Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN HIBAH BERSAING
MODEL PENCEGAHAN GAWAT DARURAT JANTUNG PADA PASIEN
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
KETUA : LOETFIA DWI RAHARIYANI, SKp., M.Si.
NIP. 196901241992032001
ANGGOTA : Dr. SITI NUR KHOLIFAH, SKM.M.Kep,Sp.Kom
NIP. 197303101997032002
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES R.I. SURABAYA
TAHUN 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Kode/Nama Rumpun Ilmu : 371/Ilmu Keperawatan
2
Judul MODEL PENCEGAHAN GAWAT DARURAT
JANTUNG PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG
KORONER (PJK)
Jenis Penelitian Hibah Bersaing
Peneliti Utama : Loetfia Dwi Rahariyani, S.Kp., M.Si.
NIP : 196901241992032001
Golongan : IV a
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
Program Studi : Prodi D III Keperawatan Kampus Sutopo Poltekkes
Kemenkes Surabaya
Nomor HP : 081330405835
Email : [email protected]
Anggota Peneliti
Nama Dr. Siti Nur Kholifah, SKM, M.Kep.,Sp.Kom
NIP 197303101997032002
Program Studi : Prodi D III Keperawatan Kampus Sutopo Poltekkes
Kemenkes Surabaya
Jangka Waktu
Penelitian
: 8 Bulan
Tahun Pelaksanaan : 2017
Biaya Penelitian : Rp. 30.000.000,-
Mengetahui
Pakar Penelitian
Prof. Dr.Nursalam.M.Nurs (Hons)
NIP 196612251989031004
Surabaya, 6 April 2017
Ketua,
Loetfia Dwi Rahariyani, S.Kp., M.Si.
NIP. 196901241992032001.
Mengesahkan
Direktur Poltekkes Kemenkes Kepala Unit UPPM
Surabaya
Drg. Bambang Hadi Sugito, M.Kes Setiawan, SKM., M.Psi.
NIP. 196204291993031002 NIP. 196304211985031005
3
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ...............................................................................................
Halaman Pengesahan ........................................................................................
Daftar Isi ...........................................................................................................
Daftar Tabel ......................................................................................................
Daftar Gambar ..................................................................................................
Daftar Lampiran ...............................................................................................
Abstrak..............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................
1.4 Urgensi (Keutamaan) Penelitian.................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.
2.2 Strategy Coping.......................................................................................
2.2 Konsep Dasar Model Adaptasi..................................................................
2.3 Konsep Pencegahan...................................................................................
2.4 Konsep Penyakit Jantung Koroner (PJK)..................................................
2.5 Kerangka Konsep Penelitian.......................................................................
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ..........................................................................
3.2 Variabel Penelitian...............................................................................
3.3Definisi Operasional Penelitian.............................................................
3.4 Lokasi Penelitian ................................................................................
3.5 Tehnik Pengumpulan dan Pengolahan Data........................................
3.6 Kerangka Operasional Penelitian........................................................
BAB 4 BIAYA DAN JUDUAL PENELITIAN
4.1 Biaya Penelitian .........................................................................................
4.2 Jadual Kegiatan...........................................................................................
4.3 Daftar Pustaka.............................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
1
3
3
4
5
10
20
21
34
35
35
36
36
39
39
40
42
42
43
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka konsep penelitian .........................................................
Gambar 2 Kerangka Operasional Penelitian .................................................
34
40
5
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Pernyataan Bersedia Menjadi Responden .................
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian ..................................................................
6
RINGKASAN
Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan, lebih dari 36 juta orang meninggal akibat penyakit PTM (63% dari
seluruh kematian), dan penyebab kematian nomer satu adalah penyakit
kardiovaskuler. Individu yang terdeteksi menderita PJK harus selalu waspada,
karena suwaktu-waktu dapat mengalami gawat darurat jantung akibat
penyumbatan pembuluh darah koroner, yang mengakibatkan suplay darah ke
jantung berkurang. Oleh karena itu sejak pasien di diagnosis PJK, pasien harus
dirawat secara menyeluruh tidak hanya pengobatan saja tetapi pasien PJK juga
harus mampu mengantisipasi dan menolong dirinya sendiri pada saat terjadi
serangan gawat darurat jantung, sehingga dapat terhindar dari kematian.
Pengembangan Model Antisipatif Melekat (MAM) dalam penelitian ini adalah
suatu model adaptasi klien terhadap kondisi penyakitnya sehingga diharapkan
dapat meningkatkan kemandirian pasien PJK dalam upaya mencegah gawat
darurat jantung
7
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan, lebih dari 36 juta orang meninggal akibat penyakit PTM (63% dari
seluruh kematian), dan 9 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak
menular terjadi sebelum usia 60 tahun (Kemenkes, 2014). Secara umum penyakit
tidak menular penyebab kematian nomor satu adalah penyakit kardiovaskuler.
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang berkaitan dengan kelainan jantung
dan pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit kardiovaskular, tetapi yang
paling umum dan paling terkenal adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK).
Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau
diperkirakan sekitar 883.447 orang (Riskesdas.2013) dan diprediksi terus
meningkat di tahun mendatang jika tidak dilakukan pencegahan. Karena sistem
kardiovaskular sangat vital, maka penyakit kardiovaskular sangat berbahaya bagi
kesehatan. Individu yang terdeteksi menderita PJK harus selalu waspada, karena
suwaktu-waktu dapat mengalami gawat darurat jantung akibat penyumbatan
pembuluh darah koroner, yang mengakibatkan suplay darah ke jantung
berkurang.
Saat serangan gawat darurat jantung terjadi, pasien harus segera mendapat
pertolongan entah itu dari dirinya sendiri maupun orang lain, karena jika tidak
segera ditangani maka pasien bisa jatuh pada kondisi yang lebih buruk atau
kematian. Gawat darurat jantung dapat terjadi dimana saja, dan kapan saja,
8
terkadang pada saat pasien sendirian. Oleh karena itu sejak pasien di diagnosis
PJK, pasien harus dirawat secara menyeluruh tidak hanya pengobatan saja tetapi
pasien PJK juga harus mampu mengantisipasi dan menolong dirinya sendiri pada
saat terjadi serangan, sehingga dapat terhindar dari kematian. Pasien PJK harus
mengetahui faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya gawat darurat
jantung, tindakan pertama apa yang harus dilakukan saat mengalami serangan,
dan bagaimana upaya yang harus dilakukan pasca serangan.
Hasil penelitian Whitehall Civil Servants ada hubungan antara miokard
iskemik, faktor resiko dan kematian akibat PJK. Faktor resiko PJK yang utama
adalah : Hipertensi, Hiperkolesterolemia, dan merokok. Perawatan pasien dengan
PJK tidak harus dilakukan oleh tenaga kesehatan saja, tetapi pasien dengan PJK
juga harus berperan aktif untuk melakukan perawatan secara mandiri.
Kemandirian pasien dalam merawat dirinya sendiri bisa dilakukan dengan
berbagai strategi koping. Coyne, dkk (1981) menyatakan bahwa koping
merupakan usaha-usaha baik kognitif maupun perilaku yang bertujuan untuk
mengelola tuntutan lingkungan dan internal, serta mengelola konflik-konflik
yang mempengaruhi individu. Perilaku koping merupakan suatu proses dinamis
yang secara sadar dapat digunakan untuk mengantisipasi dan mengatasi situasi
yang menekan dan membahayakan.
Pengembangan Model Pencegahan Gawat Darurat Jantung dalam penelitian
ini adalah suatu model adaptasi klien terhadap kondisi penyakitnya sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pasien PJK dalam upaya mencegah
gawat darurat jantung. Model ini dibangun dari teori Adaptasi (Roy), teori
Strategi Koping (Lazarus) dan konsep Pencegahan (Leavell dan Clark) . Model
9
adaptasi (Adaptation models) dari Sister Callist Roy menyatakan bahwa perilaku
seseorang meliputi respon yang adaptif atau respon in-efektif. Respon yang
adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat
terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan
dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan.
Sedangkan respon yang inefektif merupakan perilaku yang tidak mendukung
tujuan. Pertimbangan menggunakan dasar teori ini karena kedua model ini
berkaitan dengan prilaku adaptasi manusia sehingga dapat diintegrasikan untuk
membangun model antisipatif melekat (MAM) untuk membangun prilaku pasien
PJK dalam meningkatkan upaya pencegahan gawat darurat jantung. Pada
akhirnya dengan model MAM ini diharapkan timbul adaptasi yang positif pada
pasien PJK, sehingga dapat merawat dirinya sendiri dengan melakukan olah raga
teratur, diit yang tepat, kontrol rutin, minum obat teratur, siap obat emergency
setiap saat, dan dapat melakukan tindakan emergency sederhana saat serangan.
Strategi koping yang positif akan menghasilkan adaptasi yang menetap yang
merupakan kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi lama. Kondisi tersebut akan
membuat pasien PJK selalu waspada dan mampu melakukan upaya pencegahan
gawat darurat jantung yang sewaktu-waktu bisa terjadi secara mandiri, sehingga
dapat terhindar dari kematian.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Model Pencegahan Gawat Darurat Jantung pada pasien Penyakit
Jantung Koroner?
10
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum.
Mengembangkan Model Pencegahan Gawat Darurat Jantung pada pasien
Penyakit Jantung Koroner (PJK).
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh faktor personal dengan faktor lingkungan pada
pasien PJK
2. Menganalisis pengaruh faktor personal terhadap penilaian stressor pada
pasien PJK
3. Menganalisis pengaruh faktor lingkungan terhadap penilaian stressor
pada pasien PJK
4. Menganalisis pengaruh stressor terhadap upaya pencegahan gawat darurat
jantung.
5. Menganalisis model MAM terhadap peningkatan upaya pencegahan
gawat darurat jantung pada pasien PJK
1.4 Urgensi (Keutamaan) Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada pasien PJK dan meningkatkan upaya pencegahan gawat darurat
jantung pada penderita PJK secara mandiri. Hasil akhir dari penelitian ini akan
terbentuk Model Antisipatif Melekat (MAM) yang akan memberikan arahan
bagi pasien PJK tentang prilaku yang harus dilakukan, model ini dapat
11
meningkatkan pengetahuan, adaptasi yang positif, serta kemampuan dalam
penanganan dasar gawat darurat jantung secara mandiri. Di samping itu model ini
juga akan memberikan arahan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan keperawatan khususnya promotif dan preventif pada pasien penyakit
jantung koroner (PJK).
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Strategi Koping
2.1.1 Pengertian
Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu proses
dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan
situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan
tersebut. Menurut Taylor (2009) coping didefenisikan sebagai pikiran dan perilaku
yang digunakan untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang
menekan. Menurut Baron & Byrne (1991) menyatakan bahwa coping adalah respon
individu untuk mengatasi masalah, respon tersebut sesuai dengan apa yang dirasakan
dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir dan mengurangi efek negatif dari situasi
yang dihadapi. Menurut Stone & Neale (dalam Rice, 1992) coping meliputi segala
usaha yang disadari untuk menghadapi tuntutan yang penuh dengan tekanan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa coping adalah segala usaha individu untuk mengatur
tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi
ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan
kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut.
2.1.2 Pengertian Strategy Coping
Menurut MacArthur & MacArthur (1999) mendefinisikan strategi coping sebagai
upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan orang
untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian
yang menimbulkan stres. Perilaku coping merupakan suatu tingkah laku dimana
13
individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan
menyelesaikan tugas atau masalah (Chaplin, 2004). Tingkah laku coping merupakan
suatu proses dinamis dari suatu pola tingkah laku maupun pikiran-pikiran yang
secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan dalam situasi yang
menekan dan menegangkan.
Dodds (1993) mengemukakan bahwa pada esensinya, strategi coping adalah strategi
yang digunakan individu untuk melakukan penyesuaian antara sumber-sumber yang
dimilikinya dengan tuntutan yang dibebankan lingkungan kepadanya. Secara
spesifik, sumber-sumber yang memfasilitasi coping itu mencakup sumber-sumber
personal (yaitu karakteristik pribadi yang relatif stabil seperti self-esteem atau
keterampilan sosial) dan sumbersumber lingkungan seperti dukungan sosial dan
keluarga atau sumber finansial (Harrington & Mcdermott, 1993). Friedman (1998)
mengatakan bahwa strategi coping merupakan perilaku atau proses untuk adaptasi
dalam menghadapi tekanan atau ancaman. Individu dapat mengalami perubahan
hubungan dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri cara negatif.
Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan perilaku pemecahan
masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan tersebut.
Equilibrium merupakan proses keseimbangan yang terjadi akibat adanya proses
adaptasi manusia terhadap kondisi yang akan menyebabkan sakit. Proses menjaga
keseimbangan dalam tubuh manusia terjadi secara dinamis dimana manusia berusaha
menghadapi segala tantangan dari luar sehingga keadaan seimbang dapat tercapai.
Mekanisme coping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai
sejak awal timbulnya stressor dan saat mulai disadari dampak stressor tersebut.
Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga
14
yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor tetapi juga
kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor tersebut.
Berdasarkan sejumlah pendapat dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
strategi koping merupakan aktivitas-aktivitas spesifik yang dilakukan oleh individu
dalam bentuk kognitif dan perilaku, baik disadari maupun tidak oleh individu
tersebut, yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman-ancaman
yang ditimbulkan oleh masalah internal maupun eksternal dan menyesuaikan dengan
kenyataan kenyataan negatif, mempertahankan keseimbangan emosi dan self image
positif, serta meneruskan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Koping
yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang merupakan kebiasan baru
dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir
dengan maladaftif yaitu, prilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan
dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain atau lingkungan. Setiap individu
dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi,
tetapi dapat melakukannya bervariasi, hal ini tergantung dari kemampuan dan
kondisi individu.
