5
MEDICATION ERROR DAN SENGKETA MEDIS A. MEDICATION ERROR Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien, atau konsumen dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998) . Sedangkan accident (kecelakaan) adalah peristiwa yang tidak direncanakan, tidak diduga, dan tidak diinginkan dengan timbulnya dampak/hasil negatif. Hal ini berbeda dengan tindakan yang bersifat kelalaian, karena kelalaian dapat dicegah yang disebabkan karena tindakan di bawah standar. Istilah yang lain adalah kekeliruan yang wajar, yang masih diteliti. Contoh medication error adalah sebagai berikut. 1. Tindakan operasi yang menimbulkan komplikasi, kecelakaan operasi, atau tindakan operasi yang berisiko. 2. Pengobatan yang menimbulkan komplikasi, kesalahan memilih obat, salah diagnosis. Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu: 1. fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep 2. fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep 3. fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan obat oleh petugas apotek 4. fase administration adalah error yang terjadi pada proses penggunaan obat. Beberapa kejadian medication error menyangkut pengobatan antara lain 1. underuse of medication, 2. overuse of medication, 3. use of inappropriate medication, 4. reaksi obat yang tidak diinginkan, 5. tidak mendapat pengobatan yang dibutuhkan

Kuliah 12 - Medication Error Dan Sengketa Medis (Dr. Cholis)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gh

Citation preview

Page 1: Kuliah 12 - Medication Error Dan Sengketa Medis (Dr. Cholis)

MEDICATION ERROR DAN SENGKETA MEDIS

A. MEDICATION ERROR

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien, atau konsumen dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998) . Sedangkan accident (kecelakaan) adalah peristiwa yang tidak direncanakan, tidak diduga, dan tidak diinginkan dengan timbulnya dampak/hasil negatif. Hal ini berbeda dengan tindakan yang bersifat kelalaian, karena kelalaian dapat dicegah yang disebabkan karena tindakan di bawah standar. Istilah yang lain adalah kekeliruan yang wajar, yang masih diteliti.

Contoh medication error adalah sebagai berikut.

1. Tindakan operasi yang menimbulkan komplikasi, kecelakaan operasi, atau tindakan operasi yang berisiko.

2. Pengobatan yang menimbulkan komplikasi, kesalahan memilih obat, salah diagnosis.

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu:

1. fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep2. fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep3. fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan obat oleh petugas apotek4. fase administration adalah error yang terjadi pada proses penggunaan obat.

Beberapa kejadian medication error menyangkut pengobatan antara lain

1. underuse of medication,2. overuse of medication,3. use of inappropriate medication,4. reaksi obat yang tidak diinginkan,5. tidak mendapat pengobatan yang dibutuhkan

Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor penyebabnya dapat berupa:

1. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun secara lisan (antar pasien, dokter, dan apoteker)

2. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya)

3. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan)4. Edukasi kepada pasien kurang5. Peran pasien dan keluarganya kurang.

Page 2: Kuliah 12 - Medication Error Dan Sengketa Medis (Dr. Cholis)

Berdasarkan laporan dari USP Medication Error Reporting Program, beberapa hal berikut dapat dilakukan ketika dokter menulis resep untuk mencegah salah interpretasi terhadap penulisan resep, yaitu (Katzung and Loftholm, 1997):

1. Mencantumkan identitas dokter yang tercetak dalam kertas resep.2. Menuliskan nama lengkap obat (dianjurkan dalam nama generik), kekuatan, dosis, dan

bentuk sediaan.3. Nama pasien, umur dan alamat, juga berat badan dan nama orang tua untuk pasien anak

B. SENGKETA MEDIS

Dalam kosakata Inggris terdapat dua istilah, yakni “conflict” dan “dispute” yang keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan. Conflict sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yakni “konflik”, sedangkan dispute dapat diterjemahkan dengan arti sengketa.

Konflik adalah sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak dapat berkembang dari sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tiak puas atau kepentingan, tidak dapat berkembang dari sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatinannya. Konflik berkemband atau berubah menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau pihak lain. Ini berarti sengketa merupakan kelanjutan dari konflik. Sebuah konflik yang tidak dapat terselesaikan akan menjadi sengketa.

