Upload
isverindonesia
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 KTI BPK FIX
1/50
i
SINERGITAS PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN
HIDUP DALAM AUDIT LINGKUNGAN BPK
(UPAYA MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN
DEMOKRASI LINGKUNGAN YANG BERINTEGRITAS DI INDONESIA)
Untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Peran BPK dalam Keuangan
Negara yang diselenggarakan oleh BPK RI
Oleh :
Linda Dewi Rahayu 135010100111028
Fazal Akmal Musyarri 145010101111064
Paradisa Eksakta Gheosa 145010107111148
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2015
8/18/2019 KTI BPK FIX
2/50
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga
dan sahabatnya. Berkat kudrat dan idrat-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah yang bertema Peran BPK dalam Keuangan Negara dan berjudul
Sinergitas Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup dalam Audit
Lingkungan BPK (Upaya Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dan Demokrasi
Lingkungan yang Berintegritas di Indonesia) ini tanpa suatu halangan yang
berarti.
Karya Tulis Ilmiah ini penulis buat dalam rangka mengikuti “Lomba
Karya Tulis Ilmiah” yang diselenggarakan oleh BPK RI. Dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan kepada penulis.
Ucapan terimakasih tersebut, penulis ucapkan kepada :
1. Dr. Rahmad Safa’at, S.H, M.Si selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya dan jajarannya yang telah memberikan iklim
kondusif untuk mengembangkan kegiatan penulisan karya tulis ini.
2. Kedua orang tua dan keluarga penulis atas doa restu dan segala
pengorbanan kepada penulis.
3.
Rekan-rekan Forum Kajian dan Penelitian Hukum (FKPH) yang
memberikan semangat dan masukan yang sangat berharga.
Dalam Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari masih ada kekurangan,
untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat penulis
nantikan.
Malang, 30 Desember 2015
Penulis
8/18/2019 KTI BPK FIX
3/50
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... iKATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iiiABSTRAK .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 51.3 Tujuan .................................................................................................. 51.4 Manfaat ................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Negara Hukum Kesejahteraan ............................................................. 7
2.2 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia ................................. 92.3 Lingkungan Hidup ............................................................................... 142.4 Audit Lingkungan Hidup ..................................................................... 162.5 Kerangka Berpikir ............................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN3.1 Pendekatan Penelitian .......................................................................... 203.2
Jenis Bahan Hukum ............................................................................. 203.3 Teknik Penelusuran Bahan Hukum ...................................................... 213.4
Teknik Analisis Bahan Hukum ............................................................ 21
BAB IV PEMBAHASAN4.1 Eksistensi Peran BPK RI dalam Usaha Menerapkan Prinsip
Perlindungan Lingkungan di Indonesia ............................................... 234.2 Konsep Sinergitas Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan
Hidup dalam Audit Lingkungan BPK RI ............................................ 31
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 375.2 Saran .................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKASURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
8/18/2019 KTI BPK FIX
4/50
iv
ABSTRAK
Keuangan negara merupakan hal yang sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan karena berkaitan langsung dengan pembangunan negara. Namun
dalam prakteknya, keuangan negara tersebut menjadi celah dalam kasus Korupsi,Kolusi dan Nepotisme. Untuk meminimalisir hal tersebut, dibutuhkan suatulembaga pemeriksa keuangan negara yang bebas dan mandiri dalam pemeriksaan
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Berdirilah BadanPemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang sekarang diatur oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. BPK RI setelah reformasi berperanmenegakkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, salah satunya yang
jarang diketahui publik adalah prinsip perlindungan terhadap lingkungan hidup.Meskipun eksistensi peran BPK RI dalam penegakan prinsip tersebut sudah baikseperti menyelenggarakan kegiatan positif, memberi laporan hasil auditlingkungan dan bahkan menjadi ketua dalam organisasi BPK se-dunia, namun hal
tersebut belum efektif karena BPK RI hanya memiliki 16 auditor lingkungan bersertifikat internasional, yang tidak mungkin mengaudit instansi pemerintah berkaitan dengan lingkungan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Olehkarena itu penulis memberi solusi efektif dengan reformulasi konsep yangmensinergikan BPK RI dengan kementerian terkait, masyarakat luas dan lembagaswadaya masyarakat. Karya tulis ini menggunakan jenis penelitian yuridisnormatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, konseptual dansejarah. Penulis meninjau berdasarkan data mengenai negara hukumkesejahteraan, BPK RI, lingkungan hidup, dan audit lingkungan kemudiandivisualisasikan dalam kerangka berpikir. Dengan formulasi konsep sinergitasBPK dengan beberapa kementerian terkait diharapkan mampu menegakkankesejahteraan sosial dan demokrasi lingkungan yang berintegritas di Indonesia,yang harapannya dapat menekan kerugian ekonomi negara akibat kesalahan teknisdan non teknis instansi pemerintah di bidang lingkungan.
Kata kunci : BPK RI, Demokrasi Lingkungan, Kesejahteraan Sosial, danSinergitas.
8/18/2019 KTI BPK FIX
5/50
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keuangan negara1 merupakan salah satu hal yang sentral dalam
penyelenggaraan pemerintahan di suatu negara, karena berkaitan erat dengan
pembangunan. Oleh karena itu keuangan negara dimasukkan ke dalam sektor
publik, sehingga pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dituntut
harus ekonomis, efektif, efisien, transparan, responsif dan memiliki akuntabilitas
yang tinggi.2
Pengelolaan keuangan negara adalah salah satu bagian dari pelaksanaan
pemerintahan negara, termasuk keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan
negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban.3 Namun pengelolaan
keuangan negara tersebut tidak jarang mengalami kendala misalnya praktik
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang kasusnya sering disorot oleh
barbagai kalangan.4 Kasus KKN tersebut tidak hanya terjadi pada keuangan
pemerintahan pusat, bahkan pada keuangan pemerintahan daerah yang jugamenyumbang potensi kerugian negara terbesar.5
Oleh karena itu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sebagai konstitusi dasar dan tertinggi di Indonesia melalui Pasal 23 E, F dan
G memberi amanat kepada negara untuk mengadakan suatu badan yang bebas dan
mandiri, yang bertujuan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. Dibentuklah Badan Pemeriksa Keuangan pada tanggal 28 Desember 1946
1 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentangKeuangan Negara: Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilaidengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikanmilik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2 Muhammad Kadafi, Permasalahan Keuangan Negara dan Daerah, Jurnal Eksis, Volume8, Nomor 2 (Agustus, 2012), hlm.2205.
3 Materna Ayu Novita Sekar Arum, Peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam Pemeriksaanterhadap Pengelolaan Keuangan Negara Oleh Pemerintah Daerah, Repositori Universitas AtmaJaya Yogyakarta, UAJY, 2015, hlm.4.
4 Ibid, hlm.5.5 Joniansyah Hardjono, ICW: 95 Persen Korupsi Ada di Daerah, diakses dari
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/27/063722823/icw-95-persen-korupsi-ada-di-daerah, diakses pada 20 Desember 2015, jam 15.34 WIB.
1
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/27/063722823/icw-95-persen-korupsi-ada-di-daerahhttp://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/27/063722823/icw-95-persen-korupsi-ada-di-daerah
8/18/2019 KTI BPK FIX
6/50
vi
dengan Surat Penetapan Pemerintah Nomor 11/OEM yang berkedudukan
sementara di Magelang dan beranggotakan sembilan orang pegawai.6
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia atau disingkat BPK RI
menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga negara yang bertugas
untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana
dimaksud dalam UUD NRI 1945. Hasil pemeriksaan keuangan tersebut menurut
UUD NRI 1945 diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
ditindaklajuti. Hasil pemeriksaan tersebut berbentuk Hasil Pemeriksaan Semester
yang disampaikan dalam rapat paripurna untuk dipergunakan sebagai bahan
pengawasan.7
Akan tetapi setelah puluhan tahun beroperasi, BPK RI mendapat banyak
kendala dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pada era orde lama, Presiden Soekarno memberlakukan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 1965 yang mendudukkan BPK RI dibawah presiden (unterrgeordnet )
dan pimpinan BPK RI pada masa itu tidak berasal dari pegawai negeri, melainkan
berasal dari wakil-wakil partai politik, wakil angkatan bersenjata dan wakil
organisasi-organisasi massa serta orang-orang yang mempunyai dukunganmasyarakat yang terorganisasi yang ditunjuk oleh presiden. Independensi BPK RI
juga mengalami hambatan di era orde baru yang mana rekruitmen politik
terhadap lembaga-lembaga negara termasuk BPK RI tidak lepas dari pengaruh
Presiden Soeharto. Selain itu hasil pemeriksaan BPK RI sebelum disampaikan
kepada DPR harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Presiden agar tidak
mengganggu stabilitas politik.8
Hambatan-hambatan tersebut semakin pudar ketika Indonesia mulaimemasuki masa reformasi, dimana BPK RI dikukuhkan menjadi satu-satunya
lembaga negara yang bebas dan mandiri yang memiliki kewenangan memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Bahkan sesuai prinsip
desentralisasi BPK RI mendirikan perwakilan di setiap provinsi serta memperluas
6 BPK RI, Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan, diakses dari http://www.bpk.go.id/page/sejarah, diakses pada 21 Desember 2015, jam 10.35 WIB.
7 Dewan Perwakilan Rakyat, Tata Tertib DPR RI , Keputusan DPR RI Tahun 2004, Ps.166.8
Ikhwan Fahrojih dan Mokh. Najih, Menggugat Peran DPR dan BPK RIdalam Reformasi Keuangan Negara, In-TRANS Publishing, Malang, tahun 2008, hlm.iv-v (Kata Pengantar).
2
8/18/2019 KTI BPK FIX
7/50
vii
mitra kerja BPK RI tidak hanya DPR dan DPD tetapi juga meliputi DPRD.
