Upload
ilajako-stefanatic
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/20/2019 kuantitatif 2
1/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-Sumedang)Email: [email protected]
1
GAMBARAN KONSEP DIRI PADA REMAJA DI RUMAH TAHANAN KLAS I
BANDUNG
Mery Natha Tampubolon
*
, Nita Fitria
*
, Imas Rafiyah
*
*Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
ABSTRAK
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Pada masa ini,remaja masih mencari format yang tepat untuk membentuk identitas diri. Remaja di rumah
tahanan adalah remaja yang menjalani hukuman akibat pelanggaran yang mereka lakukan.
Mereka juga mengalami perubahan-perubahan seperti remaja pada umumnya, namun terdapat
beberapa perbedaan proses yang harus mereka jalani karena mereka harus menjalani hukuman di
rumah tahanan. Proses perubahan ini dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah konsep
diri, sehingga penelitian ini menggambarkan tentang konsep diri pada remaja di Rumah Tahanan
Klas I Bandung. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan teknik total samplingpada 28 orang warga binaan remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung. Instrumen penelitian
yang digunakan adalah skala konsep diri Piers dan Harris yang terdiri dari 80 item pernyataan.
Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan perhitungan mean. Hasil analisis
menunjukkan bahwa 16 responden memiliki konsep diri yang positif dengan prosentase sebesar
57.14% dan 12 responden memiliki konsep diri negatif dengan prosentase sebesar 42.86%. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Rumah tahanan dan profesi
keperawatan dalam pengadaan program-program yang dapat mendukung konsep diri remaja di
Rumah Tahanan tersebut.
Kata Kunci: Konsep Diri, Warga Binaan Remaja, Rutan Klas I Bandung
ABSTRACT
Adolescence is the transition from childhood to adulthood. At this time, adolescents are
still looking for the right format to establish identity. Adolescents in juvenile detention centers
are undergoing punishment for their offenses. They also experience changes such as adolescents
in general, but there are some differences that they have to undergo the process because they
must be serving his sentence in home detention. The process of change is influenced by many
things, one of which is the self concept, so that this study describe the adolescents self-concept at
Rumah Tahanan Klas I Bandung. Methods of research using descriptive method with a total
sampling technique in 28 residents of assisted young people in Rumah Tahanan Klas I Bandung.
Instruments used self-concept scale Piers Harris that consisting of 80 item statements. Theanalysis used the calculation of the mean. The analysis showed that 16 respondents have a
positive self-concept, with a percentage of 57.14% and 12 respondents had a negative self-
concept, with a percentage of 42.86%. The results of this study were expected to provide input
for the house arrest and the nursing profession in the provision of programs that can support the
adolescent self-concept in the prison.
Key Word: Self Concept, Juvenile Detainees , Rutan Klas I Bandung
8/20/2019 kuantitatif 2
2/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
2
PENDAHULUAN
Remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa
yang ditandai dengan adanya perubahan aspek-aspek fisik, psikis, dan psikososial
(Erikson, dalam Dariyo, 2004). Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik,
dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang
disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu, remaja juga
berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa.
Pada periode ini remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam
rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Stewart
& Friedman, 1987; Ingersoll, 1989, dalam Agustiani, 2006).
Perubahan-perubahan yang dialami remaja akan memengaruhi sikap dan
perilakunya. Sering kita temui permasalahan yang dialami masa remaja, baik itu
masalah dalam kehidupan sosial hingga masalah mental atau kejiwaan yang dialami
remaja. Salah satu bentuk masalah kehidupan sosial yang dialami remaja adalah
kenakalan remaja ( juvenile delinquency). Di Indonesia sendiri, konsep remaja tidak
dikenal dalam sebagian undang-undang yang berlaku. Hukum Indonesia hanya
mengenal anak-anak dan dewasa, walaupun batasan yang diberikan untuk itu pun
bermacam-macam (Wirawan, 2004).
