Ketika Anak Diasuh Televisi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ketika Anak Diasuh Televisi

Citation preview

  • 7/17/2019 Ketika Anak Diasuh Televisi

    1/2

    Banyak kasus kita jumpai dalam masyarakat di mana orang tua menjadikan televisisebagai babysister, karena tak mau repot lalu si kecil didudukkan di depan TV, agar si anak senang, agar tidak rewel. Agar si kecil mau makan syaratnya harus nonton TV, jika tidak, si anak tidak mau makan, bahkan belajar pun syaratnya harusdengan nonton TV. Ilustrasi di atas bukan cerita khayal, namun menjadi sebuah fenomena yang terjadi dalam masyarakat kita belakangan ini.

    Pada era informasi seperti sekarang ini, televisi merupakan media massa yang mampu menyebarluaskan berbagai berita secara cepat dan mempunyai kemampuan meraup khalayak dalam jumlah tak terbatas dalam waktu yang hampir bersamaan. Televisi dengan berbagai acara yang ditayangkan telah mampu menarik minat pemirsanya dan membuat kecanduan. Untuk selalu menyaksikan acara-acara yang disajikan kepada khalayak. Apalagi bagi anak-anak, barangkali sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas dalam kesehariannya, bahkan telah menjadi agenda wajib bagi anak-anak yang tidak terelakkan.

    Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa televisi telah banyak memberikan manfaat bagi khalayak, mulai dari informasi tentang peristiwa yang terjadi diberbagai belahan dunia, informasi tentang produk untuk dikonsumsi setiap hari melalui programpromosi dari perusahaan, tentang dunia politik, pendidikan, hiburan, kemajuan teknologi, dan masih banyak lagi keuntungan yang diperoleh dari media televisi.

    Dengan berbagai acara yang ditayangkan, mulai dari infotainment, entertainment,iklan, sinetron, film layar lebar, animasi yang bernuansa mistik, kekerasan, cer

    ita khayal, televisi telah banyak membius para pemirsanya, terutama anak-anak dan remaja bahkan orang tua.

    Mereka rela untuk terus memelototi acara demi acara yang disajikan sedemikian rupa sehingga mau mengorbankan waktu tidak beranjak dari tempat duduk berlama-lamademi menikmati sajian acara yang ditayangkan. Akibatnya, tidak jarang para pemirsanya, terutama anak-anak dan remaja akhirnya lupa waktu, lupa makan, lupa belajar.

    Kondisi demikian merupakan fenomena yang terjadi di hampir setiap keluarga, danhal ini tentu menjadi masalah serius dalam lingkup keluarga yang akan berdampakluas dan menjadi masalah sosial yang perlu mendapatkan perhatian serius, baik bagi para orang tua, para pengelola program siaran televisi, dan juga tidak lupa p

    erhatian pemerintah, dalam hal ini insitusi terkait.

    Sementara itu, jika dikaji fungsi televisi sebagai media media massa menunjuk pada pada fungsi informatif, edukatif, rekreatif, dan sebagai sarana sosialisasi nilai-nilai lama dan baru. Namun kenyataanya, acara-acara televisi lebih banyak pada fungsi rekreatif dan informatif yang hanya mengejar rating dan lebih berorientasi profit.

    Jika kita melihat acara-acara yang disasjikan oleh stasiun televisi, banyak yangmenyajikan acara yang tidak mendidik dan bahkan dapat membahayakan perkembangankepribadian bagi anak-anak. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai kesopanan, kepantasan dan kesusilaan (ps.31-63P3SPS).

    Kebanyakan berbagai acara televisi berisi hal-hal yang berbau kekerasan, adeganpacaran yang mestinya belum pantas untuk ditonton anak-anak, tidak hormat kepadaorang tua, suka memebentak, bertindak kasar, gaya hidup serta instant dan hura-hura, glamour, pelanggaran norma agama dan etika, kesopanan, dan masih banyak lagi deretan acara yang berdampak negetif yang dapat menggerogoti sikap dan kepribadian anak-anak.

