33
LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN POTENSI DAN PERMASALAHAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh Handewi Purwati Saliem Sri Hery Susilowati Supriyati Supena Friyatno PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN - Home - Pusat Sosial ...pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_07.pdf · Sedangkan di dalam sektor pertanian itu sendiri, sektor tanaman

  • Upload
    lamkien

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

KAJIAN POTENSI DAN PERMASALAHAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERTANIAN

DI PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

Oleh

Handewi Purwati Saliem

Sri Hery Susilowati Supriyati

Supena Friyatno

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2014

1

LAPORAN ANJAK

Kajian Potensi dan Permasalahan Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian di

Provinsi Maluku dalam Mendukung Swasembada Pangan

I. Pendahuluan

Dalam periode pemerintahan 2015-2019, Kementerian Pertanian (Kementan)

mencanangkan swasembada padi, jagung dan kedelai dalam tiga tahun ke depan atau

pada tahun 2017. Identifikasi permasalahan dalam pencapaian target swasembada

ketiga komoditas tersebut adalah: (i) Sekitar 52 persen saluran irigasi rusak; (ii)

Pengadaan pupuk dan benih belum memenuhi azas 6 tepat; (iii) Dalam sumberdaya

manusia (SDM) terjadi penurunan jumlah rumah tangga petani; (iv) Kualitas panen:

mutu rendah dan kehilangan hasil tinggi: 10,82%; (v) Dampak perubahan iklim:

kekeringan, banjir, dan jadwal tanam maju/mundur; (vi) Kelembagaan: UPJA,

Penyuluhan, Petani belum optimal ; (vii) Skim pembiayaan belum berpihak pada petani;

(viii) Masih terjadi egosektoral; (ix) Tingginya konversi lahan sekitar 100-110 ribu

ha/tahun (Kementerian Pertanian, 2013a).

Terkait dengan target Kementerian Pertanian tersebut, tentu saja memerlukan

dukungan dari Provinsi-Provinsi, baik sentra maupun non sentra produksi. Untuk itu,

perlu kiranya mengkaji potensi dan permasalahan faktor produksi, khususnya

sumberdaya pertanian di salah satu wilayah timur Indonesia, yang selama ini belum

menjadi sentra produksi pangan yang diperhitungkan. Kajian akan mengambil kasus di

Provinsi Maluku.

Provinsi Maluku merupakan salah satu wilayah di kawasan Indonesia Timur, yang

wilayahnya terdiri atas gugus-gugus pulau, luas daratan hanya sekitar 7,6 persen dari

luas wilayah. Berdasarkan hasil sensus pertanian 2013 (BPS, 2013), jumlah rumah

tangga usaha pertanian (RTUP) tahun 2013 di Provinsi Maluku mencapai 175 362

rumah tangga, dan sekitar 97 persen adalah merupakan petani gurem (menguasai luas

lahan kurang dari 0,5 ha). Rata-rata lahan yang dikuasai oleh RTUP di Provinsi ini

adalah 0,894 ha, sekitar 96 persen berupa lahan pertanian. Namun demikian, sebagian

2

besar lahan pertanian berupa bukan lahan sawah (95 persen) dan lahan sawah hanya

sekitar 5 persen.

Sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di

Provinsi Maluku cenderung menurun, yaitu 34,35 persen pada tahun 2008 menjadi

28,63 persen pada tahun 2013. Fenomena ini sejalan dengan fenomena di tingkat

nasional, namun kontribusi sector pertanian masih relatif tinggi. Dalam Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025,

Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan sebagai Pusat

Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional.

Pengembangan pangan di suatu wilayah dipengaruhi oleh sumber daya alam, manusia

dan modal. Sementara dalam pencapaian swasembada, ada keterkaitan erat antara

penawaran dan permintaan. Dalam rangka mendukung swasembada pangan, perlu

kiranya mengkaji potensi dan permasalahan pemanfaatan sumberdaya peranian di

Provinsi Maluku.

II. Kondisi Perekonomian Dan Rumah Tangga Pertanian di Provinsi Maluku

2.1. Kondisi Perekonomian di Provinsi Maluku

Salah satu indikator untuk mengukur sejauhmana suatu daerah atau regional

telah berhasil dalam melaksanakan pembangunan ekonominya adalah dilihat dari sisi

pengelolaan sumberdaya, baik sumber manusia, alam dan modal. Hasil dari

pengelolaan sumberdaya tersebut dapat dilihat berupa pendapatan regional yang

disebut Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain itu, dengan PDRB apabila

dikaitkan dengan jumlah penduduk juga dapat melihat sejauhmana pembangunan

ekonomi telah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang digambarkan oleh

tingkat pendapatan perkapita, distribusi pendapatan, dan juga dapat melihat

ketimpangan pendapatan regional (Regional Income Disparities) (Williamson, 1965)

Untuk di Provinsi Maluku, PDRB menurut jenis lapangan usaha berdasarkan harga

konstan tahun 2000 dari 2004-2012 dapat disimak pada Tabel 1.

3

Tabel 1. PDRB Provinsi Maluku Berdasarkan Harga Konstan 2000, 2004-2011 (Milyar

Rupiah)

No

Sektor Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata

Trend (%/th

n)

1 Pertanian 1,059 1,098 1,129 1,177 1,210 1,259 1,330 1,378 1,458 1,233 3 ,95

a. Tanaman Bahan Makanan

272 280 288 299 300 306 317 326 345 304 2 ,72

b. Perkebunan 218 226 234 248 257 271 273 286 303 257 4 ,01

c. Peternakan & Hasilnya 38 39 39 41 42 43 45 48 51 43 3 ,58

d. Kehutanan 57 58 59 55 55 55 49 51 54 55 (1 ,62)

e. Perikanan 474 495 509 534 556 584 646 667 706 575 5 ,13

2 Pertambangan dan Galian 26 27 28 26 27 28 31 33 38 29 4 ,25

3 Industri dan Pengolahan 147 152 160 180 188 202 202 217 234 187 5 ,79 4 Listrik, Gas & Air bersih 17 18 20 21 21 17 20 22 23 20 2 ,75 5 Konstruksi 39 42 44 48 50 53 78 87 93 59 11 ,94

6 Perdagangan, Hotels & Restoran

757 802 863 922 972 1,030 1,095 1,169 1,283 988 6 ,37

7 Pengangkutan dan Komunikasi

288 319 354 389 408 436 465 490 527 408 7 ,10

8 Keuangan, Reel Estate dan Jasa Keuangan

175 181 191 201 210 219 224 232 243 208 4 ,07

9 Jasa-jasa 594 621 650 671 702 748 805 879 961 737 5 ,95

Total 3 102 3 260 3 439 3 635 3 788 3 992 4 250 4 507 6 319 3 870 5 ,49

Sumber : BPS Jakarta, 2004-2011 (2013). Situs BPS Maluku. PDRB. 2012

Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa selama satu dasa warsa terakhir rata-

rata pendapatan regional Provinsi Maluku adalah sebesar Rp 3,9 triliun. Sumbangan

sektor pertanian terhadap PDRB masih merupakan andalan terbesar yakni mencapai Rp

1,23 triliun (31,86 persen). Sedangkan di dalam sektor pertanian itu sendiri, sektor

tanaman pangan memberikan sumbangan terbesar setelah sektor perikanan yaitu

sebesar Rp 304 milyar, sementara sektor perkebunan, peternakan dan kehutanan

masing-masing memberikan sumbangan Rp 257 milyar; Rp 43 milyar dan Rp 55 milyar.

Jika bicara pangan secara umum, karena Provinsi Maluku merupakan gugus kepulauan

maka sektor pangan terbesar adalah dari sektor perikanan, mencapai Rp 575 milyar,

karenanya Provinsi Maluku disebut sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN). Oleh karena

itu untuk mewujudkan Kepulauan Maluku sebagai LIN, maka disusunlah Rencana

Pengembangan Kawasan Lumbung Ikan Nasional yang mencakup rencana strategi dan

rencana program pengembangan wilayah.

Dinamika pembangunan ekonomi pada masing-masing sektor, dapat dilihat dari

pertumbuhan PDRB pada masing-masing sektor. Secara umum hampir seluruh sektor

ekonomi dalam PDRB memiliki pertumbuhan yang positif berdasarkan harga konstan,

4

artinya pertumbuhan tersebut betul-betul diakibatkan oleh penambahan barang dan

jasa bukan karena perubahan harga. Pada sektor pertanian selama 10 tahun tersebut

rata-rata pertumbuhannya adalah 3,95% per tahun. Pertumbuhan sektor tanaman

pangan relatif paling kecil yakni 2,72 % per tahun dibanding dengan sektor perkebunan

dan peternakan yakni mencapai 4,01 dan 3,58 % pertahun. Sedangkan sumbangan

PDRB dari sektor kehutanan cenderung menurun (negatif 1,62% per tahun). Dari

uraian ini dapat dijelaskan bahwa untuk sektor tanaman pangan atau bahan makanan,

rendahnya pertumbuhan disebabkan karena beberapa faktor yakni : (a) kendala

inftrastruktur baik jalan pertanian maupun irigasi yang masih bermasalah, (b) kesulitan

memasarkan hasil, sehingga respon petani tidak bergairah, (c) sensitive terhadap

perubahan cuaca dan hama penyakit, sehingga sering terjadi kekeringan, kebanjiran

atau kerusakan karena serangan OPT (organisme Pengganggu Tanaman). Sementara

untuk sektor kehutanan, karena nilai kehutanan adalah merupakan hasil dari ektraksi

hasil hutan, maka untuk nilai hutan yang ada cenderung untuk dibatasi dalam rangka

mempertahanan degradasi hutan dan mungkin juga luas areal hutan juga semakin

berkurang digunakan untuk pangan dan perkebunan.

