Upload
putriemiliayuriza
View
177
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pengukuran suhu dan tinggi badan
Citation preview
KAJIAN PUSTAKA
1. Suhu Tubuh
Berdasarkan pengaruh suhu lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu
poikiloterm dan homoiterm. Pada hewan poikiloterm (hewan berdarah dingin), suhu
tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu di dalam tubuh lebih tinggi dibandingkan
dengan suhu di luar tubuh. Sedangkan pada hewan homoiterm (hewan berdarah panas), suhu
inti merupakan suhu didalam tubuh (seperti pada organ-organ abdomen dan toraks, susunan
saraf pusat, dan otot rangka) yang secara homeostatis dipertahankan pada suhu sekitar
37,8oC (Sherwood, 2011).
Mamalia (termasuk manusia) merupakan hewan endoterm(Sherwood,
2001).Endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari hasil metabolisme dengan
menggunakan mekanisme termoregulasi. Termoregulasi merupakan proses homeostasis
untuk menjaga agar suhu tubuh tetap stabil, dengan cara mengontrol dan mengatur
keseimbangan antara banyaknya energi (panas) yang diproduksi (termogenesis) dengan
energi (panas) yang dilepaskan (termolisis). (Suripto, 2010).
Tubuh manusia memang hangat, namun suhunya diatur sangat tepat oleh tubuh
(Scanlon & Sanders, 2007).Suhu tubuh menggambarkan keseimbangan antara produksi
panas dengan panas yang hilang (Marieb andHoehn, 2010). Jika tingkat panas yang
dihasilkan seimbang dengan panas yang hilang, suhu inti akan stabil (Tortora and
Derrickson, 2011). Semua sel tubuh yang bermetabolisme menghasilkan panas dalam
jumlah yang bermacam-macam. Oleh karena itu, suhu tubuh tidak terdistribusi secara
merata di seluruh bagian tubuh (Childs, 2011).
Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
Pada tubuh, panas diproduksi karena aktivitas otot, asimilasi makanan, dan semua
proses vital yang berkontribusi di metabolisme. Panas hilang dari tubuh dengan radiasi,
konduksi, dan penguapan air melalui sistem pernapasan dan melalui kulit (Ganong,2012).
Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh antara lain:
1. Usia
Bayi memiliki permukaan kulit yang secara relatif mungkinkan sekali kehilangan
panas dengan lebih cepat. Sedangkan, pada manula, mekanisme yang mempertahankan
suhu tubuh mungkin tidak berfungsi seefisien sebelumnya, dan perubahan pada suhu
lingkungan mungkin tidak dapat ditanggulangi secara cepat atau efektif (Scanlon &
Sanders, 2007).
2. Jenis Kelamin
Tingkat metabolisme pria dan wanita berbeda, sehingga panas yang dihasilkan
berbeda pula(Ganong, 2012).
3. Hormon Tiroksin
Hormon tiroksin diproduksi oleh kelenjar tiroid, menambah tingkat respirasi sel
dan produksi panas sehingga suhu tubuh dapat meningkat. Sekresi tiroksin diatur oleh
tingkat produksi energi dan tingkat metabolisme. Ketika tingkat metabolisme
berkurang, kelenjar tiroid terstimuli untuk menghasilkan lebih banyak tiroksin(Scanlon
& Sanders, 2007).
4. Keadaan Emosi
Saat stress, epineprin dan norepineprin disekresi oleh medula adrenal, dan sistem
saraf simpatik menjadi lebih aktif. Epineprin menambah tingkat respirasi sel, terutama
pada organ seperti jantung, otot rangka, dan hati. Bertambahnya produksi ATP akibat
stress juga berarti lebih banyak panas yang dihasilkan(Scanlon & Sanders, 2007).
5. Kondisi Kesehatan
Perubahan pada suhu tubuh juga memberi efek pada tingkat metabolisme dan
produksi panas. Hal ini menjadi penting ketika seseorang mengalami demam, suhu
tubuh tinggi secara abnormal. Suhu yang lebih tinggi menyebabkan kenaikan tingkat
metabolime, yang menambah tingkat produksi panas serta menaikkan suhu tubuh lebih
tinggi(Scanlon & Sanders, 2007).
6. Suhu Lingkungan
Karena tubuh dilindungi kulit, sebagian besar panas tubuh hilang dari kulit ke
lingkungan. Ketika suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh (biasanya seperti ini),
kehilangan panas tidak dapat dihindari. Jumlah panas yang hilang ditentukan oleh aliran
darah yang melalui kulit dan oleh aktivitas kelenjar keringat (Scanlon & Sanders,
2007). Karena kehilangan panas, mekanisme produksi panas (seperti menggigil)
diaktifkan sehingga tingkat metabolisme meningkat. Ketika suhu cukup tinggi untuk
meningkatkan suhu tubuh, proses metabolisme secara umum dipercepat, dan tingkat
metabolismemeningkat sekitar 14% untuk setiap derajat Celcius dari kenaikan suhu
tubuh (Ganong,2012).
