Upload
laili-khairani
View
67
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
Pendahuluan
Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan, terutama di
negara maju. Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak. Dilaporkan bahwa
sejak dua dekade terakhir prevalensi asma meningkat, baik pada anak-anak maupun dewasa.
Asma mempunyai dampak negatif pada kehidupan penderitanya, seperti menyebabkan tidak
masuk sekolah, keterbatasan kegiatan berolahraga, maupun aktivitas seluruh keluarga. Prevalensi
total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut
sangat bervariasi, terdapat perbedaan antar negara bahkan di beberapa daerah suatu negara1
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004
memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di
Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%.2
Meskipun belum ada survei asma secara nasional di Indonesia, dari penelitian yang ada
menyimpulkan bahwa prevalens asma di daerah rural (4,3%) lebih rendah daripada di daerah
urban (6,5%) dan yang tertinggi adalah di kota besar seperti di Jakarta (16,4%).1
Jumlah ini dapat meningkat lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang
underdiagnosed. Sebagian besar atau 80 persen kematian justru terjadi di negara-negara
berkembang. Tingginya angka kematian akibat asma, banyak karena kontrol asma yang buruk.
Hal ini juga karena sikap pasien dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahannya.3
Dalam Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun (Riskesdas) 2007, prevalensi
penyakit asma di provinsi NTB sebesar 5,3% (kisaran: 1,8-7,2%), tertinggi di Lombok Tengah,
terendah di Kota Mataram (nasional 3,5%). Prevalensi penyakit asma cenderung semakin
meningkat sejalan dengan peningkatan umur, sedikit lebih tinggi perempuan daripada laki-laki
serta lebih tinggi pada kelompok yang tidak sekolah.
Serangan asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan mengancam kehidupan.
Berbagai factor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma, antara lain adalah olahraga
(exercise), allergen, infeksi, perubahan suhu yang mendadak atau pajanan terhadap iritan
respiratorik seperti asap rokok, dan lain-lain. Selain itu, berbagai factor turut mempengaruhi
tinggi rendahnya prevalensi asma di suatu tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-
ekonomi, dan factor lingkungan. Factor-faktor tersebut dapat mempengaruhi prevalensi asma,
derajat penyakit asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan dan kematian akibat
penyakit asma.4
Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dokter, khususnya spesialis
anak dalam menangani anak asma. Pengendalian lingkungan, pemberian ASI ekslusif minimal 4
bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu
rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi manifestasi alergi makanan dan
khususnya dermatitis atopi pada bayi.5
Asma merupakan salah satu jenis penyakit 10 terbanyak dalam kunjungan ke Puskesmas
Narmada. Pada tahun 2012, asma menempati peringkat ke-6 dalam kunjungan ke UGD
Puskesmas Narmada. Pada bulan Januari sampai dengan Desember 2012 penyakit asma
mencapai 400 kasus.
Bila asma dapat dikendalikan, maka risiko kematian dapat dicegah. Karena gejala asma
tidak sering muncul, maka perlu diagnosa serta penanganan yang tepat. Penyakit asma tidak
dapat disembuhkan dengan obat-obatan yang ada karena obat tersebut hanya berfungsi
menghilangkan gejala. Namun, dengan mengontrol penyakit asma, penderita bisa bebas dari
gejala penyakit yang mengganggu.
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Gambaran Penyakit Asma di Puskesmas Narmada
Berdasarkan Data Jumlah Kasus di Puskesmas, pada tahun 2012, penyakit asma
merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Narmada tahun
2012.
Tabel 1. Data 10 Penyakit Terbanyak (Rawat Jalan dan Rawat Inap) Puskesmas Narmada
Bulan Januari-Desember 2012.
No Nama Penyakit Jumlah
1. ISPA 7589
2. Gastritis 3170
3. Penyakit otot dan jaringan sendi 3027
4. Hipertensi 2521
5. Penyakit kulit infeksi 1794
6. Asma 1673
7. Demam sebab lain 1494
8. Penyakit kulit alergi 1227
9. Diare 1203
10. Kecelakaan dan rudapaksa 628
Sumber : Data Rekapan SP2TP-LB1 Puskesmas Narmada 2012.
