknya merupakan

    keharusan yang tidak dapat di-tunda lagi. Karena hakekat pembelajaran adalah mengem

    bangkan berpikir siswa, sehingga mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya

  • 1432

    yang cukup dinamis. Untuk itu perlu ada upaya meningkatkan kualitas pendidikan Ilimu

    Pengetahuan alam melalui pemberdayaan berpikir siswa.

    (4) Kiat trainer berikutnya adalah untuk meningkatkan percaya diri yaitu

    mengumpulkan kembali bahan- bahan pendalaman materi yang didapat pada saat TOT 1( 20 s/d

    25 Mei 2013),untuk dapat tampil meyakinkan dihadapan peserta diseminasi. Tampilan yang

    meyakinkan inilah yang akan diimbaskan kepada peserta diseminasi. Apabila peserta dapat

    diyakinkan dalam mengelola tugasnya sebagai guru maka akan ada harapan baru. Harapan-

    harapan baru yang mem bentang dihadapan para diseminator akibat imbas dari trainer akan

    membuat peserta diseminasi berperilaku baru, seperti kata salah satu trainer (Ibu Ida

    Fitriyati):Keberhasilan yang didapat pada diseminasi adalah peserta diseminasi sudah lebih kreatif dalam membuat perangkat pembelajaran dan alat peraga Sikap- sikap kreatif inilah yang sangat diharapkan timbul secara sadar pada guru peserta diseminasi pada kususnya, dan guru

    pada umumnya. Tanpa perubahan sikap pada diri seorang pendidik dari sikap lama yang tidak

    inovatif lagi ke sikap- sikap produktif berarti perilaku seorang pendidik ini akan statis malahan

    cenderung mele- mah/ memudar, dan yang sangat disayangkan kalau pemudaran ini dapat

    menjauhkan guru dari tugas pokoknya.Kekawatiran ini sangat disadari oleh pakar- pakar kita di

    TEQIP (Universitas Negeri Malang).

    KESIMPULAN

    Dari paparan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

    1. Keberhasilan diseminasi 1 karena keberhasilan trainer dalam mengelola kelas. 2. Trainer harus mempunyai kiat-kiat untuk mengatasi berbagai tantangan, salah satunya

    adalah percaya diri.

    3. Melihat aktivitas dan kerja sama antara trainer, guru senior dan guru yunior terjalin sangat harmonis dan serasi, maka hilanglah perasaan tidak menentu yang dikawatirkan

    kedua trainer.

    DAFTAR RUJUKAN

    Suswinto, W., Isnandar, Subanji, Santosa, A. 2013. Pedoman Umum Teachers Quality

    Improvement Program Tahun 2013. Peningkatan Kualitas Guru SD/MI dan SMP/MTS

    Dari Sabang Sampai Merauke Melalui Pembelajaran Bermakna Terintegrasi Dengan Lesson Study. Jakarta: Kerjasama Universitas Negeri Malang (Um) Dengan Pt

    Pertamina (Persero).

    Ibrohim. 2013. Panduan pelaksanaan Lesson Study. Malang: Penerbit Universitas Negeri

    Malang.

  • 1433

    PEMBELAJARAN BERMAKNA PADA MATA PELAJARAN

    PRODUKTIF BUDIDAYA TANAMAN PANGAN: PENGALAMAN

    PEMBELAJARAN DI SMKN 2 TANAH GROGOT

    KALIMANTAN TIMUR

    Eny Setyowati

    SMKN 2 Tanah Grogot Kalimantan Timur

    Abstrak: Tujuan penyelenggaraan jenjang SMK adalah menyiapkan siswa dengan bekal

    keterampilan. Salah satu pembelajaran yang dapat mengakomodasi tujuan tersebut adalah

    pembelajaran bermaknsa. Pada mata pelajaran produktif budidaya tanaman diperlukan

    pembelajaran teori dan praktik dengan proporsi 30% dan 70%. Dalam melakukan praktik

    budidaya tanaman. jika siswa berhasil mencapai ketuntasan maka siswa tersebut akan

    bangga dan bersemangat untuk melakukan kegiatan praktik berikutnya. Kebanggaan

    tersebut akan terbawa dalam kehidupannya kelak dan akan bisa mandiri. Dalam

    pembelajaran untuk mencapai keberhasilan, guru perlu melakukan strategi pembelajaran

    berbasis pengalaman. Guru perlu menyiapkan semua keperluan pembelajaran dan

    melakukan pantauan yang disesuiakan dengan irama pertanian.