Pada lingkungan dingin, vasokontriksi mempersempit aliran darah yang melalui
dermis dan dengan demikian mengurangi panas yang hilang. Sedangkan pada
lingkungan hangat, vasodilatasi di dermis memperluas aliran darah ke permukaan kulit
sehingga terjadi kehilangan panas ke lingkungan(Scanlon & Sanders, 2007).
Panas juga hilang dari sistem pernapasan yaitu dengan menguapkan air dari
permukaan epithelialmukosa respiratori. Uap air yang terbentuk dikeluarkan, dan
sejumlah kecil panas hilang(Scanlon & Sanders, 2007).
7. Suplai Makanan
Makanan yang masuk juga menambah produksi panas karena aktivitas
metabolisme dari pencernaan meningkat. Panas dihasilkan ketika organ pencernaan
memproduksi ATP untuk gerak peristaltik dan untuk sintesis enzim
pencernaan(Scanlon & Sanders, 2007).
8. Aktivitas
Organ yang secara normal aktif memproduksi ATP merupakan sumber panas
signifikan ketika tubuh beristirahat. Contohnya pada otot rangka, biasanya dalam
keadaan kontraksi ringan yang disebut "muscle tone". Karena kontraksi ringan juga
membutuhkan ATP, otot juga memproduksi panas. Jumlah panas yang dihasilkan
sekitar 25% dari panas tubuh total saat istirahat dan lebih tinggi saat aktivitas, ketika
lebih banyak ATP dihasilkan(Scanlon & Sanders, 2007).Selama aktivitas, produksi
panas oleh kontraksi otot terakumulasi di dalam tubuh dan suhu tubuh meningkat
(Ganong, 2012).
Pengaturan Suhu Tubuh
Pusat pengaturan suhu terletak di hipotalamus di otak (Ganong,2012) yang berfungsi
sebagai termostat tubuh (Sherwood, 2011).. Terdiri dari pusat kehilangan panas, pusat
kenaikan panas dan daerah pre-optic, yang menganalisis dan mengkoordinasi respon untuk
mengatur suhu tubuh sampai kisaran homeostatis (Marieb and Hoehn, 2010).Sebagai alat
pengatur suhu tubuh, hipotalamus mempertahankan "setting" suhu tubuh dengan
menyeimbangkan produksi panas dan panas yang hilang untuk menjaga tubuh pada suhu
normal (Scanlon & Sanders, 2007).
Suhu tubuh dapat di ukur dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan
termometer. Pengukuran suhu dapat dilakukan pada beberapa bagian tubuh, seperti aksila,
oral, rektal, dan timpanik. Pada pengukuran suhu di bagian-bagian tersebut, jenis
termometer yang digunakan berbeda-beda . Ada tiga jenis termometer yang biasa digunakan
dalam pengukuran suhu, yaitu :
1. Termometer air raksa-kaca :
Termometer ini terbuat dari kaca yang pada salah satu ujungnya ditutup dan ujung
lainnya dengan diberi bentolan berisi air raksa. Ada 3 jenis termometer kaca, yaitu oral
( ujungnya ramping), stubby, dan rektal (ujungnya berbentuk buah pir). Ujung termometer
oral langsing, sehingga memungkinkan pentolan lebih banyak terpapar pada pembuluh
darah di dalam mulut. Termometer oral biasanya memiliki ujung berwarna biru.
Termometer stubby biasanya lebih pendek dan lebih gemuk dari pada jenis oral. Dapat
digunakan mengukur suhu dimana saja. Termometer rektal memiliki ujung yang tumpul
atau runcing, untuk mencegah trauma terhadap jaringan rektal pada saat insersi. Termometer
ini biasanya dikenali dengan ujung yang berwarna merah.
2. Termometer elektronik
Termometer ini terdiri atas unit tenaga baterai yang dapat diisi ulang, kabel kawat
yang tipis, dan alas yang memproses suhu yang dibungkus dengan kantung plastik sekali
pakai. Salah satu bentuk termometer elektronik ini adalah seperti pensil. Termometer ini
dapat digunakan pada bagian oral, aksila, dan rektal. Bentuk lain dari termometer elektronik
digunakan secara khusus untuk pengukuran timpanik. Spekulum otoskop dengan ujung
sensor inframerah mendeteksi penyebaran panas dari membran timpani.
