Upload
ongko-setunggal
View
116
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus
bangsa. Kejang demam pada anak merupakan suatu peristiwa yang menakutkan
pada kebanyakan orang tua karena kejadiannya yang mendadak dan kebanyakan
orang tua tidak tahu harus berbuat apa oleh karena itu tidak satupun orang tua
yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami
kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul
infeksi saluran pencernaan.
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Untuk itu
tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan
tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara
terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang
utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang
demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien
dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,
memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan
kebutuhan penanganannya.
Sikap panik hanya akan membuat kita tidak tahu harus berbuat apa yang
mungkin saja akan membuat penderitaan anak tambah parah kesalahan orang tua
1
adalah kurang tepat dalam menangani kejang demam itu sendiri yang
kemungkian terbesar adalah disebabkan karena kurang pengetahuan orang tua
dalam menangani.
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu mengetahui dan
memahami tentang terjadinya kejang pada febrile convulsion dan pemeriksaan
yang harus dilakukan pada kejadian febrile convulsion.
1.2.2 Tujuan khusus
Mahasiswa memahami anamnesa pada febrile convulsion
Mahasiswa memhami patofisiologi pada febrile convulsion
Mahasiswa memahami patogenesa pada febrile convulsion
Mahasiswa memahami pemeriksaan fisik pada febrile convulsion
Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang pada febrile convulsion
Mahasiswa memahami penatalaksanaan pada febrile convulsion
3
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa
Agar Karya Tulis Ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam
pengkajian kejang demam bagi mahsiswa, sehingga dapat dilakukan tindakan
yang segera untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pasien dengan kejang
demam.
1.3.2 Bagi masyarakat
Memberikan pengertian / pengetahuan dan pengambilan keputusan yang tepat
kepada pembaca. Khususnya dalam menyikapi dan mengatasi jika ada penderita
kejang demam.
1.3.3 Bagi penulis
Diharapkan penulis dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang lebih mendalam pada pasien dengan kejang demam.
4
1.4 Definisi
Kejang demam ialah kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rectal diatas 38°C ) yang disebabkan oleh proses ekstrakarnium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang palingg sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari pada
anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderitanya (Milichap,1986).
Wegman (1939) dan Milichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan
bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya kebangkitan kejang.
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta
cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939, Prichard dan McGreal,1958).
Definisi kejang demam menurut para ahli
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah,
1997: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Mansjoer,A.dkk. 2000: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang
ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
5
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia
A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai
pada usia anak dibawah lima tahun.
6
1.5 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2 – 4 % dari populasi anak 6 bulan sampai 5
tahun. 80 % adalah kejang demam sederhana sedangkan 20 % kasus adalah kejang
demam kompleks. 8 % berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ). 16 % berulang
dalam waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak di antara 17 – 23 bulan. Anak laki
– laki lebih sering mengalami kejang demam. Bila kejang demam sederhana yang
pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam kedua
50 %, dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan
menurun menjadi 30 %. Setelah kejang demam pertama, 2 – 4 % anak akan
berkembang menjadi epilepsi dan ini 4 kali risikonya dibandingkan populasi
umum.
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan-5 tahun.
Paling sering pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah usia 6
tahun pasien tidak kejang demam lagi. Kejang demam diturunkan secara dominant
autosomal sederhana. Faktor prenatal dan perinatal berperan dalam kejang
demam. Sebanyak 80 % kasus kejang demam adalah kejang demam
sederhana,dan 20 % nya kejang demam kompleks. Sekitar 8% berlangsung lama
(> 15 menit), 16 % berulang dalam waktu 24 jam
1.6 Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan
infeksi saluran kemih. Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti
tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan
campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
7
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :
Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)
Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
Gabungan dari faktor-faktor diatas.
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor
otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit,
dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik
subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak
diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik-iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventricular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith-
Lemli-Opitz.
2) Ekstra cranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan
elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan
dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5
8
1.7 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit
seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan
potensial membran sel neuron disebabkan oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran listrik
dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%.
Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
9
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama
(>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi
epilepsi.
10
1.8 Patogenesa
Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan
mental dan neurologis, berulangnya kejang demam dan resiko terjadinya epilepsi
dikemudian hari. Mortalitas pada kejang demam sangat rendah, hanya sekitar 0,6
– 0,74%.
Perkembangan mental dan nurologis umunya tetap normal. Dari penelitian
retrospektif, dilaporkan bahwa kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus.
Kelainan neurologis yang terbanyak adalah hemiparesis, disusul diplegia,
koreoatetosis atau rigiditas dengan serebrasi. Kelainan ini biasanya terjadi pada
pasien dengan kejang lama atau kejang berulang, baik fokal maupun umum.
