Upload
dinaadarius
View
947
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komponen utama penyusun tubuh hewah adalah air, yang jumlahnya
mencapai 60-95% berat tubuh hewan. Air tersebar pada berbagai bagian tubuh,
baik di dalam sel maupun diluar sel (cairan ekstra seluler: CES). CES sendiri
tersebar pada berbagai bagian tubuh, contohnya plasma darah dan cairan
serebrospinal. Dalam CES terlarut berbagai macam zat, meliputi bebagai ion dan
sari makanan, sisa obat, hormone, serta zat sisa metabolism seperti urea dan
asam urat. Konsentrasi setiap jenis zat dalam cairan tubuh dapat berubah setiap
saat, tergantung pada berbagai faktor (Isnaeni, 2006).
Sekalipun demikian, hewan harus mampu mempertahankan keseimbangan
antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat. Mekanisme untuk
mengatur jumlah air dan konsentrasi zat terlarut disebut osmoregulasi. Jadi,
osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan
zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan. Proses inti dalam osmoregulasi adalah
osmosis. Osmosis adalah pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan
air lebih tinggi menuju cairan yang mempunyai kandungan air lebih rendah
(Isnaeni, 2006).
Hewan harus melakukan osmoregulasi karena perubahan keseimbangan
jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan terjadinya perubahan
arah aliran air atau zat terlarut menuju ke arah yang tidak diharapkan. Contoh
untuk melihat proses osmoregulasi terhadap hewan adalah pada hewan-hewan
akuatik. Hewan dapat di katakan sebagai hewan hipoosmotik atau hiperosmotik
berdasarkan sifatnya, dikatakan hipoosmotik karena memiliki konsentrasi
larutan yang lebih rendah dibandingkan dengan konsentarsi lingkungannya,
1
sedangkan dikatakan hiperosmotik karena memiliki konsentrasi larutan yang
lebih tinggi dibandingkan konsentari lingkungannya (Isnaeni, 2006).
Ikan dikelompokan berdasarkan tempat hidupnya dalam mekanisme
mempertahankan tekanan osmotic di dalam tubuhnya menjadi tiga yaitu, ikan
air tawar, ikan air laut dan ikan air payau. Osmoregulasi pada ikan air tawar
dengan cara membatasi pemasukan air (dan kehilangan ion) dengan cara
membentuk permukaan tubuh yang impermeable terhadap air. Pada ikan air
laut osmoregulasi didalam tubuh ikan tersebut dengan caramemperoleh
masukkan ion tertentu dari air laut, apabila konsentrasi ion tersebut di laut lebih
tinggi dari pada yang terdapat di dalam tubuh hewan. Pemasukkan ion tersebut
akan membuat cairan tubuh hewan menjadi hiperosmotik dibandingkan air laut,
dan keadaan tersebut akan meyebabkan terjadinya pemasukkan air ke dalam
tubuh hewan. Dengan demikian hewan osmokonformer dapat memperoleh
masukan berbagai macam zat yang dibutuhkannya. Untuk ikan air payau hewan
ini memiliki tingkat adaptasi yang yang baik terhadap perubahan kadar garam di
habitatnya. Cara yang dilakukan hewan air payau pun dengan menggunakan
insang sebagai tempat pengambilan ataupun pembuangan air dan berbagai zat
terlarut pada hewan tersebut (Isnaeni, 2006).
1.2 Tujuan
Mengetahui sistem osmoregulasi pada ikan air tawar,air laut dan air payau.
Membandingkan mekanisme osmoregulasi pada ikan air tawar, air laut dan
air payau.
1.3 Hipotesis
Ikan air tawar, air laut dan air payau memiliki system osmoregulasi untuk
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
2
Terdapat perbedaan mekanisme osmoregulasi pada ikan air tawar, air laut
dan air payau.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Osmoregulasi
Osmoregulasi merupakan upaya yang dilakukan ikan untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh ikan dengan lingkungannya.
Mekanisme osmoregulasi ikan dipengaruhi oleh sistem saraf dan sistem
endokrin. Selain itu sistem ini juga berperan sebagai integrasi dan
mengkoordinasikan semua proses biologis.
Definisi osmoregulasi itu sendiri adalah proses pengaturan tekanan osmotik
yang berlangsung di dalam tubuh organisme. Ada dua kategori dalam proses
menghadapi tekanan osmotik air media yaitu osmoregulator dan
osmokonformer. Dalam kondisi perairan yang tidak menentu baik hipertonik
maupun hipotonik, ikan akan berusaha mempertahankan cairan tubuhnya.
Tekanan osmotik lingkungan tergantung dari salinitas. Untuk mengatur ion
tubuhnya dipengaruhi oleh hormon kortiroid, kortisol, artial natriuretic peptide
(ANP), adrenohipofisa, prolaktin (PRL), somatotropin, dan IGFS. Proses
osmoregulasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara sistem saraf dan sistem
endokrin (Isnaeni, 2006).
Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis. Osmosis adalah pergerakan air
dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi (yang lebih encer)
menuju ke cairan yang mempunyai kandungan air lebih rendah (yang lebih
pekat). Istilah isotonis sering digunakan untuk menyebut dua macam larutan
yang mempunyai tekanan osmotik sama (isoosmotik). Dalam kajian
osmoregulasi, istilah tersebut sering kali digunakan pada saat membahas
tekanan osmotik yang mencakup dua macam cairan. Misalnya, tekanan osmotik
4
pada cairan di dalam dan di luar sel atau antara cairan tubuh dan air laut
(lingkungan hidup hewan). Jika suatu larutan memiliki konsentrasi osmotik lebih
tinggi, tekanan osmotiknya juga pasti lebih tinggi. Larutan yang mempunyai
konsentrasi tinggi daripada larutan yang lain disebut larutan hiperosmotik.
Sebaliknya, larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih rendah daripada
larutan lainnya dinamakan larutan hipoosmotik (Isnaeni, 2006).
Tidak semua hewan dapat melakukan osmoregulasi dengan baik. Hewan
yang mampu melakukan osmoregulasi dengan baik disebut hewan
osmoregulator. Apabila tidak mampu mempertahankan tekanan osmotik di
dalam tubuhnya, hewan harus melakukan berbagai penyesuaian (adaptasi) agar
dapat bertahan di tempat hidupnya. Hewan yang memperlihatkan kemampuan
demikian dinamakan hewan osmokonformer. Adaptasi dapat dilakukan oleh
hewan osmokonformer, sepanjang perubahan yang terjadi di lingkungannya
tidak terlalu besar dan masih ada dalam kisaran toleransi yang dapat
diterimanya. Jika perubahan keadaan lingkungan terlalu besar , osmokonformer
kemungkinan tidak mapu bertahan hidup di tempat tersebut dan kemungkinan
akan mati. Dalam keadaan demikian, jika tidak ingin mati, osmokonformer dapat
berpindah tempat (migrasi) untuk mencari lingkungan yang lebih sesuai baginya
(Isnaeni, 2006).
Setiap jenis lingkungan memberikan berbagai faktor pendukung yang khas
bagi hewan yang hidup di dalamnya, sekaligus mengandung ancaman tertentu
yang dapat membahayakan kehidupan hewan. Demikian pula, kemampuan dan
jenis organ tubuh yang dimiliki setiap hewan pun berbeda. Oleh karena itu,
mekanisme osmoregulasi yang dilakukan hewan sepenuhnya tergantung pada
kemampuan dan alat/organ osmoregulasi yang dimiliki, serta keadaan
lingkungan masing-masing.
5
2.2 Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Air Laut
Kebanyakan hewan invertebrata laut bersifat osmokonformer , hal tersebut
ditandai dengan adanya konsentrasi osmotik cairan tubuhnya yang sama dengan
air laut tempat hidup mereka. Hal ini berarti bahwa mereka berada dalam
keseimbangan osmotik dengan lingkungannya (tidak ada perolehan ataupun
kehilangan air). Akan tetapi, bukan berarti bahwa mereka berada dalam
keseimbangan ionik. Jadi, antara air laut dan cairan di dalam tubuh hewan
terdapat perbedaan komposisi ion, yang akan menghasilkan gradien konsentrasi.
Dalam keadaan demikian, hewan memiliki peluang untuk memperoleh masukan
ion tertentu dari air laut, apabila konsentrasi ion tersebut di laut lebih tinggi
daripada yang terdapat di dalam tubuh hewan. Pemasukan ion tersebut akan
membuat cairan tubuh hewan menjadi hiperosmotik dibanding air laut, dan
keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya pemasukan air ke dalam tubuh
hewan. Dengan cara demikian, hewan osmokonformer dapat memperoleh
masukan berbagai macam zat yang dibutuhkannya (Isnaeni, 2006).
Pada umumnya, konsentrasi osmotik berbagai ion dalam tubuh hewan tidak
berbeda secara bermakna dari yang terjadi dalam air laut. Akan tetapi, kita dapat
menemukan beberapa perkecualian. Hewan melakukan pengaturan konsentrasi
ion dengancara menyekresi atau menyerap ion secara aktif. Hewan juga dapat
mengalami perolehan dan pelepasan ion yang tidak diatur dengan cara khusus.
Hal ini dapat terjadi melalui permukaan tubuh, insang, makanan yang ditelan,
dan menghasilkan zat sisa (misalnya urin) (Isnaeni, 2006).
Cara osmoregulasi pada vertebrata laut berbeda dengan osmoregulasi pada
invertebrata. Pada hewan vertebrata laut dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu konformer osmotik dan ionik (osmokonformer) serta regulator
osmotik dan ionik. Contoh vertebrata laut yang membentuk keseimbangan
6
osmotik dan ionik dengan air laut adalah siklostoma (hagfish) , yang merupakan
vertebrata primitif. Hewan ini melakukann osmoregulasi dengan cara yang sama
seperti yang dilakukan invertebrata laut. Aktivitas regulasi osmotik dan ionik
pada ikan laut pada umumnya tidak sama dan memperlihatkan adanya
tingkatan. Konsentrasi osmotik plasma ikan laut pada umumnya mendekati
sepertiga dari konsentrasi osmotik air laut. Dengan demikian, mereka adalah
regulator hipoosmotik.