Apabila dikaitkan dengan populasi penduduk di Maluku, maka pada posisi tahun

2012 dengan pendapatan PDRB berdasarkan harga konstan 2010 sebesar Rp 6,319

triliun dengan jumlah penduduk 1.549.734 jiwa, maka pendapatan per kapita adalah

sebesar Rp 4,08 juta per kapita per tahun. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah

pendapatan sebesar itu adalah suatu angka yang timpang dibanding dengan

pendapatan per kapita nasional, maka hal dapat diuji dengan menggunakan indeks

Williamson (Williamson Index) dengan rumus sebagai berikut :

IW =

Dimana : IW = Indeks Williamson

Yi = Pendapatan per kapita daerah i Y = Pendapatan per kapita Nasional

fi = Jumlah Penduduk daerah i n = Jumlah penduduk nasional

5

Jika IW semakin kecil mendekati nol, maka ketimpangan semakin kecil atau

dengan kata lain semakin merata dan sebaliknya jika IW semakin mendekati 1, maka

semakin timpang daerah tersebut relatif terhadap pendapatan tingkat nasional. Dengan

jumlah penduduk nasional pada tahun 2012 adalah 245.295.960 jiwa dan PDB nasional

tahun 2012 berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 2.512.723,38 miliar,

maka dengan rumus tersebut diperoleh Indeks Williamson sebesar 0.02. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat pendapatan per kapita sebesar Rp 4,08 juta per kapita per

tahun di Provinsi Maluku relatif tidak timpang dibanding dengan pendapatan per kapita

pada tingkat nasional. Ketidaktimpangan pendapatan perkapita tersebut dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya adanya pemicu perkembangan ekonomi, sebagai sifat

heterogenitas wilayah dimana Maluku memiliki keunggulan wilayah yakni sektor

perikanan laut, perdagangan dan jasa-jasa, sehingga dapat memberikan sumbangan

PDRB yang cukup tinggi.

2.2. Rumah Tangga Pertanian di Provinsi Maluku

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Provinsi Maluku Tahun 2013 tercatat

sebanyak 175.362 ribu rumah tangga, menurun sebesar 4,89 persen dari tahun 2003

yang tercatat sebanyak 184.376 rumah tangga (Tabel 2). Sedangkan jumlah

perusahaan pertanian berbadan hukum Tahun 2013 tercatat sebanyak 43 perusahaan

dan pelaku usaha lainnya sebanyak 253 unit (BPS Maluku, 2013). Rumah tangga

pertanian di Provinsi Maluku sebagian besar berada di kabupaten Maluku Tengah dan

Seram Bagian Barat yang jumlahnya mencapai 43 persen dari total rumah tangga.

Hasil Sensus Pertanian (ST) 2013 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga

usaha pertanian terbanyak di Provinsi Maluku adalah di Subsektor Perkebunan dan

diikuti Subsektor Tanaman Pangan dan Subsektor Hortikultura. Jumlah rumah tangga

usaha pertanian Subsektor Perkebunan adalah sebanyak 131.377 rumah tangga dan

jumlah rumah tangga usaha pertanian Subsektor Tanaman Pangan adalah sebanyak

108.266 rumah tangga. Subsektor Jasa Pertanian ternyata merupakan subsektor yang

memilki jumlah rumah tangga usaha pertanian paling sedikit, diikuti oleh Subsektor

Kehutanan (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa usaha pertanian di Provinsi Maluku

6

masih didominasi oleh sector primer. Secara umum, jumlah usaha pertanian di Provinsi

Maluku cenderung menurun, kecuali usaha di subsector Perikanan dan Kehutanan.

Tabel 2. Jumlah Usaha Pertanian menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku, Tahun 2003 dan 2013

No Kabupaten/Kota 2003 2013 Pertumbuhan

Absolut %

1 Maluku Tenggara Barat 14.999 13.732 -1.267 -8,45

2 Maluku Tenggara 16.191 12.801 -3.390 -20,94

3 Maluku Tengah 51.728 48.462 -3.266 -6,31

4 Buru 13.561 14.830 1.269 9,36

5 Kepulauan Aru 11.879 9.539 -2.340 -19,70

6 Seram Bagian Barat 25.306 27.386 2.080 8,22

7 Seram Bagian Timur 12.752 14.971 2.219 17,40

8 Maluku Barat Daya 12.869 12.391 -478 -3,71

9 Buru Selatan 8.753 8.238 -515 -5,88

10 Ambon 11.977 8.829 -3.148 -26,28

11 Tual 4.361 4.183 -178 -4,08

MALUKU 184.376 175.362 -9.014 -4,89

Sumber: Sensus Pertanian 2013, BPS Maluku

7

Tabel 3. Jumlah Usaha Pertanian menurut Subsektor di Provinsi Maluku, Tahun 2003 dan

2013

No Sektor/Subsektor 2003 2013 Pertumbuhan

Absolut %

Sektor Pertanian 184.376 175.362 -9.014 -4,89

Subsektor

1 Tanaman Pangan 124.858 108.266 -16.592 -13,29

Padi 14.960 13.786 -1.174 -7,85

Palawija 120.612 101.597 -19.015 -15,77

2 Hortikultura 101.329 88.261 -13.068 -12,90

3 Perkebunan 138.006 131.377 -6.629 -4,80

4 Peternakan 64.831 58.315 -6.516 -10,05

5 Perikanan 41.938 43.5571 1.619 3,86

Budidaya Ikan 638 7.838 7.200 1.125,53

Penangkapan Ikan 41.486 38.976 -2.510 -6,05

6 Kehutanan 16.279 25.307 9.028 55,46

7 Jasa Pertanian 9.320 5.516 -3.804 -40,82

Sumber: Sensus Pertanian 2013, BPS Maluku (2013)

III. Potensi Sumberdaya Pertanian di Provinsi Maluku

3.1. Sumberdaya Lahan Pertanian

Berdasarkan penggunaannya, sumberdaya lahan pertanian terbagi atas dua

katagori yaitu: (1) lahan sawah dan (2) lahan kering (lahan bukan sawah). Lahan

sawah dapat dibagi atas 2 katagori yaitu: (a) lahan sawah beririgasi, yaitu lahan sawah

yang pasokan airnya dapat bersumber dari jaringan irigasi teknis, semi teknis atau

irigasi sederhana/irigasi desa, dan (b) lahan sawah non irigasi yaitu lahan sawah yang

pasokan airnya tidak berasal dari jaringan irigasi melainkan bersumber dari air hujan

atau sumber air lainnya. Yang termasuk katagori lahan sawah adalah lahan sawah

tadah hujan, sawah pasang surut dan sawah lebak.

Secara rataan, pada periode 2003-2013, luas lahan pertanian di Provinsi Maluku

sekitar 1, 8 juta ha (Tabel 4), yang terdiri atas, lahan sawah (0,59%), tegal/kebun

(41,41%), ladang/huma (14,49%), lahan bukan sawah yang sementara tidak

diusahakan (43,51%) atau dengan kata lain, sekitar 99, 41 persen lahan pertanian di

Provinsi Maluku berupa lahan bukan sawah.

8

Pada periode 2003-2011, semua lahan sawah di Provinsi Maluku berupa lahan

sawah irigasi, baru pada tahun 2012-2013 ada sawah non irigasi. Hal ini diduga terkait

dengan rusaknya beberapa waduk irigasi di wilayah tersebut. Lahan sawah sebagai

potensi pendukung produksi padi di Provinsi Maluku relatif kecil. Lahan sawah di

Provinsi Maluku menyebar di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Maluku Tengah, Buru,

Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur, dan sekitar 85 persen ada di Kabupaten

Maluku Tengah dan Buru (Tabel 5).

Apabila jumlah rumah tangga usaha pertanian dikaitkan dengan luas lahan yang

dikuasai, maka ada sebagian besar rumah tangga pengguna lahan di Provinsi Maluku

menguasai lahan 0,2-0,5 ha dan 0,5-0,99 ha, dan ada kecenderungan meningkat

dibandingkan pada tahun 2003. Namun demikian, masih ada sekitar 14 persen yang

menguasai lahan lebih kecil dari 0,1 ha, sementara yang menguasai lahan di atas 2 ha

mencapai sekitar 11 persen (Tabel 6).

