52
1 LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PASCAPANEN KAKAO DI PROVINSI ACEH BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 FENTY FERAYANTI

LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

1

LAPORAN HASIL KEGIATAN

KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PASCAPANEN

KAKAO DI PROVINSI ACEH

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2015

FENTY FERAYANTI

Page 2: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

2

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : :

Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh.

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Aceh

3. Alamat Unit Kerja : Jalan P. Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda Aceh - 23125

4. Sumber Dana : DIPA BPTP Aceh 2015

5. Status Penelitian : Baru 6. PenanggungJawab : A. Nama : Fenty Ferayanti, S.P

B. Pangkat/ Golongan : Penata Muda Tk.I/IIIb

C. Jabatan Peneliti Muda

7. Lokasi : Kabupaten Aceh Barat Daya

8. Agroekosistem : Lahan Kering

9. Tahun Mulai : 2015

10. Tahun Selesai : 2015

11. Output Tahun 2015 : Teradopsi Inovasi Teknologi Budidaya Dan Pasca Panen Kakao

12. Output Akhir Terjadi Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Mutu Kakao sehingga Terjadi peningkatan kesejahteraan Petani.

13. Biaya : 88.000.000,- (Delapan Puluh Delapan Juta Rupiah)

Mengetahui : Kepala Balai Besar

Menyetujui Kepala Balai

Dr. Ir. Abdul Basit MS NIP. 19610929 198603 1 003

Ir. Basri A. Bakar, M.Si. NIP. 19600811 198503 1 001

KATA PENGANTAR

Koordinator Program,

Dr. Rachman Jaya, S.Pi, M.Si NIP. 19740305 200003 1 001

Penanggungjawab Kegiatan,

Fenty Ferayanti, SP NIP. 19770331 200221 2 001

Page 3: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

3

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas terlaksananya

penyusunan laporan akhir dari hasil pelaksanaan kegiatan “Kajian Percepatan

Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh” yang

telah dilaksanakan dari bulan Maret – Desember 2015.

Terlaksananya kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan dan peran aktif

seluruh Dinas/Instansi yang terkait, petani kooperator dan penyuluh/peneliti

yang ada di BPTP Aceh. Namun demikian kami menyadari dalam pelaksanaan

kegiatan ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran

yang membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya

kegiatan ini mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang

dilanjutkan dengan penyusunan laporan akhir ini, kami ucapkan terimakasih dan

semoga laporan ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, Desember 2015 Penanggungjawab,

Fenty Ferayanti, SP NIP. 19770331 200221 2 001

Page 4: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

4

RINGKASAN

1. Judul RPTP : Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi

Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi

Aceh

2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Aceh

3. Lokasi : Kabupaten Aceh Barat Daya

4. Agroekosistem : Lahan Kering

5. Status : Baru

6. Tujuan : - Meningkatkan minimal 25% adopsi

inovasi teknologi budidaya dan pasca

panen kakao di Aceh

- Meningkatkan produktivitas tanaman

kakao di Aceh, dan

- Mengetahui analisa usaha tani dan

pendapatan petani kakao pra dan pasca

kegiatan

7. Keluaran : - Terjadi peningkatan 25% adopsi inovasi

teknologi budidaya dan pasca panen

kakao di Aceh;

- Peningkatan produktivitas tanaman

kakao di Aceh, dan

- Di dapat analisa usaha tani dan

pendapatan petani kakao pra dan pasca

kegiatan.

Page 5: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

5

8. Hasil : - Kegiatan ini telah dapat meningkatkan

adopsi inovasi teknologi budidaya dan

pasca panen kakao dari 18.21 %

menjadi 62.45 % di Kecamatan Babahrot

dan dari 15.38 % menjadi 55.88 % di

Kecamatan Setia Kab. Aceh Barat Daya

- Peningkatan adopsi inovasi teknologi

budidaya dan pasca panen kakao

mengakibatkan terjadinya peningkatan

produktivitas kakao dari 197.5 kg/ha/th

menjadi 317.5 kg/ha/tahun di

Kecamatan Babahrot dan dari 167.5

kg/ha/tahun menjadi 237.5 kg/ha/ tahun

di Kecamatan Setia Kab. Aceh Barat

Daya setelah dilakukan pengkajian

9. Prakiraan Manfaat : - diharapkan terjadi peningkatan adopsi

inovasi teknologi budidaya dan

pascapanen kakao, sehingga terjadi

peningkatan produktivitas tanaman

kakao rakyat.

10. Prakiraan Dampak : - Peningkatan adopsi inovasi teknologi

dapat meningkatkan produktivitas kakao

yang dihasilkan yang akhirnya dapat

meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani.

-

11. Prosedur : Pengkajian ini dilaksanakan di Kecamatan

Babahrot dan Kecamatan Setia, Kabupaten

Aceh Barat Daya. Pemilihan lokasi ini

dilakukan secara sengaja (purposive

sampling) dengan pertimbangan bahwa

lokasi tersebut merupakan salah satu daerah

Page 6: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

6

sentra pengembangan produksi kakao yang

luas. Pengkajian ini dilaksanakan dengan

metode survey pada awal dan akhir

pelaksanaan penelitian serta pelaksanaan

diseminasi inovasi teknologi dengan

pola/model Spectrum Diseminasi Multi

Channel (SDMC). Sampel dalam penelitian

ini adalah petani yang mengusahakan

komoditi kakao yang berstatus petani

pemilik penggarap. Penentuan sampel

dilakukan secara acak atas dasar strata

(stratified random sampling). Adapun

jumlah petani sampel berjumlah sebanyak

30 orang pada masing-masing kecamatan

dimana penelitian dilakukan sehingga

seluruhnya berjumlah 60 orang sampel

12. JangkaWaktu : 1 Tahun

13. Biaya : Rp.88.000.000,- (delapan puluh delapan juta rupiah)

Page 7: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

7

SUMMARY

1. Title : Study on Acceleration of Cocoa Cultivation and Post Harvest Innovation Technology Adoption in Aceh Province

2. Implementation Unit : Assessment Institute for Agriculture Technology (AIAT)

3. Location : Aceh Southwest District

4. Agroecosystem : Dryland

5. Status : NEW

6. Objectives

: - To increase at least 25% of cultivation and post-harvest cocoa technological innovations adoption in Aceh Province

- To increase the productivity of cocoa trees in Aceh Province

- To analysis of farming and cocoa farmers' income pre and post activities.

7. Output

: - Increased at least 25% of cultivation

and post-harvest cocoa technological innovations adoption in Aceh Province.

- Increased the productivity of cocoa trees in Aceh Province.

- Analyzed of farming and cocoa farmers' income pre and post activities.

8. Outcome

: - This study has been able to increase

the cocoa cultivation and post-harvest of technology innovations adoption i.e 18.21 % to 62.45 % in Babahrot Districts and 15.38 % to 55.88 % in Setia Districts.

- The cultivation and post-harvest cocoa technology innovation adoption has been increase the productivity of cocoa from 197.5 kg ha-1 year-1 into 317.5 kg ha-1 year-1 in Babahrot Districts and 167.5 kg ha-1 year-1 to 237.5 kg ha-1 year-1 in

Page 8: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

8

Setia Districts after assessment.

9. Expected benefit : - Expected to increase the technology

innovation adoption of cocoa cultivation and post harvest so that can increased the cocoa plant productivity.

10. Expected impact : Increased the technology innovation adoption of cocoa cultivation and post harvest can improve the productivity of cocoa produced which can increase the farmers income and welfare.

11. Procedure

: This assessment has been conducted at Babahrot sub-district and Setia sub-district, Southwest Aceh District. The site selection is done intentionally (purposive sampling) with the consideration that the location is one of the central areas of extensive development of cocoa production.The assessment was conducted by the method of the pre and post survey using the technology innovations dissemination approach to Spectrum Dissemination Multi Channel (SDMC). The sample in this study were farmers who cultivate cocoa as farmer tenants. The samples were carried out at random on the basis of strata (stratified random sampling). The number of samples i.e 30 people in each district where the assessments carried out so that the whole sample are 60 people.

12. Duration : 1 Year

13. Budget : IDR. 88.000.000,- (eighty-eight million rupiah)

Page 9: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

9

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................ ii

RINGKASAN.........................................................................................

SUMMARY…………………………………………………………………………………………

iii

vi

DAFTAR ISI.......................................................................................... viii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………………. ix

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………………… xi

I. PENDAHULUAN.............................................................................

1.1 Latar Belakang...................................................................

1.2 Tujuan...............................................................................

1.3 Keluaran Yang Diharapkan..................................................

1.4 Perkiraan Manfaat dan Dampak...........................................

1

1

5

5

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kakao..................................................................

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Petani..................

2.3 Mutu Biji Kakao……………....................................................

2.4 Paket Teknologi Untuk Peningkatan Produktivitas dan Mutu Kakao……………………………………………..................................

6

6

7

9

9

III. METODOLOGI…………………………………………………………………………….

3.1 Pendekatan……………………………………………………………………..

3.2 Ruang Lingkup Kegiatan……………………………………………………

3.3 Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan…………………………..

12

12

12

13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Pengkajian…………………………………..