2.2.1 Osmoregulasi pada Ikan Air Laut
Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan
cairan tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang,
dan kemasukan garam-garam. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan ‘minum’air
laut sebanyak-banyaknya. Dengan demikian berarti pula kandungan garam akan
meningkat dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini dan
kelebihan garam harus dihilangkan.
Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik untuk mempertahankan air,
volume air seni lebih sedikit dibandingkan dengan ikan air tawar. Tubuli ginjal
mampu berfungsi sebagai penahan air. Jumlah glomeruli ikan laut cenderung
lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil dari pada ikan air tawar.
Kira-kira 90% hasil buangan nitrogen yang dapat disingkirkan melalui insang,
sebagian besar berupa amonia dan sejumlah kecil urea. Meskipun demikian, air
seni masih mengandung sedikit senyawa tersebut.
Kecuali hagfish, vertebrata laut merupakan osmoregulator. Hiu laut dan
sebagian besar ikan bertulang rawan lainnya (Kelas Condrichthyes)
mempertahankan konsentrasi garam internal yang lebih rendah dari konsentrasi
garam air laut. Gijalnya mengekskresikan sebagian garam, dan organ
pengekskresi garam yang disebut kelenjar rektal mengekskresikan natrium
7
klorida keluar dari tubuh melalui anus. Akan tetapi, meskipun konsentrasi
garamnya relatif rendah, seekor hiu laut bersifat sedikit hiperosmotik
dibandingkan dengan air laut (Campbell, 2004).
Ikan bertulang sejati (Kelas Osteichthyes) berkembang dari leluhur yang
memasuki habitat air tawar . pada evolusi ikan-ikan itu berikutnya, banyak
kelompok ikan bertulang sejati hidup di laut, namun secara internal masih tetap
lebih mirip dengan ikan air tawar dalam hal osmolaritas. Ikan laut bertulang
sejati secara konstan kehilangan air melalui osmosis ke lingkungannya yang
hiperosmotik itu. Ikan-ikan itu mengkompensasi kehilangan itu dengan cara
minum banyak sekali air laut, lalu memompa keluar kelebihn garam dan
mengekskresikan urin dalam jumlah yang relatif sedikit (Campbell, 2004).
2.3 Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Air Tawar
Masalah yang dihadapi hewan air tawar merupakan kebalikan dari masalah
yang dihadapi hewan laut. Hewan air tawar mempunyai cairan tubuh dan
tekanan osmotik yang lebih tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik/hipertonis).
Berarti mereka terancam oleh dua hal utama, yaitu kehilangan garam dan
pemasukan air yang berlebihan (Isnaeni, 2006).
Vertebrata dan invertebrata air tawar membatasi pemasukan air (dan
kehilangan ion) dengan cara membentuk permukaan tubuh yang impermeable
terhadap air. Meskipun demikian, air dan ion tetap dapat bergerak melewati
insang yang relatif terbuka. Air yang masuk ke dalam tubuh vertebrata
dikeluarkan dalam bentuk urin. Laju aliran urin pada invertebrata air tawar jauh
lebih tinggi daripada yang dialami oleh hewan laut (Isnaeni, 2006).
Akan tetapi, pengeluaran urin juga menyebabkan pengeluaran ion. Oleh
karena itu, hewan perlu melakukan transpor aktif untuk memasukkan ion ke
dalam tubuhnya. Vertebrata air tawar melakukan hal yang hampir sama dengan
8
invertebrata air tawar, yaitu memasukkan ion dan garam dengan transpor aktif.
Sebenarnya, penggantian ion yang terlepas ke dalam air dapat dilakukan dengan
makan, namun sumber masukan ion yang utama adalah transpor aktif melalui
insang (Isnaeni, 2006).
2.3.1 Osmoregulasi pada Ikan air tawar
Ikan-ikan yang hidup di air tawar mempunyai cairan tubuh yang bersifat
hiperosmotik terhadap lingkungan, sehingga air cenderung masuk ketubuhnya
secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermiable. Bila hal ini tidak
dikendalikan atau diimbangi, maka akan menyebabkan hilangnya garam-garam
tubuh dan mengencernya cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat
menyokong fungsi-fungsi fisiologis secara normal (Isnaeni, 2006).
Ginjal akan memompa keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal
mempunyai glomeruli dalamjumlah banyak dengan diameter besar. Ini
dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar
dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya (Isnaeni, 2006).
Ketika cairan dari badan malpighi memasuki tubuli ginjal, glukosa akan
diserap kembali pada tubuli proximallis dan garam-garam diserap kembali pada
tubuli distal. Dinding tubuli ginjal bersifat impermiable (kedapair, tidak dapat
ditembus oleh air) Air seni yang dikeluarkan ikan sangat encer dan mengandung
sejumlah kecil senyawa nitrogen, seperti asam urat, creatine, creatinine, amonia
(Campbell, 2004).
2.4. Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Payau
Tidak semua hewan akuatik selamanya menetap di habitat yang tetap (air
laut atau air tawar). Sejumlah hewan laut maupun hewan air tawar pada saat-
saat tertentu masuk ke daerah payau. Lingkungan payau ialah lingkungan akuatik
di daerah pantai, yang merupakan tempat pertemuan antara air sungai dan laut.
