7
KRITISI JURNAL Judul : Pengalaman pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS : studi fenomenologi dalam perspektif keperawatan Penulis : Welly Vitriawan, Ratna Sitorus, Yati Afiyanti 1. Identifikasi topik Aquired Immune Defficiency syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem imun di dalam tubuh individu yang hingga saat ini sangat berhasil membuat beberapa orang tertekan dan ada efek psikis dan psikologis lainnya karena diagnosis penyakit tersebut. Dalam hal ini diperlukan tenaga kesehatan yang terlatih sebagai elemen pendukung untuk penanganan HIV/AIDS yang salah satunya adalah perawat dimana dalam praktiknya perawat mampu melakukan keperawatan secara holistik yang tentu saja harus didukung oleh suatu sistem yang lebih tinggi untuk profesi keparawatan tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sample pasien HIV/AIDS yang diwawancarai di RS X Jakarta dimana samplenya bervariasi mulai dari agama, rentan waktu mengidap penyakit sampai status perkawinannya. Penelitian ini menggunakan tipe data kualitatif bukan kuantitatif.

KRITISI JURNAL IMUN

Embed Size (px)

Citation preview

KRITISI JURNALJudul : Pengalaman pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS : studi fenomenologi dalam perspektif keperawatan Penulis : Welly Vitriawan, Ratna Sitorus, Yati Afiyanti

1. Identifikasi topikAquired Immune Defficiency syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem imun di dalam tubuh individu yang hingga saat ini sangat berhasil membuat beberapa orang tertekan dan ada efek psikis dan psikologis lainnya karena diagnosis penyakit tersebut.

Dalam hal ini diperlukan tenaga kesehatan yang terlatih sebagai elemen pendukung untuk penanganan HIV/AIDS yang salah satunya adalah perawat dimana dalam praktiknya perawat mampu melakukan keperawatan secara holistik yang tentu saja harus didukung oleh suatu sistem yang lebih tinggi untuk profesi keparawatan tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sample pasien HIV/AIDS yang diwawancarai di RS X Jakarta dimana samplenya bervariasi mulai dari agama, rentan waktu mengidap penyakit sampai status perkawinannya. Penelitian ini menggunakan tipe data kualitatif bukan kuantitatif.

Hasil penelitian pada pasien HIV/AIDS antara lain pasien mengeluh stress dan sulit menahan emosi namun juga mengalami duka yang mana ada beberapa tahapan duka. Disini pasien juga menunjukkan usaha untuk memperbaiki dirinya dengan acara tetap semangat agar hidupnya jauh lebih baik.

TujuanUntuk mengetahui dan mengeksplorasi barbagai pengalaman pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS dan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan.

2. Analisis Jurnal a. Metode Metode yang digunakan dalam studi ini adalah wawancara formal tidak terstruktur (unstructured formal interviews) sebanyak dua kali pada para partisipan. Selain itu dilakukan pula field notes yang dapat meningkatkan akurasi dari sebuah penelitian secara deskripsi. Pendekatan analisis yang dilakukan adalah pendekatan analisis selektif dan focusing. Pendekatan tersebut berguna untuk mengungkap berbagai aspek dalam studi.

Partisipan pada studi ini berjumlah 6 orang dengan rentang usia 24-40 tahun di daerah Jakarta. Identitas yang terungkap dari klien antara lain 4 orang lulusan SMU dan 2 orang sarjana. Sebanyak 3 orang partisipan tidak memiliki pekerjaan sementara yang lain masing-masing bekerja sebagai karyawan, sales, dan mahasiswa. Partisipan memiliki latar belakang agama yang berbeda yaitu Islam dan Kristen, dari status perkawinan hanya ada 1 partisipan yang sudah menikah selama 1 bulan. Sementara salah seorang partisipan lain adalah seorang homoseks. Mereka semua terdiagnosa HIV selama 4-5 bulan sebelum studi dilakukan.

b. Hasil Analisis tematik yang ada dalam studi ini adalah setiap pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS mengalami stress dan berduka; mekanisme koping dan adaptasi pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS; setiap pasien dengan diagnose HIV/AIDS membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya dan kebutuhan pelayanan keperawatan dan harapan pasien pertama kali terdiagnosa HIV/AIDS.

Pasien yang pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS berkemungkinan besar mengalami stress. Hal ini dapat memberikan dampak yang menyeluruh baik secara fisik, psikis ataupun social. Dampak yang terjadi akan semakin buruk sejalan dengan peningkatan stress yang dialami pasien. Stress yang berkelanjutan tanpa disertai upaya untuk mengatasi stress dapat mengakibatkan penyakit fisik dan psikis yang semakin buruk sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja dan interaksi sosial.

