17
ASI Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. Kandungan ASI Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak mudah diserap. Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Imunologik ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan. Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi.

Laporan Case 9

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan

Citation preview

Page 1: Laporan Case 9

ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya.

Kandungan ASI

Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak mudah diserap.

Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASITaurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak.

ImunologikASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi.Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.

Risiko kehamilan usia lebih dari 35 tahun

Risikoyang ditimbulkan dapat berdapak bagi ibu, juga untuk bayi yaitu :Risiko untuk ibu

Penurunan tingkat kesuburan Terjadi penurunan jumlah serta siklus reproduktif wanita yang bersifat irregular serta

adanya penurunan kulaitas dari ovum.

Page 2: Laporan Case 9

Komplikasi kesehatan ( DM, hipertensi, dan gangguan jantung) Keguguran ( risiko biasanya terjadi pada trimester satu) Kemungkinan ektopik Persalinan lama ( biasanya terjadi persalinan lebih dari 18 jam) Perdarahan Penurunan kontraksi uterus

Risiko pada bayi

Penyakit keturunan BBLR Abnormalitas kromosom

Obat –obat teratogenik

Agen Teratogenik

Alkohol LeflunomideACE inhibitorsa LithiumAminopterin MethimazoleAndrogens MethotrexateA-II antagonistsb MisoprostolBusulfan PenicillamineCarbamazepine PhenytoinChlorbiphenyls Radioactive iodineCocaine StreptomycinCoumarins TamoxifenCyclophosphamide TetracyclineDanazol ThalidomideDiethylstilbestrol (DES) TretinoinEthanol TrimethadioneEtretinate Valproic acidIsotretinoin WarfarinKanamycin

AnalgetikaSalisilat dan AcetaminofenHampir setengah dari wanita hamil menggunakan salisilat dan asetaminofen. Ada beberapa bukti bahwa kasus aborsi spontan awal meningkat pada penggunaan analgetika ini (Nielsen et al, 2001). Terdapat dua studi kasus kontrol yang telah melaporkan hubungan antara penggunaan salisilat pada trimester pertama janin dengan terjadinya gastroschisis, namun sebagian besar peneliti tidak menemukan hubungan analgetika ini dengan anomali janin (Clasp Collaborative Group, 1994; Martinez-Frias et al, 1997).

Page 3: Laporan Case 9

Karena aspirin adalah inhibitor prostaglandin yang potensial, secara teoritis ada kekhawatiran bahwa paparan aspirin pada janin dapat menyebabkan penutupan prematur ductus arteriosus. Meskipun demikian belum ada pelaporan kasus ini. DiSessa et al (1994) melakukan pemeriksaan echocardiography pada 63 janin berusia 15-40 minggu yang terpapar aspirin hingga 60 mg setiap hari untuk mencegah preeklamsia. Mereka secara konsisten menemukan kecepatan aliran duktus dan cardiac output yang normal. Acetaminophen juga tidak dikaitkan dengan peningkatan risiko anomali (Pastore et al, 1999; Thulstrup et al, 1999).

Obat Antiinflamasi Nonsteroid lainnya (AINS)Berbagai AINS memiliki efek analgetika dan yang paling sering digunakan adalah ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen. Indometasin telah digunakan sebagai agen tokolitik. Hal ini disebabkan Indometasin dapat mencegah produksi prostaglandin, sementara prostaglandin berefek ganda yaitu agen inhibisi kontraksi myometrium dan agen penguat kontraksi myometrium pada akhir kehamilan. Pemberian Indometasin pada akhir kehamilan dapat mencegah kontraksi myometrium. Kontraksi myometrium sendiri sebenarnya dipengaruhi oleh keseimbangan agen penghambat kontraksi (progesterone, prostaglandin I2 (PgI2), relaxin, peptida parathyroid, dan nitrid oksida (NO)) serta agen penguat kontraksi (estrogen, oksitosin, dan prostaglandin di akhir kehamilan). Indometasin dianggap tidak memiliki efek teratogenik tetapi sebagian besar dapat menyebabkan efek samping yang reversibel pada janin bila digunakan jangka pendek pada trimester ketiga (Parilla, 2004).

