31
KONTRAK ELECTRONIC Oleh : Mukti Fajar ND A. Pendahuluan Pesatnya teknologi telekomunikasi telah menghilangkan jarak dan dunia menjadi tanpa batas (borderless world). Misalnya, apa yang diputuskan oleh Presiden Amerika untuk menyerang suatu negara pagi ini langsung dapat diketahui oleh masyarakat di belahan dunia lainnya. Adanya bencana alam di Asia langsung mendapat tanggapan dan penggalangan dana dari negara-negara dari benua lainnya. Dua dekade sebelumnya orang harus butuh beberapa hari untuk mendengar kabar atau mengirim dokument, tetapi hari ini dalam hitungan detik , orang dapat saling berikirim kabar dalam bentuk gambar bahan film, atau perusahaan dapat mengirim uang milyaran dollar antar berbagai negara. Teknologi tersebut juga telah dikembangkan kearah penyatuaan (konvergensi). Berbagai sistem telekomunikasi, media dan informatika (telematika) diupayakan untuk menggunakan jalur cyberspace, yang orang awam menyebutnya internet. Cyberspace atau Space Way yaitu ruang maya yang timbul karena pancaran gelombang elektromagnet 1

KONTRAK ELECTRONIC DALAM E COMMERCE.doc

Embed Size (px)

Citation preview

KONTRAK ELECTRONIC

Oleh : Mukti Fajar ND

A. Pendahuluan

Pesatnya teknologi telekomunikasi telah menghilangkan

jarak dan dunia menjadi tanpa batas (borderless world).

Misalnya, apa yang diputuskan oleh Presiden Amerika untuk

menyerang suatu negara pagi ini langsung dapat diketahui

oleh masyarakat di belahan dunia lainnya. Adanya bencana

alam di Asia langsung mendapat tanggapan dan

penggalangan dana dari negara-negara dari benua lainnya.

Dua dekade sebelumnya orang harus butuh beberapa hari

untuk mendengar kabar atau mengirim dokument, tetapi hari

ini dalam hitungan detik , orang dapat saling berikirim kabar

dalam bentuk gambar bahan film, atau perusahaan dapat

mengirim uang milyaran dollar antar berbagai negara.

Teknologi tersebut juga telah dikembangkan kearah

penyatuaan (konvergensi). Berbagai sistem telekomunikasi,

media dan informatika (telematika) diupayakan untuk

menggunakan jalur cyberspace, yang orang awam

menyebutnya internet.

Cyberspace atau Space Way yaitu ruang maya yang

timbul karena pancaran gelombang elektromagnet (namun

ruang tersebut tidak terlihat).1 Cyberspace atau SpaceWay

merupakan sistem jaringan satelit global yang untuk

menyediakan layanan suara, data, gambar, video dan

sebagainya3.

Seorang yang memegang handphone generasi ke 3

dapat mengirim email atau mendownload data dari suatu

1 Jeff Zaleski, Spritualitas Cyber Space, 1999, hal 9 3 Rahadian Sundara dan Sofyan, Prospek Aplikasi Layanan GMPCS, Gematel,

Media Tekhnologi Telekomonikasi dan Informasi, Nomor 08/XXVIII, 1997 hal 8

1

situs di website. Pada saat yang sama tetap bisa

berkomunikasi, tidak hanya suara tetapi juga gambarnya

terlihat. Piranti tersebut juga dapat digunakan untuk

mengakses bank account nya untuk melakukan transfer

uang untuk pembayaran listrik dan air atau melakukan

transaksi saham. Begitu juga dengan seorang yang

menenteng laptop dengan fitur wireless dapat menyaksikan

siaran televisi, mengirim sms ke handphone temannya, atau

chating dengan webcam untuk menggantikan meeting karena

jalanan macet.

Pada intinya Kemajuan teknologi informasi (TI) telah

mengubah berbagai bentuk perilaku dan pola-pola hubungan

Hardware &Software

INTERNETSERVICES

Cable TV Satellite TV Broadcasting

Off-line Entertainment &

Information

NetworkingSwitching

Telephony

Film,News Education/Edutaiment

Advertising

MEDIA

PublishingFilm industry & Advertising

COMPUTINGInformation ProcessingConsumer Electronics

TELECOMMUNICATIONS

Network Infrastructure

2

manusia hampir di semua bidang, baik sosial, budaya,

ekonomi, maupun bidang lainnya.1

Begitu pula pada bidang bisnis atau perdagangan juga

mengalami revolusi dalam bentuk dan caranya yang sering

disebut dengan electronic commerce (Seanjutnya ditulis EC)2

.