Dari data penderita asma tahun 2012 di Puskesmas Narmada, terbanyak ditemukan pada
usia 45-54 tahun sebanyak 480 kasus (28,6%), diikuti usia 20-40 tahun sebanyak 440 kasus
(26,3%), dan usia 60-69 tahun sebanyak 328 kasus (19,6%). Sedangkan untuk penderita asma
usia ≤14 tahun sebanyak 90 kasus (5,3%). Hal ini menunjukkan jumlah penderita asma anak di
wilayah Puskesmas Narmada juga cukup tinggi. Penelitian prevalens asma anak di beberapa
kota besar di Indonesia mendapatkan hasil yang bervariasi mulai dari 2,1% hingga 22,2%. 1
Prevalensi asma di Indonesia tahun 2002, dilaporkan oleh Kartasasmita di Bandung dari 2678
anak, kelompok usia 6-7 tahun 3,0%, dan dari 2836 anak kelompok usia 13-14 tahun 5,2%.
Rahajoe di Jakarta melaporkan kelompok usia 13-14 tahun sebanyak 1296 orang didapati
prevalensi 6,7%.
Selama 3 tahun terakhir angka kejadian asma di Puskesmas Narmada dapat dilihat pada
grafik di bawah ini:
Gambar 1. Data Jumlah Penderita Asma (Rawat Inap dan Rawat Jalan) di Puskesmas
Narmada Tahun 2010-2012
2010 2011 2012
Jumlah Penderita Asma di Puskesmas Narmada 2177 968 1673
250
750
1250
1750
2250
Tabel 2. Data Jumlah Penderita Asma di Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
Jum
lah
Pend
erita
Sumber: Data Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
Dari tabel tersebut terjadi peningkatan kejadian asma pada tahun 2011 sebanyak 968 kasus
menjadi 1673 kasus pada tahun 2012. Berdasarkan pencatatan kasus baru pada tahun 2012,
didapatkan jumlah kasus asma sebanyak 17 kasus, dimana jumlah penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan.
Penyakit asma juga merupakan 10 Penyakit terbanyak di ruang rawat inap dan UGD
Puskesmas Narmada. Jumlahnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Data Jumlah Penderita Asma di Ruang Rawat Inap Puskesmas Narmada Bulan
Januari-Desember Tahun 2010-2012
No Tahun Jumlah
1. 2010 24
2. 2011 36
3. 2012 26
Sumber : Data Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
Tabel 3. Data Jumlah Penderita Asma di UGD Puskesmas Narmada Bulan Januari-
Desember Tahun 2010-2012
No. Tahun Jumlah
1. 2010 341
2. 2011 442
3. 2012 595
Sumber: Data UGD Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
2.2. Konsep Penyakit Asma
2.2.1. Definisi Asma
Definisi asma yang lengkap yang menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar
mekanisme terjadinya asma dikelurkan oleh GINA. Asma didefinisikan sebagai gangguan
inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosi T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing
berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun
bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan
pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas saluran respiratorik terhadap
berbagai rangsangan.
Pedoman Nasional Asma Anak juga menggunakan definisi yang praktis dalam bentuk
definisi operasional yaitu wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul
secara episodic dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari (nocturnal), musiman, adanya
factor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversible baik secara spontan maupun
dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien/keluarganya,
sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.
2.2.2. Faktor Resiko
Berbagai factor resiko dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat
ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma. Beberapa factor tersebut sudah
disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian.
a. Jenis Kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalensi asma pada anak
laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 samapi 2 kali lipat anak perempuan, namun,
dari benua Amerika dilaporkan bahwa belakangan ini tidak ada perbedaanprevalens asma
antara anak laki-laki (51,1 per 1000) dan perempuan (56,2 per 1000).
b. Usia
Umumnya, pada kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti asma pertama kali
timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan.
c. Riwayat atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya resiko asma persisten dan beratnya
asma. Eksema persisten berhubungan pula dengan gejala asma persisten. Menurut
Buffum dan Settipane, anak dengan eksema dan uji kulit positif menderita asma berat.