Pasien dengan diagnose HIV/AIDS pertama kali juga dapat mengalami kondisi berduka. Terdapat lima tahapan berduka diantaranya fase penolakan, fase kemarahan, fase penawaran, fase depresi, dan fase penerimaan. Berdasarkan fase-fase tersebut, didapatkan data bahwa pada fase penolakan pasien mengalami suatu kondisi yang tidak dapat diterimanya sehingga dia menolak untuk percaya bahwa diagnose tersebut ia alami. Pada fase kemarahan, pasien mengalami sensitivitas lebih tinggi sehingga pasien menyebabkan pasien lebih mudah tersinggung dan marah terhadap hal-hal di sekelilingnya. Pada fase selanjutnya (fase penawaran), pasien mengalami suatu kondisi yang menuntunnya untuk melakukan suatu pencegahan terhadap kehilangan melalui perbandingan kondisinya saat ini dengan kondisi sebelum ia terdiagnosa HIV/AIDS. Sementara pada fase depresi terjadi saat pasien mengalami suatu kesendirian dan isolasi atas dirinya terhadap dunia luar.

Hasil studi tersebut didukung dengan teori-teori sebelumnya yang menyebutkan hal serupa dengan hasil ini. Teori tersebut berasal dari Malory dan Carter pada tahun 2002. Teori Malory berisi tentang pengisolasian wanita afrika yang terinfeksi HIV/AIDS. Sementara Carter yang menyebutkan bahwa pasien HIV/AIDS mengalami depresi, insomnia dan kegelisahan dengan presentase masing-masing 72%, 48% dan 65%. Kedua teori tersebut menunjukkan korelasi yang sejajar dengan hasil studi yang dilakukan.

Mekanisme koping dan adaptasi lingkungan pada pasien HIV/AIDS antara lain menangis dan melamun. Namun akan kembali terbuka pada orang lain pada fase penerimaan. Akan tetapi beberapa orang memiliki kepribadian tertutup yang sulit untuk mengungkapkan keadaan yang sebenarnya pada keluarga terdekat sehingga diperlukan intervensi yang sesuai.

Hasil lain yang ada dalam studi ini menunjukkan adanya usaha pasien HIV/AIDS untuk menyemangati diri sendiri dan hidup lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, dukungan pada pasien HIV/AIDS harus dilakukan oleh keluarga, pasangan, sahabat dan petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan teori Ciambrone akan pentingnya dukungan informal dan pemahaman pada pasien HIV/AIDS. Selain itu hasil studi didukung juga oleh Smith dan Debus tentang peranan penelitian kualitatif dalam pencegahan AIDS yang membahas tentang reaksi emosional para petugas kesehatan dalam melakukan perawatan pencegahan infeksi pada HIV/AIDS. Korelasi hasil dengan teori menunjukkan adanya keberhasilan pelaksanaan metode yang dilakukan pada studi ini.

3. Kelebihan dan kekurangan dalam Jurnala. Kelebihan Isi jurnal sudah mencakup semua hal yang ada seperti aspek psikis, sosial dan lain-lain Mudah dan dapat di terapkan di Indonesia maupun luar negeri Mudah dipahami orang awam maupun tenaga medis Dapat menerapkan hal ini di rumah sakit ataupun tempat lain di indonesia maupun luar tentang mekanisme koping

b. Kekurangan Dalam jurnal ini alangkah baiknya jika diberi solusi guna pengajaran pada perawat tentang menanggulangi/menghadapi klien dengan HIV/AIDS karena tidak semua perawat mengerti sehingga banyak kejadian tenaga medis terutama perawat yang dapat tertular dari klien. Tidak disebutkan follow up dari perawat setelah mengetahui kondisi pertama kali klien saat mengetahui mengidap HIV/AIDS

4. Implikasi di IndonesiaUntuk penerapan di Indonesia dengan klien HIV/AIDS yang mempunyai keluhan stress,pasien juga mengalami proses berduka.selain itu setiap pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya terutama dari keluarga,pasangan,teman terdekat dan petugas kesehatan.pasien juga membutuhkan pelayanan keperawatan termasuk membutuhkan perawat yang bersikap baik dan komunikatif.dan untuk perawat medikal bedah di Indonesia diharapkan mempunyai sikap baik dan komunikatif untuk memahami harapan pasien HIV/AIDS dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

Mungkin di Indonesia dapat di berikan sosialisasi kepada seluruh perawat medical bedah di setiap rumah sakit yang memiliki fasilitas khusus pasien HIV/AIDS tentang bagaimana harus bersikap baik dan komunikatif untuk menghadapi pasien HIV/AIDS.di harapkan perawat bisa membangun rasa saling percaya dengan pasien agar semua keluha pasien tadi bisa teratasi dan memudahkan perawat dalam melakukan perencanaan selanjut nya.

ReferensiVitriawan, Welly dkk. Pengalaman Pasien Pertama Kali Terdiagnosis HIV/AIDS : Studi fenomenologi. Jurnal keperawatan Indonesia, Volume 11, No.1, Maret 2007 ; hal 6-12