Sebelas persen pasien kejang menunjukan hiperaktivitas walaupun tidak diberi
pengobatan fenobarbital
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam
sederhana. Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang
demam tidak berbeda dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak
menderita kejang demam. IQ lebih rendah di temukan pada pasien kejang demam
yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Resiko retardasi mental
menjadi lima kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang
tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi berbeda beda
tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan defenisi, sebagian besar
penelitian melaporkan angka sekitar 2 – 5%
Livingstone melakukan pengamatan selama 10 tahun lebih. Ia mendapatkan
bahwa diantara 201 pasien kejang demam sederhana, hanya 6 (3%) yang
menderita kejang tanpa demam (epilepsi). Sedangkan diantara 276 (93%)
menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2% pada
kejang demam sederhana dan 30% pada kejang atipikal. Di Indonesia,
Lumbantobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien kejang demam menjadi
epilepsi.
Angka epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak
dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam yang berulang
11
kemungkinan terjadinya epillepsi 2 kali lebih sering di bandingkan dengan pasien
yang tidak mengalami berulangnya kejang demam. Faktor resiko terjadinya
epilepsi adalah:
a) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan
b) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua atau
saudara kandung
c) Kejang berlangsung lebih lama dari lima belas menit atau kejang fokal
Bila hanya ada satu faktor resiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah
2-3%, sedangkan apabila terdapat dua dari tiga faktor diatas, kemungkinan
menjadi epilepsi adalah 13%. Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam
dapatbermaca-macam, yang paling sering adalah epilepsi motor umum yaitu kira-
kira 50%. Kejang demam yang lama biasanya diikuti oleh epilepsi parsial
kompleks.
Sebanyak 30-35% pasien mengalami berulangnya demam kejang.
Sebagian besar hanya berulang 2-3 kali kecuali pada 9-17% kasus yang berulang
lebih dari tiga kali. Setengahnya berulang dalam enam bulan pertama dan 75%
berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg melaporkan berulangnya kejang
demam pada 35% diantara 1706 pasien. Berulangnya kejang demam lebih sering
bila serangan pertama terjadipada bayi berumur kurang dari 1 tahun resiko
berulang kejang adalah 28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering pada
bayi. Anak dengan perkembangan abnormal aau mempunyai riwayat epilepsi
dalam keluarga juga lebih sering mengalami berulangnya kejang demam.
12
1.9 Manifestasi Klinik
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan
berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang
unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia)
yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap(Lumbantobing,SM.1989:43).
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu
yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih
ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa
detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi
mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan
sentakan terulang.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak member reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti
oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang
demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih
dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali
sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.
Gejalanya berupa:
13
· Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara
tiba-tiba)
· Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam)
· Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
· Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
· Lidah atau pipinya tergigit
· Gigi atau rahangnya terkatup rapat
· Gangguan pernafasan
· Apneu (henti nafas)
· Kulitnya kebiruan
Setelah mengalami kejang, biasanya:
· akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam
atau lebih
· terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
· mengantuk
· linglung (sementara dan sifatnya ringan)
14
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Anamnesa
2.1.1 Keluhan utama
Keluhan utama adalah pernyataan singkat pasien yang menjelaskan
mengapa ia mencari bantuan medis. Ini adalah jawaban terhadap pertanyaan, “apa
problem yang membawa anda ke rumah sakit?”
Pasien kadang kadang memakai istilah medis. Pewawancara harus meminta
pasien untuk mendefinisikan istilah untuk memastikan apa yang dimaksudkannya.
2.1.2 Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang menunjukan perubahan dalam kesehatan akhir
akhir ini yang membuat pasien mencari bantuan medis sekarang. Ia menguraikan
informasi yang relevan denagn keluhan utama. Ia harus dapat menjawab
pertanyaan apa, kapan, bagaimana, di mana, yang mana, siapa, dan mengapa.
Kronologi merupakan kerangka paling praktis untuk menyusun riwayat
penyakit. Ia membuat pewawancara dapat memahami urutan perkembangan
proses patologik utama dengan mudah. Dalam bagian inilah pewawancara
mengumpulkan semua informasi yang diperlukan, dimuali dari gejala pertama
penyakit sekarang dan mengkuti perkembangannya sampai hari ini. Untuk dapat
menentukan permulaan penyakit sekarang ini dengan tepat, pasien harus benar
benar sehat sebelu timbulnya gejala paling dini. Pasien mungkin sering tidak ingat
waktu timbulnya suatu gejala. Jika pasien merasa tidak pasti mengenai waktu
timbulnya suatu gejala, pewawancara dapat mengaitkannya dengan peristiwa
penting atau mengesankan. Misalnya, “apakah anda merasa sakit selama libur
akhir tahun?”. Dalam bagian wawancara ini terutama diajukan pertanyaan terbuka
15
kepada pasien, karena inimemberikannya kesempatan terbesar untuk menguraikan
riwayat penyakitnya.