Terdapat juga laporan bahwa anak dengan mengi persisten dalam kurun waktu 6 tahun
pertama kehidupan mempunyai kadar IgE lebih tinggi daripada anak yang tidak pernah
mengalami mengi, pada usia 9 bulan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa sensitisasi
alergi terhadap allergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan,
merupakan predictor timbulnya asma.
d. Lingkungan
Adanya allergen di lingkungan hidup anak meningkatkan resiko pemyakit asma. Allergen
yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah serpihan kulit binatang
piaraan, tungau debu rumah, jamur dan kecoa.
e. Ras
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalensi asma dan kejadian
serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih.
f. Asap rokok
Prevalen asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak
terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak janin dalam
kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan menyebabkan
meningkatnya resiko. Pada anak yang terpajan asap rokok, kejadian eksaserbasi lebih
tinggi, anak lebih sering tidak masuk sekolah, dan umumnya fungsi faal parunya lebih
buruk daripada anak yang tidak terpajan.
g. Outdoor air pollution
Beberapa partikel di udara seperti debu jalan raya, nitrat dioksida, karbon monoksida,
atau SO2, diduga berperan pada penyakit asma, meningkatkan gejaa asma, tetapi belum
didapatkan bukti yang disepakati. Pada anak-anak yang cepat terpajan dengan lingkungan
tersebut, kejadian asma rendah. Prevalens asma paling rendah pada anak yang di tahun
pertama usianya kontak dengan kandang binatang dan pemerah susu.
h. Infeksi respiratorik
2.2.3. Patofisiologi dan Patogenesis
Pada sekitar tahun 1970, asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang timbul
mendadak, dan akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Mekanisme utama
timbulnya gejala asma diakibatkan hiperreaktivitas bronkus, sehingga pengobatan utama asma
adalah untuk mengatasi bronkospasme.
Konsep terkini yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas,
melibatkan dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan
reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi
eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik.
Proses inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan atau tidak bergejala.
Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan
manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi diperkirakan faktor atopi
memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak dan dewasa.
Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen pada awalnya
menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk IgE spesifik oleh sel plasma. IgE melekat
pada reseptor Fc pada membran sel mast dan basofil. Bila ada rangsangan berikutnya dari
alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat (immediate asthma reaction). Terjadi degranulasi
sel mast dan dilepaskan mediator-mediator seperti histamin, leukotrien C4 (LTC4), prostaglandin
D2 (PGD2), tromboksan A2 dan tryptase. Mediator-mediator tersebut menimbulkan spasme otot
bronkus, hipersekresi kelenjar, edema, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan
akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut. Keadaan ini
akan segera pulih kembali serangan asma hilang dengan pengobatan.
Gambar 1. Patogenesis Asma (GINA)
Mediator inflamasi yang berperan merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan
proses keradangan, mempertahankan proses inflamasi. Mediator inflamasi tersebut akan
membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel,
penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada rangsangan spesifik
maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menjadi menetap, penderita akan lebih peka
terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila paparan berlangsung
terus dan penatalaksanaan kurang adekuat.
Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang proses
reparasi saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang
menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah remodeling atau repair. Pada
proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan Eosinophil Growth Factor
(EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast berproliferasi, epitel mengalami hiperplasia,
pembentukan kolagen bertambah. Akibat proses remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel
yang rusak, jaringan membrana basalis mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia
kelenjar, edema submukosa, infiltrasi sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini
tidak memberikan perbaikan klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang
persisten dan memberikan gambaran klinis asma kronis.
Gambar 2. Proses Inflamasi dan Remodelling pada Asma
Menurut paradigma yang lampau, proses remodeling terjadi akibat kerusakan epitel
bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Sehingga apabila obat antiinflamasi tidak
diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasi berlangsung terus dan obstruksi
saluran napas menjadi irreversibel dan proses remodeling bertambah hebat. Pada penelitian
terhadap anak dengan riwayat keluarga atopi yang belum bermanifestasi sebagai asma ternyata
ditemukan infiltrasi eosinofil dan penebalan lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa
proses remodeling telah terjadi sebelum atau bersamaan dengan proses inflamasi. Apabila
intervensi dini diberikan segera setelah gejala asma timbul, bisa jadi tindakan kita telah terlambat
untuk mencegah terjadinya proses remodeling.