EC adalah bentuk transaksi perdagangan yang harus

mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah

karena cukup signifikan. Seperti pesan mantan Presiden

William. J.Clinton dalam pidato pengantar tentang A

Framework for Global Electronic Commerce tertanggal 1 Juli

1997, yang berkata 3 :

“One of the most significant uses of the internet is in the world of commerce. Already it is possible to buy books and clothing, to obtain business advice, to purchase everything from gardening tools to high-tech telecommunication equipment over the internet…“Goverments can have a profound effect on the growthof electronic commerce. By their actions, they can facilitate electronic trade or inhibit it. Goverment officials should respect the unique nature of the medium and recognize that widespread commposition and increased consumer choice should be the defining features of the new digital marketplace. They should adopt a market approach to electronic commerce that fasilitates the emergence of a global, transparent, and predictable , legal envirounment to support business and commerce.”.

Definisi dari EC sendiri sangat beragam, tergantung dari

perspektif atau kacamata yang memanfaatkannya.

1 Sri Hariningsih, “Keabsahan transaksi elektronik Dan aspek hukum pembuktian terhadap data elektronik di Indonesia”, Makalah Seminar “Kebutuhan Legal Audit Terhadap Penerapan Teknologi Sistem Informasi Perbankan Serta Kaitannya Dengan Penerapan Internet Banking” diselenggarakan oleh LKHT-UI, Jakarta, 31 Oktober 2001.

2 Kamlesh K Baja dan Debjani Nag, E Commerce : Revolusi Baru Dunia Bisnis, ( Annaka Press ; 2000) , hlm 3-4

3 William J. Clinton, “A Framework For Global Electronic Commerce”, hlm 2 http // : iitf.doc.gov/eleccomm/glo_comm.htm,

3

Association for Electronic Commerce secara sederhana

mendifinisikan E-Commerce sebagai “mekanisme bisnis

secara elektronis”. CommerceNet, sebuah konsorsium

industri, memberikan definisi yang lebih lengkap, yaitu

“penggunaan jejaring komputer (komputer yang saling

terhubung) sebagai sarana penciptaan relasi bisnis”. 4

Sementara Amir Hartman dalam bukunya “Net-Ready”

secara lebih terperinci lagi mendefinisikan E-Commerce

sebagai

“suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi (B-to-B) maupun antar institusi dan konsumen langsung (B-to-C)”.5

Kamlesh K. Baja dan Debjani Nag mengatakan bahwa,

e commerce merupakan suatu bentuk pertukaran informasi

bisnis tanpa menggunakan kertas (paperless exchange of

business information), melainkan dengan EDI (electronic

data interchange), electronic mail (e mail), electronic

bulletin board (EBB), electronic fund transfer (EFT), dan

melalui tekhnologi jaringan lainnya6.

Ricard Hill dan Lan Walden memberikan definisi EC

dalam The Draft UNCITRAL for Electronic Commerce :

Electronic commerce can be defined as commercial activities conducted through an exchange of information generated, stored, or communicated by electronic, optical or analogous means, including EDI, E-Mail, and so forth7.

4 Richardus Eko Indrajit, E Commerce : Kiat dan Strategi Di Dunia Maya, Electronic Book , Tidak Di Publikasikan, hlm 11

5 Hartman, 2000 dalam Richardus Eko Indrajit, Ibid 6 Kamlesh K Baja dan Debjani Nag, Op cit , hlm 12 lihat juga dalam M Arsyad

Sanusi, E Commerce : Hukum dan Solusinya , (Mizan Grafika Sarana, 2001), hlm 14

4

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dalam Pasal 1

angka 2 menyebutkan ; “Transaksi Elektronik adalah

perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik

lainnya”

Dari beragam definisi diatas, secara sederhana EC

dapat diterjemahkan sebagai transaksi perdagangan yang

menggunakan fasilitas electronic yang dilakukan melalui

jalur internet (cyberspace)8. EC merupakan sistem yang

memungkinkan transaksi dagang dan pemindahan uang

dari pembeli kepada pedagang secara electronik dengan

memanfaatkan tehnologi electronic.9

Adapun, mengapa EC menjadi pilihan transaksi

bisnis dibandingkan dengan transaksi konvensional adalah

karena beberapa alasan10 :

1. Efisien dan efektif

2. Pemasaran produk dalam skala global, baik business

to business maupun business to customer .

3. Prosedurnya lebih mudah dengan dukungan

tekhnologi informasi ( internet )

4. Dapat di akses dari mana saja ( lintas batas )

5. Mekanisme pembayaran serta transaksi dapat

dilakukan kapan saja dengan mudah.

7 Ricard Hill and Ian Walden, “The Draft UNCITRAL for Electronic Commerce” http: //www mastel.or.id

8 Mukti Fajar ND, “Electronic Commerce dalam Prespektif Hukum di Indonesia”, Thesis S2 Universitas Diponegoro , 2001, hlm 24

9 Budi Sutedjo S., ”Internet Lahirkan Cara Dagang Secara Electronik”, Buletin Jendela Informatika, Edisi Desember 1999, hal 4.