9
Pada beberapa jenis ikan seperti lamprey, salmon, dan belut, perpindahan
antara air tawar dan air bergaram merupakan bagian dari siklus hidup yang
normal (Isnaeni, 2006).
Ada juga hewan akuatik yang hidup menetap di daerah perairan payau.
Hewan yang demikian pasti memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap
perubahan kadar garam di habitatnya, mengingat bahwa kadar garam di daerah
payau selalu berubah (Isnaeni, 2006).
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penenlitian
Praktikum ini dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Untuk penelitian dilakukan di laboratorium biologi di ruang
fisiologi. Waktu praktikumnya pada tanggal 20 Oktober 2010.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun beberapa alat yang akan digunakan pada praktikum kali ini meliputi,
timbangan presisi, gelas ukur 250mL, pipet tetes, beaker glass 100mL, dan
batang pengaduk.
Sedangkan untuk bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah, NaCl
dengan konsentrasi 0%, 0.5%. 1%, 2% dan 4%, aquadest, ikan air tawar (ikan
mas, lele dan mujahir), ikan air laut (ikan zebra dan ikan hijau), dan ikan air
payau (belut).
3.3 Cara Kerja
Pertama- tama dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi 0%, 0.5%, 1%, 2%,
dan 4% dalam beaker glass, kemudian ikan-ikan yang telah disediakan
dimasukkan ke dalam beaker glass tersebut. Pada tiap beaker glass berisi satu
ikan. Kondisi setiap ikan diamati dan dicatat selama lima belas menit. Kondisi
yang diamati meliputi perubahan fisik, kebutuhan oksigen, keadaan operculum,
waktu defekasi dan posisi ikan.
11
Bagan Kerja
NaCl 0% NaCl 0,5% NaCl 1% NaCl 2% NaCl 4%
NaCl 0% NaCl 0,5% NaCl 1% NaCl 2% NaCl4%
12
Kondisi ikan diamati selama 15 menit dan dicatat
perubahan yang terjadi
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil Pengamatan
Pada praktikum uji osmoregulasi yang diaplikasikan pada ikan air tawar, ikan
air laut, serta hewan air payau, dapat kita ketahui bersama bahwa ketiga jenis
hewan tersebut mempunyai mekanisme osmoregulasi yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya. Menurut Gilles dan Jeuniaux (1979),
Osmoregulasi pada organisme akuatik dapat terjadi dalam dua cara yang
berbeda, yaitu :
a) Usaha untuk menjaga konsentrasi osmotik cairan di luar sel
(ekstraseluler). Agar tetap konstan terhadap apapun yang terjadi pada
konsentrasi osmotik medium eksternalnya.
b) Usaha untuk memelihara isoomotik cairan dalm sel (interseluler)
terhadap cairan luar sel (ekstraseluler).
Menurut Affandi dan Usman (2002), ikan bertulang sejati (teleostei), ikan air
tawar maupun ikan laut pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan komposisi ion-ion dan osmolaritas cairan tubuhnya pada
tingkat yang secara signifikan berbeda dari lingkungan eksternalnya. Proses ini
merupakan suatu mekanisme dasar osmotik. Untuk menghadapi masalah
osmoregulasi hewan melakukan pengaturan tekanan osmotiknya dengan cara :
1) Mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya.
2) Mengurangi permeabilitas air dan garam.
3) Melakukan pengambilan garam secara selektif.
13
Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena tubuh ikan bersifat
permeabel terhadap lingkungan maupun lautan garam. Sifat fisik lingkungan
yang berbeda menyebabkan ada perbedaan proses osmoregulasi antara ikan air
tawar dengan ikan air laut. Urea merupakan produk metabolisme nitrogen, yang
dikeluarkan dari tubuh ikan berupa urin tetapi jumlahnya sedikit.
Dalam praktikum ini pula dibuatkan larutan NaCl dengan konsentrasi yang
berbeda – beda. Hal tersebut dilakukan untuk menguji spesies ikan, pada
konsentrasi berapakah ikan – ikan tersebut masih bisa bertahan hidup dan pada
konsentrasi berapakah ikan tersebut terkulai lemas yang lama kelamaan dapat
menyebabkan kematian. Adapun fungsi NaCl dalam tubuh hewan adalah sebagai
salah satu zat pengisoosmotik tubuh hewan terhadap lingkungannya.
Osmoregulasi adalah suatu upaya organisme air untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses
pengaturan tekanan osmose. Hal ini perlu dilakukan karena harus terjadi
keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan dan membran sel yang
permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak
cepat serta adanya perbedaan antara tekanan osmose antara cairan tubuh
dengan lingkungan.
Toleransi terhadap variasi kadar NaCl tergantung pada umur stadium suatu
ikan, yaitu: telur, larva, ikan muda, dan ikan dewasa. Salinitas air berpengaruh
dalam reproduksi, distribusi, dan lama hidup ikan, serta orientasi migrasi. Variasi
salinitas air jauh dari pantai relati adalah kecil, sedangkan di pantai variasi
salinitas besar. Variasi salinitas mengganggu regulasi osmotik dan menentukan
telur-telur ikan melayang-layang (Brotowidjoyo, dkk., 1995).