Pafisiologi
Inflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal yang
mendasari gangguan fungsi. Respon terhadap inflamasi pada mukosa saluran napas pasien asma
ini menyebabkan hiperreaktifitas bronkus yang merupakan tanda utama asma. Pada saat terjadi
hiperreaktivitas saluran napas sejumlah pemicu dapat memulai gejala asma. Pemicu ini meliputi
respon hipersensitivitas tipe 1 (dimedisi 1gE) terhadap alergen debu rumah dan serbuk sari yang
tersensitisasi, iritan seperti udara dingin, polutan atau asap rokok, infeksi virus, dan aktivitas
fisik/olahraga. Hiperreaktivitas saluran napas akan menyebabkan obstruksi saluran napas
menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Proses patologis utama yang mendukung obstruksi saluran napas adalah edema mukosa,
kontraksi otot polos dan produksi mukus. Obstruksi terjadi selama ekspirasi ketika saluran napas
mengalami volume penutupan dan menyebabkan gas di saluran napas terperangkap. Bahkan,
pada asma yang berat dapat mengurangi aliran udara selama inspirasi. Sejumlah karakteristik
anatomi dan fisiologi memberi kecenderungan bayi dan anak kecil terhadap peningkatan risiko
obstruksi saluran napas antara lain ukuran saluran napas yang lebih kecil, recoil elastic paru
yang lebih lemah, kurangnya bantuan otot polos saluran napas kecil, hiperplasia kelenjar mukosa
relatif dan kurangnya saluran ventilasi kolateral (pori cohn) antar alveolus.
2.2.5. Diagnosis dan Klasifikasi
Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda klinik dan pemeriksaan
tambahan.
1. Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang, mengi, sesak dada,
kesulitan bernafas,
2. Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan saluran nafas, alergen
dan emosi, sedangkan perangsang (inducer) berupa kimia, infeksi dan alergen.
3. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung pada saat inspirasi
(anak), bicara terputus putus, agitasi, hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-
tanda lain sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak,
4. Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin atau
bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat membantu menegakkan diagnosis
asma.
Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar (>6
tahun) pemeriksaan fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan
peak flow meter atau yang lebih lengkap dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui
provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau
dengan NaCl hipertonis. Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu
diupayakan, karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana
asma, selain itu dapat juga menggunakan lembar catatan harian sebagai alternative.
Klasifkasi asma sangat diperlukan karena berhubungan dengan tatalaksana lanjutan (jangka
panjang). GINA membagi asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium.menjadi 4 klasifikasi yaitu asma intermiten, asma persisten, ringan,
asma persisten sedang, dan asma persisten berat.
Table 1. Klasifikasi derajat asma pada anak
Parameter klinis,
kebutuhan obat, dan
faal paru
Asma episodic Jarang Asma episodic Sering Asma Persisten
1. Frekuensi
serangan
< 1x / bulan > 1 x / bulan Sering
2. Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi.
3. Intensitas
Serangan
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4. Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
5. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
6. Pemeriksaan fisik
diluar serangan
Normal (tidak
ditemukan serangan)
Mungkin terganggu
(ditemukan kelianan)
Tidak pernah normal
7. Obat pengendali Tidak perlu Perlu Perlu
8. Uji faal paru
(diluar serangan)
PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/PEV1 < 60%
Variabilitas 20-30%
9. Variabilitas faal
paru (bila ada
serangan)
Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%
2.2.6. Tatalaksana
BAB III
Laporan Kasus
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. I
Umur : 2 tahun 2 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Majeti, Narmada
Suku : Sasak
Agama : Islam
Waktu Pemeriksaan : 1 Mei 2013
3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Narmada dengan dikeluhan mengalami sesak nafas. Pasien
dikeluhkan sesak sering dirasakan ketika malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan saat
malam hari. Pasien dikeluhkan saat sesak sering disertai dengan suara nafas berbunyi ngik-ngik
(mengi). Ibu Pasien mengaku pasien sering mengalami hal serupa sejak pasien berumur 1 bulan
dan dirasa bertambah berat akhir-akhir ini. Pasien juga mengeluh batuk berdahak bersamaan
dengan sesak, dahak berwarna putih, darah (-). demam (-). Pilek (+). Dikeluhakn ibu Pasien
dalam 2 minggu, dapat mengalami sesak 1 kali, dan dalam sebulan dapat mengalami ≥ 2 kali
sesak pada malam hari.