3. Termometer sekali pakai
Termometer ini berbentuk strip kecil yang terbuat dari plastik dengan sensor suhu
pada salah satu ujungnya. Sensor tersebut terdiri atas matrik dari lekukan seperti titik yang
mengandung bahan kimia yang larut dan berubah warna pada perbedaan suhu. Digunakan
untuk suhu oral dan aksila, terutama pada anak-anak. Dipakai dengan cara yang sama
dengan termometer aksila dan digunakan hanya sekali. Bentuk lain dari termometer sekali
pakai adalah koyo (patch) atau pita sensitif suhu. Digunakan pada dahi atau abdomen, koyo
akan berubah warna pada suhu yang berbeda. Kedua jenis termometer sekali pakai ini
berguna untuk mengetahi suhu, khususnya pada bayi yang baru lahir.
Pertukaran panas atau suhu tubuh seseorang dapat terjadi melalui tiga mekanisme,
yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Konduksi adalah pemindahan panas dari
suatu benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin yang berkontak langsung
dengannya. Panas dipindahkan melalui perpindahan energi panas dari molekul ke molekul
di sekitarnya. Konveksi adalah perpindahan energi panas melalui arus udara. Udara dingin
yang dihangatkan oleh tubuh melalui konduksi naik dan diganti oleh udara yang lebih
dingin. Proses ini ditingkatkan oleh perpindahan paksa udara melewati permukaan tubuh.
Radiasi adalah perpindahan energi panas dari suatu benda yang lebih panas ke benda yang
lebih dingin dalam bentuk gelombang elektromagnetik (gelombang panas), yang merambat
melalui ruang. Sedangkan evaporasi adalah suatu perubahan suatu cairan misalnya keringat
menjadi uap air, suatu proses yang memerlukan panas (panas penguapan), yang diserap dari
kulit.
Tubuh manusia memiliki suatu mekanisme dalam menjaga suhu tubuhnya agar tetap
normal. Biasanya manusia tinggal di lingkungan yang suhunya lebih rendah dibandingkan
suhu tubuhnya, tetapi manusia terus menghasilkan panas secara internal, yang membantu
mereka dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Panas yang dihasilkan tergantung pada
oksidasi bahan bakar yang berasal dari metabolisme tubuh yang berasal dari makanan.
Perubahan suhu yang terjadi di lingkungan mengubah aktivitas sel sehingga meningkatkan
reaksi-reaksi kimia sel, sedangkan penurunan suhu mempercepat reaksi-reaksi tersebut.
Fungsi sel sangat sensitif terhadap fluktuasi suhu internal, maka manusia secara homeostatis
mempertahankan suhu tubuh pada tingkat yang optimal agar metabolisme sel tetap
berlangsung stabil.
2. Berat Badan dan Tinggi Badan
Berat badan adalah salah satu dari indikasi kebugaran tubuh seseorang. Berdasarkan
beberapa penelitian, seringnya menimbang badan, maka hal tersebut juga terkait dengan
makin mudahnya seseorang menjaga berat tubuhnya. Dapat dikatakan bahwa, jika
menimbang badan seminggu dua kali akan lebih mudah menjaga atau menurunkan berat
badan, dibandingkan jika jarang menimbang badan. Karena ketika mengetahui berat naik,
akan mudah bagi untuk mengoreksinya sebelum kenaikan berat badan menjadi berlebihan.
Untuk menimbang bobot tubuh, ternyata tidak bisa begitu saja naik ke atas
timbangan. Berikut ini merupakan hal – hal yang harus diperhatikan saat menimbang berat
badan, yaitu :
1. Idealnya menimbang sekali seminggu
2. Tidak perlu setiap hari
3. Menimbang pada waktu yang sama
4. Gunakan timbangan yang sama
5. Jangan bebani tubuh
6. Berdiri tegak
7. Catat bobot Anda
Ada beberapa cara yang dapat kita gunakan untuk menentukan obesitas atau
kegemukan diantaranya yaitu desintrometri, pengukuran total kalium tubuh, total air tubuh,
USG,CT,MRI, pengukuran antropometri dengan mengkur berat badan total, tinggi badan,
tebal lemak subkutis, anjang lingkar bagian tubuh tertentu, dan perhitungan berdasarkan
nilai angka antropometri, diantaranya BMI,WHR, indeks ponderal, indeks broca,
v/s,w/sks/,tetapi semuanya belum dapat digunakan sebagai standar utama mengukur total
lemak tubuh. Cara yang paling sering digunakan diklinik dan dilapangan dalam menetukan
obesitas adalah mengukur berat badan relative (berat badan subyek dibagi berat badan
standar untuk tinggi tertentu), dan indeks masa tubuh (IMT/BMI).
Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang menunjukkan hubungan
antara berat badan dan tinggi badan. BMI merupakan suatu rumus matematika dimana berat
badan seseorang (dalam kg) dibagi dengan tinggi badan (dalam cm). BMI lebih
berhubungan dengan lemak tubuh dibandingkan dengan indikator lainnya untuk tinggi
badan dan berat badan. Seseorang dengan BMI 25-29,9 dikatakan mengalami kelebihan
berat badan (overweight), sedangkan seseorang dengan BMI 30 atau lebih dikatakan
mengalami obesitas.
BMI bisa memperkirakan lemak tubuh, tetapi tidak dapat diartikan sebagai
persentase yang pasti dari lemak tubuh. Hubungan antara lemak dan BMI dipengaruhi oleh
usia dan jenis kelamin. Wanita lebih mungkin memiliki persentase lemak tubuh yang lebih
tinggi dibandingkan pria dengan nilai BMI yang sama. Pada BMI yang sama, orang yang
lebih tua memiliki lebih banyak lemak tubuh dibandingkan orang yang lebih muda.
BMI yang sehat untuk dewasa adalah 18,5-24,9. BMI yang tinggi merupakan suatu
ramalan kematian karena penyakit jantung dan pembuluh darah. Diabetes, kanker, tekanan
darah tinggi dan osteoartritis juga merupakan akibat dari overweight dan obesitas yang
sering ditemukan pada dewasa. Obesitas sendiri merupakan faktor resiko yang kuat dari
kematian dini. Berikur merupakan interpretasi nilai BMI untuk dewasa, tanpa
memperhatikan umur maupun jenis kelamin, yaitu sebagai berikut :
* Underweight (berat badan kurang) : BMI dibawah 18,5
* Overweight (kelebihan berat badan) : BMI 25-29.9
* Obesitas : BMI 30 atau lebih.
Untuk menghitung BMI, bisa digunakan rumus di bawah ini :
BMI = Berat Badan / (Tinggi Badan)2
• Berat badan dalam satuan kg
• Tinggi badan dalam satuan m
Contoh : Berat badan Anda adalah 90 kg dan tinggi 170 cm. Maka BMI Anda = 90 / (1,7)2 = 31.14
Berat Badan Ideal & Obesitas
Berat badan yang normal dan ideal dapat memberikan penampakan yang baik bagi
seluruh individu. Mereka menyadari betapa pentingnya untuk menjaga penampilan dan juga
kesehatan. Banyak akibat yang dapat ditimbulkan dari masalah kelebihan berat badan, hal
tersebut yang membuat banyak individu berusaha untuk mencapai berat badan yang ideal
(Kuntaraf & Kuntaraf, 1992). Untuk mencapai kondisi kesehatan yang optimal, semua
individu yang memiliki masalah kelebihan berat badan harus mengurangi berat badannya
sehingga mencapai berat badan yang sesuai dengan umur dan tinggi badannya (Krause &
Hunscher, 1969).
Kebanyakan individu beranggapan bahwa ukuran tubuh yang ideal identik dengan
langsing, yang berarti memiliki tubuh yang indah dan diidentikkan dengan perut yang rata,
pinggang yang ramping, serta paha dan betis yang kencang. Menurut Wirakusumah (1994),
bentuk tubuh yang ideal adalah tubuh yang tidak terlalu kurus dan juga tidak terlalu gemuk,
serta serasi antara berat dan tinggi badannya.
Berdasarkan penelitian oleh Roche Indonesia pada bulan Januari tahun 2000,
dinyatakan bahwa cukup banyak individu yang merasa berat badannya melebihi normal /
kegemukan. Padahal sebenaranya jika dihitung berdasarkan Body Mass Index (BMI) yakni
berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2) berat badan mereka masuk
kedalam klasifikasi ideal.
Resiko kegemukan dilihat dari segi estetika dan juga kesehatan menyebabkan
banyak individu berupaya untuk mencapai berat badan yang ideal dengan berbagai cara,
salah satunya yaitu dengan melakukan aktivitas fisik atau latihan jasmani (Wirakusumah,
1994). Dimana aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu aktivitas sehari-
hari dan aktivitas yang lebih tetap dan terstruktur seperti olahraga dan mengikuti program
latihan. Hal ini biasanya dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki
kesehatan dan kebugaran (Horwarth, et al, 1999)
Sementara itu, salah satu masalah yang kerap kali berhubungan dengan berat badan
yang tidak ideal adalah obesitas. Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Seseorang yang lemaknya banyak tertimbun di
perut mungkin akan lebih mudah mengalami berbagai masalah kesehatan yang berhubungan
dengan obesitas. Mereka memiliki resiko yang lebih tinggi. Terjadinya obesitas dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti, faktor genetik.
