Kuliah PSA 5 Desember 2011 Arbitrase v Pengadilan

  • Upload
    aldydio

  • View
    73

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

CATATAN PERKULIAHAN PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF Hubungan Arbitrase dengan Pengadilan Negeri

Bagaimana apabila pihak yang bersengketa multiparties? Claimant and RespondentA CLAIMANT B RESPONDENT C RESPONDENT D RESPONDENT

X Arbitrator

Y Arbitrator

Dasar kewenangan Arbitrase adalah melalui Perjanjian Arbitrase Jika ada salah satu perjanjian Arbitrase, kemudian ketika ada sengketa salah satu pihak kemudian mengajukan ke pengadilan. Maka Pengadilan wajib menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Berdasarkan Konvensi York 1958, Art 2 par.3 Jika pihak termohon diam dan tidak memberikan eksepsi, sementara hakim mengetahui bahwa itu adalah bukan kompetensi pengadilan. Maka Pengadilan akan tetap berwenang untuk mengadili perkara tanpa menyatakan ex-officio, jika pihak termohon diam maka dianggap melupakan / lalai atas kesepakatan arbitrase yang pernah dibuat oleh para pihak. Sehingga termohon wajib mengajukan permohonan (eksepsi) atas kompetensi absolute. Berbeda dengan yang diterapkan berdasarkan yurisprudensi Indonesia.

EksepsiCara Mengajukan Eksepsi Cara pengajuan eksepsi diatur dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 133, Pasal 134 dan Pasal 136 HIR. Cara pengajuan suatu eksepsi berbeda satu sama lain dikaitkan dengan jenis eksepsi yang bersangkutan. Eksepsi Kewenangan Absolut (Exceptio Declinatoir atau Absolute Competency)

Pengajuan eksepsi kewenangan absolut dilakukan dengan (Pasal 134 HIR dan Pasal 132 Rv):

a. dapat diajukan setiap saat selama proses pemeriksaan berlangsung di sidangtingkat Pengadilan Negeri;

b. dinyatakan oleh hakim secara ex-officio (Vide Putusan MA No. 317 K/Pdt/1984),sesuai dengan bunyi Pasal 132 Rv yaitu dalam hal hakim tidak berwenang karena jenis pokok perkaranya, maka ia meskipun tidak diajukan tangkisan tentang ketidakwenangannya, karena jabatannya wajib menyatakan dirinya tidak berwenang. Eksepsi Kompetensi Relatif (Relative Competentie) Pengajuan eksepsi kompetensi relatif diatur dalam Pasal 125 ayat (2) dan Pasal 133 HIR. Menurut ketentuan tersebut, bentuk pengajuan eksepsi dapat berbentuk lisan dan tertulis, yang diajukan pada saat menyerahkan Surat Jawaban/Eksepsi (Vide Putusan MA No. 1340 K/Sip/1971). Eksepsi Yang Tidak Diajukan Pada Jawaban Pertama Gugur Menurut Pasal 136 HIR, eksepsi yang tidak diajukan dengan jawaban pertama bersamasama dengan keberatan terhadap pokok perkara, dianggap gugur. Oleh karena itu, eksepsi yang diajukan melampaui batas tidak dipertimbangkan oleh hakim. Pasal 114 Rv juga menegaskan bahwa, tergugat yang mengajukan eksepsi, wajib mengajukannya bersamasama dengan jawaban mengenai pokok perkara. Cara Penyelesaian Eksepsi Eksepsi kompetensi diperiksa dan diputus oleh hakim sebelum memeriksa pokok perkara (Vide Pasal 136 HIR), yang dituangkan oleh hakim dalam putusan sela (interlocutory) atau dituangkan dalam putusan akhir (eind vonnis, final judgement). Eksepsi di luar berkenaan dengan kompetensi mengadili menurut Pasal 136 HIR dan Putusan MA No. 935 K/Sip/1985, diperiksa dan diputus secara bersama-sama dengan pokok perkara.

Read more: http://po-box2000.blogspot.com/2010/12/eksepsi-dan-bantahan-pokokperkara.html#ixzz1fcNT0bJJ

Hak menolak atau Menerima Seorang Arbitrator memiliki hak untuk menolak atau menerima permintaan para pihak. Untuk itu antara Arbitrator dengan pihak akan terjadi suatu perjanjian perdata (Ps. 17 ayat1 UU 30 / 99) dan arbiter akan memberikan putusannya secara jujur, adil, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan para pihak akan menerima putusannya secara final dan mengikat seperti telah diperjanjikan bersama (Ps.17 ayat 2 UU 30 / 99) Pengunduran Diri Arbitrator Seorang Arbiter tidak dapat menarik diri, kecuali atas persetujuan para pihak (Ps.19 ayat 1 UU 30 /99) dan asas pacta sunt servanda. Pengunduran diri oleh Arbitrator tidak

wajib dan tidak disyaratkan oleh Undan-undang untuk menyebutkan atau mengungkapkan alasan pengunduran diri tersebut, hanya pernyataan pengunduran diri saja.Hak ingkar / menentang Arbitrator Pasal 22 UU 30/99 menjelaskan Hak ingkar hanya miliki para pihak, yang terhadap arbiter dapat diajukan tuntutan ingkar apabila terdapat cukup alasan dan bukti otentik (akte otentik) yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil keputusan. Arbiter tidak akan imparsial dalam memutus dan berpihak dalam memutus, dan terbukti adanya hubungan kekeluargaan, keuangan (financial) atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya (Ps. 22 UU 30/99). Pengajuan Hak Ingkar Hak ingkar terhadap arbiter yang diangkat oleh ketua pengadilan negeri diajukan kepada pengadilan negeri yang bersangkutan. Hak ingkar terhadap arbiter tunggal diajukan kepada arbiter yang bersangkutan Hak ingkar terhadap anggota majelis arbitrase diajukan kepada majelis arbitrase yang bersangkutan Kasus: A CLAIMANT B RESPONDENT

X Arbitrator

Z Arbitrator

Y Arbitrator

Jika pemohon (A) keberatan terhadap penunjukkan Y oleh termohon (B) maka penunjukkan ditunjukkan kepada majelis Arbitrase Jika pemohon (A) keberatan terhadap penunjukkan Z oleh termohon (B) maka penunjukkan ditunjukkan kepada majelis Arbitrase Jangka Waktu Pengajuan Hak Ingkar Jangka waktu dalam hukum acara biasanya bersifat dwingenrecht dan jika melampaui batas itu maka akan mendapat konsekuensi-keonsekuensi tertentu Tugas Arbiter tidak berakhir dengan meninggalnya Arbiter (Ps. 26 UU 30/99 jo Ps. 73 UU 30/99), maka diangkat Arbiter pengganti. Hal ini jika terjadinya terhadap Ketua Majelis atau Arbiter tunggal maka pemeriksaan perkara akan diulang dari awal atau pemeriksaan ulang secara tertib. Prinsip Private and Confidential

Prinsip pemeriksaan Arbitrase adalah secara tertutup dengan demikian identitas para pihak yang bersengketa, pokok perkara, hingga putusan arbitrase harus tetap private and confidential, tertutup bagi pihak ketiga. Kecuali apabila para pihak menghendaki.