Upload
shalini-shanmugalingam
View
175
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LAPORAN KASUS
Citation preview
LAPORAN KASUS
PITIRIASIS VERSIKOLOR
Pembimbing:
dr. Ramona D. Lubis Sp. KK (K)
Oleh:
Alfina Rahmina R.D. 080100052
Sheila Nabila Asepty 080100116
Ardiana Annissa 080100171
Dira Wahyuni Siregar 080100174
Shalini Shanmugalingam 080100402
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang
pengertian pitiriasis versikolor, cara mendiagnosa, serta tatalaksana pasien dengan
pitiriasis versikolor menurut hasil penelitian yang terbaru agar didapatkan hasil
yang optimal bagi para penderita.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staff pengajar
Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas segala bantuan yang telah
diterima selama penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dikarenakan
keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan laporan kasus ini.
Medan, 23 April 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
PENDAHULUAN...............................................................................................................4
LAPORAN KASUS………………………………………………………………………6
DISKUSI.............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................11
iii
PENDAHULUAN
Infeksi kulit yang disebabkan oleh dermatomitosis adalah merupakan masalah
kesehatan yang signifikan yang dapat menginfeksi anak,remaja serta dewasa.1
Menurut penelitian Kannan P., 2006, dari 165 sampel infeksi kulit jamur yang
positif KOH didapati bahwa 80 kasus dari 165 kasus adalah infeksi yang
disebabkan dermatomitosis manakala pitiriasis versikolor terdapat 39 kasus dari
165 kasus. 1-3 Infeksi jamur yang paling sering terutamanya di remaja dan dewasa
muda adalah pitiriasis versikolor.2-5 Pitiriasis versikolor adalah infeksi kulit
dermatomikosis superficial yang ringan dan kronis di bagian stratum korneum.3-
4,6
Pitiriasis versikolor lebih sering pada lelaki dibanding perempuan.3-7 Pitiriasis
versikolor ini paling sering pada sering di remaja dan dewasa muda berbanding
pada orang tua.3-7 Pitiriasis versikolor paling sering pada kumpulan umur 20-30
tahun.3 Kasus pitiriasis versikolor jarang ditemukan pada anak kurang dari 10
tahun.3 Etiologi pitiriasis versikolor paling sering adalah Pityrosporum
orbiculare yang berbentuk bulat dan Pityrosporum ovale berbentuk ovale.6.
Keduanya merupakan organism yang sama, dapat berubah sesuai dengan
lingkungannya, misalnya suhu, media, dan kelembaban.6 Malassezia furfur
merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi menjadi patogen dapat
endogen atau eksogen.3-7 Endogen dapat disebabkan diantaranya oleh defisiensi
imun.6 Eksogen dapat karena faktor suhu, kelembaban udara, dan keringat.6
Pitiriasis versiolor adalah infeksi superfisial yang dikarekteristik dengan
hipopigmentasi berskuama atau hiperpigmentasi berskuama dan paling sering
ditemukan di punggung, dada, ekstremitas atas dan bawah.2,4,6,8 Infeksi pitiriasis
4
versikolor paling sering pada remaja dan dewasa muda karena kemungkinan
sewaktu pubertas terjadi peningkatan hormon seksual yang modulasi distribusi
dan sekresi kelenjar sebasea yang merupakan metabolisme dari Malassezia
sehingga kembang biak dari jamur ini bisa meningkat.1-4
Pitiriasis versikolor ini lebih sering terjadi di negara tropis dimana kondisi panas
dan lembab dan lebih sering pada orang yang mempunyai hiperhidrosis.6-9 Ruam
pada pitiriasis versikolor yang pertama kali muncul adalah skuama folikular dan
berubah menjadi makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dengan batas yang
sangat tegas serta tertutupi skuama halus dan jika pitiriasis versikolor yang tidak
diobati lesi dapat bergabung membentuk polisiklik.1-9.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan mikrokopis
sediaan skuama dengan KOH 10 % akan memperlihatkan pengelompokkan sel
ragi bulat berdinding tebal dengan miselium kasar, sering terputus-putus dan
