50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kusta adalah sebuah penyakit granulomatosa kronis disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yang terutama menyerang saraf tepi dan kulit. 1 Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahsa india kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kata lepra disebut dalam kitab injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deksripsi mengenai penyakit ini sangat kabur, apabila dibandingkan dengan penyakit kusta yang kita kenal sekarang. 2 WHO telah berupaya untuk mengeliminasi penyakit ini dengan harapan target prevalensi penderita disetiap negara adalah kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Target ini secara global di umumkan pada tahun 2000. Jumlah kasus baru Hansen penyakit menurun dari lebih 750.000 di 1

KUSTA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MH

Citation preview

Page 1: KUSTA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kusta adalah sebuah penyakit granulomatosa kronis disebabkan oleh

Mycobacterium leprae, yang terutama menyerang saraf tepi dan kulit.1 Kusta

termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahsa india kustha, dikenal sejak

1400 tahun sebelum masehi. Kata lepra disebut dalam kitab injil, terjemahan dari

bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya.

Ternyata bahwa pelbagai deksripsi mengenai penyakit ini sangat kabur, apabila

dibandingkan dengan penyakit kusta yang kita kenal sekarang.2

WHO telah berupaya untuk mengeliminasi penyakit ini dengan harapan target

prevalensi penderita disetiap negara adalah kurang dari 1 per 10.000 penduduk.

Target ini secara global di umumkan pada tahun 2000. Jumlah kasus baru Hansen

penyakit menurun dari lebih 750.000 di 2001 sampai 250.000 pada tahun 2007. Pada

2008, tiga negara belum pernah berhasil dalam tujuan eliminasi yaitu Brazil, Nepal,

dan Timor-Leste. Penyakit Hansen endemik di daerah tertentu, dengan 95% kasus

untuk dua dekade terakhir dilaporkan dari 17 negara. Brazil, India, dan Indonesia

mencapai 76% dari semua kasus di seluruh dunia.3

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan

masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis

tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan

1

Page 2: KUSTA

nasional. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga

termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya

pengetahuan atau pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang

ditimbulkannya.4 Kusta dapat disembuhkan, MDT membunuh bakteri dan

menghentikan penyebaran penyakit sehingga penderita dapat menjalani kehidupan

dengan normal, jika terdeteksi dini dan diobati dengan MDT kusta tidak akan

menyebabkan kecacatan.5 Sehinga pengetahuan akan manifestasi klinis yang baik

sangat diperlukan untuk mendiagnosis kusta dan memberikan terapi MDT sehingga

tujuan tersebut dapat dicapai secara masksimal.

2

Page 3: KUSTA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah M. leprae

yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit

dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain

kecuali susunan saraf pusat.2

2.2 Epidemiologi

Gambar 2.1 Prevalensi kusta, data dilaporkan WHO pada Januari 2011.6

Menurut WHO dan seperti yang dilaporkan oleh 130 negara, deteksi tahunan

global menurun dari 2004-2010, yaitu 407.791 dan 228.474 kasus baru dilaporkan.

3

Page 4: KUSTA

Prevalensi yang didata di seluruh dunia pada awal tahun 2010 adalah 192.246 kasus.

95% dari kasus baru didapatkan di negara-negara berikut: Angola, Bangladesh,

Brazil, China, Republik Demokratik Kongo, India, Ethiopia, Indonesia, Madagaskar,

Mozambik, Myanmar, Nepal, Nigeria, Filipina, Sri Lanka, Sudan, dan Tanzania.

Negara-negara ini merupakan kantong penyakit kusta dengan endemisitas tinggi. 6

Sementara itu di regional Asia Tenggara distribusi kasus kusta bervariasi berdasarkan

penemuan kasus baru dan prevalensi seperti terlihat dalam tabel di bawah ini : 4

Table 2.1 Situasi Kusta di wilayah WHO-SEARO pada tahun 2011. 4

Saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 di

dunia setelah India dan Brasil. Pada tahun 2010, Indonesia melaporkan 17.012 kasus

baru dan 1.822 atau 10,71% di antaranya, ditemukan sudah dalam keadaan cacat

tingkat 2 (cacat yang tampak). Selanjutnya, 1.904 kasus (11,2%) adalah anak-anak.7

4

Page 5: KUSTA

2.3 Etiologi

Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A

Hansen pada tahun 1874 di Nowegia, yang sampai sekarang belum juga dapat

dibiakkan dalam media artificial. Mycobacterium leprae berbentuk basil dengan

ukuran 3-8 µm x 0,5 µm, tahan asam dan alcohol serta gram-positif.1,2 Biasanya

berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang

bersuhu dingin. Manusia adalah reservoir pertama dari Mycobacterium leprae,

sedangkan binatang yang dapat menjadi reservoir lepra ditemukan pada 3 spesies

yaitu armadillos, simpanse, dan mangabey monkey.8

Gambar 2.2 Mycobacterium leprae

2.4 Klasifikasi

Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan

histopatologis,2,3 imunologi.3 Di antara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang

5

Page 6: KUSTA

terpenting dan paling sederhana.8 Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling

sedikit 15 – 30 menit, sedangkan histopatologik 10 – 14 hari. Kalau memungkinkan

dapat dilakukan tes lepromin (mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, yang

hasilnya baru dapat diketahui setelah 3 minggu. Penentuan tipe kusta perlu dilakukan

agar dapat menetapkan terapi yang sesuai.2

Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah klasifikasi

Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, dan klasifikasi menurut WHO ;2

Tabel 2.2 Zona spektrum kusta menurut berbagai klasifikasi.2

KLASIFIKASI ZONA SPEKTRUM KUSTARidley & jopling TT BT BB BL LLMadrid Tuberkuloid Borderline LepromatosaWHO Pausibasilar

(PB)Multibasilar (MB)

Puskesmas Pausibasilar (PB)

Multibasilar (MB)

Pasien secara gejala klinisnya diklasifikasikan menjadi dua kelompok untuk

tujuan pengobatan. Pasien dengan pausibasilar memiliki sedikit atau bahkan tidak

ditemukan bakteri pada lesinya, biasanya 3-5 lesi atau lebih sedikit (untuk tujuan

pengobatan , temuan basil tahan asam mengklasifikasikan pasien dalam pausibasilar

Hansen). Pasien dengan multibasilar didapatkan multipel, lesi simetris, dan pada

biopsi dan smear di dapatkan adanya bakteri tahan asam. Kekebalan seluler (cell

mediated immunity = CMI) tiap individu akan menentukan penyakit Hansen yang di

alami penderita. Jika respon CMI terhadap M. leprae kuat, maka jumlah organisme

akan sedikit (tipe pausibasilar), dan sebaliknya jika respon ini tidak memadai, maka

jumlah organisme akan banyak (multibasilar).3

6

Page 7: KUSTA

Tabel 2.3 Spektrum hubungan antara host-parasite di penyakit Morbus Hansen.3

Resistensi tinggi Resistensi tidak stabil Tidak resisten

Tuberkuloid (TT)

Borderline Tuberkuloid (BT)

Borderline (BB)

Borderline Lepromatous (BL)

Lepromatous (LL)

Lesi 1-3 sedikit Sedikit atau beberapa, asimetris

banyak Banyak dan simetris

Smear basil

0 1+ 2+ 3+ 4+

Tes lepromin

3+ 2+ + + 0

histologi Sel epiteloid berkurang Kerusakan saraf, sarcoid seperti granulom

Meningkatkan hiatiocytes, foam cell, granuloma, seperti xanthoma

Jika penyakit kulit tidak tampak, gejala klinis yang mungkin muncul adalah

patch hipopigmentasi tunggal, mungkin dengan anestesi ringan. Ini disebut kusta

indeterminate, karena perjalanan penyakit yang tidak dapat diprediksi pada tahap ini.

Lesi dapat hilang secara spontan atau dapat berlanjut ke bentuk lain dari penyakit

Hansen.3

Spektrum kusta memiliki dua tipe yang stabil, yaitu tuberkuloid dan

lepromatosa. Bentuk-bentuk tipe tersebut tidak dapat berubah, pasien tetap dalam satu

bentuk atau bentuk lain sepanjang perjalanan penyakit. Tuberkuloid atau yang disebut

TT, memiliki kekebalan seluler CMI yang tinggi, ditandai dengan lesi yang kurang

dari lima (sering hanya satu) dan organisme yang ditemukan sangat sedikit

(pausibasilar). Pasien memiliki imunitas seluler yang kuat terhadap organisme.

Dalam sejarah banyak pasien kusta TT sembuh secara spontan selama beberapa

7

Page 8: KUSTA

tahun. Bentuk lepromatosa disebut juga LL memiliki CMI yang sangat terbatas

terhadap organisme, lesi sangat banyak, dan banyak ditemukan organisme

(multibasilar). Diantara tipe lepromatus dan tuberkuloid terdapat berbagai tipe. Kasus

yang dekat dengan tipe tuberkuloid disebut borderline tuberkuloid (BT), kasus yang

dekat dengan tipe lepromatous yang disebut lepromatous borderline (BL), dan kasus

yang berada di tengah-tengah disebut borderline (BB). Tipe Borderline adalah

karakteristik yang labil, dan dalam perjalanan waktu tipe TT menuju LL, disebut

sebagai proses downgrading.3 Morbus Hansen bisa hanya menyerang saraf saja. Di

Nepal dan India, Morbus Hansen yang murni menyerang saraf ditemukan sebesar 5%

dari semua kasus baru Morbus Hansen.3

Tabel 2.4 Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995).2

PB MB1. Lesi kulit

(macula datar, papul yang meninggi, nous)

- 1-5 lesi- Hipopigmentasi- Distribusi tidak

simetris- Hilangnya sensasi

yang jelas

- > 5 lesi- Distribusi lebih

simetris- Hilangnya

sensasi kurang jelas

2. Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena

- Hanya satu cabang saraf

- Banyak cabang saraf

Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar dan

pausibasilar. Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe LL, BL, dan BB pada