Dalam sebuah referensi dikatakan bahwa terdapat penelitian terbaru yang
menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap
berat badan seseorang. Faktor lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup
berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan
berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Selain itu, faktor psikis yaitu
apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak
orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk
gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.
Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa, secara rata-rata, orang yang gemuk
tidak makan lebih banyak daripada orang kurus. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah
bahwa orang yang kegemukan tidak makan berlebihan, tetapi ”kurang bergerak”. Penelitian-
penelitian memperlihatkan bahwa tingkat aktivitas fisik yang sangat rendah tidak disertai
oleh penurunan pemasukan makanan yang setara. Penjelasan lain adalah bahwa kelebihan
pemasukan makanan energi terjadi hanya ketika kegemukan sedang berlangsung
(Sherwood, 2001).
METODOLOGI
1. Suhu Tubuh
Alat dan Bahan
Termometer aksila, Termometer oral, Jam, Tissue, Alkohol 70 %, dan Air es
Cara Kerja
Pengukuran Suhu Tubuh pada aksila.
a. Termometer aksila disiapkan. Termometer dikeringkan dan dibersihkan sebelum
digunakan. Air raksa dalam thermometer diturunkan sampai di bawah garis terendah.
b. Termometer aksila dibersihkan dan dikeringkan.
c. OP duduk dengan tenang. Termometer diletakkan pada permukaan aksila dengan
tangan OP disilangkan di dada. Biarkan selama 5 menit, kemudian termometer diangkat
dan dikeringkan dengan tissue. Hasil pengukuran pada termometer dibaca dengan mata
sejajar dan hasil pengukurannya dicatat.
d. Air raksa dalam termometer diturunkan kembali sampai dibawah garis terendah.
e. OP melakukan aktivitas olahraga selama 10 menit.
f. Termometer aksila dibersihkan dan dikeringkan.
Pengukuran Suhu Tubuh pada oral.
a. Termometer oral disiapkan. Termometer dikeringkan dan dibersihkan sebelum
digunakan dan air raksa dalam thermometer diturunkan sampai dibawah garis
terendah.
b. OP duduk dengan tenang, sambil bernapas seperti biasa tetapi mulut dalam keadaan
tertutup. Termometer diletakkan di bawah lidah dan mulut dalam keadaan tertutup
dan dibiarkan selama 5 menit, kemudian termometer diangkat dan dikeringkan
dengan tissue. Hasil pengukuran dibaca dan dicatat.
c. OP duduk dengan tenang sambil bernapas dengan mulut dalam keadaan terbuka
selama 2 menit. Termometer diletakkan di bawah lidah dan mulut dalam keadaan
tertutup. Termometer dibiarkan selama 5 menit kemudian diangkat dan dikeringkan.
Hasil pengukuran dibaca dan dicatat.
d. Pengukuran dilanjutkan sampai 10 menit, hasil pengukuran dibaca dan dicatat.
e. OP duduk dengan tenang sambil berkumur dengan air es selama 1 menit. Termometer
diletakkan di bawah lidah dan mulut dalam keadaan tertutup. Termometer dibiarkan
selama 5 menit kemudian diangkat dan dikeringkan.
f. Pengukuran dilanjutkan sampai 10 menit, kemudian termometer diangkat dan
dikeringkan. Hasil pengukuran dibaca dan dicatat.
2. Berat Badan dan Tinggi Badan
Alat :
Timbangan berat badan, alat pengukur tinggi dengan skala centi meter (cm)
Cara kerja
Mengukur berat badan
a. Menyiapkan alat penimbang dan lakukan kalibrasi
b. Menanggalkan semua benda yang mungkin menambah berat badan OP
c. OP berdiri sesuai dengan posisi tubuh normal di atas timbangan, ukur dan catat hasil
pengukuran.
Mengukur tinggi badan
a. Menyiapkan alat pengukur tinggi badan dan lakukan kalibrasi.
b. Tanpa menggunakan alas kaki, OP berdiri tegak dengan pandangan lurus ke depan serta
tangan disamping.
c. Mengukur jarak antara telapak kaki dengan bagian atas kepala. Dan mengusahakan garis
jarak sejajar dengan poros tubuh.
d. Mencatat hasil pengukuran.
