Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
LAPORAN AKHIR
RISET IMPLEMENTASI MODEL JURUPEMBASMI JENTIK (JURBASTIK)DALAM PENANGGULANGAN DBDPROVINSI SULAWESI SELATAN
(MULTICENTER 2019)
Nurul Hidayah S. B., dkk
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UPAYAKESEHATAN MASYARAKAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN
2019
ii
SUSUNAN TIM
Ketua Pelaksana : Nurul Hidayah S. B., S.Si.
Peneliti :
1. Hayani Anastasia, SKM., MPH2. Rina Isnawati., S.Si3. Octaviani., SKM4. Leonardo Taruk Lobo, S.Si5. dr. Muchlis Syahnuddin6. Hendra, M.Phil., M.A.7. Munir Salham, M.A.8. Yuyun Srikandi, SKM9. Trijuni Wijatmiko
iii
SK PENELITIAN
iv
SUSUNAN TIM
v
vi
vii
K
viii
PERSETUJUAN ETIK
ix
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dankarunia Nya sehingga laporan penelitian “Riset implementasi Model Juru PembasmiJentik (Jurbastik)dalam Penanggulangan DBD di Provinsi Sulawesi Tengah danSulawesi Selatan (multicenter 2019)” dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakanpenelitian multicenter bekerjasama dengan Balai dan Loka Ampuan Puslitbang UpayaKesehatan Masyarakat yang dilakukan di 11 Provinsi di Indonesia berdasarkanwilayah-wilayah dengan endemisitas DBD yang tinggi.
Laporan penelitian ini memuat informasi hasil pemberdayaan masyarakatdalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 1 rumah 1 Jumantik(1R1J) dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik pada tingkat rumah tangga.
Dalam kesempatan ini kami sampaikan ucapan terimakasih kepada KepalaDinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan yang dipilihsebagai lokasi penelitian atas bantuannya dalam memfasilitasi perijinan danpelaksanaan penelitian sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.
Laporan ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan, untuk itu kritik dansaran guna menyempurnakan laporan ini sangat kami harapkan.
Donggala, Desember 2019
Tim Peneliti
xi
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2018 mengarah kepada meningkatkan
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Upaya Promosi Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat.
Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu masalah kesehatan di
Indonesia, berbagai cara penanggulangannya telah dilakukan namun kejadian kasus
masih tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan penguatan sistem
surveilans di masyarakat sebagai sistem deteksi dini untuk mencegah timbulnya
penyakit.
Sejak tahun 2015 telah diluncurkan Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Juru
Pemantau Jentik). Program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (1R1J)
dikampanyekan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pengendalian infeksi virus
dengue dalam semangat Gerakan Masyarakat secara luas dengan pendekatan
keluarga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2016b; Subuh & Kementerian
Kesehatan RI 2016; Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI 2016;
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2016a).
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik menitikberatkan pada pembinaan keluarga oleh
puskesmas, lintas sektoral tingkat kecamatan serta kader kesehatan, dengan tujuan
agar keluarga dapat berperan aktif dalam pemantauan dan pemberantasan jentik
nyamuk vektor serta kasus DBD.
Hingga saat ini, sebanyak 111 Kabupaten/kota yang telah menerapkan Gerakan 1R1J,
namun masih terbatas pada beberapa kelurahan ataupun kecamatan dalam
kabupaten tersebut. Untuk mengoptimalkan peran jumantik maka diperlukan
peningkatan peran sebagai juru pembasmi jentik dengan istilah Juru Pembasmi Jentik
(JURBASTIK).
Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program
Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan
penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan
pendekatan GERMAS agar derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam program
gerakan 1R1J.
xii
Hasil yang diharapkan adalah untuk percepatan pencapaian kinerja cakupan program
1R1J dengan partisipasi masyarakat yang tinggi yang pada akhirnya terjadi transfer of
ownershipdari program menjadi milik masyarakat.
Disain penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with control.
Pada tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada dua
kelompok masyarakat yang relatif sama. Metode kuasi eksperimental digunakan untuk
mengetahui apakah model yang didapatkan mempunyai pengaruh terhadap partisipasi
anggota rumah tangga dalam program 1R1J.
Kegiatan ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yaitu data kasus DBD dari
fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS dan Dinas Kesehatan), dilanjutkan dengan
pengumpulan data secara kualitatif/ indepth interview di level stake holder terhadap
gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data secara kuantitatif
menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan di masyarakat yang meliputi : partisipasi
anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J, dilanjutkan
denganpengukuran indeks entomologi (House Index, Container Index, Breuteu Index
dan Angka Bebas Jentik). Hasil analisis data tersebut akan digunakan untuk
merumuskan dan mengembangkan intervensi 1R1J secara local spesifik dan uji coba
wilayah.
Gambaran intervensi yang direncanakan dilakukan dengan metode PAR (Participatory
Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan pertemuan/indept
terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J (Jurbastik) pada setiap
tingkatan sampai dengan anggota keluarga sebagai gerakan 1R1J, upaya promosi
kesehatan dan pembuatan aplikasi sistem pelaporan hasil 1R1J
Tahun kedua direncanakan melakukan evaluasi hasil dari implementasi model
intervensi pada setiap level program, tujuannya untuk mengetahui kelemahan dan
kelebihan dari intervensi yang telah dilakukan.
Manfaat penelitian diperolehnya informasi untuk kebijakan berupa pengembangan
model dalam pengendalian DBD dengan upaya Jurbastik dalam rangka mendukung
upaya pengendalian vektor DBD. Sehingga dapat diterapkan oleh pelaksana program
dalam pencegahan DBD yang aman, rasional, efisien, efektif, dapat diterima oleh
program dan masyarakat serta berkelanjutan (transfer of ownership)
xiii
Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yang dilakukan oleh Balai dan Loka
Litbang dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan, dengan pembagian wilayah pada wilayah kerja masing-masing Balai/Loka.
Balai Litbangkes Baturaja dengan wilayah penelitian Provinsi Jambi dan Provinsi
Sumatera Selatan, Loka Litbangkes Ciamis yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi
Banten, Balai Litbangkes Banjarnegara, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Balai
Litbangkes Tanah Bumbu yaitu Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan,
Balai Litbangkes Donggala yaitu Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan,
Loka Litbangkes Waikabubak yaitu Provinsi Bali dan Puslitbang Upaya Kesehatan
Masyarakat Provinsi Jawa Timur dan Riau
Hasil Penelitian untuk Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten
Maros Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan, terdapat perubahan yang signifikan
terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden pada saat setelah dilakukan
kegiatan pendampingan. Terdapat pengingkatan pengetahuan masyarakat mengenai
kegiatan G1R1J, dan ABJ di wilayah intervensi mengalami peningkatan pada saat
postest. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara
pretest dan postest untuk beberapa variabel yang berkenaan dengan kegiatan PSN di
rumah responden. Sosialisasi rumah ke rumah dan di pertemuan rutin warga menjadi
media yang paling efektif dalam menyampaikan kegiatan Jurbastik.Partisipasi aktif
masyarakat meningkat setelah melibatkan lintas sektoral mulai dari tingkat kelurahan,
kecamatan, dan bupati.Keterlibatan lintas sektor dalam promosi kegiatan Jurbastik
sangat berperan besar terhadap animo masyarakat, sehingga diperlukan peningkatan
peran aktif lintas sektor utamanya di tingkat bupati dalam menyukseskan kegiatan
Jurbastik di Kabupaten Maros.
xiv
ABSTRAK
Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) merupakan upaya yang paling efektif
untuk mencegah penyebaran penyakit DBD Kabupaten Poso dan Kabupaten Maros
berkomitmen menjalankan kegiatan G1R1J, namun kasus DBD tetap berfluktuasi
setiap tahunnya.Proses pendampingan dan intervensi terhadap pelaksanaan G1R1J di
Kabupaten Maros dilakukan untuk menentukan model penerapan yang paling efektif
dalam pelaksanaan program G1R1J dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik
dalam upaya pemberantasan DBD di Kabupaten Poso dan Maros. Disain penelitian
menggunakan metode quasi experimental with control. Kegiatan penelitian diawali
dengan pengumpulan data sekunder mengenai kasus DBD di daerah penelitian,
dilanjutkan dengan pengumpulan data secara kualitatif/indepth interview di level stake
holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data
kuantitatif terhadap masyarakat menggunakan kuesioner terstruktur, meliputi
partisipasi anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J, dilanjutkan
dengan pengukuran indeks entomologi. Intervensi di wilayah penelitian dilakukan
dengan metode PAR (Participatory Active Research) terhadap intervensi Jurbastik,
yang diawali dengan wawancara terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan
1R1J (Jurbastik) pada setiap tingkatan sampai dengan anggota keluarga sebagai
gerakan 1R1J, upaya promosi kesehatan dan pembuatan aplikasi sistem pelaporan
hasil 1R1J. Hasil Penelitian menunjukkan, terdapat perubahan yang signifikan
terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden pada saat setelah dilakukan
kegiatan pendampingan. Terdapat pengingkatan pengetahuan masyarakat mengenai
kegiatan G1R1J, dan ABJ di wilayah intervensi pada saat postest. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara pretest dan postest untuk
beberapa variabel yang berkenaan dengan kegiatan PSN di rumah responden.
Sosialisasi rumah ke rumah dan di pertemuan rutin warga menjadi media yang paling
efektif dalam menyampaikan kegiatan Jurbastik.Partisipasi aktif masyarakat meningkat
setelah melibatkan lintas sektoral mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, dan bupati.
Keterlibatan lintas sektor dalam promosi kegiatan Jurbastik sangat berperan besar
terhadap animo masyarakat, sehingga diperlukan peningkatan peran aktif lintas sektor
utamanya di tingkat pemerintah daerah dalam menyukseskan kegiatan Jurbastik di
suatu wilayah.
Kata Kunci: Jumantik, G1R1J, Jurbastik, DBD, Maros
xv
DAFTAR ISI
HalJudul ............................................................................................................ i
Susunan Tim Peneliti…..…………………………………………….….……… ii
Surat Keputusan Penelitian ……………………………………………………. iii
Etik viii
Halaman Pengesahan ix
Kata Pengantar…………………………………………….…………….……… x
Ringkasan Eksekutif… ……………………………………………….………… xi
Abstrak …………………………………………………………………………… xiv
Daftar Isi …………………………………………………………………………. xv
Daftar Tabel ……………………………………………………………………... xviii
Daftar Gambar ………………………………………………………………….. xxi
Daftar Lampiran ………………………………………………………………… xxii
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………..... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ………………….…….............................................. 17
1.3. Manfaat penelitian…..………..………………………..……………..…… 17
1.4. Hipotesis …………………………………………………..………..……… 17
BAB II. METODE PENELITIAN ………………………… …………..……........ 18
2.1. Kerangka Teori …………………………………………..…..…............... 18
2.2. Kerangka Konsep ……………………………………………………….... 19
2.3. Tempat dan waktu …………………………………………………….….. 20
2.4. Disain Penelitian………………. …......…………………………………... 20
2.5. Populasi dan Sampel …. ………………………………………….……... 20
2.6. Besar Sampel…………………………………………………………….... 21
2.7. Cara pemilihan/Penarikan Sampel ……………………………………... 21
2.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................ 22
2.9. Variabel dan Definisi Operasional………............................................. 22
2.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data……………………….……..... 22
2.11. Bahan dan Prosedur Kerja ……………………….……......................... 25
2.12. Manajemen dan Analisis Data ………………..……………….……..... 29
xvi
BAB III. HASIL PENELITIAN…………..……………………………………… 32
3.2 Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan
3.2.1 Gambaran Umum …….………………………………………. 32
3.2.1.1. Kondisi geografis ................................................. 32
3.2.1.2. Besar masalah DBD selama 3 tahun terakhir 33
3.2.1.3 Pengendalian DBD yang dilakukan oleh program 34
3.2.2 Program Gerakan 1R1J Tingkat Pemerintah Daerah 35
3.2.2.1 Definisi gerakan 1R1J .......................................... 35
3.2.2.2 Keberadaan Gerakan 1R1J di wilayah penelitian 35
3.2.3 Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat (Hasil kuantitatif) 36
3.2.3.1 Wilayah Intervensi (Kelurahan Adatongeng) 36
3.2.3.2 Wilayah Non Intervensi (Kelurahan Turikale) 36
3.2.3.3 Hasil Analisis ......................................................... 63
3.2.4 Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program (Hasil kualitatif) 69
3.2.4.1 Implementasi Kebijakan ........................................ 70
3.2.4.2 Sumber Daya Manusia ......................................... 71
3.2.4.3 Anggaran/Pembiayaan ......................................... 72
3.2.4.4 Sarana dan Prasarana .......................................... 73
3.2.4.5 Pemberdayaan Masyarakat .................................. 73
3.2.4.6 Dukungan dan hambatan ...................................... 74
3.2.5 Penggalangan Kerjasama 74
3.2.5.1 Sosialisasi dan Workshop ..................................... 74
3.2.5.2 Kegiatan Pendampingan tahap I ............................ 75
3.2.5.3 Kegiatan Pendampingan tahap II .......................... 78
3.2.5.4 Kegiatan Pendampingan tahap III ......................... 81
3.2.5.5 Kegiatan Pendampingan tahap IV ........................ 87
3.2.6 Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut pelaksanaan
Gerakan 1R1J .......................................................................
91
3.2.7 Pengembangan aplikasi Daring ............................................ 93
xvii
BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................ 94
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... .... 107
DRAFT MODEL JURBASTIK KABUPATEN MAROS ................................... 109
xviii
DAFTAR TABEL
HalTabel 1 Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue
per Provinsi di Indonesia Tahun 2008 – 2017 ............................2
Tabel 2 Karakteristik responden Kelurahan Adatongeng ........................36
Tabel 3 Persentase Pengetahuan Responden tentang Jumantik, 1R1J,dan jumantik rumah di Kelurahan Adatongeng KabupatenMaros, 2019 ...............................................................................
37
Tabel 4 Persentase Pengetahuan Responden tentang SosialisiasiG1R1J di Kelurahan Adatongeng Kabupaten Maros, 2019 .......
38
Tabel 5 Persentase Pengetahuan Responden mengenai kartu jentikdan kunjungan koordinator di Kelurahan Adatongeng ...............
39
Tabel 6 Persentase Pengetahuan Responden tentang 3M Plus diKelurahan Adatongeng ..............................................................
41
Tabel 7 Persentase Sikap Responden tentang G1R1J dan kunjungancoordinator di Kelurahan Adatongeng .......................................
42
Tabel 8 Persentase Tindakan Responden terhadap sosialisasi danprogram G1R1J di Kelurahan Adatongeng ................................
43
Tabel 9 Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan G1R1J diRumah Tangga Kelurahan Adatongeng ....................................
44
Tabel 10 Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan 3M Plus diKelurahan Adatongeng .............................................................
46
Tabel 11 Jenis Kontainer pada Pengumpulan Data KelurahanAdatongeng (Wilayah Intervensi) Kabupaten Maros, 2019 ........
47
Tabel 12 Kondisi Kontainer pada Pengumpulan DataKelurahanAdatongeng Kabupaten Maros, 2019 ........................................
48
Tabel 13 Letak Kontainer pada Pengumpulan DataKelurahanAdatongeng Kabupaten Maros, 2019 ........................................
49
Tabel 14 Indeks Entomologi pada Pengumpulan DataKelurahanAdatongeng Kabupaten Maros, 2019 ........................................
49
Tabel 15 Karakteristik responden di Kelurahan Turikale KabupatenMaros, 2019 ..............................................................................
50
Tabel 16 Persentase Pengetahuan Responden tentang Jumantik, 1R1J,dan jumantik rumah di Kelurahan Turikale .................................
51
xix
Tabel 17 Persentase Pengetahuan Responden tentang SosialisiasiG1R1J di Kelurahan Turikale ...............................................
52
Tabel 18 Persentase Pengetahuan Responden mengenai kartu jentikdan kunjungan koordinator di Kelurahan Turikale ......................
53
Tabel 19 Persentase Pengetahuan Responden tentang 3M Plus diKelurahan Turikale .....................................................................
54
Tabel 20 Persentase Sikap Responden tentang G1R1J dan kunjungancoordinator di Kelurahan Turikale ..............................................
55
Tabel 21 Persentase Tindakan Responden terhadap sosialisasi danprogram G1R1J di Kelurahan Turikale .......................................
56
Tabel 22 Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan G1R1J diRumah Tangga Kelurahan Turikale ..........................................
58
Tabel 23 Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan 3M Plus diKelurahan Turikale ....................................................................
59
Tabel 24 Jenis Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan TurikaleKabupaten Maros, 2019 .............................................................
60
Tabel 25 Kondisi Kontainer pada Pengumpulan DataKelurahan TurikaleKabupaten Maros, 2019 .............................................................
62
Tabel 26 Letak Kontainer pada Pengumpulan DataKelurahan TurikaleKabupaten Maros, 2019 ............................................................
63
Tabel 27 Indeks Entomologi pada Pengumpulan DataKelurahan TurikaleKabupaten Maros, 2019 .............................................................
63
Tabel 28 Hasil Analisis mengenai pengetahuan masyarakat diKelurahan Adatongeng .............................................................
64
Tabel 29 Hasil Analisis mengenai sikap masyarakat di KelurahanAdatongeng
64
Tabel 30Hasil Analisis mengenai perilaku masyarakat di KelurahanAdatongeng…………………………………………………………………….
65
Tabel 31 Hasil Analisis mengenai pengetahuan masyarakat diKelurahan Turikale………………………………………………………………………
65
Tabel 32 Hasil Analisis mengenai sikap masyarakat di KelurahanTurikale ….……………………………………………………….
66
Tabel 33 Hasil Analisis mengenai perilaku masyarakat di KelurahanTurikale ….……………………………………………………….
67
xx
Tabel 34 Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan PengetahuanMasyarakat di Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale
68
Tabel 35 Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan SikapMasyarakat di Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale
68
Tabel 36 Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan PerilakuMasyarakat di Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale
69
Tabel 37 Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahanmasalah terkait pembasmian jentik dan pemberantasanpenyakit DBD pada pendampingan tahap 1. ........................
77
Tabel 38 Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahanmasalah terkait pembasmian jentik dan pemberantasanpenyakit DBD pada pendampingan tahap 2 ..........................
80
Tabel 39Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahanmasalah terkait pembasmian jentik dan pemberantasanpenyakit DBD ...............................................................
84
Tabel 40Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahanmasalah terkait pembasmian jentik dan pemberantasanpenyakit DBD .........................................................................
89
xxi
DAFTAR GAMBAR
HalGambar 1 Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti ………………………….. 11
Gambar2 Kerangka Teori ............................................………….……. 18
Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian .............................................. 19
Gambar 3 Peta wilayah Maros ............................................................ 33
Gambar 4 Kasus DBD Lima Tahun Terakhir Kabupaten Maros ............34
Gambar 5 Focus group discussion (FGD) supervisor, koordinator, RT,RW, tokoh masyarakat, tokoh agama Perumahan Tumalia,Kelurahan Adatongeng
76
Gambar 6 Advokasi ke Dinas Kesehatan Maros .................................. 79
Gambar 7 Wawancara mendalam salah satu informan jumantik rumahtangga di Perumahan Tumalia, Kelurahan Adatongeng .......
82
Gambar 8 Pengisian Kartu Pemeriksaan Jentik ................................. 83
Gambar 9 Surat edaran Bupati Maros berisi himbauan agar wargaikut serta berpartisipasi terhadap pencegahan danpengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD)dalam program Gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J)
85
Gambar 10 Wawancara mendalam evaluasi kinerja lintas sektor diPuskesmas Turikale ............................................................
88
Gambar 11 Pemaparan Hasil Kegiatan oleh Koordinator Jumantik ........ 91
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDemam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus (1). Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan
subtropik, bahkan terdapat kecenderungan terus meningkat (2) dan banyak
menimbulkan kematian pada anak (3).
Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %),
DBD terus menyebar luas ke seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, DBD sudah
menjangkiti seluruh provinsi di Indonesia (34 provinsi) dengan jumlah kabupaten/kota
terjangkit adalah 436 dari 514 kabupate/kota yang ada di Indonesia (84,82%). Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD
tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi,
perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan
distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan
penelitian lebih lanjut (4). Pada saat ini, menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO),
Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia antara tahun 2004
dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD
terbesar diantara 30 negara wilayah endemis (5).
Kasus DBD di Indonesia mengalami siklus epidemik yang terjadi setiap sembilan-
sepuluh tahunan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap
kehidupan vektor dan faktor yang mempengaruhinya. Perubahan iklim menyebabkan
perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap
ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama
terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan
lainnya (6). Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang
dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan
jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan
semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD
semakin mudah dan semakin luas.
2
Pada periode 10 tahun terakhir, jumlah kasus DBD di Indonesia secara keseluruhan
tercatat sebanyak 1.213.324 penderita dengan rata-rata Incidence Rate (IR) adalah
49,55 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus pertahun mengalami naik turun setiap
tahunnya dan ada di seluruh provinsi di Indonesia kecuali tahun 2011 di Papua dan
Papua Barat tidak dilaporkan ada kasus DBD. Jumlah kasus tahun 2008 adalah
137.469 penderita (IR= 59,02 per 100.000 penduduk), naik menjadi 158.912 penderita
(IR=68,22 per 100.000 penduduk), selanjutnya turun sedikit tahun 2010 menjadi
156.086 penderita (IR=65,70 per 100.000 penduduk) dan turun tajam pada tahun 2011
menjadi 65.725 penderita (IR=27,67 per 100.000 penduduk).
Tabel 1. Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue per Provinsi diIndonesia Tahun 2008 - 2017
No ProvinsiTahun 2008-2012 Tahun 2013-2017 Jumlah Tahun 2008-2017
Kasus Rata-rata IR Kasus Rata-
rata IR Kasus Rata-rata IR
1 Jawa Barat 120.470 55,98 102.640 43,97 223.110 49,972 Jawa Timur 75.539 40,20 76.040 39,23 151.579 39,723 DKI Jakarta 88.988 199,14 47.330 93,41 136.318 146,274 Jawa Tengah 68.549 41,32 64.393 37,48 132.942 39,405 Bali 29.407 167,60 52.313 250,46 81.720 209,036 Sumatera Utara 28.774 44,08 27.820 40,21 56.594 42,147 Kalimantan Timur 21.299 133,64 26.433 149,66 47.732 141,658 Banten 19.846 41,58 17.426 29,70 37.272 35,649 Sulawesi Selatan 14.885 37,61 20.548 48,23 35.433 42,9210 Lampung 15.086 41,93 16.459 42,05 31.545 41,9911 DI Yogyakarta 11.272 65,43 16.583 90,98 27.855 78,2112 Sumatera Barat 11.875 50,33 14.795 57,54 26.670 53,9413 Kalimantan Barat 13.733 64,21 10.122 43,45 23.855 53,8314 Sumatera Selatan 10.633 29,03 11.632 28,91 22.265 28,9715 Aceh 11.680 52,43 9.489 38,01 21.169 45,2216 Riau 7.451 27,49 13.099 40,82 20.550 34,1517 Sulawesi Tengah 8.743 67,39 7.799 54,92 16.542 61,1618 Kalimantan Selatan 4.770 26,01 10.223 51,76 14.993 38,8919 Kepulauan Riau 7.171 90,50 7.205 71,75 14.376 81,1320 NTB 4.900 23,12 7.695 33,01 12.595 28,0721 Sulawesi Utara 6.778 58,29 5.708 47,81 12.486 53,0522 Kalimantan Tengah 5.341 49,28 5.955 47,88 11.296 48,5823 Sulawesi Tenggara 3.271 30,02 7.667 59,58 10.938 44,8024 Jambi 3.550 22,62 5.231 30,68 8.781 26,6525 Bengkulu 2.856 32,82 4.245 45,04 7.101 38,9326 NTT 3.992 16,72 2.347 9,20 6.339 12,9627 Kapulauan Babel 1.983 32,72 2.438 36,09 4.421 34,4128 Papua 1.144 13,21 2.629 16,97 3.773 15,09
3
29 Sulawesi Barat 1.122 20,36 2.281 36,18 3.403 28,2730 Kalimantan Utara - - 2.750 106,77 2.750 106,7731 Gorontalo 965 19,40 1.754 31,09 2.719 25,2432 Maluku Utara 1.210 23,95 843 14,63 2.053 19,2933 Papua Barat 1.030 34,93 459 10,88 1.489 22,9134 Maluku 124 1,63 536 63,14 660 32,3935 Indonesia 608.437 51,54 604.887 47,56 1.213.324 49,55
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2017
Jumlah kasus DBD naik lagi tahun 2012 menjadi 90.245 penderita (IR=37,11 per
100.000 penduduk) dan tahun 2013 menjadi 112.511 penderita (IR=68,22 per 100.000
penduduk). Tahun 2014 turun lagi menjadi 99.508 penderita (IR=39,80 per 100.000
penduduk), tapi naik lagi tahun 2015 menjadi 129.650 penderita (IR=50,75 per
100.000 penduduk) dan tahun 2016 menjadi 2014.171 penderita (IR=78,85 per
100.000 penduduk). Terakhir tahun 2017 turun ke tingkat yang paling rendah dalam
periode 10 tahun terakhir menjadi 59.047 penderita (IR=22,55 per 100.000 penduduk)(7).
Lima belas provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD terbanyak selama periode
tahun 2008-2017 berturut-turut adalah Jawa Barat (223.110 kasus), Jawa Timur
(151.579 kasus), DKI Jakarta (136.318 kasus), Jawa Tengah (132.942 kaus), Bali
(81.720 kasus), Sumatera Utara (56.594 kasus), Kalimantan Timur (47.732 kasus),
Banten (37.272 kasus), Sulawesi Selatan (35.433 kasus), Lampung (31.545 kasus), DI
Yogyakarta (27.855 kasus), Sumatera Barat (26.670 kasus), Kalimantan Barat (23.855
kasus), Sumatera Selatan (22.265 kasus) dan Aceh (21.169 kasus). Berdasarkan
Incidence Rate, lima belas provinsi tertinggi berturutpturut adalah Bali (IR= 209,03 per
100.000 penduduk), DKI Jakarat (IR= 146,27 per 100.000 penduduk), Kalimantan
Timur (IR= 141,45 per 100.000 penduduk), Kalimantan Utara dalam periode 4 tahun
terakhir (IR= 106,77 per 100.000 penduduk), Kepulauan Riau (IR= 81,13 per 100.000
penduduk), DI Yogyakarta (IR= 78,21 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tengah (IR=
61,16 per 100.000 penduduk), Sumatera Barat (IR= 53,94 per 100.000 penduduk),
Kalimantan Barat (IR= 53,83 per 100.000 penduduk), Sulawesi Utara (IR= 53,05 per
100.000 penduduk), Jawa Barat (IR= 49,97 per 100.000 penduduk), Kalimantan
Tengah (IR= 48,58 per 100.000 penduduk), Aceh (IR= 45,22 per 100.000 penduduk),
Sulawesi Tenggara (IR= 44,80 per 100.000 penduduk), dan Sulawesi Selatan (IR=
42,92 per 100.000 penduduk).
4
Berdasarkan IR DBD, suatu daerah dapat dikategorikan dalam risiko tinggi apabila IR
> 55 per 100.000 penduduk, dalam risiko sedang apabila IR 20-55 per 100.000
penduduk, dan risiko rendah apabila IR <20 per 100.000 penduduk. Dengan demikian,
secara nasional wilayah Indonesia termasuk dalah kategori sedang, tetapi terdapat
beberapa provinsi dalan kategori risiko tinggi (8).
Data Dinkes Provinsi Jambi menyebutkan bahwa angka IR Kota Jambi pada tahun
2015 mencapai 97,9 per 100.000 penduduk, mengalami sedikit penurunan di tahun
2016 menjadi 96,6 per 100.000 penduduk. Meski mengalami penurunan menjadi
kategori risiko rendah di tahun 2017 (IR= 20,5 per 100.000 penduduk) namun tetap
menjadi salah satu kota yang tertinggi kasus DBD di Provinsi Jambi (Laporan DBD
Provinsi Jambi). Di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) angka IR tertinggi di tahun
2015 terdapat pada Kota Prabumulih (IR= 198 per 100.000 penduduk), diikuti Kota
Palembang (IR= 66 per 100.000 penduduk). Pada tahun 2016 terdapat beberapa
kabupaten/kota dengan angka IR di atas angka nasional berturut-turut mulai dari yang
tertinggi yakni Kota Lubuklinggau, Kota Prabumulih, Kota Pagar Alam, Kabupaten
Banyuasin, dan Kota Palembang. Angka IR Kota Prabumulih dan Palembang adalah
131 dan 62,8 per 100.000 penduduk. Meskipun mengalami penurunan pada tahun
2017, dua kota dengan angka IR tertinggi di Provinsi Sumsel adalah Kota Prabumulih
dan Kota Palembang (IR= 47,3 dan 46,4 per 100.000 penduduk) (Laporan DBD Prov
Sumsel).
Meluasnya DBD, selain mengancam jiwa manusia, juga bisa menimbulkan kerugian
secara ekonomi cukup besar. Soewarta Kosen, Peneliti yang juga Koordinator Unit
Analisis Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes, mengatakan, sumber kerugian itu bukan dari biaya perawatan
saja melainkan juga akibat hilangnya produktivitas si penderita DBD di bidang
ekonomi, kerugian non medisnya justru lebih besar. Tahun 2010 total kerugian
ekonomi akibat DBD mencapai Rp 3,1 triliun dari total jumlah penderita DBD yang
mencapai 157.370 kasus. Kerugian tersebut, hanya di bawah 10% yang menjadi
tanggungan pemerintah, sisanya tanggungan masyarakat (9).
Penyakit DBD adalah penyakit berbasis lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh
perilaku manusia, iklim dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tersedia dan
terjangkaunya tempat perkembangbiakan oleh nyamuk Aedes spp sebagai vektornya(10). Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa keberadaan nyamuk
Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya penularan virus dengue di
5
masyarakat, sedangkan keberadaan nyamuk Aedes spp selain dipengaruhi oleh iklim
dan kondisi lingkungan, juga dipengaruhi oleh periaku masyarakat setempat (11).
Dengan demikian, dalam penanggulangan DBD, aspek lingkungan dan perilaku
manusia adalah dua hal yang pokok yang harus menjadi perhatian.
Selain penduduk, variabel iklim yang meliputi suhu dan kelembaban udara serta curah
hujan juga berpengaruh terhadap kejadian DBD. Pada tingkat lokal dan regional, curah
hujan dan ekologis manusia, sangat berpengaruh terhadap kehadiran nyamuk Aedes
aegypti pada skala rumah tangga. Curah hujan adalah komponen penting karena
dapat membengaruhi faktor lain seperti kesuburan vegetasi dan keberadaan air pada
kontainer, serta memiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk
sehingga angka kejadian demam berdarah meningkat pada bulan-bulan tertentu
sesuai dengan tinggi rendahnya curah hujan (12).
Kepadatan nyamuk Aedes spp sangat berhubungan dengan kejadian DBD. Hasil
penelitian di Banyuwangi menunjukan bahwa infeksi primer maupun infeksi sekunder
DBD sebagian besar terjadi di daerah dengan angka bebas jentik (ABJ) < 95% (13).
Berdasarkan Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang
Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, ABJ adalah persentase rumah atau
bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara jumlah rumah yang tidak ditemukan
jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa dikali 100 persen. Yang
dimaksud dengan bangunan antara lain perkantoran, pabrik, rumah susun, dan tempat
fasilitas umum yang dihitung berdasarkan satuan ruang bangunan/unit pengelolanya.
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk ABJ adalah 95 persen, dengan
demikian untuk tidak terjadi penularan DBD maka ABJ di suatu wilayah minimal 95
persen. Sampai dengan tahun 2016 ABJ secara nasional belum mencapai target
minimal, meskipun terjadi peningkatan ABJ di tahun 2016 yaitu sebesar 67,6 persen
dibandingkan tahun 2015 (54,2%). Hal ini dapat disebabkan karena Puskesmas sudah
mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) secara rutin
sehingga kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) mulai digalakkan kembali.
Selain itu, pelaporan data ABJ sudah mulai mencakup sebagian wilayah
kabupaten/kota di Indonesia sehingga cakupan ABJ juga semakin meningkat. Dalam
periode tahun 2010-2016, ABJ nasional tidak dapat mencapai angka minimal nasional,
paling tinggi hanya 80,2 persen (tahun 2010) dan paling rendah 24,1 persen (tahun
2014). Pada periode tersebut, berturut-turut ABJ nasional setiap tahunnya adalah 80,2
6
persen (tahun 2010), 76,2 persen (tahun 2011), 79,3 persen (tahun 2012), 80,1 persen
(tahun 2013), 24,1 persen (tahun 2014), 54,2 persen (tahun 2015) dan 67,6 persen
(tahun 2016) (7).
Penelitian di Bandung tahun 2014 menunjukan bahwa pengetahuan masyarakat
berkaitan dengan DBD sudah baik (90%), pernah melakukan PSN (84,7%), rutin
melakukan PSN setiap minggu (60,2%), pernah menugaskan untuk PSN (49,5%), dan
rutin menugaskan PSN (42,5%), sedangkan hasil survai jentik di rumah responden
pada penelitian menunjukan ABJ 34,1 persen. Selanjutnya dilaporkan, penyebab tidak
rutin melakukan PSN paling tinggi adalah karena bukan kewajiban (46,51%), karena
sibuk (36,43%), karena sudah ada petugasnya (7,75%), karena malas (6,20%), karena
lupa (1,55%), dan karena lain-lain alasan sebesar 1,56 persen (14).
Pengendalian DBD telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah dan
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/1992, dengan menitikberatkan
pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
selain penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan
kesehatan dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi
kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (15). Berbagai upaya telah
dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu diantaranya
dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan
Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (Menguras-Menutup-
Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000
dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida,
memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Tapi sampai saat ini upaya tersebut
belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi
peningkatan angka kematian (16).
Pelaksanaan PSN, sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat sebagai pelaku
utamanya, sedangkan yang disebut perilaku merupakan suatu respons seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar) yang terjadi melalui suatu proses: Stimulus
Organism Response (S-O-R) dan sangat tergantung dari orang yang bersangkutan.
Dengan demikian maka perilaku antara individu yang satu dengan lainnya atau antara
komunitas yang satu dengan lainnya akan berbeda karena manusia mempunyai
aktivitas masing-masing (17). Perilaku adalah suatu keadaan yang seimbang antara
7
kekuatan pendorong dan kekuatan penahan yang dapat berubah apabila terjadi
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang (18).
Pada tahun 2015 pada ASEAN Dengue Day (ADD), diluncurkan Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik dengan tujuan untuk menurunkan angka penderita dan angka kematian
akibat DBD dengan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat
berbasis keluarga untuk melakukan pencegahan. Gerakan ini merupakan program
PSN untuk mencapai ABJ >95% dengan mengajak seluruh masyarakat berperan aktif
dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk. Ujung tombak Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik adalah Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang merupakan anggota
masyarakat yang dilatih oleh Puskesmas setempat untuk memantau keberadaan dan
perkembangan jentik nyamuk guna mengendalikan penyakit DBD di suatu daerah
melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu; menguras
bak mandi, menutup tempat penampungan air, memanfaatkan barang bekas, plus
mencegah gigitan nyamuk(19).
Juru pemantau jentik atau Jumantik didefinisikan sebagai orang yang melakukan
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes spp.
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan
masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan
pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya
DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Jumantik Rumah adalah kepala
keluarga/anggota keluarga/penghuni lain dalam satu rumah yang disepakati untuk
melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Jumantik Lingkunganadalah petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat-tempat umum (TTU) atau tempat-
tempat institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan jentik. Contoh TTU adalah
pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman,
atau tempat wisata. Contoh TTI adalah perkantoran, sekolah, atau rumah sakit.
Koordinator Jumantik adalah satu atau lebih Jumantik/kader yang ditunjuk oleh
Ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan Jumantik rumah
dan Jumantik lingkungan (crosscheck). Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih
anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah
untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan Jumantik di
lingkungan RT. Sebagai pemantau dan pelaksana PSN maka dibentuk juru pemantau
dan pembasmi jentik yang disingkat Jurbastik, merupakan penerapan Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik yang didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan
8
masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga, pengelola TTU dan TTI dalam
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk. Jurbastik terdiri dari
Jumantik Rumah yaitu di rumah tangga yang bertugas memantau dan memberantas
nyamuk di rumah masing-masing dan Jumantik Lingkungan yang bertugas memantau
dan memberantas nyamuk di TTU atau TTI masing-masing (20).
Penyadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh Koordinator Jumantik
yang umumnya adalah kader kesehatan karena mereka lebih dekat dengan
masyarakat dan terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan. Kader kesehatan
seharusnya mendapat pembekalan pengetahuan dan keterampilan agar mereka
mampu secara mandiri melakukan tugasnya dengan baik. Beberapa studi
menyebutkan bahwa partisipasi kader di masyarakat dipengaruhi oleh motivasi,
pengetahuan, dan keterampilan teknis, keterampilan sosial, kemampuan perencanaan
dan problem solving (kemampuan manajerial). Prinsip pemberdayaan kesehatan pada
dasarnya mendorong masyarakat untuk meningkatkan motivasi dan kemandirian
dalam bertindak dan menentukan keputusan yang berpengaruh terhadap
kesehatannya. Peningkatan motivasi dapat memberikan pengaruh terhadap
peningkatan upaya pengendalian Aedes spp. oleh warga(21). Tugas Jumantik selain
untuk surveilans dan pemberantasan vektor di pemukiman maupun tempat-tempat
umum, juga berperan dalam memperkuat perilaku masyarakat dalam PSN 3M plus
yang keberhasilannya dapat ditinjau dari nilai ABJ dan nilai CI (22)..
5.1. Fokus penelitianDalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN
dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi
keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu faktor risiko kesakitan DBD.
Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang
menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh
Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik,
diharapkan adanya peningkatan peran jumantik menjadi Jurbastik (Juru Pembasmi
Jentik) sebagai upaya survailans dan pemberantasan vektor secara aktif oleh
masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu, peran lintas sektor dan program
kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan sangat dibutuhkan dalam rangka
pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya pengendalian vektor dan deteksi
dini kasus DBD.
9
Kajian pustakaPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)Demam berdarah dengue atau yang biasa disingkat DBD disebabkan oleh virus
Dengue melalui perantara nyamuk vektor Aedes sp. Penyakit ini ditandai dengan
demam mendadak selama 2 sampai 7 hari, setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah
digigit nyamuk yang terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi virus dengue mengalami
gejala mirip flu. Gambaran klinis demam berdarah bervariasi sesuai dengan usia
pasien. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO.
Pasien yang sudah terinfeksi virus Dengue dapat menularkan kepada orang lain
melalui perantara nyamuk Aedes sp. setelah gejala pertama muncul (selama 4-5 hari;
maksimal 12) (WHO, 2017b).
Epidemiologi DBDDalam perjalanan penyakitnya, kasus DBD melibatkan 3 organisme utama yaitu virus
dengue, nyamuk Aedes sp. dan manusia sebagai host. Secara alamiah,
keberlangsungan ketiga kelompok organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor
lingkungan baik lingkungan fisik maupun biologi. Pola perilaku yang terjadi dan status
ekologi dari ketiga kelompok organisme tersebut dalam ruang dan waktu saling
berkaitan, menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada satu
lokasi dengan lokasi lainnya dan dari waktu ke waktu.
Virus DengueVirus Dengue termasuk kedalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, terdiri dari 4 jenis
serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Virus berukuran
kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virionnya terdiri dari nucleocapsid
dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein. Seseorang
yang telah terinfeksi oleh serotipe tertentu maka pada masa pemulihan akan
memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Namun, kekebalan
silang terhadap serotipe lainnya setelah pemulihan hanya bersifat parsial dan
sementara. Infeksi selanjutnya oleh serotipe lain dapat meningkatkan risiko demam
berdarah yang lebih parah (WHO, 2017a). Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh lebih dari 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Den-3 merupakan serotipe virus yang dominan dan diketahui banyak
10
menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes, 2004) dan merupakan serotipe
yang paling luas distribusinya disusul Den-2, Den-1, dan Den-4 (Ditjen-P2PL, 2013c).
Vektor Demam Berdarah DengueNyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama yang menularkan virus dengue dari
manusia penderita ke manusia lainnya melalui gigitan nyamuk betina infektif. Aedes
aegypti berkembang biak di dalam rumah dan mampu menggigit siapapun sepanjang
hari. Habitat dalam ruangan kurang rentan terhadap variasi iklim dan hal ini dapat
meningkatkan umur nyamuk (WHO, 2017b). Nyamuk betina bertelur di wadah air
buatan seperti ban, kaleng, toples dan lain sebagainya. Media air diperlukan untuk
tempat berkembang biak, sehingga puncak kepadatan nyamuk terjadi pada musim
hujan. Pada musim hujan lebih banyak ditemukan wadah-wadah yang berubah fungsi
menjadi tempat penampungan air, dan menjadi konsekuensi langsung meningkatnya
jumlah kasus DBD.
Nyamuk Ae. aegypti mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan perkotaan dan
merupakan vektor yang sangat kompetitif karena sifat antropofiliknya. Nyamuk Ae.
aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis dan ditemukan hampir di semua
perkotaan dan pedesaan. Di wilayah Asia Tenggara, selain Ae aegypti juga dikenal Ae.
albopictus sebagai vektor kedua yang juga penting dalam mendukung keberadaan
virus dengue.
Morfologi Nyamuk Ae. aegyptiNyamuk Ae. aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Culex sp), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik
putih pada bagian badannya, terutama pada kaki dan dikenal dari bentuk morfologi
yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lire (Lyre form) berwarna putih
pada punggungnya. Probosis bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam besisik
putih perak. Occiput bersisik lebar, berwarna putih terletak memanjang. Femur bersisik
putih pada permukaan posterior dan setengan basal, anterior dan tengah bersisik putih
memanjang. Tibia semuanya hitam. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen
basal kesatu sampai keempat dan kelima berwarna puih. Sayap brukuran 2,5 – 3,0
mm bersisik hitam.
Nyamuk Aedes albopictus, sepintas seperti nyamuk Ae. aegypti, yaitu mempuyai
warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian dadanya, tetapi pada thorax
11
yaitu bagian mesotonumnya terdapat satu garis longitudinal (lurus dan tebal) yang
dibentuk oleh sisk sisik putih berserakan. Nyamuk ini merupakan penghuni asli Negara
Timur, walaupun mempunyai kebiasaan bertelur ditempat-tempat yang alami di rimba
dan hutan bambu, tetapi telah dilaporkan dijumpainya telur dalam jumlah banyak
disekitar tempat pemukiman penduduk di daerah perkotaan.
Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegyptiNyamuk Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur– larva–pupa–
dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa
hidup di luar air. Pada umumnya telur akan menetas dalam 1–2 hari setelah terendam
air. Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5–15 hari, dalam keadaan normal
berlangsung 9–10 hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2
hari, kemudian selanjutnya menjadi dewasa dan melanjutkan siklus berikutnya. Dalam
suasana yang optimal, perkembangan dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu
sedikitnya 9 hari.
Nyamuk Aedes albopictus dalam berkembang biaknya juga mengalami metamorfosis
sempurna dengan lama berkembang biaknya dari telur hingga dewasa adalah 7-14
hari denngan tiap-tiap fase: telur – jentik: 1–2 hari, jentik–kepompong: 7–9 hari dan
kepompong–dewasa: 2–3 hari. Antara nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus lama
siklus hidupnya tidak berbeda jauh. Apabila digambarkan siklus hidup nyamuk Ae.
aegypti adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti
Pupa2 - 4 hari
Telur1 – 2 hari
Jentik/larva7 – 9 hari
Nyamuk dewasabetina
12
Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes berupa genangan air yang tertampung
disuatu wadah yang disebut kontainer, bukan pada genangan air di tanah. Kontainer
ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Tempat penampungan air yang bersifat tetap (TPA)
Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumahtangga sehari-hari, pada
umumnya keadaan airnya adalah jernih, tenang dan tidak mengalir, seperti bak
mandi, bak WC, drum penyimpanan air dan lain-lain.
2. Bukan tempat penampungan air (non TPA)
Adalah kontainer atau wadah yang bisa menampung air, tetapi bukan untuk
keperluan sehari-hari, seperti tempat minum hewan piaraan, barang bekas (ban,
kaleng, botol, pecahan piring/gelas), vas atau pot bunga dan lain-lain.
3. Tempat perindukan alami.
Bukan tempat penampungan air tetapi secara alami dapat menjadi tempat
penampungan air misalnya potongan bambu, lubang pagar, pelapah daun yang
berisi air dan bekas tempurung kelapa yang berisi air.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap perindukan nyamuk didapatkan
bahwa:9
1) Tempat perindukan alami lebih disukai bila dibandingkan dengan non alami.
2) Jenis kontainer tanah liat dan bambu paling disukai bila dibandingkan kontainer
semen, kaca/gelas, alumunium dan plastik.
3) Warna-warna kontainer terang (coklat muda, kuning dan merah) lebih disukai
sebagai tempat berkembang biak.
4) Semakin dalam jarak permukaan air ke permukaan bejana semakin banyak
didapatkan larva.
Habitat Nyamuk VektorHabitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya atau
mempelajari bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor, terdapat dua macam
lingkungan yaitu lingkungan fisik dan biologi.
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis kontainer,
ketinggian tempat dan iklim.
1) Jarak antara rumah
13
Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain,
semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah
sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna
dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah
tersebut tidak disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian
penyakit menular membuktikan bahwa kondisi peruamahan yang berdesak-
desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit.
2) Macam kontainer
Termasuk macam kontainer dsini adalah jenis/bahan kontainer, letak kontainer,
bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air, mempengaruhi nyamuk dalam
pemilihan tempat bertelur.
3) Ketinggian tempat
Variasi ketinggian tempat berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang
diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae.aegypti dan Ae.
albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas
permukaan laut.
4) Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik yang terdiri dari: suhu
udara, kelembapan udara, curah hujan dan kecepatan angina.
a) Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya
menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhu kritis.
Pada suhu yang lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahan dalam arti
lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk
pertumbuhan nyamuk adalah 250C–270C. pertumbuhan nyamuk akan terhenti
sama sekali bila suhu kurang 100C atau lebih dari 400C.
b) Kelembapan nisbi
Kelembapan udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan rumah
menjadi basah dan lembap yang memungkinkan berkembangbiaknya kuman
atau bakteri penyebab penyakit. Kelembaban yang baik berkisar antara 40-70
persen. Untuk mengukur kelembapan udara digunakan hygrometer, yang
dilengkapi dengan jarum penunjuk angka kelembapan relatif.9
c) Curah hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembapan nisbi udara dan tempat perindukan
nyamuk juga bertambah banyak.
14
d) Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembapan dan
suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan
nyamuk. Meskipun kondisi iklim dari suatu daerah berpengaruh terhadap vektor
penyakit, namun karena keterbatasan alat maka pada penelitian ini yang akan
dilakukan pengukuran langsung adalah suhu udara dan kelembapan udara.
b. Lingkungan Biologi
Nyamuk Ae. aegypti dalam perkembangannya mengalami metamorfosis lengkap yaitu
mulai dari telur-larva-pupa-dewasa. Telur Ae. aegypti berukuran lebih kurang 50
mikron, berwarna hitam berbentuk oval menyerupai torpedo dan bila terdapat dalam
air dengan suhu 20-40 oC akan menetas menjadi larva instar 1 akan berkembang terus
menjadi instar II, instar III dan instar IV, kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa
memerlukan waku antara 2-3 hari. Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae.
aegypti sejak dari telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari dan
nyamuk jantan lebih cepat menetasnya bila dibandingkan nyamuk betina. Larva
nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan pada bejana yang terbuat dari metal,
tanah liat, semen, dan plastik. Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD
terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang
mempengaruhi kelembapan dan pencahayaan di dalam rumah. Adanya kelembapan
yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang
disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat.
c. Lingkungan Sosial
Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang memperhatikan
kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan tidur siang,
kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga
pastisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka
akan menimbulan risiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di dalam
masyarakat. Kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk dimana masyarakat sulit
mendapatkan air bersih, sehingga mereka cenderung untuk menyimpan air dalam
tendon/bak air, karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan dibersihkan secara rutin
pada akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti.
15
Faktor Risiko Transmisi Demam Berdarah DengueTransmisi DBD disebabkan adanya interaksi antara virus, nyamuk vektor, manusia,
dan faktor lingkungan (Guzman & Harris, 2015). Berbagai tindakan pencegahan dan
pengendalian vektor DBD sudah banyak dilakukan, namun belum menunjukkan hasil
yang optimal. Upaya mengidentifikasi faktor risiko lokal sangat penting dalam
memastikan tindakan pencegahan ditargetkan secara efisien. Faktor-faktor risiko
tersebut antara lain:
a. Virus DengueSeperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa virus Dengue terdiri dari empat jenis
serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Seseorang yang
terinfeksi satu jenis serotipe Dengue akan memberikan kekebalan terhadap serotipe
tersebut, namun tidak untuk serotipe lainnya. Sebagian besar kasus DBD/Dengue
Syock Syndrom (DSS) terjadi pada penderita yang mengalami infeksi sekunder
Dengue. Faktor virulensi virus Dengue berperan penting dalam patogenitas DBD/DSS
(McBridea & Ohmann, 2000).
b. Nyamuk VektorDemam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang disebabkan
oleh virus Dengue melalui perantara nyamuk Aedes. Kemampuan nyamuk menjadi
vektor penyakit berkaitan dengan kepadatan populasi dan aktivitas nyamuk menghisap
darah inang (host) (Syahribulan et al., 2012). Sesudah melakukan kegiatan mencari
darah host, nyamuk memerlukan tempat beristirahat. Nyamuk beristirahat pada
tempat-tempat yang sepi, gelap, dingin, dan basah (Sumantri, 2015). Beberapa
penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan resting
place di dalam dan diluar rumah dengan kejadian DBD (Rianasari et al., 2016;
Salawati, Astuti, & Nurdiana, 2010). Aktivitas menghisap darah oleh nyamuk betina
diperlukan untuk proses pematangan telur demi kelanjutan generasi nyamuk
selanjutnya. Nyamuk Aedes memiliki kemampuan terbang dengan jarak 40-100 m
(Ditjen-P2MPL, 1999). Oleh karena itu pemeriksaan lingkungan dengan radius
tersebut penting diketahui dengan tujuan menentukan luas wilayah pengendalian
vektor untuk melindungi penduduk dari transmisi penyakit (Sumantri, 2015).
Kepadatan populasi nyamuk Aedes yang diukur melalui kepadatan larva dan jumlah
kontainer sangat nyata pengaruhnya terhadap kasus penularan DBD (Suwarja, 2007).
16
Dalam program pengendalian DBD, survei larva yang biasanya dilakukan adalah
dengan cara visual. Cara tersebut bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya larva
pada setiap TPA yang diperiksa. Indeks entomologi yang umum digunakan untuk
pemantauan tingkat kepadatan larva nyamuk Aedes, yaitu House Index (HI), Container
Index (CI), dan Breteau Index (BI) (WHO, 2011).
Perumusan masalah
Dalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN
dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi
keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu faktor risiko kesakitan DBD.
Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang
menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh
Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam gerakan 1 Rumah 1 Jumantik,
diharapkan adanya upaya survailans dan pemberantasan vektor serta pelaporan
kasus DBD secara aktif oleh masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu,
peran lintas sektor dan program kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan
sangat dibutuhkan dalam rangka pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya
pengendalian vektor dan deteksi dini kasus DBD.
Pertanyaan penelitian
1. Apakah Definisi Operasional (DO) Program Gerakan 1R1J disemua tingkatan
sudah tepat?
2. Bagaimana pelaksanaan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten, Puskesmas dan
di masyarakat?
3. Apakah sinkronisasi kegiatan antar program sudah berjalan/terkoordinasi
(surveilans, pemberantasan vektor dan Program Pengendalian Penyakit)?
4. Apakah surveilans vektor disemua tingkatan sudah dilakukan dengan sesuai
SOP?
5. Apakah pelaksanaan Program Gerakan 1R1J sudah berjalan dimasyarakat
secara terus menerus dan berkesinambungan?
6. Apakah sudah ada sistem pelaporan secara cepat?
7. Bagaimana analisis hasil pelaksanaan 1R1J?
17
HipotesaHipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J
pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol”.
1.2 Tujuan Penelitian1.2.1 Tujuan Umum :Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program
Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan
penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan
kegiatan Jurbastik agar derajat kesehatan masyarakat meningkat.
1.2.2 Tujuan Khusus:1. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah.
2. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat masyarakat (rumah
tangga).
3. Menggalang partisipasi aktif kerjasama antara masyarakat – petugas kesehatan
dan tokoh masyarakat setempat dalam menanggulangi DBD di wilayahnya.
4. Memperkuat sumberdaya setempat, tokoh masyarakat setempat, saluran
komunikasi setempat dalam rangka menanggulangi DBD melalui kegiatan 1R1J
dengan peran sebagai jurbastik.
5. Pengembangan aplikasi daring dalam system pelaporan program jurbastik.
1.3 Manfaat PenelitianSebagai bahan pengambil kebijakan untuk menentukan model penerapan program
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik dalam
upaya pemberantasan DBD.
1.4 HipotesisHipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J
pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol”.
18
BAB II METODE PENELITIAN
2.1 Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Teori
Lingkungan- Intensitas cahaya- Keberadaan, rimbunan dan tinggi tanaman- Tempat Penampungan Air (TPA)- Kepadatan penduduk
Iklim- Curah hujan- Suhu- Kelembapan
Nyamuk Aedes sp- Kepadatan nyamuk- Kepadatan jentik- Tempat
perkembangbiakan- Kesenangan
menggigit(feedinghabits)
- Keberadaan restingplaces
- Jarak terbang (flightrange)
Virus DengueSerotipe virusdengue
Penduduk- Umur- Jenis kelamin- Status gizi- Imunitas- Pendidikan- Perilaku PSN (menguras,
menutup, memanfaatkanbarang bekas, menaburlarvasida, menggunakan antinyamuk, memelihara predatorlarva, menanam tanamanpengusir nyamuk, mengaturventilasi rumah, menghindarimenggantung pakaian)
TRANSMISI DBD
Sumber : Guzman & Haris, 2015,McBridea&Ohman, 2000; Syahribulan et al.,2012; Sumantri, 2015; Kumar et.al, 2016;Ditjen P2MPL, 1999; Khormi, 2013; Morin et al2013.
19
2.2 Kerangka Konsep
Pre intervensi Post Intervensi
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, bahwa output yang diharapkan adalah ABJ
lebih dari 95% dan tidak ditemukan kasus indigenous, ini adalah angka capaian yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan indikator capaian 1R1J. Disain
Dalam penelitian ini adalah quasi experimental with control, dengan mengukur
variabel-vriabel sebelum dan setelah intervensi. Pengumpulan data Dilakukan dengan
mix methode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Untuk mendapatkan angka tersebut
diperlukan beberapa indicator yang harus diukur. Pengumpulan data kuantitatif
dilakukan kepada petugas kesehatan dan masyarakat untuk mengetahui
Pengetahuan, Sikap dan perilaku terhadap program gerakan 1R1J. Pengukuran
indeks entomologi (HI, CI, BI) dan ABJ. Sedangkan pengumpulan data kualittif
dilakukan wawancara mendalam terhadap pemerintah daerah, pemegang program,
Petugas Puskesmas, Kader dll, diantaranya penggalian informasi terkait adanya SK
1R1J, Norma Standart Pedoman dan Kriteria (NSPK), Pelaksanaan PSN, Petunjuk
teknis IRIJ, SOP dan sistem penganggaran. Pada penelitian ini model intervensi yang
dilakukan adalah peningkatan fungsi Jumantik menjadi JURBASTIK (juru pembasmi
Data Kuantitatif(Masyarakat &Petugas):1. Pengetahuan,
sikap danperilakuterhadap 1R1J
2. Indeksentomologi (HI,CI, BI)
Data Kualitatif(Petugas):1. Pelaksanaan
sosialisasi 1R1J(SK)
2. KeberadaanNSPK (Pedoman1R1J)
3. SOP 1R1J4. Pendanaan
ABJ
Data Kuantitatif(Masyarakat &Petugas):3. Pengetahuan,
sikap danperilakuterhadap 1R1J
4. Indeksentomologi (HI,CI, BI)
Data Kualitatif(Petugas):5. Pelaksanaan
sosialisasi 1R1J(SK)
6. KeberadaanNSPK (Pedoman1R1J)
7. SOP 1R1J8. Pendanaan
ABJ
1. Pelatihan Jurbastik2. Pendampingan
P A R(PartisipatoryAction Research)
20
jentik) pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Metode yang digunakan dengan
pendekatan metode PAR (Participating Active Research) yaitu berdasarkan lokal
spesifik ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan pendekatan dari masyarakat
itu sendiri dimana dilakukan pelatihan dan pendampingan sehingga dapat mengatasi
masalah di wilayahnya.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai ABJ > 95%. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah:
Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J
Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp
2.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 11 bulan mulai bulan Januari-November 2019, lokasi
penelitian yaitu Kabupaten Poso (Provinsi Sulawesi Tengah) dan Kabupaten Maros
(Provinsi Sulawesi Selatan). Penentuan wilayah penelitian berdasarkan pada angka
Incidence Rate (IR) yang tinggi tahun 2017, serta telah melakukan program 1R1J.
2.4 Disain penelitianDesain penelitian quasi experimental with control digunakan untuk mengetahui apakah
model implementasi 1R1J (jurbastik) mempunyai pengaruh terhadap partisipasi
anggota rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan uji coba dengan perlakuan dan
kontrol pada dua kelompok masyarakat yang relatif sama
2.5 Populasi dan sampelPopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah anggota masyarakat yang menempati
rumah/bangunan di lingkungan RW lokasi penelitian yang berada di Kabupaten Poso
dan Kabupaten Maros
SampelSampel dalam penelitian ini adalah penghuni rumah/bangunan yang
ditunjuk/bertangungjawab melakukan kegiatan 1R1J di tiap rumah/bangunan, sampel
berasal dari semua rumah/bangunan di lingkungan RW di Kabupaten Poso dan
Kabupaten Maros.
21
2.6 Besar SampelBesar sampel yang digunakan berdasarkan uji hipotesis beda dua populasi
(Lemeshow, 1997) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
n : Besar sampel minimal
Z 1-α/2 : Nilai distribusi normal standar pada α = 0,05 (95%) =1,96
Z 1-ᵦ : Nilai distribusi normal standar pada kekuatan uji 1-ᵦ = 90 % = 1,28
α : Derajat kemaknaan (Kesalahan menolak Ho yang benar) = 0,05
ᵦ : Kesalahan tidak menolak Ho padahal Ho salah= 0,05
P1 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kasus DBD di Lombok sebagai
daerah 1R1J = 0,47 (Roy Nusa, dkk, 2015)
P2 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kontrol diperoleh dari 0,47 – 0,2=
0,27P̅ : Proporsi rata-rata kedua kelompok, karena belum ditemukan referensi untuk
perhitungan proporsi kelompok kedua, maka peneliti mengganggapperbedaan proporsi antar kedua kelompok sebesar 20% (0,2)
Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah sampel adalah 134 responden
ditambahkan 10% didapatkan 147 responden dan dibulatkan menjadi 150 untuk
kelompok intervensi dan 150 responden untuk kelompok kontrol, sehingga jumlah total
sampel adalah 300 responden.
2.7 Cara Pemilihan/Penarikan SampelPengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (multistage sampling), dengan
tahapan sebagai berikut :
Di masing-masing provinsi akan ditentukan 2 kabupaten/kota dengan jumlah kasus
DBD tertinggi tahun 2017. Pada masing-masing kabupaten yaitu Kabupaten Poso
dan Kabupaten Maros ditentukan 1 kecamatan yaitu Kecamatan Poso Kota
Selatan (Kabupaten Poso) dan Kecamatan Turikale (Kabupaten Maros).
Kecamatan terpilih selanjutnya dibagi menjadi dua kelurahan. Untuk Kabupaten
Poso, Kecamatan Poso Kota Selatan dengan 2 kelurahan yaitu Kelurahan Kawua
22
(wilayah intervensi) dan Kelurahan Sayo (wilayah kontrol). Untuk Kabupaten
Maros, Kecamatan Turikale dengan 2 kelurahan yaitu Kelurahan Adatongeng
(wilayah intervensi) dan Kelurahan Turikale (wilayah kontrol). Penentuan rumah
yang disurvei dilakukan secara random sampling
2.8 Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria Inklusi
- Rumah tinggal dihuni oleh satu atau lebih rumah tangga atau keluarga yang
terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga.
- Bersedia ikut serta dalam penelitian.
- Sehari-harinya ada anggota keluarga dewasa yang ada di rumah.
Kriteria Eksklusi- Tempat tinggal merupakan rumah petak dengan sewa bulanan (tempat kos).
- Rumah sedang direnovasi atau dalam waktu dekat akan direnovasi.
2.9 Variabel dan Definisi OperasionalVariabel PenelitianVariabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai ABJ > 95%.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
- Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J
- Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp
Definisi Operasional variabel- Gerakan 1R1J adalah: suatu program gerakan satu rumah satu Jumantik di
masyarakat, dimana anggota keluarga berperan sebagai juru pemantau jentik.
- Rukun warga/RW adalah : satuan organisasi masyarakat non formal di bawah
lingkungan desa/kelurahan.
- Rumah/bangunan: ruangan dengan bentuk fisik yang dibatasi dinding dan
memiliki atap untuk tempat tinggal/beraktifitas manusia.
2.10 Instrumen Pengumpulan Data
Data pre (sebelum intervensi)Dilakukan pengumpulan data pre yaitu sebelum kegiatan intervensi
sebagai baseline data pada seluruh wilayah yang terpilih sebagai daerah
penelitian baik daerah intervensi maupun kontrol. Pada daerah kontrol
23
dilakukan sosialisasi sesuai dengan yang diterapkan oleh Program (Subdit
Arbovirosis) namun tidak dilakukan pendampingan seperti yang dilakukan pada
daerah intervensi.
Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat
Dilakukan wawancara terhadap orang dewasa yang ada di rumah sampel
terpilih berpedoman pada kuesioner terstruktur.
Wawancara berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan atau
kebiasaan yang dilakukan sehari-hari berkaitan dengan surveilans vektor dan
kasus DBD serta pelaksanaan pengendalian vektor. Hasil wawancara ditulis
pada lembar jawaban yang dibuat terpisah dari kuesioner.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.
b. Pengamatan (surveilans) jentik nyamuk Aedes spp oleh masyarakat
Kepada responden yang sama dengan wawancara PSP, ditanyakakan
apakah ada ART yang biasa mengamati keberadaan jentik nyamuk Aedes
pada kontainer yang ada di dalam dan luar rumah.
Kalau ada, apakah biasa dicatat. Kalau biasa dicatat, maka dilihat catatannya.
Bagaimana tindakan selanjutnya?
Hasil pengamatan dilacatat pada format pengumpulan data.
c. Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp
Dilakukan pengamatan keberadaan jentik nyamuk Aedes spp pada kontainer
di dalam dan luar rumah dengan single method. Pengamatan dilakukan pada
pre dan post.
Dilakukan identifikasi spesies Aedes sp
Di setiap rumah sampel, dilakukan pencatatan jumlah kontainer yang berisi air
di dalam dan di luar rumah. Hasil pengamatan dicatat pada format
pengumpulan data.
Instrumen yang digunakan adalah perlengkapan survai jentik, formulir/format
isian dan kuesioner.
IntervensiPada penelitian ini intervensi yang dilakukan adalah penerapan program JURBASTIK
pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik melalui pembinaan kepada Jumantik Rumah dan
Jumantik Lingkungan oleh kader/Koordinator Jumantik, Metode intervensi yang
24
dilakukan adalah dengan pendekatan metode Participatory Active Research (PAR ),
cara yang dipakai dalam mengumpulkan informasi berdasarkan pada keinginan dan
kehidupan masyarakat setempat. PAR lebih focus pada ‘proses’ mengetahui
pengetahuan masyarakat dan menekankan pada keterlibatan masyarakat setempat di
semua bagian penelitian (Koning, Martin, 1996), yaitu menerapkan model intervensi
berdasarkan lokal spesifik ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan
pendekatan dari masyarakat itu sendiri (Community-based intervention by using
bottom-up planning).
Adapun tahapan penelitian sebagai berikut :
a. Rekrutmen Koordinator 1R1J (Jurbastik) serta Supervisor
Akan dilakukan rekrutmen Koordinator Jumantik yang berasal dari anggota
masyarakat setempat serta kader kesehatan yang sudah ada, Jumlah kader yang
akan direkrut berdasarkan jumlah keluarga di masing-masing RT lokasi intervensi
penelitian dengan perbandingan seorang Koordinator Jumantik untuk membina
maksimal sebanyak 10 keluarga/TTU/TTI. Koordinator Jumantik yang direkrut
berasal dari RT yang sama dengan keluarga binaannya. Selanjutnya di masing-
masing RW akan direkrut seorang Supervisor Jumantik yang merupakan anggota
Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk
melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan
RT.
b. Pelatihan Koordinator Jurbastik serta Supervisor
Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik yang sudah direkrut selanjutnya
dilatih berkaitan dengan penanggulangan DBD, surveilans vektor dan kasus DBD
serta pembinaan keluarga Tim pelatihan terdiri dari lintas sektoral tingkat
kabupaten/kota, lintas sektoral tingkat kecamatan serta tim peneliti.
c. Pembuatan sistem aplikasi daring dalam pelaporan 1R1J.
Pembuatan sitem pelaporan secara elektronik bertujuan untuk memudahkan dan
mempercepat laporan hasil pelaksanaan 1R1J kepada koordinator, supervisor,
Puskesmas, sampai ke pemegang program di tingkat Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota
d. Sosialisasi RW
Sosialisasi diawali dengan pemaparan dan pemicuan tentang permasalahan DBD di
wilayah RW lokasi intervensi dan wilayah kontrol penelitian serta penyebabnya
berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Selanjutnya kader dan perwakilan
masyarakat di daerah perlakuan melakukan diskusi membahas permasalahan DBD
25
untuk mencari solusi bersama. Dalam diskusi juga dicari kesepakatan dari warga
berkaitan dengan surveilans vektor dan kasus DBD serta pemberantasan vektor
secara bersama-sama. Selain itu juga akan dilakukan pembentukan Jumantik di
setiap rumah yang bertugas mengamati keberadaan jentik /pupa di rumah masing-
masing serta bertanggungjawab pada pemberantasannya.
e. Pendampingan untuk pembinaan keluarga binaan oleh kader/lintas sektor/ tim
peneliti Setiap bulan, selama 5 bulan intervensi, dilakukan pembinaan oleh kader
terhadap keluarga binaannya berkaitan dengan pemberantasan vektor DBD, active
case finding dan deteksi dini kasus DBD. Sedangkan pembinaan oleh lintas sector
kota maupun kecamatan serta tim peneliti dilakukan setiap bulan. Selama periode
pembinaan, juga dilakukan pengamatan terhadap kinerja kader keadaan lingkungan
oleh peneliti dan lintas sektoral kabupaten dan kecamatan.
f. Pembuatan buku saku.
Sebagai bahan pembinaan dan pedoman pelaksanaan surveilans vektor dan kasus
DBD serta pemberantasan vektor, maka akan dibuat buku saku yang berisi :
Pengertian Demam Berdarah Dengue, Pengendalian Vektor Terpadu, Cara-cara
melakukan pengendalian jentik, dengan PSN. Buku saku tersebut akan dibagikan
kepada lintas sektoral tingkat kota dan kecamatan, kader kesehatan serta warga
masyarakat binaan.
KontrolPada wilayah kontrol tetap dilakukan sosialisasi 1R1J yang selama ini dilakukan
oleh program pengendalian DBD, dan dilakukan pengukuran untuk Pengetahuan
Sikap dan Perilaku masyarakat terhadap program pengendalian vektor dan survei
vektor
2.11 Bahan dan Prosedur Pengumpulan DataBahan
Pengumpulan data sekunder, kualitatif dan kuantitatif : Alat tulis, pedoman
panduan wawancara mendalam, kuesioner terstruktur, pedoman pengisian kuesioner,
recorder, alat tulis, map plastik, flash disk. Pengumpulan data vektor : Senter, pipet
plastik, botol jentik, plastik, sarung tangan, selang, formulir, alat tulis
Cara Pengumpulan Data
Penentuan lokasi penelitian
26
Penentuan lokasi penelitian yaitu provinsi dan kabupaten/kota yang telah
melakukan 1R1J, data tersebut didapatkan dari Subdit Arbovirosis Ditjen P2P.
Untuk selanjutnya tim peneliti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan
Provinsi/kabupaten/kota dan puskesmas setempat untuk menentukan 2
RW/kampung dalam kecamatan yang berbeda untuk dipilih sebagai daerah
perlakuan dan kontrol. Setelah lokasi penelitian diperoleh, ditentukan pemilihan
secara acak untuk menentukan lokasi perlakuan dan kontrol.
Selain itu juga akan dilakukan pengurusan perizinan penelitian dari pemerintah
kabupaten/kota setempat
Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder meliputi, kejadian kasus DBD dalam 3 tahun
terakhir yaitu 2016, 2017 dan 2018, yang diperoleh dari Dinas Kesehatan,
Rumah Sakit dan Puskesmas. Data sekunder yang di perlukan antara lain,
mengenai kapan mulai melakukan 1R1J, cakupan kegiatan 1R1J, laporan
kegiatan 1R1J, kegiatan surveilans vektor oleh program/Puskesmas, nilai ABJ,
sumber dana 1R1J.
Rekrutmen supervisor jumantik, Koordinator dan petugas survei :
a. Supervisor Jumantik direkrut 1 orang di setiap RW, berasal dari anggota
POKJANAL DBD RW setempat, atau orang yang ditunjuk oleh Kepala
Desa/Lurah/Ketua RW.
b. Rekrutmen Koordinator Jumantik dilakukan pada 2 kecamatan di setiap
kabupaten/kota, masing-masing sebagai wilayah intervensi dan kontrol.
Setiap kecamatan dipilih 1 RW sebagai wilayah intervensi dan kontrol. Di
masing-masing RW akan direkrut 40 orang Koordinator Jumantik yang
merupakan kader kesehatan atau orang yg dipilih berasal dari masing-
masing RT. Maka di setiap kabupaten/kota akan direkrut 80 orang per
provinsi.
c. Petugas survai atau enumerator adalah peneliti dan jika jumlah peneliti tidak
memadai maka direkrut beberapa orang yang di rekrut dan dilatih. Di setiap
kabupaten/kota dibutuhkan petugas survai masing-masing 4 orang per
provinsi.
Pendataan Rumah Tangga, TTU dan TTI
Untuk mengetahui jumlah sasaran pembinaan, dilakukan pendataan seluruh
rumah tangga (ruta), tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat institusi
27
(TTI) di lokasi penelitian. Pendataan di daerah intervensi akan dilakukan oleh
kader yang baru selesai dilatih, sedangkan di daerah pembanding akan
dilakukan oleh petugas Puskesmas setempat.
Pengumpulan data secara kualitatif (Sebelum intervensi)
Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan indepth
interview di level stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi, Kabupaten,
Puskesmas, Tokoh Masyarakat dan Kader. Beberapa pertanyaan diantaranya
adalah :
- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di tingkat provinsi, kabupaten,
kecamatan, puskesmas maupun masyarakat
- Apakah ada pelatihan terhadap gerakan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten,
kecamatan, puskesmas maupun masyarakat,
- Apakah terdapat sumber anggaran untuk kegiatan 1R1J,
- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J
- Apakah kegitan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat
- Berapa nilai ABJ di wilayahnya
- Dsb
Pengumpulan data secara kuantitatif (Sebelum intervensi)
Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dilakukan di
masyarakat yang meliputi : Partisipasi anggota rumah tangga dalam
pelaksanaan program 1R1J
Wawancara dilakukan kepada penghuni yang ditunjuk/bertanggungjawab
melaksanakan kegiatan 1R1J di setiap rumah/bangunan. Sebelum pelaksanaan
wawancara, pewawancara memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan
wawancara. Responden diminta untuk membaca dan menandatangani formulir
PSP (Terlampir formulir PSP pada Lampiran). Beberapa pertanyaan
diantaranya:
- Karakteristik responden : Umur, pendidikan, jenis kelamin
- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di RW setempat/Puskesmas
- Apakah ada pelatihan gerakan 1R1J di RW setempat/Puskesmas
- Siapakah dalam rumah tangga yang ditunjuk sebagai Jurbasttik?
- Berapa kali dalam seminggu dilakukan pemeriksaan jentik di rumah oleh
jumantik keluarga?
- Bagaimana perlakuan jika ditemukan jentik pada tempat penampungan air
28
- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J
- Apakah kegiatan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh keluarga
- Dsb
Pengumpulan data vektor (Sebelum intervensi)
Pelaksanaan koleksi jentik vektor DBD dilakukan surveyor, kader/jumantik .
Sebelum pelaksanaan koleksi jentik dilakukan sosialisasi cara pengumpulan
jentik pada lokasi penelitian. Sosialisasi dilakukan dengan membagikan
lembaran/SOP yang berisi program 1R1J dan cara penangkapan jentik. Survei
jentik dilakukan pada 120 rumah dari 1 RW untuk wilayah intervensi maupun
kontrol. Survei jentik dilakukan pada semua kontainer/TPA maupun tempat yang
berpontensi sebagai perkembangbiakan jentik Ae. aegypti . Di setiap rumah
sampel akan dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer berisi air yang
positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang ditemukan.
Pelatihan Supervisor Jumantik, Koorinator Jumantik dan Petugas Survei
Pelatihan akan dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota dengan peserta
latih 40 orang Koordinator Jumantik, 2 orang Supervisor Jumantik serta 5 orang
petugas survai per kabupaten/kota. Tim pelatih adalah tim peneliti dan lintas
sektoral tingkat kabupaten/kota dan kecamatan setempat.
Pengamatan, Pembinaan dan Pendampingan
Sebagai bagian dari intervensi akan dilakukan pengamatan, pembinaan dan
pendampingan tentang pelaksanaan kesepakatan yang dibuat dalam
sosialisasi 1R1J (Jurbastik). Pembinaan dan pengamatan dilakukan oleh
Koordinator Jumantik, Supervisor Jumantik, lintas sektoral tingkat kecamatan
dan tingkat kabupaten/kota, serta tim peneliti.
Pengamatan dan pembinaan oleh Koordinatror Jumantik dilakukan terhadap
ruta dan TTU/TTI yang menjadi binaannya masing-masing dengan cara
melakukan kunjungan rumah setiap 2 minggu, sementara tim peneliti akan
mendampingi setiap 1 bulan sekali. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
kondisi lingkungan dalam dan luar rumah serta mengecek keberadaan
larva/pupa nyamuk vektor DBD serta ada tidaknya anggota ruta yang sakit
DBD (selama masa pengamatan). Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan
individu sesuai dengan keadaan hasil pengawasan. Pembinaan dilakukan
selama 4 bulan bulan berturut-turut.
Post (sesudah intervensi).
29
Setelah selesai 4 bulan pembinaan di daerah perlakuan, pada bulan ke tujuh
dilakukan pengumpulan data setelah intervensi pada sampel yang sama
dengan pengumpulan data sebelum intervensi.
Data yang dikumpulkan dan metode pengumpulannya adalah sama seperti
kegiatan sebelum intervensi baik pada daerah kontrol maupun daerah
intervensi.
2.12 Manajemen dan Analisis DataManajemen DataData hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik
Data rumah/bangunan anggota masyarakat yang mengumpulkan nyamuk/jentik dientri
pada lembar kerja elektronik, dicatat waktu penyerahannya kepada petugas.
Analisis DataData terkumpul pada kegiatan pre dan post, akan dianalisis sesuai dengan kebutuhan
masing-masing jenis survai yang dilakukan.
Pada data sebelum dan data setelah intervensi, dilakukan dua jenis pengolahan data,
yaitu data di setiap rumah sampel serta data secara keseluruhan setiap daerah
penelitian.
a. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.i. Pembobotan
Setiap jawaban benar dari setiap responden pada item pertanyaan pengetahuan,
sikap dan perilaku masing-masing diberi nilai 1, apabila salah diberi nilai 0.