Sehingga dapat dikatakan kebebasan dan kemandirian BPK RI mulai terlihat
semenjak masa reformasi.9
Setelah reformasi, BPK RI diamanahkan untuk berperan aktif dalam
penerapan enam prinsip Good Governance (Asas Umum Pemerintahan yang
Baik) yaitu keterbukaan dan transparansi, tanggung gugat atau accountability,
penegakan hukum dan keadilan, profesionalisme dan kompetensi, keefisienan dan
keefektifan, serta komitmen pada perlindungan lingkungan hidup.10 Namun dari
keenam prinsip tersebut terdapat satu prinsip yang jarang diketahui oleh
masyarakat luas bahwa BPK RI juga berperan aktif dalam prinsip tersebut, yaitu
melindungi lingkungan hidup. Peran BPK RI dalam prinsip tersebut mulai
digalakkan pada tahun 2012 yang diwujudkan melalui Audit Lingkungan11,
karena disaat itu BPK RI memasuki tahap persiapan menjadi Ketua Audit
Lingkungan BPK se-dunia12. Usaha dan/atau Kegiatan yang dimaksud dalam
pengertian audit lingkungan menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah segala bentuk aktivitas
yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta
menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup.13
Audit lingkungan hidupdilaksanakan oleh seorang auditor lingkungan hidup yang telah memiliki
kompetensi.14
Audit lingkungan penting untuk dilakukan di Indonesia, mengingat
perusakan lingkungan di wilayah Indonesia dapat menimbulkan kerugian material
yang secara tidak langsung berdampak kepada keuangan negara dan lingkungan
9
Ibid, hlm.vi (Kata Pengantar).10 BPK RI, Pengelolaan Keuangan Negara Harus Transparan dan Akuntabel , diakses darihttp://www.bpk.go.id/news/pengelolaan-keuangan-negara-harus-transparan-dan-akuntabel, diakses
pada 25 Desember 2015, jam 20.06 WIB.11 Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup : Audit lingkungan adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilaiketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakanyang ditetapkan oleh pemerintah.
12 BPK RI, BPK Terpilih Sebagai Ketua INTOSAI WGEA 201-2016 , diakses darihttp://www.bpk.go.id/news/bpk-terpilih-sebagai-ketua-intosai-wgea-2013-2016, diakses pada 28Desember 2015, jam 18.02.
13 Indonesia (1), Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 32 Tahun 2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN NO. 5059, Ps.1 angka 28.
14
Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri tentang Audit Lingkungan Hidup,Permen LH No. 03 Tahun 2013, Ps.1 angka 2.
3
http://www.bpk.go.id/news/pengelolaan-keuangan-negara-harus-transparan-dan-akuntabelhttp://www.bpk.go.id/news/bpk-terpilih-sebagai-ketua-intosai-wgea-2013-2016http://www.bpk.go.id/news/bpk-terpilih-sebagai-ketua-intosai-wgea-2013-2016http://www.bpk.go.id/news/pengelolaan-keuangan-negara-harus-transparan-dan-akuntabel
8/18/2019 KTI BPK FIX
8/50
viii
hidup merupakan aset negara yang dapat dihitung dengan uang. Misalnya pada
tahun 2005 kerugian ekonomi karena pencemaran udara di Jakarta sebesar 1,8
Triliun Rupiah, sebagai akibat dari kurangnya pengelolaan lingkungan dan
mudahnya instrumen hukum kendaraan bermotor dan asap pabrik yang diciptakan
oleh pemerintah daerah Jakarta, ditembus oleh banyak pihak sehingga
menimbulkan celah.15 Dalam kasus seperti diatas, audit lingkungan kepada
instansi pemerintah terkait lingkungan hidup diperlukan dengan tujuan untuk
menegakkan demokrasi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
Namun, upaya BPK RI dalam menggalakkan audit lingkungan memiliki
kendala karena jumlah auditor yang sudah memiliki sertifikat audit lingkungan
internasional hanya 16 orang dari total jumlah auditor BPK RI dalam skala
nasional yang berjumlah sekitar 3.500 orang. Padahal BPK RI menargetkan pada
tahun 2016 memiliki 200 orang auditor lingkungan hidup bersertifikasi
internasional. Maka BPK RI bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan
Hidup untuk menghasilkan tiga tingkatan auditor melalui diklat-diklat yang
dilaksanakan tahunan.16
Mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan17 terbesar di
dunia yang terdiri dari 13.466 pulau18
, maka dibutuhkan suatu solusi efektif yangdapat mempermudah pelaksanaan audit lingkungan, khususnya dalam hal
pengumpulan data wilayah lingkungan hidup yang dirusak oleh aktivitas manusia.
Penulis menawarkan suatu gagasan mengenai sinergitas pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup dalam audit lingkungan BPK. Sehingga prinsip
dan tujuan kesejahteraan sosial dan demokrasi berwawasan lingkungan yang
berintegritas dapat terwujud baik secara sosiologis, filosofis, maupun yuridis.
15 Tempo Interaktif, Kerugian Akibat Pencemaran Udara Jakarta Rp 1,8 Triliun, diaksesdari http://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-
jakarta-rp-1-8-triliun, diakses pada 28 Desember 2015, jam 06.38 WIB.16 BPK RI, Badan Pemeriksa Keuangan Targetkan Miliki 200 Auditor Lingkungan pada
Tahun 2016 , diakses dari http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/05/BPK-Targetkan-Miliki-200-Auditor-Lingkungan-pada-2016.pdf, diakses pada 25 Desember 2015, jam 21.57.
17 Negara kepulauan atau Archipelago State adalah negara yang seluruh wilayahnya terdiridari satu atau lebih kepulauan, termasuk pulau-pulau lain yang erat hubunganya satu sama lain,termasuk perairan diantaranya serta wujud alamiah lainya, memiliki kedaulatan diperairankepulauan yaitu perairan yang terletak disisi dalam dari garis-garis pangkal lurus kepulauan dalamMochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional . Alumni, Bandung. 2003. Hal. 179.
18 Jumlah pulau di Indonesia ‘berkurang’ 4.042 buah dari jumlah total 17.508 buah, akibat
pembakuan nama rupa bumi oleh PBB. Metrotvnews. Jum'at, 18 Oktober 2013. Diakses 11Desember 2015.
4
http://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-jakarta-rp-1-8-triliunhttp://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-jakarta-rp-1-8-triliunhttp://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/05/BPK-Targetkan-Miliki-200-Auditor-Lingkungan-pada-2016.pdfhttp://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/05/BPK-Targetkan-Miliki-200-Auditor-Lingkungan-pada-2016.pdfhttp://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/10/18/1/188980/Jumlah-Pulau-di-Indonesia-Berkurang-4.042-Buahhttp://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/10/18/1/188980/Jumlah-Pulau-di-Indonesia-Berkurang-4.042-Buahhttp://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/10/18/1/188980/Jumlah-Pulau-di-Indonesia-Berkurang-4.042-Buahhttp://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/10/18/1/188980/Jumlah-Pulau-di-Indonesia-Berkurang-4.042-Buahhttp://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/05/BPK-Targetkan-Miliki-200-Auditor-Lingkungan-pada-2016.pdfhttp://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2014/05/BPK-Targetkan-Miliki-200-Auditor-Lingkungan-pada-2016.pdfhttp://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-jakarta-rp-1-8-triliunhttp://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-jakarta-rp-1-8-triliun
8/18/2019 KTI BPK FIX
9/50
ix
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana eksistensi peran BPK RI dalam usaha menerapkan prinsip
perlindungan lingkungan di Indonesia?
2.
Bagaimana konsep strategi pengelolaan dan pengawasan audit lingkungan
BPK RI untuk menciptakan kesejahteraan sosial dan demokrasi lingkungan
yang berintegritas di Indonesia?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui eksistensi peran BPK RI dalam usaha menerapkan
prinsip perlindungan lingkungan di Indonesia.
2.
Untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menemukan solusi pengelolaan
dan pengawasan audit lingkungan BPK RI untuk menciptakan kesejahteraan
sosial dan demokrasi lingkungan yang berintegritas di Indonesia yang
aplikatif dan relevan.
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat baik bagi duniailmu pengetahuan hukum. Temuan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi formulasi konsep pengelolaan dan pengawasan BPK RI dalam audit
lingkungan hidup di Indonesia.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
civitas akademika sebagai bahan untuk merumuskan penelitian lebihlanjut tentang pengelolaan dan pengawasan BPK RI dalam audit
lingkungan hidup di Indonesia.
b. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan maupun
masukan dalam penyempurnaan peran BPK RI dalam keuangan negara di
bidang perlindungan lingkungan hidup serta sebagai alternatif gagasan
5
8/18/2019 KTI BPK FIX
10/50
x
untuk melakukan formulasi konsep pengelolaan dan pengawasan BPK RI
dalam audit lingkungan hidup di Indonesia.
c.
Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada
masyarakat, terutama masyarakat hukum adat untuk semakin memahami
pengelolaan dan pengawasan BPK RI dalam audit lingkungan hidup di
Indonesia, untuk membantu pengawasan terhadap lingkungan hidup di
wilayahnya.
6
8/18/2019 KTI BPK FIX
11/50
xi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Negara Hukum Kesejahteraan
2.1.1 Pengertian Negara Hukum Kesejahteraan
Konsep welfare state atau social sevice state, yaitu negara yang
pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi berbagai
kebutuhan dasar sosial dan ekonomi setiap warga negara agar mencapai suatu
standar hidup minimal. Konsep ini merupakan antitesis dari konsep “negara
penjaga malam” yang tumbuh dan berkembang pada abad ke-18 hingga
pertengahan abad 19. Tujuan yang ingin dicapai setiap negara memberikan
kesejahteraan dan kemakmuran bagi warga negara. Agar tujuan tersebut dapat
tercapai penyelenggara pemerintahan memerlukan organ atau perangkat yang
sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing.19 Selain itu, pemerintah
atau negara juga ditempatkan sebagai yang bertanggung jawab penuh
terhadap kesejahteraan rakyat, dimana prinsip yang digunakan adalah
staatsbemoeienis yang menghendaki negara dan pemerintah terlibat aktif
dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat demi mencapaikesejahteraan umum.