2.1.3 Klasifikasi dan Bentuk Coping
Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) secara umum membedakan bentuk dan
fungsi coping dalam dua klasifikasi yaitu :
a. Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping yang lebih
diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan.
artinya coping yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan mengatasi
stres dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru. Individu cenderung
menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat
15
diubah (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006). Strategi ini melibatkan usaha
untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi stres yang mengancam individu
(Taylor,2009).
b. Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk
mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur
respon emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan Universitas Sumatera Utara
kognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah penggunaan alkohol, narkoba,
mencari dukungan emosional dari teman – teman dan mengikuti berbagai aktivitas
seperti berolahraga atau menonton televisi yang dapat mengalihkan perhatian
individu dari masalahnya. Sementara pendekatan kognitif melibatkan bagaimana
individu berfikir tentang situasi yang menekan. Dalam pendekatan kognitif, individu
melakukan redefine terhadap situasi yang menekan seperti membuat perbandingan
dengan individu lain yang mengalami situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang
baik diluar dari masalah. Individu cenderung untuk menggunakan strategi ini ketika
mereka percaya mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi
yang menekan (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).
Pendapat di atas sejalan dengan Skinner (dalam Sarafino, 2006) yang
mengemukakan pengklasifikasian bentuk coping sebagai berikut :
a. Perilaku coping yang berorientasi pada masalah (Problem-focused coping)
1) Planfull problem solving individu memikirkan dan mempertimbangkan secara
matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta
pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap
hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah
dilakukan.
16
2) Direct action meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah
secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan.
3) Assistance seeking Universitas Sumatera Utara individu mencari dukungan dan
menggunakan bantuan dari orang lain berupa nasehat maupun tindakan didalam
menghadapi masalahnya.
4) Information seeking individu mencari informasi dari orang lain yang dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan individu tersebut.
b. Perilaku coping yang berorientasi pada emosi (Emotional Focused Coping)
1) Avoidance individu menghindari masalah yang ada dengan cara berkhayal atau
membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang menyenangkan.
2) Denial individu menolak masalah yang ada dengan menganggap seolah-olah
masalah individu tidak ada, artinya individu tersebut mengabaikan masalah yang
dihadapinya.
3) Self-criticism keadaan individu yang larut dalam permasalahan dan menyalahkan
diri sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya.
4) Possitive reappraisal individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami
dalam kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut.
2.1.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi strategy coping
Menurut Mutadin (2002) cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan
ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :
a. Kesehatan Fisik merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
b. Keyakinan atau pandangan positif. Keyakinan menjadi sumber daya psikologis
yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang
17
mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan
menurunkan kemampuan strategi coping.
c. Keterampilan memecahkan masalah Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk
mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan
untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif
tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan sosial Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi
dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
berlaku dimasyarakat.
e. Dukungan sosial Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan
informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli. Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi
coping adalah dukungan sosial yang meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan
informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja dan lingkungan masyarakat sekitarnya
(Mutadin, 2002). Individu yang saling mendukung satu sama lain akan terdapat rasa
hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Dalam lingkungan
kerja, individu yang mampu membina hubungan baik dengan atasan, sesama rekan
kerja dan bawahan dapat saling memberi dukungan sehingga dapat tercipta rasa
memiliki dan integrasi sosial dalam lingkungan kerja. Dengan adanya dukungan
sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa bagian dari
18
suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Hal ini merupakan salah satu dari
kriteria yang membentuk kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi (Walton dalam
Kossen, 1987).
2.2 Konsep Dasar dan Model Adaptasi
Model Adaptasi Callista Roy berasumsi bahwa dasar ilmu keperawatan adalah
pemahaman tentang proses adaptasi manusia dalam menghadapi situasinya hidupnya.
Roy mengidentifikasi 3 aspek dalam model keperawatannya yaitu: pasien sebagai
penerima layanan keperawatan, tujuan keperawatan dan intervensi keperawatan.
Konsep adaptasi diasumsikan bahwa individu merupakan sistem terbuka dan adaptif
yang dapat merespon stimulus yang datang baik dari dalam maupun dari luar
individu (Roy & Andrews, Tomey & Alligood, 2006). Callista Roy memiliki delapan
falsafah yang kemudian dibagi menjadi dua yaitu empat berdasarkan falsafah
humanisme dan empat yang lainnya berdasarkan falsafah veritivity. Falsafah
humanisme / kemanusiaan berarti bahwa manusia itu memiliki rasa ingin tahu dan
menghargai, jadi seorang individu akan memiliki rasa saling berbagi dengan sesama
dalam kemampuannya memecahkan suatu persoalan atau untuk mencari solusi,
bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu, memiliki holism intrinsik dan selalu
berjuang untuk mempertahankan integritas agar senantiasa bisa berhubungan dengan
orang lain.
Falsafah veritivity yaitu kebenaran , yang dimaksud adalah bahwa ada hal yang
bersifat absolut.
Roy kemudian mengemukakan mengenai konsep mayor, berikut beberapa definisi
dari konsep mayor Callista Roy,
19
a. Sistem adalah kesatuan dari beberapa komponen atau elemen yang saling
berhubungan sehingga membentuk suatu kesatuan yang meliputi adanya input,
control, proses, output dan umpan balik.
b. Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal,
konsektual
dan residual.
c. Problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.
d. Stimulus fokal adalah stimulus yang mengharuskan manusia berespon adaptif.
e. Stimulus konsektual adalah seluruh stimulus yang memberikan kontribusi
perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh stimulus fokal.
f. Stimulus residual adalah seluruh faktor yang memberikan kontribusi terhadap
perubaha tingkah laku tetapi belum dapat di validasi.
g. Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon otomatik
melalui neural, cemikal dan proses endokrin.
h. Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui proses
yang komplek dari persepsi informasi, mengambil keputusan dan belajar.
i. Model efektor adaptif adalah kognator yaitu fisiological, fungsi peran,
interdependensi dan konsep diri.
j. Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan integritas manusia dalam
mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan.
k. Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan bagaimana
proses adaptasi dilakukan.
l. Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan
20
m. Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran dalam hubungannya di dalam
hubungannya di lingkungan sosial.
n. Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain sebagai support
sistem.
Roy (1984) dalam Roy (1991) menyatakan bahwa penerima asuhan keperawatan
adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic
adaptif system”dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan. System adalah
Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk
beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya.
System terdiri dari proses input, output, kontrol dan umpan balik dengan penjelasan
sebagai berikut :
1. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan
kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat
menimbulkan respon, dimana stimulus dibagi dalam tiga tingkatan yaitu
stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.
a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan
seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .
b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang
baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat
diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini
muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif
pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial.
21
c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan
situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan,
sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini
memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada
pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.
2. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di
gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang
merupakan subsistem.
a. Subsistem regulator.
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan
output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator
sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon
neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku
output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai
sebagai perilaku regulator subsistem.
b. Subsistem kognator.
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku
output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk
kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi
otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi.
Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam
memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses
imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam).
22
Proses kognisi dimulai dengan persepsi seseorang terhadap rangsangan yang
datang dari luar. Segala sesuatu yang diterima oleh seseorang memperoleh
arti melalui proses belajar, yaitu membandingkan pengalaman masa lampau
dengan apa yang sedang diamatinya. Melalui proses belajar seseorang
membandingkan beberapa kemungkinan pilihan cara pemecahannya, untuk
kemudian sampai pada pilihan tertentu. Pilihan tertentu tersebut yang akan
tercermin dalam perilaku seseorang.
Seseorang dalam mengorganisasikan, menafsirkan, dan memberi arti kepada
suatu rangsangan selalu menggunakan inderanya, yaitu melalui proses
mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium, yang dapat terjadi terpisah-
pisah atau serentak. Intensitas dan tingkat penggunaan indera akan
mempengaruhi pola tingkat kepekaan seseorang dan kemudian turut
mempengaruhi persepsi, proses belajar, dan pemecahan masalah seseorang.
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang
berhubungan dengan penilaian atau analisa. Pengambilan keputusan dapat
dianggap sebagai proses mental dan proses kognitif mengakibatkan pemilihan
tindakan di antara beberapa alternatif. Setiap proses pengambilan keputusan
menghasilkan akhir pilihan. Keluaran dapat merupakan tindakan atau
pendapat pilihan.
Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan
penilaian dan kasih sayang. Emosi dipicu oleh interpretasi seseorang terhadap
suatu kejadian, adanya reaksi fisiologis yang kuat, dan ekspresi
emosionalnya. Berdasarkan pada mekanisme genetika, merupakan informasi
dari satu orang ke yang lainnya, dan membantu seseorang beradaptasi
23
terhadap perubahan situasi lingkungan. Emosi dipicu oleh interpretasi
terhadap suatu kejadian. Proses emosi dimulai ketika memberikan makna
secara pribadi terhadap beberapa kejadian. Situasi yang sama belum tentu
akan menghasilkan emosi yang sama karena tergantung pemaknaan terhadap
situasi tersebut.
3. Output.
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat di amati, diukur atau
secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar .
Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan
output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon in-efektif. Respon yang
adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan
dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang
berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan
keunggulan. Sedangkan respon in-efektif perilaku yang tidak mendukung
tujuan ini.
Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol
seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau
diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap
bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti
penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu
Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan
Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.
24
Sumber: Modifikasi dari Model Adaptasi Roy (1991)
Integritas seseorang dapat dipelihara dari regulator dan kognator subsistem yang
diperkirakan sering bekerja sama. Perkembangan individu dan penggunaan
mekanisme koping mempengaruhi tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem
adaptasi. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal mengembangkan
tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus agar dapat
berespon secara positif. Untuk subsistem kognator, Roy tidak membatasi konsep
proses kontrol, sehingga sangat terbuka untuk melakukan riset tentang proses
kontrol dari subsitem kognator sebagai pengembangan dari konsep adaptasi Roy.
Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal seseorang sebagai sistem
adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
a. Mode Fungsi Fisiologi
ADAPTIVE
RESPONS
INEFEKTIF
RESPONS
FOCAL
CONTEXTUAL
RESIDUAL
FEED BACK
25
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy
mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk
mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi
fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis
dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
1) Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu
ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
2) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan
yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
3) Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal
( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991)
4) Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat
yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki
dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh (Cho,1984 dalam Roy,
1991).
5) Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas
dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting
sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu (Sato, 1984
dalam Roy 1991).
6) The sense/perasaan: Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri
penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan ( Driscoll, 1984, dalam
Roy, 1991).
26
7) Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya
termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi
sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991).
8) Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan
bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka
mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan
tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur
aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
9) Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan
fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh.
Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan
merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam
Roy,1991).
b. Mode Konsep Diri
Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik
pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini
berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan
ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu
the physical self dan the personal self.
1) The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya
berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan
pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah
operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
27
2) The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral-
etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan
atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.
c. Mode Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola-pola interaksi sosial seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer,
sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan
dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .
d. Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh
Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/
kasih sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima
sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk
afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan
berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat
dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan
menerima.
Perilaku seseorang atau masyarakat ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan.
Selain itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap
kesehatan akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Perubahan
perilaku ditentukan oleh konsep risiko. Penentu respon individu untuk mengubah
perilaku adalah tingkat beratnya risiko atau penyakit. Secara umum, bila seseorang
28
mengetahui ada risiko terhadap kesehatan maka secara sadar orang tersebut akan
menghindari risiko. Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3, kelompok yaitu:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), yaitu usaha seseorang
untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan jika
sedang sakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan (health
seeking behavior), yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan
seseorang saat sakit dan atau kecelakaan untuk berusaha mulai dari self
treatment sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu cara seseorang merespon lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya.
2.3 Konsep Pencegahan
Konsep pencegahan menurut Leavell dan Clark (1965) dalam bukunya
Preventive medicine for the doctors in his community, mengenalkan konsep yang
menarik dalam pemikiran tentang tindakan preventif untuk semua jenis penyakit
yang dinamakan LEVELS OF PREVENTION atau tingkatan tahapan
pencegahan. Tingkatan pencegahan ini berkelanjutan, yaitu melalui periode
prepatogenesis penyakit sampai ke metode rehabilitasi yaitu setelah penyakitnya
sendiri sudah hilang. Menurut tingkatan pencegahan sesungguhnya (true
prevention) atau primary prevention terjadi pada periode prepatogenesis dan
melibatkan: (1) health promotion, (2) specific protection. Termasuk health
promotion adalah health education, perhatian terhadap faktor genetik atau
29
lingkungan yang mungkin mempengaruhi penyakit, perhatian terhadap
perkembangaan fisik dan mental yang baik, dan periodic selective examinations.
Specific protection, termasuk didalamnya misalnya imunisasi, vaksinasi,
perhatian terhadap personal hygiene dan safety, dan pemakaian nutrien spesifik
misalnya vitamin D untuk mencegah riketsia. Secondary prevention bisa terjadi
pada periode awal dan patogenesis. Termasuk periode ini adalah early diagnosis
dan prompt treatment. Kemudian periode selanjutnya dan patogenesis adalah
disease control, termasuk didalamnya disability limitation, yaitu tindakan
preventif agar akibat dan komplikasi penyakit bisa diminimalkan.
2.4 Konsep Penyakit Jantung Koroner
2.4.1 Pengertian
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau Coronay Artery Disease (CAD)
adalah gangguan yang terjadi pada jantung akibat suplai darah ke jantung yang
melalui arteri koroner terhambat. Kondisi ini terjadi karena arteri koroner
(pembuluh darah di jantung yang berfungsi menyuplai makanan dan oksigen bagi
sel-sel jantung) tersumbat atau mengalami penyempitan karena endapan lemak
yang menumpuk di dinding arteri atau disebut juga dengan plak. Proses
penumpukan lemak di pembuluh arteri ini disebut aterosklerosis dan bisa terjadi
di pembuluh arteri lainnya, tidak hanya pada arteri koroner. Berkurangnya
pasokan darah karena penyempitan arteri koroner menimbulkan rasa nyeri di
dada (gejala ini dikenal dengan istilah angina). Bila arteri koroner tersumbat dan
darah sama sekali tidak bisa mengalir ke jantung, penderita bisa mengalami
30
serangan jantung, dan ini dapat terjadi kapan saja, bahkan ketika penderitanya
dalam keadaan tidur.