4.2 Pelaksanaan Pengkajian.…………………………………………………..

4.3 Kegiatan Temu Lapang dan Pelatihan………………………………..

17

17

18

29

V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………………… 31

DAFTAR PUSTAKA……..……………………………………………………………………… 32

LAMPIRAN……………………………………………………………………………………….. 34

DAFTAR TABEL

Page 10: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

10

No. Tabel Judul Tabel Hal

1. Spesifikasi Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao Kualitas Ekspor.…… 9

2. Spesifikasi Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao untuk Ekspor……….. 10

3. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Babahrot

dan Kecamatan Setia, Kabupaten Aceh Barat Daya,

2014………..………………………………………………………………………………

18

4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan

Babahrot dan Kecamatan Setia, Kabupaten Aceh Barat Daya,

2014………………………………………………………………………………………..

19

5. Identitas Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di

Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia pada Kajian Percepatan

Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di

Provinsi Aceh…………….………………………………………………………………

20

6. Identitas Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia pada Kajian Percepatan

Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di

Provinsi Aceh…………………………………………………………………………….

21

7. Luas Lahan petani responden di Kecamatan Babahrot dan

Kecamatan Setia pada Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi

Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh……………………….

22

8. Tingkat adopsi petani terhadap paket tekologi budidaya dan pasca

panen kakao di Kecamatan Babahrot pada Kajian Percepatan

Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di

Provinsi Aceh…………………………………………………………………………….

23

9. Tingkat adopsi petani terhadap paket tekologi budidaya dan pasca

panen kakao di Kecamatan Setia pada Kajian Percepatan Adopsi

Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi

Aceh…………………………………………………………………………………………

25

10. Produktivitas tanaman kakao di Kecamatan Babahrot dan

Kecamatan Setia sebelum dan setelah dilakukan pengkajian………..

28

11. Analisis usahatani budidaya kakao di Kecamatan Babahrot dan

Kecamatan Setia (per ha/th)………………………………………………………

29

DAFTAR GAMBAR

Page 11: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

11

No. JUDUL GAMBAR Hal

1. Skema Kerangka Pemikiran Tingkat Adopsi Teknologi pada Kajian

Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen

Kakao di Provinsi Aceh…………………………………………………….…………

12

2. Peta Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya.………………………………….. 17

Page 12: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

12

DAFTAR LAMPIRAN

No. JUDUL LAMPIRAN Hal

1. Daftar Personalia……..…………………………………………………….………… 34

2. Daftar Resiko dan Penanganan Resiko………………………………………… 35

3. Foto – foto Kegiatan……..………………………………………………………….. 36

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar belakang

Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan sektor pertanian

ini sangat penting karena menyangkut hajat hidup lebih dari setengah penduduk

Indonesia yang menggantungkan perekonomian keluarganya pada sektor ini. Hal

ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang hidup dan bekerja pada

sektor ini, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor pertanian mampu

menyediakan lapangan kerja serta menyumbangkan devisa melalui

bertambahnya ekspor. Sehingga wajar pemerintah memprioritaskan

pembangunan pada sektor pertanian yang didukung oleh sektor-sektor lainnya.

Program pemerintah di bidang pertanian senantiasa diarahkan pada

upaya mempertahankan dan meningkatkan pelayanan dalam rangka pemasaran

produk pertanian baik perluasan pasar dalam negeri maupun dalam pengamanan

pasar internasional. Untuk mewujudkan semua itu dilakukan dengan peningkatan

produksi disertai dengan kualitas mutu komoditas pertanian yang ada dengan

berbagai upaya termasuk penerapan budidaya yang baik serta penanganan

pasca panen demi pengamanan kualitas mutu yang berorientasi jangka

panjang. Kondisi tersebut merupakan suatu hal yang dapat memperkuat daya

saing harga-harga produk pertanian Indonesia di pasaran duni.

Bagi Indonesia kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang

memiliki peranan yang cukup penting dan dapat diandalkan untuk mewujudkan

Page 13: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

13

program pembangunan pertanian, khususnya dalam hal penyediaan lapangan

kerja, mendorong pengembangan wilayah, peningkatan kesejahteraan petani,

dan peningkatan pendapatan devisa Negara. Saat ini kakao tidak hanya

merupakan tanaman perkebunan besar tetapi telah menjadi tanaman

perkebunan rakyat. Luas areal kakao di Indonesia tahun 2013 telah mencapai

lebih dari 1.740.612 ha, dengan produksi ± 720,862 ton dan produktivitas

mencapai ± 821 kg/ha (BPS, 2014). Tanaman kakao tersebut tersebar pada

lahan dan tingkat produktivitasnya yang sangat beragam. Faktor lahan

mempunyai andil yang cukup besar dalam mendukung tingkat produktivitas

kakao.

Perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus

mengalami peningkatan sehingga hal ini perlu mendapat dukungan dari semua

pihak agar kebun yang akan dibangun dapat meningkatkan produktivitas. Hal ini

dapat dilakukan melalui berbagai upaya perbaikan dan perluasan, dimana areal

perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2010 mencapai 1,1 juta ha dan mampu

menghasilkan produksi 730 ribu ton tahun-1 biji kakao. Sehingga pada tahun

2025, sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia bisa menjadi

kenyataan karena pada tahun tersebut diperkirakan total areal perkebunan kakao

Indonesia mencapai 1,35 juta ha dan mampu menghasilkan 1,3 juta ton tahun-1

biji kakao, dengan dukungan teknologi budidaya yang maju seperti penyediaan

bibit unggul sehingga produktivitas kebun dapat meningkat (Anonim, 2008).

Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi di ujung barat Indonesia

yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Beragam komoditas

pertanian tumbuh subur di tanah yang dijuluki “Serambi Mekkah” ini. Salah satu

komoditas yang menjadi primadona adalah kakao, dengan luas lahan mencapai

86.195 hektar dengan produksi sekitar 40.000 ton kakao kering per tahun

(Kementan, 2013). Luas areal ini belum termasuk sekitar 120.000 ha lahan

“tidur” potensial yang tidak terdata dan dapat dimanfaatkan menjadi lahan

kakao.

Program Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional

(GERNAS Kakao) telah diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 2009 yang

dilaksanakan secara serentak, terpadu dan menyeluruh pada 9 Provinsi di

Indonesia Bagian Timur. Tujuannya adalah untuk mempercepat peningkatan

Page 14: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

14

produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional dengan memberdayakan

/melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku serta sumberdaya yang

ada (Dirjenbun, 2009). Keberadaan Gernas, yang dilakukan melalui tiga metode

yakni peremajaan, rehabilitasi, dan intensifikasi dimaksudkan untuk memberikan

akselerasi untuk mengembangkan kakao.

Sejak Tahun 2011, Provinsi Aceh termasuk daerah yang melaksanakan

program Gernas Kakao dimana program ini telah melakukan rehabilitasi dan

peremajaan kebun kakao di Aceh yang mencapai sekitar 200 ha dari total 800 ha

yang diprogramkan. Empat daerah yang memperoleh program rehabilitasi dan

peremajaann kakao yakni Pidie, Pidie Jaya, Aceh Timur dan Aceh Utara, dengan

rincian masing-masing kabupaten dengan luas 200 hektar. Program gernas ini

merupakan pertama diberikan untuk petani di Aceh, setelah sebelumnya

dilakukan wilayah timur Indonesia (Disbunhut, 2012). Di Provinsi Aceh, sentra

produksi kakao tersebar di beberapa kabupaten antara lain Pidie, Pidie Jaya,

Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tenggara, Gayo Lues dan Aceh Barat Daya.

Salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang merupakan sentra produksi

kakao yaitu Kabupaten Aceh Barat Daya. Kabupaten Aceh Barat Daya

mempunyai luas wilayah 1.882,05 km2 yang terdiri dari 152 desa, 23 kemukiman

dan 9 kecamatan. Menurut data statistik perkebunan tahun 2014, luas areal

penanaman kakao di kabupaten Aceh Barat Daya seluas 3.700 ha yang tersebar

di 9 kecamatan dengan produksi 739 ton ha-1. Namun kondisi usahatani kakao di

Kab.Aceh Barat Daya umumnya belum memberikan hasil yang optimal, hal ini

terlihat dari produktivitas kakao dan mutu yang dihasilkan masih rendah. Rata-

rata produktivitas kakao yang dihasilkan baru mencapai kurang dari 300

kg/ha/th, produktivitas ini dianggap masih jauh dari potensi produksinya yang

bisa mencapai lebih besar dari 2 ton/ha/th (Manti, 2009).

Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh

Barat Daya, rendahnya produktivitas dan mutu biji kakao di sebabkan oleh faktor

yaitu :

(1) bahan tanaman yang digunakan oleh petani umumnya berasal dari biji yang

sebagian dari bukan sumber benih yang telah direkomendasi oleh

pemerintah atau balai penelitian,

Page 15: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

15

(2) perkembangan serangan hama dan penyakit, dapat menurunkan

produktivitas sekaligus menjadi penyebab utama menurunnya kualitas hasil

produksi kakao,

(3) Pengelolaan teknologi pasca panen yang dilaksanakan kurang sempurna,

sehingga menyebabkan aroma kurang harum, kadar lemak rendah (kurang

dari 50%), jumlah biji tinggi (lebih besar dari 100 biji/100 gr), basa-asam

(pH) tinggi (lebih besar dari 5,0), kadar kulit biji tinggi (lebih besar dari

12%),

(4) Perlakuan pasar di tingkat lokal, harga biji kakao di tingkat petani seluruhnya

sama antara yang diolah dengan baik dengan biji kakao

Untuk peningkatan produktivitas dan mutu biji kakao telah banyak inovasi

teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Kementan antara lain : varietas

unggul dengan produksi tinggi, teknik rehabilitasi kebun tidak produktif cara

sambung pucuk dan sambung samping, pemupukan sepesifik lokasi,

pemangkasan, pengendalian hama penyakit utama kakao, sanitasi lahan dan

peningkatan mutu biji kakao melalui inovasi fermentasi. Teknologi tersebut

mempunyai peran penting dalam peningkatan produksi dan mutu biji kakao yang

dihasilkan. Namun sampai saat ini belum banyak inovasi tersebut diadopsi oleh

petani kakao.

Berkenaan dengan kondisi tersebut, mulai tahun 2011 Badan Litbang

Pertanian melaksanakan diseminasi dengan pendekatan model Spectrum

Diseminasi Multi Channel (SDMC), yaitu suatu terobosan untuk mempercepat dan

memperluas jangkauan diseminasi dengan memanfaatkan berbagai saluran

komunikasi dan pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait secara optimal

melalui berbagai media secara simultan dan terkoordinasi yang

diimplementasikan antara lain melalui identifikasi masalah, perumusan

kebutuhan teknologi yang melibatkan pengambil kebijakan, tokoh informal,

penyuluh, dan petani sebagai pelaku utama.

Diseminasi teknologi dilakukan melalui penyebaran media cetak, Sekolah

Lapang (SL), peragaan (demplot) teknologi budidaya dan pasca panen serta

temu lapang. Peningkatan adopsi inovasi teknologi diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas dan mutu biji kakao yang dihasilkan oleh petani yang

pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

Page 16: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

16

Melalui kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi budidaya dan

pascapanen kakao di Provinsi Aceh diharapkan dapat meningkatkan minimal 25%

adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao di Aceh, meningkatkan

produktivitas tanaman kakao di Aceh, dan meningkatkan mutu biji kakao yang

dihasilkan petani sesuai dengan Standar Mutu Nasional (SNI).

1.2. Tujuan

Tujuan dari kajian ini yaitu :

- Meningkatkan minimal 25% adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca

panen kakao di Aceh

- Meningkatkan produktivitas tanaman kakao di Aceh, dan

- Mengetahui analisa usaha tani dan pendapatan petani kakao pra dan pasca

kegiatan.

1.4. Keluaran yang diharapkan

Keluaran yang diharapkan yaitu :

- Terjadi peningkatan 25% adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca

panen kakao di Aceh;

- Peningkatan produktivitas tanaman kakao di Aceh, dan

- Di dapat analisa usaha tani dan pendapatan petani kakao pra dan pasca

kegiatan.

1.5. Perkiraan Manfaat Dan Dampak

Kegiatan yang akan dilakukan ini diharapkan akan memberi manfaat dan

dampak antara lain :

- diharapkan terjadi peningkatan adopsi inovasi teknologi budidaya dan

pascapanen kakao, sehingga terjadi peningkatan produktivitas tanaman

kakao rakyat. Peningkatan adopsi inovasi teknologi dapat meningkatkan

produktivitas kakao yang dihasilkan yang akhirnya dapat meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan petani.

Page 17: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

17

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kakao (Theobroma cacao L.)

Tanaman kakao (Theobroma cacao L) termasuk golongan tanaman

tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman

yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Menurut Tambunan

(2009) sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae ;

Divisi : Spermatophyta ; Sub divisio : Angiospermae; Kelas : Dicotyledoneae ;

Ordo : Malvales ; Family : Sterculiaceae; Genus : Theobroma ; Spesies :

Theobroma cacao L.

Akar kakao adalah akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar

kakao bisa sampai 8 m ke arah samping dan 15 m ke arah bawah. Kakao yang

diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan

akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah

dewasa, tanaman tersebut menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar

tunggang (Soenaryo, 1983).

Kakao dapat tumbuh pada daerah – daerah yang memiliki curah hujan

rata-rata 1500-2000 mm/tahun. Lamanya bulan kering maksimum 3 bulan

(Tambunan, 2009). Pengaruh suhu terhadap kakao erat kaitannya dengan

ketersedian air, sinar matahari dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat

dikelola melalui pemangkasan dan penataan tanaman pelindung. Suhu sangat

berpengaruh terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.

Menurut hasil penelitian, suhu ideal bagi tanaman kakao adalah 30o-32oC

(maksimum) dan 18º-21oC (minimum). Kakao juga dapat tumbuh dengan baik

pada suhu minimum 15oC per bulan (Karmawati, et al., 2010).

Kakao dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi

akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah

(Siregar et al., 1989). Tanaman kakao yang diperbanyak melalui biji akan

menumbuhkan batang utama sebelum menumbuhkan cabang-cabang primer.

Letak cabang-cabang primer yang tumbuh disebut jorket, yang tingginya 1-2 m

dari permukaan tanah. Ketinggian jorket yang ideal adalah 1,2 m-1,5 m agar

tanaman dapat menghasilkan tajuk yang baik dan seimbang. Ditinjau dari tipe

Page 18: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

18

pertumbuhannya, cabang-cabang tanaman kakao tumbuh ke arah atas (ototrop)

dan ke arah samping (plagiotrop) (Sunanto, 1992).

Tanaman kakao bersifat kaulifori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang

dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut

semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan

bantalan bunga. Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5) artinya, bunga

disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota,

10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri

dari 5 tangkai sari tetapi hanya 1 lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah

yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan. Tangkai

bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm) (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007).

Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua

macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika

sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda

berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (oranye). Kulit buah memiliki

10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan

trinitario alur kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal tetapi lunak dan permukaannya

kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukaan kulit buah pada umumnya

halus (rata), kulitnya tipis, dan liat. Buah akan masak setelah berumur enam

bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm

(Soenaryo, 1983).

Di dalam setiap buah, biji tersusun dalam 5 baris mengelilingi poros buah,

jumlahnya beragam antara 20-50 biji per buah. Pada penampakan melintang biji,

akan terlihat 2 kotiledon yang saling melipat. Biji kakao dilindungi oleh daging

buah yang berwarna putih. Di sebelah dalam daging buah terdapat kulit biji yang

membungkus dua kotiledon dan embryo axis. Biji kakao bersifat rekalsitran dan

tidak memiliki masa dorman (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007).

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Petani

Nitisemito (1992) menyatakan bahwa dalam pembangunan yang semakin

berkembang, masyarakat memainkan peran sentral sebagai objek sekaligus

subjek yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses pembangunan.

Semua elemen berjalan seiring sejalan dengan dalam upaya mewujudkan

Page 19: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

19

masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera dalam suasana berkeadilan.

Pembangunan yang demikian itu adalah pembangunan yang dari masyarakat,

dilaksanakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat dalam artian bahwa

kemakmuran dihasilkan dari peran aktif dan kemampuan mayarakat secara

mandiri untuk mewujudkan kesejahteraan.

Pembangunan di bidang pertanian tidak terlepas dari peran aktif

masyarakat untuk menerima inovasi dan menerapkannya. Ide baru yang akan

diterima oleh suatu masyarakat, terlebih dahulu melalui proses adopsi, dimana

pada tahap ini seorang petani mengambil keputusan untuk menggunakan

sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling tepat (Mubyarto, 1998).

Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal

ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut

proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang

mempengaruhinya. Adopsi inovasi merupakan proses berdasarkan dimensi

waktu. Proses adopsi inovasi merupakan proses yang terjadi pada diri seseorang

atau unit perbuatan keputusan lainnya, sejak pertama kali mengetahui adanya

suatu inovasi sampai mengambil suatu keputusan mengadopsi atau

menolak dan mengimplementasikan atau mengkofirmasikan keputusan tersebut.

Proses difusi suatu inovasi keberhasilannya diketahui dengan cara

mengukur tingkat adopsi. Tingkat adopsi merupakan kecepatan relatif suatu

inovasi diadopsi oleh anggota suatu sistem sosial. Kecepatan adopsi suatu

inovasi bisanya diukur dengan berapa lama jangka waktu yang diperlukan oleh

sekian persen anggota masyarakat untuk mengadopsi suatu inovasi. Kelancaran

proses tersebut dan diterimanya suatu inovasi sangat tergantung pada

keberadaan inovasi itu sendiri (Lubis, 2000).

Selanjutnya Lubis (2000) mengidentifikasikan faktor yang mempengaruhi

sikap dan tingkat adopsi petani terhadap inovasi ke dalam dua hal, yakni faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang terdapat

dalam diri petani dan merupakan potensi yang dimilikinya dalam melaksanakan

aktivitas usahataninya, sedangkan faktor luar yang turut mempengaruhi dalam

proses pengambilan keputusan mengenai usahataninya, dalam hal ini adalah

intensitas penyuluhan. Faktor tersebut juga akan dijadikan acuan dalam

menentukan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani terhadap

Page 20: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

20

teknologi usahatani kakao, yang meliputi umur, pendidikan, luas lahan garapan,

jumlah keluarga, pendapatan, kemampuan permodalan dan intensitas

penyuluhan.