14
Table 1. Perbandingan mekanisme osmoregulasi pada ikan air tawar, air payau dan air laut.
Konsentrasi NaCl
Ikan Air Tawar Ikan Air Payau Ikan Air LautIkan Lele
(Clarias gariepinus)Ikan Mas
( Cyprinus carpio )Ikan Mujahir Belut Greenfish Ikan Zebra
Kontrol
Bergerak aktif dibawah dengan posisi horizontal, posisi operculum terbuka dan menutup.
Bergerak sangat aktif, bergerak ke atas untuk mencari O2 pada menit ke-9, defekasi pada menit ke-4
Berada di bagian bawah dan bergerak pasif.
Tidak aktif (diam) Pada menit awal hingga akhir, ikan bergerak di dasar wadah secara normal, operkukumnya pun bergerak normal tapi terkadang hanya diam.
NaCl 0%
Operkulum bergerak, meloncat pada menit ke-4, diam pada menit ke 6-9, tidak terjadi defekasi.
Bergerak aktif, bergerak ke atas untuk mencari O2 pada menit ke-8, 10, 12,dan 14, defekasi pada menit ke-7, operculum bergerak normal.
Bergerak mencari O2 pada menit ke-6,8, 10 dan 14. Defekasi pada menit ke-4, bergerak pasif dan diam pada posisi horizontal di menit ke-13
Pada menit ke-1 & ke-3 terjadi sedikit gerakan, bergerak mencari O2 pada menit ke-2, 5, 6 dan 7. Belu meloncat ke luar pada menit ke-9, ikan belut tersebut diam pada menit ke-8,14 dan 15.
Pada menit awal bergerak loncat-loncat, menit ke 3-5 diam pada posisi horizontal. Pada menit ke 9 terjadi defekasi pada menit ke 15 terkulai lemas pada posisi horizontal
Ikan bergerak aktif dan mulai melemah menit ke-4, laludefekasi pada menit 10, pada menit ke-13 ikan mulai lemas. Pada menit ke-14 ikan terkulai dengan posisi horizontal dan gerak operculum yang aktif mulai melemah.
15
NaCl 0.5%
Bergerak aktif , pada menit ke-1,3,5,7,9 dan 12 ikan hanya diam. Pada menit ke-8,13,15. operculum bergerak, pada menit 2,4,10,11,14. ikan bergerak ke permukaan mencari udara.
Operculum terbuka, bergerak cepat, tubuh pucat, agresif
Operculum terbuka, pada menit ke-12 defekasi dan ikan diam dengan posisi vertikal warna pucat.
Pada menit ke-3 s.d 8 pergerakkan ikan mulai melambat, pada menit ke-11 ikan diam dan sedikit bergerak dalam posisi vertikal.
Pada 10 menit pertama ikan diam horizontal di dasar wadah dengan tubuh melengkung dan operculum makin melambat, sedangkan 5 menit terakhir ikan sering berputar-putar dan bergerak masih di dasar serta operculum melambat.
Gerakkan operkulum ikan selalu aktif posisi tubuh horizontal, pergerakkan naik turun ke permukaan pada menit 1,7,10,11,12. pada saat naik mengambil oksigen posisi tubuh horizontal.
NaCl 1%
Ikan bergerak aktif meloncat pada menit k3- 6,8 dan 10. Pada menit ke-7 operkulum bergerak dengan cepat, dan pad menit ke-3,6,11 ikan hanya diam.
Operculum bergerak dengan cepat, ikan bergerak sangat panik dan defekasi pada menit ke-7.
Bergerak lebih cepat dan panik mengambil oksigen ke atas, operculum terbuka cepat pada menit ke 14.
Bergerak cepat aktif dalam keadaan horizontal pada menit ke-10. Bergerak pasif atau diam terjadi di bawah kea rah vertical pada menit ke 11-15
Operculum bergerak aktif, ikan bergerak didasar wadah, pada menit ke-9 defekasi 2 kali,pada menit ke-6 ikan bergerak naik turun dengan cepat.
NaCl 2%
Dari menit 1 posisi tubuh dalam keadaan vertikal, pada menit ke-4 terjadi defekasi, dan
Ikan bergerak panik mengambil udara terus menerus pada menit ke-7
Pada menit ke-14 ikan terus menerus mengambil udara.
Pada menit ke-2 s.d 15 ikan bergerak meloncat ke permukaan. Pada menit ke-10
Menit ke-11 ikan bergerak agresif kebawah dengan posisi vertikal (kepala dibawah),
Operkulum bergerak aktif sampai menit ke 3-6. pergerakkan melingkar ditengah dan terjadi defekasi,
16
bergerak melompat terjadi pada menit 9,12,14.
defekasi. gerakkan operkulum cepat, mata redup.
pada menit ke-8 pergerakkan ikan melambat.
NaCl 4%
Pada menit awal ikan bergerak aktif, lalu pada menuit ke-4 diam dipermukaan dalam keadaan horizontal, dan pada menit ke-5 s.d15 derakkan pasif hanya diam pada permukaan dalam posisi vertikal.
