36
Tgl Percobaan SPEKTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA) PENGAWAS PRAKTIKUM 14 September 2009 Drs. Harjanto,MSc NIP. 196106291990031001 ACC, Tgl 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Percobaan Spektrometri Serapan Atom (SSA) 1.2 Tujuan Percobaan Memahami prinsip analisa dengan menggunakan SSA Mampu mengoperasikan alat SSA Membuat kurva standar Menentukan konsentrasi sampel 1.3 Dasar Teori 1.3.1 Pengertian Spektrometri Serapan Atom Spektrometri serapan atom (Atomic Absorption Spectrometri) atau yang biasa disebut dengan AAS, ialah suatu metode analisa yang digunakan untuk menentukan unsur-unsur suatu bahan dengan kepekaan, ketelitian, serta selektivitas tinggi yang didasarkan pada

Laporan Akhir AAS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Akhir AAS

Tgl Percobaan

SPEKTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)

PENGAWAS PRAKTIKUM

14 September 2009

Drs. Harjanto,MSc

NIP. 196106291990031001

ACC, Tgl

2010

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Percobaan

Spektrometri Serapan Atom (SSA)

1.2 Tujuan Percobaan

Memahami prinsip analisa dengan menggunakan SSA

Mampu mengoperasikan alat SSA

Membuat kurva standar

Menentukan konsentrasi sampel

1.3 Dasar Teori

1.3.1 Pengertian Spektrometri Serapan Atom

Spektrometri serapan atom (Atomic Absorption Spectrometri) atau yang

biasa disebut dengan AAS, ialah suatu metode analisa yang digunakan untuk

menentukan unsur-unsur suatu bahan dengan kepekaan, ketelitian, serta

selektivitas tinggi yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh

atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Absorpsi

yang dialami sekumpulan atom akan bertambah sesuai dengan bertambahnya

jumlah atom yang menyerap sinar pada panjang gelombang tertetu. Prinsip

AAS (Atomic Absorption spectrometri) adalah penyerapan cahaya yang

dilakukan oleh atom. Oleh karena itu, sampel harus diatomkan untuk

Page 2: Laporan Akhir AAS

menghasilkan atom bebas. AAS dapat digunakan untuk analisis logam-logam

dalam sampel.(Widia, Astuti, dkk. 1996).

1.3.2 Hukum Lambert Beer

Spektrometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari penilikan

visual dalam studi yang lebih terperinci mengenai penyerapan energi cahaya

oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam

pencirian dan pengukuran kuantitatif.

Ditinjau dari hubungan konsentrasi dan absorpsinya, maka kita dapat

menggunakan hukum Lambert Beer jika sumbernya adalah monokromatik.

Pada AAS panjang gelombang garis absorpsi resonansi identik dengan garis

emisi yang disebabkan garis emisinya.

Hukum Lambert Beer dapat ditulis sebagai berikut:

keterangan:

A = Absorbansi

b = Panjang lintasan cahaya yang melewati sampel

ε = Absorpsivitas molar yang dipengaruhi jenis senyawa/unsur dan λ

c = Konsentrasi

Dari persamaan ini dapat diketahui bahwa absorbansi berbanding lurus dengan

konsentrasi atom pada tingkat energi dasar dalam nyala. Dapat disimpulkan

bahwa absorbansi (A) barbanding lurus dengan absorptivitas molar (ε),

semakin besar absorbansi maka semakin besar pula nilai absorptivitas molar.

Transmitansi merupakan perbandingan cahaya yang diteruskan (I) dengan

cahaya yang masuk (Io) di mana dapat dirumuskan sebagai berikut:

A = ε b c

Page 3: Laporan Akhir AAS

sedangkan absorbansi (A) adalah banyaknya cahaya yang diserap di mana

absorbnsi berbanding terbalik dengan transmitansi. Hubungan ini dapat dilihat

dari persamaan berikut:

A = - log T

= - log

= log

Energi radiasi yang diserap oleh atom menimbulkan keadaan energi

elektronik yaitu tereksitasinya elektron dalam kulit terluar atom ke tingkat

energi yang lebih tinggi (exited state). Pengurangan intensitas radiasi yang

terjadi sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang

menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur intensitas radiasi yang

diteruskan berbanding dengan intensitas radiasi yang masuk (transmitansi),

maka konsentrasi-konsentrasi dapat ditentukan.(Underwood. 2002).

