38
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM UNIT DAN OPERASI PROSES I KONDUKSI Disusun Oleh: Kelompok 5 Rabu Atan Tuahta 1206226341 Muhammad Fatah Karyadi 1206263370 Paramita Dona Fitria 1206263383 Syafarudin 1306482035 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014 Asisten Laboratorium : Achmad Fathony

Laporan Akhir Konduksi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

  • LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM UNIT DAN OPERASI PROSES I

    KONDUKSI

    Disusun Oleh:

    Kelompok 5 Rabu

    Atan Tuahta 1206226341

    Muhammad Fatah Karyadi 1206263370

    Paramita Dona Fitria 1206263383

    Syafarudin 1306482035

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK 2014

    Asisten Laboratorium : Achmad Fathony

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    2

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

    1.1 Tujuan Percobaan ..................................................................................................... 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4

    2.1 Pengertian Konduksi ................................................................................................ 4

    2.2 Hukum Fourier ......................................................................................................... 5

    2.3 Konduktivitas Termal ............................................................................................... 6

    2.4 Konduksi Tunak ....................................................................................................... 8

    2.5 Konduksi Tak Tunak ................................................................................................ 10

    2.6 Tahanan Kontak Termal ........................................................................................... 11

    2.7 Koefisien Perpidahan Kalor Menyeluruh ................................................................. 12

    BAB III PERCOBAAN ..................................................................................................... 15

    3.1 Prosedur Percobaan .................................................................................................. 15

    3.2 Hasil Pengamatan ..................................................................................................... 15

    3.2.1 Percobaan 1 ...................................................................................................... 15

    3.2.2 Percobaan 2 ...................................................................................................... 16

    BAB IV PENGOLAHAN DATA ..................................................................................... 17

    4.1 Percobaan 1 .............................................................................................................. 17

    4.2 Percobaan 2 .............................................................................................................. 21

    BAB V ANALISIS ............................................................................................................. 26

    5.1 Analisis Percobaan ................................................................................................... 26

    5.1.1 Percobaan 1 ...................................................................................................... 26

    5.1.2 Percobaan 2 ...................................................................................................... 28

    5.2 Analisis Hasil ............................................................................................................ 31

    5.2.1 Percobaan 1 ....................................................................................................... 31

    5.2.2 Percobaan 2 ....................................................................................................... 34

    5.3 Analisis Kesalahan ................................................................................................... 35

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 36

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 38

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Tujuan Percobaan

    Menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu terhadap k, dengan

    menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi steady dan un-steady.

    Menghitung koefisien kontak

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian Konduksi

    Konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana panas mengalir dari tempat yang

    suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, tetapi medianya tetap. Perpindahan

    kalor secara konduksi tidak hanya terjadi pada padatan saja tetapi bisa juga terjadi pada cairan

    ataupun gas, hanya saja konduktivitas terbesar pada padatan.

    Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan

    pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat

    meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Konduksi terjadi

    melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Berdasarkan perubahan suhu menurut waktu,

    konduksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu konduksi tunak dan konduksi tidak tunak.

    Pada zat padat, energi kalor tersebut dipindahkan hanya akibat adanya vibrasi dari

    atom-atom zat padat yang saling berdekatan. Hal ini disebabkan karena zat padat merupakan

    zat dengan gaya intermolekular yang sangat kuat, sehingga atom-atomnya tidak dapat bebas

    bergerak, oleh sebab itu perpindahan kalor hanya dapt terjadi melalui proses vibrasi.

    Sedangkan proses konduksi pada fluida disebabkan karena pengaruh secara langsung karena

    atom-atomnya dapat lebih bebas bergerak dibandingkan dengan zat padat.

    Konduksi merupakan suatu proses perpindahan kalor secara spontan tanpa disertai

    perpindahan partikel media karena adanya perbedaan suhu, yaitu dari suhu yang tinggi ke

    suhu yang rendah.

    Konduksi atau hantaran kalor pada banyak materi dapat digambarkan sebagai hasil

    tumbukan molekul-molekul. Sementara satu ujung benda dipanaskan, molekul-molekul di

    tempat itu bergerak lebih cepat. Sementara itu, tumbukan dengan molekul-molekul yang

    langsung berdekatan lebih lambat, mereka mentransfer sebagian energi ke molekul-molekul

    lain, yang lajunya kemudian bertambah. Molekul-molekul ini kemudian juga mentransfer

    sebagian energi mereka dengan molekul-molekul lain sepanjang benda tersebut. Dengan

    demikian, energi gerak termal ditransfer oleh tumbukan molekul sepanjang benda. Hal inilah

    yang mengakibatkan terjadinya konduksi.

    Konduksi atau hantaran kalor hanya terjadi bila ada perbedaan suhu. Berdasarkan

    eksperimen, menunjukkan bahwa kecepatan hantaran kalor melalui benda yang sebanding

    dengan perbedaan suhu antara ujung-ujungnya.Kecepatan hantaran kalor juga bergantung

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    5

    pada ukuran dan bentuk benda. Untuk mengetahui secara kuantitatif, perhatikan hantaran

    kalor melalui sebuah benda uniform tampak seperti pada gambar berikut.

    Konduksi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan berubah atau tidaknya suhu terhadap

    waktu, yaitu konduksi tunak (steady) dan konduksi tak tunak (unsteady). Konduksi tunak

    dapat dijelaskan sebagai konduksi ketika suhu yang dihantarkan tidak berubah atau distribusi

    suhu konstan terhadap waktu. Sebaliknya, konduksi tak tunak jika suhu berubah terhadap

    waktu.

    Perpindahan kalor secara konduksi dibedakan menjadi dua, yaitu konduksi tunak dan

    konduksi tak-tunak. Aplikasi dari konduksi tunak ini ialah pada proses insulasi. Zaman ini,

    sistem insulasi digunakan pada banyak kasus. Salah satu penerapan sistem insulasi yang

    dikenal ialah sistem insulasi perpipaan. Fluida yang dialirkan dalam pipa memiliki kondisi

    yang perlu dipertahankan sehingga membutuhkan sistem insulasi yang baik. contoh lain ialah

    sistem insulasi pada oven dan kulkas. Oleh karena, hal tersebut diatas maka perlu dipelajari

    dengan baik sistem perpipaan, diantaranya ialah tebal kritis insulasi, tahanan kalor tergabung,

    dan konduktivitas termal.

    Perpindahan kalor konduksi tak-tunak memiliki perbedaan dengan konduksi tunak

    dimana pada konduksi tak-tunak terjadi perubahan pada energi internal.contoh dari konduksi

    tak-tunak ialah proses pemanasan dan pendinginan makanan. Pada proses ini terjadi aliran

    kalor yang tidak langsung setimbang secara termal. Aplikasi dari hukum fourier ini

    membahas aliran kapasitas kalor tergabung, aliran kalor transien pada benda semi-infinite,

    batasan-batasan konveksi, dan angka biot, angka fourier, serta bagan heisler.

    2.2. Hukum Fourier

    Besar fluks kalor yang berpindah berbanding lurus dengan gradien temperatur pada

    benda tersebut. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

    Gambar 1. Mekanisme konduksi

    (sumber: faculty.petra.ac.id/herisw/Fisika1/13-kalor.doc)

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    6

    x

    T

    A

    q

    (2.1)

    Dengan memasukkan konstanta kesetaraan yang disebut konduktivitas termal,

    didapatkan persamaan yang disebut Hukum Fourier tentang Konduksi Kalor.

