Upload
buithien
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
61
LAMPIRAN-LAMPIRA
Transkrip Wawancara Pra Penelitian :
1. Pada hari kamis 8 Oktober 2014 di Cafetaria kampus UKSW tepatnya pukul 15:45
WIB, Penulis melakukan wawancara dengan salah satu mahasiswa Etnis Maluku Rifort
Pormes berusia 26 thn, mahasiswa FTI UKSW. Penulis bertanya “Kaka sebagai Senior
anak Maluku di UKSW, pasti tahu Etnis Maluku pernah berkonflik dengan etnis dari
mana saja ?”. Sambil menghisap rokok dan minum segelas kopi kemudian menjawab
“ adik, anak Maluku di Salatiga tuh hampir dengan semua etnis pernah berkonflik”
jawab Rifort dengan suara agak keras, karena keadaan kafetaria yang saat itu sedang
rame. “kalau adik mau tahu anak Maluku tahun 2009 pernah konflik dengan anak dari
Kupang dan Sumba”. Kemudian penulis bertanya lagi ke Rifort yang sedang meneguk
segelas kopi. “kenapa bisa sampai konflik dengan Kupang dan Sumba, konfliknya
cuman masalah kecil atau masalah besar?” sambil mengganguk Rifort menjawab “
kalau dari Kaka pribadi itu Konflik paling besar paling heboh di tahun 2009, karena
penasaran dengan konflik yang terjadi penulis bertanya lagi sambil menatap Rifort
dengan serius. “waktu itu ceritanya bagaimana sampai bisa jadi konflik yang besar ?”.
Rivort mulai bercerita secara pelan-pelan “ jadi waktu itu pas malam-malam anak
Kupang dan Sumba ada yang lewat Burjo, nah ketemu anak Maluku yang lagi minum
miras, karena dalam keadaan mabuk anak Maluku ada yang ganggu anak Kupang dan
Sumba, kalau sudah mabuk kata-kata yang keluar pasti kata-kata kebun binatang
semua, dari anak Kupang dan Sumba tidak terima, akhirnya Anak Maluku ditikam
pakai pisau”. Penulis kemudian mengangguk mengerti sambil menulis jawaban
berdasarkan cerita dari Rifort.
2. Hari Jumat 25 September 2014 penulis melakukan Wawancara dengan Senior
mahasiswa Papua dan juga mantan pengurus perkumpulan HIMPAR 2005-2013, Yobo
29 thn Mahasiswa Pasca Sarjana Studi Pembangunan UKSW pada jam 11:00 WIB di
Cafetaria Kampus. Ketika penulis melakukan wawancara Yobo baru saja selesai
makan, kemudian penulis bertanya “Kaka, Etnis Papua pernah konflik dengan etnis
dari mana saja ?” karena Yobo baru selesai makan dia mengusap mulut kemudian
62
menjawab pertanyaan “Aduh, kalau anak Papua itu sering sekali buat konflik. Dengan
orang Jawa anak Papua pernah, dengan Sumba juga pernah, dengan teman-teman dari
Maluku juga pernah, jadi kalau mau dibilang hampir sebagian Etnis yang ada pernah
konflik dengan kami”. Sambil mengangguk dan menulis, penulis bertanya lagi “lalu
yang paling sering Etnis Papua berkonflik itu dengan Etnis dari mana ? sambil
tersenyum Yobo menjawab “ anak Papua itu paling sering konflik dengan anak dari
Sumba, kejadian kemarin kalau tidak salah bulan Juli 2014 kami barusan konflik kecil
dengan teman-teman dari Sumba” dengan ketawa penulis bertanya pada Yobo sambil
mengipas-ngipas menggunakan kertas karena keadaan café yang saat itu sangat panas,
“konflik kecilnya yang kayak apa kaka ?” tanpa menuggu lama Yobo langsung
menjawab “ Mabuk punya kerja to adik “ kemudian Yobo tertawa dan penulis pun
mengangguk mengerti sambil menulis.