1.3.3 Instrumentasi

Diagram optis alat AAS dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini:

Gambar 1.1 Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom

1. Sumber Cahaya

Sumber tenaga

Tabung katoda cekung Pemotong berputar

Nyala Monokromator Detektor

Penguat arus searah Pencatat

Motor

sampelBahan bakar Oksigen

Page 4: Laporan Akhir AAS

Sebagai sumber radiasi resonansi untuk atomic absorption

spectrophotometri atau AAS adalah Hollow cathode lamp (lampu katoda

berongga). Lampu ini adalah lampu yang baik untuk AAS. Lampu ini terdiri

dari katoda yang terbuat dari unsur tertentu yang sesuai dengan zat yang akan

dianalisa dan elektroda yang lain merupakan sebuah anoda yang diletakkan

dalam sebuah tabung yang terbuat dari gelas kuarsa. Gambar 1.2 di bawah ini

merupakan gambar dari lampu katoda berongga.

Gambar 1.2 Lampu katoda berongga

Gas-gas pengisi tabung yang biasa digunakan adalah Ne (neon), Ar (argon)

dan He (helium). Contoh unsur dari katoda adalah Cu (tembaga), Mg

(magnesium), Na (natrium) dan lain-lain. Jenis lampu logam dengan panjang

gelombang tertentu dibedakan berdasarkan logam yang dipasang pada lubang

katoda yang berfungsi sebagai pengatur frekuensi radiasi yang dipancarkan

dari lampu, sehingga energi ini oleh photomultiplier diubah menjadi energi

listrik.

Harus dari quartz

Diis gas Neon atau Argon dengan tekanan rendah

Katoda

Anoda

Bahan Logam

Page 5: Laporan Akhir AAS

Dalam rangkaian alat terdapat chopper yang berfungsi sebagai pengatur

frekuensi radiasi yang dipancarkan dari lampu, sehingga energi ini oleh

photomultiplier dubah menjadi energi listrik.

2. Atomizer

Atomizer adalah alat yang digunakan untuk mengatomkan senyawa yang

akan dianalisa (sampel). Atomizer terdiri dari sistem pengabut (nebulizer) dan

sistem pembakar (burner), sehingga sistem atomizer ini juga disebut burner

nebulizer system/sistem pengabut pembakar. Adapun macam-macam atomizer

sebagai berikut:

1. Flame bekerja pada temperatur atomisasi 1700-3150°C dengan jenis

kontinyu

2. Inductively coopled argon plasma, bekerja pada temperatur atomisasi

4000-5000°C dengan kontinyu.

3. Direct current agent plasma, bekerja pada temperatur 4000-6000oC,

dengan jenis kontinyu.

4. Electric thermal, bekerja pada temperatur 1200-1300oC, dengan jenis

diskrit.

5. Electric arc, bekerja pada temperatur 4000-5000oC, baik untuk jenis diskrit

dan kontinyu.

6. Electric spark, bekerja pada temperatur 40000oC dengan jenis kontinyu.

Atomizer yang biasa digunakan pada spektrofotometer adalah jenis sistem

flame. Pada umumnya menggunakan energi panas yang dihasilkan baik

dengan listrik ataupun nyala api. Untuk memperoleh uap teratomisasi yang

optimum maka suhu harus diatur dengan baik, karena bila suhu terlalu tinggi

sebagian atom akan terionisasi, sehingga tidak menyerap panjang gelombang

yang diharapkan. Untuk mencapai suhu tertinggi bila dibakar dengan

asetilene, yaitu 3000oC.

Pada umumnya pengatoman terjadi pada tempat pembakaran sampel, udara,

dan gas asetilene yaitu di burner head.

