18
LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA “MENDEL 1 DAN 2” Disusun oleh: Noyalita Khadijah Ricky Sheptian Siti Nurul Azizah Siti Resti Nurbaeti PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN 1

Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

d

Citation preview

Page 1: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

“MENDEL 1 DAN 2”

Disusun oleh:

Noyalita Khadijah

Ricky Sheptian

Siti Nurul Azizah

Siti Resti Nurbaeti

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

2011

1

Page 2: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

I. TEORI DASAR

Salah satu aspej yang penting pada organisme hidup adalah kemampuan

untuk melakukan reproduksi dan dengan demikian dapat melestarikan

jenisnya. Pada organisme yang melakukan perkembangbiakan sevara

seksual, individu baru adalah hasil kombinasi informasi genetis yang

disumbangkan oleh 2 gamet yang berbeda yang berasal dari kedua

parentalnya. Mendel menyusun bebererapa postulatnya, antara lain:

George mendel adalah seorang yang telah berhasil dalam percobaan-

percobaanya pada bidang hibridasi.

Sifat Materal herediter berupa benda atau partikel dan bukan

berupa cairan

Sifat tersebut berpasangan.

Sifat tertutup dapat muncul kembali

Persilangan Monohibrid

Dalam hokum mnedel1 yang dikenal dengan hukum pemisahan gen yang

sealel dinyatakan bahwa dalam pembentukan gamet individu yang

memiliki genotif heterozigot , sehingga tiap gamet mengandung salah satu

alel tersebut. Dalam hal ini disebutkan juga hokum segregasi yang

berdasarkan percobaan persilangan dua individu, yang mempunyai satu

karakter yang berbeda. Berdasarkan hal ini, persilangan dengan satu sifat

beda akan mengahsilkan perbandingan fenotif 1 : 2 : 1, yaitu ekspresi gen

domoninan resesif = 3 : 1, namun kadang-kadang individu hasil

perkawinan tidak didominasi oleh salah satu induknya. Dengan kata lain,

sifat dominasi tidak muncul secara penuh. Peristiwa ini menunjukan

adanya sifat intermediet.

Persilangan Dihibrid

Dalam hokum mendel 2 atau dikenal dengan hokum pengelompokan gen

secara bebas, dinyatakan bahwa selama pemebentukan gamet gen – gen

sealel akan memisah secara bebas dan mengelompok dengan gen lain yang

bukan alelnya. Pembuktian hokum ini dipakai pada dihibrid atau

polihibrid, yaitu persilangan dari dua individu yang memiliki satu atau

2

Page 3: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

lebih karakter yang berbeda. Monohybrid adalah hybrid dengan satu sifat

beda, dan dihibrid adalah hybrid dengan dua sifat beda, akan

menghasilkan dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Fenotif adalah

penampakan atau perbedaan sifat dari satu individu tergantung pada

susunan genetiknya yang dinyatakan dengan kata-kata (misalnya mengenai

ukuran, warna, bentuk, rasa dan sebagainya). Genotif adalah susunan

genetic dari suatu individu yang ada hubungannya dengan fenotif ;

biasanya dinyatakan dengan symbol / tanda huruf.

II. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini adalah membuktikan perbandingan menurut mendel

1 : 2 : 1 untuk rasio genotif dan 3 : 1 untuk rasio fenotif pada persilangan

monohybrid serta perbandingan fenotif 9 : 3 : 3 : 1.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat : 1. Kotak tempat kancing genetik (ember kecil)

2. Kertas

3. Pulpen

Bahan : Kancing genetik berwarna merah, hijau, putih, dan kuning

II. CARA KERJA

A. Persilangan Monohibrid

1. Menyiapkan 25 kancing merah dan 25 kancing putih yang bertanda

(berlubang/betina) ke dalam ember kecil.

2. Menyiapkan 25 kancing merah dan 25 kancing putih yang bertanda

(bertombol/jantan) ke dalam ember kecil.

3. Mengocok dan mencampurkan kedua macam gamet tadi (merah

dan putih) jantan maupun betina pada masing-masing ember kecil.

4. Mengaduk sampai seluruh kancing benar-benar tercampur pada

masing-masing ember kecil.

3

Page 4: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

5. Mengambil kancing pada masing-masing ember kecil tersebut

tanpa melihat dengan mata (secara acak) kemudian

memasangkannya satu persatu.

6. Mencatat hasil perbandingan ke dalam tabel.

7. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya.