3. Selasa 22 September 2014 penulis melakukan wawancara dengan mantan Ketua
HIPMA 2013 - 2014 Rio Tamagola 25 thn Mahasiswa Hukum UKSW pada sore hari
pukul 16:55 WIB di Taman Kampus samping Balaiurung Utama. Sambil duduk di
taman penulis mulai bertanya “ Onco sebagai mantan ketua HIPMA, tahu berapa
banyak konflik yang yang terjadi dari Etnis Maluku dengan Etnis yang lain?” Sambil
mengeluarkan handphone dari dalam tas kemudia Rio menjawab “Ada, salah satunya
itu kejadiannya tanggal 23 Agustus 2014 dan juga di bulan Juli, ada anak Maluku dan
Sumba berkelahi, gara-gara ada yang mabuk terus karena sudah tidak sadar lalu
bakuhantam satu dengan yang lain. Penulis kemudian menulis dan bertanya lagi “
berarti cuman selang beberapa bulan konflik ada lagi ? Rio langsung menjawab “ iya,
binggung juga kenapa Anak Maluku itu sering sekali konflik dengan anak Sumba “
Penulis kemudian mengangguk-angguk
4. 17 Oktober 2014 di Gedung INTELKAM Polres Salatiga penulis melakukan
wawancara dengan Aiptu.Y.Agung Bayu.Sn 43 thn yang bertugas pada Bagian Fungsi
INTELKAM Polres Salatiga, pada pukul 13:35 . Dalam ruangan beliau penulis
kemudian bertanya dengan pelan-pelan “dari bagian INTELKAM sering menangani
kasus konflik antar Etnis dan yang sering berkonflik dari Etnis mana saja ?” sambil
melipat kedua tangan diatas meja Aiptu.Bayu menjawab “Etnis yang sering berkonflik
yang sering ditangani bagian Intelkam Polres yaitu konflik antar Mahasiswa Maluku
63
dan Sumba, penyebabnya yah itu karena mabuk akibat minum miras ada juga karena
saling tidak suk kemudian balas dendam” sambil menulis penulis bertanya lagi “
menurut Bapak kenapa yang sering konflik Etnis Maluku dan Sumba ?” sambil
mengangguk “orang Maluku dan Sumba itu yang saya lihat yah mbak ,orangnya itu
cepat emosi, dibakar sedikit pasti cepat menyala” penulis kemudian tersenyum kecil
sambil menggeleng-geleng kepala.
5. 7 November 2014 di Gedung Administrasi Pusat kampus, penulis melakukan
wawancara dengan Kepala Bagian Keamanan Kampus Ekayoga 45 thn dan Budi Juandi
Keamanan Parkir Kampus. Penulis duduk bertiga di lantai dua GAP kemudian
bertanyaa “ Setahu Bapak Konflik apa saja yang pernah terjadi di lingkungan kampus
?” dalam keadaan diam kemudia Bpk. Ekayoga menjawab “Konflik yang pernah
terjadi di kampus biasanya konflik yang kejadiannya di luar daerah kampus mbak, tapi
karena ada hubungan ikatan dengan kampus kemudian masalah dibawa ke kampus,
dan kalau bisa diselesaikan saat itu mediasi dilakukan langsung oleh Pembantu Rektor
3 “ sambil mengangguk penulis bertanya lagi “ Etnis mana saja yang sering berkonflik
?” “Kalau Etnis yang sering konflik itu selama beberapa tahun ini Etnis Sumba dan
Maluku itu yang paling sering sekali” jawab Bpk. Ekayoga. “ konflik yang sering
terjadi biasanya itu mahasiswa dari Indonesia Timur, bukannya mau menjelekan ya
mbak tetapi pada kenyataannya seperti itu. Kadang masalahnya hanya masalah
sepele,kayak minum miras eh kok sampai jadi besar sampai masuk polisi segala”
sambung Bpk Budi Juandi
Transkrip Wawancara Penelitian :
1. Pada tanggal 20 Maret 2015 Penulis melakukan Wawancara dengan 4 orang
dari Etnis Sumba Umbu Jimmi Mahasiswa 23 thn , Roni Kanaridi Mahasiswa
26 thn, Umbu Ola Mahasiswa 25 thn , Fredrick Pekuwajang 28 thn Mahasiswa,.