Mengukur berat badan ideal dan Indeks Massa Tubuh
a. Berat badan ideal = TB – 110 (± 10%)
b. Indeks Massa Tubuh = Berat badan (kg)
Tinggi badan2(m)
DATA HASIL PENGAMATAN
1. Suhu Tubuh
No Nama Jenis Kelamin
Suhu Aksila Suhu OralIstirahat Aktivitas Mulut
TutupMulut Buka Kumur Air
Es5’ 10’ 5’ 10’
1. Shelen (20)
Perempuan 36,4 37,2 36,9 36,9 36
2. Gita (19) Perempuan 36,8 37 37 36,9 37,1 36,8 373. Nurul S
(20) Perempuan 36,4 36,5 36,6 36,6 36,7 36,2 36,7
4. Tresna (20)
Perempuan 36,8 36,8 37,3 37,2 37,3 36,8
5. Nisak (19)
Perempuan 36,8 36,2 36,9 36,9 37 36,3 36,8
6. Ardina (19)
Perempuan 36,4 36 37,3 37,5 37,7 36,9 37,3
7. Haris (19)
Laki-laki 37,4 37 37,4 37,5 37,5 37,2 37,4
8. Intan (20)
Perempuan 37,2 37,3 37,2 37,2 37,4 37,4 37,5
9. Elis (20) Perempuan 36 35,7 36,8 36,9 37 35,9 36,710. Vita (20) Perempuan 37,2 37,3 37,4 37,4 37,5 36,8 37,211. Fairus
(21)Perempuan 36,9 37,4 37,4 37,4 37,5 37,2 37,4
12. Kidung (20)
Perempuan 35,8 36,9 37 37,4 37,5 37,2
2. Berat Badan dan Tinggi Badan
No. Nama OP Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (cm)
BB Ideal BMI
1 Vania 41 150 50 +/- 5,0 17,222 Rizki 45,7 154,5 54,5+/- 5,45 19,223 Qoyima 53 160 60 +/- 6,0 20,74 Qori 46 149,5 49,5 +/-
4,9520,6
5 Yusri 61 160 60,5 +/- 6,0 23,86 Lisa 51 157 59 +/- 5,9 20,27 Arsita 51 155 55 +/- 5,5 21,28 Indriya 56 158 58 +/- 5,8 22,49 Nurul A. 54 156 56 +/- 5,6 22,110 Yunita 54,5 162 62 +/- 6,2 20,311 Putri 55 155 55 +/- 5,5 19,9712 Rita 42 154 54 +/- 5,4 17,713 Lenny 48 155 55 +/- 5,5 19,9714 Indri 41,4 157 57 +/- 5,7 16,715 Anggi 45,5 156 56 +/- 5,6 18,7
16 Irma 59 155 55 +/- 5,5 24,6
PEMBAHASAN
1. Suhu Tubuh
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pengukuran suhu tubuh. Pengukuran
suhu tubuh dilakukan pada dua tempat yang berbeda, yaitu pada bagian aksila dan oral.
Pengukuran pada setiap bagian diberikan perlakuan yang berbeda-beda. Perlakuan yang
diberikan bertujuan untuk mengetahui faktor yang memperngaruhi suhu tubuh.
Percobaan pertama dilakukan dengan membandingkan pengukuran suhu tubuh OP
pada bagian aksila saat istirahat dan setelah aktivitas olahraga. Berdasarkan hasil
pengamatan didapatkan hasil bahwa suhu tubuh dua belas OP pada bagian aksila saat
istirahat berkisar antara 35,8-37,40C, sedangkan menurut teori suhu normal pada bagian
aksila (36-370C). (Tri Murtiati, 2012). Hasil pengukuran yang didapat tidak sesuai dengan
teori yang ada. Terdapat satu OP yang suhu aksilanya dibawah normal dan terdapat empat
OP yang suhunya di atas normal. Banyak faktor yang dapat menyebabkan hal seperti ini,
misalnya kondisi kesehatan seseorang, hidrasi, pakaian, emosi, dll (Scanlon & Sanders,
2007). Setelah itu OP melakukan aktivitas olahraga selama 10 menit. Kemudian dilakukan
pengukuran suhu tubuh kembali, maka didapatkan hasil bahwa suhu tubuh delapan OP pada
aksila setelah aktivitas olahraga mengalami peningkatan suhu. Hal ini terjadi karena
aktivitas OP meningkat sehingga metabolisme dalam tubuh OP juga meningkat (Scanlon &
Sanders, 2007; Ganong, 2012). Sedangkan empat orang OP lain mengalami penurunan
suhu. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada, disebabkan oleh faktor lain, yaitu suhu
lingkungan, kondisi kesehatan, pakaian, hidrasi, dll serta faktor kesalahan relatif meliputi
kesalahan dalam pengukuran, membaca alat, dsb (Scanlon & Sanders, 2007; Ganong, 2012).