Tabel 4. Perkembangan Sumberdaya Lahan di Provinsi Maluku, 2003-2013

Tahun Lahan Sawan Lahan Bukan Sawan

TOTAL Sawah Irigasi

Sawah Non Irigasi

Total Sawah

Tegal Kebun

Ladang/huma Sementara tidak

diusahakan Total Bukan

Sawah

2003 8,401 - 8,401 614,387 176,296 699,429 1,490,112 1,498,513

2004 8,542 - 8,542 812,940 278,256 798,811 1,890,007 1,898,549

2005 8,542 - 8,542 808,140 271,228 780,128 1,859,496 1,868,038

2006 8,657 - 8,657 804,599 267,316 773,622 1,845,537 1,854,194

2007 10,035 - 10,035 796,588 297,649 817,342 1,911,579 1,921,614

2008 11,461 - 11,461 793,180 296,152 834,283 1,923,615 1,935,076

2009 11,281 - 11,281 790,341 283,273 862,926 1,936,540 1,947,821

2010 11,451 - 11,451 790,337 283,271 862,674 1,936,282 1,947,733

2011 14,085 - 14,085 790,336 283,270 859,967 1,933,573 1,947,658

2012 12,375 1,364 13,739 790,394 283,277 864,759 1,938,430 1,952,169

2013 12,845 2,197 15,042 790,709 283,278 863,126 1,937,113 1,952,155

Rataan 10,698 324 11,021 780,177 273,024 819,733 1,872,935 1,883,956

Proporsi 0.57 0.02 0.59 41.41 14.49 43.51 99.41 100.00

R (%/tahun)

4.77 61.12 6.31 2.96 6.04 2.22 2.94 2.96

Sumber: Pusdatin (2014) R: pertumbuhan

9

Tabel 5. Luas Sawah di Provinsi Maluku menurut Kabupaten, 2012

No Kabupaten Sawah Irigasi Sawah Non Irigasi Total

1 Maluku Tenggara Barat - - -

2 Maluku Tenggara - - -

3 Maluku Tengah 4,330.8 713.0 5,043.7

4 Buru 6,330.3 421.1 6,751.4

5 Kepulauan Aru

6 Seram Bagian Barat 734.6 14.2 748.8

7 Seram Bagian Timur 979.8 211.5 1,191.3

8 Maluku Barat Daya - 3.8 3.8

9 Buru Selatan - - -

10 Kota Ambon - - -

11 Kota Tual - - -

Maluku 12,375.4 1,363.6 13,739.0

Sumber: BPS Maluku (2013)

Tabel 6. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai di Provinsi Maluku, Tahun 2003 dan 2013

No. Golongan Luas Lahan (m2) 2003 2013

Pertumbuhan

Absolut % Absolut % Absolut %

1 <1.000 28.482 15.45 26.010 14.83 -2.472 -8,68

2 1.000-1.999 14.223 7.71 18.327 10.45 4.104 28,85

3 2.000-4.999 31.959 17.33 38.851 22.15 6.892 21,57

4 5.000-9.999 36.051 19.55 38.525 21.97 2.474 6,86

5 10.000-19.999 41.003 22.24 33.202 18.93 -7.801 -19,03

6 20.000-29.999 19.748 10.71 11.996 6.84 -7.752 -39,25

7 ≥30.000 12.910 7.00 8.451 4.82 -4.459 -34,54

Total 184.376 100 175.362 100

Sumber: Sensus Pertanian 2013, BPS Maluku (2013)

Rata-rata penguasaan lahan pertanian di Provinsi Maluku tahun 2013 sebesar

0,86 ha. Lahan yang dikuasai sebagian besar berupa lahan non sawah. Hal ini sesuai

dengan ketersediaan lahan di wilayah ini, yang sebagian adalah lahan non sawah.

Apabila diperinci menurut kabupaten, penguasaan lahan berkisar dari 0,2 -1,3 ha.

Tertinggi di Kabupaten Buru dan terrendah di Kota Tual. Penguasaan lahan sawah

menurut kabupaten bervariasi dari 0-0,2 ha (Tabel 7). Rendahnya tingkat penguasaan

lahan sawah akan mengakibatkan pengusahaan tanaman padi kurang efisien.

10

Tabel 7. Rata rata Luas Lahan Yang dikuasai di Provinsi Maluku menurut Kabupaten,

2003-2013

No Kabupaten Jenis Lahan Satuan: m²

Lahan Bukan

Pertanian Lahan Pertanian

(Sawah) Lahan Pertanian (Bukan Sawah)

Jumlah Lahan Pertanian

Lahan yang Dikuasai

2003 2013 2003 2013 2003 2013 2003 2013 2003 2013

1

Maluku

Tenggara Barat 776,05 247,92 0,00 0,00 11 215,77 10 641,60 11 215,77 10 641,60 11 991,82 10 889,52

2

Maluku

Tenggara 735,55 140,98 0,00 0,00 5 470,83 3 027,07 5 470,83 3 027,07 6 206,38 3 168,05

3 Maluku Tengah 1 216,54 292,13 364,86 760,48 5 846,34 7 958,59 6 211,20 8 719,07 7 427,74 9 011,20

4 Buru 1 985,33 696,02 815,99 1 993,54 7 670,37 11 418,47 8 486,36 13 412,01 10 471,69 14 108,03

5 Kepulauan Aru 528,77 187,43 0,00 0,00 3 524,11 5 583,75 3 524,11 5 583,75 4 052,87 5 771,19

6 Seram Bagian Barat 1 838,23 563,46 162,87 126,37 11 322,63 10 688,94 11 485,50 10 815,31 13 323,73 11 378,77

7

Seram Bagian

Timur 966,11 250,79 36,81 335,22 8 666,75 11 644,49 8 703,56 11 979,71 9 669,67 12 230,50

8 Maluku Barat Daya 1 734,08 174,85 0,00 4,41 8 452,59 5 746,18 8 452,59 5 750,59 10 186,66 5 925,43

9 Buru Selatan 796,20 170,02 0,00 0,00 18 296,46 6 757,47 18 296,46 6 757,47 19 092,66 6 927,48 10 Kota Ambon 192,63 229,36 0,00 0,00 1 265,26 4 615,18 1 265,26 4 615,18 1 457,89 4 844,54 11 Kota Tual 252,29 154,40 0,00 0,00 1 586,76 2 050,98 1 586,76 2 050,98 1 839,04 2 205,38

Provinsi Maluku 1 034,30 324,47 172,51 427,42 6 696,31 8 191,18 6 868,83 8 618,59 7 903,13 8 943,06

Sumber: Sensus Pertanian 2013, BPS Maluku (2013)

3.2. Sumberdaya Manusia

Dalam jangka pendek faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi

variable yang penggunaannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume

produksi. Yang dimaksudkan disini adalah kedudukan petani dalam usahatani, yakni

tidak hanya sebagai penyumbang tenaga kerja (labour) melainkan menjadi seorang

manajer pula. Kedudukan si petani sangat menentukan dalam usahatani. Dalam

usahatani yang semakin besar, maka petani makin tidak mampu merangkap kedua

fungsi itu. Fungsi sebagai tenaga kerja harus dilepaskan, dan memusatkan diri pada

fungsi sebagai pemimpin usahatani (manajer).

Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu

diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari

tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula

diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja

adalah: (i) Tersedianya tenaga kerja. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja

yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan

11

kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja

yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas

tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja; (ii) Kualitas tenaga kerja.

Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau

bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan

sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini

tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini

tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi; (iii) Jenis

kelamin. Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam

proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang

pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan

tanam; (iv) Tenaga kerja musiman. Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah

penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila

terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau

urbanisasi musiman. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari

keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga

pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi

terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan (Biro Perencanaan, 2013).

Perkembangan tenaga kerja (angkatan kerja yang bekerja) pertanian tidak

terlepas dari perkembangan angkatan kerja di wilayah tersebut. Pada tahun 2013,

jumlah penduduk usia kerja di Provinsi Makulu sekitar 1 juta orang, dan cenderung

meningkat sekitar 2,31 persen/tahun pada periode 2010-2013. Jumlah angkatan kerja

pada tahun 2013 sebesar 714 ribu orang atau sekitar 68 persen dari penduduk usia

kerja (Tabel 8). Ini merupakan potensi ketersediaan tenaga kerja sebagai faktor

produksi pada berbagai proses produksi. Persentase AK bekerja terhadap total AK pada

periode 2010-2013 cenderung meningkat dari 90,03 menjadi 93,27. Hal in seiiring

dengan penurunan pengangguran terbuka yang menurun sekitar 9,18 persen/tahun

pada periode tersebut.

12

Tabel 8. Penduduk Berumur 15 tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Selama

Seminggu yang Lalu di Provinsi Maluku, 2010-2013

Uraian 2010 2011 2012 2013 Pertumbuhan

(%/tahun)

1. Angkatan Kerja (AK) 651,339 701,893 659,953 714,338 3.34

- Bekerja 586,430 650,112 610,362 666,271 4.63

- Pernah Bekerja 10,339 7,722 8,969 9,491 (1.11)

- Tidak Pernah Bekerja 54,570 44,059 40,622 38,576 (10.70)

2. Bukan Angkatan Kerja 328,375 308,394 375,962 334,756 1.62

- Sekolah 126,383 109,723 126,714 116,750 (1.85)

- Mengurus Rumah Tangga 160,722 157,738 191,804 168,677 2.56

- Lainnya 41,270 40,933 57,444 49,329 8.46

Total Penduduk > 15 tahun 979,714 1,010,287 1,035,915 1,049,094 2.31

% AK terhadap penduduk >15 tahun 66.48 69.47 63.71 68.09

% AK bekerja terhadap AK 90.03 92.62 92.49 93.27

Tingkat Pengangguran Terbuka 6.63 5.13 4.79 4.58

Sumber: Sakernas berbagai tahun (BPS)

Angkatan kerja di wilayah ini didominasi oleh angkatan kerja usia produktif, yaitu

usia 20-44 tahun yang jumlahnya mencapai sekitar 62 persen (Tabel 9). Hal ini

merupakan potensi sumberdaya yang sangat baik. Tenaga kerja usia lanjut di wilayah

ini mencapai sekita 7 persen. Diduga, tenaga kerja usia lanjut ada di sector informal,

seperti pertanian, perdagangan, yang tidak mensyaratkan umur untuk tenaga kerjanya.

Dari sisi pendidikan, angkatan kerja di Provinsi Maluku sebagian besar berpendidikan

tamat SD, tamat SLA Umum, tamat SLTP dan tidak tamat SD (Tabel 10). Hal yang

sama, untuk angkatan kerja yang bekerja, sebagian besar berpendidikan tamat SD,

tamat SLA Umum, tamat SLTP dan tidak tamat SD (Tabel 11).