B. Persilangan Dihibrid

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan berupa kancing

sebanyak 200 biji terdiri dari :

25 merah jantan dan 25 putih jantan (ember kecil 1).

25 kuning jantan dan 25 hijau jantan (ember kecil 2).

25 merah betina dan 25 putih betina (ember kecil 3).

25 kuning betina dan 25 hijau betina (ember kecil 4).

Merah = bulat, putih = keriput.

2. Memasangkan masing-masing kancing sesuai ketentuan: B = bulat,

b = keriput, k= kuning, dan H = hijau.

3. Memasukkan masing-masing ke dalam ember kecil dan

mengaduknya hingga rata.

4. Mengambil secara acak sepasang-sepasang dari ember kecil I

dengan ember kecil III memasangkan bersamaan dengan ember

kecil II dan ember kecil IV.

5. Meletakkan 2 pasang kancing yang masing-

masing sudah memberi nama sesuai ketentuan.

6. Mencatat hasil persilangan kedalam tabel dari kancing yang sudah

diambil.

7. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya.

4

Page 5: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

IV. HASIL PENGAMATAN

A. Persilangan Monohibrid

No. Fenotif Genotif Jumlah

1 Merah-Merah MM 14

2 Merah-putih Mm 21

3 Putih-Putih mm 15

JUMLAH 50

Rasio Genotif = MM : Mm : mm

14:21:15

1 :2 :1

Rasio Fenotif = MM+Mm = mm

35 = 15

2 = 1

B. Persilangan Dihibrid

No Fenotif Genotif Jumlah

1 Hijau - Bulat HHBB

HHBb

HhBB

HhBb

5

7

6

9

2 Hijau - Keriput HHbb

Hhbb

3

6

3 Kuning - Bulat hhBB

hhBb

2

8

4 Kuning - Keriput hhbb 4

JUMLAH 50

♦ Rasio Fenotifnya :

HHBB : HHBb : HhBB : HhBb : HHbb : Hhbb : hhBB : hhBb : hhbb

5 : 7 : 6 : 9 : 3 : 6 : 2 : 8 : 4

5

Page 6: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

♦ Rasio Fenotif :

Bulat Kuning : Bulat Hijau : Keriput Kuning : Keriput Hijau

27 : 9 : 10 : 4

9 : 3 : 3 : 1

V. ANALISIS DATA

1. Persilangan Monohibrid

Pada persilangan ini berlaku hukum mendel I yang

menyatakan bahwa ketika berlangsung pembentukan gamet pada

individu heterozigot terjadi perpisahan alel secara bebas sehingga

setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja. Oleh karena itu, setiap

gamet mengandung salah satu alel yang dikandung sel induknya.

Peristiwa ini dikenal dengan Persilangan Monohibrid yang dikenal

pula dengan hukum segregasi. Persilangan ini menggunakan satu sifat

beda.

Dengan menggunakan kancing genetik warna merah

dilambangkan dengan (M) dan warna putih dilambangkan dengan (m),

pada keturunan satu (F1) perkawinan dari keduanya merupakan

gabungan dari kedua gen (Bb) yang dalam fenotifnya bentuk tetap

bulat (percampuran kancing merah dan kancing putih). Sedangkan

pada keturunan F2 mulai tampak berlakunya hukum segregasi yaitu

pemisahan secara bebas gen sealel. Pada percobaan ini, persilangan

antara keturunan F1 didapatkan perbandingan genotifnya dari

MM : Mm : bb adalah 15 : 20 : 15 sehingga perbandingan fenotifnya

adalah 35 : 15. kedua perbandingan ini tidak sesuai dengan hukum

Mendel I atau hukum segregasi dimana pada persilangan antar

keturunan F1 tampak bahwa perbandingan hasil perkawinan antar

faktor dominan dan resesif pada genotifnya adalah 1 : 2 : 1 dan

perbandingan fenotifnya adalah 3 : 1.

Jadi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, di

dapatkan hasil persilangan dengan perbandingan yaitu sebagai berikut:

6

Page 7: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

♦ Rasio Genotifnya = MM : Mm : mm

15 : 20 : 15 → 1 : 1 : 1

♦ Rasio Fenotifnya = Merah : Putih

35 : 15 → 2 : 1

Genotif (MM) ini merupakan hasil interaksi dari dua faktor

dominan yang berdiri sendiri-sendiri, sedangkan genotif (mm)

merupakan hasil dari interaksi dua faktor resesif. Dan (M) digunakan

untuk menandakan warna merah dan (m) untuk menandakan warna

putih.