Berbeda dengan salisilat, indometasin dapat mengakibatkan penyempitan duktus arteriosus janin dan hipertensi pulmonal pada neonatus (Marpeau et al, 1994; Rasanen dan Jouppila, 1995). Hal ini disebabkan Indometasin menghambat produksi prostaglandin, sedangkan prostaglandin sendiri berfungsi menjaga duktus arteriosus tetap terbuka. Pemberian Indometasin pada kehamilan dapat menyebabkan penutupan dini duktus arteriosus, padahal duktus arteriosus berfungsi menyeimbangkan aliran darah pulmonal yang pada masa janin masih terdapat resistensi pulmonal. Indometasin juga menyebabkan urin janin dan volume cairan amnion berkurang setelah penggunaan jangka panjang. Hal ini disebabkan Indometasin menghambat produksi prostaglandin I2 (PgI2 / prostasiklin) yang berfungsi sebagai vasodilator. Pemberian Indometasin akan menyebabkan efek sebaliknya dari prostasiklin, yaitu menyebabkan vasokonstriksi (van der Heijden et al, 1994; Walker et al, 1994). Untuk alasan ini, maka indometasin digunakan untuk mengobati Hidroamnion. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa efek ini bersifat reversibel jika obat dihentikan setelah 34 minggu (Niebyl, 1991). Laporan kasus terkait indometasin juga dapat menyebabkan perdarahan intraventricular, bronkopulmonalis displasia, dan necrotizing enterocolitis. Belum ada penelitian yang menganjurkan terapi surfaktan setelah neonatus (Gardner et al, 1996).

Analgetika narkotika

Page 4: Laporan Case 9

Agen analgetika narkotika yang umum digunakan antara lain meperidine, morfin, kodein, propoksifen, oksikodon dan hidrokodon. Agen-agen ini tidak menyebabkan cacat lahir pada manusia (Bracken dan Holford, 1981; Norton dan Vargas, 2003). Sama halnya dengan golongan narkotika lainnya, konsumsi narkotika secara kronis oleh ibu dapat menyebabkan efek penarikan neonatal (withdrawal effect). Butorphanol dapat menyebabkan depresi pernapasan bayi dan efek penarikan, dan 20 persen dari janin yang terpapar analgetika narkotika memperlihatkan pola sinusoidal detak jantung di dalam rahim (Hatjis dan Meis, 1986; Welt, 1985).

Obat Cefalgia dan MigrainKebanyakan obat yang dipakai untuk mengobati sakit kepala migren akut menyebabkan vasokonstriksi. Meskipun secara teoritis ergotamine bisa menyebabkan anomali pada janin, ada laporan yang saling bertentangan tentang kemungkinan efek teratogenik ini. Penelitian kasus kontrol oleh Czeizel (1989) meliputi 9.460 neonatus yang pada trimester pertama terpapar obat sakit kepala, menyebutkan terdapat hubungan antara penggunaan obat ini dengan timbulnya cacat tabung saraf janin (neural tube defect), namun hal ini belum dikonfirmasi olehpenelitian lainnya (Briggs et al, 2002). Ergotamine yang digunakan pada trimester ketiga dapat menyebabkan bradikardia pada janin, mungkin disebabkan kontraksi rahim dan berkurangnya aliran darah rahim. Sumatriptan juga digunakan untuk mengobati sakit kepala karena efek vasokonstriksinya, tetapi berbeda dengan ergotamine, sumatriptan tidak mempengaruhi pembuluh rahim. Sebuah studi oleh Kallen dan Lygner (2001) pada 658 neonatus yang saat dalam rahim terpapar sumatriptan menyimpulkan tidak ada peningkatan insidensi cacat lahir1.

AnestesiAnestesi umumSemua agen anestesi umum dapat melewati sawar plasenta, namun tidak satu pun dari agen anestesi yang digunakan saat ini diketahui memiliki efek teratogenik, dan paparan selama kehamilan umumnya singkat dan pada tingkat nontoksik (Kuczkowski, 2004). Sebuah penelitian di Swedia meliputi 720.000 wanita hamil yang menjalani operasi 5.405 nonobstetrikal tidak menemukan 25 hubungan antara paparan anestesi dengan cacat lahir pada janin (Mazze dan Kallen,1989).Agen khusus yang telah dievaluasi dan dianggap aman pada penelitian skala kecil termasuk nitrit oksida, halotan, ketamin, metoheksital, tiamilal, etomidat, alfaxalon, natrium oksilat, dan tiopental. Dua agen yang paling sering digunakan sebagai relaksan otot antara lain, kurare dan suksinilkolin, juga belum terkait dengan efek teratogenik pada manusia (Friedman, 1988; Heinonen et al, 1977).Anestesi lokalBerbagai agen anestesi lokal digunakan untuk analgesia spinal atau epidural.Belum ada penelitian yang menyebutkan bahaya malformasi janin

Page 5: Laporan Case 9

akibat paparan dengan lidokain atau anestesi lokal lainnya (Heinonen et al, 1977). Efek yang mungkin terjadi pada penggunaan anestesi lokal adalah efek bradikardi janin akibat depolarisasi diastolik, atau hipertermia janin dari ibu yang menderita hipertermia maligna (Macaulay et al, 1992; Stavrous et al, 1990).