Berdasarkan hasil analisis situasi, dalam sistem peradilan anak di Indonesia
ditemukan lebih dari 4.000 anak dibawa ke pengadilan setiap tahunnya. Sebagian
besar pelanggaran yang dilakukan adalah kejahatan ringan dengan jumlah kerugian
8/20/2019 kuantitatif 2
3/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
3
yang sedikit. Tetapi 9 dari 10 anak tersebut berakhir di penahanan atau penjara anak,
dan sebagian besar harus tinggal bersama atau bergabung dengan orang-orang dewasa
(Media Perlindungan Anak Konflik Hukum, 2008). Anak yang berkonflik dengan
hukum sebanyak 4.277 anak berusia kurang dari 16 tahun sedang menjalani proses
pengadilan, anak yang dipenjara sebanyak 13.242 anak dengan variasi usia antara 16-
18 tahun, 98% diantaranya adalah anak laki-laki dan 83% yang menjalani pengadilan
di hukum penjara. Jumlah anak di penjara usia kurang dari 18 tahun tertinggi di
Jakarta, Jabar, Jatim, Sumsel (Bareskrim Polri, 2008).
Wilayah Jawa Barat memiliki 21 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 2
Rumah Tahanan (Rutan). Rutan Klas I Bandung yang berlokasi di jalan Jakarta No.29
merupakan Rumah Tahanan Negara Klas I khusus pria yang didalamnya ditempati
oleh warga binaan anak dan dewasa dengan masa tahanan paling lama mencapai
tujuh tahun, tetapi rata-rata masa tahanan adalah tiga tahun. Jumlah keseluruhan
tahanan dan narapidana menurut data per 1 Februari 2012 berjumlah 1182 orang,
dengan jumlah anak tahanan 19 orang dan anak napi 12 orang sehingga total
sebanyak 31 orang. Rutan Klas I Bandung merupakan Rutan dengan jumlah tahanan
remaja terbesar dibanding Rutan dan Lapas lainnya di Bandung.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Rumah Tahanan Klas I
Bandung pada 24 Januari, 1 Februari, dan 7 Februari kepada petugas dan enam
remaja warga binaan yang berusia 15-18 tahun.
8/20/2019 kuantitatif 2
4/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
4
Berdasarkan hasil wawancara, kondisi-kondisi tersebutlah yang menyebabkan
para remaja itu harus manjalani hukuman di Rumah Tahanan. Seorang petugas
mengatakan bahwa seringkali beberapa remaja berdiam diri, murung, tidak mau
mengikuti kegiatan di Rutan, tidak mau bergabung dengan warga binaan lain, bahkan
ada yang sering menangis. Saat diwawancarai mereka mengatakan merasa bersalah,
menyesal, merasa tidak berguna, dan terkadang muncul perasaan cemas terhadap
pandangan orang lain dan lingkungannya. Beberapa remaja juga mengatakan tidak
terlalu nyaman berada di dalam Rutan karena tidak dapat melakukan aktivitas-
aktivitas yang biasa dilakukan sebelum masuk Rutan. Remaja lain mengatakan
kurang percaya diri terhadap penampilannya karena mereka tidak dapat lagi merawat
diri secara leluasa seperti sebelum masuk rumah tahanan. Beberapa juga mengatakan
adanya perubahan pada bagian-bagian tubuh tertentu dan hal itu membuat mereka
kurang nyaman.
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari anak-anak menuju
dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan fisik, emosionalitas, kognitif, implikasi
psikososial, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa
remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan
lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja (Lerner &
Hultsch, 1993). Remaja yang berada di rumah tahanan akan mengalami proses yang
berbeda dengan remaja pada umumnya karena mereka harus menjalani hukuman.
8/20/2019 kuantitatif 2
5/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
5
Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya tengah
mengalami perubahan (Agustiani, 2006). Proses ini dipengaruhi oleh berbagai hal,
salah satunya adalah konsep diri. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki
seseorang tentang dirinya, dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh
dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan,
melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi.
Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan
menjadi dasar yang mempengaruhi perilakunya di kemudian hari (Agustiani, 2006).
Fitts (dalam Agustiani, 2006) juga mengatakan bahwa konsep diri
berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri
seseorang, akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang
tersebut.