Penyakit jantung koroner menyebabkan kemampuan jantung memompa
darah ke seluruh tubuh melemah. Bila arteri koroner tersumbat dan darah sama
sekali tidak bisa mengalir ke jantung, penderita bisa mengalami serangan jantung
atau gawat darurat jantung, dan ini dapat terjadi kapan saja, bahkan ketika
penderitanya dalam keadaan tidur.
Penyakit jantung koroner menyebabkan kemampuan jantung memompa darah ke
seluruh tubuh melemah, dan menimbulkan komplikasi seperti gagal jantung dan
aritmia (gangguan irama jantung).
2.4.2 Penyebab Penyakit Jantung Koroner
Penyebab jantung koroner adalah karena penumpukan zat lemak secara
berlebihan di lapisan dinding pembuluh darah koroner, yang dipengaruhi oleh
pola makan yang kurang sehat. Makanan yang kaya lemak, khususnya lemak
jenuh, dapat mengakibatkan kadar kolesterol tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi
akan menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis adalah suatu proses
pengerasan pada pembuluh darah yang ditandai oleh penimbunan sejumlah
substansi berupa endapan lemak, kolesterol, trombosit, sel makrofag, leukosit,
kalsium dan produk sampah seluler lainnya yang terbentuk di dalam lapisan
tunika intima hingga tunika media, yang disebut sebagai plak ateroma.
Penyebab PJK yang lain adalah kebiasaan merokok. Rokok yang dibakar
akan menghasilkan ribuan zat yang berbahaya, salah satunya adalah gas CO. Gas
CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel
31
darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding oksigen, sehingga setiap ada asap
rokok disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel
darah merah akan semakin kekurangan oksigen, oleh karena yang diangkut adalah
CO dan bukan O2 (oksigen). Sel tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan
berusaha meningkatkan yaitu melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan
menciut atau spasme. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus
maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis
(penyempitan). Penyempitan pembuluh darah akan terjadi dimana-mana termasuk
pembuluh darah di jantung. Akibat penyempitan pembuluh darah maka akan
menjebabkan tekanan darah naik atau terjadi hipertensi.
Kerusakan pembuluh darah koroner bisa terjadi sejak masa kanak-kanak.
Kerusakan ini biasanya diakibatkan karena:
1) Menderita penyakit darah tinggi atau hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung
terhadap dinding prmbuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya arterosklerosis koroner. Hal ini menyebabkan angina pektoris,
insufisiensi koroner dan miokard infark. Tekanan darah sistolik diduga
mempunyai pengaruh yang lebih besar untuk terjadinya PJK. Penelitian
Framingham selama 18 tahun terhadap penderita yang berusia 45 – 75 tahun,
mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina
pektoris dan miokard infark. Pemberian obat yang tepat pada hipertensi dapat
mencegah terjadinya miokard infark, tetapi pencegahan terjadinya hipertensi
merupakan usaha yang lebih baik untuk menghindari PJK.
2) Tingkat kolesterol yang tinggi
32
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena
termasuk faktor resiko penyebab PJK. Kadar kolesterol darah dipengaruhi
oleh asupan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh. Kadar kolesterol
total sebaiknya < 200 mg/dl, bila >200 mg/dl berarti resiko untuk terjadinya
PJK meningkat. LDL (Low Density Lipoprotein) merupakan jenis kolesterol
yang bersifat jahat atau merugikan (bad cholesterol), karena kadar LDL yang
meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL
kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari
pada kolesterol total. HDL (High Density Lipoprotein) merupakan jenis
kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) karena
mengangkut kolesterol dari pembuluh daarah kembali ke hati untuk dibuang
sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah, atau mencegah
terjadinya proses arterosklerosis. Kolesterol HDL yang rendah justru
meningkatkan resiko PJK, kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan
mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok.
3) Kebiasaan merokok
Salah satu faktor resiko utama PJK adalah merokok, disamping hipertensi dan
hiperkolesterol, orang yang merokok memiliki resiko PJK 10 x lebih besar
dibandingkan bukan perokok. Efek rokok adalah menyebabkan beban
miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya
komsumsi O2 akibat inhalasi CO yang dapat menyebabkan Takhikardi,
vasokonstriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi-Hb. Di samping itu dapat
33
menurunkan HDL kolesterol, sehingga perokok lebih mudah terjadi
ateroslerosis dari pada yang bukan perokok.
4) Menderita penyakit diabetes
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi
penyakit pembuluh darah. Kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan
suplai darah ke jaringan perifer lebih lama atau terhambat, sehingga kadar O2
jaringan juga menurun akibatnya sel kekurangan O2. Kekentalan darah yang
tinggi juga menyebabkan aliran tidak lancar, dengan sendirinya akan
meningkatkan tekanan darah dan mudah terjadi hipertensi.
5) Kegemukan atau obesitas
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh >19 % pada laki-laki dan >21
% pada perempuan. Resiko PJK akan meningkat bila BB melebihi 20 % dari
BB ideal. Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM,
dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol
dan LDL kolesterol.
6) Kurang olah raga
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki
kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Excercise
bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard,
menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang
bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol, membantu menurunkan
tekanan darah, serta meningkatkan kesegaran jasmani.
7) Tingkat stres yang tinggi
34
Korban serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak
mendapat stress. Penelitian Supargo dkk (1981-1985) menunjukkan orang
yang stress lebih besar mendapatkan resiko PJK, stress disamping dapat
meningkatkan tekanan darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah
8) Riwayat keluarga menderita penyakit jantung koroner
Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor genetik.
Faktor genetik bisa karena struktur sel yang sama, atau kerentanan sel
terhadap stressor yang sama. Sehingga faktor genentik bisa mempengaruhi
seseorang untuk menderita penyakit yang sama.
9) Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK.
Bagi kaum pria memasuki usia 45 tahun sangat rentan mengalami PJK,
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35 – 44 tahun dan
meningkat dengan bertambahnya umur. Sedang bagi wanita memasuki usia
55 tahun akan mengalami menapouse, terjadi penurunan hormon esterogen
yang selama ini berfungsi melindungi pembuluh darah dari kerusakan saat
pasca menopause, sehingga risiko penyakit jantung pada perempuan
meningkat dua kali lipat. Penurunan hormon estrogen ini juga menambah
kadar lemak dalam darah sehingga menimbulkan penebalan pembuluh darah
yang dapat menyebabkan meningkatnya resiko PJK.
10) Prilaku dan Kebiasaan lainnya
Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu: Tipe
A dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar
berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan
35
tidak sabar. Sedangkan Tipe B lebih santai dan tidak terikat waktu. Resiko
PJK pada Tipe A lebih besar daripada Tipe B.
Mengenal faktor resiko Penyakit Jantung Koroner sangat penting untuk
mencegah PJK dan mencegah resiko gawat darurat jantung. Diabetes melitus,
merokok, tingkat kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi adalah empat faktor
utama yang mengakibatkan resiko penyakit jantung koroner. Pengendalian keempat
faktor resiko utama ini dapat dikendalikan atau dikontrol dan bersifat reversibel.
Cara mengendalikan melalui perubahan gaya hidup dan/atau obat-obatan yang dapat
membantu menstabilkan progresi atherosklerosis, dan menurunkan resiko komplikasi
seperti serangan jantung. Faktor resiko lainnya adalah: umur, ras, jenis kelamin,
keturunan (bersifat Irreversibel), diet, obesitas, exercise, perilaku dan kebiasaan
hidup, stress (bersifat Reversibel). Dengan mengatur pola hidup sehat dapat
meminimalkan resiko PJK dan kematian akibat PJK.
2.4.3 Gejala Penyakit Jantung Koroner
Berkurangnya pasokan darah karena penyempitan arteri koroner
menimbulkan rasa nyeri di dada (gejala ini dikenal dengan istilah angina). Umumnya
hal ini terjadi setelah penderita melakukan aktivitas fisik yang berat atau saat
mengalami stress. Bila arteri koroner tersumbat dan darah sama sekali tidak bisa
mengalir ke jantung, penderita bisa mengalami serangan jantung, dan ini dapat
terjadi kapan saja, bahkan ketika penderitanya dalam keadaan tidur. Penyakit jantung
koroner menyebabkan kemampuan jantung memompa darah ke seluruh tubuh
melemah. Dan jika darah tidak mengalir secara sempurna ke seluruh tubuh, maka
penderitanya akan merasa sangat lelah, detak jantung tidak teratur, keluar keringat
36
banyak, sulit bernafas (paru-paru dipenuhi cairan), dan timbul bengkak-bengkak di
kaki dan persendian
2.4.4 Diagnosis Penyakit Jantung Koroner
Saat pemeriksaan dokter akan bertanya tentang riwayat kesehatan pasien
penyakit jantung koroner, kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan tes darah
rutin. Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit
jantung koroner, antara lain:
Elektrokardiografi (EKG), dengan pemeriksaan EKG dapat diketahui kemungkinan
adanya kelainan pada jantung dengan tingkat ketepatan 40%. Echocardiografi,
dengan menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung. Selama
proses ini, dokter dapat menentukan apakah semua bagian dari dinding jantung
berkontribusi biasa dalam aktivitas memompa jantung. Bagian yang bergerak lemah
mungkin telah rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen.
Ini mungkin menandakan arteri koroner atau berbagai kondisi lain. Kateterisasi
Koroner, untuk melihat aliran darah melalui jantung, dokter mungkin menyuntikkan
cairan khusus ke dalam pembuluh darah (intravena). Hal ini dikenal sebagai
angiogram. Cairan disuntikkan ke dalam arteri jantung melalui pipa panjang, tipis,
fleksibel (kateter) yang dilewati melalui arteri, biasanya di kaki, ke arteri jantung.
Pewarna menandai bintik-bintik penyempitan dan penyumbatan pada gambar sinar-
X. Jika pasien yang diperiksa memiliki penyumbatan yang membutuhkan perawatan,
balon dapat didorong melalui kateter dan ditiup untuk meningkatkan aliran darah
dalam jantung.
2.4.5 Cara Pengobatan Dan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
Cara Pengobatan dan pencegahan Penyakit Jantung Koroner tergantung
37
jangkauan penyakit dan gejala yang dialami pasien.
1. Perubahan Gaya Hidup
Pola makan sehat dan seimbang, dengan lebih banyak sayuran atau buah-buahan,
penting untuk melindungi arteri jantung kita. Olah raga teratur berperan penting
untuk menjaga kesehatan jantung. Olah raga membantu kita untuk menjadi fit dan
membangun system sirkulasi yang kuat. Ini juga membantu kita menurunkan
berat badan.
Obesitas biasanya tidak sehat, karena mengakibatkan insiden hipertensi, diabetes
mellitus, dan tingkat lemak tinggi menjadi lebih tinggi, semua yang dapat
merusak arteri jantung.
2. Pengendalian faktor resiko utama penyakit jantung koroner
3. Terapi Medis, Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri
jantung. Yang paling umum diantaranya:
1) Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin . Obat-obatan ini mengencerkan darah dan
mengurangi kemungkinan gumpalan darah terbentuk pada ujung arteri jantung
menyempit, maka dari itu mengurangi resiko serangan jantung.
2) Beta-bloker (e.g. Atenolol, Bisoprolol, Karvedilol) Obatan-obatan ini
membantu untuk mengurangi detak jantung dan tekanan darah, sehingga
menurunkan gejala angina juga melindungi jantung.
3) Nitrates (e.g. Isosorbide Dinitrate) Obatan-obatan ini bekerja membuka arteri
jantung, dan kemudian meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan
mengurangi gejala nyeri dada.
38
4) Bentuk nitrat bereaksi cepat, Gliseril Trinitrat, umumnya diberikan berupa
tablet atau semprot di bawah lidah, biasa digunakan untuk penghilang nyeri
dada secara cepat.
5) Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril, Perindopril) and
Angiotensin Receptor Blockers (e.g. Losartan, Valsartan). Obatan-obatan ini
memungkinkan aliran darah ke jantung lebih mudah, dan juga membantu
menurunkan tekanan darah. Obatan-obatan penurun lemak (seperti Fenofibrat,
Simvastatin, Atorvastatin, Rosuvastatin). Obatan-obatan ini menurunkan kadar
kolesterol ‘jahat’ (Lipoprotein Densitas-Rendah), yang merupakan salah satu
penyebab umum untuk penyakit jantung koroner dini atau lanjut. Obat-obatan
tersebut merupakan andalan terapi penyakit Jantung koroner.
4. Intervensi Jantung Perkutan, Ini adalah metode invasif minimal untuk ‘membuka’
arteri jantung yang menyempit. Melalui selubung plastik ditempatkan dalam arteri
baik selangkang atau pergelangan, balon diantar ke segmen arteri jantung yang
menyempit, dimana itu kemudian dikembangkan untuk membuka penyempitan.
Kemudian, tube jalan kabel kecil (cincin) disebarkan untuk membantu menahan
arteri terbuka. Cincin baik polos (logam sederhana) atau memiliki selubung obat
(berlapis obat). Metode ini seringkali menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan
jantung akut. Untuk penyakit jantung koroner stabil penyebab nyeri dada, ini dapat
meringankan gejala angina dengan sangat efektif. Umumnya, pasien dengan penyakit
pembuluh darah single atau double mendapat keuntungan dari metode ini. Dengan
penyakit pembuluh darah triple, atau keadaan fungsi jantung buruk, prosedur bedah
dikenal dengan Bedah Bypass Arteri Jantung sering merupakan alternatif yang baik
atau pilihan pengobatan yang lebih baik.