Selanjutnya, angka jawaban dikali dengan pembobotan, yaitu jawaban pada item
pengetahuan diberi pembobotan 1, item sikap diberi pembobotan 2, dan item
perilaku diberi pembobotan 3.
ii. Status PSP
Nilai hasil pembobotan pada pertanyaan item pengetahuan, item sikap dan item
perilaku selanjutnya dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai maksimal yaitu
nilai apabila jawaban betul semua.
Dari hasil perbandingan ini dapat ditentukan status PSP setiap responden, yaitu
status BAIK apabila nilainya >80% dibandingkan nilai maksimal, dan status
BURUK apabila nilainya <80% dibandingkan nilai maksimal.
iii. Penilaian
30
Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan
status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.
Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan
status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.
b. Kegiatan Surveilans vektor yang dilakukan oleh masyarakati. Status pelaksanaan kegiatan surveilans yang dilakukan oleh masyarakat
Surveilans vektor oleh keluarga dilakukan setiap minggu. Selama 6 bulan
pembinaan, pengamatan oleh keluarga setidaknya dilakukan 5 bulan kali 4
minggu yaitu 20 kali, karena pada bulan pertama merupakan awal
pembinaan.
Berdasarkan catatan di masing-masing keluarga, dihitung jumlah kegiatan
pengamatan yang dilakukan dan dicross check pada rekapan yang ada di
kader pembinanya. Apabila jumlahnya >20 kali, statusnya dilaksanakan terus
menerus, dan apabila jumlahnya <20 kali maka statusnya dilaksanakan tidak
terus menerus.
ii. Penilaian
Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status pelaksanaan kegiatan
surveilans yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu 0 apabila dilaksanakan
terus menerus dan 1 untuk status dilaksanakan tidak terus menerus.
Dihitung jumlah dan persentasi keluarga dengan status dilaksanakan terus
menerus dan status dilaksanakan tidak terus menerus pada data hasil pre
dan data hasil post. Selanjutnya data pre dan data post dibandingkan serta
dihitung besarnya kenaikan atau penurunan status dilaksanakan terus
menerus.
c. Keberadaan larva/pupa nyamuki. Keberadaan larva/pupa nyamuk Aedes spp
Berdasarkan data hasil survai keberadaan larapa/pupa nyamuk Aedes spp,
pada setiap rumah sampel dilakukan pemberian kategori yaitu TIDAK ADA
(diberi tanda TA) dan ADA (diberi tanda A). Selanjutnya dilakukan skoring
yaitu 0 pada rumah responden dengan kategori TA, dan 1 untuk kategori A.
Selanjutnya, dihitung jarak keberadaan jentik Aedes spp antara data post test
dengan pretes untuk keperluan analisa data, dengan rumus skore post test –
skore pre. Hasilnya adalah :
31
Bila skore pre 0 dan jarak 0, diberi nilai 0
Bila skore pre 0 dan jarak 1, diberi nilai 1
Bila skore pre 1 dan jarak -1, diberi nilai 0
Bila skore pre 1 dan jarak 0, diberi nilai 1
ii. Menghitung angka entomologi
Di setiap rumah sampel dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer
berisi air yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang
ditemukan.
Rumusnya adalah :
CI = Jumlah kontainer positif jentik X 100Jumlah kontainer diperiksa
Secara keseluruhan di setiap daerah penelitian, selain dihitung kontainer
indeks, juga dihitung house indeks (HI), bretau index (BI) dan angka bebas
jentik (ABJ).
Rumusnya adalah :
HI =Jumlah rumah positif jentik
X 100Jumlah rumah diperiksa
BI = Jumlah kontainer positif jentik X 100Jumlah rumah diperiksa
ABJ = Jumlah rumah yang tidak diperoleh jentik X 100Jumlah rumah diperiksa
32
III. HASIL PENELITIAN
3.2. Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan3.2.1. Gambaran Umum Kabupaten Maros3.2.1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Maros merupakan salah satu diantara 24 kabupaten/kota
di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan luas wilayah 1.619,12 km² yang secara
administrasi pemerintahnya menjadi 14 Kecamatan dan 103 Desa/ Kelurahan.
Letak astronomis Kabupaten Maros adalah 40º45’-50º07’ Lintang Selatan dan
109º205’-129º12’ Bujur Timur. Secara geografis daerah ini terdiri dari 10% (10
desa) adalah pantai, 5% (5 desa) adalah kawasan lembah, 27% (28 desa)
adalah lereng/ bukit dan 58% (60 desa) adalah dataran.1 Iklim Kabupaten
Maros tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata sekitar 284,5
mm setiap bulannya, dengan jumlah hari hujan berkisar 185 hari selama
Tahun 2018, dengan rata-rata suhu udara minimum 24,25C dan rata-rata
suhu udara maksimum 31,39°C.2
Secara administrasi, batas wilayah Kabupaten Maros adalah sebagai
berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Bone
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kota
Makassar
- Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar
Kabupaten Maros merupakan wilayah yang berbatasan langsung
dengan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, dalam hal ini adalah Kota
Makassar dengan jarak kedua kota tersebut berkisar 30 km dan sekaligus
terintegrasi dalam pengembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata 3.
Kondisi ini membuat mobilisasi warga Kabupaten Maros lebih condong ke
arah perkotaan, sekaligus sebagai daerah penyangga antara ibu kota provinsi
dan kabupaten lain yang melewati Kabupaten Maros.
33
Gambar 3. Peta Wilayah Kabupaten Maros
Wilayah penelitian meliputi dua kelurahan di Kecamatan Turikale, yaitu
Kelurahan Adatongeng (daerah intervensi) dan Kelurahan Turikale (daerah
kontrol). Kelurahan Adatongeng dan Turikale merupakan kelurahan yang
telah mendapatkan sosialisasi mengenai G1R1J di Kabupaten Maros.
3.2.1.2. Besaran Masalah DBD Selama Lima Tahun Terakhir
Kasus DBD selama lima tahun terakhir di Kabupaten Maros
berfluktuasi dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, namun cenderung
turun di dua tahun terakhir. Jumlah kasus DBD menurut data Dinkes
Kabupaten Maros tahun 2019 sampai dengan bulan Agustus lebih tinggi dari
tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena curah hujan yang cenderung
lebih lama dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Genangan air di
34
beberapa tempat pada saat pergantian musin juga menjadi salah satu
penyebab tingginya kasus DBD di Kabupaten Maros.
“Tingginya kasus kematian DBD tahun 2018, sebanyak 6 orang,menunjukkan bahwa berlatar pada perubahan iklim atau pergantianmusim dari musim panas ke musim hujan, demikian juga kasuskematian tahun 2019. Perubahan langsung berdampak pada daerahtertentu terjadi genangan air yang menjadi tempat bersarangnya jentik-jentik nyamuk, akibatnya beberapa warga masyarakat terpaparkematian.” (Informan 2, Dinkes Kabupaten).
Gambar 4. Kasus DBD Lima Tahun Terakhir Kabupaten Maros.
3.2.1.3. Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh ProgramBerdasarkan hasil wawancara di tingkat provinsi dan kabupaten,
pengendalian DBD di semua wilayah Sulawesi Selatan termasuk Kabupaten
Maros masih menggunakan metode pengasapan (fogging) disertai dengan
PSN dan peran aktif masyarakat melalui kerja bakti. Selain pengasapan,
langkah pencegahan lainnya yang dilakukan yaitu sosialisasi bahaya jentik
nyamuk melalui penyuluhan ke masyarakat, serta kerja bakti membersihkan
lingkungan sekitar. Implementasi program pencegahan dan pemberantasan
DBD yang disampaikan informan dijelaskan secara terurai mengatakan:
449397
634
253
188133.8
177.0 184.9
73.0 53.7
0
100
200
300
400
500
600
700
2014 2015 2016 2017 2018
Kasus IR
35
“bahwa program pencegahan dan pemberantasan, fokusnyapenanggulangan vektor, di masing-masing kabupaten/kota, namunprogram tersebut belum berjalan sesuai harapan, karena masihditemukan kasus DBD dibeberapa daerah … Jika ditemukan kasusDBD dan dianggap berbahaya bagi masyarakat setempat, makatindakan pencegahannya adalah pengasapan (fogging). “ (Informan 2,Dinkes Provinsi)
3.2.2. Program Gerakan 1R1J di Tingkat Pemerintah Kabupaten Maros3.2.2.1. Definisi Gerakan 1R1J
Pengetahuan mengenai G1R1J di tingkat pemerintahan, mulai dari
Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke
Puskesmas sudah cukup bagus. Pengetahuan mengenai kegiatan maupun
pihak-pihak yang berkepentingan mengenai G1R1J juga dijelaskan dengan
sangat baik, meskipun implementasinya di masyarakat belum maksimal.
“Mewaspadai jentik-jentik nyamuk dan melakukan pembersihan titikjentik nyamuk satu kali perminggu, seperti apa itu, bak air, dispencer,kaleng kosong, selanjutnya mengisi kartu kontrol dari koordinatorjumantik, dan tercatat dalam kartu kontrol setiap ada temuan jentik didalam rumah.” (Informan 2, Dinkes Provinsi).
3.2.2.2. Keberadaan Gerakan 1R1J di Wilayah PenelitianBerdasarkan hasil wawancara dengan informan, dapat dikatakan
implementasi program G1R1J telah dilaksanakan sejak tahun 2017 di provinsi
Sulawesi Selatan, termasuk di Kabupaten Maros. Meskipun dalam
pelaksanaannya pihak-pihak yang terlibat belum efisien, atau tidak maksimal,
karena ada diantara mereka sepenuhnya tidak menguasai permasalahan,
termasuk upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) atau upaya
menurunkan angka bebas jentik (ABJ). Diawali dengan penggalian informasi
mengenai kebijakan G1R1J tentang pelaksanaan pencegahan dan
pemberantasan Deman Berdarah Dengue (DBD), sebagaimana kutipan hasil
wawancara dengan informan pada tanggal 10 Mei 2019, sebagai berikut:
“ Program pencegahan dan pemberantasan DBD, di Provinsi SulawesiSelatan, dimulakan sejak tahun 2017, namun program tersebut belumterlaksana maksimal, karena masih ditemukan kasus-kasus DBDdiberbagai daerah. (Informan 1, Dinkes Provinsi).
Pelaksanaan program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik untuk wilayah
Kabupaten Maros baru sebatas sosialisasi untuk pengelola DBD Puskesmas
dan pengelola P2B dengan narasumber dari Dinkes Provinsi dan Dinas
36
Kesehatan Kabupaten Maros sebagai pelaksanana kegiatan. Materi pelatihan
dan sosialisasi diberikan secara umum terkait DBD, belum dikhususkan untuk
G1R1J. Pelaksanaan G1R1J di lapangan masih sebatas penyuluhan dan
survey jentik. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan informan
Dinkes Kabupaten Maros dan Puskesmas:
… waktu pelatihan tahun 2017 satu kali, Agustus 2018, dan Maret 2019,Narasumber pengelola DBD tingkat provinsi Sulawesi Selatan, pelatihantemuan kasus, survey jentik berbasis android, waktunya satu hari.”(Informan 2, Dinkes Kabupaten).
… “sosialisasinya secara holistic, materinya pencegahan danpenanggulangan DBD melalui prosedur diperiksa oleh dokter, rekap danlaporannya secara tertulis tiap bulan.”… penyuluhan, lanjut diberikan abate tiap rumah, larfasida, dan foggingtiap bulan, fokus daerah perumahan yang terpapar DBD, bantuan dariDinkes Kabupaten Maros.” (Informan 2, Puskesmas).
3.2.3. Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat Kabupaten Maros3.2.3.1. Wilayah Intervensi (Kelurahan Adatongeng)
Karakteristik Responden
Responden yang diwawancarai di Kelurahan Adatongeng kebanyakan
perempuan berusia antara 41-55 tahun dengan pendidikan rerata tamat SMA
sederajat dan tamatan perguruan tinggi. Pekerjaan responden kebanyakan
ibu rumah tangga, ASN, dan pedagang.
Tabel 2.
Karakteristik responden Kelurahan Adatongeng
Karakteristik RespondenDaerah Intervensi
Pre-test(n=142)
Post-test(n=136 )
1. Umura. ≤ 25 tahun 11,3 12,5b. 26-40 tahun 21,8 20,6c. 41-55 tahun 43,0 43,4d. > 55 tahun 23,9 23,5
2. Jenis Kelamina. Laki-laki 30,3 30,9b. Perempuan 69,7 69,1
3. Pendidikana. Tidak/belum pernah sekolah 0,7 1,5b. Tidak tamat SD/MI 4,9 5,2c. Tamat SD/MI sederajat 4,9 5,2
37
d. Tamat SLTP/MTs sederjat 13,4 13,9e. Tamat SLTA/MA sederajat 43,0 41,2f. Tamat PT 33,1 33,0
4. Pekerjaan utamaa. Tidak bekerja 37,3 38,2b. Sekolah 2,1 2,9c. PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 17,6 16,9d. Pegawai swasta 7,1 7,4e. Wiraswasta/pedagang 17,6 15,4f. Petani/buruh tani 0,0 0,0g. Nelayan 0,0 0,0h. Buruh/sopir/asisten rumah tangga 1,4 1,5i. Lainnya 16,9 17,7
Pengetahuan
Pengetahuan sebagian besar responden mengenai istilah jumantik
dan Gerakan 1R1J meningkat setelah proses pendampingan, akan tetapi
sangat sedikit warga yang mengetahui mengenai syarat dan tugas seorang
jumantik rumah secara lengkap. Rerata responden menjawab tugas jumantik
rumah hanya memeriksa tempat penampungan air dan mengisi kartu jentik.
Semua responden setuju dengan perlunya diadakan sosialisasi mengenai
G1R1J, dengan materi mengenai cara memeriksa tempat perkembangbiakan
nyamuk dan cara pengisian kartu jentik. Sebagian besar masyarakat
mengharapkan sosialisasi diberikan oleh petugas kesehatan baik dari
puskesmas maupun dari dinas kesehatan. Informasi pengetahuan responden
mengenai jumantik, G1R1J dan sosialisasi disajikan dalam tabel 2 dan tabel 3
berikut.
Tabel 3.Persentase Pengetahuan Responden tentang Jumantik, 1R1J, dan jumantik
rumah di Kelurahan Adatongeng Kabupaten Maros, 2019
PengetahuanTentang
Daerah IntervensiPre-test Post-test
Ya (%) Tidak(%) Ya (%) Tidak
(%)(n=142) (n=136)
1. Mendengar istilah Jumantik 31,0 69,0 83,1 16,92. Mendengar istilah Gerakan 1R1J 7,0 93,0 58,8 41,23. Syarat menjadi JUMANTIK rumah
(1R1J) ?a. Berusia > 15 tahun 10,0 90,0 5,00 95,0
38
b. Dapat menggerakkan anggotakeluarga untuk melakukan PSN 10,0 90,0 5,0 95,0
c. Dapat memeriksa tempatperkembanbiakan nyamuk 20,0 80,0 40,0 60,0
d. Bertanggungjawab melakukankebersihan lingkungan dalam danluar rumah
10,0 90,0 12,5 87,5
e. Pernah mendapatkan sosialisasitentang 1R1J 20,0 80,0 13,7 86,3
f. Tidak tahu 50,0 50,0 23,7 76,34. Yang harus dilakukan seorang
Jumantik rumah (n=10) (n=80)
a. Mensosialisasikan PSN 3M pluskepada seluruh penghuni rumah 30,0 70,0 12,5 87,5
b. Memeriksa tempatperkembangbiakan nyamuk dalamdan luar rumah min seminggusekali
60,0 40,0 86,3 13,7
c. Menggerakkan anggota keluargamelakukan PSN 3M plus minimalseminggu sekali
10,0 90,0 11,3 88,7
d. Mengisi kartu jentik hasilpemeriksaan tempatpenampungan air
10,0 90,0 57,5 42,5
Tabel 4.Persentase Pengetahuan Responden tentang Sosialisiasi G1R1J
di Kelurahan Adatongeng Kabupaten Maros, 2019
PengetahuanTentang
Daerah IntervensiPre-test Post-test
Ya (%) Tidak(%) Ya (%) Tidak
(%)(n=142) (n=136)
5. Sosialisasi 1R1J diperlukan 100,0 0,0 100,0 0,06. Siapa yang sebaiknya memberikan
sosialisasia. RT/RW 40,0 60,0 36,3 63,7b. Petugas
kelurahan/kecamatan/Pemda 30,0 70,0 20,0 80,0
c. Petugas kader 10,0 90,0 11,3 88,7d. Petugas Puskesmas 70,0 30,0 71,3 28,7e. Petugas Dinas Kesehatan 40,0 60,0 42,5 57,5f. Tidak tahu 0,0 100,0 1,3 98,7
7. Materi yang diberikan saat sosialisasi1R1Ja. Pengethuan tentang penyakit,
penularan, dan vektor DBD 50,0 50,0 61,3 38,7
b. Pengetahuan tentang cara 30,0 70,0 36,3 63,7
39
mengamati jentikc. Pengetahuan tentang cara
membersihkan tempatperkembangbiakann danmembasmi jentik
60,0 40,0 63,7 36,3
d. Pengetahuan tentang caramencatat di kartu jentik 0,0 100,0 25,0 75,0
e. Pengetahuan tentang PSN 3Mplus 20,0 80,0 20,0 80,0
f. Tidak tahu 10,0 90,0 2,5 97,5
Pada tabel 4 disajikan pengetahuan mengenai kartu jentik dan
kunjungan koordinator ke rumah warga. Hampir semua responden yang
diwawancarai setelah pendampingan mengetahui keberadaan dan kegunaan
kartu jentik setelah pendampingan. Peningkatan pengetahuan mengenai
keberadaan dan kegunaan kartu jentik setelah pendampingan sangat
signifikan dibandingkan saat sebelum pendampingan. Pengetahuan warga
mengenai siapa yang berkunjung ke rumah dalam rangka 1R1J didominasi
oleh kader, petugas puskesmas, dan supervisor, dan sangat sedikit yang
menjawab kunjungan oleh koordinator. Hal ini disebabkan karena istilah
koordinator belum terlalu popular di kalangan responden, padahal kader dan
petugas puskesmas yang dimaksud juga merangkap tugas sebagai
koordinator jumantik.
Tabel 5.Persentase Pengetahuan Responden mengenai kartu jentik dan kunjungan
koordinator di Kelurahan Adatongeng
PengetahuanTentang
Daerah IntervensiPre-test Post-test
Ya(%)
Tidak(%)
Ya(%)
Tidak(%)
(n=10) (n=80)8. Mengetahui adanya kartu/lembar jentik 60,0 40,0 96,3 3,79. Mengetahui kegunaan kartu/lembar
jentik66,7 33,3 98,7 1,3
10. Siapa yang dapat mengisi kartu jentika. Kepala keluarga 33,3 66,7 37,7 62,3b. Anggota keluarga 83,3 16,7 80,5 19,5c. Kader 33,3 66,7 1,3 98,7d. RT/RW 0,0 100,0 0,0 100,0
40
11. Siapa yang berkunjung ke rumah dalamrangka 1R1Ja. Kader 0,0 100,0 33,7 66,3b. Petugas Puskesmas 70,0 30,0 33,8 66,2c. RT/RW 0,0 100,0 2,5 97,5d. Koordinator jumantik 0,0 100,0 5,0 95,0e. Supervisor jumantik 10,0 90,0 33,8 66,2f. Lainnya 10,0 90,0 1,3 98,7
12. Berapa kali frekuensi kunjungankoordinator ke rumaha. 1 minggu 1x 0,0 100,0 31,3 68,7b. 2 minggu 1x 20,0 80,0 42,5 57,5c. > 2 minggu 1x 20,0 80,0 17,5 82,5d. Tidak tahu 0,0 0,0 100,0 0,0
Istilah dan kegiatan 3M Plus belum populer dikalangan masyarakat
Kelurahan Adatongeng. Hal ini ditunjukkan pada tabel 5, dimana pengetahuan
warga mengenai PSN hanya terbatas pada kegiatan 3M saja, seperti
menguras dan menutup tempat penampungan air, mengubur/mendaur ulang
barang bekas. Hasil ini berlaku baik pada saat sebelum dan sesudah
pendampingan, akan tetapi terjadi peningkatan jumlah responden yang
megetahui kegiatan 3M setelah pendampingan. Terjadi sedikit peningkatan
pengetahuan mengenai tempat-tempat perkembangbiakan jentik dan hal yang
harus dilakukan apabila menemukan jentik, meskipun kenaikannya tidak
terlalu signifikan. Jawaban responden masih didominasi dengan tempat
penampungan air yang umum ditemukan, seperti bak mandi, ember, dan
selokan, masih sedikit yang bertambah pengetahuannya mengenai TPA
dispenser dan tangki yang juga bisa menjadi tempat perkembangbiakan
jentik. Sebagian besar warga menjawab akan membuang dan menguras
tempat penampungan air apabila ditemukan jentik.
41
Tabel 6.Persentase Pengetahuan Responden tentang 3M Plus di Kelurahan
Adatongeng
SikSikSik
PengetahuanTentang
Daerah IntervensiPre-test (n=142) Post-test
(n=136)Ya(%)
Tidak(%)
Ya(%)
Tidak(%)
13. Kegiatan 3M Plus yang diketahuia. Menguras tempat penampungan air 78,9 21,1 82,4 17,6b. Mendaur ulang/mengubur barang bekas 31,7 68,3 58,1 41,9c. Menggunaka obat anti nyamuk untuk
menghindari gigitan nyamuk5,6 94,4 5,2 94,2
d. Tidur menggunakan kelambu pada pagidan sore hari
1,4 98,6 1,5 98,5
e. Menggunakan bubuk temephos/ikan 1,4 98,6 0,0 100,0f. Menggunakan perangkap nyamuk 0,0 100,0 0,7 99,3g. Menutup tempat penampungan air 23,9 76,1 44,8 55,2h. Mengganti air vas bunga, minuman
burung, dsb1,4 98,6 0,0 100,0
i. Menanam tanaman pengusir nyamuk 1,4 98,6 0,0 100,0j. Menggunakan raket nyamuk 0,0 100,0 0,0 100,0
14. Tempat yang sering ditemukan jentik nyamuka. Bak mandi/WC 70,4 29,6 83,1 16,9b. Ember 38,7 61,3 34,6 65,4c. Drum 4,9 95,1 7,4 92,6d. Dispenser 9,9 90,1 27,9 72,1e. Tempat penampungan air kulkas 0,0 100,0 2,2 97,8f. Toren/tandon/tangki air 4,9 95,1 11,0 89,0g. Pagar bambu 0,0 100,0 2,2 197,8h. Tempurung kelapa 0,0 100,0 2,2 197,8i. Pot tanaman 11,3 88,7 22,8 77,2j. Tempat minum binatang 0,7 99,3 3,7 96,3k. Aquarium 0,7 99,3 2,2 97,8l. Kolam 9,1 90,9 6,6 93,4m. Barang bekas 22,5 77,5 29,4 70,6n. Selokan/got 49,3 50,7 64,7 35,3o. Tempat air suci 0,0 100,0 0,0 100,0p. Lainnya 4,9 95,1 8,1 91,9
15. Yang harus dilakukan jika ditemukan jentik dipenampungan aira. Membuang air di tempat penampungan
tersebut71,3 28,7 89,0 11,0
b. Menguras dan menyikat tempatpenampungan air
50,0 50,0 47,8 52,2
c. Menaburkan obat pembasmi jentik 6,3 93,7 3,7 96,3d. Memelihara ikan pemakan jentik di
tempat penampungan0,0 100,0 0,0 100,0
e. Membuang jentiknya saja 2,1 97,9 5,2 94,9f. Lainnya 5,6 94,4 1,5 98,5
42
Sikap
Sosialisasi mengenai G1R1J di wilayah intervensi sangat diperlukan
menurut sebagian besar responden di wilayah intervensi, baik pada saat pre-
test maupun pada saat post-test. . Begitupun juga dengan pelaksanaan
G1R1J, lebih dari 90% responden setuju untuk melaksanakannnya dan
merasa bertanggungjawab atas kebersihan lingkungan di sekitar rumah
masing-masing, baik di luar maupun didalam rumah. Kunjungan
kader/petugas masih dirasa sangat diperlukan oleh hampir semua responden.
Sikap responden terhadap pemberian sanksi bagi rumah yang ditemukan
jentik tidak banyak mengalami peningkatan setelah pendampingan.
Sebagian responden tetap tidak setuju apabila pemberian sanksi diberikan
kepada rumah yang ditemukan jentik.
Tabel 7.Persentase Sikap Responden tentang G1R1J dan kunjungan koordinator
di Kelurahan AdatongengSikap Daerah Intervensi
Pre-test (n=142) Post-test (n=136)Setuju
(%)TidakSetuju
(%)
Setuju(%)
TidakSetuju
(%)1. Gerakan 1R1J tidak perlu disosialisasikan
ke masyarakat26,1 73,9 5,9 94,1
2. Gerakan 1R1J perlu dilaksanakan di setiaprumah tangga
92,3 7,7 99,3 0,7
3. Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadap kebersihanlingkungan di sekitar rumah
13293,0
7,0 97,1 2,9
4. Kartu pemeriksaan jentik harus diisi ketikamelakukan pemeriksaan jentik
88,0 12,0 98,5 1,5
5. Kegiatan 3M plus tidak perlu dilakukan disetiap rumah
28,9 71,1 25,0 75,0
6. Hanya lingkungan dalam rumah saja yangperlu diperhatikan kebersihannya
11,9 88,1 5,2 94,8
7. Perlu menguras bak mandi ataupenampungan air minimal 1 minggu 1 kali
92,3 7,7 99,3 0,7
8. Kunjungan petugas/kader jumantikdiperlukan untuk memantau lingkungansekitar rumah warga
93,7 6,3 96,3 3,7
9. Saya merasa terganggu bila dikunjungipetugas atau kader jumantik 2 minggu 1kali
7,0 93,0 7,4 92,7
10. Rumah yang ditemukan jentik diberikansanksi
34,5 65,5 52,2 47,8
43
Tindakan
Terdapat peningkatan jumlah responden yang mengaku mengikuti
kegiatan sosialisasi G1R1J pada saat setelah intervensi sebanyak sekitar lima
kali lebih banyak dari sebelumnya. Yang paling banyak mengalami
pengingkatan adalah keikutsertaan responden dalam kegiatan sosialisasi pada
tahun 2019. Pada tabel 7, data pre-test menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengaku pernah mendapatkan sosialisasi pada tahun 2019, dan
pada saat post-test, semua responden mengaku pernah mendapatkan
sosialisasi di tahun 2019. Setelah intervensi, jumlah responden yang
mengaku pernah menjalankan program G1R1J meningkat dari 31% (total 142
responden) menjadi 91,9% (total 136 responden).
Tabel 8.Persentase Tindakan Responden terhadap sosialisasi dan program G1R1J di
Kelurahan AdatongengSikap Daerah Intervensi
Pre-test (n=142) Post-test(n=136)
Ya (%) Tidak(%)
Ya (%) Tidak(%)
1. Pernah mendapatkan sosialisasi 1R1J 7,8 92,2 41,2 58,82. Jumlah sosialisasi program 1R1J yang
pernah didapatkan dalam rentang waktu2015-2018
(n=11) (n=56)
a. 2015 (kali)- Tidak pernah 100,0 100,0
b. 2016 (kali)- Tidak pernah 81,8 100,0- 1 kali 18,2 0,0
c. 2017 (kali)- Tidak pernah 54,5 96,4- 1 kali 27,3 1,8- 2 kali 18,2 1,8
d. 2018 (kali)- Tidak pernah 9,1 63,2- 1 kali 72,7 33,3- 2 kali 0,0 3,5- 3 kali 18,2 0,0
3. Yang melakukan sosialisasi 1R1Ja. RT/RW 0,0 0,0 21,1 78,9b. Petugas kelurahan/kecamatan 0,0 0,0 10,5 89,5c. Petugas kader 0,0 0,0 19,3 80,7d. Petugas puskesmas 100,0 0,0 78,9 21,1e. Petugas dinas kesehatan 27,3 72,7 36,8 63,2
44
f. Lainnya 0,0 0,0 1,8 98,24. Materi yang diberikan pada saat
sosialisasi 1R1Ja. Pengetahuan tentang penyakit,
penularan, dan vektor DBD45,5 54,5 60,7 39,3
b. Pengetahuan tentang caramengamati jentik
72,7 27,3 55,4 44,6
c. Pengetahuan tentang caramembersihkan/membunuh jentik
27,3 72,7 50,0 50,0
d. Pengetahuan tentang cara mencatatdi kartu jentik
36,4 63,6 28,6 71,4
e. Pengetahuan tentang PSN 3M plus 0,0 100,0 17,9 82,1(n=142) (n=136)
5. Program 1R1J pernah dilaksanakan ditempat responden
21,8 78,2 91,9 8,1
6. Tahun program 1R1J dilaksanakan ditempat respondena. 2015 6,5 93,5 0,8 99,2b. 2016 32,3 67,7 0,8 99,2c. 2017 48,4 51,6 2,4 97,6d. 2018 64,5 35,5 11,2 88,8e. 2019 61,3 38,7 100,0 0,0f. Tidak pernah melaksanakan 3,2 96,8 0,0 100,0
Terkait implementasi G1R1J di rumah tangga responden, terjadipeningkatan yang cukup signifikan pada saat post-test, baik itu dari segi siapayang bertanggungjawab sebagai jumantik rumah, kebiasaan pengisian kartu,dan pemeriksaan kartu jentik oleh koordinator jumantik. Rerata kordinatorjumantik melakukan kunjungan setiap seminggu sekali atau lebih dari duaminggu sekali pada saat pre-test. Pada saat post-test, sebagian besarresponden mengaku dikunjungi koordinator antara seminggu sampai duaminggu sekali.
Tabel 9.Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan G1R1J di Rumah Tangga
Kelurahan AdatongengSikap Daerah Intervensi
Pre-test (n=142) Post-test(n=136)
Ya (%) Tidak(%)
Ya (%) Tidak(%)
7. Apakah program 1R1J masih tetapdilaksanakan di rumah tangga
87,1 2,9 97,6 2,4
8. Siapa anggota rumah tangga yangpaling sering melakukan kegiatanjumantik rumah
(n=27) (n=122)
a. Bapak 33,3 38,5b. Ibu 44,5 51,6
45
c. Anak 18,5 8,2d. Anggota rumah tangga lainnya 3,7 1,7e. Asisten rumah tangga 0,0 0,0
9. Apakah rumah tangga memiliki kartupemeriksaan jentika. Ya, dapat menunjukkan 88,9 106 (86,9)b. Ya, tidak dapat menunjukkan 11,1 12 (9,8)c. Tidak ada 0,0 4 (3,3)
(n=24) (n=106)10. Apakah kartu pemeriksaan jentik diisi
oleh jumantik rumah16,7 83,3 87,7 12,3
11. Apakah petugas/kader/koordinatorjumantik memeriksa kartu jentik padasaat kunjungan rumah
91,7 8,3 74,3 25,7
12. Frekuensi kunjungan koordinatorjumantik ke rumah
(n=27) (n=122)
a. 1 minggu 1 kali 37,0 63,0 33,6 66,4b. 2 minggu 1 kali 11,1 88,9 41,0 59,0c. > 2 minggu 1 kali 44,4 55,6 18,0 82,0d. Tidak tahu 7,4 92,6 11,5 88,5
Tabel 9 menyajikan data mengenai pelaksanaan 3M Plus di Kelurahan
Adatongeng. Istilah dan pelaksanaan 3M Plus belum terlalu populer untuk
masyarakat di Kabupaten Maros, khususnya di wilayah penelitian.
Pengetahuan warga masih terbatas pada istilah 3M saja. Adapun kegiatan
yang paling banyak dilakukan untuk membasmi jentik baik pada saat pre-test
maupun pada saat post-test antara lain menguras tempat penampungan air,
menutup rapat tempat penampungan air, dan menggunakan repelen untuk
mencegah gigitan nyamuk. Kontainer paling banyak ditemukan jentik yaitu
bak mandi dan ember. Hasil wawancara menunjukkan bahwa terdapat
penurunan jumlah penemuan jentik di beberapa jenis kontainer, dan terdapat
sedikit pengingkatan jumlah responden yang memperhatikan bahwa di
penampungan dispenser bisa ditemukan jentik. Baik data pre-test maupun
post-test, rerata responden membuang dan menyikat tempat penampungan
air apabila menemukan jentik didalamnya.
46
Tabel 10.Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan 3M Plus di Kelurahan
AdatongengSikap Daerah Intervensi
Pre-test (n=142) Post-test(n=136)
Ya (%) Tidak(%)
Ya (%) Tidak(%)
13. Apakah anggota rumah tanggamelakukan kegiatan PSN 3M plus
(n=142) (n=136)
a. Menguras tempat penampunganair
97,9 2,1 99,3 0,7
b. Menutup rapat tempatpenampungan air
63,4 36,6 77,9 22,1
c. Mendaur ulang barang bekas 4,9 95,1 10,3 89,7d. Mengganti air vas bunga,
minuman burung, dsb4,2 95,8 10 (7,4) 126
(92,7)e. Tidur menggunakan kelambu pagi
dan siang hari12,7 87,3 11 (8,1) 125
(91,9)f. Menggunakan obat anti nyamuk
untuk mencegah gigitan nyamuk62,0 38,0 80,9 19,1
g. Melakukan larvasida 4,9 95,1 8,8 91,2h. Memelihara ikan pemakan jentik 3,5 96,5 5,9 94,1i. Menggunakan perangkap nyamuk 0,7 99,3 1,5 98,5j. Menanam tanaman pengusir
nyamuk2,8 97,2 0,7 99,3
k. Memasang kawat kasa nyamuk 19,0 81,0 18,4 81,6l. Lainnya 0,0 100,0 0,7 99,3
14. Tempat menemukan jentik nyamuk didalam dan di luar rumaha. Bak mandi/WC 66,9 33,1 52,9 47,1b. Ember 38,0 62,0 19,1 80,9c. Drum 4,9 95,1 2,9 97,1d. Dispenser 8,5 91,5 16,2 83,8e. TPA kulkas 0,7 99,3 0,7 99,3f. Toren air/tandon/tangki air 3,5 96,5 8,8 91,2g. Pagar bambu 0,0 100,0 0,7 99,3h. Tempurung kelapa 0,7 99,3 0,7 99,3i. Pot tanaman 10,6 89,4 8,8 91,2j. Tempat minum binatang 1,4 98,6 2,2 97,8k. Aquarium 0,7 99,3 1,5 98,5l. Kolam 8,5 91,5 3,7 96,3m. Barang bekas 20,4 79,6 14,7 85,3n. Selokan/got 38,0 62,0 57,4 42,7o. Tempat air suci 0,0 100,0 0,0 100,0p. Lainnya 1,4 98,6 1,5 98,5
15. Yang dilakukan jika ditemukan jentik ditempat penampungan aira. Membuang air dari tempat
penampungan76,8 23,2 91,9 8,1
47
b. Menguras dan menyikat tempatpenampungan air
51,4 48,6 47,8 52,2
c. Menaburkan obat pembasmi jentik 1,4 98,6 2,2 97,8d. Memelihara ikan pemakan jentik di
tempat penampungan air0,0 100,0 0,0 100,0
e. Membuang jentiknya saja 1,4 98,6 5,2 94,8
Survey Jentik
Jenis kontainer yang ditemukan dalam proses pengumpulan data di
wilayah kelurahan Adatongeng intervensi pada pre intervensi sebanyak 14
jenis kontainer dan pada saat post-test sebanyak 13 kontainer. Jumlah
kontainer yang diperiksa pada saat pre-test sebanyak 700 kontainer dan post-
test sebanyak 612 kontainer. Jumlah kontainer positif jentik pada saat pre-test
sebanyak 86 kontainer dan 29 kontainer positif pupa, sedangkan jumlah
kontainer yang ditemukan positif jentik pada post-test sebanyak 22 kontainer
dan 6 kontainer positif pupa. Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan
positif jentik terbanyak adalah ember dan bak mandi. Jumlah jentik paling
banyak ditemukan di ember sebanyak 410 kontainer (pre-test) dan 290
kontainer (post-test). Sedangkan pada saat pre-test jumlah pupa paling
banyak ditemukan di bak mandi sebanyak 8 kontainer, sedangkan pada saat
post-test paling banyak ditemukan pada bak mandi dan penampung
dispenser sebanyak 2 kontainer (Tabel 10).
Tabel 11.Jenis Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Adatongeng (Wilayah
Intervensi)Kabupaten Maros, 2019
Jenis KontainerPre Post
N % Jentik Pupa N % Jentik PupaBak Mandi 100 14,3 26 8 90 14,7 7 2Bak WC 9 1,3 6 1,0 2 1Drum 14 2,0 4 2 10 1,6 2Tangki 0 0,0 5 0,8Tempayan 33 4,7 47 7,7 1Ember 410 58,6 22 7 290 47,4 3Baskom 42 6,0 1 76 12,4Tempat air suci 0,0 0,0
48
Lain-lain TPA 6 0,9 1 14 2,3 1 1Tempat minumhewan 7 1,0 4 3 20 3,3
Tempat wudhu 0,0 0,0Penampung kulkas 0,0 0,0Penampungdispenser 35 5,0 17 6 33 5,4 6 2
Saluran Air 3 0,4 1 0,0Talang air 0,0 0,0Bagian tanaman 0,0 0,0Vas bunga/pot 2 0,3 0,0Tempurung kelapa 0,0 0,0Kolam/aquarium 7 1,0 1 8 1,3Barang bekas 26 3,7 5 3 12 2,0Lain-lain bukanTPA 6 0,9 4 1 0,2
Total 700 100 86 29 612 100 22 6
Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan positif jentik dan pupa di
kelurahan Adatongeng dengan kondisi kontainer terbuka pada saat pre-test
sebanyak 77 kontainer dan 26 kontainer sedangkan pada post-test sebanyak
19 kontainer dan 6 kontainer (Tabel 11). Kondisi kontainer berdasarkan letak
sebagian besar ditemukan dalam rumah 72,1% pada saat pre-test dan 81,2%
pada post-test. Jumlah kontainer yang positif jentik dan pupa banyak
ditemukan didalam rumah yaitu sebanyak 66 kontainer dan 22 kontainer (pre-
test) dan 21 kontainer dan 6 kontainer (post-test) (Tabel 12).
Tabel 12.Kondisi Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Adatongeng
Kabupaten Maros, 2019
Kondisi KontainerPre Post
N % Jentik Pupa N % Jentik PupaTertutup 167 23,9 9 3 166 27,1 3Terbuka 533 76,1 77 26 446 72,9 19 6
Total 700 100 86 29 612 100 22 6
49
Tabel 13Letak Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Adatongeng
Kabupaten Maros, 2019
Letak KontainerPre Post
N % Jentik Pupa N % Jentik PupaLuar 195 27,9 20 7 115 18,8 1Dalam 505 72,1 66 22 497 81,2 21 6
Total 700 100 86 29 612 100 22 6
Hasil indikator indeks entomologi di kelurahan Adatongeng tersaji
dalam Tabel 132, pada saat pre-test jumlah rumah positif jentik sebanyak 58
rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah intervensi sebesar
61,33% sedangkan pada post-test jumlah rumah positif jentik sebanyak 21
rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah intervensi sebesar 85%.
Jumlah kontainer positif jentik dan pupa yang teridentifikasi saat pre-test
sebanyak 87 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 12,43% sedangkan
pada post-test jumlah kontainer positif jentik dan pupa yang ditemukan
sebanyak 22 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 3,59%.
Tabel 14Indeks Entomologi pada Pengumpulan Data Kelurahan Adatongeng
Kabupaten Maros, 2019
IndeksIntervensi
Pre PostJumlah kontainer 700 612Kontainer positif jentik 87 22Jumlah rumah 150 137Rumah positif jentik 58 21Container Index (CI) 12,43% 3,59%House Index (HI) 38,67% 15,33%Breteau Index (BI) 58 16,06ABJ 61,33% 85%
50
3.2.3.2. Wilayah Non-Intervensi (Kelurahan Turikale)Karakteristik Responden
Responden yang diwawancarai di Kelurahan Turikale hampir
semuanya perempuan dengan perkerjaan ibu rumah tangga dan ASN. Usia
responden terbanyak berkisar antara 26 tahun sampai dengan 55 tahun
dengan pendidikan terbanyak tamatan SMA dan perguruan tinggi.
Tabel. 15Karakteristik responden di Kelurahan Turikale Kabupaten Maros, 2019
Karakteristik RespondenNon-intervensi
Pre-test( n=145)
Post-test(n = 124)
5. Umure. ≤ 25 tahun 6,9 5,6f. 26-40 tahun 50,3 53,2g. 41-55 tahun 34,5 33,1h. > 55 tahun 8,3 8,1
6. Jenis Kelaminc. Laki-laki 37,2 35,5d. Perempuan 62,8 64,5
7. Pendidikang. Tidak/belum pernah sekolah 0,7 0,8h. Tidak tamat SD/MI 1,4 1,6i. Tamat SD/MI sederajat 5,5 4,8j. Tamat SLTP/MTs sederjat 8,3 8,1
k. Tamat SLTA/MA sederajat 33,8 31,5l. Tamat PT 50,3 53,2
8. Pekerjaan utamaj. Tidak bekerja 24,8 25,0k. Sekolah 4,1 3,2l. PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 32,4 34,7m. Pegawai swasta 11,7 8,9n. Wiraswasta/pedagang 13,1 13,7o. Petani/buruh tani (0,0 0,0p. Nelayan 0,0 0,0q. Buruh/sopir/asisten rumah tangga 1,4 0,8r. Lainnya 12,4 13,7
51
Pengetahuan
Tabel 15 dan tabel 16 menyajikan data mengenai pengetahuanresponden terhadap istilah jumantik, 1R1J, syarat dan tugas jumantik rumah,dan pelaksanaan sosialisasi di Kelurahan Turikale. Tidak banyak yangmengenai istilah 1R1J, syarat dan tugas jumantik rumah baik pada pre-testmaupun pada saat post-test. Peningkatan pengetahuan responden pada saatpost-tes hanya meningkat untuk istilah jumantik, yang informasinya respondendapatkan dari pertanyaan pada saat pre-test.
Tabel 16.Persentase Pengetahuan Responden tentang Jumantik, 1R1J, dan jumantik
rumah di Kelurahan Turikale
PengetahuanTentang
Non-intervensiPre-test Post-test
Ya (%) Tidak(%)
Ya(%)
Tidak(%)
( n=145) (n = 124)16. Mendengar istilah Jumantik 26,2 73,8 70,2 29,817. Mendengar istilah Gerakan 1R1J 9,0 91,0 18,6 81,418. Syarat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J) ?
g. Berusia > 15 tahun 0,00 100,0 0,00 100,0h. Dapat menggerakkan anggota keluarga
untuk melakukan PSN7,7 92,3 8,7 21
(91,3)i. Dapat memeriksa tempat
perkembanbiakan nyamuk7,7 92,3 13,0 20
(87,0)j. Bertanggungjawab melakukan
kebersihan lingkungan dalam dan luarrumah
0,0 100,0 8,7 21(91,3)
k. Pernah mendapatkan sosialisasitentang 1R1J
15,4 84,6 0,0 23(100,0)
l. Tidak tahu 76,9 23,1 43,5 13(56,5)
19. Yang harus dilakukan seorang Jumantikrumah (n=13) (n=23)
e. Mensosialisasikan PSN 3M plus kepadaseluruh penghuni rumah
7,7 92,3 30,4 69,6
f. Memeriksa tempat perkembangbiakannyamuk dalam dan luar rumah minseminggu sekali
69,2 40,8 73,9 26,1
g. Menggerakkan anggota keluargamelakukan PSN 3M plus minimalseminggu sekali
7,7 92,3 13,0 87,0
h. Mengisi kartu jentik hasil pemeriksaantempat penampungan air
7,7 92,3 4,4 95,6
52
Tabel 17Persentase Pengetahuan Responden tentang Sosialisiasi G1R1J
di Kelurahan Turikale
PengetahuanTentang
Non-intervensiPre-test Post-test
Ya (%) Tidak(%)
Ya(%)
Tidak(%)
( n=145) (n = 124)20. Sosialisasi 1R1J diperlukan 100,0 0,0 100,0 0,021. Siapa yang sebaiknya memberikan
sosialisasig. RT/RW 30,8 69,2 39,1 60,9h. Petugas
kelurahan/kecamatan/Pemda0,0 100,0 13,0 87,0
i. Petugas kader 7,7 92,3 8,7 91,3j. Petugas Puskesmas 53,8 46,2 65,2 34,8k. Petugas Dinas Kesehatan 46,2 53,8 39,1 60,9l. Tidak tahu 0,0 100,0 4,4 95,6
22. Materi yang diberikan saat sosialisasi1R1Jg. Pengethuan tentang penyakit,
penularan, dan vektor DBD61,5 34,5 34,8 65,2
h. Pengetahuan tentang caramengamati jentik
46,2 53,8 26,1 73,9
i. Pengetahuan tentang caramembersihkan tempatperkembangbiakann danmembasmi jentik
69,2 30,8 78,3 21,7
j. Pengetahuan tentang caramencatat di kartu jentik
7,7 92,3 4,4 95,6
k. Pengetahuan tentang PSN 3M plus 7,7 92,3 17,4 82,6l. Tidak tahu 0,0 100,0 0,0 100,0
53
Pengetahuan mengenai kartu jentik dan kunjungan koordinator kerumah warga dalam rangka 1R1J disajikan pada tabel 17. Perubahanpengetahuan mengenai keberadaan dan fungsi kartu jentik sebelum dansetelah pendampingan tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Hampirsemua responden tidak mengetahui informasi mengenai kartu jentik, karenapembagian kartu jentik dari puskesmas belum terlaksana secara merata dikelurahan tersebut. Pengetahuan mengenai kunjungan dalam rangka 1R1Jjuga masih terbatas, baru sebagian kecil yang menjawab bahwa merekapernah mendapat kunjungan baik itu dari RT/RW, kader (koordinatorjumantik), dan dari kelurahan (supervisor) dengan peningkatan yang jugatidak terlalu signifikan.
Tabel 18.Persentase Pengetahuan Responden mengenai kartu jentik dan kunjungan
koordinator di Kelurahan Turikale
PengetahuanTentang
Non-intervensiPre-test Post-test
Ya(%)
Tidak(%)
Ya(%)
Tidak(%)
(n=13) (n=23)23. Mengetahui adanya kartu/lembar jentik 30,8 69,2 0,0 100,024. Mengetahui kegunaan kartu/lembar jentik 100,0 0,0 0,0 0,025. Siapa yang dapat mengisi kartu jentik
e. Kepala keluarga 25,0 75,0 0,0 0,0f. Anggota keluarga 50,0 50,0 0,0 0,0g. Kader 25,0 75,0 0,0 0,0h. RT/RW 0,0 100,0 0,0 0,0
26. Siapa yang berkunjung ke rumah dalamrangka 1R1Jg. Kader 0,0 100,0 0,0 0,0h. Petugas Puskesmas 69,2 30,8 17,4 82,6i. RT/RW 0,0 100,0 0,0 100,0j. Koordinator jumantik 7,7 92,3 0,0 100,0k. Supervisor jumantik 0,0 100,0 0,0 100,0l. Lainnya 0,0 100,0 13,0 87,0
27. Berapa kali frekuensi kunjungan koordinator kerumahe. 1 minggu 1x 15,4 84,6 0,0 100,0f. 2 minggu 1x 0,0 100,0 4,4 95,6g. > 2 minggu 1x 53,8 46,2 0,0 100,0h. Tidak tahu 23,1 76,9 56,5 43,5
54
Pengetahuan mengenai 3M Plus di wilayah non-intervensi masihsangat sedikit baik itu pada saat pre-test maupun pada saat post-test.Berdasarkan hasil pengumpulan data, warga masih belum terlalu mengenalistilah 3M Plus, hanya sebatas 3M (menguras, menutup, mengubur/mendaurulang). Pengetahuan masyarakat mengenai tempat perkembangbiakan jentiktidak mengalami perubahan yang signifikan. Rerata responden masihmenyebutkan ember, bak mandi, dan got sebagai tempat ditemukan jentik.Masih sedikit masyarakat yang mengetahui bahwa penampungan dispenserbisa menjadi tempat perkembangbiakan jentik. Hampir semua warga hanyamembuang dan menguras TPA yang terdapat jentik.
Tabel 19.Persentase Pengetahuan Responden tentang 3M Plus di Kelurahan Turikale
PengetahuanTentang
Non-intervensiPre-test(n=145)
Post-test(n=124)
Ya(%)
Tidak(%)
Ya(%)
Tidak(%)
28. Kegiatan 3M Plus yang diketahuik. Menguras tempat penampungan air 71,7 28,3 76,6 23,4l. Mendaur ulang/mengubur barang bekas 44,8 55,2 49,2 50,8m. Menggunaka obat anti nyamuk untuk
menghindari gigitan nyamuk5,5 94,5 3,2 96,8
n. Tidur menggunakan kelambu pada pagidan sore hari
0,7 99,3 0,8 99,2
o. Menggunakan bubuk temephos/ikan 1,4 98,6 0,8 99,2p. Menggunakan perangkap nyamuk 0,0 100,00 0,0 100,0q. Menutup tempat penampungan air 28,3 71,7 41,9 58,1r. Mengganti air vas bunga, minuman
burung, dsb0,0 100,00 0,0 100,0
s. Menanam tanaman pengusir nyamuk 0,7 99,3 0,8 99,2t. Menggunakan raket nyamuk 0,0 100,00 0,8 99,2
29. Tempat yang sering ditemukan jentik nyamukq. Bak mandi/WC 66,2 33,8 64,5 35,5r. Ember 46,9 53,1 29,8 70,2s. Drum 2,8 97,2 4,8 95,2t. Dispenser 5,5 94,5 18,6 81,4u. Tempat penampungan air kulkas 0,0 100,00 2,4 97,6v. Toren/tandon/tangki air 3,5 96,5 7,3 92,7w. Pagar bambu 0,0 100,00 0,0 100,0x. Tempurung kelapa 0,0 100,00 0,8 99,2y. Pot tanaman 9,0 91,0 16,9 83,1z. Tempat minum binatang 0,7 99,3 3,2 96,8aa. Aquarium 2,1 97,9 1,6 98,4bb. Kolam 6,2 93,8 11,3 88,7
55
cc. Barang bekas 40,7 59,3 45,2 54,8dd. Selokan/got 61,4 38,6 70,2 29,8ee. Tempat air suci 1,4 98,6 0,8 99,2ff. Lainnya 2,8 97,2 4,0 96,0
30. Yang harus dilakukan jika ditemukan jentik dipenampungan airg. Membuang air di tempat penampungan
tersebut81,4 18,6 93,5 6,5
h. Menguras dan menyikat tempatpenampungan air
36,5 63,5 45,2 54,8
i. Menaburkan obat pembasmi jentik 4,1 95,9 1,6 98,4j. Memelihara ikan pemakan jentik di
tempat penampungan0,0 100,0 0,0 100,0
k. Membuang jentiknya saja 0,7 99,3 0,0 100,0l. Lainnya 1,4 98,6 0,0 100,0
Sikap
Rerata responden di wilayah non-intervensi sangat setuju terhadap
perlunya dilaksanakan sosialisasi G1R1J, baik pada saat pre-test maupun
pada saat post-test. Hampir semua responden merasa perlu melaksanakan
G1R1J di rumah tangga masing-masing, dengan dibarengi kunjungan
petugas/kader jumantik agar dapat memantau lingkungan warga. Data pre-
test dan post-test menunjukkan bahwa tidak semua warga setuju dikenakan
sanksi apabila terdapat jentik dirumahnya, namun ada juga sebagian yang
setuju apabila sanksi tersebut diberlakukan.
Tabel 20.Persentase Sikap Responden tentang G1R1J dan kunjungan koordinator
di Kelurahan Turikale
Sikap
Non-intervensiPre-test(n=145)
Post-test(n=124)
Setuju(%)
TidakSetuju
(%)
Setuju(%)
TidakSetuju
(%)11. Gerakan 1R1J tidak perlu disosialisasikan ke
masyarakat24,1 75,9 2,4 97,6
12. Gerakan 1R1J perlu dilaksanakan di setiaprumah tangga
97,2 2,8 98,4 1,6
13. Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadap kebersihanlingkungan di sekitar rumah
93,1 6,9 96,8 3,2
56
14. Kartu pemeriksaan jentik harus diisi ketikamelakukan pemeriksaan jentik
91,0 9,0 89,5 10,5
15. Kegiatan 3M plus tidak perlu dilakukan disetiap rumah
24,1 75,9 19,4 80,6
16. Hanya lingkungan dalam rumah saja yangperlu diperhatikan kebersihannya
22,8 77,2 0,8 99,2
17. Perlu menguras bak mandi atau penampunganair minimal 1 minggu 1 kali
97,2 2,8 98,4 1,6
18. Kunjungan petugas/kader jumantik diperlukanuntuk memantau lingkungan sekitar rumahwarga
95,2 4,8 95,2 4,8
19. Saya merasa terganggu bila dikunjungipetugas atau kader jumantik 2 minggu 1 kali
6,2 93,8 3,2 96,8
20. Rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi 29,0 71,0 45,2 54,8
Tindakan
Berdasarkan keterangan dari Puskesmas Turikale, sosialisasi lanjutdan pelaksanaan program G1R1J di wilayah non-intervensi belum intensdilakukan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara masyarakat di KelurahanTurikale pada tabel 20, dimana masih sangat sedikit responden yang pernahmengikuti sosialisasi mengenai G1R1J baik pada saat pre-test, maupun padasaat post-test.
Tabel 21Persentase Tindakan Responden terhadap sosialisasi dan program G1R1J di
Kelurahan Turikale
Sikap Non-intervensiPre-test (n=145) Post-test
(n=124)Ya (%) Tidak
(%)Ya (%) Tidak
(%)16. Pernah mendapatkan sosialisasi 1R1J 3,5 96,6 0,8 99,217. Jumlah sosialisasi program 1R1J yang
pernah didapatkan dalam rentang waktu2015-2018
(n=5) (n=1)
e. 2015 (kali)- Tidak pernah 100,0 100,0
f. 2016 (kali)- Tidak pernah 100,0 100,0- 1 kali 0,0 0,0
g. 2017 (kali)- Tidak pernah 100,0 100,0- 1 kali 0,0 0,0- 2 kali 0,0 0,0
h. 2018 (kali)- Tidak pernah 40,0 100,0
57
- 1 kali 60,0 0,0- 2 kali 0,0 0,0- 3 kali 0,0 0,0
18. Yang melakukan sosialisasi 1R1Jg. RT/RW 0,0 100,0 0,0 100,0h. Petugas kelurahan/kecamatan 20,0 80,0 0,0 100,0i. Petugas kader 0,0 100,0 0,0 100,0j. Petugas puskesmas 40,0 60,0 0,0 100,0k. Petugas dinas kesehatan 80,0 20,0 0,0 100,0l. Lainnya 0,0 100,0 100,0 0,0
19. Materi yang diberikan pada saat sosialisasi1R1Jf. Pengetahuan tentang penyakit,
penularan, dan vektor DBD80,0 20,0 100,0 0,0
g. Pengetahuan tentang cara mengamatijentik
60,0 40,0 0,0 100,0
h. Pengetahuan tentang caramembersihkan/membunuh jentik
40,0 60,0 100,0 0,0
i. Pengetahuan tentang cara mencatat dikartu jentik
0,0 100,0 0,0 100,0
j. Pengetahuan tentang PSN 3M plus 0,0 100,0 0,0 100,0(n=145) (n=124)
20. Program 1R1J pernah dilaksanakan di tempatresponden
0,0 100,0 0,8 99,2
21. Anggota rumah tangga yang melaksanakangerakan 1R1J
(n=0) (n=1)
a. Kepala keluarga 0,0 0,0 100,0 0,0b. Istri 0,0 0,0 0,0 100,0c. Anak 0,0 0,0 0,0 100,0d. Anggota rumah tangga lainnya 0,0 0,0 0,0 100,0e. Asisten rumah tangga 0,0 0,0 0,0 100,0f. Lainnya 0,0 0,0 0,0 100,0
22. Tahun program 1R1J dilaksanakan di tempatrespondeng. 2015 0,0 0,0 0,0 100,0h. 2016 0,0 0,0 0,0 100,0i. 2017 0,0 0,0 0,0 100,0j. 2018 0,0 0,0 0,0 100,0k. 2019 0,0 0,0 100,0 0,0l. Tidak pernah melaksanakan 0,0 0,0 0,0 100,0
Masyarakat di wilayah non-intervensi belum terpapar mengenaiG1R1J. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak terdapatnya responden yangmelaksanakan G1R1J dirumahnya pada saat pengumpulan data pre-test.Sedangkan pada saat post-test, hanya satu orang dari 124 responden yangmengaku masih melaksanakan G1R1J di rumahnya.
58
Tabel 22.Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan G1R1J di Rumah Tangga
Kelurahan Turikale
Sikap Non-intervensiPre-test(n=145)
Post-test(n=124)
Ya(%)
Tidak(%)
Ya (%) Tidak(%)
23. Apakah program 1R1J masih tetapdilaksanakan di rumah tangga
0 (0,0) 0 (0,0) 1(100,0)
0 (0,0)
24. Siapa anggota rumah tangga yangpaling sering melakukan kegiatanjumantik rumah
(n=0) (n=1)
f. Bapak 0,0 100,0g. Ibu 0,0 0,0h. Anak 0,0 0,0i. Anggota rumah tangga lainnya 0,0 0,0j. Asisten rumah tangga 0,0 0,0
25. Apakah rumah tangga memiliki kartupemeriksaan jentikd. Ya, dapat menunjukkan 0,0 0,0e. Ya, tidak dapat menunjukkan 0,0 0,0f. Tidak ada 0,0 100,0
(n=0) (n=0)26. Apakah kartu pemeriksaan jentik diisi
oleh jumantik rumah0,0 0,0 0,0 0,0
27. Apakah petugas/kader/koordinatorjumantik memeriksa kartu jentik padasaat kunjungan rumah
0,0 0,0 0,0 0,0
28. Frekuensi kunjungan koordinatorjumantik ke rumah
(n=0) (n=1)
e. 1 minggu 1 kali 0,0 0,0 0,0 100,0f. 2 minggu 1 kali 0,0 0,0 0,0 100,0g. > 2 minggu 1 kali 0,0 0,0 0,0 100,0h. Tidak tahu 0,0 0,0 100,0 0,0
Tabel 22 menunjukkan tentang pelaksanaan 3M Plus di rumah tangga
responden. Tidak jauh berbeda dengan wilayah intervensi Kelurahan
Adatongeng, masyarakat di Kelurahan Turikale juga belum familier dengan
istilah 3M Plus baik pada saat pre-test maupun pada saat post-test. Upaya
yang dilakukan dalam rangka pembasmian jentik oleh hampir semua
masyarakat di wilayah non-intervensi yaitu menguras dan menutup rapat
tempat penampungan air, serta menggunakan repelan untuk mencegah
gigitan nyamuk. Terdapat sedikit penurunan angka ditemukan jentik di
59
beberapa kontainer tertentu, seperti bak mandi dan barang bekas.
Presentase ditemukan jentik di ember juga menurun secara signifikan.
Masih banyak masyarakat yang menganggap got/selokan merupakan salah
satu tempat perkembangbiakan jentik nyamuk penyebab DBD, baik pada
saat pre-test maupun pada saat post-test. Perilaku paling dominan
masyarakat non-intervensi yaitu membuang dan menyikat tempat
penampungan air yang terdapat jentik.
Tabel 23.Persentase Tindakan Mengenai Pelaksanaan 3M Plus di Kelurahan Turikale
Sikap Non-intervensiPre-test(n=145)
Post-test(n=124)
Ya(%)
Tidak(%)
Ya (%) Tidak(%)
29. Apakah anggota rumah tangga melakukankegiatan PSN 3M plus
(n=145) (n=124)
m. Menguras tempat penampungan air 95,9 4,1 97,6 2,4n. Menutup rapat tempat penampungan
air55,9 44,1 62,1 37,9
o. Mendaur ulang barang bekas 6,9 93,1 3,2 96,8p. Mengganti air vas bunga, minuman
burung, dsb3,4 96,6 4,8 95,2
q. Tidur menggunakan kelambu pagi dansiang hari
3,4 96,6 7,3 92,7
r. Menggunakan obat anti nyamuk untukmencegah gigitan nyamuk
69,0 31,0 85,5 14,5
s. Melakukan larvasida 4,8 95,2 3,2 96,8t. Memelihara ikan pemakan jentik 3,4 96,6 8,1 91,9u. Menggunakan perangkap nyamuk 75,2 24,8 1,6 98,4v. Menanam tanaman pengusir nyamuk 2,1 97,9 1,6 98,4w. Memasang kawat kasa nyamuk 29,7 70,3 25,0 75,0x. Lainnya 0,7 99,3 0,8 99,2
30. Tempat menemukan jentik nyamuk di dalamdan di luar rumahq. Bak mandi/WC 58,6 41,4 39,5 60,5r. Ember 49,7 50,3 16,1 83,9s. Drum 17,2 82,8 0,0 100,0t. Dispenser 20,0 80,0 8,1 91,9u. TPA kulkas 11,7 88,3 0,0 100,0v. Toren air/tandon/tangki air 15,9 84,1 1,6 98,4w. Pagar bambu 13,1 86,9 0,8 99,2x. Tempurung kelapa 15,9 84,1 0,0 100,0y. Pot tanaman 21,4 78,6 7,3 92,7z. Tempat minum binatang 17,9 82,1 0,8 99,2
60
aa. Aquarium 9,0 91,0 1,6 98,4bb. Kolam 13,1 86,9 7,3 92,7cc. Barang bekas 36,6 63,4 22,6 77,4dd. Selokan/got 65,5 34,5 66,9 33,1ee. Tempat air suci 1,4 98,6 0,8 99,2ff. Lainnya 1,4 98,6 2,4 97,6
31. Yang dilakukan jika ditemukan jentik ditempat penampungan airf. Membuang air dari tempat
penampungan82,8 17,2 98,4 1,6
g. Menguras dan menyikat tempatpenampungan air
49,0 51,0 46,8 53,2
h. Menaburkan obat pembasmi jentik 4,1 95,9 0,8 99,2i. Memelihara ikan pemakan jentik di
tempat penampungan air0,7 99,3 0,8 99,2
j. Membuang jentiknya saja 0,7 99,3 0,8 99,2
Survey Jentik
Jenis kontainer yang ditemukan dalam proses pengumpulan data di
wilayah kelurahan Turikale pada saat pre-test dan post-test masing-masing
sebanyak 14 jenis kontainer dan. Jumlah kontainer yang diperiksa pada saat
pre sebanyak 569 kontainer dan post-test sebanyak 463 kontainer. Jumlah
kontainer positif jentik pada saat pre-test sebanyak 13 kontainer dan 5
kontainer positif pupa, sedangkan jumlah kontainer yang ditemukan positif
jentik pada post-test sebanyak 3 kontainer dan untuk pupa tidak ditemukan
pada saat pengumpulan data. Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan
positif jentik terbanyak adalah ember dan bak mandi. Jumlah jentik paling
banyak ditemukan di penampung dispenser sebanyak 5 kontainer (pre-test)
dan 2 kontainer (post-test).(Tabel 23).
Tabel 24.Jenis Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Turikale Kabupaten
Maros, 2019
Jenis KontainerPre Post
N % Jentik Pupa N % Jentik PupaBak Mandi 100 14,3 26 8 90 14,7 7 2Bak WC 9 1,3 6 1,0 2 1Drum 14 2,0 4 2 10 1,6 2Tangki 0 0,0 5 0,8Tempayan 33 4,7 47 7,7 1
61
Ember 410 58,6 22 7 290 47,4 3Baskom 42 6,0 1 76 12,4Tempat air suci 0,0 0,0Lain-lain TPA 6 0,9 1 14 2,3 1 1Tempat minumhewan 7 1,0 4 3 20 3,3
Tempat wudhu 0,0 0,0Penampung kulkas 0,0 0,0Penampungdispenser 35 5,0 17 6 33 5,4 6 2
Saluran Air 3 0,4 1 0,0Talang air 0,0 0,0Bagian tanaman 0,0 0,0Vas bunga/pot 2 0,3 0,0Tempurung kelapa 0,0 0,0Kolam/aquarium 7 1,0 1 8 1,3Barang bekas 26 3,7 5 3 12 2,0Lain-lain bukanTPA 6 0,9 4 1 0,2
Total 569 100 13 5 463 99,784 3 0
Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan positif jentik dan pupa
dengan kondisi kontainer terbuka di kelurahan Turikale pada saat pre-test
sebanyak 12 kontainer dan 5 kontainer sedangkan pada post-test sebanyak 3
kontainer dan untuk pupa tidak ditemukan pupa pada saat pengumpulan
data.(Tabel 24). Kondisi kontainer berdasarkan letak sebagian besar
ditemukan dalam rumah 74,0% pada pre-test dan 81,5% pada post-test.
Jumlah kontainer yang positif jentik dan pupa banyak ditemukan didalam
rumah yaitu sebanyak 9 kontainer dan 2 kontainer (pre-test) dan 3 kontainer
dan dan untuk pupa tidak ditemukan pupa pada saat pengumpulan data.
(Tabel 25).
62
Tabel 25Kondisi Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Turikale
Kabupaten Maros, 2019
Kondisi KontainerPre Post
N % Jentik Pupa N % Jentik PupaTertutup 125 22,0 1 0 101 21,8 0 0Terbuka 444 78,0 12 5 362 78,0 3 0
Total 569 100 13 5 463 100 3 0
Tabel 26.Letak Kontainer pada Pengumpulan Data Kelurahan Turikale Kabupaten
Maros, 2019
Letak KontainerPre Post
N % Jentik Pupa N % Jentik PupaLuar 148 26,0 4 3 85 18,3 0 0Dalam 421 74,0 9 2 378 81,5 3 0
Total 569 100 13 5 463 100 3 0
Hasil indikator indeks entomologi di kelurahan Turikale tersaji dalam
Tabel 26, pada saat pre-test jumlah rumah positif jentik sebanyak 10 rumah
sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah non intervensi sebesar 93,33%
sedangkan pada saat post-test jumlah rumah positif jentik sebanyak 4 rumah
sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah non intervensi sebesar
96,92%. Jumlah kontainer positif jentik dan pupa yang teridentifikasi saat pre-
test sebanyak 12 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 2,11%
sedangkan pada post-test jumlah kontainer positif jentik dan pupa yang
ditemukan sebanyak 4 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 0,86%.
63
Tabel 27.Indeks Entomologi pada Pengumpulan Data Kelurahan Turikale
Kabupaten Maros, 2019
IndeksNon-Intervensi
Pre Post
Jumlah kontainer 569 464
Kontainer positif jentik 12 4
Jumlah rumah 150 130
Rumah positif jentik 10 4
Container Index (CI) 2,11% 0,86%
House Index (HI) 6,67% 3,08%
Breteau Index (BI) 8 3,08
ABJ 93,33% 96,92%
3.2.3.3. Hasil AnalisisDaerah Intervensi (Kelurahan Adatongeng)Pengetahuan
Hasil analisis T-test pada Tabel 27 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan untuk pengetahuan responden antara hasil pretest
dan postest untuk masyarakat di wilayah intervensi untuk semua variabel,
diantaranya mendengar istilah jumantik, mendengar istilah G1R1J, darimana
mendengar istilah G1R1J, materi sosialisasi, mengetahui keberadaan kartu
jentik, kegunaan kartu jentik, dan pengetahuan mengenai kegiatan 3M Plus.
Tabel 28.Hasil Analisis mengenai pengetahuan masyarakat di Kelurahan Adatongeng
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi SE 95% CI p-value
1. Mendengar istilah jumantik 57,9 49,6 4,3 49,4 – 66,4 < 0,0012. Mendengar istilah G1R1J 53,0 50,1 4,4 44,4 -61,7 < 0,001
3. Dari mana pernahmendengar istilah G1R1J 50,4 50,2 4,4 41,8 – 58,9 < 0,001
4. Materi saat sosialisasiG1R1J 22,3 24,3 2,1 18,1 – 26,4 < 0,001
5. Mengetahui adanya kartujentik 51,9 50,2 4,3 43,3 – 60,5 < 0,001
6. Kegunaan dari kartu lembarjentik 53,4 50,1 4,3 44,8 – 61,9 < 0,001
64
7. Kegiatan 3M Plus 30,4 24,8 2,1 26,1 – 34,6 < 0,001Sikap
Terdapat perbedaan proporsi untuk semua variabel sikap antara
pretest dan postest, mancakup perihal pentingnya sosialisasi G1R1J, anggota
rumah tangga yang melaksanakan G1R1J, kegiatan 3M Plus, kebersihan
lingkungan dalam dan luar rumah, kunjungan petugas, serta pemberian
sanksi untuk rumah yang ditemukan jentik.
Tabel 29.Hasil Analisis mengenai sikap masyarakat di Kelurahan Adatongeng
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi SE 95% CI p-value
1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat 30,1 46,0 3,9 22,2 – 37,9 < 0,001
2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga 9,0 28,8 2,5 4,1 – 13,9 < 0,001
3.Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadapkebersihan lingkungan disekitar rumah
6,8 25,2 2,2 2,4 – 11,1 0,0024
4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah 40,6 49,3 4,3 32,1 – 49,1 < 0,001
5.Hanya lingkungan dalamrumah yang perlu diperhatikankebersihannya
15,0 35,9 3,1 8,9 – 21,2 < 0,001
6.Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu
6,8 25,2 2,2 2,4 – 11,1 0,0024
7.Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga
9,0 28,8 2,5 4,1 – 13,9 < 0,001
8.Merasa terganggu biladikunjungi petugas atau kaderjumantik 2 minggu 1 kali
12,8 33,5 2,9 7,0 – 18,5 < 0,001
9. Rumah yang ditemukan jentikdiberikan sanksi 52,6 50,1 4,3 44,0 – 61,2 < 0,001
Perilaku
Hasil analisis untuk perilaku pada Tabel 29 menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan rerata perilaku untuk semua variabel di wilayah
intervensi, mencakup perihal sosialisasi G1R1J, kepemilikan dan
65
pemeriksaan kartu jentik, kunjungan koordinator, dan pengetahuan mengenai
3M plus.
Tabel 30.Hasil Analisis mengenai perilaku masyarakat di Kelurahan Adatongeng
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi SE 95% CI p-value
1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J 39,8 49,1 4,3 31,4 – 48,3 < 0,001
2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J 41,4 49,4 4,3 32,9 – 49,8 < 0,001
3. Materi saat sosialisasi G1R1J 17,4 24,2 2,1 13,3 – 21,6 < 0,001
4. G1R1J pernah dilaksanakan ditempat responden 69,9 46,0 3,9 62,0 – 77,8 < 0,001
5. RT memiliki kartu pemeriksaanjentik 68,4 46,7 4,0 60,4 – 76,4 < 0,001
6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah 65,9 47,6 4,1 57,7 – 74,1 < 0,001
7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik ke rumah 58,3 49,5 4,3 49,8 – 66,9 < 0,001
8. PSN 3M plus 16,9 18,0 1,6 13,9 – 20,1 < 0,001
Daerah Non-Intervensi (Kelurahan Turikale)Pengetahuan
Tabel 30 menunjukkan hasil analisis pengetahuan antara pretest dan
postest untuk wilayah non-intervensi. Terdapat perbedaan proporsi untuk
semua variabel pengetahuan, diantaranya pengetahuan mengenai istilah
jumantik, istilah G1R1J, materi sosialisasi, keberadaan dan kegunaan kartu
jentik, serta pengetahuan mengenai 3M plus.
Tabel 31.Hasil Analisis mengenai pengetahuan masyarakat di Kelurahan Turikale
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi SE 95% CI p-value
1. Mendengar istilah jumantik 72,6 44,8 4,0 38,7 – 56,5 <0,0012. Mendengar istilah G1R1J 19,4 39,7 3,6 12,3 – 26,4 <0,001
3. Dari mana pernah mendengaristilah G1R1J 12,9 35,9 3,2 6,5 – 19,3 <0,001
4. Materi saat sosialisasi G1R1J 6,5 13,6 1,2 4,0 – 8,9 <0,001
5. Mengetahui adanya kartujentik 3,2 17,7 1,6 0,1 – 6,4 0,045
6. Kegunaan dari kartu lembar 3,2 17,7 1,6 0,1 – 6,4 0,045
66
jentik7. Kegiatan 3M Plus 20,1 23,8 2,1 15,9 – 24,3 <0,001
SikapHasil analisis untuk sikap menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara hasil pretest dan postest untuk variabel
perlunya pelaksanaan G1R1J di tiap rumah tangga, perlunya menguras bak
mandi sekali seminggu, dan pelaksanaan G1R1J di tempat responden,
sedangkan untuk variabel lainnya terdapat perbedaan proporsi hasil antara
pretest dan postest.
Tabel 31.Hasil Analisis mengenai sikap masyarakat di Kelurahan Turikale
No. VariabelMean
Difference
StandarDeviasi SE 95% CI p-value
1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat 19,4 39,7 3,6 12,3 – 26,4 < 0,001
2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga 4,8 21,5 1,9 1,01 – 8,7 0,0137
3.Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadapkebersihan lingkungan disekitar rumah
9,7 29,7 2,7 4,4 – 14,9 < 0,001
4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah 35,5 48,0 4,3 26,9 – 44,0 < 0,001
5.Hanya lingkungan dalamrumah yang perlu diperhatikankebersihannya
21,8 41,4 3,7 14,4 – 29,1 < 0,001
6.Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu
4,8 21,5 1,9 1,01 – 8,7 0,0137
7.Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga
5,6 23,2 2,1 1,5 – 9,8 0,0076
8.Merasa terganggu biladikunjungi petugas atau kaderjumantik 2 minggu 1 kali
9,7 29,7 2,7 4,4 – 14,9 < 0,001
9. Rumah yang ditemukan jentikdiberikan sanksi 51,6 50,2 4,5 42,7 – 60,5 < 0,001
67
PerilakuAnalisis perilaku antara pretest dan postest menunjukkan adanya
perbedaan rerata untuk variabel mendapatkan sosialisasi G1R1J, yang
melakukan sosialisasi, materi sosialisasi, dan pelaksanaan 3M plus, akan
tetapi untuk variabel pelaksanaan G1R1J di tempat responden tidak terdapat
perbedaan antara pretest dan postest. Tidak dapat dilakukan analisis untuk
variable kepemilikan kartu jentik, pengisian kartu jentik, dan frekuensi
kunjungan koordinator karena di wilayah tersebut tidak dibagikan kartu
pemeriksaan jentik.
Tabel 33.Hasil Analisis mengenai perilaku masyarakat di Kelurahan Turikale
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi SE 95% CI p-value
1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J 4,8 21,5 1,9 1,01 – 8,7 0,0137
2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J 4,0 19,8 1,8 0,5 – 7,5 0,0247
3. Materi saat sosialisasi G1R1J 1,8 9,2 0,8 0,1 – 3,4 0,0337
4. G1R1J pernah dilaksanakan ditempat responden 0,8 8,9 0,8 -0,8 – 2,4 0,3193
5. RT memiliki kartu pemeriksaanjentik 0 0 0 0 0
6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah 0 0 0 0 0
7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik ke rumah 0 0 0 0 0
8. PSN 3M plus 17,7 19,0 1,7 14,3 – 21,0 < 0,001
Perbandingan Post antara Daerah Intervensi dan Non-intervensi
Pengetahuan
Perbandingan hasil analisis untuk pengetahuan postest antara daerah
intervensi dan non-intervensi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
proporsi untuk semua variabel, kecuali pada variabel kegiatan 3M plus. Hasil
analisis ditunjukkan pada Tabel 33 berikut:
68
Tabel 34.Hasil Analisis postest mengenai perbandingan pengetahuan masyarakat di
Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale
No. Variabel MeanDifference SE 95% CI p-value
1. Mendengar istilah jumantik 13,1 5,0 3,3 – 22,9 0,00922. Mendengar istilah G1R1J 34,9 5,8 23,5 – 46,3 < 0,001
3. Dari mana pernah mendengaristilah G1R1J 38,6 5,6 27,7 – 49,6 < 0,001
4. Materi saat sosialisasi G1R1J 15,8 2,8 10,3 – 21,3 < 0,0015. Mengetahui adanya kartu jentik 52,4 4,7 43,1 – 61,7 < 0,001
6. Kegunaan dari kartu lembarjentik 52,4 4,7 43,1 – 61,7 < 0,001
7. Kegiatan 3M Plus 5,9 3,5 -1,0 – 12,8 0,094
SikapHasil analisis postest sikap menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan proporsi untuk semua variabel antara wilayah intervensi dan non-
intervensi. Variabel mencakup sosialisasi G1R1J, kegiatan 3M plus,
kebersihan lingkungan, kunjungan petugas, dan pemberian sanksi untuk
rumah yang ditemukan jentik. Beberapa variabel tidak bisa dilakukan analisis,
antara lain pelaksanaan G1R1J di tiap rumah tangga, pennanggungjawab
kebersihan di lingkungan rumah, dan perlunya menguras bak mandi sekali
seminggu.