Saat timbulnya sesak, pasien sangat rewel dan sangat mengganggu aktivitas serta nafsu
makan pasien menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien terakhir mengalami sesak pada bulan lalu dan sampai membuat pasien dibawa ke
UGD Puskesmas Narmada untuk dilakukan Nebulisasi.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Kakek pasien dari ayah mengalami riwayat sesak dan sering kambuh, riwayat penyakit
epilepsi (-) jantung (-), ginjal (-).
Riwayat Pengobatan:
Ibu pasien mengaku tidak meminum obat-obatan lain selain obat asma yang diberikan.
Ibu pasien mengaku pernah beberapa kali mengalami sesak nafas yang berat yang
membuat pasien harus ke IGD dan dilakukan nebulisasi.
Ibu pasien mengaku minum obat dari puskesmas apabila sesaknya timbul saja.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Riwayat sakit selama ibu pasien hamil (-), ANC rutin di posyandu. Pasien merupakan
anak kedua, lahir spontan ditolong bidan, lahir langsung menangis, berat badan lahir 3000
gram dan panjang badan 51 cm. Riwayat kuning / biru setelah lahir (-).
Riwayat nutrisi :
Pasien diberikan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dan setelah itu mulai diberikan
makanan pendamping berupa bubur. Sampai saat ini pasien makan nasi 3 kali sehari.
Riwayat vaksinasi :
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan sampai saat
ini pasien rutin dibawa ibunya untuk menimbangkan berat badannya di Posyandu setiap
bulannya.
Ikhtisar Keluarga:
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
Pasien tinggal di rumah di Dasan Majeti, Narmada. Anggota keluarga inti pasien dapat
dilihat pada skema di atas.
Riwayat Lingkungan, Sosial, Ekonomi
Pasien tinggal bertujuh dirumah bersama tiga kakak tirinya dan kedua orang tuanya.
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dan ibu pasien berjualan di rumah dengan
penghasilan perbulan kira-kira Rp 1.000.000 – Rp. 1.500.000
Ayah pasien seorang perokok, dalam sehari dapat menghabiskan 5 batang rokok. Ayah
pasien merokok terkadang di dalam rumah, dan pasien kadang-kadang digendong saat ayah
pasien sedang merokok.
Rumah pasien terdiri dari tiga kamar tidur, dua ruang tamu sekaligus ruang keluarga, satu
kamar mandi, dapur kecil, dan satu kamar dijadikan gudang. Luas rumah pasien ± 6 meter x
11 meter. Dinding menggunakan tembok, atap rumah terbuat dari genteng dan lantai dari
semen. Jendela di rumah pasien jarang dibuka sehingga sirkulasi udara di dalam rumah
menjadi tidak lancar. Rumah pasien dengan rumah tetangga pasien depan dan belakang
berdekatan, yaitu dengan jarak kurang lebih 1,5 meter. Kamar mandi pasien terdapat jamban
yang cukup bersih. Dapur terdapat di dalam rumah namun ibu pasien di rumah memasak
dengan menggunakan kompor minyak tanah.
Anak I
Aq. I Iq. R
Anak II
Pasien mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-harinya berasal dari air Sumur dan sumber
air Narmada. Air yang dikonsumsi dari sumber air Narmada, yang dimasak sebelum
diminum. Dan dari air itupula digunakan untuk mandi, mencuci dan keperluan rumah tangga
lainnya.
Saat ini sedang musim panen, tetangga pasien banyak yang membakar sisa hasil panennya
dan asapnya memasuki rumah.
3.3. PEMERIKSAAN FISIK (2 Mei 2013)
Status Present :
KU : Sedang
Kes : CM
RR : 40 x/menit, tipe : abdominotorakal
HR : 100 x/menit, lemah, teratur.