Berdsarkan percobaan yang dilakukan mengenai hukum

Mendel I atau persilangan monohibrid yang diambil secara acak

berdasarkan data di atas jelas tidak sesuai dengan hukum Mendel.

Padahal kalau kita menuliskan persilangannya juga akan sesuai dengan

hukum Mendel tersebut, yaitu:

P : ♀MM >< ♂ mm

(Merah) ↓ (Putih)

F1 : Mm

(Merah)

F1>< F1 : ♀ Mm >< ♂ Mm

(Merah) ↓ (Merah)

Meiosis

Gamet : M , m M , m

F2 :

M m

M MM (Merah) Mm (Merah)

M Mm (Merah) Mm (Putih)

●Rasio Genotif : MM : Mm : mm ●Rasio Fenotif : Merah : Putih

1 : 2 : 1 3 : 1

7

Page 8: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

Pada persilangan monohibrid di atas diperoleh semua F1

homozigot berwarna merah, kemudian dilakukan persilangan antar

keturunan F1 untuk mendapatkan F2 yang kemudian memperlihatkan

perbandingan fenotif 3 merah : 1 putih, sedangkan perbandingan

genotif 1 MM : 2 Mm : 1mm. Sifat dominan merah pada persilangan di

atas menutupi sifat resesif putih secara penuh karena pada genotif Mm

sifat yang muncul adalah merah. Perhitungan persilangan di atas sesuai

dengan hukum Mendel.

Adanya ketidaksesuaian pada percobaan ini dalam hal

perbandingan yang terdapat pada percobaan dengan perhitungan pada

hukum Mendel I di atas. Jadi dapat disimpulkan kalau terjadi

ketidaktepatan dalam praktikum ini. Secara umum kesalahan terjadi

karena pada saat pengambilan secara acak dan memasangkan kancing

genetik terjadi kesalahan disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam

pencatatan hasil persilangan, terjadi pengambilan kancing yang lebih

atau kurang di dalam ember, dan kurang kompaknya para paraktikan

dalam mengambil kancing, menyebutkan, dan mencatatnya sehingga

terdapat perbedaan rasio fenotif dan rasio genotifnya dengan hukum

Mendel.

2. Persilangan Dihibrid

Hukum Mendel II dikenal pula dengan hukum asortasi atau

hukum berpasangan secara bebas. Menurut hukum ini, setiap gen/sifat

dapat berpasangan secara bebas dengan gen atau sifat lain. Meskipun

demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat

lain yang bukan termasuk alelnya. Hukum Mendel II ini dapat

dijelaskan melalui persilangan dihibrid, yaitu persilangan dengan dua

sifat beda, dengan dua alel berbeda dan memiliki perbandingan 9 : 3

: 3 : 1.

Pada percobaan yang dilakukan dengan persilangan dihibrid

dengan menggunakan 2 sifat beda yaitu kancing genetik warna merah

8

Page 9: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

dengan gamet (BB) bersifat dominan bulat terhadap kancing genetik

warna putih, dan yang bersifat resesif keriput dengan gamet (bb). Serta

dengan kancing genetik warna kuning dengan gamet (hh) yang bersifat

dominan warna kuning terhadap warna hijau resesif dengan gamet

(kk). Pada parentalnya memiliki sifat fenotif bentuk bulat berwarna

kuning (hhBB) yang dominan terhadap parental lainnya yang memiliki

fenotif bentuk keriput berwarna hijau (HHbb). Diagram

persilangannya sebagai berikut :

P : ♀ hhBB >< ♂ HHbb

(Kuning Bulat) ↓ (Hijau Keriput)

F1 : HhBb

(Kuning Bulat)

F1>< F1 : ♀ HhBb >< ♂ HhBb

(Kuning Bulat) (Kuning Bulat)

Gamet : HB, Hb, hB, hb

F2 :

♂HB Hb hB hb

HB HHBB HHBb HhBB HhBb

Hb HHBb HHbb HhBb Hhbb

hB HhBB HhBb hhBB hhBb

hb HhBb Hhbb hhBb hhbb

Rasio Genotif :

HHBB : HHBb : HhBB : HhBb : HHbb : Hhbb : hhBB : hhBb : hhbb

5 : 7 : 6 : 9 : 3 : 6 : 2 : 8 : 4

Rasio Fenotif :