2.1.2 Indonesia sebagai Negara Hukum Kesejahteraan
Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana tercantum dalam
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945.20 Negara hukum yang dianut Indonesia
adalah negara hukum modern atau negara kesejahteraan. Tujuan yang hendak
dicapai oleh negara Indonesia adalah terwujudnya masyarakat adil dan
makmur baik spiritual maupun materiil berdasarkan Pancasila.
21
Konsekuensi kewajiban negara pada semua sektor kehidupan dan
penghidupan, adanya tanggung jawab negara untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Bagir Manan, menyatakan bahwa dalam negara
19 Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, tahun 2012,hlm.36.
20 Indonesia (2), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UUD NRI 1945, Ps.1 ayat 3.
21
Sjahran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia,Penerbit Alumni, Bandung, tahun 1997, hlm. 11.
7
8/18/2019 KTI BPK FIX
12/50
xii
kesejahteraan pemerintah menjadi “pemikul” utama tanggung jawab untuk
mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum, dan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Tanggung jawab negara ini merupakan sebagaimana
terdapat pada Pembukaan UUD NRI 1945.22 Sejalan dengan pemikiran
tersebut, Muchsan yang menggunakan istilah negara hukum modern atau
materiil, menyatakan bahwa fungsi atau tugas negara Indonesia, yaitu :
1. Fungsi keamanan, pertahanan, dan ketertiban (defence, security, and
protectional function). Termasuk ke dalam fungsi ini adalah fungsi
perlindungan terhadap kehidupan, hak milik dan hak-hak lainnya sesuai
dengan yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
2.
Fungsi kesejahteraan (welfare function), termasuk ke dalamnya social
service dan social welfare. Yang jelas seluruh kegiatan yang ditunjukan
untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat serta keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3.
Fungsi pendidikan (education function), termasuk kedalamnya tugas
penerangan umum, nation, dan character building , peningkatan
kebudayaan dan sebagainya.
4.
Fungsi mewujudkan ketertiban serta kesejahteraan dunia (world peace
and human welfare) dalam arti luas.23
Berdasarkan hal diatas, tampak bahwa Indonesia merupakan negara
hukum modern atau negara kesejahteraan. Selain itu, juga dapat diyakini
bahwa sebagai negara hukum modern atau negara kesejahteraan, negara
memiliki landasan kuat sehingga mampu mengatur dan menyelenggarakan
mekanisme pemerintahan. Kemudian, memberi kewenangan pemerintah
untuk mengatur pengelolaan keuangan negara secara adil. Dan yang terakhir, pemerintah dapat membentuk sebuah lembaga untuk mengatur perihal
pemeriksaan terhadap keuangan negara untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
22 Op.cit, Helmi, hlm.16.23
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan PeradilanTata Usaha Negara di Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, tahun 2000, hlm. 8.
8
8/18/2019 KTI BPK FIX
13/50
xiii
2.2 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
2.2.1 Pengertian BPK RI
Pengertian BPK RI tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang
menyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga negara yang
bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI 1945.24 Dijelaskan pula dalam Pasal
23 E ayat 2 UUD NRI 1945, bahwa hasil pemeriksaan keuangan negara
diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai dengan kewenangannya.25
BPK RI juga merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri
dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab negara. Hal ini tercantum
dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006. Yang dimaksud
dengan bebas adalah dapat melakukan segala tindakan yang terkait dengan
pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara dengan tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan kata
mandiri dapat diartikan bahwa dalam melakukan suatu pemeriksaan terhadap
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara tidak boleh dipengaruhi
oleh pihak manapun, walaupun pihak tersebut adalah pihak eksekutif,legislatif maupun yudikatif.
2.2.2 Tujuan Pembentukan BPK RI
BPK RI sebagai lembaga pengawas eksternal dari pemerintah,
mendukung fungsi pengawasan lembaga perwakilan terhadap pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. Disamping itu, pembentukan BPK RI
juga dimaksudkan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas,
efisiensi dan akuntabilitas pemerintah dalam pengelolaan dan tanggung jawabKeuangan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara. Keberadaan Badan
Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga pemeriksa independen juga sangat
24 Indonesia (3), Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan, UU No. 15 Tahun2006, LN No. 85 Tahun 2006, TLN No. 4654, Ps. 1 angka 1.
25
Indonesia (4), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UUD NRI 1945, Ps.23 E ayat 2.
9
8/18/2019 KTI BPK FIX
14/50
xiv
penting artinya untuk mengurangi praktik-praktik penyimpangan Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam pengelolaan Keuangan Negara. 26
2.2.3 Kedudukan BPK RI
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, seperti yang tertuang
dalam pasal 23 G ayat 1 UUD NRI 1945, berkedudukan di ibu kota negara
dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. Anggota dari BPK RI itu sendiri,
dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan
oleh presiden. BPK RI terdiri dari 9 orang anggota, yang keanggotaannya
diresmikan dengan keputusan presiden.
2.2.4 Tugas, Fungsi dan Wewenang BPK RI
Sebagai suatu lembaga, BPK RI tentunya mempunyai tugas, fungsi,
serta wewenang. Hal ini diatur dalam Pasal 6 sampai Pasal 12 UU No 15
Tahun 2006. Pada Pasal 6 dijelaskan bahwa tugas BPK RI berupa :
(1)BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemda, Lembaga Negara
lainnya, BI, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara.
(2)Pelaksanaan pemeriksaan BPK dilakukan berdasarkan UU tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
(3)Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja
dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
(4)Pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan UU,
laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan
dipublikasikan.
(5)Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawabkeuangan negara, BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan
dengan obyek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan
negara.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK diatur
dengan peraturan BPK.
26
Ikhwan Fahrojih dan Mokh. Najih, Menggugat Peran DPR dan BPK RI dalam Reformasi Keuangan Negara, In-TRANS Publishing, Malang, tahun 2008, hlm.19.
10
8/18/2019 KTI BPK FIX
15/50
xv
Selanjutnya dalam Pasal 7 menyatakan bahwa :
(1)BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
(2)DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sesuai dengan
Peraturan Tata Tertib masing-masing lembaga perwakilan.
(3)Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh
Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk.
(4)Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD dan
DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga
perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
(5)Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang telah diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD dinyatakan terbuka
untuk umum.
Dilanjutkan oleh Pasal 8 yang menjelaskan :
(1)Untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan, BPK menyerahkan pula
hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/
Walikota sesuai dengan kewenangannya.(2)Tindak lanjut hasil pemeriksaan diberitahukan secara tertulis oleh
Presideng, Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK.
(3)Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal
tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan paling lama 1 bulan sejak diketahui unsur
pidana tersebut.
(4)Laporan BPK dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh pejabat, dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada
DPR, DPD dan DPRD, serta pemerintah.
11
8/18/2019 KTI BPK FIX
16/50
xvi
Pasal 9 menjelaskan tentang kewenangan BPK RI, antara lain :
(1)Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang :
a.
Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta
menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;
b.
Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh
setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, BI, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD,
dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
c. Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik
negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha
keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan,
surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan
daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
d.
Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada
BPK;
e.
Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasidengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan
dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
f. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara;
g. Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang
bekerja untuk dan atas nama BPK;
h.
Membina jabatan fungsional Pemeriksa;i. Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan
j.
Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
(2)Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang diminta oleh BPK hanya dipergunakan untuk
pemeriksaan.
12
8/18/2019 KTI BPK FIX
17/50
xvii
Pasal 10 yang merupakan kelanjutan dari Pasal 9, menerangkan :
(1)BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang
diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai
yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga
atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
(2)Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang
berkewajiban membayar ganti kerugian ditetapkan dengan keputusan
BPK.
(3)Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang
memantau:
a.
penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh
Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain;
b. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada
bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain
yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; dan
c. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.(4)Hasil pemantauan diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan
DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Yang terakhir adalah Pasal 11, yang menjelaskan :
BPK dapat memberikan :
a. pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/ Pemda, Lembaga
Negara Lain, BI, BUMN, BUMD, Yayasan, dan lembaga atau badan lain,
yang diperlukan karena sifat pekerjaannya; b. pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat/Pemda; dan/atau
c. keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/ daerah.
Mengenai fungsi dari BPK dibagi kedalam tiga bidang, yaitu :
a. Fungsi Operatif, yaitu berupa pemeriksaan, pengawasan, dan
penyelidikan atas penguasaan, pengurusan dan pengelolaan kekayaan
atas negara.
13
8/18/2019 KTI BPK FIX
18/50
xviii
b. Fungsi Yudikatif, yaitu berupa kewenangan menuntut perbendaharaan
dan tuntutan ganti rugi terhadap perbendaharawan dan pegawai negeri
bukan bendahara yang karena perbuatannya melanggar hukum atau
melalaikan kewajiban yang menimbulkan kerugian keuangan dan
kekayaan negara.
c.
Fungsi Advisory, yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah
mengenai pengurusan dan pengelolaan keuangan negara.
Dengan menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya dalam rangka
mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih, BPK juga berperan aktif dalam
menerapkan 6 prinsip Good Governance, yaitu keterbukaan dan transparansi,
tanggung gugat ( Accountability), penegakan hukum dan keadilan, profesionalisme
dan kompetensi, keefisienan dan keefektifan, serta komitmen pada perlindungan
lingkungan hidup.
2.3 Lingkungan Hidup
2.3.1 Pengertian Lingkungan Hidup
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa,lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain.27
Lingkungan, sebagai sumber daya merupakan aset yang dapat
diperlukan untuk menyejahterahkan masyarakat. Hal ini sesuai dengan
perintah Pasal 33 ayat 3 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa, bumi, airdan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.28 Dengan demikian, sumber daya
lingkungan mempunyai daya regenerasi dan asimilasi yang terbatas. Selama
eksploitasi atau permintaan pelayanan ada di bawah batas daya regenerasi
27Indonesia (8), Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 32 Tahun 2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN NO. 5059, Ps.1 angka 1.
28
Indonesia (9), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UUD NRI 1945, Ps.33 ayat 3.