Page 6: Laporan Akhir AAS

a) Nebulizer system

Sistem ini berfungsi untuk mengubah larutan menjadi butir – butir kabut

yang berukuran 15-20 µm, dengan cara menarik larutan melalui kapiler

dengan penghisapan pancaran gas bahan bakar dan gas oksidan disemprotkan

ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-

sama aliran gas bahan bakar masuk ke dalam nyala, sedang partikel kabut

yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.

b) Burner system

Sistem burner/pembakaran ialah suatu sistem di mana nyala api

mengatomkan sampel yang telah diubah menjadi kabut/uap garam unsur

menjadi atom-atom normal. Berikut merupakan gambar dari atomizer nyala:

Gambar 1.3 Atomizer nyala

Sampel analit

Saluran PEMBUA

Nyala

Bahan bakar dan oksidan

kabut

Page 7: Laporan Akhir AAS

Dari gambar dapat dijelaskan bahwa, bahan bakar, udara dan sampel

diumpankan ke tempat campuran melalui sederet buffle kemudian menuju ke

tempat pembakaran. Pemasangan buffle dimaksudkan untuk pencampuran

bahan bakar, oksidan dan sampel agar terjadi dengan sempurna. Sampel yang

masuk pada alat ini menghasilkan cairan bermacam-macam. Tetesan yang

besar akan menumbuk buffle sehingga sampai pada nyala api dengan ukuran

yang seragam.

Larutan sampel disedot melalui pipa kapiler yang dilalui udara atau

oksigen lewat ujung yang diruncingkan dari pipa dalam nyala oleh gas-gas

yang berdesakan. Aerosol sampel jauh kurang seragam, jalan optis jauh lebih

pendek dan pembakaran dengan suara yang keras.

3. Monokromator

Monokromator adalah alat yang berfungsi mengubah cahaya polikromatik

menjadi cahaya monokromatik atau dengan istilah lain melakukan pemilihan

radiasi yang ditemukan. Monokromator terdiri dari cermin dan grating.

Garis serapan atom dalam nyala atau tanur jauh lebih sempit dari pada pita

yang disediakan oleh gabungan sumber yang berkesinambungan dengan

monokromator, daya pendispersi dan lebar celah kekromatikan dapat

dihampiri sedekat yang diinginkan dengan mengubah lebar celah.

4. Detektor

Dalam sebuah detektor untuk suatu spektrofotometer, kita menginginkan

kepekaan yang tinggi dalam daerah spektral yang diinginkan, respon yang

linear terhadap daya radiasi, waktu respon yang cepat, dapat digandakan dan

kestabilan tinggi atau tingkat bising yang rendah, meskipun dalam praktik

perlu mengkompromikan faktor-faktor tersebut di atas.

Detektor berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan

yang telah diubah menjadi energi oleh photomultiplier. Hasil pengukuran

Page 8: Laporan Akhir AAS

detektor dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa

printer dan pengamat angka.

1.3.4 Teknik Pengukuran AAS

Ada tiga pengukuran yang biasa digunakan pada analisis sampel dengan

menggunakan AAS, yaitu :

a. Metode satu standar

Pengukurannya berdasarkan hukum Beer, namun standar yang dipakai

hanya satu, jika tidak bisa didapatkan suatu grafik yang baik atau sesuai.

Kelemahan sistem ini, jika standar salah maka hasil analisa yang dilakukan

semua akan salah.

As = εbcs

As = εbcx cx=

cx = Konsentrasi sampel

As = Absorbansi larutan standar

Ax = Absorbansi sampel

Cs = Konsentrasi larutan standar

b. Metode kurva kalibrasi

Metode kurva kalibrasi/standar yaitu dengan membuat kurva antara

konsentrasi larutan standar (sebagai absis) melawan absorbansi (sebagai

ordinat) di mana kurva tersebut berupa garis lurus. Dengan cara

menginterpolasikan absorbansi larutan sampel ke dalam kurva standar

tersebut kemudian akan diperoleh konsentrasi larutan sampel.

y = y = Absorbansi

x = Konsentrsai

a = Intersep

b = Slope

Page 9: Laporan Akhir AAS

Gambar 1.4 Kurva kalibrasi

c. Metode penambahan standar

Pada metode ini dibuat sederetan larutan cuplikan dengan

konsentrasi yang sama dan masing-masing ditambahkan larutan standar,

kemudian unsur yang dianalisa dengan konsentrasi tertentu. Absorbansi

masing-masing larutan diukur dan dibuat kurva absorbansi terhadap

konsentrasi unsur standar yang ditambahkan. Pengukuran ini juga sama

dengan yang sebelumnya yaitu mengikuti Hukum Beer, karena intinya

adalah pengukuran absorbansi yang dikorelasikan ke konsentrasi.