    Hukum Fourier merupakan hukum dari konduksi panas yang menyatakan bahwa

    kecepatan perpindahan kalor melalui sebuah material sebanding dengan gradien negatif suhu

    ke area sudut kanannya. Hukum tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

    x

    TkAq

    (2.2)

    Di mana:

    q = energi panas atau laju perpindahan kalor konduksi (W)

    A = luas cross section (m2)

    k = konduktivitas material (Wm-1

    K-1

    ) (konstanta proporsionalitas)

    = gradien temperatur ke arah normal terhadap luas A

    T = suhu (K)

    x = jarak (m)

    2.3. Konduktivitas Termal

    Konduktivitas termal (k) merupakan suatu konstanta yang dipengaruhi oleh suhu yang

    nilainya akan bertambah jika suhu meningkat. Selain memiliki karakteristik yang dipengaruhi

    oleh suhu, nilai k juga merupakan suatu besaran yang dapat mengidentifikasi sifat penghantar

    suatu benda. Bahan yang memiliki konduktivitas termal yang besar biasanya dikategorikan

    sebagai penghantar panas yang baik, dan sebaliknya. Umumnya, nilai k logam lebih besar

    daripada nonlogam, dan k pada gas sangat kecil. Unit konduktivitas termal biasanya

    dinyatakan dalam Watt/moC atau BTU/jam.ft.

    oF. Nilai konduktivitas termal dapat diperoleh

    dari persamaan umum konduksi, yaitu

    T

    x

    tA

    Qk

    x

    TAk

    t

    QH

    .

    ... (2.3)

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    7

    dimana T adalah perbedaan suhu dan x adalah ketebalan permukaan media yang

    memisahkan dua suhu Bila perubahan konduktivitas termal (k) merupakan fungsi liner

    terhadap perubahan suhu, maka hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai,

    Tkk 10 (2.4)

    Pada zat padat, energi kalor dihantarkan dengan cara getaran kisi bahan. Selain itu,

    menurut hukum Wiedemann-Franz, konduktivitas termal zat padat mengikuti konduktivitas

    elektrik, dimana pergerakan elektron bebas yang terdapat pada kisi tidak hanya menghasilkan

    arus elektrik tapi juga energi panas. Hal ini adalah salah satu penyebab tingginya nilai

    konduktivitas termal beberapa jenis zat padat, terutama logam.

    Untuk kebanyakan gas pada tekanan sedang konduktivitas termal merupakan fungsi

    suhu. Pada gas ringan, seperti hidrogen dan helium memiliki konduktivitas termal yang

    tinggi. Gas padat seperti xenon memiliki konduktivitas kecil, sedangkan sulfur hexafluorida,

    yang berupa gas padat, memiliki konduktivitas termal yang tinggi berdasar tingginya

    kapasitas panas gas ini.

    Konduksi energi kalor dalam zat cair, secara kualitatif, tidak berbeda dari gas. Namun,

    karena molekul-molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, medan gaya molekul (molecule

    force field) lebih besar pengaruhnya pada pertukaran energi dalam proses tubrukan molekul.

    Tabel 1. Konduktivitas Berbagai Jenis Zat

    (sumber: ittelkom.ac.id)

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    8

    2.4. Konduksi Tunak

    Pada konduksi tunak, terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian

    bersuhu rendah, dimana suhu tidak berubah terhadap fungsi waktu. Berdasarkan arah

    pergerakan laju perpindahan kalor, konduksi tunak dibagi atas konduksi tunak dimensi satu

    dan konduksi tunak dimensi rangkap.

    2.4.1. Konduksi Tunak Satu Dimensi

    Sistem Tanpa Sumber Kalor

    Pada aliran kalor satu dimensi dalam keadaan tunak, dimana tidak terdapat

    pembangkitan kalor, persamaan umum yang berlaku adalah

    (2.5)

    Dalam koordinat silindris persamaan ini menjadi

    (2.6)

    Dengan mengaplikasikan persamaan Fourier, pada dinding datar berlaku persamaan

    2

    1

    2

    2120

    2TTTT

    x

    Akq

    (2.7)

    Jika dalam sistem teradapat lebih dari satu macam bahan (komposit), aliran kalor dapat

    ditulis

    Ak

    x

    Ak

    x

    Ak

    x

    TTq

    C

    C

    B

    B

    A

    A

    41 (2.8)

    Untuk geometri lainnya, penurunan persamaannya dapat dilihat pada tabel 1 di bagian

    lampiran.

    Sistem dengan Sumber Kalor

    Pada beberapa proses perpindahan kalor, misalnya pada reaktor nuklir, konduktor

    listrik, maupun sistem reaksi kimia, terdapat situasi di mana kalor dibangkitkan dari

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    9

    dalam. Untuk sistem tunak yang disertai adanya kalor yang dibangkitkan, maka

    digunakan persamaan umum,

    (2.9)

    Pada dinding datar dengan sumber kalor berlaku persamaan

    wTk

    LqT

    2

    2

    0

    (2.10)

    Untuk geometri lainnya, persamaan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1 lampiran.

    2.4.2. Konduksi Tunak Dua Dimensi

    Perpindahan kalor konduksi keadaan tunak dua dimensi, kalor mengalir dalam arah

    kordinat ruang x dan y yang tidak saling bergantungan satu sama lain. Untuk keadaan

    tunak berlaku persamaan Laplace

    02

    2

    2

    2

    y

    T

    x

    T

    (2.11)

    Dengan menganggap konduktivitas termal tetap. Persamaan ini dapat diselesaikan

    dengan metode analitik, numerik atau grafik. Penyelesaian persamaan di atas akan

    memberikan suhu dalam benda dua dimensi sebagai fungsi dari dua kordinat ruang x

    dan y. aliran kalor pada arah x dan y dapat dihitung dari persamaan Fourier:

    (2.12)

    (2.13)

    Besaran-besaran aliran kalor tersebut masing-masing mempunyai arah x atau y. aliran

    kalor total pada setiap titik dalam bahan itu adalah resultan dari qx dan qy di titik itu.

    Jadi, vektor aliran kalor total mempunyai arah sedemikian rupa sehingga tegak lurus

    terhadap garis-garis suhu tetap.

    x

    TkAq xx

    y

    TkAq yy

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    10

    2.5. Konduksi Tak Tunak

    Pada konduksi tak tunak, temperatur merupakan fungsi dari waktu dan jarak. Atau

    dengan kata lain, perpindahan kalor konduksi tunak terjadi jika suhu tidak berubah terhadap

    waktu dan konduksi tunak terjadi jika suhunya berubah terhadap waktu, sehingga pada

    persamaan perpindahan kalor konduksi tak tunak terdapat suku tT / . Persamaan

    perpindahan kalor konduksi tak tunak dapat dituliskan secara umum

    t

    T

    z

    T

    y

    T

    x

    TT

    12

    2

    2

    2

    2

    22 (2.14)

    dimana merupakan difusifitas termal.

    Untuk keadaan tidak tunak atau terdapat sumber kalor di dalam benda, maka perlu dibuat

    neraca energi.

    Energi di muka kiri

    x

    TkAqx

    Energi yang dibangkitkan di dalam unsur qAdx

    Perubahan energi dalam dx

    t

    TcA

    Energi keluar dari muka kanan

    dxx

    Tk

    xx

    TkA

    x

    TkAq

    dxx

    dxx

    Sehingga persamaan konduksi tak tunak satu dimensi menjadi

    t

    Tcq

    x

    Tk

    x

    (2.15)

    Untuk yang alirannya lebih dari 1 dimensi, kita hanya perlu memperhatikan kalor yang

    dihantarkan ke dalam dan keluar satuan volume itu dalam ketiga arah koordinat. Neraca

    energi di sini menghasilkan

    dt

    dEqqqqqqq dzzdyydxxgenzyx (2.16)

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    11

    2.6. Tahanan Kontak Termal

    Suatu daerah di mana analogi resistansi elektrik yang terabaikan tiba-tiba menjadi

    begitu berpengaruh adalah pada interfasa dari dua media penghantar. Tidak ada dua

    permukaan padatan yang selamanya memberikan kontak termal sempurna ketika keduanya

    disambungkan. Adanya faktor kekasaran permukaan, menyebabkan terbentuknya celah udara

    yang sempit seperti yang terlihat pada gambar 2.2(a). Konduksi melalui kontak bagian

    padatan ke padatan sangat efektif, tetapi konduksi yang melalui celah udara yang memiliki

    nilai konduktivitas termal yang kecil sangat tidak menguntungkan, ditambah lagi dengan

    kemungkinan terjadinya radiasi termal pada celah tersebut.