AntiemetikObat antiemetik yang biasa digunakan pada masa kehamilan antara lain Bendektin atau Diklektin, yaitu kombinasi doksilamin (hipnotik) dan piridoksin (vitamin B6). Namun obat-obat ini tidak bersifat teratogenik (Niebyl, 2000). Obat antiemetik lainnya yaitu piperazin (meklizin dan siklizin) dan fenotiazin (chlorpromazine, prochlorperazine, prometazin, dan metoklopramid) juga tidak bersifat teratogenik (Berkovitch et al, 2000; Heinonen et al, 1977). Ondansetron hidroklorida sangat efektif untuk mual yang berkaitan dengan kemoterapi kanker namun belum ada penelitian mengenai efek obat ini pada masa kehamilan.

AntimikrobialAntibakterialPenisilinPenisin dianggap sebagai antibacterial yang paling aman digunakan selama kehamilan4. Penisilin juga termasuk agen dengan spektrum luas, yang termasuk golongan ini antara lain piperacilin, mezlocilin, serta asam klavulanat , sulbaktam, dan tazobaktam yang dikombinasikan dengan inhibitor-laktamase.SefalosporinBanyak obat golongan sefalosporin mampu melewati sawar plasenta, namun waktu paruh obat ini berkurang akibat peningkatan klirens ginjal saat kehamilan (Gilstrap et al, 1988). Tidak ada efek merugikan pada janin pada penggunaan obat golongan ini.MakrolidEritromisin adalah obat golongan makrolid yang sering diberikan kepada pasien yang alergi penisilin, terutama untuk penderita pneumonia. Makrolid tidak menyebabkan anomali janin karena hanya sejumlah kecil obat ini yang mencapai janin. Untuk alasan ini eritromisin tidak digunakan untuk mengobati ibu penderita sifilis. Azitromisin efektif untuk mengobati pneumonia dan cervisitis klamidia (Peipert, 2003). Azitromisin juga tidak bersifat teratogenik. Klindamisin mudah melintasi sawar plasenta sehingga dapat mencapai kadar signifikan dalam darah janin (Gilstrap et al, 1988). Klindamisin juga tidak bersifat teratogenik.Vankomisin digunakan sebagai terapi profilaksis endokarditis bacterial pada pasien alergi penisilin atau untuk colitis pseudomembranosa. Vankomisin dapat bersifat nefrotoksik dan ototoksik untuk ibu namun tidak bersifat teratogenik (Hermans danWilhelm, 1987).Kloramfenikol

Page 6: Laporan Case 9

Kloramfenikol dengan mudah melintasi sawar plasenta sehingga dapat mencapai kadar signifikan dalam darah janin. Kloramfenikol tidak bersifat teratogenik, namun penggunaan kloramfenikol dalam dosis besar pada neonates prematur dapat menyebabkan Gray Baby Syndrome, yang bermanifestasi kulit berwarna keabu-abuan (ashen colour), sianosis, kolaps pembuluh darah, muntah, hipotensi, hipotermia dan kematian (Heinonen et al, 1977).Mekanisme patofisiologi terjadinya Gray Baby Syndrome adalah kurangnya reaksi glukoronidase pada bayi sehingga menyebabkan akumulasi metabolit kloramfenikol yang bersifat toksik:1. Sistem enzim UDP-Glukoroniltransferase pada bayi terutama bayi prematur belum sempurna (imatur) sehingga tidak mampu memetabolisasi kelebihan obat.2. Insufisiensi ekskresi renal dari obat yang tidak terkonjugasi. Akumulasi metabolit kloramfenikol menyebabkan gangguan fosforilasi oksidatif dan inhibisi enzim dalam mitokondria sel, sehingga metabolisme sel bersifat asidosis dan toksik terhadap berbagai organ tubuh.KuinolonObat golongan kuinolon, antara lain siprofloksasin, norfloksacin, ofloksacin, dan enoksacin, terutama digunakan sebagai terapi infeksi saluran kencing. Meskipun tidak ada penelitian terkontrol baik pada wanita hamil, tidak ada efek teratogenik pada penelitian hewan coba. Fluorokuinolon menyebabkan arthropati ireversibel dan erosi tulang rawan pada hewan coba (Linseman et al, 1995; Lozo et al, 1996), oleh karena itu tidak direkomendasikan untuk digunakan selama kehamilan.Mekanisme terjadinya arthropati ireversibel oleh fluorokuinolon mungkin disebabkan oleh inhibisi sintesis dari kolagen dan glikosaminoglikan, jejas oksidatif pada kondrosit, inhibisi sintesis DNA kondosit, disfungsi mitokondria kondrosit, dan kerusakan reseptor kondrosit. Risiko arthropati ini dapat disebabkan oleh semua obat golongan fluorokuinolon pada dosis yang sama.