Dalam Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran secara implisit menyebutkan bahwa sengketa medik adalah sengketa yang terjadi karena kepentingan pasien dirugikan oleh tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran. Pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran yang berbunyi: setiap orang yang mengetahui atau kepentingan dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Dengan demikian, sengketa medik merupakan sengketa yang terjadi antara pengguna pelayanan medik dengan pelaku pelayanan medik dalam hal ini pasien dengan dokter. Jadi sengketa medik adalah suatu kondisi dimana terjadi perselisihan dalam praktek kedokteran. Seringkali sengketa medik ini tidak dapat dibedakan dengan pelanggaran etik, pelanggaran disiplin, dan pelanggaran hukum.

Dalam kasus sengketa medik, dokter sulit dituntuk hukuman pidana, karena sulit dibuktikan adanya niat/motif jahat atau adanya unsur kesengajaan. Beberapa faktar di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Sulit mencari dokter yang berniat jahat terhadap kesehatan pasien2. Banyak dokter yang ingin mendapatkan keuntungan materi dari pasiennya secara tidak patut3. Tidak ada dokter yang ingin pasiennya mati, sakit memanjang, atau sengsara.4. Banyak dokter yang membiarkan pasiennya rugi secara materiil.

Terdapat dua aliran dalam tuntuan pidana dalam layanan medis

Page 3: Kuliah 12 - Medication Error Dan Sengketa Medis (Dr. Cholis)

1. Aliran tidak ada pidana dalam layanan medis

Membuktikan adanya kesengajaan dalam layanan medis tidak mudah Layanan medis bertujuan baik, bila hasilnya tidak baik bukanlah sebuah kesengajaan Layanan medis bukan pelayanan teknik yang bias diukur karena bersifat individual

2. Alisan bisa pidana dalam layanan medis

Apabila ada kelalaian berat yang tidak patut dilakukan Apabila terjadi pembiaran yang menyebabkan luka berat, kecacatan, sampai kematian Ketidakhati-hatian, kecerobohan, dan sembrono yang berakibat fatal

Persoalan terbesar dalam sengketa medik adalah keterbatasan pengetahuan aparat penegak hukum tentang hubungan dokter-pasien, banyak kasus perdata digeser ke pidana, dan dokter tidak memahami masalah hukum.

Penanganan sengketa termasuk sengketa medik antara satu pihak dengan pohak lainnya karena adanya pelanggaran hak dan kewajiban, dapat melalui dua jalur yaitu litigasi (pengadilan) dan non litigasi/konsensual/non ajudikasi. Salah satu bentuk upaya penyelesaian sengketa adalah melalui mediasi yang merupakan bagian dari proses alternated penyelesaian sengketa.

Mediasi memiliki keuntungan menghasilkan kesepakatan win-win solution, membiarkan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi itu sendiri dapat dilakukan melalui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan dengan menggunakan mediator yang telah mempunyai mempunyai sertifikat mediator. Pengertian Mediator sendiri adalah pihak netral yang membantuk para pihak dalam prises perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Penyelesaian sengketa melalui mediasi sangat baik untuk kasus-kasus sengketa medik mengingat karakteristik hubungan dokter dan pasien di dalam memberikan pengobatan, tidak akan sama dengan hubungan hukum lainnya seperti halnya penjual dan pembeli. Melalui mediasi akan tercipta win-win solution, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang sehingga hubungan dokter dan pasien tetap harmonis.

Page 4: Kuliah 12 - Medication Error Dan Sengketa Medis (Dr. Cholis)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Standar Pelauanan Kefarmasian di Apotek. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

2. Cohen, M.R.. 1911. Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication Error, American Pharmaceutical Association, Washington, DC

3. Kozer, E. , et al, 2005, Variables Associated With Medication Errors in Pediatric Emergency Medicine, Pediatrics, American Academy of Pediatrics, March 4, p. 737-743

4. Fortescue, E.B., et al, 2003, Prioritizing Strategies for Preventing Medication Errors and Adverse Drug Events in Pediatric Inpatients, Pediatrics, American Academy of Pediatrics, Vol. III No. 4 April, p. 722-729

5. Katzung, B.G., and Loftholm, P.W., 1997, Peresepan Rasional dan Penulisan Resep, dalam: Katzung, B.G., Basic & Clinical Pharmacology, diterjemahkan oleh Agoes, H.A., (ed), Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, hal: 1010-1021

6. Dedi Afandi, 2009. Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Medis, Majelis Kedokteran Indonesia: 59:5