Tabel 35.Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan Sikap Masyarakat di
Kelurahan Adatongeng dan Kelurahan Turikale
No. Variabel MeanDifference SE 95% CI p-value
1. G1R1J perlu disosialisasikan kemasyarakat 10,7 5,4 -0,03 – 21,4 0,0508
2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga 0 0 0 0
3.Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadapkebersihan lingkungan di sekitarrumah
0 0 0 0
4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah 9,5 6,2 -2,7 – 21,6 0,1264
5. Hanya lingkungan dalam rumah -5,9 4,9 -15,6 – 3,6 0,2202
69
yang perlu diperhatikankebersihannya
6.Perlu menguras bak mandi ataupenampungann air minimal 1kali 1 minggu
0 0 0 0
7.Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumah tangga
0,1 1,1 -2,1 – 2,2 0,9605
8.Merasa terganggu biladikunjungi petugas atau kaderjumantik 2 minggu 1 kali
4,6 4,1 -3,4 – 12,6 0,2587
9. Rumah yang ditemukan jentikdiberikan sanksi 5,4 5,9 -6,1 – 16,9 0,3576
PerilakuTerdapat perbedaan proporsi perilaku untuk postest antara wilayah
intervensi dan non-intervensi, mencakup variabel sosialisai G1R1J,
kepemilikan dan pemeriksaan kartu jentik, frekuensi kunjungan koordinator ke
rumah responden, dan pelaksanaan 3M plus di rumah tangga responden.
Tabel 36.Hasil Analisis Postest Mengenai Perbandingan Perilaku Masyarakat di
Kelurahan Adatongeng Dan Kelurahan Turikale
No. Variabel MeanDifference SE 95% CI p-value
1. Mendapatkan sosialisasi G1R1J 39,5 4,9 29,9 – 49,1 < 0,001
2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J 41,8 4,8 32,4 – 51,3 < 0,001
3. Materi saat sosialisasi G1R1J 16,9 2,4 12,1 – 21,6 < 0,001
4. G1R1J pernah dilaksanakan ditempat responden 91,7 2,5 86,7 – 96,6 < 0,001
5. RT memiliki kartu pemeriksaanjentik 81,9 3,5 75,1 – 88,8 < 0,001
6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah 68,2 4,2 59,9 -76,5 < 0,001
7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik ke rumah 65,9 4,3 57,5 – 74,3 < 0,001
8. PSN 3M plus 4,5 1,9 0,8 – 8,1 0,0162
3.2.4. Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program
Dalam tema ini tersambung secara holistik aspek pengetahuan, sikap
dan perilaku (praktek), yang dikerjakan oleh orang-orang yang menjadi
informan terhadap pelaksanaan program G1R1J baik pada tingkat provinsi,
70
kabupaten/kota, Puskesmas, koordinator, supervisi, kader jumantik maupun
informan di tingkat kecamatan/kelurahan/RW/RT. Untuk mengetahui
bagaimana dinamika pelaksanaan G1R1J di level Dinkes Provinsi Sulawesi
Selatan, diperlukan lebih banyak data primer yang dapat digali dari provider
yang terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya. Semua informan
mengetahui dengan baik mengenai Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik,
mulai dari struktur, siapa saja yang harus terlibat, dan kegiatan di
lapangan.pelaporan. Program belum berjalan sesuai juknis karena masih
ditemukan kasus DBD yang tinggi di berbagai daerah. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh salah seorang informan:
“Program pencegahan dan pemberantasan DBD, di Provinsi SulawesiSelatan, dimulakan sejak tahun 2017, namun program tersebut belumterlaksana maksimal, karena masih ditemukan kasus-kasus DBDdiberbagai daerah, termasuk didalamnya kabupaten Maros (Informan 1,Dinkes Provinsi Sulsel).
Kegiatan yang mendukung Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik baru
sampai pada pelaksanaan sosialisasi dan pembagian surveyor kit kepada
kabupaten yang berkomitmen untuk melaksanakan G1R1J.
3.2.4.1. Implementasi Kebijakan
Kejadian DBD di Kabupaten Maros mulai tahun 2017-2019
berfluktuasi, cenderung turun di tahun 2017 dan 2018, akan tetapi menurut
data sementara 2019, jumlah kasusnya kembail naik. Upaya pencegahan
dan pemberantasan DBD di tingkat program yaitu dengan menggiatkan
penyuluhan kepada masyarakat, meningkatkan pengetahuan tentang bahaya
jentik nyamuk, kerja bakti dan fogging terutama diwilayah yang terpapar DBD.
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) merupakan program dari kementerian
kesehatan bertujuan menurunkan angka kasus dan angka kematian akibat
DBD dengan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat
berbasis keluarga untuk melakukan pencegahan, di kabupaten Maros SK
G1R1J dan sudah ada sejak tahun 2017, hal itu dikemukakan salah satu
informan:
" G1R1J sudah ada SK sejak 2017, namun belum terlaksana secaraaplikatif di masyarakat" ( Dinkes Maros).
71
Untuk pengetahuan mengenai G1R1J, semua informan pada dasarnya
mengetahui adanya program tersebut meskipun tidak menjabarkannya secara
rinci, dan pelaksanaannya masih belum sesuai juknis.
Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa sikap
informan tersebut diatas, merupakan bagian dari upaya yang dilakukan oleh
petugas kesehatan, berkomitmen dalam menyampaikan program ini dalam
menurunkan ABJ dan PSN dan pencegahan vektor jentik nyamuk. Selain itu,
melibatkan warga masyarakat agar bersikap bahwa DBD itu bisa menjadi
penyebab kematian, dan harus mampu melakukan pencegahan sendiri agar
mereka terhindar dari penyakit DBD. Komunikasi secara aktif pada
masyarakat berisiko juga perlu dilakukan. Komunikasi dapat berupa
pemberian informasi yang benar tentang bahaya DBD, fokus untuk
memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD melalui PSN yang tepat.
3.2.4.2. Sumber Daya Manusia
Sumberdaya memegang peranan penting dalam mencegah dan
menurunkan tingkat prevalensi kasus-kasus DBD, namun Sumber Daya
Manusia (SDM) yang terpola secara struktural belum nampak secara nyata
jelas dan konsisten dalam mengimplementasikan program itu, sehingga
belum berjalan efektif sesuai konteks lingkungannya, karena operasional
SDM tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi perlu dipadukan dengan
keselarasan yang dapat saling menunjang. Ketersediaan sarana yang
digunakan dalam G1R1J menurut sebagian informan disiapkan oleh dinkes
provinsi dan kabupaten. seperti pernyataan yang dikemukakan oleh salah
satu informan:
"Sarana yang disediakan KIT Jumantik oleh Puskesmas 1 KIT 1Jumantik, isinya rompi, tas, senter, payung, pulpen dan notebook, sertaformaulir , sumber dananya dari Provinsi Sulsel, dserahkan pada waktusosialisasi " (Informan 2, Dinkes Maros).
Pelatihan atau sosialisasi mengenai G1R1J dilingkungan dinas
kesehatan sampai kader sangat penting dalam menunjang keberlangsungan
kegiatan G1R1J. Pelatihan dan sosialisasi telah dilaksanakan dari tingkat
provinsi sampai ke puskesmas, tapi baru didapatkan oleh sebagian kecil
pihak yang terlibat di intansi tersebut. Beberapa pihak yang juga memegang
peranan penting dalam pelaksanaan G1R1J masih ada yang belum
72
mendapatkan sosialisasi atau pelatihan khusus G1R1J, hanya mendapatkan
informasi mengenai G1R1J dari hasil diskusi dengan pihak lainnya. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan:
“Belajar sendiri sama Pak Wita (dari Pusat) itu sering diskusi” (Informan
3, Dinkes Provinsi)
3.2.4.3. AnggaranSalah satu yang sering menjadi kendala dalam implementasi suatu
program untuk mengupayakan pemahaman masyarakat terhadap bahaya
penyakit DBD adalah pendanaan, karena factor ini merupakan salah satu
penentu bahwa kebijakan itu berhasil atau tidak (gagal). Dari uraian hasil
wawancara dengan salah satu informan mengenai sumber dana dari
pemerintah daerah adalah APBD kabupaten Maros, namun yang sangat
diperlukan untuk menjalankan tugas-tugas mereka adalah biaya insentif yang
harus masuk dalam pembiayaan APBD kabupaten sebagai salah satu
bentuk kepedulian daerah membantu anggaran dana kementerian kesehatan.
Besarnya bantuan dana APBD dan APBN, sebagaimana wawancara dengan
salah satu informan mengatakan bahwa:
Jumlah dana untuk membiayai pelaksanaan program G1R1J, sumberdana dari APBD sesuai yang direncanakan dan diusulkan RAB(Rencana Anggaran Belanja) sebagai berikut: tahun 2017 sebesarRp.46.660.000, tahun 2018 sebesar Rp.94.550.000, tahun 2019sebesar Rp.265.000.000. " (Informan 2, Dinkes Maros).
Pendanaan Jumlah yang paling besar dana yang diterima yaitu tahun
2019, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, jumlah dana yang
dicairkan untuk program G1R1J, masih dianggap kurang memadai, karena
yang bisa digunakan untuk egiatan G1R1J sangat minim. Alokasi khusus
G1R1J tidak ada, jadi hanya diambilkan dari dana DBD. Hal ini berdasarkan
keterangan dari informan:
… mengenai kebijakan G1R1J di kabupaten Maros dapatdiimplementasikan, karena terjadi peningkatan tiap tahun, demikian jugadana DAK naik dari tahun ke tahun, berapa besar kenaikannya tidaktahu persis jumlahnya, karena diambil dari program DBD, mengenaicukup atau tidak ya dicukup-cukupkan. (Informan 4, Dinkes Maros).
Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa pemerintah
daerah sudah berupaya untuk mengatasi berbagai problema terkait dengan
pemberantasan DBD di kabupaten Maros, sehingga dimasukkan dalam
73
APBD, meskipun biaya tersebut masih kurang, karena kasus-kasus DBD
tetap berfluktuasi tiap tahun.
3.2.3.4. Sarana dan Prasarana
Ketersediaan sarana yang digunakan dalam G1R1J menurut sebagian
informan disiapkan oleh dinkes provinsi dan kabupaten. seperti pernyataan
yang dikemukakan oleh salah satu informan:
"Sarana yang disediakan KIT Jumantik oleh Puskesmas 1 KIT 1Jumantik, isinya rompi, tas, senter, payung, pulven dan notebook,serta formaulir , sumber dananya dari Provinsi Sulsel, dserahkanpada waktu sosialisasi " (Informan 2, Dinkes Maros).
Dengan demikian jelas Dinkes kabupaten Maros memiliki peranan
sebagai fasilitator dan pembuat kebijakan, serta memberi dukungan dalam
operasional jumantik, sehingga target kinerja petugas kesehatan di tingkat
Puskesmas dan kader jumantik dapat dicapai.
3.2.4.5. Pemberdayaan MasyarakatKoordinator dan tokoh masyarakat sangat menyarankan agar
sosialisasi lebih lanjut mengenai G1R1J dilakukan di tingkat masyarakat
secara rutin dan terjadwal agar masyarakat lebih mengerti tentang kegiatan
ini. Kegiatan ini perlu dilakukan agar menyadarkan masyarakat tentang
pentingnya pelaksanaan PSN dalam mencegah DBD. Hasil diskusi dengan
koordinator, mereka meminta agar sosialisasi ke masyarakat sebaiknya
dilakukan oleh petugas kesehatan, bukan hanya oleh koordinator jumantik
“Kurangnya memberikan sosialisasi ke warga masyarakat, makasebaiknya melibatkan petugas kesehatan Puskesmas” (Koordinatorjumantik).
Pemberdayaan masyarakat yang selama ini dilaksanakan baru sampai
pada sosialisasi di pertemuan rutin warga seperti arisan dan majelis ta’lim.
Sebagian besar masyarakat agak sulit mengikuti kegiatan bersama karena
sibuk bekerja. Sosialisasi dari rumah ke rumah masih dianggap yang paling
efektif. Meskipun beberapa warga masih tidak mau memberikan respon
positif terhadap kunjungan koordinator.
74
“Masih ada warga tidak mau buka pintunya kalau koordinator jumantikmelakukan pemantauan jentik” (Koordinator jumantik).
3.2.4.6. Dukungan dan Hambatan
Hambatan utama dalam pelaksanaan G1R1J yaitu anggaran dan
SDM. Hampir semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan G1R1J belum
pernah mengikuti pelatihan ataupun sosialisasi yang dikhususkan untuk
G1R1J. Begitupun instruksi dari atas tidak ada, sehingga sebagian besar
pelaksanaan G1R1J di beberapa lokasi adalah murni inisiatif dari kabupaten
itu sendiri, termasuk Kabupaten Maros. Dukungan stakeholder tingkat
provinsi dan kabupaten terhadap jalannya Kegiatan G1R1J di Sulawesi
Selatan khususnya Maros masih pada tahap sosialisasi di pertemuan resmi,
dan pembagian kit jumantik di beberapa kabupaten yang berkomitmen
melaksanakan G1R1J, meskipun masih dalam jumlah yang terbatas.
“Tidak ada dana. Tidak ada sama sekali pendampingan jangan kanpendampingan, koordinasi pengelola program sama sekali berapatahun tidak pernah ada jadi murni apa yang dilakukan beberapaprovinsi hampir seluruh Indonesia murni inisiatif sendiri, kreatifitassendiri” (Informan 3, Dinkes Provinsi).
3.2.5. Penggalangan Kerjasama3.2.5.1. Sosialisasi dan Workshop
Kegiatan sosialisasi bertujuan untuk menyamakan
persepsi/pandangan/kegiatan terhadap program gerakan 1 Rumah 1
Jumantik pada lintas sektor, kecamatan, kelurahan, RW, RT, kader,
koordinator jumantik, supervisor dan tokoh masyarakat. Sosialisasi
diselenggarakan untuk dua wilayah, yaitu untuk Kelurahan Turikale sebagai
kontrol, dan Kelurahan Adatongeng sebagai daerah intervensi. Workshop
hanya diselenggarakan untuk daerah intervensi, yang bertujuan agar pihak –
pihak yang terlibat dalam G1R1J dapat melakukan analisis masalah DBD,
penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait implementasi
penanggulangan penyakit DBD. Semua kegiatan sosialisasi dan workshop
75
dilakukan di Dinas Kesehatan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa
kegiatan ini didukung penuh oleh pemerintah setempat.
Kegiatan sosialisasi diikuti oleh Pak Lurah, beberapa jumantik rumah,
tokoh masyarakat, tokoh agama, RT/RW, koordinator jumantik, kader
Posyandu, dan PKK. Materi yang disampaikan pada saat sosialisasi di
wilayah kontrol dan wilayah intervensi antara lain Sosialiasisasi Mengenai
Pelaksanaan Penelitian oleh Tim Peneliti, kemudian dilanjutkan dengan
paparan mengenai Situasi DBD di Kabupaten Maros oleh Kepala Seksi
Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Maros, dan ditutup dengan penyajian
informasi mengenai Gerakan 1R1J. Kegiatan workshop diisi dengan
pemaparan mengenai kegiatan penelitian oleh Tim Peneliti, dilanjutkan
dengan sosialisasi G1R1J dan Bahaya DBD oleh Dinkes Provinsi, serta
Pengenalan Habitat Vektor dan Metode Survey Jentik oleh Tim Peneliti.
Hasil diskusi antara warga, tokoh masyarakat, perangkat
pemerintahan dan pihak penyelenggara cukup dinamis. Rerata pertanyaan
warga hanya berkisar ke penyebab, bahaya, dan pencegahan DBD. Selain
itu, hampir semua peserta menyalahkan saluran got yang tersumbat dan
lahan kosong yang tidak terawat (rawa-rawa) merupakan penyebab utama
penyebaran nyamuk DBD. Kurangnya pembahasan mengenai PSN dan
G1R1J, serta minimnya pengetahuan warga mengenai tempat
perkembangbiakan Aedes aegypti menandakan bahwa di daerah belum
disosialisasikan secara merata mengenai G1R1J ke masyarakat. Penjelasan
yang disampaikan pada saat sosialisasi dan workshop sedikit banyak
membuka wawasan masyarakat mengenai tempat-tempat perkembangbiakan
jentik yang selama ini kurang diperhatikan, begitu juga dengan kebiasaan-
kebiasaan menggantung pakaian dan tidak menutup tempat penampungan air
yang bisa memicu perkembangbiakan jentik dan nyamuk penyebab DBD.
Masyarakat sangat mengharapkan adanya sosialisasi lebih lanjut dan
menyeluruh untuk semua warga di Kelurahan Adatongeng maupun di
Kelurahan Turikale, karena belum semua warga mengerti dengan baik
mengenai G1R1J dan bagaimana cara pelaksanaan PSN yang tepat.
3.2.5.2. Kegiatan Pendampingan Tahap IKegiatan pendampingan tahap pertama adalah focus group discussion
(FGD) dengan supervisor, koordinator jumantik, RT, RW, tokoh masyarakat
76
dan tokoh agama (gambar 3). Rata-rata informan mengetahui dengan baik
bahaya DBD, gejala dan cara pencegahannnya. Sebagian besar informan
juga sudah bisa memberikan penjelasan mengenai G1R1J, meskipun belum
selengkap definisi yang ada di juknis. Hal tersebut seperti yang disampaikan
salah satu informan:
“Membuang dan membersihkan timbulnya jentik yang ada dalam
rumah, yang kurang mendapat perhatian pemilik rumah” (Informan 3,
koordinator jumantik).
Gambar 5. Focus group discussion (FGD) supervisor, koordinator, RT, RW, tokoh
masyarakat, tokoh agama Perumahan Tumalia, Kelurahan Adatongeng.
Semua koordinator belum pernah mendapatakan sosialisasi dari
program, hanya sosialisai yang telah dilakukan oleh tim peneliti. Koordinator
dan tokoh masyarakat sangat mengharapkan sosialisasi untuk semua
masyarakat, agar warga lebih mengerti mengenai G1R1J. Kegiatan
koordinator yang sudah dilakukan meliputi sosialisasi ke warga, pengecekan
kartu jentik, dan menempelkan stiker untuk sosialisasi. Sosialisasi dilakukan
baik dalam pertemuan rutin warga maupun melalui obrolan-obrolan ketika
melakukan kunjungan pemeriksaan kartu jentik.
Semua hasil pendataan jentik dan hasil cek pengisian kartu oleh
kader tetap disampaikan ke puskesmas sebagai laporan kegiatan. Laporan
77
berupa catatan dan rekapitulasi hasil pemantauan jentk di masing-masing
rumah.
“Dibuatkan catatan dan rekap hasil temuan jentik di masing-masing
rumah, setiap laporan itu seharusnya Puskesmas segera menindakklanjuti”
(Informan 4, koordinator jumantik).
Kegiatan yang dilakukan pada pendampingan tahap pertama selain
FGD adalah mengidentifikasi masalah oleh masing-masing koordinator
jumantik meliputi penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait
pembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD (Tabel 36 ).
Tabel 37.Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkaitpembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD pada pendampingan
tahap 1.
Masalah Penyebab Upaya yang sudahdilakukan
Kesepakatan carapemecahannya
Masyarakat belummengerti dengan baikdampak yangditimbulkan DBD Pengetahuan
mengenai DBD masihkurang
Sosialisasi tentang DBD
Kerjasama denganPuskesmas dankelurahan
Tidak ada yangmengontrolkeberadaan jentikdirumah masing-masing
Sosialisasi cara mengisikartu jentik
Koordinator yangsosialisasi sendirikadang tidak diterimaoleh warga.
Warga bosan didatangidan disurvey
Sosialisasi dilakukanbersama denganPuskesmas dipertemuan ruitn warga
Berdasarkan tabel diatas, masalah yang berhasil diidentifikasi yaitu
masyarakat belum mengerti dengan baik dampak yang ditimbulkan DBD,
tidak ada yang mengontrol keberadaan jentik di rumah masing-masing,
koordinator yang melaksanakan sosialisasi sendiri kadang tidak diterima
warga. Penyebab dari permasalahan tersebut karena pengetahuan warga
mengenai DBD masih kurang, warga juga sudah bosan didatangi petugas
karena wilayahnya sering dijadikan sampel penelitian/survei. Untuk
mengatasi hal tersebut perlu pemecahan masalah dengan melakukan
kesepakatan yaitu koordinator bekerjasama dengan puskesmas dan
78
kelurahan untuk sosialisasi pada pertemuan warga seperti majelis taklim dan
arisan.
3.2.5.3. Kegiatan Pendampingan Tahap IIPengetahuan menyangkut persepsi dan perspektif sangat penting dalam usaha
mensukseskan program gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J). Memahami
permasalahan DBD maka perlu diketahui persepsi dan perspektif warga di Kelurahan
Adatongeng kecamatan Turikale terhadap DBD. Kegiatan pendampingan tahap kedua
adalah wawancara mendalam terhadap RT dan RW serta advokasi kepada Dinas
Kesehatan Maros, Camat Turikale dan Lurah Adatongeng. Pengetahuan informan
mengenai gejala DBD menyebutkan demam tinggi kemudian timbul bintik-bintik merah.
Untuk pengetahuan mengenai penyebab sebagian informan menyebutkan bahwa DBD
di sebabkan oleh jenis nyamuk tertentu yang dinamakan Aedes agypti, namun salah
satu informan menyebutkan DBD disebabkan oleh semua jenis nyamuk. Ketiga
informan menyatakan bahwa DBD merupakan penyakit yang berbahaya berdasarkan
pengalaman pribadi, keluarga, tetangga yang pernah terkena DBD. Pengetahuan
informan mengenai cara pencegahan DBD dengan dilakukan fogging dan penggunaan
obat nyamuk.
Sosialiasi atau memasyarakatkan program G1R1J belum terlihat efektif. Pada
pendampingan kedua masih diketemukan bahwa G1R1J adalah program yang baru
didengar. Hal tersebut dikarenakan informasi hanya bertumpu pada pertemuan di
kantor kelurahan maupun di puskesmas. Hal tersebut dikemukakan salah satu
informan:
“Gerakan satu rumah satu jumantik ini sebelumya tidak pernah ya saya ketahui,
nanti yang di kegiatannya tim ini baru saya ketahui” (Informan 3, Kecamatan
Turikale)
Ketokohan merupakan bagian penting dalam tahap sosialisasi dan
pendampingan program G1R1J di . Sebagian besar warga, menganggap himbauan
dan atau instruksi dari pimpinan merupakan hal yang sangat penting untuk
mensukseskan program G1R1J. Faktor yang menjadi penghambat pelaksaan
program satu rumah satu jumantik adalah lokasi wilayah pendampingan yang
79
beralamat di Kelurahan Adatongeng yang mana karakterisitik wilayah pendampingan
adalah wilayah perumahan padat penduduk (perumnas). Hal tersebut berimbas pada
kefektifan program gerakan satu rumah satu jumantik. Karakteristik warga perumahan
yang lebih banyak dihuni oleh pekerja kantoran dan mahasiswa serta pelajar
menyebabkan penentuan waktu bersama untuk membersihkan lingkungan rumah dan
lingkungan sekitar susah ditemukan. Ketiadaan waktu luang bersama antar warga
menyebabkan antar satu warga dengan warga lainnya saling iri hati/cemburu dan
saling mengharap untuk membersihkan lingkungannya. Faktor lainnya yang
menghambat adalah SK untuk koordinator dan supervisor jumantik, SK tersebut
nantinya akan menghubungkan struktur organisasi G1R1J di Kelurahan Adatongeng
baik dari tingkat pusat hingga daerah, adapun SK juga berhubungan dengan honor
yang akan diterima oleh mereka serta lingkup kerja mereka.
Gambar 4. Advokasi ke Dinas Kesehatan Maros.
Advokasi pada pendampingan tahap kedua dilakukan kepada Dinas
Kesehatan Maros (gambar 4), Camat Turikale dan Lurah Adatongeng. Advokasi
tersebut menyampaikan hasil sementara survei yang telah dilaksanakan terhadap
masing-masing 150 rumah warga daerah intervensi dan non intervensi, dalam
advokasi tersebut juga menyampaikan efektifitas program G1R1J akan dicapai apabila
memaksimalkan peran lintas sektor terutama saat sosialisasi. Hasil dari advokasi
tersebut adalah Dinas kesehatan Kabupaten Maros akan melakukan sosialisasi
program melalui siaran di radio FM Maros. Selain itu dinas kesehatan Kabupaten
Maros juga menyisipkan sosialiasasi G1R1J dan bahaya DBD saat pelaksanaan
80
upacara di lapangan kantor bupati terutama saat Dinas Kesehatan Kabupaten Maros
mendapatkan tugas menjadi pelaksana upacara. Dinas Kesehatan Maros juga akan
melaksanakan advokasi ke Bupati Maros.
Peran lintas sektor berpengaruh tarhadap keberhasilan program G1R1J,
apabila tidak berjalan dengan maksimal maka apa yang telah programkan akan
menemui hambatan, misal sikap apatis salah satu pemimpin terhadap program
G1R1J, dimana sikap apatis tersebut berlandaskan pengalaman pendampingan
kepada warga perumnas yang juga bersikap apatis. Sikap apatis pemimpin terhadap
program G1R1J juga disebabkan faktor internal individu, juga dipengaruhi oleh rotasi
jabatan yang begitu cepat di Kabupaten Maros sehingga program G1R1J belum
berjalan efektif selama pendampingan dan advokasi tahap kedua.
Tabel 38Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait
pembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD pada pendampingan tahap 2.
Masalah Penyebab Upaya yang sudahdilakukan
Kesepakatan carapemecahannya
Belum adapembagian wilayahtugas masing-masingkoordinator
Cluster/letak rumahmasing-masingresponden belumjelas
Sosialisasi wilayahterdekat terlebihdahulu, pembagiansementara tiap lorong.
Berkoordinasi denganRT/RW mengenai letakrumah responden.
Masih ada yangbelum mendapatkartu jentik
Tidak ada di rumahpada saat dikunjungi
Membagikan kartu padasaat pertemuan rutinatau pada saat setelahshalat maghrib dimasjid.
Beberapa yangditemui pada saatsosialisasi ke rumah-rumah adalah lansia
Memanggil tetanggaterdekat untukmembantu memberipemahaman danmembantu mengisikartu jentik berdasarkanpengakuan dariresponden.
Kesadaran warga dalam program pemantauan dan pembasmian jentik
nyamuk adalah kunci sukses dalam program G1R1J, namun begitu kreativitas
supervisor dan koordiantor jumantik dalam melakukan pendampingan terhadap warga
81
merupakan hal terpenting. Pelatihan dan bimbingan teknis yang harus diberikan
kepada supervisor dan koordinator jumantik perlu dilakukan secara lebih intens lagi
agar supervisor dan koordiantor jumantik lebih memahami kinerja yang harus
dilaksanakan dalam program G1R1J dan PSN. Tingkat kepahaman supervisor
tentang tanggung jawab serta wilayah kerjanya dalam pendampingan kedua ini bisa
dikatakan belum terlalu maksimal, beberapa faktor diantaranya pengetahuan akan
tupoksi sebagai supervisor, pemanfaatan waktu bersama koordinator jumantik dan
warga, serta kegiatan yang telah dilaksanakannya terutama dalam menyusun dan
melaporkan angka bebas jentik (ABJ). Ketika ABJ tidak dilaporkan, maka hal ini
mengindikasikan pada pemantauan dan pemeriksaan jentik nyamuk tahap
pendampingan kedua ini belum maksimal. Hal tersebut teridentifikasi dalam diskusi
kelompok yang terangkum dalam tabel 37 karena belum ada pembagian wilayah tugas
masing-masing koordinator, masih ada warga yang belum mendapatkan kartu jentik,
warga yang ditemui saat sosialisasi adalah lansia. Berdasarkan permasalahan
tersebut kesepakatan cara pemecahannya adalah berkoordinasi dengan RT/RW
mengenai letak rumah responden, membagikan kartu jentik pada saat pertemuan di
masjid maupun majelis taklim. Apabila lansia yang ditemui pada saat sosialisasi maka
memanggil tetangga terdekat untuk memberi pemahaman dan membantu mengisi
kartu jentik.
3.2.5.4. Kegiatan Pendampingan Tahap III
Pendampingan tahap tiga dilakukan dengan mewawancari 10 informan tingkat
rumah tangga. Adapun sepuluh rumah tangga tersebut disampel dari 5 rumah tangga
yang aktif dan 5 rumah tangga yang tidak aktif dalam pemantauan jentik hingga
penanggulangan demam berdarah di wilayah rumah tangga dan lingkungan
sekitarnya. Hasil yang diperoleh dikelompokan berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki informan hingga hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan
jumantik. Pelaksanakan pendampingan ketiga adalah menggali informasi mengenai
pengetahuan informan tentang demam berdarah. Kesepuluh informan beberapa di
antaranya mengerti dan mengetahui mengenai penyebab demam berdarah, gejala
demam berdarah, semua informan menyatakan bahwa DBD berbahaya, sebagian
menyatakan menular dan beberapa informan menyatakan tidak menular bahkan ada
yang tidak mengetahui bahwa DBD merupakan penyakit menular, salah satu informan
mengemukakan bahwa:
82
“kalau tanda tanda orang kena DBD panas, .. DBD itu karena di gigit nyamuk. Menurut
saya DBD itu berbahaya, tapi tidakji kalau menular.. Ya mencegahnya itu
membersihkan bak mandi, menguras airnya, mengubur kaleng kaleng” (Informan 8,
Jumantik Rumah Tangga).
Gambar 7. Wawancara mendalam salah satu informan jumantik rumah tangga di
Perumahan Tumalia, Kelurahan Adatongeng.
Gerakan satu rumah satu jumantik merupakan gerakan yang belum lama
disosialisasikan. Program G1R1J merupakan penyempurnaan dari program 3M+ yang
telah disosialisasikan beberapa tahun sebelumnya. Pengetahuan warga bersumber
dari persepsi dan perspektif yang bersandar dari pengalaman yang telah dilaluinya.
Intensitas sebuah program dilihat dari sosialsisi program itu sendiri. Merujuk jawaban
sebelumnya mengenai pengalaman mereka tentang G1R1J, warga Adatongeng
hampir tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan G1R1J karena belum
dilaksanakan sosialisasi dari program.
Tindakan yang dilakukan warga berkenaan jentik nyamuk demam berdarah
beberapa di antaranya telah tepat semisal dengan membersihkan pot bunga, bak
kamar mandi, menaburkan abate, dan membersihkan sampah atau tempat-tempat
yang dapat menampung jentik nyamuk, apakah itu karena memiliki pengalaman buruk
secara langsung terhadap demam berdarah ataukah hanya melalui cerita mengenai
bahayanya demam berdarah. Sementara itu, tindakan lainnya yang dilakukan belum
terlalu mengena, semisal membersihkan selokan depan rumah hanya dikarenakan
83
begitu banyak jentik atau hawan-hewan kecil lainnya dalam selokan tersebut. Warga
tahu tentang nyamuk terutamamengenai jentik nyamuk, walau masih belum
mengetahui perbedaan antara nyamuk penyebab demam berdarah dan nyamuk biasa.
Warga kelurahan Adatongeng memiliki respon yang sangat positif dalam
pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk baik itu sifatnya di rumahnya maupun
yang ada di lingkungan sekitar rumahnya. Namun begitu pendapat beberapa informan
bisa dijadikan peringatan dalam programG1R1J, karena dalam anggapan mereka
bahwa G1R1J merupakan tugas dari pemerintah. Sementara itu pada tahap
pendampingan ketiga ini masih juga ada yang beranggapan bahwa pengasapan/foging
merupakan langkah tepat untuk membasmi jentik maupun nyamuk dewasa. Partisipasi
warga dalam mengisi kartu pantau jentik masih minim, bahkan ada yang tidak
mengetahui keberadaan kartu jentik itu sendiri. Sementara itu ada yang mengetahui
keberadaan kartu pantau jentik, namun tetap juga tidak mengisinya, seperti
pernyataan salah satu informan:
“tidak pernah saya isi. Biasa petugas ji yang periksa kartu” (informan 5,
Jumantik Rumah Tangga).
Gambar 8. Pengisian Kartu Pemeriksaan Jentik
84
Berkenaan hal tersebut, bisa diindikasikan bahwa 1. partisipasi warga yang
memang rendah; 2. sosialisasi dari kader yang belum maksimal; 3. sewaktu sosialiasi
cara pengisian kartu dan sewaktu pendampingan ketiga, orang yang ditemui berbeda.
Beberapa informan yang diwawancarai belum merasakan manfaat langsung dari
program G1R1J. Bahkan masih ada juga yang berpendapat bahwa program
pemerintah adalah tugas pemerintah itu sendiri, dan bukan merupakan kewenangan
masyarakat. Namun, sebagian informan berkeyakinan bahwa dalam tahap
pendampingan yang dilakukan hingga saat ini mereka telah merasakan manfaat
langsung dari adanya G1R1J. Program G1R1J dalam penanggulangan DBD,
memberikan kesan yang berbeda antara warga yang satu dengan warga yang lainnya
walaupun mereka tinggal berdekatan.
Tabel 39 .Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait
pembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD.
Masalah Penyebab Upaya yang sudahdilakukan
Kesepakatan carapemecahannya
Kartu jentik belumsemuanya terisi
Masih kurangkesadaran, masih belumfaham cara mengisikartu jentik, lupacaranya, sibuk denganpekerjaan masing-masing.
Sosialisasi rumah kerumah dan pertemuanrutin warga, sertamenghimbau untukmengisi kartu jentik.
Sosialisasi rutinbersama pihakPuskesmas
Meminta dukungandari kelurahan agarmenghimbaumasyarakat untukberpartisipasi dalamkegiatan G1R1J
Tanggalpemeriksaan tidaksesuai dengansistematik carapengisian kartu
Masih kurang pahamcara mengisi(membersihkan TPAtiap hari, mengisi kartutiap hari)
Memberi penjelasankembali mengenaicara pengisian kartuyang benar.
Dituliskan tanggalpemeriksaan olehkoordinator.
Diingatkan lewatWA/SMS.
Edaran Bupatimengenaihimbauan agarwargaberpartisipasidalam PSN danG1R1J belum
Masih dalam tahappenyebarluasaninformasi
Penyampaianhimbauan bupati diacara lomba wargadan di tempat ibadah.
Mendistribusikanedaran bupati ke SKPDoleh Dinkes Kab.Maros.
85
terdistribusi kesemua titik-titikpotensial untukwarga.
Identifikasi masalah dan kesepakatan kerja dalam pendampingan tahap ketiga
(tabel 38) adalah membuat pelaporan, membuat grup media sosial (wa) untuk
mempermudah komunikasi dan pelaporan. Kerja bakti akan dilakukan seminggu sekali
oleh warga dalam lingkup RW dengan dihadiri oleh aparat kelurahan dan ditinjau
langsung oleh Kepala Kelurahan Adatongeng. Kader bersama tokoh masyarakat
melakukan sosialisasi tentang Jumantik, Jurbastik dan Pembersihan Sarang Nyamuk,
serta Demam Berdarah di perkumpulan warga seperti majelis taklim, arisan, pengajian
warga, upacara 17 Agustusan. Kader dan Petugas Kesehatan juga meminta bantuan
tokoh agama di setiap sholat Jumat (sebelum Khutbah) untuk mengingatkan warga
mengisi kartu pantau jentik. Advokasi dan Pendampingan tahap tiga juga
menganjurkan warga untuk membuat alat perangkap nyamuk seperti yang tertuang di
buku saku jumantik. Mendistribusikan surat himbauan Bupati Maros (gambar 6)
sebagai penguatan kepercayaan masyarakat saat koordinator melaksanakan
sosialisasi dan pendampingan agar masyarakat ikut serta berpartisipasi pada program
G1R1J.
86
Gambar 9. Surat edaran Bupati Maros berisi himbauan agar warga ikut sertaberpartisipasi terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit demamberdarah dengue (DBD) dalam program Gerakan satu rumah satu jumantik(G1R1J).
87
Pendampingan tahap ketiga ini masih banyak yang belum mempunyai kartu
jentik atau tidak mengetahui tempat penyimpanan kartu jentik, sementara itu dari
penulisan tanggalnya biasanya tidak sesuai dengan tanggal waktu warga memantau
jentik, bahkan ada yang mengisi kartu jentik sebelum tanggal dan bulan yang telah
ditetapkan. Fokus advokasi dan pendampingan tahap ketiga ini adalah menguatkan
pemahaman masyarakat tentang jentik nyamuk, tempat-tempat perindukan nyamuk
DBD yang perlu di perhatikan, karena warga masih banyak yang belum paham.
Beberapa kader jumantik memanfaatkan gawai untuk mengingatkan warga agar bisa
memantau dan membasmi jentik nyamuk dan mengisi kartu jentik dua maupun satu
hari sebelum tanggal pengisian yang telah ditetapkan. Respon warga ketika diingatkan
untuk mengisi kartu jentik sangat positif
Faktor penting lainnya dalam advokasi dan pendampingan ketiga ini adalah
minimnya kesadaran warga dalam membuang sampah pada tempatnya. Warga masih
membuang sampah rumah tangganya sembarangan, walaupun kelurahan telah
menyediakan tempat pembuangan sampah ditiitk tertentu, serta Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten telah menjadwalkan untuk menjemput sampah warga seminggu tiga
kali.
3.2.5.5. Kegiatan Pendampingan Tahap IV
Kegiatan pendampingan tahap 4 adalah mengevaluasi kinerja dari berbagai
lintas sektor untuk mengetahui apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat
dalam program Gerakan Satu Rumah Satu Jumkantik (G1R1J). Hal pertama yang
menjadi bahan evaluasi adalah koordinasi Provinsi dan Kabupaten. gambaran bahwa
hubungan kerjasama antara dinas tingkat provinsi dan tingkat kabupaten belum terjalin
dengan maksimal, terutama pada program G1R1J. Baik provinsi maupun kabupaten
belum berkoordinasi dalam mencari solusi untuk melaksanakan G1R1J dengan baik
terutama di wilayah Kelurahan Adatongeng sebagai wilayah intervensi. Kalaupun ada
kerjasama biasanya hanya terjalin sesama bidang, untuk pelaporan apabila ada yang
terkena DBD. Sedangkan untuk G1R1J belum terlaksana. Pernyataan salah satu
informan mengenai peran provinsi dalam proses pendampingan atau intervensi:
“Provinsi tidak ada, yang ada hanya kabupaten. Bentuknya itu dalam pemasangan
spanduk dan stikernya...sebelum adanya program ini, memang sama sekali tidak ada
intervensi untuk pemeriksaan terkait DBD. Kayaknya harus di lanjutkan sosialisasi
setempat, kan selama ini fokus di Adatongeng saja” (Informan 1, Puskesmas Turikale).
88
Gambar 10. Wawancara mendalam evaluasi kinerja lintas sektor di Puskesmas
Turikale.
Pendampingan dan intervensi belum berjalan secara maksimal seperti yang
diharapkan terutama dalam program G1R1J. Untuk koordinasi antar bidang, masih
terdapat ego lintas sektor dalam kegiatan jumantik maupun jurbastik. Bidang-bidang
yang ada memilih untuk fokus pada bidangnya sendiri tanpa bermaksud untuk
menguatkan jalinan kerjasama antar lini, karena juru pantau jentik ini akan
berhubungan dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk, Angka Bebas Jentik, dan
Demam berdarah. Seharusnya antar bidang bisa berkoordinasi, dimulai dari
pendataan awal, pemantauan jentik, hingga pengobatan bila sudah ada yang
terindikasi terkena demam berdarah. Proses pendampingan dan intervensi tahap
empat ini juga memberikan manfaat langsung dimasyarakat itu sendiri walau belum
sesuai seperti yang diharapkan. Dibandingan saat pendampingan pertama hingga
ketiga, ada peningkatan pengetahuan masyarakat berkenaan nyamuk dan demam
berdarah serta tingkat partisipasi yang mulai membaik dibandingkan saat
pendampingan tahap pertama hingga tahap ketiga.
Pelaksanaan program diawali dengan intervensi dan pendampingan dari
pusat ke daerah. Adapun daerah kemudian diharapkan dapat berinovasi untuk
memenuhi capaian angka bebas jentik yang ideal. Pelaksanaan intervensi
pendampingan dari tahap pertama hingga tahap keempat selain menghasilkan
manfaat program, juga menghasilkan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan pihak
terkait berkenaan program G1R1J. Tiap-tiap pengambil kebijakan dari beragam bidang
89
telah memiliki rencana untuk tetap melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
demam berdarah baik dengan tetap menjalankan apa yang telah dilaksanakan dalam
program satu rumah satu jumantik, maupun menambahkan kegiatan-kegiatan tertentu
semisal, lebih mempererat koordinasi jalinan antar bidang maupun menambah
jaringan untuk lebih memperkuat pelaksanakan pendampingan selanjutnya.
Tabel 39. Analisis masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah terkait
pembasmian jentik dan pemberantasan penyakit DBD.
Masalah PenyebabUpaya yang sudah
dilakukan
Kesepakatan cara
pemecahannya
Hanya sebagian kecil
responden yang tidak
mengisi kartu jentik
Lupa, sibukDiingatkan lewat
WA/SMS.
Diingatkan lewat
WA/SMS.
Masih ada beberapa
rumah yang belum
dibagikan kartu jentik.
Yang bersangkutan
tidak pernah bisa
ditemui
Kartu pemeriksaan jentik
belum terisi penuh
Lupa, sibuk, keluar
daerah
Diingatkan lewat
WA/SMS.
Diingatkan lewat
WA/SMS.
Berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan supervisor dan
koordinator jumantik, maka diidentifikasi permasalahan dan cara pemecahan masalah
(tabel 39). Pada pendampingan tahap keempat hanya sebagian kecil responden yang
tidak mengisi kartu jentik dengan alasan lupa atau sibuk. Masih ada beberapa rumah
yang belum dibagikan kartu jentik karena tidak pernah ditemui ketika koordinator
datang membagikan kartu jentik. Sedangkan kartu jentik yang sudah terisi belum terisi
secara penuh dengan alasan lupa, sibuk atau keluar kota. Pemecahan berbagai
masalah tersebut dilakukan dengan mengingatkan warga melalui WA/SMS.
Pelaksanaan intervensi dan pendampingan keempat menemukan beragam
permasalahan yang belum terselesaikan dan kemungkinan besar masih akan berlanjut
saat intervensi ini selesai dilaksanakan. Beberapa temuan tersebut adalah:
1. Partisipasi warga yang masih rendah (pada rumah yang sama).
Hal terpenting yang menjadi temuan pada tahapan ini adalah masih rendahnya
respon warga dalam usaha melibatkan diri dalam memantau dan membasmi
nyamuk. Hal tersebut ditandai dengan:
90
a. Pada beberapa kasus, koordinator tidak bisa masuk ke dalam rumah warga
untuk memantau pengisian kartu jentik. Hal tersebut karena tuan rumah tidak
berada di tempat ataupun karena tidak diizinkan masuk.
b. Beberapa rumah tidak mengisi atau tidak mengetahui lagi di mana
keberadaan kartu jentik.
c. Perlu mendapat perhatian apakah benar warga telah melakukan pemantauan
dan pembasmian jentik nyamuk meskipun telah mengisi kartu jentik.
2. Kerja bakti tidak menyelesaikan masalah dengan tuntas
Kerja bakti tidak berjalan maksimal untuk menaikan angka bebas jentik ataupun
pemberantasan sarang nyamuk. Kerja bakti adalah upaya membersihkan
lingkungan, namun tidak serta merta berdampak pada pemantauan dan
pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti. Tingkat partisipasi warga dalam
kerja bakti juga belum meningkat karena mengharapkan lurah memantau
langsung kegiatan kerja bakti.
3. Mengintensifkan sosialisasi door to door
Koordinator melaksanakan sosialisasi dari rumah ke rumah untuk terus
mengingatkan warga dengan membekali diri menggunakan media promosi
kesehatan dan surat edaran dari Bupati berisi himbauan agar warga ikut serta
berpartisipasi terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit demam berdarah
dengue (DBD) dalam program Gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J).
4. Inovasi pada kartu pantau jentik
Masih banyak warga yang mengeluhkan bentuk kartu yang kecil, sehingga sulit
untuk mengisinya. Selain itu desain kartu jentik kiranya dapat dibuat semenarik
mungkin, sehingga warga dapat mengingat keberadaan kartu jentik (semisal
warna yang terang, dan terbuat dari bahan yang tahan air).
5. Supervisor yang tidak mengetahui SOP
Salah satu kendala dalam memantau aktivitas warga saat membasmi jentik
nyamuk adalah supervisor yang tidak menginput dan mengevaluasi data dari
koordinator untuk dihubungkan dengan pihak puskesmas. Ketika data tidak
terupdate maka evaluasi program akan terhambat atau menemui kendala.
Koordinator, supervisor, RT, RW, dan semua SKPD di wilayah penelitian
sangat mendukung kegiatan G1R1J. Bidang kesehatan dan lintas sektor sangat
intens berkoordinasi mengenai kegiatan penelitian, dan menyampaikan hasil
kegiatan tim ke tingkat bupati. Hal ini ditunjukkan dengan difasilitasinya kegiatan
sosialisasi koordinator dengan membuatkan spanduk dan stiker untuk ditempel di
91
rumah warga oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Maros. Camat dan Dinkes juga
memediasi advokasi ke tingkat bupati sehingga terbit edaran bupati mengenai
dukungan terhadap G1R1J dan himbauan agar warga mengaktifkan kembali
kegiatan G1R1J melalui PSN dan 3M Plus.
Kegiatan pendampingan menghasilkan penandatanganan komitmen bersama
agar terus melaksanakan kegiatan G1R1J dengan pendekatan masyarakat
melalui penguatan system surveilens, kerja bakti, dan PSN di lingkunag rumah,
kantor, dan sekolah dalam rangka mencegah penularan penyakit DBD.
Pernyataan komitmen bersama ditandatangani dari tingkat koordinator sampai ke
kecamatan dan dinkes, dan diketahui oleh bupati setempat.
Gambar 11. Pemaparan Hasil Kegiatan oleh Koordinator Jumantik
3.2.6. Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut Pelaksanaan G1R1J
Koordinator, supervisor, RT, RW, dan semua SKPD di wilayah
penelitian sangat mendukung kegiatan G1R1J. Bidang kesehatan dan lintas
sektor sangat intens berkoordinasi mengenai kegiatan penelitian, dan
menyampaikan hasil kegiatan tim ke tingkat bupati. Hal ini ditunjukkan
dengan difasilitasinya kegiatan sosialisasi koordinator dengan membuatkan
92
spanduk dan stiker untuk ditempel di rumah warga oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Maros. Camat dan Dinkes juga memediasi advokasi ke tingkat
bupati sehingga terbit edaran bupati mengenai dukungan terhadap G1R1J
dan himbauan agar warga mengaktifkan kembali kegiatan G1R1J melalui
PSN dan 3M Plus. Kegiatan pendampingan Jurbastik juga sangat dirasakan
manfaatnya bagi Puskesmas dan Dinkes karena dengan adanya sosialisasi
ini dapat meningkatkan pengetahuan warga mengenai Jurbastik.
“…adanya perubahan di masyarakat Bu. Terutama di warganya.
Menambah pengetahuan masyarakat, adapun yang kami lakukan dalam
program jumantik yakni proses sosialisasinya sudah berjalan bu seperti
di radio, spanduk dan juga stiker” (Informan 2, Dinkes Kabupaten).
Pencairan anggaran kegiatan juga terbantu dengan adanya advokasi
kegiatan Jurbastik ke tingkat bupati. Pihak Puskesmas Turikale sangat
mengharapkan keberlanjutan kegiatan Jurbastik tersebut, dan akan
mengadopsi metode yang digunakan di wilayah penelitian agar dilakukan di
wilayah lainnya di Kabupaten Maros.
“Itu kan yang kasih cair anggaran dari bupati itu setelah ada advokasi
ke camat atau lurah. .. Kami juga berkoordinasi untuk membuat SK
koordinator untuk G1R1J khusus Adatongeng saja, untuk percontohan
dulu. Rencananya akan di lanjutkan untuk kelurahan yang lain. ini juga
sudah di laporkan ke dinas kesehatan kabupaten Pak” (Informan 1,
Puskesmas Turikale).
Kegiatan pendampingan menghasilkan penandatanganan komitmen
bersama agar terus melaksanakan kegiatan G1R1J dengan pendekatan
masyarakat melalui penguatan system surveilens, kerja bakti, dan PSN di
lingkungan rumah, kantor, dan sekolah dalam rangka mencegah penularan
penyakit DBD. Pernyataan komitmen bersama ditandatangani dari tingkat
koordinator sampai ke kecamatan dan dinkes, dan diketahui oleh bupati
setempat.
93
3.2.7. Pengembangan Aplikasi DaringKoordinator sepakat untuk tetap menggunakan form manual yang
telah ada dari puskesmas, karena formatnya sejalan dengan laporan kegiatan
puskesmas. Biaya operasional dan kurang mendukungnya gadget yang
dimiliki oleh koordinator juga merupakan salah satu alasan sehingga mereka
belum mau menggunakan aplikasi daring. Sistem pelaporan yang ada pada
saat sebelum pendampingan yaitu laporan kader langung ke PJ DBD
Puskesmas. Setelah melalui proses pendampingan, koordinator melaporkan
hasil kegiatan ke supervisor, kemudian supervisor merekap hasilnya dan
melaporkan ke PJ DBD Puskesmas.
94
IV. PEMBAHASAN
4.2. Kabupaten MarosProgram Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di Kabupaten Maros
Pengetahuan mengenai G1R1J di tingkat pemerintahan, mulai dari
Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke
Puskesmas sudah cukup bagus secara teori, meskipun belum optimal dalam
pelaksanannya. Mengenai Implementasi pelaksanaan program G1R1J,
menyimak jawaban dari informan dapat dimaknai bahwa ada suatu proses
komunikasi diantara provider atau pelaksana program baik secara vertikal
maupun horizontal telah jelas dilaksanakan dalam pemberantasan jentik
nyamuk DBD. Untuk mendapatkan legalitas komunikasi program secara garis
besar dilaksanakan melalui surat edaran yang dikuatkan oleh regulasi dari
Pemda Maros tentang pemberantasan nyamuk DBD. Namun kegiatan
pemberantasan DBD lintas program yang berjalan belum maksimal,
khususnya dalam kegiatan G1R1J.
Faktor penentu dalam mengimplementasikan kebijakan program
G1R1J antara lain sumberdaya dan dukungan kelompok sasaran. Kedua
faktor tersebut dipilih untuk mengkaji permasalahan yang terkait dengan
implementasi program yaitu sumberdaya, karena sumberdaya yang tidak
didukung oleh kecukupan tenaga kesehatan, kader jumantik, koordinator
jumantik sulit mencapai keberhasilan yang maksimal. Bilamana jumlah
implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan implementasi
tidak akan berjalan efektif dan produktif. Penetapan jumlah provider diatur
dalam moratorium yang bertanggung jawab dalam melakukan pemberantasan
dan pencegahan penyakit DBD. Namun, jumlah yang ditetapkan itu belum
mampu bekerja secara maksimal, karena masih ada diantara petugas
lapangan yang merasa kurang kompeten dan berkomitmen dalam
menjalankan tugasnya, sehingga berpengaruh pada keberhasilan
pelaksanaan suatu kebijakan. Oleh karena itu, agar tidak menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan tujuan dan sasaran kebijakan, maka perlu
adanya pemahaman bagi para pelaksana agar mereka mengerti, jelas dan
memahami apa yang telah ditetapkan sesuai standar dan tujuan kebijakan,
serta dikomunikasikan kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan
95
konsisten, sesuai dengan teori Edwards III.4 Artinya arus komunikasi itu
konsistensi dari atas ke bawah, harus jelas dan tegas. Yakni mengetahui
dengan jelas tujuan yang ingin dicapai dan seharusnya yang mereka
lakukan.
Hasil wawancara awal menunjukkan bahwa pelaksana kegiatan
G1R1J di Kabupaten Maros sebelum kegiatan pendampingan belum bisa
menjalankan fungsinya masing-masing secara optimal dikarenakan
kurangnya dukungan dari segi biaya operasional dan fasilitas dalam
pelaksanaan G1R1J. Kader/koordinator dan supervisor jumantik yang
bertugas mengawasi jalannya G1R1J di tiap rumah tangga belum pernah
mendapatkan pelatihan khusus tentang G1R1J sehingga penguasaan materi
dan praktik dilapangan belum maksimal. Kurangnya pemahaman masyarakat
mengenai pentingnya pelaksanaan G1R1J, kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai tugas dan tanggung jawab jumantik rumah, koordinator
dan supervisor juga menjadi penghambat utama tidak berjalannya program
tersebut. Menurut Solichin5 bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai
dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat di dalam
pelaksanaannya tidak mau bekerjasama atau mereka telah bekerja secara
tidak efisien, karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan atau
kemungkinan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya di luar jangkauan
kekuasaan, sehingga betapapun gigih usaha mereka, hambatan-hambatan
yang ada tidak mampu mereka mencari solusinya, akibatnya implementasi
yang efektif sukar untuk dipenuhi.
Menurut Van Meter dan Van Horn, keberhasilan program G1R1J
sangat tergantung pada kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang
tersedia, memadai dalam jumlah, dan dapat dioptimalkan sesuai tuntutan
kebutuhan yaitu sumberdaya fisik atau fasilitas dan sumberdaya finansial
atau dana.4 Dengan kata lain, perlu adanya peningkatan kapasitas
koordinator jumantik baik dari segi biaya operasional maupun dari segi
keahlian dalam mensosialisasikan, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan
G1R1J di wilayahnya agar tugasnya dapat berjalan secara optimal.
Sosialisasi kegiatan penelitian yang dirangkaikan dengan workshop
G1R1J yang diikuti oleh koordinator jumantik, supervisor, kelurahan,
kecamatan, dan sebagian kecil masyarakat sedikit membuka wawasan
mereka mengenai pentingnya pencegahan DBD melalui pemberantasan
96
sarang nyamuk di rumah masing-masing. Diskusi mengenai tempat potensial
perkembangbiakan nyamuk dan bahaya DBD cukup menarik bagi peserta
workshop, karena sebagian besar pengetahuan masyarakat selama ini bahwa
sumber nyamuk DBD adalah saluran got dan rawa-rawa, sedangkan tempat
potensial lainnya didalam dan luar rumah seringkali luput dari perhatian
warga. Masyarakat sangat mengharapkan sosialisasi lebih lanjut, rutin, dan
menyeluruh mengenai G1R1J dan cara pemberantasan sarang nyamuk yang
tepat.
Kegiatan Pendampingan
Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi perilaku dan sikap
(respon) warga tentang pemberantasan DBD yang saat ini mulai diupayakan
pada gerakan pemberantasan DBD dari warga itu secara swadaya. Nico S
Kalangie6 mengemukakan bahwa pengetahuan seseorang mengenai suatu
peristiwa kesehatan tidak terlepas dari kesadaran akan peristiwa/gejala
kesehatan itu sendiri. Memahami permasalahan DBD maka perlu diketahui
persepsi dan perspektif warga di Kelurahan Adatongeng kecamatan Turikale
terhadap DBD. Berpedoman pada definisi yang dikemukakan Soekidjo
Notoatmodjo7 “pengetahuan atau knowledge merupakan hasil dari tahu,
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu”.
Dengan begitu warga dianggap tahu jika telah atau pernah mengalami melalui
penyerapan panca indera baik melihat, mendengar, mencium,meraba dan
merasa. Kalangie dalam tulisannya lebih mengistilahkan pengetahuan
budaya, pengetahuan tradisional atau pribumi. Adapaun istilah tersebut
menyiratkan kompleksitas dari proses terciptanya pengetahuan. Nico S.
Kalangie mengungkapkan Pengetahuan budaya mengenai suatu gejala
kesehatan yang dimiliki seseorang merupakan pola pikirnya mengenai makna
gejala itu. Perilaku seperti yang sudah dikemukakan sebagai bentuk-bentuk
tindakan yang dilakukannya merupakan konsekuensi logis (ideal dan
normatif) dari eksistensi pengetahuan budaya atau pola pikir yang dimaksud
(termasuk dalam pengetahuan budaya adalah kepercayaan, nilai, dan norma
sehubungan dengan gejala kesehatan).8
97
Secara operasional pengetahuan yang dimaksud menunjuk pada
definisi pengetahuan budaya masyarakat Adatongeng tentang demam
berdarah berikut bentuk sikap dan perilakunya. Sikap dan perilaku tersebut
tergambar sebagai bagian dari strategi warga dalam menghadapi penyakit
khususnya dalam perilaku pencegahan dan pengobatan demam berdarah.
Respon atau tindakan warga di Kelurahan Adotongeng lebih kepada
mencegah demam berdarah tidak meluas yakni dengan melakukan fogging
atau pengasapan. Foster dan Anderson menuliskan bahwa perilaku
merupakan ganjaran dari perilaku atau tingkah laku yang tidak disukai,
sehingga ancaman dari penyakit demam berdarah memainkan peranan
penting dalam masyarakat untuk mempertahankan aturan-aturan yang ada9,
dalam hal ini menggeneralisasi bahwa demam berdarah hanya dicegah
melalui pengasapan, namun akar permasalahan berupa pemberantasan jentik
nyamuk Aedes aegypti tidak atau belum tersentuh dengan baik. Hal tersebut
terkait pengetahuan warga mengenai penyakit demam berdarah itu sendiri,
termasuk gejala, tingkat kegentingan dan penularan demam berdarah.
Perilaku pencegahan demam berdarah tidak selamanya cerminan dari sikap
namun tergantung pada faktor situasional yang mempengaruhi seseorang.
Tersumbatnya aliran sosialisasi G1R1J cenderung dikarenakan aliran
informasi hanya bertumpu pada pertemuan di kantor kelurahan maupun di
puskesmas. Hal tersebut bukti minimnya penggunaan media alternatif untuk
mensosialisasikan G1R1J. Proses penanaman pengetahuan G1R1J
berproses dalam tahap demi tahap. Mula-mula mereka memberikan informasi
tentang suatu ide baru atau hal baru dalam hal ini G1R1J agar masyarakat
mengenalnya. Informasi ini dilanjutkan dengan kampanye, penyuluhan dan
intervensi serta advokasi lebih lanjut agar masyarakat menjadi tertarik kepada
program G1R1J lalu mengaplikasikannya.
Penyampaian informasi mengenai kegiatan G1R1J oleh koordinator
jumantik ke masyarakat sudah sangat baik sampai pada akhir pendampingan.
Hampir semua warga sudah mengetahui istilah Jumantik dan G1rakan 1
Rumah 1 Jumantik. Respon masyarakat dalam hal pengisian kartu
pemeriksaan jentik juga semakin positif sampai pada akhir pendampingan.
Hal ini tidak lepas dari dukungan lintas sektor dari RT, RW, lurah, camat, dan
bupati dalam mendukung kegiatan Jurbastik. Peran Puskesmas dan Dinkes
Kabupaten sebagai fasilitator juga sangat memegang peranan penting dalam
98
hal promosi kesehatan dengan membantu mengisi kegiatan sosialisasi,
menyediakan media sosialisasi (stiker, spanduk), dan menyebarluaskan
kegiatan G1R1J melalui pertemuan antar SKPD dan media radio lokal.
Tataran aplikasi program G1R1J di tingkat warga Adatongeng
tentunya tidak semulus atau semudah apa yang dibayangkan dan
direncanakan sebelumnya. Green (1980) menyatakan bahwa untuk
memperkenalkan suatu program baru yang utama diperlukan pada awalnya
adalah faktor predisposisi (predisposing factors), yang dapat mencakup sikap,
nilai, kepercayaan dan norma sosial.10
Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Pemberantasan SarangNyamuk dan G1R1J
Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk tidak terlalu maksimal
terutama dalam memberantas nyamuk Aedes aegypti. Sejalan dengan
pengetahuan warga bahwa nyamuk itu semuanya sama, baik yang
menyebabkan demam berdarah maupun malaria. Pelaksanaan program
pencegahan dan pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di
kelurahan Adotongeng khususnya RT D dan RT E selama ini hanya sebatas
pada kegiatan kerja bakti yang hanya sesekali dilakukan. Kegiatan hanya
berupa pembersihan selokan yang terdapat jentik nyamuk, sementara itu
untuk bak penampungan air, pot dan penampungan air minum hewan
peliharaan serta pemeriksaan pakaian yang tergantung urung dilakukan.
Adapun bila sudah terindikasi ada warga yang terdampak demam berdarah,
maka yang dilakukan adalah pengasapan.
Salah satu penyebab terdapatnya tempat perkembangbiakan jentik
yang tidak terkontrol adalah kurangnya perhatian warga terhadap keberadaan
genangan-genangan air sisa air hujan maupun sisa-sisa air dari kegiatan
sehari-hari. Penampungan air yang tidak tertutup rapat diluar rumah,
tumpukan kaleng bekas, ban bekas, dan beberapa genangan air bersih dapat
menjadi tempat potensial pekembangbiakan jentik nyamuk DBD.
Penumpukan barang bekas bisa diatasi dengan pembersihan lingkungan
secara serentak atau kerja bakti. Akan tetapi karena kesibukan warga yang
sebagian besar pegawai dan pedagang tidak memungkinkan kegiatan
kerjabakti dilaksanakan secara berkala. Kesibukan masyarakat di suatu
pemukiman sangat berpengaruh terhadap kepedulian kebersihan
99
lingkungannya. Semakin dinamis pekerjaan penduduk suatu pemukiman,
makan akan semakin terabaikan kebersihan lingkungannya. Kesibukan dan
aktifitas masyarakat menjadi alasan juga kenapa tidak terjadinya gotong
royong karena untuk mencocokkan dan menentukan kapan hari yang bisa
dilakukan untuk gotong royong bersama.11
Masyarakat sangat mendukung penanganan penyakit DBD melalui
pencegahan dini di wilayah tersebut, karena mereka sudah mengetahui
bahaya dari penyakit DBD. Pertanyaan seputar alasan mengapa mereka
setuju, rerata jawabannya karena ingin sehat. Pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M+ sebenarnya sudah dilkaukan oleh sebagian besar responden,
akan tetapi untuk istilah 3M+ itu sendiri, masyarakat belum familier karena
kurangnya sosialisasi. Keadaan lain yang dapat menjadi penyebab rendahnya
tingkat pengetahuan adalah karena program dengue adalah program yang
telah berjalan sangat panjang dengan PSN-DBD sebagai aktivitas utama
sehingga masyarakat menjalankan aktivitas tersebut secara otomatis tanpa
merasa perlu untuk mengetahui alasannya.12
Respon Masyarakat (hasil KAP) terhadap G1R1J setelah ProsesPendampingan (PAR)
Pengalaman-pengalaman terhadap suatu peristiwa sakit mendasari
seseorang untuk berperilaku adaptif terhadap penyakit tersebut melalui
tindakan pencegahan maupun pemberantasan. Dalam konteks ini, memahami
pengalaman warga di daerah dampingan yakni Kelurahan Adatongeng
menjadi menarik untuk melihat sejauh mana strategi adaptasi yang mereka
lakukan dalam mencegah dan memberantasjentik nyamuk demam berdarah.
Menurut Foster dan Anderson,9 strategi adaptasi baru dalam menghadapi
penyakit dinyatakan sebagai suatu strategi yang memaksa manusia untuk
menaruh perhatian utama pada pencegahan dan pengobatan penyakit
khusunya demam berdarah. Hasil diskusi didapatkan bahwa warga kelurahan
Adatongeng memiliki respon yang sangat positif dalam pemantauan dan
pemberantasan jentik nyamuk baik itu sifatnya di rumahnya maupun yang ada
di lingkungan sekitar rumahnya. Namun begitu, beberapa pendapat peserta
FGD dijadikan peringatan dalam program Jumantik dan Jurbastik, karena
dalam anggapan mereka baik Jumantik dan Jurbastik merupakan tugas dari
pemerintah. Sementara itu pada tahap pendampingan ini masih juga ada
100
yang beranggapan bahwa pengasapan merupakan langkah tepat untuk
membasmi jentik maupun nyamuk dewasa.
Pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan G1R1J dan istilah
Jurbastik di wilayah intervensi meningkat seiring kegiatan pendampingan,
meskipun belum semua responden memahami dengan benar istilah Jumantik
maupun G1R1J. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara beberapa jumantik
rumah selama PAR III, dimana belum semua responden dapat memberikan
penjelasan rinci mengenai apa itu Jumantik dan G1R1J, akan tetapi sebagian
besar sudah bisa menjelaskan dengan tepat mengenai gejala, penyebab, dan
cara pencegahan DBD. Jumlah responden yang mengisi kartu pemeriksaan
jentik semakin bertambah, meskipun belum semuanya mengisi secara rutin
dengan alasan lupa atau sibuk bekerja. Animo masyarakat terhadap kegiatan
Jurbastik ini meningkat setelah adanya surat edaran Bupati Maros berupa
himbauan untuk turut serta dalam pelaksanaan G1R1J dan PSN di
Kabupaten Maros. Surat edaran ini merupakan tindak lanjut dari advokasi tim
peneliti ke lintas sektor, yang kemudian disampaikan oleh Camat Turikale dan
Dinkes Kabupaten Maros sampai ke tingkat bupati. Lintas sektor memiliki
peran yang sangat penting dalam publikasi kegiatan Jurbastik di Kabupaten
Maros. Masyarakat lebih menaruh perhatian terhadap suatu kegiatan apabila
terdapat campur tangan pemerintah setempat didalamnya. Kurangnya
partisipasi masyarakat selama ini dikarenakan minimnya keterlibatan lintas
sektor dalam kegiatan G1R1J. Berbagai faktor bisa menjadi penyebab,
diantaranya sarana dan prasarana untuk jumantik tidak mencukupi,
pengoorganisasian yang kurang berjalan dengan baik karena tidak ada forum
kesehatan tingkat kelurahan serta kurang berjalannya kerjasama lintas sektor
dan tidak dilakukan pengawasan langsung kelapangan.13
Berbeda dengan wilayah non-intervensi, meskipun terdapat
peningkatan jumlah responden yang pernah mendengar istilah Jumantik pada
saat postest, namun untuk istilah G1R1J tidak terdapat kenaikan yang
signifikan. Peningkatan jumlah responden yang pernah mendengar istilah
jumantik di daerah non-intervensi dikarenakan responden masih mengingat
pertanyaan yang diajukan pada saat pretest, karena pada saat ditanyakan
pernah mendengar dari mana, responden menjawab dari surveyor/peneliti,
sedangkan pada daerah intervensi, informasi jumantik dan G1R1J didapatkan
dari koordinator/kader.
101
Terdapat perbedaan proporsi pelaksanaan Jurbastik antara pretest dan
postest untuk semua variabel yang dianalisis untuk wilayah intervensi. Hal ini
menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh koordinator memberikan
hasil yang signifikan terhadap pelaksanaan Jurbastik di rumah tangga
responden. Sedangkan untuk wilayah non-intervensi, tidak terdapat
perbedaan proporsi pelaksanaan Jurbastik antara pretest dan postest untuk
beberapa variabel pada bagian sikap dan perilaku. Sosialisasi dan pelatihan
sangat penting dalam pelaksanaan suatu program. Pengetahuan, sikap, dan
tindakan responden mengenai G1R1J di wilayah intervensi meningkat seiring
dengan sosialisasi yang dilakukan oleh koordinator jumantik terhadap
responden selama proses pendampingan. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Sugiyono dan Darnoto bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan dari pelatihan pencegahan DBD terhadap peningkatan
pengetahuan dan sikap siswa SD.14 Pengetahuan responden tentang istilah
Jumantik dan G1R1J mengalami peningkatan, dimana sebagian besar
responden (69%) pernah mendengar istilah jumantik, dan sebanyak 93%
responden pernah mendengar istilah G1R1J setelah kegiatan pendampingan.
Tingkat pengetahuan responden yang baik dapat dijadikan sebagai dasar
dalam pembentukan perilaku petugas dalam melaksanakan kegiatan
surveilans epidemiologi DBD karena pengetahuan merupakan domain
terendah dalam pembentukan perilaku seseorang.15
Tidak terdapat kartu jentik di wilayah non-intervensi sehingga
beberapa variable terkait kartu dan kunjungan koordinator tidak bisa dilakukan
analisis. Berdasarkan informasi dari pihak puskesmas, di wilayah non-
intervensi memang belum pernah dibagikan kartu jentik, karena pelaksanaan
G1R1J masih pada tahap sosialisasi. Beberapa variabel untuk wilayah non-
intervensi tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan
postest, antara lain untuk variabel perlunya sosialisasi G1R1J ke masyarakat,
pernah tidaknya dilaksanakan G1R1J di lokasi tersebut, dan perlunya
menguras bak mandi minimal sekali seminggu. Kurangnya kesadaran
mengenai perlunya kegiatan G1R1J di suatu wilayah dapat disebabkan
karena kurangnya informasi yang didapatkan atau karena wilayah tersebut
belum intens terpapar mengenai G1R1J. Hal ini menunjukkan bahwa proses
pendampingan dan kunjungan koordinator sangat berperan penting dalam
102
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya DBD dan
pentingnya PSN melalui kegiatan 3M plus.
Kebiasaan masyarakat dalam suatu wilayah terkait pelaksanaan PSN
tentu melibatkan banyak pihak, salah satunya kader/koordinator jumantik.
Petugas kesehatan memiliki peranan penting sebagai penggerak masyarakat
untuk berperilaku dalam pemberantasan penyakit demam berdarah yang
meliputi pemberantasan sarang nyamuk.16 Petugas kesehatan dibantu
dengan keterlibatan RT/RW, lurah, dan camat dapat meningkatkan kebiasaan
PSN responden.
Indeks EntomologiSelain pelaksanaan G1R1J di rumah tangga, indeks entomologi juga
menjadi indikator keberhasilan kegiatan Jurbastik. Angka bebas jentik untuk
wilayah intervensi meningkat sekitar 23,34% pada saat postest dari 61,33%
menjadi 85%, namun belum memenuhi kriteria daerah bebas jentik karena
masih dibawah angka 95%. Sedangkan untuk wilayah non-intervensi, terjadi
sedikit peningkatan ABJ sekitar 3,59%, dari 93,33% pada saat pretest
menjadi 96,92% pada saat postest. Nilai ABJ untuk wilayah non-intervensi
memenuhi syarat untuk wilayah bebas jentik. Nilai ABJ suatu wilayah
dipengaruhi oleh jumlah kontainer/TPA. Semakin banyak TPA, maka potensi
untuk positif jentik menjadi lebih besar.
Bak mandi dan ember merupakan TPA yang paling sering ditemukan
di rumah tangga, termasuk di Keluarahan Adatongeng. Jenis TPA yang paling
banyak ditemukan larva Aedes aegypti adalah bak mandi. Bak mandi menjadi
TPA yang paling banyak ditemukan larva karena hampir setiap rumah
responden memiliki bak mandi, kebiasaan masyarakat untuk selalu mengisi
air pada bak mandi sehingga memungkinkan untuk air tinggal dalam waktu
yang lama dan kebiasaan masyarakat untuk membersihkan bak mandi ketika
sudah terlihat kotor dan hanya membuang airnya saja tanpa menyikat
permukaan bak sehingga memungkinkan bagi telur nyamuk untuk tetap
tinggal. Rumah dengan banyak TPA memiliki peluang lebih besar
dibandingkan rumah yang memiliki sedikit TPA terhadap keberadaan larva
karena keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor
nyamuk Aedes aegypti, semakin banyak kontainer maka akan semakin
103
banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes
aegypti.17
Banyaknya jumlah TPA di Kelurahan Adatongeng dipengaruhi oleh
kurangnya ketersediaan air bersih/PDAM sehingga warga harus menampung
air untuk kebutuhan sehari-hari. Selain perubahan signifikan pada ABJ,
indeks entomologi berupa HI, BI, dan CI untuk wilayah intervensi (Kelurahan
Adatongeng) juga mengalami penurunan yang signifikan.Hal ini sejalan
dengan peningkatan pengetahuan responden terhadap tempat-tempat yang
berpotensi untuk perkembangbiakan jentik baik yang terdapat didalam
maupun diluar rumah. Terdapat penurunan angka HI, BI, dan CI untuk
wilayah non-intervensi (Kelurahan Turikale) namun tidak terlalu signifikan,
karena nilai HI, CI, dan BI untuk wilayah tersebut memang sudah rendah
pada saat pretest. Jumlah TPA di Kelurahan Turikale tidak sebanyak di
Kelurahan Adatongeng karena ketersediaan air bersih di wilayah Kelurahan
Turikale terdistribusi dengan baik.
Keterbatasan PenelitianKeterbatasan penelitian ini antara lain adalah:
1. Jumlah responden berkurang dikarenakan banyak warga yang pindah
setelah terkena banjir yang cukup parah di Kabupaten Maros, sedangkan
sampel wawancara untuk pre dan post test harus orang yg sama. Responden
yang tidak berada di tempat pada saat post test tidak dapat diganti dan
menyebabkan turunnya jumlah sampel pada saat post test.
2. Masyarakat di wilayah intervensi sudah jenuh dengan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan di wilayah tersebut karena sering menjadi daerah
percontohan/pilot project untuk kegiatan-kegiatan daerah, sehingga agak
sulit untuk mengintensifkan suatu kegiatan di wilayah tersebut.
3. Masyarakat di wilayah intervensi (Kelurahan Adatongeng) tidak memiliki
tokoh sentral yang bisa mempengaruhi masyarakat agar lebih intens
melaksanakan kegiatan Jurbastik.
4. Kepala Puskesmas, lurah, camat, dan staf Dinkes Kabupaten Maros yang
terlibat dalam G1R1J, sebagian besar baru memegang jabatan tersebut
sehingga mempengaruhi kelancaran kegiatan. Pergantian pejabat SKPD
seperti lurah dan camat sangat dinamis sehingga membatasi keberlanjutan
pelaksanaan suatu kegiatan.
104
5. Pemegang program DBD Dinkes Kabupaten Maros dimutasi di tengah
jalannya kegiatan penelitian, sehingga pemegang program DBD yang baru
belum menguasai dengan baik mengenai pelaksanaan G1R1J.
105
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.2. Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi SelatanKESIMPULAN1. Program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah belum berjalan
secara optimal, pihak-pihak yang terlibat dalam program tersebut belum
semuanya mendapatkan pelatihan khusus tentang G1R1J dikarenakan
kurangnya dukungan dari segi biaya operasional dan fasilitas. Belum ada
evaluasi mengenai pelaksanaan G1R1J.
2. Pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat rumah tangga belum
berjalan sesuai sistem yang seharusnya, seperti pengisian kartu dan
kunjungan koordinator yang tidak rutin. Melalui proses pendampingan,
pelaksanaan G1R1J sesuai juknis dilaksanakan di tingkat rumah tangga
dan mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat.
3. Sosialisasi dan kunjungan dalam rangka penanggulangan DBD melalui
program G1R1J dilaksanakan oleh petugas kesehatan dengan didampingi
oleh tokoh masyarakat setempat. Himbauan yang dilakukan secara
kontinyu baik dalam kegiatan rutin warga maupun secara personal
(kunjungan) dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan G1R1J, utamanya kebersihan tempat penampungan air dan
pengisian kartu jentik.
4. Edaran dari bupati mengenai himbauan untuk melaksanakan G1R1J
semakin meningkatkan partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam
kegiatan G1R1J. Sosialisasi dilakukan di semua bidang, mulai dari
kegiatan rutin warga, kunjungan rutin ke rumah, pengumuman di radio
lokal, dan pembagian edaran bupati ke seluruh SKPD. Peningkatan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan G1R1J ditunjukkan dengan semakin
baiknya pengetahuan mengenai pencegahan DBD serta adanya kenaikan
ABJ dan penurunan HI, BI, CI yang lebih signifikan pada wilayah intervensi
dibandingkan dengan wilayah non-intervensi.