TuberkulostatikaObat-obat untuk pengobatan tuberculosis, antara lain rifampisin, isoniazid,dan ethambutol tidak bersifat teratogenik (Snyder et al, 1980).TetrasiklinObat golongan tetrasiklin, termasuk doksisiklin dan minoksiklin, dapat menyebabkan perubahan warna gigi menjadi kekuningcokelatan, atau terdeposit dalam tulang panjang janin (Kutscher et al, 1966). Namun tetrasiklin dapat digunakan pada ibu penderita sifilis yang alergi penisilin.Perubahan warna gigi akibat tetrasiklin terjadi saat pertumbuhan gigi yaitu 4 bulan antenatal. Secara sederhana, mekanisme perubahan warna gigi ini terjadi akibat tetrasiklin membentuk senyawa kompleks dengan kalsium ortofosfat saat kalsifikasi gigi, dan senyawa ini akan menimbulkan warna yang gelap saat terpapar cahaya. Sampai saat ini terdapat 4 hipotesis mekanisme terjadinya perubahan warna gigi akibat tetrasiklin, yaitu :

Page 7: Laporan Case 9

1. Hipotesis ekstrinsik, tetrasiklin awalnya melekat pada glikoprotein mukosa mulut, lalu lama-kelamaan menyebabkan siklus demineralisasi dan remineralisasi dari enamel gigi. Saat teroksidasi di udara atau terinfeksi oleh bakteri, terjadi degradasi dari cincin aromatik sehingga membentuk senyawa kuinon hitam yang tidak larut.2. Hipotesis intrinsik, tetrasiklin terikat pada protein plasma dan terdeposit dalam jaringan kaya kolagen seperti pulpa gigi dan tulang. Lama-kelamaan teroksidasi saat terpapar cahaya menyebabkan gigi berwarna gelap.3. Produk hasil metabolism tetrasiklin, yaitu hemosiderin, berikatan dengan ion Fe (besi) dan membentuk senyawa kompleks tidak larut yang memberikan warna gelap pada gigi.4. Tetrasiklin terdeposit dalam dentin gigi saat proses dentinogenesis dan proses ini dapat dipercepat dengan kebiasaan bruxisis. Hasil deposit ini memberikan warna gelap pada gigi.AminoglikosidaPemberian obat golongan aminoglikosida dapat menyebabkan kadar letal dalam darah janin, oleh karena itu pemberian sebaiknya dalam dosis terbagi (Regev et al, 2000). Obat golongan aminoglikosida, termasuk gentamisin atau streptomisin bersifat nefrotoksik dan ototoksik pada neonatus prematur, namun tidak bersifat teratogenik1,2.Mekanisme ototoksik akibat aminoglikosida yaitu gangguan sintesis protein mitokondria dan pembentukan radikal bebas. Awalnya aminoglikosida mengaktivasi sintesis nitrid oksida sehingga konsentrasi nitrid oksida meningkat. Radikal oksigen bebas lalu bereaksi dengan nitrid oksida membentuk radikal peroksinitrid yang bersifat destruktif dan dapat menstimulasi kematian sel. Radikal bebas ini lalu menyerang sel rambut luar dari koklea dan kematian sel ini akan menyebabkan gangguan pendengaran18.Nefrotoksik akibat pemberian aminoglikosida terjadi pada 10-30% kasus. Risiko ini meningkat pada pasien penyakit hepar, penyakit ginjal, penggunaan obat nefrotoksik lain (amfoterisin B, media radiokontras, sisplatin), usia lanjut, shock, dan kadar aminoglikosida yang tinggi dalam darah. Gejala yang muncul adalah gagal ginjal nonoligouria,ditandai peningkatan kreatinin serum 7-10 hari setelah pemberian aminoglikosida. Mekanisme nefrotoksik oleh aminoglikosida yaitu nekrosis tubular akut (NTA) akibat kerusakan sel tubulus kontortus proksimal. Awalnya aminoglikosida difiltrasi oleh glomerulus dan secara cepat diserap oleh sel epitel tubulus kontortus proksimal, lalu berada dalam lisosom sel epitelnya. Aminoglikosida mempengaruhi metabolism fosfolipid pada membran sel,menyebabkan fosfolipidosis, dan akhirnya menyebabkan nekrosis dari sel epitel tubulus kontortus proksimal. Selain itu aminoglikosida juga menyebabkan vasokonstriksi dari pembuluh darah ginjal.Penyerapan aminoglikosida oleh epitel tubulus kontortus proksimal adalah fenomena kelarutan. Oleh karena itu pembatasan konsumsi obat dengan dosis tunggal lebih baik dibandingkan dosis 3 kali sehari. Dosis tunggal mengurangi akumulasi obat dalam sel epitel tubulus.