10 Mukti Fajar ND, “Hukum Kontrak Dalam E Commerce”. Makalah Pelatihan Kontrak Dagang Internasional, Yogyakarta, 2 Agustus 2007

5

Arsyad Sanusi memberi perbandingan antara EC

dengan perdagangan konvensional (tradisional) dari sisi

penetrasi pasar berikut ini11 :

Pasar Konvensional Pasar Electronic Kesulitan Promosi dan

akses pasar Ketimpangan

Persaingan Perdagangan

Paperwork Biaya tinggi dan

Birokratis Prosedur Manual Pasar Kurang Kompetitif

Rantai suplai tidak terintegrasi

Permintaan baru sulit / berjangka

Akses pasar mudah

Penilaian Independen

Paperless work Penawaran standar

pasar Prosedure electronis Pasar Kompetitif dan

interaktif Rantai perdagangan

terintegrasi Mudah minta produk

baru

Dari berbagai kelebihan transaksi EC diatas, disisi

lain fenomena bisnis tersebut menuntut hukum untuk

dapat mengikuti perkembangan tersebut. Hukum sebagai

norma, kaidah serta peraturan dituntut kepastiannya

dalam menjaga "permainan baru" perdagangan global

tersebut, agar segalanya dapat tetap berjalan tertib dan

teratur dalam koridor hukum yang jelas.

Ada berbagai persoalan hukum yang muncul dalam

transaksi EC12. Namun dalam tulisan ini akan dibatasi

hanya mengenai persoalan hukum kontrak (bisnis). Adapun

tulisan ini akan membahas mengenai isu hukum terkait

11 M Arsyad Sanusi, E Commerce : Hukum dan Solusinya , (Mizan Grafika Sarana, 2001), hlm 34

12 Selain persoalan hukum kontrak, Edmon Makarim menjelaskan secara rinci ada berbagai persoalan hukum terkait dengan transaksi elektronik seperti ; Hukum Pidana ; Hukum Pajak ; Hak Atas Kekayaan Intelektual; Hukum Perlindungan Konsumen ;Hukum Acara dan sebagainya. Lihat Edmon Makarim , Kompilasi Hukum Telematika , (Rajagrafindo Perkasa, 2003)

6

yaitu : (1).perbandingan antara kontrak konvensional dan

kontrak elektronik dan (2) alat bukti electronic (digital

evidence) dalam kontrak elektronik dan (3) tandan tangan

digital sebagai solusi hukum persoalan kontrak eletronic.

Hal tersebut akan dibahas dalam tulisan berikut ini.

B. Perbandingan antara Kontrak Konvensional dengan

Kontrak Electronic

Sistem hukum Indonesia tentang perjanjian diatur

dalam pasal-pasal buku III BW tentang perikatan yang

secara mendasar dibedakan menurut sifat perjanjiannya

yaitu 11:

1. Perjanjian Konsensuil

adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat

antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya

perjanjian.

2. Perjanjian Riil

adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang

yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan

3. Perjanjian Formil

Adalah perjanjian yang disaratkan oleh undang

undang, disamping sepakat juga penuangan dalam

suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.

Dilihat dari sifat perjanjian diatas, EC membawa

persoalan teknis dalam kontrak electroniknya, yaitu :

Pertama, kapan sesungguhnya kesepakatan

perjanjian tersebut terjadi ?. Karena para pihak tidak secara

fisik bertemu secara langsung. Para pihak dipisahkan oleh

ruang dan waktu yang berbeda. Mereka hanya dipertemukan

secara realitas imajiner (virtual realty) dalam ruang maya

11 J. Satrio, Hukum Perikatan : Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Bandung, 1995 hal 48

7

(cyberspace) yang terkoneksi melalui jaringan internet. Bisa

pada saat yang sama (real time), bisa pula dalam waktu

selang.

Kedua, pada prakteknya pemesanan barang atau jasa

dalam EC harus dibayar terlebih dahulu. Pihak konsumen

hanya dapat melihat barang tersebut pada display yang

disajikan oleh produsen di situs perusahaanya. Jadi sifat riil

tersebut sangat jarang terjadi. Walaupun hal ini tetap saja

dimungkinkan untuk perdagangan yang sudah sering

dilakukan antar perusahaan dengan suppliernya. Barang bisa

di order untuk dikirim terlebih dahulu. Pada

perkembangannya, ada dua jenis barang yang dijual belikan

dalam kontrak electronik, yaitu

a. Barang dalam arti piranti keras (hardware)

Untuk jenis barang tersebut maka tidak beda dengan

perdagangan konvesnional. Artinya barang tesebut

adalah barang “wujud” yang dapat disentuh hanya

kesepakatannya dibuat melalui kontrak electronik.