    Konduktansi interfasial, hc, ditempatkan pada permukaan kontak secara seri dengan

    material penghantar pada sisi-sisinya. Koefisien hc ini analog dengan koefisien perpindahan

    kalor. Jika T adalah perubahan suhu yang terjadi pada daerah interfasa, maka Q = AhcT, di

    mana pada tahanan kontak Q = T/ Rt, dan Rt = 1/(hcA)

    Gambar 4. a) Transfer kalor melalui permukaan kontak antara 2 permukaan padatan, (b) Konduksi melalui 2 unit

    daerah dengan tahanan kontak

    Pada gambar 4(b), dengan menerapkan neraca energi pada kedua bahan (bahan pertama A,

    bahan kedua B) diperoleh

    (2.17)

    (2.18)

    dengan memberi tanda Ac untuk bidang kontak termal dan Av untuk celah, serta memberi Lg

    untuk tebal celah dan kf untuk konduktivitas termal fluida yang mengisi celah. Luas

    penampang total batangan adalah A, maka dapat ditulis

    B

    B

    B

    c

    BA

    A

    AA

    x

    TTAk

    Ah

    TT

    x

    TTAkq

    322221

    1

    AkxAhAkx

    TTq

    BBAA

    2

    31

    1

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    12

    (2.19)

    f

    v

    BA

    BAc

    g

    c kA

    A

    kk

    kk

    A

    A

    Lh

    21 (2.20)

    Tabel 2 berikut menampilkan sejumlah nilai hc untuk beberapa bahan.

    Tabel 2 Beberapa Nilai Konduktansi Interfasial pada Kisaran Tekanan 1-10 atm

    sumber: Lienhard, 3rd

    ed, page 66

    Meskipun belum ada teori yang dapat meramalkan konsep tahanan kontak ini secara lengkap,

    beberapa hipotesis dapat diambil:

    Tahanan kontak meningkat jika tekanan gas sekitar diturunkan hingga di bawah nilai

    terbesar mean free path karena konduktivitas termal efektif akan menurun pada

    keadaan ini.

    Tahanan kontak menurun jika tekanan sambungan ditingkatkan karena akan

    memperluas deformasi kontak.

    2.7. Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh

    Panas dapat ditransfer melalui tahanan yang komposit, seperti pada gambar 2.3, di

    mana pada satu sisi terdapat fluida panas A dan pada sisi lainnya fluida B yang lebih dingin.

    Untuk kasus gabungan seperti ini dapat digunakan koefisien perpindahan kalor menyeluruh,

    U, yang diformulasikan,

    (2.21)

    Ah

    TT

    L

    TTAk

    AkLAkL

    TTq

    c

    BA

    g

    BAvf

    cBgcAg

    BA

    122

    222222

    menyeluruhTUAQ

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    13

    Pada gambar 2.2 perpindahan kalor dinyatakan oleh

    (2.22)

    Perpindahan kalor menyeluruh, yang terjadi secara konveksi dan konduksi, dihitung

    dengan jalan membagi beda suhu menyeluruh dengan jumlah tahanan termal,

    (2.23)

    Sesuai persamaan 2.22, koefisien perpindahan kalor menyeluruh adalah,

    (2.24)

    Pada silinder bolong (gambar 6) yang terkena lingkungan konveksi di permukaan bagian

    dalam dan luarnya, luas bidang konveksi tidak sama untuk kedua fluida karena tergantung

    diameter dalam tabung dan tebal dinding.

    BA TTAhTTx

    kATTAhq

    222111

    AhkAxAh

    TTq BA

    21 11

    21 11

    1

    hkxhU

    (b)

    (a)

    Gambar 5 (a) Perpindahan Kalor

    menyeluruh melalui dinding datar,

    (b) jaringan tahanan analog (a)

    (b)

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    14

    Perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan dengan,

    (2.25)

    Besaran Ai dan Ao merupakan luas permukaan dalam dan luar tabung dalam. Koefisien

    perpindahan kalor menyeluruh dapat didasarkan atas bidang dalam atau luar tabung, sehingga

    (2.26)

    (2.27)

    Beberapa nilai koefisien perpindahan kalor menyeluruh diberikan pada tabel 2 (lampiran).

    Nilai-nilai yang tertera pada tabel tidak sepenuhnya cocok untuk kondisi-kondisi khusus, yang

    perlu diperhatikan adalah

    Fluida dengan konduktivitas termal yang rendah biasanya memiliki nilai yang

    rendah. Ketika fluida tertentu mengalir ke suatu sisi heat exchanger, nilai U umumnya

    menjadi kecil.

    Kondensasi dan pendidihan merupakan proses transfer kalor yang sangat efektif.

    Keduanya meningkatkan U namun nilai yang begitu kecil tidak bisa

    dikesampingkan seperti halnya exchanger.

    Fakta yang sering terjadi adalah:

    Untuk nilai U yang besar, semua resistansi pada exchanger pasti bernilai kecil.

    Konduktor cairan, seperti air dan logam cair, memilki nilai dan U yang tinggi.

    oo

    io

    ii

    BA

    AhkL

    rr

    Ah

    TTq

    1

    2

    ln1

    oo

    iioi

    i

    i

    hA

    A

    kL

    rrA

    h

    U1

    2

    ln1

    1

    o

    ioo

    ii

    o

    o

    hkL

    rrA

    hA

    AU

    1

    2

    ln1

    1

    h

    h

    h

    Gambar 6 Analogi tahanan untuk silinder bolong

    dengan kondisi batas konveksi

    sumber: holman, 1997. hal 33

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    15

    BAB III

    PERCOBAAN

    3.1 Prosedur Percobaan

    1. Memeriksa jaringan air pendingin masuk dan keluar peralatan konduksi, memeriksa

    apakah air pendingin mengalir kedalam alat, dengan membuka kran pengontrol.

    2. Mengalirkan air pendingin dengan laju cukup kecil.

    3. Menghubungkan kabel ke sumber listrik.

    4. Memasang milliVolt meter (memerhatikan kutub + dan -), mengeset mV meter pada

    penunjuk mV, DC.

    5. Menyalakan saklar utama dan unit 1 / 2 dan 3 / 4.

    6. Mengeset heater unit 1 / 2 pada angka 5 ddan unit 3 / 4 pada angka 400.

    7. Mengamati suhu tiap node 1 s/d 10 setiap 5 menit untuk unit 2 dan 3.

    8. Mengamati suhu air keluar untuk unit 2 dan 3.

    9. Menghentikan pengamatan apabila node 10 telah tidak berubah suhunya pada 3 kali

    pengamatan .