13

Tabel 9. Angkatan Kerja menurut Golongan Umur di Provinsi Maluku, 2010-2013

Tahun 2010 2011 2012 2013

15-19 5.76 7.13 7.27 6.08

20-24 10.59 11.08 9.86 10.99

25-29 14.89 14.66 13.19 15.43

30-34 13.87 13.86 16.16 14.20

35-39 12.77 11.78 11.35 12.39

40-44 10.76 10.75 12.01 10.77

45-49 9.41 9.63 9.81 9.37

50-54 8.35 7.62 8.27 7.94

55-59 5.69 5.44 5.62 5.74

60+ 7.91 8.05 6.47 7.10

Total 651,339 701,893 659,953 714,338

Sumber: Sakernas berbagai tahun (BPS)

Tabel 10. Angkatan Kerja menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Provinsi

Maluku, 2010-2013 Uraian 2010 2011 2012 2013

Tidak/Belum Pernah Sekolah 2.41 1.96 2.14 2.10

Tidak/Belum Tamat SD 14.04 12.82 10.19 10.79

Tamat SD 24.63 28.01 27.18 29.20

Tamat SLTP 18.48 17.65 18.77 17.37

Tamat SLTA Umum 23.06 23.80 23.10 20.58

Tamat SLTA Kejuruan 6.64 5.61 6.41 7.35

Tamat Diploma I/II/III 5.12 4.24 4.40 4.30

Tamat Universitas 5.63 5.91 7.81 8.32

Total 651,339 701,893 659,953 714,338

Sumber: Sakernas berbagai tahun (BPS)

Tabel 11. Angkatan Kerja yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

di Provinsi Maluku, 2010-2013

Uraian 2010 2011 2012 2013

Tidak/Belum Pernah Sekolah 2.47 2.04 2.29 2.25

Tidak/Belum Tamat SD 14.82 13.28 10.70 11.24

Tamat SD 26.19 29.59 28.84 30.27

Tamat SLTP 18.91 17.56 19.39 17.85

Tamat SLTA Umum 20.84 22.16 21.36 18.88

Tamat SLTA Kejuruan 6.41 5.50 6.20 7.02

Tamat Diploma I/II/III 4.90 4.15 4.24 4.24

Tamat Universitas 5.46 5.72 6.98 8.24

Total 586,430 650,112 610,362 666,271

Sumber: Sakernas berbagai tahun (BPS)

14

Pada periode 2010-2013, angkatan kerja yang bekerja di Provinsi Maluku

sebagian besar bekerja di sector pertanian, yang jumlahnya sekitar 50 persen. Sektor

berikutnya yang banyak menyerap tenaga kerja adalah jasa kemasyarakatan dan

perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel (Tabel 12). Hal ini menunjukkan

bahwa sector pertanian dalam arti luas masih menjadi tumpuan sebagian besar

masyarakat. Tenaga kerja dilihat dari status pekerjaan utama (Tabel 13) sebagian

adalah buruh/karyawan/pegawai, bekerja sendiri dan sebagai pekerja keluarga. Tenaga

kerja dengan status bekerja sendiri dan pekerja keluarga mencapai sekitar 56 persen.

Tabel 12. Angkatan Kerja yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Maluku, 2010-2013

Uraian 2010 2011 2012 2013

1. Pertanian 51.42 49.45 48.99 50.09

2. Pertambangan dan Penggalian 0.67 0.91 1.74 0.83

3. Industri Pengolahan 5.01 6.97 6.12 5.84

4. Listrik, Gas, Air 0.09 0.37 0.57 0.34

5. Bangunan 3.22 3.59 3.16 3.69

6. Perdagangan Besar, eceran, rumah makan dan Hotel

14.61 14.30 15.36 15.74

7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi 6.21 5.67 5.89 5.23

8. Keuangan, asuransi, usaha Persewaan 0.88 1.22 0.98 0.61

9. Jasa Kemasyarakatan 17.91 17.50 17.19 17.62

Total 586,430 650,112 610,362 666,271

Sumber: Sakernas berbagai tahun (BPS)

Tabel 13. Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Status Pekerjaan Utama di Provinsi Maluku, 2010-2013

Status Pekerjaan Utama 2010 2011 2012 2013

Berusaha Sendiri 24.05 27.03 27.35 26.76

Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh

Tidak Dibayar 20.81 23.59 20.72 23.83

Berusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar 2.06 2.21 1.85 2.53

Buruh/Karyawan/Pegawai 26.95 26.88 27.61 28.42

Pekerja Bebas di Pertanian 1.09 0.88 0.65 0.40

Pekerja Bebas di Non Pertanian 1.55 2.48 2.11 1.38

Pekerja Keluarga/Tak Dibayar 23.49 27.78 23.80 30.30

Total 586,430 650,112 610,362 666,271

15

IV. Dinamika Penawaran Dan Permintaan Pangan Di Provinsi Makuku

4.1. Dinamika Penawaran Komoditas Pangan

Komoditas pangan yang dimaksud pada tulisan ini, sesuai dengan ketersediaan

data yang ada adalah padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan ketela

pohon. Dinamika penawaran komoditas tersebut dapat dilihat dari produksi, luas panen,

produktivitas serta pertumbuhannya selama sepuluh tahun terakhir. Secara rinci data

tersebut dapat disimak pada Tabel 14. Dari tabel tersebut menginformasikan bahwa

luas panen tanaman pangan utama yang paling besar adalah padi, ketela pohon,

jagung, kacang tanah masing-masing rata-rata luas panen selama sepuluh tahun

terakhir adalah 19.031 ha; 7.373 ha; 5.696 ha dan 2.096 ha.

Sedangkan produksi pangan sebagai supply untuk kebutuhan pangan daerah

untuk padi rata-rata dalam sepuluh tahun terakhir adalah 76,6 ribu ton, jagung sebesar

15,4 ribu ton, kacang tanah sebesar 2,5 ribu ton dan ketela pohon sebanyak 112,7 ribu

ton. Sebenarnya sumber pangan yang paling potensi dan merupakan pangan lokal yang

potensinya besar adalah tanaman sagu, namun tanaman tersebut ada pada sub sektor

perkebunan. Dinamika pertumbuhan tanaman pangan tersebut, tampak bahwa untuk

padi relatif berkembang dimana luas panen terus tumbuh rata-rata 6,68 % per tahun,

produktivitas tumbuh rata-rata 2,42 % per tahun sehingga total produksi tumbuh 8,62

% per tahun. Tanaman pangan yang relatif berkembang adalah kacang hijau dengan

pertumbuhan luas panen 4,17 % per tahun, pertumbuhan produksi 4,44 % per tahun

dan pertumbuhan produktivitas sebesar 0,33 % pertahun. Sementara untuk tanaman

jagung dan kacang tanah selama sepuluh tahun terakhir cenderung menurun. Untuk

jagung luas tanam menurun rata-rata 6,78 % per tahun, produksi turun rata-rata 0,77

% per tahun, tetapi perbaikan teknologi terus berjalan sehingga pertumbuhan

produktivitas terus meningkat rata-rata sebesar 7,06 % per tahun. Untuk tanaman

kedelai penurunan luas panen dan produksi paling tinggi yakni mencapai 15,73 % per

tahun. Penyebab turunnya luas panen dan produksi kedele adalah karena harga yang

tidak memadai bagi petani disamping rentan terhadap serangan hama dan penyakit,

16

sementara masyarakat Maluku tidak terlalu tekun untuk memelihara tanaman seperti

kedelai.

Untuk ketela pohon perkembangan luas panen terjadi penurunan rata-rata 4,75 %

per tahun, namun tidak berdampak terhadap penurunan produksi, karena terimbangi

oleh kenaikan produktivitas rata-rata 6,44 % per tahun, sebagai upaya dari inovasi

teknologi seperti penggunaan varietas baru, system penggunaan pupuk cair, dll dalam

pengembangan ketela pohon. Dengan demikian produksi walaupun kecil masih tetap

meningkat rata-rata pertumbuhannya sebesar 1,02 % per tahun.

Untuk lokasi kabupaten yang dikunjungi di Provinsi Maluku, data mengenai

panawaran pangan tertera pada Tabel Lampiran 1. Dari data tersebut

menginformasikan bahwa pengembangan padi terjadi pada 4 kabupaten yakni : Maluku

Tengah, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur dan Pulau Buru. Sementara pada

kabupaten lain dan kota hanya dikembangkan padi ladang. Rata-rata luas panen padi

pada ke empat kabupaten tersebut adalah berkisar antara 1.500 – 8.000 ha. Yang

paling luas terdapat di kabupaten Buru yaitu 8.000 ha dan yang paling kecil ada di

kabupaten Seram Bagian Timur hanya 597,95 ha. Kisaran produktivitas berkisar antara

3,83 – 4,69 ton/ha, tertinggi ada di kabupaten Seram Bagian Barat dan Buru masing-

masing 4,69 dan 4,16 ton/ha. Sebenarnya produktivitas pada kabupaten tertentu dapat

mencapai 5.5 – 6.5 ton/ha, namun karena datanya digabung dengan produktivitas padi

Ladang sehingga menjadi lebih rendah.

Untuk pengembangan komoditas jagung, kacang tanah dan ketela pohon tampak lebih

merata pada seluruh kabupaten di Maluku. Komoditas jagung secara berurutan dari

yang terluas areal panen berada di kabupaten Maluku Barat Daya (5.996,7 ha),

kabupaten Maluku Tenggara Barat (1.091,60 ha), kabupaten Maluku Tengah (639,68

ha) dan kabupaten Maluku Tenggara (560,80 ha), kabupaten lain berada di bawah itu.

Sedangkan produktivitas komoditas jagung berkisar antara 1,5 – 2,9 ton per hektar.