8

Page 9: KUSTA

klasifikasi Ridley-Jopling dengan indeks bakteri lebih dari 2+ sedangkan pausibasilar

adalah tipe I, TT dan BT dengan indeks bakteri kurang dari 2+.2

Untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang

dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negative pada pemeriksaan

kerokan kulit, yaitu tipe I, TT, dan BT menurut klasifikasi Ridley & Jopling. Bila

pada tipe-tipe tersebut disertai BTA positif, maka akan dimasukkan ke dalam kusta

MB. Sedangkan kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB, BL, dan LL atau

apapun klasifikasi klinisnya dengan BTA positif, harus diobati dengan rejimen MDT-

MB.2

2.5 Patogenesis

Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang redah,

sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan

gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat

infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan respon imun yang berbeda.8

Meskipun cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui secara

pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui

kulit yag lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal

(secara inhalasi). Pengaruh M. leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas

seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu

regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis.8

9

Page 10: KUSTA

M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama terdapat pada

sel sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel schwann

di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk maka tubuh akan bereaksi

mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuclear, histiosit)

untuk memfagositnya.8

Patogenesis yang menyebabkan kerusakan jaringan disebabkan oleh empat

prinsip yang menyebabkan kerusakan jaringan.1

1. Derajat ekspresi CMI (cell mediated immunity) Lepromatous leprosi terjadi

karena kegagalan CMI spesifik melawan M. leprae yang mengakibatkan

multifikasi bakteri, penyebaran dan akumulasi bakteri dari antigen serta

menyerang jaringan lunak. Ketidakaktifan dari lymphocite dan macrofage

menandakan bahwa kerusakan jaringan saraf perifer lambat dan memiliki onset

yang gradual. Sedangkan pada tuberkuloid leprosy, CMI berekspresi dengan

kuat, sehingga infeksi terbatas pada sebagian bagian kulit dan persarafan

perifer. Infiltrasi limfosit yang cepat menyebabkan kerusakan saraf. Antara

kedua bentuk tipe terletak bentuk batas penyakit, yang mencerminkan

keseimbangan antara CMI dan bakteri.1

2. Tingkat luasnya infeksi dan multifikasi bakteri. Pada lepromatous leprosi,

penyebaran secara hematogen telah terjadi. Basil menyebar mulai dari lokasi

superfisial, termasuk mata, mukosa saluran pernafasan bagian atas, testis, otot-

otot halus, tulang pada tangan, kaki dan wajah, dan juga persarafan perifer dan

10

Page 11: KUSTA

kulit. Pada tuberkuloid leprosy, multifikasi basil terbatas penyebarannya pada

wilayah yang tidak luas dan basil tidak dapat dengan mudah ditemukan.1

3. Kerusakan jaringan yang diakibatkan proses imunologis : reaksi kusta Pada

pasien dengan tipe borderline (BT,BB,BL) imunologis pasien tidak stabil dan

beresiko terjadinya respon reaksi imunomediasi. Pada reaksi type 1 terjadi

penundaan reaksi hipersensitifitas yang disebabkan oleh meningkatnya paparan

dari antigen M. leprae pada kulit dan jaringan persarafan. Pada reaksi type 2,

erithema nodusum leprosum tejadi karena adanya imun komplek deposisi dan

sering terjadi pada pasien type BL dan LL yang memproduksi antibodi dan

memiliki antigen yang kuat.1

4. Kerusakan persarafan dan komplikasinya. Kerusakan persarafan terjadi pada

lesi kulit, serabut saraf sensorik dan otonom yang mensuplai dermal serta

subkutan mengalami kerusakan. Kerusakan pada persarafan ini akan

mengakibatkan kehilangan sensasi sensorik dan hilangnya ekskresi keringat

pada area lesi. Ujung saraf perifer rentan karena letak mereka di superfisial

ataupun pada fibro-osseus tunnel. Karena hal ini, peningkatan diameter dari

persarafan akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra neural. Akibatnya

akan terjadi kompresi neural yang mengakibatkan iskemik. Kerusakan pada

persarafan perifer akan memberikan tanda-tanda hilangnya rasa sensoris

berdasarkan dermatom dan hilangnya fungsi motorik yang dipersarafi oleh

persarafan yang rusak tersebut. Bukti fisiologis keterlibatan saraf otonom pusat

dan perifer juga telah dilaporkan.1

11

Page 12: KUSTA

Kerusakan persarafan menyebabkan timbulnya anastesia, kelemahan otot dan

kontraktur serta disfungsi autonomik. Hal ini akan memudahkan terjadinya trauma,

terbentur, luka, terbakar, terpotong, yang akhirnya akan menjadi nekrosis jaringan

karena trauma yang terjadi terus-menerus yang akan menjadi ulserasi, secondary

selulitis, dan osteomielitis serta hilangnya jaringan lunak pada akhirnya akan berakhir