2.1.3 Riwayat medis lalu
Riwayat medis lalu adalah penilaian kesehatan pasien secara keseluruhan
sebelum penyakit sekarang ini. Riwayat ini mencakup semua hal berikut:
keadaan kesehatan umum
penyakit yang lalu
cedera
perawatan di rumah sakit
pembedahan
alergi
imunisasi
penyalahgunaan zat
diet
pola tidur
obat obat yang sedang di gunakan
Sebagai pengantar untuk riwayat medis yang lalu, pewawancara dapat
bertanya, “bagaimana keadaan kesehatan anda di masa lalu?” jika pasien tidak
menguraikan penyakit spesifik tetapi hanya mengatakan, misalnya “sangat baik”
atau “cukup baik”, pewawancara dapat menanyakan “apa arti sangat (atau cukup)
baik bagi Anda?” pertanyaan langsung adalah tepat dan membuat pewawancara
dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang berhubungan yang perlu dirinci
lebih lanjut.
2.1.4 Riwayat pekerjaan dan lingkungan
Riwayat pekerjaan dan lingkungan mempertimbangkan pemaparan dengan
zat zat atau lingkungan yang secara potensial dapat menimbulkan penyakit.semua
pekerjaan dan lama masing masing perlu ditanyakan. Riwayat ini harus mencakup
lebih dari sekedar daftar pekerjaan lama bekerja dan aktifitas yang tepat harus di
tanyakan. Pemakaian alat pelindung dan praktek-praktek kebersihan dan juga
16
pekerjaan di daerah yang berdekatan harus di tanyakan. Jabatan pekerjaan
(misalnya ahli listrik, operator mesin) penting; tetapi pemaparan yang sebenarnya
dengan bahan bahan berbahaya mungkin tidak tercermin dalam deskripsi ini.
Ruang lingkup kerja industri adalah kompleks, dan hubungan lokasi kerja yang
sebenarnya dengan daerah daerah lain di mana bahan bahan berbahaya di pakai
adalah penting untuk di tentukan. Telah di ketahui pasti bahwa hanya bertempat
tinggal di dekat daerah racun industri saja sudah dapat menimbulkan penyakit
bertahun tahun kemudian.
2.1.5 Riwayat biografis
Informasi biografis adalah pernyataan mengenai tangal dan tempat lahir,
jenis kelamin, ras, dan latar belakang etnis.
2.1.6 Riwayat keluarga
Informasi keluarga memberikan informasi mengenai kesehatan seluruh
keluarga, hidup atau mati. Harus diberikan perhatian khusus terhadap
kemungkinan aspek genetik dan lingkungan dari penyakit yang mungkin
berdampak terhadap pasien. Umur dan kesehatan semua anggota keluarga dekat
harus di tentukan. Jika seorang anggota keluarga meninggal dunia, umur orang
tersebut dan penyebab kematian harus di catat. Penting untuk di tanyakan
bagaimana dampak penyakit seorang anggota keluarga terhadap pasien.
2.1.7 Riwayat psikososial
Riwayat psikososial mencakup informasi pendidikan, pengalaman hidup,
dan hubungan pribadi pasien. Bagian ini mencakup gaya hidup pasien, orang
orang lain yang berdiam bersama pasien, pendidikan, dinas militer, dan
perkawinan. Pernyataan mengenai pengetahuan pasien tentang gejala gejala dan
penyakit adalah penting. Apakah penyakit mengganggu waktu kerja pasien? Apa
pengertian pasien mengenai gejala gejala penyakitnya? Apakah ia memikirka
masa depan?
17
2.1.8 Tinjauan sistem
Tinjauan sistem meringkas semua gejala dalam bentukn sistem sistem
tubuh yang mungkin terlupakan dalam riwayat penyakit sekarang atau riwayat
medis yang lalu. Dengan memeriksa secara teratur daftar gejala gejala yang
mungkin ada, pewawancara secara khusus dapat memeriksa tiap sistem dan
menemukan gejala tambahan dari penyakit “yang tidak terkait” yang belum
dibicarakan. Pemeriksaan sistem sebaiknya dimulai dari kepala sampai ke kaki.
Pasien diberitahukan bahwa mereka akan ditanya apakah pernah mempunyai
gejala tertentu, dan mereka hanya menjawab “ya” atau “tidak”. Jika jawabannya
“ya”, sebaiknya diajukan pertanyaan langsung selanjutnya. Pewaancara tidak
perlu mengula pertanyaan pertanyaan yang sudah diajukan, kecuali untuk
memperjelas data.
2.2 Pemeriksaan Fisik
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi
maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik
neurologi berupa hemiplegi, diplegi. Dari pemeriksaan fisik dan neurologis.
Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan
intrakranial, dan tanda infeksi di luar SSP. Pada umumnya tidak dijumpai adanya
kelainan neurologis, termasuk tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik,
pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi,
henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif,
dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan
intraventikular.
2) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun-ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh
pendarahan sebarakhnoid atau subdural.
18
3) Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas
tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan
penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
5) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan
bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
2.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
tidak dilakukan secara rutin, namun untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain. Pemeriksaan yang dapat dikerjakan adalah
pemeriksaan darah perifer, elektrolit dan gula darah.
Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
20mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
o Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
o Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
o Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
Ureum/ kreatinin : dapat maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang
Kadar obat dalam serum : untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang
terapeutik
Pungsi lumbal
Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis
tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
19
Bayi kuang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
Bayi >18 bulan tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.6
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada
di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia < 12
bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau
tidak tampak. Pada kejang demam pertama di usia antara 12-18 bulan, ada
beberapa pendapat berbeda mengenai prosedur ini. Berdasar penelitian yang telah
diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak
dengan kejang demam yang :
Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
Mengalami complex partial seizure
Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar
1 jam setelah kejang demam adalah normal.
Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi
sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi
antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus
seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
Elektroensefalografi (EEG)
Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-
gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan
gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostic,
walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran
20
EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi di kemudian hari. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas
(misalnya kejang demam komplikata pada anak usia >6 tahun atau kejang demam
fokal).1,2,7
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atai MRI jarang sekali
dikerjakan untuk kejang demam sederhana, tidak rutin dan tidak berguna, tapi
dapat dipertimbangkan pada kejang demam berulang dan kejang demam
kompleks atau atipik terutama yang memiliki defisiensi neurologis sebelum
terjadinya kejang demam seperti kelainan neurologic fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.
2.4 Diagnosis
2.4.1 Working Diagnosis
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari
kumpulan gejala dengan demam. Kejang demam sering juga disebut kejang
demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5
tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara
umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang
21
demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal, lebih
dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang
bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam.1,2
Klasifikasi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetik. Berikut
gejala Kejang demam. Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure),
dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
Terjadi pada usia 6 bulan-4 tahun
Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar
Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Tidak ada kelainan neurologi sebelum & setelah kejang
Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tak
menunjukkan adanya kelainan
2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut:
Kejang lama, > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
2.4.2 Diagnosis Banding
22
Meningitis Bakterialis
Definisi
Meningitis Bakterialis adalah peradangan pada meningen (selaput otak)
yang disebabkan oleh bakteri.Meningitis paling sering menyerang anak-anak usia
1 bulan- 2 tahun. Lebih jarang terjadi pada dewasa, kecuali mereka yang memiliki
faktor resiko khusus. Wabah meningitis meningokokus bisa terjadi dalam suatu
lingkungan, misalnya perkemahan militer, asrama mahasiswa atau sekumpulan
orang yang berhubungan dekat.
Etiologi
Bakteri yang menjadi penyebab dari lebih 80% kasus meningitis adalah
Neisseria meningitides, Hemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae. Ketiga
jenis bakteri tersebut, dalam keadaan normal terdapat di lingkungan sekitar dan
bahkan bisa hidup di dalam hidung dan sistem pernafasan manusia tanpa
menyebabkan keluhan.Kadang ketiga organisme tersebut menginfeksi otak tanpa
alasan tertentu.
Pada kasus lainnya, infeksi terjadi setelah suatu cedera kepala atau akibat
kelainan sistem kekebalan.Resiko terjadinya meningitis bakterialis meningkat
pada penyalahguna alcohol, telah menjalani splenektomi (pengangkatan limpa),
penderita infeksi telinga dan hidung menahun, pneumonia pneumokokus atau
penyakit sel sabit. Bakteri lainnya yang juga bisa menyebabkan meningitis adalah
Escherichia coli (dalam keadaan normal ditemukan di dalam usus dan tinja) dan
Klebsiella. Infeksi karena bakteri ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala,
pembedahan otak atau medula spinalis, infeksi darah atau infeksi yang didapat di
rumah sakit; infeksi ini lebih sering terjadi pada orang yang memiliki kelainan
sistem kekebalan. Penderita gagal ginjal atau pemakai kortikosteroid jangka
panjang memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderit meningitis yang
disebabkan oleh bakteri Listeria.
23
Gejala Klinis
Demam, sakit kepala, kaku kuduk, sakit tenggorokan dan muntah (yang
seringkali terjadi setelah kelainan sistem pernafasan), merupakan gejala awal yang
utama dari meningitis. Kaku kuduk bukan hanya terasa sakit, tetapi penderita
tidak dapat atau merasakan nyeri ketika dagunya ditekuk/disentuhkan ke
dadanya.Penderita dewasa menjadi sangat sakit dalam waktu 24 jam, sedangkan
anak-anak lebih cepat. Anak yang lebh tua dan dewasa dapat menjadi mudah
tersinggung, linglung dan sangat mengantuk. Bisa berkembang menjadi stupro,
koma dan akhirnya meninggal.