akan lebih mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta Parker blue-black
akan memperlihatkan gambaran ragi dan miseim tersebut seperti meat ball and
spaghetti.10-14 Pengambilan skuama dapat dilakukan dengan kerokan
menggunakkan skalpel tumbul atau menggunakan selotip.14 Pembuktian dengan
biakan Malassezia tidak dagnostik, oleh karena Malassezia merupakan flora
normal kulit.1,3,7,9,13Pemeriksaan dengan lampu Wood akan menunjukkan adanya
pendaran (fluoresensi) berwarna kuning muda pada lesi yang bersisik.5,7,9,13,15
Pengobatan pitiriasis versikolor dapat dilakukan dengan cara topikal atau
sistemik.15-21Pengobatan topikal, terutama ditujukan untuk penderita dengan lesi
yang minimal.6-7,14,16 Obat topikal digunakan obat golongan senyawa azol, selium
sulfida.6,7,16,21 Pengobatan sistemik menggunakan golongan azole juga sering
diberikan. 6,7,16,17,20-22
5
Prognosis pitiriasis versikolor dalam hal kesembuhan baik namun kekambuhan
pitiriasis versikolor adalah sangat tinggi.6,7,16,18,19,21 Maka, pasien harus
diperingatkan untuk mandi 2 kali sehari dan mengganti baju apabila berkeringat
karena kondisi yang lembab ini akan meningkatkan perkembangan biakan dari
Malassezia.17-19,22
LAPORAN KASUS
Seorang pria, suku Jawa, bangsa Indonesia, usia 21 tahun, belum menikah, tukang
cuci piring, datang ke poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam
Malik Medan sub bagian pada tanggal 13 Aril 2012 dengan keluhan utama dengan
awal keluhan bercak-bercak putih yang bersisik halus disertai rasa gatal di bagian
punggung 7 bulan yang lalu dan menyebar ke daerah paha dan betis sejak 5 bulan
yang lalu. Bercak-bercak tersebut lebih terasa gatal terutama pada saat berkeringat.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis,
status gizi baik, suhu badan afebris dan tanda vital lainnya dalam batas normal.
Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai makula hipopigmentasi yang tertutupi
skuama halus yang multipel dengan ukuran plakat dan susunan polisiklik terletak
regional dan ruam sirkumskrip di regio vertebralis, intrascapulari dan di regio
lumbalis. Terdapat juga ruam yang berukuran numular-plakat dengan susunan
polisiklik dan berlokalisasi yang regional serta penyebaran bilateral di regio femoris
anterior, regio cruris anterior dan posterior dan regio surae. Ruam yang lain adalah
makula hiperpigmentasi yang multipel dengan ukuran geografis serta sirkumskrip
dan regional di regio antebranchii posterior sinistra serta regio cruris anterior dekstra
et sinistra yaitu sebuah tattoo
6
Pasien didiagnosis banding dengan pitiriasis versikolor dan tattoo, pitiriasis alba dan
tattoo, dan vitiligo dan tattoo. Diagnosis sementara pitiriasis versikolor dan tato.
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum untuk tidak memakai baju yang
lembab dan menjaga kebersihan diri. Penatalaksanaan khusus yang diberikan pada
kasus ini adalah ketakonazol 2% 2-3 kali/minggu diberikan selama 2-4 minggu.
Sampo ketokonazol ini dioleskan selama 10-15 menit kemudian dibilas. Diberikan
juga terapi sistemik yaitu ketokonazol 1x200 mg/hari selama 10 hari.
Prognosis quo ad vitam ad bonam, karena didapati keadaan umum baik., quo ad
functionam ad bonam, karena tidak dijumpai adanya gangguan fungsi, quo ad
sanationam ad dubia, karena mungkin kambuh jika pasien tidak teratur
pengobatannya dan pasien masih sering memakai baju lembab dan higienitas yang
kurang.
7
8
Gambar 1: Regio vetebralis, region infrascapularis
sinitra dan dekstra, dan region lumbalis sinister dan
dekstra kelihatan makula hipopigmentasi yang
tertutupi skuama halus yang multipel dengan
ukuran plakat dan susunan polisiklik. Terletak
regional dan ruam sirkumskrip
Gambar 2: Regio femoris anterior sinister dan
dekstra kelihatan makula hipopigmentasi yang
tertutupi skuama halus yang multipel dengan
ukuran numular-plakat dan susunan polisiklik.