39
5. Operasi Bedah Bypass Arteri Jantung (CABG). CABG melibatkan penanaman
arteri atau vena lain dari dinding dada, lengan, atau kaki untuk membangun rute baru
untuk aliran darah langsung ke otot jantung. Ini menyerupai membangun jalan tol
parallel kejalan yang kecil dan sempit. Ini adalah operasi yang aman, dengan rata-
rata resiko kematian sekitar 2%. Pasien tanpa serangan jantung sebelumnya dan
melakukan CABG sebagai prosedur elektif, resiko dapat serendah 1 persen. Operasi
biasanya dilakukan melalui sayatan di tengah dada, ahli bedah memilih untuk
melakukan prosedur dengan jantung masih berdetk, menggunakan alat khusus yang
dapat menstabilkan porsi jantung yang dijahit. Operasi Robotik sebagai tambahan,
NHCS juga mulai melakukan CABG melalui program operasi robotic. Penggunaan
instrument ini sekarang membolehkan operasi untuk dilakukan menggunakan
sayatan kecil keyhole di dinding dada. Metode ini menghasilkan pemulihan lebih
cepat, mengurangi nyeri, dan resiko infeksi luka lebih rendah. Namun, ini sesuai
untuk bypass hanya satu atau dua pembuluh darah. Revaskularisasi Transmiokardia
untuk pasien dengan pembuluh darah yang terlalu kecil untuk melakukan CABG,
prosedur disebut Revaskularisasi Transmiokardia juga tersedia di NHCS. Pada
prodesur ini, laser digunakan untuk membakar banyak lubang kecil pada otot
jantung. Beberapa lubang ini berkembang ke pembuluh darah baru, dan ini
membantu mengurangi angina.
Untuk membatasi perkembangan penyakit PJK, kegiatan rutin yang bisa dilakukan
seperti:
1) Mengatur pola makanan sehat seimbang, banyak mengonsumsi buah dan sayuran,
mengonsumsi produk susu rendah lemak dan mengurangi makanan berlemak
lainnya.
40
2) Minum obat teratur sesuai perintah dokter
3) Kontrol rutin
4) Berhenti merokok
5) Kurangi konsumsi garam
6) Berolahraga secara teratur, seperti jalan singkat selama 30 menit perhari.
7) Selalu mempertahankan berat badan yang sehat
8) Istirahat / tidur cukup
9) Hindari emosi berlebih (stress, atau terlalu senang)
2.4.6 Gawat Darurat Jantung
Istilah cardiac arrest dikenal pula dengan istilah lain yaitu kegagalan sistem jantung
paru (cardiopulmonary arrest) atau kegagalan sistemsirkulasi (circulatory arrest).
Disini terjadi akibat berhentinya secara tiba tiba peredaran darah yang normal
menyebabkan jantung gagal dalam berkontraksi. Cardiac arrest dibedakan dengan
serangan jantung (heart attact) walaupun seringkali serangan jantung merupakan
penyebab dari cardiac arrest. Henti jantung adalah terhentinya denyut jantung dan
peredaran darah secara tiba-tiba pada seseorang yang tidak apa-apa, merupakan
keadaan darurat yang paling gawat, yang lebih di kenal dengan istilah henti jantung
(cardiac arrest), keadaan ini biasanya di ikuti pula dengan berhentinya fungsi
pernafasan dan hilangnya kesadaran serta reflek.
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh
beberapa faktor, diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang
banyak, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam
ataupunserangan asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung
41
(akibatpenyakit katup atau otot jantung)dan obat-obatan (seperti salisilat, etanol,
alkohol,antidepresan).
Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension
pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti.
Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ
tubuh.Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen,termasuk otak.
Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,menyebabkankorban
kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal .Kerusakanotak mungkinterjadi
jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akanterjadikematian
dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengan segera,
kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian mungkin bisa
dicegah.
Gadar jantung yg mengancam nyawa dibagi menjadi 3 yaitu : Henti Jantung,
Tachicardi, dan Bradicardi. Irama henti jantung yang mengancam nyawa adalah
VF,VT(-), Asistol & PEA. Irama Tachicardia yang mengancam nyawa adalah SVT,
VT (+), Atrial Flater dengan RVR, dan Atrial Fibrilasi dengan RVR. Irama
Bradicardi yang mengancam jiwa adalah Sinus bradikardi, juctional bradi,
Idioventrikuler Ritme, AV Blok. Aritmia adalah variasi-variasi diluar irama normal
jantung. Kelainannya dapat berhubungan dengan kecepatan, keteraturan, atau tempat
asal impuls atau urutan aktivasi.
Gejala awal serangan jantung dapat bervariasi, gejala yang sering muncul adalah:
42
1) Tiba-tiba sakit di bagian dada dibelakang tulang dada atau sesak dada, atau
perasaan tidak nyaman pada bagian dada. Dada trasa ditekan sangat berat
seperti diremas kuat dan terasa tertindih atau penuh.
2) Nyeri dada bisa berkembang dari bagian tengah dada, punggung, perut,
lengan, dan rahang / leher seolah tercekik . Nyeri dada bisa berulang
beberapa menit (20 menit atau lebih).
3) Keluar keringat dingin sehingga pakaian basah
4) Kepala pusing dan mulai menyebabkan penderita ingin memejamkan mata
5) Kesulitan bernapas sebab oksigen yang ada didalam tubuh juga berkurang,
atau sesak di bagian dada.
6) Nyeri pada bagian perut yang tidak khas
7) Terkadang timbul rasa mual dan ingin muntah
8) Rasa kehilangan sensasi digambarkan seperti sering kesemutan yang tidak
nyaman.
9) Tiba-tiba pingsan, namun bisa kembali sadar, ini terjadi karena gangguan
irama jantung.
10) Tubuh terasa lemas atau tidak berdaya
2.4.7 Pertolongan Pertama Saat Serangan Jantung
Apabila pasien penyakit jantung merasakan tanda-tanda serangan jantung, maka
tindakan yang harus dilakukan adalah:
1) Jangan panik
2) Cari posisi senyaman mungkin
3) Tarik napas dalam – dalam, dengan tujuan untuk memasukkan oksigen ke
dalam paru-paru.
43
4) Usahakan untuk batuk dengan sekuatnya, setiap kali batuk tariklah napas
dalam-dalam, lalu batuk kembali dengan kuat, seperti hendak akan
mengeluarkan dahak yang ada dalam dada. Tujuan batuk guna menekan
jantung agar sirkulasi aliran darah kembali normal.
5) Tepuk-tepuklah dada, dengan tujuan untuk membantu mengembalikan denyut
jantung menjadi normal.
6) Usahakan agar tetap dalam kondisi sadar
7) Segera minum obat jantung atau obat lain yang dibawah sesuai resep dokter
8) Berusaha minta pertolongan agar dibawah ke rumah sakit terdekat.
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 1. Kerangka Konsep Model Pencegahan Gawat Darurat Jantung Integrasi
dari Teori Strategi Koping (Lazarus), Adaptasi (Roy) dan Teori
Pencegahan (Leavell & Clark).
Faktor Personal (X1)
1. Lama sakit
2. Faktor Keturunan
3. Gaya hidup
4. Serangan nyeri dada
5. Adanya penyakit
penyerta : DM,
hipertensi
Faktor Lingkungan (X2)
1. Dukungan keluarga
2. Pelayanan kesehatan
Penilaian Stressor
(X3)
1.Stress Akibat
serangan lalu
2.Ketakutan kematian
3.Waspada terhadap
serangan ulang
4.Mengenal tanda &
tindakan dasar
kegawatan jantung
PENCEGAHAN
TERHADAP GADAR
JANTUNG (Y)
1. Rutin (Y.1)
2. Minum obat teratur
Y.2)
3. Siap obat emergency
(Y.3)
4. Diit (Y.4)
5. Olah Raga rutin (Y.5)
6. Manajemen Stress
(Y6)
44
Keterangan :
Strategi koping dari masing-masing individu ditentukan oleh faktor personal
(yaitu lama sakit, faktor keturunan, gaya hidup, serangan nyeri dada, penyakit
penyerta DM & Hipertensi) dan faktor lingkungan seperti dukungan keluarga dan
pelayanan kesehatan. Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi penilaian stressor
yang meliputi stress akibat serangan lalu, ketakutan kematian, waspada terhadap
serangan ulang, serta kemampuan mengenal tanda dan tindakan dasar kegawatan
jantung. Berdasarkan penilaian stressor akan mempengaruhi upaya pencegahan
terhadap gawat darurat jantung yang meliputi upaya preventif dan promotif (kontrol
rutin, minum obat teratur, diit, olah raga rutin, siap obat emergensi, dan kemampuan
manajemen stress).
2.6 Mapping Journal Terkait Penelitian
NO JUDUL JURNAL PENERBIT BAHASAN TERKAIT PENELITIAN
1 Impact of the
Metabolic
Syndrome on
Mortality From
Coronary Heart
Disease,
Cardiovascular
Disease, and All
Causes in United
States Adults
Malik.S, Wong. N ,
Franklin.S, et al,
Circulation.2004;110:1245-
1250; originally published
online August 23, 2004
- Pasien penyakit jantung
yang memiliki penyakit
diabetik memiliki resiko
lebih tinggi untuk
mengalami kematian.
- Pasien penyakit jantung
harus memperoleh
perawatan intensif dengan
melakukan kontrol rutin
yang meliputi tekanan
darah, gula darah, dan kadar
lemak darah
- Kematian akibat PJK dapat
dicegah hingga 80 %
dengan melakukan kontrol
rutin
2 Exercise-based
rehabilitation
For patients with
coronary
heart disease
Taylor.R, Brown.A,
Ebrahim.S, et al, The
American Journal of
Medicine, June
2004. volume 116
Rehabilitasi pasien jantung
meliputi fisik, psikologi & sosial.
Comprehensive cardiac
rehabilitation sangat penting bagi
pasien PJK
45
NO JUDUL JURNAL PENERBIT BAHASAN TERKAIT PENELITIAN
3 Inflammation,
obesity, stress and
coronary heart
disease: is
interleukin-6 the
link?
J.S. Yudkin, Kumari.M,
Humphries.S, et al./
Atherosclerosis, 148 (2000)
2 0 9 – 2 1 4
- stres psikologis dapat
meningkatkan pengaruh
dari katekolamin sehingga
menstimulasi pada
hipotalamus-hipofisis-
adrenal (HPA).
- Pasien dengan depresi akan
menyebabkan perubahan
klinis, fisiologis, dan
biokimia yang berdampak
hiperaktivitaas (HPA) dan
sympatho-adrenomedullary
- penumpukan lemak
sentral, peningkatan
tekanan darah, resistensi
insulin, hipertrigliseridemia
dan rendahnya tingkat high
density lipoprotein
kolesterol
4 Does the Relation of
Blood Pressure to
Coronary Heart
Disease Risk
Change With
Aging?
Franklin.S, Larson. M G,
Khan. S A, et al,
Circulation, April
2001;103:1245-1249
Pasien yang berusia kurang dari 50
tahun dengan kelainan Diastolic
Blood Pressure beresiko PJK
5 The Effect of Fruit
and Vegetable
Intake on Risk for
Coronary Heart
Disease
Joshipura,K.J, et al
19 June 2001 Annals of
Internal Medicine Volume
134 • Number 12
- Orang yang mengonsumsi
lebih banyak buah dan
sayuran lebih panjang umur
dan memiliki gaya hidup
sehat, -
- Orang yang mengonsumsi
lebih banyak buah dan
sayuran tidak suka merokok
- Asupan buah dan sayur
yang baik akan menurunkan
risiko penyakit jantung
koroner,
- Buah-buahan mengandung
antioksidan, asam folat,
serat, dan mineral (kalium)
46
NO JUDUL JURNAL PENERBIT BAHASAN TERKAIT PENELITIAN
6 Depression as a
Risk Factor for
Mortality in Patients
With Coronary
Heart Disease: A
Meta-analysis
Barth. J, Shumacher .M,
PsychosomaticMedicine
November 2004
Pasien PJK yang depresi sangat
beresiko untuk mengalami
kematian
7 Depression and risk
of heart failure
among older
persons with
isolated systolic
hypertension
Abramson J, Berger A,
Krumholz HM, et al. Arch
Intern Med 2001;
161:1725–30
Penyakit jantung koroner (PJK),
pada infark miokard akut tertentu
(MI), adalah penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada
orang dewasa di Amerika Serikat
dan di negara-negara industri
lainnya
47
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik, yaitu pendekatan
penelitian dimana dalam pengumpulan data tanpa dilakukan intervensi pada
populasi. Analitik yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan penjelasan
adanya pengaruh antar variabel, yaitu variabel yang berpengaruh pada proses
adaptasi terhadap gawat darurat jantung. Desain penelitian ini menggunakan
cross sectional, dimana seluruh variabel diukur dalam waktu yang bersamaan.
3.2 Populasi, Sampel, dan Sampling
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di
Poli Jantung Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Jumlah pasien PJK yang
dilayani di Instalasi Diagnostik Invasif Kardiovaskuler (IDIK) RS Dr. Soetomo
Surabaya rata-rata 120 orang tiap bulan (Laporan kinerja IDIK, 2015). Besar
sampel menggunakan rule of the thumb dalam SEM sebanyak 117 responden,
dengan hitungan sebagai berikut:
Pengambilan sampel dengan teknik konsekutif sampling yaitu semua sampel
yang ada dan memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai
jumlah yang diperlukan terpenuhi.
Kriteria sampel adalah sebagai berikut :
Kriteria Inklusi :
- Pasien yang terdiagnosis PJK
- Pasien rawat jalan RSU Dr.Soetomo Surabaya
- Bisa membaca dan menulis
- Mampu berkomunikasi dengan baik
- Bersedia jadi responden
Kriteria Eklusi:
- Pasien dalam kondisi gawat darurat jantung
13 x 9 variabel observed = 117 responden
48
- Pasien tidak mampu Berbahasa Indonesia
3.3 Variabel Penelitian
X1 Faktor personal X1. Lama sakit
X1.2 Faktor keturunan
X1.3 Nyeri dada
X1.4 Gaya hidup
X1.4 Adanya penyakit penyerta
X2 Faktor lingkungan X2.1 Dukungan keluarga
X2.2 Pelayanan kesehatan
X3 Penilaian Stressor X3.1 Stres akibat serangan lalu
X3.2 Ketakutan kematian
X3.3 Waspada terhadap serangan
X3.4 Mampu mengenal tanda &
tindakan dasar kegawatan
jantung
Y Pencegahan terhadap gadar jantung Y.1 Kontrol rutin
Y.2 Minum obat teratur
Y.3 Siap obat emergency
Y.4 Diit
Y.5 Olah raga rutin
Y.6 Manajemen stres
3.4 Definisi Operasional Penelitian
Variabel/
factor
Definisi Operasional Pengukuran Skala
Faktor
personal
(X1)
Faktor dari dalam diri
sendiri yang dapat
menyebabkan penilaian
terhadap perilaku
pencegahan terdiri dari
lama sakit, faktor
keturunan, serangan nyeri
dada, gaya hidup dan
penyakit penyerta.