14
8/18/2019 KTI BPK FIX
19/50
xix
atau asimilasi, sumber daya terbarui itu dapat digunakan secara lestari. Tetapi,
apabila batas tersebut telah dilampaui, maka, sumber daya tersebut akan
mengalami kerusakan dan fungsi sumber daya itu sebagai faktor produksi dan
konsumsi atau sarana pelayanan akan mengalami gangguan. Atas dasar
tersebut, dibagi kebutuhan dalam tiga bagian dasar yaitu :
1.
Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati
Untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup secara hayati,
manusia haruslah mendapatkan air, udara dan pangan dalam kuantitas
dan mutu tertentu. Kebutuhan dasar ini bersifat mutlak. Selain itu, ia
juga harus terlindung dari serangan organisme yang berbahaya, yaitu
hewan buas patogen, parasit, dan vektor penyakit. Juga, dapat
mempunyai ketentuan untuk menjaga kelangsungan hidup jenisnya.
2. Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi
Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia tidak cukup sekadar
hidup secara hayati, melainkan karena kebudayaannya ia harus hidup
secara manusiawi. Misalnya, pangan tidak cukup sekadar memenuhi
kebutuhan tubuh, melainkan harus disajikan dalam rasa, warna dan
bentuk yang menarik. Sebenarnya manusia dapat mempertahankanhidupnya tanpa mengenakan pakaian, tetapi hal tersebut tidak
manusiawi. Sehingga, tampak jelas bahwa sifat hidup yang manusiawi
merupakan unsur penting dalam mutu lingkungan.
3. Kebutuhan dasar untuk memilih
Kemampuan untuk memilih merupakan unsur hakiki makhluk untuk
dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada manusia,
kemampuan memilih berkembang melampaui tujuan untukmempertahankan kelangsungan hidup hayatinya, yaitu merupakan juga
ekspresi kebudayannya.29
2.3.2 Tujuan Perlindungan Lingkungan Hidup
Selain itu, untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan lingkungan hidup
serta eksploitasi besar-besaran oleh para manusia yang tidak bertanggung
jawab, dibuatlah sebuah peraturan mengenai perlindungan dan pengelolaan
29
Supriadi, Hukum Lingkungan Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, tahun 2010,hlm.5.
15
8/18/2019 KTI BPK FIX
20/50
xx
lingkungan hidup. Dimana, perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup,seperti yang tercantum dalam Pasal 3 UU no 32 Tahun 2009, bertujuan
untuk :
a.
Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b.
Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia;
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem;
d.
Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f.
Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa
depan;
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h.
Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. Mengantisipasi isu lingkungan global.30
Kemudian, diperjelas pada Pasal 4, mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang ruang lingkupnya meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan
hukum.
2.4 Audit Lingkungan Hidup
2.4.1 Pengertian Audit Lingkungan
Pengertian audit lingkungan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah
evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab Usaha
dan/atau Kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan
oleh pemerintah.31 Pengertian tersebut sama dengan Peraturan Menteri
30 Indonesia (5), Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 32 Tahun 2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN NO. 5059, Ps.3.
31
Indonesia (6), Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 32 Tahun 2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN NO. 5059, Ps.1 angka 28.
16
8/18/2019 KTI BPK FIX
21/50
xxi
Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan Hidup.
Usaha dan/atau Kegiatan yang dimaksud di dalam pengertian audit
lingkungan baik yang terdapat di dalam UU PPLH maupun Permen LH
Nomor 03 tahun 2013 adalah segala bentuk aktivitas yang dapat
menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan
dampak terhadap lingkungan hidup.32
Sedangkan definisi audit lingkungan yang dibuat oleh International
Comerz Chamber yang dikutip dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 42 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit
Lingkungan, audit lingkungan adalah suatu alat manajemen yang meliputi
evaluasi secara sistematik, terdokumentasi, periodik dan obyektif tentang
bagaimana suatu kinerja organisasi, sistem manajemen dan peralatan dengan
tujuan memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan upaya
pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian pemanfaatan kebijakan
usaha atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan tentang
pengelolaan lingkungan. Adapun menurut Dadang Purnama audit lingkungan
dari suatu usaha atau kegiatan adalah perangkat manajemen yang dilakukan
secara internal oleh suatu usaha atau kegiatan sebagai tanggung jawab pengelolaan dan pemantauan lingkungannya. Audit lingkungan pertama kali
diperkenalkan secara luas sejak diberlakukannya standar BS 7750 oleh
British Standart Institution pada tahun 1992. Sebelumnya terdapat beberapa
standar yang juga memperkenalkan audit lingkungan misalnya BS 5750, EN
29000, ISO 9000 atau bahkan telah digunakan oleh industri maju jauh
sebelum tahun 1992.33
2.4.2 Tujuan Audit LingkunganPelaksanaan audit lingkungan secara umum ditujukan untuk
mengevaluasi suatu sistem pengelolaan lingkungan suatu usaha atau kegiatan
sehingga hasil audit nantinya dapat merekomendasikan upaya perbaikan
sistem pengelolaan lingkungan, sehingga pengelolaan lingkungan dapat
32 Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri tentang Audit Lingkungan Hidup,Permen LH No. 03 Tahun 2013, Ps.1 angka 2.
33
Tuhana Taufiz Andrianto, Audit Lingkungan, Penerbit Global Pustaka Utama,Yogyakarta, tahun 2002, hlm.2-3.
17
8/18/2019 KTI BPK FIX
22/50
xxii
dilakukan dengan lebih baik, terarah, efektif dan efisien. Pada
perkembangannya, tujuan dari audit lingkungan kemudian dibuat menjadi
lebih rinci sesuai dengan kehendak penganggung jawab kegiatan. Namun
menurut Dadang Purnama, tujuan akhir suatu audit lingkungan adalah
peningkatan kinerja suatu usaha atau kegiatan terutama akibat peningkatan
pengelolaan lingkungan yang dilakukan.34
2.4.3 Sasaran Audit Lingkungan
Sasaran dari audit lingkungan meliputi dua aspek, yang pertama adalah
mengetahui kinerja organisasi, sistem manajemen, peralatan dan pentaatan
peraturan perundangan. Sedangkan sasaran yang kedua adalah pelaksanaan
pengendalian dampak lingkungan, karena adanya pemeriksaan terhadap
kualitas lingkungan dan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan bahan untuk
mengetahui keberhasilan upaya pengendalian dampak lingkungan. Audit
lingkungan dilaksanakan dengan secara langsung menilai dan mengevaluasi
kegiatan pengendalian tersebut.35
2.4.4 Metode Penelitian Audit Lingkungan
Metode penelitian berkaitan dengan pengumpulan bukti atau fakta
obyetif yang dapat berupa dokumen atau rekaman, wawancara kepadamanajemen, karyawan, dan masyarakat yang terkena dampak, pengamatan
terhadap kondisi fisik, fasilitas, dan pembuktian (verifikasi) data dan
informasi yang memerlukan suatu instrumen audit. Audit lingkungan
menggunakan pendekatan empiris yang mengharuskan perolehan fakta dari
hasil penelitian dan observasi. Di dalam audit lingkungan dilibatkan metode
ilmiah yang langkahnya meliputi identifikasi masalah, rumusan hipoteseis, uji
hipotesis dan kesimpulan. Audit lingkungan juga mengharuskan pembuatanrancangan penelitian yang ditentukan oleh permasalahan yang akan diteliti.
Rancangan penelitian menentukan langkah-langkah berikutnya yaitu
penentuan sampel, pengumpulan data dan pengolahan serta analisis data.
Penentuan sampel ditentukan melalui pemilihan satu teknik pengambilan
sampel dari beberapa teknik yaitu simple random sampling , systematic
34 Ibid, hlm.3.35
Chafid Fandeli, Retno Nur Utami dan Sofiudin Nurmansyah, Audit Lingkungan, PenerbitGadjah Mada University Press, Yogyakarta, tahun 2008, hlm.3-4.
18
8/18/2019 KTI BPK FIX
23/50
xxiii
random sampling , stratified random sampling , cluster sampling dan multi-
stage sampling . Pengumpulan data ditentukan oleh beberapa hal dan cara
memperolehnya dilaksanakan melalui prosedur yang ada. Sedangkan
pengolahan dan analisis data menggunakan jenis penelitian kuantitatif atau
kualitatif.36
2.5 Kerangka Berpikir
Perihal Badan Pemeriksa Keuangan Negara, sebagaimana telah
dicantumkan dalam Pasal 23 E, 23 F dan 23 G UUD NRI Tahun 1945 dan UU
No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, tampak jelas bahwa
terdapat prinsip Good Governance dalam melaksanakan peran BPK dalam
mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih. Salah satu nya adalah komitmen
pada perlindungan lingkungan hidup. Dibutuhkan suatu audit lingkungan hidup
untuk dapat mewujudkan hal tersebut. Namun, jumlah sumber daya manusia
untuk melaksanakan audit lingkungan tersebut masih kurang. Hal ini
menyebabkan pengawasan terhadap hasil audit kurang optimal. Sehingga
diperlukan adanya sinergitas antara BPK dengan kementrian terkait lingkungan
hidup untuk melakukan pengawasan dan optimalisasi hasil audit, dan penindakannya. Selain itu, dalam hal ini peran masyarakat juga ditonjolkan
melalui pengaduan setiap masyarakat terhadap suatu kejadian terhadap
lingkungan hidup sebagai akibat dari kesalahan teknis maupun non teknis instansi
pemerintah, dimana dalam mengadukan suatu peristiwa tersebut harus disertai
bukti, maupun dokumentasi yang konkrit.
36Ibid, hlm.78-93.
19
8/18/2019 KTI BPK FIX
24/50
xxiv
BAB III
METODE PENULISAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif atau disebut juga penelitian
hukum doktrinal37, yaitu peneliti menelaah bahan hukum sekunder 38 kemudian
dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan untuk menjawab
permasalahan yang menjadi fokus penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai
kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap
pantas. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Pendekatan perundang-undangan ( statute-approach), yaitu dengan
menelaah peraturan perundang-undangan39 yang berkaitan dengan Badan
Pemeriksa Keuangan, Lingkungan Hidup dan Audit Lingkungan.