Pada menit ke-10 pergerakkan ikan melemah dan pada menit ke-12 tidak bergerak, posisi melayang di permukaan.
Pada menit ke-15 ikan menunjukkan tanda kekurangan udara, diikuti pergerakan operkulum ikan yang semakin cepat.
Pada menit awal ikan bergerak aktif, menit ke-2 gerakkan melambat, dan terlihat ikan menuju ke permukaan untuk mengambil udara, pada menit 8 s.d 15 ikan hanya berdiam diri tanpa bergerak.
Menit 1 s.d 5 posisi ikan berada didasar dengan posisi miring. Pada menit ke-10 ikan bergerak aktif didasar dengan gerak operculum cepat, pada menit 14 s.d 15 ikan meloncat mencari udara.
Posisi tubuh ikan horizontal, pergerakkan operkulum selalu aktif, pergerakkan ikan aktif pada menit 1 s.d 6, dan pada menit 7 s.d 15 ikan hanya diam.
17
4.2 Pembahasan
Pada ikan air tawar mempunyai kemampuan untuk mempertahankan
komposisi ion-ion dan osmolaritas cairan tubuhnya pada tingkat yang secara
signifikan berbeda dari lingkungan eksternalnya. Proses ini merupakan suatu
mekanisme dasar osmotik. Untuk menghadapi masalah osmoregulasi hewan
melakukan pengaturan tekanan osmotiknya dengan cara : Mengurangi gradien
osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya, mengurangi permeabilitas
air dan garam, melakukan pengambilan garam secara selektif. Osmoregulasi
pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan untuk
membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi
tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion
(Boyd, 1990 dalam Arista, 2001).
Pada ikan mas, perubahan yang terjadi pada salinitas atau kadar NaCl yang
berkosentarsi 1%. Perubahan yang terjadi pada ikan mas, operkulum pada ikan
mas terbuka cepat. Terlihat panik dengan warna pucat, dan mengalami defekasi
pada menit ke 7. Ikan mas memang sedikit peka atau sedikit sensitiv. Hal ini
dikarenakan ikan mas hiperosmotik. Yaitu menyebabkan air bergerak masuk
kedalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Untuk
menjaga kesimbangan cairan tubuh ikan, maka ikan melakukan osmoregulasi
dengan cara minum sedikit atau tidak minum sama sekali. Adanya kromium
didalam asam nukleat pada konsentrasi kadar kromium yang tinggi,
kehadirannya tidak mempunyai fungsi yang jelas pada hewan yang
mengkonsumsinya (Mertz, 1969 dan Bambang Pramono Setyo, 2006).
Pada ikan mujair, di awal pada kosentrasi control 0.5% operkulum pada ikan
mujair terbuka cepat. Mengalami defekasi pada menit ke 12. Terlihat warna kulit
pucat. Hal ini dikarenakan bahwa ikan mujair merupakan ikan tawar. sehingga
sebagian garam yang berdifusi dikeluarkan melaui insang (Wiwi Isnaeni, 1996).
18
Warna yang dihasilkan oleh ikan, menandakan bahwa ikan mengalami
osmoregulasi. Karena ikan mujiar merupakan ikan air tawar, dimasukan kedalam
salinitas yang kadar garamnya lebih tinggi dibanding di tempat awalnya yaitu air
tawar. Sehingga ikan menyesuaikan dengan salinitas yang berbeda. Maka
terjadilah perubahan warna sisik pada ikan. Ikan-ikan air tawar mempunyai
tekanan osmotik cairan tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan
osmotik cairan media sehingga garam-garam dalam tubuh cendrung keluar,
sedangkan air cendrung masuk kedalam (Institut Pertanian Bogor, Bogor
Agricultural University).
Pada data hasil praktikum diatas didapatkan bahwa, ikan pada air tawar
hanya mampu beradaptasi dan bertahan hidup pada air garam (NaCl)
berkosentrasi 0 %, 0,5%, 1% dan juga pada 2%. Pada air yang berkosentrasi 4 %,
ikan tidak mampu lagi bertahan hidup karna kadar garam yang terlalu tinggi dan
tidak dapat diadaptasikan lagi oleh ikan antara kadar garam lingkungan dan
tubuhnya. Namun pada larutan berkosentrasi tidak terlalu tinggi seperti 2%, Ikan
masih bisa sedikit beradaptasi walaupun akhirnya ikan tetap mengalami
kematian namun dalam waktu yang tidak terlalu singkat seperti pada ikan yang
dimasukkan ke dalam larutan berkosentrasi 4 %.
Penambahan kosentarsi larutan garam membuat ikan tidak mampu lagi
untuk bertahan hidup. Hal ini dikarenakan ikan tidak dapat lagi mengisotonikkan
kondisi tubuhnya dengan lingkungan karna kadar garam yang terlalu tinggi.Ikan
yang berada pada kosentrasi 0,5% bersikap aktif. Overkulum dan mulutnya
bergerak cepat bila dibandingkan dengan ikan kontrol. Hal inilah yang dilakukan
ikan untuk mengisoosmotikkan keadaan tubuhnya dengan lingkungannya,
perlakuan inilah yang disebut dengan usaha osmoregulasi.