T ax : 36,5 oC.
Status Gizi
Berat badan : 8,3 kg Panjang badan : 55 cm
Indeks gizi :
Status General :
o Kepala dan Leher :
- Bentuk : normocephali, UUB menutup.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor, refleks pupil
(+/+), edema palpebra (-/-)
- THT : telinga : struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-)
Hidung : napas cuping hidung (-), rinorhea (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-)
- Mulut : bibir sianosis (-), lidah dan mukosa mulut normal, palatum normal
- Leher : Pembesaran KGB servikal (-), Pembesaran KGB Supraklavikula (-),
Pembesaran KGB aksiler (-)
Thorax :
• Inspeksi : Retraksi suprasternal (-), retraksi subcostal (+), pergerakan dinding dada
simetris, deformitas(-).
• Palpasi : Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri).
• Perkusi : Pulmo: sonor pada seluruh lapang paru.
• Auskultasi : Pulmo : bronves +/+, rh -/-, wh +/+
Cor : S1S2, tunggal, reguler, gal (-), murmur (-)
Abdomen :
• Inspeksi : Distensi (-)
• Auskultasi : BU (+) N
• Palpasi : Supel, Hepar/Lien tidak teraba, nyeri tekan (-) seluruh lapang abdomen
• Perkusi : Timpani
Ekstermitas :
Clubbing finger (-)
Tungkai Atas Tungkai bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral dingin - - - -
Edema - - - -
Kulit :
Ikterus (-), pustula (-), Petekie (-)
Urogenital :
Tidak dievaluasi.
3.4. DIAGNOSIS
Asma Bronkial
3.5. DIAGNOSTIK BANDING
-
3.6. RENCANA TERAPI
Nebulizer : NaCl 1 : 2
Ambroxol syr 3 x ½ Cth
CTM 3 x 0,5 mg
Salbutamol
Paracetamol syr k/p ½ cth
3.7. PROGNOSIS
Bonam
3.8. KIE
KIE yang dapat diberikan pada pasien dan keluarganya berupa:
1. Seluk beluk asma. Selain itu penting memahami sifat-sifat dari penyakit asma:
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor
tertentu bisa kambuh lagi.
Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan
jangka panjang secara teratur.
2. Membantu pasien mengenali intensitas dan frekuensi gejala guna menentukan
klasifikasi asma yang dialami dan untuk memonitor asma sendiri.
3. Mengenali dan menghindari pencetus asma, seperti:
Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kecoa, kucing, jamur dll). Upaya
yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
Mengganti alas tidur karpet dengan kasur busa, mencuci sarung bantal, selimut
setiap 2 minggu, mengatur barang-barang di dalam kamar dengan rapi, barang-
barang yang jarang dipakai (seperti baju bekas, mainan, buku, dll) diatur dengan
rapi di luar kamar, lantai di pel setiap hari, membersihkan langit-langit kamar,
membersihkan kamar setiap hari, barang-barang di dalam kamar seperti tv, radio,
dan kipas angin dibersihkan, jendela harus sering dibuka agar ruangan tidak
menjadi lembab.
Alergen diluar ruangan (tepung sari bunga, jamur, binatang). Upaya yang dapat
dilakukan untuk menghindarinya:
Tidak memelihara binatang yang memiliki bulu lebat dan mudah rontak serta
berusaha menghindari kontak dengan binatang tersebut, membersihkan halaman
dari rumput-rumput liar.
Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,
susu sapi, telur). Hindari memakan makanan instan, makanan yang tampak
mencolok warnanya, makanan laut, telur dan makanan-makanan yang terbuat dari
telur.
Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain). Upaya
yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
Menghindari memakai parfum terutama yang berbau tajam, semprotan nyamuk
ataupun pengharum ruangan.
Asap rokok dari perokok aktif dan pasif. Upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindarinya:
Tidak berada di dekat orang yang merokok.
Polusi udara di luar dan di dalam ruangan.Upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindarinya:
Tidak berada di dekat orang yang memasak, terutama jika menggunakan kayu
bakar, mengganti sepenuhnya penggunaan kayu bakar dengan kompor,
menghindari bau makanan yang merangsang (tumisan), menggunakan
masker/penutup hidung jika sedang berkendara/bekerja.
Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas
tertentu. Hindari aktiftas berlebihan atau bekerja berlebihan.
Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab. Upaya
yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
memakai masker guna melindungi dari hawa lembab dan debu.
Infeksi saluran pernapasan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:
menjaga kebugaran, tidak berada di dekat orang yang flu, segera berobat bila sakit
panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek.
4. Merencanakan pengobatan jangka panjang, dengan pemberian obat-obatan pengontrol
dan pelega serta meminum obat-obatan tersebut secara teratur.
5. Mengatasi serangan asma dengan tepat dengan mengenal tanda serangan akut
(bertambahnya gejala batuk, sesak, dan mengi) dan tanda perburukan asma
(peningkatan asma malam, kebutuhan obat meningkat, aktivitas menurun).
6. Memeriksakan diri dengan teratur guna memonitoring perkembangan penyakit.
Deteksi dini pada keluarga penderita asma juga perlu dilakukan, sehingga apabila ada
anggota keluarga yang memiliki gejala serupa, dianjurkan untuk segera berobat ke
puskesmas.
7. Menjaga kebugaran dan olahraga
BAB IV
Penelusuran Kasus
4.1. Dasar Pemilihan Kasus
Penyakit asma semula dianggap bukan masalah serius di Indonesia. Namun, angka
morbiditas dan mortalitasnya terus meningkat baik di dunia maupun di Indonesia maka
penanganan penyakit ini perlu mendapat perhatian serius. Survei Kesehatan Rumah tangga
(SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan
ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%. 2
Pada Laporan Hasil Riskesdas NTB 2007, prevalensi penyakit asma di provinsi NTB
sebesar 5,3% (kisaran: 1,8-7,2%) dimana Kabupaten Lombok Barat menempati urutan ketiga
yaitu sebesar 5,7%. Kondisi tersebut termasuk tinggi dibandingkan dengan prevalensi penyakit
asma secara nasional yang sebesar 3,5%. Pada hasil Riskesdas tersebut, ditemukan juga
prevalensi asma tinggi pada kelompok yang tidak sekolah dan ditemukan lebih banyak di desa
dibandingkan di kota.3
Asma termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dalam kunjungan ke Puskesmas Narmada.
Pada tahun 2012, asma menempati peringkat ke-6 dalam kunjungan ke Puskesmas Narmada
sebanyak 1673 kasus, sedangkan asma juga termasuk dalam 10 penyakit terbanyak kunjungan
UGD dan rawat inap.
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi penderita dapat sembuh dalam arti
asmanya terkontrol. Bila tidak, akan mengganggu kualitas hidup penderita yang menyebabkan
kehilangan waktu sekolah dan kehilangan jam kerja. Disamping itu penderita harus mampu
meminimalkan faktor-faktor pemicu penyakit tersebut seperti keadaan lingkungan dimana kita
berada dan perilaku.
Sementara di Indonesia faktor pemicu asma baik di desa maupun di kota masih sangat
tinggi antara lain dari asap kebakaran hutan, asap kendaraan bermotor dan asap atau debu
industri. Disamping itu perilaku merokok, pemakaian bahan kimia (obat anti nyamuk, parfum
dll) dan menjamurnya makanan produk massal industri yang mengandung pewarna, pengawet
dan vetsin (MSG) memberi kontribusi yang bermakna pada penyakit ini.2 Oleh karen itu,
pengetahuan tentang penyakit asma perlu diketahui masyarakat umum, sehingga ikut membantu
untuk meminimalisasi faktor pencetus asma bagi penderitanya. Terapi pencegahan yang teratur
adalah kunci untuk mengontrol asma. Meski asma merupakan penyakit kronik dan seumur hidup
butuh perawatan rutin untuk dapat hidup normal dan aktif. Penatalaksanaan asma yang tepat,
termasuk kerja sama antara perawat dan pasien serta keluarganya, terbukti dapat memberikan
hasil yang baik dan tercapainya asma kontrol.
4.2. Dokumentasi Penelusuran Kasus