2. Pendekatan konseptual (conseptual approach), yaitu dengan menelaah dan
memahami konsep-konsep40 Indonesia sebagai Negara Hukum
Kesejahteraan, Badan Pemeriksa Keuangan, Lingkungan Hidup dan Audit
Lingkungan.
3.
Pendekatan sejarah (historical approach), yaitu dengan menelaahrekontruksi masa latihan secara sistematis dan objektif, dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, dan memverifikasikan, serta
mensintesiskan bukti-bukti mendukung fakta untuk memperoleh
kesimpulan.41
3.2. Jenis Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah datasekunder sebagai data utama, yang terdiri dari:
a.
Bahan Hukum Primer yakni peraturan perundang-undangan meliputi:
37 Sukismo B., Karakter Penelitian Hukum Normatif dan Sosiologis, PenerbitPUSKUMBANGSI LEPPA UGM, Yogyakarta, tanpa tahun, hlm.8.
38 Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Penerbit Ghalia,Jakarta, tahun 1988, hlm.10.
39 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, tahun 2007, hlm. 96.40 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , Penerbit Bayumedia,
Malang, tahun 2007, hlm.391.41
Husaini Usman dan Purnama Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial , Cetakankeempat, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, hlm. 29.
20
8/18/2019 KTI BPK FIX
25/50
xxv
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keungan Negara;
3)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan;
4)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5) Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Audit Lingkungan Hidup;
b. Bahan Hukum Sekunder, meliputi: literatur-literatur yang terkait dengan
permasalahan yang dikaji yang berasal dari buku-buku, pendapat ahli hukum
dari segi kepustakaan, dan artikel internet.
c. Bahan hukum tersier berupa kamus, yang terdiri dari kamus bahasa Indonesia,
kamus hukum, dan berbagai kamus lainnya yang dibutuhkan.
3.3. Teknik Penelusuran Bahan Hukum
Teknik penelusuran bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan melalui
studi dokumentasi dan studi pustaka, serta dari internet. Untuk mendapatkan bahan hukum yang dibutuhkan maka peneliti akan melakukan penelusuran bahan
hukum di Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum (PDIH) Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya dan
Perpustakaan Umum dan Arsip Kota Malang.
3.4. Teknik Analisis Bahan Hukum
Seluruh bahan hukum yang berhasil dikumpulkan, selanjutnyadiinventarisasi, diklasifikasi, dan dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan berbagai permasalahan hukum yang
ada, sehingga didapatkan solusi yang tepat, guna memberikan formulasi baru
dalam konsep pengawasan dan pengelolan BPK RI dalam audit lingkungan hidup
di Indonesia.
Metode deskriptif, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mempelajari
permasalahan yang ada dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam
21
8/18/2019 KTI BPK FIX
26/50
xxvi
masyarakat sehari-hari serta situasi-situasi tertentu.42 Tujuan dari penulisan
deskriptif ini adalah untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan yang antar
fenomena yang teliti untuk mendapatkan suatu pemecahan. Setelah proses
analisis, dilakukan proses sintesis dengan menarik dan menghubungkan rumusan
masalah, tujuan penulisan serta pembahasan yang dilakukan. Berikutnya ditarik
simpulan yang bersifat umum kemudian direkomendasikan beberapahal sebagai
upaya transfer gagasan.
42 Moh Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 35.
22
8/18/2019 KTI BPK FIX
27/50
xxvii
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Eksistensi Peran BPK RI dalam Usaha Menerapkan Prinsip
Perlindungan Lingkungan di Indonesia
Segala bentuk perusakan lingkungan hidup seperti pencemaran
menimbulkan dampak negatif baik bagi lingkungan hidup tersebut sendiri atau
kelangsungan makhluk hidup yang terdapat di dalamnya, serta menyebabkan
kerugian negara yang secara tidak langsung dapat dikalkulasikan dengan jumlah
uang. Pencemaran udara hebat pada tahun 1990 menyebabkan negara
menanggung kerugian hingga US$ 424,3 juta. Jumlah tersebut meningkat tajam
dalam kurun waktu 10 tahun menjadi US$ 634 juta pada tahun 2000.43 Pada tahun
2005 kerugian ekonomi karena pencemaran udara di Jakarta sebesar 1,8 Triliun
Rupiah.44 Sementara itu, kerugian ekonomi negara yang ditimbulkan sebagai
akibat dari pembakaran hutan untuk kepentingan perusahaan tertentu di Riau
dihitung sudah mencapai Rp.200 triliun.45
Tidak hanya pencemaran udara, pencemaran air juga turut berkontribusi
menambah kerugian ekonomi negara. Misalnya pencemaran air yang terjadi disungai Cikijing, Rancaekek, Kabupaten Bandung. Pencemaran tersebut terjadi
sebagai akibat dari pembuangan limbah oleh tiga pabrik tekstil besar yang berdiri
di sekitar sungai Cikijing tersebut. Pabrik tekstil tersebut antara lain PT Kahatex,
PT Insan Sandang dan PT Five Star yang menyebabkan kerugian negara sebesar
Rp.392 miliar terhitung dari tahun 1999 sampai 2013.46
43
Kementerian Lingkungan Hidup, Kita Rugi Miliaran Akibat Pencemaran Udara, diaksesdari http://www.menlh.go.id/kita-rugi-miliaran-akibat-pencemaran-udara/, diakses pada 28Desember 2015, jam 06.21 WIB.
44 Tempo Interaktif, Kerugian Akibat Pencemaran Udara Jakarta Rp 1,8 Triliun, diaksesdari http://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-
jakarta-rp-1-8-triliun, diakses pada 28 Desember 2015, jam 06.38 WIB.45 BBC Indonesia, Perusahaan Pembakar Belum Diumumkan Karena Pertimbangan
Ekonomi, diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151028_indonesia _asap_luhut_ekonomi, diakses pada 28 Desember 2015, jam 07.33 WIB.
46 BPLHD Jawa Barat, Pengantar Diskusi (FGD) Bedah Kasus Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung: “Meretas Jalan Panjang
Menggapai Kebenaran dan Keadilan”, diakses darihttp://www.bplhdjabar.go.id/index.php/layanan/k2-categories-2/item/41-pengantar-diskusi-fgd-
bedah-kasus-pencemaran-dan-atau-kerusakan-lingkungan, diakses pada 28 Desember 2015, jam07.48 WIB.
23
http://www.menlh.go.id/kita-rugi-miliaran-akibat-pencemaran-udara/http://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-jakarta-rp-1-8-triliunhttp://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-jakarta-rp-1-8-triliunhttp://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151028_indonesia%20_asap_luhut_ekonomihttp://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151028_indonesia%20_asap_luhut_ekonomihttp://www.bplhdjabar.go.id/index.php/layanan/k2-categories-2/item/41-pengantar-diskusi-fgd-bedah-kasus-pencemaran-dan-atau-kerusakan-lingkunganhttp://www.bplhdjabar.go.id/index.php/layanan/k2-categories-2/item/41-pengantar-diskusi-fgd-bedah-kasus-pencemaran-dan-atau-kerusakan-lingkunganhttp://www.bplhdjabar.go.id/index.php/layanan/k2-categories-2/item/41-pengantar-diskusi-fgd-bedah-kasus-pencemaran-dan-atau-kerusakan-lingkunganhttp://www.bplhdjabar.go.id/index.php/layanan/k2-categories-2/item/41-pengantar-diskusi-fgd-bedah-kasus-pencemaran-dan-atau-kerusakan-lingkunganhttp://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151028_indonesia%20_asap_luhut_ekonomihttp://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151028_indonesia%20_asap_luhut_ekonomihttp://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-jakarta-rp-1-8-triliunhttp://metro.tempo.co/read/news/2005/10/07/05767654/kerugian-akibat-pencemaran-udara-jakarta-rp-1-8-triliunhttp://www.menlh.go.id/kita-rugi-miliaran-akibat-pencemaran-udara/
8/18/2019 KTI BPK FIX
28/50
xxviii
Kerusakan lingkungan yang disebakan oleh aktivitas manusia terutama
korporasi atau perusahaan yang hanya berorientasi pada keuntungan semata secara
tidak langsung dapat dikalkulasikan dalam jumlah uang yang tidak kecil dan dapat
dikategorikan sebagai salah satu faktor peyebab kerugian negara. Tindakan
perusahaan seperti membuang limbah yang dapat mengganggu stabilisasi
lingkungan baik tanah, air dan udara serta tindakan lain yang dapat merusak
lingkungan seperti eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pembukaan
lahan dengan cara yang ilegal disadari telah membahayakan kesimbangan alam,
namun selalu terjadi setiap waktu dengan alasan untuk pemenuhan kebutuhan
hidup manusia. Pada dasarnya pemenuhan kebutuhan hidup dan pelestarian
lingkungan tidak dapat berjalan beiringan, karena pemenuhan kebutuhan hidup
yang terlalu berlebihan menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan
dan berlaku juga sebaliknya. Namun upaya untuk menyeimbangkan keduanya
harus tetap dilakukan.
Adapun upaya tersebut dilakukan melalui bantuan aturan-aturan hukum
sehingga manusia tidak dapat bertindak sesuai kehendaknya sendiri tanpa
memperhatikan alam lingkungannya. Aturan hukum tersebut diawasi melalui
surat mekanisme izin yang legal dan harus memenuhi persyaratan tertentumisalnya harus memenuhi AMDAL dan beberap dokumen wajib lingkungan
lainnya. Karena rumitnya birokrasi untuk mendapatkan izin tersebut, beberapa
perusahaan atau penyelenggara kegiatan yang tidak bertanggung jawab memakai
jalan pintas dengan tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku dan berusaha
menyamarkan usaha atau kegiatannya tersebut. Disinilah fungsi pengawasan
dengan hanya melalui izin saja mulai tidak efisien jika tidak dikolaborasikan
dengan suatu sistem terpadu yaitu audit lingkungan.Audit lingkungan diartikan secara yuridis oleh Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah
evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab Usaha
dan/atau Kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan
oleh pemerintah.47 Melalui hasil audit lingkungan tersebut aparat penegak hukum
dapat menjadikannya sebagai patokan untuk mengambil penindakan selanjutnya.