19
Menurut Wulangi,kartolo.S (1993). Sebagai hewan yang memiliki cairan
tubuh hiperosmotik terhadap mediumnya,maka invertebrata air tawar
menghadapi dua masalah osmoregulasi yaitu:
1. Tubuhnya cenderung menggembung karena gerakan air masuk ke dalam
tubuhnya mengikuti gradien kadar
2. Hewan menghadapi kehilangan garam tubuhnya, karena medium di
sekitarnya mengandung garam lebih sedikit.
Oleh karena itu invertebrata air tawar sebagai regulator hiperosmotik harus
mengatur jumlah air yang masuk dan jumlah garam yang keluar tubuhnya. Pada
umumnya regulator hiperosmotik memiliki urin yang lebih encer dari cairan
tubuhnya.
Pada tabel hasil di atas, ikan lele mengalami perubahan yang signifikan pada
salinitas yang berkosentrasi 2%. Hal ini terjadi kerena ikan lele memang adalah
ikan air tawar, karena ikan air tawar mempunyai cairan tubuh dengan tekanan
osmotik yang lebih tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik/hipertonis). Karena,
terancam oleh dua hal tersebut, yaitu kehilangan garam dan pemasukan air
secara berlebihan. Oleh karena itu, pada salintas yang berkosentrasi 2%
membuat ikan lele mengalami perubahan. Pada menit awal, ikan hanya diam.
Setelah berjalan 4 menit, ikan mengalami defekasi. Hal ini dikarenakan, ikan
mengalami kelebihan cairan didalam tubuh. Sehingga ikan mengeluarkannya
melalui urin ataupun defekasi. Ikan juga berusaha untuk meloncat pada menit ke
9,12 dan 14. Hal ini terjadi karena ikan mengalami kehilangan ion didalam tubuh.
Sehingga, ikan berusaha mencari oksigen agar dapat membalikan osmoregulasi
di dalam tubuh tersebut.
Pada ikan air payau, yaitu belut. Pada kosentersi 2%, ikan mengalami
pergerakan melompat keatas dari menit 2,6,7,8 hingga 15. Belut mengalami
defekasi terjadi pada menit ke 10. Lingkunagn air payau merupakan lingkungan
20
air akuatik di daerah pantai, yang merupakan tempat pertemuan antara air
sungai dan air laut. Hewan akuatik yang hidup menetap didaerah perairan
payau. Hewan yang demikian pasti memiliki kemampuan adaptasi yang baik
terhadap perubahan kadar garam di habitattnya, mengingat bahwa kadar garam
didaerah payau selalu berubah. Ketika perpindahan dari air tawar ke air laut,
dalam jangka waktu 10 hari, belut akan kehilangan ais secara osmotic, yang
besarnya mencapai 4% dari berat tubuhnya. Apabila hewan ini diperlikan
sedemikian rupa, sehingga tidak dapat minum air laut (misalnya dengan cara
menempatkan balon pada esofagusnya), belut tersebut akan terus menerus
kehilangan air sehingga akhirnya mengalami dehidrasi, dan segera mati dalam
beberapa hari. Pengambilan atau pembuangan air dan berbagai zat terlarut pada
belut berlangsung memalui insang, denganarah aliran yang berlawanan (Wiwi
Isaneni, 1996).
Pada ikan air laut. Yaitu pada hewan ini diperlukan ikan green fish.
Perubahan yang terjadi pada salinitas yang berkosentarsi 1%, posisis tubuh ikan,
miring. Pada menit 12 dan 13 keatas mengambil oksigen. Pada menit 5 ikan
mengalami defekasi, operkulum ikan terlihat pucat. Mulut tidak bergerak
menunjukan pergerakan pada menit ke 14. Hal ini menunjukan bahwa, ikan
green fish merupakan ikan laut yang habitat aslinya bersalinitas kadar garam
yang lebih tinggi. Sehingga waktu dimasukan kedalam salinitas yang
berkosentrasi lebih rendah, ikan mengalami osmoregulasi. Ikan menyesuaikan
tubuhnya dengan salinitas yang lebih rendah. Sehingga ikan mengalami
pergerakan yang cendrung lebih lambat. Ikan air laut dibedakan kedalam dua
kelompok. Yaitu konformer osmotik dan ionik (osmokonformer). Vertebrata laut
yang membentuk keseimbangan osmotik dan ionik dengan air laut. Sehingga
ikan laut adalah regulator hipoosmotik (Wiwit Isnaeni, 1996).
21
Pada ikan air laut terjadi kehilangan air dari dalam tubuh melalui kulit dan
kemudian ikan akan mendapatkan garam-garam dari air laut yang masuk lewat
mulutnya. Organ dalam tubuh ikan menyerap ion-ion garam seperti Na+, K+ dan
Cl-, serta air masuk ke dalam darah dan selanjutnya disirkulasi. Kemudian insang
ikan akan mengeluarkan kembali ion-ion tersebut dari darah ke lingkungan luar.