Lama sakit
(X1.1)
Rentang waktu mulai sakit
sampai saat ini
Kuesioner pertanyaan terbuka Ratio
Faktor
keturunan
(X1.2)
Penyakit jantung koroner
yang diderita didapatkan
dari keluarga
Kuesioner pertanyaan tertutup
ya/tidak
Ordinal
49
Variabel/
factor
Definisi Operasional Pengukuran Skala
Serangan
nyeri dada
(X1.3)
Adanya keluhan nyeri dada
yang dirasakan
Kuesioner pertanyaan tertutup Ordinal
Gaya hidup
(X1.4)
Perilaku sehari-hari yang
dilakukan oleh pasien
jantung koroner: Diit,
Aktifitas, Merokok, Minum
alkohol
Kuesioner dengan pertanyaan
tertutup.
Kriteria penilaian:
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan benar
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan benar
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Benar
Ordinal
Penyakit
Penyerta
(X1.5)
Penyakit yang menyertai
pasien PJK
Kuesioner dengan pertanyaan
tertutup dikotomi : Ya/Tidak,
dengan kriteria :
Baik: Tidak ada penyakit penyerta
Buruk : Ada penyakit penyerta
Ordinal
Faktor
lingkungan
(X2)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi penilaian
stresor dari dukungan
keluarga dan fasilitas
pelayanan kesehatan.
Dukungan
keluarga
(X2.1)
Pemberian dukungan fisik,
emosional, instrumental dan
sosial
Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Dengan kriteria :
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan
dilakukan
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan dilakukan
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Dilakukan
Ordinal
Fasilitas
pelayanan
kesehatan
(X2.2)
Pelayanan kesehatan yang
telah diterima termasuk
pendidikan kesehatan dari
perugas kesehatan
Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Dengan kriteria :
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan
dilakukan
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan dilakukan
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Dilakukan
Ordinal
Penilaian
(X3)
Penilaian terhadap
stressor terdiri stress
akibat
serangan lalu, ketakutan
50
Variabel/
factor
Definisi Operasional Pengukuran Skala
serangan ulang, waspada
terhadap serangan,
mampu mengenal tanda
kegawatan jantung
Stres akibat
serangan lalu
(X3.1)
Adanya tekanan yang
dirasakan akibat serangan
nyeri dada sebelumnya
Kuesioner dengan pertanyaan
tertutup.
Berat : ≥ 80 % dr pernyataan benar
Sedang: 60%- < 80%
dr pernyataan benar
Ringan : < 60 % dr pernyataan
Benar
Ordinal
Ketakutan
Kematian
(X3.2)
Perasaan takut/khawatir
akan terjadi kematian akibat
serangan jantung
Kuesioner dengan pertanyaan
tertutup.
Berat : ≥ 80 % dr pernyataan benar
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan benar
Ringan : < 60 % dr pernyataan
Benar
Ordinal
Waspada
terhadap
serangan
(X3.3)
Bersiap siaga terhadap
serangan nyeri dada dengan
melakukan tindakan
tertentu.
Kuesioner dengan pertanyaan
tertutup.
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan benar
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan benar
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Benar
Ordinal
Mengenal
tanda-tanda
dan tindakan
dasar
kegawatan
jantung
(X3.4)
Pengetahuan tentang tanda-
tanda dan tindakan dasar
kegawatan jantung
Kuesioner dengan pertanyaan
tertutup.
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan benar
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan benar
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Benar
Ordinal
Pencegahan
terhadap
gadar
jantung (Y)
Upaya pencegahan
terhadap kondisi
kegawatan pada jantung
terdiri dari kontrol rutin,
minum obat teratur, siap
obat emergency, diit,
olah Raga rutin,
manajemen stres.
51
Variabel/
factor
Definisi Operasional Pengukuran Skala
Kontrol ke
pelayanan
kesehatan
(Y 1)
Kemampuan klien dalam
melakukan kontrol ke
pelayanan kesehatan secara
teratur dan segera ke pelayanan
kesehatan ketika ada keluhan
Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Dengan kriteria :
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan
dilakukan
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan dilakukan
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Dilakukan
Ordinal
Minum obat
(Y2)
Kemampuan klien minum obat
sesuai dengan jadual, minum
obat sesuai dengan dosis, tidak
minum obat selain obat sesuai
dengan resep dokter.
Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Dengan kriteria :
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan
dilakukan
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan dilakukan
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Dilakukan
Ordinal
Siap obat
emergency
(Y3)
Kemampuan klien dalam
menyediakan obat-obat
emergency di setiap tempat
dan waktu
Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Dengan kriteria :
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan
dilakukan
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan dilakukan
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Dilakukan
Ordinal
Diet
(Y4)
Kemampuan klien secara
mandiri dalam melaksanakan
diet sesuai ketentuan
Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Dengan kriteria :
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan
dilakukan
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan dilakukan
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Dilakukan
Ordinal
Olah raga
(Y5)
Kemampuan klien dalam
melakukan olah raga sesuai
dengan kemampuan.
Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Dengan kriteria :
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan
dilakukan
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan dilakukan
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Dilakukan
Ordinal
Manajemen
stres
(Y6)
Kemampuan klien secara
mandiri dalam mengelola stres
Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Dengan kriteria :
Baik : ≥ 80 % dr pernyataan
Ordinal
52
Variabel/
factor
Definisi Operasional Pengukuran Skala
dilakukan
Cukup : 60%- < 80%
dr pernyataan dilakukan
Kurang: < 60 % dr pernyataan
Dilakukan
3.5 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Poli Kardiovaskuler Rumah Sakit Dr.
Soetomo Surabaya.
3.6 Tehnik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner tertutup. Setelah data terkumpul
kemudian dilakukan pengolahan data. Analisis data dilakukan secara deskriptif
dan inferensial. Analisis data secara deskriptif untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi pasien PJK dalam adaptasi terhadap gawat darurat
jantung. Deskriptif setiap indikator dinyatakan dalam nilai frekuensi.
Analisis inferinsial digunakan untuk menguji model empiris yang diusulkan
dalam penelitian ini. Teknik analisis yang digunakan adalah model persamaan
struktural Struktural Equation Modelling- SEM) berbasis variance atau
component based SEM.
53
3.7 Kerangka Operasional Penelitian
Kerangka operasional penelitian seperti tertulis pada gambar dibawah ini :
Keterangan :
Penelitian dilaksanakan berdasarkan data dari kajian pustaka dan identifikasi
permasalahan yang terkait prosses adaptasi pada kondisi kegawatdaruratan jantung.
Kemudian dikembangkanlah pemikiran untuk menyusun gambaran representasi
tentang model yang dapat meningkatkan perilaku adaptif klien PJK. Setelah tersusun
model yang merupakan integrasi dari teori Strategi Koping, teori Adaptasi dan teori
Pencegahan dengan memperhatikan issue strategis sebagai bahan pertimbangan
sampai tersusun sebuah abstraksi pemikiran yang disebut Model Antisipatif Melekat
(MAM).
Issue strategis
Menganalisis model baru secara empiris
Analisis faktor secara empiris
Menganalisis faktor-faktor : 1. Faktor individu
2. Faktor lingkungan
3. Faktor Stressor
4. Pencegahan Gadar Jantung
FGD
Tersusunnya modul Rekomendasi Model
54
Model diklarifikasi dan dikonfirmasi hubungan kausal antara variabel laten dan
variabel observernya melalui analisa Structural Equation Models (SEM) dengan
metode alternatif PLS. Setelah diperoleh model yang fit, kemudian dilakukan FGD
dan divalidasi oleh ahli melalui kegiatan diskusi pakar. Kegiatan diskusi akan
membahas model yang telah dibuat dipandang dari berbagai sudut keahlian sehingga
menghasilkan suatu modul. Langkah akhir dari penelitian ini adalah penetapan model
3.8 Kerangka Analisis
Keterangan :
X1 = Faktor personal
X2= Faktor lingkungan
X3= Penilaian stresor
Y = Pencegahan kegawatdaruratan jantung
X1
11
X2
11
X3
11
Y
55
BAB 4
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
Bab ini menjelaskan hasil penelitian secara empiris. Analisis secara deskriptif
meliputi karakteristik data penelitian dan analisis inferensial dengan pendekatan
model persamaan struktural dengan Partial Least Square Path Modeling untuk
mengetahui besarnya pengaruh antar variabel konstruk penelitian.
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya adalah rumah sakit tipe A dan rumah sakit
rujukan di wilayah Indonesia Timur. Instalasi Rawat Jalan (IRJ) adalah salah satu
instalasi di RSUD Dr. Soetomo yang terdiri dari 25 unit pelayanan, dengan angka
kunjungan rata-rata per hari 1500-3000 orang. Rata-rata pasien per hari di Poli
Kardiovaskuler adalah 130 orang/hari.
Visi RSUD Dr. Soetomo adalah menjadi rumah sakit yang bermutu
internasional dalam pelayanan, pendidikan dan penelitian.
Misinya adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
penelitian yang profesional, akuntabel yang berorientasi pada kastemer untuk menuju
pelayanan kesehatan berstandar internasional.
Kebijakan dasar rumah sakit adalah perbaikan mutu pelayanan, perbaikan
manajemen (SDM) internal rumah sakit, pemantapan kelembagaan (struktur dan
sistem), pemantapan nilai dasar menjadi budaya organisasi, pemantapan sistim
akuntansi keuangan, pengendalian biaya dan struktur anggaran, perbaikan
manajemen logistik medik dan non medik, pemantapan manajemen pendidikan
klinik dan penelitian rumah sakit dan pengembangan aliansi strategis.
4.2 Karakteristik Pasien Penyakit Jantung Koroner
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 118 orang pasien penyakit
jantung koroner ( PJK) yang melakukan pemeriksaan di Poli Kardiovaskuler RSUD
Dr. Soetomo Surabaya pada Bulan Juli-Agustus 2017 yang memenuhi kriteria
sampel.
Adapun data lengkap karakteristik responden sebagai berikut :
56
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Penyakit Jantung Koroner di
Poli Kardiovaskuler RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Tahun 2017.
No Karakteristik Jumlah Persentase
1 Umur
a. 25-44 tahun
b. 45-59 tahun
c. 60-78 tahun
14
53
51
11,9
44,9
43,2
2 Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
81
37
68,6
31,4
3 Pendidikan
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Perguruan Tinggi
22
15
44
37
18,6
12,7
37,3
31,3
4 Pekerjaan
a. PNS
b. Swasta
c. Pensiunan
d. Tidak bekerja
16
57
20
25
13,5
48,3
16,9
21,2
5 Penghasilan
a. Kurang dari UMR
b. UMR
c. Lebih dari UMR
78
10
30
66,1
8,5
25,4
Tabel 4.1 dapat menjelaskan bahwa kelompok umur terbanyak pasien penyakit
jantung koroner adalah pra lansia yaitu 45-59 tahun. Jenis kelamin sebagian besar
adalah laki-laki. Pendidikan terbanyak adalah SMA. Pekerjaan terbanyak adalah
pegawai swasta dengan penghasilan terbanyak di bawah UMR (Upah Minimum
Regional Kota Surabaya).
4.3 Deskripsi Variabel Penelitian
Pada bagian ini ditampilkan konstruk data penelitian menurut indikator terukur
pada masing-masing konstruk faktor penelitian. Konstruk faktor yang diteliti dalam
penelitian ini meliputi faktor personal (X1), faktor lingkugan (X2), penilaian stres
(X3), dan Pencegahan gawat darurat jantung (Y).
4.3.1 Faktor Personal (X1)
57
Faktor personal dalam penelitian ini diukur melalui 5 (lima) indikator yaitu
lama sakit, serangan nyeri dada, adanya penyakit penyerta, adanya penyakit
keturunan dan gaya hidup. Data selengkapnya adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Faktor Personal Pasien Penyakit Jantung Koroner
di Poli Kardiovaskuler RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Tahun 2017.
No. Indikator Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Lama Sakit
< 1 tahun 15 12,7
>1-5 tahun 46 38,9
> 5 tahun 57 48,3
2 Serangan Nyeri Dada
Terjadi serangan 94 79,7
Tidak terjadi serangan 24 20,3
3 Penyakit Penyerta
Ada penyakit penyerta 101 85,6
Tidak ada penyakit penyerta 17 14,4
4 Penyakit Keturunan
Ada penyakit keturunan 82 69,5
Tidak ada penyakit keturunan 36 30,5
5 Gaya Hidup
Tidak sehat 35 29,7
Sehat 82 69,9
Tabel 4.2 menjelaskan bahwa sebagian besar pasien PJK mempunyai penyakit
penyerta (85,6%), pernah mengalami serangan nyeri dada (79.7%), dan penyakit
keturunan. Lama sakit pasien penyakit jantung koroner hampir setengahnya lebih
dari 5 tahun (48,3%), Gaya hidup yang dimiliki penyakit jantung sebagain besar
sehat.
4.3.2 Faktor Lingkungan (X2)
Faktor lingkungan dikonstruksikan oleh dua indikator yaitu dukungan keluarga
dan pelayanan kesehatan yang didapatkan, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Faktor Lingkungan Pasien Penyakit Jantung
Koroner di Poli Kardiovaskuler RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Tahun
2017.
No. Indikator
Kategori Total
Baik Cukup Kurang
n % n % n % n %
1. Dukungan Keluarga 65 55,1 35 29,9 18 15,3 118 100
2. Pelayanan Kesehatan 49 41,5 17 14.4 52 44,1 118 100
58
Tabel 4.3 diatas diketahui bahwa dari 2 (dua) indikator faktor lingkungan,
indikator pelayanan kesehatan lebih banyak pada kategori kurang baik.