Misalnya pembelian buku, furniture, pakaian dan

lainnya.

b. Barang dalam arti pirant lunak (software)

Barang tersebut tidak dapat disentuh, namun ada

dalam bentuk digital. Seperti program komputer, lagu,

film, gambar (foto) electronic book, electronic

document dan sebagainya. Barang-barang tersebut

dipesan dan dikirim dalam bentuk format exe, mpeg,

wav, avi, doc, pdf, jpg atau format lainnya. Untuk

barang tersebut biasanya pembeli harus membayar

terlebih dahulu baru kemudian diberi sign in / log on

untuk melakukan download .

8

Ketiga, dalam kontrak electronik persyaratan

mengenai formalitas atas bentuk dan penuangannya

sebagaimana disyaratkan undang-undang sangat jarang

digunakan. Karena transaksi yang dilakukan didasarkan pada

asas kebebasan berkontrak atau dalam bentuk standard yang

dikeluarkan oleh penjual. Untuk itu kontrak elektroik masih

terbatas pada bidang transaksi yang belum diatur dalam

undang-undang. Contoh misal dalam jual beli tanah atau

bangunan (property), para pihak dalam EC hanya sampai

pada kesepakatan mengenai harga dan objeknya. Untuk

selanjutnya tetap harus ditempuh dengan proses

konvensional dengan akta otentik dihadapan Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Selanjutnya dalam Pasal 1320 KUH Perdata

disebutkan mengenai syarat sahnya perjanjian, yaitu (1)

kesepakatan (2) kecakapan, (3) suatu hal tertentu dan (4)

sebab yang halal (legal). Apabila syarat tersebut adalah suatu

yang mutlak maka, akan menjadi menarik ketika asas

tersebut diterapkan dalam kontrak electronic.

Pertama, arti kesepakatan adalah bertemunya dua

maksud yang terwujud dalam janji untuk melakukan atau

tidak melakukan sesuatu.13 Dalam bahasa yang lain adalah

bertemunya antara penawaran (offering) dan penerimaan

(acceptance). Secara teknis kesepakatan ditandai dengan

berbagai cara , misalnya jabat tangan ; pembayaran ; tanda

tangan ; dan hal lain yang dianggap patut menurut undang

undang dan kebiasaan.

Dalam kontrak electronik, kesepakatan secara filosofis

tetaplah sama dengan kontrak konvensional, hanya secara

teknis menjadi berbeda, karena media yang digunakan juga 13 Subekti, Hukum Perjanjian , (PT Intermasa, Cetakan Ke XI, 1987) hlm 17

9

berbeda. Misalnya kata sepakat dilakukan dengan meng

“Klik” kata “ I agree” dalam protokol penawaran terhadap

penggunaan produk software. Seperti contoh dalam gambar

berikut ini.

Begitu pula dengan pembayaran sebagai kata

sepakat, kita tinggal meng “klik” kata “Order”atau “buy

now”.

Mengenai kesepakatan yang dilakukan dengan tanda

tangan digital (digital signature) akan dibahas lebih lanjut

10

Klik Sepakat Klik Tidak Sepakat

Klik disini

Klik disini

dalam tulisan dibawah ini.

Kedua, mengenai kecakapan dalam hukum perdata

diatur tentang dalam pasal 1330 KUH Perdata mengenai

batas usia minimal seseorang, kondisi mental (bukan orang

gila /invalid persoon), atau tidak dibawah pengampuan14.

Dalam kontrak EC seseorang dikatakan cakap hanya apabila

kompentensinya terpenuhi, dan untuk faktor lainnya seperi

usia atau dibawah pengampuan tidak dapat dipantau secara

langsung. Misal seorang anak melakukan transaksi

pengambilan uang di ATM. Sejauh dia dapat mengikuti

protokol dan memasukan Personal Identity Number (PIN)

secara benar maka tetap saja transaksi tersebut sah.

Secara lebih luas, mengenai kecakapan dalam EC,

berarti juga berbicara tentang para pihak yang kompeten

untuk menanggung tanggung jawab dalam transaski

electronic. Ada sedikit perkembangan dalam transaksi

elektronik dibandingkan dengan transaksi konvensional.

Pada transaksi perdagangan konvensional, para

pihaknya adalah penjual dan pembeli. Dalam skala

perdagangan yang paling luas, misalnya perdagangan

internasional, para pihaknya dapat bertambah dengan pihak

perbankan, pihak asuransi dan pihak pengangkut.