pada kecacatan.1

Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas seluler, dengan

demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat

bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan. Pada kusta

tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag

sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah kuman di fagosit, makrofag akan

berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu

membentuk sel datia langhans. Bila infeksi ini tidak segera di atasi akan terjadi rekasi

berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan

sekitarnya.8

Sel schawn merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae, di samping itu

sel Schwann berfungsi sebagai demielinasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai

fagositosis. Jadi bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman

dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan

terjadi kerusakan yang progesif.8

12

Page 13: KUSTA

2.6 Manifestasi klinis

Lesi awal dan gejala yang muncul

Gejala prodromal sangat jarang dan penyakit ini di identifikasi hingga

munculnya suatu erupsi pada kulit. Manifestasi klinis pertama pada 90% pasien

adalah mati rasa, dan mungkin terjadi beberapa tahun sebelum lesi pada kulit dan

tanda-tanda lainnya di temukan. Awalnya akan terjadi perubahan sensitifitas sensorik

terhadap suhu dan raba ringan, paling sering terjadi di tangan dan kaki. Kehilangan

kemampuan membedakan panas dan dingin terjadi lebih awal daripada sensibilitas

terhadap benda tajam. Gejala tanda-tanda kerusakan pada saraf dan intensitasnya

tergantung pada jenis kusta yang dialami.3

Pasien sering datang dengan gejala gangguan pada saraf: yaitu kelemahan atau

anestesi karena lesi yang menyerang saraf perifer, atau melepuh, terbakar atau ulkus

di tangan dan kaki yang mengalami anestesi. Pada pasien dengan tipe borderline

mungkin tampak reaksi dengan nyeri saraf, tiba-tiba palsy, beberapa lesi baru pada

kulit, nyeri pada mata, atau demam sistemik.1

Lesi yang pertama kali muncul biasanya adalah berkurangnya sensasi sensorik

pada kulit, atau lesi kulit terlihat. Lesi yang awal kali muncul, berdasarkan survei,

merupakan kusta indeterminate, yang paling sering ditemukan pada wajah,

permukaan ekstremitas, pantat atau badan (lihat gambar 2.3). Pada daerah Kulit

kepala, ketiak, lipatan paha dan kulit daerah pinggang cenderung aman dari lesi. Lesi

indeterminate terdiri dari satu atau lebih dengan sedikit hipopigmentasi atau makula

13

Page 14: KUSTA

eritematosa, dengan diameter beberapa sentimeter, dengan batas yang tidak tegas.

Pertumbuhan rambut dan fungsi saraf tidak terganggu. Biopsi dapat menunjukkan

infiltrasi perineurovascular, dan bila dilakukan pemeriksaan yang berkelanjutan akan

ditemukan sedikit BTA.1 atau bahkan tidak didapatkan BTA.3

Gambar 2.3 Indeterminate leprosy. Wajah seorang anak Nepal tampak

patch hipopigmentasi dengan central healing.1

Tuberkuloid Leprosy (TT)

Lesi tuberkuloid yang tunggal1,3 atau sedikit jumlahnya1,3 (lima atau kurang) dan

distribusi yang asimetris.3 Lesi dapat hipopigmentasi1,3 atau eritematosa1,3, dan

biasanya kering1,3, bersisik1,3, dan rambut yang rontok1,3 (Gambar 2.4). Lesi khas

kusta tuberkuloid besar, disertai plaque eritematosa dengan batas jelas dengan bagian

tepi yang meninggi dan didapatkan central healing. Predileksi tersering adalah wajah,

tungkai, atau tubuh. Sedangkan bagian yang tidak didapatkan lesi pada kulit kepala,

ketiak, selangkangan, dan perineum.3

14

Page 15: KUSTA

Gambar 2.4 Tuberkuloid leprosy 3

Lesi pada kulit yang tampak berupa plak yang mencolok (berbeda warna dengan

kulit sekitarnya), eritematosa, copper coloured atau ungu, tampak peninggian pada

tepi lesi dan hipopigmentasi pada tengah lesi. Eritema mungkin tidak tampak pada

pasien dengan kulit yang lebih gelap. Gangguan sensorik sulit di temukan pada wajah

dikarenakan banyaknya suplai dari ujung saraf sensorik. Jika pemeriksa melakukan

pemeriksaan dengan menggunakan jari, di bagian luar, maka akan teraba saraf yang

menebal di sekitarnya, misalnya nervus ulnaris menebal jika terdapat lesi di lengan.

Umumnya didapatkan efloresensi makula pada lesi, erythematous di kulit yang cerah

dan hipopigmentasi (tidak pernah depigmentasi) di kulit gelap.1

15

Page 16: KUSTA

Gambar 2.5 Tuberkuloid leprosy dengan plaque eritematosa

Gambar 2.6 Tuberkuloid leprosy dengan plaque hipopigmentasi

16

Page 17: KUSTA

Borderline Tuberkuloid (BT)

Lesi ini menyerupai tipe TT kecuali bahwa lesi lebih kecil dan jumlah lesi yang

lebih banyak (gambar 2.7). Terdapat satelitlesi disekitar makula yang besar dan

plaques.3 gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe

tuberkuloid. Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya

asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.