Page 8: Laporan Case 9

SulfonamidMeskipun obat golongan sulfonamid dapat melewati sawar plasenta, namun kadar dalam darah janin lebih rendah dari ibu. Sulfonamid dapat menggantikan posisi bilirubin dalam proses pengikatan dengan protein, sehingga secara teoritis dikhawatirkan menyebabkan hiperbilirubinemia pada neonatus prematur bila digunakan menjelang kelahiran, yaitu sekitar 6 minggu antenatal. Obat golongan sulfonamid diduga bersifat teratogenik saat dikombinasikan dengan trimetoprim, suatu antagonis folat, yaitu menyebabkan cacat jantung atau labiopalatochisis. Hal ini masih dalam penelitian lebih lanjut (Briggs et al, 2002).2.4.6.2 AntiviralPenggunaan obat antiviral pada masa kehamilan meningkat seiring peningkatan insidensi HIV. Agen ini menghambat replikasi virus intraseluler dalam RNA atau DNA penjamu.Zidovudin (AZT) merupakan analog timidin, bekerja menurunkan sintesis DNA dengan menghambat enzim reverse transcriptase. Berguna memperlambat onset klinis pada penderita seropositif yang asimptomatik dan sebagai profilaksis pada orang yang telah terpapar infeksi HIV. AZT dapat melewati sawar plasenta namun obat ini tidak bersifat teratogenik (Pons et al, 1991). Zalcitabine (ddC), ddI (ddI), stavudine (d4T), lamivudine (3TC), dan abacavir, bersama dengan AZT, adalah enam obat antiviral yang termasuk analog reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat-obat ini tidak bersifat teratogenik padahewan namun belum ada laporan mengenai paparan pada manusia (AntiretroviralPregnancy Registry Steering Committee, 2003).Asiklovir, gansiklovir, dan valasiklovir adalah analog nukleosida purin yang menghambat produksi ribonukleotida. Obat ini digunakan sebagai terapi utama herpes dan varisela. The Acyclovir Pregnancy Registry (1998) melaporkan pada 1129 wanita hamil yang diberikan asiklovir, termasuk 712 wanita hamil yang terpapar pada trimester pertama, menyebutkan tidak ada efek teratogenik dari pemberian asiklovir pada wanita hamil1,4,5.Amantadin digunakan dalam kehamilan untuk mencegah atau mengobati infeksi influenza. Amantadin bersifat embriotoksik dan teratogenik pada hewan coba bila diberikan dalam dosis tinggi. Pemberian amantadin pada trimester pertama kehamilan diduga dapat menyebabkan cacat jantung (Centers for Disease Control and Prevention, 2003 ; Pandit et al, 1994; Rosa, 1994).Ribavirin diberikan secara inhalasi untuk mengobati infeksi pernafasan oleh virus sinsitial pada bayi dan anak-anak. Ibu hamil mungkin terpapar saat bekerja di bagian perawatan intensif anak. Obat ini sangat teratogenik pada semua spesies hewan yang dipelajari dan menyebabkan hydrocephalus dan kelainan ekstremitas (Johnson, 1990). Meskipun wanita hamil jarang terpapar, namun Centers for Disease Control and Prevention melarang Ribavirin digunakan pada masa kehamilan.AntifungalClotrimazole, miconazole, dan nistatin

