Upload
febrianatyas200
View
284
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
1/13
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
AKWILA ALBERT D.P (G1F011056)
YULIA NUR ULFA (G1F011058)
INAS KHAIRANI (G1F011060)
FEBRIANA N (G1F011062)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
2013
7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
2/13
PERCOBAAN II
UJI DISOLUSI TABLET METFORMIN HCl
I. TUJUAN1. Mengetahui cara uji disolusi tablet biasa (immediate release).2. Mengetahui cara uji disolusi tablet salut (modified release).3. Dapat melakukan perhitungan dan menganalisis hasil uji disolusi tablet biasa.
II. ALAT dan BAHANAlat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat disolusi, timbangan analitik,
botol timbang, spatula, batang pengaduk, beaker glass, gelas ukur, pipet tetes, labu
pengenceran, pipet volum, filler, flakon,corong, kertas saring, stopwatch, dan
spektrofotometer.
Bahan yang di gunakan dalam praktikum kali ini adalah akuadest, dapar posfat,
larutan PBS, tablet metformin HCl.
III. DATA PENGAMATANPERLAKUAN HASIL
Persiapan alat disolusi dilakukan
dengan memasukkan akuadest/ air
biasa kedalam wadah uji disolusi
sampai batas yang di tentukan
dengan suhu 370
C. Kemudian pada
keranjang di masukkan dapar posfat
PH 6,8 sebagai media disolusi.
7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
3/13
Masukkan tablet metformin HCL
kedalam keranjang alat uji disolusi
dengan media disolusi dapar fosfat
PH 6,8.
Karena alat uji disolusi pada
laboratorium biofarmasi rusak, uji
disolusi dilakukan secara manual
yaitu dengan pengadukan secara
konstan.
Kemud5ian larutan tersebut di ambil
sebanyak 5 ml tiap menit 10, 20, 30,
40, 50, 60, dan menit ke 90.
Kemudian larutan tersebut di
simpan dalam wadah.
Dianalisi dengan spektrofotometer
IV. PERHITUNGANData yang dibaca pada spektrofotometer UV-Vis selanjutnya dimasukkan
kedalam persamaan regresi kurva baku metformin HCl, yaitu y= a+ bx. Selanjutnya
7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
4/13
di peroleh masing masing konsentrasi setiap waktu pengujian dan dirata-rata (setiap
pengujian dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali).
Nilai Q didapat dari mengalikan konsentrasi rata- rata dengan 900 ml (volume
medium disolusi), FK merupakan faktor koreksi, Q tot merupakan hasil
penjumlahan antara Q dan FK. % terlepas di hitung dari Qtot : jumlah obat yang
dimasukkan kedalam medium disolusix 100% ( % terlepas= Q tot/ jumlah obat ) x
100 %. DE adalah disolusi evisiensi.
V. PEMBAHASANPada prktikum kali ini, kami melakukan uji disolusi pada tablet metformin HCl . Berikut ini
adalah pemerian dari metformin HCl :
(C4H11N5 )
7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
5/13
N, N-Dimethylimidodicarbonimidicdiamide
Meftormin merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik secara
kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang tersubsitusi
rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride. Mekanisme kerja Metformin
antara lain :
Metformin merupakan zat antihiperglikemik oral golongan biguanid. Mekanisme kerjaMetformin menurunkan kadar gula darah dan tidak meningkatkan sekresi insulin.
Metformin tidak mengalami metabolisme di hati, diekskresikan dalam bentuk yang tidakberubah terutama dalam air kemih dan sejumlah kecil dalam tinja.
Bioavailabilitasnya 50 -60%.
Metformin hidroklorida adalah obat antidiabetes yang digunakan untuk pengelolaan diabetes
mellitus tidak tergantung insulin. Metformin hidroklorida mempunyai sifat kelarutan yang tinggi
dalam air, tetapi mempunyai permeabilitas yang rendah (BCS kelas III) sehingga perlu dilakukan
uji ekivalensi in vitro (uji disolusi terbanding).
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia
zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh kecepatan
pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya
ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya.
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan
transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut dari permukaan
padat.
http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
6/13
Teori disolusi yang umum adalah:
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan
utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif
dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi
per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang
dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan
waktu. Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun 1897
dan diformulasikan secara matematik.
Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan tipis larutan
jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam bagian sisa dari larutan di
sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah pengamatan kelambatan difusi ini dapat
menjadi persamaan dengan menggunakan hukum difusi. Dengan mensubtitusikan hukum difusi
pertama Ficks ke dalam persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski, dapat memberikan
kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan secara konkret.
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat,koefisien
difusi,serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini
juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat
sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif
ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif
ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya.
Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul air yang tidak bergerak oleh adanya
kekuatan adhesi dengan lapisan padatan. Lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan yang tidak
teraduk atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan sulit untuk ditentukan, namun
umumnya 0,005 cm (50 mikron) atau kurang.
Hal-hal dalam persamaan Noyes Whitney yang mempengaruhi kecepatan melarut:
Kenaikan dalam harga A menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga D menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga Csmenyebabkan naiknya kecepatan melarut
http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
7/13
Kenaikan dalam harga Ctmenyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga d menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Hal-hal lainnya yang juga dapat mempengaruhi kecepatan melarut adalah :
Naiknya temperatur menyebabkan naiknya Csdan D Ionisasi obat (menjadi spesies yang lebih polar) karena perubahan pH akan
menaikkan nilai Cs.
UJI DISOLUSI OBAT
Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah
menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas,
dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji
hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang
ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan
obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan
uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam
yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut
obat dalam tablet.
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat dan
tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat berhubungan langsungdengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu,
dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak
bila berada di saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi.
Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet diperoleh
dengan mengukur bioavaibilitasin vivo. Ada berbagai alasan mengapa penggunaan in
vivomenjadi sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk merencanakan,
melakukan, dan mengitepretasi; tingginya keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada
manusia.; ketepatan yang rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya biaya yang
diperlukan; pemakaian manusia sebagai obyek bagi penelitian yang nonesensial; dan
keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia yang sehat dan tidak
sehat yang digunakan dalam uji. Dengan demikian, uji disolusi secara in vitrodipakai dan
dikembangkan secara luas, dan secara tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavabilitas obat,
http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
8/13
terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai metoda
pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti pada setiap ujiin vitro,
sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan tes bioavaibilitas in vitro. Ada dua
sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitroyaitu untuk menunjukkan :
1. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%
2. Laju penglepasan obat seragam pada setiap batchdan harus sama dengan laju penglepasan
daribatch yang telah dibuktikan bioavaibilitas dan efektif secara klinis.
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat aktif dari satu tablet
atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat
memberikan informasi sangat berharga tentang konsistensi dari batch satu ke batch lainnya.
Tes disolusi ini didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di
dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi.
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan
sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung
oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan
zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari
sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, suppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan
emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam
media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik.
Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan
kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran cerna, mama
terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu :
Zat aktif mula-mula harus larut Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang penting
dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah masuk persyaratan
wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil
dalam korelasi disolusi invivo dengan disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu
peramal koefisien terapi, tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat
memberikan informasi berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk.
http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
9/13
Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk mengevaluasi dan
menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro bertujuan :
a) Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada dalam model
disolusi dapat berarti atau berpengaruh dalam proses invivo apabila dikembangkan suatu
model yang berhasil meniru situasi invivo
b) Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya dengan sifat disolusi dan
absorbsinya sesuai.
c) Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur pengendalian mutu untuk
produk akhir.
d) Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda dari bentuk sediaan
solid apabila korelasi antara sifat disolusi dan ketersdiaan hayati telah ditetapkan.
e) Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi dan manufaktur.
f) Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat disolusi zat aktif
yang baru.
g) Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara dekat sistem invivo
sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten tercapai. Oleh karena itu keuntungan dalam
biaya, tenaga kerja, kemudahan dapat diberikan dengan penggunaan sistem.
Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul bilamana
tablet telah pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-granul telah pecah. Pada
tablet yang tidak berdesintegrasi, kecepatan disolusinya ditentukan oleh proses disolusi dan
difusi. Namun demikian, bagi tablet yang berdesintegrasi, profil disolusinya dapat menjadi
sangat berbeda tergantung dari apakah desintegrasi atau disolusinya yang menjadi penentu
kecepatan.
Faktor yang mempengaruhi Disolusi :
1.Suhu
Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan sejauh lima persen dapat
disebabkan oleh adanya perbedaan suhu satu derajat.