Sedangkan untuk komoditas Kacang Tanah di urut dari yang terluas berada di

kabupaten Maluku Tenggara Barat (668,2 ha), kabupaten Maluku Tengah (271,45 ha),

Kabupaten Maluku Barat Daya (266,27 ha dan kabupaten Buru Selatan (257,55 ha)

17

dengan kisaran produktivitas berkisar anatara 1,05 – 1,43 ton per hektar. Begitu juga

ketela pohon yang dominan dikembangkan pada kabupaten Seram Bagian Barat

(2.946,7 ha), kabupaten Maluku Barat Daya (1.912,59 ha), kabupaten Maluku Tengah

(1.294,92 ha), kabupaten Buru Selatan (1.255,55 ha) dan kabupaten Maluku Tenggara

(1.155,00 ha) dengan produktivitas berkisar antara 10 – 17 ton per ha.

Untuk komoditas kedele di Provinsi Maluku hanya ada pada 4 kabupaten yaitu di

kabupaten Buru 265,71 ha, di kabupaten Maluku Tengah 223,72 ha, di kabupaten

Seram Bagian Timur 86,69 ha dan Seram Bagian Barat 30,76 ha dengan kisaran

produktivitas antara 0,4 – 1,1 ton per hektar. Biasanya yang mengusahakan tanaman

pangan padi, jagung dan kedele dilakukan oleh penduduk transmigrasi, sedangkan

penduduk lokal lebih senang untuk mengembangkan tanaman perkebunan seperti

Cengkeh, karet, pala, dan lain-lain.

18

Tabel 14. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas tanaman pangan di Maluku.

No Komo

diti Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Rata-rata

Trend(%/th)

1 Padi Luas Panen (ha) 11,341 13,866 15,352 19,142 21,252 20,233 21,227 20,489 24,399 23,007 19,031 6.68

Produksi (ton) 37,239 49,833 57,132 75,826 89,875 83,109 87,468 84,271 101,835 99,740 76,633 8.62

Produktivitas(to

n/ha) 3.28 3.59 3.72 3.96 4.23 4.11 4.12 4.11 4.17 4.34 3.96 2.42

2 Jagung Luas Panen (ha) 6,089 6,463 6,761 8,045 6,749 6,293 4,808 4,768 3,203 3,780 5,696 (6.78)

Produksi (ton) 14,262 14,888 15,685 18,924 15,859 15,273 13,875 18,281 11,940 14,687 15,367 (0.77)

Produktivitas (ton/ha)

2.34 2.30 2.32 2.35 2.35 2.43 2.89 3.83 3.73 3.89 2.84 7.06

3 Kedelai Luas Panen (ha) 1,194 1,191 1,227 1,294 1,307 988 247 272 203 460 838 (15.73)

Produksi (ton) 1,423 1,433 148 1,563 1,579 1,183 297 348 254 514 874 (13.61)

Produktivitas(To

n/ha) 1.19 1.20 0.12 1.21 1.21 1.20 1.20 1.28 1.25 1.12 1.10 3.00

4 Kacang Tanah

Luas Panen (ha) 2,158 2,445 2,562 2,573 2,618 2,454 2,222 1,529 1,264 1,136 2,096 (6.90)

Produksi (ton) 2,508 2,902 3,061 3,077 3,133 2,950 2,839 1,941 1,426 1,054 2,489 (7.28)

Produktivitas(Ton/ha)

1.16 1.19 1.19 1.20 1.20 1.20 1.28 1.27 1.13 0.93 1.17 (0.98)

5 Kacang Hijau

Luas Panen (ha) 439 547 570 605 702 839 655 638 841 636 647 4.17

Produksi (ton) 446 563 601 638 740 888 692 674 889 671 680 4.44

Produktivitas(Ton/ha)

1.02 1.03 1.05 1.05 1.05 1.06 1.06 1.06 1.06 1.06 1.05 0.33

6 Ketela

Pohon Luas Panen (ha) 7,517 8,126 8,318 8,397 8,815 9,227 7,040 6,243 4,794 5,252 7,373 (4.75)

Produksi (ton) 94,995 103,260 105,761 107,214 124,442 144,407 125,763 119,545 97,813 104,160 112,736 1.02

Produktivitas(Ton/ha)

12.64 12.71 12.71 12.77 14.12 15.65 17.86 19.15 20.40 19.83 15.78 6.44

Sumber : Data BPS Maluku (diolah).

19

4.2. Dinamika Permintaan Komoditas Pangan

Untuk melihat dinamika permintaan pangan di Provinsi Maluku menggunakan

data Susenas tahun 2008 dan 2011. Sementara komoditas yang dilihat adalah lebih

umum tidak hanya komoditas pangan utama. Begitu juga untuk komoditas kedelai pada

kesempatan ini belum bisa ditampilkan karena di dalam data Susenas penggunaan

kedelai sangat banyak turunannya, seperti tahu, tempe, kecap dll, sehingga

memerlukan waktu dan kecermatan yang tinggi untuk menghitung permintaanya. Pada

paparan ini akan dijelaskan mengenai permintaan dari sisi konsumsi perkapita dan

dinamikanya, serta dilihat tentang dinamika partisipasi konsumsi. Cakupan yang

ditampilkan adalah keseluruhan yang meliputi desa+kota.

Secara rinci rata-rata konsumsi per kapita beberapa pangan tertera pada Tabel

15. Dari data tersebut menginformasikan beberapa hal, pertama besaran konsumsi

pangan khususnya beras adalah relatif rendah dibanding dengan rataan konsumsi beras

nasional. Konsumsi beras penduduk Maluku pada tahun 2011 adalah 77,91

kg/kapi/tahun, konsumsi jagung 2,81 kg/kapita/tahun, ubi kayu 25,54 kg/kapita/tahun,

ubi jalar 3,60 kg/kapita/tahun sagu 10,34 kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi protein

untuk daging sapi, daging ayam dan telur masing-masing 0,11; 1,5 dan 3,24

kg/kapita/tahun. Sebenarnya menurut informasi dari para kepala Dinas Pertanian

Kabupaten di Maluku pada tahun 2014 konsumsi beras terus meningkat sampai 108

kg/kapita/tahun. Hal ini disamping sebagai akibat dari kebijakan RASKIN, juga faktanya

mengkonsumsi beras ternyata lebih praktis dan lebih murah disamping rasa juga tidak

terkalahkan oleh sumber pangan lainnya.

Yang menarik untuk diperhatikan di sini adalah dinamika permintaan pangan

yang digambarkan oleh bergesernya konsumsi tertentu dan ada indikasi berkurang

pangan tertentu. Seperti yang terlihat pada data di atas adalah konsumsi beras dalam

kurun 3 tahun meningkat sebesar 10,51 persen, sementara konsumsi sagu yang

notabene mulanya merupakan sumber pangan pokok di Maluku dan potensi

produksinya tentu sangat besar justru terjadi menurunan 3,54 persen dalam kurun tiga

tahun, dan ini diduga sebagai penyebab meningkatnya konsumsi beras menjadi lebih

20

tinggi. Begitu juga dinamika konsumsi umbi-umbian justru juga cenderung menurun

4,74 persen untuk ubi kayu dan 24,53 persen untuk ubi jalar. Kalau dikaitkan dengan

teori Angel dapat dikatakan bahwa masyarakat Maluku masih dapat dikategorikan

masyarakat yang tingkat pendapatannya masih rendah sehingga orientasi konsumsinya

masih mengejar pada pemenuhan jenis pangan dalam hal ini adalah beras dan

meniggalkan konsumsi komoditas yang dianggap imperior seperti ubi kayu, ubi jalar

dan sagu. Padahal dalam kontek diversifikasi pangan sebenarnya tidak harus seperti itu,

yang penting peningkatan konsumsi protein yang dipacu sedangkan pangannya tetap

rendah dan berbasis lokal.

Tabel 15. Dinamika rata-rata konsumsi pangan per kapita di Provinsi Maluku (kg/kap/tahun)

No Komoditas Tahun

Perubahan (%) 2008 2011

1 Beras 70.50 77.91 10.51

2 Jagung 3.68 2.81 (23.64)

3 Ubi kayu 26.81 25.54 (4.74)

4 Ubi jalar 4.77 3.60 (24.53)

5 Sagu 10.72 10.34 (3.54)

6 Daing Sapi 0.12 0.11 (8.33)

7 Daging ayam 1.13 1.50 32.74

8 Telur 2.69 3.24 20.45 Sumber : BPS. Susenas(2008 dan 2011)

Untuk konsumsi protein, khususnya konsumsi daging sapi relatif masih rendah

yakni hanya 0,11 kg/kapita/tahun, tetapi rupanya mengarah kepada konsumsi protein

yang relatif murah dan terjangkau yakni daing ayam dan telor masing-masing 1,5

kg/kapita/thn dan 3.24 kg/kapita/tahun, dan diyakini bahwa konsumsi ikan di Maluku

akan lebih besar dari konsumsi protein lainnya, karena disamping ketersediannya cukup

banyak dan harganya ralatif lebih murah atau bahkan dapat memancing sendiri dilaut.

Fenomena dinamika perubahan besaran dan pergeseran jenis makanan tentu secara

teori disebabkan juga oleh faktor ekonomi lainya seperti : (a) tingkat pendapatan

seseorang/masyarakat, (b) jumlah penduduk, (c) selera penduduk, (d) fluktuasi

ekonomi, (e) harga barang yang di tuju, (f) harga barang subsitusi, (g) faktor lain

21

(ketersediaan pangan secara lokal, harapan, hubungan sosial, dan politik, dsb). Besar

kecilnya permintaan di tentukan oleh tinggi rendahnya harga, tentu saja hal ini akan

berlaku bila faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tidak ada perubahan (tetap)

atau disebut ada dalam keadaan ceteris paribus. Dalam keadaan seperti itu, berlaku

perbandingan terbalik antar harga terhadap permintaan dan perbandingan lurus antara

harga dengan penawaran seperti apa yang dikatakan Alfred Marshall. Yang

menyebutkan bahwa perbandingan terbalik antara harga terhadap permintaan disebut

sebagai hukum permintaan. Sehingga implikasi dari faktor-faktor tersebut juga akan

berimplikasi terhadap tingkat partisipasi masyarakat di dalam mengkonsumsi barang

dan jasa. Informasi tingkat partisipasi konsumsi masyarakat Maluku, secara rinci dapat

disimak pada Tabel 16.