Bulat Kuning : Bulat Hijau : Keriput Kuning : Keriput Hijau

9 : 3 : 3 : 1

Pada persilangan pertama secara teoritis akan mengekspresikan sifat

dominan yaitu kuning bulat yang heterozigot. Hibrid ini kemudian

disilangkan dengan sesamanya dan menghasilkan empat macam gamet

9

Page 10: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

yaitu : HB, Hb, hB, hb dalam perbandingan yang sama. Setelah

disilangkan antara keturunan pertama dalam percobaan menghasilkan

100 individu yang memiliki 9 macam bentuk variasi gamet yaitu : atau

variasi genotifnya. Sedangkan fenotifnya terdapat 4 macam variasi

yaitu : HHBB, HHBb, HhBB, HhBb, HHbb, Hhbb, hhBB, hhBb, dan

hhbb kuning bulat, kuning keriput, hijau bulat dan hijau keriput.

Secara teoritis perbandingan fenotif adalah 9 : 3 : 3 :1 sehingga sesuai

dengan hukum mendel II (hukum Asortasi) bahwa pasangan gen pada

hasil persilangan akan berpisah kedalam gamet-gamet secara bebas

dan tidak bergantung antara satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di dapatkan hasil

persilangan dengan perbandingan sebagai berikut

Rasio Genotif :

HHBB : HHBb : HhBB : HhBb : HHbb : Hhbb : hhBB : hhBb : hhbb

5 : 7 : 6 : 9 : 3 : 6 : 2 : 8 : 4

Rasio Fenotif :

Bulat Kuning : Bulat Hijau : Keriput Kuning : Keriput Hijau

27 : 9 : 10 : 4

9 : 3 : 3 : 1

Pada percobaan yang telah dilakukan, dengan menyilangkan

kancing genetik yang mewakili bentuknya (keriput+bulat) dan

warnanya (kuning+hijau), didapat hasil perbandingan fenotifnya 27 : 9

: 10 : 4. Hasil ini menunjukan kesesuaian dengan hukum Mendel II.

Perhatikan analisis menggunakan kancing genetika diatas tentang

persilangan dengan dua sifat beda (dihibrida). Persilangan antar F1

mengasilkan keturunan kedua (F2) sebagai berikut: 27 tanaman bulat

kuning, 10 tanaman keriput kuning, 9 tanaman bulat hijau dan 4

keriput hijau. Jika diperhatikan, perbandingan antara tanaman bulat

kuning : keriput kuning : bulat hijau : keriput hijau adalah mendekati

9:3:3:1.

10

Page 11: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

VI. KESIMPULAN

1. Monohibrid adalah persilangan dari 2 individu yang memiliki 1 sifat

beda, dan Dihibrid adalah persilangan dari 2 individu yang memiliki 2

sifat beda

2. Dalam hukum Mendel I dinyatakan dalam pembentukan gamet pada

individu heterozigot, pasangan alel akan memisah secara bebas

sehingga setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja, dan dalam

hukum Mendel II dinyatakan bahwa dalam pembentukan gamet, gen-

gen sealel akan memisah secara bebas dan mengelompok dengan gen

lain yang bukan alelnya, tidak berpengaruh pada gen untuk sifat lain

yang bukan termasuk alelnya dan tanpa tergantung antara satu sifat

dengan yang lainnya.

3. Nilai Rasio genotif dan fenotif yang diinginkan dalam persilangan

monohibrid, yaitu untuk rasio genotif 1 : 2 : 1 dan rasio fenotif 3 : 1.

Sedangkan nilai Rasio fenotif untuk persilangan dihibrid yang

diinginkan adalah 9 : 3 : 3 : 1 menghasilkan 9 bentuk variasi gamet.

11

Page 12: Laporan Genetika 2 Mendel 1 Dan 2 PRINT

VII. DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Siti Wahidah dan Noorhidayati. 2008. Penuntun Praktikum

Biologi Umum. Jurusan PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin.

Kimball, J.W. 1992. Biologi Jilid 1. Erlangga : Jakarta.

Noorhadi, Bambang. 1984. Genetika Dasar. Armico. Bandung.

Suryo. 1992. Genetika Strata. Yogyakarta : UGM Press.

Suryo. 1994. Genetika. Depdikbud : Jakarta.

Wildan, Yatim. 1986. Genetika. Tarsitu : Bandung.

12