47
Indonesia (7), Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 32 Tahun 2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN NO. 5059, Ps.1 angka 28.
24
8/18/2019 KTI BPK FIX
29/50
xxix
Penindakan tersebut jika didapat pelanggaran dalam hasil audit, penegak hukum
dapat memberi sanksi tegas seperti sanksi administrasi melalui pencabutan izin
usaha atau kegiatan. Tindakan lain yang dapat dilakukan sebagai alternatif adalah
menjatuhkan sanksi pidana berupa penjara atau denda, atau tindakan-tindakan lain
yang dirasa perlu dan adil untuk dijatuhkan kepada pelaku suatu usaha atau
kegiatan yang tidak patuh dengan instrumen hukum yang berlaku.
Audit lingkungan pada umumnya merupakan wewenang dari Kementerian
Lingkungan Hidup atau kementerian terkait lainnya. Beberapa kali Kementerian
Lingkungan Hidup memperbaharui peraturan menteri tentang Audit Lingkungan.
Namun setelah reformasi, prinsip penyelamatan lingkungan hidup juga
diamanahkan kepada lembaga non kementerian lain seperti BPK RI. Sehingga
dapat disimpulkan audit lingkungan bukanlah kewenangan mutlak dari
Kementerian Lingkungan Hidup, mengingat tugas dan wewengan Kementerian
Lingkungan Hidup dan kementerian terkait lain tidak hanya terbatas pada audit
lingkungan. Sehingga ada kecenderungan audit yang dilakukan oleh kementerian
tersebut tidak maksimal jika tugasnya sebagai kementerian terlalu banyak.
Hal ini diperparah dengan adanya segelintir pejabat di lingkungan
kementerian terkait yang tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya.Maka dari itu sudah menjadi tugas BPK RI untuk menyempurnakan temuan-
temuan dalam audit lingkungan yang bisa saja tersembunyi dan luput dari
pengawasan kementerian. Meskipun harus melakukan audit ulang dan terkesan
terdapat tumpang tindih kewenangan, hal tersebut merupakan salah satu bentuk
upaya menegakkan demokrasi lingkungan yang harapannya dapat menghasilkan
kesejahteraan di masyarakat. Tetapi BPK RI tidak melakukan audit lingkungan
secara langsung kepada perusahaan atau penyelengga kegiatan yang bersifatkomersial, namun melalui instansi pemerintah yang memberikan izin dan
mengawasi usaha atau kegiatan tersebut. Tidak berlebihan jika prinsip
penyelamatan lingkungan mengamanatkan BPK RI untuk berperan serta di
dalamnya. Tidak hanya bertindak sebagai auditor untuk ke dalam negeri, namun
juga dengan inisiatif sendiri dan kesadaran, BPK turut serta dalam
menyelamatkan lingkungan hidup yang berada diluar kawasan Indonesia.
25
8/18/2019 KTI BPK FIX
30/50
xxx
Tugas BPK RI telah diatur dalam Pasal 6 UU no 15 Tahun 2006. Dengan
melaksanakan tugas tersebut, sesungguhnya BPK juga mempunyai peran untuk
menegakkan tata kelola pemerintahan yang baik ( good public governance), yang
terdiri dari delapan unsur yaitu :
1. Bertanggung jawab (accountable);
2.
Transparan (transparent );
3. Cepat-tanggap (responsive);
4. Efektif dan efisien (effective & Efficient );
5.
Keamanan & Mencakup Semua ( Equitable & Inclusive);
6. Berdasarkan aturan huku, ( Rule of Law);
7.
Keikutsertaan Pemilik Kepentingan ( Participatory);
8.
Berdasarkan Musyawarah & Mufakat (Consensus-Oriented ).
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, BPK RI membantu penegakan tata
kelola pemerintah yang baik, dari segi akuntabilitas dan juga transparansi. Hal ini
dilakukan oleh BPK RI melalui audit, apakah pemerintah sudah melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawab pengelolaan keuangan negara secara tertib, tunduk
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efektif, efisien, ekonomis dan
transparan serta melalui audit kinerja. Dengan pelaksanaan audit kepatuhan pengelolaan keuangan kepada peraturan yang berlaku tersebut, BPK RI dapat
menegakkan tata kelola yang baik dalam bidang penegakan aturan hukum.
Sudah dikatakan diatas bahwa BPK RI merupakan lembaga negara yang
mempunyai fungsi sebagai ujung tombak dan pilar utama bagi tegaknya suatu tata
kelola pemerintahan yang baik ( good public governance) dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara, juga mempunyai peranan dalam upaya untuk menjaga serta
melestarikan lingkungan hidup di Indonesia. Salah satu wujud dari peranan BPKRI dalam bidang tersebut adalah melakukan pemeriksaan terhadap instansi
pemerintah yang berkaitan dengan lingkungan hidup, bukan usaha atau kegiatan
yang bersifat komersial atau swasta. Sebagai lembaga pemeriksa pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara, BPK RI telah melakukan beberapa
pemeriksaan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, diantaranya pemeriksaan
pengelolaan sampah, pengukuhan kawasan hutan, pengelolaan hutan,
26
8/18/2019 KTI BPK FIX
31/50
xxxi
pengendalian kebakaran hutan, pertanian, pertambangan batubara, perikanan,
kelautan serta rehabilitasi hutan.
BPK RI juga melakukan beberapa upaya lain dalam penyelamatan
lingkungan hidup diantaranya membuka rapat konsultasi dengan Kementerian
Negara Lingkungan Hidup pada 2010 lalu yang bertemakan “Pemeriksaan atas
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara di Lingkungan Kementerian
Negara Lingkungan Hidup dan Arah Pemeriksaan BPK RI”.48 Pada tahun 2012,
BPK RI menyelenggarakan lokakarya dengan tema “BPK Peduli Lingkungan”
yang menghubungkan pemerintah, para praktisi dan pengerak srta pemerhati
lingkungan secara informal yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan kerja
sama antara BPK RI dengan para stakeholder lingkungan dan memperoleh data
dan informasi terkini terkait lingkungan hidup.49 BPK RI juga berkontribusi
dalam pemberian data intensif berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas
Laporan Keuangan (LK) kepada sejumlah kementerian terkait seperti
Kementerian Kehutanan50 dan Kementerian Lingkungan Hidup51. Selain LHP atas
LK, hasil audit lain dapat berupa LHP Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan LHP
atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan. Selain produk berupa
laporan-laporan, BPK RI juga dapat memberi opini kepada kementerian terkaityang diberi laporan tersebut.
Selain itu, untuk menaikkan kinerja dan efisiensi serta efektifitas sumber
daya BPK RI juga telah melakukan hubungan dilomatik dan kerjasama dengan
badan pemeriksaan dari negara lain yang disebut dengan Supreme Audit
Institution (SAI). Hal ini juga dilakukan untuk meningkatkan kapasitas auditor
dan institusi pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan lingkungan yang
diharapkan nantinya memberikan konstribusi yang positif bagi pengelolaan dan
48 BPK RI, Pertemuan BPK RI dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, diakses darihttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-bpk-ri-dan-kementerian-negara-lingkungan-hidup, diakses
pada 28 Desember 2015, jam 21.50.49 BPK RI, Lokakarya “BPK Peduli Lingkungan”, diakses dari
http://www.bpk.go.id/news/lokakarya-%E2%80%9Cbpk-peduli-lingkungan%E2%80%9D, diakses pada 12 Desember 2015, jam 22.48.
50 BPK RI, BPK Mengembangkan Audit Lingkungan, diakses darihttp://www.bpk.go.id/news/bpk-mengembangkan-audit-lingkungan, diakses pada 28 Desember2015, jam 22.02.
51 BPK RI, BPK Serahkan LHP Kementerian Lingkungan Hidup, diakses dari
http://www.bpk.go.id/news/bpk-serahkan-lhp-kementerian-lingkungan-hidup, diakses pada 28Desember 2015, jam 22.04
27
http://www.bpk.go.id/news/pertemuan-bpk-ri-dan-kementerian-negara-lingkungan-hiduphttp://www.bpk.go.id/news/lokakarya-%E2%80%9Cbpk-peduli-lingkungan%E2%80%9Dhttp://www.bpk.go.id/news/bpk-mengembangkan-audit-lingkunganhttp://www.bpk.go.id/news/bpk-serahkan-lhp-kementerian-lingkungan-hiduphttp://www.bpk.go.id/news/bpk-serahkan-lhp-kementerian-lingkungan-hiduphttp://www.bpk.go.id/news/bpk-mengembangkan-audit-lingkunganhttp://www.bpk.go.id/news/lokakarya-%E2%80%9Cbpk-peduli-lingkungan%E2%80%9Dhttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-bpk-ri-dan-kementerian-negara-lingkungan-hidup
8/18/2019 KTI BPK FIX
32/50
xxxii
pertanggungjawaban keuangan negara di instansi-instansi negara terkait. Badan
pemeriksa terkumpul dalam suatu wadah yaitu International Organization of
Supreme Audit Institutions (INTOSAI) Working Group on Environmental
Auditing (WGEA).
BPK RI berperan aktif dalam INTOSAI-WGEA dan seringkali menjadi tuan
rumah bagi pertemuan organisasi BPK se-dunia tersebut. Misalnya INTOSAI-
WGEA melakukan pertemuan ke-8 antar Steering Committee (SC) INTOSAI-
WGEA. BPK RI menjadi tuan rumah acara yang dihadiri 14 negara dan satu
organisasi internasional bukan lembaga pemeriksa. Pertemuan yang berlangsung
selama empat hari tersebut membahas tentang perkembangan implementasi
rencana kerja INTOSAI-WGEA 2008-2010. Pada pertemuan ini BPK RI
menyatakan telah aktif melakukan pemeriksaan yang berspektif lingkungan.