Infeksi menyebabkan pembengkakan jaringan otak dan menghalangi aliran
darah, sehingga timbul gejala-gejala stroke (termasuk kelumpuhan). Beberapa
penderita mengalami kejang. Sindroma Waterhouse-Friderichsen merupakan
infeksi oleh Neisseria meningitidis yang berkembang dengan cepat, dengan gejala
berupa diare hebat, muntah, kejang, perdarahan internal, tekanan darah rendah,
syok, yang seringkali berakhir dengan kematian. Pada anak- anak yang berusia
sampai 2 tahun, meningitis biasanya menyebabkan demam, gangguan makan,
muntah, rewel, kejang dan menangis dengan nada tinggi (high pitch cry). Kulit
diatas ubun-ubun menjadi tegang dan ubun-ubun bisa menonjol. Aliran cairan di
sekeliling otak bisa mengalami penyumbatan, menyebabkan pelebaran tengkorak
(keadaan yang disebut hidrosefalus). Bayi yang berusia dibawah 1 tahun tidak
mengalami kaku kuduk.
Ensefalitis
Definisi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus
atau mikro organisme lain yang non purulent. Patogenesis Ensefalitis Virus masuk
tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam
tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
organ tertentu. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah
kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut. Penyebaran
24
melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf. Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai
dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremintas dan pucat. Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal
berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.
Etiologi
Penyebab terbanyak adalah virus seperti Herpes simplex dan Arbo virus
sedangkan yang Jarang biasanya Entero virus, Mumps, Adeno virus. Ensefalitis
supuratif akut :
Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokokokus,
E.Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum. Ensefalitis virus: Virus yang
menimbulkan adalah virus RNA (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus
rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes
simpleks,variola.
Gejala Klinis
Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,
kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. Anak tampak
gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan
penglihatan, pendengaran ,bicara dan kejang
Abses Otak
Definisi
Abses otak adalah penumpukan nanah di otak. Biasanya tumpukan nanah
ini mempunyai selubung yang disebut kapsel. Tumpukan bisa tunggal atau
terletak beberapa tempat di otak. Abses otak timbul karena ada infeksi pada otak.
Infeksi ini bisa berasal dari bagian tubuh lain, menyebar lewat jaringan secara
langsung atau melalui pembuluh darah. Infeksi juga dapat timbul karena ada
benturan hebat pada kepala, misalnya pada kecelakaan lalu lintas.
25
Etiologi
Bakteri yang paling sering menyebabkan abses otak adalah dari golongan
streptococci, kebanyakan bakteri ini tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya
(anaerobik). Bakteri streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri
anaerobik lainnya, seperti bacteroides, propionibacterium, dan proteus. Beberapa
jenis bakteri lainnya pun mempunyai potensi untuk menimbulkan abses otak.
Jamur juga dapat menjadi penyebab abses otak. Beberapa jenis jamur yang
berperan terhadap pernanahan ini antara lain candida, mucor, dan aspergillus.
Gejala Klinis
Gejala klinis abses otak antara lain nyeri kepala, demam, muntah atau
kesadaran menurun. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kaku kuduk, kejang,
kelumpuhan sebelah badan, serta tanda-tanda peningkatan tekanan dalam kepala.
Kadang kala ditemukan infeksi pada bagian tubuh lain, misalnya pada telinga
tengah, tulang mastoid, sinus, paru-paru, atau jantung, yang dicurigai sebagai
sumber pernanahan.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan sel darah putih dan
peningkatan laju endap darah (LED). Cairan otak yang diambil lewat ruas tulang
belakang bagian pinggang (Pungsi Lumbal) memperlihatkan tekanan yang tinggi,
jumlah protein yang lebih dari normal, tetapi kadar klorida dan glukosa masih
dalam batas normal. Pada pemeriksaan scan kepala, tampak bayangan dengan
kepadatan rendah, terutama di pusat bayangan, dan terlihat cincin yang
menggambarkan kapsel abses.
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Medikamentosa
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
Mengatasi kejang secepat mungkin
Pengobatan penunjang
Memberikan pengobatan rumat
Mencari dan mengobati penyebab
26
Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Pengobatan akut
A. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang
perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka.
Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali
mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga
diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang
berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu
penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga
diberi obat penurun panas/antipiretik.
B. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu,
tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat. Bila suhu
penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam
keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per
rectal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah
dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain
yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan
kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata
pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam
rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi
setelah 15 menit dengan dosis yang sama. Untuk mencegah terjadinya udem otak
diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul
setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
C. Pengobatan rumat
27
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.
Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang
demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang
harus diberikan kepada anak yang bila menderita demam lagi. Antikonvulsan
yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang
mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan obat antikonvulsan
lainnya.
Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah
terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun
oral pada waktu anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak
untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4
tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
a. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital
jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus
tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
28
b. Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik
berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.
c. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang
memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini
dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi.
Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan
mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
D. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya
infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian
antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk
pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang
intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap,
misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal
hati.
E. Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam
tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi. Untuk
mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan panas pada
anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak sampai
kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut.
29
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang
merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila
kejang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap
(cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
1. Profilaksis intermitten
2. Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
3. Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang
F. Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
1. Segera menghilangkan kejang
2. Turunkan panas
3. Pengobatan terhadap panas
4. Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan
selama 5 menit. Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1. Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan.
2. Orang tua sebaiknya jangan panik dan tetap mengawasi anaknya, terutama
gerakan-gerakan yang terjadi saat anak mengalami kejang untuk membantu dokter
menegakkan diagnosis. Ukur suhu tubuh, catat lama kejang.
3. Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah
tergigit, jangan masukkan apapun ke dalam mulut.
4. Anak yang mengalami kejang memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan saat
anak itu normal, jadi jangan menahan atau menggendong anak selama kejang
berlangsung.
5. Berikan obat pereda demam , contohnya parasetamol (10mg/kgBB/kali diberikan
4x sehari) atau ibuprofen (5mg/kgBB/kali diberikan 3x sehari). Jangan
memberikan aspirin (asam asetil salisilat) untuk demam pada anak-anak karena
beresiko terjadinya sindroma reye.
30
6. Berikan obat anti kejang (diazepam) bila ada. Obat anti kejang supositoria
dimasukan melalui anus. Dosis : 0,5 – 0,75mg/kgBB atau 5mg untuk anak dengan
berat badan <10kg atau 10mg untuk >10kg, atau bisa juga diberikan berdasarkan
usia (5mg untuk usia < 3 tahun, 7,5mg untuk > 3 tahun). Bila masih kejang juga,
maka dapat diberikan satu kali lagi diazepam dengan dosis yang sama (5mg)
sebelum dibawa ke rumah sakit. Jangan memberi obat anti kejang jika kejang
telah berhenti.
7. Segera bawa ke rumah sakit, bila kejang telah berlangsung lebih dari 10 menit
atau setelah 2x pemberian diazepam kejang masih belum berhenti.
2.5.1 Nonedikamentosa
Edukasi pada orang tua
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara diantaranya:
Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat untuk pencegahan rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.
2.6 Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yg amat sangat pada
para orangtua, sebagian besar kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan
jangka panjang. Kejang demam simple tidak mengakibatkan kerusakan otak,
keterbelakangan mental atau kesulitan belajar, ataupun apilepsi.
Epilepsi pada anak diartikan sebagai kejang berulang tanpa adanya
demam. Kecil kemungkinan epilepsy timbul setelah kejang demam. Sekitar 2 – 4
% anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang
demam itu sendiri. Kejang pertama kadang dialami oleh anak dengan epilepsi
31
pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu, antara 95 - 98% anak yg
mengalami kejang demam simple tidak menimbulkan epilepsy.
Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang
demam berulang. Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka
demam kembali. Resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika:
pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu
tinggi.
jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit.
Ada faktor turunan dari ayah-ibunya.
Namun begitu, factor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia.
Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar
kemungkinan mengalami kejang berulang.
2.7 Prognosis
Prognosis. Ini terutama tergantung pada penyebab primer gangguan ini
atau beratnya serangan. Pada kasus bayi hipoglikemia dari ibu diabetes atau
hipokalsemia akibat makan fosfat berlebihan, prognosisnya sangat baik.
Sebaliknya, anak dengan kejang yang bandel karena ensefalopati hipoksikiskemik
atau kelainan sitoarkitektural otak biasanya tidak akan berespons dengan
antikonvulsan dan rentan terhadap status epileptikus dan kematian awal.
Tantangan pada dokter adalah untuk mengenali penderita yang akan sembuh
dengan pengobatan segera dan menghindari penundaan diagnosis dan
menghindari penundaan diagnosis yang dapat menyebabkan cedera neurologis
berat ireversibel. Umumnya baik, Tapi apabila tidak diterapi dengan baik, kejang
demam dapat berkembang menjadi: Kejang demam berulang, epilepsi, kelainan
motorik, gangguan mental dan belajar.