4.3.3 Penilaian Stresor (X3)
Faktor stresor dikonstruksikan oleh empat indikator yaitu stress akibat
serangan lalu, ketakutan kematian, waspada terhadap serangan ulang, dan mengenal
tanda dan tindakan dasar kegawatan jantung, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Penilaian Stresor Pasien Penyakit Jantung Koroner
di Poli Kardiovaskuler RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Tahun 2017.
No Indikator Katagori
Total Tinggi Rendah
n % n % n %
1. Stres akibat serangan lalu 86 72,9 32 27,1 118 100
2. Ketakutan kematian 50 42,4 68 57,6 118 100
3. Waspada terhadap serangan
ulang
40 33,9 78 66,1 118 100
4. Mengenal tanda dan tindakan
dasar kegawatan jantung
25 21,2 93 78,8 118 100
Tabel 5.4 menjelaskan bahwa dari 4 (empat) indikator faktor penilaian stresor,
indikator stres akibat serangan lalu sebagian besar (72,9%) tinggi, dan indikator
mengenal tanda serta tindakan dasar kegawatan jantung sebagian besar (78,8%)
rendah.
4.3.4 Pencegahan Terhadap Gawat Darurat Jantung (Y)
Faktor pencegahan terhadap gawat darurat jantung pada penelitian ini
dikonstruksikan oleh indikator kontrol rutin, minum obat teratur, siap obat
emergensi, diit, olah raga rutin dan manajemen stress, dapat dilihat pada tabel
berikut:
59
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Faktor Pencegahan Terhadap Gawat Darurat
Jantung Pasien Penyakit Jantung Koroner di Poli Kardiovaskuler RSUD
Dr. Soetomo Surabaya, Tahun 2017.
No. Indikator
Kategori Total
Baik Cukup Kurang
n % n % n % n %
1. Kontrol rutin 15 12,7 59 50 44 37,3 118 100
2. Minum obat teratur 67 56,8 32 27,1 19 16,1 118 100
3. Siap obat emergensi 55 46,6 27 22,9 36 30,5 118 100
4. Diit 20 16,9 28 23,7 70 59,3 118 100
5. Olah raga 44 37,3 28 23,7 46 39,0 118 100
6. Manajemen stres 57 48,3 44 37,3 17 14,4 118 100
Tabel 4.5 diatas diketahui bahwa dari 6 (enam) indikator faktor pencegahan
terhadap gawat darurat jantung pada pasien jantung koroner, indikator diit lebih dari
setengahnya (59,3%) adalah kurang, kurang dari separuh (46,6) indikator siap obat
emergensi, dan indikator olah raga lebih banyak (39%) pada kategori kurang.
4.4 Analisis Model Persamaan Struktural Model Pemodelan Pencegahan Gawat
darurat Jantung Pada Pasien Jantung Koroner.
Teknis analisis data penelitian menggunakan SEM-PLS. Pengujian yang
dilakukan yaitu pengujian model pengukuran (outer model) dan pengujian model
struktural (inner model). Pengujian model pengukuran digunakan untuk memastikan
bahwa indikator yang mengukur variabel laten adalah valid dan reliabel. Pengujian
model struktural mengetahui signifikansi hubungan diantara faktor eksogen terhadap
endogen, sehingga akan didapatkan model yang tepat.
4.4.1 Analisis Model Pengukuran (Outer Model)
Model pengukuran (outer model) dianalisis dengan melakukan pengujian
validitas konstruk dan reliabilitas konstruk. Tujuan uji validitas konstruk adalah
mengetahui apakah indikator valid dalam menjelaskan variabel latennya. Tujuan
reliabilitas konstruk adalah menguji kehandalan variabel laten. Pengujian validitas
konstruk dengan melakukan uji konvergen validitas, uji diskriminan dan uji pengaruh
signifikansi indikator. Hasil uji konvergen validitas dengan melihat nilai loading
60
faktor dari indikator ke variabel laten dan uji pengaruh signifikansi indikator
dijelaskan pada tabel 4.6 sebagai berikut :
Tabel 4.6 Hasil Uji Konvergen Validitas Konstruk.
No Variabel
Laten
Indikator Uji Konvergen Validitas
Nilai Loading
Nilai T-
Statistik
Keterangan
1. Faktor
Personal (X1)
Lama sakit 0,902 44,976 Valid
Serangan nyeri dada 0,804 17,082 Valid Faktor keturunan 0,777 13,688 Valid
Adanya penyakit
penyerta 0,827 17,021
Valid
Gaya hidup 0,7050 13,178 Valid 2. Faktor
lingkungan
(X2)
Dukungan keluarga 0,909 26,638 Valid
Pelayanan kesehatan 0,743 9,757 Valid
3. Penilaian
stresor (X3)
Stress Akibat
serangan lalu 0,746 14,676
Valid
Ketakutan kematian 0,786 16,199 Valid Waspada terhadap
serangan ulang 0,719 10,045
Valid
Mengenal tanda &
tindakan dasar
kegawatan jantung
0,827 19,481
Valid
4. Pencegahan
terhadap gawat
darurat jantung
(Y)
Kontrol rutin 0,734 5,660 Valid Minum obat teratur 0,849 7,195 Valid Siap obat emergensi 0.739 6,225 Valid Diit 0,589 4,514 Valid Olah raga rutin 0,693 6,036 Valid Manajemen stres 0,691 5,200 Valid
Tabel 4.6 diatas diketahui bahwa hasil pengujian konvergen validitas
menjelaskan bahwa nilai loading faktor dari indikator > 0,5 dan semua indikator
signifikan untuk mengukur variabel faktornya (T-statistik lebih dari 1,96).
Kesimpulan dari analisis adalah indikator-indikator di atas valid mengukur variabel
latennya dan menunjukkan kriteria kebaikan dari suatu model pengukuran (outer
model).
4.4.2 Analisis Model Struktural (Inner Model)
Analisis model struktural dilakukan untuk menguji pengaruh antara faktor
eksogen terhadap faktor endogen. Nilai yang digunakan sebagai acuan adalah nilai
T-tabel (109;0,025=1,96). Faktor eksogen berpengaruh terhadap faktor endogen
61
apabila nilai T-statistik lebih besar dari nilai tabel dengan toleransi kesalahan (α) =
5%. Hasil pengujian signifikansi pengaruh selengkapnya dijelaskan pada tabel 5.7
sebagai berikut :
Tabel 4.7 Hasil Uji Signifikansi Pada Model Struktural (Inner Model)
No Jalur Koefisien
parameter
jalur
Uji Pengaruh
Signifikansi hubungan
T-Statistik T-Tabel
1 (X1) Faktor personal
(X3) Penilaian stresor 0,215 2,099
1,96 Signifikan
2 (X2) Faktor lingkungan
(X3) Penilaian stresor 0,309 3,374
1,96 Signifikan
3 (X2) Faktor lingkungan
(X1) Faktor personal 0,374 5,221
1,96 Signifikan
4 (X3) Penilaian stresor
(Y ) Pencegahan Gawat darurat
Jantung
0,273 3,179
1,96
Signifikan
Tabel 6.7 dapat mengetahui bahwa hasil uji model struktural dengan menggunakan
uji t didapatkan semua nilai T-statistik lebih besar dari T-tabel. Kesimpulannya ada
pengaruh secara signifikan antara faktor eksogen terhadap faktor endogen.
Nilai pengaruh koefisien parameter jalur (path coefficient) pada tabel 4.14
didapatkan pengaruh langsung (direct effect) dan pengaruh tidak langsung (indirect
effect). Gambaran jalur pengaruh variabel laten eksogen ke endogen dalam diagram
jalur model dapat dijelaskan pada gambar berikut.
Gambar 5.1 Diagram Jalur dan Koefisien Parameter Jalur Model
Pencegahan Kegawatdaruratan Jantung
X1 X3 Y
X2
62
Gambar diagram jalur dan koefisien parameter jalur di atas dapat menjelaskan
pengaruh langsung dan tidak langsung serta total pengaruh antara variabel laten
eksogen ke variabel laten endogen.
Nilai pengaruh antara faktor eksogen terhadap endogen dalam diagram jalur
terdapat pada nilai R-square. Data persentase pengaruh dalam diagram path (R-
Square) adalah sebagai berikut :
Tabel 6.8 Nilai R-Square pada Diagram Jalur
No Variabel Laten Endogen R-Square
1 Faktor Personal (X1) 0,139
2 Penilaian stresor (X3) 0,191
3 Pencegahan gawat darurat jantung (Y) 0,074
Berdasarkan nilai R-square pada tabel 5.8 maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai untuk faktor personal (X1) sebesar 0,139 yang berarti variasi faktor
personal terkait dengan perilaku upaya pencegahan gawat darurat jantung sebesar
13.90 % sedangkan sisanya sebesar 87,10 % dipengaruhi oleh variabel lain yang
tidak terdapat didalam model penelitian yang dikembangkan dalam model analisis
ini.
2. Nilai untuk faktor penilaian stresor (X3) sebesar 0.191 yang berarti variasi
faktor penilaian stresor terkait upaya pencegahan gawat darurat jantung yang
dijelaskan oleh faktor X1 dan X2 adalah sebesar 19.10 % sedangkan sisanya
sebesar 81.90 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat didalam model
penelitian ini secara langsung.
3. Nilai untuk faktor pencegahan gawat darurat jantung (Y) sebesar 0.074
yang berarti variasi faktor pencegahan gawat darurat jantung pada model
dijelaskan oleh faktor X3 secara langsung adalah sebesar 7.40 % sedangkan
63
sisanya sebesar 92,60% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat
didalam model penelitian ini secara langsung.
4.4.3 Penilaian Kekuatan Prediksi dari Model
Untuk memvalidasi model prediksi secara keseluruhan dapat dilihat dari
Goodness of Fit (GoF). Berbeda dengan CBSEM, untuk nilai GoF pada PLS-SEM
harus dicari secara manual. Rumusnya adalah :
Hasil perhitungan nilai rata – rata AVE adalah 0.612638, sedangkan rata – rata
R2 adalah 0.135141, Sehingga nilai GOF adalah 0.287737
Menurut Tenenhau (2004), nilai GoF small = 0,1, GoF medium = 0,25 dan GoF
besar = 0,38.
4.5 Hasil Diskusi
Diskusi dilakukan dengan pada tanggal 26 September 2017. Peserta diskusi
adalah sebagai berikut:
1. Sekretaris SMF Kardiovaskuler.
2. Kepala Ruang Poli Kardiovaskuler RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3. Kepala Ruang ICCU RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4. Kepala R. Raway Inap Jantung (R. Camelia) RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Masukan dari hasil diskusi ini dijadikan bahan dalam menyusun modul. Hasil diskusi
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9 Hasil Diskusi
No Issue Strategis Kemungkinan
Penyebab
Hasil Diskusi Telaah Peneliti
1. Faktor personal
dalam pencegahan
kegawatdaruratan
jantung
1. Pengaruh
kebiasaan
sehari-hari
2. Adanya
penyakit
penyerta dan
keturunan
1. PJK termasuk
5 besar penyakit
jantung terbanyak di
RSUD Dr.Soetomo
Surabaya.
2. Tren pasien PJK di
Poli Kardio dan R.
1. Perubahan ke
arah perilaku
hidup sehat
perlu
ditingkatkan,
misalnya
pengaturan
64
No Issue Strategis Kemungkinan
Penyebab
Hasil Diskusi Telaah Peneliti
Rawat Inap Jantung
usia dewasa. Usia
lansia banyak yang
terjaring PJK di Poli
Geriatri.
3. Kebanyakan gaya
hidup pasien tidak
sehat seperti merokok.
4. Faktor penyerta yang
terbanyak yang
memicu terjadinya
PJK adalah hipertensi
dan DM.
makan, aktifitas
dan istirahat,
tidak merokok,
manajemen
stres.
2. Meningkatkan
pengendalian
terhadap
penyakit
penyerta seperti
Hipertensi, DM
2. Faktor lingkungan
dalam pencegahan
kegawatdaruratan
jantung.
1. Pelayanan
kesehatan
dalam hal
pemberian
edukasi pada
pasien PJK
masih
kurang
optimal
2. Dukungan
keluarga
masih kurang
optimal
1. Belum ada SOP
edukasi pada pasien
PJK di semua unit
perawatan jantung
(Poli rawat jalan, rawat
inap, ICCU).
2. Sebenarnya edukasi
untuk pasien PJK
sudah dilakukan oleh
perawat dan dokternya,
tetapi belum terstruktur
(Materi yang
disampaikan belum
sama, belum ada
jadual).
3. Sudah ada pembagian
materi edukasi untuk
perawat dan dokter,
tetapi masing-masing
petugas kesehatan
berbeda-beda isi dan
kedalaman materi
edukasi yang
disampaikan.
4. Media edukasi sudah
disediakan rumah sakit,
tetapi mungkin
penggunaannya masih
kurang optimal.
5. Usulan isi SOP edukasi
untuk pasien PJK
meliputi: Pengertian,
penyebab, pengaturam
diit, pengaturan
aktifitas dan istirahat,
jenis obat yang harus
1. Perlu disusun
SOP Edukasi
ditiap-tiap unit
perawatan
jantung yaitu di
Poli rawat jalan,
di ruang rawat
inap dan di
ICCU, baik untuk
perawat maupun
untuk dokternya.
2. Meningkatkan
pelaksanaan
edukasi di tiap
unit perawatan
jantung.
3. Perlu menunjuk
anggota keluarga
sebagai
pendamping
utama pasien,
seperti program
PMO pada TB
Paru.
65
No Issue Strategis Kemungkinan
Penyebab
Hasil Diskusi Telaah Peneliti
diminum dan aturan
minum obat,
mengenalkan tanda-
tanda
kegawatdaruratan
jantung, penanganan
kegawatdaruratan
jantung di rumah.
6. Keluarga sebenarnya
juga sudah diberikan
edukasi, tetapi karena
keluarga yang
mengantar pasien
berbeda-beda, sehingga
ketika ada pertanyaan
tentang perawatan
pasien belum tentu
keluarga mengerti
perawatannya.