Oleh karena itu konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan
remaja karena konsep diri akan menetukan bagaimana seseorang berperilaku. Konsep
diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang karena konsep diri merupakan
kerangka acuan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan keluarga
(Fitts, 1971, dalam Burns, 1993).
Konsep diri adalah gabungan dari pikiran seseorang dan perasaan, perjuangan
dan harapan, ketakutan dan fantasi, pandangannya tentang apa dia, apa yang ia telah
lakukan, apa yang mungkin menjadi, dan sikapnya berkaitan dengan nilainya (Jersild,
dalam Hurlock, 2000). Konsep diri memiliki enam dimensi yaitu, kebahagiaan dan
8/20/2019 kuantitatif 2
6/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
6
kepuasan, tingkah laku sosial, kegelisahan, popularitas, kompetensi akademis,
penampakan fisik (Piers & Harris, dalam Burns, 1993).
Remaja yang memiliki konsep diri yang positif adalah remaja yang menilai
dan meyakini dirinya sendiri sebagai mampu, penting, berhasil, dan berharga.
Sebaliknya remaja yang memiliki konsep diri negatif memiliki perasaan harga diri
yang rendah menyiratkan penolakan diri, penghinaan diri, dan evaluasi diri yang
negatif (Burns, 1993).
Hurlock (1967, dalam Burns, 1993) di dalam sebuah tinjauan tentang
penyelidikan-penyelidikan pada kejahatan mencatat bahwa sebuah konsep diri yang
tidak realistis kemungkinan besar berkaitan dengan kejahatan karena hal tersebut
meningkatkan probabilitas bahwa anak (warga binaan remaja) akan mencoba untuk
mengkompensasikan perasaan-perasaan ketidakmemadaian yang datang dari keadaan
yang tidak mencukupi dari citra diri yang tidak realistis dengan tingkah laku yang
menyimpang dari pola yang diterima oleh masyarakat.
Berdasarkan pendahuluan diatas, dapat dirumuskan masalahnya mengenai
“Bagaimana gambaran konsep diri pada remaja di Rumah Tahanan Klas I
Bandung?”
Tujuan Penelitian
Untuk menidentifikasi gambaran konsep diri pada remaja di Rumah Tahanan
Klas I Bandung.
8/20/2019 kuantitatif 2
7/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
7
KERANGKA PEMIKIRAN
Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif,
yaitu mengenai konsep diri remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung.
Variabel dalam penelitian ini adalah konsep diri pada warga binaan remaja di
Rumah Tahanan Klas I Bandung.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua warga binaan yang berusia remaja
di Rumah Tahanan Klas I Bandung saat penelitian yaitu pada bulan Juni, dengan
menggunakan teknik total sampling didapatkan jumlah sampel sebanyak 28 orang.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi
inventory dari skala konsep diri Piers dan Harris.
Dalam proses pengolahan data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Konsep diri
Konsep Diri
Negatif
Faktor-faktor yang
mempengaruhi:
1.
Pengalaman
2.
Kompetensi dalamarea yang dihargai
oleh individu
3.
Aktualisasi diri
Remaja di
Rumah
Tahanan Klas I
Bandung
1.Kebahagiaan danKepuasan
2. Tingkah LakuSosial
3.
Kegelisahan
4. Popularitas5. Kompetensi
Akademis
6.
Penampakan Fisik
Konsep Diri
Positif
8/20/2019 kuantitatif 2
8/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
8
1.
Editing
Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap data-data yang adaterutama
dalam kelengkapan dari angket yang telah diisi oleh responden, baik data
maupun jawaban dari setiap item pernyataan agar memudahkan dalam proses
pengolahannya.
2.
Entri Data
Pada tahap ini data dimasukkan ke dalam master tabel, kemudian membuat
distribusi sederhana.
3.
Melakukan Teknik Analisa
Untuk mengetahui klasifikasi konsep diri remaja digunakan teknik
perhitungan mean.
Dimana:
Jika nilai ≥ mean maka konsep diri positif.
Jika nilai < mean maka konsep diri negatif.