14 Subekti, log cit

11

Sementara dalam transaksi EC para pihaknya

bertambah dengan Certification Authority (CA). Menurut

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik, yang dimaksud Certification

Authority adalah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Dalam

Pasal 1 angka 10 disebutkan : “Penyelenggara Sertifikasi

Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak

yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit

Sertifikat Elektronik”. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 9

disebutkan :

Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik

Certification Authority (CA) berkedudukan sebagai

pihak ketiga yang dipercaya untuk memberikan kepastian /

pengesahan terhadap identitas dari seseorang atau

pelanggan (klien C.A. tersebut). Selain itu C.A. juga

mengesahkan pasangan kunci publik dan kunci privat milik

orang tersebut. Proses sertifikasi untuk mendapatkan

pengesahan dari C.A dapat dibagi menjadi 3 tahap 49 :

1. Pelanggan/subscriber membuat sendiri pasangan kunci

privat dan kunci publiknya dengan menggunakan

software yang ada di dalam komputernya.

2. Menunjukan bukti-bukti identitas dirinya sesuai dengan

yang disyaratkan C.A.

49 http://www.geocities.com/amwibowo/resource/.htm , Group Riset Digital Dan Security Dan Electronic,

12

3. Membuktikan bahwa dia mempunyai kunci privat yang

dapat dipasangkan dengan kunci publik tanpa harus

memperlihatkan kunci privatnya.

Tahapan-tahapan tersebut tidak mutlak harus seperti di

atas, akan tetapi tergantung pada ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan oleh C.A. itu sendiri. Hal ini berkaitan

dengan tingkatan dari sertifikat yang diterbitkannya.

Tingkatan ini berkaitan juga dengan besarnya

kewenangan yang diperoleh pelanggan/subscriber

berdasarkan sertifikat yang didapatkannya. Semakin besar

kewenangannya yang diperoleh dari suatu Digital Certificate

yang diterbitkan oleh C.A. semakin tinggi pula level sertifikat

yang diperoleh serta semakin ketat pula persyaratan yang

ditetapkan oleh C.A.

Untuk mendapatkan suatu serifikat yang biasa seperti e

mail, maka pelanggan cukup mendaftarkan secara electonic,

pada website yang menyedikan jasa tersebut seperti Yahoo

Mail, Hotmail, Google Mail (gmail) dan lainnya.

Namun, untuk mendapatkan suatu sertifikat yang

mempunyai level kewenangan yang cukup tinggi, terkadang

C.A. bahkan memerlukan kehadiran secara fisik si subscriber

sehingga C.A. dapat memperoleh kepastian pihak yang akan

memperoleh sertifikat tersebut. Misalnya untk memperoleh

Kartu ATM atau Kartu Kredit, seorang nasabah harus hadir

sendiri ke Bank Penerbit atau perusahaan penerbit Kartu

Kredit selaku CA.

Setelah persyaratan-persyaratan tersebut diuji

keabsahannya maka C.A. menerbitkan sertifikat pengesahan

(dapat berbentuk hard-copy maupun soft-copy), misalnya

kartu ATM (hard-copy) dengan PIN (soft-copy).

13

Sebelum diumumkan secara luas subscriber terlebih

dahulu mempunyai hak untuk melihat apakah informasi-

informasi yang ada pada sertifikat tersebut. Informasi-

informasi yang terdapat di dalam sertifikat tersebut

diantaranya dapat berupa :

1. Identitas C.A. yang menerbitkannya.

2. Pemegang/pemilik/subscriber dari sertifikat tersebut.

3. Batas waktu keberlakuan sertifikat tersebut.

4. Kunci publik dari pemilik sertifikat.

Untuk mengatasi masalah sekuriti pendistribusian

kunci publik, maka kunci publik itu ‘direkatkan’ pada suatu

sertifikat digital. Sertifikat digital selain berisi kunci publik

juga berisi informasi lengkap mengenai jati diri pemilik kunci

tersebut, sebagaimana layaknya KTP, seperti nomor seri,

nama pemilik, kode negara/perusahaan, masa berlaku dsb.

Sama halnya dengan KTP, sertifikat digital juga

ditandatangani secara digital oleh lembaga yang

mengeluarkannya, yakni certificate authority (CA). Dengan

menggunakan kunci publik dari suatu sertifikat digital,

pemeriksa tanda tangan dapat merasa yakin bahwa kunci

publik itu memang berkorelasi dengan seseorang yang

namanya tercantum dalam sertifikat digital itu15.

Ketiga, mengenai suatu hal tertentu hampir tidak ada

perbedaan dengan konrak konvensional. Para pihak bebas

menentukan status hubungan hukum dalam perjanjian yang

mereka buat, baik termasuk kategori perjanjian bernama

maupun tidak bernama.