Wawancara dilakukan di Cafetaria kampus pukul 12:45 WIB. Penulis mulai
bertanya “apa yang menjadi kebiasaan dari orang Sumba” Ude langsung
menjawab “Di Sumba itu orang-orangnya suka kumpul-kumpul dengan
keluarga atau tidak dengan kawan. Penulis bertanya lagi “Apa yang dilakukan
64
pada saat kumpul-kumpul?” “Kami kalau yang laki-laki kumpul itu yah tidak
jauh-jauh dari minum tuak,kalau tidak minum miras, cerita-cerita kita di Sumba
suka minum sama-sama karena itu juga bisa mengeratkan hubungan
persaudaraan” jawab Umbu Jimmi. Penulis bertanya lagi “apa yang menjadi
karakter Etnis Sumba ?” suasana diam kemudian Umbu Ola menjawab
“Hampir semua orang Sumba itu wataknya keras, cepat emosi ditambah lagi
temperamental tinggi, ego juga tinggi. Jadi jangan heran kalau orang Sumba
itu suka berkelahi karena karakter kami seperti ini”. Sambil menulis kemudian
penulis bertanya “ orang Sumba yang sering mabuk itu hubungannya berarti
tidak baik dengan orang lain ? dengan suara agak pelan Roni menjawab “Orang
Sumba itu memang suka minum miras, buat onar, tapi tidak semua dari kami
seperti itu, kami juga punya solidaritas yang baik dengan sesama orang Sumba,
kalo ada satu orang dari kami yang dipukul kami sebagai saudara yang sama-
sama dari Sumba kita pasti akan bantu”. Setelah Roni menjawab penulis
mencatat dan kemudian bertanya lagi “bagaiman Etnis Sumba menjalani
hubungan komunikasi dengan Etnis Maluku?” sambil meminum Es Teh
Frederick menjawab “Kita sebagai orang Sumba sangat senang bergaul
dengan orang dari etnis mana saja apalagi dengan orang dari Maluku karena
kita sama-sama dari daerah Indonesia Timur, kita harus bisa menjalin
hubungan yang baik dan apalagi kita disini sama-sama berstatus anak
perantau,yang jauh dari orang tua kita harus bisa membangun komunikasi
yang baik dan saling menjaga satu dengan yang lain” pada saat penulis sedang
mencatat Frederick kemudian mengatakan “Kami kalau berkomunikasi dengan
anak-anak Maluku ataupun etnis mana saja, kami selalu berpikir kalau kami
ini anak Sumba jadi kalian mau terima atau tidak juga kita tidak peduli, yang
penting kita bangga jadi orang Sumba”.
Penulis kembali bertanya “Bagaimana penilaian dari Etnis Sumba kepada Etnis
Maluku ?” Jimmi dengan cepat menjawab “Kalau lihat orang Maluku itu pasti
kelihatan ‘sok’, terlalu banyak gayanya, banyak omong, apalagi merasa paling
keren dari pada yang lainnya. Pertanyaan pun kembali ditanyakan oleh penulis
“Bagaimana gaya bicara atau intonasi yang ada pada Etnis Sumba ?” “Gaya
bicara kami orang Sumba, dalam berkomunikasi itu bisa dibilang sangat datar
dan juga pelan- pelan intonasinya” jawab Roni. Penulis kembali bertanya
“Bagaimana Etnis Sumba mengartikan gaya bicara dari Etnis Maluku ?” sambil
65
menghisap rokok Umbu Ola menjawab “Orang Maluku itu kalau bicara nada
bicaranya tinggi, kayak orang yang marah-marah, apalagi gaya bicaranya cepat
sekali”. Penulis terus bertaya “ Bagaimana penilaian Etnis Sumba dalam menilai
gaya berpenampilan Etnis Maluku ?” sambil tersenyum Jimmi menjawab “Ketika
kami orang Sumba melihat orang Maluku , kami lihat mereka sangat mementingkan
penampilan, lihat saja barang-barang yang mereka pakai, semua barang-
barangnya jauh dari kata sederhana, hampir semua orang Maluku di Salatiga,
memiliki karakter berpenampilan yang sama, baik itu perempuan juga laki-
lakinya. Selanjutnya penulis bertanya tentang konflik yang pernah terjadi anatar
Etnis Sumba dan Etnis Maluku. “Bagaimana awalnya sampai konflik dapat terjadi
?“ Frederik langsung menjawab “Awal terjadinya konflik antara kami dan Etnis
Maluku yah karena kurangnya komunikasi yang baik saja sehingga ada salah
pahaman antara kami orang Sumba dan mereka orang Maluku”. Penulis kemudian
bertanya “ kenapa samapi konflik bisa terjadi pada hal sama-sama anak perantau”
? “Kami itu wataknya keras, ego kami orang Sumba juga tinggi dan juga
temperamental, karakter kita seperti itu yang membuat kita juga menjadi gampang
sekali terpancing emosi sampai buat konflik” jawab Roni. Penulis kemudian
mencatat cerita yang di jawab oleh para narasumber.