2.3. Mutu Biji Kakao

Mutu suatu hasil produksi adalah tolak ukur dari hasil produksi itu sendiri

yang mampu mempertahankan, mengangkat atau bahkan menjatuhkan martabat

produksi dalam persaingan di pasar bebas. Biji kakao merupakan salah satu

komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam

rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta penghasilan

petani. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun

mutu yang dihasilkan sangat rendah dan sangat beragam. Syarat mutu biji kakao

ada dua macam, yaitu syarat umum dan syarat khusus :

1. Syarat umum

Spesifikasi persyaratan umum mutu biji kakao kualitas ekspor dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao Kualitas Ekspor.

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Kadar air (b/b) % Maks. 7,5

2. Biji berbau asab/abnormal/bau asing - Tidak ada

3. Serangga hidup - Tidak ada

4. Biji pecah/pecahan kulit - Maks. 3

5. Benda asing (b/b) % Maks. 6

6. Serangga mati - Tidak ada

Mutu kakao merupakan sesuatu yang berkaitan dengn cita rasa (flavor)

dan mutu meliputi beberapa aspek yang menentukan harga jual dan

akseptabilitas dari suatu partai biji kakao oleh pembeli (konsumen). Persyaratan

mutu ini diatur dalam standar perdagangan. Persyaratan mutu yang diatur dalam

syarat perdagangan meliputi karakteristik fisik dan pencemaran atau tingkat

kebersihan. Karakter fisik merupakan persyaratan paling utama karena

menyangkut rendemen lemak (yield) yang akan dinikmati oleh pembeli dan

tingkat kadar. Karakter fisik ini mudah diukur dengan tata cara dan peralatan

Page 21: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

21

baku yang disepakati oleh institusi internasional. Dengan demikian pengawasan

mutu berdasarkan sifat-sifat fisik ini dapat dengan mudah dikontrol oleh

konsumen.

2. Syarat khusus

Spesifikasi Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao untuk Ekspor dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao untuk Ekspor

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Kadar biji berjamur (b/b) max. % Maks. 3

2. Kadar biji Slaty atau tidak terfermentasi - Maks. 3

3. Kadar biji berserangga hampa berkecambah - Maks. 3

4. Jumlah biji per 100 gr - 8

Persyaratan khusus mutu biji kakao merupakan persyaratan tambahan

yang telah disepakati antara eksportir dan konsumen (pembeli). Apabila

persyaratan di atas terpenuhi maka eksportir akan mendapat harga jual kakao

lebih tinggi. Biji kakao berkualitas baik terlebih untuk jenis kakao mulia akan

mendapatkan premi atau penambahan harga dari harga standar yang telah

ditetapkan. Sebaliknya biji berkualitas rendah akan dikenakan discount atau

pengurangan harga dari harga standar.

2.4. Paket Teknologi untuk Peningkatan Produktivitas dan Mutu Kakao

Teknologi merupakan seluruh kegiatan yang merupakan proses

transformasi yang terjadi juga menyangkut sasaran-sasaran yang digunakan,

pendidikan dan keahlian indifidunya, serta prosedur kerja yang digunakan dalam

pelaksanaan seluruh komponen kegiatan. Teknologi juga merupakan

pengetahuan, alat-alat, teknik dan kegiatan-kegiatan yang digunakan untuk

mengubah input menjadi output yang lebih baik. Teknologi mencakup aspek

yang luas dan kegiatan yang jenisnya saling berbeda. Komponen kegiatan terdiri

dan tahapan-tahapan kegiatan yang berurutan dimana output dari suatu bagian

akan menjadi input bagian berikutnya.

Page 22: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

22

Usaha peningkatan produksi persatuan luas dan persatuan waktu dapat

dicapai dengan menggunakan teknologi baru dalam usahatani. Teknologi baru

berarti ;

- cara mengerjakan lebih baik dari cara lama,

- pemakaian peralatan baru yang dapat menggantikan teknologi manusia dan

dapat menghasilkan pekerjaan yang lebih baik,

- penambahan input baru pada tanaman (Mosher, 1993).

Tinggi rendahnya produktivitas atau tingkat produksi suatu usahatani

tergantung pada teknis atau cara yang dipakai oleh petani dalam usaha

mengerjakan usahataninya. Cara pengelolaan usahatani kakao meliputi kegiatan

pengelolaan tanah, tingkat penggunaan benih kakao bermutu, penerapan

teknologi budidaya kakao (pemupukan, pemangkasan, pengendalian OPT dan

pengaturan jarak tanam) dan penerapan teknologi pasca panen (pemetikan,

fermentasi, sortasi dan pengeringan).

Page 23: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

23

III. METODOLOGI

3.1. Pendekatan (Kerangka Pikir)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Tingkat Adopsi Teknologi pada Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup dan cakupan kegiatan kajian ini antara lain :

- Tingkat penggunaan benih kakao bermutu

- Penerapan teknologi budidaya kakao (pemupukan, pemangkasan,

pengendalian OPT )

Petani Kakao

Faktor – faktor yang berhubungan dengan keputusan petani

Intensitas Penyuluhan

Tingkat

Adopsi Paket

Teknologi

Kakao

Umur Pengalaman Usahatani

Pendidikan

Luas Lahan

Jumlah Tanggungan

Kemampuan Permodalan

Adopsi Tinggi/Rendah

Produktivitas dan Mutu Kakao

Page 24: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

24

- Penerapan teknologi pasca panen (panen/pemetikan, pengupasan,

fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan, sortasi biji dan

penyimpanan)

3.3. Bahan dan metode pelaksanaan kegiatan

A. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan yaitu saprodi yang diperlukan dalam

pelatihan dan demplot seperti : pupuk, bahan tanam unggul/entres, agen

pengendalian hayati, gunting pangkas serta bahan cetakan/brosur/leaflet.

B. Metode Pelaksanaan Kegiatan

Pengkajian ini dilaksanakan di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia,

Kabupaten Aceh Barat Daya. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja

(purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan

salah satu daerah sentra pengembangan produksi kakao dan sangat luas.

Pengkajian ini dilaksanakan dengan metode survey pada awal dan akhir

pelaksanaan penelitian serta pelaksanaan diseminasi inovasi teknologi dengan

pola/model Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Sampel dalam penelitian

ini adalah petani yang mengusahakan komoditi kakao yang berstatus petani

pemilik penggarap. Penentuan sampel dilakukan secara acak atas dasar strata

(stratified random sampling). Adapun jumlah petani sampel berjumlah sebanyak

30 orang pada masing-masing kecamatan dimana penelitian dilakukan sehingga

seluruhnya berjumlah 60 orang sampel.

Pelaksanaan demplot percontohan mengikuti teknologi budidaya dan

pascapanen yang direkomendasikan yaitu :

a. Pemupukan

Dosis pemupukan berimbang spesifik lokasi adalah sebagai berikut : untuk

tanaman kakao yang telah menghasilkan (umur > 5 tahun) : Urea (2 x 270 g),

SP-36 (2 x 150 - 180 g), KCl (2 x 150 g), pupuk kandang atau kompos (2 x 3 kg)

dan pupuk Dolomit (2 x 80 g) per pohon setiap tahun.Pemberian pupuk

dilakukan 2 kali dalam setahun yaitu awal musim penghujan dan akhir musim

penghujan dengan cara membenamkan pupuk pada parit (10 cm) melingkar

pada piringan tanaman, kemudian pupuk ditimbun kembali dengan tanah.

b. Pemangkasan

Page 25: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

25

Pemangkasan pada tanaman kakao merupakan usaha meningkatkan

produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Dengan melakukan

pemangkasan, akan mencegah serangan hama dan penyakit, membentuk tajuk

pohon, memelihara tanaman, dan memacu produksi. Pemangkasan yang akan

dilakukan yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi dan pemangkasan

pemeliharaan.

c. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian OPT pada tanaman kakao dilakukan dengan sanitasi,

pemangkasan, panen sering, pemupukan, kondomisasi dan biologi. Untuk

pengendalian secara biologi yaitu dengan menggunakan jamur Trichoderma sp

untuk pengendalian penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phythoptora

palmivora.

d. Sambung Samping

Penyambungan dilakukan sebaiknya pada pagi hari dan awal musim

hujan,agar tanaman yang akan disambung masih dalam keadaan segar, dan

mudah terkelupas. Uraian pelaksanaan sambung samping adalah batang kakao

dikerat pada ketinggian 40-60 cm dari permukaan tanah. Setelah itu batang

disayat dengan pisau bersih selebar 1 cm dengan panjang 2- 4 cm. Sayatan

dibuka dengan hati-hati supaya tidak merusak cambium. Kemudian entres

dimasukkan dengan hati-hati kedalam lubang sayatan, sampai kedasar sayatan.