Keempat, sebab yang halal adalah suatu syarat

dalam perjanjian mengenai objek yang legal secara hukum,

15 Arrianto Mukti Wibowo, “Tanda tangan digital & sertifikat digital: Apa itu?” Infokomputer edisi Internet, Juni 1998.

14

tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Secara

asas hal ini tetap berlaku daam kontrak elektronik. Para pihak

diharapkan melakukan transaksi mengenai objek yang tidak

melanggar hukum. Namun pada prakteknya hal tersebut

sering terjadi pelanggaran dan susah untuk dikontrol.

Misalkan mengenai penjualan lagu, film, program komputer

yang melanggar hukum hak cipta, belum lagi mengenai

transaksi film atau gambar porno, yang jelas jelas melanggar

hukum pidana.

C. Aspek Hukum Mengenai Alat Bukti Electronic (Digital

Evidence )

Persoalan hukum yang muncuk dalam kontrak

electronik adalah mengenai , apakah transaksi EC yang

dilangsungkan diruang maya dapat digunakan sebagai alat

bukti yang sah ?

Menurut Paton dalam bukunya A Textbook of

Jurisprudence disebutkan bahwa, alat bukti dapat bersifat

oral, documentary, atau material. Alat bukti yang bersifat oral

merupakan kata-kata yang diucapkan seorang dalam

pengadilan, artinya kesaksian tentang suatu peristiwa

merupakan alat bukti yang bersifat oral. Alat bukti yang

bersifat documentary adalah alat bukti surat atau alat bukti

tertulis, sedang alat bukti yang bersifat material adalah alat

bukti barang fisik yang tampak atau dapat dilihat selain

dokumen.15

Sementara, alat-alat bukti dalam acara perdata yang

disebutkan oleh undang-undang ( pasal 164 HIR, 284 Rbg,

pasal 1866 BW ) ialah :

1. Alat bukti tertulis;15 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta 1993)

hal 119

15

2. Pembuktian dengan saksi.

3. Persangkaan-persangkaan.

4. Pengakuan dan

5. Sumpah.

Untuk pembahasan mengenai alat bukti electronik (

digital evidence) dikhususkan pada alat bukti tertulis sebagai

surat. Dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce

1996 dibahas mengani hal tersebut yaitu :

“ Internationlly, the United Nations Commision on International Trade Law ( UNCITRAL ) , has completed work on a model law that supports the commercial used of internatonal contracts in electronic commerce . This model law establishes rules and norms that validate and recognize contract fromed through electronic means, sets default rules for contract formation and governance of electronic contract performance, defines the characteristic of a valid electronic writing and an original document ,provides far the acceptability of electronic signatures for legal and commercial purposes and support the admission of computer evidence in court and arbitration proceedings.16

Dari uraian kutipan tersebut terdapat penekanan pada

defines the characteristic of a valid electronic writing and an

original document 14 yaitu menganai “writing required”

(tulisan yang dikehendaki) dan berfungsi “as evidence”

(sebagai bukti, keterangan, tanda atau petunjuk )

Menurut Sudikno, surat sebagai alat bukti tertulis

dibagi dua yaitu (1) surat yang merupakan akta dan (2)

surat-surat lainnya yang bukan akta17

“Surat Akta” adalah surat yang diberi tanda tangan

yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu, 16 US Framework for Global Electronic Commerce 1997, “UNTRICAL Model Law

On Electronic Commerce 1996” http://www.jus.uio.no/lm/un.electronic.commerce.model.law.1996

1

17 Sudikno Mertokusumo, op cit

16

hak atau perikatan yang dibuat sejak semula yang disengaja

untuk pembuktian. Jadi untuk dapat digolongkan dalam

pengertian akta maka surat harus ditanda tangani seperti

yang termaktub dalam pasal 1869 BW.

Di dalam HIR, Rbg maupun BW tidaklah mengatur

tentang pembuktian daripada “Surat Surat Yang Bukan

Akta”. Surat dibawah tangan yang “bukan akta” hanya

disebut dalam pasal 1874 BW (S 1867 No: 29). Didalam

pasal 1881 BW (pasal 294 RBG) dan 1883 BW (pasal 297

RBG) diatur secara khusus beberapa surat-surat dibawah

tangan yang bukan akta, yaitu buku daftar (register), surat-

surat rumah tangga dan catatan-catatan yang dibubuhkan

oleh seorang kreditur pada suatu alas hak yang selamanya

dipegangnya.