5. Penggunaan aplikasi daring dalam pelaporan program jurbastik belum
efektif dilakukan di wilayah penelitian dikarenakan keterbatasan biaya
operasional, SDM, dan peralatan. Pelaporan oleh koordinator masih
mengikuti form manual dari Puskesmas.
106
SARAN1. Masyarakat diharapkan lebih berperan aktif dalam pemberantasan
penyakit DBD melalui upaya pemberantsanan sarang nyamuk Aedes
aegypti dengan melakukan 3M+ khususnya dalam menguras tempat
penampungan air dengan menyikat dasar dan dindingnya secara teratur
serta melakukan larvasidasi untuk TPA yang jarang dikuras.
2. Sosialisasi dan pelatihan secara menyeluruh terhadap masyarakat sangat
diperlukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat
mengenai kegiatan Jurbastik. Sosialisasi dapt dilakukan melalui melalui
media massa, sekolah, tempat ibadah, kader puskesmas atau kelompok
masyarakat lainnya.
3. Perlu penjelasan lebih lanjut kepada warga mengenai 3M+ dan cara
pengisian kartu yang benar. Kartu pemeriksaan jentik yang dibagikan
sebaiknya tidak terlalu kecil agar memudahkan pengisian kartu oleh warga.
4. Perlu peningkatan peran lintas sektor utamanya lurah, camat, dan bupati
dalam pelaksanaan G1R1J, utamanya dalam promosi kegiatan.
5. Media promosi kegiatan perlu dibuat lebih modern dan interaktif, seperti
bentuk karikatur, poster kartun, dan stiker agar lebih menarik perhatian.
107
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. Statistik Daerah Kabupaten Maros2018. 1101002.73. (Otuluwa S, ed.). Maros: Badan Pusat Statistik KabupatenMaros; 2018.
2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. Kabupaten Maros Dalam Angka 2019.1102001.73. (Hikmayani, ed.). Kabupaten Maros: Badan Pusat Statistik KabupatenMaros; 2019.
3. Dinas Komunikasi, Informatika S dan PPSS. Kabupaten Maros.https://sulselprov.go.id/pages/des_kab/11.
4. Agustino L. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta; 2014.
5. Wahab SA. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan Model-ModelImplementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara; 2012.
6. Koentjaraningrat. Peranan Ilmu-ilmu Sosial dalam Upaya PeningkatanKesehatan. In: Ilmu-Ilmu Sosial Dalam Pembangunan Kesehatan. Jakarta: PT.Gramedia; 1985.
7. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
8. Kalangie NS. Kebudayaan Dan Kesehatan: Pengembangan PelayananKesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosiobudaya. Jakarta: Kesaint Blanc; 1994.
9. Foster GM, Anderson BG. Antropologi Kesehatan (Terjemahan). Jakarta: UIPress; 2006.
10. Green L. Health Education Planning. Palo Alto: Mayfield PublishingCompany.; 1980.
11. Hardiana D. Perilaku Masyarakat dalam Menjaga KebersihanLingkungan Lingkungan Pantai Kecamatan Sasak Ranah Pasisie KabupatenPasaman Barat. J Buana. 2018;2(Maret):495-506.
12. Respati T, Raksanagara A, Djuhaeni H. Model Program DemamBerdarah Dengue , Peran Serta Masyarakat , serta Sanitasi Dasar di KotaBandung. Maj Kedokt Bandung. 2015;50(22):159-166.
13. Rahayu T. Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan danPenanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja PuskesmasKetapang 2 (Studi di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten KotawaringinTimur Propinsi Kalimantan Tengah). J Kesehat Masy UNDIP. 2012;1(2):479-492.
14. Sugiyono S, Darnoto S. Pengaruh Pelatihan Pencegahan DemamBerdarah Dengue (Dbd) Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Siswa Di SdnWirogunan I Kartasura Kabupaten Sukoharjo. J Kesehat. 2017;9(2):84.doi:10.23917/jurkes.v9i2.4594
15. Natalia A. Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi PenyakitDemam Berdarah Dengue Ditinjau dari Aspek Petugas di Tingkat Puskesmas Kota
108
Semarang Tahun 2011. J Kesehat Masy UNDIP. 2012;109(4):555-562.
16. Nuryanti E. Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Di Masyarakat.KESMAS - J Kesehat Masy. 2013;9(1):15-23. doi:10.15294/kemas.v9i1.2825
17. Wisfer, Ibrahim E, Selomo M. Hubungan Jumlah Penghuni, TempatPenampungan Air Keluarga dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di WilayahEndemis DBD Kota Makassar. 2014.
109
DRAFT MODEL JURBASTIK KABUPATEN MAROS
“OPTIMALISASI KETERLIBATAN LINTAS SEKTOR DALAM PELAKSANAANKEGIATAN JURBASTIK DI KABUPATEN MAROS”
PENDAHULUAN
Alasan yang melatarbelakangi pengkajian perilaku masyarakat dalam
pencegahan Demam Berdarah adalah penyebaran penyakit yang dibebakan oleh virus
dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamu Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes dapat
menggigit semua orang, pada waktu tertentu, dan di manapun. Demam berdarah
dapat menjadi wabah (Soegijanto, 2006), bahkan kejadian luar biasa (KLB)12 untuk
bulan Desember hingga Februari.3
Pencegahan berkembangnya nyamuk aedes aegypti sebagai penular DBD
menjadi mutlak dilakukan karena vaksin yang efektif terhadap DBD sampai saat ini
belum tersedia. Pengobatan yang dilakukan hanya untuk mengurangi gejala sakit dan
mengurangi resiko kematian. Penanggulangan DB secara umum ditujukan kepada
pemberantsan rantai penularan dengan memusnahkan pembawa virusnya (vektor)
yaitu nyamuk aedes aegypti, dengan memberantas sarang perkembangbiakannya
yang umumnya ada di air bersih yang tergenang di permukaan tanah maupun
ditempat-tempat penampungan air (Soedarmo, 2005)
Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan telah dilakukan oleh
pemerintah terutama melalui Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan melakukan berbagai
upaya untuk memanngulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu di antaranya
dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M yang mulai diintesifkan
sejak tahun 1992. Tahun 2000 gerakan 3M dikembangkan menjadi 3M+ yakni yakni
1https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190131142925-255-365417/kasus-meningkat-indonesia-waspada-dbd2https://regional.kompas.com/read/2019/02/01/16162231/5-fakta-kasus-dbd-di-indonesia-status-waspada-hingga-kiat-kota-cirebon?page=all3https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/26/mqjtjv-alasan-demam-berdarah-di-indonesia-meningkat
110
menutup semua tampungan air atau sumber air, menguras bak mandi, dan mendaur
ulang barang bekas.(Litbangkes Donggala, 2019) Upaya-upaya yang telah dilakukan
tersebut belum menampakan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi
peningkatan angka kesakitan dan kematian.
Tahun 2015 diiniasi program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J)
yang mana G1R1J menitikberatkan pada peningkatan partisipasi warga dalam
berperan aktif memantau dan memberantas jentik nyamuk vector serta kasus dbd.
Peningkatan partisipasi warga dilakukan dengan pendampingan dari lintas sektor
tingkat kecamatan, puskesmas, serta kader kesehatan.
Permasalahan yang ditemui adalah semenjak digulirkannya G1R1J begitu
beragam, di antaranya: belum ada evaluasi yang dilakukan terhadap program
tersebut,, indikatornya belum didefinisikan, pelaksanaannya belum berkelanjutan, tidak
adanya daya dukung (anggaran) dari daerah, kurangnya animo masyarakat terhadap
kegiatan tersebut, serta lingkup kegiatannya hanya pada lokasi yang relative kecil
yakni RT atau RW saja. Untuk itulah maka dilakukan riset implementasi model juru
pembasmi jentik (JURBASTIK) dalam Penanggulangan DBD di Provinsi Sulawesi
Selatan, tepatnya di Kabupaten Maros.
Pendampingan dan Intervensi yang dilaksanakan di Kabupaten Maros meliputi
dua kelurahan yakni Kelurahan Turikale sebagai daerah non-intervensi, dan Kelurahan
Adatongeng sebagai daerah intervensi. Kegiatan pendampingan, dibagi menjadi
empat tahap, dengan kegiatan meliputi FGD koordinator dan tokoh masyarakat;
wawancara RT/RW, lurah, camat, wawancara jumantik rumah, dan penyampaian
laporan koordinator. Tiap tahap pendampingan selalu disertai kegiatan diskusi dengan
koordinator, supervisor, pihak puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten.
111
NoVariabel Intervensi
Komunitas
ModelA Model B Model C
Pengembangan Masyarakat LokalKebijakan Sosial/Perencanaan
SosialAksi Sosial
1 Kategori tujuantindakan terhadapwarga masyarakatKelurahanAdatongengkhususnya diperumahan Tumania
Kemandirian; pengembangankapasitas dan pengintegrasianmasyarakat dalam Jurbastik dan PSN
Pemecahan masalah denganmemperhatikan masalah yangpenting yang ada pada masyarakat,yakni berkaitan Pengetahuan, Sikapdan Perilaku
Pergeseran (pengalihan) sumberdaya dan relasi kuasa; perubahaninstitusi dasar dari top down kebottom up berpatokan antara wargamasyarakat dan lintas sektoral
2 Asumsi mengenai strukturkomunitas dan kondisipermasalahan yang ada
Adanya anomie dan pesimis dansaling tidak bekerjasama dalammasyarakat; kesenjangan relasi dankapasitas dalam memecahkanmasalah.
Masalah sosial yang sesungguhnya;kesehatan dan mental, serta lokasiperumahan.
Bila PSN dan Jurbastik tidakdilaksanakan wargamasyarakatsendiri yang dirugikan(menerima dampaknya)
3 Strategi dasar dalammelakukan perubahanPengetahuan, Sikap, dan
Pelibatan berbagai kelompokdalam menentukan danmemecahkan masalah mereka
Pengumpulan data yang terkaitdengan demam berdarah, danmemilih serta menentukan bentuk
Kristalisasi dari isu danpengorganisasian warga danpenentu kebijakan (lintas sektoral)
112
Perilaku sendiri terkait demam berdarah tindakan yang palingrasonal
untuk pemecahan masalah demamberdarah
4 Karakterisitik taktik danteknik perubahan
Konsensus; komunikasi antarkelompok dan kelompokkepentingan dalam masyarakat(komunitas); diskusi kelompok,ceramah, door to door, spanduk,stiker, iklan media massa
Konsensus kelompok kepentingandalam penggerakan massa (dalammemantau, membasmi jentiknyamuk dan mengisi kartu pantaujentik)
aksi ang bersifat langsung, (kerjabakti) dan memantau sertamembasmi jentik nyamuk padatempat perindukan nyamuk
5 Peran praktisi yangmenonjol
Sebagai enabler-katalis, koordinator;orang meng- 'ajar'-kan keterampilanmemecahkan masalah dannilai-nilai etisKetua RT, ketua RW Tokoh Agama,Tokoh mayarakat,
Pengumpul dan penganalisis data,pengimplementasi program, danfasilitator (Kader, koordinator,Supervisor, Kepala Kelurahan,Camat, Puskesmas, Dinkes Bupati,Dinkes Provinsi, Litbangkes
Lintas Sektoral
6 Media perubahan Manipulasi kelompok kecil (rumahtangga) yang berorientasi padaterselesaikannya suatu tugas mulaidari pantau, basmi dan pengisiankartu pantau jentik
Organisasi Lintas sektoraldan datayang tersedia
Kesepahaman antara wargamasyarakat dan lintas sektoral, danadanya inovasi berkenaan PSN danG1R1J
(Sumber: Adi2013a; disesuaikan)
113
AKTOR, KEPENTINGAN, JARINGAN DAN POSISI SOSIALNYA
No Nama/Jabatan Alamat Kepentingan/Peran Posisi Sosial1 Ali Deppu Ketua RT /Guru Tokoh masyarakat di RT D.
warga di perumahan Tumaniamengetahui sosok satu ini.Warga cenderung mematuhiperintah dari beliau terutamasaat diadakannya kerja bakti
2 H. Abdul Hamid,S.P
Ketua RW Tokoh masyarakat. WargaTumania selalu berhubungandengan pak Hamid bilaberurusan masalahkependudukan. Pak Hamidmerupakan penyuluhpertanian, sehingga programPSN dan Jurbastik dapatdijelaskannya dengan mudah
3 Guru TK dan SD Guru yang aktif dalamkegiatankemasyarakatan
Sebagai tenaga pendidik danjuga aktif di kegiatankemasyarakatan. Menjadigrada terdepan dalamsosialisasi PSN di lingkungansekolah, beserta prakteknya
4 Kader Jurbastik Posyandu Tumania Tempat masyarakatkhususnya ibu-ibuberkonsultasi mengenaikesehatannya, termasuk jugalansia. Sehingga program PKNdan Jurbastik bisadiaplikasikan secaraberkelanjutan
5. Suveilans DBD Puskesmas Turikale Garda terdepan yangmenghubungkan pihakprovinsi, kabupaten denganwarga masyarakat. Pihak yangselalu mendapat masukan dankritikan berkenaan kebijakanterkait jumantik, jurbastik, danPSN
6. SPV Jurbastik/PSN KelurahanAdatongeng
Kontrol dan evaluasi programJurbastik/PSN
7. Lurah KantorKelurahanAdatongeng
Lurah Adatongeng Pengejawantahan gerakandari pusat ke daerah, danpenyalur aspirasi dari daerahke pusat. Pengambil kebijakandalam penggunaan anggaran
8. Kepala Puskesmas Puskesmas Turikale Penghubung kebijakankesehatan antara pusat,
114
provinsi, kabupaten dankecamatan. KepalaPuskesmas juga selakupengabil kebijakan anggarandi tingkat PKM
9. Camat Camat Turikale Sebagai penentu kebijakan ditingkat kecamatan, dansebagai penghubung aspirasidari warga dan aturankebijakan dari pemerintahkabupaten. Pihak yang palingdibutuhkan terkaitpermasalahan penggerakanmasyarakat dan jugapengelolaan anggarankemasyarakatan
10. Suveilans DBD Dinkes KabupatenMaros
Garda terdepan yangmenghubungkan pihakprovinsi, kabupaten denganwarga masyarakat. Pihak yangselalu mendapat Pihak yangselalu mendapat masukan dankritikan berkenaan kebijakanterkait jumantik, jurbastik, danPSN
11 Bupati Kabupaten Maros Orang Nomor satu ditingkatKabupaten Maros, penentukebijakan, dan penyaluraspirasi dari warga di tingkatkabupaten.
12. Suveilans DBD Dinkes ProvinsiSulawesi Selatan
Garda terdepan yangmenghubungkan pihak,kabupaten dengan Kebijakanyang berasal dari pusat. Pihakyang selalu mendapatmasukan dan kritikanberkenaan kebijakan terkaitjumantik, jurbastik, dan PSN
13. Ditjen Pencegahandan PengendalianPenyakit
Ditjen Pencegahandan PengendalianPenyakit KementerianKesehatan
Pengambil kebijakan terkaitprogram yang akandiaplikasikan ke masyarakat.Pihak yang selalu mendapatmasukan dan kritikanberkenaan kebijakan terkaitjumantik, jurbastik, dan PSN
115
BAGAN ALUR KERJASAMA LINTAS SEKTOR DALAM PROGRAM JURBASTIK-PEMBERANTASAN SARANG NYAMUKDI WILAYAH DAMPINGAN, KELURAHAN TURIKALE KABUPATEN MAROS
SPVJurbastik Suveilans DBD
Provinsi SulawesiSelatan
KetuaRW
Guru TKdan SD
KaderJurbastik
Suveilans DBDPuskesmasTurikale
LurahAdatongeng
CamatTurikale
Suveilans DBDDinkes
KabupatenMaros
BupatiKabupaten
Maros
Ketua RT
KepalaPuskesmasTurikale
Ditjen Pencegahandan Pengendalian
Penyakit
Hitam Sangat Kuat Hijau Kuat Biru Sedang Merah Lemah
116
TABEL PERMASALAHAN DAN TAHAPAN KEGIATAN DENGAN MELIBATKANNLINSEK DALAM PROGRAM PEMBERANTASAN NYAMUK
No Permasalahan Tentang DemamBerdarah Tahapan/ Rekomendasi
Pihak terkait danPenanggungjawab
Program1 Pengetahuan Warga akan DBD
(Jentik, penyebab, gejala,Penularan, pengobatan)
1. Sosialisasi door-to-door2. Pemanfaatan media
interaktif
Posyandu, PKM, Dinaskesehatan
2 Minimnya Pengisian Kartu pantaujentik
1. Sosialisasi door-to-door2. Memberikan Peralatan
dan perlengkapanjumantik dan jurbastikkepada warga
3. Reward/Penghargaanbagi warga yang telahmengisi kartu pantaujentik tepat waktu
Posyandu, PKM, Dinaskesehatan
3 Minimnya DanaSosialisasi/Pelatihan
1. Belum tersedianya danabaik di kelurahan maupunpuskesmas berkenaansosialisasi dnpendampingan
2. Pelatihan Penganggaranuntuk kegiatan PSN-Jurbastik
3. Realisasi anggaran yangterlambat
PKM, Dinas kesehatan,Lurah, Camat Bupati
4 Koordinasi Antar Lembaga Masihlemah
1. Identifikasi lembaga danbidang penunjang dalamsatu lingkup PSN
2. Melakukan rapatKoordinasi
3. MembuatMou/SOP/Edaran antarbidang, antar lini setingkatBupati Maros
4. Pembuatan rencana aksisecara serentak danterkoordinasi
Lintas Sektor
5 Partisipasi Warga dalam PSN 1. Pemetaan masalahminimnya partisipasiwarga
2. Menggerakkan kembaliGotong royong
3. Pelibatan KepalaKelurahan,, Camat, Bupatidalam Kerja bakti Warga
4. Edaran Bupati tentangPSN, Jumantik, danjurbastik
Bupati, Camat, Kepalakelurahan,
117
5. Edaran Bupati ASNsebagai Jumantik danjurbastik
6 Tata Kelola Pembuangan Sampah a. Identifikasi penetapantempat pembuangan akhirsampahb.Pelatihan pengelolaansampahc.Pelatihan Reduse, Reuse,dan recycle sampahd.Pembuatan tempatpembuangan sementaraSampahe.
Badan Lingkungan Hidup,Dinas Ekonomi Kreatif,Dinas PemberdayaanMasyarakat
7 Sungai Yang Sering banjir 1. Pengerukan Sungai2. Pembuatan Jaring
penghambat sampah kesungai
3. Monitoring jaring danmembersihkan sampah
4. PembuatanTanggul/saluranlimpahan
Dinas PUPR dan badanLingkungan Hidup
8 Pengetahuan penataan danpengelolaan Barang masih layakpakai di tingkat rumah tangga
1. Pelatihan Reduce,Recycle dan Reuse
2. Pelatihan kewirausahaan
Dinas Perindustrian,perdagangan danEkonomi kreatif
9 Penyediaan sarana penunjang(Abatisasi dan Larvasida)
1. Sosialisasi manfaat abatedan larvasida
2. Sosialiasi penggunaanAbate dan larvasida
Dinas Kesehatan
10 Pembuatan Perangkap nyamuk 1. Sosialisasi pemanfaatanbarang bekas
2. Pelatihan pembuatanperangkap nyamuk
3. Pemasangan perangkapnyamuk
Dinas Kesehatan
11 Penanaman tanaman yang tidakdisukai nyamuk
1. Membuat Kategoritanaman
2. Pembagian bibit kepadawarga
3. Penanaman tanaman diperumahan, kantor,maupun taman
Dinas Kesehatan, DinasPertaniand anperkebunan, KepalaDesa, Camat, KepalaDinas, Bupati.
12 Pengasapan 1. Sosialiasi Plus MinusPengasapan
2. Melakukan PengasapanBerkala
Dinas Kesehatan
13 Evaluasi dan Monitoring 1. Mengidentifikasi jenjangpelaporan PSN, DBD,Jumantik, dan Jurbastikdari Kelurahan,
Lintas Sektor
118
Kecamatan hingga DinasKesehatan KabupatenMaros, antar bidang antarlini
2. Menghubungkan dataPSN, DBD, Jumantik, danJurbastik antar bidangantar lini (khususnyasurveilans kesling dan dbdtingkat kelurahan,kecamatan, dankabupaten)
3. Data yang masukkemudian dibuatpelaporan ke masyarakatdi Kabupaten Maros baiklewat media sosialmaupun media cetak
119
NoProgram Aksi
Tuntas DemamBerdarah
Tahun Pertama Tahun Kedua Tahun KetigaBulan Bulan Bulan
1&2 3&4 5&6 7&8 9&10 11&12 1&2 3&4 5&6 7&8 9&10 11&12 1&2 3&4 5&6 7&8 9&10 11&12
1 Pengetahuan Wargaakan DBD (Jentik,penyebab, gejala,Penularan,pengobatan)
2 Minimnya PengisianKartu pantau jentik
3 Minimnya DanaSosialisasi/Pelatihan
4 Koordinasi AntarLembaga Masihlemah
5 Partisipasi Wargadalam PSN
6 Tata KelolaPembuanganSampah
7 Sungai Yang Seringbanjir
8 Pengetahuanpenataan danpengelolaan Barangmasih layak pakai ditingkat rumah tangga
120
9 Penyediaan saranapenunjang (Abatisasidan Larvasida)
10 PembuatanPerangkap nyamuk
11 Penanamantanaman yang tidakdisukai nyamuk
12 Pengasapan
13 Evaluasi danMonitoring
121
BAGAN ALUR PROGRAM PEMBERANTASAN NYAMUK DENGAN MELIBATKAN LINSEK DI KABUPATEN MAROS
Kegiatan PSNdengan
melibatkan
PengetahuanAwal
BerkenaanResp
Sosialisasi- PSN- 3M- 3M+- G1R1J
Aksi/TindakanWarga
AdatongengFaktor
Penghambat
FaktorPendukung
PemanfaatanMedia untuksosialisasi- Edaran Bupati- Cetak- Elektronik- Media Sosial- Baliho
Evaluasi Program
122
LAMPIRAN
123
KUESIONERRISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK (JURBASTIK)
DALAM PENANGGULANGAN DBD TAHUN 2019
I. PENGENALAN TEMPAT
1 Provinsi 2 Kabupaten/Kota*)
coret salah satu 3 Kecamatan 4 Nama Puskesmas 5 Kode Puskesmas 1. Intervensi 2. Non intervensi 6 Desa/Kelurahan*)
7 Klasifikasi Desa/Kelurahan 1. Perkotaan 2.Pedesaan 8 Nomor Urut Rumah
9 Status Bangunan
1. Rumah milik sendiri/keluarga2. Rumah sewa tahunan3. Rumah sewa bulanan4. Rumah Kosong5. Tempat Tempat Umum/ Tempat Tempat Institusi
10 Nama yang bertanggungjawab sebagai JUMANTIK rumah/Lingkungan :
11 Alamat (Tulis dengan huruf kapital)
12 Koordinat .............................................LS/LU
…..............................................BT
Jika jawaban BLOK I.9 berkode 4 atau 5WAWANCARA SELESAI LANJUT KE FORM ENTOMOLOGI
II. KETERANGAN RUMAH TANGGA
1 Nama kepala keluarga:
2 Jumlah orang yang tinggal dibangunan tersebut ............. orang 3 Jumlah ART (≥ 15 tahun): ............. orang
III. KETERANGAN PENGUMPUL DATA
1 Nama Pengumpul Data:………………………………... 2 Tanggal pengumpulan data --
K – I.*)No urut rumah_______________(*lingkari salah satu)
RAHASIA
124
IV. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA
No.urutART
NamaAnggota Rumah Tangga(ART)
Hubungan dengankepala rumah tangga1. Kepala rumah tangga2. Istri/suami3. Anak4. Menantu5. Cucu6. Orang tua / mertua7. Famili lain8. Pembantu rumah tangga9. Lainnya
Jenis Kelamin1.Laki-laki2.Perempuan
Umur (tahun)Jika umur< 1thn isikan“00”Jika umur≥ 97 thn isikan “97”
Pendidikan tertinggi1. Tidak/Belum
pernah sekolah2. Tidak tamat SD/MI3. Tamat SD/MI
sederajat4. Tamat SLTP/MTs
sederajat5. Tamat SLTA/MA
sederajat6. Tamat PT
Pekerjaan utama1. Tidak bekerja2. Sekolah3. PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD4. Pegawai swasta5. Wiraswasta/ Pedagang6. Petani / Buruh tani7. Nelayan8. Buruh/Sopir/Asisten rumah tangga9. Lainnya(Ditanyakan untuk ART usia > 10 th)
Penggunaan anti nyamuk:1. Repelen2. Obat nyamuk bakar4. Semprot (aerosol)8. Elektrik16.Tidak menggunakan
Peran ARTdalampenanganan jentikdi rumah &lingkungan1. Mengamati2. Membersihkan3. Mencatat4. Jawaban 1 & 25.Jawaban 1&36.Jawaban 2&37. Jawaban 1,2&38. Tidak melakukan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
125
B. PENGETAHUANPetunjuk Pengisian : ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK & PILIHAN JAWABAN TIDAK DIBACAKAN
B01 Apakah [NAMA] pernah mendengar istilah Jumantik? 1.Ya2.Tidak
B02 Apakah [NAMA] pernah mendengar istilah 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J) atau Jumantik rumah? 1. Ya2. Tidakke B16
B03 Dari mana pernah mendengar istilah 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J) atau Jumantik rumah?1. RT/RW 5.Petugas Puskesmas 2. Kelurahan/Kecamatan 6.Petugas Dinas Kesehatan 3. Kader 7.Media cetak/Elektronik/media sosial 4. keluarga 8.Lainnya
B04 Apakah menurut [NAMA] sosialisasi 1R1J diperlukan ? 1. Ya2. Tidak
B05 Menurut [NAMA] siapakah sebaiknya yang melakukan sosialisasi 1R1J ?
1.RT/RW 4. Petugas Puskesmas 2.Petugas Kelurahan/Kecamatan/Pemda 5. Petugas Dinas Kesehatan 3.Petugas Kader 6. Tidak tahu
B06 Materi apa saja menurut [NAMA] yang sebaiknya diberikan pada saat sosialisasi 1R1J ?1. Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor
nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) 4. Pengetahuan tentang cara mencatat di kartujentik
2. Pengetahuan tentang cara mengamati jentik 5. Pengetahuan tentang PSN 3M Plus 3. Pengetahuan tentang cara membersihkan tempat
perkembangbiakan dan membasmi jentik 6. Tidak tahu B07 Siapa saja menurut [NAMA] yang harus mendapat sosialisasi 1R1J?
1. Kepala keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten/pembantu rumah tangga 3. Anak 6. Tidak tahu
B08 Siapa saja menurut [NAMA] anggota keluarga yang dapat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)?1. Kepala Keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten/pembantu rumah tangga 3. Anak 6. Tidak tahu
B09 Apakah [NAMA] mengetahui syarat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)? 1. Berusia > 15 tahun 4. Bertanggungjawab melakukan kebersihan
lingkungan dalam dan luar rumah 2. Dapat menggerakkan anggota keluarga untuk melakukan
PSN 5. Pernah mendapatkan sosialisasi tentang 1R1J 3. Dapat memeriksa tempat perkembanbiakan nyamuk 6. Tidak tahu
B10 Menurut [NAMA] apa saja yang yang harus dilakukan oleh seorang JUMANTIK Rumah dalam kegiatan (1R1J)?
V. KETERANGAN INDIVIDUA. IDENTIFIKASI RESPONDEN
(Jika Responden Tidak Dapat Diwawancarai, maka dapat Diwakilkan)
A01 Nama responden
A02 No Urut responden ……………………. A03 Usia responden: …….……..….tahun A04 Jenis Kelamin responden: 1. Laki-laki 2. Perempuan
126
1. Mensosialisasikan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota/penghuni rumah 2. Dapat memeriksa tempat perkembanbiakan nyamuk dalam dan luar rumah min. seminggu sekali 3. Dapat menggerakkan anggota keluarga untuk melakukan PSN 3M Plus min. seminggu sekali 4. Mengisi kartu Jentik hasil pemeriksaan Tempat penampungan air
B11 Apakah [NAMA] mengetahui adanya kartu / lembar jentik ? 1. Ya2. Tidak Lanjut ke B14
B12 Menurut [NAMA] apakah kegunaan dari kartu / lembar jentik? 1. Mencatat hasil pemeriksaan jentik2. Tidak tahu
B13 Menurut [NAMA] siapa saja yang dapat mengisi kartu jentik?1. Kepala Keluarga 3. Kader 2. Anggota keluarga 4. RT/RW
B14 Apakah [NAMA} mengetahui siapa yang berkunjung ke rumah dalam rangka 1R1J?
1. Kader 4. Koordinator JUMANTIK 2. Petugas puskesmas 5. Supervisor JUMANTIK 3. RT/RW 6. Lainnya
B15 Apakah [NAMA] mengetahui berapa kali frekuensi kunjungan koordinator ke rumah?1. 1 minggu 1 x 3. > 2 minggu 1 x
2. 2 minggu 1 x 4. Tidak tahu B16 Apakah yang [NAMA] ketahui tentang kegiatan 3M Plus ? (Jawaban tidak dibacakan)
1. Menguras tempat-tempat penampungan air : bak mandi-WC, drum dsb 6. Menggunakan perangkap nyamuk (ovitrap,
larvitrap, mosquito trap) 2. Mendaur ulang barang bekas/ Mengubur barang-barang
bekas: botol plastic, kaleng, ban bekas dsb 7. Menutup tempat penampungan air 3. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan
nyamuk 8. Mengganti air vas bunga, minuman burung dsb 4. Tidur menggunakan kelambu pada pagi dan sore hari 9. Menanam tanaman pengusir nyamuk:
lavender, sereh, zodia 5. Menggunakan bubuk temephos/ Ikan 10. Pakai raket nyamuk
B17 Menurut pengetahuan [NAMA] tempat-tempat apa saja yang sering ditemukan jentik nyamuk? (Jawaban tidak dibacakan)
1. Bak Mandi/WC 9. Pot tanaman 2. Ember 10. Tempat minum binatang 3. Drum 11. Aquarium 4. Dispenser 12. Kolam 5. Tempat penampungan air kulkas 13. Barang bekas (ban, ember, botol kemasan,
panci, kaleng) 6. Toren/Tandon/Tangki air 14. Selokan/Got 7. Pagar bambu 15. Tempat air Suci 8. Tempurung Kelapa 16. Lainnya
B18 Menurut [NAMA] apa saja yang harus dilakukan jika ditemukan jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah?1. Membuang air di tempat penampungan tersebut 4. Memelihara ikan pemakan jentik di tempat
penampungan tersebut 2. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air 5. Membuang jentiknya saja 3. Menaburkan obat pembasmi jentik 6. Lainnya
C. SIKAPBACAKAN PERNYATAAN NO.C01 SAMPAI DENGAN NO. C10, ISIKAN KODE JAWABAN 1= SETUJU ATAU 2= TIDAK SETUJU
127
C01 Gerakan 1R1J tidak perlu disosialisasikanke masyarakat C06 Hanya lingkungan dalam rumah saja yang perlu
diperhatikan kebersihannya C02 Gerakan 1R1J perlu dilaksanakan di setiap
rumah tangga C07 Perlu menguras bak mandi atau penampungan airminimal 1 minggu 1 kali
C03Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadap kebersihanlingkungan disekitar rumah
C08 Kunjungan petugas/kader JUMANTIK diperlukanuntuk memantau lingkungan sekitar rumah warga
C04 Kartu pemeriksaan jentik harus diisi ketikamelakukan pemeriksaan jentik C09 Saya merasa terganggu bila dikunjungi petugas atau
kader JUMANTIK 2 minggu 1 x C05 Kegiatan 3M Plus tidak perlu dilakukan
disetiap rumah C10 Rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi D. TINDAKAN (Jawaban Boleh Dibacakan)
D01 Apakah [NAMA] pernah mendapatkan sosialisasi 1R1J? ISIKAN KODE JAWABANDENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK
1.Ya2.Tidak Lanjut ke D05
D02 Berapa kali sosialisasi program 1R1J yang pernah [NAMA] dapatkan dalam rentang waktu 2015-2018? ISIKAN KODE ‘88’ JIKAJAWABAN RESPONDEN ‘LUPA’
a. 2015……..kali
b. 2016……...kaIi c. 2017……..kali d.2018…..…..kaliD03 Siapa yang melakukan sosialisasi 1R1J ? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK & PILIHAN JAWABAN
DIBACAKAN1. RT/RW 7. Petugas Puskesmas 2. Petugas Kelurahan/Kecamatan 8. Petugas Dinas Kesehatan 3. Petugas Kader 9. Lainnya
D04 Materi apa saja yang telah diberikan pada saat sosialisasi 1R1J ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK1. Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor
nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) 4.Pengetahuan tentang cara mencatat di kartu jentik 2. Pengetahuan tentang cara mengamati jentik 5.Pengetahuan tentang PSN 3M Plus 3. Pengetahuan tentang cara membersihkan/membunuh
jentik D05 Apakah Program 1R1J pernah dilaksanakan di tempat saudara? 1. Ya
2. Tidak ke D14 D06 Siapa saja di rumah tangga yang melaksanakan gerakan 1R1J? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK
1. Kepala keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten rumah tangga 3. Anak 6. Lainnya
D07 Sejak Tahun berapa program 1R1J dilaksanakan di tempat /rumah saudara ? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 =TIDAK
1. 2015 4. 2018 2. 2016 5. 2019 3. 2017 6. Tidak pernah melaksanakan (lanjut ke D14)
D08 Apakah program 1R1J masih tetap dilaksanakan di rumah tanggasampai saat ini
1. Ya2. Tidak ke D14
D09 Siapa diantara anggota rumah tangga yang paling sering melakukan kegiatan JUMANTIK Rumah (1R1J)? ISIKAN ANGKA SESUAIDENGAN JAWABAN RESPONDEN(1,2,3,4 atau 5)
1. Bapak2. Ibu
3. Anak4. Anggota rumah tangga lainnya5. Asisten rumah tangga
D10 Apakah rumah tangga memiliki kartu pemeriksaan jentik ? ISIKAN DENGAN MEMILIH JAWABAN: 1, 2 ATAU 3
1. Ya dapat menunjukkan2. Ya tidak dapat menunjukkan, ke Ke D133. Tidak ada, alasan…………………………… Ke D13
D11 Apakah kartu pemeriksaan jentik diisi oleh JUMANTIK rumah? (lakukan OBSERVASI) 1. Ya
2. Tidak D12 Apakah petugas/kader/koordinator JUMANTIK memeriksa kartu jentik pada saat kunjungan ke
rumah?1. Ya2. Tidak
D13 Berapa kali frekuensi kunjungan koordinator JUMANTIK ke rumah? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK
128
1. 1 minggu 1 x 3. > 2 minggu 1 x 2. 2 minggu 1 x 4. Tidak tahu
D14 Alasan mengapa di rumah tangga tidak dilaksanakan 1R1J saat ini ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK1. Malas 4. Tidak ada yang mengerjakan 2. Tidak ada waktu 5. Merasa tidak perlu 3. Lingkungan sudah bersih 6. Tidak Tahu
D15 Apakah anggota rumah tangga melakukan kegiatan PSN 3M plus sebagai berikut :ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK
Frekuensi1. < 1x per minggu2. 2 minggu 1 x
3. 3 minggu 1 x4. > 1 Bulan
1. Menguras tempat-tempat penampungan air : Bak mandi-WC, drumdsb
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air 3. Mendaur ulang Barang Bekas : Botol plastik, kaleng, dan bekas dsb 4. Mengganti air vas bunga, minuman burung dsb 5. Tidur menggunakan kelambu pagi dan siang hari 6. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk 7. Melakukan larvasidasi (temefos dll) 8. Memelihara ikan pemakan jentik (ikanisasi) 9. Menggunakan perangkap nyamuk ( ovitrap, larvitrap, mosquito trap) 10. Menanam tanaman pengusir nyamuk : lavender, sereh, zodiac 11. Memasang kawat kasa nyamuk 12. Lainnya
D16 Dimana saja biasanya [NAMA] menemukan jentik nyamuk di dalam dan di luar rumah? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2= TIDAK
1. Bak Mandi/WC 9. Pot tanaman 2. Ember 10. Tempat minum binatang 3. Drum 11. Aquarium 4. Dispenser 12. Kolam 5. TPA kulkas 13. Barang bekas 6. Toren air/Tandon/Tangki air 14. Selokan/Got 7. Pagar bambu 15. Tempat air Suci 8. Tempurung kelapa 16. Lainnya
D17 Jika ditemukan jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah apa saja yang dilakukan [NAMA]? ISIKAN KODE JAWABANDENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK
1. Membuang air dari tempat penampungan tersebut 4. Memelihara ikan pemakan jentik di tempatpenampungan tersebut
2. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air 5. Membuang jentiknya saja 3. Menaburkan obat pembasmi jentik
E. KONDISI RUMAHE01 Luas Lantai bangunan rumah (DITANYAKAN) ………………….. m2 E02 Pencahayaan di dalam ruangan 1. Cukup 2. Tidak cukup E03 Keberadaan pakaian menggantung di dalam rumah 1. Ada 2. Tidak ada E04 Ventilasi 1. Ada, luas < 10%
2. Ada, Luas > 10% luas lantai
129
3. Tidak adaE05 Jendela 1. Ada 2. Tidak ada
Catatan:
130
FORMULIR PEMERIKSAAN JENTIKRiset Implementasi Model Juru Pembasmi Jentik (Jurbastik) dalam Penanggulangan DBD (Multicenter 2019)
PROVINSI : NAMA PUSKESMAS : TGL SURVEI :KABUPATEN/KOTA : RT/RW : NAMA PEMERIKSA :KECAMATAN : NAMA KK& JUMANTIK : GPS : S:
DESA/KELURAHAN : NAMA RESPONDEN : E:KATEGORI WILAYAH: 1. Intervensi 2. Non Intervensi STRATA: 1. Tertata 2. Tidak Tertata STATUS BANGUNAN: 1. Milik sendiri 2. Sewa 3. Rumah Kosong 4. TTU/TTI
NO JENIS KONTAINER(tuliskan kode/jenis kontainer)
JUMLAH
LETAK/TEMPAT
1. Di dalam2. Di luar
BAHAN (tuliskankode bahan)
WARNA(tuliskan kode warna)
TUTUP1. Tertutup2. Terbuka
JENTIK1. Ada
2. Tidak
PUPA1. Ada
2. Tidak
SPESIES(tuliskan kodegenus/spesies)
PERKIRAANVOLUME AIR
(tuliskan kodevolume air)
PELIHARAIKAN1. Ya
2. Tidak
DIKURAS1 MINGGUTERAKHIR
1. Ya2. Tidak
DITABURTEMEFOS
1.Ya2. Tidak
WAKTUTABUR
TEMEFOS(tuliskan
kode waktu)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
JENIS KONTAINERBAHAN
KONTAINERWARNA
KONTAINER GENUS/SPESIES PERKIRAAN VOLUME AIR WAKTU TABUR TEMEFOS
1 = Bak mandi 12 = Penampung kulkas 1 = Semen2 = Plastik
3 = Keramik
4 = Fiber
5 = Kaca
6 = Logam
7 = Tanah
8 = Karet
9= Batu
10= Kayu
Styrofoam/11= gabus
1 = Merah2 = Biru
3 = Kuning
4 = Hijau
5 = Putih
6 = Abu-abu
7 = Hitam
8 = Bening/
transparan
9 = Coklat
1 = Aedes aegypti2 = Aedes albopictus
3 = Culex
4 = Armigeres
5= Anopheles
1 = Kurang dari 1 Liter2 = 1 - 20 Liter
3 = 20- 100 Liter
4 = Lebih dari 100 Liter
1 = 1 minggu terakhir2 = 2 minggu terakhir
3 = 3 minggu terakhir
4 = 4 minggu terakhir
5 = Lebih dari 1 bulan terakhir
2 = Bak WC 13 = Penampung dispenser
3 = Drum 14 = Saluran air
4 = Toren/tangki 15 = Talang air
5 = Tempayan/gentong 16 =Bagian tanaman (lubangpohon/pelepah daun)
6 = Ember 17 = Vas/pot bunga/alas
7 = Baskom 18= Tempurung/batok kelapa
8 = Tempat air suci 19= Kolam/akuarium terbengkalai
9 = Tempat wudhu Barang bekas20= (Kaleng/panci/ember/ban/gelas/
botol kemasan)10 =Lain-lain (tempatpenampungan air), tuliskan!
11=Tempat minum/mandihewan peliharaan
21=Lain-lain (bukan tempatpenampungan air), tuliskan
No urut bangunan:
131
Lampiran SK Bupati Pelaksana G1R1J Kecamatan Turikale
132
133
134
Lampiran SK Puskesmas Turikale untuk Pelaksana G1R1J di wilayah Kecamatan Turikale
135
136
137
138
Lampiran 3. Edaran Bupati mengenai himbauan untuk melaksanakan G1R1J
139
Lampiran 4. Penandatangan Komitmen Bersama
140
Lampiran 5. Foto Kegiatan
141
142
143
144
145
LAPORAN AKHIR
RISET IMPLEMENTASI MODEL JURUPEMBASMI JENTIK (JURBASTIK) DALAM
PENANGGULANGAN DBDPROVINSI SULAWESI TENGAH
(MULTICENTER 2019)
Meiske Elisabeth Koraag, S.Si, Dkk
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKATBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN2019
SUSUNAN TIM
Ketua Pelaksana : Meiske Elisabeth Koraag., S.Si.
Peneliti :1. Samarang, SKM., M.Si2. Ade Kurniawan, SKM3. Phetisya Pamela F Sumolang., S.Si4. drh. Gunawan5. Yulianti Bakari, S.Sos, MA6. Risti, AMKL7. Nelfita, AMKL8. Deby Rezkiawan Firdaus, S.Kom9. Muh. Irham, S, AMD. FT
K
PERSETUJUAN ETIK
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dankarunia Nya sehingga laporan penelitian “Riset implementasi Model Juru Pembasmi Jentik(Jurbastik)dalam Penanggulangan DBD di Provinsi Sulawesi Tengah (multicenter 2019)” dapatdiselesaikan. Penelitian ini merupakan penelitian multicenter bekerjasama dengan Balai danLoka Ampuan Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat yang dilakukan di 11 Provinsi diIndonesia berdasarkan wilayah-wilayah dengan endemisitas DBD yang tinggi.
Laporan penelitian ini memuat informasi hasil pemberdayaan masyarakat dalamPemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 1 rumah 1 Jumantik (1R1J) di KabupatenPoso dengan peningkatan peran dari jumantik menjadi “Jurbastik” pada tingkat rumah tangga.
Dalam kesempatan ini kami sampaikan ucapan terimakasih kepada Kepala DinasKesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso yang dipilihsebagai lokasi penelitian atas bantuannya dalam memfasilitasi perijinan dan pelaksanaanpenelitian sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.
Laporan ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saranguna menyempurnakan laporan ini sangat kami harapkan.
Donggala, Desember 2019
Tim Penelitian
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2018 mengarah kepada meningkatkan
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Upaya Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Penyakit Demam Berdarah Dengue masih menjadi salah satu
masalah kesehatan di Indonesia, berbagai cara penanggulangannya telah dilakukan namun
kejadian kasus masih tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan penguatan
sistem surveilans di masyarakat sebagai sistem deteksi dini untuk mencegah timbulnya
penyakit.
Sejak tahun 2015 telah diluncurkan Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Juru
Pemantau Jentik). Program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (1R1J) dikampanyekan oleh
Kementerian Kesehatan RI untuk pengendalian infeksi virus dengue dalam semangat Gerakan
Masyarakat secara luas dengan pendekatan keluarga (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2016b; Subuh & Kementerian Kesehatan RI 2016; Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan RI 2016; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2016a). Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik menitikberatkan pada pembinaan keluarga oleh puskesmas, lintas sektoral tingkat
kecamatan serta kader kesehatan, dengan tujuan agar keluarga dapat berperan aktif dalam
pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk vektor serta kasus DBD. Hingga saat ini,
sebanyak 111 Kabupaten/kota yang telah menerapkan Gerakan 1R1J, namun masih terbatas
pada beberapa kelurahan ataupun kecamatan dalam kabupaten tersebut. Untuk
mengoptimalkan peran jumantik maka diperlukan peningkatan peran sebagai juru pembasmi
jentik dengan istilah Juru Pembasmi Jentik (JURBASTIK).
Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program
Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan penguatan upaya
promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan GERMAS agar
derajat kesehatan masyarakat meningkat dalam program gerakan 1R1J. Hasil yang diharapkan
adalah untuk percepatan pencapaian kinerja cakupan program 1R1J dengan partisipasi
masyarakat yang tinggi yang pada akhirnya terjadi transfer of ownership dari program menjadi
milik masyarakat.
Disain penelitian pada kegiatan ini adalah metode quasi experimental with control. Pada
tahap ini melakukan uji coba pada daerah perlakuan dan kontrol pada dua kelompok
masyarakat yang relatif sama. Metode kuasi eksperimental digunakan untuk mengetahui
apakah model yang didapatkan mempunyai pengaruh terhadap partisipasi anggota rumah
tangga dalam program 1R1J. Kegiatan ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yaitu
data kasus DBD dari fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS dan Dinas Kesehatan), dilanjutkan
dengan pengumpulan data secara kualitatif/ indepth interview di level stake holder terhadap
gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data secara kuantitatif
menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan di masyarakat yang meliputi : partisipasi anggota
rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J, dilanjutkan denganpengukuran indeks
entomologi (House Index (HI), Container Index (CI), Breuteu Index (BI) dan Angka Bebas Jentik
(ABJ)). Hasil analisis data tersebut akan digunakan untuk merumuskan dan mengembangkan
intervensi 1R1J secara lokal spesifik dan uji coba wilayah.
Gambaran intervensi yang direncanakan dilakukan dengan metode PAR (Participatory
Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan pertemuan/indept
terhadap stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J (Jurbastik) pada setiap tingkatan
sampai dengan anggota keluarga sebagai gerakan 1R1J, upaya promosi kesehatan dan
pembuatan aplikasi sistem pelaporan hasil 1R1J. Tahun kedua direncanakan melakukan
evaluasi hasil dari implementasi model intervensi pada setiap level program, tujuannya untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan dari intervensi yang telah dilakukan.
Manfaat penelitian diperolehnya informasi untuk kebijakan berupa pengembangan
model dalam pengendalian DBD dengan upaya Jurbastik dalam rangka mendukung upaya
pengendalian vektor DBD di wilayah Kabupaten Poso, sehingga dapat diterapkan oleh
pelaksana program dalam pencegahan DBD yang aman, rasional, efisien, efektif, dapat
diterima oleh program dan masyarakat serta berkelanjutan (transfer of ownership).
Penelitian ini merupakan penelitian Multicenter yang dilakukan oleh Balai dan Loka
Litbang dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan,
dengan pembagian wilayah pada wilayah kerja masing-masing Balai/Loka. Balai Litbangkes
Baturaja dengan wilayah penelitian Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan, Loka
Litbangkes Ciamis yaitu Provinsi Lampung dan Provinsi Banten, Balai Litbangkes Banjarnegara,
yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Balai Litbangkes Tanah Bumbu yaitu Provinsi Kalimantan
Timur dan Kalimantan Selatan, Balai Litbangkes Donggala yaitu Provinsi Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Selatan, Loka Litbangkes Waikabubak yaitu Provinsi Bali dan Puslitbang Upaya
Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa Timur dan Riau
Hasil penelitian untuk Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi menunjukkan terdapat perubahan
yang signifikan terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden pada saat setelah
dilakukan intervensi berupa kegiatan pendampingan 1 – 4 kali. Terdapat peningkatan
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai kegiatan G1R1J dan peningkatan ABJ
serta perbaikan indeks entomologi lainnya berupa HI, CI dan BI di wilayah intervensi setelah
dilakukan kegiatan pendampingan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
rerata pengetahuan dan tindakan sebelum dan setelah intervensi untuk beberapa variabel
seperti pelaksanaan G1R1J, sosialisasi G1R1J, kepemilikan kartu kontrol jentik, dan PSN 3M
plus di wilayah intervensi (kelurahan Kawua). Upaya untuk menyampikan pesan G1R1J
(jurbastik) dilakukan dalam bentuk sosialisasi oleh koordinator jumantik, ketua RT/RW, tokoh
masyarakat, tokoh agama. Sosialisasi dilakukan pada kegiatan pertemuan RT dan kegiatan
keagamaan. Partisipasi masyarakat juga terwujud dalam bentuk keikutsertaan dalam kegiatan
sosialisasi, gerakan jumat bersih plus PSN 3M plus dan pengisian kartu kontrol jentik, detektif
cilik anak Sekolah Dasar. Kegiatan pemberdayaan masyarakat melibatkan camat, lurah dan
puskesmas di wilayah Kecamatan Poso Kota Selatan. Pada akhirnya pelaksanaan G1R1J
dengan mengimplementasikan jurbastik ini perlu keterlibatan berbagai sektor seperti
masyarakat, RT/RW, tokoh masyarakat, tokoh agama, camat, lurah, sekolah dasar, puskesmas,
dinas kesehatan kabupaten, dinas kesehatan provinsi dan Bupati. Setiap sektor membuat
komitmen untuk melaksanakan perannya dalam pelaksanaan G1R1J di wilayahnya.
ABSTRAK
Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) merupakan upaya yang paling efektif untuk
mencegah penyebaran penyakit DBD Kabupaten Poso dan Kabupaten Maros berkomitmen
menjalankan kegiatan G1R1J, namun kasus DBD tetap berfluktuasi setiap tahunnya. Proses
intervensi melalui kegiatan pendampingan 4 kali terhadap pelaksanaan G1R1J dilakukan
dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik dalam upaya pemberantasan DBD di Kabupaten
Poso. Disain penelitian menggunakan metode quasi experimental with control. Kegiatan
penelitian diawali dengan pengumpulan data sekunder mengenai kasus DBD di daerah
penelitian, dilanjutkan dengan pengumpulan data secara kualitatif/indepth interview di level
stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi sampai masyarakat. Pengumpulan data
kuantitatif terhadap masyarakat menggunakan kuesioner terstruktur, meliputi partisipasi
anggota rumah tangga dalam pelaksanaan program 1R1J, dilanjutkan dengan pengukuran
indeks entomologi. Intervensi di wilayah penelitian dilakukan dengan metode PAR (Participatory
Active Research) terhadap intervensi Jurbastik, yang diawali dengan wawancara terhadap
stakeholder, tokoh masyarakat, pelatihan 1R1J (Jurbastik) pada setiap tingkatan sampai
dengan anggota keluarga sebagai gerakan 1R1J, upaya promosi kesehatan dan pembuatan
aplikasi sistem pelaporan hasil 1R1J. Hasil Penelitian menunjukkan, terdapat perubahan yang
signifikan terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden pada saat setelah dilakukan
kegiatan pendampingan. Terdapat pengingkatan pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan
G1R1J, dan ABJ di wilayah intervensi pada saat postest. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan proporsi antara pretest dan postest untuk beberapa variabel yang
berkenaan dengan kegiatan PSN di rumah responden. Sosialisasi rumah ke rumah dan di
pertemuan rutin warga menjadi media yang paling efektif dalam menyampaikan kegiatan
Jurbastik.Partisipasi aktif masyarakat meningkat setelah melibatkan lintas sektoral mulai dari
tingkat kelurahan, kecamatan, dan bupati.Keterlibatan lintas sektor dalam promosi kegiatan
Jurbastik sangat berperan besar terhadap animo masyarakat, sehingga diperlukan peningkatan
peran aktif lintas sektor utamanya di tingkat pemerintah daerah dalam menyukseskan kegiatan
Jurbastik di Kabupaten Poso.
Kata Kunci: Jumantik, G1R1J, Jurbastik, DBD, Poso
DAFTAR ISI
HalJudul ........................................................................................................................... i
Susunan Tim Peneliti…..…………………………………………….….………................................... ii
Surat Keputusan Penelitian …………………………………………………….................................. 4
Etik .............................................................................................................................. 10
Kata Pengantar…………………………………………….…………….………...................................... 11
Ringkasan Eksekutif… ……………………………………………….…………..................................... 12
Abstrak ……………………………………………………………………………......................................... 14
Daftar Isi …………………………………………………………………………......................................... 15
Daftar Tabel …………………………………………………………………….......................................... 18
Daftar Gambar …………………………………………………………………........................................ 22
Daftar Lampiran …………………………………………………………………...................................... 23
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………….......................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ………………….……..................................................................... 17
1.3. Manfaat penelitian…..………..………………………..……………..…….............................. 17
1.4. Hipotesis …………………………………………………..………..………................................... 18
BAB II. METODE PENELITIAN ………………………… …………..……......................................... 19
2.1. Kerangka Teori …………………………………………..…..….............................................. 19
2.2. Kerangka Konsep ………………………………………………………...................................... 20
2.3. Tempat dan waktu …………………………………………………….…................................... 21
2.4. Disain Penelitian………………. …......…………………………………................................... 21
2.5. Populasi dan Sampel …. ………………………………………….……................................... 21
2.6. Besar Sampel……………………………………………………………........................................ 22
2.7. Cara pemilihan/Penarikan Sampel ……………………………………............................... 22
2.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................................ 23
2.9. Variabel dan Definisi Operasional………............................................................... 23
2.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data……………………….…….............................. 23
2.11. Bahan dan Prosedur Pengumpulan Data ……………………….……............................ 27
2.12. Manajemen dan Analisis Data ………………..……………….……................................ 30
BAB III. HASIL PENELITIAN…………..………………………………………...................................... 343.1 Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah
3.1.1 Gambaran Umum …….……………………………………….................................. 34
3.1.1.1. Kondisi geografis ................................................................. 34
3.1.1.2. Besar masalah DBD selama 5 tahun terakhir ...................... 35
3.1.1.3 Pengendalian DBD yang dilakukan oleh program ............... 36
3.1.2 Program Gerakan 1R1J Tingkat Pemerintah Daerah 38
3.1.2.1 Definisi gerakan 1R1J .......................................................... 38
3.1.2.2 Keberadaan Gerakan 1R1J di wilayah penelitian 38
3.1.3 Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat (Hasil kuantitatif) 38
3.1.3.1 Wilayah Intervensi (Kelurahan
Kawua)........................
38
3.1.3.2 Wilayah Non Intervensi (Kelurahan Sayo) ........................... 57
3.1.3.3 Hasil Analisis Wilayah Intervensi (Kelurahan Kawua) ......... 75
3.1.3.4 Hasil Analisis Wilayah Non Intervensi (Kelurahan Sayo) .... 77
3.1.4 Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program (Hasil kualitatif)
3.1.4.1 Implementasi Kebijakan ...................................................... 82
3.1.4.2 Sumber Daya Manusia ........................................................ 86
3.1.4.3 Anggaran/Pembiayaan ........................................................ 92
3.1.4.4 Sarana dan Prasarana ......................................................... 94
3.1.4.5 Pemberdayaan Masyarakat ................................................ 96
3.1.4.6 Dukungan dan hambatan .................................................... 98
3.1.5 Penggalangan Kerjasama 101
3.1.5.1 Sosialisasi dan Workshop .................................................... 101
3.1.5.2 Kegiatan Pendampingan tahap I ......................................... 106
3.1.5.3 Kegiatan Pendampingan tahap II ........................................ 112
3.1.5.4 Kegiatan Pendampingan tahap III ....................................... 117
3.1.5.5 Kegiatan Pendampingan tahap IV ....................................... 122
3.1.5.6 Advokasi .............................................................................. 126
3.1.6 Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut pelaksanaan Gerakan1R1J .......................................................................................................
127
3.1.7 Pengembangan Aplikasi Daring ............................................................ 130
BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................................... 131
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 147
DRAFT MODEL JURBASTIK KABUPATEN POSO ............................................................ 150
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 152
LAMPIRAN 172
DAFTAR TABEL
HalTabel 1 Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue per
Provinsi di Indonesia Tahun 2008 – 2017 .............................2
Tabel 2 Target dan Capaian Indikator Kinerja Program DBD di KabupatenPoso ..........................................................................
36
Tabel 3 Distribusi Karakteristk responden di Kelurahan Kawua (wilayahintervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 .....................................
39
Tabel 4 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Istilah G1R1J diWilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019 ..
40
Tabel 5 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Sosialisasi 1R1J diWilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019............................................................................................
40
Tabel 6 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah1R1J di Wilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso,2019 ................................................................
42
Tabel 7 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Kartu Jentik 1R1J diWilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019..................................................................................
43
Tabel 8 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Kegiatan 3M Plus diWilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019............................................................................................
44
Tabel 9 Persentase Sikap Responden tentang Gerakan 1R1J di KelurahanKawua (Wilayah Intervensi) Kabupaten Poso, 2019 ..
47
Tabel 10 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan gerakan1R1J di Kelurahan Kawua (Wilayah intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 .................................................................................
48
Tabel 11 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≤1 minggu)..
51
Tabel 12 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah
52
Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (2 minggu 1x)...............................................................................................
Tabel 13 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (3 minggu 1x)...............................................................................................
52
Tabel 14 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≥ 1 bulan)...
53
Tabel 15 Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di LuarRumahdi Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 ........................................................................
54
Tabel 16 Jenis Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ....................................
55
Tabel 17 Letak Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ....................................
56
Tabel 18 Kondisi Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (WilayahIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 .....................
56
Tabel 19 Indikator Entomologi di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019 ......................................................
57
Tabel 20 Distribusi Karakteristk responden di Kelurahan Sayo (wilayah nonintervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 .............................
58
Tabel 21 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Istilah G1R1J diWilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ..................................................................................
59
Tabel 22 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Sosialisasi G1R1J diWilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ................................................................
59
Tabel 23 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah diWilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ...............................................................
61
Tabel 24 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah diWilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ................................................................
62
Tabel 25 Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah di 63
Wilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) KabupatenPoso, 2019 ...............................................................
Tabel 26 Persentase Sikap Responden tentang Gerakan 1R1J di KelurahanSayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019............................................................................................
65
Tabel 27 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan G1R1J diKelurahan Sayo (Wilayah intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019............................................................................................
66
Tabel 28 Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≤ 1x per minggu).................................................................................
68
Tabel 29 Persentase Tindakan Responden tentang Frekuensi PelaksanaanKegiatan PSN 3M plus pada Rumah Tangga di Kelurahan Sayo(Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (2 minggu1x) ..........................................................
69
Tabel 30 Persentase Tindakan Responden tentang Frekuensi PelaksanaanKegiatan PSN 3M plus pada Rumah Tangga di Kelurahan Sayo(Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (3 minggu1x) ..........................................................
70
Tabel 31 Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar Rumahdi Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 (≥ 1 bulan) ......................................................
70
Tabel 32 Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar Rumahdi Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019 ........................................................................
71
Tabel 33 Jenis Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ............................
73
Tabel 34 Letak Kontainer yang ditemukan di Kelurahan sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ................................
73
Tabel 35 Kondisi Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (WilayahNon Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 ............................
74
Tabel 36 Angka Entomologi di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)Kabupaten Poso .......................................................................
74
Tabel 37 Hasil Analisis Pengetahuan di Wilayah Kawua(Wilayah Intervensi) ..................................................................
75
Tabel 38 Hasil Analisis Sikap di Wilayah Kawua ...................................... 76
Tabel 39 Hasil Analisis Tindakan di Wilayah Kawua (Wilayah Intervensi)
..................................................................................................
76
Tabel 40 Hasil Analisis Pengetahuan di Wilayah Sayo (Wilayah Non
Intervensi) ......................................................................
77
Tabel 41 Hasil Analisis Sikap di Wilayah Sayo (Wilayah Non
Intervensi) ......................................................................
78
Tabel 42 Hasil Analisis Tindakan di Wilayah Sayo (Wilayah Non
Intervensi) .....................................................................
79
Tabel 43 Hasil Analisis Pengetahuan Post – Post (Wilayah Intervensidan Non Intervensi).......................................................................
80
Tabel 44 Hasil Analisis Sikap Post – Post (Wilayah Intervensi dan NonIntervensi) .......................................................................
80
Tabel 45 Hasil Analisis Tindakan Post – Post (Wilayah Intervensi danNon Intervensi) .................................................................
81
DAFTAR GAMBAR
HalGambar 1 Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti ……………………………….. 12
Gambar2 Kerangka Teori ......................................................……………. 19
Gambar3 Kerangka Konsep Penelitian .................................................... 20
Gambar4 Peta Wilayah Kabupaten Poso ................................................. 35
Gambar5 Workshop dan sosialisasi jurbastik di wilayah intervensi ......... 103
Gambar6 Workshop di wilayah intervensi ................................................ 106
Gambar7 Diskusi Koordinator Jumantik tentang pelaksanaan kesepakatandan analisis permasalahan .................................
117
Gambar8 Pertemuan Evaluasi Kegiatan Koordinator Jumantik diKelurahanKawua ......................................................................
125
Gambar9 Advokasi Hasil Kesepakatan Bersama Lintas Sektor TerkaitJurbastik ke Pemerintah daerah (Wakil Bupati) Kabupaten Poso.........................................................................................
127
DAFTAR LAMPIRAN
HalLampiran 1 Kuesioner 172
Lampiran 2 SK Kepala Dinas Kesehatan Kab Poso.................................. 237
Lampiran 3 Suat Edaran Bupati Poso tentang Jumat Bersih dan PSN 238
Lampiran 4 Foto Kegiatan ......................................................................... 239
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDemam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus (1). Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan
subtropik, bahkan terdapat kecenderungan terus meningkat (2) dan banyak
menimbulkan kematian pada anak (3).
Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %),
DBD terus menyebar luas ke seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, DBD sudah
menjangkiti seluruh provinsi di Indonesia (34 provinsi) dengan jumlah kabupaten/kota
terjangkit adalah 436 dari 514 kabupate/kota yang ada di Indonesia (84,82%). Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD
tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi,
perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan
distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan
penelitian lebih lanjut (4). Pada saat ini, menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO),
Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia antara tahun 2004
dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD
terbesar diantara 30 negara wilayah endemis (5).
Kasus DBD di Indonesia mengalami siklus epidemik yang terjadi setiap sembilan-
sepuluh tahunan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap
kehidupan vektor dan faktor yang mempengaruhinya. Perubahan iklim menyebabkan
perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap
ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama
terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan
lainnya (6). Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang
dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan
jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan
2
semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD
semakin mudah dan semakin luas.
Pada periode 10 tahun terakhir, jumlah kasus DBD di Indonesia secara keseluruhan
tercatat sebanyak 1.213.324 penderita dengan rata-rata Incidence Rate (IR) adalah
49,55 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus pertahun mengalami naik turun setiap
tahunnya dan ada di seluruh provinsi di Indonesia kecuali tahun 2011 di Papua dan
Papua Barat tidak dilaporkan ada kasus DBD. Jumlah kasus tahun 2008 adalah
137.469 penderita (IR= 59,02 per 100.000 penduduk), naik menjadi 158.912 penderita
(IR=68,22 per 100.000 penduduk), selanjutnya turun sedikit tahun 2010 menjadi
156.086 penderita (IR=65,70 per 100.000 penduduk) dan turun tajam pada tahun 2011
menjadi 65.725 penderita (IR=27,67 per 100.000 penduduk).
Tabel 1. Jumlah Kasus dan Incidence Rate Demam Berdarah Dengue per Provinsi diIndonesia Tahun 2008 - 2017
No ProvinsiTahun 2008-2012 Tahun 2013-2017 Jumlah Tahun 2008-2017
Kasus Rata-rata IR Kasus Rata-
rata IR Kasus Rata-rata IR
1 Jawa Barat 120.470 55,98 102.640 43,97 223.110 49,972 Jawa Timur 75.539 40,20 76.040 39,23 151.579 39,723 DKI Jakarta 88.988 199,14 47.330 93,41 136.318 146,274 Jawa Tengah 68.549 41,32 64.393 37,48 132.942 39,405 Bali 29.407 167,60 52.313 250,46 81.720 209,036 Sumatera Utara 28.774 44,08 27.820 40,21 56.594 42,147 Kalimantan Timur 21.299 133,64 26.433 149,66 47.732 141,658 Banten 19.846 41,58 17.426 29,70 37.272 35,649 Sulawesi Selatan 14.885 37,61 20.548 48,23 35.433 42,9210 Lampung 15.086 41,93 16.459 42,05 31.545 41,9911 DI Yogyakarta 11.272 65,43 16.583 90,98 27.855 78,2112 Sumatera Barat 11.875 50,33 14.795 57,54 26.670 53,9413 Kalimantan Barat 13.733 64,21 10.122 43,45 23.855 53,8314 Sumatera Selatan 10.633 29,03 11.632 28,91 22.265 28,9715 Aceh 11.680 52,43 9.489 38,01 21.169 45,2216 Riau 7.451 27,49 13.099 40,82 20.550 34,1517 Sulawesi Tengah 8.743 67,39 7.799 54,92 16.542 61,1618 Kalimantan Selatan 4.770 26,01 10.223 51,76 14.993 38,8919 Kepulauan Riau 7.171 90,50 7.205 71,75 14.376 81,1320 NTB 4.900 23,12 7.695 33,01 12.595 28,0721 Sulawesi Utara 6.778 58,29 5.708 47,81 12.486 53,0522 Kalimantan Tengah 5.341 49,28 5.955 47,88 11.296 48,5823 Sulawesi Tenggara 3.271 30,02 7.667 59,58 10.938 44,8024 Jambi 3.550 22,62 5.231 30,68 8.781 26,65
3
25 Bengkulu 2.856 32,82 4.245 45,04 7.101 38,9326 NTT 3.992 16,72 2.347 9,20 6.339 12,9627 Kapulauan Babel 1.983 32,72 2.438 36,09 4.421 34,4128 Papua 1.144 13,21 2.629 16,97 3.773 15,0929 Sulawesi Barat 1.122 20,36 2.281 36,18 3.403 28,2730 Kalimantan Utara - - 2.750 106,77 2.750 106,7731 Gorontalo 965 19,40 1.754 31,09 2.719 25,2432 Maluku Utara 1.210 23,95 843 14,63 2.053 19,2933 Papua Barat 1.030 34,93 459 10,88 1.489 22,9134 Maluku 124 1,63 536 63,14 660 32,3935 Indonesia 608.437 51,54 604.887 47,56 1.213.324 49,55
Sumber Data : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2017
Jumlah kasus DBD naik lagi tahun 2012 menjadi 90.245 penderita (IR=37,11 per
100.000 penduduk) dan tahun 2013 menjadi 112.511 penderita (IR=68,22 per 100.000
penduduk). Tahun 2014 turun lagi menjadi 99.508 penderita (IR=39,80 per 100.000
penduduk), tapi naik lagi tahun 2015 menjadi 129.650 penderita (IR=50,75 per
100.000 penduduk) dan tahun 2016 menjadi 2014.171 penderita (IR=78,85 per
100.000 penduduk). Terakhir tahun 2017 turun ke tingkat yang paling rendah dalam
periode 10 tahun terakhir menjadi 59.047 penderita (IR=22,55 per 100.000 penduduk)(7).
Lima belas provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD terbanyak selama periode
tahun 2008-2017 berturut-turut adalah Jawa Barat (223.110 kasus), Jawa Timur
(151.579 kasus), DKI Jakarta (136.318 kasus), Jawa Tengah (132.942 kaus), Bali
(81.720 kasus), Sumatera Utara (56.594 kasus), Kalimantan Timur (47.732 kasus),
Banten (37.272 kasus), Sulawesi Selatan (35.433 kasus), Lampung (31.545 kasus), DI
Yogyakarta (27.855 kasus), Sumatera Barat (26.670 kasus), Kalimantan Barat (23.855
kasus), Sumatera Selatan (22.265 kasus) dan Aceh (21.169 kasus). Berdasarkan
Incidence Rate, lima belas provinsi tertinggi berturutpturut adalah Bali (IR= 209,03 per
100.000 penduduk), DKI Jakarat (IR= 146,27 per 100.000 penduduk), Kalimantan
Timur (IR= 141,45 per 100.000 penduduk), Kalimantan Utara dalam periode 4 tahun
terakhir (IR= 106,77 per 100.000 penduduk), Kepulauan Riau (IR= 81,13 per 100.000
penduduk), DI Yogyakarta (IR= 78,21 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tengah (IR=
61,16 per 100.000 penduduk), Sumatera Barat (IR= 53,94 per 100.000 penduduk),
Kalimantan Barat (IR= 53,83 per 100.000 penduduk), Sulawesi Utara (IR= 53,05 per
100.000 penduduk), Jawa Barat (IR= 49,97 per 100.000 penduduk), Kalimantan
4
Tengah (IR= 48,58 per 100.000 penduduk), Aceh (IR= 45,22 per 100.000 penduduk),
Sulawesi Tenggara (IR= 44,80 per 100.000 penduduk), dan Sulawesi Selatan (IR=
42,92 per 100.000 penduduk).
Berdasarkan IR DBD, suatu daerah dapat dikategorikan dalam risiko tinggi apabila IR
> 55 per 100.000 penduduk, dalam risiko sedang apabila IR 20-55 per 100.000
penduduk, dan risiko rendah apabila IR <20 per 100.000 penduduk. Dengan demikian,
secara nasional wilayah Indonesia termasuk dalah kategori sedang, tetapi terdapat
beberapa provinsi dalan kategori risiko tinggi (8).
Data Dinkes Provinsi Jambi menyebutkan bahwa angka IR Kota Jambi pada tahun
2015 mencapai 97,9 per 100.000 penduduk, mengalami sedikit penurunan di tahun
2016 menjadi 96,6 per 100.000 penduduk. Meski mengalami penurunan menjadi
kategori risiko rendah di tahun 2017 (IR= 20,5 per 100.000 penduduk) namun tetap
menjadi salah satu kota yang tertinggi kasus DBD di Provinsi Jambi (Laporan DBD
Provinsi Jambi). Di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) angka IR tertinggi di tahun
2015 terdapat pada Kota Prabumulih (IR= 198 per 100.000 penduduk), diikuti Kota
Palembang (IR= 66 per 100.000 penduduk). Pada tahun 2016 terdapat beberapa
kabupaten/kota dengan angka IR di atas angka nasional berturut-turut mulai dari yang
tertinggi yakni Kota Lubuklinggau, Kota Prabumulih, Kota Pagar Alam, Kabupaten
Banyuasin, dan Kota Palembang. Angka IR Kota Prabumulih dan Palembang adalah
131 dan 62,8 per 100.000 penduduk. Meskipun mengalami penurunan pada tahun
2017, dua kota dengan angka IR tertinggi di Provinsi Sumsel adalah Kota Prabumulih
dan Kota Palembang (IR= 47,3 dan 46,4 per 100.000 penduduk) (Laporan DBD Prov
Sumsel).
Meluasnya DBD, selain mengancam jiwa manusia, juga bisa menimbulkan kerugian
secara ekonomi cukup besar. Soewarta Kosen, Peneliti yang juga Koordinator Unit
Analisis Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes, mengatakan, sumber kerugian itu bukan dari biaya perawatan
saja melainkan juga akibat hilangnya produktivitas si penderita DBD di bidang
ekonomi, kerugian non medisnya justru lebih besar. Tahun 2010 total kerugian
ekonomi akibat DBD mencapai Rp 3,1 triliun dari total jumlah penderita DBD yang
mencapai 157.370 kasus. Kerugian tersebut, hanya di bawah 10% yang menjadi
tanggungan pemerintah, sisanya tanggungan masyarakat (9).
5
Penyakit DBD adalah penyakit berbasis lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh
perilaku manusia, iklim dan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tersedia dan
terjangkaunya tempat perkembangbiakan oleh nyamuk Aedes spp sebagai vektornya(10). Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa keberadaan nyamuk
Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya penularan virus dengue di
masyarakat, sedangkan keberadaan nyamuk Aedes spp selain dipengaruhi oleh iklim
dan kondisi lingkungan, juga dipengaruhi oleh periaku masyarakat setempat (11).
Dengan demikian, dalam penanggulangan DBD, aspek lingkungan dan perilaku
manusia adalah dua hal yang pokok yang harus menjadi perhatian.
Selain penduduk, variabel iklim yang meliputi suhu dan kelembaban udara serta curah
hujan juga berpengaruh terhadap kejadian DBD. Pada tingkat lokal dan regional, curah
hujan dan ekologis manusia, sangat berpengaruh terhadap kehadiran nyamuk Aedes
aegypti pada skala rumah tangga. Curah hujan adalah komponen penting karena
dapat membengaruhi faktor lain seperti kesuburan vegetasi dan keberadaan air pada
kontainer, serta memiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk
sehingga angka kejadian demam berdarah meningkat pada bulan-bulan tertentu
sesuai dengan tinggi rendahnya curah hujan (12).
Kepadatan nyamuk Aedes spp sangat berhubungan dengan kejadian DBD. Hasil
penelitian di Banyuwangi menunjukan bahwa infeksi primer maupun infeksi sekunder
DBD sebagian besar terjadi di daerah dengan angka bebas jentik (ABJ) < 95% (13).
Berdasarkan Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang
Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, ABJ adalah persentase rumah atau
bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara jumlah rumah yang tidak ditemukan
jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa dikali 100 persen. Yang
dimaksud dengan bangunan antara lain perkantoran, pabrik, rumah susun, dan tempat
fasilitas umum yang dihitung berdasarkan satuan ruang bangunan/unit pengelolanya.
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk ABJ adalah 95 persen, dengan
demikian untuk tidak terjadi penularan DBD maka ABJ di suatu wilayah minimal 95
persen. Sampai dengan tahun 2016 ABJ secara nasional belum mencapai target
minimal, meskipun terjadi peningkatan ABJ di tahun 2016 yaitu sebesar 67,6 persen
dibandingkan tahun 2015 (54,2%). Hal ini dapat disebabkan karena Puskesmas sudah
mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) secara rutin
6
sehingga kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) mulai digalakkan kembali.
Selain itu, pelaporan data ABJ sudah mulai mencakup sebagian wilayah
kabupaten/kota di Indonesia sehingga cakupan ABJ juga semakin meningkat. Dalam
periode tahun 2010-2016, ABJ nasional tidak dapat mencapai angka minimal nasional,
paling tinggi hanya 80,2 persen (tahun 2010) dan paling rendah 24,1 persen (tahun
2014). Pada periode tersebut, berturut-turut ABJ nasional setiap tahunnya adalah 80,2
persen (tahun 2010), 76,2 persen (tahun 2011), 79,3 persen (tahun 2012), 80,1 persen
(tahun 2013), 24,1 persen (tahun 2014), 54,2 persen (tahun 2015) dan 67,6 persen
(tahun 2016) (7).
Penelitian di Bandung tahun 2014 menunjukan bahwa pengetahuan masyarakat
berkaitan dengan DBD sudah baik (90%), pernah melakukan PSN (84,7%), rutin
melakukan PSN setiap minggu (60,2%), pernah menugaskan untuk PSN (49,5%), dan
rutin menugaskan PSN (42,5%), sedangkan hasil survai jentik di rumah responden
pada penelitian menunjukan ABJ 34,1 persen. Selanjutnya dilaporkan, penyebab tidak
rutin melakukan PSN paling tinggi adalah karena bukan kewajiban (46,51%), karena
sibuk (36,43%), karena sudah ada petugasnya (7,75%), karena malas (6,20%), karena
lupa (1,55%), dan karena lain-lain alasan sebesar 1,56 persen (14).
Pengendalian DBD telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah dan
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/1992, dengan menitikberatkan
pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
selain penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan
kesehatan dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi
kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (15). Berbagai upaya telah
dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satu diantaranya
dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan
Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (Menguras-Menutup-
Mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000
dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida,
memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Tapi sampai saat ini upaya tersebut
belum menampakkan hasil yang diinginkan karena setiap tahun masih terjadi
peningkatan angka kematian (16).
7
Pelaksanaan PSN, sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat sebagai pelaku
utamanya, sedangkan yang disebut perilaku merupakan suatu respons seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar) yang terjadi melalui suatu proses: Stimulus
Organism Response (S-O-R) dan sangat tergantung dari orang yang bersangkutan.
Dengan demikian maka perilaku antara individu yang satu dengan lainnya atau antara
komunitas yang satu dengan lainnya akan berbeda karena manusia mempunyai
aktivitas masing-masing (17). Perilaku adalah suatu keadaan yang seimbang antara
kekuatan pendorong dan kekuatan penahan yang dapat berubah apabila terjadi
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang (18).