Kemudian data dianalisis dengan cara menghitung prosentase menggunakan
rumus :
%100 xn
f P =
8/20/2019 kuantitatif 2
9/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas hasil penelitian tentang gambaran konsep diri remaja di
Rumah Tahanan Klas I Bandung terhadap 28 responden remaja tahanan di Rumah
tahanan Klas I Bandung.
Gambaran Konsep Diri Remaja di Rumah Tahanan Klas I Bandung
Tabel 1 Prosentase Konsep Diri pada Warga Binaan Remaja di Rumah
Tahanan Klas I Bandung
No Kategori Konsep Diri Responden Prosentase
1 Konsep Diri Positif 16 57.14%
2 Konsep Diri Negatif 12 42.86%
Jumlah 28 100%
Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden yang
berjumlah 16 orang memiliki konsep diri positif dengan prosentase 57.14%. Hampir
setengah, yaitu 12 responden memiliki konsep diri negatif dengan prosentase 42.86%.
Gambaran Konsep Diri Warga Binaan Remaja
Konsep diri merupakan gabungan dari pikiran seseorang dan perasaan, perjuangan
dan harapan, ketakutan dan fantasi, pandangannya tentang apa dia, apa yang ia telah
lakukan, apa yang mungkin menjadi, dan sikapnya berkaitan dengan nilainya (Jersild,
dalam Hurlock, 2000).
Konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif
8/20/2019 kuantitatif 2
10/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
10
dan perasaan berharga; kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang
lain; aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang
sebenarnya (Fitts, 1971, dalam Agustiani, 2006).
Konsep diri terdiri dari konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri
positif adalah evaluasi diri yang positif, penghargaan diri yang positif, perasaan diri
yang positif, penerimaan diri yang positif (Wylie, 1961; Coopersmith, 1967, dalam
Burns, 1993).
Remaja yang memiliki konsep diri yang positif adalah remaja yang menilai
dan meyakini dirinya sendiri sebagai mampu, penting, berhasil, dan berharga. Remaja
yang bersangkutan merasakan bahwa ia adalah seseorang yang berharga, menghargai
dirinya sebagaimana dia sekarang ini, tidak mencela tentang apa yang tidak ia
lakukan dan suatu keadaan dimana ia merasa positif tentang dirinya sendiri (Burns,
1993).
Data menggambarkan bahwa sebagian besar dari responden, yaitu 16 orang
memiliki konsep diri yang positif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Deitz (1969, dalam Burns, 1993) terhadap penjahat. Penjahat-penjahat di
dalam studinya tidak ditemukan memiliki konsep diri yang lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol-kontrol dari orang-orang yang bukan penjahat
sebagaimana diukur pada sebuah metode diferensial semantik. Thompson (1974,
dalam Burns, 1993) juga mencatat bahwa remaja-remaja yang normal dan yang
penjahat tidaklah berbeda banyak di dalam tingkatan konsep diri mereka.
8/20/2019 kuantitatif 2
11/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
11
Penelitian lain yang dilakukan oleh David dan Lawton (1961, dalam Burns
1993), dengan menggunakan metode-metode proyektif telah melihat adanya konsep-
konsep diri yang lebih rendah pada penjahat.
Rutan Klas I Bandung memberikan program belajar seperti pramuka,
pengajian dan bentuk kegiatan dari LSM yang memicu setiap warga binaan untuk
mengubah penilaian diri. Selain itu warga binaan yang tidak bisa membaca dan
menulis diberikan fasilitas pengajaran supaya bisa belajar membaca. Semua sarana
dan prasarana itu memberikan pengaruh yang ccukup besar untuk kemampuan warga
binaan melewati masa sukarnya.
Selain itu, program dari lembaga atau institusi yang mengadakan kegiatan
sosial di Rutan juga bisa meningkatkan penilaian diri mereka. Contoh program terkait
seperti membuat lukisan yang difasilitasi oleh mahasiswa dari suatu perguruan tinggi
di Bandung. Kegiatan ini membantu warga binaan untuk mengasah kemampuan
mereka dan secara tidak langsung akan mempengaruhi konsep diri mereka. Fitts
(1971, dalam Burns, 1993) mengemukakan bahwa konsep diri dipengaruhi
pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif
dan perasaan berharga; kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang
lain; aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang
sebenarnya.