Kekuatan pembuktian dari pada surat surat yang

bukan akta diserahkan pada pertimbangan hakim ( pasal

1881 ayat 2 BW, 294 ayat 2 RBG).17

Sedangkan akta sendiri dibagi lebih lanjut menjadi (1)

akta otentik dan (2) akta dibawah tangan. Pembedaan “akta

otentik” “Akta Otentik” adalah akta yang harus dibuat

berdasarkan peraturan perundangan serta ditandatangani

oleh notaris atau pejabat yang berwenang. Di dalam HIR akta

otentik diatur dalam pasal 165. Sementara “Akta Dibawah

Tangan” adalah akta yang dibuat serta ditandatangani oleh

para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara

para pihak yang berkepentingan saja. Mengenai akta

dibawah tangan, tidak diatur dalam HIR, tetapi diatur dalam

S 1867 no.29 untuk Jawa dan Madura sedang untuk Luar Jawa

dan Madura diatur dalam pasal 286 sampai 305 Rbg serta

17 Sudikno Mertukusumo, Ibid, hal 132

17

pasal 1874 sampai 1880 BW.18

Pertanyanya adalah apakah surat electronic seperti e

mail, Electronic Data Interchage (EDI) dan dokumen elecronic

lainnya dapat dianggap sebagai alat bukti ?. Persoalan ini di

Indonesia telah diatur dalam beberapa undang-undang.

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik disebutkan :

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum

yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah

sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Sebelumnya dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1997

tentang Dokumen Perusahaan. Dalam Pasal 1 ayat 2

disebutkan :

Dokumen Perusahaan adalah data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar.

Dilanjutkan dalam Pasal 12 ayat 1 yang menyebutkan :

Dokumen Perusahaan dapat dialihkan ke dalam mikrofilm

atau media lainnya. Diperkuat dengan Pasal 15 ayat 1 yang

berbunyi : Dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam

mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam

pasal 12 ayat 1 dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti

yang sah.

Dari pembahasan diatas dapat diartikan bahwa alat

18 Sudikno Mertukusumo, Ibid, hal 127

18

bukti electronik (digital evidence) telah mendapatkan status

legal dalam sistem hukum di Indonesia.

D. Tanda Tangan Digital (digital signature) Dalam Kontrak

Electronik

Salah satu keunggulan berbisnis di dunia maya adalah

dapat dilakukannya transaksi perdagangan dimana dan kapan

saja tanpa harus adanya tatap muka secara fisik antara

penjual dan pembeli. Namun hal ini kerap menjadi

permasalahan tersendiri, terutama yang berhubungan dengan

masalah autentifikasi. Bagaimana si penjual dapat yakin

bahwa yang membeli produknya adalah orang yang

sesungguhnya (seperti pengakuannya)? Bagaimana si penjual

dapat merasa yakin, misalnya18:

Bahwa kartu kredit yang dipergunakan benar-benar milik dari si pembeli? atau

Bahwa informasi yang dikirimkan oleh si penjual tidak jatuh ke tangan mereka yang tidak berhak kecuali pembeli yang bersangkutan? atau

Bahwa dokumen yang dikirimkan tidak diubah-ubah oleh mereka yang tidak berhak di tengah-tengah jalur transmisi? atau

Bahwa transaksi perdagangan dapat sah secara hukum karena tidak adanya pihak penipuan dari si pembeli?

dan lain sebagainya.

Di dalam dunia nyata, biasanya untuk memecahkan

permasalahan ini dipergunakan “tanda tangan” sebagai bukti

autentifikasi (keaslian) identifikasi seseorang. Dalam

perdagangan konvensional selama ini hanya tanda tangan “

tinta basah” yang digunakan. Di dalam dunia maya,

ditawarkan suatu konsep yang diberi nama sebagai “digital

signature” atau tanda tangan digital19.18 Richardus Eko Indrajit, Op Cit , hlm 13819 David Kosiur. Understanding Electronic Commerce – How Online Transactions

can Grow Your Business. (Redmond, Washington: Microsoft Press), 1997

19

Seperti yang dikatakan Thomas J Smedinghoff, bahwa

digital signature secara substatif adalah sama halnya dengan

tanda tangan “tinta basah”. Dia katakan seperti berikut ini 20:

An electronic substitute for a manual signature that serves the same functions as manual signature and more. It is an identifier created by computer instead of a pen . In more technical terms, a digital signature is the sequence of bits that resut from using a one way has function to create a message digest of an electronic communication

Secara substatif, tanda tangan secara umum harus

mampu menjalankan sejumlah fungsi, yaitu bahwa ia

dapat21 :

1. mengidentifikasi penanda tangan ;

2. memberi kepastian atas terlibatnya seseorang dalam

penanda tanganan tersebut;

3. mengasosiasikan orang tertentu dengan isi dokumen

4. menyatakan kepemilikan dokumen itu pada penanda

tangan dan

5. menyatakan beberapa kesepakatan tertulis untuk tidak

dimungkinkannya keterlibatan pihak lain terlibat dalam

penulisan tersebut

Menurut menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dalam Pasal

1 angka 12 menyebutkan

Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

20 Thomas J Smedinghoff, On Line Law : The SPA’s Legal Guide to Doing Business on The Internet, (Addison –Wesley Developers Press, 2000) hlm 43-44