Pada tahun 2015 pada ASEAN Dengue Day (ADD), diluncurkan Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik dengan tujuan untuk menurunkan angka penderita dan angka kematian
akibat DBD dengan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat
berbasis keluarga untuk melakukan pencegahan. Gerakan ini merupakan program
PSN untuk mencapai ABJ >95% dengan mengajak seluruh masyarakat berperan aktif
dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk. Ujung tombak Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik adalah Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang merupakan anggota
masyarakat yang dilatih oleh Puskesmas setempat untuk memantau keberadaan dan
perkembangan jentik nyamuk guna mengendalikan penyakit DBD di suatu daerah
melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu; menguras
bak mandi, menutup tempat penampungan air, memanfaatkan barang bekas, plus
mencegah gigitan nyamuk(19).
Juru pemantau jentik atau Jumantik didefinisikan sebagai orang yang melakukan
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk khususnya Aedes spp.
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan
masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan
pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya
DBD melalui pembudayaan PSN 3M PLUS. Jumantik Rumah adalah kepala
keluarga/anggota keluarga/penghuni lain dalam satu rumah yang disepakati untuk
melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya. Jumantik Lingkunganadalah petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat-tempat umum (TTU) atau tempat-
tempat institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan jentik. Contoh TTU adalah
pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun, tempat ibadah, tempat pemakaman,
atau tempat wisata. Contoh TTI adalah perkantoran, sekolah, atau rumah sakit.
8
Koordinator Jumantik adalah satu atau lebih Jumantik/kader yang ditunjuk oleh
Ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan Jumantik rumah
dan Jumantik lingkungan (crosscheck). Supervisor Jumantik adalah satu atau lebih
anggota dari Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah
untuk melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan Jumantik di
lingkungan RT. Sebagai pemantau dan pelaksana PSN maka dibentuk juru pemantau
dan pembasmi jentik yang disingkat Jurbastik, merupakan penerapan Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik yang didefinisikan sebagai peran serta dan pemberdayaan
masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga, pengelola TTU dan TTI dalam
pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk. Jurbastik terdiri dari
Jumantik Rumah yaitu di rumah tangga yang bertugas memantau dan memberantas
nyamuk di rumah masing-masing dan Jumantik Lingkungan yang bertugas memantau
dan memberantas nyamuk di TTU atau TTI masing-masing (20).
Penyadaran masyarakat dapat lebih efektif jika dilakukan oleh Koordinator Jumantik
yang umumnya adalah kader kesehatan karena mereka lebih dekat dengan
masyarakat dan terlibat langsung dalam kegiatan kemasyarakatan. Kader kesehatan
seharusnya mendapat pembekalan pengetahuan dan keterampilan agar mereka
mampu secara mandiri melakukan tugasnya dengan baik. Beberapa studi
menyebutkan bahwa partisipasi kader di masyarakat dipengaruhi oleh motivasi,
pengetahuan, dan keterampilan teknis, keterampilan sosial, kemampuan perencanaan
dan problem solving (kemampuan manajerial). Prinsip pemberdayaan kesehatan pada
dasarnya mendorong masyarakat untuk meningkatkan motivasi dan kemandirian
dalam bertindak dan menentukan keputusan yang berpengaruh terhadap
kesehatannya. Peningkatan motivasi dapat memberikan pengaruh terhadap
peningkatan upaya pengendalian Aedes spp. oleh warga(21). Tugas Jumantik selain
untuk surveilans dan pemberantasan vektor di pemukiman maupun tempat-tempat
umum, juga berperan dalam memperkuat perilaku masyarakat dalam PSN 3M plus
yang keberhasilannya dapat ditinjau dari nilai ABJ dan nilai CI (22)..
5.1. Fokus penelitianDalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN
dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi
keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu faktor risiko kesakitan DBD.
Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang
9
menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh
Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik,
diharapkan adanya peningkatan peran jumantik menjadi Jurbastik (Juru Pembasmi
Jentik) sebagai upaya survailans dan pemberantasan vektor secara aktif oleh
masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu, peran lintas sektor dan program
kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan sangat dibutuhkan dalam rangka
pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya pengendalian vektor dan deteksi
dini kasus DBD.
Kajian pustakaPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)Demam berdarah dengue atau yang biasa disingkat DBD disebabkan oleh virus
Dengue melalui perantara nyamuk vektor Aedes sp. Penyakit ini ditandai dengan
demam mendadak selama 2 sampai 7 hari, setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah
digigit nyamuk yang terinfeksi. Seseorang yang terinfeksi virus dengue mengalami
gejala mirip flu. Gambaran klinis demam berdarah bervariasi sesuai dengan usia
pasien. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO.
Pasien yang sudah terinfeksi virus Dengue dapat menularkan kepada orang lain
melalui perantara nyamuk Aedes sp. setelah gejala pertama muncul (selama 4-5 hari;
maksimal 12) (WHO, 2017b).
Epidemiologi DBDDalam perjalanan penyakitnya, kasus DBD melibatkan 3 organisme utama yaitu virus
dengue, nyamuk Aedes sp. dan manusia sebagai host. Secara alamiah,
keberlangsungan ketiga kelompok organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor
lingkungan baik lingkungan fisik maupun biologi. Pola perilaku yang terjadi dan status
ekologi dari ketiga kelompok organisme tersebut dalam ruang dan waktu saling
berkaitan, menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada satu
lokasi dengan lokasi lainnya dan dari waktu ke waktu.
Virus DengueVirus Dengue termasuk kedalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, terdiri dari 4 jenis
serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Virus berukuran
kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virionnya terdiri dari nucleocapsid
dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein. Seseorang
10
yang telah terinfeksi oleh serotipe tertentu maka pada masa pemulihan akan
memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Namun, kekebalan
silang terhadap serotipe lainnya setelah pemulihan hanya bersifat parsial dan
sementara. Infeksi selanjutnya oleh serotipe lain dapat meningkatkan risiko demam
berdarah yang lebih parah (WHO, 2017a). Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh lebih dari 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Den-3 merupakan serotipe virus yang dominan dan diketahui banyak
menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes, 2004) dan merupakan serotipe
yang paling luas distribusinya disusul Den-2, Den-1, dan Den-4 (Ditjen-P2PL, 2013c).
Vektor Demam Berdarah DengueNyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama yang menularkan virus dengue dari
manusia penderita ke manusia lainnya melalui gigitan nyamuk betina infektif. Aedes
aegypti berkembang biak di dalam rumah dan mampu menggigit siapapun sepanjang
hari. Habitat dalam ruangan kurang rentan terhadap variasi iklim dan hal ini dapat
meningkatkan umur nyamuk (WHO, 2017b). Nyamuk betina bertelur di wadah air
buatan seperti ban, kaleng, toples dan lain sebagainya. Media air diperlukan untuk
tempat berkembang biak, sehingga puncak kepadatan nyamuk terjadi pada musim
hujan. Pada musim hujan lebih banyak ditemukan wadah-wadah yang berubah fungsi
menjadi tempat penampungan air, dan menjadi konsekuensi langsung meningkatnya
jumlah kasus DBD.
Nyamuk Ae. aegypti mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan perkotaan dan
merupakan vektor yang sangat kompetitif karena sifat antropofiliknya. Nyamuk Ae.
aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis dan ditemukan hampir di semua
perkotaan dan pedesaan. Di wilayah Asia Tenggara, selain Ae aegypti juga dikenal Ae.
albopictus sebagai vektor kedua yang juga penting dalam mendukung keberadaan
virus dengue.
Morfologi Nyamuk Ae. aegyptiNyamuk Ae. aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Culex sp), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik
putih pada bagian badannya, terutama pada kaki dan dikenal dari bentuk morfologi
11
yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lire (Lyre form) berwarna putih
pada punggungnya. Probosis bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam besisik
putih perak. Occiput bersisik lebar, berwarna putih terletak memanjang. Femur bersisik
putih pada permukaan posterior dan setengan basal, anterior dan tengah bersisik putih
memanjang. Tibia semuanya hitam. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen
basal kesatu sampai keempat dan kelima berwarna puih. Sayap brukuran 2,5 – 3,0
mm bersisik hitam.
Nyamuk Aedes albopictus, sepintas seperti nyamuk Ae. aegypti, yaitu mempuyai
warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian dadanya, tetapi pada thorax
yaitu bagian mesotonumnya terdapat satu garis longitudinal (lurus dan tebal) yang
dibentuk oleh sisk sisik putih berserakan. Nyamuk ini merupakan penghuni asli Negara
Timur, walaupun mempunyai kebiasaan bertelur ditempat-tempat yang alami di rimba
dan hutan bambu, tetapi telah dilaporkan dijumpainya telur dalam jumlah banyak
disekitar tempat pemukiman penduduk di daerah perkotaan.
Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegyptiNyamuk Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur– larva–pupa–
dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa
hidup di luar air. Pada umumnya telur akan menetas dalam 1–2 hari setelah terendam
air. Stadium jentik biasanya berlangsung antara 5–15 hari, dalam keadaan normal
berlangsung 9–10 hari. Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2
hari, kemudian selanjutnya menjadi dewasa dan melanjutkan siklus berikutnya. Dalam
suasana yang optimal, perkembangan dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu
sedikitnya 9 hari.
Nyamuk Aedes albopictus dalam berkembang biaknya juga mengalami metamorfosis
sempurna dengan lama berkembang biaknya dari telur hingga dewasa adalah 7-14
hari denngan tiap-tiap fase: telur – jentik: 1–2 hari, jentik–kepompong: 7–9 hari dan
kepompong–dewasa: 2–3 hari. Antara nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus lama
siklus hidupnya tidak berbeda jauh. Apabila digambarkan siklus hidup nyamuk Ae.
aegypti adalah sebagai berikut:
12
Gambar 1. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti
Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes berupa genangan air yang tertampung
disuatu wadah yang disebut kontainer, bukan pada genangan air di tanah. Kontainer
ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Tempat penampungan air yang bersifat tetap (TPA)
Penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumahtangga sehari-hari, pada
umumnya keadaan airnya adalah jernih, tenang dan tidak mengalir, seperti bak
mandi, bak WC, drum penyimpanan air dan lain-lain.
2. Bukan tempat penampungan air (non TPA)
Adalah kontainer atau wadah yang bisa menampung air, tetapi bukan untuk
keperluan sehari-hari, seperti tempat minum hewan piaraan, barang bekas (ban,
kaleng, botol, pecahan piring/gelas), vas atau pot bunga dan lain-lain.
3. Tempat perindukan alami.
Bukan tempat penampungan air tetapi secara alami dapat menjadi tempat
penampungan air misalnya potongan bambu, lubang pagar, pelapah daun yang
berisi air dan bekas tempurung kelapa yang berisi air.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap perindukan nyamuk didapatkan
bahwa:9
1) Tempat perindukan alami lebih disukai bila dibandingkan dengan non alami.
2) Jenis kontainer tanah liat dan bambu paling disukai bila dibandingkan kontainer
semen, kaca/gelas, alumunium dan plastik.
3) Warna-warna kontainer terang (coklat muda, kuning dan merah) lebih disukai
sebagai tempat berkembang biak.
Pupa2 - 4 hari
Telur1 – 2 hari
Jentik/larva7 – 9 hari
Nyamuk dewasabetina
13
4) Semakin dalam jarak permukaan air ke permukaan bejana semakin banyak
didapatkan larva.
Habitat Nyamuk VektorHabitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya atau
mempelajari bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor, terdapat dua macam
lingkungan yaitu lingkungan fisik dan biologi.
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis kontainer,
ketinggian tempat dan iklim.
1) Jarak antara rumah
Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain,
semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah
sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna
dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah
tersebut tidak disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian
penyakit menular membuktikan bahwa kondisi peruamahan yang berdesak-
desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit.
2) Macam kontainer
Termasuk macam kontainer dsini adalah jenis/bahan kontainer, letak kontainer,
bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air, mempengaruhi nyamuk dalam
pemilihan tempat bertelur.
3) Ketinggian tempat
Variasi ketinggian tempat berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang
diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae.aegypti dan Ae.
albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas
permukaan laut.
4) Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik yang terdiri dari: suhu
udara, kelembapan udara, curah hujan dan kecepatan angina.
a) Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya
menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhu kritis.
14
Pada suhu yang lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahan dalam arti
lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk
pertumbuhan nyamuk adalah 250C–270C. pertumbuhan nyamuk akan terhenti
sama sekali bila suhu kurang 100C atau lebih dari 400C.
b) Kelembapan nisbi
Kelembapan udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan rumah
menjadi basah dan lembap yang memungkinkan berkembangbiaknya kuman
atau bakteri penyebab penyakit. Kelembaban yang baik berkisar antara 40-70
persen. Untuk mengukur kelembapan udara digunakan hygrometer, yang
dilengkapi dengan jarum penunjuk angka kelembapan relatif.9
c) Curah hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembapan nisbi udara dan tempat perindukan
nyamuk juga bertambah banyak.
d) Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembapan dan
suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan
nyamuk. Meskipun kondisi iklim dari suatu daerah berpengaruh terhadap vektor
penyakit, namun karena keterbatasan alat maka pada penelitian ini yang akan
dilakukan pengukuran langsung adalah suhu udara dan kelembapan udara.
b. Lingkungan Biologi
Nyamuk Ae. aegypti dalam perkembangannya mengalami metamorfosis lengkap yaitu
mulai dari telur-larva-pupa-dewasa. Telur Ae. aegypti berukuran lebih kurang 50
mikron, berwarna hitam berbentuk oval menyerupai torpedo dan bila terdapat dalam
air dengan suhu 20-40 oC akan menetas menjadi larva instar 1 akan berkembang terus
menjadi instar II, instar III dan instar IV, kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa
memerlukan waku antara 2-3 hari. Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae.
aegypti sejak dari telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari dan
nyamuk jantan lebih cepat menetasnya bila dibandingkan nyamuk betina. Larva
nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan pada bejana yang terbuat dari metal,
tanah liat, semen, dan plastik. Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD
terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang
mempengaruhi kelembapan dan pencahayaan di dalam rumah. Adanya kelembapan
yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang
disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat.
15
c. Lingkungan Sosial
Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang memperhatikan
kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan tidur siang,
kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga
pastisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka
akan menimbulan risiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di dalam
masyarakat. Kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk dimana masyarakat sulit
mendapatkan air bersih, sehingga mereka cenderung untuk menyimpan air dalam
tendon/bak air, karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan dibersihkan secara rutin
pada akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti.
Faktor Risiko Transmisi Demam Berdarah DengueTransmisi DBD disebabkan adanya interaksi antara virus, nyamuk vektor, manusia,
dan faktor lingkungan (Guzman & Harris, 2015). Berbagai tindakan pencegahan dan
pengendalian vektor DBD sudah banyak dilakukan, namun belum menunjukkan hasil
yang optimal. Upaya mengidentifikasi faktor risiko lokal sangat penting dalam
memastikan tindakan pencegahan ditargetkan secara efisien. Faktor-faktor risiko
tersebut antara lain:
a. Virus DengueSeperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa virus Dengue terdiri dari empat jenis
serotipe, yaitu Denvirus-1, Denvirus-2, Denvirus-3, dan Denvirus-4. Seseorang yang
terinfeksi satu jenis serotipe Dengue akan memberikan kekebalan terhadap serotipe
tersebut, namun tidak untuk serotipe lainnya. Sebagian besar kasus DBD/Dengue
Syock Syndrom (DSS) terjadi pada penderita yang mengalami infeksi sekunder
Dengue. Faktor virulensi virus Dengue berperan penting dalam patogenitas DBD/DSS
(McBridea & Ohmann, 2000).
b. Nyamuk VektorDemam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang disebabkan
oleh virus Dengue melalui perantara nyamuk Aedes. Kemampuan nyamuk menjadi
vektor penyakit berkaitan dengan kepadatan populasi dan aktivitas nyamuk menghisap
darah inang (host) (Syahribulan et al., 2012). Sesudah melakukan kegiatan mencari
16
darah host, nyamuk memerlukan tempat beristirahat. Nyamuk beristirahat pada
tempat-tempat yang sepi, gelap, dingin, dan basah (Sumantri, 2015). Beberapa
penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan resting
place di dalam dan diluar rumah dengan kejadian DBD (Rianasari et al., 2016;
Salawati, Astuti, & Nurdiana, 2010). Aktivitas menghisap darah oleh nyamuk betina
diperlukan untuk proses pematangan telur demi kelanjutan generasi nyamuk
selanjutnya. Nyamuk Aedes memiliki kemampuan terbang dengan jarak 40-100 m
(Ditjen-P2MPL, 1999). Oleh karena itu pemeriksaan lingkungan dengan radius
tersebut penting diketahui dengan tujuan menentukan luas wilayah pengendalian
vektor untuk melindungi penduduk dari transmisi penyakit (Sumantri, 2015).
Kepadatan populasi nyamuk Aedes yang diukur melalui kepadatan larva dan jumlah
kontainer sangat nyata pengaruhnya terhadap kasus penularan DBD (Suwarja, 2007).
Dalam program pengendalian DBD, survei larva yang biasanya dilakukan adalah
dengan cara visual. Cara tersebut bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya larva
pada setiap TPA yang diperiksa. Indeks entomologi yang umum digunakan untuk
pemantauan tingkat kepadatan larva nyamuk Aedes, yaitu House Index (HI), Container
Index (CI), dan Breteau Index (BI) (WHO, 2011).
Perumusan masalah
Dalam upaya pemberantasan DBD diperlukan penguatan sistem pelaksanaan PSN
dan surveilans berbasis masyarakat untuk mencapai ABJ >95% serta deteksi
keberadaan dan kepadatan vektor sebagai salah satu faktor risiko kesakitan DBD.
Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang
menitik beratkan pada pengawasan dan pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp oleh
Jumantik Rumah dan Jumantik Lingkungan. Dalam gerakan 1 Rumah 1 Jumantik,
diharapkan adanya upaya survailans dan pemberantasan vektor serta pelaporan
kasus DBD secara aktif oleh masyarakat di tingkat keluarga. Untuk mencapai itu,
peran lintas sektor dan program kesehatan (Puskesmas) termasuk kader kesehatan
sangat dibutuhkan dalam rangka pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan upaya
pengendalian vektor dan deteksi dini kasus DBD.
Pertanyaan penelitian
1. Apakah Definisi Operasional (DO) Program Gerakan 1R1J disemua tingkatan
sudah tepat?
17
2. Bagaimana pelaksanaan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten, Puskesmas dan
di masyarakat?
3. Apakah sinkronisasi kegiatan antar program sudah berjalan/terkoordinasi
(surveilans, pemberantasan vektor dan Program Pengendalian Penyakit)?
4. Apakah surveilans vektor disemua tingkatan sudah dilakukan dengan sesuai
SOP?
5. Apakah pelaksanaan Program Gerakan 1R1J sudah berjalan dimasyarakat
secara terus menerus dan berkesinambungan?
6. Apakah sudah ada sistem pelaporan secara cepat?
7. Bagaimana analisis hasil pelaksanaan 1R1J?
1.2 Tujuan Penelitian1.2.1 Tujuan Umum :Tujuan penelitian ini untuk memberikan alternatif solusi dalam pelaksanaan Program
Prioritas Nasional terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit dengan
penguatan upaya promotif dan preventif melalui pemberdayaan masyarakat dengan
kegiatan Jurbastik agar derajat kesehatan masyarakat meningkat.
1.2.2 Tujuan Khusus:1. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat pemerintah daerah.
2. Identifikasi pelaksanaan program gerakan 1R1J di tingkat masyarakat (rumah
tangga)
3. Menggalang partisipasi aktif kerjasama antara masyarakat-petugas kesehatan dan
tokoh masyarakat setempat dalam menanggulangi DBD di wilayahnya
4. Memperkuat sumberdaya setempat, tokoh masyarakat setempat, saluran
komunikasi setempat dalam rangka menanggulani DBD melalui kegiatan 1R1J
dengan peran sebagai jurbastik.
5. Pengembangan aplikasi daring dalam sistem pelaporan program Jurbastik.
1.3 Manfaat PenelitianSebagai bahan pengambil kebijakan untuk menentukan model penerapan program
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dengan peningkatan peran sebagai Jurbastik dalam
upaya pemberantasan DBD.
18
1.4 HipotesisHipotesis dalam penelitian ini adalah “partisipasi masyarakat dalam kegiatan 1R1J
pada kelompok yang diberi perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol”.
19
BAB II METODE PENELITIAN
2.1 Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Teori
Lingkungan- Intensitas cahaya- Keberadaan, rimbunan dan tinggi tanaman- Tempat Penampungan Air (TPA)- Kepadatan penduduk
Iklim- Curah hujan- Suhu- Kelembapan
Nyamuk Aedes sp- Kepadatan nyamuk- Kepadatan jentik- Tempat
perkembangbiakan- Kesenangan
menggigit(feedinghabits)
- Keberadaan restingplaces
- Jarak terbang (flightrange)
Virus DengueSerotipe virusdengue
Penduduk- Umur- Jenis kelamin- Status gizi- Imunitas- Pendidikan- Perilaku PSN (menguras,
menutup, memanfaatkanbarang bekas, menaburlarvasida, menggunakan antinyamuk, memelihara predatorlarva, menanam tanamanpengusir nyamuk, mengaturventilasi rumah, menghindarimenggantung pakaian)
TRANSMISI DBD
Sumber : Guzman & Haris, 2015,McBridea&Ohman, 2000; Syahribulan et al.,2012; Sumantri, 2015; Kumar et.al, 2016;Ditjen P2MPL, 1999; Khormi, 2013; Morin et al2013.
20
2.2 Kerangka Konsep
Pre intervensi Post Intervensi
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, bahwa output yang diharapkan adalah ABJ
lebih dari 95% dan tidak ditemukan kasus indigenous, ini adalah angka capaian yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan indikator capaian 1R1J. Disain
Dalam penelitian ini adalah quasi experimental with control, dengan mengukur
variabel-vriabel sebelum dan setelah intervensi. Pengumpulan data Dilakukan dengan
mix methode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Untuk mendapatkan angka tersebut
diperlukan beberapa indicator yang harus diukur. Pengumpulan data kuantitatif
dilakukan kepada petugas kesehatan dan masyarakat untuk mengetahui
Pengetahuan, Sikap dan perilaku terhadap program gerakan 1R1J. Pengukuran
indeks entomologi (HI, CI, BI) dan ABJ. Sedangkan pengumpulan data kualittif
dilakukan wawancara mendalam terhadap pemerintah daerah, pemegang program,
Petugas Puskesmas, Kader dll, diantaranya penggalian informasi terkait adanya SK
1R1J, Norma Standart Pedoman dan Kriteria (NSPK), Pelaksanaan PSN, Petunjuk
teknis IRIJ, SOP dan sistem penganggaran. Pada penelitian ini model intervensi yang
Data Kuantitatif(Masyarakat &Petugas):1. Pengetahuan,
sikap danperilakuterhadap 1R1J
2. Indeksentomologi (HI,CI, BI)
Data Kualitatif(Petugas):1. Pelaksanaan
sosialisasi 1R1J(SK)
2. KeberadaanNSPK (Pedoman1R1J)
3. SOP 1R1J4. Pendanaan
ABJ
Data Kuantitatif(Masyarakat &Petugas):3. Pengetahuan,
sikap danperilakuterhadap 1R1J
4. Indeksentomologi (HI,CI, BI)
Data Kualitatif(Petugas):5. Pelaksanaan
sosialisasi 1R1J(SK)
6. KeberadaanNSPK (Pedoman1R1J)
7. SOP 1R1J8. Pendanaan
ABJ
1. Pelatihan Jurbastik2. Pendampingan
P A R(PartisipatoryAction Research)
21
dilakukan adalah peningkatan fungsi Jumantik menjadi JURBASTIK (juru pembasmi
jentik) pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Metode yang digunakan dengan
pendekatan metode PAR (Participating Active Research) yaitu berdasarkan lokal
spesifik ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan pendekatan dari masyarakat
itu sendiri dimana dilakukan pelatihan dan pendampingan sehingga dapat mengatasi
masalah di wilayahnya.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai ABJ > 95%. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah:
Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J
Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp
2.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 11 bulan mulai bulan Januari-November 2019, lokasi
penelitian yaitu Kabupaten Poso (Provinsi Sulawesi Tengah) dan Kabupaten Maros
(Provinsi Sulawesi Selatan). Penentuan wilayah penelitian berdasarkan pada angka
Incidence Rate (IR) yang tinggi tahun 2017, serta telah melakukan program 1R1J.
2.4 Disain penelitianDesain penelitian quasi experimental with control digunakan untuk mengetahui apakah
model implementasi 1R1J (jurbastik) mempunyai pengaruh terhadap partisipasi
anggota rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan uji coba dengan perlakuan dan
kontrol pada dua kelompok masyarakat yang relatif sama
2.5 Populasi dan sampelPopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah anggota masyarakat yang menempati
rumah/bangunan di lingkungan RW lokasi penelitian yang berada di Kabupaten Poso
dan Kabupaten Maros
SampelSampel dalam penelitian ini adalah penghuni rumah/bangunan yang
ditunjuk/bertangungjawab melakukan kegiatan 1R1J di tiap rumah/bangunan, sampel
berasal dari semua rumah/bangunan di lingkungan RW di Kabupaten Poso dan
Kabupaten Maros.
22
2.6 Besar SampelBesar sampel yang digunakan berdasarkan uji hipotesis beda dua populasi
(Lemeshow, 1997) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
n : Besar sampel minimal
Z 1-α/2 : Nilai distribusi normal standar pada α = 0,05 (95%) =1,96
Z 1-ᵦ : Nilai distribusi normal standar pada kekuatan uji 1-ᵦ = 90 % = 1,28
α : Derajat kemaknaan (Kesalahan menolak Ho yang benar) = 0,05
ᵦ : Kesalahan tidak menolak Ho padahal Ho salah= 0,05
P1 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kasus DBD di Lombok sebagai
daerah 1R1J = 0,47 (Roy Nusa, dkk, 2015)
P2 : Proporsi keberadaan larva Aedes di daerah kontrol diperoleh dari 0,47 – 0,2=
0,27P̅ : Proporsi rata-rata kedua kelompok, karena belum ditemukan referensi untuk
perhitungan proporsi kelompok kedua, maka peneliti mengganggapperbedaan proporsi antar kedua kelompok sebesar 20% (0,2)
Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah sampel adalah 134 responden
ditambahkan 10% didapatkan 147 responden dan dibulatkan menjadi 150 untuk
kelompok intervensi dan 150 responden untuk kelompok kontrol, sehingga jumlah total
sampel adalah 300 responden.
2.7 Cara Pemilihan/Penarikan SampelPengambilan sampel dilakukan secara bertingkat (multistage sampling), dengan
tahapan sebagai berikut :
Di masing-masing provinsi akan ditentukan 2 kabupaten/kota dengan jumlah kasus
DBD tertinggi tahun 2017. Pada masing-masing kabupaten yaitu Kabupaten Poso
dan Kabupaten Maros ditentukan 1 kecamatan yaitu Kecamatan Poso Kota
Selatan (Kabupaten Poso) dan Kecamatan Turikale (Kabupaten Maros).
Kecamatan terpilih selanjutnya dibagi menjadi dua kelurahan. Untuk Kabupaten
Poso, Kecamatan Poso Kota Selatan dengan 2 kelurahan yaitu Kelurahan Kawua
23
(wilayah intervensi) dan Kelurahan Sayo (wilayah kontrol). Untuk Kabupaten
Maros, Kecamatan Turikale dengan 2 kelurahan yaitu Kelurahan Adatongeng
(wilayah intervensi) dan Kelurahan Turikale (wilayah kontrol). Penentuan rumah
yang disurvei dilakukan secara random sampling
2.8 Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria Inklusi
- Rumah tinggal dihuni oleh satu atau lebih rumah tangga atau keluarga yang
terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga.
- Bersedia ikut serta dalam penelitian.
- Sehari-harinya ada anggota keluarga dewasa yang ada di rumah.
Kriteria Eksklusi- Tempat tinggal merupakan rumah petak dengan sewa bulanan (tempat kos).
- Rumah sedang direnovasi atau dalam waktu dekat akan direnovasi.
2.9 Variabel dan Definisi OperasionalVariabel PenelitianVariabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai ABJ > 95%.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
- Partisipasi anggota keluarga dalam pelaksanaan 1R1J
- Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp
Definisi Operasional variabel- Gerakan 1R1J adalah: suatu program gerakan satu rumah satu Jumantik di
masyarakat, dimana anggota keluarga berperan sebagai juru pemantau jentik.
- Rukun warga/RW adalah : satuan organisasi masyarakat non formal di bawah
lingkungan desa/kelurahan.
- Rumah/bangunan: ruangan dengan bentuk fisik yang dibatasi dinding dan
memiliki atap untuk tempat tinggal/beraktifitas manusia.
2.10 Instrumen Pengumpulan Data
Data pre (sebelum intervensi)Dilakukan pengumpulan data pre yaitu sebelum kegiatan intervensi
sebagai baseline data pada seluruh wilayah yang terpilih sebagai daerah
24
penelitian baik daerah intervensi maupun kontrol. Pada daerah kontrol
dilakukan sosialisasi sesuai dengan yang diterapkan oleh Program (Subdit
Arbovirosis) namun tidak dilakukan pendampingan seperti yang dilakukan pada
daerah intervensi.
Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat
Dilakukan wawancara terhadap orang dewasa yang ada di rumah sampel
terpilih berpedoman pada kuesioner terstruktur.
Wawancara berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan atau
kebiasaan yang dilakukan sehari-hari berkaitan dengan surveilans vektor dan
kasus DBD serta pelaksanaan pengendalian vektor. Hasil wawancara ditulis
pada lembar jawaban yang dibuat terpisah dari kuesioner.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.
b. Pengamatan (surveilans) jentik nyamuk Aedes spp oleh masyarakat
Kepada responden yang sama dengan wawancara PSP, ditanyakakan
apakah ada ART yang biasa mengamati keberadaan jentik nyamuk Aedes
pada kontainer yang ada di dalam dan luar rumah.
Kalau ada, apakah biasa dicatat. Kalau biasa dicatat, maka dilihat catatannya.
Bagaimana tindakan selanjutnya?
Hasil pengamatan dilacatat pada format pengumpulan data.
c. Keberadaan jentik nyamuk Aedes spp
Dilakukan pengamatan keberadaan jentik nyamuk Aedes spp pada kontainer
di dalam dan luar rumah dengan single method. Pengamatan dilakukan pada
pre dan post.
Dilakukan identifikasi spesies Aedes sp
Di setiap rumah sampel, dilakukan pencatatan jumlah kontainer yang berisi air
di dalam dan di luar rumah. Hasil pengamatan dicatat pada format
pengumpulan data.
Instrumen yang digunakan adalah perlengkapan survai jentik, formulir/format
isian dan kuesioner.
Intervensi
25
Pada penelitian ini intervensi yang dilakukan adalah penerapan program JURBASTIK
pada Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik melalui pembinaan kepada Jumantik Rumah dan
Jumantik Lingkungan oleh kader/Koordinator Jumantik, Metode intervensi yang
dilakukan adalah dengan pendekatan metode Participatory Active Research (PAR ),
cara yang dipakai dalam mengumpulkan informasi berdasarkan pada keinginan dan
kehidupan masyarakat setempat. PAR lebih focus pada ‘proses’ mengetahui
pengetahuan masyarakat dan menekankan pada keterlibatan masyarakat setempat di
semua bagian penelitian (Koning, Martin, 1996), yaitu menerapkan model intervensi
berdasarkan lokal spesifik ke daerahan, serta keinginan masyarakat dengan
pendekatan dari masyarakat itu sendiri (Community-based intervention by using
bottom-up planning).
Adapun tahapan penelitian sebagai berikut :
a. Rekrutmen Koordinator 1R1J (Jurbastik) serta Supervisor
Akan dilakukan rekrutmen Koordinator Jumantik yang berasal dari anggota
masyarakat setempat serta kader kesehatan yang sudah ada, Jumlah kader yang
akan direkrut berdasarkan jumlah keluarga di masing-masing RT lokasi intervensi
penelitian dengan perbandingan seorang Koordinator Jumantik untuk membina
maksimal sebanyak 10 keluarga/TTU/TTI. Koordinator Jumantik yang direkrut
berasal dari RT yang sama dengan keluarga binaannya. Selanjutnya di masing-
masing RW akan direkrut seorang Supervisor Jumantik yang merupakan anggota
Pokja DBD atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk
melakukan pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan
RT.
b. Pelatihan Koordinator Jurbastik serta Supervisor
Koordinator Jumantik dan Supervisor Jumantik yang sudah direkrut selanjutnya
dilatih berkaitan dengan penanggulangan DBD, surveilans vektor dan kasus DBD
serta pembinaan keluarga Tim pelatihan terdiri dari lintas sektoral tingkat
kabupaten/kota, lintas sektoral tingkat kecamatan serta tim peneliti.
c. Pembuatan sistem aplikasi daring dalam pelaporan 1R1J.
Pembuatan sitem pelaporan secara elektronik bertujuan untuk memudahkan dan
mempercepat laporan hasil pelaksanaan 1R1J kepada koordinator, supervisor,
Puskesmas, sampai ke pemegang program di tingkat Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota
d. Sosialisasi RW
26
Sosialisasi diawali dengan pemaparan dan pemicuan tentang permasalahan DBD di
wilayah RW lokasi intervensi dan wilayah kontrol penelitian serta penyebabnya
berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Selanjutnya kader dan perwakilan
masyarakat di daerah perlakuan melakukan diskusi membahas permasalahan DBD
untuk mencari solusi bersama. Dalam diskusi juga dicari kesepakatan dari warga
berkaitan dengan surveilans vektor dan kasus DBD serta pemberantasan vektor
secara bersama-sama. Selain itu juga akan dilakukan pembentukan Jumantik di
setiap rumah yang bertugas mengamati keberadaan jentik /pupa di rumah masing-
masing serta bertanggungjawab pada pemberantasannya.
e. Pendampingan untuk pembinaan keluarga binaan oleh kader/lintas sektor/ tim
peneliti Setiap bulan, selama 5 bulan intervensi, dilakukan pembinaan oleh kader
terhadap keluarga binaannya berkaitan dengan pemberantasan vektor DBD, active
case finding dan deteksi dini kasus DBD. Sedangkan pembinaan oleh lintas sector
kota maupun kecamatan serta tim peneliti dilakukan setiap bulan. Selama periode
pembinaan, juga dilakukan pengamatan terhadap kinerja kader keadaan lingkungan
oleh peneliti dan lintas sektoral kabupaten dan kecamatan.
f. Pembuatan buku saku.
Sebagai bahan pembinaan dan pedoman pelaksanaan surveilans vektor dan kasus
DBD serta pemberantasan vektor, maka akan dibuat buku saku yang berisi :
Pengertian Demam Berdarah Dengue, Pengendalian Vektor Terpadu, Cara-cara
melakukan pengendalian jentik, dengan PSN. Buku saku tersebut akan dibagikan
kepada lintas sektoral tingkat kota dan kecamatan, kader kesehatan serta warga
masyarakat binaan.
KontrolPada wilayah kontrol tetap dilakukan sosialisasi 1R1J yang selama ini dilakukan
oleh program pengendalian DBD, dan dilakukan pengukuran untuk Pengetahuan
Sikap dan Perilaku masyarakat terhadap program pengendalian vektor dan survei
vektor
27
2.11 Bahan dan Prosedur Pengumpulan DataBahan
Pengumpulan data sekunder, kualitatif dan kuantitatif : Alat tulis, pedoman
panduan wawancara mendalam, kuesioner terstruktur, pedoman pengisian kuesioner,
recorder, alat tulis, map plastik, flash disk. Pengumpulan data vektor : Senter, pipet
plastik, botol jentik, plastik, sarung tangan, selang, formulir, alat tulis
Cara Pengumpulan Data
Penentuan lokasi penelitian
Penentuan lokasi penelitian yaitu provinsi dan kabupaten/kota yang telah
melakukan 1R1J, data tersebut didapatkan dari Subdit Arbovirosis Ditjen P2P.
Untuk selanjutnya tim peneliti bekerjasama dengan Dinas Kesehatan
Provinsi/kabupaten/kota dan puskesmas setempat untuk menentukan 2
RW/kampung dalam kecamatan yang berbeda untuk dipilih sebagai daerah
perlakuan dan kontrol. Setelah lokasi penelitian diperoleh, ditentukan pemilihan
secara acak untuk menentukan lokasi perlakuan dan kontrol.
Selain itu juga akan dilakukan pengurusan perizinan penelitian dari pemerintah
kabupaten/kota setempat
Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder meliputi, kejadian kasus DBD dalam 3 tahun
terakhir yaitu 2016, 2017 dan 2018, yang diperoleh dari Dinas Kesehatan,
Rumah Sakit dan Puskesmas. Data sekunder yang di perlukan antara lain,
mengenai kapan mulai melakukan 1R1J, cakupan kegiatan 1R1J, laporan
kegiatan 1R1J, kegiatan surveilans vektor oleh program/Puskesmas, nilai ABJ,
sumber dana 1R1J.
Rekrutmen supervisor jumantik, Koordinator dan petugas survei :
a. Supervisor Jumantik direkrut 1 orang di setiap RW, berasal dari anggota
POKJANAL DBD RW setempat, atau orang yang ditunjuk oleh Kepala
Desa/Lurah/Ketua RW.
b. Rekrutmen Koordinator Jumantik dilakukan pada 2 kecamatan di setiap
kabupaten/kota, masing-masing sebagai wilayah intervensi dan kontrol.
Setiap kecamatan dipilih 1 RW sebagai wilayah intervensi dan kontrol. Di
28
masing-masing RW akan direkrut 40 orang Koordinator Jumantik yang
merupakan kader kesehatan atau orang yg dipilih berasal dari masing-
masing RT. Maka di setiap kabupaten/kota akan direkrut 80 orang per
provinsi.
c. Petugas survai atau enumerator adalah peneliti dan jika jumlah peneliti tidak
memadai maka direkrut beberapa orang yang di rekrut dan dilatih. Di setiap
kabupaten/kota dibutuhkan petugas survai masing-masing 4 orang per
provinsi.
Pendataan Rumah Tangga, TTU dan TTI
Untuk mengetahui jumlah sasaran pembinaan, dilakukan pendataan seluruh
rumah tangga (ruta), tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat institusi
(TTI) di lokasi penelitian. Pendataan di daerah intervensi akan dilakukan oleh
kader yang baru selesai dilatih, sedangkan di daerah pembanding akan
dilakukan oleh petugas Puskesmas setempat.
Pengumpulan data secara kualitatif (Sebelum intervensi)
Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan indepth
interview di level stake holder terhadap gerakan 1R1J di provinsi, Kabupaten,
Puskesmas, Tokoh Masyarakat dan Kader. Beberapa pertanyaan diantaranya
adalah :
- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di tingkat provinsi, kabupaten,
kecamatan, puskesmas maupun masyarakat
- Apakah ada pelatihan terhadap gerakan 1R1J di tingkat provinsi, kabupaten,
kecamatan, puskesmas maupun masyarakat,
- Apakah terdapat sumber anggaran untuk kegiatan 1R1J,
- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J
- Apakah kegitan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat
- Berapa nilai ABJ di wilayahnya
- Dsb
Pengumpulan data secara kuantitatif (Sebelum intervensi)
Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dilakukan di
masyarakat yang meliputi : Partisipasi anggota rumah tangga dalam
pelaksanaan program 1R1J
Wawancara dilakukan kepada penghuni yang ditunjuk/bertanggungjawab
melaksanakan kegiatan 1R1J di setiap rumah/bangunan. Sebelum pelaksanaan
29
wawancara, pewawancara memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan
wawancara. Responden diminta untuk membaca dan menandatangani formulir
PSP (Terlampir formulir PSP pada Lampiran). Beberapa pertanyaan
diantaranya:
- Karakteristik responden : Umur, pendidikan, jenis kelamin
- Apakah pernah disosialisasi gerakan 1R1J, di RW setempat/Puskesmas
- Apakah ada pelatihan gerakan 1R1J di RW setempat/Puskesmas
- Siapakah dalam rumah tangga yang ditunjuk sebagai Jurbasttik?
- Berapa kali dalam seminggu dilakukan pemeriksaan jentik di rumah oleh
jumantik keluarga?
- Bagaimana perlakuan jika ditemukan jentik pada tempat penampungan air
- Bagaimana sistem pelaporan kegiatan 1R1J
- Apakah kegiatan 1R1J dilakukan secara terus menerus oleh keluarga
- Dsb
Pengumpulan data vektor (Sebelum intervensi)
Pelaksanaan koleksi jentik vektor DBD dilakukan surveyor, kader/jumantik .
Sebelum pelaksanaan koleksi jentik dilakukan sosialisasi cara pengumpulan
jentik pada lokasi penelitian. Sosialisasi dilakukan dengan membagikan
lembaran/SOP yang berisi program 1R1J dan cara penangkapan jentik. Survei
jentik dilakukan pada 120 rumah dari 1 RW untuk wilayah intervensi maupun
kontrol. Survei jentik dilakukan pada semua kontainer/TPA maupun tempat yang
berpontensi sebagai perkembangbiakan jentik Ae. aegypti . Di setiap rumah
sampel akan dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer berisi air yang
positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang ditemukan.
Pelatihan Supervisor Jumantik, Koorinator Jumantik dan Petugas Survei
Pelatihan akan dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota dengan peserta
latih 40 orang Koordinator Jumantik, 2 orang Supervisor Jumantik serta 5 orang
petugas survai per kabupaten/kota. Tim pelatih adalah tim peneliti dan lintas
sektoral tingkat kabupaten/kota dan kecamatan setempat.
Pengamatan, Pembinaan dan Pendampingan
Sebagai bagian dari intervensi akan dilakukan pengamatan, pembinaan dan
pendampingan tentang pelaksanaan kesepakatan yang dibuat dalam
sosialisasi 1R1J (Jurbastik). Pembinaan dan pengamatan dilakukan oleh
30
Koordinator Jumantik, Supervisor Jumantik, lintas sektoral tingkat kecamatan
dan tingkat kabupaten/kota, serta tim peneliti.
Pengamatan dan pembinaan oleh Koordinatror Jumantik dilakukan terhadap
ruta dan TTU/TTI yang menjadi binaannya masing-masing dengan cara
melakukan kunjungan rumah setiap 2 minggu, sementara tim peneliti akan
mendampingi setiap 1 bulan sekali. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
kondisi lingkungan dalam dan luar rumah serta mengecek keberadaan
larva/pupa nyamuk vektor DBD serta ada tidaknya anggota ruta yang sakit
DBD (selama masa pengamatan). Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan
individu sesuai dengan keadaan hasil pengawasan. Pembinaan dilakukan
selama 4 bulan bulan berturut-turut.
Post (sesudah intervensi).
Setelah selesai 4 bulan pembinaan di daerah perlakuan, pada bulan ke tujuh
dilakukan pengumpulan data setelah intervensi pada sampel yang sama
dengan pengumpulan data sebelum intervensi.
Data yang dikumpulkan dan metode pengumpulannya adalah sama seperti
kegiatan sebelum intervensi baik pada daerah kontrol maupun daerah
intervensi.
2.12 Manajemen dan Analisis DataManajemen DataData hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik
Data rumah/bangunan anggota masyarakat yang mengumpulkan nyamuk/jentik dientri
pada lembar kerja elektronik, dicatat waktu penyerahannya kepada petugas.
Analisis DataData terkumpul pada kegiatan pre dan post, akan dianalisis sesuai dengan kebutuhan
masing-masing jenis survai yang dilakukan.
Pada data sebelum dan data setelah intervensi, dilakukan dua jenis pengolahan data,
yaitu data di setiap rumah sampel serta data secara keseluruhan setiap daerah
penelitian.
a. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.i. Pembobotan
31
Setiap jawaban benar dari setiap responden pada item pertanyaan pengetahuan,
sikap dan perilaku masing-masing diberi nilai 1, apabila salah diberi nilai 0.
Selanjutnya, angka jawaban dikali dengan pembobotan, yaitu jawaban pada item
pengetahuan diberi pembobotan 1, item sikap diberi pembobotan 2, dan item
perilaku diberi pembobotan 3.
ii. Status PSP
Nilai hasil pembobotan pada pertanyaan item pengetahuan, item sikap dan item
perilaku selanjutnya dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai maksimal yaitu
nilai apabila jawaban betul semua.
Dari hasil perbandingan ini dapat ditentukan status PSP setiap responden, yaitu
status BAIK apabila nilainya >80% dibandingkan nilai maksimal, dan status
BURUK apabila nilainya <80% dibandingkan nilai maksimal.
iii. Penilaian
Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan
status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.
Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status PSP responden berdasarkan
status, yaitu 0 untuk responden dengan status BAIK dan 1 untuk status BURUK.
b. Kegiatan Surveilans vektor yang dilakukan oleh masyarakati. Status pelaksanaan kegiatan surveilans yang dilakukan oleh masyarakat
Surveilans vektor oleh keluarga dilakukan setiap minggu. Selama 6 bulan
pembinaan, pengamatan oleh keluarga setidaknya dilakukan 5 bulan kali 4
minggu yaitu 20 kali, karena pada bulan pertama merupakan awal
pembinaan.
Berdasarkan catatan di masing-masing keluarga, dihitung jumlah kegiatan
pengamatan yang dilakukan dan dicross check pada rekapan yang ada di
kader pembinanya. Apabila jumlahnya >20 kali, statusnya dilaksanakan terus
menerus, dan apabila jumlahnya <20 kali maka statusnya dilaksanakan tidak
terus menerus.
ii. Penilaian
Dilakukan pemberian nilai (skoring) pada status pelaksanaan kegiatan
surveilans yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu 0 apabila dilaksanakan
terus menerus dan 1 untuk status dilaksanakan tidak terus menerus.
32
Dihitung jumlah dan persentasi keluarga dengan status dilaksanakan terus
menerus dan status dilaksanakan tidak terus menerus pada data hasil pre
dan data hasil post. Selanjutnya data pre dan data post dibandingkan serta
dihitung besarnya kenaikan atau penurunan status dilaksanakan terus
menerus.
c. Keberadaan larva/pupa nyamuki. Keberadaan larva/pupa nyamuk Aedes spp
Berdasarkan data hasil survai keberadaan larapa/pupa nyamuk Aedes spp,
pada setiap rumah sampel dilakukan pemberian kategori yaitu TIDAK ADA
(diberi tanda TA) dan ADA (diberi tanda A). Selanjutnya dilakukan skoring
yaitu 0 pada rumah responden dengan kategori TA, dan 1 untuk kategori A.
Selanjutnya, dihitung jarak keberadaan jentik Aedes spp antara data post test
dengan pretes untuk keperluan analisa data, dengan rumus skore post test –
skore pre. Hasilnya adalah :
Bila skore pre 0 dan jarak 0, diberi nilai 0
Bila skore pre 0 dan jarak 1, diberi nilai 1
Bila skore pre 1 dan jarak -1, diberi nilai 0
Bila skore pre 1 dan jarak 0, diberi nilai 1
ii. Menghitung angka entomologi
Di setiap rumah sampel dihitung kontainer indeks yaitu jumlah kontainer
berisi air yang positif jentik nyamuk Aedes spp dibagi jumlah kontainer yang
ditemukan.
Rumusnya adalah :
CI = Jumlah kontainer positif jentik X 100Jumlah kontainer diperiksa
Secara keseluruhan di setiap daerah penelitian, selain dihitung kontainer
indeks, juga dihitung house indeks (HI), bretau index (BI) dan angka bebas
jentik (ABJ).
33
Rumusnya adalah :
HI =Jumlah rumah positif jentik
X 100Jumlah rumah diperiksa
BI = Jumlah kontainer positif jentik X 100Jumlah rumah diperiksa
ABJ = Jumlah rumah yang tidak diperoleh jentik X 100Jumlah rumah diperiksa
34
BAB III HASIL PENELITIAN
3.1 Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah3.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Poso3. 1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Poso beribukota di Poso, secara administrasi Kabupaten Poso
memiliki batas wilayah :
Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Tomini dan Kabupaten Parigi
Moutong
Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tojo Una-Una dan
Kabupaten Morowali Utara
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sigi
Luas wilayah 8.712,25 km2, jumlah penduduk 209.228 jiwa, jumlah kepala
keluarga (KK) 51.505 KK, jumlah kecamatan 19 kecamatan, 28 kelurahan dan
143 desa. Sektor andalan untuk pendapatan asli daerah yaitu perkebunan,
pertanian, perikanan dan kelautan. Lokasi penelitian yaitu Kecamatan Poso
Kota Selatan, kecamatan ini memiliki 5 kelurahan dan 1 Puskesmas.
Kecamatan Poso Kota Selatan memiliki luas 25,06 km2 dengan kepadatan
penduduk 366 jiwa/km2.(1) Lokasi penelitian untuk wilayah intervensi yaitu
Kelurahan Kawua. Kelurahan Kawua merupakan ibu kota Kecamatan Poso
Kota Selatan, luas wilayah 5,42 km2dan memiliki jumlah penduduk terbanyak
yaitu 3.606 jiwa dan kepadatan 665 jiwa/km2. Jumlah RT dan RW sebanyak 5
RW dan 10 RT.Ketinggian dari permukaan laut 23 meter. Lokasi penelitian
untuk wilayah non intervensi (kontrol) yaitu Kelurahan Sayo, memiliki luas
wilayah 1,8 km2 jumlah jiwa sebanyak 2.252 jiwa dengan kepadatan 1251
jiwa/km2. Jumlah RT dan RW sebanyak 3 RW dan 10 RT. Ketinggian dari
permukaan laut 16 meter. Kelurahan Kawua dan Kelurahan Sayo masuk dalam
wilayah kerja Puskesmas Kawua, karena di wilayah Kecamatan Poso Kota
Selatan hanya terdapat 1 Puskesmas yaitu Puskesmas Kawua yang
membawahi 5 kelurahan.
35
Gambar 4. Peta Wilayah Kabupaten Poso
Kabupaten Poso adalah salah satu kabupaten tertua di Provinsi Sulawesi
Tengah. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 8712,25 km2 dengan jumlah
penduduk sebanyak 229.223 jiwa (tahun 2000).
3.1.1.2. Besaran Masalah DBD Selama Lima Tahun Terakhir
Incidence Rate (IR) DBD di Kabupaten Poso berfluktuasi selama 5
tahun terakhir. IR mengalami peningkatan dari tahun 2014 – 2016 dan
mengalami penurunan tahun 2017, akan tetapi meningkat kembali ditahun
2018. Jumlah kasus DBD di Kecamatan Poso Kota Selatan tahun 2018
sebanyak 7 kasus dan tahun 2019 meningkat menjadi 13 kasus (sampai
Bulan September). Kelurahan Kawua jumlah kasus DBD tahun 2018
sebanyak 9 kasus dan tahun 2019 sebanyak 2 kasus (sampai Bulan
September).
36
Tabel 2.
Target dan Capaian Indikator Kinerja Program DBD di Kabupaten Poso
IndikatorKinerja
Target Capaian
NasionalRenstra
2014 2015 2016 2017 2018
IR49 per
100.000 pddk53 per
100.000 pddk
18,07 per100.000
pddk
78,96 per100.000
pddk
78,52 per100.000
pddk
4,52per100.000
pddk
53,71 per100.000
pddk
CFR < 1% < 1% 0,00% 0,00% 0,00% 0,69 % 0,97%
ABJ > 95 % > 95 % 84% - - 75,5% 76%
Permasalahan DBD di wilayah Kabupaten Poso
Wilayah penularan DBD cenderung meluas
Surveilans epidemiologi kurang optimal
Diagnosis DBD masih mengandalakan Rumah Sakit
Pemahaman masyarakat yang keliru tentang fogging yaitu
setiap ada kasus DBD harus dilakukan fogging
Kegiatan survei vektor masih kurang
Pokjanal DBD belum berfungsi optimal
Peran serta masyarakat dalam PSN masih rendah
3.1.1.3. Pengendalian DBD yang Dilakukan oleh ProgramVisi program DBD yaitu setiap warga mampu hidup sehat terbebas
dari penyakit DBD dan misi program yaitu :
Mendorong kemandirian masyarakat untuk bebas dari
penyakit DBD
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat dari penyakit DBD
Memelihara dan meningkatkan mitra lembaga pemerintah
dan lembaga swasta, masyarakat, LSM dan dunia usaha,
organisasi profesi dalam pemberantasan DBD
Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau masyarakat
37
Strategi program DBD :
Peningkatan pemberdayaan masyarakat
Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari
penyakit DBD
Peningkatan profesionalisme pengelola program
Desentralisasi
Pembangunan berwawasan kesehatan
Kegiatan pengendalian DBD :
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Dilakukan survei jentik secara massal Bulan Januari
2019 pada 7 kelurahan dan 1 desa di wilayah Kecamatan
Poso Kota Selatan, Kecamatan Poso Kota, Kecamatan
Poso Kota Utara dan Kecamatan Lage. Dilakukan survei
jentik berkala disetiap puskesmas tiga bulan sekali.
Dilakukan pemilihan detektif jentik (DETIK) anak sekolah
dan sudah dibentuk disemua kecamatan di wilayah Poso
Kota Bersaudara dan Kecamatan Lage sebanyak total 85
DETIK yang tujuannya untuk melakukan pemeriksaan
jentik disetiap sekolah (Sekolah dasar).
Abatesasi
Pelaksanaan abatesasi dilakukan oleh kader
jumantik/koordinator jumantik di masing-masing wilayah
kelurahan dan dikoordinir oleh pengelola DBD
puskesmas.
Penyelidikan epidemiologi
Kegiatan penyelidikan epidemiologi dilakukan bila ada
kasus DBD di suatu wilayah ataupun jika ada
peningkatan kasus dan kejadian luar biasa
Fogging
Fogging dilakukan bila ada kasus disuatu wilayah dan
dilakukan selektif
38
3.1.2. Program Gerakan 1R1J di Tingkat Pemerintah Kabupaten Poso3.1.2.1. Definisi Gerakan 1R1J
Pengetahuan mengenai G1R1J di tingkat pemerintahan, mulai dari Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten sampai ke Puskesmas sudah
cukup bagus. Pengetahuan mengenai kegiatan maupun pihak-pihak yang
berkepentingan mengenai G1R1J juga dijelaskan dengan sangat baik, meskipun
implementasinya di masyarakat belum maksimal.
3.1.2.2. Keberadaan Gerakan 1R1J di Wilayah PenelitianBerdasarkan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso No :
443.32/87.31/Dinkes Tahun 2017 ditetapkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik di
Kabupaten Poso yaitu di Kecamatan Poso Kota Selatan yang meliputi 5
Kelurahan yaitu Kelurahan Sayo, Kelurahan Kawua, Kelurahan Ranononcu,
Kelurahan Lembomawo dan Kelurahan Bukit Bambu. Setiap kelurahan
memiliki 1 orang supervisor dan 3 orang koordinator jumantik. Setiap
koordinator jumantik membawahi 3-4 RT.
3.1.3. Program Gerakan 1R1J Tingkat Masyarakat Kabupaten Poso3.1.3.1. Wilayah Intervensi (Kelurahan kawua)
Karakteristik Responden
Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar responden berusia 15-65 tahun
(91,3%) jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan sebagian
besar tamat SLTA/MA sederjat, sebagian besar respon bekerja sebagai
PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD
39
Tabel 3.Distribusi Karakteristk responden di Kelurahan Kawua (wilayah
intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019No Karakteristik
RespondenPre
Intervensin = 150Jumlah
(%)
PostIntervensin = 144Jumlah
(%)1 Umur
< 15 tahun 0 015 – 65 tahun 91,3 91,3> 65 tahun 8,7 8,7
2 JenisKelaminLaki-laki 45,3 45,3Perempuan 54,7 54,7
3 PendidikanTidak/BelumSekolah 0 0TidakTamat SD/MI 2,0 2,0Tamat SD/MI sederajat 6,0 6,0Tamat SLTP/MTs sederajat 8,7 8,7Tamat SLTA/MA sederajat 44,7 44,7Tamat PT 38,7 38,7
4 PekerjaanTidakBekerja 18,0 18,0Sekolah 4,7 4,7PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD 32,0 32,0PegawaiSwasta 2,0 2,0Wiraswasta/Pedagang 18,7 18,7Petani/BuruhTani 6,7 6,7Nelayan 0 0Buruh/Sopir/Asisten RT 4,7 4,7Lainnya 13,3 13,3
PengetahuanPengetahuan responden di wilayah intervensi tentang pernah mendengar
istilah jumantik, mendengar istilah G1R1J dan sumber informasinya
mengalami peningkatan setelah intervensi. Peningkatannya menjadi 70 – 80
% setelah dilakukan intervensi. Sumber informasi paling banyak responden
mengatakan kader/koordinator jumantik.
40
Tabel 4Persentase Pengetahuan Responden Tentang Istilah G1R1J di Wilayah
Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Mendengar istilahJumantik 34,0 66,0 150 86,1 13,9 144
2 Mendengar istilahGerakan 1R1J 10,0 90,0 150 72,2 27,8 144
3 Darimana mendengaristilah JumantikRt/RW
6,7 93,3 15 16,3 83,7 104
Kelurahan/kecamatan 0 100,0 15 3,8 96,2 104
Kader73,3 26,7 15 76,0 24,0 104
Keluarga 0 100,0 15 1,0 99,0 104
Petugas Puskesmas60,0 40,0 15 54,8 45,2 104
Petugas DinasKesehatan 6,7 93,3 15 23,1 76,9 104
Media cetak/Elektronik 0 100,0 15 1,9 98,1 104
Lainnya 0 100,0 15 0 100,0 104
Pengetahuan responden tentang perlunya sosialisasi 1R1J mengalami peningkatan
menjadi 97,1% setelah intervensi, siapa sebaiknya yang melakukan intervensi
sebagian besar responden menjawab petugas puskesmas 78,8% setelah intervensi.
Materi yang diberikan saat sosialisasi sebagian besar responden menjawab materi
tentang Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor nyamuk Demam
Berdarah Dengue (DBD). Sebagian besar responden menjawab tentang siapa saja
yang harus mendapat sosialisasi yaitu kepala keluarga dan istri.
Tabel 5Persentase Pengetahuan Responden Tentang Sosialisasi 1R1J di Wilayah
Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019No Pengetahuan Pre Intervensi Post Intervensi
Ya(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Sosialisasi 1R1Jdiperlukan ? 93,3 63,7 15 97,1 2,9 104
2 Siapa sebaiknya yangmelakukan sosialisasi
41
1R1J ?RT/RW
13,3 86,7 15 24,0 76,0 104PetugasKelurahan/Kecamatan/Pemda
0100,0 15 6,7 93,3 104
Petugas Kader20,0 80,0 15 64,4 35,6 104
Petugas Puskesmas80,0 20,0 15 78,8 21,2 104
Petugas DinasKesehatan 13,3 86,7 15 27,9 72,1 104Tidak tahu
6,7 93,3 150
100 1043 Materi yang
sebaiknyadiberikanpada saatsosialisasi1R1JPengetahuan tentangpenyakit, penularan,dan vektor nyamukDemam BerdarahDengue (DBD)
53,3 46,7
15
79,8 20,2
104Pengetahuan tentangcara mengamati jentik 40,0 60,0 15 68,3 31,7 104
Pengetahuan tentangcara membersihkantempatperkembangbiakandan membasmi jentik
53,3 46,7
15
72,1 27,9
104Pengetahuan tentangcara mencatat di kartujentik
60,0 40,015
70,2 29,8104
Pengetahuan tentangPSN 3M Plus 33,3 66,7 15 39,4 60,6 104
Tidak Tahu 6,7 93,3 15 0 100 1044 Yang harus mendapat
sosialisasi 1R1J
Kepala Keluarga 26,7 73,3 15 90,4 9,4 104
Istri 53,3 46,7 15 86,5 13,5 104
Anak 6,7 93,3 15 60,6 39,4 104Anggota rumah tanggalainnya 6,7 93,3 15 51,9 48,1 104
Asisten rumah tangga 20,0 80,0 15 12,5 87,5 104
Tidak Tahu 6,7 93,3 15 1,0 99,0 104
42
Sebagian besar responden mengatakan yang dapat menjadi jumantik rumah yaitu istri
dan kepala keluarga, syarat menjadi jumantik rumah yaitu bertanggungjawab melakukan
kebersihan lingkungan dalam dan luar rumah, serta yang harus dilakukan oleh jumantik rumah
menurut sebagian besar responden adalah Mengisi kartu jentik hasil pemeriksaan tempat
penampungan air
Tabel 6Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah 1R1J di
Wilayah Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1Siapa saja yang dapatmenjadi JUMANTIKrumah (1R1J)?Kepala Keluarga
13,3 86,7 15 82,7 17,3 104Istri
73,3 26,7 15 87,5 12,5 104Anak
0,7 9,3 15 58,7 41,3 104Anggota RT lainnya
6,7 93,3 15 35,6 64,4 104Asisten rumah tangga
20,0 80,0 15 8,7 91,3 104TidakTahu
40,0 60,0 15 0100
104
2 Syarat menjadiJUMANTIK rumah(1R1J) ?Berusia > 15 tahun
60,0 40,0 15 41,3 58,7 104
Dapat menggerakkananggota keluargauntuk melakukan PSN 0 100,0 15 23,1 76,9
104
Dapat memeriksatempatperkembanbiakannyamuk 13,3 86,7 15 51,0 49,0
104
Bertanggungjawabmelakukan kebersihanlingkungan dalam danluar rumah
13,3 86,7 15 57,7 42,3 104
Pernah mendapatkansosialisasi tentang1R1J 0 100,0 15 21,2 78,2
104
Tidak tahu26,7 73,3
1516,3 83,7 104
43
3 Yang harus dilakukanoleh seorang JumantikRumah dalamkegiatan 1R1JMensosialisasikanPSN 3M Plus kepadaseluruhanggota/penghunirumah
40,0 60,0 15 47,1 52,9 104
Dapat memeriksatempatperkembangbiakannyamuk dalam danluar rumah min.seminggu sekali
53,3 46,7 15 71,2 28,8 104
Dapat menggerakananggota keluargauntuk melakukan PSN3M Plus min.seminggu sekali
33,3 66,7 15 54,8 45,2 104
Mengisi kartu jentikhasil pemeriksaantempat penampunganair
46,7 53,3 15 81,7 18,3 104
Responden sebagian besar mengetahui adanya kartu jentik setelah intervensi,
sebagian besar juga mengetahui fungsi kartu jentik yaitu untuk mencatat hasil
pemeriksaan jentik 97,1% dan yang dapat mengisi kartu jentik sebagian besar
menjawab anggota keluarga, yang terlibat dalam 1R1J sebagian besar responden
menjawab kader, sebagian besar responden menjawab kunjungan kader sebanyak 1
minggu 1 kali.
Tabel 7Persentase Pengetahuan Responden Tentang Kartu Jentik 1R1J di Wilayah
Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Mengetahui adanyakartu jentik ? 100 0 15 98,1 1,9 104
2 Fungsi dari kartu jentik?Mencatat hasilpemeriksaan jentik 100
010 97,1
0101
Tidak tahu100
05 2,9
03
3 Siapa saja yang dapat
44
mengisi kartu jentik?Kepala keluarga
20,0 80,0 15 68,3 31,7 104Anggota keluarga
60,0 40,0 15 86,5 13,5 104Kader
46,7 53,3 15 19,2 80,8 104RT/RW
0 100 15 2,9 97,1 1044 Siapa sajakah selain
dari anggota keluargayang terlibat dalam1R1J?Kader
80,0 20,015
76,9 23,1 104Petugas Puskesmas
33,3 66,7 15 24,0 76,0 104RT/RW
0 100 15 16,3 83,7 104Koordinator Jumantik
20,0 80,0 15 52,9 47,1 104Supervisor Jumantik
0 100 15 3,8 96,2 104Lainnya
0 100 15 0 100,0 1045 Berapa kali frekuensi
kunjungan koordinatorke rumah1 minggu 1 x
13,3 88,7 15 41,3 58,7 104
2 minggu 1x6,7 93,3
1526,9 73,1
104> 2 minggu 1x
20,0 80,0 15 35,6 64,4 104Tidak tahu
60,0 40,0 15 9,6 90,4 104
Kegiatan 3M plus yang paling sering dilakukan oleh sebagian besar responden yaituMenguras tempat-tempat penampungan air : bak mandi-WC, drum dan sebagainya, sedangkan
tempat ditemukannya jentik sebagian besar menjawab bak mandi/WC
Tabel 8Persentase Pengetahuan Responden Tentang Kegiatan 3M Plus di Wilayah
Kelurahan Kawua (Intervensi) Kabupaten Poso, 2019No Pengetahuan Pre Intervensi Post Intervensi
Ya(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan 3M PlusMenguras tempat-tempat penampungan 45,3 54,7 150 84,0 16,0 144
45
air : bak mandi-WC,drum dsbMendaur ulang barangbekas : botol plastic,kaleng, ban bekas dsb
23,3 76,7150
42,4 57,6 144
Menggunakan obatanti nyamuk untukmencegah gigitannyamuk
14,0 86,0150
49,3 50,7 144
Tidur menggunakankelambu 2,0 98,0
15016,7 83,3 144
Menggunakan bubuktemephos/ikan 2,7 97,3
1504,2 95,8 144
Menggunakan ovitrap,larvitrap, mosquito trap 0,7 99,3
1500,7 99,3 144
Menutup tempatpenampungan air 32,7 67,3
15058,3 41,7 144
Mengganti air vasbunga, minumanburung dsb
0,7 99,3150
4,9 95,1 144
Menanam tanamanpengusir nyamuk :lavender, sereh, zodia
12,7 87,3150
4,9 95,1 144
Pakai raket nyamuk0,7 99,3
1502,8 97,2 144
2 Apakah mengetahuitempat ditemukannyajentik nyamuk?Bak Mandi/WC
56,7 43,3150
88,9 11,1 144
Ember47,3 52,7
15084,7 15,3 144
Drum21,3 78,7
15051,4 48,6 144
Dispenser3,3 96,7
15030,6 69,4 144
TPA Kulkas4,7 95,3
15023,6 76,4 144
Toren air11,3 88,7
15031,9 68,1 144
Pagar bambu 0100
1504,2 95,8 144
Tempurung kelapa4,7 95,3
15016,7 83,3 144
Pot tanaman2,7 97,3
1509,7 90,3 144
Tempat minumbinatang 2,0 98,0
1506,3 93,8 144
Aquarium 0100
1500,7 99,3 144
Kolam16,7 83,3
15012,5 87,5 144
Ban Bekas46,7 53,3
15059,0 41,0 144
Selokan/Got 150 144
46
22,7 77,3 31,9 68,1Tempat air suci 0
100150
0,7 99,3 144
Lainnya 0100
1501,4 98,6 144
3 Apa saja yangdilakukan jikaditemukan jentik ditempat penampunganair di dalam dan di luarrumah?Membuang air nyasaja 86,7 13,3
15092,4 7,6 144
Menguras danmenyikat tempat-tempat penampunganair
40,0 60,0150
85,4 14,6 144
Menaburkan obatpembasmi jentik 8,0 92,0
15031,9 68,1 144
Memelihara ikan1,3 98,7
1505,6 94,4 144
Membuang jentiknyasaja 16,0 84,0
15016,0 84,0 144
Lainnya2,0 98,0
1501,4 98,6 144
Sikap
Sebagian besar responden tidak mengalami perubahan sikap sebelum dan setelah
intervensi, hanya beberapa item pertanyaan yang ada perubahan sikap seperti kartu
pemeriksaan jentik harus diisi ketika melakukan pemeriksaan jentik dan rumah yang ditemukan
jentik diberikan sanksi.
47
Tabel 9Persentase Sikap Responden tentang Gerakan 1R1J di Kelurahan Kawua
(Wilayah Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
No Sikap Pre Intervensi N Post Intervensi NSetuju
(%)TidakSetuju
(%)
Setuju(%)
TidakSetuju
(%)1 Gerakan 1R1J tidak perlu
disosialisasikan kemasyarakat
(22,0) (78,0)150
(22,9) (77,1)144
2 Gerakan 1R1J perludilaksanakan di setiaprumah tangga
(99,3) (0,7)150
(98,6) (1,4)144
3 Semua anggota rumahtangga bertanggungjawab terhadapkebersihan lingkungandisekitar rumah
(98,7) (1,3)150
(98,6) (1,4)144
4 Kartu pemeriksaan jentikharus diisi ketikamelakukan pemeriksaanjentik
(75,3) (24,7)150
(93,1) (6,9)144
5 Kegiatan 3 M Plus tidakperlu dilakukan di setiaprumah
(48,0) (52,0)150
(36,8) (63,2)144
6 Hanya lingkungan dalamrumah saja yang perludiperhatikankebersihannya
(42,0) (58,0)150
(34,0) (66,0)144
7 Perlu menguras bakmandi atau penampunganair minimal 1 minggu 1kali
(96,7) (3,3)150
(96,5) (3,5)144
8 Kunjungan petugas/kaderJUMANTIK diperlukanuntuk memantaulingkungan sekitar rumahwarga
(96,7) (3,3)150
(97,9) (2,1)144
9 Saya merasa terganggubila dikunjungi petugasatau kader JUMANTIK 2minggu 1 kali
(34,0) (66,0)150
(40,3) (59,7)144
10 Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi (56,7) (43,3)
150(76,4) (23,6)
144
48
Tindakan
Indikator untuk variable tindakan responden terdiri dari beberapa item
pertanyaan yaitu(1) pelaksanaan G1R1J di wilayah tersebut; (2) waktu dan
keikut sertaan masyarakat; (3) praktek kegiatan PSN 3M Plus; (4) frekuensi
kegiatan PSN 3M Plus yang dilakukan masyarakat; (5) tindakan masyarakat
jika menemukan jentik di rumah masing-masing. Variable tindakan terbagi
menjadi empat tabel yang menyajikan tiap item pertanyaan berdasarkan sub
tema. Sebagian besar responden telah mendapatkan sosialisasi setelah
intervensi, sosialisasi sebagian besar dilakukan tahun 2019, yang mengikuti
sosialisasi sebagian besar istri dan kepala keluarga, materi sosialisasi yang
diterima berupa cara mencatat di kartu jentik. Pelaksanaan 1R1J sebagian besar
menjawab tahun 2019 dan adapula yang menjawab tahun 2018. Kepemilikan kartu
jentik sebagian besar dapat menunjukan pada post intervensi. Pemeriksaan kartu
jentik oleh koordinator jumantik saat kunjungan rumah juga mengalami peningkatan
saat post intervensi.
Tabel 10Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan gerakan1R1J di Kelurahan Kawua (Wilayah intervensi) Kabupaten Poso
Tahun 2019
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Mendapat sosialisasi1R1J 12,7 87,3
15067,4 32,6
144
2 Tahun berapasosialisasi2015 0
10019 0
10097
2016 0100
19 0100
97
2017 0100
19 0100
97
201810,5 89,5
192,1 97,9
97
2019100
0 19100
0 97
3 Yang melakukansosialisasi 1R1JRt/RW 0 19 97
49
100 13,4 86,6Kelurahan/kecamatan
5,3 94,719
7,2 92,897
Kader63,2 36,8
1970,1 29,9
97
Petugas Puskesmas52,6 47,4
1955,7 44,3
97
Petugas DinasKesehatan 5,3 94,7
1917,5 82,5
97
Lainnya 0100
192,1 97,9
97
4 Materi sosialisasi 1R1J :Penyakit, penularan danvektor nyamuk DBD 52,6 47,4
1972,2 27,8
97
Cara mengamati jentik36,8 63,2
1958,8 41,2
97
Cara membersihkanjentik 36,8 63,2
1971,1 28,9
97
Cara mencatat di kartujentik 84,2 15,8
1981,4 18,6
97
PSN 3 M Plus15,8 84,2
1930,9 69,1
97
5 Pelaksanaan 1R1J diwilayah tsb 27,3 72,7
1987,5 12,5
144
6 ART yangmelaksanakan 1R1J :Kepala Keluarga
34,1 65,941
64,3 35,7126
Istri51,2 48,8
4175,4 24,6
126
Anak9,8 90,2
4142,9 57,1
126
ART lainnya41,5 58,5
4121,4 78,6
126
Asisten RT2,4 97,6
412,4 97,6
126
Lainnya3,2 96,8
126
7 Sejak Tahun berapaprogram 1R1Jdilaksanakan
2015 0100
41 0100
126
2016 0100
41 0100
126
2017 0100
410,8 99,2
126
2018 97,6 2,441
45,2 54,8126
2019 2,4 97,641
86,5 13,4126
Tidak pernahmelaksanakan
8 Program 1R1J 42 126
50
tetapdilaksanakan dirumahtangga
95,2 4,8 98,4 1,6
9 ART palingseringmelaksanakan1R1JBapak
23,1- 39
23,0- 126
Ibu51,3
- 3955,6
- 126
Anak7,7
- 3916,7
- 126
ART lainnya17,9
- 394,8
- 126
Asisten RT 0 - 3910 Kepemilikan kartu
pemeriksaan jentikYa dapat menunjukan
97,5 2,540
98,4 1,6 126
Ya tidak dapatmenunjukan 2,5 97,5
401,6 98,4 126
Tidak ada 0100
40 0100 126
11 Pengisian kartu jentikoleh jumantikrumah 52,5 47,5
4086,5 13,5 126
12 Koordinatormemeriksakartujentiksaatkunjungankerumah
97,5 2,540
96,8 3,2 126
13 Frekuensikunjungankoordinatorjumantik1 minggu 1 x
27,5 72,540
32,5 67,5 126
2 minggu 1 x 0100
4024,6 75,4 126
> 2 minggu 1 x22,5 77,5
4037,3 62,7 126
tidak tahu50,0 50,0
40119 88,1 126
14 Alasan mengapa dirumah tangga tidakdilaksanakan 1R1J saatini
Malas 1,3 98,6 1506,9 93,1 144
Tidak ada waktu 2,0 98,0 15026,4 73,6 144
Lingkungan sudahbersih 0 100,0 150
4,2 95,8 144
Tidak ada yangmengerjakan 0 100,0 150
21,5 78,5 144
Merasa tidak perlu 0 100,0 1505,6 94,4 144
Tidak Tahu 90,0 10,0 15016,7 83,3 144
51
Sebagian besar responden melakukan kegiatan PSN 3M plus antara lainMenguras tempat penampungan air (TPA) dan menggunakan obat anti nyamuk.