Kulit batang tanaman pokok ditutup kembali sambil ditekan dengan ibu jari dan

diikat. Setelah itu plastik penutup dipasang. Selanjutan dilakukkan pengamatan

tanpa membuka plastik penutup entres 2-3 minggu setelah penyambungan, hal

ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah sambungan itu jadi atau tidak. Bila

kondisi entres masih segar berarti sambungan berhasil. Dilakukkan pembukaan

plastik penutup bila panjang tunas sudah mencapai 2 cm atau lebih kurang umur

satu bulan sejak pelaksanan sambungan.

e. Penanganan panen dan pascapanen

Penanganan panen dan pascapanen yang akan dilakukan dalam kegiatan

ini yaitu dimulai dari :

- Pengumpulan Buah Kakao yang kemudian dikelompokkan menurut kelas

kematangan

Page 26: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

26

- Fermentasi yang bertujuan untuk mematikan lembaga biji agar tidak

tumbuh sehingga perubahan-perubahan di dalam biji kakao akan mudah

terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa, perbaikan

konsistensi keping biji, dan untuk melepaskan pulp. Biji kakao

difermentasikan di dalam kotak kayu berlubang. Selama fermentasi, biji

beserta pulpnya mengalami penurunan berat sampai 25%.

- Perendaman dan pencucian yang akan berpengaruh terhadap proses

pengeringan dan rendemen.

- Pengeringan biji kakao dapat dilaksanakan dengan sinar matahari atau

pengeringan buatan.

1. Pengumpulan Data/Pengamatan dan Metode Analisis

Jenis dan sumber data yang akan digunakan dalam pengkajian ini adalah

data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui

wawancara dengan responden dengan menggunakan kuesioner. Data yang

dikumpulkan kajian ini antara lain : (1) data persentase petani yang mengadopsi

inovasi teknologi budidaya (pemupukan, pemangkasan, sanitasi, pengendalian

OPT) dan pasca panen kakao pada awal dan akhir penelitian; (2) pertumbuhan

tanaman dan serangan OPT; (3) produktivitas dan mutu biji kakao yang

dihasilkan pada awal dan akhir penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian ini

selanjutnya ditabulasi dan dianalisis dengan kebutuhan untuk membuktikan

hipotesis yang telah ditetapkan.

Analisis tingkat adopsi petani terhadap paket teknologi usahatani kakao

dilakukan dengan memberikan nilai bobot untuk setiap jawaban dari pertanyaan

yang diajurkan pada petani. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pertanyaan

maksimal = 3 dan minimal = 1 sesuai tingkat adopsi oleh petani untuk masing-

masing komponen teknologi yang dimaksud. Analisis deskriptif dimaksudkan

untuk menjelaskan atau menginterpretasikan data yang ada dalam bentuk tabel

sehingga dapat digambarkan tinggi atau rendahnya penerapan paket teknologi

kakao yang dilakukan petani.

Analisis data yang digunakan yaitu analisis ”Chi-Square” dimaksudkan

untuk menunjukkan hubungan antara tingkat penerapan teknologi kakao dengan

faktor umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas usahatani

Page 27: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

27

dan intensitas penyuluhan dalam rangka peningkatan produktivitas dan mutu

kakao (Sudjana,1996). Model analisis ”Chi-Square” dengan rumus sebagai

berikut :

N [( AD-BC) – (N/2)]² X² = ----------------------------

(A+B)(C+D)(A+C)(B+D)

Dimana :

X² = Nilai Chi-Square

N = Jumlah Sampel

A-D = Nilai tiap sel dari table kontingensi

N/2 = Jumlah responden dibagi dua

Page 28: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Pengkajian

4.1.1. Kabupaten Aceh Barat Daya

Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya dengan ibukota Blangpidie secara

geografis terletak di bagian barat selatan Propinsi Aceh yang merupakan hasil

pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan terdiri dari 9 kecamatan dan 132

kelurahan yang terletak di 3,7911o LU dan 96,9166o BT. Luas wilayah Kab.Aceh

Barat Daya ± 1.882,05 km2 dengan hutan mempunyai lahas terluas yaitu

mencapai 129.219,10 ha, diikuti lahan perkebunan seluas 27.504,28 ha. Batas

wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu :

- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues

- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Samudera

Hindia

- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya

- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues

Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya

Page 29: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

29

4.1.2. Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia

Kecamatan Babahrot adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh

Barat Daya yang memiliki luas wilayah sebesar 548 km2 atau 23,51 persen dari

luas Kabupaten Aceh Barat Daya. Kecamatan Babahrot terdiri dari satu mukim

yaitu Pantee Rakyat, 7 (tujuh) desa dan 35 (tiga puluh lima)dusun dengan

ibukota kecamatan yaitu Pantee Rakyat.

Kecamatan Setia merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh

Barat Daya yang memiliki luas wilayah sebesar 43.92 km2. Kecamatan Setia

terdiri dari 2 mukim dan 9 (sembilan) desa. Jarak kecamatan ini dari ibukota

kabupaten yaitu ± 7 km.

4.2 Pelaksanaan Pengkajian

4.2.1 Keadaan Penduduk

4.2.1.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dapat

mempengaruhi hasil produksi usahatani. Kecamatan Babahrot memiliki jumlah

penduduk sebanyak 17.941 jiwa yang terdiri dari 9.125 jiwa laki-laki dan 8.816

jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 4143 KK. Sedangkan

Kecamatan Setia memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.159 jiwa yang terdiri dari

4.134 jiwa laki-laki dan 4025 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga

sebanyak 2.462 KK. Untuk mengetahui secara jelas jumlah penduduk menurut

jenis kelamin di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia, Kabupaten Aceh Barat Daya, 2014.

No. Jenis Kelamin

Kecamatan

Babahrot

Kecamatan

Setia

Jumlah (Jiwa)

(%) Jumlah (Jiwa)

(%)

1. Laki-laki 9.125 50,86 4.134 50.66

2. Perempuan 8.816 49.14 4.025 49.34

Jumlah 17.941 100 8.159 100

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, 2014

Page 30: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

30

4.2.1.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat perkembangan suatu daerah dapat diukur dari jenjang pendidikan

yang pernah diikuti masyarakatnya, karena pendidikan berpengaruh terhadap

pengetahuan dan penguasaan teknologi. Rendahnya tingkat pendidikan

merupakan salah satu faktor penghambat pengembangan sektor pertanian

didaerah pedesaan. Sebaliknya makin tinggi pendidikan penduduk suatu daerah

maka makin mudah dalam menerima dan menerapkan teknologi. Adapun tingkat

pendidikan penduduk di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia, Kabupaten Aceh Barat Daya, 2014

No. Tingkat Pendidikan

Kecamatan Babahrot

Kecamatan Setia

Jumlah (Jiwa)

(%) Jumlah (Jiwa)

(%)

1. Buta Aksara 694 3,87 479 5,87

2. Tidak Tamat SD 1.751 9,76 1.661 20,36

3. Tamat SD/Sederajat 4.207 23,45 1.526 18,7

4. Tamat SLTP / Sederajat 3.908 21,78 1.528 18,73

5. Tamat SLTA / Sederajat 2.836 15,81 564 6,91

6. Akademi (D1-D3) 1.014 5,65 378 4,63

7. Strata satu (S1) 929 5,18 350 4,29

8. Belum Sekolah 2.601 14,5 1.673 20,51

Jumlah 17.941 100 8.159 100 Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat Daya, 2014

Tabel 4 menunjukkan bahwa jika dilihat dari tingkat pendidikan,

penduduk di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia masih dikategorikan

berpendidikan rendah karena jumlah penduduk yang paling besar

persentasenya adalah penduduk yang hanya duduk ditingkat SD/sederajat.

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani sangat berhubungan dengan pola

pikir dan tingkat adopsi penduduk terhadap teknologi baru.

4.2.2. Identitas Petani Responden

Untuk memperoleh informasi tentang usahatani dan diusahakannya,

maka identitas petani responden merupakan salah satu hal penting yang dapat

membantu kelancaran proses pengumpulan data pengkajian. Identitas petani

Page 31: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

31

responden yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

pengalaman berusahatani, dan luas lahan yang dimiliki oleh petani.

4.2.2.1 Umur

Umur responden sangat menentukan kemampuan fisik dalam bekerja dan

pola berpikir. Penduduk yang berumur muda mempunyai kemampuan besar dan

biasanya mempunyai pemikiran yang lebih inovatif dibandingkan dengan

penduduk yang lebih tua. Umur penduduk bervariasi antara satu penduduk

dengan penduduk lainnya. Tabel 5 menunjukkan identitas petani responden

berdasarkan kelompok umur pada pengkajian ini di Kecamatan Babahrot dan

Kecamatan Setia.

Tabel 5. Identitas Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia pada Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh.

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa rata-rata petani kakao di Kecamatan

Babahrot dan Kecamatan Setia berada pada usia yang produktif. Hal ini

menjelaskan bahwa distribusi umur dapat dipakai sebagai ukuran perbandingan

antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur <15 dan >64) dengan

banyaknya orang yang termasuk produktif secara ekonomi (15-64 tahun)

(Wirosuhardjo, 2004). Pada pengkajian ini umur petani responden yang

terendah yaitu 18 tahun sedangkan umur petani responden tertinggi yang

mengusahakan tanaman kakao adalah 65 tahun.