Terletak regional dan ruam sirkumskrip
9
Gambar 3: Regio cruris anterior dan posterior
dekstra dan regio surae kelihatan makula
hipopigmentasi yang tertutupi skuama halus yang
multipel dengan ukuran numular-plakat dan susunan
polisiklik. Terletak regional dan ruam sirkumskrip.
Ruam yang lain adalah makula hiperpigmentasi
yang multipel dengan ukuran geografis serta
sirkumskrip dan regional di regio cruris anterior
dekstra et sinistra yaitu sebuah tattoo
Ruam yang lain adalah makula
hiperpigmentasi yang multiple dengan
ukuran geografis serta sirkumskrip dan
regional di regio antebranchii posterior
sinistra yaitu sebuah tattoo.
DISKUSI
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan
pemeriksaan sediaan langsung. Pada anamnesis dijumpai seorang laki-laki berumur
21 tahun datang dengan awal keluhan bercak-bercak putih yang bersisik halus
disertai rasa gatal di bagian punggung 7 bulan yang lalu dan menyebar ke daerah
paha dan betis sejak 5 bulan yang lalu. Bercak-bercak tersebut lebih terasa gatal
terutama pada saat berkeringat. Ruam pada awalnya sebesar uang logam dan
membesar menjadi daun mangga. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pitiriasis
versikolor adalah infeksi kulit mikosis superfisial yang ringan dan kronis di bagian
stratum korneum.4-6 Pitiriasis versikolor paling sering pada kumpulan umur 20-30
tahun sesuai dengan kasus diatas dimana umur O.S. adalah 21 tahun.3
10
Pada gambaran klinis didapati, dijumpai makula hipopigmentasi yang tertutupi
skuama halus yang multipel dengan ukuran plakat dan susunan polisiklik terletak
regional dan ruam sirkumskrip di regio vertebralis, intrascapulari dan di regio
lumbalis. Terdapat juga ruam yang berukuran numular-plakat dengan susunan
polisiklik dan berlokalisasi yang regional serta penyebaran bilateral di regio femoris,
cruris dan regio surae. Ruam yang lain adalah makula hiperpigmentasi yang multipel
dengan ukuran geografis serta sirkumskrip dan regional di regio antebranchii
posterior sinistra serta regio cruris anterior dekstra et sinistra yaitu sebuah tattoo.
Pitiriasis versiolor adalah infeksi superfisial yang dikarekteristik dengan
hipopigmentasi berskuama atau hiperpigmentasi berskuama dan paling sering
ditemukan di punggung, dada, ekstremitas atas dan bawah.2,4,6,8 Pitiriasis versikolor
adanya disertai rasa gatal ringan yang umunya muncul saat berkeringat.1,2,7,10,12
Ukuran dan bentuk lesi sangat bervariasi bergantung lama sakit dan luasnya lesi.1,6-
810,12 Ruam ini pada kulit hitam atau coklat umumnya berwarna putih sedang kulit
yang putih atau terang cederung berwarna coklat atau kemerahan.1-4,7-10,12 Tattoo
adalah kemasukan warna permanent ke dalam kulit pada bagian epidermis dan
dermis dengan menggunakan jarum yang tajam dicucuk pewarna ke dalam kulit. 23
Pada pemeriksaan sediaan langsung yaitu dengan menggunakan scalpel yang tumpul
diambil skuama dan dilakukan fiksasi menggunakan KOH dan diperiksa
menggunakan mikroskop memperlihatkan hifa yang bertangkai pendek serta
sporanya. Pitiriasis versikolor disebabkan ragi lipofilik yang merupakan flora normal
kulit yang dikenal dalam genus Malassezia: M. furfur, M. pachydermatitis, M.