2.Medium
Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam beberapa hal zat tidak
larut dalam larutan air, maka zat organik yang dapat merubah sifat ini atau surfaktan digunakan
untuk menambah kelarutan. Gunanya adalah untuk membantu kondisi sink sehinggan
http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
10/13
kelarutan obat di dalam medium bukan merupakan faktor penentu dalam proses disolusi. Untuk
mencapai keadaan sink maka perbandingan zat aktif dengan volume medium harus dijaga tetap
pada kadar 3-10 kali lebih besar daripada jumlah yang diperlukan bagi suatu larutan jenuh.
Masalah yang mungkin mengganggu adalah adanya gas dari medium sebelum digunakan.
Gelembung udara yang terjadi dalam medium karena suhu naik dapat mengangkat tablet,
sehingga dapat menaikkan kecepatan melarut.
3.Kecepatan Perputaran
Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya kecepatan
pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm tidak menghasilkan data yang
dapat dipakai untuk membeda-bedakan hasil kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa
kecepatan pengadukan perlu lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah medium
daripada menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan, sebaiknya
dihindarkan.
4.Ketepatan Letak Vertikal Poros
Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang, tinggi dan
ketepatan posisi dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang kurang sentral dapat
menimbulkan hasil yang tinggi, karena hal ini akan mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat
di dalam bejana.
5. Goyangnya poros
Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena dapat
menimbulkan pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya digunakan poros dan
bejana yang sama dalam posisi sama bagi setiap percobaan karena masalah yang timbul karena
adanya poros yang goyang akan dapat lebih mudah dideteksi.
6. Vibrasi
Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir semua masalah
vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau adanya penyebab dari luar. Alas dari
busa mungkin dapat membantu, tetapi kita harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan kelurusan
harus dicek.
7. Gangguan pola aliran
7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
11/13
Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi dapat mengakibatkan
hasil disolusi yang tinggi. Alat pengambil cuplikan serta adanya filter pada ujung pipet selama
percobaan berlangsung dapat merupakan penyebabnya.
8. Posisi pengambil cuplikan
Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian puncak dayung
(atau keranjang) dengan permukaan medium (code of GMP). Cuplikan harus diambil 10-25 mm
dari dinding bejana disolusi, karena bagian ini diperkirakan merupakan bagian yang paling baik
pengadukannya.
9. Formulasi bentuk sediaan
Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah selalu
disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga disebabkan oleh kualitas
atau formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor yang misalnya berperan adalah ukuran
partikel dari zat berkhasiat, Mg stearat yang berlebih sebagai lubrikan, penyalutan terutama
dengan shellak dan tidak memadainya zat penghancur. Ada juga yang menambahkan faktor
kekerasan tablet.
10. Kalibrasi alat disolusi
Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini merupakan salah
satu faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya tidak dapat kita melihat adanya kelainan
pada alat. Untuk mencek alat disolusi digunakan tablet khusus untuk kalibrasi yaitu tablet
prednisolon 50 mg dari USP yang beredar di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan dayung atau
keranjang 50 dan 100 rpm. Kalibrasi harus dilakukan secara teratur minimal setiap enam bulan
sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Amir,Syarif.dr, dkk.2007.Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima.
Jakarta: Gaya Baru
http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
12/13
Ansel, C Howard. 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Edisi
keempat. Penerjemah Farida Ibrahim. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Anonymous. 2002. United State Pharmacopeia 25. Volume 2. Washington DC : USPConvention, Inc.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen
Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen
Kesehatan.
Lachman, Leon, Lieberman, Hebert, Kahig, Joseph. 1994. Teor i dan
PraktekFarmasi Industri.Edisi ketiga. Penerjemah Siti Suyatmi.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Shargel, Leon,dan Andrew B.C.Y.U. 1988. Biofarmasi dan
Farmakokinetika Terapan. Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra.
Siti Sjamsiah, Apt. Surabaya : Airlangga University Press.
Tjay,Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia
Voigt,1995.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada Press.
Read more:http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-
UJI-DISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz2mCpz3c00
http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJI-DISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz2mCpz3c00http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJI-DISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz2mCpz3c00http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJI-DISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz2mCpz3c00http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJI-DISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz2mCpz3c00http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJI-DISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz2mCpz3c00http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJI-DISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz2mCpz3c00http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJI-DISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz2mCpz3c00http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-UJI-DISOLUSI-TABLET-RANITIDIN-Teknologi-Formulasi-Sediaan-Solida.html#ixzz2mCpz3c00http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/7/22/2019 laporan BIOfar P2.docx
13/13