4.2.2.2 Tingkat Pendidikan Petani Responden

Tingkat pendidikan petani merupakan salah satu faktor penting dalam

pengelolaan usahatani. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seorang petani akan

berpengaruh terhadap cara penerimaan terhadap inovasi baru yang dianjurkan

No.

Umur (Thn)

Kecamatan Babahrot Kecamatan Setia

Jumlah responden (Orang)

% Jumlah responden (Orang)

%

1. <15 0 0 0 0

2. 15 – 64 30 100 29 97

3. >64 0 0 1 3

Jumlah 30 100 30 100

Page 32: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

32

guna meningkatkan produksi pertanian sekaligus meningkatkan taraf hidup

petani atau masyarakat. Identitas petani responden berdasarkan tingkat

pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Identitas Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia pada Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh.

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Tingkat pendidikan seorang petani akan mempengaruhi pola pikir petani

dalam mengelola usahataninya. Petani yang memiliki pendidikan yang

cukup,relatif lebih dinamis dan cepat menerima inovasi dan teknologi baru

disektor pertanian (Patong, 1986).

4.2.2.3 Luas Lahan Usahatani Petani Responden

Lahan merupakan salah satu faktor produksi, dimana luas lahan

usahatani akan mempengaruhi jumlah produksi tanaman yang dikelola. Pada

umumnya semakin luas lahan usahatani yang digarap, maka akan semakin besar

pula jumlah produksi yang akan dihasilkan. Besarnya produksi ini kemudian akan

mempengaruhi jumlah pendapatan yang nantinya akan diterima oleh petani.

Tabel berikut akan menunjukkan luas lahan usahatani kakao yang dimiliki oleh

responden.

No

Tingkat Pendidikan

Kecamatan Babahrot Kecamatan Setia

Jumlah responden (Orang)

% Jumlah responden

(Orang) %

1. Tidak Tamat SD 4 13.3 6 20

2. SD/Sederajat 6 20 9 30

3. SMP/Sederajat 8 26.7 7 23.3

4. SMA/Sederajat 10 33.3 8 26.6

5. D3 2 6.6 0 0

6. S1 0 0 0 0

Jumlah 30 100 30 100

Page 33: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

33

Tabel 7. Luas Lahan petani responden di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia pada Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh.

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Tabel 7 menunjukkan bahwa di Kecamatan Babahrot jumlah petani yang

memiliki lahan dengan luasan < 1 ha yaitu sebanyak 12 petani responden, petani

yang memiliki lahan dengan luasan sekitar 1-2 ha yaitu sebanyak 18 petani

responden, sedangkan jumlah petani yang memiliki lahan dengan kisaran luas

lahan > 2 ha yaitu sebanyak 2 petani responden. Sedangkan di Kecamatan Setia

kepemilikan lahan oleh petani responden dengan luasan < 1 ha yaitu sebanyak

18 petani responden, petani yang memiliki lahan dengan luasan sekitar 1-2 ha

yaitu sebanyak 14 petani responden, dan tidak ada petani responden yang

memiliki lahan dengan kisaran luas lahan > 2 ha. Ketersediaan lahan yang

dimiliki petani responden mendorong petani untuk berusaha mengoptimalkan

uasahataninya sehingga mampu meningkatkan produksi kakao.

4.2.3 Tingkat Adopsi Petani Terhadap Paket teknologi

a. Kecamatan Babahrot

Tingkat adopsi petani adalah suatu kondisi dimana teknologi diadopsi dan

dilaksanakan oleh petani. Tingkat adopsi paket teknologi oleh petani diukur

sebelum dan sesudah dilakukan sosialisasi dan demontrasi teknologi melalui

pelatihan teknologi budidayadan pasca panen kakao. Paket teknologi yang

dimaksudkan dalam kajian ini adalah paket teknologi kakao yaitu teknologi

budidaya kakao (pemupukan, pemangkasan, pengendalian OPTdan sambung

samping) dan teknologi pasca panen (panen/pemetikan, pengupasan,

fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan, sortasi biji dan

penyimpanan). Tingkat adopsi petani terhadap paket tekologi budidaya dan

pasca panen kakao di Kecamatan Babahrot, dapat dilihat pada Tabel…berikut :

No

Luas Lahan

Kecamatan Babahrot Kecamatan Setia

Jumlah responden (Orang)

% Jumlah responden (Orang)

%

1. < 1 12 40 16 53.3

2. 1-2 16 53.3 14 46.6

3. >2 2 6.6 0 0

Jumlah 30 100 30 100

Page 34: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

34

Tabel 8. Tingkat adopsi petani terhadap paket tekologi budidaya dan pasca panen kakao di Kecamatan Babahrot pada Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh.

Keterangan : Skor 3 = sesuai anjuran, Skor 2 = di bawah anjuran, Skor 1 = tidak melaksanakan.

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada komponen teknologi pemupukan,

tingkat adopsi inovasi teknologi sebelum dilakukan pelatihan teknik pemupukan

(jenis pupuk, dosis, waktu dan cara pemupukan) yaitu 22,5 % petani yang

melakukannya sesuai anjuran, 50 % petani yang melakukan di bawah anjuran

dan 27,5 % petani yang tidak melakukan teknologi pemupukan. Sedangkan

setelah dilakukan pelatihan teknik pemupukan, jumlah petani yang melakukan

sesuai anjuran yaitu 61,7 %, yang melakukan pemupukan di bawah anjuran

yaitu sebanyak 30,8 %, dan yang tidak melakukan pemupukan mengalami

penurunan sebesar 7,5 %. Berdasarkan kenyataan dilokasi pengkajian

menunjukkan bahwa pada umumnya petani tidak melaksanakan pemupukan

sesuai anjuran. Hal ini disebabkan oleh karena harga pupuk yang sangat mahal

sehingga produktivitas kakao tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh sebab

itu, petani sangat membutuhkan upaya pemerintah atau pihak terkait untuk

memberi perhatian yang lebih dengan memberikan upaya/program bantuan

berupa sarana produksi termasuk pupuk sehingga angka produktivitas kakao

dapat ditingkatkan.

Pada komponen teknologi pemangkasan (jenis pemangkasan, alat

pangkas, waktu pemangkasan pemeliharaan dan waktu pemangkasan produksi)

menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi sebelum dilakukan

pelatihan teknik pemangkasan yaitu 23,3 % petani melakukannya sesuai

anjuran, 43,3 % petani yang melakukan di bawah anjuran dan 33,3 % petani

tidak melakukan pemangkasan. Namun, setelah dilakukan pelatihan teknik

pemangkasan terjadi peningkatan jumlah petani yang melakukannya sesuai

No Inovasi Teknologi

Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi (%)

Sebelum Sesudah

Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 3 Skor 2 Skor 1

1. Pemupukan 22,5 50 27,5 30,8 61,7 7,5

2. Pemangkasan 23,3 43,3 33,3 55,0 35,8 9,2

3. Pengendalian HPT 21,1 32,2 32,8 55,0 22,2 6,1

4. Sambung samping 1,3 4,0 94,7 60,7 32,0 7,3

5. Panen dan Pasca Panen 7,9 48,8 43,3 55,5 33,0 11,5

Page 35: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

35

anjuran yaitu sebanyak 55 %, sebanyak 35,8 % petani yang melakukan di

bawah anjuran dan hanya 9,2 % yang tidak melakukan pemangkasan.

Pada komponen teknologi pengendalian HPT dan sanitasi (pengendalian

terhadap PBK, penanggulangan terhadap BBK, penggunaan insektisida, waktu

sanitasi dan cara sanitasi) menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi

sebelum dilakukan pelatihan teknologi pengendalian HPT dan sanitasi yaitu 21,1

% petani melakukannya sesuai anjuran, lalu 32,2 % petani yang melakukan di

bawah anjuran dan sebanyak 32,8 % petani tidak melakukan pemangkasan.

Namun, setelah dilakukan pelatihan teknologi pengendalian HPT dan sanitasi

terjadi peningkatan jumlah petani yang melakukannya sesuai anjuran yaitu

sebanyak 55 %, hanya 22,2 % petani yang melakukan di bawah anjuran dan

hanya 6,1 % yang tidak melakukan pemangkasan. Hasil di lapangan

menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani kakao terhadap pengendalian

organisme pengganggu tanaman masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan

karena kurangnya kesadaran petani untuk menjaga kebersihan di sekitar

lingkungan tanaman kakaonya, seperti masih terdapat banyak kulit/buah kakao

yang telah terserang hama berserekan disekitar tanaman kakao. Maka dari itu,

diperlukan upaya penyuluhan yang lebih intensif sehingga petani mampu

memahami dan melaksanakannya dilapangan.

Pada komponen teknologi sambung samping (alat sambung samping,

penyiapan batang bawah, pemilihan mata entres, pembuatan tapak sambungan

dan penyambungan) menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi

sebelum dilakukan pelatihan yaitu sebesar 1,3 % petani melakukannya sesuai

anjuran, sebanyak 4 % petani yang melakukan di bawah anjuran dan 94,7 %

petani tidak melakukan sambung samping pada tanaman kakao di lahan mereka.