Volume larutan standar

Absorbansi larutan standar

Konsentrasi cuplikan

Absorbansi larutan standar

Konsentrasi larutan standar

Konsentrasi sampel

Absorbansi sampel

y =

y = Absorbansai

x = Volume standar

a = Intersep

b = Slope

Page 10: Laporan Akhir AAS

Gambar 1.5 Kurva kalibrasi penambahan standar

1.3.5 Gangguan pada AAS dan Cara Mengatasinya

Gangguan – gangguan yang mungkin terjadi pada metode spektrometri

serapan atom, antara lain gangguan karena serapan latar, gangguan matriks,

gangguan kimia, gangguan ionisasi, gangguan spektra dan gangguan serapan

emisi.

1. Gangguan karena serapan latar

Kadang-kadang sinar yang diberikan dari lampu katoda berongga diserap

oleh senyawa lain yang terkandung dalam sampel. Adanya serapan ini akan

mengganggu pengukuran serapan atom dari unsur yang dianalisis,

gangguan serapan ini disebut ”serapan latar” (background absoption).

Serapan latar disebabkan oleh:

a. Serapan molekuler yang disebabkan oleh senyawa-senyawa yang tidak

teratomisasi dalam atomizer

b. Hamburan sinar yang disebabkan oleh partikel-partikel padat yang

halus yang melintang pada berkas sinar

c. Serapan nyala nyala bahan bakar yang digunakan serapan latar pada

umumnya mengganggu pada daerah panjang gelombang di bawah 2500

(daerah ultra violet).

Gangguan serapan latar dapat dikoreksi dengan cara sebagai berikut:

a. Dengan pengukuran yang lebih sederhana

Harga serapan yang diberikan pada pengukuran, memberikan

jumlah serapan atom yang dianalisis dengan serapan latar, serapan

latar ini dapat diukur pada panjang gelombang serapan atom yang

dianalisis maka harga serapan atom dapat ditentukan secara mudah

dengan pengurangan yang sederhana.

b. Koreksi dengan garis yang berdekatan

Pada cara ini serapan latar di ukur pada panjang gelombang + 50

dari garis serapan atom yang dianalisis. Metode ini mempunyai

Page 11: Laporan Akhir AAS

kekurangan sebab lampu katoda rongga yang memancarkan sinar

kuat pada + 50 dari garis analisis unsur yang ditentukan tidak

selalu tersedia dan juga serapan atom dan serapan latar tidak diukur

pada panjang gelombang yang sama.

c. Koreksi dengan panjang gelombang sinar yang kontinyu

Sinar yang intensitasnya hampir merata pada daerah 1900 – 4300

A, dapat digunakan secara efektif untuk koreksi serapan latar, yaitu

dapat digunakan lampu D2/H2. Monokromator diatur pada panjang

gelombang garis analisis dan sinar dari lampu D2 diatur selebar

beberapa di sekitar panjang gelombang dari unsur yang di

analisis, maka serapan latar dapat diukur. Dengan pengurangan

serapan latar, maka serapan atom dapat diukur langsung dengan

mudah.

2. Gangguan matriks, yaitu gangguan yang disebabkan oleh unsur-unsur atau

senyawa lain yang terkandung di dalam cuplikan. Adanya matriks ini

menyebabkan perbedaan pada proses atomisasinya dan proses penyerapan

energi radiasi oleh atom yang dianalisa dengan standar murni. Gangguan

matriks ini dapat diatasi dengan metode penambahan standar.

3. Gangguan kimia, yaitu gangguan yang disebabkan oleh adanya komponen

yang membentuk senyawa stabil secara termal dengan unsur yang

dianalisis, yang tidak dapat terdisosiasi sempurna pada proses atomisasinya.