Terdapat lebih sedikit rambut rontok.8

Gambar 2.7 Borderline Tuberkuloid

17

Page 18: KUSTA

Mid borderline (BB)

Dalam kusta borderline, lesi kulit banyak (tapi masih dapat dihitung) dan

merah, plak berbentuk tidak teratur. Lesi satelit kecil dapat mengelilingi plak lebih

besar. Tepi lesi susah digolongkan sehingga lebih condong di tipe tuberkuloid. nerves

mungkin menebal dan nyeri, anestesi hanya sedang pada lesi.3

Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum

penyakit kusta. Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai.

Lesi dapat berupa lesi yang infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi

kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi BT dan cenderung simetris. Lesi

sangat bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya. Bisa didapatkan

lesi punched out yang merupakan cirri khas tipe ini. Pemeriksaan bakteriologis

ditemukan sejumlah bakteri, reaksi lepromin biasanya negatif, lesi merah dan bentuk

ireguler, lesi satelit kecil meungkin tampak, mungkin terdapat regional adenopathy.8

Borderline lepromatous leprosy

Dalam kusta tipe borderline lepromatosa, lesi simetris, banyak (terlalu banyak

untuk dihitung), dan mungkin termasuk makula, papula, plak, dan nodul. Kemudian

saraf mulai terkena, nervus yang membesar, nyeri, atau keduanya, dan biasanya

simetris. Hilangnya sensasi dan berkeringat lebih lesi individual adalah normal.

Pasien biasanya tidak menunjukkan gambaran fullblown kusta lepromatosa, seperti

madarosis (hilangnya rambut alis), keratitis, ulserasi hidung, dan leonine facies.3

18

Page 19: KUSTA

Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah

sedikit dan dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih

bervariasi bentuknya. Walaupun masih kecil, papul dan nodul lebih tegas dengan

distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada

bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan pinggir luarnya, dan

beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa

hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih

cepat muncul dibandigkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat

predileksi.8

Lepromatous leprosy

Lesi kusta lepromatous berupa makula yang menyebar dan simetris tersebar ke

seluruh tubuh. Makula tuberkuloid bentuknya besar dan sedikit jumlahnya,

sedangkan makula lepromatosa berbentuk kecil dan banyak. Makula lepromatosa

yang tidak jelas, menunjukkan tidak ada perubahan dalam tekstur kulit, dan samar

dengan kulit di sekitarnya. Ada sedikit anastesi atau mungkin tidak ditemukannya

anastesi pada lesi, tidak ada penebalan saraf, dan tidak didapatkan gangguan

berkeringat. Hilangnya rambut secara lambat namun progesif terjadi pada sepertiga

bagian luar alis, kemudian bulu mata, dan akhirnya, tubuh, namun, rambut kulit

kepala biasanya tidak terkena.3

Infiltrasi lepromatosa dapat dibagi menjadi diffuse, plak, dan nodular (Gambar

2.8). Jenis diffuse ditandai dengan perkembangan infiltrasi diffuse di wajah, terutama

19

Page 20: KUSTA

dahi, madarosis, dan kulit yang mengkilap dan seperti lilin, kadang-kadang

digambarkan seperti tampilan yang dipernis (varnished).3

Gambar 2.8 Lepromatous leprosy3

Infiltrasi dapat bermanifestasi dengan perkembangan nodul yang disebut

lepromas. Nodul awal yang tidak jelas dan paling sering terjadi di bagian acral :

telinga (Gambar 2.9) , alis, hidung, dagu, siku, tangan, pantat, atau lutut. Kerusakan

nervus juga terjadi pada lepromatous kusta, namun berkembang dengan lambat.

Seperti lesi kulit, kerusakan saraf terjadi bilateral simetris, biasanya dalam bentuk

stocking-glove. Ini sering salah didiagnosis sebagai neuropati diabetes di AS.3

Gambar 2.9 Lepromatous leprosy, pembesaran cuping telinga3

20

Page 21: KUSTA

Gejala klinis awal berupa kulit (karena kerusakan nervus biasanya tanpa gejala),

tetapi terjadi tanpa disadari oleh pasien, yang sering mengeluhkan gejala klinis yang

lain, di antaranya hidung buntu dan epistaksis, dan edema kaki dan pergelangan kaki

karena peningkatan stasis kapiler dan permeabilitas. Tanda-tanda kulit terdiri dari

makula, berdifusi papula, infi ltration atau nodul, atau keempat-empatnya. Makula

kecil, multiple, eritematosa atau agak hipopigmentasi, dengan tepi kabur dan

permukaan mengkilap (Gambar 2.10). Papula dan nodul biasanya memiliki warna

yang sama dengan kulit normal, tetapi kadang-kadang eritematosa (Gambar 2.11),

dengan distribusi bilateral simetris pada wajah, lengan, kaki dan pantat, mungkin

terdapat di mana saja selain di rambut kulit kepala, aksila, lipat paha dan perineum