    3.2. Hasil Pengamatan

    3.2.1. Unit 2

    Tabel 1. Data Unit 2

    Node dx (m) T1 (mV) T2 (mV) T air (C) T air (C)

    1 0,183 3,847 3,916 30 30

    2 0,025 2,369 2,39 30 30

    3 0,057 1,189 1,2 30 30

    4 0,045 1,07 1,079 29 30

    5 0,045 0,949 0,956 30 29

    6 0,045 0,841 0,846 29 30

    7 0,035 0,625 0,627 30 30

    8 0,027 0,514 0,517 30 29

    9 0,045 0,4 0,401 29 30

    10 0,045 0,287 0,283 30 30

    Trata-rata 29,7 29,8

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    16

    3.2.2. Unit 3

    Waktu saat menghitung volume air keluar = 5 detik

    Waktu perhitungan antar node = 30 detik

    Node Temperatur air keluar (oC) Tegangan (mV) Volume air keluar (ml)

    Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 1 Percobaan 2

    1 34.5 35 3.516 3.520 21 22

    2 35 35 3.141 3.162 21 22

    3 35 35 2.756 2.758 22 22

    4 35 35 2.397 2.396 22 21

    5 35 35 2.090 2.090 21 21

    6 35 35 1.834 1.830 21 21

    7 35 35 1.575 1.577 21 21

    8 35 35 1.360 1.352 21 22

    9 35 35 1.178 1.177 22 21

    10 35 35 1.007 1.006 22 21

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    17

    BAB IV

    PENGOLAHAN DATA

    4.1 Unit 2

    1. Konversi nilai T1 dan T2 dari mV menjadi oC dengan persamaan sebagai berikut:

    Data-data setelah dikonversi adalah sebagai berikut :

    Node dx (m) T1 (mV) T2

    (mV)

    T1 (C) T2 (C) T avg (C) T air

    (C)

    T air

    (C)

    1 0.183 3.847 3.916 125.22254 126.93512 126.07883 30 30

    2 0.025 2.369 2.39 88.53858 89.0598 88.79919 30 30

    3 0.057 1.189 1.2 59.25098 59.524 59.38749 30 30

    4 0.045 1.07 1.079 56.2974 56.52078 56.40909 29 30

    5 0.045 0.949 0.956 53.29418 53.46792 53.38105 30 29

    6 0.045 0.841 0.846 50.61362 50.73772 50.67567 29 30

    7 0.035 0.625 0.627 45.2525 45.30214 45.27732 30 30

    8 0.027 0.514 0.517 42.49748 42.57194 42.53471 30 29

    9 0.045 0.4 0.401 39.668 39.69282 39.68041 29 30

    10 0.045 0.287 0.283 36.86334 36.76406 36.8137 30 30

    Trata-rata 29.7 29.8

    2. Menghitung nilai k untuk masing-masing node.

    Dengan menggunakan asas black, persamaan untuk mendapatkan nilai k adalah sebagai

    berikut :

    dimana : m = 0,00654 kg/s

    C = 4200 J/kg s

    To w = suhu keluaran air di tiap node

    Ti w = 25 oC

    A = 0.00079 m2

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    18

    Nilai k untuk stainless steel diperoleh dari node 1 dan 2, aluminium dari node 3 sampai 6,

    dan magnesium dari node 7 sampai 10, maka diperoleh :

    Selang

    node

    dx (m) dT1 (C) dT2 (C) dT avg

    (C)

    T node avg

    (C)

    k k avg

    1-2 0.025 36.68396 37.87532 37.27964 107.43901 109.6390531 109.6391

    3-4 0.045 2.95358 3.00322 2.9784 57.89829 2470.167867

    4-5 0.045 3.00322 3.05286 3.02804 54.89507 2429.673312 2539.764

    5-6 0.045 2.68056 2.7302 2.70538 52.02836 2719.450863

    7-8 0.027 2.75502 2.7302 2.74261 43.906015 1609.521144

    8-9 0.045 2.82948 2.87912 2.8543 41.10756 2577.56647 2251.165

    9-10 0.045 2.80466 2.92876 2.86671 38.247055 2566.408173

    3. Menghitung kesalahan relatif k

    Diketahui k literatur Stainless Steel, Aluminium, dan Magnesium berturut-turut adalah 73,

    202, dan 158. Maka dengan menggunakan persamaan,

    diperoleh kesalahan relatif untuk stainless steel, aluminium dan magnesium berturut-turut

    adalah 50,19%; 1157,31% dan 1322.627%

    4. Menghitung nilai , , dan dengan menggunakan rumus berikut:

    Berikut adalah hasil perhitungannya:

    Tabel 9. Hasil Pengolahan Data Q

    Unit 2

    Node Q air Q bahan Q loss

    1-2 129,0996 247,8403 118,7407

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    19

    3-6 129,0996 3,4326 -125,6669

    7-9 129.0996 7.99 -121.1096

    4. Menghitung nilai hc

    Asumsi : fluida yang terperangkap di dalam ruang kosong adalah udara, sehingga harga kf

    sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai kA dan kB. Dengan demikian nilai hc dapat

    dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

    dimana : Lg = tebal ruang kosong antara A dan B (5.10-6

    m)

    kf = konduktivitas fluida dalam ruang kosong

    A = luas penampang total batang

    Ac = luas penampang batang yang kontak (Ac = 0,5 A)

    Av = luas penampang batang yang tidak kontak

    Didapatkan hasil sebagai berikut (dalam m2.oC/Watt) :

    hc percobaan stainless steel dan alumunium 21020381,9

    hc percobaan alumunium dan magnesium 238677225

    hc literatur stainless steel dan alumunium 10724363,6

    hc literatur alumunium dan baja magnesium 17746213,6

    Dengan kesalahan literatur :

    % KL hc stainless steel-alumunium = 96,01 %

    % KL hc alumunium-magnesium = 1244.95 %

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    20

    5. Menghitung nilai

    dihitung dengan membuat grafik k vs. T node avg (metode least square) dengan

    menggunakan data k dan T nodeavg dari aluminium dan magnesium berdasarkan rumus :

    Dihasilkan grafik sebagai berikut :

    Alumunium y = -42,024x + 4848,6

    Magnesium y = -168.45x + 9172.4

    Dengan demikian nilai untuk aluminium dan magnesium adalah

    Alumunium (Al)

    y = -42.024x + 4848.6 R = 0.6179

    y = -168.45x + 9172.4

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    3000

    0 20 40 60 80

    k

    T node avg (oC)

    grafik T node avg vs k

    Alumunium

    Magnesium

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    21

    Magnesium (Al)

    4.2 Unit 3

    Data-data yang diperoleh dari unit 3 diolah dengan:

    1. Mengkonversi nilai TI dan TII yang bersatuan mV menjadi bersatuan oC.

    Persamaan yang digunakan untuk mengkonversi TI dan TII adalah

    Node Temperatur air keluar

    (oC)

    Tegangan (mV) Volume air keluar

    (ml) Temperatur (oC) Temperatur

    Percobaan

    1

    Percobaan

    2

    Percobaan

    1

    Percobaan

    2

    Percobaan

    1

    Percobaan

    2 1 2 Rata-rata

    (oC)

    1 34.5 35 3.516 3.520 21 22 117.00712 117.1064 117.05676

    2 35 35 3.141 3.162 21 22 107.69962 108.22084 107.96023

    3 35 35 2.756 2.758 22 22 98.14392 98.19356 98.16874

    4 35 35 2.397 2.396 22 21 89.23354 89.20872 89.22113

    5 35 35 2.090 2.090 21 21 81.6138 81.6138 81.6138

    6 35 35 1.834 1.830 21 21 75.25988 75.1606 75.21024

    7 35 35 1.575 1.577 21 21 68.8315 68.88114 68.85632

    8 35 35 1.360 1.352 21 22 63.4952 63.29664 63.39592

    9 35 35 1.178 1.177 22 21 58.97796 58.95314 58.96555

    10 35 35 1.007 1.006 22 21 54.73374 54.70892 54.72133

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    22

    2. Menghitung laju alir massa

    Laju alir massa dapat diperoleh dengan mengolah data dari volume air keluar yang diukur

    selama 5 detik:

    dimana :

    Q = laju alir volume

    V = volume

    T = waktu

    Kemudian, persamaan yang digunakan untuk mencari laju alir massa adalah:

    dimana :

    Q = laju alir volume

    = laju alir massa

    = massa jenis

    Dengan menggunakan nilai = 1000 kg/m3 dan t = 5s maka laju alir massa dapat

    diperoleh dengan hasil sebagai berikut:

    Volume air keluar (ml) Volume Q (ml/s) Q (m3/s) (kg/s)

    Percobaan 1 Percobaan 2 Rata-rata

    21 22 21.5 4.3 0.0000043 0.0043

    21 22 21.5 4.3 0.0000043 0.0043

    22 22 22 4.4 0.0000044 0.0044

    22 21 21.5 4.3 0.0000043 0.0043

    21 21 21 4.2 0.0000042 0.0042

    21 21 21 4.2 0.0000042 0.0042

    21 21 21 4.2 0.0000042 0.0042

    21 22 21.5 4.3 0.0000043 0.0043

    22 21 21.5 4.3 0.0000043 0.0043

    22 21 21.5 4.3 0.0000043 0.0043

    0.00428

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    23

    Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai laju alir massa yang diperoleh adalah sebesar:

    0.00428 kg/s.