    Kata Kunci: pembelajaran bermakna, budidaya tanaman pangan

    Jenjang pendidikan yang menyiapkan siswa yang memiliki kemampuan dalam aspek

    keterampilan adalah jenjang pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan bertujuan untuk

    meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan siswa

    untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya.

    Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan,

    menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos

    kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta

    memiliki kemampuan mengembangkan diri (Depdiknas, 2006).

    Salah satu tujuan penyelenggara pendididika kejuruan adalah Sekolah Menengah

    Kejuruan (SMK). SMK bertujuan untuk menyiapkan siswa agar menjadi produktif, terampil

    bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri

    sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang

    dipilihnya. Upaya pencapaian tujuan tersebut dilakukan guru dan sekolah dengan peningkatan

    kualiatas pembelajaran.

    Guru di SMK hendaknya mampu menyiapkan siswa agar mampu memilih karier, ulet

    dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja dan mengembangkan sikap

    profesional di bidang keahlian yang dimilikinya. Guru SMK hendaknya memiliki kemampuan

    keterampilan yang cukup agar membekali siswanya. Untuk itu, seorang guru SMK dituntut

    untuk membekali keterampilan pada siswanya strategi yang diterapkan guru harus mengarah

    pada pembekalan keterampilan dan pembelajaran bermakna.

    PEMBELAJARAN BERMAKNA

    Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa dan

    lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik, dalam interaksi

    tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari

    individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Dalam pembelajaran, tugas guru

    yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan

    tingkah laku.

    Pembelajaran di SMK diarahkan pada pengembangan keahlian dan keterampilan

    (Depdiknas, 2006). Pembelajaran yang demikian dapat dikembangkan dengan pembelajaran

    bermakna. Menurut Ausubel, Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan

    informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang.

    Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah

    sipelajari dan dingat siswa (dalam Samani 2007). Jonassen (1999 dalam Zubaidah, dkk. 2013)

  • 1434

    menyatakan bahwa pembelajaran bermakna memiliki lima elemen yang saling terkait. Guru

    hendaknya mengaplikasikannya untuk menggalakkan siswa dalam pembelajaran aktif,

    konstruktif, intentional atau reflektif, autentik dan kooperatif. Secara ringkas, kelima elemen

    tersebut dapat dinyatakan seperti berikut ini.

    1. Aktif: siswa belajar melalui lingkungan secara tidak langsung, mengadaptasi apa yang ada di sekeliling untuk mendapatkan pengetahuan baru sebelum mempelajarinya secara formal.

    2. Konstruktif: membuat refleksi melalui kegiatan yang dilakukan untuk memperolehpembelajaran

    3. Intentional/Reflektif: siswa mempunyai (atau diberi) alasan, sebab, atau tujuan untuk dicapai. Lebih kuat tujuan, lebih tinggi rangsangan untuk pelajar mencapainya.

    4. Autentik: pelajar dihadapkan pada situasi sebenarnya dalam kegiatan pemikiran kritis (higher order thinking skills).

    5. Kooperatif: pembelajaran melalui rekan sebaya, memanipulasi kemahiran dankelebihan individu yang ada untuk menghasilkan penyelesaian dalam tugas kelompok.

    Pembelajaran bermakna merupakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan

    kontekstual. Pembelajaran bermakna mengandung kebermaknaan personal bagi seluruh siswa,

    mengkaitkan materi dengan pengalaman siswa masa lalu, untuk mengantisipasi masa depan.

    Depdiknas (2002 dalam Zubaidah, dkk., 2013) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermakna

    menuntut keterkaitan pembelajaran di kelas dengan permasalahan kehidupan sehari-hari. Dalam

    hal ini pembelajaran kontekstual akan memberikan makna yang lebih produktif bagi siswa.

    Suparno (1997) menyatakan bahwa pembelajaran bermakna adalah suatu proses

    pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah

    dipunyai seorang-orang yang sedang dalam proses pembelajaan. Pembelajaran bermakan terjadi

    bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.

    Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan

    struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-

    konsep yang sudah dimilki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut ben