sympodialis, M. globosa, M. restricta, M. slooffiae, M. obtuse.1,7,8 Kedua organisme
ini merupakan flora normal di kulit.1-3 Infeksi jamur harus diperiksa menggunakan
KOH 10% dimana diambil sediaan menggunakan bagian tumpul scalpel No.15 dan
diletakkan di kaca objek.8,9 Kaca objek ini kemudian dibubuhi KOH 10% dan fiksasi
sehingga kering, setelah itu dilakukan pemeriksaan mikroskopis.1,6,8,9,13 Pemeriksaan
11
mikroskopis sediaan skuama dengan KOH akan memperlihatkan sel ragi bulat
berdinding tebal dengan misellium kasar dan ditambah Parker blue-black terlihat
seperti meat ball and spaghetti.1,6-8-10,12,15,17 Walaupun organisme ini adalah flora
normal namun terjadi aktivas terhadap Malassezia pada tubuh penderita sendiri,
walaupun dilaporkan adanya penularan dari individu lain.1,7,8-10 Perubahan
keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi sebagai flora normal kulit.7,9
Dalam kondisis tertentu Malassezia akan berkembang ke bentuk miseal, dan bersifat
lebih patogenik.7
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan ragi
dimana faktor lingkungan mikro adalah kelembaban kulit dan faktor individual
adalah kecenderungan genetic seperti sindrom Cushing.1,7-10 Pada lesi baru sering
dijumpai makula skuamosa folikular . Ruam pada pitiriasis versikolor berskuama
dan dapat diperiksa dengan garukan kuku dimana akan tampak batas jelas antara lesi
dan kulit normal.1-5,7-10,12Infeksi pitiriasis versikolor paling sering pada remaja dan
dewasa muda karena kemungkinan sewaktu pubertas terjadi peningkatan hormon
seksual yang modulasi distribusi dan sekresi kelenjar sebasea yang merupakan
metabolisme dari Malassezia sehingga kembang biak dari jamur ini bisa meningkat.1-
4 Hipopigmentasi pada lesi kemungkinan terjadi oleh asam dekarboksilat yang
diproduksi oleh Malassezia yang bersifat sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim
tirosinase dan mempunyai efek sitotoksik terhadap melanosit, sedang lesi
hiperpigemtasi yang terjadi belum dapat dijelaskan.1,7,8,16
Pitiriasis versikolor didiagnosis banding dengan pitiriasis alba dan vitiligo. Pitiriasis
alba adalah bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya
dimana pitiriasis alba ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus
yang akan menghilang serta meninggalkan area yang depigmentasi.24-26 Menurut
penelitian Burkhart,2009 riwayat perjalanan penyakit pasien pitiriasis alba ditelerusi
didapati 295 pasien dari 431 sampel adanya riwayat penyakit impetigo sebelumnya.24
12
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun.24,25 Lesi pada pitiarisis
alba berbentuk bulat, oval atau plakat yang tak teratur dan pada awalnya adanya
ruam merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus setelah itu dijumpai
lesi dipigmentasi dengan skuama halus.25 Pada anak dengan pitiriasis alba, tempat
prediliksinya adalah di sekitar mulut,dagu, pipi serta dahi. 24,25 Ruam pada pitiriasis
alba juga dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan.24-25 Perubahan histopatologi
dijumpai adanya akantosis ringan, spongiosis dengan hyperkeratosis sedang dan
parakeratosis setempat dan tidak ada pigmen disebabkan karena kemampuan sel
epidermis mengangkat granula pigmen melanin berkurang.25 Pemeriksaan
mikroskopis sediaan KOH pada pitiriasis alba tidak ada memperlihatkan apa-apa.24,26
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik dan ditandai dengan adanya macula putih
yang dapat meluas serta dan dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung
sel melanosit. 27-30 Pada penderita vitiligo dijumpai makula berwarna putih dengan
diameter beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan
berbatas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain.28 Penderita vitiligo ini biasanya
ada riwayat keluarga, riwayat terpajan bahan kimiawi, riwayat inflamasi, iritasi kulit,
krisis emosi, penyakit diabetes mellitus, alopesia, kelainan tiriod dan anemia
pernisiosa.27-30 Pemeriksaan histopatologi yaitu dilakukan pewarnaan hematoksilin
eosin tampaknya normal kecuali tidak ditemukan melanosit dan ini berbeda pada
pitiriasis versikolor masih kelihatan melanosit.27-29
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum untuk tidak memakai baju yang
lembab dan menjaga kebersihan diri. Penatalaksanaan khusus yang diberikan pada
kasus ini adalah ketokonazol 2% 2-3 kali/minggu diberikan selama 2-4 minggu.