Misalnya, adanya ion fosfat pada penentuan Ca pada atomisasi dengan

nyala udara asetilen. Ion posfat akan membentuk senyawa yang stabil

dengan Ca yang sulit untuk diatomisasikan. Gangguan ini dapat diatasi

dengan menambah unsur lain yang berlebihan pada cuplikan dan standar,

yaitu unsur ini akan membentuk senyawa stabil dengan ion fosfat, misalnya

dengan menambah La. Cara lain yaitu dengan menaikkan suhu nyala untuk

memecahkan senyawa stabil yang terbentuk, tetapi cara ini kurang

memberikan hasil yang memuaskan.

4. Gangguan ionisasi

Page 12: Laporan Akhir AAS

Gangguan ini terjadi pada penggunaan suhu yang tinggi, sehingga atom-

atom yang dianalisa tidak hanya teratomisasikan pada keadaan tingkat

energi dasar, tetapin atom-atom dapat tereksitasi secara termal karena panas

atau dapat terionisasi. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambah unsur

atau logam yang berlebihan yang mudah terionisasi sehingga menghasilkan

elektron dengan jumlah yang besar dan menekan proses ionisasi unsur yang

akan dianalisis. Biasanya, dengan penamban logam Na atau K dapat

menekan ganggun ionisasi ini.

5. Gengguan spektra

Gangguan ini terjadi jika bentuk serapan atom yang dianalisis overlapping

dengan garis spektra dari unsur lain. Gangguan ini jarang sekali terjadi

karena panjang gelombang setiap serapan atom adalah sangat karakteristik.

Gangguan ini dapat diatasi dengan memilih panjang gelombang serapan

karakteristik yang lain.

6. Gangguan emisi

Pada konsentrasi tinggi dari unsur yang dianalisis yang mempunyai emisi

tinggi, sering diperoleh hasil analisis yang kurang tepat (bila signal berada

dalam pita spektrum dari sinar yang digunakan). Gangguan dapat diatasi

dengan melakukan beberapa cara, yaitu mempersempit lebar celah,

menaikkan arus lampu, mengencerkan larutan atau menggunakan nyala

yang lebih rendah.

Page 13: Laporan Akhir AAS

BAB II

METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan

2.1.1 Alat yang digunakan, yaitu :

1. AAS Spectra AA-220

2. Labu ukur 100 ml

3. Pipet ukur 10 ml

4. Buret 50 ml

5. Gelas kimia 250 ml

6. Pipet volume 25 ml

7. Statif

8. Bulp

9. Spektrometer

Page 14: Laporan Akhir AAS

10. Botol sampel

2.1.2. Bahan yang digunakan, yaitu :

1. Larutan Cu 1000 ppm

2. Larutan HNO3

3. Aquadest

2.2. Prosedur Percobaan

1. Pembuatan larutan blanko :

a. Memipet 10 ml HNO3 ke dalam labu ukur 100 ml.

b. Mengencerkan dengan aquadest hingga tanda batas, kemudian

mengkocok hingga homogen.

2. Pembuatan larutan baku 100 ppm dari larutan baku 1000 ppm :

a. Memipet 10 ml larutan baku Cu 1000 ppm.

b. Memasukkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml.

c. Mengencerkan larutan dengan aquadest hingga tanda batas

kemudian mengkocok hingga homogen.

3. Pembuatan larutan standar :

a. Memipet berturut-turut 1 ml; 2 ml; 6 ml; 10 ml; 14 ml larutan; 20

ml laurutan Cu 100 ppm ke dalam masing-masing buret 100 ml.

b. Menambahkan aquades hingga tanda batas.

c. Memasukkan masing-masing larutan standar ke dalam botol dan

memberi label sesuai dengan konsentrasinya.

4. Pengoperasian AAS Spectra AA-220

Memasang lampu elemen Cu kedalam tempatnya

Membuka kran tabung gas asetylen berlawanan arah jarum jam

dengan menggunakan kunci inggris

Page 15: Laporan Akhir AAS

Membuka dan mengecek aliran udara dengan melihat tekanan 50

psig pada kompresor, tekanan asetylen 11 psig dan tekanan N2O 50

psig

Menghidupkan aliran listrik ke komputer dan spektrometer

Menghidupkan komputer

Menghidupkan alat spektrometer Spektra AA-220

Mengklik logo spectra AA pada layar komputer

Mengklik worksheet

Mengklik new

Mengklik worksheet details, dan mengisi form berikut ini :

Name : kelompok 1A

Analyst : BonSaFar

Comment :

Sample : 2

Mengklik Ok

Mengklik add methode dan memilih elemem Cu (elemen yang

akan dianalisa).