    3. Menghitung luas setiap node

    Pada unit 3, terjadi pengurangan besar jari-jari node, karena jarak antar node sama, maka

    diasumsikan terjadi penurunan besar jari-jari yang konstan di setiap node. Diameter awal

    yaitu 5.04 cm, sehingga jari-jari awalnya yaitu 0.0252 m serta diameter akhir diketahui

    sebesar 2.55 cm, sehingga jari-jari akhirnya sebesar 0.01275 m. Jarak antar node diketahui

    sebesar 2.5 cm. Dengan demikian, penurunan besar jari-jari node dapat dituliskan sebagai

    berikut:

    Besar jari-jari dan luas dari setiap node kemudian dapat dituliskan sebagai berikut :

    Node dx dr (m) r (m) A (m2)

    1 0.025 0.00113 0.014814 0.000689

    2 0.025 0.00113 0.015945 0.000798

    3 0.025 0.00113 0.017077 0.000916

    4 0.025 0.00113 0.018209 0.001041

    5 0.025 0.00113 0.019341 0.001175

    6 0.025 0.00113 0.020473 0.001316

    7 0.025 0.00113 0.021605 0.001466

    8 0.025 0.00113 0.022736 0.001623

    9 0.025 0.00113 0.023868 0.001789

    10 0.025 0.00113 0.025 0.001963

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    24

    4. Menghitung nilai k

    Nilai k didapatkan dari penurunan azas Black:

    Dengan menggunakan , Cp = 4200 J/kg, dan luas penampang batang (A)

    didapat dari perhitungan sebelumnya, maka k pun dapat dihitung antara setiap node:

    Node dT1 dT2 dT avg A avg k

    node 1-2 9.3075 8.88556 9.09653 0.000744 13222.982

    node 2-3 9.5557 10.02728 9.79149 0.000857 10657.529

    node 3-4 8.91038 8.98484 8.94761 0.000979 10214.527

    node 4-5 7.61974 7.59492 7.60733 0.001108 10609.969

    node 5-6 6.35392 6.4532 6.40356 0.001246 11212.977

    node 6-7 6.42838 6.27946 6.35392 0.001391 10118.526

    node 7-8 5.3363 5.5845 5.4604 0.001545 10604.099

    node 8-9 4.51724 4.3435 4.43037 0.001706 11832.244

    node 9-10 4.24422 4.24422 4.24422 0.001876 11231.957

    Sehingga diperoleh nilai untuk tembaga (Cu) sebesar k = 11078.312 W/m.oC

    5. Menghitung persentase kesalahan relatif (% KR) dengan rumus sebagai berikut:

    KR kavg tembaga (k literatur = 385)

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    25

    6. Menghitung nilai dan dari grafik dengan metode Least Square menggunakan

    data nilai dan dari Tembaga (Cu). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

    Diperoleh grafik sebagai berikut ini :

    Dari grafik diperoleh persamaan: y = 12.912x + 9987.3

    Sehingga, nilai dan dari tembaga adalah:

    Maka nilai

    y = 12.912x + 9987.3 R = 0.0724

    6000

    8000

    10000

    12000

    14000

    0 20 40 60 80 100 120 140

    k

    T node (rata-rata)

    Grafik T node rata-rata vs k

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    26

    BAB V

    ANALISIS

    5.1 Analisis Percobaan

    Percobaan konduksi ini merupakan bentuk aplikasi dari pembelajaran dan pendalaman

    materi perpindahan kalor (heat transfer). Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan nilai

    koefisien perpindahan panas logam (k) dan pengaruh suhu terhadap nilai k itu sendiri

    (melibatkan dengan nilai ). Dalam hal ini, percobaan dilakukan dengan menganalisa,

    mekanisme perpindahan panas konduksi baik untuk kondisi steady maupun untuk kondisi

    non-steady. Selain itu, percobaan ini juga bertujuan untuk menghitung nilai koefisien kontak

    yang terjadi antara dua logam. Untuk memenuhi tujuan ini, dilakukan percobaan dengan

    menggunakan unit 2 dan unit 3 yang masing-masing unit memiliki spesifikasi tertentu terkait

    perpindahan panas konduksi. Unit 2 merupakan terdiri atas gabungan 3 logam yang saling

    dihubungkan (Stainless Steel, Fe Alumunium, Al Magnesium, Mg), dimana ujung yang

    satu (Fe) dihubungkan dengan suatu pemanas yang bersumber dari listrik

    Percobaan pertama dilakukan pada unit 2. Unit 2 tersusun dari material yang berbeda

    yaitu baja, alumunium, dan magnesium. Pada percobaan unit 2 ini dilakukan pengamatan

    tentang kemampuan masing-masing dari ketiga logam tersebut dalam menghantarkan panas

    secara konduksi. Energi kalor antar logam dan melintasi node-node seperti pada skema di

    bawah ini.

    Pada setiap node dipasang sebuah termokopel yang berfungsi sebagai sensor suhu pada titik

    tersebut. Termokopel ini dihubungkan dengan konektor dan voltmeter sehingga pada titik

    tersebut dapat dilakukan pembacaan suhu. Karena yang digunakan adalah voltmeter, suhu

    yang terbaca ditransformasikan menjadi besaran tegangan atau potensial listrik dengan satuan

    mV. Data suhu dapat diperoleh dengan cara mengkonversikan data potensial listrik. Switch

    pada voltmeter digunakan untuk mengubah pembacaan suhu dari satu node ke node lainnya di

    sepanjang batang.

    Pada percobaan unit 2 akan dipelajari bagaimana cara menentukan koefisien kontak

    dan pengaruhnya terhadap perpindahan panas konduksi. Prinsipnya adalah adanya driving

    force berupa gradien suhu di antara gabungan logam tersebut. Di sepanjang gabungan logam

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 heater

    Baja Mg Al

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    27

    akan terjadi suatu profil temperatur yang cenderung turun dari arah Fe menuju Mg. Dari profil

    ini, kita bisa menentukan nilai tahanan termal konduksi dari masing-masing logam dan juga

    tahanan kontak termal yang terjadi di antara pertemuan antara 2 logam (Fe-Al dan Al-Mg).

    Penurunan ini disebabkan fluks kalor yang melewati dua jenis bahan yang berbeda akan

    terhambat karena adanya tahanan kontak termal yang akan menyebabkan penurunan suhu

    yang tiba-tiba pada bidang logam yang kedua. Penurunan suhu juga terjadi karena faktor

    kekasaran antara dua permukaan benda tersebut akan menyebabkan terbentuknya celah udara

    yang sempit yang menimbulkan tahanan kontak termal. Ini akan memicu penurunan suhu di

    antara sambungan logam. Panas dialirkan dari pemanas menuju stainless steel, yang akan

    menyebabkan peningkatan suhu dari logam tersebut. Molekul-molekul yang bergerak lebih

    cepat karena dipanaskan kemudian juga mentransfer sebagian energi mereka dengan

    molekul-molekul lain sepanjang benda tersebut. Dengan demikian, energi gerak termal

    ditransfer oleh tumbukan molekul sepanjang benda.