Page 9: Laporan Case 9

Pada masa kehamilan dapat terjadi infeksi candidiasis vaginal dan obat antifungal yang biasa digunakan antara lain clotrimazole, miconazole, dan nistatin.GriseofulvinGriseofulvin digunakan sebagai terapi infeksi jamur pada kulit, kuku, dan kulit kepala. Penelitian pada hewan yang diberikan preparat ini menunjukkan kecenderungan anomali dari sistem saraf pusat dan kerangka janin. Penelitian pada manusia menunjukkan kemungkinan anomali berupa kembar siam namun hasil penelitian ini masih belum pasti (Knudsen, 1987; Rosa et al, 1987a, 1987b)1.Flukonazol dan ItrakonazolFlukonazol dan itrakonazol pada umumnya diberikan pada penderita imunodepresi. Penggunaan agen ini pada masa kehamilan dapat menyebabkan anomali pada tulang tengkorak, palatochisis, dan fusi radiohumerus (Aleck dan Bartley, 1997). Meskipun pernah dilaporkan adanya hubungan itrakonazol dengancacat ekstremitas namun hasil penelitian skala besar menunjukkan tidak ada efek teratogenik dari obat ini (Bar-Oz et al, 2000; Sorenson et al, 1999).AntimalarialKlorokuin merupakan obat antimalaria lini pertama, juga digunakan sebagai kemoprofilaksis. Pada dosis tinggi juga dapat sebagai terapi rheumatoid arthritis dan systemic lupus erythematosus. Kuinin dan Kuinidin digunakan pada penderita yang resisten klorokuin. Klorokuin, kuinin, dan kuinidin tidak bersifat teratogenik (McGready et al kerja, 2001, 2002). Penggunaan klorokuin setiap hari dapat menyebabkan retinopati pada ibu namun tidak ada efek pada janin (Araiza-Casillas et al, 2004; Costedoat-Chalumeau et al, 2003).Obat AsmaKebanyakan obat asma aman untuk digunakan selama kehamilan. Pada penanganan serangan asma akut, epinefrin dan terbutalin dapat diberikan secara subkutan, namun ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa agen ini menyebabkan efek yang merugikan janin. Teofilin merupakan bronkodilator yang umum digunakan dan aman untuk digunakan selama masa kehamilan. Aminofilin adalah satu-satunya garam parenteral yang tersedia untuk digunakan, tetapi ada banyak bentuk sediaan oral yang mengandung bronkodilator seperti efedrin. Kromolin menghambat sel mast melepaskan histamin dan diberikan untuk profilaksis asma. Sejumlah studi menunjukkan bahwa wanita hamil pada trimester pertama yang menggunakan preparat ini tidak mengalami peningkatan kejadian anomali kongenital (Briggs et al, 2002).Glukokortikoid telah lama digunakan sebagai terapi asma. Agen inhalasi, termasuk beklometason dan triamsinolon, pada umumnya digunakan untuk masa pemeliharaan. Beklometason tidak bersifat teratogenik. Dua penelitian yang mencakup 101 wanita hamil yang diberikan beklometason atau prednison atau keduanya untuk asma yang berat tidak ditemukan adanya peningkatan angka malformasi kongenital (Fitzsimons et al, 1986;