3. Faktor penilaian
stresor dalam
pencegahan
kegawatdaruratan
jantung.
1. Waspada
terhadap
serangan
ulang pada
pasien PJK
rendah
2. Pasien PJK
kurang
paham tanda
dan tindakan
dasar
kegawatan
jantung.
1. Kebanyakan pasien
periksa ke RS apabila
sudah mengalami nyeri
dada.
2. Edukasi tentang
serangan nyeri dada
sudah disampaikan
oleh dokter yang
merawat, tetapi karena
pemahaman yang
kurang, pasien masih
belum mengerti.
3. Pasien PJK
kebanyakan masih
belum sedia obat ketika
mereka bepergian,
kadang-kadang ada
yang belum tahu
kegunaan obat yang
diberikan meskipun
sudah diberikan
penjelasan.
4. Kewaspadaan mereka
masih rendah karena
life stylenya yang
kurang baik.
1. Penilaian
terhadap
kewaspadaan
serangan ulang
akan meningkat
apabila pasien
PJK memahami
bahaya yang
ditimbulkan dari
serangan ulang.
2. Mengenal tanda
dan tindakan
dasar
kegawatdarurat
jantung perlu
edukasi yang baik
dan
berkesinambunga
n, agar pasien
mengingat pesan
dari edukasi
secara terus
menerus.
3. Menerima
kondisi sakit akan
meningkatkan
penilaian
terhadap stresor
untuk mencegah
66
No Issue Strategis Kemungkinan
Penyebab
Hasil Diskusi Telaah Peneliti
kondisi gawat
darurat jantung.
4. Pencegahan
kegawatdaruratan
jantung
1. Kontrol rutin
pasien PJK
masih kurang
2. Pengaturan
makan di
rumah masih
kurang.
3. Kebiasaan
olah raga
teratur masih
rendah
4. Kesiapan
obat
emergensi
masih
rendah.
1. Kebanyakan kadar
kolesterol pasien PJK
tinggi, kondisi ini bisa
disebabkan karena pola
makan yang kurang
sehat.
2. Life style pasien PJK
masih kuran baik
misalnya diit dan olah
raganya.
3. Pasien PJK ada yang
masih salah cara
mengkonsumsi ISDN,
mereka kadang-kadang
juga tidak tahu kalau
itu obat emergensi
yang harus disiapkan
setiap saat.
1. Perubahan
perilaku untuk
kontrol rutin,
pengaturan diit,
kebiasaan olah
raga dan kesiapan
obat emergensi
perlu
ditingkatkan
dengan
penyediaan
sarana dan
prasarana serta
dukungan
keluarga.
2. Perilaku
pencegahan
kegawat
daruratan jantung
memerlukan
motivasi yang
tinggi dari
pasiennya.
3. Keluarga
merupakan
komponen
penting dalam
mendukung
perilaku
pencegahan
kegawatan
jantung.
Tabel 4.9 menjelaskan bahwa pencegahan kegawatdaruratan jantung pasien PJK
belum optimal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang pengenalan
tanda dan tindakan kegawatdaruratan dasar, Waspada terhadap serangan ulang pada
pasien PJK rendah dan kurang paham tanda dan tindakan dasar kegawatan jantung.
Pelayanan kesehatan dalam hal pemberian edukasi pada pasien PJK dan dukungan
keluarga juga masih kurang optimal.
4.6 Rekomendasi Hasil Diskusi
67
Hasil diskusi yang telah dilakukan tentang pencegahan kegawatdaruratan
jantung pada pasien PJK mendapat beberapa rekomendasi sebagai berikut :
1. Faktor personal dalam pencegahan kegawatdaruratan jantung. Rekomendasi
sebagai berikut:
a. Perubahan ke arah perilaku hidup sehat perlu ditingkatkan, terutama pada
pengaturan makan (diit) dan olah raga.
b. Meningkatkan pengendalian terhadap penyakit penyerta seperti Hipertensi,
DM.
2. Faktor lingkungan dalam pencegahan kegawatdaruratan jantung.
a. Menyusun SOP Edukasi di tiap-tiap unit perawatan jantung yaitu di Poli
rawat jalan, di ruang rawat inap dan di ICCU, baik untuk perawat maupun
untuk dokternya.
b. Meningkatkan pelaksanaan edukasi di tiap unit perawatan jantung.
c. Perlu menunjuk anggota keluarga sebagai pendamping utama pasien, seperti
program PMO pada TB Paru.
3. Faktor penilaian stresor dalam pencegahan kegawatdaruratan jantung.
a. Meningkatkan pemahaman mengenai memahami bahaya yang ditimbulkan
dari serangan ulang akan meningkatkan penilaian terhadap kewaspadaan
serangan ulang pasien PJK.
b. Perlu edukasi yang baik dan berkesinambungan tentang mengenal tanda dan
tindakan dasar kegawatdarurat jantung, agar pasien mengingat pesan dari
edukasi secara terus menerus.
c. Menerima kondisi sakit akan meningkatkan penilaian terhadap stresor untuk
mencegah kondisi gawat darurat jantung.
4. Pencegahan kegawatdaruratan jantung.
a. Meningkatkan motivasi untuk melakukan perilaku hidup sehat dengan
mengatur diit, olah raga, minum obat teratur, kontrol teratur dan manajemen
stres yang baik.
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk melakukan pencegahan kegawat
daruratan jantung dengan memberikan penguatan terhadap perilaku yang
positif yang telah dilakukan
68
c. Keluarga merupakan komponen penting dalam mendukung perilaku
pencegahan kegawatan jantung, sehingga perlu ditingkatkan partisipasinya
dalam mendampingi pasien dalam melaksanakan perawatan sehari-hari.
BAB 5
PEMBAHASAN
5. 1 Pengaruh Faktor Personal Dengan Faktor Lingkungan Pada Pasien PJK
Modernisasi selalu meningkatkan pola hidup, kebiasaan makan berlebihan,
terlalu banyak aktivitas, banyak merokok dan kurang istirahat menjadi pemicu
timbulnya penyakit jantung koroner. Hasil penelitian hampir separuh pasien penyakit
jantung koroner berada pada rentang usia 45–59 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Zahrawardani (2013) pasien PJK sebagian besar (84,1%) berusia > 45
tahun. Rentang usia ini merupakan usia produktif, dimana sebagian besar pasien PJK
adalah laki-laki yang merupakan kepala keluarga.
Faktor resiko adalah suatu kebiasaan, kelainan dan faktor lain yang bisa
ditemukan atau dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut secara
bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degenaratif tertentu. Pada kondisi ini
biasanya pola hidup tidak sehat dilakukan oleh beberapa orang, tuntutan kebutuhan
hidup membuat individu bekerja keras, sehingga waktu istirahat tidak cukup untuk
dirinya. Kebutuhan keseimbangan aktifitas fisik dan istirahat digunakan untuk
mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua
komponen-komponen tubuh (Cho, 1984 dalam Roy, 1991). Kesibukan yang tinggi
membuat pola makan individu juga tidak sehat, individu cenderung membeli
makanan yang siap saji, atau makanan di warung yang belum tentu terjamin
kesehatannya, yang berdampak kadar kolesterol darah meningkat. Kadar kolesterol
yang tinggi akan menyebabkan terjadinya aterosklerosis atau pengerasan pembuluh
darah. Ditunjang stress kehidupan dan pekerjaan yang membuat metabolisme
meningkat dan memacu kerja beberapa hormone termasuk adrenalin yang akan
menyebabkan fungsi kerja jantung meningkat pula. Hampir semua pasien PJK
memiliki penyakit penyerta yaitu hipertensi, diabet, dan hiperkolesterol, sehingga
69
beresiko untuk terjadi gawat darurat jantung. Pasien yang berusia kurang dari 50
tahun dengan kelainan Diastolic Blood Pressure beresiko menderita PJK
(Franklin.2001). Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria yang bisa menyebabkan
angina pectoris atau infark myocard. Pasien penyakit jantung yang memiliki penyakit
diabetik memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami kematian (Malik.S,2004).
Mayoritas pasien PJK sudah menderita penyakit ini lebih dari satu tahun dan
hampir semua pernah mengalami nyeri dada. Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau
Coronay Artery Disease (CAD) adalah gangguan yang terjadi pada jantung akibat
suplai darah ke jantung yang melalui arteri koroner terhambat. Kondisi ini terjadi
karena arteri koroner (pembuluh darah di jantung yang berfungsi menyuplai
makanan dan oksigen bagi sel-sel jantung) tersumbat atau mengalami penyempitan
karena endapan lemak yang menumpuk di dinding arteri. Berkurangnya pasokan
darah karena penyempitan arteri koroner menimbulkan rasa nyeri di dada (gejala ini
dikenal dengan istilah angina). Bila arteri koroner tersumbat dan darah sama sekali
tidak bisa mengalir ke jantung, penderita bisa mengalami serangan jantung, dan ini
dapat terjadi kapan saja, bahkan ketika penderitanya dalam keadaan tidur. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar pasien PJK mengalami serangan nyeri lebih
dari satu kali, bahkan ada yang beberapa kali. Kondisi ini tidak baik bagi pasien PJK,
dan merupakan resiko tinggi untuk kematian.
Faktor lingkungan dikonstruksikan oleh dua indikator yaitu dukungan keluarga
dan pelayanan kesehatan. Dukungan keluarga sangat diperlukan dalam perawatan
pasien PJK khususnya dalam hal perhatian minum obat secara teratur, kontrol rutin
ke rumah sakit, membantu menyediakan makanan sesuai diit pasien, dan dukungan
keluarga untuk berolah raga secara rutin. Hasil penelitian lebih dari separuh pasien
PJK memiliki dukungan keluarga yang baik, dukungan ini diperlukan agar pasien
lebih baik dalam merawat dirinya agar terhindar dari gawat darurat jantung. Pasien
penyakit jantung harus memperoleh perawatan intensif dengan melakukan kontrol
rutin yang meliputi tekanan darah, gula darah, dan kadar lemak darah
(Malik.S.2004). Sedangkan separuhnya pasien PJK tidak memiliki dukungan
keluarga yang baik. Sehingga pasien berusaha untuk mengatasi masalahnya secara
mandiri, keluarga tidak memberikan dukungan untuk kontrol rutin ke rumah sakit,
70
pasien harus berangkat sendiri, dan merawat dirinya sendiri. Kematian akibat PJK
dapat dicegah hingga 80% dengan melakukan kontrol rutin (Malik.S.2004).
Hasil penelitian mengenai pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien PJK,
lebih dari separuh menyatakan pelayanan yang diberikan tidak baik, hal ini terkait
dengan minimnya pendidikan kesehatan yang diterima oleh pasien PJK, khususnya
dalam hal tanda dan gejala serangan jantung, serta tindakan yang harus dilakukan
saat terjadi serangan. Hasil diskusi dengan pakar, hingga saat ini belum ada SOP
yang terkait dengan pendidikan kesehatan untuk pasien PJK baik dari profesi
keperawatan maupun kedokteran. Beberapa dokter atau perawat sudah melakukan
pendidikan kesehatan, sebatas kemampuan mereka dan untuk menjawab pertanyaan
pasien, sehingga bervariasi dalam memberikan penyuluhan baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Hasil analisis model structural antara faktor lingkungan dengan faktor personal
diperoleh nilai T-statistik (3,374) lebih besar dari T-tabel (1,96) yang berarti ada
pengaruh secara signifikan. Dukungan keluarga dan pelayanan yang baik sangat
berpengaruh terhadap perawatan atau kondisi pasien PJK, khususnya dalam
perawatan diri untuk mencegah terjadinya serangan berulang atau gawat darurat
jantung.
5.2 Pengaruh Faktor Personal Terhadap Stresor
Perkembangan individu dan penggunaan mekanisme koping mempengaruhi
tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi. Penggunaan mekanisme koping
yang maksimal mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan
rentang stimulus agar dapat berespon secara positif (Roy 1991). Faktor stresor
dikonstruksikan oleh empat indikator yaitu stress akibat serangan lalu, ketakutan
kematian, waspada terhadap serangan ulang, dan mengenal tanda dan tindakan dasar
kegawatan jantung,
Hasil penelitian sebagian besar pasien PJK memiliki stres yang tinggi akibat
serangan lalu. Stres psikologis dapat meningkatkan pengaruh dari katekolamin
sehingga menstimulasi pada hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA). Pasien dengan
depresi akan menyebabkan perubahan klinis, fisiologis, dan biokimia yang
berdampak hiperaktivitaas (HPA) dan sympatho-adrenomedullary - penumpukan
71
lemak sentral, peningkatan tekanan darah, resistensi insulin, hipertrigliseridemia dan
rendahnya tingkat high density lipoprotein (Yudkin, 2000). Stres yang tinggi justru
akan memperberat kondisi pasien penyakit jantung koroner dan lebih mudah untuk
mengalami gawat darurat jantung yang berakibat kematian.
Riwayat serangan lalu membuat pasien PJK selalu memikirkan penyakitnya,
sayangnya sebagian besar tidak diikuti dengan waspada terhadap serangan ulang
serta mengenal tanda dan tindakan dasar kegawatan jantung. Perilaku seseorang
atau masyarakat ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, ketersediaan
fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan akan mendukung
dan memperkuat terbentuknya perilaku. Perubahan perilaku ditentukan oleh konsep
risiko. Penentu respon individu untuk mengubah perilaku adalah tingkat beratnya
risiko atau penyakit. Secara umum, bila seseorang mengetahui ada risiko terhadap
kesehatan maka secara sadar orang tersebut akan menghindari risiko. Pasien PJK
stres terhadap serangan lalu tetapi secara individu belum maksimal melakukan
upaya-upaya pencegahan agar terhindar dari serangan berulang atau gawat darurat
jantung. Hal ini terlihat dari hasil penelitian lebih dari separuh pasien PJK tidak takut
kematian. Kondisi ini bisa menguntungkan, pasien PJK memiliki keyakinan yang
kuat bahwa kematian itu adalah urusan Allah/Tuhan, walaupun mereka pernah
mengalami serangan jantung tetapi pasien PJK tidak depresi akibat pengalaman yang
tidak menyenangkan itu. Pasien PJK yang depresi sangat beresiko untuk mengalami
kematian (Barth.J, Shumacher, 2004).