Tabel 11Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah
Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≤1 minggu)
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 100
0 14794,4 5,6
144
Menutup rapat TPA98,7 1,3
7798,4 1,6
125
Mendaur ulang barangbekas 100
0 478,3 21,7
23
Mengganti air vas bunga,minuman burung dll
0 0 0100
0 6
Tidur menggunakankelambu 85,7 14,3
7100
0 12
menggunakan obat antinyamuk 95,8 4,2
11891,0 9,0
111
Menggunakan larvasida25,0 75,0
2437,5 62,5
16
Memelihara ikan pemakanjentik 100
0 1 0 0 0
Menggunakan perangkapnyamuk
0100
1 0100
1
Menanam tanamanpengusir nyamuk
0100
150,0 50,0
4
Memasang kawat kasa 0100
1318,8 81,3
16
Lainnya 0 0 0 0 0 0
52
Tabel 12Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah
Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (2 minggu 1x)
Tabel 13Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah
Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (3 minggu 1x)
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0 100 147 0 100 144Menutup rapat TPA
0 100 77 0 100 125Mendaur ulang barangbekas 0 100 4 0 100 23Mengganti air vas bunga, 0 0 0 0 6
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0 100 147 4,9 95,1 144Menutup rapat TPA
0 100 77 0 100 125Mendaur ulang barang bekas
0 100 4 17,4 82,6 23Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 100 6Tidur menggunakan kelambu
14,3 85,7 7 0 100 12menggunakan obat antinyamuk 2,5 1,7 118 3,6 96,4 111Menggunakan larvasida
4,2 95,8 24 37,5 62,5 16Memelihara ikan pemakanjentik 0 100 1 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 100 1 0 100 1Menanam tanaman pengusirnyamuk 0 100 1 25,0 75,0 4Memasang kawat kasa
0 100 13 6,3 93,8 16Lainnya 0 0 0 0 0 0
53
minuman burung dll 100Tidur menggunakankelambu 0 100 7 0 100 12menggunakan obat antinyamuk 0 100 118 0 100 111Menggunakan larvasida
20,8 79,2 24 12,5 87,5 16Memelihara ikanpemakan jentik 0 100 1 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 100 1 0 100 1Menanam tanamanpengusir nyamuk 0 100 1 25,0 75,0 4Memasang kawat kasa
0 100 13 0 100 16Lainnya 0 0 0 0 0 0
Tabel 14
Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatanPSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Kawua (Wilayah
Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≥ 1 bulan)
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0 100 147 0,7 99,3 144Menutup rapat TPA
1,3 98,7 77 1,6 98,4 125Mendaur ulang barangbekas 0 100 4 4,3 95,7 23Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 100 6Tidur menggunakankelambu 0 100 7 0 100 12menggunakan obat antinyamuk 1,7 98,3 118 5,4 94,6 111Menggunakan larvasida
50,0 50,0 24 12,5 87,5 16Memelihara ikan pemakanjentik 0 100 1 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 100 0 1 100 0 1Menanam tanamanpengusir nyamuk 100 0 1 25,0 75,0 4Memasang kawat kasa
100 0 13 25,0 75,0 16Lainnya 0 0 0 0 0 0
54
Tabel 15Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar
Rumahdi Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Dimanasajabiasanyamenemukanjentiknyamuk didalam dan di luarrumah
Bak Mandi/WC 48,0 52,0 150 75,0 25,0 144
Ember 46,0 54,0 150 66,0 34,0 144
Drum15,3 84,7 150
25,075,0 144
Dispenser 3,3 96,7 150 19,4 80,6 144Tempat Penampungan AirKulkas 0,7 99,3 150 9,7 90.3 144
Toren/tandon/tangki air 11,3 88,7 150 16,7 83,3 144
Pagar bambu 0100 0 1,4 98,6 144
Tempurung kelapa 4,0 96,0 150 7,6 92,4 144
Pot tanaman 2,7 97,3 150 6,3 93,8 144
Tempat minum binatang 1,3 98,7 150 2,8 97,2 144
Aquarium 0100 150 0 100 144
Kolam 8,7 91,3 150 4,9 95,1 144
Barang Bekas 36,7 63,3 150 35,4 64,6 144
Selokan/Got 27,3 72,7 150 26,4 73,6 144
Tempat air suci 0100 150 0 100 144
Lainnya 0100 150 0 100 144
2 Jika ditemukan jentik ditempat penampungan air didalam dan di luar rumahapa saja yang dilakukanMembuang air dari tempatpenampungan tersebut 88,0 12,0 150 91,7 8,3 144Menguras dan menyikattempat-tempatpenampungan air 43,3 65,7 150 86,1 13,9 144Menaburkan obat 150 144
55
pembasmi jentik 7,3 92,7 26,4 73,6Memelihara ikan pemakanjentik di tempatpenampungan tersebut 3,3 96,7 150 3,5 96,5 144
Membuang jentiknya saja 12,0 88,0 150 10,4 89,6 144
Survey Jentik
Survei Jentik di Kelurahan Kawua (wilayah intervensi)
Terdapat 15 jenis kontainer yang ditemukan pada pre intervensi maupun post
intervensi di Kelurahan Kawua. Jumlah kontainer yang diperiksa saat pre
intervensi sebanyak 543 kontainer dan post intervensi sebanyak 566
kontainer. Jumlah kontainer positif jentik saat pre intervensi sebanyak 58
kontainer dan positif pupa 13 kontainer. Jumlah kontainer positif jentik saat
post intervensi sebanyak 37 kontainer dan positif pupa 19 kontainer. Jumlah
kontainer terbanyak dan ditemukan positif jentik terbanyak adalah ember dan
penampungan dispenser. Jumlah jentik paling banyak ditemukan di ember
sebanyak 19 kontainer (pre intervensi) dan 8 kontainer (post intervensi).
Sedangkan jumlah pupa paling banyak juga ditemukan di ember sebanyak 6
kontainer (pre intervensi) dan 9 kontainer (post intervensi). (Tabel 16).
Tabel 16
Jenis Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019
No Jenis Kontainer Pre Intervensi Post IntervensiN
(%)PositifjentikN (%)
PositifPupaN(%)
N(%)
PositifjentikN (%)
PositifPupaN(%)
1 Bak Mandi 76 7 1 79 5 22 Bak WC 30 1 1 28 1 13 Drum 32 4 1 22 2 14 Torn 0 0 0 0 0 05 Tempayan 35 0 0 26 2 06 Ember 278 19 6 285 8 57 Baskom 25 1 0 61 3 28 Tempat air suci 0 0 0 0 0 09 Lain-lain TPA 9 1 0 13 1 0
10 Tempat minum hewan 1 1 0 2 0 011 Tempat wudhu 0 0 0 0 0 012 Penampung kulkas 14 4 0 18 3 113 Penampung dispenser 28 12 2 21 5 2
56
14 Saluran Air 0 0 0 0 0 015 Talang air 0 0 0 0 0 016 Bagian tanaman 1 1 0 0 0 017 Vas bunga/pot 1 1 0 2 2 018 Tempurung kelapa 0 0 0 0 0 019 Kolam/aquarium 3 0 0 3 1 120 Barang bekas 9 5 2 3 2 321 Lain-lain bukan TPA 1 1 0 3 2 1
Total 543 58 13 566 37 19
Tabel 17Letak Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi)
Kabupaten Poso Tahun 2019
No LetakKontainer
Pre Intervensi Post Intervensi(%) Positif
jentik(%)
PositifPupa(%)
(%) Positifjentik(%)
PositifPupa(%)
1 Dalam79,6 75,8 69,2 78,8 54,0 57,9
2 Luar20,4 24,2 30,8 21,2 46,0 42,1
Total 543 58 13 566 37 19
Sebagian besar kontainer terletak di dalam rumah 79,6% (pre intervensi) dan
78,8% (post intervensi). Kontainer positif lebih banyak ditemukan di dalam rumah
44 kontainer (pre intervensi) dan 20 kontainer (post intervensi).
Tabel 18
Kondisi Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019
No KondisiKontainer
Pre test Post test(%) Positif
jentik(%)
PositifPupa(%)
(%) Positifjentik(%)
PositifPupa(%)
1Tertutup 36,0 27,6 23,0 34,6 10,8 10,5
2Terbuka 64,0 72,4 77,0 65,4 89,2 89,5Total 543 58 13 566 37 19
Kondisi kontainer sebagian besar dalam keadaan terbuka 64,0% (pre intervensi) dan
65,0% (post intervensi). Kondisi kontainer terbuka lebih banyak ditemukan jentik yaitu
42 kontainer (pre intervensi) dan 33 kontainer (post intervensi) dibandingkan kontainer
57
tertutup. Kontainer tertutup masih ditemukan adanya positif jentik dan pupa di wilayah
intervensi.Demikian pula pupa lebih banyak ditemukan pada kontainer terbuka
dibandingkan tertutup pada pre intervensi maupun post intervensi.
Hasil pemeriksaan indikator entomologi, pada pre intervensi jumlah rumah
positif jentik sebanyak 44 rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah
intervensi sebesar 72%. Jumlah kontainer positif jentik dan pupa pada pre test
sebanyak 62 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 9,0%.jumlah rumah positif
jentik sebanyak 44 rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) saat pre test sebesar
72%. Jumlah kontainer positif jentik dan pupa pada pre test sebanyak 62 kontainer
sehingga CI di wilayah ini sebesar 9,0%.
Tabel 19
Indikator Entomologi di Kelurahan Kawua (Wilayah Intervensi) Kabupaten Poso
Tahun 2019
IndikatorEntomologi
Pre Intervensi Post Intervensi
Rumah yangdiperiksa
150 144
Rumah yang positif 44 28Kontainer yangdiperiksa
676 675
Kontainer yang positif 62 33House Index (HI) 29,0% 19,44%Container Index (CI) 9,0% 4,89%Breteau Index (BI) 41,33/100 rumah 22,92/100 rumahABJ 72,0% 80,56%
Pada post intervensi, jumlah rumah positif jentik sebanyak 28 rumah sehingga Angka
Bebas Jentik (ABJ) saat postintervensi sebesar 80,6%. Jumlah kontainer positif jentik
dan pupa padapost intervensi sebanyak 33 kontainer sehingga CI di wilayah ini
sebesar 4,9%.jumlah rumah positif jentik sebanyak 28 rumah sehingga Angka Bebas
Jentik (ABJ) post intervensi sebesar 80,6%.
3.1.3.2. Wilayah Non-Intervensi (Kelurahan Sayo)
Karakteristik Responden
58
Sebagian besar responden berusia 15-65 tahun (92,7%) jenis kelamin
perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar tamat SLTA/MA
sederjat, sebagian besar respon bekerja sebagai
PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD.
Tabel 20Distribusi Karakteristk responden di Kelurahan Sayo (wilayah non intervensi)
Kabupaten Poso Tahun 2019
No Karakteristik Responden(n = 150)
PraIntervensi(n = 150)Jumlah
(%)
PostIntervensi(n = 144)Jumlah
(%)1 Umur
< 15 tahun 0 015 – 65 tahun 92,7 92,7> 65 tahun 7,3 7,3
2 Jenis KelaminLaki-laki 45,3 45,3Perempuan 54,7 54,7
3 PendidikanTidak/Belum Sekolah 2,7 2,7Tidak Tamat SD/MI 3,3 3,3Tamat SD/MI sederajat 28,0 28,0Tamat SLTP/MTs sederajat 23,3 23,3Tamat SLTA/MA sederajat 35,3 35,3Tamat PT 7,3 7,3
4 PekerjaanTidak Bekerja 18,7 18,7Sekolah 3,3 3,3PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD 10,0 10,0Pegawai Swasta 0,7 0,7Wiraswasta/Pedagang 17,3 17,3Petani/Buruh Tani 15,3 15,3Nelayan 0 0Buruh/Sopir/Asisten RT 28,7 28,7Lainnya 6,0 6,0
Pengetahuan
Pada kelompok non intervensi terdapat pengetahuan respondententang istilah jumantik dan G1R1J juga mengalami peningkatan padapost intervensi, akan tetapi peningkatannya kecil
59
Tabel 21Persentase Pengetahuan Responden Tentang Istilah G1R1J di Wilayah
Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
S
e
b
a
g
i
a
n
b
e
s
a
Sebagian besar responden belum pernah menerima sosialisasi G1R1J
sebelum maupun setelah intervensi dan merasa perlu untuk menerima
sosialisasi. Sebagian besar responden menginginkan materi sosialisasi
tentang Pengetahuan tentang cara membersihkan tempat
perkembangbiakan dan membasmi jentik.
Tabel 22Persentase Pengetahuan Responden Tentang Sosialisasi G1R1J di
Wilayah Kelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Mendengar istilahJumantik 32,0 68,0 150 48,6 51,4 144
2 Mendengar istilahGerakan 1R1J 10,7 89,3 150 25,7 74,3 144
3 Darimana mendengar istilah JumantikRt/RW
0 100 16 10,8 89,2 37Kelurahan/kecamatan
6,3 93,7 16 2,7 97,3 37Kader
62,5 37,5 16 67,6 32,4 37
Keluarga0 100 16 5,4 94,6 37
Petugas Puskesmas18,8 81,2 16 29,7 70,3 37
Petugas Dinas Kesehatan18,8 81,2 16 18,9 81,1 37
Media cetak/Elektronik0 100 16 0 100 37
Lainnya0 100 16 2,7 97,3 37
No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Sosialisasi 1R1J diperlukan? 100
0 16100
0 37
2 Siapa sebaiknya yang melakukan sosialisasi 1R1J ?RT/RW
6,3 93,816
13,5 86,537
Petugas Kelurahan/ 0 16 37
60
Sama dengan wilayah intervensi, sebagian besar responden juga
mengatakan yang dapat menjadi jumantik rumah yaitu istri dan kepala
keluarga, syarat menjadi jumantik rumah yaitu berusia >15 tahun, serta yang
harus dilakukan oleh jumantik rumah menurut sebagian besar responden adalah
dapat memeriksa tempat perkembangbiakan nyamuk dalam dan luar.
Kecamatan/Pemda 100 5,4 94,6Petugas Kader
43,8 56,316
56,8 43,237
Petugas Puskesmas62,5 37,5
1654,1 45,9
37
Petugas Dinas Kesehatan31,3 68,8
1637,8 62,2
37
Tidak tahu 0100
16 0100
37
3 Materi yang sebaiknyadiberikan pada saatsosialisasi 1R1JPengetahuan tentangpenyakit, penularan, danvektor nyamuk DemamBerdarah Dengue (DBD)
68,8 31,316
54,1 45,937
Pengetahuan tentang caramengamati jentik 56,3 43,8
1632,4 67,6
37
Pengetahuan tentang caramembersihkan tempatperkembangbiakan danmembasmi jentik
62,5 37,516
59,5 40,537
Pengetahuan tentang caramencatat di kartu jentik 62,5 37,5
1659,5 40,5
37
Pengetahuan tentang PSN3M Plus 25,0 75,0
1632,4 67,6
37
Tidak Tahu 6,2 93,816
21,6 78,437
4 Yang harus mendapat sosialisasi 1R1J
Kepala Keluarga 25,0 75,016
75,7 24,337
Istri 75,0 25,016
78,4 21,637
Anak 6,3 93,816
45,9 54,137
Anggota rumah tanggalainnya 62,5 37,5
1645,9 54,1
37
Asisten rumah tangga 6,3 93,816
2,7 97,337
Tidak Tahu 0100
162,7 97,3
37
61
Tabel 23
Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah di WilayahKelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Siapa saja yang dapat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)?Kepala Keluarga
18,8 81,3 16 67,6 32,4 37Istri
93,8 6,3 16 83,8 16,2 37Anak
18,8 81,3 16 37,8 62,2 37Anggota RT lainnya
6,3 93,8 16 32,4 67,6 37Asisten rumah tangga
37,5 62,5 16 2,7 97,3 37Tidak tahu
0 100 16 8,1 91,9 372 Syarat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J) ?
Berusia > 15 tahun75,0 25,0 16 37,8 62,2 37
Dapat menggerakkananggota keluarga untukmelakukan PSN 0 100 16 13,5 86,5 37Dapat memeriksa tempatperkembanbiakannyamuk 18,8 81,3 16 21,6 78,4 37Bertanggungjawabmelakukan kebersihanlingkungan dalam danluar rumah 18,8 81,3 16 27,0 73,0 37Pernah mendapatkansosialisasi tentang 1R1J 0 100 16 13,5 86,5 37Tidak tahu
6,3 93,8 16 40,5 59.5 373 Yang harus dilakukan oleh seorang Jumantik Rumah dalam kegiatan 1R1J
Mensosialisasikan PSN3M Plus kepada seluruhanggota/penghuni rumah 75,0 25,0 16 29,7 70,3 37Dapat memeriksa tempatperkembangbiakannyamuk dalam dan luarrumah min. seminggusekali 68,8 31,3 16 62,2 37,8 37Dapat menggerakananggota keluarga untukmelakukan PSN 3M Plusmin. seminggu sekali 0 100 16 18,9 81,1 37Mengisi kartu jentik hasilpemeriksaan tempatpenampungan air 6,3 93,7 16 43,2 56,8 37
62
Responden sebagian besar mengetahui adanya kartu jentik setelah intervensi,
sebagian besar juga mengetahui fungsi kartu jentik yaitu untuk mencatat hasil
pemeriksaan jentik 75,7% dan yang dapat mengisi kartu jentik sebagian besar
menjawab anggota keluarga, yang terlibat dalam 1R1J sebagian besar
responden menjawab kader, sebagian besar responden menjawab kunjungan
kader sebanyak lebih dari 2 minggu sekali.
Tabel 24
Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah di WilayahKelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Mengetahui adanya kartujentik ? 100
016 94,6 5,4 37
2 Fungsi dari kartu jentik?Mencatat hasilpemeriksaan jentik 100 0 16 75,7 24,3 37Tidak tahu
0 100 1624,3
75,7 373 Siapa saja yang dapat mengisi kartu jentik?
Kepala keluarga31,3 68,8 16 43,2 56,8 37
Anggota keluarga87,5 12,5 16 54,1 45,9 37
Kader18,8 81,3 16 37,8 62,2 37
RT/RW0 100 16 0 (00 37
4 Siapa sajakah selain dari anggota keluarga yang terlibat dalam 1R1J?Kader
81,3 18,8 16 78,4 21,6 37Petugas Puskesmas
18,8 81,3 16 21,6 78,4 37RT/RW
0 100 16 8,1 91,9 37Koordinator Jumantik
25,0 75,0 16 27,0 73,0 37Supervisor Jumantik
0 100 16 0 100 37Lainnya
6,3 93,7 16 2,7 97,3 375 Berapa kali frekuensi kunjungan koordinator ke rumah
1 minggu 1 x62,5 37,5 16 24,3 75,7 37
63
Kegiatan 3M plus yang paling sering dilakukan oleh sebagian besar responden
yaitu Menguras tempat-tempat penampungan air : bak mandi-WC, drum dan sebagainya,
sedangkan tempat ditemukannya jentik sebagian besar menjawab bak mandi/WC. Ketika
menemukan jentik penampungan air di dalam ataupun luar rumah sebagian besar
menjawab hanyang membuang airnya saja.
Tabel 25
Persentase Pengetahuan Responden Tentang Jumantik Rumah di WilayahKelurahan Sayo ( Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
2 minggu 1x6,3 93,7 16 18,9 81,1 37
> 2 minggu 1x18,8 81,3 16 37,8 62,2 37
Tidak tahu12,5 87,5 16 32,4 67,6 37
No Pengetahuan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan 3M PlusMenguras tempat-tempatpenampungan air : bakmandi-WC, drum dsb
43,3 56,7150
47,9 52,1 144
Mendaur ulang barangbekas : botol plastic,kaleng, ban bekas dsb
22,7 77,3150
27,8 72,2 144
Menggunakan obat antinyamuk untuk mencegahgigitan nyamuk
10,7 89,3150
18,1 81,9 144
Tidur menggunakankelambu 2,7 97,3
1508,3 91,7 144
Menggunakan bubuktemephos/ikan 0 100 150 0,7 99,3 144Menggunakan ovitrap,larvitrap, mosquito trap 1,3 98,7 150 0,7 99,3 144Menutup tempatpenampungan air 24,7 75,3 150 30,6 69,4 144Mengganti air vas bunga,minuman burung dsb
0,7 99,3 150 1,4 98,6 144Menanam tanamanpengusir nyamuk :lavender, sereh, zodia 6,7 93,3 150 3,5 96,5 144Pakai raket nyamuk
0 100 150 0 100 1442 Apakah mengetahui tempat ditemukannya jentik nyamuk?
Bak Mandi/WC57,0 43,0
15061,1 38,9 144
64
Sikap
Sebagian
besar
sikap responden tidak berubah pada sebelum intervensi dan non intervensi,sikap responden positif terhadap pelaksanaan G1R1J meskipun tidakdilakukan intervensi
Ember41,3 58,7
15047,9 52,1 144
Drum18,0 82,0
15026,4 73,6 144
Dispenser7,3 92,7
15013,2 86,8 144
TPA Kulkas4,0 96,0
1509,0 91,0 144
Toren air20,0 80,0
15016,0 84,0 144
Pagar bambu 0100
1502,1 97,9 144
Tempurung kelapa4,0 96,0
1507,6 92,4 144
Pot tanaman0,7 99,3
1502,1 97,9 144
Tempat minum binatang 0100
1501,4 98,6 144
Aquarium0,7 99,3
1500,7 99,3 144
Kolam6,7 93,3
1509,0 91,0 144
Ban Bekas36,0 64,0
15038,2 61,8 144
Selokan/Got15,3 84,7 150 17,4 82,6 144
Tempat air suci0 100 150 0,7 99,3 144
Lainnya0 100 150 0,7 99,3 144
3 Apa saja yang dilakukan jika ditemukan jentik di tempat penampungan air didalam dan di luar rumah?Membuang air nya saja
78,0 32,0 150 79,2 20,8 144Menguras dan menyikattempat-tempatpenampungan air 28,0 72,0 150 38,2 61,8 144Menaburkan obatpembasmi jentik 6,0 94,0 150 13,9 86,1 144Memelihara ikan
0 100 150 2,1 97,9 144Membuang jentiknya saja
10,0 90,0 150 9,7 90,3 144Lainnya
0 100 150 0 100 144
65
Tabel 26Persentase Sikap Responden tentang Gerakan 1R1J di Kelurahan Sayo
(Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso, 2019
No Sikap Pre Intervensi Post Intervensi NSetuju
(%)TidakSetuju
(%)
Setuju(%)
TidakSetuju
(%)1 Gerakan 1R1J tidak perlu
disosialisasikan kemasyarakat
(1,3) (98,7) (2,1) (97,9) 144
2 Gerakan 1R1J perludilaksanakan di setiaprumah tangga
(98,0) (2,0) (97,9) (2,1)144
3 Semua anggota rumahtangga bertanggung jawabterhadap kebersihanlingkungan disekitar rumah
(98,0) (2,0) (97,9) (2,1)144
4 Kartu pemeriksaan jentikharus diisi ketikamelakukan pemeriksaanjentik
(74,7) (25,3) (77,1) (22,9)144
5 Kegiatan 3 M Plus tidakperlu dilakukan di setiaprumah
(38,7) (61,3) (28,5) (71,5)144
6 Hanya lingkungan dalamrumah saja yang perludiperhatikankebersihannya
(38,0) (62,0) (35,4) (64,6)144
7 Perlu menguras bak mandiatau penampungan airminimal 1 minggu 1 kali
(95,3) (4,7) (97,2) (2,8)144
8 Kunjungan petugas/kaderJUMANTIK diperlukanuntuk memantaulingkungan sekitar rumahwarga
(98,7) (1,3) (97,9) (2,1)144
9 Saya merasa terganggubila dikunjungi petugasatau kader JUMANTIK 2minggu 1 kali
(33,3) (66,7) (32,6) (67,4)144
10 Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi (66,7) (33,3) (71,5) (28,5)
144
Tindakan
Sebagian besar responden belum mendapatkan sosialisasi 1R1J baiksebelum maupun sesudah intervensi. Responden yang telah mendapatkanintervensi mengatakan mendapatkannya di tahun 2018 dan 2019. Yangmemberikan sosialisasi adalah kader menurut sebagian besar responden. Akantetapi sebagian besar responden mengatakan tidak tahu tentang frekuensikunjungan kader/koordinator jumantik ke rumah mereka.
66
Tabel 27Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan G1R1J di
Kelurahan Sayo (Wilayah intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Mendapat sosialisasi 1R1J7,3 92,7 150 18,1 81,9 144
2 Tahun berapa sosialisasi2015
0 11 11 0 100 262016
0 11 11 0 100 262017
0 11 11 0 100 262018
36,4 63,6 11 15,4 84,6 262019
100 0 11 100 0 263 Yang melakukan sosialisasi
1R1JRt/RW 0
100 11 19,2 80,8 26Kelurahan/kecamatan
0 100 11 3,8 96,2 26Kader
72,7 27,3 11 73,1 26,9 26Petugas Puskesmas
9,1 90,9 11 42,3 57,7 26Petugas Dinas Kesehatan
36,4 63,6 11 30,8 69,2 26Lainnya 0
100 11 0 100 264 Materi sosialisasi 1R1J :
Penyakit, penularan danvektor nyamuk DBD 81,8 18,2
1180,8 19,2
26
Cara mengamati jentik63,6 36,4
1165,4 34,6
26
Cara membersihkan jentik18,2 81,8
1161,5 38,5
26
Cara mencatat di kartujentik 45,5 54,5
1157,7 42,3
26
PSN 3 M Plus18,2 81,8
1126,9 73,1
26
5 Program 1R1J pernahdilaksanakan di wilayahtsb 32,0 68,0
15034,0 66,0
144
6 ART yang melaksanakan1R1J :Kepala Keluarga
16,7 83,3 48 42,9 57,1 49
67
Istri56,3 43,8 48 69,4 30,6 49
Anak6,3 93,8 48 16,3 83,7 49
ART lainnya41,7 58,3 48 26,5 73,5 49
Asisten RT 048,0 48 100 49
Lainnya4,2 95,8 48 4,1 95,9 49
7 Sejak Tahun berapaprogram 1R1Jdilaksanakan
2015 0 100 48 0 100 49
2016 0 100 48 0 100 49
2017 12,1 97,9 48 2,0 98,0 49
2018 100 0 48 69,4 30,6 49
2019 0 100 48 51,0 49,0 49Tidak pernahmelaksanakan 2,1 97,9 48 0 100 49
8 Program 1R1J tetapdilaksanakan di rumahtangga 85,1 14,9 47 83,7 16,3 49
9 Anggota rumah tanggayang paling seringmelakukan kegiatanJUMANTIK Rumah
Bapak 5,1 94,9 39 17,1 82,9 41
Istri 69,2 30,8 39 68,3 31,7 41
Anak 10,3 89,7 39 7,3 92,7 41Anggota rumah tanggalainnya 15,4 84,6 39 7,3 92,7 41Asisten/pembantu rumahtangga 0 0 39 0 0 41
10 Kepemilikan kartupemeriksaan jentikYa dapat menunjukan
92,5 7,5 40 87,8 12,2 41Ya tidak dapat menunjukan
2,5 97,5 40 4,9 95,1 41Tidak ada
5,0 95,0 40 7,3 92,7 4111 Pengisian kartu jentik oleh
jumantik rumah 40,5 59,5 37 51,2 48,8 4112 Koordinator memeriksa
kartu jentik saat kunjunganke rumah 97,3 2,7 37 78,0 22,0 41
68
13 Frekuensi kunjungankoordinator jumantik1 minggu 1 x
37,5 62,5 40 31,7 68,3 412 minggu 1 x
2,5 97,5 40 17,1 82,9 41> 2 minggu 1 x
17,5 82,5 40 29,3 70,7 41tidak tahu
42,5 57,5 40 36,6 63,4 4114 Alasan mengapa di rumah
tangga tidak dilaksanakan1R1J saat ini
Malas 9,3 90,7150
5,6 94,4 144
Tidak ada waktu 6,7 93,3150
6,3 93,8 144
Lingkungan sudah bersih 0,7 99,3150
0,7 99,3 144
Tidak ada yangmengerjakan 1,3 98,7
1500,7 99,3 144
Merasa tidak perlu 1,3 98,7150
2,8 97,2 144
Tidak Tahu 94,0 6,0150
82,6 17,4 144
Tabel 28Persentase Tindakan Responden tentang pelaksanaan kegiatan
PSN 3M plus pada rumah tangga di Kelurahan Sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (≤ 1x per minggu)
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan PSN 3M PlusMenguras tempatpenampungan air (TPA) 98,6 1,4 150 98,6 1,4 144Menutup rapat TPA
100 0 59 100 0 62Mendaur ulang barangbekas 100 0 2 100 0 6Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 0 0Tidur menggunakankelambu 90,9 99,1 11 88,9 11,1 9menggunakan obat antinyamuk 94,1 5,9 86 95,5 4,5 89Menggunakan larvasida
32,1 67,9 28 33,3 66,7 27Memelihara ikan pemakanjentik 0 0 0 0 0 0Menggunakan perangkap 0 0 0 0 0 0
69
nyamukMenanam tanamanpengusir nyamuk 0 0 0 0 0 0Memasang kawat kasa
0 100 1 0 100 2Lainnya 0 0 0 0 0 0
Kegiatan PSN yang paling sering dilakukan yaitu menguras tempatpenampungan air, menutup rapat tempat penampungan air danmenggunakan anti nyamuk.
Tabel 29Persentase Tindakan Responden tentang Frekuensi Pelaksanaan Kegiatan
PSN 3M plus pada Rumah Tangga di Kelurahan Sayo (Wilayah NonIntervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (2 minggu 1x)
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0,7 99,3 150 1,4 98,6 144Menutup rapat TPA
0 100 59 0 100 62Mendaur ulang barang bekas
0 100 2 0 100 6Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 0 0Tidur menggunakan kelambu
0 100 11 0 100 9menggunakan obat antinyamuk 1,2 98,8 86 1,1 98,9 89Menggunakan larvasida
0 100 28 3,7 96,3 27Memelihara ikan pemakanjentik 0 0 0 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 0 0 0 0 0Menanam tanaman pengusirnyamuk 0 0 0 0 0 0Memasang kawat kasa
0 100 1 0 100 2Lainnya 0 0 0 0 0 0
70
Tabel 30Persentase Tindakan Responden tentang Frekuensi PelaksanaanKegiatan PSN 3M plus pada Rumah Tangga di Kelurahan Sayo
(Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso Tahun 2019 (3 minggu 1x)
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0,7 99,3 150 0 100 144Menutup rapat TPA
0 100 59 0 100 62Mendaur ulang barang bekas
0 100 2 0 100 6Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 0 0Tidur menggunakan kelambu
0 100 11 0 100 9menggunakan obat antinyamuk 0 100 86 1,1 98,9 89Menggunakan larvasida
3,6 96,4 28 3,7 96,3 27Memelihara ikan pemakanjentik 0 0 0 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 0 0 0 0 0Menanam tanaman pengusirnyamuk 0 0 0 0 0 0Memasang kawat kasa
0 100 1 0 100 2Lainnya 0 0 0 0 0 0
Tabel 31Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar Rumahdi Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten Poso Tahun
2019 (≥ 1 bulan)No Tindakan Pre Intervensi Post Intervensi
Ya(%)
Tidak(%)
N Ya(%)
Tidak(%)
N
1 Kegiatan PSN 3M Plus 150Menguras tempatpenampungan air (TPA) 0 100 150 0 100 144Menutup rapat TPA
0 100 59 0 100 62Mendaur ulang barang bekas
0 100 2 0 100 6Mengganti air vas bunga,minuman burung dll 0 0 0 0 0 0Tidur menggunakan kelambu
9,1 90,9 11 11,1 88,9 9
71
menggunakan obat antinyamuk 4,7 95,3 86 3,4 96,6 89Menggunakan larvasida
64,3 35,7 28 59,3 40,7 27Memelihara ikan pemakanjentik 0 0 0 0 0 0Menggunakan perangkapnyamuk 0 0 0 0 0 0Menanam tanaman pengusirnyamuk 0 0 0 0 0 0Memasang kawat kasa
100 0 1 100 0 2Lainnya 0 0 0 0 0 0
Tabel 32Persentase Tempat Ditemukan Jentik di Dalam dan di Luar Rumah
di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi) Kabupaten PosoTahun 2019
No Tindakan Pre Intervensi Post IntervensiYa
n(%)Tidakn(%)
N Yan(%)
Tidakn(%)
N
1 Dimana saja biasanyamenemukan jentik nyamuk didalam dan di luar rumah
150
Bak Mandi/WC 64,0 36,0 150 64,6 35,4 144
Ember 45,3 54,7 150 50,0 50,0 144
Drum 16,0 84,0 150 17,4 82,6 144
Dispenser 5,3 94,7 150 5,6 94,4 144Tempat Penampungan AirKulkas
0100 150 2,1 97,9 144
Toren/tandon/tangki air 20,0 80,0 150 15,3 84,7 144
Pagar bambu 0,7 99,3 150 0,7 99,3 144
Tempurung kelapa3,3
96,7150 4,9 95,1 144
Pot tanaman 0,7 99,3 150 0,7 99,3 144
Tempat minum binatang 0 100 150 0,7 99,3 144
Aquarium 0,7 99,3 150 0,7 99,3 144
Kolam 2,0 98,0 150 3,5 96,5 144
Barang Bekas 21,3 78,7 150 27,1 72,9 144
72
Selokan/Got 20,7 79,3 150 17,4 82,6 144
Tempat air suci 0100 150 0 100 144
Lainnya 0100 150 0 100 144
2 Jika ditemukan jentik ditempat penampungan air didalam dan di luar rumah apasaja yang dilakukanMembuang air dari tempatpenampungan tersebut 83,3 16,7 150 83,3 16,7 144Menguras dan menyikattempat-tempatpenampungan air 30,7 69,3 150 33,3 66,7 144Menaburkan obat pembasmijentik 4,7 95,3 150 12,5 87,5 144Memelihara ikan pemakanjentik di tempatpenampungan tersebut 0 100 150 0,7 99,3 144
Membuang jentiknya saja 8,0 92,0 150 8,3 91,7 144
Survei JentikSurvei Jentik di Kelurahan Sayo (Non Intervensi)
Terdapat 12 jenis kontainer yang ditemukan pada pre intervensi dan 10
jenis kontainer pada post intervensi di Kelurahan Sayo. Jumlah kontainer yang
diperiksa saat pre intervensi sebanyak 537 kontainer dan post intervensi
sebanyak 601 kontainer. Jumlah kontainer positif jentik saat pre intervensi
sebanyak 51 kontainer dan positif pupa 16 kontainer. Jumlah kontainer positif
jentik saat post intervensi sebanyak 38 kontainer dan positif pupa 28 kontainer.
Jumlah kontainer terbanyak dan ditemukan positif jentik terbanyak adalah
ember dan penampungan dispenser. Jumlah jentik paling banyak ditemukan di
ember sebanyak 18 kontainer (pre intervensi) dan 11 kontainer (post
intervensi). Sedangkan jumlah pupa paling banyak juga ditemukan di ember
sebanyak 4 kontainer (pre intervensi) dan 6 kontainer (post intervensi). (Tabel
30).
73
Tabel 33Jenis Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)
Kabupaten Poso Tahun 2019
No Jenis Kontainer Pre Intervensi Post IntervensiN (%) Positif
jentikN (%)
PositifPupaN(%)
N(%)
PositifjentikN (%)
PositifPupaN(%)
1 Bak Mandi 65 2 0 54 4 32 Bak WC 23 1 1 22 3 23 Drum 39 6 4 44 8 84 Torn 0 0 0 0 0 05 Tempayan 29 1 1 23 1 06 Ember 274 18 4 278 11 67 Baskom 39 4 2 91 6 68 Tempat air suci 0 0 0 0 0 09 Lain-lain TPA 32 0 0 57 1 0
10 Tempat minum hewan 0 0 0 0 0 011 Tempat wudhu 0 0 0 0 0 012 Penampung kulkas 3 0 0 1 0 013 Penampung dispenser 25 16 3 22 3 214 Saluran Air 0 0 0 0 0 015 Talang air 0 0 0 0 0 016 Bagian tanaman 1 1 0 0 0 017 Vas bunga/pot 0 0 0 0 0 018 Tempurung kelapa 0 0 0 0 0 019 Kolam/aquarium 0 0 0 2 0 020 Barang bekas 3 2 1 7 1 121 Lain-lain bukan TPA 4 0 0 0 0 0
Total 537 51 16 601 38 28
Tabel 34
Letak Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019
No LetakKontainer
Pre Intervensi Post Intervensi(%) Positif
jentik(%)
PositifPupa(%)
(%) Positifjentik(%)
PositifPupa
(%)1 Dalam
88,0 84,3 68,7 85,7 92,1 89,32 Luar
11,9 15,7 31,3 14,3 7,9 10,7Total 537 51 16 601 38 28
Sebagian besar kontainer terletak di dalam rumah 88,0% (pre intervensi) dan85,7% (post intervensi). Kontainer positif lebih banyak ditemukan di dalam rumah43 kontainer (pre intervensi) dan 35 kontainer (post intervensi).
74
Tabel 35
Kondisi Kontainer yang ditemukan di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)Kabupaten Poso Tahun 2019
No KondisiKontainer
Pre Intervensi Post Intervensi(%) Positif
jentik(%)
PositifPupa(%)
(%) Positifjentik(%)
PositifPupa(%)
1 Tertutup39,1 17,6 12,5 0,4 84,2 14,3
2 Terbuka60,9 82,4 87,5 39,6 15,8 85,7
Total 537 51 16 601 38 28
Kondisi kontainer sebagian besar dalam keadaan terbuka 60,9% (pre intervensi)dan 60,4% (post intervensi). Kondisi kontainer terbuka lebih banyak ditemukanjentik saat pre intervensi yaitu 42 kontainer (pre intervensi) dan 6 kontainer (postintervensi) dibandingkan kontainer tertutup. Kontainer tertutup ditemukan adanyapositif jentik 9 kontainer (pre intervensi) dan 32 kontainer (post intervensi). Pupalebih banyak ditemukan pada kontainer terbuka dibandingkan tertutup pada preintervensi maupun post intervensi.
Tabel 36Angka Entomologi di Kelurahan Sayo (Wilayah Non Intervensi)
Kabupaten Poso
Hasil indikator indeks entomologis, pada pre intervensi jumlah rumah positif
jentik sebanyak 44 rumah sehingga Angka Bebas Jentik (ABJ) di wilayah
intervensi sebesar 70,7%. Jumlah kontainer positif jentik dan pupa pada pre
test sebanyak 58 kontainer sehingga CI di wilayah ini sebesar 7,0%. Pada
post intervensi, jumlah rumah positif jentik sebanyak 30 rumah sehingga
Angka Bebas Jentik (ABJ) saat post intervensi sebesar 79,17%. Jumlah
Indikator Entomologi PreIntervensi
PostIntervensi
Rumah yang diperiksa 150 144Rumah yang positif 44 30Kontainer yang diperiksa 804 916Kontainer yang positif 58 40House Index (HI) 29,0% 20,83%Container Index (CI) 7,0% 4,37%Breteau Index (BI) 38,67/100 rumah 27,78/ 100
rumahABJ 70,7% 79,17%
75
kontainer positif jentik dan pupa pada post intervensi sebanyak 40 kontainer
sehingga CI di wilayah ini sebesar 4,4%.
3.1.3.3. Hasil Analisis Wilayah Intervensi (Kelurahan Kawua)
Analisis Pre – Post Intervensi
Dari hasil analisis T test , ada perbedaan rerata pengetahuan responden
antara pre dan post intervensi pada tujuh variabel pengetahuan antara lain
pernah mendengar istilah jumantik, mendengar istiah G1R1J, darimana
pernah mendengar istilah G1R1J, materi saat sosialisasi G1R1J, mengetahui
adanya kartu jentik, kegunaan dari kartu lembar jentik dan kegiatan 3M plus.
Tabel 37Hasil Analisis Pengetahuan di Wilayah Kawua
(Wilayah Intervensi)No. Variabel Mean
DifferenceStandarDeviasi
SE 95% CI p-value
1. Mendengar istilah jumantik 48,7 52,8 4,3 40,2 – 57,2 <0,0012. Mendengar istilah G1R1J 59,3 49,3 4,0 40,2 – 57,2 <0,0013. Dari mana pernah
mendengar istilah G1R1J61,3 48,9 3,9 53,4 – 69,2 <0,001
4. Materi saat sosialisasiG1R1J
42,1 36,5 2,9 36,2 – 48,0 <0,001
5. Mengetahui adanya kartujentik
57,3 50,9 4,2 49,1 – 65,6 <0,001
6. Kegunaan dari kartulembar jentik
58,7 50,7 4,1 50,5 – 66,9 <0,001
7. Kegiatan 3M Plus 25,5 40,3 3,3 19,0 – 32,0 <0,001
Untuk variabel sikap tidak ada perbadaan rerata sikap responden pada sembilan
variabel sikap, tetapi terdapat perbedaan rerata sikap responden antara pre dan post
intervensi tentang tentang rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi.
Tabel 38
76
Hasil Analisis Sikap di Wilayah Kawua (Wilayah Intervensi)
Tabel 39Hasil Analisis Tindakan di Wilayah Kawua (Wilayah Intervensi)
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi
SE 95% CI p-value
1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J
50 54,0 2,7 41,3 – 58,7 <0,001
2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J
50,7 51,5 4,2 42,3 – 58,9 <0,001
3. Materi saat sosialisasiG1R1J
35,3 36,6 2,9 29,4 – 41,2 <0,001
4. G1R1J pernah dilaksanakandi tempat responden
52,7 53,9 4,4 43,9 – 61,4 <0,001
5. RT memiliki kartupemeriksaan jentik
58 50,9 4,2 49,8 – 66,2 <0,001
6. Kartu pemeriksaan jentikdiisi oleh jumantik rumah
60 50,5 4,1 51,9 – 68,1 <0,001
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi
SE 95% CI p-value
1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat
0,7 58,5 4,8 -8,8 – 10,1 0,8892
2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga
0 16,4 1,3 -22,6 – 2,6 1,000
3. Semua anggota rumahtangga bertanggungjawabterhadap kebersihanlingkungan di sekitar rumah
-1,3 20,0 1,6 -4,6 -1,9 0,416
4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah
7,3 65,6 5,4 -3,3 – 17,9 0,1733
5. Hanya lingkungan dalamrumah yang perludiperhatikan kebersihannya
7,3 65,6 5,4 -3,3 – 17,9 0,1733
6. Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu
0 23,2 1,9 -3,7 -3,7 1,000
7. Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga
0 25,9 2,1 -4,2 – 4,2 1,000
8. Merasa terganggu biladikunjungi petugas ataukader jumantik 2 minggu 1kali
-7,3 62,5 5,1 -17,4 – 2,7 0,1528
9. Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi
18,7 56,0 4,6 9,6 – 27,7 <0,001
77
7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik kerumah
38 57,5 4,7 28,7 – 47,3 <0,001
8. PSN 3M plus -4,7 29,2 2,4 -9,4 – 0,03 0,0519
Untuk tindakan responden, terdapat perbedaan rerata tindakan
responden antara pre dan post intervensi yang meliputi variabel antara lain
pernah mendapatkan sosialisasi G1R1J, siapa yang melakukan sosialisasi
G1R1J, materi yang diberikan saat sosialisasi G1R1J, G1R1J pernah
dilaksanakan di tempat responden, rumah tangga memiliki kartu pemeriksaan
jentik, kartu pemeriksaan jentik diisi oleh jumantik rumah dan frekuensi
kunjungan koordinator jumantik ke rumah. Sedangkan variabel tindakan PSN
3M plus tidak terdapat perbedaan rerata antara pre dan post intervensi.
3.1.3.4. Hasil Analisis Wilayah Non Intervensi (Kelurahan Sayo)a. Analisis Pre – Post Intervensi
Pada wilayah non intervensi, terdapat perbedaan rerata antara pre dan post
intervensi variabel pernah mendengar istilah juumantik, mengetahui adanya
kartu jentik, materi saat sosialisasi G1R1J, serta kegiatan 3M plus. Variabel
pengetahuan lainnya seperti mendengar istilah G1R1J, darimana pernah
mendengar istilah G1R1J, dan kegunaan dari kartu lembar jentik tidak dapat
dilakukan analisis.
Tabel 40
Hasil Analisis Pengetahuan di Wilayah Sayo (Wilayah Non Intervensi)
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi
SE 95% CI p-value
1. Mendengar istilahjumantik
16 47,9 3,9 8,3 -23,7
<0,001
2. Mendengar istilah G1R1J 0 0 0 0 03. Dari mana pernah
mendengar istilah G1R1J0 0 0 0 0
4. Materi saat sosialisasiG1R1J
6,3 24,8 2,0 2,3 –10,3
0,0023
5. Mengetahui adanya kartujentik
12 40 3,3 5,5 -18,5
<0,001
6. Kegunaan dari kartulembar jentik
0 0 0 0 0
7. Kegiatan 3M Plus 5,7 26,3 2,1 1,4 – 9,9 0,0093
78
Tabel 41
Hasil Analisis Sikap di Wilayah Sayo (Wilayah Non Intervensi)
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi
SE 95% CI p-value
1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat
-0,7 8,2 0,6 -1,9 - 0,7 0,3189
2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga
0 0 0 0 0
3. Semua anggota rumahtangga bertanggungjawabterhadap kebersihanlingkungan di sekitar rumah
0 11,6 0,9 -1,9 – 1,9 1,000
4. Kegiatan 3M plus tidak perludilakukan di setiap rumah
8,7 28,2 2,3 4,1 – 13,2 <0,001
5. Hanya lingkungan dalamrumah yang perludiperhatikan kebersihannya
1,3 30,6 1,3 -3,6 – 6,3 0,5947
6. Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu
0,7 8,2 0,7 -0,7 – 1,9 0,3189
7. Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga
0 16,4 1,3 -2,6 – 2,6 1,000
8. Merasa terganggu biladikunjungi petugas ataukader jumantik 2 minggu 1kali
-0,7 31,7 2,6 -5,8 -4,5 0,7972
9. Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi
4 32,5 2,7 -1,2 – 9,2 0,1341
Untuk variabel sikap responden, terdapat perbedaan sikap responden tentang
kegiatan 3M plus tidak perlu dilakukan disetiap rumah antara pre dan post intervensi.
Sedangkan 6 variabel lainnya tidak terdapat perbedaan rerata sikap responden antara
pre dan post intervensi tentang G1R1J perlu disosialisasikan, semua anggota rumah
tangga bertanggung jawab terhadap kebersihan disekitar rumah, hanya lingkungan
dalam rumah yang perlu diperhatikan kebersihannya, perlu menguras bak mandi atau
penampungan air 1 kali 1 minggu, kunjungan petugas jumantik diperlukan untuk
memantau lingkungan disekitar rumah, merasa terganggu bila dikunjungi kader atau
petugas jumantik 2 minggu 1 kali, serta rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi.
Variabel sikap G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga tidak dapat dilakukan
analisis karena ada sel yang kosong.
79
Tabel 42
Hasil Analisis Tindakan di Wilayah Sayo (Wilayah Non Intervensi)
No. Variabel MeanDifference
StandarDeviasi
SE 95% CI p-value
1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J
10,7 33,1 2,7 5,3 – 16,0 <0,001
2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J
10,7 33,1 2,7 5,3 – 16,0 <0,001
3. Materi saat sosialisasiG1R1J
6,9 21,5 1,7 3,5 – 10,4 <0,001
4. G1R1J pernah dilaksanakandi tempat responden
2 47,0 3,8 -5,6 – 9,6 0,6032
5. RT memiliki kartupemeriksaan jentik
5,4 41,6 3,4 -1,4 – 12,1 0,1170
6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah
4 32,5 2,7 -1,2 – 9,2 0,1341
7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik kerumah
1,3 28,3 2,3 -3,2 – 5,9 0,5654
8. PSN 3M plus -0,7 14,2 1,2 -2,9 – 1,6 0,5654
Untuk variabel tindakan tidak terdapat perbedaan rerata tindakan responden
antara pre dan post intervensi tentang G1R1J pernah dilaksanakan di tempat
responden, rumah tangga memiliki kartu pemeriksaan jentik, kartu pemeriksaan
jentik diisi oleh jumantik rumah, frekuensi kunjungan koordinator jumantik ke
rumah, serta PSN 3M plus. Ada perbedaan rerata tindakan responden antara
pre dan post intervensi pada beberapa variabel lainnya seperti mendapatkan
sosialisasi G1R1J, siapa yang melakukan sosialisasi G1R1J, dan materi yang
diberikan saat sosialisasi G1R1J.
Analisis Post – Post (Intervensi dan Non Intervensi)
Hasil analisis post intervensi wilayah intervensi (Kawua) dan post
intervensi wilayah non intervensi (Sayo) menunjukan variabel pengetahuan
terdapat perbedaan rerata pengetahuan responden tentang pernah mendengar
istilah jumantik, mendengar istilah G1R1J, darimana pernah mendengar istilah
G1R1J, materi saat sosialisasi G1R1J, mengetahui adanya kartu jentik,
kegunaan dari kartu lembar jentik serta kegiatan 3M Plus.
80
Tabel 43
Hasil Analisis Pengetahuan Post – Post (Wilayah Intervensi dan NonIntervensi)
No. Variabel MeanDifference
SE 95% CI p-value
1. Mendengar istilah jumantik 34,7 5,1 24,6 – 44,8 < 0,0012. Mendengar istilah G1R1J 44 5,2 33,8 – 54,2 < 0,0013. Dari mana pernah
mendengar istilah G1R1J46 5,1 35,9 – 56,1 < 0,001
4. Materi saat sosialisasiG1R1J
34,8 3,7 27,6 – 41,9 < 0,001
5. Mengetahui adanya kartujentik
44,7 5,2 34,5 – 54,8 < 0,001
6. Kegunaan dari kartu lembarjentik
46 5,1 36,0 – 55,9 < 0,001
7. Kegiatan 3M Plus 23,9 4,3 15,4 – 32,3 < 0,001
Hasil analisis variabel sikap menunjukan ada perbedaan rerata sikap responden
antara post intervensi Kawua dan post intervensi Sayo tentang G1R1J perlu
disosialisasikan ke masyarakat. Tidak ada perbedaan rerata sikap responden antara
post intervensi Kawua dan post intervensi Sayo tentang G1R1J perlu dilaksanakan di
setiap rumah tangga, Semua anggota rumah tangga bertanggungjawab terhadap
kebersihan lingkungan di sekitar rumah, Kegiatan 3M plus tidak perlu dilakukan di
setiap rumah, Hanya lingkungan dalam rumah yang perlu diperhatikan kebersihannya,
Perlu menguras bak mandi atau penampungann air minimal 1 kali 1 minggu,
Kunjungan petugas jumantik diperlukan untuk memantau lingkungan sekitar rumah
tangga, Merasa terganggu bila dikunjungi petugas atau kader jumantik 2 minggu 1
kali, serta Rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi.
Tabel 44
Hasil Analisis Sikap Post – Post (Wilayah Intervensi dan Non Intervensi)
No.
Variabel MeanDifference
SE 95% CI p-value
1. G1R1J perlu disosialisasikanke masyarakat
-20 3,6 -27,0 - -12,9 < 0,001
2. G1R1J perlu dilaksanakan disetiap rumah tangga
0,7 1,5 -2,3 – 3,6 0,6533
3. Semua anggota rumahtangga bertanggungjawabterhadap kebersihan
-0,7 1,7 -4,1 – 2,8 0,7033
81
lingkungan di sekitar rumah4. Kegiatan 3M plus tidak perlu
dilakukan di setiap rumah-9,3 5,5 -20,1 – 1,5 0,090
5. Hanya lingkungan dalamrumah yang perludiperhatikan kebersihannya
2 5,5 -8,9 – 12,9 0,7188
6. Perlu menguras bak mandiatau penampungann airminimal 1 kali 1 minggu
0,7 2,2 -3,6 – 4,9 0,7597
7. Kunjungan petugas jumantikdiperlukan untuk memantaulingkungan sekitar rumahtangga
-2,7 1,9 -6,3 – 0,9 0,1527
8. Merasa terganggu biladikunjungi petugas ataukader jumantik 2 minggu 1kali
-7,3 5,6 -18,3 – 3,7 0,1912
9. Rumah yang ditemukanjentik diberikan sanksi
4,7 5,1 -5,4 – 14,8 0,3643
Tabel 45
Hasil Analisis Tindakan Post – Post (Wilayah Intervensi dan Non Intervensi)
No. Variabel MeanDifference
SE 95% CI p-value
1. Mendapatkan sosialisasiG1R1J
44,7 5,1 34,7 – 54,6 < 0,001
2. Siapa yang melakukansosialisasi G1R1J
45,3 5,0 35,4 – 55,3 < 0,001
3. Materi saat sosialisasiG1R1J
30,8 3,5 23,9 – 37,7 < 0,001
4. G1R1J pernah dilaksanakandi tempat responden
45,3 5,1 35,2 – 55,4 < 0,001
5. RT memiliki kartupemeriksaan jentik
54 4,8 44,5 – 63,5 < 0,001
6. Kartu pemeriksaan jentik diisioleh jumantik rumah
60 4,5 50,9 – 69,0 < 0,001
7. Frekuensi kunjungankoordinator jumantik kerumah
33,3 4,9 23,7 – 42,9 < 0,001
8. PSN 3M plus -5,3 2,2 -9,8 - -0,9 0,0184
Hasil analisis variabel tindakan menunjukan ada perbedaan rerata tindakan
responden antara post intervensi Kawua dan post intervensi Sayo tentang
Mendapatkan sosialisasi G1R1J, Siapa yang melakukan sosialisasi G1R1J,
82
Materi saat sosialisasi G1R1J, G1R1J pernah dilaksanakan di tempat
responden, RT memiliki kartu pemeriksaan jentik, Kartu pemeriksaan jentik diisi
oleh jumantik rumah, Frekuensi kunjungan koordinator jumantik ke rumah,
serta melakukan PSN 3M plus.
3.1.4. Program Gerakan 1R1J di Tingkat Program (Hasil Kualitatif)
Program gerakan I rumah 1 jumantik merupakan salah satu program inovasi
dari kementerian kesehatan dalam upaya pengendalian dan pencegahan
penyebaran penyakit demam berdarah yang melibatkan berbagai sector
terutama menitik beratkan kepada masyarakat yakni rumahtangga. Demam
berdarah itu sendiri di Sulawesi Tengah dalam tiga tahun terakhir masih
merupakan salah satu masalah kesehatan. Hal ini dapat diketahui berdasarkan
olah data kasus DBD pertahun Kab/kota provinsi Sulawesi Tengah dan hasil
wawancara bersama pengelola program tingkat provinsi maupun kabupaten
menunjukkan angka kasus DBD terjadi fluktuatif artinya terdapat peningkatan
dan penurunan jumlah kasus setiap tahunnya. Pada tahun 2016 kasus DBD di
Sulawesi Tengah dengan IR DBD mencapai 77,91 per 100.000. Tahun 2017
terdapat 503 kasus DBD dengan IR DBD mencapai 27,36 per 100.000
penduduk, menurunbiladibandingkan di tahun 2017. Tahun 2018 terdapat 436
kasus DBD dengan IR DBD mencapai 35,65 per 100.000 penduduk.
Sementara di tahun 2019 data yang dikumpulkan hingga bulan Februari 2019,
laporan yang masuk menunjukkan bahwa, terdapat 69 kasus DBD dengan IR
DBD mencapai 11, 75 % per penduduk.
3.1.4.1. Implementasi Kebijakan
Esensi utama dari implementasi kebijakan adalah memahami apa yang
seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku dan dirumuskan.
Pemahaman tersebut harus mendalam, mengetahui bagaimana program
tersebut tersebar kedalam system sosial dan mempengaruhinya sehingga
dapat diketahui program tersebut berhasil atau gagal.
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan selama riset ini
dilakukan ditemukan bahwa dalam implementasi kebijakan program gerakan 1
rumah 1 jumantik di Sulawesi Tengah telah memiliki dasar pelaksanaan
83
program gerakan 1 rumah satu jumantik, baik berupa SK, petunjuk teknis
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah oleh juru pemantau jentik
(Jumantik) atau SOP serta standar pencapaian dari gerakan 1 rumah 1
jumantik. Hasil wawancara menyebutkan bahwa dasar pelaksanaan gerakan 1
rumah 1 jumantik sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan
menteri kesehatan nomor 581/MENKES/SK/V!!/1992 dan keputusan menteri
kesehatan nomor 92 tahun 1994 dengan menitik beratkan pada upaya
pencegahan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Pengelola provinsi
dan kabupaten/kota hanya mengikuti pedoman dari peraturan pemerintah dan
keputusan menteri kesehatan tersebut. Sementara untuk Peraturan Daerah nya
belum ada.
Terkait SK pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik di wilayah kerja
tingkat provinsi, belum memiliki SK untuk pelaksanaannya, hanya sebatas di
wilayah kerja kabupaten yang telah memiliki SK pelaksanaan gerakan 1 rumah
1 jumantik. Sejauh ini penerbitan SK pelaksanaan gerakan 1 rumah 1
jumantik/SK Supervisor Jumantik/ SK koordinator jumantik diserahkan
langsung kemasing-masing pengelola program dinas kesehatan kab/kota di
Sulawesi Tengah, yang ditandatangani oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota. Dari
dinas kabupaten/kota, SK tersebut kemudian diteruskan kepengelola program
tingkat provinsi serta dikirim langsung kepemerintah pusat. Adanya SK ini
secara tidak langsung pemerintah pusat mau mengakui bahwa program G1R1J
telah berjalan, meskipun yang melegitimasi adalah kepala dinas kesehatan
kab/kota. Peran legitimator sangat penting dalam pelaksanaan keberhasilan
program, karena merupakan pemegang kunci.
Menurut informan dianjurkan dalam konteks sebagai penguat,
pembenaran dan lisensi pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik di tingkat
kab/kota adalah Walikota atau Bupati. Keterlibatan Walikota atau Bupati
sebagai legitimator, secara tidak langsung akan menguatkan implementasi
kebijakan program gerakan satu rumah satu jumantik keanggota system sosial
yang lebih luas. Berbagai sector baik itu dinas kesehatan, dinas pariwisata,
dinas pendidikan dan kebudayaan, pemerintah kecamatan dan sector lainnya,
ikut berperan aktif dalam menyebarkan informasi tentang pentingnya G1R1J
dan mengajak anggota masyarakat untuk melaksanakan PSN 3 M plus dalam
mencegah perkembangbiakan nyamuk di lingkungan rumah, TTI, dan TTU.
84
Kendala utama adalah terbatasnya kemampuan sumberdaya pemerintah, dan
kondisi internal masyarakat sehingga sampai penelitian ini dilakukan masih
terbatas di dinas kesehatanKabupaten Poso. Dikarenakan program ini
sasarannya kemasyarakat sehingga sangat sulit merubah pola perilaku dan
kebiasaan masyarakat yang telah membudaya.
Berdasarkan laporan kegiatan program Arbovirosis tahun 2017 tercatat
baru beberapa kabupaten yang telah menerbitkan SK gerakan 1 rumah 1
jumantik diantaranya adalah Kabupaten Morowali (SK.Kadis kesehatan
Pengendalian penduduk dan keluarga berencana daerah Kabupaten Morowali
No. 440/160.10/DKPP-KB/IX/2017) dengan jumlah kordinator jumantiknya
sebanyak 20 orang dan jumlah supervisor jumantik sebanyak 13 orang;
Kabupaten Parigi Moutong (SK. Kadis kesehatan Kabupaten Parigi Moutong
no. 443/212.27/Dinkes, tgl 16 November 2017) dengan jumlah coordinator
jumantik 4 orang dan jumlah supervisor jumantik 3 orang; Kabupaten Banggai
laut (SK. Kadis Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Kabupaten Banggai Laut, No. 443/1751/Dinkes-PPKB/2017, tgl. 3 November
2017) dengan jumlah koordinator jumantik sebanyak 3 orang dan jumlah
supervisor 1 orang dan; Kab.Poso (SK. Kadis Kesehatan Kabupaten Poso
No.443.32/87.31/Dinkes, Tgl. 31 Okrober 2017) dengan jumlah koordinator
jumantik 15 orang dan jumlah supervisor ada 5 orang. Beberapa kabupaten
lain sepertiToli-Toli, Kota Palu dan Banggai masih dalam tahap proses.
Hasil wawancara mengatakan bahwa dalam SK kepala dinas kesehatan
Kabupaten Poso tersebut udah tercantum nama-nama masing-masing kader
jumantik dari Kelurahan Kawua yang merupakan wilayah intervensi di
Kecamatan Poso Kota Selatan, dengan rincian per kelurahan coordinator
sebanyak 3 orang dan supervisor sebanyak 1 orang. Sementara dilakukannya
penelitian ini rencananya SK pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik yang
telah ada akan dirubah kembali, mengingat kegiatan sosialisasi gerakan 1
rumah 1 jumantik telah diketahui oleh Bupati kab. Poso. Hanya saja,
pengetahuan lebih jelas tentang adanya SK pelaksanaan gerakan 1
rumahJumantik/ SK Supervisor Jumantik/ SK koordinator jumantik tidak semua
informan mengetahuinya sehingga terkesan hanya diprioritaskan oleh
pengelola program DBD saja.
85
Dalam hal petunjuk teknis (JUKNIS) pelaksanaan gerakan 1 rumah 1
jumantik atau pedoman maupun SOP, berdasarkan hasil wawancara bahwa
semua informan mengakui adanya buku petunjuk teknis yang digunakan oleh
dinas kesehatan, maupun kader jumantik dalam hal petunjuk pembentukan dan
pembinaan jumantik keluarga/ koordinator dan supervisor, serta teknis
melaksanakan pemeriksaan, pemantauan, dan pemberantasan nyamuk
dengan metode PSN PLUS. Selama ini yang dilakukan oleh pengelola
program di wilayah kerjaka bupaten hanya mengacu pada buku petunjuk yang
dibagikan oleh pemerintah pusat dan provinsi. Pembagiaan Juknis tersebut
dilakukan pada saat sosialisasi pertama yakni tahun 2017, dan telah dibagikan
kelintas sektor, serta lintas program. Sementara di tingkat Puskesmas, Juknis
ini diperbanyak dan diolah hingga dapat digunakan sebagai SOP dan dibagikan
kelintas program, supervisor serta koordinator jumantik. Akan tetapi, tidak
semua lintas program maupun kader yang memiliki dan menguasai materi
dalam buku petunjuk tersebut sehingga ketika ditanya lebih jauh tentang
struktur pengorganisasian jumantik misalnya, hanya beberapa yang
mengetahui. Artinya pemahaman tentang GIRIJ mereka sangat terbatas.
Untuk standar pencapaian dari gerakan satu rumah satu jumantik
menurut semua informan yang diwawancarai bahwa sejauh ini mereka
mengikuti standar pencapaian ABJ (angka bebas jentik) yang ditetapkan
secara nasional yakni ada yang mengatakan yang 90% dan ada pula yang
mengatakan 95 %. Standar 90 – 95% capaian untuk daerah-daerah yang
endemis DBD, namun untuk wilayah kerja di kecamatan pencapaian ABJ yang
dicapai baru 80 - 94% artinya kondisi lingkungan di wilayah kecamatan Poso
Selatan masih sangat berbahaya dari perkembang biayakan jentik nyamuk
Aedes aegypti. Diupayakan kedepannya pencapaian ABJ nya 100 %, tetapi
harus secara bertahap.
Menurut informan sudah menerima sosialisasi G1R1J yang diberikan
oleh Dinas Kesehatan Provinsi tahun 2017 yang melibatkan Dinas Kesehatan
Kabupaten, Puskesmas, camat, lurah di wilayah Poso Kota Bersaudara
(Kecamatan Poso Kota Selatan, Kecamatan Poso Kota dan Kecamatan Poso
Kota Utara). Pemateri sosialisasi adalah kepala bidang P2M dan pengelola
DBD Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.
86
Dinas Kesehatan Kabupaten Poso telah memberikan sosialisasi tentang
G1R1J kepada seluruh camat di wilayah Poso Kota Bersaudara, dan kepada
kepala puskesmas serta pengelola DBD di puskesmas di wilayah Poso Kota
Bersaudara. Di Kabupaten Poso baru terdapat 1 kecamatan yang menerapkan
G1R1J yaitu Kecamatan Poso Kota Selatan meliputi 5 Kelurahan. Masing-
masing kelurahan terdapat 1 orang supervisor dan 3 orang koordinator
jumantik. SK G1R1J dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Poso tahun 2017. Surat Keputusan (SK) yang menerbitkan masih Dinas
kesehatan kab karena masih 1 kecamatan tetapi akan ditingkatkan menjadi SK
Bupati seiring dengan bertambahnya wilayah G1R1J, direncanakan tahun
2019.
Kegiatan G1R1J yang telah berjalan di wilayah Kecamatan Poso Kota
Selatan meliputi sosialisasi G1R1J di puskesmas melibatkan lintas sektor pada
lokmin tribulanan, pemasangan kartu kontrol jentik, pembuatan pojok abate,
penyuluhan G1R1J di sekolah dan kegiatan keagamaan, pelaporan data jentik
oleh koordinator jumantik (1-2 bulan sekali) ke pengelola DBD puskesmas.
Adapun pedoman yang dipakai dalam pelaksanaan G1R1J yaitu juknis tahun
2017 yang dikeluarkan oleh Ditjen P2PTVZ kementerian Kesehatan.
3.1.4.2. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di tingkat provinsi dan
kabupaten, menyebutkan bahwa sumber daya yang terlibat dalam pelaksanaan
program ini, secara struktur adalah pertama, dinas kesehatan provinsi
Sulawesi Tengah dan dinas kesehatan Kabupaten Poso yang terdiri dari
pengelola program/penanggung jawab DBD, kepala seksi penyakit menular
dan kepala bidang P2P. Kedua, informan di tingkat kecamatan yaitu tenaga
puskesmas yaitu kepala puskesmas, pengelola DBD, pengelola kesehatan
lingkungan, pengelola/penanggung jawab P2. Ketiga, ditingkat kelurahan yaitu
lurah. Keempat, koordinator jumantik yaitu orang yang dipilih dari RT/RW untuk
memantau kartu jentik di rumah-rumah masyarakat dan tempat-tempat
umum/ibadah serta melaporkannya ke supervisor jumantik. Kelima yaitu
jumantik rumah yaitu seseorang yang bertanggung jawab dalam memeriksa
tempat penampungan air dan menuliskan hasil pemeriksaannya di kartu jentik
di rumahnya.
87
Pengelola program baik itu di tingkat provinsi/ kabupaten maupun
kecamatan memiliki tugas untuk melakukan rekapitulasi jumlah supervisor dan
jumlah koordinator jumantik. Seperti diungkapkan dalam hasil wawancara
bersama pengelola program tingkat kabupaten.
“ ...rekapitulasi jumlah supervisor dan koordinator jumantik terlampir dalam SKyang dibuat oleh Dinkes Kab. Masing-masing kelurahan akan dipantau oleh 1supervisor jumantik dan 3 koordinator jumantik, sehingga setiap kelurahanmemiliki 4 orang kader terpilih sehingga untuk kecamatan Poso Kota Selatandengan 5 kelurahan memilih 20 orang yang terdiri dari 5 supervisor dan 15koordinator jumantik...” (Informan 3, Dinkes Kabupaten)
Serupa dengan Hasil wawancara yang diungkap oleh pengelola program
tingkat kecamatan :
“ ...untuk nama-nama supervisor dan koordinator jumantik di Puskesmas, adadipegang oleh PJ. DBD Puskesmas. setiap kelurahan memiliki 4 kader perkelurahan, tapi untuk nama-nama jumantik rumah di Puskesmas belumada...”(Informan 3, Puskesmas Kawua)
Secara alur, nama-nama supervisor dan koordinator jumantik yang ada pada
oleh penanggung jawab DBD Puskesmas kemudian diusulkan ke pengelola
DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Poso. Perekrutan nama-nama supervisor
dan koordinator jumantik di Kawua (wil ayah intervensi) dipilih berdasarkan
mekanisme dalam Juknis. Satu orang supervisor ditunjuk dari staf kelurahan.
Tiga orang koordinator jumantik ditunjuk mewakili dari puskesmas dan dari
setiap RT/RW nya kelurahan.
“...iya, puskesmas yang mengusulkan nama-nama koordinator dan supervisorjumantik ke dinas, melalui PJ DBD, jadi ada mekanismenya... ” (Informan 1,Puskesmas Kawua)
Nama-nama supervisor dan koordinator jumantik yang diterima
penanggung jawab DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Poso direkap dan
diterbitkan ke dalam surat keputusan (SK) penetapan supervisor dan
koordinator jumantik di wilayah Kecamatan Poso Kota Selatan. Penanggung
jawab DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Poso lalu melaporkan ke Dinas
Kesehatan Provinsi dalam bentuk rekapitulasi yang dilampirkan dalam SK. Dari
SK supervisor dan jumantik yang diserahkan oleh kabupaten ke pengelola
provinsi kemudian dikumpulkan dan direkap kembali dalam bentuk laporan
kegiatan program Arbovirosis. Laporan rekapitulasi ini dilakukan setiap tahun,
88
data terakhir laporan rekapitulasi yang ada dan diolah pengelola program DBD
tingkat provinsi yakni tahun 2017.
Sumber daya manusia yang terlibat dalam G1R1J di wilayah Kecamatan
Poso Kota Selatan meliputi 5 kelurahan dimana setiap kelurahan terdapat 1
orang supervisor jumantik dan 3 orang koordinator jumantik. Koordinator
jumantik sebagian besar merangkap tugas sebagai kader lainnya seperti kader
TB, kader posyandu. Sedangkan supervisor jumantik merupakan pegawai
kelurahan. Hal ini menjadi kendala bagi koordinator jumantik dalam
menjalankan tugasnya karena rangkap tugas tersebut dan juga kesibukan
lainnya seperti urusan keluarga, kegiatan sosial dan keagamaan.
Dalam proses pengadopsian program gerakan satu rumah satu jumantik,
berbagai pihak yang terlibat yaitu dinas kesehatan provinsi dan dinas
kesehatan kab. dan puskesmas harus memiliki dasar pengetahuian yang
cukup tentang implementasi pelaksanaan PSN 3 M Plus dengan gerakan satu
rumah satu jumantik. Melalui pelatihan dan bimbingan teknis baik yang diterima
maupun yang diberikan ke kepada kader jumantik. akan tetapi pada tahap ini
tidak semua informan yang pernah mendapatkan pelatihan tentang
pelaksanaan PSN 3 M Plus dengan Gerakan 1R1J.
Dari hasil wawancara di Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten maupun
tingkat kecamatan menyebutkan bahwa ada yang sudah menerima, dan ada
yang belum menerima pelatihan. Ada yang sudah memberikan pelatihan
kepada kader, dan ada juga yang menjawab belum sama sekali dilakukan
pelatihan kepada kader jumantik.
“ ...iya, saya sudah mengikuti pelatihan tetapi baru satu kali. pengelolaDBD diundang ke Palu (Informan 1, Dinkes provinsi)...”
Serupa dengan hasil wawancara di tingkat kecamatan/puskesmas
mengatakan bahwa :
“...iya ada, waktu pertemuan dengan dinas kesehatan tahun 2017sekaligus dengan pelatihan GIRIJ. Pada waktu itu yang ikut ada 6 orangdiantaranya kepala PKM, dan petugas lain serta semua kader jumantik 20orang...” (Informan 1, Puskesmas Kawua)
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan pelatihan yang mereka terima sangat
terbatas kepada unsur-unsur tertentu yang mewakili. Tidak semua pengelola
program DBD baik itu dinas kesehatan provinsi maupun kabupaten serta
puskesmas terlibat dalam pelatihan tersebut sehingga pengetahuan yang
89
diterima pada saat pelatihan hanya sampai pada satu unsur saja. Sejauh ini
pelatihan hanya dilakukan satu kali pada saat program ini disosialisasikan yaitu
pada tahun 2017. Sebaliknya, meskipun umumnya informan mengatakan tidak
pernah mengikuti pelatihan, justru pengetahuan tentang gerakan 1 rumah 1
didapatkan melalui forum media lain seperti melalui buku petunjuk teknis dan
penelusuran dokumen di internet.
Hasil wawancara dengan salah satu informan mengatakan bahwa :
“...secara teknis, saya belum pernah menerima pelatihan secaralangsung tentang program ini. saya mengetahuinya hanya dengan membacabuku dari petunjuk teknis, Bekal saya dari dulu sudah pernah terlibat dalampemberdayaan kesehatan lingkungan masyarakat, bagaimana mensupportmasyarakat supaya mereka terpicu. Hanya itu saja bekal saya...” (Informan 3,Dinkes Provinsi)
Serupa dengan apa yang diungkapkan oleh informan di tingkat
Puskesmas/ kecamatan bahwa
“...untuk bimtek khusus dan pelatihan tentang G1R1J, saya belum dapatpelatihan. Sebagai PJ.DBD saya hanya belajar dari internet tentang gerakan 1rumah 1 jumantik...” (Informan 3, Puskesmas Kawua)
Pada tahap pengenalan program inovasi DBD, mereka sadar bahwa ia
kekurangan informasi tentang adanya program gerakan 1 rumah 1 jumantik,
tetapi ia menaruh minat khusus dengan mencari tahu lebih banyak tentang
pengetahuan teknis pemberantasan sarang nyamuk dan pengetahuan prinsip
dasar berkenaan pengetahuan mengenai apa itu demam berdarah, bagaimana
penyebarannya, dan sebagainya, melalui forum media lain yakni buku dan
internet.
Pada tahap pengenalan ini, dinas kesehatan provinsi dan dinas
kesehatan kabupaten serta puskemas merupakan pemegang program,
ketiganya menerapkan ide-ide atau pengetahuan yang diterimanya ke dalam
sistem sosial dan anggotanya melalui pelatihan/bimbingan teknis. Sistem sosial
yang dimaksud adalah yang terlibat dalam struktur keorganisasian gerakan 1
rumah 1 jumantik.
Sejauh ini Dinas Kesehatan Provinsi belum pernah memberikan
pelatihan dalam bentuk model pelatihan yang semestinya seperti yang
dikatakan dalam wawancara bersama salah satu informan Dinas Kesehatan
Provinsi bahwa :
90
“...Dalam 3 tahun terakhir belum ada pelatihan, yang ada hanyasosialisasi tentang DBD. Kurangnya model pelatihan tentang DBD untukpemegang program/kader. Sehingga model pelatihan DBD perlu ada standaryang jelas...”. (Informan 3, Dinkes Provinsi)
Pelatihan G1R1J yang diberikan Dinkes Kabupaten kepada supervisor
dan koordinator jumantik belum pernah dilakukan, akan tetapi hanya berupa
sosialisasi dan bimbingan kepada Puskesmas kemudian Puskesmas
melakukan sosialisasi kepada supervisor & koordinator jumantik di wilayahnya.
Dapat disimpulkan bahwa untuk menyebarkan pengetahuan ide-ide
inovasi program G1R1J melalui kegiatan pelatihan, dari dinas kesehatan
sendiri tidak pernah/belum pernah melakukan model pelatihan dengan standar
yang jelas. Artinya penyampaian pengetahuan tentang gerakan 1 rumah 1
jumantik yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi melalui bentuk sambil lalu.
Ketika ada sosialisasi di daerah, disaat itu pula dilakukan pelatihan kepada
penerima program tersebut berupa pengetahuan teknis tentang gerakan 1
rumah 1 jumantik dan pengetahuan prinsip berkenaan apa itu penyakit demam
berdarah, upaya-upaya pengendalian penyakit DBD dan jumantik.
Pelatihan G1R1J yang diberikan Dinkes Kabupaten kepada supervisor
dan koordinator jumantik belum pernah dilakukan, akan tetapi hanya berupa
sosialisasi dan bimbingan kepada Puskesmas kemudian Puskesmas
melakukan sosialisasi kepada supervisor & koordinator jumantik di wilayahnya.
Mereka mensosialisasi PSN 3 M plus dalam kegiatan gerakan 1 rumah 1
jumantik. Pemahaman tentang bagaimana tugas dan tanggung jawab
koordinator jumantik, cara pemantauan jentik, mengisi kartu jentik serta tata
cara melaporkan hasil pemantauan. Ada perbedaan, jika dulunya koordinator
yang lebih aktif memantau dan mencatat jentik di kartu jentik di setiap rumah,
sekarang tugas mereka hanya memantau kartu jentik di setiap rumah jumantik..
“...Belum pernah dilakukan pelatihan teknis secara khusus hanyadiberikan sosialisasi saja...” (Informan 2/Dinkes Kabupaten)”
Sosialisasi merupakan forum yang selama ini digunakan oleh pemegang
program puskesmas dalam memberikan pengetahuan teknis tentang gerakan 1
rumah 1 jumantik. Bimbingan teknis merupakan salah satu bagian terpenting
dalam tugas pemegang program dinas kesehatan maupun puskesmas untuk
memberikan pengembangan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan
sumberdaya manusia dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
91
Bimbingan teknis perekrutan dan pelatihan jumantik oleh pengelola DBD Dinas
Kesehatan Kabupaten. Bimbingan teknis dilakukan saat perekrutan jumantik
rumah yang dilakukan langsung ke jumantik rumah terpilih dari rumah yang
dibagikan kartu kontrol saat pembagian kartu. Bimbingan ini dibantu oleh
supervisor jumantik, koordinator jumantik, petugas puskesmas yaitu pengelola
DBD. Bimbingan teknis ini berupa penjelasan langsung saat pembagian kartu
kontrol ke rumah-rumah di lima Kelurahan yang ada di Kecamatan Poso Kota
Selatan”
Hal serupa juga dikatakan oleh Informan di Puskesmas Kawua bahwa
“...Dalam perekrutan jumantik rumah ada bimbingan dari DinasKesehatan Kabupaten tetapi hanya ke pengelola DBD puskesmas...” (Informan3, Puskesmas Kawua)
Informan tersebut juga mengatakan bahwa :
“...Ya diberikan saat sosialisasi, untuk bimbingan teknis khusus belumpernah...” (Informan 3, Puskesmas Kawua)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut disimpulkan bahwa selama ini
kegiatan bimbingan teknis dalam perekrutan sumber daya yang terlibat dalam
program G1R1J oleh Dinas Kesehatan Kabupaten sudah dilakukan dua kali
yaitu pada saat sosialisasi dan pelatihan teknis yang dihadiri oleh kader dan
pengelola DBD di puskesmas. Sosialisasi dan pelatihan ini terkait tugas
sebagai koordinator jumantik dan supervisor jumantik. Kemudian bimtek
jumantik rumah dilakukan secara langsung pada saat kader jumantik
membagikan kartu kontrol ke setiap jumantik rumah. Dalam melakukan
bimbingan teknis tersebut dibantu oleh supervisor jumantik, koordinator
jumantik dan pengelola DBD Puskesmas. Bimbingan teknis perekrutan ini
sudah dilakukan di lima kelurahan di Kecamatan Poso Kota Selatan.