    Pada unit 2 ini, dilakukan pengambilan data suhu keluaran air dan suhu yg dibaca di

    voltmeter untuk sepuluh node. Pengambilan data untuk setiap node, dilakukan tiap selang

    waktu 1 menit. Hal ini bertujuan agar suhu yang dibaca sudah stabil. Pembacaan suhu di

    voltmeter dan suhu air keluaran dilakukan pada waktu yang sama. Pengambilan data

    dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada menit ke 1 setelah perubahan node dan 30 detik

    setelahnya. Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruh waktu terhadap konduksi. Dalam

    perhitungan, data yang digunakan adalah rata-rata dari nilai suhu yang diperoleh dari dua data

    tersebut.

    Konduktivitas thermal dipengaruhi oleh jenis material dan temperatur. Semakin besar

    konduktivitas thermalnya, material tersebut akan semakin mudah menghantarkan kalor.

    Dengan asumsi bahwa fluks kalor tetap, pada material batang yang sama, suhu batang akan

    semakin menurun seiring bertambahnya jarak dari sumber kalor. Pada material batang yang

    berbeda, besarnya gradient suhu akan berbanding terbalik dengan konduktivitas thermal

    batang kedua. Semakin besar konduktivitasnya, gradient suhu akan semakin kecil.

    Hubungan dari satu batang ke batang lainnya tidak benar-benar rapat. Hal ini dilakukan

    agar suatu batang tidak menjadi heat sink bagi batang lainnya. Ada dua unsur pokok yang

    menentukan perpindahan kalor pada sambungan. Yang pertama adalah konduksi antara zat

    padat dengan zat padat pada titik singgung. Yang kedua adalah konduksi melalui gas yang

    terkurung pada ruang-ruang kosong yang terbentuk karena persambungan tersebut.Ruang-

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    28

    ruang kosong di persambungan logam ini akan diisi oleh fluida (biasanya udara) yang

    memiliki konduktivitas thermal lebih kecil dibandingkan dengan konduktivitas logam.

    Selain itu, pada percobaan ini, dilakukan pengukuran terhadap suhu yang

    direpresentasikan pada tegangan yang terukur pada masing-masing node yang terpasang pada

    ketiga logam (node 1-2 : Fe, 3-6 : Al, 7-10 : Mg). Pada setiap node dipasang sebuah

    termokopel yang berfungsi sebagai sensor suhu pada titik tersebut Termokopel ini

    dihubungkan dengan konektor dan voltmeter sehingga pada titik tersebut dapat dilakukan

    pembacaan suhu dengan satuan mV karena digunakan voltmeter. Kita akan menghitung

    koefisien dari data yang diperoleh ; nilai ini selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung

    nilai konduktivitas bahan (nilai k).

    Perbedaan konduktivitas thermal yang cukup besar ini memberikan suatu tahanan

    terhadap perpindahan kalor yang terjadi. Tahanan ini disebut sebagai tahanan kontak thermal

    (thermal contact resistance). Akibatnya pada bagian tersebut akan terjadi penurunan suhu

    yang cukup drastis. Kuantifikasi dari besarnya tahanan kontak dinyatakan sebagai koefisien

    kontak, hc. Berdasarkan skema alat percobaan, tahanan kontak thermal terhadap perpindahan

    kalor akan terjadi di antara node 2-3 (persambungan baja alumunium) dan antara node 6

    dan 7 (persambungan alumunium magnesium).

    Gambar III.1. Tahanan kontak thermal

    Percobaan konduksi selanjutnya adalah dengan menggunakan unit 3. Percobaan

    dengan unit 3 ini bertujuan untuk menjelaskan tentang karakteristik dari konduktivitas termal

    (k) yang memiliki hubungan sebanding dengan perubahan temperatur. Selain itu, dapat

    terlihat juga pengaruh dari luas permukaan bidang kontak terhadap kemampuan logam

    tembaga (Cu) dalam menghantarkan panas secara konduksi. Unit 3 ini merupakan suatu

    sistem dari logam tembaga (Cu) yang dihubungkan dengan plat pemanas yang berdiri secara

    vertikal dengan luas penampang yang mengkerucut menjadi kecil atas ke bawah. Perubahan

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    29

    nilai perubahan konduktivitas termal yang terjadi sepanjang logam dapat dideteksi dengan

    menggunakan profil temperatur tertentu. Variabel yang berpengaruh terhadap perpindahan

    kalor pada unit 3 adalah jarak antara node dengan sumber kalor dan luas penampang.

    Di dalam sistem unit 3 ini digunakan air pendingin yang dialirkan dengan laju yang

    kecil sehingga perubahan temperatur pada tiap node dapat diamati dengan mudah sesuai

    dengan Azas Black dan mencegah terjadinya rugi kalor akibat dari perpindahan panas secara

    koveksi. Selain itu, air pendingin ini juga berguna untuk merepresentasikan daya panas yang

    mengalir sepanjang sistem dan juga mempertahankan kondisi steady dari sistem.

    Laju alir yang dibutuhkan dalam sistem ini adalah laju alir yang kecil, karena apabila

    air dialirkan dengan laju yang terlalu besar maka kalor yang akan diserap semakin besar pula

    sehingga tidak mudah untuk dapat mengamati distribusi temperatur pada tiap-tiap node.

    Dalam percobaan unit 3 ini, perlu diperhatikan beberapa komponen yang ada yaitu: 1.

    Memilih unit yang akan dicari temperaturnya yaitu unit 2 dan unit 3. Kemudian,

    thermocouple selector yang menunjukkan node-node dari node 1 sampai node 10 dan

    kemudian divariasikan nodenya sehingga temperatur tiap node pada suatu unit dapat dibaca

    dengan menggunakan temperature recorder. Kemudian, terdapat tombol untuk mengatur

    voltmeter yang digunakan untuk mengubah pembacaan temperatur dari satu node ke node

    lainnya. Selanjutnya, air keliaran akan diukur suhu nya dengan menggunakan termometer

    dengan cara menampung air keluaran dari selang unit yang telah dipilih sebelumnya (apakah

    Gambar XX. Skema alat pada unit 3

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    30

    selang yang berasal dari unit 2 atau unit 3) dalam gelas beaker dan menunggu selama 1 menit.

    Pengambilan data dilakukan dengan menunggu selama 1 menit ini bertujuan agar suhu air

    yang keluar selang sesudahnya sudah stabil dan data yang diperoleh akan lebih akurat, serta

    distribusi temperatur pada tiap node sudah merata.

    5.2 Analisis Hasil

    Data hasil yang diperoleh dari percobaan secara laboratorium yang ditunjukkan pada

    Bab 4 menunjukkan bahwa ada nya pengaruh node dan temperature, dimana dengan semakin

    besarnya node, maka temperature akan semakin rendah, phenomena ini ditunjukkan pada unit

    percobaan 2 dan 3. Adapun penyebab nya dikarenakan jarak antar node dengan heater.

    Dimana, heater yang berfungsi sebagai pemanas terlebih dahulu akan mengalirkan panas ke

    node 1, lalu dialirkan ke node 2 dan seterus nya hingga node ke 10. Aliran panas ini

    bergantung pada nilai koefisien konduksi logam masing-masing node, yang disimbolkan

    dengan sebagai k.

    Nilai k, merupakan konstanta perpindahan laju kalor konduksi pada suatu bahan

    material,dimana dalam percobaan yang kami lakukan adalah bahan material logam pada unit

    2 dan 3 adalah bahan Aluminum, Stainless Steel dan Magnesium serta tembaga untuk unit 3.

    Untuk memperoleh nilai k, kami melakukan perhitungan dengan menggunakan metode Asas

    Black dimana kalor yang diterima air untuk menaikkan suhunya dianggap sama dengan kalor

    dilepas logam yang terjadi akibat dari adanya perbedaan suhu kontak antar dua permukaan

    (yakni air dan logam).