Pertemuan ini juga membuat lima pedoman yang akan membantu para auditor se-
dunia dalam melakukan pemeriksaan kinerja pemerintahnya dalam menghadapi
perubahan iklim dan mengelola sumber daya alam.52 BPK RI kembali menjadi
tuan rumah pertemuan Steering Committee INTOSAI-WGEA yang ke-13 selama
tiga hari yang diikuti oleh 16 Supreme Audit Institustions (SAI) dalam rangka
membahas dan menyetujui kerangka kerja dari semua proyek dalam rencana kerjaWGEA tahun 2014-2016.53
BPK RI selanjutnya sering melakukan pertemuan bilateral dengan BPK
negara lain yang tergabung dalam INTOSAI-WGEA, misalnya pertemuan teknis
II yang diselenggarakan di Bali dalam rangka Implementasi Perjanjian Kerjasama
antara BPK RI dengan Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia.54 BPK RI juga
meningkatkan kerjasama dengan badan pemeriksa Rusia melalui pertemuan
bilateral yang diadakan di Bali dengan Board Member Accounts Chamber the Russian Federation (ACH) dan dalam pertemuan tersebut kedua badan pemeriksa
52 BPK RI, BPK Sedunia Bahas Audit Berperspektif Lingkungan Hidup, diakses darihttp://www.bpk.go.id/news/bpk-sedunia-bahas-audit-berperspektif-lingkungan-hidup, diakses pada28 Desember 2015, jam 13.04.
53 BPK RI, Pertemuan Ke-13 Komite Pengarah Kelompok Kerja Audit Lingkungan Hidup Badan Pemeriksa Sedunia, diakses dari http://www.bpk.go.id/news/pertemuan-ke-13-komite- pengarah-kelompok-kerja-audit-lingkungan-hidup-badan-pemeriksa-sedunia, diakses pada 28Desember 2015, jam 16.03.
54 BPK RI, Pertemuan Teknis II dalam Rangka Implementasi Perjanjian Kerjasama Antara BPK RI dan Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia, diakses dari
http://www.bpk.go.id/news/pertemuan-teknis-ii-dalam-rangka-implementasi-perjanjian-kerjasama-antara-bpk-ri-dan-jabatan-audit-negara-jan-malaysia, diakses pada 28 Desember 2015, jam 14.47.
28
http://www.bpk.go.id/news/bpk-sedunia-bahas-audit-berperspektif-lingkungan-hiduphttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-ke-13-komite-pengarah-kelompok-kerja-audit-lingkungan-hidup-badan-pemeriksa-seduniahttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-ke-13-komite-pengarah-kelompok-kerja-audit-lingkungan-hidup-badan-pemeriksa-seduniahttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-teknis-ii-dalam-rangka-implementasi-perjanjian-kerjasama-antara-bpk-ri-dan-jabatan-audit-negara-jan-malaysiahttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-teknis-ii-dalam-rangka-implementasi-perjanjian-kerjasama-antara-bpk-ri-dan-jabatan-audit-negara-jan-malaysiahttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-teknis-ii-dalam-rangka-implementasi-perjanjian-kerjasama-antara-bpk-ri-dan-jabatan-audit-negara-jan-malaysiahttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-teknis-ii-dalam-rangka-implementasi-perjanjian-kerjasama-antara-bpk-ri-dan-jabatan-audit-negara-jan-malaysiahttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-ke-13-komite-pengarah-kelompok-kerja-audit-lingkungan-hidup-badan-pemeriksa-seduniahttp://www.bpk.go.id/news/pertemuan-ke-13-komite-pengarah-kelompok-kerja-audit-lingkungan-hidup-badan-pemeriksa-seduniahttp://www.bpk.go.id/news/bpk-sedunia-bahas-audit-berperspektif-lingkungan-hidup
8/18/2019 KTI BPK FIX
33/50
xxxiii
sepakat untuk mengadakan pertukaran informasi tentang kelembagaan badan
pemeriksa masing-masing.55 Tidak hanya aktif melakukan hubungan diplomatik
dengan BPK negara lain, BPK RI juga aktif dalam setiap kegiatan INTOSAI-
WGEA, bahkan beberapa pertemuan menjadikan BPK RI sebagai tuan rumah.
Misalnya INTOSAI Development Initiatives (IDI)-WGEA yang berlangsung
selama 12 hari dan dihadiri BPK dari 15 negara. Tujuan dari pertemuan ini adalah
membahas pemeriksaan atas pengelolaan oleh masing-masing lembaga pemeriksa
yang ikut, dan output nya adalah INTOSAI Guidance Material on Auditing
Forests yang memakai metode audit berbasis teknologi yang disebut
Geographical Information System (GIS) dan Remote Sensing . Program tersebut
akhirnya diadopsi oleh badan pemeriksa dari masing-masing negara yang
berpartisipasi.56
BPK RI terpilih menjadi ketua INTOSAI-WGEA periode 2013-2016,
menggantikan ketua sebelumnya yaitu BPK dari Estonia. BPK RI dipilih karena
peran aktif BPK RI di dalam organisasi ini. Tercatat BPK RI telah aktif menjadi
anggota INTOSAI-WGEA sejak 1999 dan menjadi Steering Committee pada
tahun 2004. Hal ini membuktikan keseriusan BPK RI dalam perannya memenuhi
prinsip penyelamatan lingkungan hidup di Indonesia.57
Setelah terpilihnya BPKRI sebagai ketua INTOSAI-WGEA, BPK RI secara otomatis tidak hanya
menanggung tanggung jawab pengauditan instansi negara yang berhubungan
dengan lingkungan di Indonesia, tetapi juga secara tidak langsung berpengaruh
dalam audit lingkup dunia.
Selama BPK RI menjabat menjadi ketua INTOSAI-WGEA, pengembangan
terhadap audit lingkungan semakin sering dilakukan, misalnya dengan
menyelenggarakan INTOSAI-WGEA Internatonal Training on Forest Audit untuk yang kedua kalinya di Indonesia dalam rangka untuk meningkatkan
kapasitas auditor dalam melaksanakan audit kehutanan dengan
55 BPK RI, BPK Adakan Pertemuan Bilateral dengan ACH Rusia, diakses darihttp://www.bpk.go.id/news/bpk-adakan-pertemuan-bilateral-dengan-ach-rusia, diakses pada 28Desember 2015, jam 15.16.
56 Biro Humas dan Luar Negeri BPK RI, BPK Promotori 15 Negara Bahas Audit Pengelolaan Hutan, diakses dari http://www.bpk.go.id/news/bpk-motori-15-negara-bahas-audit- pengelolaan-hutan, diakses pada 28 Desember 2015, jam 15.09.
57 BPK RI, BPK Terpilih Sebagai Ketua INTOSAI WGEA 201-2016 , diakses dari
http://www.bpk.go.id/news/bpk-terpilih-sebagai-ketua-intosai-wgea-2013-2016, diakses pada 28Desember 2015, jam 18.02.
29
http://www.bpk.go.id/news/bpk-adakan-pertemuan-bilateral-dengan-ach-rusiahttp://www.bpk.go.id/news/bpk-motori-15-negara-bahas-audit-pengelolaan-hutanhttp://www.bpk.go.id/news/bpk-motori-15-negara-bahas-audit-pengelolaan-hutanhttp://www.bpk.go.id/news/bpk-terpilih-sebagai-ketua-intosai-wgea-2013-2016http://www.bpk.go.id/news/bpk-terpilih-sebagai-ketua-intosai-wgea-2013-2016http://www.bpk.go.id/news/bpk-motori-15-negara-bahas-audit-pengelolaan-hutanhttp://www.bpk.go.id/news/bpk-motori-15-negara-bahas-audit-pengelolaan-hutanhttp://www.bpk.go.id/news/bpk-adakan-pertemuan-bilateral-dengan-ach-rusia
8/18/2019 KTI BPK FIX
34/50
xxxiv
mempertimbangkan aspek ekonomi, efektifitas dan efisiensi. Pelatihan tersebut
mengajarkan kepada peserta tentang cara menggunakan Audit Guidance on
Forestry yang sudah disusun pada International Training on Forestry pertama.
Selain itu di pelatihan tersebut juga diperkenalkan penggunaan GPS untuk
mendukung pengumpulan bukti dalam melakukan audit sehingga dapat
memberikan kemampuan kepada auditor untuk melakukan pemetaan tentang
wilayah melalui sistem dan memetakan luasan cakupan hutan.58
Dengan melakukan berbagai hal diatas, BPK RI telah mendorong
pemerintah dalam mengembangkan serta mengimplementasikan kebijakan,
peraturan dan kelembagaan yang sesuai dalam menjalankan program di bidang
lingkungan hidup, melalui pemeriksaan atas kinerja, kepatuhan serta sistem
akuntabilitas dan transparansi pemerintah. Tidak bisa dikatakan sebagai prestasi
yang kecil ketika Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang badan
pemeriksanya menduduki jabatan ketua dalam ranah organisasi badan pemeriksa
se-dunia. Hal ini tentu dapat memotivasi setiap pejabat yang berada dalam lingkup
BPK RI untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
Namun, sangat disayangkan, bahwa Sumber Daya Manusia yang diperlukan
untuk melakukan audit lingkungan hidup di setiap daerah sangat minim. Terbukti bahwa, saat ini auditor lingkungan yang dimiliki oleh BPK RI hanyalah 16 orang
saja yang bersertifikat internasional untuk mengadakan audit lingkungan. Jumlah
staff auditor tersebut, harus menangani audit lingkungan hidup di seluruh wilayah
di Indonesia. Meskipun tidak menutup kemungkinan auditor lain yang tidak
bersertifikat internasional juga dituntut bisa menjalankan tugas sebagai auditor
lingkungan, namun perlu disadari jika setiap auditor memiliki ranahnya tersendiri.