    Mereka kebanyakan hanya tahu bahwa acara televise itu bagus, mereka merasa senang, dapat terhibur sehingga beranggapan untuk mengikuti acara demi acara secara terus menerus. Penelitian yang dilakukan Dwyer (1988) menyimpulkan, televisi seba

  • 7/17/2019 Ketika Anak Diasuh Televisi

    2/2

    gai media audio visual mampu merebut 94 persen saluran masuknya pesan informasike dalam benak manusia melalui indera penglihatan dan pendengaran.

    TV mampu membuat kebanyakan orang mengingat 50 persen dari apa yang mereka lihatdan dengar dari layar kaca meskipun hanya sekali ditayangkan. Secara umum, orang akan mengingat 85 persen dari apa yang mereka lihat di TV setelah 3 jam kemudian dan 65 persen setelah 3 hari kemudian.

    Uraian di atas menginformasikan bahwa, terutama bagi anak-anak yang paling sering meniru apa yang mereka lihat di layar kaca, tidak menutup kemungkinan sikap dan perilakunya akan mengikuti acara televisi yang mereka tonton. Apabila yang ditonton lebih pada hal yang bersifat mendidik dan bermanfaat, maka akan dapat memeberikan dampak positif pula, akan tetapi bila yang ditonton hal-hal yang tidak bermakna bahkan cenderung negatif, berupa unsur-unsur berbau penyimpangan, melanggar norma susila, agama, etika, moralitas, ketidaksopanan, menonjolkan unsur seksual, kekerasan, dan seterunsya, maka akan memberikan dampak tidak baik pula terhadap perilaku anak yang yang bersangkutan.

    Barangkali, orang tua tidak terlalu mengkhawatirkan dampak menonton televisi bagi anakanaknya, disebabkan ketidaktahuan mereka, dan tingkat pendidikan yang tergolong rendah, tingkat melek media (media literacy) yang juga rendah, sehingga tidak peduli dengan perkembangan kepribadian anak akibat dampak negatif menonton televisi. Hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah menunjukan bahwa frekuensi dan lama anak-anak menonton televisi jauh lebih tinggi dibandingkan frekuensi

    mereka belajar, sebuah kondisi yang menunjukkan bahwa proses sosialisasi anak lebih besar dipengeruhi oleh siaran televisi dari pada guru dan lingkungan sekolah, lingakungan sosial bahkan orang tua.

    Jika disimak lebih jauh, dampak negatif menonton televisi yang tidak terkontrolbagi anak-anak antara lain: 1) Anak 0-4 tahun, mengganggu pertumbuhan otak, menghambat pertumbuhan berbicara, kemampuan verbal membaca dan memahaminya, menghampat anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan. 2) Anak 5- 10 tahun, meningkatkan agresivitas dan tindak kekerasan, tidak mampu membedakan antara realitas dan dunia khayalan. 3) Berperilaku konsumtif akibat rayuan iklan. 4) Mengurangi kreativitas, kurang bermain dan bersosialisasi menjadi manusia individualis dan penyendiri. 5) Televisi menjadi pelarian dari setiap keborosan yang dialami, seolah tidak ada pilihan lain. 6) Meningkatkan kemungkinan obesitas karena kurang

    beraktivitas dan berolahraga. 7) Merenggangkan hubungan dengan anggota keluarga, waktu berkumpul dan bercengkerama dengan anggota keluarga tergantikan dengan nonton TV, dan cenderung berdiam diri karena asik dengan jalan pikiran masing-masing.8) Matang secara seksual lebih cepat, dengan asupan gizi bagus dan adegan seks yang sering dilihat menjadikan anak lebih cepat matang secara seksual, ditambah rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencoba adegan di TV akan makin menjerumuskan anak.

    Berdasarkan uraian di atas, bisa dibayangkan apabila anak-anak yang diharapkan bisa menjadi asset yang akan meneruskan cita-cita bangsa sejak dini telah terbiasa dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, maka negara yang sudah terpuruk ke dalamberbagi persoalan pelik ini di masa mendatang akan makin terpuruk dan akan tertinggal serta makin dilecehkan oleh negara lain. Inilah fakta yang tidak bisa kit

    a anggap remeh, harus menjadi perhatian serius dari semua komponen dalam masyarakat secara luas. Suryanto Staf pengajar STIKOM Semaran