Menurut salah satu informan kendala yang ditemukan dalam melakukan
sosialisasi maupun bimbingan teknis kepada masyarakat yaitu kurangnya minat
masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan sebagai kader/koordinator
jumantik maupun jumantik rumah. Terlebih jika dikatakan bahwa tugas sebagai
kader/koordinator jumantik itu secara sukarela yang artinya bahwa pekerjaan
yang dilakukannya itu tanpa imbalan. Dalam perekrutan banyak warga yang
menolak sebagai kader jumantik sehingga tenaga sumber daya dalam
penyebaran program jumantik ke masyarakat sangat terbatas. Menurut hasil
92
wawancara menyebutkan bahwa materi yang diberikan saat bimbingan
/pelatihan berupa petunjuk teknis pada saat di lapangan, memberikan
pengetahuan tentang tugas dan tanggung jawab koordinator jumantik dan
supervisor jumantik, serta tugas jumantik rumah.
3.1.4.3. AnggaranDari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan bahwa bisa
dikatakan hampir semua pemegang program baik itu Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten dan puskesmas mengetahui sumber-
sumber pendanaan dalam gerakan 1 rumah satu jumantik. Menurut hasil
wawancara bersama informan di Dinas Kesehatan Provinsi mengatakan
bahwa dana APBN tidak ada melainkan dana APBD, akan tetapi tidak
membiayai gerakan 1 rumah 1 jumantik.
“...Dana dalam APBN tidak ada. Dalam APBD berupa pengadaan logistikmalation, abate, alat foging. Program terpilih saja yang dibiayai APBD karenaharus menanggung kegiatan program lainnya yang tidak dibiayai oleh pusat...”(Informan 1, Dinkes Provinsi)
Lebih lanjut bisa dilihat dari hasil wawancara bersama penanggung jawab DBD
Dinas Kesehatan Provinsi yang mengatakan bahwa sebaiknya mengambil
dana bersumber swadaya seperti dana kelurahan atau dana desa serta tidak
mengandalkan dana BOK.
“...akan tetapi saya sarankan ambil di dana kelurahan atau desa karena kitatakutkan kalau ambil dana BOK sewaktu-waktu dananya macet, jadi kitabersumber swadaya dari situ...” (Informan 2, Dinkes Provinsi)
Berdasarkan wawancara dengan informan tersebut bahwa lebih baik
lagi jikalau koordinator jumantik tidak mengharapkan honor, kalaupun ada
honor maka diharapkan honor yang diberikan sesuai dengan SBU (standar
biaya umum) yang berlaku di wilayah kerja koordinator jumantik masing-
masing. Selain itu, diharapkan pemberian honornya mengikuti aturan-aturan
keuangan seperti SBU serta honornya disesuaikan juga dengan beban kerja.
Jika honornya misalnya 500.000 tetapi turunnya 1 bulan satu kali, tidak
mungkin dibayarkan 500.000, jadi harus masuk akal. Besaran honor
dilapangan selama ini bersumber dari dana BOK Puskesmas.
“...Pengendalian penyakit harus melibatkan masyarakat langsung, kalau tidakkita akan terseok-seok karena pembiayaanya kecil. Kalau sudah terlibatmasyarakat dari terkecil dalam hal ini anggota masyarakat terlibat maksimal,maka itu tidak perlu biaya...” (Informan 2, Dinkes Provinsi)
93
Dari hasil wawancara kedua informan tersebut ada dua jawaban yang berbeda
dimana menurut kedua informan tersebut diketahui penggunaan dana kegiatan
GIRIJ bersumber dari dana BOK yang hanya diperuntukkan untuk bantuan
transportasi bagi koordinator jumantik dan supervisor. Pilihan lain yang
ditawarkan pengelola DBD Dinas Kesehatan Provinsi yaitu pendanaan
operasional dalam kegiatan G1R1J juga dapat diambil dari dana kelurahan
atau desa karena sifatnya swadaya, artinya anggaran tersebut berasal dari
masyarakat dan diperuntukkan untuk masyarakat. Kegiatannya bisa
dimasukkan dalam anggaran kegiatan program PHBS kelurahan.
Terkait pendanaan biaya operasional dan insentif tenaga koordinator jumantik,
dapat diketahui melalui hasil wawancara dua informan dibawah ini :
Informan Kepala Seksi P2 mengatakan :
“...Pendanaan 1R1J awalnya dari anggaran Dinkes Kabupaten tapi hanyasetengah tahun di tahun 2018 yaitu sebesar Rp. 50. ribu per bulan untuktransportasi per kader, kemudian dialihkan ke dana BOK Puskesmas...”(Informan 2, Dinkes Kabupaten Poso)
Berikut lebih dijelaskan lagi dalam wawancara bersama pengelola DBD
Puskesmas Kawua.
“...Pendanaan bersumber dari BOK puskesmas, Pendanaan hanya diberikankepada kader jumantik baik itu biaya operasional yang diberikan ketika kaderturun lapangan yang didapatkan 3 bulan sekali...” (Informan 2, PuskesmasKawua)
Sumber pendanaan insentif dan transport kader jumantik awalnya (tahun 2018)
bersumber dari dinas kesehatan kabupaten, kemudian dialihkan ke dana BOK
puskesmas dengan rincian biaya transport (insentif) yang diterima sebesar
Rp.50.000 per bulan. Uang transport tersebut dibayarkan setiap triwulan ketika
kader turun ke lapangan. Namun, di sisi lain menurut informasi dari kader
Jumantik tersebut mengatakan bahwa “
“...insentif yang diterima hanya 50.000 dipotong pajak 3000, jadi totalnya47.000 diterima setiap 3 bulan. Jadi 47.000 dikali 3 bulan menjadi 151.000,sumber dana dari pengelola kabupaten. Insentif yang kami terima tidak cukupsehingga mau tidak mau kerja kami di lapangan tidak maksimal...”
Kenyataan inilah yang menyebabkan semangat para koordinator jumantik
terkadang menjadi berkurang, selain karena mereka juga merangkap sebagai
94
kader lainnya seperti kader tuberkulosis (TB) dan kader posyandu. Inilah salah
satu faktor penghambat yang dirasakan oleh kader jumantik.
3.1.4.4. Sarana dan PrasaranaSarana dan Prasarana merupakan alat penunjang terpenting dalam
pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik, tanpa sarana dan prasarana yang
baik dan memadai kegiatan kader jumantik dan jumantik rumah dalam
pemantauan dan pencatatan laporan tidak berjalan dengan apa yang
diharapkan selama ini. Hal ini di dukung oleh pengelola program di Dinas
Kesehatan Provinsi.
“...Kami sangat prioritaskan hal-hal tersebut karena harapannya kami akanlebih mensupport sehingga kita bisa mencapai harapan untuk deteksi jentik...”(Informan 1, Dinkes Provinsi)
Alat transportasi yang digunakan oleh koordinator jumantik berupa milik
pribadi, seperti yang disampaikan informan di Dinas Kesehatan Provinsi :
“...sarana yang tansportasi yang digunakan kader jumantik dalam mobilitasnyamenggunakan transportasi masing-masing pribadi...” (Informan 1, DinkesProvinsi)
Informasi yang sama juga disampaikan oleh informan di Dinas Kesehatan
Kabupaten :
“...Sarana transportasi menggunakan kendaraan pribadi karena pendanaanhanya Rp. 50 rb perbulan...” (Informan 3, Dinkes Kabupaten)
Dinas Kesehatan Kabupaten belum dapat menyediakan alat transportasi bagi
koordinator jumantik dalam menjalankan tugasnya, akan tetapi diberikan
bantuan transportasi berupa biaya transportasi yang menurut koordinator
jumantik jumlahnya masih minim.
“...Ada dana transpot sebesar 50 ribu rupiah, yang sebenarnya tidak mencukupiuntuk transpor selama sebulan...” (Informan 1, Koordinator Jumantik)
Menurut informasi dari Dinas Kesehatan Provinsi menjelaskan sarana
yang digunakan dalam gerakan 1 rumah 1 jumantik awalnya setiap kabupaten
diberikan KIT PSN sebagai stimulan kemudian dilanjutkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten. KIT yang diberikan tersebut tidak bisa diberikan secara
keseluruhan. Hanya beberapa saja yang kita berikan. Alat pelindung diri (APD),
foging, larvasida, termasuk logistiknya diberikan. Kesemuanya tidak diberikan
secara rutin melainkan diberikan sesuai dengan kebutuhan. Dinas Kesehatan
Provinsi menjadi seperti buffer (penyangga) yang senantiasa menyediakan
95
yang diperlukan Dinkes kabupaten. Apabila stok Dinkes Provinsi kehabisan
maka mereka mencarikan sumber yang menyediakan bagi Dinkes Kabupaten.
Sarana tersebut digunakan kader jumantik selama melakukan kegiatan
pemantauan jentik, kunjungan ke rumah jumantik, sosialisasi, dan pelaporan.
Adapun Puskesmas Kawua menyediakan sarana penunjang berupa senter dan
larvasida, sedangkan sebagian sarana lain seperti kendaraan, paku tindis untuk
menggantung kartu kontrol jentik digunakan dari dana pribadi masing-masing
kader jumantik. Hal ini bisa dilihat dari hasil wawancara dengan Kepala
Puskesmas Kawua bahwa sarana yang dipergunakan:
“...abate, dan ada juga senter dari kesling puskesmas, hanya baterai biasadisiapkan oleh Dinkes. Ada call center untuk abate di Dinkes jika puskesmasmembutuhkan...” (Informan 1, Puskesmas Kawua)
“...untuk kendaraan menggunakan kendaraan pribadi dari PJ DBD berupamotor...” (Informan 2, Puskesmas Kawua)
Fasilitas sarana berupa pengadaan logistik PSN berupa senter, baterai,
buku petunjuk (pedoman), ATK (alat tulis) tas dan larvasida (abate) serta
pengadaan kartu jentik (kartu kontrol) untuk dibagikan ke semua rumah di lima
kelurahan, formulir laporan koordinator dan supervisor jumantik, serta biaya
transportasi. Kesemuanya disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dalam
mendukung operasional koordinator jumantik. Namun hal tersebut disesuaikan
dengan anggaran yang ada dan terbatas. Seperti transportasi (kendaraan
operasional) kader jumantik, selain menggunakan kendaraan pribadi juga
menggunakan kendaraan dinas puskesmas.
“...biasanya menggunakan mobil Puskesmas Keliling menumpang ke desauntuk survei dan pembagian kartu...” (Informan 3, Puskesmas Kawua)
Lanjut, ditambahkan oleh informan :
“...Menggunakan kendaraan pribadi, tidak ada angkutan, hanya jika bertepatandengan kegiatan lain seperti Posyandu maka diikutkan ke lokasi tersebut...”(Informan 3, Puskesmas Kawua)
Selain menggunakan kendaraan pribadi, biasanya juga menggunakan
kendaraan puskesmas ke lokasi tertentu saja ketika bertepatan dengan
kegiatan posyandu atau kegiatan kunjungan oleh tenaga puskesmas di lokasi
tersebut.
96
3.1.4.5. Pemberdayaan MasyarakatGerakan 1 Rumah 1 Jumantik atau disingkat dengan G1R1J adalah
gerakan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dengan melibatkan
setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik
nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya DBD melalui
pembudayaan PSN 3M Plus. Artinya setiap rumah/ keluarga, ada salah
seorang jumantik anggota keluarga yang berperan sebagai jumantik rumah.
Dalam suatu wilayah RT akan dilakukan pembentukan G1R1J, terdiri dari
orang-orang yang akan bertanggung jawab sebagai jumantik rumah, jumantik
lingkungan, koordinator jumantik, dan supervisor jumantik.
Di Kabupaten Poso, G1R1J telah melibatkan lintas sektor kabupaten,
pemerintahan kecamatan maupun kelurahan dan tokoh masyarakat. Ada 3
kegiatan yang terkait dengan keterlibatan lintas sektor yang telah dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Poso maupun Puskesmas Kawua antara lain
kegiatan Jumpaberlian, Detektif Cilik dan Lokakarya Mini Tribulanan
Puskesmas Kawua.
1) Program Jumpaberlian (Jumat Pagi Bersih Lingkungan)
Program jumpaberlian sudah berjalan di wilayah Kabupaten Poso
sejak tahun 2015 dan berlaku di seluruh kecamatan. Kegiatan ini di inisiasi
oleh pemerintah Kabupaten Poso yaitu Bupati Poso yang tujuannya untuk
menghimbau kepada seluruh warga masyarakat untuk melakukan kegiatan
bersih lingkungan baik di sekitar rumah maupun tempat-tempat
umum/tempat ibadah. Kegiatan Jumpaberlian ini melibatkan seluruh
satuan kerja (organisasi perangkat daerah/OPD) termasuk dinas
kesehatan dan masyarakat di wilayah Kabupaten Poso.
“...Dalam jumpaberlian melibatkan banyak satker diluar dinkes, sertapemerintah kecamatan dan kelurahan...” (Informan 2, Dinkes Kabupaten)
Kegiatan ini juga dilakukan secara rutin di Kecamatan Poso Kota Selatan
dan melibatkan lima kelurahan di wilayah Kecamatan Poso Kota Selatan.
Kegiatan jumpaberlian yang dilakukan di masing-masing kelurahan di
koordinir oleh lurah. Kegiatan jumpaberlian yang dilaksanakan di
Kabupaten Poso kendalanya belum dilakukan seluruh masyarakat,
masyarakat belum mandiri dan aktif melakukan kegiatan ini. Kegiatan ini
masih bersifat insidental dan dikoordinir oleh camat dan lurah. Demikian
97
pula yang terjadi di Kelurahan Kawua. Kegiatan Jumpaberlian yang
dikoordinir oleh camat dilakukan terjadwal setiap minggu sekali dengan
lokasi yang berpindah dan bergiliran disetiap kelurahan. Kegiatan ini
melibatkan tokoh masyarakat di wilayah kelurahan di Kecamatan Poso
Kota Selatan.
2) Detektif Cilik
Di Kabupaten Poso yaitu di 4 kecamatan telah dilakukan pemilihan
detektif jentik anak sekolah yaitu Kecamatan Poso Kota, Kecamatan Poso
Kota Utara, Kecamatan Poso Kota Selatan dan Kecamatan Lage. Detektif
jentik dipilih dari setiap sekolah dasar yang ada di wilayah empat
kecamatan tersebut. Pembentukan detektif cilik anak sekolah dikoordinir
oleh puskesmas. Para detektif cilik ini bertugas memantau jentik dan
membersihkan jentik disekolah mereka masing-masing.
“...Kami membentuk jumantik/detektif cilik yang mana mereka ini nantinyayang bertanggungjawab memantau jentik di sekolahnya. Peralatan yangdiberikan yaitu berupa baju kaos, senter dan tas...” (Informan 1,Puskesmas Kawua)
Keberadaan detektif cilik ini diharapkan akan membantu koordinator
jumantik untuk memantau jentik nyamuk yang ada tempat penampungan
air di sekolah. Para detektif cilik ini juga dibekali peralatan survei jentik
serta sebelumnya dilakukan sosialisasi di sekolah-sekolah (sekolah dasar)
di wilayah 4 kecamatan di Poso Kota. Akan tetapi ada beberapa kendala
yaitu belum terlaporkannya dengan baik (kontinyu) hasil pemeriksaan jentik
oleh detektif cilik pada kartu jentik dan peran siswa sebagai detektif cilik
akan berakhir ketika sudah tamat sekolah dasar dan belum ada upaya
regenerasi/pergantian peran sebagai detektif cilik.
3) Lokakarya Mini Tribulan Puskesmas
Lokakarya mini tribulan Puskesmas Kawua dilakukan setiap 3 bulan yaitu
pada minggu kedua di ruang pertemuan Puskesmas Kawua. Kegiatan ini
bertujuan untuk menyampaikan hasil kegiatan puskesmas, evaluasi
kegiatan puskesmas dan mendengarkan usulan/pendapat dari lintas sektor
terkait kegiatan puskesmas. Kegiatan ini melibatkan lintas sektor antara
lain camat, lurah, pihak sekolah, tokoh masyarakat, tokoh agama, kader
termasuk para koordinator jumantik dan supervisor jumantik. Pertemuan ini
98
membahas kegiatan upaya kesehatan masyarakat esensial yang dilakukan
puskesmas selama 3 bulan yang telah berjalan.
“...UKM esensial dibawahi oleh PJ UKM jadi laporan dbd akan dipantaudisitu...” (Informan 2, Puskesmas Kawua)
Pelaporan DBD termasuk didalamnya laporan pemeriksaan jentik yang
dilaporkan oleh koordinator jumantik akan diberikan pengelola DBD
puskesmas kepada penanggung jawab UKM.
3.1.4.6. Dukungan dan Hambatan
Dukungan
Bupati Poso sangat memperhatikan & memprioritaskan kebersihan di
wilayah Kabupaten Poso terutama di wilayah Poso Kota Bersaudara
melalui kegiatan “Jumpaberlian” sehingga kegiatan G1R1J melalui
jurbastik (PSN 3M plus) juga mendapat dukungan dan perhatian dari
Bupati Poso
“...Karena kebijakan pemda bupati poso, beliau sangat konsistenmemperhatikan kebersihan diwilayah kab poso melalui JUMPABERLIAN,terutama diwilayah perkotaan...” (Informan 1, Dinkes Kab Poso)
Beberapa faktor pendukung antara lain :
a. Kebijakan Pemerintah daerah sangat mendukung dan konsisten dalam
memperhatikan kebersihan lingkungan di wilayah Kabupaten Poso
melalui program JUMPABERLIAN terutama di wilayah perkotaan
b. Adanya Kerjasama lintas sektor terutama terutama camat, lurah, RT,
tokoh masyarakat, dan PKM dalam mensosialisasikan gerakan 1
rumah 1 jumantik.
c. Respon masyarakat cukup baik dalam menerima sosialisasi program
PSN 3 M Plus melalui gerakan 1 rumah 1 jumantik, baik di tingkat
kecamatan, maupun di tingkat kelurahan.
d. Dukungan dari dinkes kabupaten berupa operasional, pembinaan /
pelatihan dan sosialisasi tentang program gerakan 1 rumah 1 jumantik
yang berkelanjutan
e. Peran serta dan kerjasama yang baik antara koordinatar jumantik dan
warga dalam menumbuhkembangkan kesadaran hidup sehat dan
99
kemauan warga untuk terlibat sebagai jumantik rumah di setiap
lingkungan RT/RW
f. Camat, lurah, maupun RT/RW nya sangat antusias dalam kegiatan ini.
mereka ikut mendukung pelaksanaan kegiatan ini dalam
menggerakkan masyarakat untuk terlibat aktif dalam program
Hambatan
Dalam suatu program, selalu ditemukan hambatan baik di
Pengelola Program Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten, Pengelola
Program di Puskesmas Kecamatan, Camat, Lurah, RT/RW maupun
koordinator jumantik untuk mensukseskan program gerakan 1 rumah 1
jumantik di wilayah kecamatan Poso Kota Selatan khususnya di wilayah
intervensi (kelurahan Kawua) dan di wilayah non intervensi (Kelurahan
Sayo). Agar program ini dapat diterima dan diadopsi oleh masyarakat,
bukanlah hal yang mudah, Beberapa hambatan yang ditemui yaitu :
1. Pendanaan operasional yang kurang mendukung
2. Belum semua memahami kegiatan gerakan 1 rumah 1 jumantik
termasuk pengelola program DBD.
“...Dari pihak puskesmas saja ada yang belum paham tentanggerakan 1R 1J, mereka belum sadar bahwa itu tugasnya...” (Informan3, Dinkes Provinsi)
3. Aktivitas masyarakat perkotaan yang sibuk sehingga petugas
kesehatan dan koordinator jumantik mengalami kesulitan dalam
melakukan survei jentik. Kemudian ditemukan, ada gedung-gedung
atau rumah kosong yang sulit untuk dimasuki, oleh karenanya
masalah tersebut diserahkan pada kelurahan untuk melakukan cek
masalah jentiknya.
4. Ditemukan penjualan larvasida (abate) diluar program sehingga
menjadi tidak gratis.
5. Masyarakat yang masih belum berpartisipasi aktif dalam
membersihkan TPA dirumah masing-masing dan mengisi kartu
kontrol.
“...Kalau penghambat biasanya banyak masyarakat yang sibukdengan aktivitas sehingga biasanya petugas untuk melakukan surveijentik mengalami kesulitan untuk memeriksa, ada gedung-gedung
100
atau rumah kosong yang sulit untuk dimasuki, makanya kamimenyerahkan pada Kelurahan untuk melakukan cek masalahjentiknya...”(Informan 1, Dinkes Kab Poso)
6. Tidak ada sarana transportasi seperti motor untuk petugas, serta
adanya tugas rangkap yang menjadi tanggung jawab lain dari
petugas
7. Sosial budaya masyarakat yang berbeda-beda, Karakteristik
pekerjaan masyarakat seperti ada petani, berkebun dan pegawai
jadi kesibukkannya berbeda-beda. Ada yang menerima petugas dan
ada yang menolak petugas untuk rumahnya disurvei jentik.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya mencegah penularan DBD
melalui G1R1J masih rendah.
“...Jadi dbd ini bila tidak ada kasus akan menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja, akan tetapi jikalau sudah ada kasus dbd maka semuaakan berteriak melapor, dan dbd akan menjadi hal terdepan...”(Informan 1, Dinkes Kabupaten)
C. Saran
Saran yang dikemukakan oleh informan antara lain :
1. Sebaiknya penyampaian program dilaksanakan secara
kalaboratif yakni dari tingkat pusat dengan lintas program
dan lintas sektor. Lebih ditingkatkan kerjasama lintas sektor,
lintas program, pemerintah setempat dan PKK, semua
dilibatkan dan bersinergi. Perlu penekanan tentang betapa
besar manfaat dari kegiatan program rumah 1 jumantik,
perlu meningkatkan kerja sama lintas sektor dan lintas
program untuk mendukung Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
dalam penanggulangan DBD.
“...diperlukan kerja sama lintas sektor, lintas program, PKK,yang dalam hal ini memegang peranan penting. Semuanyaperlu dilibatkan, dengan demikian upaya yang dicapai bisabersinergi...” (Informan 2, Dinkes Kab Poso)
Dinkes Provinsi juga menyampaikan saran tentang manfaat
pelaksanaan G1R1J juga dapat dimasukan menjadi indikator
lomba desa/kelurahan sehat.
101
“...Perlu penekanan tentang betapa besar manfaatnya yangnantinya dapat dimasukkkan dalam salah satu variabel untuklomba desa sehat....” (Informan1, Dinkes Provinsi)
2. Pelaporan perlu diperbaiki karena masih ada data yang tidak
tercatat. Semua pengelola baik puskesmas, kabupaten
maupun provinsi , masing-masing memiliki sistem pelaporan
(surveilans) yang baik yaitu ada bukti fisik secara terperinci
tentang ABJ. Selain itu perlu adanya feedback dari provinsi
maupun pusat, sehingga ada tolak ukur sampai dimana
kinerja petugas di kabupaten.
3. Melakukan sosialisasi ke masyarakat yaitu pertama dengan
mengundang seluruh warga dalam satu kelurahan; Kedua
khususnya disosialisasikan ke seluruh petugas puskesmas
(petugas kesehatan) seperti bidan, bukan hanya kepada
pemegang program yang terkait dengan DBD sehingga
masing-masing memiliki pemahaman dan dapat membantu
menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya
kegiatan ini. Ketiga, mengkampanyekan melalui media TV /
radio lokal berupa iklan atau konten. Pesan-pesan yang
disampaikan dalam media gaya bercerita dan narasi harus
sederhana dan mudah dipahami, memuat materi tentang
gerakan 1 Rumah 1 Jumantik serta cara mengisi kartu
kontrol yang ada di rumah warga.
3.1.5. Penggalangan Kerjasama3.1.5.1. Sosialisasi dan Workshop
Sosialisasi di wilayah Non Intervensi
Kegiatan sosialisasi pada wilayah non intervensi yaitu Kelurahan Sayo
dilaksanakan selama satu hari yang dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Poso, Kepala Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Poso,
Kepala Puskesmas Kawua, perwakilan Kecamatan Poso Kota Selatan,
Perwakilan Kantor Kelurahan Sayo, perwakilan tokoh masyarakat Kelurahan
Sayo, PJ DBD dan staf Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten
Poso, PJ DBD dan staf bagian Kesehatan Lingkungan Puskesmas Kawua,
Kader G1R1J Kelurahan Sayo (1 orang supervisor, 3 orang koordinator
102
jumantik). Dalam sambutan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso
menyampaikan Kabupaten Poso berada posisi ke 5 kasus demam berdarah
di Sulawesi Tengah. Fogging bukan solusi efektif dalam mencegah nyamuk
demam berdarah, tetapi ada solusi lain yang efektif yaitu gerakan 3M plus
menggunakan kelambu anti nyamuk. dan menggunakan krim anti nyamuk.
Gerakan yang diprakarsai pemerintah yaitu gerakan 1 rumah 1 jumantik yang
nantinya berkembang menjadi juru pembasmi jentik nyamuk. Disamping itu
banyak cara inovasi dalam mengembangkan dan mematikan nyamuk salah
satunya dengan mengembang biakan dalam suatu wadah, menjadi jentik
larva kemudian mematikan.
Tujuan kegiatan sosialisasi ini yaitu untuk memberikan pemahaman
dan pengetahuan tentang GIRIJ untuk menciptakan lingkungan yang sehat
dan sejahtera. Setelah sambutan dan pembukaan oleh Kadinkes kemudian
dilanjutkan dengan materi yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Poso yang berjudul “Pengetahuan Tentang DBD”. Beliau
mengatakan dalam materinya bahwa penyebab DBD adalah virus dengue,
bukan nyamuk yang menyebabkan DBD tetapi melalui gigitan nyamuk yang
menularkan virus dengue. DBD menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena DBD dapat menjadi fatal bila tidak ditangani dengan baik, DBD bisa
terjadi karena disebabkan perilaku manusia dan lingkungan. Distribusi kasus
DBD di Kecamatan Poso Kota Selatan yaitu di Kelurahan Sayo, Kawua dan
Bukit Bambu ada 9 kasus DBD. Materi kedua disampaikan oleh Kasie P2M
Dinas Kesehatan Kabupaten Poso yaitu tentang “Juknis Implementasi PSN
3M plus dan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik”. Dalam materinya disampaikan
bahwa setiap jumantik rumah dan jumantik anak sekolah wajib berperan serta
dalam pencegahan dan pengendalian DBD melalui “pembudayaan 3M Plus”.
Supervisor jumantik, koordinator jumantik dan jumantik rumah masing-masing
memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dan ketiganya harus bertanggung
jawab melaksanakannya. Kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik terdapat 2
kegiatan besar didalamnya yaitu pembentukan dan pemeliharaan. Kegiatan
pembentukan meliputi advokasi pejabat setempat, pelatihan kader, sosialisasi
PSN G1R1J, pengamatan jentik, dan PSN dengan larvasida. Kegiatan
pemeliharaan meliputi refresing kader (mencari tahu permasalahan
103
dilapangan), pelatihan kader jumantik, sosialisasi PSN GIRIJ: pada warga
dan jumantik serta lintas sektor, pengamatan jentik, PSN dengan Larvasidasi.
Gambar 5. Workshop dan sosialisasi jurbastik di wilayah intervensi
Sosialisasi di Wilayah Intervensi
Kegiatan sosialisasi pada wilayah intervensi yaitu Kelurahan Kawua
dilaksanakan selama satu hari yang dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Poso, Kepala Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Poso,
Kepala Puskesmas Kawua, perwakilan Kecamatan Poso Kota Selatan,
Perwakilan Kantor Kelurahan Kawua, perwakilan tokoh masyarakat Kelurahan
Kawua, PJ DBD dan staf Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten
Poso, PJ DBD dan staf bagian Kesehatan Lingkungan Puskesmas Kawua,
Kader G1R1J Kelurahan Sayo (1 orang supervisor, 3 orang koordinator
jumantik). Kepala Dinas Kesehatan dalam sambutannya menyampaikan
angka kejadian DBD semakin meningkat, Kabupaten Poso peringkat ke 4
angka kesakitan tertinggi dan ada 32 orang data dari RS yang terjangkit.
Upaya yang dilakukan harus dilakukan secara terpadu dan melengkapi.
Fogging salah satu upaya yang dilakukan slama ini, terkadang ada penolakan
oleh masyarakat, dengan alasan cara tersebut tidak efektif untuk dilakukan
karena hanya membunuh nyamuk dewasa saja sementara jentiknya masih
berkembang biak. Untuk nyamuk dewasa memiliki batas hidup belum cukup
satu tahun nyamuk tersebut akan mati. Untuk memutuskan siklus hidup, harus
104
membasmi jentik dan larvanya tadi. GIRIJ masih terbatas pada wilayah
tertentu, tapi kemungkinan gerakan ini bisa meluas hingga dibeberapa
daerah. Program-program yang dijalankan sekarang merupakan salah satu
langkah untuk menanggulangi penyakit endemik yang ada di Kabupaten
Poso.
“...Saya mengharapkan dengan adanya sosialisasi gerakan inimenambah pengetahuan kita dalam upaya menanggulangi penyakit DBDmelalui gerakan JURBASTIK....”(Kadis Kesehatan Kab Poso)
Materi pertama tentang “Situasi DBD di Kabupaten Poso dan
penanggulangannya” disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Poso. Dalam materinya dikatakan bahwa DBD merupakan salah satu penyakit
yang menjadi masalah kesehatan. Nyamuk menjadi vektor penular virus ke
manusia. Ada beberapa faktor penyebab : drainase yang kurang baik,
perilaku manusia, iklim penghujan yang berpotensi memunculkan genangan
air. IR Kabupaten Poso 81 per 100.000 penduduk, Kasus tertinggi ada di
Kelurahan Kayamanya, kemudian Kelurahan Kawua ada 9 kasus, dan
Kelurahan Mapane 2 kasus. CFR atau angka kematian, sebesar 0 kasus.
Materi kedua tentang “PSN 3M Plus” disampaikan oleh Penanggung Jawab
Program Arbovirosis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah (Muhadi,
SKM). Dalam materi disampaikan bahwa visi pengendalian DBD yaitu
terwujudnya individu dan masyarakat yang mandiri dalam mencegah dan
melindungi diri dari penularan DBD melalui optimalisais kegiatan PSN 3 M
Plus, disamping itu meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Sedangkan misi pengendalian DBD yaitu
mengedepankan aspek pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta
kemitraan multi sektor. Tujuan pengendalian DBD yaitu menurunkan angka
kematian DBD 1%, membasmi penularan DBD dengan mengendalikan
populasi vektor sehingga ABJ mencapai 90%, meningkatkan persentase
kabupaten/kota yang melaksanakan gerakan 1 rumah 1 jumantik 40 %.
Permasalahan yang terjadi sekarang dalam pelaksanaan pengendalian DBD
antara lain pemeriksaan jentik secara berkala belum berjalan sesuai dengan
prosedur, partisipasi masyarakat untuk melakukan pengendalian penyakit
DBD melalui pemberantasan sarang nyamuk 3 M plus masih belum optimal,
adanya aggapan masyarakat yang mengatakan fogging merupakan satu-
105
satunya jalan untuk memberantas DBD, serta belum optimalnya peran lintas
program maupun lintas sektor. Melaksanakan 3 M plus yaitu melibatkan
masyarakat langsung melalui G1R1J, melakukan kegiatan survei jentik
berkala sesuai presedur dan memperluas cakupan sasaran pemeriksaan
jentik, serta melibatkan lintas program dan promkes.
Workshop/Pelatihan di Wilayah Intervensi
Kegiatan workshop/pelatihan pada wilayah intervensi yaitu Kelurahan
Kawua dilaksanakan selama satu hari yang dihadiri oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Poso, Kepala Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten
Poso, Kepala Puskesmas Kawua, perwakilan Kecamatan Poso Kota Selatan,
Perwakilan Kantor Kelurahan Kawua, perwakilan tokoh masyarakat Kelurahan
Kawua, PJ DBD dan staf Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten
Poso, PJ DBD dan staf bagian Kesehatan Lingkungan Puskesmas Kawua,
Kader G1R1J Kelurahan Sayo (1 orang supervisor, 3 orang koordinator
jumantik).
Materi pelatihan tentang “Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J)”
disampaikan oleh Penanggung Jawab Arbovirosis Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tengah (Muhadi, SKM). Dalam materinya disampaikan perlu adanya
juru pemantauan jentik dalam melakukan pengawasan dan penyuluhan
kepada masyarakat agar melakukan PSN dengan 3M PLUS. Selain itu,
diperlukan peran serta keluarga dan masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian DBD. Masing-masing jumantik rumah, jumantik lingkungan,
koordinator jumantik dan supervisor jumantik perlu melaksanakan tugasnya
dengan baik. Jumantik Rumah bertugas mensosialisasikan PSN 3M plus di
keluarga, memantau tempat perindukan nyamuk, menggerakkan anggota
keluarga melakukan PSN 3M plus, mencatat hasil pemantauan pada kartu
jentik, Jumantik Lingkungan bertugas mensosialisasikan PSN 3M plus pada
TTU & TTI, memeriksa tempat perindukan nyamuk & melaksanakan PSN 3M
plus pada TTU & TTI, mencatat hasil pemeriksaan pada kartu jentik,
Koordinator Jumantik bertugas mensosialisasikan, menggerakan masyarakat,
membuat rencana / jadwal kunjungan, melakukan kunjungan dan pembinaan,
melakukan pemantauan jentik di rumah tak berpenghuni seminggu sekali,
membuat rekap hasil pemantauan jentik rumah, TTU, TTI sebulan sekali,
melaporkan hasil pemantauan kepada supervisor sebulan sekali. Supervisor
106
Jumantik bertugas untuk Memeriksa & mengarahkan rencana kerja
koordinator jumantik, memberikan bimtek kepada koordinator jumantik,
melakukan pembinaan & peningkatan keterampilan koordinator jumantik,
mengolah data ABJ, melaporkan ABJ ke Puskesmas sebulan sekali.
Setelah pemberian materi dilakukan diskusi kelompok untuk
merumuskan output/hasil dari kegiatan sosialisasi dan workshop di wilayah
intervensi Kelurahan Kawua antara lain membuat analisis masalah,
penyebab masalah, cara mengatasi masalah terkait penularan dan
pemberantasan DBD di Kelurahan Kawua serta membuat matriks rencana
kerja untuk 1 (satu) bulan kedepan yang akan dilakukan di Kelurahan Kawua
terkait pelaksanaan G1R1J.
Gambar 6. Workshop di wilayah intervensi
3.1.5.2. Kegiatan PendampinganTahap IPendampingan tahap 1 bertujuan untuk melakukan kegiatan Focus
Group Discussion (FGD) terhadap koordinator jumantik, supervisor jumantik,
kecamatan, kelurahan, RW, RT, tokoh masyarakat, tokoh agama tentang
permasalahan dalam pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik, melakukan
analisis masalah DBD, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah
tentang pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik, serta membuat rencana
kegiatan untuk 1 bulan kedepan setelah kegiatan pendampingan pertama
tentang pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik. Metode yang digunakan
dalam kegiatan ini antara lain Focus Group Discussion (FGD), Diskusi,
Penyusunan tindak lanjut, dan penyampaian rencana tindak lanjut. Kegiatan
107
FGD dilaksanakan di Ruang Pertemuan Kantor Kelurahan Kawua.
Pesertanya terdiri dari 4 orang kader yang meliputi 3 orang koordinator
jumantik dan 1 orang supervisor jumantik.
Pelaksanaan FGD dilakukan dalam 1 kelompok dan dipandu oleh
seorang peneliti sekaligus memfasilitasi kegiatan tersebut dan dibantu oleh 2
orang peneliti sebagai notulen kegiatan FGD. Keseluruhan peserta menggap
penyakit DBD merupakan penyakit berbahaya.
“...penyakit DBD berbahaya karena bisa menyebabkan kematian...”(Informan
1/Koordinator jumantik)
“...penyakit DBD sangat berbahaya dan menular melalui gigitan nyamuk..”
(Informan 2/Koordinator jumantik)
Keseluruhan peserta FGD telah mengetahui penyebab penyakit DBD,
penularan, gejala, penanganan dan pencegahan DBD.
Keseluruhan peserta mengatakan penyakit DBD dmenular melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti yang gejalanya panas naik turun selama 3-4 hari. Dua
orang peserta mengatakan DBD dapat dicegah dengan membersihkan
lingkungan rumah. Dua orang peserta mengatakan kebanyakan kasus DBD di
Kelurahan Kawua ditularkan saat penderita berada diluar kota (diluar
Kelurahan Kawua).
“...di Kawua ada 4 kasus DBD yang terjadi tetapi penyakit tersebut tidakdisebabkan dari lingkungan Kawua tetapi justru didapatkan dari luar Kawua...”(Informan 1/Koordinator jumantik)
“...seperti pengalaman kasus kemarin ada ibu yang berasal dari KelurahanKawua, suami bekerja di Morowali, kemudian ia membawa anaknya baptisandi Gereja morowali, selama 1 minggu.. selesai baptisan, anaknya mengalamipanas, akhirnya anaknya di bawa ke Poso untuk dirawat karena terkenagejala DBD...”(Informan 1/Koordinator jumantik)
“...Di wilayah kawua ada terjadi kasus DBD, yakni 3-4 orang tetapiasalnya bukan dari sini (Kawua)... mereka mau pergi natalan kemarin, merekaberasal dari morowali...” (Informan 2/Koordinator jumantik)
“...Baru-baru ini terjadi di Kawua seorang ibu asal penyakit dari palu ketikaada pelatihan disana selama 1-2 minggu... saat ke palu ibu tersebut sehatdan segar, tetapi sepulang dari palu ia panas lalu di rawat ke rumah sakitkarena positif terinfeksi DBD...”(Informan 1/Koordinator jumantik)
108
Jika ada temuan kasus yang dicurigai DBD koordinator jumantik selalu
melaporkan ke pengelola DBD di Puskesmas Kawua melalui telpon untuk
menunggu arahan selanjutnya dari puskesmas.
Semua koordinator jumantik rumah sudah mengetahui tentang gerakan 1
rumah 1 jumantik, mereka juga sudah pernah mendapatkan sosialisasi dari
Dinas Kesehatan Kabupaten dan Puskesmas Kawua.
“....ya informasi saya dapatkan langsung dari Dinkes Kabupaten pada saatsosialisasi 2 tahun yang lalu...” (Informan 3/Koordinator jumantik)
“...setiap rumah ada kartu jentik dan yang mengisi kartu jentik tersebut adalahtuan rumah..” (Informan 2/koordinator jumantik)
“...mereka akan mengisi kartu ketika di dapat ada jentik diberikan kode disitu...jika tidak ada jentik di sekitar rumah beri tanda negatif di kartu tersebut...”(Informan 1/koordinator jumantik)
Koordinator jumantik mengetahui bahwa disetiap rumah terdapat satu orang
yang ditunjuk sebagai jumantik rumah yang bertugas untuk memantau jentik
nyamuk di dalam dan luar rumah serta mengisi kartu jentik.
“...kami memasang kartu jentik yang dibagikan di setiap rumah tangga lalukami memberikan pengetahuan kepada mereka...” (Informan 1/koordinatorjumantik)
Seluruh koordinator jumantik juga pernah diberikan sosialisasi tentang G1R1J
baik oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Poso maupun Puskesmas Kawua,
selanjutnya mereka melakukan sosialisasi G1R1J ke masyarakat baik melalui
kegiatan keagamaan (ibadah rumah tangga) maupun pertemuan di
lingkungan RT. Kegiatan sosialisasi belum berjalan rutin karena keterbatasan
waktu dan kesibukan masing-masing koordinator jumantik.
“...Ya.. Pernah, Sosialisasi ke masyarakat dilakukan tahun 2018, sekitar 10rumah, materi yang diberikan tentang 3M namun tidak secara rutin...”(Informan 3/koordinator jumantik)
“...Untuk penyampaian sosialisasi kami juga mendatangi di perkumpulankegiatan ibadah nasrani atau syukuran.. karena disini banyak nasrani jadikami melakukan pertemua di tempat-tempat ibadah seperti gereja...”(Informan 2/koordinator jumantik)Koordinator jumantik melakukan pemeriksaan terhadap kartu yang telah
dibagikan disetiap rumah akan tetapi rutinitas pemeriksaan kartu tidak sesuai
juknis yaitu setiap minggu melainkan lebih dari seminggu.
109
“...kami turun langsung ke warga untuk mengambil data dari rumahwarga..kemudian kami mengisi blanko untuk dilaporkan ke puskesmas...”(Informan 3/koordinator jumantik)
“...Setiap rumah ada stiker serta setiap bulan kami mengecek rumahtersebut..” (Informan 3/koordinator jumantik)
Dalam melakukan pemeriksaan kartu maupun sosialisasi terkadang
koordinator jumantik menemukan kendala yang menghambat kegiatan G1R1J
di wilayah Kelurahan Kawua seperti faktor malas dari jumantik rumah. Mereka
terkadang malas dan berharap kepada koordinator yang memeriksa
penampungan air mereka dan mengisi kartu jentik mereka. Untuk itu mereka
terkadang mencari cara untuk mengatasi masalah tersebut.
“...Beberapa kali kami selalu mengingatkan kepada jumantik untuk memantaujentik dan mengisi kartu kontrol, tetapi sebagian masyarakat ada yang tidakmau ambil pusing...” (Informan 2/koordinator jumantik)
“...Saya pikir masyarakat disini sebenarnya dorang tahu tetapi kadang merekabermasa bodoh...” (Informan 3/koordinator jumantik)
“...Kami juga menemukan ada beberapa jumantik rumah menghilangkan kartukontrol, jadi kami biasanya langsung menempelkan di dinding rumah ataupintu menggunakan paku tindis/paku tembok...” (Informan 1/koordinatorjumantik)
Jadwal kunjungan rumah dan TTU oleh koordinator jumantik belum rutin
karena biasanya mereka berkoordinir dulu dengan yang punya
rumah/masyarakat yang akan dikunjungi karena untuk mengantisipasi ada
rumah warga yang tidak bisa dikunjungi karena pemilik rumah tidak berada
ditempat. Demikian pula tempat-tempat umum masih terbatas pada sekolah
dan rumah ibadah yang biasa dikunjungi, selain itu rumah kosong juga sudah
dilakukan pemantauan.
“...Jadi kami sudah sampaikan di gereja, dan dimana saja, di kompi dankantor lurah dan camat , sekolah-sekolah agar dibuka pintu gerbangnyajangan ditutup, supaya bisa dipantau jentik nyamuknya tersebut...”(Informan3/koordinator jumantik)
“...Iya ada, kami kunjungan seminggu sekali, kita masuk ke sekolah-sekolah,kemarin di sangena ada rumah BTN yang baru dibangun masih kosong, kamipasang kartu pantau jentik...” (Informan 1/koordinator jumantik)
Koordinator jumantik bersama-sama dengan masyarakat melakukan kegiatan
PSN 3M dalam bentuk jumat bersih yang dilakukan seminggu sekali. Sebelum
110
dilakukan kegiatan PSN 3M terlebih dahulu dilakukan sosialisasi di kantor
kelurahan atau dirumah-rumah masyarakat.
“...Kami selalu mempersiapkan kartu cadangan, dan rutin memberikanpengarahan (sosialisasi) kepada jumantik rumah untuk rajin memantau jentik,untuk menguras bak mandi, serta menjaga kebersihan rumah supaya bisahidup sehat...”(Informan 2/Koordinator jumantik)
“...Sosialisasi dilakukan biasanya dikantor lurah, biasa juga kita turunlangsung saya dan pak endri disekitar rumah keluarga berapa KK kumpulmenjadi satu, baru dimulai disitu...” (Informan 1/koordinator jumantik)
Hasil pemantauan jentik rumah, TTU dan TTI di catat dalam form laporan oleh
koordinator jumantik kemudian diserahkan kepada pengelola DBD di
Puskesmas Kawua. Laporan diserahkan setiap bulan kepada supervisor
jumantik kemudian supervisor menyerahkan laporan tersebut ke pengelola
DBD di puskesmas.
Monitoring dan evaluasi kegiatan G!R!J di Kelurahan Kawua dilakukan pada
lokmin triwulan di Puskesmas yang biasanya mengundang camat, lurah,
pengelola DBD Dinas Kesehatan Kabupaten, ketua RT/RW dan para
koordinator jumantik.
Dalam melaksanakan tugas mereka sebagai koordinator jumantik, mereka
dibekali kit yang berisi tas yang di dalamnya ada buku pedoman PSN 3M
plus, senter, rompi, dan form pelaporan. Akan tetapi mereka masih merasa
kurang yaitu perlu adanya buku catatan dan tanda pengenal agar mereka
lebih mudah diterima oleh masyarakat ketika melakukan kunjungan rumah.
Tersedia anggaran transport dari dana BOK puskesmas untuk koordinator
jumantik yang besarannya Rp. 50.000 yang diberikan setiap 3 bulan sekali (di
rapel). akan tetapi dana ini dirasa belum cukup oleh koordinator jumantik.
“...seperti atribut tanda pengenal tidak ada, padahal itu sangat pentingsebagai identitas penguatan tugas kami sebagai koordinator jumantik dilapangan...”(Informan 2/koordinator jumantik)
“...insentif yang diterima hanya Rp. 50.000 dipotong pajak Rp.3.000 jaditotalnya Rp. 47.000 diterima setiap 3 bulan. Jadi Rp. 47.000 x 3 bulanmenjadi Rp. 151.000...”(Informan 2/koordinator jumantik)
“...Setiap 3 bulan insentif diterima..harapan kami, insentif bisa ditambahsedikit oleh pengelola program, Jika ada kekurangan, kami menggunakanbiaya sendiri...” (Informan 1/koordinator jumantik)
111
Menurut koordinator jumantik peran serta camat, lurah, ketua RT/RW dan
tokoh masyarakat sangat penting, mereka berperan dalam menggerakan
masyarakat untuk terlibat aktif dalam kegiatan jurbastik, karena masih banyak
ditemukan masyarakat yang belum aktif melakukan pemantauan dirumahnya
dan belum memahami fungsinya sebagai jumantik rumah.
“...sikap masa bodoh masyarakat terhadap tugas sebagai jumantik, dankurangnya kesadaran masyarakat terkait kebersihan lingkungan, yah mungkinkarena kesibukan masyarakat...” (Informan 1/koordinator jumantik)
“...masyarakat merasa kurang penting dalam hal ini..” (Informan 3/koordinatorjumantik)
Ada beberapa permasalahan yang ditemukan dan dirumuskan pada saat
workshop dan diangkat menjadi topik FGD antara lain :
1. Koordinator jumantik/kader dan supervisor jumantik masih belum
memahami benar tugasnya dalam program gerakan 1 rumah 1 jumantik,
2. Masyarakat belum memahami gerakan 1 rumah 1 jumantik
3. Masyarakat belum memahami perannya sebagai jumantik rumah dan
belum menunjuk salah satu anggota keluarga sebagai jumantik rumah
4. Belum ada dukungan nyata dari pemerintah kelurahan/kecamatan
terkait program gerakan 1 rumah 1 jumantik
Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilakukan beberapa alternatif
solusi yang menjadi kesepakatan kader antara lain :
1. Melakukan sosialisasi pertemuan ditingkat RT yang tujuannya untuk
membahas tentang pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik di setiap
RT
2. Refreshing kader dalam bentuk pertemuan kader jumantik dengan
pengelola DBD yang dilakukan di Puskesmas untuk mengevaluasi
kegiatan kader jumantik yang terjadwal dilakukan setiap 1 bulan 2 kali
3. Melakukan sosialisasi gerakan 1 rumah 1 jumantik yang dilakukan pada
kegiatan pertemuan Ibadah Rumah Tangga di masing-masing
kelompok, sosialisasi dilakukan oleh kader/koordinator jumantik
4. Usulan dukungan dana dari kecamatan dan kelurahan untuk membantu
menunjang kelancaran kegiatan gerakan 1 rumah 1 jumantik dengan
menganggarkan bantuan honor transportasi untuk kader/koordinator
jumantik masing-masing kelurahan. Usulan akan dikomunikasikan
112
dengan Ibu Lurah dan Pak Camat (usulan ke Lurah Kawua dan Camat
Poso Kota Selatan)
5. Usulan rencana untuk penambahan jumlah kader mengingat jumlah
kader yang ada sekarang masih sedikit dan tidak seimbang dengan
jumlah kader. Usulan akan dikomunikasikan dengan Ibu Lurah dan Pak
Camat (usulan ke Lurah Kawua dan Camat Poso Kota Selatan)
6. Usulan membuat pojok abate di Puskesmas Kawua yang dapat diambil
sendiri oleh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kawua (usulan ke
kepala Puskesmas kawua)
7. Usulan agar Puskesmas melakukan kegiatan sosialisasi gerakan 1
rumah 1 jumantik di rumah ibadah / kegiatan ibadah (usulan ke kepala
Puskesmas kawua)
3.1.5.3. Kegiatan Pendampingan Tahap II
Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan jumantik dalam
pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD bulan sebelumnya,
mengidentifikasi hambatan jumantik dalam pelaksanaan kegiatan
penanggulangan DBD baik secara teknis maupun non teknis bulan
sebelumnya, serta memberikan advokasi kepada Dinas Kesehatan,
puskesmas dan lintas sektor (camat/desa/RW/RT) agar menggalang
kerjasama, komitmen dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan
kegiatan implementasi jurbastik dalam penanggulangan DBD.
Koordinator jumantik melakukan tugas mereka memantau kartu
dirumah-rumah, akan tetapi masih banyak temuan rumah yang belum mengisi
kartu kontrol. Dilakukan upaya untuk berkoordinasi dengan tokoh agama
untuk menyampaikan pesan-pesan jurbastik dan PSN 3M plus melalui
kegiatan ibadah di gereja dalam bentuk sosialisasi dan sosialisasi di
beberapa pertemuan tingkat RT.
“...kami melakukan sosialisasi GIRIJ, dan juga pada kegiatan gabungangereja...” (Informan 1/koordinator jumantik)
“...Jadi sudah dua kali saya melakukan sosialisasi kepada masyarakat yangdihadiri oleh setiap RT...” (Informan 1/koordinator jumantik)
113
Setiap koordinator jumantik bertanggung jawab terhadap 3-4 RT di Kelurahan
Kawua, jumlah koordinator jumantik sebanyak 3 orang dan supervisor
jumantik 1 orang. Jumlah koordinator jumantik dirasa kurang karena beban
kerja yang berat ditambah lagi mereka merangkap tugas sebagai kader
puskesmas seperti kader TB, kader malaria, kader posyandu. Maka terkadang
supervisor jumantik turut membantu tugas koordinator jumantik.
“...Penanggung jawab GIRIJ setiap RT : Ibu eva RT 1 dan RT 2 RT 5, Pakendik RT 3, RT 4, dan RT 6, ibu Maria RT 7 dan RT 10, Pak candra RT 8dan RT 9...” (Informan 4/supervisor jumantik)
Dilakukan pertemuan dengan jumantik dan lintas sektor (lurah, tokoh
masyarakat, tokoh agama, ketua RT, ketua RW) diperoleh informasi Kegiatan
jumantik yang dilakukan jumantik rumah, koordinator jumantik dan supervisor
jumantik terus berjalan sampai saat ini. Ditemukan kendala antara lain :
Masih ada beberapa rumah yang kartu pantau jentiknya tidak ditemukan
karena hilang, lupa menyimpan dan lain-lain
Masih ada beberapa rumah yang tidak mengisi kartu pantau jentik
Masih ada rumah yang sulit dimasuki jumantik karena akses masuk ke
rumah ditutup dan kepala rumah tangganya atau anggota rumah sulit
ditemui
Jumantik kesulitan menemui pemilik rumah (kepala/anggota rumah
tangga) yang belum mengisi kartu pantaunya karena kesibukan pemilik
rumah
Penyebab masalah tersebut karena masyarakat sebagian besar belum ikut
dalam kegiatan sosialisasi yang dilakukan di tingkat RT dan di tempat-
tempat ibadah. Belum ada koordinasi antara koordinator jumantik dan ketua
RT ketika melakukan kunjungan rumah.
“...Ibu maria masih jalan sendiri, belum berkoordinasi dengan ketua RTuntuk melakukan kunjungan setiap rumah terkait pengisian kartu kontrol,dan memantau kondisi rumah...” (Informan 4/supervisor jumantik)
Alternatif solusi antara lain :
Melakukan pertemuan dengan lintas sektor antara lain perwakilan
kecamatan, perwakilan kelurahan, perwakilan RT/RW, perwakilan tokoh
masyarakat, perwakilan puskesmas, perwakilan tokoh agama untuk
membahas kegiatan jumantik di rumah-rumah (jumantik rumah).
114
Melakukan pembahasan dengan RT/RW terkait pertemuan sosialisasi
bulanan yang dilakukan ditingkat RT yang telah menjadi kesepakatan
bersama oleh linsek. Sekaligus memantau rumah-rumah yang
bermasalah dengan pemantauan jentik seperti kartu hilang, kartu tidak
diisi, rumah tertutup padahal ada orang didalamnya dan pemilik rumah
sulit ditemui.
Oleh Karena kesulitan mengumpulkan banyak orang dan tempat yang
memadai untuk pertemuan RT membahas kegiatan jurbastik maka
pertemuan dilakukan dalam skala-skala kecil (berapapun yang hadir) di
rumah warga. Beberapa ketua RT menyarankan bahwa untuk
pemeriksaan jentik dirumah oleh jumantik rumah sebaiknya melibatkan
anak sekolah dirumah tersebut dan menunjuk mereka sebagai jumantik
rumah karena anak-anak cenderung lebih tertarik terhadap jentik
dibanding orang dewasa atau orang tua. Kegiatan lomba/penilaian
sekolah sehat perlu di tingkatkan dan turut melibatkan tokoh masyarakat
dan ketua RT dan memasukan indikator bebas jentik.
Ada penambahan jumlah koordinator jumantik di wilayah Kelurahan
Kawua yang semula hanya 3 orang menjadi 5 orang dengan pembagian
kerja setiap koordinator memegang 2 RT (penambahan 2 orang
koordinator jumantik yang baru). Penambahan koordinator jumantik
diusulkan oleh masyarakat dan disetujui oleh Lurah dan Camat dan
disampaikan kepada pengelola DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten
Poso untuk dilakukan pembaharuan SK G1R1J untuk Kelurahan
Kawua. Demikian pula dengan penambahan anggaran honor
koordinator jumantik, Lurah juga berkomitmen untuk mewujudkan
pemberian bantuan honor transport kepada masing-masing koordinator
jumantik yang teknis pemberiannya masih akan dikoordinasikan dengan
camat. Anggaran nantinya diambilkan dari Dana Kelurahan Kawua.
“...Perlu ditambahkan kader lagi, nanti kami serahkan pada ibu eva, ibueva yang mengusulkan kepada kami, setiap satu kader menangani duaRT...” (Lurah Kawua)
“...mudah-mudahan kami tahun depan sudah menganggarkan jugauntuk honor koordinator jumantik..” (Lurah Kawua)
115
Koordinator jumantik dan supervisor telah melakukan pertemuan
1 kali selama bulan Juni untuk mengevaluasi dan refreshing tentang
tugas mereka, hal ini berdasarkan kesepakatan bersama lintas sektor.
Pembahasan tentang kegiatan jumantik, hambatan dalam kegiatan
jumantik dan membuat format pengisian buku kerja. Koordinator
jumantik dan supervisor juga telah membuat jadwal bersama untuk
pelaporan mingguan jentik kepada pengelola DBD di Puskesmas yaitu
setiap hari Minggu (4 kali dalam seminggu). Koordinator dan supervisor
wajib memiliki buku kerja/aktivitas jumantik untuk memantau aktivitas
masing-masing koordinator jumantik dan supervisor.
Koordinator jumantik, supervisor, pengelola DBD puskesmas
dan pengelola DBD Kabupaten memiliki grup WA bersama untuk
percepatan pelaporan jentik dan media komunikasi jumantik diantara
anggota. Nama grup WA “Jumantik/Jurbastik Kawua”. Aplikasi ini dibuat
oleh pengelola DBD Puskesmas Kawua untuk sebagai wadah
komunikasi diantara koordinator jumantik, supervisor jumantik dan
pengelola DBD puskesmas. Akan tetapi ada kendala yaitu koordinator
jumantik memiliki keterbatasan untuk membeli paket data sehingga
mereka mengharapkan bantuan dari kelurahan untuk menggunakan
aplikasi. Ibu lurah memberikan solusi dengan menyediakan wifi kantor
kelurahan Kawua agar bisa dipakai oleh koordinator jumantik untuk
melaporkan kegiatannya melalui WA group.
“...tentang usulan kesediaan pulsa data, tidak dapat terealisasi sekarang(dianggarkan) apabila kegiatan ini belum ada hasilnya, harus ada buktidari kegiatan-kegiatan kader...” (Lurah Kawua)
“...di kantor kelurahan ada wifi, silakan kalau mau dipakai untukmelaporkan kegiatan kader...” (Lurah Kawua)
Peran serta tokoh agama terkait sosialisasi jurbastik DBD yang
dilakukan pada kegiatan ibadah kelompok dan ibadah di gereja.
Kegiatan ini telah dilakukan 2 kali yaitu pada ibadah kelompok ibu
dan ibadah kelompok bapak pada Bulan Juni. Kegiatan ini sudah
berjalan akan tetapi menurut tokoh agama (ibu pendeta) kegiatan
ini belum berjalan maksimal karena waktu sosialisasi terbatas.
116
Sosialisasi dilakukan dengan melibatkan koordinator jumantik
sebagai pemateri.
“...kendala waktunya sangat sempit karena dilakukan pada saat hariminggu ada ibadah pagi dan siang sehingga terkesan hanyamengisi waktu...” (Ibu Pendeta)
Puskesmas Kawua berkomitmen untuk menyediakan posko
larvasida (abate) di puskesmas yang dapat diakses secara gratis
oleh masyarakat. Sosialisasi kegiatan gerakan 1 rumah 1 jumantik
di rumah ibadah. Untuk pojok abate sudah berjalan kegiatannya
dan kegiatan sosialisasi G1R1J direncanakan akan dilakukan pada
Bulan Juli.
“...sosialisasi DBD sudah dilakukan oleh petugas Promkes, untukpojok abate di puskesmas kotaknya belum jadi, sementara dibuat...”(Kepala Puskesmas Kawua)
“...kami kader sudah menyampaikan kepada masyarakat terkaitpengambilan abate di pojok abate puskesmas, harus jugaditambahkan penjelasan tata cara penggunaan obat Abate yangperlu ditampilkan di dinding atau ditempat yang mudah terbaca...”(Informan 1/koordinator jumantik)
Camat menyetujui dan mendukung kesepakatan bersama lintas
sektor untuk dilaksanakan serta turut menandatangani persetujuan
camat pada kesepakatan tersebut. Beliau mengharapkan setiap
pihak yang terlibat dalam kesepakatan tersebut agar menjalankan
kesepakatan tersebut dengan sebaik-baiknya.
“...Saya mendukung kesepakatan tersebut dan berharapkesepakatan ini bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh semuayang terlibat...” (Camat Poso Kota Selatan)
117
Gambar 7. Diskusi Koordinator Jumantik tentang pelaksanaan
kesepakatan dan analisis permasalahan
3.1.5.4. Kegiatan Pendampingan Tahap IIIDilakukan survei jentik dan pemeriksaan kartu jentik di lokasi
penelitian yaitu Kelurahan Kawua RT 4, 9, dan 10, pendampingan dengan
koordinator dan supervisor jumantik di Puskesmas Kawua, serta
pendampingan dengan lintas sektor dilaksanakan di Kantor Kelurahan
Kawua.
Survei jentik
118
Survei jentik dilakukan pada 10 rumah yang terbagi dalam RT 10 = 3 rumah,
RT 9 = 5 rumah, RT 4 = 2 rumah. Beberapa penampungan air di dalam dan
luar rumah diperiksa. Dari 10 rumah tersebut diperoleh hasil positif jentik
sebanyak 3 rumah dan negatif jentik sebanyak 7 rumah. Jenis TPA yang positif
jentik Aedes yaitu drum (diluar rumah), toples bekas (dalam rumah), bak mandi
(dalam rumah) dan belakang kulkas (didalam rumah), hasil pemeriksaan kartu
jentik diperoleh hasil sebanyak 4 kartu yang telah terisi dan 6 kartu yang belum
terisi.
Wawancara Jumantik Rumah
Seluruh rumah yang dikunjungi telah memiliki dan menunjuk salah satu
anggota rumah tangganya menjadi jumantik rumah. Jumantik rumah sebagian
besar (70%) telah memahami tugasnya sebagai jumantik rumah dan
melakukan kegiatan PSN jurbastik dirumahnya, sisanya belum melakukan PSN
jurbastik. Ada sekitar 20% jumantik rumah yang dikunjungi yang telah mengisi
kartu jentiknya secara lengkap sampai bulan Juli dan sebagian besar belum
mengisi sama sekali dan belum mengisi lengkap. Alasan mereka tidak mengisi
kartu jentik antara lain kesibukan diluar rumah sehingga lupa dan tidak sempat
mengisi kartu, tidak tahu kalau harus mengisi kartu karena beranggapan
kartunya diisi oleh kader (koordinator jumantik), tidak tahu cara mengisi kartu
jentik, kartu tercecer karena tidak digantung didepan rumah. Sembari
wawancara, tim peneliti juga memberitahukan cara pengisian kartu jentik yang
benar dan cara melakukan PSN jurbastik oleh jumantik rumah. Aktivitas PSN
3M plus sudah dilakukan oleh beberapa jumantik rumah tetapi ada kendala
dimusim kering air berkurang sehingga warga menampung air selama
beberapa hari untuk mengatasi kekurangan air.
“...Setahu saya ada kartunya tetapi saya lupa menaruh kartunya dimana tetapibiasanya digantung di depan pintu rumah mungkin anak saya yang tahu...”(Informan 1/jumantik rumah)
“...saya selalu menguras ember akan tetapi kalau pas musim kering seperti iniitu jarang dilakukan karena air harus saya tampung, disini lagi susah air...”(Informan 2/jumantik rumah)
Hasil survei jentik, pemeriksaan kartu dan wawancara jumantik rumah yang
dilakukan oleh tim peneliti menjadi bahan diskusi dengan para koordinator
119
jumantik, supervisor jumantik dan pengelola DBD puskesmas. Ada beberapa
catatan permasalahan bagi koordinator jumantik antara lain :
Masih banyaknya kartu jentik yang belum diisi oleh jumantik rumah
Ada rumah yang kartu jentiknya tidak digantung depan rumah
Pemeriksaan kartu jentik yang dilakukan oleh koordinator jumantik tidak
rutin seminggu sekali menurut informasi jumantik rumah
Masih ada rumah yang belum melakukan survei jentik secara rutin
minimal seminggu sekali
Pelaporan jentik tiap rumah oleh koordinator dan supervisor jumantik ke
pengelola DBD di puskesmas tidak rutin setiap minggu karena
keterbatasan jumlah koordinator jumantik (penambahan 2 orang
koordinator baru dilakukan bulan Juli) dan kesibukan pekerjaan lainnya
dari koordinator jumantik.
“...jumlah kader ada 5, laporan kader belum maksimal. ada sebagian kadermengalami halangan sehingga ada setiap pertemuan hanya sedikit yangkumpul...” (Informan 4/supervisor jumantik)
Kegiatan pertemuan kader dilakukan untuk refreshing kader bersama pengelola
DBD puskesmas, akan tetapi pada beberapa kali pertemuan masih ada kader
yang belum bisa ikut karena berbagai alasan.
“...kendala istri saya sebagai kader adalah dia tidak tahu naik motor jadi harusmenunggu saya atau ibu maria baru bisa jalan...” (Informan 1/Ketua RT)
Untuk mengatasi masalah diatas maka dilakukan beberapa solusi
antara lain :
Menekankan kembali pembagian kerja koordinator jumantik yaitu setiap
orang menangani 2 RT sesuai dengan kesepakatan bersama dan mematuhi
aturan pelaporan jentik dari rumah warga ke petugas DBD di puskesmas
Selalu mengingatkan warga untuk melakukan PSN jurbastik di rumah
masing-masing melalui kegiatan keagamaan, pertemuan RT dan jumat
bersih plus PSN jurbastik di wilayah Kelurahan Kawua
Bila ada koordinator jumantik yang berhalangan karena sakit, keluar kota
dan lain-lain maka supervisor dan koordinator jumantik lainnya membantu
tugas (back up) koordinator jumantik tersebut
120
Diskusi Dengan Lintas Sektor
Hasil diskusi dengan lintas sektor diperoleh beberapa saran/masukan tentang
pelaksanaan jurbastik di Kelurahan Kawua yaitu :
Karena kesulitan mengumpulkan banyak orang dan tempat yang memadai untuk
pertemuan RT membahas kegiatan jurbastik di rumah warga maka pertemuan
dilakukan dalam skala kecil (berapapun yang hadir)
“...kami melakukan pertemuan dimana ada yang berkumpul yang dilakukansecara tidak formal. artinya kita menyampaikan dengan bahasa kita sendiri yangbisa dipahami warga...” (Informan 1/tokoh masyarakat)
Beberapa ketua RT menyarankan bahwa untuk pemeriksaan jentik dirumah oleh
jumantik rumah sebaiknya melibatkan anak sekolah dirumah tersebut dan
menunjuk mereka sebagai jumantik rumah karena anak-anak cenderung lebih
tertarik terhadap jentik dibanding orang dewasa atau orang tua
Tempat-tempat umum seperti sekolah, kantor, dan rumah-rumah ibadah
seharusnya tidak luput dari pantauan para koordinator jumantik di wilayah kerja
RT masing-masing. Detektif cilik sudah dibentuk di beberapa sekolah dasar di
Kawua. Pembentukannya berdasarkan inisiasi Puskesmas Kawua. Tahun 2019
di Kecamatan Poso Kota Selatan ada kegiatan lomba sekolah sehat yang
diadakan oleh Puskesmas Kawua, salah satu indikator penilaiannya yaitu
keberadaan jentik nyamuk.
“...detektif cilik yang kami buat baru tahun ini, bekerja sama dengan dinaskesehatan. jadi kami memergerkan dua kegiatan. pertama sekolah sehat, keduabebas jentik...”(Informan 1/puskesmas kawua)
“...saran kami terkait sekolah bebas jentik kegiatan ini bisa berkesinambungansetiap tahun. dan kader terjun juga ditempat-tempat umum sehingga adadetektif cilik yang sudah terbentuk kita ajari mereka tentang pembasmianjentik...” (Informan 1/puskesmas kawua)
Saran koordinator jumantik untuk mengatasi adanya permasalahan dengan
tempat-tempat umum yang masih banyak belum terlaporkan data jentiknya (kartu
jentik) seperti sekolah-sekolah maka dalam penilaian sekolah sehat juga dapat
melibatkan koordinator jumantik.
“...kemudian masalah format yang di isi di TTU , kami minta kami juga dilibatkanberkoordinasi dalam lomba sekolah sehat...”(Informan 1/koordinator jumantik)
“...kami melakukan kesepakatan dengan ibu pendeta dan pak imam untukmengadakan pertemuan dirumah ibadah gereja atau masjid bahwa akan
121
memberikan satu edukasi atau pelajaran kepada masyarakat tentang G1R1J...”(Informan 1/puskesmas kawua)
Indepth interview dengan ketua RT
Hasil wawancara mendalam dengan 3 orang ketua RT dan 1 orang ketua
RW diperoleh informasi antara lain :
Pertemuan sosialisasi jurbastik di kelompok ibadah dan RT sebaiknya tidak
hanya diikuti orang tua tetapi juga anak-anak/remaja. Penting untuk melibatkan
anak-anak usia sekolah untuk terlibat dalam kegiatan PSN ataupun menjadi
petugas jurbastik rumah. Dalam pertemuan dengan masyarakat, ketua RT telah
menyampaikan pesan tentang jurbastik dan cara mengisi kartu jentik.
“...saya mengumpulkan anak anak sekolah yang berada dilingkungan RT 4 dananak-anak kelompok ibadah sekitar 10 orang yang ditugaskan sebagaipemantau jentik di rumah masing-masing dan mereka sangat antusias dengantugas mereka...” (Informan 1, Ketua RT)
Setiap minggu ketua RT berkeliling ke rumah warga untuk mengingatkan mengisi
kartu jentiknya, biasanya dilakukan bersama dengan koordinator jumantik.
Pertemuan kecil antara ketua RT dan warganya untuk berdiskusi tentang
jurbastik dan pengisian kartu jentik.
“...sudah dilakukan pertemuan-pertemuan bersama kader ke rumah-rumah.cuma karena kesibukkan kader dan warga jadi kami melakukan hanyadibeberapa warga saja pada saat berkumpul...” (Informan 2, Ketua RT)
“...saya sudah jalan ke rumah-rumah sekaligus sudah memberikan penyuluhankepada masyarakat tentang satu rumah satu jumantik...” (Informan 3, Ketua RT)
Kegiatan lomba / penilaian sekolah sehat perlu di tingkatkan dan turut melibatkan
tokoh masyarakat dan ketua RT
Beberapa ketua RT bersama warganya mulai aktif membersihkan rumah dan
halaman sambil melakukan kegiatan PSN terkadang disertai perbincangan
(sosialisasi) karena untuk mengumpulkan warga agak sulit karena banyak warga
adalah PNS. Sehingga terkadang ketua RT harus mencari cara yang lebih
sesuai dengan kondisi masyarakat agar bisa menyampaikan pesan-pesan
jurbastik.
“...setiap minggu sore saya jalan ke rumah masyarakat atau tempat berkumpulwarga untuk selalu mengingatkan. begini saja yang saya lakukan setiapminggu...”(Informan 2/ketua RT)
122
“...hanya saja kendalanya adalah mengatur agar warga bisa berkumpul ataumenyempatkan waktu bertemu itu sangat susah. pada penyerahan kartu, selaludijelaskan bagaimana cara pengisian kartu dan pembagian bubukabate...”(Informan 3/Ketua RT)
3.1.5.5. Kegiatan Pendampingan Tahap IV
Melakukan pertemuan evaluasi koordinator jumantik terkait kegiatan mereka
selama 4 bulan di Kelurahan Kawua.
Masing - masing koordinator jumantik menyampaikan hasil kegiatannya yang
meliputi :
Melakukan refreshing kader yang telah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada
Bulan Juli dan Bulan Agustus. Melakukan pemeriksaan jentik di tempat-
tempat umum. Melakukan pendataan (list) nama-nama jumantik rumah
disetiap rumah.
“...Refershing kader sudah 2 kali dilakukan pada Bulan Juli dan Agustus dansemua koordinator jumantik dan supervisor hadir di kegiatan itu...” (Informan3/Puskesmas Kawua)
Melakukan pemeriksaan kartu jentik serta melakukan penyuluhan/edukasi
yang dilakukan di pertemuan di masyarakat yaitu dirumah warga dan di rumah
ibadah
“...sosialisasi dari rumah kerumah, sosialisasi kartu jentik di tempat ibadah,masyarakat semakin paham dengan kegiatan jumantik...” (Informan 4/koordinator jumantik)
“...sebagian masyarakat sudah mau bisa diajak sosialisasi dan sudahmemperhatikan cara pengisian kartu jentik, sebagian masyarakat sudah bisamenerima koordinator/kader datang kerumah untuk memberikansosialisasi...”(Informan 3/Koordinator jumantik)
Melakukan pendataan (list) nama-nama jumantik rumah disetiap rumah untuk
memudahkan koordinasi dan komunikasi
“...kami sudah melakukan pendataan nama-nama jumantik di rumah-rumahmasyarakat setiap RT...”(Informan 1/supervisor jumantik)
Melakukan pembagian larvasida (abate) pada masyarakat dan tempat-tempat
umum
Membuat “grup chat WA jurbastik kawua” yang beranggotakan koordinator
jumantik, supervisor jumantik dan pengelola DBD puskesmas yang berisi
kegiatan koordinator jumantik seperti pemeriksaan kartu jentik.
123
Mengumpulkan laporan koordinator jumantik yang berisi kegiatan yang
mereka lakukan selama 4 bulan :
Masing-masing koordinator membuat laporan tertulis pada buku kerja yang
berisi aktivitas yang dilakukan kader antara lain : pemeriksaan kartu jentik di
rumah-rumah dan pemeriksaan kartu jentik di tempat-tempat umum
Melakukan indepth interview dengan Puskesmas Kawua antara lain : kepala
puskesmas, pengelola DBD puskesmas, penanggung jawab kesling,
penanggung jawab P2.
Topik wawancara berupa kegiatan yang telah dilakukan oleh puskesmas
dalam mendukung implementasi jurbastik untuk penanggulangan DBD di
Kelurahan Kawua. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain :
Refreshing kader/koordinator jumantik yang sudah dilakukan 1 kali selama 4
bulan kegiatan pendampingan
Membuat Pojok abate yang ditujukan untuk masyarakat umum (wilayah kerja
puskesmas) yang dapat diambil kapanpun sesuai jam kerja puskesmas serta
mengisi daftar pengambilan abate
Melakukan kegiatan penyuluhan/sosialisasi di masyarakat seperti sekolah-
sekolah (UKGS) yang terjadwal dan tempat ibadah
Pada kegiatan PIS PK pada wilayah yang merupakan kantung-kantung DBD
selalu dipantau dan diberikan pesan-pesan tentang DBD
Lokakarya mini tribulanan yang melibatkan lintas sektor membahas tentang
pelaksanaan jurbastik di wilayah kerja Puskesmas Kawua
Melakukan kegiatan jumat bersih plus PSN 3M Plus yang diinisiasi oleh
Puskesmas Kawua pada setiap minggu ke 1 dan 2 yang dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas (Kec. Poso Kota Selatan)
Dalam wawancara juga diperoleh informasi :
Puskesmas Kawua berkomitmen akan terus melakukan kegiatan jumat bersih
plus PSN di wilayah kerja puskesmas
Melakukan surveilans dengan pemantauan terhadap hasil pelaporan
pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh koordinator jumantik dan melakukan
evaluasi terhadap kegiatan tersebut (G1R1J)
Melakukan penyuluhan tentang PSN Jurbastik dan DBD terhadap kelompok-
kelompok masyarakat seperti sekolah, kegiatan keagamaan dan lain-lain.
124
Kegiatan ini akan melibatkan lintas program yaitu promosi kesehatan dan
kesehatan lingkungan.
Melakukan pertemuan dengan lintas sektor untuk mengevaluasi kegiatan mereka
selama 4 bulan pendampingan.
Pertemuan dengan lintas sektor dihadiri oleh perwakilan Dinkes Kab Poso (Kasie
P2 dan Pengelola DBD Dinkes Kab Poso), Camat, Lurah, Kepala Puskesmas
Kawua, tokoh masyarakat, tokoh agama, ketua RT, koordinator jumantik,
supervisor jumantik. Tokoh masyarakat dan ketua RT memaparkan hasil
kegiatan mereka selama pendampingan 4 bulan diantaranya :
Melakukan jumat bersih plus PSN di wilayah RT masing-masing, khusus
RT 10 kegiatan jumat bersih plus PSN dilakukan pada hari sabtu (2 kali
dalam 1 bulan)
Melakukan pertemuan dan sosialisasi tentang DBD dan pengisian kartu
pada masyarakat diwilayah RT masing-masing dengan diskusi dengan
beberapa rumah tangga.