Tabel 16. Dinamika dan tingkat partisipasi konsumsi pangan di Maluku, 2008 dan 2011

No Komoditas Tahun (% penduduk)

Perubahan (%) 2008 2011

1 Beras 97.11 96.41 (0.72) 2 Jagung 4.92 7.16 45.53

3 Ubi kayu 62.13 51.47 (17.16) 4 Ubi jalar 17.11 12.82 (25.07) 5 Sagu 35.11 18.72 (46.68)

6 Daing Sapi 1.22 1.04 (14.75) 7 Daging ayam 9.43 10.08 6.89 8 Telur 42.48 35.71 (15.94)

Sumber : Data Susenas, 2008 dan 2011

Dari sisi tingkat partisipasi penduduk dalam mengkonsumsi pangan, tampak

bahwa untuk beras dan gula masing-masing tingkat partisipasinya adalah 96,41 persen

dan 96,60 persen pada tahun 2011, artinya bahwa hampir seluruh penduduk Maluku

mengkonsumsi beras dan gula. Berarti sekitar 0.4-0.6 persen saja yang tidak

mengkonsumsi kedua pangan tersebut dan itu diduga adalah kelompok balita yang

belum diperkenankan untuk mengkonsumsi kedua pangan tersebut. Untuk ubi kayu

masih cukup tinggi yakni sekitar 51,47 % mereka mengkonsumsi ubi kayu.

Yang mengagetkan adalah partisipasi konsumsi sagu, yang diduga sejak awal

sebagai pangan utama masyarakat Maluku, ternyata pada tahun 2011 tingkat

22

pertisipasinya tinggal 18,72 persen dan jauh tertinggal dari tingkat partisipasi konsumsi

ubi kayu (51,47 persen). Hal ini kita menduga telah terjadi kesalahan dalam

pelaksanaan program diversifiaksi pangan berbasis pangan lokal. Penyebabnya

diperkirakan adalah : (a) tidak berkembangkan teknologi budidaya dan pasa panen

untuk tanaman sagu, sehingga secara teknis lebih sulit untuk memperoleh sagu dari

memperoleh beras, (b) terdesak oleh program Raskin, (c) upaya promosi dan

perlindungan harga terhadap komoditas sagu kurang, sehingga sagu tetap dipandang

sebagai barang imperior.

Tingkat pertisipasi protein dari daging sapi memang paling rendah yaitu hanya

1,04 pada tahun 2011, daging ayam 10,08 persen dan Telur 35,71 persen. Namun

seperti yang telah diungkapkan pada paragraph sebelumnya bahwa diyakini untuk

tingkat partisipasi konsumsi ikan laut akan jauh lebih tinggi dibanding konsumsi sumber

protein lainnya.

Untuk dinamika tingkat pertisipasi konsumsi beras, tampak terjadi menurunan

sebesar 0,72 % dari tahun 2008, namun penurunnya ini sangat kecil dan diduga hanya

diakibatkan oleh perubahan komposisi penduduk (kelahiran dan kematian). Begitu juga

tingkat partisipasi konsumsi jagung meningkat sebesar 45,53 persen dibanding tahun

2008 hal ini juga tidak cukup jelas, karena kemungkinan sebagai akibat dari

berkembangnya sektor peternakan baik untuk pakan unggas maupun konsentrat untuk

ruminansia, karena Maluku juga sedang gencar mengembangkan sektor peternakan

khsususnya sapi baik lokal seperti Bali, ongol juga sapi yang berasal dari keturunan luar

yang intensif terhadap pakan konsentrat, seperti Limosin, Simental, Brahman, Brangus

dan lain-lain. Untuk konsumsi ubi kayu, ubi jalar dan sagu semuanya tingkat

partisipasinya menurun masing-masing 17,16 persen; 25,07 persen dan 46,68 persen.

Disini lagi-lagi tingkat partisipasi konsumsi sagu turun sangat drastis.

4.3. Neraca Komoditas Pangan

Untuk melihat sejauh maka kemampuan penyediaan pangan di Provinsi Maluku,

maka dilihat neraca sederhana. Neraca ini hanya membandingkan antara kemampuan

produksi dengan kebutuhan konsumsi berdasarkan jumlah penduduk dan besaran

23

konsumsi perkapita pertahun. Pada bahasan ini hanya dipaparkan 3 komoditas pangan

utama yaitu padi jagung dan ubi kayu. Data lain seperti kedele belum siap dari sisi

kebutuhan konsumsi karena terlalu banyak bentuk konsumsi kedelai terutama untuk

tahu, tempe dan kecap, sementara bentuk yang dikonsumsi bisa berupa kedele segar,

tempe, tahu, oncon, bungkil, kecap dll sehingga memerlukan waktu yang cukup lama

untuk menelusuri konversinya. Secara rinci neraca pangan pada tiga komoditas utama

di Provinsi Maluku tertera pada tabel 17.

Tabel 17. Neraca produksi dan konsumsi pangan utama di Provinsi Maluku, 2012

No Jenis

pangan

Produksi (ton) Konsumsi Neraca

Gabah Beras/kons. Penduduk Konsumsi Kebutuhan

1 Beras 84,271 54,776 1,549,734 88.82 137,643 (82,867)

2 Jagung 18,281 15,539 1,549,734 2.61 4,050 11,489

3 Ubi Kayu 119,545 107,591 1,549,734 25.14 38,955 68,636

Keterangan :

1. Konversi Gabah - Beras = 65%

2. Konversi Jagung - Jagung Konsumsi = 85%

3. Konversi Ubi Kayu - Ubi kayu konsumsi = 90%

Dari tabel tersebut, tampak bahwa untuk beras di Provinsi Maluku pada tahun

2012 belum mampu mengadakan sendiri dari dari wilayah sendiri. Jumlah yang harus

diimpor dari luar daerah adalah sebesar 82.867 ton. Biasanya beras ini didatangkan

dari Jawa Timur dan dari Makasar. Sementara untuk jagung terjadi surplus sebesar

11.498 ton per tahun . Kelebihan jagung ini sebagian dikirim ke Jawa Timur sebagai

bahan baku pakan ayam dan sebagian kecil digunakan industri pakan ayam di pulau

Ambon.

V. Permasalahan Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian

Provinsi Maluku masih mengalami berbagai kendala untuk peningkatan produksi

padi sehingga sampai saat ini capaian swasembada hanya 35 persen, selebihnya

mendatangkan beras dari Makasar dan Surabaya. Target produksi tahun 2014 sebesar

105 ribu ton hanya tercapai 99 ribu ton GKG sementara RPJMD mentargetkan

swasembada pangan dicapai tahun 2019.

24

Untuk menggali permasalahan-permsalahan yang masih dihadapi oleh provinsi

Maluku dalam pencapaian swasembada pangan, dilakukan studi kasus di dua

Kabupaten Seram Bagian Barat dan Maluku Tengah. Secara umum permasalahan yang

dihadapi dua kabupaten tersebut khususnya dan umumnya dan provinsi Maluku yang

terkait dengan sumsberdaya pertanian diantaranya sebagai berikut.

Infrastruktur Irigasi

Kondisi jaringan irigasi masih menjadi kendala utama dalam mendukung

peningkatan produksi padi. Untuk wilayah padi sawah, jaringan irigasi mengalami

pendangkalan dan bendungan Buru yang mengairi 4550 hektar sawah jebol.

Perbaikan direncanakan menggunakan dana DAK namun sampai saat ini masih belum

terlaksana. Provinsi Maluku sebagian besar merupakan daerah kering dengan

komoditas utama padi ladang. Pengairan untuk daerah-daerah kering sebagian besar

menggunakan pompa air. Peningkatan produksi padi melalui peningkatan Indeks

Pertanaman diarahkan ke wilayah-wilayah dengan IP lebih rendah 1,5 melalui perbaikan

saluran tersier. Perbaikan saluran tersier diharapkan akan meningkatkan Indeks

Pertanaman sebesar 0,3.

Di Kabupaten Seram Bagian Barat sumber pengairan sebagian besar dari

bendungan dan sungai. Namun bendungan Way Hatu yang berada di Kabupaten

tersebut, yang pada kondisi normal mampu mengairi areal sekitar 400 hektar dari total

sekitar 1000 hektar sawah irigasi di Kabupaten tersebut, mengalami kerusakan (jebol)

sejak delapan tahun yang lalu dan sampai sekarang belum diperbaiki. Hal ini

mengakibatkan sebagian besar sawah beralih fungsi ke komoditas sayuran.

Di kabupaten Maluku Tengah nuntuk mengatasi masalah pengairan, yaitu

melalui pembangunan dan atau perbaikan jaringan jitut /jides sehingga dapat mengairi

areal 5000 hektar. Selain itu telah digelontorkan pendanaan sebesar 40 milliar rupiah

untuk membelah gunung sehingga dapat mengkases air yang diharapkan dapat

mengairi areal sekitar 2000 hektar. Pembangunan irigasi masih terus dianggarkan

untuk tahun 2015 yang rencanaya akan dibangun dua saluran dan sumber irigasi

(bendungan).