Namun, setelah dilakukan pelatihan teknik sambung samping terjadi peningkatan

jumlah petani yang melakukannya sesuai anjuran yaitu sebanyak 60,7 %,

sebanyak 32 % petani yang melakukan di bawah anjuran dan hanya 7,3 % yang

tidak melakukan sambung samping untuk peremajaan tanaman kakao mereka.

Pada komponen teknologi panen dan pasca panen kakao (waktu panen,

alat panen, pembelahan, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan,

sortasi biji, pengarungan, penyimpanan, lama penyimpanan dan pemasaran)

menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi panen dan pasca panen

Page 36: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

36

kakao sebelum dilakukan pelatihan yaitu hanya 7,9 % petani melakukannya

sesuai anjuran, sebanyak 48,8 % petani yang melakukan di bawah anjuran dan

sebanyak 43,3 % petani tidak melakukan teknologi panen dan pasca panen

kakao. Namun, setelah dilakukan pelatihan jumlah petani yang melakukannya

sesuai anjuran yaitu sebanyak 55,5 %, hanya 33 % petani yang melakukan di

bawah anjuran dan 11,5 % yang tidak menerapkan teknologi panen dan pasca

panen kakao. Pada proses pasca panen dengan melakukan fermentasi jumlah

petani yang melakukannya sangat sedikit, hal ini menunjukkan bahwa adopsi

petani dalam fermentasi biji kakao masih tergolong sangat rendah. Rendahnya

adopsi petani terhadap fermentasi disebabkan oleh komponen dan tahapan kerja

dalam fermentasi masih sulit diterapkan oleh petani serta adanya tambahan

tenaga yang diperlukan sehingga menambah modal kerja, sementara tidak ada

perbedaan harga antara biji kakao yang terfermentasi dan tidak terfermentasi.

b. Kecamatan Setia

Tingkat adopsi petani terhadap paket tekologi budidaya dan pasca panen

kakao di Kecamatan Setia, dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

Tabel 9. Tingkat adopsi petani terhadap paket tekologi budidaya dan pasca panen kakao di Kecamatan Setia pada Kajian Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pascapanen Kakao di Provinsi Aceh.

Keterangan : Skor 3 = sesuai anjuran, Skor 2 = di bawah anjuran, Skor 1 = tidak melaksanakan.

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada komponen teknologi pemupukan(jenis

pupuk, dosis, waktu dan cara pemupukan), tingkat adopsi inovasi teknologi

sebelum dilakukan pelatihan teknik pemupukan yaitu 3,3 % petani yang

melakukannya sesuai anjuran, 12,5 % petani yang melakukan di bawah anjuran

dan 84,2 % petani yang tidak melakukan teknologi pemupukan. Sedangkan

setelah dilakukan pelatihan teknik pemupukan, jumlah petani yang melakukan

No Inovasi Teknologi

Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi (%)

Sebelum Sesudah

Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 3 Skor 2 Skor 1

1. Pemupukan 3,3 12,5 84,2 47,5 50,8 1,7

2. Pemangkasan 3,3 7,5 89,2 55,8 42,5 1,7

3. Pengendalian HPT 11,1 36,7 35,6 48,3 26,7 8,3

4. Sambung samping 0,0 4,0 96,0 57,3 29,3 13,3

5. Panen dan Pasca Panen 7,9 48,8 43,3 54,5 33,0 12,4

Page 37: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

37

sesuai anjuran yaitu 45,7 %, yang melakukan pemupukan di bawah anjuran

yaitu sebanyak 50,8 %, dan yang tidak melakukan pemupukan mengalami

penurunan sebesar 1,7 %. Berdasarkan hasil survey langsung di lapangan

menunjukkan bahwa pada umumnya petani tidak melaksanakan pemupukan

sesuai anjuran. Sama dengan petani di Kecamatan Babahrot, hal ini disebabkan

oleh karena harga pupuk yang sangat mahal sehingga produktivitas kakao tidak

sesuai dengan yang diharapkan. Oleh sebab itu, petani sangat membutuhkan

upaya pemerintah atau pihak terkait untuk memberi perhatian yang lebih dengan

memberikan upaya/program bantuan berupa sarana produksi termasuk pupuk

sehingga angka produktivitas kakao dapat ditingkatkan.

Pada komponen teknologi pemangkasan (jenis pemangkasan, alat

pangkas, waktu pemangkasan pemeliharaan dan waktu pemangkasan produksi)

menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi sebelum dilakukan

pelatihan teknik pemangkasan yaitu 3,3 % petani melakukannya sesuai anjuran,

7,5 % petani yang melakukan di bawah anjuran dan 89,2 % petani tidak

melakukan pemangkasan. Namun, setelah dilakukan pelatihan teknik

pemangkasan terjadi peningkatan jumlah petani yang melakukannya sesuai

anjuran yaitu sebanyak 55,8 %, sebanyak 42,5 % petani yang melakukan di

bawah anjuran dan hanya 1,7 % yang tidak melakukan pemangkasan.

Pada komponen teknologi pengendalian HPT dan sanitasi (pengendalian

terhadap PBK, penanggulangan terhadap BBK, penggunaan insektisida, waktu

sanitasi dan cara sanitasi) menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi

sebelum dilakukan pelatihan teknologi pengendalian HPT dan sanitasi yaitu 11,1

% petani melakukannya sesuai anjuran, lalu 36,7 % petani yang melakukan di

bawah anjuran dan sebanyak 35,6 % petani tidak melakukan pemangkasan.

Namun, setelah dilakukan pelatihan teknologi pengendalian HPT dan sanitasi

terjadi peningkatan jumlah petani yang melakukannya sesuai anjuran yaitu

sebanyak 48,3 %, 26,7 % petani yang melakukan di bawah anjuran dan hanya

8,3 % yang tidak melakukan pemangkasan.

Pada komponen teknologi sambung samping (alat sambung samping,

penyiapan batang bawah, pemilihan mata entres, pembuatan tapak sambungan

dan penyambungan) menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi

sebelum dilakukan pelatihan yaitu tidak ada petani yang melakukansambung

Page 38: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

38

samping sesuai anjuran (0 %), sebanyak 4 % petani yang melakukan di bawah

anjuran dan 96,0 % petani tidak melakukan sambung samping pada tanaman

kakao di lahan mereka. Namun, setelah dilakukan pelatihan teknik sambung

samping terjadi peningkatan jumlah petani yang melakukannya sesuai anjuran

yaitu sebanyak 57,3 %, sebanyak 29,3 % petani yang melakukan di bawah

anjuran dan hanya 13,3 % yang tidak melakukan sambung samping untuk

peremajaan tanaman kakao mereka.

Pada komponen teknologi panen dan pasca panen kakao (waktu panen,

alat panen, pembelahan, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan,

sortasi biji, pengarungan, penyimpanan, lama penyimpanan dan pemasaran)

menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi panen dan pasca panen

kakao sebelum dilakukan pelatihan yaitu hanya 7,9 % petani melakukannya

sesuai anjuran, sebanyak 48,8 % petani yang melakukan di bawah anjuran dan

sebanyak 43,3 % petani tidak melakukan teknologi panen dan pasca panen

kakao. Namun, setelah dilakukan pelatihan jumlah petani yang melakukannya

sesuai anjuran yaitu sebanyak 54,5 %, hanya 33 % petani yang melakukan di

bawah anjuran dan 12,4 % yang tidak menerapkan teknologi panen dan pasca

panen kakao.

4.2.4 Produktivitas tanaman kakao

Produktivitas tanaman kakao di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan

Setia sebelum dan setelah dilakukan pengkajian dapat dilihat pada Tabel 9

dibawah ini :

Tabel 10. Produktivitas tanaman kakao di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan

Setia sebelum dan setelah dilakukan pengkajian.

No Kecamatan Produktivitas (kg/ha/thn)

Sebelum Sesudah

1. Babahrot

Kisaran produktivitas 55 - 450 115 - 750

Rata-rata produktivitas 197.5 317.5

Page 39: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

39

2. Setia

Kisaran produktivitas 40 - 375 75 - 550

Rata-rata produktivitas 167.5 237.5

Dari Tabel 10 di atas terlihat bahwa sebelum dan sesudah penelitian

terjadi peningkatan produktivitas tanaman kakao, baik di Kecamatan Babahrot

maupun di Kecamatan Setia. Produktivitas tanaman kakao sebelum penelitian di

Kecamatan Babahrot berkisar antara 55 s/d 450 kg/ha/th dengan rataan

produktivitas 197.5 kg/ha/th sedangkan setelah dilakukan penelitian menjadi 115

s/d 750 kg/ha/th dengan rata-rata produktivitas 317.5 kg/ha/th. Sedangkan

produktivitas tanaman kakao sebelum penelitian di Kecamatan Setia berkisar

antara 40 s/d 375 kg/ha/th dengan rataan produktivitas 167.5 kg/ha/th

sedangkan setelah dilakukan penelitian menjadi 75 s/d 550 kg/ha/th dengan

rata-rata produktivitas 237.5 kg/ha/th. Hal ini menunjukkan bahwa adopsi inovasi

teknologi budidaya kakao oleh petani telah menyebabkan meningkatnya produksi

tanaman kakao petani. Kakao adalah tanaman manja yang membutuhkan

perawatan intensif sehingga dapat berproduksi optimal.