Melakukan sosialisasi tentang DBD dan pengisian kartu di tempat-tempat
keagamaan
125
Gambar 8. Pertemuan Evaluasi Kegiatan Koordinator Jumantikdi Kelurahan Kawua
Dinas Kesehatan Provinsi berperan dalam program gerakan 1
rumah 1 jumantik yang dilakukan di Kecamatan Poso Kota Selatan
Kabupaten Poso, Dinas Kesehatan Provinsi berkomitmen untuk selalu
melakukan evaluasi dan monitoring kegiatan tersebut
“...evaluasi sejauh manakah pelaksanaan gerakan 1R 1J di tingkatkabupaten dan puskesmas, yang melakukan adalah kami pengelolaprogram DBD di Dinkes Prov, baik itu melalui WA atau turun langsung kelapangan...” (Informan 3/Dinkes Provinsi)
Dinas Kesehatan Provinsi juga ikut berperan memberikan dukungan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten dan Puskesmas Kawua untuk aktif
melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan lintas sektor tentang
pelaksanaan G1R1J juga memberikan pelatihan kepada para koordinator
jumantik terkait tugas perannya dalam program G1R1J.
“...kami siap membantu Dinkes Kab maupun puskesmas dalam bentuktenaga untuk mensosialisasikan G1R1J, pelaksanaan jurbastik maupunjumat bersih plus PSN 3M plus di Kabupaten Poso...” (Informan 3, DinkesProvinsi)
“...kami akan melatih para koordinator jumantik dalam melaksanakantugas mereka, baik kami diminta oleh Dinkes Kab, puskesmas ataupuninisiatif kami nantinya...” (Informan 3, Dinkes Provinsi)
126
Dinas Kesehatan Provinsi akan terus melakukan komunikasi terkait
pelaksanaan G1R1J di Kabupaten Poso serta menindaklanjuti
saran/masukan dari lintas sektor, Dinas Kesehatan Kabupaten dan
puskesmas terkait hasil sosialisasi maupun kesepakatan yang teah
dilakukan oleh pelaksana program DBD di Kabupaten Poso dan lintas
sektor.
“...kami memanfaatkan komunikasi yang ada sama teman-teman dikab/kota untuk menindaklanjuti hasil sosialisasi sejauh manaberjalan..”(Informan 2/Dinkes Provinsi)
3.1.5.6. Advokasi Kesepakatan Lintas Sektor
Advokasi/komunikasi tentang kesepakatan lintas sektor sebagai bentuk
rekomendasi kebijakan kepada pemerintah kabupaten yaitu Bupati Poso.
Pertemuan advokasi/komunikasi ini dilakukan dengan Wakil Bupati Poso
(Bpk. Toto Samsuri) di Kantor Bupati Poso, tim didampingi oleh
Sekretaris Dinas Kesehatan Kab Poso, Kasie P2, dan Pengelola DBD
turut ikut menyampaikan rekomendasi kebijakan kepada beliau tentang
hasil kesepakatan bersama lintas sektor yaitu Camat, Lurah, tokoh
agama, tokoh masyarakat, ketua RT dan RW, Puskesmas, koordinator
jumantik yaitu melakukan kegiatan “Jumat bersih plus pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) di Kabupaten Poso”.
“...Pemerintah Daerah Poso merasa sangat bersyukur ada programpenelitian terkait dengan penyakit Demam Berdarah...” (Wakil BupatiPoso)
“...Kami mendukung kegiatan ini, dan saya bersedia diundang untukmengikuti kegiatan lokmin tribulan puskesmas kawua yang membahasmasalah DBD ini...” (Wakil Bupati Poso)
Beliau merasa bersyukur penelitian terkait DBD yaitu G1R1J bisa
dilakukan di wilayah Kabupaten Poso. Untuk rekomendasi yang telah
diusulkan akan ditindak lanjuti terlebih dahulu dan akan diikutkan dalam
kegiatan yang ada, seperti di Kabupaten Poso ada kegiatan
JUMPABERLIAN yang dilaksanakan setiap hari Jumat, rencananya akan
diikutkan dengan kegiatan tersebut. Setelah mendapat persetujuan
Bupati Poso maka rekomendasi kebijakan ini akan dituangkan dalam
Surat Edaran Bupati Poso dan diberlakukan bagi seluruh masyarakat di
wilayah Kabupaten Poso.
127
Gambar 9. Advokasi Hasil Kesepakatan Bersama Lintas Sektor Terkait Jurbastikke Pemerintah daerah (Wakil Bupati) Kabupaten Poso
3.1.6. Penggalangan Komitmen dan Tindak Lanjut Pelaksanaan G1R1JPihak yang terlibat dalam pelaksanaan G1R1J Jurbastik di wilayah Kelurahan
Kawua telah membuat kesepakatan dan telah melaksanakan kesepakatan
tersebut sesuai hasil 4 kali pendampingan, dimana pada pendampingan 1- 3
telah berjalan proses analisis masalah, menyusun alternatif solusi dan
membuat kesepakatan. Pendampingan 4 dilakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan kesepakatan yang telah dilakukan pada pendampingan
sebelumnya dan menganalisis permasalahn yang masih ditemukan pada
tahap tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap proses pendampingan
maka diidentifikasi beberapa komitmen yang dilakukan oleh pihak yang terkait
antara lain :
Komitmen diantara koordinator jumantik :
Refreshing koordinator jumantik setiap bulan (terjadwal)
Penyuluhan yang dilakukan di pertemuan di masyarakat yaitu dirumah
dan di rumah ibadah bekerja sama RT & tokoh agama (terjadwal)
Pemeriksaan kartu jentik dirumah-rumah masyarakat dan memberikan
edukasi kepada masyarakat (terjadwal)
Pemeriksaan dan pembasmian jentik di tempat-tempat umum
(terjadwal)
Pendataan (list) nama-nama jumantik rumah disetiap rumah
128
Pembagian larvasida pada tempat-tempat umum (terjadwal)
Pelaporan kegiatan jumantik melalui “grup chat WA jurbastik kawua”
yang beranggotakan koordinator jumantik, supervisor jumantik dan
pengelola dbd puskesmas yang berisi kegiatan koordinator jumantik
seperti pemeriksaan kartu jentik, aktivitas pemeriksaan jentik,
pertemuan kader (koordinator jumantik & supervisor jumantik)
Masing-masing koordinator membuat laporan tertulis pada buku kerja
yang berisi aktivitas yang dilakukan kader antara lain : pemeriksaan
kartu jentik di rumah-rumah dan pemeriksaan kartu jentik di tempat-
tempat umum di wilayah kerja masing-masing koordinator jumantik
Komitmen Puskesmas Kawua pelaksanaan G1R1J di wilayah kerjanya
meliputi :
Refreshing/pertemuan koordinator jumantik dan pengelola DBD yang
dilakukan setiap bulan (terjadwal)
Membuat Pojok abate yang ditujukan untuk masyarakat umum (wilayah
kerja puskesmas) yang dapat diambil kapanpun sesuai jam kerja
puskesmas serta mengisi daftar pengambilan abate
Melakukan kegiatan penyuluhan/sosialisasi DBD dan jurbastik di
sekolah-sekolah (UKGS) dan kegiatan keagamaan (terjadwal)
Pada kegiatan PIS PK pada wilayah yang merupakan kantung-kantung
DBD selalu dipantau dan diberikan pesan-pesan tentang DBD
(terjadwal)
Lokakarya mini tribulanan yang melibatkan lintas sektor (kecamatan,
kelurahan,) untuk membahas tentang evaluasi pelaksanaan jurbastik di
wilayah kerja Puskesmas Kawua telah berjalan (terjadwal)
Mengusulkan kepada kepala daerah (bupati) untuk mengoptimalkan
kegiatan “Jumpaberlian” menjadi “Jumat bersih plus PSN 3M plus &
pengisian kartu jentik” berama-sama dengan puskesmas kawua dan
Dinkes Kab Poso”
Melakukan kegiatan “jumat bersih (jumpaberlian) plus PSN 3M Plus
pengisian kartu jentik” yang diinisiasi oleh Puskesmas Kawua pada
setiap minggu ke-1 dan ke- 2 bulan berjalan yang dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas (Kec. Poso Kota Selatan)
129
Komitmen ketua RT, tokoh masyarakat dan tokoh agama meliputi :
Melakukan jumat bersih plus PSN 3M plus di wilayah RT masing-
masing dan terjadwal (khusus RT 10 kegiatan jumat bersih plus PSN
dilakukan pada hari sabtu (2 kali dalam 1 bulan))
Melakukan pertemuan dan sosialisasi tentang DBD dan pengisian kartu
pada masyarakat diwilayah RT masing-masing setiap bulan (terjadwal)
Melakukan sosialisasi tentang DBD dan pengisian kartu di kegiatan
keagamaan
Membantu koordinator jumantik untuk memeriksa rumah kosong dan
rumah yang sulit dikunjungi oleh koordinator jumantik
Komitmen Lurah dan Camat meliputi :
Menyetujui penambahan koordinator jumantik di wilayah Kelurahan
Kawua Kecamatan Poso Kota Selatan dari 3 orang menjadi 5 orang
Mengusulkan alokasi anggaran untuk kegiatan koordinator jumantik
pada anggaran kelurahan tahun 2020 yaitu pada anggaran PHBS
Kelurahan Kawua
Mengikuti lokmin tribulanan tentang evaluasi DBD/jurbastik di
Puskesmas Kawua
Menyediakan fasilitas wifi kelurahan bagi koordinator jumantik untuk
mengirimkan laporan pemantauan jentik di grup WA koordintaor
jumantik
Mengusulkan kepada kepala daerah (bupati) untuk mengoptimalkan
kegiatan “Jumpaberlian” menjadi “jumat bersih plus PSN 3M plus &
pengisian kartu jentik” berama-sama dengan puskesmas kawua dan
Dinkes Kab Poso”
Melakukan kegiatan “jumat bersih (jumpaberlian) plus PSN 3M Plus
pengisian kartu jentik” setiap minggu di wilayah Kec. Poso Kota Selatan
Komitmen Dinkes Kabupaten meliputi :
Memantau dan mengevaluasi pelaporan kegiatan G1R1J di wilayah
Kecamatan Poso Kota Selatan
Memasukan angka bebas jentik dalam salah satu indikator penilaian
Kelurahan sehat (sesuai arahan/saran Bupati Poso)
130
Mengusulkan kepada kepala daerah (bupati) untuk mengoptimalkan
kegiatan “Jumpaberlian” menjadi “jumat bersih plus PSN 3M plus &
pengisian kartu jentik” berama-sama dengan puskesmas kawua dan
Dinkes Kab Poso” yang telah dituangkan dalam bentuk “Surat Edaran
Bupati Poso” yang berlaku di seluruh wilayah Kabupaten Poso tahun
2019
Melakukan sosialisasi G1R1J dan menambah 1 lagi wilayah G1R1J
yang baru yaitu Kecamatan Poso Kota sehingga sudah ada 2
kecamatan di Kab Poso yang telah menerapkan G1R1J yaitu Kec Poso
Kota Selatan dan Kec Poso Kota dan telah dihadiri dan disetujui oleh
Bupati Poso kegiatan sosialisasi tersebut.
Penandatanganan kesepakatan bersama lintas sektor tentang G1R1J
se kecamatan poso kota tahun 2019 (hasil sosialisasi G1R1J)
Mengusulkan perubahan SK G1R1J yang semula dikeluarkan Dinkes
Kab Poso menjadi SK G1R1J yang dikeluarkan oleh Bupati Poso tahun
2019 (SK dalam proses)
Komitmen Dinkes Provinsi :
Melakukan evaluasi dan monitoring kegiatan Jurbastik (G1R1J) di
Kabupaten Poso
Memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada para koordinator
jumantik terkait tugas perannya dalam program G1R1J.
Memfasilitasi sarana prasarana Jurbastik yang dibutuhkan kabupaten
sesuai ketersediaannya
3.1.7. Pengembangan Aplikasi DaringAplikasi yang disepakati koordinator jumantik adalah “grup chat WA jurbastik
kawua” yang beranggotakan koordinator jumantik, supervisor jumantik dan
pengelola dbd puskesmas yang berisi kegiatan koordinator jumantik seperti
pemeriksaan kartu jentik, aktivitas pemeriksaan jentik, kegiatan pertemuan
koordinator jumantik dan supervisor jumantik.
131
IV. PEMBAHASAN
Program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
Berdasarkan hasil pengumpulan data pengetahuan, sikap dan tindakan
diperoleh informasi bahwa ada peningkatan skor ketiga variabel tersebut dari
sebelum intervensi (pre intervensi) dan setelah dilakukan intervensi (post
intervensi) pada responden di wilayah intervensi maupun wilayah non
intervensi. Variabel pernah mendengar istilah jumantik mengalami
peningkatan dari 34% pada pre intervensi menjadi 86,1% post intervensi pada
wilayah intervensi. Sedangkan pada wilayah yang tidak dilakukan intervensi
(non intervensi) juga terjadi peningkatan dari awalnya pre intervensi 32%
menjadi 48,6% saat post intervensi. Peningkatan pengetahuan tentang
pernah mendengar istilah jumantik pada wilayah non intervensi tidak sebesar
peningkatan pada wilayah intervensi. Pengetahuan tentang pernah
mendengar istilah gerakan 1 rumah 1 jumantik juga mengalami peningkatan
pada wilayah intervensi yaitu dari sebelum intervensi 10% menjadi 72,2%
setelah dilakukan intervensi. Kelompok non intervensi juga mengalami
peningkatan yang lebih kecil dibandingkan wilayah intervensi yaitu diawal
sebelum intervensi 10,7% menjadi 25,7% setelah intervensi. Sebagian besar
responden pernah mendengar istilah jumantik dari kader dibandingkan yang
lainnya baik pada saat sebelum intervensi maupun setelah intervensi,
proporsi responden yang pernah mendengar istilah jumantik dari kader
meningkat dari sebelum intervensi 7,3% dan setelah dilakukan intervensi
76%. Hal ini disebabkan karena setelah dilakukan intervensi berupa
pendampingan terhadap para koordinator jumantik maka para koordinator
jumantik melakukan kegiatan sosialisasi jurbastik kepada masyarakat dalam
berbagai kesempatan seperti pada pertemuan RT dan pertemuan
keagamaan. Hal ini mereka lakukan untuk mengingatkan masyarakat tentang
peran mereka sebagai jurbastik dengan melakukan kegiatan PSN 3M plus di
rumah masing-masing dan melakukan pengisian kartu kontrol (kartu jentik).
Pengetahuan responden tentang sosialisasi G1R1J apakah perlu
dilakukan mengalami peningkatan dari awalnya hanya 9,3% yang menjawab
perlu (pre intervensi) meningkat menjadi 97% yang menjawab perlu (post
132
intervensi). Hal ini dimungkinkan karena masyarakat sudah mengalami
perubahan pengetahuan tentang G1R1J sehingga sudah merasa bahwa
kegiatan ini penting dilakukan dan mereka membutuhkan informasi yang lebih
banyak tentang kegiatan ini dari petugas kesehatan. Juga kemungkinan
karena sosialisasi yang mereka terima selama ini masih dirasakan kurang
atau bahkan ada yang belum pernah menerima sosialisasi dari petugas
kesehatan. Beberapa responden yang diwawancarai mengatakan bahwa
mereka bukannya tidak mau ikut berpartisipasi dalam G1R1J akan tetapi
mereka sama sekali tidak tahu tentang G1R1J karena merasa belum pernah
mendapat sosialisasi tentang G1R1J. Berbeda dengan wilayah intervensi,
pada wilayah non intervensi juga terjadi peningkatan pengetahuan tentang
perlu tidaknya sosialisasi G1R1J akan tetapi peningkatannya kecil dan tidak
sebesar peningkatan pada wilayah intervensi. Sebagian besar responden
mengharapkan sosialisasi tersebut diberikan oleh petugas puskesmas dan
kader (koordinator jumantik) karena mereka yang sering berkunjung ke rumah
responden untuk memeriksa kartu dan menyampaikan pesan tentang
kebersihan tempat-tempat penampungan air dirumah-rumah. Demikian pula
pada wilayah kontrol juga mengaharapkan sosialisasi diberikan oleh kader
jumantik maupun petugas puskesmas.
Sebelum intervensi hanya sedikit responden yang mengetahui materi
apa saja yang perlu diberikan dalam sosialisasi 1R1J tetapi setelah dilakukan
intervensi maka terjadi peningkatan jumlah responden yang mengetahui
materi yang perlu diberikan saat sosialisasi 1R1J yaitu pengetahuan tentang
penyakit DBD, penularan, dan vektor nyamuk DBD. Selain itu, materi tentang
cara mengamati jentik juga diperlukan oleh sebagian besar responden,
responden membutuhkan informasi tersebut mengingat peran mereka juga
sebagai jumantik rumah dirumah mereka masing-masing. Pada wilayah non
intervensi materi yang perlu diberikan sama dengan wilayah intervensi tetapi
ada tambahan lagi yang menurut responden perlu diberikan yaitu
pengetahuan tentang cara membersihkan tempat perkembangbiakan dan
membasmi jentik serta Pengetahuan tentang cara mencatat di kartu jentik. Hal
ini karena pada mereka tidak diberikan intervensi berupa sosialisasi sehingga
mereka masih membutuhkan banyak informasi tentang tugas jumantik rumah.
133
Menurut sebagian besar responden yang perlu mendapatkan sosialisasi
tentang 1R1J adalah kepala keluarga dan istri karena sebagian besar yang
berperan sebagai jumantik rumah adalah kepala keluarga dan istri, hal ini
bersesuaian dengan pertanyaan tentang siapa yang dianggap dapat menjadi
jumantik di rumah sebagian besar responden menjawab istri dan kepala
rumah tangga. Hal ini terjadi pada wilayah intervensi maupun non intervensi,
bahkan di wilayah non intervensi paling banyak responden menjawab istri
yang dapat menjadi jumantik rumah.
Pengetahuan responden tentang syarat menjadi jumantik rumah dapat
dijawab oleh sebagian besar responden. Bertanggungjawab melakukan
kebersihan lingkungan dalam dan luar rumah dan dapat memeriksa tempat
perkembangbiakan nyamuk merupakan syarat menjadi jumantik rumah yang
paling banyak diketahui oleh sebagian besar responden. Sebagian besar
responden beranggapan bahwa kegiatan 3M sudah tercakup di dalam
aktivitas membersihkan lingkungan di dalam dan di luar rumah. Berbeda
dengan wilayah intervensi, menurut sebagian besar responden wilayah non
intervensi syarat menjadi jumantik rumah yaitu berusia dewasa (> 15 tahun).
Yang harus dilakukan oleh seorang jumantik rumah dalam kegiatan 1R1J
sebagian besar responden menjawab dapat mengisi kartu jentik hasil
pemeriksaan tempat penampungan air serta dapat memeriksa tempat
perkembangbiakan nyamuk dalam dan luar rumah minimal seminggu sekali.
Sebagian besar responden menganggap mengisi kartu jentik itu adalah tugas
utama sebagai jumantik rumah karena mereka sering mendapat pesan-pesan
itu dari para kader/koordinator jumantik maupun ketua RT dan tokoh
masyarakat disekitar mereka pada kegiatan pertemuan RT maupun
pertemuan ibadah keagamaan. Selanjutnya kartu tersebut akan diperiksa oleh
koordinator jumantik dan dilaporkan ke puskesmas, hal ini menjadi sesuatu
rutinitas yang sudah dipahami responden setelah dilakukan intervensi.
Kemudian aktivitas memeriksa tempat perkembangbiakkan nyamuk juga
menjadi sesuatu yang sangat diketahui oleh responden karena aktivitas ini
harus dilakukan sebelum melakukan pengisian kartu jentik. Mereka harus
memeriksa tempat penampungan air di rumah mereka dan mengisi kartu
jentik sesuai hasil pemeriksaan mereka. Pada wilayah kontrol sebagian besar
responden menjawab yang harus dilakukan oleh seorang jumantik rumah
134
dalam kegiatan 1R1J yaitu dapat memeriksa tempat perkembangbiakan
nyamuk dalam dan luar rumah minimal seminggu sekali. Sebagian besar
responden mengetahui adanya kartu jentik (98%) setelah dilakukan
intervensi. Sebelumnya hanya 10% responden yang tahu tentang adanya
kartu jentik. Fungsi kartu jentik untuk mencatat hasil pemeriksaan jentik
sebagian besar responden sudah mengetahuinya setelah intervensi 97,1%.
Pada wilayah non intervensi juga terjadi peningkatan jumlah responden yang
mengetahui adanya kartu jentik akan tetapi peningkatannya masih jauh lebih
rendah dibanding pada wilayah intervensi. Yang dapat mengisi kartu jentik
menurut responden yaitu anggota keluarga 86,5% pada wilayah intervensi.
Hal ini dikarenakan terkadang ada kesibukan kepala keluarga sehingga
pengisian kartu jentik dapat juga diwakilkan kepada anggota keluarga seperti
istri ataupun anak-anak. Wilayah non intervensi juga banyak responden yang
menjawab anggota keluarga yang dapat mengisi kartu jentik.
Pengetahuan responden tentang siapa saja selain anggota keluarga
yang terlibat dalam 1R1J sebagian besar responden menjawab kader, akan
tetapi sebenarnya kader yang dimaksud responden yaitu koordinator jumantik
karena responden kurang mengetahui istilah koordinator jumantik, yang
mereka ketahui hanya istilah kader. Hal ini terjadi pada wilayah intervensi
maupun non intervensi. Kemungkinan juga disebabkan karena pekerjaan para
koordinator jumantik di wilayah intervensi merangkap sebagai kader lainnya
seperti kader posyandu, kader TB sehingga responden lebih terbiasa dengan
istilah tersebut. Frekuensi kunjungan koordinator jumantik ke rumah
responden juga mengalami peningkatan setelah dilakukan intervensi yaitu
paling banyak 1 minggu 1 kali, dibanding sebelum intervensi banyak yang
menjawab tidak tahu. Di wilayah non intervensi banyak responden yang
menjawab frekuensi kunjungan kader jumantik yaitu >2 minggu 1 kali bahkan
sebagian lagi menjawab tidak tahu.
Terkait PSN, kegiatan 3M plus yang paling banyak diketahui responden
setelah dilakukan intervensi yaitu menguras tempat-tempat penampungan air
seperti bak mandi-WC, drum dan sebagainya. Aktivitas menutup tempat
penampungan air juga banyak diketahui responden. Hal ini karena perilaku
mereka juga yang kebanyakan melakukan aktivitas membersihkan tempat
penampungan air dengan cara menguras bak mandi ataupun ember sehingga
135
kebiasaan tersebut mudah diingat oleh responden. Pengetahuan tentang
tempat yang paling banyak ditemukan jentik sebagian besar responden
menjawab di bak mandi/WC dan ember pada sebelum maupun setelah
dilakukan intervensi. Hal ini dimungkinkan karena pengalaman responden
menemukan jentik kebanyakan di tempat-tempat tersebut. Yang dilakukan
responden bila menemukan jentik ditempat penampungan air di dalam
maupun diluar rumah sebagian besar masih menjawab membuang airnya
saja meskipun mengalami penurunan jumlah responden yang menjawab ini
setelah dilakukan intervensi, akan tetapi jawaban menguras dan menyikat
tempat-tempat penampungan air mengalami peningkatan jumlah responden
yang menjawab dibanding sebelum intervensi. Di wilayah non intervensi
aktivitas menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi-WC,
drum dan sebagainya merupakan jawaban sebagian besar responden,
apabila menemukakan jentik sebagian besar responden mengatakan air
hanya dibuang saja dan hanya sebagian kecil yang menjawab menguras dan
menyikat tempat penampungan air.
Sebelum intervensi maupun setelah intervensi sikap sebagian besar
responden merasa perlu gerakan 1R1J untuk disosialisasikan ke masyarakat
karena informasi tentang 1R1J masih belum tersampaikan ke seluruh
masyarakat di wilayah Kelurahan Kawua. Demikian pula sikap responden
terhadap gerakan 1R1J apakah perlu dilaksanakan oleh setiap rumah tangga,
sebagian besar responden menjawab setuju 98,6% pasca intervensi. Dalam
diri masyarakat sudah menerima dan merasa perlu melakukan gerakan 1R1J
di wilayah mereka. Sebagian besar responden juga bersikap setuju apabila
seluruh anggota rumah tangga bertanggung jawab terhadap kebersihan
lingkungan disekitar rumah, kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan di
Kelurahan Kawua sebelum adanya gerakan 1R1J pun sudah dilakukan pada
setiap rumah tangga sehingga sikap responden akan positif dengan
kebersihan lingkungan di sekitar rumah. Sikap responden terhadap kartu
pemeriksaan jentik yang harus diisi ketika melakukan pemeriksaan jentik
sebagian besar setuju baik pada sebelum intervensi maupun setelah
dilakukan intervensi. Hal ini merupakan dampak dari upaya sosialisasi tentang
jurbastik (PSN 3M plus) sudah dilakukan koordinator jumantik selama
kegiatan intervensi pada pertemuan-pertemuan yang melibatkan masyarakat
136
di Kelurahan Kawua. Sejalan dengan itu, setelah dilakukan intervensi sikap
sebagian besar responden juga mendukung (setuju) terhadap kegiatan 3M
plus perlu dilakukan disetiap rumah. Melakukan kebersihan di dalam dan di
luar rumah juga sebagian besar bersikap setuju dengan pernyataan ini.
Sebab sebelum dilakukan intervensi kebanyakan responden lebih
memperhatikan kebersihan di luar rumah dan mengabaikan kebersihan di
dalam rumah terutama tempat penampungan air. Sikap responden sebagian
besar setuju terhadap perilaku diperlukannya menguras bak mandi atau
penampungan air minimal 1 minggu 1 kali. Kebanyakan responden tidak
melakukan kegiatan menguras melainkan hanya mengganti/membuang air
saja tetapi tidak menyikat bak mandi ataupun ember, apalagi disaat musim
kering dimana di Kelurahan Kawua mengalami kesulitan air maka yang terjadi
adalah sebagian besar masyarakat akan menampung air dalam waktu lama
sehingga berpotensi untuk terjadi perkembangbiakkan nyamuk Aedes
aegypti. Sebagian besar responden setuju bahwa kunjungan petugas/kader
jumantik diperlukan untuk memantau lingkungan sekitar rumah warga.
Menurut responden kader/koordinator jumantik perlu berkunjung ke rumah
warga untuk menyampaikan pesan-pesan tentang jurbastik PSN 3M plus
kepada masyarakat, akan tetapi jika memungkinkan kunjungan dilakukan di
hari jumat, sabtu atau minggu dimana sebagian besar kepala rumah tangga
dan anggota keluarga berada dirumah. Kunjungan koordinator jumantik
ataupun kader jumantik ke rumah responden dengan frekuensi 2 minggu
sekali tidak dianggap mengganggu oleh sebagian besar responden 59,7%
meskipun ada juga yang merasa terganggu, hal ini dikarenakan terkadang
kedatangan kader jumantik/koordinator jumantik dianggap tidak pada waktu
yang tepat misal pada hari kerja dimana kepala rumah tangga tidak ada di
tempat ataupun saat responden sedang melakukan istirahat siang atau sore
ataupun saat kepala rumah tangga sedang sibuk sehingga direspon negatif
oleh sebagian responden. Akan tetapi setelah dilakukan intervensi sudah ada
perubahan terhadap sikap responden dan mulai bersikap positif terhadap
kunjungan kader/koordinator jumantik. Sikap sebagian responden tentang
apakah rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi adalah setuju, bahkan
mengalami peningkatan setelah dilakukan intervensi. Di wilayah non
intervensi sebagian besar responden juga menunjukan sikap yang positif
137
terhadap gerakan 1R1J, kebersihan lingkungan di sekitar rumah, pengisian
kartu jentik, kegiatan 3M plus, kunjungan kader/petugas jumantik dan sanksi
rumah yang ditemukan jentik.
Sebagian besar responden telah mendapatkan sosialisasi 67,9%,
sebagian besar sosialisasi diperoleh pada tahun 2019. Sosialisasi yang
dilakukan oleh petugas puskesmas maupun kader/koordinator jumantik mulai
dilakukan tahun 2019 dan pada saat intervensi dilakukan. Beberapa
responden sudah menerima sosialisasi dari tahun 2018 pada pertemuan di
puskesmas dan kelurahan. Sosialisasi yang sering & terjadwal yang diberikan
oleh petugas kesehatan maupun koordinator jumantik pada kegiatan
keagamaan maupun kegiatan RT diharapkan dapat mengubah perilaku
masayarakat yang dapat menimbulkan “reinforcement” yaitu proses dimana
akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat memperkuat
perilaku tertentu di masa mendatang. (7) Perilaku manusia dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan faktor individu, namun faktor lingkungan memiliki
kekuatan lebih besar dalam menentukan perilaku. Adapun faktor individu
tersebut antara lain tingkat intelegensia, pengalaman pribadi, sifat kepribadian
dan motif (10)
Berbeda dengan wilayah intervensi, di wilayah non intervensi hanya
sedikit responden yang mendapatkan sosialisasi 18,1%, sosialisasi dilakukan
di tahun 2019. Materi yang paling banyak disosialisasikan yaitu tentang
penyakit, penularan dan vektor nyamuk DBD serta materi tentang cara
mencatat di kartu jentik. Materi ini disampaikan oleh kader/koordinator
jumantik Kelurahan Kawua menggunakan buku juknis dan leaflet yang
diberikan oleh Dinkes Kabupaten dan Puskesmas Kawua. Wilayah non
intervensi, materi yang paling banyak di sosialisasikan yaitu tentang penyakit,
penularan dan vektor nyamuk DBD.
Pelaksanaan gerakan 1R1J di wilayah Kelurahan Kawua sebagian
besar responden yang melakukan gerakan 1R1J meningkat dari 27,3%
sebelum intervensi menjadi 87,5% setelah intervensi. Jumlah ini meningkat
setelah dilakukan intervensi melalui sosialisasi oleh kader jumantik kepada
masyarakat sehingga masyarakat sudah mulai melakukan aktivitas jurbastik
dirumah mereka. Anggota rumah tangga yang melaksanakan gerakan 1R1J
antara lain kepala rumah tangga, istri, anak dan anggota rumah tangga
138
lainnya. Pertanyaan tentang sejak tahun berapa program 1R1J dilaksanakan
di Kelurahan Kawua sebagian besar responden menjawab sejak tahun 2018
dan 2019, akan tetapi banyak yang menjawab tahun 2019 karena ditahun
tersebut barulah banyak sosialisasi 1R1J diberikan kepada masyarakat di
Kelurahan Kawua. Berbeda dengan wilayah intervensi, di Kelurahan Sayo
(wilayah non intervensi) sebagian besar responden mengatakan anggota
keluarga yang melakukan 1R1J hanya istri dan kepala keluarga, paling
banyak responden menjawab istri. Program 1R1J di wilayah non intervensi
dilaksanakan sejak 2018 merupakan jawaban sebagian besar responden.
Sebagian besar responden mengatakan program 1R1J tetap dilaksanakan di
rumahtangga sampai saat ini. Anggota rumah tangga yang paling sering
melakukan aktivitas jumantik rumah/jurbastik dirumah yaitu istri dan kepala
keluarga (bapak). Peran istri dalam aktivitas tersebut lebih banyak karena
keseharian mereka yang lebih sering berada di rumah dan melakukan
aktivitas bersih-bersih di rumah. Sehingga mereka lebih sering ditunjuk
sebagai jumantik rumah dibanding kepala keluarga. Hal ini juga terjadi di
wilayah non intervensi istri lebih banyak berperan menjadi jumantik rumah,
jauh berbeda dengan bapak (kepala keluarga). Hal ini mungkin karena
sebagian besar responden yang berstatus istri merupakan ibu rumah tangga
yang tidak bekerja diluar rumah, berbeda dengan wilayah intervensi
(Kelurahan Kawua) responden yang berstatus istri sebagian memiliki
pekerjaan tetap diluar rumah.
Kepemilikan kartu pemeriksaan jentik mengalami peningkatan setelah
dilakukan intervensi menjadi 98,4 dari 144 responden. Ada juga beberapa
yang punya kartu tetapi tidak dapat menunjukan karena tercecer.
Berdasarkan hasil observasi di sebagian besar rumah responden telah
terpasang kartu jentik dan telah diisi setiap minggunya oleh jumantik rumah.
Pada kartu jentik tersebut juga terdapat paraf koordinator jumantik setiap
minggu, akan tetapi dari hasil observasi dan wawancara dengan responden,
kebanyakan pemantauan kartu jentik dilakukan oleh koordinator jumantik
tidak rutin, kadang setiap minggu kadang 2 minggu atau lebih dari 2 minggu
sekali. Kunjungan koordinator jumantik selalu dilakukan dalam rangka untuk
memeriksa kartu jentik dan juga memberi pesan-pesan tentang DBD. Di
wilayah non intervensi kepemilikan kartu jentik masih kurang, hanya 87,8 dari
139
41 responden yang memiliki kartu dan dapat menunjukan. Demikian pula
pengisian kartu jentik tersebut oleh jumantik rumah sangat rendah. Hal ini
juga berkaitan dengan frekuensi memeriksa kartu jentik yang dilakukan kader
jumantik sangat jarang dan tidak rutin serta banyak responden yang tidak
tahu.
Menguras tempat penampungan air (TPA), menutup rapat TPA, dan
menggunakan obat anti nyamuk merupakan tiga aktivitas PSN 3M plus yang
paling banyak dilakukan. Frekuensi aktivitas tersebut dilakukan kurang dari
atau sama dengan 1 minggu sekali. Aktivitas menguras tempat penampungan
air setiap hari sering dilakukan kecuali pada musim kering/kemarau dimana
air sulit maka aktivitas menguras dilakukan 3-4 hari. Kebiasaan responden
menutup tempat penampungan air juga sering dilakukan khususnya untuk air
yang akan digunakan untuk aktivitas memasak dan minum. Akan tetapi
adapula air yang ditampung dalam drum ataupun ember ukuran besar yang
tidak ditutup dan digunakan untuk aktivitas mandi dan mencuci. Ada beberapa
tempat penampungan air responden yang terbuka ditemukan menggunakan
larvasida. Berdasarkan wawancara dengan responden, tempat-tempat yang
biasanya ditemukan jentik baik di dalam maupun diluar rumah yaitu bak
mandi/WC, ember dan barang bekas. Ketiga tempat tersebut paling sering
ditemukan jentik. Jika menemukan jentik dalam tempat penampungan air
maka sebagian besar responden akan membuang air dari tempat
penampungan tersebut dan menguras serta menyikat tempat-tempat
penampungan air tersebut.
Aktivitas PSN 3M plus yang paling sering dilakukan di wilayah kontrol
sama dengan wilayah kontrol yaitu menguras tempat penampungan air (TPA),
menutup rapat TPA, dan menggunakan obat anti nyamuk. Tempat
penampungan air yang biasa ditemukan jentik yaitu bak mandi/WC dan
ember, jika menemukan jentik ditempat penampungan air di dalam dan luar
rumah maka sebagian besar responden menjawab membuang air dari tempat
penampungan tersebut.
Indeks entomologi yang meliputi ABJ, HI, CI dan BI mengalami
perubahan setelah dilakukan intervensi pada Kelurahan Kawua. Ada
peningkatan ABJ setelah dilakukan intervensi, meskipun ada penurunan
jumlah rumah yang diperiksa setelah intervensi akan tetapi terdapat
140
penurunan jumlah rumah yang positif jentik. Pengetahuan masyarakat tentang
jentik dan upaya PSN yang dilakukan turut berkontribusi terhadap
peningkatan ABJ post intervensi. Peran jumantik rumah dalam mengontrol
perindukan nyamuk Aedes aegypti di dalam dan luar rumah sudah mulai
berjalan dengan baik. Hal ini merupakan dampak dari usaha koordinator
jumantik untuk sosialisasi kepada masyarakat tentang PSN 3M plus dan
jurbastik. Jumlah rumah yang positif jentik nyamuk Aedes aegypti (HI) dari
seluruh rumah yang diperiksa mengalami penurunan setelah dilakukan
intervensi. Jumlah kontainer yang positif jentik (CI) mengalami penurunan
setelah dilakukan intervensi. Demikian pula dengan jumlah kontainer yang
positif per 100 rumah yang diperiksa mengalami penurunan.
Pemberdayaan Masyarakat Dalam PSN Jurbastik
Pemberdayaan masyarakat adalah metode yang digunakan dalam
ilmu sosial yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam
mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan
adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran kemauan dan
kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. (3),(4) Melalui
upaya pemberdayaan masyarakat dapat bertindak efektif untuk mengubah
dirinya dan lingkungan disekitarnya. Masyarakat memenuhi kebutuhan
kesehatan dan sosial mereka dan bekerja secara lintas sektoral untuk
memecahkan masalah lokal. (2)(5) Pemberdayaan bertujuan untuk
memobilisasi masyarakat dengan memperkuat keterampilan dasar hidup dan
meningkatkan pengaruh pada hal-hal yang mendasari kondisi sosial dan
ekonomi. (2)
Sumber daya yang terlibat dalam struktur jumantik dapat dikatakan
sebagai agent pembaharu dalam hal perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai
pelopor dalam mensosialisaikan/mengingatkan upaya-upaya dalam
pencegahan DBD sekaligus memberikan contoh kepada masyarakat untuk
141
mengubah perilaku masyarakat. Fungsi utama sebagai pembaharu adalah
mata rantai antara dua sistem sosial atau lebih. Peranan agen pembaharu
dalam satu program inovasi sangat penting. (2)(6)
Implementasi kebijakan dapat dikatakan sebagai suatu proses
berkelanjutan. Salah satu kebijakan pemerintah adalah program gerakan 1
rumah 1 jumantik yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun
2015 menitikberatkan pada pembinaan keluarga oleh puskesmas, lintas
sektoral tingkat kecamatan serta kader kesehatan, dengan tujuan agar
keluarga dapat berperan aktif dalam pemantauan dan pemberantasan jentik
nyamuk vektor di rumah tangga. Di Kabupaten Poso program G1R1J telah
diimplementasikan sejak tahun 2017 yang di tandai dengan dikeluarkannya
Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso tentang
pelaksanaan gerakan 1 rumah 1 jumantik di wilayah Kecamatan Poso kota
Selatan. Keberadaan SK ini secara tidak langsung pemerintah pusat mau
mengakui bahwa program G1R1J telah berjalan, meskipun yang melegitimasi
adalah kepala dinas kesehatan kab/kota. Peran legitimator sangat penting
dalam pelaksanaan keberhasilan program karena merupakan pemegang
kunci. Kecepatan adopsi suatu program inovasi kolektif berhubungan positif
dengan tingkat keterlibatan legitimator sistem sosial dalam pengambilan
keputusan. Artinya semakin legitimator dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan, semakin cepat inovasi kolektif itu tersebar. Oleh karena itu, di
Kabupaten Poso tahun 2019 dilakukan revisi kembali SK pelaksanaan G1R1J
yang semula dikeluarkan oleh kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso
menjadi SK pelaksanaan G1R1J yang dikeluarkan oleh Bupati Poso. Surat
Keputusan tersebut mengakomodasi beberapa hal yang merupakan hasil dari
kegiatan pendampingan yang telah dilakukan selama 4 kali di wilayah
intervensi Kelurahan Kawua diantaranya penambahan jumlah koordinator
jumantik di wilayah Kelurahan kawua dari semula 3 orang menjadi 5 orang.
Kemudian pada SK tersebut juga dilakukan penambahan wilayah G1R1J
yang semula hanya di Kecamatan Poso Kota Selatan menjadi bertambah 2
kecamatan lagi yaitu Kecamatan Poso Kota dan Kecamatan Poso Kota Utara,
sehingga total menjadi 3 kecamatan yang menerapkan G1R1J di wilayah
Kabupaten Poso. Pedoman pelaksanaan G1R1J di wilayah Kabupaten Poso
menggunakan juknis G1R1J tahun 2017 (revisi). Meskipun para pengelola
142
DBD mengatakan telah berpedoman pada juknis 2017 tetapi pada
pelaksanaannya masih ditemukan ketidaksesuaian diantaranya penggunaan
kartu kontrol jentik masih menggunakan format lama (juknis 2015), pelaporan
hasil pemeriksaan kartu kontrol jentik belum rutin terlaporkan di Puskesmas.
Perlu upaya evaluasi dan monitoring oleh Dinas Kesehatan kabupaten dan
Dinas Kesehatan Provinsi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Upaya
refreshing kader/koordinator jumantik yang dilakukan setiap bulan dan telah
disepakati oleh para koordinator jumantik dan supervisor jumantik serta
pengelola DBD puskesmas pada kegiatan pendampingan 4 kali merupakan
alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Upaya ini efektif
dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengisi kartu kontrol
jentik.
Pada dasarnya keberhasilan suatu program sangat tergantung pada
kemampuan sumper daya manusia yang terlibat. Dalam usaha penyebaran
ide-ide baru dalam suatu program, dibutuhkan peranan agen pembaharu,
tokoh masyarakat, sistem sosial dan anggota system sosial. (1) Agen
pembaharu yang dimaksud adalah pekerja profesional yang berusaha
mempengaruhi atau mengarahkan keputusan inovasi selaras dengan yang
diinginkan oleh lembaga yang ia bekerja. Dalam hal ini, bisa jadi dari
pemerintah sebagai pemegang program, kader dan jumantik. (2) tokoh
masyarakat adalah orang-orang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain untuk bertindak dengan cara–cara tertentu. biasanya mereka itu
menduduki jabatan formal, tetapi pengaruh itu berlaku secara informal. Dalam
hal ini bisa jadi tokoh agama, ibu pendeta, dan pak lurah, ketua RT. (3)
sistem sosial dan anggotanya. Sistem Sosial adalah suatu kumpulan unit
yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk
memecahkan masalah, dalam mencapai tujuan bersama. Anggota atau unit
sistem sosial itu bisa berupa perorangan (individu) maupun kelompok informal(9). Dalam hal ini bisa jadi yang masuk dalam struktur keorganisasi gerakan 1
rumah 1 jumantik, sementara anggota sistem sosialnya adalah para kader
jumantik atau pemuka pendapat. (4) adalah masyarakat, penerima program.
Upaya komunikasi sebagai bentuk penyampaian informasi tentang G1R1J
maupun jurbastik juga telah dilakukan dalam bentuk sosialisasi/edukasi
kepada pengelola program DBD di kabupaten dan masyarakat. Kegiatan
143
sosialisasi dilakukan oleh pengelola program DBD Dinas Kesehatan provinsi
kepada pengelola program di Dinas Kesehatan kabupaten dan puskesmas,
kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten melakukan sosialisasi dan bimbingan
teknis kepada puskesmas. Puskesmas melakukan sosialisasi kepada
masyarakat dalam bentuk lokmin tribulan yang melibatkan lintas sektor
(kecamatan, Kelurahan, RT/RW, PKK, tokoh masyarakat/agama, sekolah),
koordinator dan supervisor jumantik di wilayah kerja puskesmas. Bahkan
Bapak Wakil Bupati Poso bersedia menghadiri kegiatan tersebut (Lokmin
tribulan) yang membahas tentang G1R1J, jurbastik dan kegiatan jumat bersih
plus PSN 3M plus, beliau bersedia diundang untuk ikut kegiatan tersebut di
Puskesmas Kawua, ini beliau sampaikan pada saat kegiatan advokasi hasil
kesepakatan bersama lintas sektor bersama Dinas kesehatan Kabupaten.
Beliau juga mewakili Bupati Poso menyetujui kesepakatan bersama tersebut
dan berharap kegiatan tersebut berjalan lancar dan terpantau hasilnya, beliau
mendukung kegiatan tersebut dengan mengeluarkan surat edaran bupati
tentang pelaksanaan “Jumat bersih plus PSN 3M plus di wilayah Kabupaten
Poso” kegiatan ini dirangkaikan dengan kegiatan JUMPABERLIAN yang
sedianya telah berjalan di Kabupaten Poso. Sejalan dengan itu, peran para
koordinator jumantik bersama-sama dengan tokoh masyarakat, RT/RW untuk
melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang jurbastik dan kegiatan
jumat bersih plus PSN 3M plus terus berjalan. Peran tokoh agama dalam
melakukan sosialisasi tentang jurbastik dan jumat bersih plus PSN 3M plus
juga terus dilakukan, tokoh agama bekerja sama dengan koordinator jumantik
dalam melakukan sosilasasi.
Puskesmas Kawua juga menginisiasi Detektif Cilik dimana kegiatan
ini melibatkan sekolah dasar di wilayah Puskesmas Kawua (Kecamatan Poso
Kota Selatan) untuk melakukan pemantauan jentik di sekolah. Siswa kelas 5
dan 6 menjadi detektif cilik di sekolahnya sekaligus mencatat pada kartu
kontrol jentik yang dibagikan oleh para koordinator jentik. Jadi kegiatan ini
bekerja sama dengan koordinator jumantik yang membawahi TTU/TTI di
wilayah tersebut. Kegiatan jumat bersih plus PSN 3M plus juga dilakukan di
sekolah-sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Kawua, hal ini seiring
dengan kegiatan Detektif Cilik.
144
Keberadaan anggaran untuk menunjang kegiatan G1R1J di
Kecamatan Poso Kota Selatan masih berjalan. Saat ini anggaran operasional
koordinator jumantik bersumber dari BOK Puskesmas Kawua. Awalnya (tahun
2018) anggaran operasional berasal dari Dinas kesehatan kabupaten Poso
akan tetapi tahun 2019 dipindahkan ke BOK puskesmas. Besaran biaya
operasional koordinator jumantik Rp. 50.000 setiap orang dan dibayarkan
setiap 3 bulan. Jumlah ini dirasakan kurang mengingat beban kerja
koordinator jumantik sehingga berdasarkan hal tersebut dilakukan diskusi
dengan Lurah Kawua untuk mencari solusi masalah tersebut. Maka
disepakatilah bersama Lurah Kawua untuk membantu operasional koordinator
jumantik dengan melakukan penganggaran kegiatan jurbastik (G1R1J) di
Kelurahan Kawua tahun 2020, anggaran tersebut akan dimasukan pada
anggaran PHBS kelurahan Kawua. Lurah pun berharap agar kegiatan ini
terus berjalan dengan lancar baik pada jumantik rumah maupun koordinator
dan supervisor jumanatik serta pelaporannya juga rutin. Untuk itu dilakukan
kesepakatan diantara para koordinator jumantik, supervisor dan pengelola
DBD puskesmas untuk membuat grup chat WA yang merupakan wadah untuk
penyampaian laporan para koordinator jumantik ke supervisor dan pengelola
DBD, selain itu setiap kegiatan koordinator jumantik seperti memeriksa kartu
jentik, memeriksa TTU/TTI, sosialisasi jurbastik maupun kegiatan jumat bersih
plus PSN 3M plus terlaporkan dalam grup chat WA tersebut.
Dukungan pemerintah daerah juga penting, Bupati Poso mengusulkan
untuk memasukan angka bebas jentik sebagai kriteria lomba kelurahan/desa
sehat. Hal ini disampaikan oleh Bupati dalam kegiatan pertemuan sosialisasi
dan pelatihan G1R1J bagi puskesmas dan lintas sektor di wilayah Kabupaten
Poso. Menurut beliau kriteria ini secepatnya dimasukan mengingat terjadi
peningkatan kasus DBD di Kabupaten Poso di tahun 2018 dan terus terjadi
hingga awal tahun 2019.
Hasil analisis uji T dependen menunjukan ada perbedaan rerata
pengetahuan sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada wilayah
intervensi (Kawua), hal ini disebabkan karena setelah intervensi (post
intervensi) ada pemberian sosialisasi G1R1J kepada masyarakat, sosialisasi
dilakukan oleh koordinator jumantik di pertemuan tingkat RT dan pertemuan
keagamaan. Sikap responden menunjukan tidak adanya perbedaan rerata
145
sikap sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada wilayah intervensi
(kawua), hal ini disebabkan karena sikap responden terhadap program
G1R1J sebelum dilakukan penelitian sudah baik atau mendukung program ini
sehingga saat post intervensi tidak lagi mengalami perubahan yang signifikan,
kecuali pada pertanyaan rumah yang ditemukan jentik akan diberikan sanksi,
responden mengalami peningkatan yang menjawab setuju, hal ini
dikarenakan pemahaman masyarakat tentang G1R1J sudah mulai meningkat
oleh karena sosialisasi yang diberikan. Untuk variabel tindakan, pertanyaan
tentang pernah mendapatkan sosialisasi G1R1J, siapa yang melakukan
sosialisasi G1R1J, materi yang diterima saat sosialisasi G1R1J, apakah
G1R1J pernah dilaksanakan di tempat responden, apakah rumah tangga
memiliki kartu pemeriksaan jentik, apakah kartu pemeriksaan jentik diisi oleh
jumantik rumah, frekuensi kunjungan koordinator jumantik ke rumah
menunjukan adanya perbedaan rerata sebelum dan setelah intervensi di
Kelurahan Kawua. Sedangkan tindakan melaksanakan PSN 3M plus
menunjukan tidak adanya perbedaan rerata yang signifikan sebelum dan
setelah dilakukan intervensi, meskipun demikian ada beberapa tindakan PSN
3M plus yang sebelum intervensi belum pernah dilakukan oleh responden
tetapi setelah dilakukan intervensi maka dilakukan kegiatan PSN 3M plus
tersebut seperti menanam tanaman pengusir nyamuk dan memasang kawat
kasa. Kesadaran masyarakat untuk melakukan PSN 3M plus mulai muncul
dengan adanya intervensi berupa edukasi melalui sosialisasi. Kegiatan
menguras tempat penampungan air mengalami sedikit penurunan pada saat
post intervensi, hal ini disebabkan karena adanya musim kering saat
intervensi penelitian sehingga terjadi kesulitan air di masyarakat Kelurahan
Kawua sehingga masyarakat banyak yang menampung air dalam waktu lama
serta tidak menguras tempat penampungan air. Terkait dengan teori perilaku,
motivasi masyarakat untuk melakukan perilaku PSN 3M plus dibentuk oleh
faktor keyakinan (subjective norm) setelah memperoleh informasi dari petugas
kesehatan tentang bahaya penyakit DBD dan informasi tentang pentingnya
adanya jumantik disetiap rumah, memeriksa tempat penampungan air dan
mengisi kartu jentik.(8)
Wilayah non intervensi Kelurahan Sayo, ada beberapa variabel
pengatahuan yang terdapat perbedaan rerata sebelum dan setelah intervensi.
146
Variabel pengetahuan tersebut antara lain mendengar istilah jumantik, materi
saat sosialisasi G1R1J, mengetahui adanya kartu jentik serta kegiatan 3M
Plus. Meskipun masyarakat tidak di Kelurahan Sayo tidak mendapatkan
intervensi tetapi mereka memperoleh informasi tentang G1R1J ataupun DBD
dari pertemuan-pertemuan keagamaan, dasa wisma, pertemuan RT yang
dilakukan setiap bulan.
147
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan1. Pelaksanaan program G1R1J di Kabupaten Poso meliputi 1
kecamatan yaitu Kecamatan Poso Kota Selatan yang meliputi 5
kelurahan termasuk diantaranya Kelurahan Kawua (wilayah intervensi)
dan Kelurahan Sayo (wilayah kontrol) dimana pelaksanaannya
sebelum intervensi belum berjalan dengan baik sesuai juknis tetapi
setelah intervensi peran dinas kesehatan kabupaten poso dan
puskesmas kawua telah dinyatakan dalam bentuk komitmen yang
telah dan akan dilaksanakan untuk mendukung program G1R1J
2. Pelaksanaan G1R1J di wilayah Kelurahan Kawua (wilayah intervensi)
sebelum dilakukan intervensi belum berjalan optimal ditandai dengan
rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang
G1R1J namun setelah dilakukan intervensi ada perubahan perilaku
masyarakat lebih mengetahui dan berperan serta dalam kegiatan
G1R1J dan kegiatan kemasyarakatan yang mendukung program
G1R1J
3. Untuk menggalang partisipasi aktif masyarakat, petugas kesehatan
dan tokoh masyarakat dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat
dalam bentuk komitmen koordinator jumantik, tokoh masyarakat, ketua
RT/RW, dan tokoh agama untuk melakukan G1R1J serta kegiatan
kemasyarakatan yang mendukung pelaksanaan G1R1J. Surat edaran
bupati tentang jumat bersih plus PSN 3M plus di wilayah Kabupaten
Poso yang merupakan hasil advokasi dan kesepakatan lintas sektor
perlu disosialisasikan secara meluas kepada seluruh masyarakat di
Kelurahan Kawua
4. Partisipasi masyarakat, tokoh masyarakat, ketua RT/RW, tokoh
agama, camat lurah sepakat melakukan gerakan “jumat bersih plus
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M plus serta
mengisi kartu jentik”, yang telah diadvokasi ke pemerintah daerah dan
telah dituangkan dalam Surat Edaran Bupati untuk dilaksanakan di
seluruh Kabupaten Poso serta mendukung implementasi jurbastik
dalam G1R1J di Kabupaten Poso
148
5. Untuk melancarkan komunikasi dan pelaporan oleh koordinator
jumantik telah dibentuk grup WA koordinator jumantik, supervisor
jumantik dan pengelola DBD Puskesmas Kawua
Saran1. Masyarakat lebih berperan aktif dalam pemberantasan penyakit DBD
melalui upaya pemberantsanan sarang nyamuk Aedes aegypti dengan
melakukan 3M plus khususnya dalam menguras tempat penampungan
air dengan menyikat dasar dan dindingnya secara teratur serta
melakukan larvasidasi untuk TPA yang jarang dikuras.
2. Sosialisasi G1R1J secara menyeluruh terhadap masyarakat sangat
diperlukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat
mengenai kegiatan Jurbastik. Sosialisasi dapt dilakukan melalui
melalui media massa, sekolah, kegiatan keagamaan, kader
puskesmas atau kelompok masyarakat lainnya.
3. Perlu disosialisasikan kepada warga mengenai 3M plus dan cara
pengisian kartu yang benar. Kartu pemeriksaan jentik yang dibagikan
sebaiknya tidak terlalu kecil agar memudahkan pengisian kartu oleh
warga.
4. Media untuk promosi G1R1J/jurbastik diperlukan seperti surat kabar,
TV dan Radio
5. Untuk medukung G1R1J, surat edaran bupati tentang jumat bersih
plus PSN 3M plus di wilayah Kabupaten Poso perlu disosialisasikan
secara meluas kepada seluruh masyarakat di Kabupaten Poso
Keterbatasan PenelitianKeterbatasan penelitian ini antara lain :
1. Jumlah responden berkurang dikarenakan ada warga yang pindah rumah
dan bepergian ke luar lokasi penelitian dalam waktu yang melebihi waktu
penelitian. Responden yang tidak berada di tempat pada saat post test
tidak dapat diganti dan menyebabkan turunnya jumlah sampel saat post
test.
149
2. Adanya pergantian jabatan kepala seksi penyakit menular di Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada saat awal penelitian sehingga
yang bersangkutan (pejabat baru) memberikan informasi yang sangat
terbatas ketika wawancara/indepth interview dilakukan.
150
KONSEP MODEL JURBASTIK KABUPATEN POSO
Kerangka Model Pemberdayaan Jurbastik Kawua
Ada 2 bagian yaitu program dan intervensi, yang bagian program dilakukan
sebelum intervensi berupa evaluasi program G1R1J yang sudah berjalan
sedangkan Intervensi dilakukan pada saat kegiatan intervensi dan
pendampingan dilakukan
Dinkes Prov, Dinkes Kab berkoordinasi dengan Puskesmas dan lintas sektor
baik pemerintah daerah maupun tokoh masyarakat untuk melaksanakan
pendampingan kepada tim G1R1J dan sosialisasi ke masyarakat (RW/RT)
tentang G1R1J
151
Tim G1R1J melakukan sosialisasi jurbastik (G1R1J) kepada masyarakat dan
memantau kartu jentik di rumah masyarakat
Masyarakat (jumantik rumah) melakukan pengisian kartu jentik untuk diperiksa
oleh tim G1R1J
152
DAFTAR PUSTAKA
1. BPS Poso, Profil Kabupaten Poso 2018, Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah
2 Sulaeman SE, Karsidi R, Murti B, Model Pemberdayaan Kesehatan Studi Program Desa Siaga, Jurnalkesehatan masyarakat Nasional 7(4) 2017
3. Kasmel A, Andersen PT, Measurement of Community Empowerment in Three Community ProgrammsIn Rapla (Estonia), Int. J. Environ. Res. Public Health 2011, 8, 799-817
4. Killian A, Lawford H, Ujuju CN, Abeku TA, The impact of behaviour change communication on the useof insecticide treated nets: a secondary analysis of ten post-campaign surveys from Nigeria, MalariaJournal (2016) 15:422
5. Saswata G, Manashi S, Health Communication and Behavioural Change: An Exploratory Study amongMarginalized Communities in Rural West Bengal, India, Journal of Health Management 15(3) 307–327
6. Kozica S,Lombard C,Teede H,2,DraganIlic, Murphy K, Harrison C, Initiating and Continuing BehaviourChange with in a Weight Gain Prevention Trial: A Qualitative Investigation, PLOS ONE 15(2015)
7. Mustafa H, Perilaku Manusia Dalam Perspektif Psikologi Sosial, Jurnal Administrasi Bisnis 2(7) 2011143 - 156
8. Darmawan A, Perilaku Masyarakat dalam Mengelola Sampah di Kota Bima Nusa Tenggara Barat,Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota vol 10(2): 175-186 Juni 2014
9. Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru disarikan dari karya Everret M Rogers dan F. Floyd Shoemaker:Communication of Innovations, Surabaya: Usaha Nasional 1981
10. Azawar azrul, Pengantar Ilmu Lingkungan, Jakarta : penerbit Mutiara Sumber Widya
153
LAMPIRAN
154
KUESIONERRISET IMPLEMENTASI MODEL JURU PEMBASMI JENTIK (JURBASTIK)
DALAM PENANGGULANGAN DBD TAHUN 2019
I. PENGENALAN TEMPAT
1 Provinsi 2 Kabupaten/Kota*)
coret salah satu 3 Kecamatan 4 Nama Puskesmas 5 Kode Puskesmas 1. Intervensi 2. Non intervensi 6 Desa/Kelurahan*)
7 Klasifikasi Desa/Kelurahan 1. Perkotaan 2.Pedesaan 8 Nomor Urut Rumah
9 Status Bangunan
1. Rumah milik sendiri/keluarga2. Rumah sewa tahunan3. Rumah sewa bulanan4. Rumah Kosong5. Tempat Tempat Umum/ Tempat Tempat Institusi
10 Nama yang bertanggungjawab sebagai JUMANTIK rumah/Lingkungan :
11 Alamat (Tulis dengan huruf kapital)
12 Koordinat .............................................LS/LU
…..............................................BT
Jika jawaban BLOK I.9 berkode 4 atau 5WAWANCARA SELESAI LANJUT KE FORM ENTOMOLOGI
II. KETERANGAN RUMAH TANGGA
1 Nama kepala keluarga:
2 Jumlah orang yang tinggal dibangunan tersebut ............. orang 3 Jumlah ART (≥ 15 tahun): ............. orang
III. KETERANGAN PENGUMPUL DATA
1 Nama Pengumpul Data:………………………………... 2 Tanggal pengumpulan data --
K – I.*)No urut rumah_______________(*lingkari salah satu)
RAHASIA
155
IV. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA
No.urutART
NamaAnggota Rumah Tangga(ART)
Hubungan dengankepala rumah tangga1. Kepala rumah tangga2. Istri/suami3. Anak4. Menantu5. Cucu6. Orang tua / mertua7. Famili lain8. Pembantu rumah tangga9. Lainnya
Jenis Kelamin1.Laki-laki2.Perempuan
Umur (tahun)Jika umur< 1thn isikan“00”Jika umur≥ 97 thn isikan “97”
Pendidikan tertinggi1. Tidak/Belum
pernah sekolah2. Tidak tamat SD/MI3. Tamat SD/MI
sederajat4. Tamat SLTP/MTs
sederajat5. Tamat SLTA/MA
sederajat6. Tamat PT
Pekerjaan utama1. Tidak bekerja2. Sekolah3. PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD4. Pegawai swasta5. Wiraswasta/ Pedagang6. Petani / Buruh tani7. Nelayan8. Buruh/Sopir/Asisten rumah tangga9. Lainnya(Ditanyakan untuk ART usia > 10 th)
Penggunaan anti nyamuk:1. Repelen2. Obat nyamuk bakar4. Semprot (aerosol)8. Elektrik16.Tidak menggunakan
Peran ARTdalampenanganan jentikdi rumah &lingkungan1. Mengamati2. Membersihkan3. Mencatat4. Jawaban 1 & 25.Jawaban 1&36.Jawaban 2&37. Jawaban 1,2&38. Tidak melakukan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
156
B. PENGETAHUANPetunjuk Pengisian : ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK & PILIHAN JAWABAN TIDAK DIBACAKAN
B01 Apakah [NAMA] pernah mendengar istilah Jumantik? 1.Ya2.Tidak
B02 Apakah [NAMA] pernah mendengar istilah 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J) atau Jumantik rumah? 1. Ya2. Tidakke B16
B03 Dari mana pernah mendengar istilah 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J) atau Jumantik rumah?1. RT/RW 5.Petugas Puskesmas 2. Kelurahan/Kecamatan 6.Petugas Dinas Kesehatan 3. Kader 7.Media cetak/Elektronik/media sosial 4. keluarga 8.Lainnya
B04 Apakah menurut [NAMA] sosialisasi 1R1J diperlukan ? 1. Ya2. Tidak
B05 Menurut [NAMA] siapakah sebaiknya yang melakukan sosialisasi 1R1J ?
1.RT/RW 4. Petugas Puskesmas 2.Petugas Kelurahan/Kecamatan/Pemda 5. Petugas Dinas Kesehatan 3.Petugas Kader 6. Tidak tahu
B06 Materi apa saja menurut [NAMA] yang sebaiknya diberikan pada saat sosialisasi 1R1J ?1. Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor
nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) 4. Pengetahuan tentang cara mencatat di kartujentik
2. Pengetahuan tentang cara mengamati jentik 5. Pengetahuan tentang PSN 3M Plus 3. Pengetahuan tentang cara membersihkan tempat
perkembangbiakan dan membasmi jentik 6. Tidak tahu B07 Siapa saja menurut [NAMA] yang harus mendapat sosialisasi 1R1J?
1. Kepala keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten/pembantu rumah tangga 3. Anak 6. Tidak tahu
B08 Siapa saja menurut [NAMA] anggota keluarga yang dapat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)?1. Kepala Keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten/pembantu rumah tangga 3. Anak 6. Tidak tahu
B09 Apakah [NAMA] mengetahui syarat menjadi JUMANTIK rumah (1R1J)? 1. Berusia > 15 tahun 4. Bertanggungjawab melakukan kebersihan
lingkungan dalam dan luar rumah 2. Dapat menggerakkan anggota keluarga untuk melakukan
PSN 5. Pernah mendapatkan sosialisasi tentang 1R1J 3. Dapat memeriksa tempat perkembanbiakan nyamuk 6. Tidak tahu
B10 Menurut [NAMA] apa saja yang yang harus dilakukan oleh seorang JUMANTIK Rumah dalam kegiatan (1R1J)?
V. KETERANGAN INDIVIDUA. IDENTIFIKASI RESPONDEN
(Jika Responden Tidak Dapat Diwawancarai, maka dapat Diwakilkan)
A01 Nama responden
A02 No Urut responden ……………………. A03 Usia responden: …….……..….tahun A04 Jenis Kelamin responden: 1. Laki-laki 2. Perempuan
157
1. Mensosialisasikan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota/penghuni rumah 2. Dapat memeriksa tempat perkembanbiakan nyamuk dalam dan luar rumah min. seminggu sekali 3. Dapat menggerakkan anggota keluarga untuk melakukan PSN 3M Plus min. seminggu sekali 4. Mengisi kartu Jentik hasil pemeriksaan Tempat penampungan air
B11 Apakah [NAMA] mengetahui adanya kartu / lembar jentik ? 1. Ya2. Tidak Lanjut ke B14
B12 Menurut [NAMA] apakah kegunaan dari kartu / lembar jentik? 1. Mencatat hasil pemeriksaan jentik2. Tidak tahu
B13 Menurut [NAMA] siapa saja yang dapat mengisi kartu jentik?1. Kepala Keluarga 3. Kader 2. Anggota keluarga 4. RT/RW
B14 Apakah [NAMA} mengetahui siapa yang berkunjung ke rumah dalam rangka 1R1J?
1. Kader 4. Koordinator JUMANTIK 2. Petugas puskesmas 5. Supervisor JUMANTIK 3. RT/RW 6. Lainnya
B15 Apakah [NAMA] mengetahui berapa kali frekuensi kunjungan koordinator ke rumah?1. 1 minggu 1 x 3. > 2 minggu 1 x
2. 2 minggu 1 x 4. Tidak tahu B16 Apakah yang [NAMA] ketahui tentang kegiatan 3M Plus ? (Jawaban tidak dibacakan)
1. Menguras tempat-tempat penampungan air : bak mandi-WC, drum dsb 6. Menggunakan perangkap nyamuk (ovitrap,
larvitrap, mosquito trap) 2. Mendaur ulang barang bekas/ Mengubur barang-barang
bekas: botol plastic, kaleng, ban bekas dsb 7. Menutup tempat penampungan air 3. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan
nyamuk 8. Mengganti air vas bunga, minuman burung dsb 4. Tidur menggunakan kelambu pada pagi dan sore hari 9. Menanam tanaman pengusir nyamuk:
lavender, sereh, zodia 5. Menggunakan bubuk temephos/ Ikan 10. Pakai raket nyamuk
B17 Menurut pengetahuan [NAMA] tempat-tempat apa saja yang sering ditemukan jentik nyamuk? (Jawaban tidak dibacakan)
1. Bak Mandi/WC 9. Pot tanaman 2. Ember 10. Tempat minum binatang 3. Drum 11. Aquarium 4. Dispenser 12. Kolam 5. Tempat penampungan air kulkas 13. Barang bekas (ban, ember, botol kemasan,
panci, kaleng) 6. Toren/Tandon/Tangki air 14. Selokan/Got 7. Pagar bambu 15. Tempat air Suci 8. Tempurung Kelapa 16. Lainnya
B18 Menurut [NAMA] apa saja yang harus dilakukan jika ditemukan jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah?1. Membuang air di tempat penampungan tersebut 4. Memelihara ikan pemakan jentik di tempat
penampungan tersebut 2. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air 5. Membuang jentiknya saja 3. Menaburkan obat pembasmi jentik 6. Lainnya
C. SIKAPBACAKAN PERNYATAAN NO.C01 SAMPAI DENGAN NO. C10, ISIKAN KODE JAWABAN 1= SETUJU ATAU 2= TIDAK SETUJU
158
C01 Gerakan 1R1J tidak perlu disosialisasikanke masyarakat C06 Hanya lingkungan dalam rumah saja yang perlu
diperhatikan kebersihannya C02 Gerakan 1R1J perlu dilaksanakan di setiap
rumah tangga C07 Perlu menguras bak mandi atau penampungan airminimal 1 minggu 1 kali
C03Semua anggota rumah tanggabertanggungjawab terhadap kebersihanlingkungan disekitar rumah
C08 Kunjungan petugas/kader JUMANTIK diperlukanuntuk memantau lingkungan sekitar rumah warga
C04 Kartu pemeriksaan jentik harus diisi ketikamelakukan pemeriksaan jentik C09 Saya merasa terganggu bila dikunjungi petugas atau
kader JUMANTIK 2 minggu 1 x C05 Kegiatan 3M Plus tidak perlu dilakukan
disetiap rumah C10 Rumah yang ditemukan jentik diberikan sanksi D. TINDAKAN (Jawaban Boleh Dibacakan)
D01 Apakah [NAMA] pernah mendapatkan sosialisasi 1R1J? ISIKAN KODE JAWABANDENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK
1.Ya2.Tidak Lanjut ke D05
D02 Berapa kali sosialisasi program 1R1J yang pernah [NAMA] dapatkan dalam rentang waktu 2015-2018? ISIKAN KODE ‘88’ JIKAJAWABAN RESPONDEN ‘LUPA’
a. 2015……..kali
b. 2016……...kaIi c. 2017……..kali d.2018…..…..kaliD03 Siapa yang melakukan sosialisasi 1R1J ? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK & PILIHAN JAWABAN
DIBACAKAN1. RT/RW 7. Petugas Puskesmas 2. Petugas Kelurahan/Kecamatan 8. Petugas Dinas Kesehatan 3. Petugas Kader 9. Lainnya
D04 Materi apa saja yang telah diberikan pada saat sosialisasi 1R1J ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK1. Pengetahuan tentang penyakit, penularan, dan vektor
nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) 4.Pengetahuan tentang cara mencatat di kartu jentik 2. Pengetahuan tentang cara mengamati jentik 5.Pengetahuan tentang PSN 3M Plus 3. Pengetahuan tentang cara membersihkan/membunuh
jentik D05 Apakah Program 1R1J pernah dilaksanakan di tempat saudara? 1. Ya
2. Tidak ke D14 D06 Siapa saja di rumah tangga yang melaksanakan gerakan 1R1J? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK
1. Kepala keluarga 4. Anggota rumah tangga lainnya 2. Istri 5. Asisten rumah tangga 3. Anak 6. Lainnya
D07 Sejak Tahun berapa program 1R1J dilaksanakan di tempat /rumah saudara ? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 =TIDAK
1. 2015 4. 2018 2. 2016 5. 2019 3. 2017 6. Tidak pernah melaksanakan (lanjut ke D14)
D08 Apakah program 1R1J masih tetap dilaksanakan di rumah tanggasampai saat ini
1. Ya2. Tidak ke D14
D09 Siapa diantara anggota rumah tangga yang paling sering melakukan kegiatan JUMANTIK Rumah (1R1J)? ISIKAN ANGKA SESUAIDENGAN JAWABAN RESPONDEN(1,2,3,4 atau 5)
1. Bapak2. Ibu
3. Anak4. Anggota rumah tangga lainnya5. Asisten rumah tangga
D10 Apakah rumah tangga memiliki kartu pemeriksaan jentik ? ISIKAN DENGAN MEMILIH JAWABAN: 1, 2 ATAU 3
1. Ya dapat menunjukkan2. Ya tidak dapat menunjukkan, ke Ke D133. Tidak ada, alasan…………………………… Ke D13
D11 Apakah kartu pemeriksaan jentik diisi oleh JUMANTIK rumah? (lakukan OBSERVASI) 1. Ya
2. Tidak D12 Apakah petugas/kader/koordinator JUMANTIK memeriksa kartu jentik pada saat kunjungan ke
rumah?1. Ya2. Tidak
D13 Berapa kali frekuensi kunjungan koordinator JUMANTIK ke rumah? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK
159
1. 1 minggu 1 x 3. > 2 minggu 1 x 2. 2 minggu 1 x 4. Tidak tahu
D14 Alasan mengapa di rumah tangga tidak dilaksanakan 1R1J saat ini ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK1. Malas 4. Tidak ada yang mengerjakan 2. Tidak ada waktu 5. Merasa tidak perlu 3. Lingkungan sudah bersih 6. Tidak Tahu
D15 Apakah anggota rumah tangga melakukan kegiatan PSN 3M plus sebagai berikut :ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1 = YA ATAU 2 = TIDAK
Frekuensi1. < 1x per minggu2. 2 minggu 1 x
3. 3 minggu 1 x4. > 1 Bulan
1. Menguras tempat-tempat penampungan air : Bak mandi-WC, drumdsb
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air 3. Mendaur ulang Barang Bekas : Botol plastik, kaleng, dan bekas dsb 4. Mengganti air vas bunga, minuman burung dsb 5. Tidur menggunakan kelambu pagi dan siang hari 6. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk 7. Melakukan larvasidasi (temefos dll) 8. Memelihara ikan pemakan jentik (ikanisasi) 9. Menggunakan perangkap nyamuk ( ovitrap, larvitrap, mosquito trap) 10. Menanam tanaman pengusir nyamuk : lavender, sereh, zodiac 11. Memasang kawat kasa nyamuk 12. Lainnya
D16 Dimana saja biasanya [NAMA] menemukan jentik nyamuk di dalam dan di luar rumah? ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2= TIDAK
1. Bak Mandi/WC 9. Pot tanaman 2. Ember 10. Tempat minum binatang 3. Drum 11. Aquarium 4. Dispenser 12. Kolam 5. TPA kulkas 13. Barang bekas 6. Toren air/Tandon/Tangki air 14. Selokan/Got 7. Pagar bambu 15. Tempat air Suci 8. Tempurung kelapa 16. Lainnya
D17 Jika ditemukan jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah apa saja yang dilakukan [NAMA]? ISIKAN KODE JAWABANDENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK
1. Membuang air dari tempat penampungan tersebut 4. Memelihara ikan pemakan jentik di tempatpenampungan tersebut
2. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air 5. Membuang jentiknya saja 3. Menaburkan obat pembasmi jentik
E. KONDISI RUMAHE01 Luas Lantai bangunan rumah (DITANYAKAN) ………………….. m2 E02 Pencahayaan di dalam ruangan 1. Cukup 2. Tidak cukup E03 Keberadaan pakaian menggantung di dalam rumah 1. Ada 2. Tidak ada E04 Ventilasi 1. Ada, luas < 10%
2. Ada, Luas > 10% luas lantai
160
3. Tidak adaE05 Jendela 1. Ada 2. Tidak ada
Catatan:
161
FORMULIR PEMERIKSAAN JENTIKRiset Implementasi Model Juru Pembasmi Jentik (Jurbastik) dalam Penanggulangan DBD (Multicenter 2019)
PROVINSI : NAMA PUSKESMAS : TGL SURVEI :KABUPATEN/KOTA : RT/RW : NAMA PEMERIKSA :KECAMATAN : NAMA KK& JUMANTIK : GPS : S:
DESA/KELURAHAN : NAMA RESPONDEN : E:KATEGORI WILAYAH: 1. Intervensi 2. Non Intervensi STRATA: 1. Tertata 2. Tidak Tertata STATUS BANGUNAN: 1. Milik sendiri 2. Sewa 3. Rumah Kosong 4. TTU/TTI
NO JENIS KONTAINER(tuliskan kode/jenis kontainer)
JUMLAH
LETAK/TEMPAT
1. Di dalam2. Di luar
BAHAN (tuliskankode bahan)
WARNA(tuliskan kode warna)
TUTUP1. Tertutup2. Terbuka
JENTIK1. Ada
2. Tidak
PUPA1. Ada
2. Tidak
SPESIES(tuliskan kodegenus/spesies)
PERKIRAANVOLUME AIR
(tuliskan kodevolume air)
PELIHARAIKAN1. Ya
2. Tidak
DIKURAS1 MINGGUTERAKHIR
1. Ya2. Tidak
DITABURTEMEFOS
1.Ya2. Tidak
WAKTUTABUR
TEMEFOS(tuliskan
kode waktu)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
JENIS KONTAINERBAHAN
KONTAINERWARNA
KONTAINER GENUS/SPESIES PERKIRAAN VOLUME AIR WAKTU TABUR TEMEFOS
1 = Bak mandi 12 = Penampung kulkas 1 = Semen2 = Plastik
3 = Keramik
4 = Fiber
5 = Kaca
6 = Logam
7 = Tanah
8 = Karet
9= Batu
10= Kayu
Styrofoam/11= gabus
1 = Merah2 = Biru
3 = Kuning
4 = Hijau
5 = Putih
6 = Abu-abu
7 = Hitam
8 = Bening/
transparan
9 = Coklat
1 = Aedes aegypti2 = Aedes albopictus
3 = Culex
4 = Armigeres
5= Anopheles
1 = Kurang dari 1 Liter2 = 1 - 20 Liter
3 = 20- 100 Liter
4 = Lebih dari 100 Liter
1 = 1 minggu terakhir2 = 2 minggu terakhir
3 = 3 minggu terakhir
4 = 4 minggu terakhir
5 = Lebih dari 1 bulan terakhir
2 = Bak WC 13 = Penampung dispenser
3 = Drum 14 = Saluran air
4 = Toren/tangki 15 = Talang air
5 = Tempayan/gentong 16 =Bagian tanaman (lubangpohon/pelepah daun)
6 = Ember 17 = Vas/pot bunga/alas
7 = Baskom 18= Tempurung/batok kelapa
8 = Tempat air suci 19= Kolam/akuarium terbengkalai
9 = Tempat wudhu Barang bekas20= (Kaleng/panci/ember/ban/gelas/
botol kemasan)10 =Lain-lain (tempatpenampungan air), tuliskan!
11=Tempat minum/mandihewan peliharaan
21=Lain-lain (bukan tempatpenampungan air), tuliskan
No urut bangunan:
162
163
164
165
166
167
DOKUMENTASI
168
169
170
171
172