Percobaan kedua dilakukan dengan membandingkan pengukuran suhu tubuh OP
pada bagian oral setelah bernapas seperti biasa (mulut tertutup), bernapas dengan mulut
terbuka, dan berkumur dengan air es. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa
suhu tubuh dua belas OP pada bagian oral saat bernapas biasa (mulut tertutup) berkisar
antara 36,6-37,40C, sedangkan menurut teori suhu normal pada bagian oral (36,5-37,50C).
(Tri Murtiati, dkk, 2012). Hal ini telah sesuai dengan teori. Kemudian OP bernapas dengan
mulut terbuka. Dilakukan dua kali pengukuran setiap lima menit. Pada lima menit pertama,
terdapat enam OP yang suhunya tetap, dua OP suhunya turun, dan empat OP suhunya naik.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Seharusnya saat bernapas dengan mulut terbuka,
suhu menjadi turun karena suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh, kehilangan panas
tidak dapat dihindari sehingga suhu tubuh menurun (Scanlon & Sanders, 2007). Pada lima
menit kedua, terdapat sebelas OP yang suhunya naik, satu OP suhunya tetap. Hal ini telah
sesuai dengan teori karena setelah tubuh kehilangan panas, maka mekanisme produksi panas
diaktifkan sehingga tingkat metabolisme meningkat dan suhu tubuh dapat meningkat
(Ganong,2012).
Kemudian OP berkumur dengan air es. Dilakukan dua kali pengukuran setiap lima
menit. Pada lima menit pertama, terdapat satu OP yang suhunya tetap dan sebelas OP
suhunya turun. Hal ini sesuai dengan teori yang ada karena jika berkumur dengan air es
maka suhu lingkungan mulut semakin rendah sehingga tubuh kehilangan dan suhu tubuh
menurun (Scanlon & Sanders, 2007). Pada lima menit kedua, terdapat duabelas OP yang
suhunya naik. Hal ini telah sesuai dengan teori karena setelah tubuh kehilangan panas, maka
mekanisme produksi panas diaktifkan sehingga tingkat metabolisme meningkat dan suhu
tubuh dapat meningkat (Ganong,2012). Perubahan suhu tubuh disebabkan karena adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh, seperti keadaan emosi, usia, jenis kelamin,
kesehatan seseorang, hidrasi, pakaian, dll (Scanlon & Sanders, 2007; Ganong, 2012).
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pengukuran suhu tubuh,
antara lain, suhu termometer harus dalam keadaan nol ; cara menurunkan suhu harus
dilakukan hati-hati jangan sampai termometer jatuh dan pecah ; sebelum melakukan
pengukuran harus dijelaskan dengan benar tentang tempat dan tujuan pengukuran suhu ;
pembacaan termometer harus ditempat yang cukup cahaya agar dapat dengan mudah dibaca
hasilnya .
2. Berat Badan dan Tinggi Badan
Pada percobaan ini, praktikan melakukan pengukuran berat badan dengan menggunakan
timbangan berat badan dengan skala kilogram (kg) yang diukur dengan melepaskan segala
atribut yang dapat berpengaruh terhadap pengukuran. Sedangkan untuk pengukuran tinggi
badan menggunakan alat pengukur tinggi dengan skala centimeter (cm) yang diukur dari
ujung kaki hingga ujung kepala dengan posisi badan tegak. Pengukuran ini bertujuan untuk
menunjukkan keseimbangan antara kalori yang tersedia dengan pengeluaran energi, massa
otot, lemak tubuh dan penyimpanan protein.
Menurut Guyton (1995), masukan makanan harus selalu cukup untuk menyuplai
kebutuhan metabolisme tubuh dan tidak cukup menimbulkan obesitas. Juga, karena berbagai
makanan mengandung bermacam - macam bagian protein, karbohidrat, dan lemak.
Keseimbangan yang sesuai harus dipertahankan antara berbagai jenis makanan tersebut,
sehingga semua segmen sistem metabolisme tubuh dapat disuplai dengan bahan yang
dibutuhkan. Setelah melakukan pengukuran terhadap 16 orang OP berjenis kelamin
perempuan dengan rentang usia 19-20 tahun, diperoleh hasil pengukuran berat badan dan
tinggi badan yang bervariasi dari setiap OP. Perbedaan itu dikarenakan setiap OP memiliki
aktivitas, usia, nutrisi yang dimakan, dan kecepatan metabolisme dalam tubuh yang
berbeda-beda.