25

Ketersediaan Benih

Keterlambatan tanam terjadi secara umum di Maluku yang seharusnya untuk

musim Tanam Oktober – Maret yang lalu yang disebabkan oleh ketidaktersediaan

benih bersubsidi. Subsidi benih tidak/belum sampai di tingkat petani. Tidak

tersedianya benih tersebut mengakibatkan keterlambatan penanaman sampai bulan

Januari. Ketidaktersedianya beih bersubsidi tepat waktu tersebut juga mengakibatkan

petani mengalihkan penanaman padi ke ke komoditas hortikultur, yaitu buah-buahan

semusim dan sayuran seperti melon, semangka dan cabe. Indeks pertanaman secara

umum di provinsi Maluku sebesar 1,5 namun di beberapa lokasi (Serang Bagian Barat

dan pulau Buru) sudah mampu mencapai IP 2. Varitas yang disukai oleh masyarakat

terutama adalah Kongga, Cigelis dan Ciherang. Untuk membantu ketersediaan benih,

BPTP Maluku mendorong penangkar local untuk menghasilkan benih melalui kerjasama

sehingga mampu menghasilkan benih 4,3 ton per hektar. Untuk mengatasi kekurangan

benih, Dinas Pertanian Kab Serang Bagian barat memberikan bantuan uang untuk

subsidi benih. Namun jumlah benih memang kurang dibandingkan permintaan

sehingga harga benih padi di Kabupaten Serang Bagian Barat relative mhal, mencapai

Rp. 100 ribu per Kg.

Ketersediaan Pupuk

Penyediaan pupuk bersubsidi di provinsi Maluku relative masih kurang, hanya

sekitar 75 % darikebutuhan, terutama untuk kabupaten Maluku Tengah, Seram dan

Maluku Timur. Pupuk bersubsidi yang disitribusikan hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan Musim Tanam I sehingga Musim Tanam II selalu kekurangan pupuk.

Masalah pupuk bukan hanya kurang dari segi jumlah namun juga sering mengalami

keterlambatan. Keterlambatan penyaluran pupuk bersubsidi disebabkan oleh

keterlambatan bongkar pupuk. Bongkar pupuk dilakukan di Ambon, sehingga perlu

biaya transportasi lagi untuk didistribusikan ke kabupaten. Padahal menurut ketentuan

distribusi pupuk yang diatur oleh SK Menteri Perdagangan dan SK Menteri Pertanian,

penyerahan pupuk dilakukan sampai ke tingkat pengecer di Lini IV. Transportasi dari

titik bongkar di Provinsi ke Lini IV harusnya menjadi tanggungjawab distributor lini 3.

26

Ketenagakerjaan

Di Provinsi Maluku tenaga kerja pertanian relative kurang tersedia. Pekerja lebih

banyak bekerja di pertambangan, hal ini mendorong meningkatnya upah buruh

pertanian. Persaingan upah tenaga kerja pertanian dengan pertambangan relative

mengakibatkan kurangnya tenaga kerja di sector pertanian. Upah TK pertanian

mengikuti UMR wilayah yaitu sebesar Rp. 1,7 juta/bulan. Namun Persaingan upah

tenaga kerja pertanian dan pertambangan dewasa ini sudah mulai ditertibkan. Untuk

mengurangi kekurangan tenaga kerja, pemerintah memberikan bantuan traktor dan

combine harvester. Secara umum kekurangan tenaga kerja pertanian diatasi dengan

melibatkan anak-anak usia sekolah untuk ikut membantu orangtuanya bekerja di

pertanian.

Hal yang berbeda untuk tenaga kerja di Kabupaten Seram Bagian Barat dan

Maluku Tengah, tenaga kerja yang berasal dari penduduk local relative banyak namuan

rata-rata malas bekerja. Hampir tidak ada alternative pekerjaan lain sehingga serapan

tenaga kerja hanya ke pertanian. Di Kabupaten Seram Bagian Barat, petani local

umumnya mengusahakan tanaman perkebunan. Secara umum etos kerja petani local

relative kurang, untuk usahatani tanaman pangan, mereka lebih suka melakukan

perladangan berpindah, tidak pernah memupuk dan jika hara tanah sudah habis

mereka pindah ke lahan yang lain. Selain tenaga kerja dari penduduk local, terdapat

juga tenaga kerja yang berasal dari transmigran, yang umumnya mereka lebih intensif

dalam berusahatani (umumnya padi dan sayuran seperti kacang panjang, buncis, cabe,

bawang merah dan tomat). Tanaman lain yang dikembangkan adalah ubi kayu, talas,

ubi jalar (ungu dan orange).

Ketersediaan Lahan Pertanian

Berbeda dengan kondisi pertanian di Jawa dimana lahan pertanian sangat

terbatas, pengembangan padi, jagung, kedele di Maluku masih memiliki prospek yang

bagus melalui pengembangan lahan sawah dan lahan kering. Hal ini seperti kondisi di

Kabupaten Maluku Tengah, dimana luas wilayah cukup luas dengan luas sawah sekitar

27

7724 hektar berupa lahan sawah irigasi, hanya sekitar 10-15 persen berupa sawah

tadah hujan. Masalah konflik status kepemilikan (tanah adat) masih sering terjadi.

Hal ini seperti pernah terjadi di Kabupaten Maluku tengah, dimana pemerintah

melakukan pencetakan sawah seluas 100 hektar namun tidak dapat terealisasi

seluruhnya, hanya sekitar 84 persen karena sisanya diklaim sebagai tanah adat dan

diubah menjadi areal tanamam kakao oleh penduduk local.

VI. KESIMPULAN

1. Di Provinsi Maluku, pada periode 2004-2012, semua sector ekonomi tumbuh

secara positif. Secara umum, tidak terjadi ketimpangan pendapatan per kapita di

wilayah ini. Sektor pertanian masih mendominasi sumbangan terhadap PDRB dan

penyerapan tenaga. Di sector pertanian, subsector yang berperanan besar dalam

menyumbang PDRB adalah subsector perikanan, sesuai dengan potensi wilayah

tersebut. Dalam sektor pertanian arti sempit, subsector tanaman memberikan

kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan subsector lainnya.

2. Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga usaha

pertanian terbanyak di Provinsi Maluku adalah di Subsektor Perkebunan, diikuti

Subsektor Tanaman Pangan dan Subsektor Hortikultura. Subsektor Jasa

Pertanian ternyata merupakan subsektor yang memilki jumlah rumah tangga

usaha pertanian paling sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pertanian di

Provinsi Maluku masih didominasi oleh sector primer. Secara umum, jumlah

usaha pertanian di Provinsi Maluku cenderung menurun, kecuali usaha di

subsector Perikanan dan Kehutanan.

3. Secara rataan, pada periode 2003-2013, luas lahan pertanian di Provinsi Maluku

sekitar 1, 8 juta ha, sekitar 99, 41 persen lahan pertanian berupa lahan bukan

sawah, dan lahan sawah sebesar 0,59 persen. Lahan pertanian bukan sawah,

terdiri atas tegal/kebun (41,41%), ladang/huma (14,49%), lahan bukan sawah

28

yang sementara tidak diusahakan (43,51%). Lahan sawah di Provinsi Maluku

menyebar di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Maluku Tengah, Buru, Seram

Bagian Barat dan Seram Bagian Timur, dan sekitar 85 persen ada di Kabupaten

Maluku Tengah dan Buru.

4. Sebagian besar rumah tangga pengguna lahan di Provinsi Maluku pada tahun

2013 menguasai lahan 0,2-0,5 ha dan 0,5-0,99 ha, dan ada kecenderungan

meningkat dibandingkan pada tahun 2003. Namun demikian, masih ada sekitar

14 persen yang menguasai lahan lebih kecil dari 0,1 ha, sementara yang

menguasai lahan di atas 2 ha mencapai sekitar 11 persen.

5. Rata-rata penguasaan lahan pertanian di Provinsi Maluku tahun 2013 sebesar

0,86 ha. Lahan yang dikuasai sebagian besar berupa lahan non sawah. Hal ini

sesuai dengan ketersediaan lahan di wilayah ini, yang sebagian adalah lahan non

sawah. Apabila diperinci menurut kabupaten, penguasaan lahan berkisar dari 0,2

-1,3 ha. Tertinggi di Kabupaten Buru dan terrendah di Kota Tual. Penguasaan

lahan sawah menurut kabupaten bervariasi dari 0-0,2 ha. Rendahnya tingkat

penguasaan lahan sawah akan mengakibatkan pengusahaan tanaman padi

kurang efisien.

6. Pada tahun 2013, jumlah penduduk usia kerja di Provinsi Makulu sekitar 1 juta

orang, dan cenderung meningkat sekitar 2,31 persen/tahun pada periode 2010-

2013. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2013 sekitar 68 persen dari penduduk

usia kerja. Ini merupakan potensi ketersediaan tenaga kerja sebagai faktor

produksi pada berbagai proses produksi. Persentase AK bekerja terhadap total

AK pada periode 2010-2013 cenderung meningkat dan pengangguran terbuka

cenderung menurun.

7. Angkatan kerja di wilayah ini didominasi oleh angkatan kerja usia produktif, yaitu

usia 20-44 tahun yang jumlahnya mencapai sekitar 62 persen. Dari sisi

pendidikan, angkatan kerja dan angkatan kerja yang bekerja sebagian besar

berpendidikan tamat SD, tamat SLA Umum, tamat SLTP dan tidak tamat SD.

8. Pada periode 2010-2013, angkatan kerja yang bekerja di Provinsi Maluku

sebagian besar bekerja di sector pertanian, yang jumlahnya sekitar 50 persen.