Page 10: Laporan Case 9

Greenberger dan Patterson, 1983). Pada hewan coba, triamsinolon lebih bersifat teratogenik dibandingkan hidrokortison atau kortison, tetapi efeknya belum diketahui pada manusia (Dombrowski et al, 1996).Obat jantung dan antihipertensiObat jantungGlikosida jantung diberikan sebagai terapi gagal jantung, atrial fibrilasi atau flutter, dan takikardi supraventrikular. Meskipun digoksin melewati sawar plasenta dengan cepat, tidak ada bukti efek yang merugikan janin. Antiaritmia diberikan baik dari ibu atau langsung ke janin dalam upaya untuk mengontrol takikardi janin (Harrigan et al, 1981; Kerényi et al, 1980; Weiner dan Thompson, 1988).Kuinidin digunakan sebagai terapi takikardi supraventrikular dan beberapa aritmia ventrikuler. Golongan ini juga mudah melewati sawar plasenta dan diberikan kepada ibu untuk mengobati takikardi supraventrikular janin (Killeen dan Bowers, 1987). Dosis yang digunakan untuk mengobati aritmia adalah sepersepuluh dosis yang digunakan untuk mengobati malaria berat dan belum dikaitkan dengan kelainan janin.Beberapa obat golongan antagonis β adrenergik dapat digunakan untuk mengobati takikardi supraventrikular dan takikardia ventrikel, serta hipertensi kronis dan hipertiroidisme. Sebagaimana dibahas sebelumnya, agen ini tidak diyakini memiliki sifat teratogenik. Obat lain yang digunakan untuk mengobati aritmia jantung termasuk disopiramid, amiodaron, adenosin, bretilium, diltiazem,anestesi lokal (prokainamid, lidokain, dan tokainid), dan kalsium antagonis (nifedipine dan verapamil). Semua agen ini dapat melewati sawar plasenta, dan banyak yang telah digunakan untuk mengobati aritmia janin tanpa timbul efeksamping (Dumesic et al, 1982; Rey et al, 1985). Amiodaron secara struktural mirip dengan tiroksin. Agen ini mudah melintasi sawar plasenta mencapai kadar 10-30% dari kadar dalam serum ibu, oleh karena itu dapat menyebabkan hipotiroidisme dan penggunaannya dalam kehamilan sebaiknya dihindari (De Catte et al, 1994; Grossoet al , 1998).Obat antihipertensiMetildopa merupakan obat antihipertensi yang paling sering digunakan selama masa kehamilan karena telah terbukti keamanannya. Tidak ada penelitian pada manusia mengenai efek teratogenik dari natrium nitroprusid namun ada beberapa laporan yang menyebutkan terjadinya akumulasi sianida dalam hati janin pada penggunaan lama (Lewis et al, 1977). Klonidin adalah agen antagonis adrenergik yang telah digunakan untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil tanpa efek yang merugikan janin (Horvath et al, 1985)1.Antagonis β adrenergikSejumlah agen antagonis β adrenergik terutama digunakan sebagai agen antihipertensi kronis. Yang termasuk di dalamnya antara lain, propranolol, labetalol, atenolol, metoprolol, nadolol, dan timolol. Beberapa juga berguna untuk pengobatan kronis angina pectoris, aritmia jantung, dan untuk

Page 11: Laporan Case 9

mengobati hipertiroidisme. Walaupun ada sedikit informasi mengenai penggunaannya pada awal kehamilan, tampaknya ada beberapa efek samping dari agen antagonis β adrenergik yang digunakan pada trimester kedua atau ketiga. Ada laporan yang saling bertentangan tentang kemungkinan hubungan antara agen antagonis β adrenergik dengan hambatan pertumbuhan janin dan hipoglikemia bayi (Crooks et al, 1998; Reprotox, 2003a; Stevens dan Guillet, 1995). Agen antagonis β adrenergic belum dihubungkan dengan anomali struktural janin atau kelainan fisiologis.

Calcium Channel BlockersAgen ini juga digunakan untuk mengobati hipertensi kronis selama kehamilan. Banyak proses embrionik memerlukan kalsium dan secara teoritis proses ini juga dapat dihambat (Bilozur dan Powers, 1982; Lee dan Nagel, 1986). Verapamil digunakan untuk mengobati hipertensi, angina, dan takikardi supraventrikular. Beberapa penelitian pernah menghubungkan penggunaan verapamil pada trimester pertama dengan cacat ekstremitas dan depresi jantung pada hewan coba namun belum ada penelitian terkontrol baik pada wanita hamil (Merck, 2009).Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) InhibitorAgen antihipertensi ini telah dikaitkan dengan banyak laporan kerusakan janin. Yang paling sering dikaitkan adalah agen enalapril, kaptopril dan lisinopril. Obat ini mengganggu sistem renin-angiotensin, yang telah terbukti penting untuk perkembangan ginjal yang normal. Pemberian agen penghambat reseptor angiotensin II tipe-1 selama embriogenesis hewan coba menyebabkan peningkatan insidensi atrofi papilla dan tubular ginjal (Guron dan Friberg, 2000). Agen penghambat ACE tampaknya memiliki efek serupa pada janin manusia. Efek selanjutnya dari kerusakan ginjal adalah berkurangnya cairan amnion (oligohidramnion) sehingga pematangan paru terhambat, pertumbuhan janin terhambat, pemendekan ekstremitas, dan cacat tulang kalvarium (Barr dan Cohen,1991). Kumpulan kelainan ini disebut dengan ACE inhibitor fetopathy1.AntiepilepsiWanita dengan epilepsi memiliki risiko malformasi janin yang lebih besar. Beberapa penelitian bahkan menyebutkan risiko ini tetap tinggi meskipun ibu tidak sedang mengkonsumsi antiepilepsi (Holmes et al, 2001; Yerby, 1993). Cacat lahir yang paling sering terjadi adalah celah orofasial dan cacat jantung. Risiko cacat celah orofasial meningkat 10 kali lebih sering dari populasi umum17.Risiko cacat lahir meningkat bila konsentrasi obat dalam darah tinggi dan ibu mengkonsumsi obat kombinasi (Dansky et al, 1980; Omtzigt et al, 1992). Penelitian di jepang melaporkan bahwa tingkat cacat janin pada wanita hamil penderita epilepsy yang tidak mengkonsumsi antiepilepsi adalah 1,9 %, bila mengkonsumsi 2 obat kombinasi tingkat cacat sebesar 5,5 %, bila mengkonsumsi 3 obat kombinasi tingkat cacat menjadi 11%, dan bila mengkonsumsi 4 obat kombinasi tingkat cacat menjadi 23% (Nakane et al, 1980; Okuma et al, 1980). Berdasarkan hasil penelitian ini, maka perlu