Mengklik edit methode dan mengisi form berikut ini :

- Type / mode

Sampling mode : manual

Instrument mode :absorban

Flame type and gas flow : air / asetylen

Air flow : 13,5 ml / menit

Acetylene flow : 2,00 ml / menit

- Measurement

Meansurement mode : integration

Meansurement time : 3 s

Read delay time : 5 s

Calibration mode : concentration

Replicate standart : 3

Replicate sample : 2

- Optical

Page 16: Laporan Akhir AAS

Lamp position : 3

Lamp current : 4,0 mA

Wave length : 324,8 nm

Slit : 0,5 nm

Background concentration : Bc off

- Standard

Mengisi nilai konsentrasi larutan standar Cu

Standard 1 : 1,000 ppm

Standard 2 : 2,000 ppm

Standard 3 : 6,000 ppm

Standard 4 : 10,000 ppm

Standard 5 : 14,000 ppm

Standar 6 : 20,000 ppm

Lalu mengklik Ok

Mengklik label dan mengisi nama sampel berikut ini :

- Pada baris satu :Sample 1

- Pada baris dua :Sampel 2

Mengklik analysis

Mengklik optimize, akan muncul beberapa kotak yaitu :

- Kotak unsur pilihan Cu yang diuji, mengklik ok

- Selanjutnya kolom dialog box (wr…) pada monitor,

mengklik ok.

- Selanjutnya muncul kolom analyst checklist, mengklik ok.

Mengklik optimaze lamp. Selanjutnya mencari nilai % gain

terendah untuk elemen Cu dengan memutar kedua tombol putaran

yang terdapat di bagian belakang lampu.

Mengklik rescale setiap indicator cahaya mencapai puncak atau

batas tertinggi sampai % gain terendah.

Mengklik optimaze signal, kemudian menyalakan flame dengan

menekan tombol hitam pada alat agak lama sampai nyala api

sempurna.

Page 17: Laporan Akhir AAS

Mengklik instrument zero ketika selang terhubung dengan aquades

Memindahkan selang ke salah satu standar. Menggeser-geser

burner head sampai diperoleh nilai absorbansi tertinggi.

Mengembalikan selang ke aquades lalu menunggu sinyal

absorbansi menurun lalu mengklik ok.

Kemudian muncul kolom uji Cu, kemudian klik cancel.

Mengklik start

Kemudian mengikuti perintah yang muncul di monitor untuk

dianalisa

- Present instrument zero (selang terhubung dengan aquades)

- Present cal zero (selang terhubung dengan larutan blanko)

- Present standar 1 (selang terhubung dengan standar 1)

- Present stendar 2 (selang terhubung dengan standar 2)

- Present standar 3 (selang terhubung dengan standar 3)

- Present standar 4 (selang terhubung dengan standar 4)

- Present standar 5 (selang terhubung dengan standar 5)

- Present sampel 1 (selang terhubung dengan sampel 1)

- Present sampel 2 (selang terhubung dengan sampel 2)

Setelah proses analisa selesai, akan muncul authron complete.

Kemudian mengklik ok.

5. Mengeprint data

Mengklik file, lalu close sehingga akan kembali pada menu awal

Mengklik report

Mengklik check data

Mengklik nama file percobaan yang dilakukan

Mengklik print, lalu ok.

6. Mematikan alat AAS

Mengklik exit pada menu awal

Mengklik start pada monitor kemudian shut down

Page 18: Laporan Akhir AAS

Mematikan alat AAS

Menutup kran tabung gas

Mematikan sumber arus listrik.