    Menghitung Konstanta Kontak Permukaan Unit 2

    Konstanta kontak permukaan sangat berpengaruh terhadap laju perpindahan kalor yang

    terjadi. Pada percobaan ini dihitung dengan:

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    31

    Dimana nilai k yang digunakan adalah nilai k dari hasil perhitungan sebelumnya untuk tiap-

    tiap logam. Nilai kf merupakan konduktifitas fluida dalam ruang fluida sebagai akibat

    ketidak sempurnaan kontak dapat kita abaikan karena nilai kf ini dianggap terlalu kecil

    dibandingkan konstanta logam A dan konstanta logam B yakni kA dan kB. untuk pengolahan

    data ini, kami melakukan asumsi terhadap nilai Ac dan Lg. dimana Lg merupakan tebal ruang

    kosong antara A dan B bernilai 5.10-6

    m sedangkan Ac merupakan luas penampang batang

    kontak bernilai 0.5 A. Untuk nilai A adalah luas penampang batang total dan Av merupakan

    luas penampang batang tidak kontak.

    Nilai hc yang kami peroleh cukup jauh dari nilai hc secara literature , sehingga kami

    memiliki kesalahan listeratur yang cukup besar. Hal ini akan dibahas pada analisa kesalahan.

    Adapun relative kesalahan yang kami peroleh adalah; 84.4% untuk hc bahan Aluminum

    Stainless Steel dan Aluminum. Sedangkan relative kesalahan untuk hc bahan Aluminum

    Magnesium adalah 74.358%.

    Perhitungan Nilai pada Unit 2 Dan Unit 3

    Tujuan kami melakukan perhitungan nilai adalah untuk mengetahui hubungan nilai

    konduktifitas kalor (k) terhadap suhu. Nilai koefisien untuk setiap bahan percobaan dapat

    diperoleh dari plot data ke grafik antara nilai k dan Tnode average dengan metode least

    square, persamaan yang digunakan yaitu;

    Persamaan yang diatas dapat diturunkan dari persamaan regresi grafik yang telah

    diplot sebelum nya, dimana nilai k sebagai sb.y , ko sebagai intersept sedangkan Ko. sebagai

    slope. Sehingga kita akan memperoleh nilai koefisien B pada bahan material logam adalah;

    Aluminum= -0.00559 Magnesium = -0.0136 Tembaga = 0.051

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    32

    Pada unit dua terdapat tiga jenis logam yaitu stainless steel, aluminium, dan magnesium.

    Pada perhitungan diperoleh harga kavg stainless steel yaitu sebesar 109,6391 J/msoC, kavg

    alumunium sebesar 2539,764 J/msoC, dan kavg magnesium sebesar 2251.165. Sedangkan nilai

    k literature untuk stainless steel, alumunium, dan magnesium secara berurutan yaitu 73

    J/msoC, 202 J/ms

    oC, dan 158 J/ms

    oC.

    Nilai k menunjukkan kemampuan suatu benda dalam menghantarkan panas secara

    konduksi, semakin besar nilai k maka benda tersebut semakin mudah dalam menghantarkan

    panas dan jumlah kalor yang dipindahkan juga akan semakin banyak. Berdasarkan literatur,

    logam alumunium mempunyai nilai k yang paling besar dibanding stainless steel dan

    magnesium sehingga alumunium juga paling mudah menghantarkan panas secara konduksi

    dibanding kedua logam lain. Kesalahan literatur k percobaan unit 2 untuk logam stainless

    steel, alumunium, dan magnesium secara berurutan adalah 50,1905%, 1157,309% dan

    1322.627%.

    Dari data hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai dari konduktivitas termal

    yang didapatkan mempunyai kesalahan literatur yang cukup besar. Hal ini kemungkinan dapat

    disebabkan oleh kesalahan dalam mengambil data atau pada unit 2 terdapat Heat Loss yang

    besar dan tidak dilibatkan dalam perhitungan untuk mencari nilai k. Selain itu dari hasil diatas

    dapat disimpulkan bahwa nilai konduktivitas termal terbesar adalah nilai konduktivitas termal

    dari Magnesium, lebih tinggi dari stainless steal dan juga alumunium. Artinya Magnesium

    sangat baik dalam mengantarkan panas. Hal ini terbutkti dengan data literatur maupun data

    yang didapatkan pada percobaan

    Nilai hc yang dihasilkan pada percobaan pada logam stainless steel-alumunium dan

    alumunium-magnesium secara berurutan yaitu 21020381,9 m20

    C/Watt dan 238677225

    m20

    C/Watt. Sedangkan berdasarkan literatur pada logam stainless steel-alumunium dan

    alumunium-magnesium secara berurutan yaitu 10724363.6 m20

    C/Watt 17746213.6

    m20

    C/Watt. Kesalahan literatur untuk logam stainless steel-alumunium dan alumunium-

    magnesium secara berurutan yaitu 96,00587% dan 1244.947%. Nilai Koefisien kontak (hc)

    yang besar menunjukan luas penampang node yang besar. Namun nilai hc yang didapatkan

    pada percobaan masih terlalu kecil dari literatur hal ini dapat disebabkan oleh permukaan

    kontak sudah tidak sebesar sebelum-belumnya ketika alat masih baru dan sebagainya.

    Berdasarkan perhitungan, untuk mendapatkan nilai , dilakukan pembuatan grafik antara

    T node avg dan k sehingga diperoleh persamaan garis untuk menentukan nilai . Pada hasil

    perhitungan diperoleh nilai untuk logam alumunium dan magnesium secara berurutan yaitu

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    33

    -0,00867 dan -0.001836. Nilai akan berpengaruh terhadap nilai k yang terpengaruh oleh

    suhu. Apabila nilai makin besar maka nilai k yang terpengaruh oleh suhu juga akan besar.

    Nilai yang negatif menunjukkan bahwa nilai k pada suhu tertentu lebih kecil daripada k

    pada suhu standar. Hal ini sesuai dengan persamaan:

    k = k0 (1+ T)

    Nilai yang negatif menandakan telah terjadi penyusutan luas penampang logam. Hal ini

    dapat terjadi karena telah terjadi korosi pada logam tersebut sehingga logam menjadi keropos

    dan dapat disebabkan pula terdapat pengotor-pengotor pada logam tersebut.

    Pada analisis ini akan dijelaskan mengenai grafik yang telah didapatkan pada pengolahan

    data. Berikut ini adalah grafik yang didapatkan:

    Pada grafik diatas (Unit 2) terlihat bahwa nilai k akan semakin turun seiring dengan

    kenaikan suhu dimana hal tersebut bertentangan dengan teori dimana nilai semakin meningkat

    seiring dengan meningkatnya suhu (T). Penurunan grafik atau nilai k dapat menunjukan

    bahwa terjadinya kontak termal terhadap logam magnesium karena perpindahan panas hanya

    dalam arah aksial sehingga terjadi penurunan suhu tiba-tiba.

    Pada grafik alumunium juga mengalami hal yang sama, yaitu akibat adanya tahanan

    kontak termal yang cukup besar. tahanan Tahanan kontak termal ini terjadi karena adanya

    ketidaksempurnaan kontak antara alumunium dan magnesium sehingga terdapat fluida yang

    terperangkap di dalam ruangan yang kosong antara kedua logam sehingga penghantaran panas

    antar logam terdapat gangguan.

    y = -42.024x + 4848.6 R = 0.6179

    y = -168.45x + 9172.4

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    3000

    0 20 40 60 80

    k

    T node avg (oC)

    Grafik T node rata-rata vs k

    Alumunium

    Magnesium

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    34

    Selanjutnya adalah percobaan pada Unit 3. Pada unit ini hanya terdapat satu bahan

    penyusun node yaitu tembaga (Cu). Berikut ini adalah hasil pengolahan data unit 3:

    Unit 3

    Bahan Node k avg (W/m oC) k literature (W/m

    oC) Kesalahan

    Relatif

    Stainless Steel 11078.312 385 2777.48 % 0.00129

    Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa nilai kesalahan relatif sangatlah besar.