Faktor utama yang mempengaruhi kecepatan metabolisme mencakup ukuran tubuh,
umur, seks, iklim yang mencakup derajat panas, jenis pakaian yang dipakai, dan jenis
pekerjaan. Sementara faktor lain yang menyebabkan perbedaan berat badan dan tingi badan
yaitu perbedaan asupan makanan dan gizinya. Masing-masing OP mungkin memiliki asupan
gizi dan kebutuhan nutrisi sehari-hari yang berbeda. Kondisi yang mempengaruhi kebutuhan
gizi sehari-hari diantaranya bobot badan, tinggi badan, jenis kelamin, usia serta aktivitas,
perlu juga diperhatikan apakah seseorang sedang menderita penyakit. Selain itu pula faktor
genetik juga bisa menjadi penentu perbedaan berat badan dan tinggi badan.
Dari data berat badan dan tinggi badan, kemudian dilakukan pengukuran berat badan
ideal dan Indeks Massa Tubuh atau Body Mass Index (BMI). Dengan menghitung BMI
maka akan terlihat kesesuaian antara berat badan dengan tinggi badan setiap OP. Jika nilai
BMI sudah didapat, hasilnya dibandingkan dengan ketentuan berikut :
Nilai BMI < 18,5 = Berat badan di bawah normal
Nilai BMI 18,5 - 22,9 = Normal
Nilai BMI 23,0 - 24,9 = Normal Tinggi
Nilai BMI 25,0 - 29,9 = di atas normal
Nilai BMI ≥ 30,0 = Obesitas
Nilai BMI OP yang lebih rendah dari standar nilai BMI dapat disebabkan konsumsi
energi lebih rendah dari kebutuhan yang mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh
dalam bentuk lemak akan digunakan. Mempertahankan berat badan normal bisa diwujudkan
dengan mengkonsumsi energi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tubuh, sehingga tidak
terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak, maupun penggunaan lemak sebagai sumber
energi. Sementara itu OP yang memiliki BMI di atas normal dimungkinkan memiliki resiko
masalah kesehatan, salah satunya yaitu resiko mengalami obesitas. Obesitas adalah
kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan.
Meski demikian, dari hasil BMI 16 orang OP dapat terlihat bahwa seluruhnya ada pada
tingkatan normal.
KESIMPULAN
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada beberapa bagian tubuh antara lain pada
aksila dan oral.
Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh aktivitas dan suhu lingkungan.
Untuk pengukuran suhu pada bagian tubuh yang berbeda digunakan jenis termometer
yang berbeda.
Faktor yang menyebabkan perbedaan berat badan dan tingi badan yaitu perbedaan
asupan makanan dan gizinya.
Selain itu faktor genetik juga bisa menjadi penentu perbedaan berat badan dan tinggi
badan.
DAFTAR PUSTAKA
Barrett, Kim E., dkk.2012. Ganong's Review of Medical Physiology, 24th Edition.New
York: McGraw-Hill Medical.
Childs C. 2011. Maintaining body temperature. In:Brooker C, Nicol M (eds) Alexander’s
Nursing. Practice. Oxford: Elesvier.
Horwarth, C., A.K. Blazos, G.S. Savige & M.L. Wahlqvist. 1999. Eating Your Way to Older Women. Asia Pasific Journal of Clinical Nutrition, 8 (3), (hal. 216-225)
Krause, M.V. & M.A. Hunscher. 1969. Food, Nutrition & Dietetic Therapy. W.B Saunders Co, Philadelphia, London.
Kuntaraf, K.L & J. Kuntaraf. 1992. Olahraga Sumber Kesehatan. Bandung : Percetakan Advent Indonesia
Marieb E, Hoehn K. 2010. Human Anatomy andPhysiology with Interactive Physiology 10-
SystemSuite. New York: Pearson Publishing.
McCallum L, Higgins D. 2012. Measuring body temperature. NursingTimes; 108: 45, 20-
22.
Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology.New
York:F. A. Davis Company.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: ECG.
Suripto. 2010. Fisiologi Hewan. Bandung : Penerbit ITB.
Tortora G, Derrickson B (2011) Principles of Anatomyand Physiology. New York: John
Wiley & Sons.
Wirakusumah, E.S. 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
LAPORAN ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA
“Suhu, Berat, dan Tinggi Badan”
Kelompok 5
Putri Emilia Yuriza (3415110169)
Azizatul Mukminah (3415110316)
Lenny Prastiwi (3415111396)
Noor Hanny Amalia (3415111395)
Nurul Zakiyatin Nisak (3415111397)
Program Studi Pendidikan Biologi Reguler
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta
2013