Setiap kegiatan yang diadakan pihak Rutan merupakan kegiatan yang bersifat
membawa perubahan yang baik dan mengarahkan setiap warga binaan untuk
8/20/2019 kuantitatif 2
12/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
12
memanfaatkan waktu yang dimiliki. Misalnya kegiatan di pagi hari yaitu kegiatan
olahraga, misalnya sepak bola, tenis dan senam. Kegiatan ini membuat seseorang
yang tadinya tidak menyukai olahraga menjadikan olahraga sebagai kebiasaan yang
baik setiap hari.
Selain olahraga, kegiatan pramuka juga membuat warga binaan menjadi
individu yang lebih baik karena pengajar pramuka tidak hanya memberi keterampilan
baris-berbaris tetapi nilai-nilai moral dan dukungan semangat kepada mereka.
Kegiatan lainnya adalah keagamaan dimana setiap jam 10 hingga jam 12 setiap warga
binaan diwajibkan untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Bagi yang belum bisa
mengaji disediakan materi untuk belajar dari awal. Semua kegiatan ini bisa dikatakan
membantu membentuk konsep diri positif pada warga binaan remaja di Rutan Klas I
Bandung.
Konsep diri yang negatif menjadi sinonim dengan evaluasi diri yang negatif,
membenci diri, perasaan rendah diri dan tiadanya perasaan yang menghargai pribadi
dan penerimaan diri (Wylie, 1961; Coopersmith, 1967, dalam Burns, 1993). Remaja
yang memiliki konsep diri negatif memiliki perasaan harga diri yang rendah
menyiratkan penolakan diri, penghinaan diri, dan evaluasi diri yang negatif (Burns,
1993). Hampir setengah, yaitu 12 dari warga binaan remaja di Rutan Klas I Bandung
memiliki konsep diri negatif.
Fitts (1971, dalam Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa salah satu dimensi
pembentuk konsep diri adalah diri sosial (social self), yaitu penilaian individu
8/20/2019 kuantitatif 2
13/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
13
terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Hal ini
akan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang.
Hasil penelitian Wima Bin Ary, Tri Rejeki Andayani, Dian Ratna Sawitri
(2009) pada siswa SMPN 2 dan SMP PL Domenici Savio Semarang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara konsep diri dan penyesuaian
sosial. Hal ini terjadi pada beberapa warga binaan remaja di Rumah Tahanan.
Beberapa warga binaan terlihat belum dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
Rumah Tahanan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data mengenai gambaran konsep
diri pada warga binaan remaja di Rumah Tahanan Negara Klas I Bandung diperoleh
simpulan bahwa dari 28 responden, sebagian besar dari responden memiliki konsep
diri yang positif dan hampir setengahnya dari responden memiliki konsep diri negatif.
SARAN
1. Bagi Rumah Tahanan Negara Klas I Bandung
Dari hasil penelitian, maka peneliti mengajukan saran kepada pihak Rutan
untuk tetap melanjutkan program yang ada dan menambah kegiatan yang dapat
membantu meningkatkan konsep diri pada warga binaan remaja di Rumah Tahanan
Klas I Bandung.
8/20/2019 kuantitatif 2
14/15
8/20/2019 kuantitatif 2
15/15
Mery Natha Tampubolon, S,Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-
Sumedang)Email: [email protected]
15
Burns, R.B. 1993. Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku.
Alih Bahasa: Eddy. Jakarta: EGC.
Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Hurlock, E. 2000. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Terjemahan edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rutan/Lapas.
http://www.depkes.go.id.
Stuart, G. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Sudarsono. 2004. Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Keperawatan Kesehatan Jiwa. Cetakan 1. Jakarta:
EGC.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Universitas Padjadjaran. 2011. Pedoman Penyusunan dan penulisan Skripsi Program
Sarjana. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Padjadjaran.
Wirawan, S. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.