32
BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A.N
Umur : 2 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Banaran 17/10, Butuh, Tengaran
Masuk Rumah Sakit : 15 – Januari – 2011
No.RM : 112995
3.2 ANAMNESIS
Keluhan utama:
Kejang dengan Demam
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga kiriman puskesmas Tengaran dengan
keluhan kejang demam. Demam dimulai siang hari (pukul 13.00 WIB) mendadak
tinggi kemudian langsung kejang ± 5 menit seluruh tubuh, pasien tidak sadarkan
diri, setelah kejang usai pasien menangis. Pasien dibawa ke bidan diberikan obat
parasetamol sirup dan puyer _ demam turun. Sore hari pasien meminum susu dan
obat untuk kedua kalinya, pasien muntah seperti apa yang dimakan, kemudian tiba
tiba panas kembali dan kejang berulang selama ± 15 menit tidak sadarkan diri.
Kemudian dibawa ke puskesmas, sebelum dirujuk ke RSUD Salatiga. OS
mengeluh pusing (-), nyeri kepala (-), menggigil (-), nyeri otot (-), nyeri sendi
(-),cruam di ekstrimitas dan badan (-), telinga merah (-), nyeri telinga (-), tidak
ada cairan yang keluar dari telinga, mimisan (-), gusi berdarah (-), nyeri ulu hati
(-), mual (-), muntah (-), Batuk (+), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), seseg (-).
BAK dbn, frekuensi 3-4 kali sehari, warna kuning, tidak nyeri. BAB terakhir 1
hari SMRS, setelah 3 hari tidak BAB, konsistensi padat. Diare (-).
33
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien pernah kejang sebelumnya pada usia 2 tahun. Kejang seluruh tubuh ± 5
menit satu kali, setelah berobat ke puskesmas kejang tidak berulang.
Riwayat penyakit keluarga:
Dalam keluarga pasien tidak pernah sakit seperti ini. Demam (-).
Riwayat kehamilan ibu:
ANC dilakukan > 4 kali di bidan, keluhan selama kehamilan (-), kelainan (-).
Riwayat Persalinan ibu:
Lahir spontan di bidan, presentasi kepala, aterm , BBLC (BBL 2500gr), langsung
menangis (+).
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan baik dan sesuai umur.
Riwayat makanan
Asi eksklusif sampai usia 3 bulan, dilanjutkan dengan PASI.
Riwayat keluarga
Susunan keluarga: pasien adalah anak pertama dan belum mempunyai saudara
kandung.
Riwayat perumahan dan sanitasi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua di Banaran, Butuh, Tengaran, Semarang.
Terdapat penerangan listrik dan sumber air berasal dari sumur. Tempat tinggal
pasien
jauh dari tempat pembuangan sampah dan jalan raya. Lingkungan rumah cukup
bersih.
Kesan: keadaan lingkungan tempat tinggal pasien baik.
34
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : HR : 170 x/menit (kuat, regular)
Suhu: 37,3 ºC
RR:36 x/menit (regular)
Data antropometri
• Berat badan : 13 kg
• Tinggi badan : 90 cm
• Status gizi : antara -1SD dan 1SD (gizi baik)
A. Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala :
mesosefali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, edem
pada muka (-/-).
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya
tidak langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,mata
cekung (-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung -/-, sekret -/-, konka
hiperemis (-)
Telinga : Bentuk telinga normal, sekret -/-, nanah (-), ruam belakang
telinga (–)
Mulut : Mukosa mulut basah (+), hiperemis (-), sianosis (-) lidah kotor`
(-), tremor(-), koplik spot (-), stomatitis (-)
Gigi geligi : Karies (+), tidak nyeri, perdarahan gusi (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil hiperemis (-) membesar (-), uvula si
metris ditengah
2. Pemeriksaan Leher :
35
Pembesaran kelenjar limfonodi (-), JVP tidak meningkat
3. Pemeriksaan Thorak :
Inspeksi : dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada(-), Iktus
kordistidak tampak.
Palpasi : Ketinggalan gerak (-), fokal fremitus kanan=kiri, tidak ada massa.
NT (-).
Perkusi : seluruh lapangan paru sonor dx=sn
Auskultasi : paru: SD: Vesikuler normal, ST: ronkhi (+), wheezing (-)
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Simetris, Tidak tampak ada massa, sikatrik(-), flat, distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar lien tidak teraba.