BAB III

PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Pengamatan

LarutanC

(mg/L)

AbsorbansiX

x1 x2 x3

Cal Zero 0 0,0076 0,0046 0.0031 0.0051

Standar 1 1.000 .....e …..e …..e …..e

Standar 2 2.000 0.0611 0.0620 0.0618 0.0616

Standar 3 6.000 0.2070 0.2091 0.2103 0.2088

Standar 4 10.000 0.3833 0.3826 0.3847 0.3835

Standar 5 14.00 0.4791 0.4720 0.4735 0.4749

Page 19: Laporan Akhir AAS

Standar 6 20,00 0.6767 0.6791 0.6756 0.6771

Sample 1 13.655 0.4915 0.4902 - 0.4909

Sample 2 9.255 0.3526 0.3119 - 0.3323

BAB IV

PEMBAHASAN

AAS (Atomic Absorption Spectrometri) adalah suatu metode analisa yang

digunakan untuk menentukan unsur-unsur di dalam suatu bahan dengan kepekaan,

ketelitin serta selektivitas yang tinggi yang didasarkan pada proses penyerapan

energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground

state). Prinsip dasar alat ini ialah banyaknya radiasi panas (cahaya) yang dapat

diserap oleh atom-atom logam yang terdapat dalam sampel, dimana banyaknya

konsentrasi zat tertentu yang terdapat dalam sampel.

Dalam penggunaan AAS, penyerapan dilakukan oleh atom, oleh karena itu

sampel harus diatomkan, karena pada praktikum kami menggunakan sampel cair

maka digunakan suatu atomizer atau alat pengatoman ( pembuat atom ) unsur

pada sampel. Dalam hal ini digunakan nyala api dari pembakaran acetylene dan

udara tekan N2O. Jadi pada prinsipnya AAS hanya untuk sampel yang telah

Page 20: Laporan Akhir AAS

berupa atom untuk proses penyerapan. Penyerapan energi radiasi oleh atom-atom

yang berada pada tingkat energi dasar ( ground state ). Penyerapan energi tersebut

menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang

lebih tinggi ( excited state ). Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan

sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang menyerap energi

radiasi tersebut. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan

( Transmitasi ) atau mengukur intensitas radiasi yang diserap ( Absorbansi ) maka

konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan, dalam hal ini adalah unsur

Cu.

Sebagai sumber radiasi digunakan lampu katoda berongga ( Hollow

Catode Lamp ). Dalam hal ini lampu yang digunakan harus sesuai dengan unsur

yang akan dianalisis dalam sampel yaitu Cu. Penggunaan hollow catode lamp

harus disesuaikan karena radiasi resonansi ini mempunyai panjang gelombang

atau frekuensi yang karakteristik untuk setiap unsur. Sebelum hollow catode lamp

digunakan untuk proses serapan maka harus disesuaikan terlebih dahulu cahaya

atau sinar dari hollow catode lamp, dengan menggunakan kertas untuk ketepatan

datangnya cahaya agar dalam berlangsungnya penyerapan lebih baik.

Detection limit merupakan konsentrasi terkecil yang dapat diukur oleh

suatu alat dengan syarat % RSD-nya masih dapat memenuhi kriteria yang

diharuskan yaitu tidak boleh lebih dari 10%. Dari hasil percobaan yang telah

dilakukan, diperoleh % RSD untuk masing-masing standard yaitu :

Cal zero = 44,9 %

Standard 1 = …..e

Standard 2 = 1,8 %

Standard 3 = 0,79 %

Standard 4 = 1,6 %

Standard 5 = 0,7 %

Standard 6 = 0,2 %

Page 21: Laporan Akhir AAS

Sampel 1 = 0,18 %

Sampel 2 = 8,6 %

Dan hasil analisa dibuat grafik yang merupakan kurva kalibrasi antara

konsentrasi larutan standar Vs absorbansinya. Dari grafik diperoleh persamaan y

= 0.034x + 0,007. Dari persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan

konsentrasi sempel dengan memasukkan absorbansi sampel pada persamaan. Dari

pembacaan alat diperoleh konsentrasi sampel.