Sampo ketokonazol ini dioleskan selama 10-15 menit kemudian dicuci. Diberikan
juga terapi sistemik yaitu ketokonazol 1x200 mg/hari selama 10 hari. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan dimana ketokonazol shampo lebih poten disbanding selenium
sulfide 1,8% karena adanya efek antimikotik. Ketokonazol juga lebih sesuai
13
diberikan pada pasien yang sering berkeringat dimana obat yang dimakan secara
sistemik ini akan ke kulit melalui kelenjar keringat serta obat lebih baik diabsorbsi
dalam keadaan asam. 19,21 Obat golongan ini juga menghambat kembang biak jamur
dengan menghambat sintesa ergosterol dimana ergosterol adalah metabolism yang
penting untuk jamur sehingga jamur tidak dapat lagi berkembang biak.19-21
Prognosis quo ad vitam ad bonam, karena didapati keadaan umum baik., quo ad
functionam ad bonam, karena tidak dijumpai adanya gangguan fungsi, quo ad
sanationam ad dubia, karena mungkin kambuh jika pasien tidak teratur
pengobatannya dan pasien masih sering memakai baju lembab dan higienitas yang
kurang. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana prognosis pitiriasis versikolor
dalam hal kesembuhan baik, tetapi persoalan utama adanya kekambuhan sangat
tinggi.7
DAFTAR PUSTAKA
1. Kannan P., Janaki C., Selvi S., Prevalence of dermatophytes and other fungal
isolated from clinical samples. Indian Journal of Medical Microbiology. 2006
May; 24(3): 212-215.
2. Mahmaudabadi, Ali Z., Mossavi Z., Zarrin M., Pityriasis versicolor in
Ahvaz, Iran. Jundishapur Journal of Microbiology. 2009 Aug; 2(3): 92-96.
3. Rai, Mahendra K., Wankhade S., Tinea Versicolor- An Epidemiology.
Journal of Microbial & Biochemical Technology. 2009 May; 1(1): 051-056.
4. Flores, Juan M., Castillo, Vilma B., Franco, Florencio C., Huata, Armando
B., Superficial fungal infections: clinical and epidemiological study in
adolescent from marginal districts of Lima and Callao, Peru. Journal
Infection Deve Ctries. 2008 Dec; 3(4): 313-317.
14
5. Banerjee S., Clinical profile of pityriasis versiclor in a referral hospital of
West Bengal. Journal of Pakistan Association of Dermatologist. 2011 May;
21(4): 248-252.
6. Budimulja U., Mikosis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima
Dalam: Djunda A., Hamzah M., Aisah S., Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2008; 100-101.
7. Radiono S., Pitiriasis Versikolor. Dermatomikosis Superfisialis Dalam:
Budimulja U., Kuswadji, Bramono K., Menaldi, Sri L., Dwihastuti P.,
Widaty S., Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004; 19-22.
8. Weller R., Infections. Clinical Dermatology In: Weller R., Hunter J., Savin
J., Dahl M., Massachusetts: Blackwell Publishing; 2008; 254-256.
9. Lone, Azad H., Study of Bahaq (Pityriasis Versicolor) and Therapeutic
Evaluation of Unani Formulation in its Management [medical degree thesis].
Bangalore: Rajiv Gandhi University of Health Sciences, Karnataka,
Bangalore; 2011.
10. Erchiga V., Martos A., Casano A., Erchiga A., and Fajardo F., Malassezia
Globosa as the causative agent of pityriasis versicolor. British Journal of
Dermatology. 2000 May; 143(1): 799-803.
11. Kabbin, Jyoti S., Vijaya D., Meundi, Meera D., Leelavathy B., A
Clinicomycological Study of Pityriasis Versicolor with a Special Referance
to the Calcoflour White Stain. Journal of Clinical and Diagnostic Research.