Perkusi : timpani (+), distensi (-)
5. Pemeriksaan Ekstrimitas :
Akral hangat (+), oedema (-), CRT < 2”, petechie spontan (-), RL tes (-)
36
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 16 Januari 2011
Darah Rutin
Leukosit : 4,0 x 103 /uL (4,5-10)
Eritrosit : 4,94 x 106/uL (L=4,5-5,5 ; P=4-5)
Hemoglobin : 12,6 g/dL (L=14-18 ; P=12-16)
Hematokrit : 36,2
MCV : 73,4 fl (85-106)
MCH : 25,5 pg (28-31)
MCHC : 34,8 g/dl (30-35)
Trombosit : 121 x 103 /uL (150-450)
Laboratorium Elektrolit
Natrium : 140 (135 – 155)
Kalium : 4,4 (3,6 – 5,5)
Klorida : 11,1 (95 – 108)
Kalsium : 8,1 (8,1 – 10,4)
3.5 DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Kompleks
3.6 DIAGNOSIS BANDING
Thypoid Fever Kejang Demam Kompleks
Infeksi Saluran Kemih Kejang Demam Sederhana
DF Meningitis
DHF Enchepalitis
Malaria Epilepsi
37
3.7. PENATALAKSANAAN
• Rawat inap
• Medikamentosa:
• Injeksi antibiotik : cefotaxime 2x250 mg
• L Bio
• Per oral: puyer: _ Epexol mg 5
• Codeine HCl mg 2
3.8 PEMBAHASAN
Dari anamnesis diperoleh pasien dema, Kejang terjadi saat demam,
berulang 1x dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Tidak terdapat luka baru,
trismus, maupun kekakuan dari anggota tubuh lainnya, gangguan pencernaan,
gangguan berkemih, ruam, dan menggigil, tidak ada riwayat jatuh sebelumnya.
Kejang saat ini merupakan kedua kalinya, kejang pertama kali 6 bulan yang lalu
didahului oleh demam. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami gejala yang
sama. Pasien masih mampu makan dan minum dengan baik. Dari pemeriksaan
fisik tidak diperoleh adanya kaku kuduk maupun refleks patologis, trismus,
kekakuan anggota tubuh lainnya, dan gangguan pernapasan. Hasil pemeriksaan
darah rutin menunjukkan penurunan
angka leukosit bisa jadi tanda adanya infeksi, hasil pemeriksaan elektrolit dalam
batas normal, hasil pemeriksaan widal menunjukkan hasil yang negatif.
Berdasarkan hasil anamnesis dapat disimpulkan, pasien mengalami kejang
demam, karena kejang terjadi pertama kalinya, pasien berusia 2 tahun, dan kejang
berhubungan dengan suhu tubuh yang tinggi. Dan menurut klasifikasi dari UKK
Neurologi Anak IDAI pasien mengalami kejang demam kompleks. Tatalaksana
kejang demam adalah pemberian diazepam rektal 0,5mg/kgBB. Jika setelah 5
menit pasien masih demam, berikan diazepam IV 0.3-1mg/kgBB. Jika masih
38
demam diberikan bolus fenitoin 10-20mg/kgBB dengan kecepatan 0,5-1mg/menit.
Jika masih kejang, rujuk ke ICU. Selain itu karena pada pasien kejang sudah
berulang, diazepam diberikan sebagai profilaksis jangka pendek. Sebaiknya
pasien diberikan profilaksis jangka panjang, karena pasien menderita kejang
demam kompleks dan mempunyai resiko berulang karena beberapa bulan yang
lalu pasien mengalami hal yang sama. Profilaksis diberikan selama 1tahun, dan
obat yang dapat digunakan adalah Fenobarbital 3-5mg/kgBB/hari atau asam
valproat 15-40mg/kgBB/hari
39
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rektal diatas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Infeksi virus saluran pernafasan atas, roseola dan otitis media akut
adalah penyebab kejang demam yang paling sering.
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan
yaitu: memberantas kejang secepat mungkin, Pengobatan penunjang, Memberikan
pengobatan rumat, Mencari dan mengobati penyebab.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik. Dari penelitian
yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.
4.2 Saran
Bagi pembaca, diharapkan dapat jauh lebih mengetahui tentang gejala, penyebab, penanganan, dan pengobatan agar dapat segera memberi pertolongan pada bayi dalam keadaan kejang demam, serta memberi pengetahuan sehingga dapat mengetahui memahami lebih dalam tentang fibrille convulsion.
Bagi penulis lain, diharapkan untuk ,menggunakan metode observasi dalam menulis makalah tentang febrile convulsion. Hal itu bertujuan agar penulis lain dapta menjelaskan lebih spesifik lagi tentang fibrille convulsion
BAB V
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC.
2. Hassan Ruspeno, et all. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid
II. Ed.11. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
3. Sukandar.E.Y.(et all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
4. Frank J. Domino, MD. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department of
Family Medicine and Community Health; 2008.
5. Abdul Latief, et all. Pemeriksaan Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2.
2009. Jakarta: CV Sagung Seto
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2007.
7. Faizi M. kejang demam. www.pediatrik.com. 2009. diakses tanggal 24 Januari
2011.
8. Swart, Mark H.1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik.Jakarta ; Penerbit Buku
Kedokteran. ECG.
9. Soetomenggolo, Taslim S dan Syofyan Ismael. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak.
Jakarta ; Ikatan Dokter Anak Indonesia.
10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak- FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak, volume 2. Jakarta ; infomedika.
41