29

Sektor berikutnya yang banyak menyerap tenaga kerja adalah jasa

kemasyarakatan dan perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel. Hal

ini menunjukkan bahwa sector pertanian dalam arti luas masih menjadi tumpuan

sebagian besar masyarakat.

9. Tenaga kerja dilihat dari status pekerjaan utama, sebagian adalah

buruh/karyawan/pegawai, bekerja sendiri dan sebagai pekerja keluarga. Tenaga

kerja dengan status bekerja sendiri dan pekerja keluarga mencapai sekitar 56

persen.

10. Komoditas padi di Provinsi Maluku menyebar di empat kabupaten, yaitu :

Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur dan Pulau

Buru, terluas di Kabupaten Pulau Buru. Dalam periode 2004-2013, komoditas

padi relatif berkembang, luas panen, produktivitas, meningkat rata-rata 6,68 %

dan 2,42 % per tahun sehingga total produksi tumbuh 8,62 % per tahun. Luas

tanam dan produksi komoditas jagung cenderung menurun rata-rata 6,78 % per

tahun, turun rata-rata 0,77 % per tahun, tetapi perbaikan teknologi terus

berjalan sehingga pertumbuhan produktivitas terus meningkat rata-rata sebesar

7,06 % per tahun. Untuk komoditas kedelai, luas panen dan produksi cenderung

menurun, dengan laju penurunan sekitar 15,73 % per tahun. Penyebab turunnya

luas panen dan produksi kedele adalah karena harga yang tidak memadai bagi

petani disamping rentan terhadap serangan hama dan penyakit, sementara

masyarakat Maluku tidak terlalu tekun untuk memelihara tanaman seperti

kedelai.

11. Konsumsi beras cenderung meningkat, sedangkan konsumsi jagung dan sagu

cenderung menurun. Tingkat partisipasi beras sekitar 96 persen, sementara

untuk ubi kayu sekitar 50 persen dan untuk sagu relative kecil, sekitar 11 persen.

12. Untuk beras, Provinsi Maluku belum dapat memenuhi kebutuhan, sementara

untuk jagung sudah surplus.

13. Provinsi Maluku masih menghadapi berbagai permasalahan utama terkait

pemanfaatan sumberdaya pertanian dalam mendudkung peningkatan produksi

pangan, diantaranya adalah masalah yang terkait dengan saluran dan sumber

30

irigasi yang rusak, keterlambatan penyediaan pupuk bersubsidi, benih padi dan

jagung yang masih kurang tersedia, dan tenaga kerja pertanian yang belum

optimal (etos kerja kurang/malas),

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2013. Pendapatan Daerah Regional Bruto Berdasarkan Harga Konstan tahun 2000

(2004-2011). Badan Pusat Statistik. Jakarta.

BPS. 2014. Pendapatan Daerah Regional Bruto Berdasarkan Harga Konstan tahun 2000-

2012.

BPS Maluku. 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013(Pencacahan Lengkap).

Maluku.

Biro Perencanaan. 2012. Laporan Evaluasi Midterm Program Dan Target Pemba-ngunan Pertanian 2010-2014. Seketariat Jenderal Kementerian Pertanian.

Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2013. Program Pencapaian Swasembada Berkelanjutan Padi,

Jagung, Dan Kedelai Melalui Perbaikan Jaringan Irigasi 1 Juta Ha Tahun 2015

(Dalam Tahapan 3 Tahun ): Menuju Kedaulatan Pangan. Bahan Presentasi

Menteri Pertanian pada Sidang Kabinet Swasembada Padi jagung Kedelai, 3

Novemper 2013. Jakarta.

Biro Perencanaan. 2013. Grand Design Ketenagakerjaan Pertanian 2015-2019. Jakarta.

Pusdatin. 2014. Perkembangan Lahan Pertanian dan Analisis Kebutuhan Lahan Sawah di

Indonesia. Bahan Presentasi yang disampaikan pada Workshop Lahan

Pertanian. Bogor.

Williamson, Jeffrey G. 1965. Regional Income Disparities. Download tanggal 29

Desember 2014.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22721/4/Chapter%20II.pdf

31

32

Tabel Lampiran 1. Dinamika penawaran pangan di Maluku menurut kabupaten, 2004-2012

No Kabupaten Uraian

Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ketela Pohon

Rata2 R (%/Th) Rata2 R(%/Thn) Rata2 R(%/Thn) Rata2 R(%/Thn) Rata2 R(%/Thn

) Rata2 R(%/Thn)

1 Maluku Tengah Luas Panen (ha) 5,617.57 13.88 639.68 1.37 223.72 (13.67) 271.45 (4.77) 38.80 (5.94) 1,294.92 (2.67)

Produksi (ton) 23,448.51 17.81 1,605.26 5.30 232.42 (12.37) 328.38 0.13 47.13 (1.94) 12,305.60 (8.32)

Produktivitas(ton/ha) 4.17 6.97 2.51 3.63 1.04 4.08 1.21 4.55 1.21 5.20 9.50 (5.71)

2 Seram Bagian Barat Luas Panen (ha) 1,510.48 (2.60) 192.40 15.42 30.76 9.48 177.70 11.00 64.95 0.57 2,946.70 27.50

Produksi (ton) 7,081.35 3.91 540.60 20.22 25.37 3.28 254.51 11.18 82.76 (0.39) 46,155.05 29.73

Produktivitas (ton/ha) 4.69 12.55 2.81 4.24 0.82 (3.98) 1.43 2.00 1.27 (4.55) 15.66 10.51

3 Seram Bagian Timur Luas Panen (ha) 597.95 28.97 139.51 20.07 86.69 17.20 172.56 8.34 17.99 10.03 280.66 (4.53)

Produksi (ton) 2,285.47 30.08 304.29 29.49 31.96 19.45 251.93 13.96 10.73 13.83 2,051.23 3.88

Produktivitas(Ton/ha) 3.82 3.75 2.18 10.13 0.37 5.55 1.46 6.65 0.60 (3.92) 7.31 11.13

4 Buru Luas Panen (ha) 8,014.63 6.93 244.29 (4.49) 265.71 (28.23) 156.16 2.66 42.03 13.22 325.87 7.09

Produksi (ton) 33,374.55 9.22 559.88 (2.38) 298.41 (28.89) 196.26 10.31 52.29 19.16 4,067.63 8.51

Produktivitas(Ton/ha) 4.16 0.49 2.29 1.36 1.12 2.68 1.26 5.71 1.24 6.53 12.48 1.20

5 Maluku Tenggara Luas Panen (ha) 389.20 25.46 560.80 1.53 - - 163.00 2.89 45.00 (2.77) 1,155.00 (11.20)

Produksi (ton) 1,056.90 24.20 1,640.90 6.61 - - 368.20 1.69 88.00 (1.60) 13,859.00 (11.20)

Produktivitas(Ton/ha) 2.72 0.93 2.93 3.88 - - 2.26 (0.99) 1.96 0.79 12.00 -

6 Maluku Tenggara

Barat Luas Panen (ha) 1,041.90 (3.14) 1,091.60 (10.62) - - 668.20 (15.45) 574.39 (8.03) 473.20 (11.64)

Produksi (ton) 1,390.00 0.85 1,496.89 (0.03) - - 666.51 (12.61) 549.47 (6.47) 3,419.18 (10.29)

Produktivitas(Ton/ha) 1.33 4.29 1.37 10.87 - - 1.00 5.11 0.96 2.17 7.23 1.70

7 Kepulauan Aru Luas Panen (ha) 22.66 (4.42) 181.72 (10.41) - - 66.13 (10.70) 54.88 (16.51

) 669.47 (15.25)

Produksi (ton) 50.91 (9.31) 287.96 (13.96) - - 90.05 13.31 113.35

(14.95)

6,981.19 (16.21)

Produktivitas(Ton/ha) 2.25 (8.54) 1.58 (7.29) - - 1.36 (6.20) 2.07 (9.86) 10.43 (1.63)

8 Kota Ambon Luas Panen (ha) - - 123.06 (5.81) - - 64.05 (16.95) - - 380.31 (3.36)

Produksi (ton) - - 228.71 3.62 - - 76.00 (14.38) - - 5,590.90 2.07

Produktivitas(Ton/ha) - - 1.86 8.63 - - 1.23 3.22 - - 14.90 5.90

9 Kota Tual Luas Panen (ha) 24.10 (5.81) 47.60 16.12 - - 10.82 29.78 11.67 19.95 330.54 3.99

Produksi (ton) 25.80 (3.34) 116.00 19.26 - - 20.83 25.04 19.82 17.98 3,470.71 0.57

Produktivitas(Ton/ha) 1.07 7.07 2.44 5.58 - - 1.93 2.28 1.70 (3.33) 10.50 (4.58)

10 Buru Selatan Luas Panen (ha) 97.80 27.42 197.70 24.54 - - 257.55 (14.99) 21.35 (10.83

) 1,255.55 (13.75)

Produksi (ton) 177.70 31.17 451.85 24.96 - - 347.02 (8.36) 19.83 (7.81) 22,218.88 (4.13)

Produktivitas(Ton/ha) 1.82 6.32 2.29 0.65 - - 1.35 25.40 0.93 13.26 17.70 7.37

11 Maluku Barat Daya Luas Panen (ha) 273.45 (9.09) 5,996.70 (10.18) - - 266.10 (11.30) 169.92 (16.15

) 324.20 (1.86)

Produksi (ton) 336.58

(12.27)

7,217.98 (4.46) - - 279.27 (8.96) 164.71 (15.61

) 1,912.59 (5.25)

Produktivitas(Ton/ha) 1.23 (6.44) 1.20 19.89 - - 1.05 (4.05) 0.97 (4.08) 5.90 0.95

Sumber : BPS Provinsi Maluku, 2004-2013

R=Pertumbuhan