10
Laporan praktikum Penyakit Infeksius I IDENTIFIKASI DERMATOPHYTA Oleh : Kelompok 9 Shine Rani D Amanda…. Hanifah Arief Muqaddam B04100 B04100 B04100197 BAGIAN MIKROBIOLOGI

laporan dermatofitosis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: laporan dermatofitosis

Laporan praktikum Penyakit Infeksius I

IDENTIFIKASI DERMATOPHYTA

Oleh :

Kelompok 9

Shine Rani D

Amanda….

Hanifah Arief Muqaddam

B04100

B04100

B04100197

BAGIAN MIKROBIOLOGI

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: laporan dermatofitosis

Latar belakang

Kapang atau cendawan merupakan salah satu jenis parasit yang terdiri atas

genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Berbagai spesies dari

tiga genus kapang ini dapat menginfeksi kulit, bulu atau rambut, kuku, dan tanduk

dalam berbagai intensitas infeksi. Hampir semua jenis hewan dapat diserangnya, dan

penyakit ini secara ekonomis sangat penting (Djenuddin, 2005).

Secara umum penyakit yang disebabkan oleh kapang ini menginfeksi hewan

domestik, khususnyahewan ternak, hewan peliharaan seperti anjing, kucing, hewan

peliharaan kecil seperti hamster dan kelinci percobaan , bahkan terhadap mamalia

dan burung. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi secara kontak langsung dengan

lesi pada tubuh hewan, yaitu kontak dengan kulit atau bulu yang terkontaminasi

ringworm maupun secara tidak langsung melalui spora dalam lingkungan tempat

tinggal hewan. Kapang mengambil keuntungan darihewan dengan mengurangi

kapasitas kekebalan tubuh atau sistem imum hewan (Feline, 2005).

Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh kapang adalah dermatofitosis.

Dermatofitosis dikenal sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur tanpa

harus mengetahui spesies jamur kulit tersebut. Dermatofitosis pada anjing umumnya

bersifat zoonosis dan mempunyai tingkat penularan yang tinggi. Penanganan penyakit

ini cukup sulit karena sering terjadi reinfeksi dan membutuhkan waktu dan biaya

tinggi dalam penanganannya. Para dokter hewan kadangkala terkecoh dalam

mendiagnosa penyakit kulit akibat jamur ini sehingga hanya terdeteksi sebagai

penyakit kulit biasa.

Dengan memperhatikan kejadian dermatofitosis yang cukup penting untuk

dipelajari, maka perlu dilakukan cara identifikasi yang tepat untuk dapat menentukan

diagnosa terhadap hewan yang diduga menderita dermatofitosis.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi sampel kerokan kulit hewan

yang diduga mengalami dermatofitosis.

Page 3: laporan dermatofitosis

Tinjauan pustaka

Dermatofitosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kelompok

kapang dermatofita, meliputi genus Microsporum, Trichophyton dan

Epidermophyton. Nama dermatofit (dermatophyte) merupakan jenis kapang

penyebab kerusakan di kulit karena zat keratin yang terdapat di kulit diperlukan

untuk pertumbuhannya (Palupi, 1997). Kelompok kapang ini bersifat keratinofilik,

yaitu kapang yang menyerang lapisan superfisial tubuh seperti kulit, rambut dan

kuku. Microsporum dan Trichophyton biasa menyerang hewan dan manusia,

sedangkan Epidermophyton hanya menyerang manusia (CFSPB 2005).

Semua hewan yang telah didomestikasi peka terhadap kapang dermatofita.

Misalnya Microsporum canis yang merupakan spesies paling umum yang menyerang

anjing dan kucing. Tricophyton verrucosum yang merupakan spesies penting pada

penyakit kulit sapi, kambing dan domba. Tricophyton equinum yang banyak

menyerang kuda, Microsporum nanum yang menyerang babi, dan Tricophyton

gallinae yang biasa menyerang burung dan unggas (CFSPB 2005; Biberstein dan

Hirsh, 2004; Quinn et al. 2006).

Penularan dapat terjadi akibat kontak dengan artrospora atau konidia. Infeksi

biasanya dimulai pada rambut yang sedang tumbuh atau pada stratum komeum kulit.

Penularan diantara inang terjadi akibat kontak langsung dengan inang yang

menunjukkan gejala maupun yang tidak menunjukkan gejala klinis atau kontak

langsung maupun melalui udara dengan rambut atau kulit yang terkelupas yang

mengandung spora kapang dermatofita (CFSPB, 2005).

Umumnya infeksi oleh kapang ini dinamakan ringworm karena diduga

penyebab awalnya adalah worm dan secara makroskopik nampak gejala ditandai

dengan adanya peradangan pada permukaan kulit yang bila dibiarkan akan meluas

secara melingkar seperti cincin. Pertumbuhan kapang ini sangat cocok di Indonesia

yang berada di daerah tropis dengan kelembaban tinggi, ditambah dengan rambut

Page 4: laporan dermatofitosis

tebal dan panjang pada anjing menjadi predileksi yang cocok bagi pertumbuhannya

(Pohan, 2007).

Gejala yang terlihat pada anjing sering terjadi kerusakan disertai kerontokan

bulu di seluruh muka, hidung dan telinga, perubahan yang tampak pada kulit berupa

lingkaran atau cincin dengan batas jelas dan umumnya dijumpai di daerah leher,

muka terutama sekitar mulut, kaki, dan perut bagian bawah. Bila dibiarkan akan

terjadi keropeng, lepuh, dan kerak. Di bagian keropeng biasanya bagian tengahnya

kurang aktif, sedangkan pertumbuhan aktif terdapat pada rambut berupa kekusutan,

rapuh dan akhirnya patah, ditemukan pula kegatalan (Riza, 2009).