Page 12: Laporan Case 9

pertimbangan matang mengenai risiko dan keuntungan pemberian obat, mengingat serangan epilepsy sendiri membahayakan ibu.Kelainan ini disebabkan akumulasi radikal bebas dalam jaringan tubuh janin. Radikal bebas ini (epoksid) sangat reaktif sehingga dapat terikat pada asam nukleat dalam inti sel tubuh dan mengganggu metabolisme sel tubuh. Radikal bebas ini memiliki efek karsinogenik, mutagenik, dan efek toksik lainnya. Selain itu dari radikal bebas, efek teratogenik obat golongan hidantoin juga disebabkan oleh gangguan metabolisme dari folat.

Karakteristik sindrom hidantoin janin, antara lain :- Leher pendek- Hidung kecil dan jembatan hidung rendah- Epicanthus dan hipertelorisme- Mulut lebar- Hipoplasia falanx distal jari- Hambatan pertumbuhan dan perkembangan psikomotor- Gangguan neurologis- Celah mulut- Cacat jantungPenelitian di Finlandia menunjukkan bahwa monoterapi dengan karbamazepin tidak mengganggu kecerdasan anak (Gaily et al, 2004). Obat lain seperti fenobarbital atau lamotrigin dapat menurunkan kadar asam folat janin sehingga menyebabkan cacat tabung saraf, labiopalatochisis, cacat jantung, dan malformasi saluran kemih.Beberapa obat antiepilepsi terbaru diketahui lebih aman untuk janin dan kurang teratogenik, antara alin felbamat, gabapentin, okskarbazepin, tiagabin, dan vigabatrin (Briggs et al, 2002). Obat-obat ini diketahui tidak memiliki efek antifolat, tidak menghasilkan radikal bebas, dan tidak mengganggu kerja enzim sitokrom P450 (Morrell, 1996).

Gizi Kurang pada Ibu HamilBila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini.1. Terhadap IbuGizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.2. Terhadap PerslinanPengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.3. Terhadap JaninKekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

Page 13: Laporan Case 9

Pengaruh konsumsi jamu saat hamil bisa membahayakan keselamatan ibu maupun janinnya. Inilah beberapa dampak buruknya :

Ketuban keruh : Ibu hamil yang terbiasa mengunsumsi jamu, air ketubannya bisa jadi kental bahkan berwarna hijau keruh. Akibatnya, bayi mengalami kesulitan bernafas sewaktu dilahirkan. Belum lagi kalau air ketuban sampai terhirup bayi yang berakibat fatal.

Hypertrohic Pyloric Stenosis : Ini adalah kelainan bawaan dimana otot yang menghubungkan lambung dengan usus bayi menebal, hingga terjadi kebuntuan. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui pasti. Akan tetapi ada beberapa faktor yang diduga sebagai pencetusannya. Antara lain stres selama kehamilan.

Teratogenik : Teratogenik adalah kelainnan pembentukan kongenital yang dapat menyebabkan kecacatan pada bayi. Salah satu penyebabnya adalah konsumsi kosentrat yang tak direkomendasikan tersebut adalah jamu. Bukan tak mungkin dlam kosentrat tadi terkandung zat-zat bahaya yang dapat mengancam dan menimbulkan masalah pada janin yang pada giliran berikutnya bisa mengakibatkan kecacatan pada janin.

Kelainan jantung : Jamu juga bisa menyebabkan gangguan jantung pada janin, salah satunya adalah kebocoran sekat jantung, terlebih bila konsumsi hamil muda.