(daerah kulit dengan suhu yang tinggi). Pada lesi tidak didapatkan gangguan

pertumbuhan rambut dan sensasi. Lesi mukosa mulut berupa papules pada bibir dan

nodul pada palatum (mungkin terjaadi perforasi), uvula, lidah dan gusi (Gambar

2.12). Mukosa hidung tampak hiperemi atau ulserasi dan mudah berdarah, epistaksis

umum terjadi (Gambar 2.13) .1

Gambar 2.10 Lepromatous leprosy1

21

Page 22: KUSTA

Gambar 2.11 Lepromatous leprosy1

Gambar 2.12 LL, menunjukkan adanya bentukan infiltrasi lepromatous, perhatikan

hancurnya hidung dan infiltrasi dari lidah1

22

Page 23: KUSTA

Gambar 2.13 Lepromatous leprosy1

Saraf sensoris yang terpanjang yang akan pertama kali terkena, menyebabkan

mati rasa dan anestesi pada permukaan dorsal tangan dan kaki, dan kemudian pada

permukaan ekstensor lengan dan kaki, dan akhirnya berakhir di tubuh. Infiltrasi saraf

kornea menyebabkan anestesi, yang menjadi predisposisi cedera, infeksi dan

kebutaan jika terdapat lagophthalmos karena terjadi kerusakan saraf wajah. Tangan

dan kaki membengkak dan dapat terjadi edema. Pada radiografi mungkin didapatkan

osteoporosis di falang, kista osteolitik kecil dan fraktur kompresi. Jari-jari terlihat

menjadi bengkok atau pendek (Gambar 2.14). Kuku menjadi tipis dan rapuh.1

23

Page 24: KUSTA

Gambar 2.14 Lepromatous leprosy1

Jika pasien tetap tidak diobati maka garis dahi menjadi lebih tebal dan mengental

(facies leonine), alis dan bulu mata menjadi menipis atau hilang (madarosis), lobus

telinga menebal, hidung menjadi cacat, dan dapat terjadi deformitas hidung karena

perforasi pada septum, dan kehilangan tulang hidung bagian depan.1 Pada stadium

lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang

menyebabkan anestesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.8

Gambaran klinis ogan tubuh lain yang dapat diserang yaitu: mata berupa iritis,

iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan. Dan hidung: epistaksis, hidung pelana.

Tulang dan sendi: aborsi, mutilasi, arthritis. Lidah: Ulkus dan nodus. Larings: suara

parau. Testis: ginekomasti, epididimitis akut, orkhitis, atrofi. Kelenjar limfe :

limfadenitis. Rambut: alopesia, madarosis. Ginjal: glumerulonefritis, Amioloidoisis

ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.8

Kerusakan pada saraf

Dari ketiga fungsi fisiologis saraf, komponen sensorik adalah yang pertama dan

yang paling parah terkena dampaknya, tapi terkadang didapatkan lesi murni pada

motorik. Disfungsi otonom akan selalu muncul dengan kerusakan saraf yang parah.

24

Page 25: KUSTA

Dalam lesi kulit ini terkait dengan hilangnya pertumbuhan rambut, dan kelenjar

sebasea dan sekresi keringat, dan minimnya pembentukan pigmen. Di tungkai akan

menyebabkan statisnya kapiler, sianosis dan kekeringan, yang menyebabkan rentan

terhadap kulit yang pecah-pecah. Dua penelitian kohort besar dengan pemeriksaan

saraf sistematis menunjukkan bahwa saraf tibialis posterior adalah yang paling sering

terkena, diikuti oleh ulnaris, median, poplitea lateral dan wajah. Lesi pada nervus

ulnaris dan nervus median biasanya rendah/sedikit, yang menyebabkan pengecilan

otot tapi kelemahan fleksor tidak mendalam, dan anestesi dari dua bagian tangan.

Umumnya lesi pada saraf peroneal menyebabkan kesulitan dalam dorsofleksi dan

eversi kaki dan anestesi pada bagian luar kaki, sebuah kombinasi yang merupakan

predisposisi trauma dan ulserasi plantar. Kerusakan saraf tibialis posterior termasuk

hal yang serius karena menyebabkan kelumpuhan dan kontraktur otot-otot kecil kaki

dan anestesi dari telapak kaki.1

Kuman M.leprae sering menyerang saraf tepi yang terletak superfisial dengan

suhu yang relative dingin. Saraf tepi yang dapat terserang akan menunjukkan

berbagai kelainan yaitu: N. Fasialis (lagoptalmus, mulut, mencong), N. Trigeminus

(anestesi kornea), N. auricularis magnus, N. Radialis (drop wrist), N. Ulnaris

(anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari V dan sebagaian jari IV), N.Medianus

(anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari I,II,III dan sebagaian IV), kerusakan

nervus ulnaris dan nervus medianus menyebabkan jari kiting (clow toes) dan tangan

cakar (claw hand), N. peroneus komunis (droop foot). N. tibialis posterior (mati rasa

telapak kaki dan jari kitting (Claw toes).8

25

Page 26: KUSTA

Mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan ialah pembesaran, konsistensi,

dan nyeri atau tidak. Hanya beberapa saraf superficial yang dapat dan perlu diperiksa,

yaitu N. fasialis, N. Aurikularis magnus, N. Radialis, N. Ulnaris, N. Medianus, N.

poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior. Tampaknya mudah, tetapi memerlukan

latihan dan kebiasaan untuk memeriksanya. Bagi tipe ke arah lepromatosa kelainan

saraf biasanya bilateral dan menyeluruh, sedang bagi tipe tuberkuloid, kelainan

sarafnya lebih terlokalisasi mengikuti tempat lesinya.

Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam deformitas

primer dan sekunder. Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh granuloma

yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak

jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang

jari, dan wajah. Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat kerusakan saraf,

umumnya deformitas diakbatkan keduanya, tetapi terutama karena kerusakan saraf.

Gejala-gejala kerusakan saraf:

N. ulnaris :

Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis

Clawing kelingking dan jari manis

Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial

N. medianus :

Anesthesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah

Tidak mampu aduksi ibu jari

Clawing ibu jari, telunjuk, danjari tengah

Ibu jari kontraktur

26

Page 27: KUSTA

Atrofi otot tenar dan kedau otot lumbrikalis lateral

N. radialis :

Anesthesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk

Tangan gantung (wrist drop)

Tidak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

N. poplitea laeralis :

Anesthesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis

Kaki gantung (foot drop)

Kelemahan otot peroneus

N. tibialis posterior

Anesthesia telapak kaki

Claw toes

Paralisis otot intrinsic kaki dan kolaps arkus pedis

N. fasialis

Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus

Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi

wajah dan kegagalan mengatupkan bibir

N. trigeminus

Anesthesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata

Kerusakan mata pada kusta juga dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan

alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya.

Sekunder disebabkan oleh rusaknya N. fasialis yang dapat membuat paralisis N.

27

Page 28: KUSTA

orbikularis palpebrarum sebagaian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang

selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara sendiri –

sendiri atau bergabung akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.2

Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat,

kelenjar palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Pada

tipe lepromatosa dapat timbul ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal

dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus testis.2

Reaksi kusta

Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang

sebenarnya sangat kronik. Adapun patofisiologinya belum jelas betul, terminology

dan klasifikasinya masih bermacam-macam. Mengenai patofisiologinya yang belum

jelas itu akan diterangkan secara imunologik. 2

Reaksi imun dapat menguntungkan, tetapi dapat pula merugikan yang disebut reaksi

imun patologik, dan reaksi kusta ini tergolong di dalamnya. Dalam klasifikasi yang

bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak di anut pada akhir-akhir ini,

yaitu:

ENL (eritema nodusum leprosum) dan

Reaksi reversal atau reaksi upgrading

ENL terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula timbul pada BL,

berarti makin tinggi multibasilarnya makin besar kemungkinan timbulnya ENL.

Secara imunopatologis, ENL termasuk respon imun humoral, berupa fenomena

kompleks imun akibat reaksi antara antigen M. leprae + antibodi (Igm, IgG) +

28

Page 29: KUSTA

komplemen kompleks imun. Tampaknya reaksi ini analog dengan rekasi fenomena

unik, tidak dapat disamakan begitu saja dengan penyakit yang lain. Dengan

terbentuknya kompleks imun ini, maka ENL termasuk di dalam golongan penyakit

kompleks imun, oleh karena salah satu protein M. leprae bersifat antigenik, maka

antibodi dapat terbentuk. Ternyata bahwa kadar immunoglobulin penderita kusta

lepromatosa lebih tinggi daripada tipe tuberkuloid. Hal ini terjadi oleh karena pada

tipe lepramatosa jumlah basil jauh lebih banyak daripada tipe tuberkuloid ENL. Lebih

banyak terjadi pada pengobatan tahun kedua. Hal ini dapat terjadi karena pada

pengobatan, banyak basil antigen yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi, serta

mengaktifkan sistem komplemen. Kompleks imun tersebut terus beredar dalam

sirkulasi darah yang akhirnya dapat melibatkan berbagai organ. 2

Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema, dan nyeri

dengan tempat predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat

menimbulkan gejala seperti iridoksiklitis, neuritis akut, limfadenitis, arthritis,

orkistitis, dannefritis yang akut dengan adanya proteinuria. ENL dapat disertai gejala

konstitusi dari ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologik pula.