Metodologi

Media dan bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum kali ini yaitu KOH

10%, Lactophenol Cotton Blue (LPCB), Aquadest, selotape, dan media biakan SDA

(Sabouraud Dextrose Agar). Sedangkan peralatan yang digunakan yaitu scalpel,

object glass, cover glass, ose dan needle, cawan petri, pipa U, dan mikroskop.

Hewan sebelumnya diduga menderita dermatofitosis dengan gejala klinis

berupa kebotakan pada daerah telinga dengan batas yang jelas. Sampel kulitnya

diambil dengan scalpel steril sampai batas kulit yang sehat dan dimasukkan ke dalam

plastic berpenutup (flip) dan dibawa ke laboratorium untuk selanjutnya diperiksa.

Pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan langsung dengan

menempelkan sampel pada object glass kemudian ditetesi larutan KOH 10% dan

ditunggu sekitar 10-15 menit hingga jaringan terlisiskan. Selanjutnya sampel diamati

di bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 40x untuk menemukan adanya hifa

dan bentuk makrokonidia dari kapang dermatofita (Sunartati 2010).

Identifikasi berikutnya yaitu menanam sampel kerokan kulit pada media

biakan SDA yang diberi antibiotik, kemudian diinkubasikan pada suhu kamar selama

7 hari. Hasil biakan tersebut kemudian diamati baik secara makroskopis dengan

mengamati morfologi koloni dan secara mikroskopis dengan mengamati morfologi

mikroskopisnya. Pengamatan morfologi mikroskopis dilakukan secara natif, yaitu

Page 5: laporan dermatofitosis

dengan mengguaakan selotape yang ditempelkan ke object glass yang ditetesi LPCB

dan dibuat slide culture dengan teknik Riddel. Penentuan kapang dilakukan

diidentifikasi berdasarkan morfologi, hifa, konidia dan konidioforanya.

Pembahasan

Pengamatan yang dilakukan dengan pemeriksaan KOH didapati adanya

makrokonidia dalam sampel kerokan kulit. Identifikasi lanjutan dengan melakukan

penanaman dalam media SDA memperlihatkan koloni dengan bentuk datar,

menyebar, putih berwarna krem, dengan permukaan seperto kapas padat yang dapat

menunjukkan beberapa alur radial, juga terlihat mengkilat. Ciri makroskopis ini

menurut Rippon (1988) mengarah kepada morfologi dari kapang genus Microsporum.

Pengamatan selanjutnya dengan menggunakan Lactophenol Cotton Blue

(LPCB) memperlihatkan makrokonidia dengan bentuk oval dengan ujung terminal

mengerucut dan memiliki sekitar 5-10 sel di dalamnya, serta berdinding tebal.

Identifikasi ini spesifik mengarah kepada dermatophyta dengan genus Microsporum.

Makrokonidia (dengan KOH 10%) Pertumbuhan kapang dalam media

Page 6: laporan dermatofitosis

Makrokonidia (dengan LPCB) Makrokonidia M. canis (Kaysar 2005)

Kesimpulan

Sampel kerokan kulit dari hewan yang diduga menderita dermatofitosis

menunjukkan hasil positif adanya kapang dermatofita dengan genus Microsporum.

Daftar Pustaka

Biberstein, E.L., Hirsh, D.C. 2004. Dermatophytes. In : Veterinary Microbiology.

Seconded., Hirsh DC, MacLachlan, N.J., Walker, R.L. (eds). Blackwell

Publishing, Oxford: 273-278.

[CFSPB] Center for Food Security & Public Health. 2005. Dermatophytosis.

Ringworm, Tinea, Dermatomycosis. Dalam Sunartati T. 2010. Trichophyton

mentagrophytes sebagai agen penyebab Dermatofitosis pada kambing. J. Sain

Vet. VoL 28 No. I Th. 2010 hal 48-52.

Djenuddin, G. 2005. Penyakit Kulit oleh Kapang Dermatofit (Ringworm) pada

Kelinci. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

Feline, A.B. 2005. Ringworm. Terhubung berkala http://www.Fabcats.org/

ringwormforbreeders.html. [diakses 27 Mei 2013].

Kaysar FH. 2005. Medical Microbiology. New York : Thieme. 373-374.

Page 7: laporan dermatofitosis

Palupi, E.A. 1997. Identifikasi Kapang Penyebab Ringworm pada Anjing-anjing

yang Dirawat di Pondok Pengayom Satwa Ragunan Jakarta Selatan. Skripsi.

Universitas Nasional Jakarta: Jakarta.

Pohan, K.A 2007. Bahan Kuliah Mikologi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Rippon J.W. 1988. Medical Mycology 3rd Edition. W.B. Saunders Co., Philadelphia,

USA.

Riza, Z.A. 2009. Permasalahan dan Penanggulangan Ringworm pada Hewan. Balai

Penelitian Veteriner, Bogor.

Sunartati T. 2010. Trichophyton mentagrophytes sebagai agen penyebab

Dermatofitosis pada kambing. J. Sain Vet. VoL 28 No. I Th. 2010 hal 48-52.

Quinn, P., Markey, B.K., Carter, M.E., Donnelly, W.J., Leonard, F.C. 2006.

Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Dalam Sunartati T. 2010.

Trichophyton mentagrophytes sebagai agen penyebab Dermatofitosis pada

kambing. J. Sain Vet. VoL 28 No. I Th. 2010 hal 48-52.