2. 14 April 2015 Gapenulis melakukan wawancara dengan 3 orang Etnis Maluku
Ganes Maloy 23 thn Mahasiswa, Art Saherlatu 23 thn Mahasiswa, dan Rifort
Pormes 26 thn Mahasiswa di samping BU UKSW pukul 10:00 WIB . “Kenapa
orang Maluku suka minum miras “ . Ganes langsung menjawab “Orang Maluku
itu dari kecil sudah suka miras, jadi sampai besar juga kebiasaan miras tidak
bisa hilang, apalagi pengaruhnya besar dari lingkungan tempat tinggal dan
pergaulan, jadi sudah menjadi kebiasaan orang Maluku. Penulis kemudian
bertanya lagi “Apa pernah minum miras sampai membuat kegaduhan yang
parah ?” “Kalau kita di Maluku minum miras itu sama teman-teman di
lingkungan rumah, kalau sudah mabuk parah pasti ujung-ujungnya bisa konflik
dengan kampung lain, kalau salah satu sudah ada yang dipukul kita juga pasti
harus balas” jawab Art. Sambil mencatat penulis bertanya “Apa yang menjadi
karakter dari Etnis Maluku ?” Rifort menjawab “Kalau kita orang Maluku itu
terkenal dengan cepat emosi, darah tinggi, suka berantam, selain itu juga cepat
temperament”. Penulis bertanya lagi “ Bagaimana hubungan dalam
66
komunikasi antar Etnis Maluku dan Etnis Sumba ?” Art langsung menjawab
“Selama ini kami dari etnis Maluku berusaha untuk bisa menjalin komunikasi
dengan orang dari etnis mana saja begitu juga menjalain hubungan dan
komunikasi yang baik dengan teman-teman dari Etnis Sumba, kami anak
Maluku berusaha untuk menghilangkan pandangan orang-orang bahwa kami
ini adalah orang-yang suka berkelahi”. Pertanyaan selanjutnya dari penulis
“bagaimana hubungan komunikasi yang terjadi antara Etnis Maluku dan Etnis
Sumba? Art menjawab “Kami beberapa kali, pernah menjalin hubungan baik
dengan teman-teman dari Etnis Sumba, dalam kegiatan Pentas Seni Budaya
Indonesia (PSBI) dan komunikasi yang terjalin juga sangat baik dan aman-
aman saja. Selanjutnya penulis bertanya “bagaimana Penilain dari Etnis
Maluku kepada Etnis Sumba ? Ganes menjawab “Dari kami itu melihat orang
Sumba bicaranya kasar, merasa paling jago dari yang lainnya, dan
pemikirannya masih primitif". Sambil mengangguk peulis bertanya lagi
“Bagaimana gaya bicara atau intonasi yang ada pada Etnis Maluku ? Art
menjawab “Gaya bicaranya sebetulnya datar dan pelan tapi banyak orang
yang bilang kalau bicara orang Maluku itu terlalu sangat cepat intonasnya”.
Lalu bertanya “Bagaimana Etnis Maluku mengartikan gaya bicara dari Etnis
Sumba” orang Sumba biasanya bicara dengan dialek khas Sumba yang intonasi
bicaranya ditekan-tekan, dan gaya berbicaranya sangat cepat.”. penulis terus
bertanya “Bagaimana penilaian Etnis Maluku dalam menilai gaya
berpenampilan Etnis Sumba?”jawab Rifort “Orang sumba itu gayanya kayak
orang yang tidak terurus, semua gayanya ala rasta, rambut gondrong tidak
terawat”. Kemudian bertanya tentang konflik yang terjadi antar Etnis Sumba
dan Etnis Maluku “Bagaimanakah awal konflik dapat terjadi antar Etnis
Sumba dan Etnis Maluku?” Ganes menjawab “Selama ini konflik yang terjadi
antara kami Etnis Maluku dan Etnis Sumba dari satu orang dulu, kemudian
nanti dari satu orang itu yang akan membuat menjadi bertambah besar sampai
ke kelompok etnis”. selang beberapa detik Art menjawab “Hampir semua dari
kami orang Maluku itu emosinya tinggi, jadi gampang untuk ‘naik darah’ dan
potensi terjadi konflik juga besar, apalagi kalau Etnis Sumba salah paham
dengan cara berkomunikasi kami yang seperti ini”. “Ada juga anak Maluku
yang dulunya tidak pernah minum minuman keras tapi karena pergaulan
sehari-hari di lingkungan tempat tinggal (kos/kontrakan) lama-kelamaan
67
menjadi terpengaruh yang pertama coba-coba menjadi ketagihan minum
miras, kalau sudah mabuk berat pasti bikin onar” sambung si Ganes. Rifort
menambahkan “kebiasaan kami bicara secara spontan sesuai dengan yang
dilihat itu yang kami katakan secara langsung, jadi kadang membuat orang
Sumba merasa tidak nyaman dan marah dari penilaian yang kami berikan”.
Kemudian penelis bertanya “Apabila ada salah satu anggota etnis yang dipukul
apa yang dilakukan sebagai teman satu etnis? “ Ganes menjawab “Kami
sebagai Etnis Sumba kami punya prinsip “pukulan diganti pukulan, luka
diganti dengan luka”, kalau ada teman kami yang diserang dan dipukul kami
harus membalas karena sudah diperlakkan tidak baik”. Art juga
menambahkan “Pasti bantu dan balas ke orang yang sudah berani pukul, kami
harus menolong teman yang susah, apalagi kita orang Maluku itu punya istilah
“ Maluku satu darah ale rasa beta rasa”. Penulis kemudian mengangguk
paham.
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89