Pada ikan zebra, perubahan terjadi pada kosentrasi 1%. Ikan mengalami
perubahan operkulum yang bergerak aktif, berenang didasar, mengalami
defekasi 2 kali. Pada menit ke 6 ikan bergerak naik turun dengan cepat. Hal ini
disebabkan karena ikan zebra yang merupakan ikan laut yang sama halnya
dengan ikan green fish. Ikan zebra yang merupakan regulasi hipertonik atau
hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif, konsentrasi cairan tubuh yang lebih
tinggi dari konsentrasi medianya (Bambang Pramono Setyo, 2006). Hal ini berarti
bahwa ikan berada dalam keseimbangan osmotik dengan ikan dalam keadaan
lingkunganya (tidak ada perolehan atuapun kehilangan air) hanya menyesuaikan.
Akan tetapi, bukan berarti ikan berada didalam kedaan ionik.
Jadi, antara air laut dan cairan di dalam tubuh ikan terdapat perbedaan
dengan komposisi ion yang akan menghasilkan gradein kosentarsi. Dengan
demikian, ikan memiliki peluang untuk memperoleh masukan ion tertentu dai air
laut dan salinitas kosentrasi apabila kosentrasi ion tersebut yang berada didalam
air laut lebih tinggi daripada yang terdapat didalam tubuh ikan. Pemasukan ion
tersebut akan membuat cairan di dalam tubuh hewan menjadi hiperosmotik.
22
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa :
Ikan air tawar melakukan regulasi hiperosmotik untuk mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh dengan lingkungannya,
Ikan air laut melakuan regulasi hipoosmotik untuk mempertahankan cairan
tubuhnya.
Hewan air payau, dalam mempertahankan keseimbangan cairan tubunya
melakukan regulasi hiperosmotik ketika berada di perairan air tawar dan
melakukan regulasi hipoosmotik ketika berada pada konsentrasi garam yang
cukup tinggi.
23
Daftar Pustaka
Affandi, R., 2002. Fisiologi Ikan (Pencernaan dan Penyerapan Makanan).
Manajemen Sumberdaya Perairan. IPB Bogor.
Brotowidjoyo, M.D., Djoko T., dan Eko M. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan
dan Budidaya Air. Liberty, Yogyakarta.
Campbell, N.A., Jane, B.R. dan Lawrence G.M. 2003. Biologi Edisi Lima Jilid 3.
Erlangga,
Isnaeni. W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius: Yogyakarta.
Soewolo,dkk.1994.Fisiologi Hewan. UT : Jakarta
Wulangi. S kartolo. Prinsip-prinsip fisiologi Hewan. DepDikBud : Bandung.
24
Jawaban Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan Osmoregulasi ?
Jawab :
Osmoregulasi adalah suatu upaya organisme air untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu
proses pengaturan tekanan osmose. Hal ini perlu dilakukan karena harus
terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan dan membran
sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang
bergerak cepat serta adanya perbedaan antara tekanan osmose antara
cairan tubuh dengan lingkungan.
2. Apa yang dimaksud dengan euryhaline dan stenohaline ?
Jawab :
euryhaline, yaitu organisme osmoregulator yang mampu beradaptasi
dengan berbagai kadar garam (toleransinya besar)
contohnya : ikan salmon
stenohaline, yaitu organisme osmoregulator yang toleransinya kecil
terhadap perubahan kadar garam.
3. Jelaskan bahwa perubahan konsentrasi lingkungan perairan berkaitan dengan
perubahan fisiologis organisme ?
Jawab :
Apabila lingkungan dalam perairan hipertonik maka, hewan tersebut akan
melakukan regulasi hipertonik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi
cairan tubuh lebih tinggi dari pada konsentrasi media sehingga hewan akan
beradaptadsi dengan mengurangi minum dan memperbanyak urin pada
25
keadaan hipotonik, hewan akan memperbanyak minum dan mengurangi
volume urin dan dalam keadaan isotonis, dengan melakukan sedikit
osmoregulasi.
26
Lampiran :
Gambar hasil pengamatan:
Gambar Keterangan
Ikan Zebra pada NaCl 0% pada menit ke-1
Ikan Zebra pada NaCl 0,5% pada menit ke-1
Ikan Zebra pada NaCl 1% pada menit ke-1
Ikan Zebra pada NaCl 2% pada menit ke-1
27
Ikan Zebra pada NaCl 4% pada menit ke-1
Ikan Mas dan Mujair pada air control pada menit ke-15
Ikan Mas dan Mujair pada NaCl 0% pada menit ke-15
Ikan Mas dan Mujair pada NaCl 0,5% pada menit ke-15
Ikan Mas dan Mujair pada NaCl 1% pada menit ke-15
28
Ikan Mas dan Mujair pada NaCl 2% pada menit ke-15
Ikan Mas dan Mujair pada NaCl 4% pada menit ke-15
Kondisi ikan sebelum perlakuan.
Kondisi ikan pada konsentrasi NaCl
0% (Aquades) pada menit ke-15.
Kondisi ikan pada konsentrasi NaCl
0,5% pada menit ke-15.
29
Kondisi ikan pada konsentrasi NaCl
1% (Aquades) pada menit ke-15.
Kondisi ikan pada konsentrasi NaCl
2% (Aquades) pada menit ke-15.
Kondisi ikan pada konsentrasi NaCl
4% (Aquades) pada menit ke-15.
30