2011 Nov; 5(7):1356-1358.
12. Krisanty R., Bramono K., and Wisnu I., Identification of Malassezia species
from pityriasis versicolor in Indonesia and its relationship with clinical
15
characteristics. Journal compilation 2008 Blackwell Publishing Ltd. 2008
June; 52(1): 257-262.
13. Morishita N., Sei Y., Microreview of Pityriasis versicolor and Malassezia
species. Mycopathologia. 2006 Oct; 162(1): 373-376.
14. Das K., Basak S., and Ray S., A Study on Superficial Fungal Infection from
West Bengal: A Brief Report. Journal Life Science. 2009 May; 1(1): 51-55.
15. Moghaddam, Abdoreza S., Davoodian P., Jafari A., Nikoo, Muhammad A.,
Evaluation of pityriasis versicolor in prisoners: A cross-sectional study.
Indian J Dermatology Venereol Leprol. 2009 Aug; 75(4): 379-382.
16. Ebrahimzadeh A., A Survey on Pityriasis Versicolor in the University
Students in Southeast of Iran. Asian Journal of Dermatology. 2009 May;
1(1): 1-5.
17. Shokohi T., Afshar P., Barzgar A., Distribution of Malassezia Species in
Patients with Pityriasis Versicolor in Northern Iran. Indian Journal of
Medical Microbiology. 2009 May; 27(4): 321-324.
18. Cholis M., Imunologi Dermatomikosis Superfisialis. Dalam: Budimulja U.,
Kuswadji, Bramono K., Menaldi, Sri L., Dwihastuti P., Widaty S., Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004; 7-17.
19. Khan, Miraj M., Noor, Sahibzada M., Nawaz K., Single dose fluconazole in
the treatment of pityriasis versicolor. Journal of Pakistan Association of
Dermatologist. 2007 Mar; 17(1): 28-31.
20. Muzaffar F., Ilyas M., Suhall M., Ejaz A., Rehaman, Simeen B., Iqbal Z.,
Keratolytic soaps versus topical azoles in the treatment of pityriasis
16
versicolor. Journal of Pakistan Association of Dermatologist. 2005 May;
15(1): 313-316.
21. Minnebruggen G., Francois I., Cammue B., Theviseen K., Vroome V.,
Brogers M., and Shroot B., A General Overview on Past, Present and Future
Antimycotics. The Open Mycology Journal. 2010 Jan; 4(1): 22-32.
22. Sharma R., Sharma G., Sharma M., Comparative Antifungal Study of
Essential Oil with Allopathic Drugs against Malassezia furfur. International
Journal of Pharmaceutical & Biological Archives 2012 May; 3(1): 89-93.
23. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 32nd edition. Baltimore: Williams
& Wilkins; 2012. Tattoo; p 1101.
24. Burkhart, Craig G., Burkhart, Craig N., Pityriasis Alba: A condition with
Possibly Multiple Etiologies. The Open Dermatology Journal. 2009 May;
3(1): 7-8.
25. Soepardiman L., Pityriasis Alba. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Kelima Dalam: Djunda A., Hamzah M., Aisah S., Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008; 333-334.
26. Nordlund J., Disorder of skin pigmentation. Journal Community
Dermatology. 2007 May; 4 (5): 3-16.
27. Weller R., Disorders of pigmentation. Clinical Dermatology In: Weller R.,
Hunter J., Savin J., Dahl M., Massachusetts: Blackwell Publishing; 2008;
281-283.
28. Soepardiman L., Kelainan Pigmen. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Kelima Dalam: Djunda A., Hamzah M., Aisah S., Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008; 296-298.
17
29. Rajpal S., Atal R., Palaian S., Prabhu S., Clinical Profile and Management
Pattern of Vitiligo Patients In A Teaching Hospital In Western Nepal.
Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2008 Oct; 2(1): 1065-1068.
30. Namazi M., Phenytoin as a novella anti-vitiligo weapon. Journal of
Autoimmune Disease.2005 Nov; 2(1): 111-117.
18