Terlebih lagi, belum ada petunjuk teknis yang memadai untuk melaksanakan audit pengelolaan lingkungan hidup tersebut. Padahal, penerapan suatu audit
pengelolaan lingkungan hidup akan dapat membantu pemerintah Indonesia dalam
menerapkan pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini menyebabkan peranan
58 BPK RI, Wakil Ketua BPK Buka Secara Resmi The 2nd INTOSAI WGEA InternationalTraining on Forestry Audit , diakses dari http://www.bpk.go.id/news/wakil-ketua-bpk-buka-secara-
resmi-the-2nd-intosai-wgea-international-training-on-forestry-audit, diakses pada 28 Desembe2015, jam 18.36.
30
http://www.bpk.go.id/news/wakil-ketua-bpk-buka-secara-resmi-the-2nd-intosai-wgea-international-training-on-forestry-audithttp://www.bpk.go.id/news/wakil-ketua-bpk-buka-secara-resmi-the-2nd-intosai-wgea-international-training-on-forestry-audithttp://www.bpk.go.id/news/wakil-ketua-bpk-buka-secara-resmi-the-2nd-intosai-wgea-international-training-on-forestry-audithttp://www.bpk.go.id/news/wakil-ketua-bpk-buka-secara-resmi-the-2nd-intosai-wgea-international-training-on-forestry-audit
8/18/2019 KTI BPK FIX
35/50
xxxv
BPK RI dalam melaksanakan suatu audit lingkungan berjalan kurang efektif,
efisien, dan cepat.
Hanya dengan 16 orang auditor lingkungan bersertifikat internasional
tersebut tidak cukup untuk memantau seluruh instansi pemerintah yang
berhubungan dengan lingkungan hidup. Untuk itu perlu diadakan reformulasi
dengan mensinergikan peran masyarakat melalui sistem pengaduan terpadu.
Selain itu, BPK RI juga perlu mensinergikan diri dengan kementerian terkait
untuk mengadakan audit lingkungan yang dilakukan dengan instansi pemerintah
non kementerian sebagai objek audit lingkungan.
4.2.
Konsep Sinergitas Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup
dalam Audit Lingkungan BPK
Dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup di Indonesia sudah
berbagai wacana dan gagasan diusulkan, bahkan peran lembaga pemerintahan pun
tak segan-segan dalam meregulasi pengelolaan dan perlindungan lingkungan
hidup sehingga diharapkan mampu mewujudkan demokrasi lingkungan yang
berintegritas. Namun gagasan mengenai pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup tidak kunjung mendapat perhatian besar dari masyarakat luasyang belum dioptimalisasikan peranannya dalam memantau audit lingkungan
yang menjadi salah satu tugas BPK RI.
Jumlah auditor lingkungan hidup yang memiliki sertifikat audit lingkungan
hidup internasional di Indonesia sangat terbatas, hanya berjumlah 16 orang dari
total jumlah auditor BPK RI dalam skala nasional yang berjumlah sekitar 3.500
orang. Hal tersebut membuat daya kerja BPK RI dalam mengaudit lingkungan
hidup kurang relevan dan masif dengan semangat demokrasi lingkungan hidupyang berintegritas yang dicita-citakan Indonesia selama ini. Sehingga dari
permasalahan tersebut, maka dibutuhkan sebuah sinergitas antara BPK RI,
kementerian terkait permasalahan lingkungan, lembaga swadaya masyarakat dan
juga masyarakat luas diperlukan untuk membantu peran BPK RI dalam mengaudit
lingkungan hidup yang termasuk dalam lingkup keuangan negara.
Audit lingkungan hidup di bawah wewenang dan pengawasan yang
dilakukan melalui sinergitas BPK RI, kementerian terkait permasalahan
31
8/18/2019 KTI BPK FIX
36/50
xxxvi
lingkungan, lembaga swadaya masyarakat dan juga masyarakat luas tidak
berpihak dan mampu professional dalam pekerjaannya. Sinergitas tersebut harus
menjunjung prinsip akuntabilitas, transparan, dan adil secara kumulatif, agar dapat
melengkapi kekurangan fungsi struktur yang sudah ada dan sudah diatur selama
ini sehingga tercipta kesejahteraan sosial seperti yang diamanatkan oleh UUD
NRI 1945 dan demokrasi lingkungan yang berintegritas sesuai yang diamanatkan
oleh UU No. 32 Tahun 2009.
Sinergitas peran BPK RI, kementerian terkait permasalahan lingkungan,
lembaga swadaya masyarakat dan juga masyarakat luas ini bertujuan untuk
menekan anggaran pengeluaran negara untuk pekerjaan audit lingkungan yang
dinilai belum optimal dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup di
Indonesia. Berikut ini merupakan peta konsep sinergitas pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup hidup sebagai solusi efektif menciptakan
demokrasi lingkungan yang berintegritas dan kesejahteraan sosial di Indonesia:
Gambar 1. Peta Konsep Sinergitas Pengelolaan Dan Perlindungan
Lingkungan Hidup Hidup
Sumber: Kreasi Penulis
32
8/18/2019 KTI BPK FIX
37/50
xxxvii
Keterangan:
Sinergitas peran BPK RI, kementerian terkait permasalahan lingkungan
(Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Kementerian Kelautan dan
Perikanan Indonesia, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang Indonesia),
lembaga swadaya masyarakat dan juga masyarakat luas bergerak dalam teknik
audit lingkungan hidup yang berprinsipkan akuntabilitas, transparan, dan adil
secara kumulatif, kemudian mengoptimasikan layanan kerja baik secara online
maupun offline BPK RI serta kementerian terkait lingkungan hidup melalui
konseling pada masyarakat dan juga lembaga swadaya masyarakat yang diawasi
oleh PPATK dan dipublikasikan oleh KIP dan PPID. Sehingga dapat tercipta cita-
cita agung bangsa yaitu kesejahteraan sosial seperti yang diamanatkan oleh UUD
NRI 1945 dan demokrasi lingkungan yang berintegritas sesuai yang diamanatkan
oleh UU No. 32 Tahun 2009.
1.
Daya Kerja
Sinergitas BPK RI bersama kementerian terakit permasalahan lingkungan
untuk menciptakan relevansi kesejahteraan sosial dan demokrasi lingkungan bagi
seluruh masyarakat Indonesia disediakan sarana secara online dan offline sebagaisarana pelaporan dan pantauan kinerja sinergitas yang dilakukan BPK RI.
a. Offline
Program kerja offline merupakan program pengaduan dan pemberitahuan
adanya indikasi kesalahan pada pengelolaan dan perlindungan lingkungan dalam
pengerjaan audit lingkungan yang mengacu pada kesalahan teknis maupun non
teknis secara langsung ke BPK RI yang memiliki peran utama dalam proses audit
lingkungan hidup dari semua pihak yang turut serta dalam pengawasan.Setelah dugaan kasus diterima, dugaan kasus akan segera diidentifikasi
dengan cara penyelidikan dan penyidikan terhadap pihak bersangkutan oleh BPK
RI, apakah benar terdapat unsur kesalahan pada pengelolaan dan perlindungan
lingkungan dalam pengerjaan audit lingkungan yang mengacu pada kesalahan
teknis maupun non teknis atau tidak.
33
8/18/2019 KTI BPK FIX
38/50
xxxviii
b. Online
Program kerja online merupakan program pengaduan dan pemberitahuan
adanya indikasi kesalahan pada pengelolaan dan perlindungan lingkungan dalam
pengerjaan audit lingkungan yang mengacu pada kesalahan teknis maupun non
teknis secara tidak langsung melalui situs resmi BPK RI yang memiliki peran
utama dalam proses audit lingkungan hidup dari semua pihak yang turut serta
dalam pengawasan.
Kemudian setelah dugaan kasus diterima, dugaan kasus akan segera
diidentifikasi dengan cara penyelidikan dan penyidikan terhadap pihak
bersangkutan oleh BPK RI, apakah benar terdapat unsur kesalahan pada
pengelolaan dan perlindungan lingkungan dalam pengerjaan audit lingkungan
yang mengacu pada kesalahan teknis maupun non teknis atau tidak.
Selain pengaduan dan pemberitahuan tentang dugaan kesalahan pada
pengelolaan dan perlindungan lingkungan dalam pengerjaan audit lingkungan
yang mengacu pada kesalahan teknis maupun non teknis, situs ini juga
menyediakan fasilitas e-emergency yang bertujuan untuk memberitahukan
langsung kepada BPK RI bahwa telah nyata terjadi kesalahan yang cukup fatal
pada pengelolaan dan perlingdungan lingkungan hidup. E-emergency merupakanfasilitas yang disediakan situs website BPK RI yang mampu secara cepat
menangani pelaporan darurat yang dilakukan oleh masyarakat luas tanpa melalui
proses penyelidikan dan penyidikan lagi. Larangan dan sanksi mengenai tindakan
pelaporan darurat ini dipertegas dan diperketat pengawasannya oleh BPK melalui
beberapa pertanyaan penting yang wajib dijawab terlebih dahulu oleh masyarakat,
sehingga tidak sembarang masyarakat memanfaatkan e-emergency yang
disediakan oleh situs online BPK tersebut.c. Hasil yang Diharapkan
Sinergitas peran BPK RI baik secara online maupun offline diharapkan
mampu memenuhi keadilan hukum untuk seluruh rakyat Indonesia sesuai sila
kedua, keempat, dan kelima Pancasila. Kemudian publikasi yang dimaksud yaitu
mengenai tentang tata cara penyelesaian dugaan kasus kesalahan pada
pengelolaan dan perlindungan lingkungan dalam pengerjaan audit lingkungan
yang mengacu pada kesalahan teknis maupun non teknis di bawah pengawasan
34
8/18/2019 KTI BPK FIX
39/50
xxxix
sinergitas BPK RI bersama kementerian terkait. Publikasi dapat dilakukan melalui
media cetak maupun media elektronik, sehingga LSM dan masyarakat Indonesia
dapat turut serta memantau salah satu proses demokrasi lingkungan secara mudah
yang memenuhi prinsip akuntabel, transparansi, dan adil secara kumulatif. Ini
merupakan salah satu upaya untuk membangun budaya keterbukaan publik
berintegritas dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
2. Ko