Sampel 1= 13,655 mg/l

Sampel 2 = 9,225 mg/l

Sedangkan dari rumus persamaan diperoleh konstanta yangcukup berbeda :

Sampel 1 = 14,23 mg/l

Sampel 2 = 9,56 mg/l

Page 22: Laporan Akhir AAS

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada prinsipnya alat AAS didasarkan pada banyaknya cahaya yang diserap

oleh atom-atom logam yang ada dalam sampel dimana banyaknya cahaya

yang diserap sebanding dengan konsentrasi logam tersebut dalam sampel.

2. Pengoperasian alat AAS pada umumnya sering mengalami kesalahan

karena pembuatan larutan standar yang tidak sesuai. Alat AAS memiliki

komponen-komponen seperti : Hollow Catode Lamp, Atomizer,

Monokromator dan Detektor.

3. Pembuatan kurva standar merupakan grafik yang dibuat dari Absorbansi

Vs Konsentrasi dari larutan standar dimana diperoleh persamaan garis

yaitu, y = 0.034x + 0.007.

4. Dari praktikum didapatkan konsentrasi Cu yang diperoleh dari perhitungan

pada persamaaaan garis diatas dimana x adalah konsentrasi, dalam :

Sampel 1 sebesar = 14,23 mg/l

Sampel 2 sebesar = 9,56 mg/l

Diperoleh nilai % RSD yaitu :

Cal zero = 44,9 %

Standard 1 = …..e

Standard 2 = 1,8 %

Standard 3 = 0,79 %

Standard 4 = 1,6 %

Page 23: Laporan Akhir AAS

Standard 5 = 0,7 %

Standard 6 = 0,2 %

Sampel 1 = 0,18 %

Sampel 2 = 8,6 %

5.2. Saran

Sebaiknya dalam praktikum, mahasiswa harus lebih teliti dalam hal:

a. Membuat larutan standar dengan teliti dan kondisi alat yang

digunakan harus benar-benar kering dan bersih.

b. Memperhatikan dan melakukan prosedur percobaan sesuai

dengan petunjuk praktikum.

Page 24: Laporan Akhir AAS

DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S.M. 1990. “Konsep Dasar Kimia Analitik”. Jakarta: UI-Press

Mulja, Muhammad. 1995. “Analisis Instrumental”. Surabaya: Airlangga

University Press.

Tim Penyusun Penuntun Praktikum Instrumen. 2008. ”Penuntun Praktikum

Instrumen”. Samarinda: Polnes.

Underwood. 1986. “Analisa Kimia Kuantitatif “. Jakarta: Erlangga.

Widiastuti, Endang, dkk. 1996. “Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Instrumen”.

Bandung: Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik

Page 25: Laporan Akhir AAS

LAMPIRAN

Perhitungan

Perhitungan RSD (Relativ Standard Deviation) : δ

% RSD =

Contoh perhitungan SD untuk larutan standar 1 (1 ppm) :

δ =

= 1.15 10-3

% RSD =

= 1.8%

LarutanC

(mg/L)

AbsorbansiX SD % RSD

x1 x2 x3

Cal Zero 0 0,0076 0,0046 0,0031 0,0051 2,29x10-3 44,9%

Standar 1 1 …..e …..e …..e …..e …..e …..e

Page 26: Laporan Akhir AAS

Standar 2 2 0,0611 0,0620 0,0618 0,0616 1,15x10-3 1,8%

Standar 3 6 0,2070 0,2091 0,2103 0,2088 1,67x10-3 0,79%

Standar 4 10 0,3833 0,3826 0,3847 0,3835 6x10-2 1,6%

Standar 5 14 0,4791 0,4720 0,47735 0,4749 3,74x10-3 0,7%

Standar 6 20 0,6767 0,6791 0,6756 0,6771 1,79x10-3 0,2%

Sample 1 13,655 0,4915 0,4902 - 0,4909 9,21x10-4 0,18%

Sample 2 9,225 0,3526 0,3119 - 0,3323 28x10-3 8,6%

Dengan menggunakan perhitungan yang sama diperoleh data sebagai berikut:

Perhitungan konsentrasi sampel dengan menggunakan persamaan y = 0,034x +

0,007

Y = Absorbansi X = Konsentrasi

Larutan Absorban Konsentrasi (mg/l)

Sample 1 0,4909 14,23

Sampel 2 0,3323 9,56

Page 27: Laporan Akhir AAS