    Hal ini menunjukkan bahwa ketidak-idealan sistem konduksi yang terjadi tinggi sehingga data

    yang diperoleh oleh praktikuan kurang akurat sehingga menyebabkan besarnya nilai

    kesalahan literatur.

    Berdasarkan teori, dapat diketahui bahwa semakin besar nilai konduktivitas termal (k),

    makin baik pula kemampuan material tersebut untuk menghantarkan panas baik dalam bentuk

    melepaskan maupun menerima kalor. Berdasarkan pada nilai k hasil percobaan dan nilai k

    literatur, dimana nilai k tembaga termasuk besar, maka barang tentu kemampuan logam

    tembaga dalam menghantarkan panas sangat baik. Pada unit 3 tidak terdapat koefisien kontak

    (hc) dikarenakan hanya terdapat satu bahan.

    Selain k, data yang diperoleh dari percobaan unit 3 ini adalah yang diperoleh sebesar

    0.00129. Pada perhitungan diperoleh nilai yang positif yang menunjukkan tidak adanya

    korosi pada logam tembaga sebagai bahan node. Tetapi hal ini bisa dikatakan kurang akurat,

    karena pada umumnya nilai bernilai negatif, karena logam selalu mengalami korosi bahkan

    korosi karena air.

    Pada percobaan ini, diperoleh nilai kesalahan relatif yang sangat besar yang dapat

    disebabkan oleh indikasi alat percobaan yang digunakan gagal memberikan insulasi yang baik

    untuk mencegah adanya heat loss. Kenyataannya, heat loss yang terjadi sangat besar

    sedemikian hingga nilai perhitungan k menjadi tidak akurat.

    Rumus berikut:

    m. Cp air. T air = k. A. T / x

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    35

    adalah rumus yang berlaku bilamana heat loss yang dialami oleh sistem adalah 0 atau paling

    tidak sangat kecil hingga dapat diabaikan. Kenyataan yang terjadi adalah bahwa heat loss

    yang terjadi pada alat percobaan konduksi terlalu besar, sehingga rumus di atas harus

    dikoreksi/diperbaiki menjadi :

    heat loss + m. Cp air. T air = k. A. T / x

    Jika heat loss pada sistem dapat diukur, maka tentu nilai k yang akan kami peroleh

    tidak akan jauh beda dengan apa yang ditunjukkan oleh literatur. Hal ini juga berlaku pada

    perhitungan-perhitungan lain termasuk dan lain-lain.

    5.3 Analisis Kesalahan

    Persen kesalahan percobaan terhadap literatur yang cukup besar disebabkan oleh beberapa

    kesalahan yang dilakukan baik. Hal-hal tersebut antara lain

    1. Waktu pemanasan alat yang kurang (tidak sesuai dengan lama pemanasan

    seharusnya), sehingga diperkirakan alat belum siap untuk digunakan.

    2. Tidak tepatnya mengukur laju alir keluar karena tidak ada alat khusus yang digunakan

    untuk mengukur laju alir, sehingga dapat mempengaruhi hasil perhitungan.

    3. Adanya kemungkinan kesalahan pada alat termokopel yang digunakan, sehingga data

    yang diperoleh kurang akurat.

    4. Suhu yang digunakan pada percobaan kurang tinggi, sehingga sulit melihat perubahan

    yang terjadi dengan menggunakan termometer, sehingga bisa saja beberapa data tidak

    tepat.

    5. Tidak bisa mengukur suhu aliran masuk secara langsung, sehingga hanya

    mengasumsikan suhu masuk sama dengan suhu ruang.

    6. Rentang waktu yang cukup singkat saat perubahan node dapat mengakibatkan suhu

    node belum stabil.

    7. Asumsi yang digunakan kurang tepat, misalnya untuk nilai Av, Ac, dan Lg pada

    perhitungan koefisien kontak (hc).

    8. Tidak mengecek apakah thermometer berfungsi dengan baik sebelum melakukan

    percobaan, sehingga bisa saja menyebabkan kesalahan saat pengukuran suhu.

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    36

    BAB VI

    KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1.KESIMPULAN

    Kesimpulan dari percobaan konduksi antara lain :

    1. Perpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana panas

    mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, tetapi

    medianya tetap. Perpindahan kalor secara konduksi tidak hanya terjadi pada padatan

    saja tetapi bisa juga terjadi pada cairan ataupun gas, hanya saja konduktivitas terbesar

    pada padatan.

    2. Rumus umum untuk perpindahan panas secara konduksi adalah

    Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan panas konduksi ialah: koefisien

    konduksi / konduktivitas termal (k), luas area perpindahan panas (A), perbedaan suhu

    (dT), dan panjang bahan (L atau dx).

    3. Pada bagian batas antara dua benda padat bersentuhan, terjadi tahanan kontak termal

    yang menyebabkan penurunan suhu secara tiba-tiba. Tahanan kontak termal muncul

    akibat adanya ketidaksempurnaan pada bidang pertemuan kedua benda, sehingga

    kekosongan yang ada diisi oleh fluida (gas/udara) yang akan memberikan tahanan

    baru terhadap perpindahan panas konduksi pada sistem tersebut. Rumus umum bagi

    tahanan kontak termal :

    4. Perubahan suhu dapat mempengaruhi konduktivitas termal. Umumnya untuk semua

    jenis zat, semakin besar suhu, maka semakin besar konduktivitas termalnya:

    dengan k0 adalah konduktivitas termal pada saat T = 0 C dan adalah koefisien muai

    termal untuk dua dimensi (luas).

    5. Pada proses konduksi yang diamati, sangat besar kemungkinan terjadinya suatu

    penyimpangan akibat adanya interaksi lingkungan dengan sistem, dimana sistem akan

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    37

    melepaskan panas ke lingkungan dengan laju tertentu, yang disebut dengan heat loss.

    Heat loss dirumuskan sebagai selisih antara qteoritis dan qeksperimen.

    6. Pada percobaan ini diperoleh hasil:

    7. Unit 2

    Untuk perhitungan nilai konduktivitas termal:

    k aluminium = W/m.oC dengan KR = 1157.31 %

    k magnesium = W/m.oC dengan KR = 1322.627%

    Untuk perhitungan koefisien kontak termal:

    hc stainless steel alumunium = 21020381.9

    hc alumunium magnesium = 238677225

    Untuk perhitungan nilai

    alumunium = -0.008667

    magnesium = -0.01836

    8. Unit 3

    k tembaga = W/m.oC dengan KR = 2777.48 %

    tembaga =

    6.2. SARAN

    1. Lamanya waktu pemanasan alat percobaan sebelum digunakan sebaiknya sesuai

    dengan yang seharusnya karena akan mempengaruhi temperatur keluaran.

    2. Pada saat praktikum berlangsung, cuaca nya hujan gerimis sehingga

    mempengaruhi temperatur air pendingin. Oleh karena itu, sebaiknya praktikum

    dilaksanakan sewaktu cuacanya cerah.

    3. Tombol yang terdapat pada termokopel lebih baik untuk diperbaiki mengingat

    tombol tersebut posisinya tidak tepat dan juga sulit untuk diputar.

  • Kelompok 5R Konduksi

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA | UNIVERSITAS INDONESIA

    38

    DAFTAR PUSTAKA

    Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas Edisi 3. Jakarta: Erlangga.

    J.P. Holman. 1997. Perpindahan Kalor, ed. 6, Jakarta: Penerbit Erlangga.

    Tim Penyusun. Buku Panduan Praktikum POT 1. 1989. Depok : Jurusan Teknik Gas &

    Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

    Coulson & Richardson. 1996. Chemical Engineering, Vol1, 5e.

    De Nevers, Noel. 1951. Fluid Mechanics Chemical Engineering. New York : McGraw-Hill

    Inc.