Hasil Analisis Model Pengukuran (Outer Model) untuk faktor personal semua
indikator memiliki nilai loading factor > 0,5 dan semua indikator signifikan untuk
mengukur variable faktornya. Hasil uji signifikansi hubungan antar factor personal
dengan penilaian stressor diperoleh nilai T-statistik (2,099) yang berarti ada
hubungan yang signifikan.
5.3. Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Penilaian Stresor Pada Pasien
PJK
Strategi koping sebagai upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis,
yang digunakan orang untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau
72
meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres. Perilaku koping
merupakan suatu tingkah laku dimana individu melakukan interaksi dengan
lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah (Chaplin,
2004). Strategi koping pasien PJK juga dipengaruhi faktor lingkungan. Secara
spesifik, sumber-sumber yang memfasilitasi koping itu mencakup sumber-sumber
personal (yaitu karakteristik pribadi yang relatif stabil seperti self-esteem atau
keterampilan sosial) dan sumber-sumber lingkungan seperti dukungan sosial dan
keluarga atau sumber finansial (Harrington & Mcdermott, 1993). Stres adalah
stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan
psikis pada. seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi
umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada
tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif.
Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu
(Isaacs, 2004). Sumber stres eksternal (dari luar diri individu), meliputi keluarga,
lingkungan , hubungan interpersonal, keuangan, dan hukum.
Hasil penelitian lebih dari separuh pasien PJK mendapat dukungan keluarga yang
baik, dukungan keluarga ini diperlukan dalam penilaian stresor. Bagaimana pasien
merespon stress akibat serangan yang lalu, ketakutan kematian, serta kewaspadaan
serangan ulang dipengaruhi oleh dukungan keluarga.
Sedangkan hasil penelitian indikator pelayanan kesehatan pada pasien PJK
sebagian besar dirasa kurang baik, khusunya dalam hal pendidikan kesehatan.
Sebagian besar pasien tidak memperoleh informasi yang berkaitan dengan tanda-
tanda gawat darurat jantung, serta penanganan dasar saat serangan jantung.
Hal ini terbukti dari hasil penelitian analisis inner model pengaruh faktor lingkungan
terhadap penilaian stresor diperoleh nilai T-statistik (3,374) lebih besar dari T-tabel
(1,96). Pengaruh faktor lingkungan yaitu dukungan keluarga dan pelayanan
kesehatan yang baik akan mempengaruhi penilaian stresor pasien PJK dalam
mencegah gawat darurat jantung. Lebih dari separuh pasien PJK merasa pelayanan
kesehatan kurang baik, khususnya dalam hal pendidikan kesehatan. Informasi yang
diterima pasien PJK tidak maksimal, sebagian besar pasien PJK tidak tahu tanda-
tanda dan pencegahan serangan jantung atau gawat darurat jantung.
73
5.4 Pengaruh Stresor Terhadap Upaya Pencegahan Gawat Darurat Jantung.
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang bersifat tidak
spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat dikatakan stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat
tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh
akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut
dapat mengalami stress. Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan
psikologis. Lazarus (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu
terhadap hal yang akan dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang
menyakitkan, seperti kegelisahan, kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan
dengan aspek subyektif emosi. Kecemasan merupakan gejala yang biasa pada saat
ini, karena itu disepanjang perjalanan hidup manusia, mulai lahir sampai menjelang
kematian, rasa cemas sering kali ada.
Sumber stres secara psikologi ada dua yaitu internal dan eksternal. Sumber stres
internal (dari dalam diri individu), meliputi penyakit (illness), konflik, frustasi, krisis,
dan tekanan. Menderita penyakit membawa tuntutan fisik dan psikologis pada orang
yang menderitanya. Tinggi rendah dan berat ringannya tuntutan tergantung dari
macam penyakit. Penyakit jantung koroner merupakan sumber stres yang berat,
karena pasien PJK merupakan penyakit resiko tinggi untuk mengalami serangan
kegawatan jantung atau kematian, disamping itu penyakit PJK merupakan penyakit
non infeksi yang membutuhkan perawatan berkelanjutan, tidak terbatas hari atau
minggu tetapi harus tetap menjaga dan merawat secara rutin dalam jangka waktu
yang lama bahkan bisa seumur hidupnya. Pengalaman serangan yang lalu juga
merupakan stresor tersendiri bagi pasien PJK, jika pasien PJK tidak mampu
mengatasi stressornya maka akan jatuh dalam kondisi yang lebih buruk lagi.
Hasil penelitian pengaruh penilaian stressor terhadap pencegahan gawat darurat
didapatkan nilai T-statistik (3,179) lebih besar dari T-tabel, yang berarti ada
pengaruh yang signifikan. Penilaian stressor yang tinggi akan membuat pasien PJK
lebih baik dalam melakukan pencegahan gawat darurat jantung, melalui kontrol
rutin, minum obat teratur, siap obat emergensi, melakukan diit yang tepat, olah raga
rutin, dan manajemen stress. Pasien penyakit jantung koroner, harus mengatur diit
dan pola makannya untuk menghindari obesitas dan hiperkolesterol. Orang yang
74
mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran lebih panjang umur dan memiliki gaya
hidup sehat. Orang yang mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran tidak suka
merokok. Asupan buah dan sayur yang baik akan menurunkan risiko penyakit
jantung koroner (Joshipura, 2001). Exercise dapat meningkatkan kadar HDL
kolesterol dan memperbaiki kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi.
Excercise bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke
miokard, menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang
bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol, membantu menurunkan tekanan
darah, serta meningkatkan kesegaran jasmani. Korban serangan jantung terutama
terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress. Penelitian Supargo dkk
(1981-1985) menunjukkan orang yang stres lebih besar mendapatkan resiko PJK,
stres disamping dapat meningkatkan tekanan darah juga dapat meningkatkan kadar
kolesterol darah. Oleh karena itu pasien PJK harus memiliki kemampuan manajemen
stres yang baik agar stress tidak berlanjut yang berdampak akan memperparah kerja
jantung.
5.5 Model MAM Terhadap Peningkatan Upaya Pencegahan Gawat Darurat
Jantung Pada Pasien PJK
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit non infeksi yang menyebabkan
kematian nomer satu. Pasien PJK harus mendapat perhatian dan perawatan yang
intensif mulai saat ditemukan tanda-tanda penyakit jantung koroner hingga pasien
menjalani perawatan di rumah. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya
pencegahan secara menyeluruh agar pasien terhindar dari gawat darurat jantung.
Konsep pencegahan menurut Leavell dan Clark (1965) tingkatan pencegahan ini
berkelanjutan, yaitu melalui periode prepatogenesis penyakit sampai ke metode
rehabilitasi yaitu setelah penyakitnya sendiri sudah hilang. Menurut tingkatan
pencegahan sesungguhnya (true prevention) atau primary prevention terjadi pada
periode prepatogenesis dan melibatkan: (1) health promotion, (2) specific protection.
Termasuk health promotion adalah health education, perhatian terhadap faktor
genetik atau lingkungan yang mungkin mempengaruhi penyakit, perhatian terhadap
perkembangaan fisik dan mental yang baik, dan periodic selective examinations.
Specific protection, termasuk didalamnya misalnya pengaturan diit, penggunaan
75
obat-obat jantung. Kemudian periode selanjutnya dan patogenesis adalah disease
control, termasuk didalamnya disability limitation, yaitu tindakan preventif agar
akibat dan komplikasi penyakit bisa diminimalkan.
Model Antisipasi Melekat (MAM) bertujuan untuk mencegah gawat darurat
jantung, dengan memperhatikan tahap-tahap pencegahan. Mulai dari faktor resiko
menderita penyakit PJK, penyakit penyerta yang diderita, pengalaman serangan nyeri
dan upaya-upaya yang harus dilakukan agar terhindar dari serangan berikutnya. Hasil
penelitian terdapat pengaruh antara factor eksogen terhadap endogen dalam diagram
jalur. Sedangkan penilaian kekuatan prediksi dari Model atau Goodness of Fit (GoF)
adalah 0.287737 yang berarti GoF medium. Walaupun nilai pengaruh tidak terlalu
besar dalam model penelitian ini, demikian juga dengan GoF tetapi tetap harus
mendapat perhatian, karena model MAM bertujuan untuk mencegah gawat darurat
jantung. Pasien PJK merupakan pasien resiko tinggi, oleh karena itu harus tetap
diantisipasi agar tidak terjadi kondisi yang berbahaya.
76
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Model pencegahan gawat darurat jantung pada pasien Penyakit Jantung
Koroner (PJK) dipengaruhi oleh faktor personal, faktor lingkungan, dan
penilaian stressor. Faktor personal yang dominan dalam model ini adalah
lama sakit, serangan nyeri dada, penyakit penyerta (hipertensi, diabet, dan
hiperkolesterol), penyakit keturunan, dan gaya hidup. Faktor lingkungan yang
membangun model ini adalah dukungan keluarga dan pelayanan kesehatan
dengan menitik beratkan pada pendidikan kesehatan (Health Education).
Penilaian stresor berkaitan dengan stres akibat seragan lalu, ketakutan
kematian, waspada terhadap serangan berulang, serta mengenal tanda dan
tindakan dasar kegawatan jantung. Pencegahan terhadap gawat darurat
jantung dalam model ini dapat diaplikasikan dalam bentuk control rutin,
minum obat teratur, siap obat emergency, diit yang tepat, olah raga rutin, dan
manajemen stress.
6.2 Saran
1. Pasien penyakit jantung koroner harus meningkatkan upaya perawatan diri,
dengan memperhatikan gaya hidupnya tentang masalah diit sehat, olah raga
rutin, dan meningkatkan pengetahuan untuk mengenal tanda-tanda dan
penanganan dasar gawat darurat jantung.
2. Perlu disusun protap pelaksanaan pendidikan kesehatan dalam pencegahan
gawat darurat jantung untuk seluruh unit di RS Dr. Soetomo
3. Perlu penelitian lanjutan untuk menerapkan Model Antisipasi Melekat
77
DAFTAR PUSTAKA
Anwar B. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner, e-USU Repository, (2004)
Universitas Sumatera Utara
Abramson J, Berger A, Krumholz HM, et al. Depression and risk of heart failure
among older persons with isolated systolic hypertension, Arch Intern Med
2001; 161:1725–30
Barth. J, Shumacher .M, Depression as a Risk Factor for Mortality in Patients
WithCoronary Heart Disease: A Meta-analysis, Psychosomatic Medicine,
November 2004
Coyne, J., Aldwin, C., & Lazarus, R. 1981. Depression and Coping In
StressfullEpisodes. Journal of Abnormal Psychology. Vol. 50, No. 2, 234-
254.
Franklin.S, Larson. M G, Khan. S A, et al, Does the Relation of Blood Pressure to
Coronary Heart Disease Risk Change With Aging? Circulation, April
2001;103:1245-1249
Harrington, R. G., & Mcdermott, D. (1993). A model for the interpretation of
personality assessments of individuals with visual impairments. The Journal
of Rehabilitation
Isaacs, 2004. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.
J.S. Yudkin, Kumari.M, Humphries.S, et al. Inflammation, obesity, stress and
coronary heart disease: is interleukin-6 the link?, Atherosclerosis, 148
(2000) 2 0 9 – 2 1 4
Joshipura,K.J, et al, The Effect of Fruit and Vegetable Intake on Risk for
Coronary Heart Disease, Annals of Internal Medicine, June 2001. Volume
134 • Number 12
Kemenkes (2014). Pusat Data & Informasi Kementerian Kesehatan R.I
Lazarus, R.S.,1991. Cognition and Motivation in Emotion. American Psychologist
Malik.S, Wong. N , Franklin.S, et al, Impact of the Metabolic Syndrome on
Mortality From Coronary Heart Disease, Cardiovascular Disease, and All
Causes in United States Adults, Circulation.2004;110:1245-1250; originally
published online August 23, 2004
78
Riskesdas (2013). Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes R.I
Roy, Sister Callista (1991). The Roy Adaptation Model, the definitif statement.
Appleton & Lange a Publishing Division of Prentice Hall
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan, Garamedia Wiidiasarana Indonesia. Jakarta
Tomey, A. M. & Alligood, M. R. (2006). Nursing theorists and their work. (6th
ed.). Elsevier Health Sciences.
Taylor.R, Brown.A, Ebrahim.S, et al, Exercise-based rehabilitation For patients
with coronary heart disease, The American Journal of Medicine, June 2004.
volume 116
Ma'rufi, R. R. (2014). Hubungan Dislipidemia dan Kejadian Penyakit Jantung
Koroner. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, Vol 6, No 1.
79
Lampiran
4.1 Biaya Penelitian
Anggaran biaya yang diajukan pada penelitian ini sejumlah Tigapuluh juta
rupiah (Rp.30.000.000,-), dengan rincian sebagaimana pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian
No Jenis pengeluaran Biaya yang diusulkan (Rp.)
1 Honor tim peneliti 7.000.000.-
2 Kegiatan Penelitian
a. Persiapam
525.000,-
b. Pelaksanaan
17.640.000,-
3 Pengolahan Data 2.500.000,-
4 Lain-lain :
- ATK
- Foto copy & penjilidan
- Perijinan / Etical Clearence
375.000.-
460.000.-
1.500.000,-
Jumlah 30.000.000,-
4.2 Jadual Kegiatan
Kegiatan penelitian ini direncanakan dalam jadual kegiatan sebagai berikut :
Tabel 4.2 Rencana Kegitan Penelitian
No Kegiatan Semester pertama Semester kedua
Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des
1 Penyusunan proposal
2 Seminar proposal
3 Uji kelaikan etik
4 Pelaksanaan penelitian
5 Analisa data
6 Penyusunan laporan
7 Seminar hasil penelitian
80