Perlu ditegaskan bahwa pada ENL tidak terjadi perubahan tipe lain. Lain halnya

dengan reaksi reversal yang hanya dapat terjadi pada tipe borderline (L, BL, BB, BT,

Ti), sehingga dapat disebut reaksi borderline. Yang memegang peranan utama dalam

hal ini adalah SIS, yaitu terjadi peningkatan mendadak SIS. Meskipun faktor

pencetusnya belum diketahui pasti, diperkirakan ada hubungannya dengan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi peradangan terjadi pada tempat-tempat basil M.

leprae berada, yaitu pada saraf dan kulit, umumnya terjadi pada pengobatan 6 bulan

29

Page 30: KUSTA

pertama, neuritis akut dapat menyebabkan kerusakan saraf secara mendadak, oleh

karena itu memerlukan pengobatan segera yang memadai. Seperti pernah diterangkan

terdahulu bahwa yang menentukan tipe penyakit adalah SIS. Tipe lepra yang

termasuk borderline ini dapat bergerak bebas ke arah TT dan LL dengan mengikuti

naik turunnya SIS, sebab tiap perubahan tipe selalu disertai perubahan SIS pula.

Begitu pula reaksi reversal, terjadi peningkatan SIS, hanya bedanya dengan cara

mendadak dan cepat. 2

Penggunan istilah downgrading untuk reaksi lepra, akhir-akhir ini sudah

hampir tidak terdengar lagi, tetapi pemakainnya hanya untuk menunjukkan

pergeseran ke arah lepromatosa masih tetap berlaku, berarti bergerak secara lambat,

tidak secepat reaksi. 2

Gejala klinis reaksi reversal umumnya sebagain atau seluruh lesi baru dalam

waktu yang relative singkat. Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritema, lesi macula

menjadi infiltrate, lesi infiltrate makin infiltrative dan lesi lama menjadi bertambah

luas. Tidak perlu seluruh gejala harus ada, satu saja sudah cukup. Adanya gejala

neuritis akut penting diperhatikan, karena sangat menentukan pemberian pengobatan

kortikosteroid, sebab tanpa gejala neuritis akut pemberian kortikosteroid adalah

fakultatif. 2

Kalau diperhatikan kembali reaksi ENL dan reversal secara klinis, ENL

dengan lesi eritema nodusum sedangkan reversal tanpa nodus, sehingga disebut reaksi

lepra nodular sedangkan rekasi reversal adalah reaksi non-nodular. Hal ini penting

membantu menegakkan diagnosis reaksi atas dasar lesi, ada atau tidak adanya nodus.

30

Page 31: KUSTA

Kalau ada berarti reaksi nodular atau ENL, jika tidak ada berarti reaksi non-nodular

atau reaksi reversal atau reaksi borderline.2

Tipe 1 reaksi terjadi pada tipe borderline dan ditandai oleh neuritis akut dan

atau lesi kulit inflamasi yang akut. Nervus menjadi rapuh dan terjadi gangguan fungsi

sensorik dan motorik. Lesi kulit menjadi eritematosa atau edema dan jarang

memborok. Lesi baru mungkin muncul. Kadang-kadang, edema wajah, tangan atau

kaki menjadi gejala utama, tetapi gejala yang berhubungan tidak biasa terjadi. Sebuah

studi kohort baru-baru ini di India menemukan bahwa sebagian besar tipe 1 reaksi

terjadi setelah 12 bulan memulai pengobatan. Wanita juga beresiko selama masa

nifas.1

Reaksi tipe 2 (ENL) terjadi pada pasien multibasiler (LL dan BL). . Terjadi

sebanyak 50% dari LL dan 15% dari BL pasien mungkin mengalami reaksi ENL.

Serangan sering akut pada awalnya, tetapi dapat diperpanjang atau berulang selama

beberapa tahun dan akhirnya berkurang tapi tetap berbahaya, terutama pada mata.

ENL yang paling sering muncul adalah nodul merah yang nyeri pada wajah dan

permukaan ekstensor tungkai. ENL adalah gangguan sistemik yang menyebabkan

demam dan malaise dan bisa disertai dengan uveitis, dactylitis, arthritis, neuritis,

limfadenitis, myositis dan orchitis. Neuritis pada saraf perifer dan uveitis dengan

komplikasi dari synechiae, katarak dan glaukoma adalah komplikasi yang paling

serius dari ENL.1

31

Page 32: KUSTA

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Morbus Hansen atau kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan

oleh infeksi M. leprae yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat

32

Page 33: KUSTA

menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial,

mata, otot, tulang, dan testis, kecuali susunan saraf pusat. Terjadi kerusakan sensoris

dan motoris akibat deformitas dan sensibilitas oleh karena kusta.

Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena dapat

terjadi ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Penderita kusta bukan menderita karena

penyakitnya saja, tetapi karena dikucilkan masyarakat sekitarnya. Hal ini dikarenakan

akibat kerusakan saraf besar yang irevesible di wajah dan ekstremitas, motorik, dan

sensorik, serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anestetik

disertai paralisis dan atrofi otot.

Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit lain.

Sebaliknya banyak penyakit lain dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan

penyakit kusta. Oleh karena itu diperlukan kemampuan mendiagnosis penyakit kusta

secara tepat dan membedakannya dengan pelbagai penyakit yang lain agar dapat

menyembuhkan penderita, serta mencegah timbulnya cacat.

33