21 M Arsyad Sanusi , Op Cit , hlm 75

20

Untuk memenuhi persyaratan subtansi dari fungsi

tanda tangan “tinta basah” tersebut, agar dapat dianalogikan

sama, maka digital signature harus memenuhi proses

electronic yang menjamin beberapa hal berikut ini22 :

1. Integrity (Keutuhan)

Integritas/integrity berhubungan dengan masalah

keutuhan dari suatu data yang dikirimkan. Seorang

penerima pesan/data dapat merasa yakin apakah pesan

yang diterimanya sama dengan pesan yang dikirimkan. Ia

dapat merasa yakin bahwa data tersebut belum pernah

dimodifikasi atau diubah selama proses pengiriman atau

penyimpanan.

2. Authenticity (Otentisitas)

Dengan memberikan digital signature pada data elektronik

yang dikirimkan maka akan dapat ditunjukkan dari mana

data elektronis tersebut sesungguhnya berasal.

3. Non-Repudiation (Tidak dapat disangkal

keberadaannya)

Non repudiation/ tidak dapat disangkalnya keberadaan

suatu pesan berhubungan dengan orang yang

mengirimkan pesan tersebut. Pengirim pesan tidak dapat

menyangkal bahwa ia telah mengirimkan suatu pesan

apabila ia sudah mengirimkan suatu pesan. Ia juga tidak

dapat menyangkal isi dari suatu pesan berbeda dengan

apa yang ia kirimkan apabila ia telah mengirim pesan

tersebut. Non repudiation adalah hal yang sangat penting

bagi e-commerce apabila suatu transaksi dilakukan melalui

suatu jaringan internet, khususnya dalam pemesanan

ataupun pembayaran.

22 Thomas J Smedinghoff, Op Cit , hlm 54-55

21

THE INTERNET

Secret Key

Secret Key

Original Message(plain text)

Encrypted Message(cipher text)

Encrypted Message(cipher text)

Original Message(plain text)

encrypt

decrypt

4. Confidentiality (Kerahasiaan)

Pesan dalam bentuk data elektronik yang dikirimkan

tersebut bersifat rahasia/confidential, sehingga tidak

semua orang dapat mengetahui isi data elektronik yang

telah di-sign dan dimasukkan dalam digital envelope.

Keberadaan digital envelope yang termasuk bagian yang

integral dari digital signature menyebabkan suatu pesan

yang telah dienkripsi hanya dapat dibuka oleh orang yang

berhak.

Kriteria-kriteria diatas dapat dijelaskan lebih sederhana

dengan gambar berikut ini :

22

Integrity : Pesan yang dikirim dan

diterima utuh /tidak berubah

Authenticity dan Non

Repudiation: asal data dan pengirim tidak

dapat disangkal

Confidentiality : Pesan bersifat

rahasia tidak bisa dibuka kecuali

penerima yang dituju

Pengirim

Penerima

Digital signature sebagai prosedur teknis yang

menjamin bahwa para pihak tidak bisa “mengingkari

keberadaanya” sebagai subyek hukum dalam perjanjiaan

transaksi elektronik. Artinya fungsi digital signature tersebut

menjadi dasar sahnya suatu perjanjian dan merupakan

sumber perikatan bagi para pihak, walaupun secara fisik para

pihak tidak bertemu muka23

Digital Signature adalah suatu sistem pengamanan

yang menggunakan public key cryptography system, atau

secara umum pengertiannya adalah 64:

A data value generated by public key algorithm based on the contents of a lock data and a private key, yielding so individualized crypto checksum.

Gambar kriptografi tanda tangan digital

Skema ini mununjukan bahwa tanda digital adalah

keseuaian antara kunci publik dan kunci private. Kesuaian ini

menunjukan proses electronic bahwa pengguna adalah orang

yang mempunyai otorisasi untuk melakukan transaksi.

Misalnya dalam membuka email, atau membuka ATM dapat

dilihat dari gambar berikut ini .

23 Mukti Fajar ND, Electronic Commerce ....Op Cit , hlm 6664 Group Riset Digital Security Dan E-Com, Op Cit hlm 3

23

PIN : **************

Apabila kunci publik tidak sesuai dengan kunci private

maka transaksi akan ditolak. Seperti halnya model

konvensional , kalau tanda tangan kita tidak sesuai dengan

yang ada dalam buku rekening , maka transaksi dengan bank

tidak akan dilayani.

Jika proses elektronis dari digital signature tersebut

dapat dianalogikan sama dengan tanda tangan “tinta basah”,

maka persoalan hukum dalam kontrak elektronik, seperti

keabsahan ataupun sebagai alat bukti telah ditemukan

solusinya.

24

Kunci

Kunci Private

Kunci

Kunci Private

25