4.2.5 Analisis Usahatani Tanaman Kakao

Hasil analisis usahatani budidaya tanaman kakao di Kecamatan Babahrot

dan Kecamatan Setia dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini :

Tabel 11. Analisis usahatani budidaya kakao di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Setia (per ha/th)

Uraian

Kecamatan Babahrot Kecamatan Setia

Volume Harga

(Rp)

Jumlah

(Rp) Volume

Harga

(Rp)

Jumlah

(Rp)

I. Saprodi

Pupuk Urea 220 kg 3.500 770.000 220 kg 3.500 770.000

Pupuk KCl 180 kg 3.500 630.000 180 kg 3.500 630.000

Pupuk SP-36 170 kg 3.500 595.000 170 kg 3.500 595.000

Page 40: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

40

Fungisida 5 liter 200.000 1.000.000 5 liter 200.000 1.000.000

Insektisida 10 liter 20.000 200.000 10 liter 20.000 200.000

II. Gaji Upah

Pemangkasan 15 OH 75.000 1.125.000 15 OH 65.000 975.000

Pemupukan 8 OH 75.000 600.000 8 OH 65.000 520.000

Pengendalian OPT 30 OH 75.000 2.250.000 30 OH 65.000 1.950.000

Sanitasi 15 OH 75.000 1.125.000 15 OH 65.000 1.125.000

Panen 35 OH 75.000 2.625.000 35 OH 65.000 975.000

Pasca panen 28 OH 75.000 2.100.000 28 OH 65.000 1.820.000

Total Biaya Produksi

13.020.000 10.560.000

Produksi (Hasil) 750 kg 23.500 17.625.000 550 kg 23.500 12.925.000

Keuntungan 4.605.000 2.365.000

Dari Tabel 11 di atas terlihat bahwa keuntungan yang diterima petani

kakao di Kecamatan Babahrot (Rp. 17.625.000) lebih tinggi dibandingkan

dengan keuntungan diterima petani di Kecamatan Setia sebesar Rp. 12.925.000.

Keuntungan terbesar yang diterima oleh petani di Kecamatan Babahrot

disebabkan karena hasil yang didapatkan lebih tinggi dari hasil yang didapatkan

petani di Kecamatan Setia. Keuntungan diterima oleh petani di Kecamatan

Babahrot bisa lebih tinggi lagi bila biji kakao fermentasi harganya lebih tinggi

dibandingkan biji kakao non fermentasi.

4.3. Kegiatan Temu Lapang dan Pelatihan

Dalam upaya meningkatkan produktifitas tanaman kakao secara optimal

dan ekonomi masyarakat di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh melaksanakan pelatihan dan temu

lapang kegiatan percepatan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pascapanen

kakao kepada petani. Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk meningkatkan adopsi

inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao di Aceh, meningkatkan

produktivitas tanaman kakao di Aceh, dan Meningkatkan mutu biji kakao yang

dihasilkan petani sesuai dengan Standar Mutu Nasional (SNI).

Menurut data statistik perkebunan tahun 2014, luas areal penanaman

kakao di kabupaten Aceh Barat Daya seluas 3700 ha yang tersebar di 9

Page 41: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

41

kecamatan dan kecamatan Babah Rot yang paling luas penanamannya yaitu

mencapai 1549 ha dengan rata-rata produktivitas mencapai 739 kg/ha/tahun.

Kegiatan pelatihan ini dilakukan pada tanggal 28-29 April 2015 yang

dilaksanakan di 2 (dua) lokasi yaitu Desa Alue Jerjak Kecamatan Babahrot dan

Desa Rambong Kecamatan Setia. Pelatihan ini melibatkan kelompok tani Lhok

Sawang di Kecamatan Babahrot dengan anggota kelompok 25 orang dan

kelompok tani Batee Rayeuk di Kecamatan Setia dengan anggota kelompok 45

orang. Dengan adanya pelatihan dan temu lapang ini, diharapkan agar para

petani dapat mengerti tentang tatacara pembudidayaan kakao, baik cara

pemupukan, pemangkasan bahkan cara pengendalian penyakit pada tanaman

kakao.

Page 42: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka

dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut :

- Kegiatan ini telah dapat meningkatkan adopsi inovasi teknologi budidaya

dan pasca panen kakao dari 18.21 % menjadi 62.45 % di Kecamatan

Babahrot dan dari 15.38 % menjadi 55.88 % di Kecamatan Setia Kab.

Aceh Barat Daya

- Peningkatan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao

mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas kakao dari 197.5

kg/ha/th menjadi 317.5 kg/ha/tahun di Kecamatan Babahrot dan dari

167.5 kg/ha/tahun menjadi 237.5 kg/ha/ tahun di Kecamatan Setia Kab.

Aceh Barat Daya setelah dilakukan pengkajian.

Saran

Dalam upaya peningkatan produksi kakao di Provinsi Aceh perlu dilakukan

percepatan adopsi inovasi teknologi melalui pola/model Diseminasi Multi Channel

(DMC) dengan demplot dan Seko lah Lapang(SL) budidaya dan pascapanen

kakao pada setiap kecamatan daerah pengembangan kakao.

Page 43: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

43

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Budidaya Kakao Klonal Plagiotrop. Diakses tanggal 20 April 2015.

Badan Pusat Statistik, 2014 Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis

Tanaman di Indonesia. Jakarta: BPS Indonesia.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Aceh. 2012. Pengembangan

kakao di Aceh. Makalah disampaikan pada Acara Duek Pakat Forum

Kakao Aceh di Asrama Haji Banada Aceh.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Gambaran Umum Gerakan Peningkatan

Produksi dan Mutu Kakao Nasional (2009-2011). Leaflet. Departemen

Pertanian RI.

Kementrian Pertanian. 2013. Luas Areal Tanaman Kakao Menurut Propinsi di

Seluruh Indonesia. Jakarta.

Lubis, S. N. 2000. Adopsi Teknologi dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya.

USU Press. Medan

Manti I. 2009. Jenis dan Tingkat Serangan Penyakit Busuk Buah Kakao di

Kabupaten Padang Pariaman. http//sumbar.litbang.

deptan.go.id/ind/index .[16 Juni 2015].

Mosher, AT., 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna.

Jakarta.

Nitisemito, Alex. 1982. Strategi Pembangunan Masyarakat. LP3ES. Jakarta.

Siregar, T.H.S., S. Riyadi., dan L. Nuraeni., 1989. Budidaya, Pengolahan dan

Pemasaran Hasil. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soenaryo, 1983. Upaya Meningkatkan Produksi Cacao. Penerbit Erlangga.

Jakarta.

Sudjana. 1996. Teknik Analisis Regresi Dan Korelasi. Tarsito: Bandung.

Sunanto Hatta, 1992. Coklat, Budidaya, Pengelolaan Hasil dan Aspek

Ekonominya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Suryani, D dan Zulfebriansyah, 2007. Komoditas Kakao : Potret Dan Peluang

Pembiayaan. Economic Review No. 210 Desember 2007

Tambunan, E. R. 2009. Respon pertumbuhan bibit kakao (theobroma cacao L.)

pada media tumbuh sub soil dengan aplikasi kompos

limbah pertanian dan pupuk anorganik.Tesis. Fakultas Pertanian.

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Wirosuhardjo, K. 2004. Dasar-dasar Demografi. FEUI, Jakarta

Page 44: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

44

Lampiran 1.

DAFTAR PERSONALIA

No Nama Lengkap Pendidikan Disiplin Ilmu Jabatan

Fungsional Waktu

1. Fenty Ferayanti,SP S1 HPT Peneliti Muda 30

2. Ir. T. Iskandar, M.Si S2 HPT Penyuluh Madya 10

3. Idawanni,SP S1 Agronomi Peneliti Muda 20

4. Ir. Nurbaiti, M.Si S2 Ilmu Tanah Penyuluh Pertama 10

5. Firdaus, SP. M.Si S2 HPT Penyuluh Muda 10

6. Sarianto SPMA SPMA Teknisi 10

Page 45: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

45

Lampiran 2

ANALISIS RESIKO

A. Daftar Risiko

No Risiko Penyebab Dampak

1. Adopsi inovasi teknologi

budidaya kakao oleh

petani kurang berhasil

Implementasi SDMC

terkendala

Produktivitas kakao

rendah, kesejahteraan

petani tdk meningkat

B. Daftar Penanganan Risiko

No Risiko Penyebab Penanganan Risiko

1. Adopsi inovasi teknologi

budidaya kakao oleh petani

kurang berhasil

Implementasi

SDMC terkendala

Perlu dilkukan langkah

pengembangan

penerapan model SDMC

dengan internalisasi,

sosialisasi, dan advokasi

Page 46: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

46

Lampiran 3

FOTO – FOTO KEGIATAN

Page 47: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

47

Page 48: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

48

Page 49: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

49

Page 50: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

50

Page 51: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

51

Page 52: LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI ...nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/04-Isi.pdf · 1 laporan hasil kegiatan kajian percepatan adopsi inovasi teknologi

52