Upload
rifkirmdhon
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
LATAR BELAKANG
Pemilihan Umum Kepala Daerah atau yang biasa disebut Pilkada merupakan agenda
penting bagi setiap daerah bahkan saat ini menjadi agenda yang ditunggu-tunggu oleh
masyarakat. Pilkada merupakan momentum bagi penyelenggaraan sebuah demokrasi di tingkat
lokal. Pada tahun 2015 merupakan kontestasi pemilihan kepala daerah dimana konsep yang
digunakan adalah dilaksanakan serentak di 269 daerah baik provinsi, kota maupun kabupaten.1
Perubahan mekanisme pilkada yang sebelumnya tidak langsung menjadi langsung merupakan
ruang terbuka bagi seluruh warga negara untuk dapat berpartisipasi dalam politik. Partisipasi
Politik tersebut tidak hanya berjalan dalam bentuk pemberian hak suara, melainkan dengan
adanya antusianisme warga untuk mendaftarkan diri sebagai kontestan di Pilkada.
Jika kita mencermati prosedur maupun proses pemilihan di dalam Pilkada secara langsung,
kita dapat menggambarkan Kontestasi Pilkada ibarat balapan mobil. Pasangan calon kepala
daerah itu memungkinkan memenangkan pemilukada secara langsung manakala memiliki tiga
kombinasi di dalam kendaraan, yakni adanya mobil yang baik, pengemudi yang handal dan
bensin yang memadai. Jika kita lihat dalam Kontestasi Pilkada maka ketiga hal itu bisa kita lihat
dalam sebuah modal yaitu modal politik (political capital), modal sosial (social capital) dan
modal ekonomi (economy capital). Ketiga modal ini dapat mempengaruhi seorang kandidat
dalam memperoleh dukungan dari masyarakat. Semakin besar akumulasi modal yang dimiliki
oleh seorang kandidat maka semakin besar pula dukungan yang diperoleh.2
Pilkada merupakan arena kontestasi politik dengan kompetisi antar pasangan kandidat
dan pemenangan ditentukan dengan suara terbanyak oleh pemilih. Kompetisi yang terjadi
dipengaruhi oleh kapasitas figur masing-masing pasangan calon kandidat dan pemenangan
ditentukan dengan oleh suara terbanyak oleh pemilih. Kompetisi yang terjadi saat ini dipengaruhi
oleh kapasitas figur masing-masing pasangan calon kandidat artinya meskipun aturan pencalonan
minimal 15% kursi atau suara hasil legislatif3 tetapi kompetisi yang terjadi bukanlah persaingan 1 Detik “Daftar Daerah yang akan laksanakan Pilkada” diakses melalui http://news.detik.com/berita/2741477/daftar-daerah-yang-akan-laksanakan-pilkada-serentak-2015/2 hari minggu 29 mei 2016 pukul 19.052 Kacung Marijan, 2006, Demokratisasi di Daerah, Pelajaran dari Pilkada Secara Langsung, Surabaya: Pustaka Eureka Hal 893 Ketentuan dalam pasal 59 ayat 2 Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa “Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi suara sah dalam pemilihan umum
antar partai namun lebih menonjol yaitu figur kandidat seperti ketokohan, popularitas dan
moralitas, latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Hal ini menjadi sangat penting dalam sebuah
kontestasi dalam Pilkada dimana seseorang hanya dengan mengandalkan popularitas dan figur
mampu bersaing dalam Pilkada. Modal tersebut merupakan modal sosial berupa kepercayaan
dari masyarakat dengan figur atau ketokohan calon pasangan dalam Pilkada.
Modalitas dalam kontestasi politik selain dari figure kandidat juga sangat ditentukan
dengan adanya modal politik dan ekonomi. Dalam modal politik menunjukkan bahwa dari fungsi
partai politik juga tidak terlepas sebagai pintu masuk bagi calon terutama bukan kader partai
politik. Namun ada hal perlu diperhatikan partai politik dalam perlu mempertimbangan beberapa
hal yakni, kualitas kandidat, popularitas kandidat, kompetensi kandidat, kapabilitas kandidat,
termasuk di dalamnya adalah moralitas kandidat yang diusung partai politik.4 Mencermati
beberapa aspek tersebut maka dekomrasi prosedural melalui cara Pilkada dengan memilih orang
menempatkan figur sebagai pertimbangan utama dalam menentukan pilihan calon kepala daerah
oleh pemilih. Dengan kata lain bahwa modalitas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, karena saling berkaitan satu sama lain.
Salah satu kabupaten di Indonesia yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2015 adalah
Kabupaten Trenggalek. Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Trenggalek
ditetapkan secara serentak yang akan dilaksanakan untuk pemungutan suara pada tanggal 5
Desember 2015. Pilkada tersebut diikuti oleh 2 Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
antara lain:
1. Kholiq SH., M.Si dan Priyo Handoko SH
2. Dr. Emil Elistianto M.Sc dan Mochamad Nur Arifin
Arena kontestasi Pilkada Kabupaten Trenggalek terdapat pasangan yang menjadi
perhatian dimana adanya sirkulasi elit dari pasangan dan dukungan koalisi partai. Perolehan
suara yang sangat signifikan terlihat begitu jelas dalam Pilkada Kabupaten Trenggalek dimana
anggota DPRD.4 Sahdan, Gregorius dan Muhtar Haboddin, 2009, Evaluasi Kritis Penyelenggaraan Pilkada Di Indonesia, Yogyakarta: IPD Hal. 86
pasangan Emil-Arifin mendapatkan perolehan suara 292.248 dan Kholiq-Priyo medapatkan
perolehan suara 90.800.5
Kemenangan Emil-Arifin dalam Pilkada Kab. Trenggalek ini tidak semata-mata melalui
“jalan pintas” akan tetapi melalui banyak tahapan dengan menggunakan modal-modal yang
mereka miliki. Menarik untuk mencermati dua figur tersebut dalam Pilkada Kab. Trenggalek
dengan meilihat modal-modal dalam mengikuti kontestasi Pilkada. Untuk itulah tulisan ini akan
mencari modal-modal apa saja yang dimiliki oleh Pasangan tersebut dalam mengikuti Kontestasi
Pilkada Trenggalek.
KERANGKA TEORI
Modalitas dalam Kontestasi Politik
Pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan proses demokrasi ditingkat lokal yang ada
di Indonesia. Dalam proses demokrasi semua warga negara berhak memiliki kesempatan yang
sama baik untuk dipilih maupun memilih. Tetapi, didalam tataran empiris kesempatan itu
sebenarnya berbeda antara satu dengan orang lain karena modal yang dimiliki setiap orang dalam
kontestasi Pilkada. Didalam proses pilkada sebagai arena kontestasi politik dengan memilih antar
kandidat, maka memungkinkan yang akan memenangkan pilkada yang memiliki modalitas
terbangun. Pierre Bourdieu (1986), dalam bukunya The Forms of Capital membedakan tiga
bentuk modal yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Menurut Bourdieu (1986),
definisi modal sangat luas dan mencakup hal-hal material (yang dapat memiliki nilai simbolik),
serta modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi).
modal budaya dapat mencakup rentangan luas properti, seperti seni, pendidikan, dan bentuk-
bentuk bahasa. Bagi Bourdieu, modal berperan sebagai relasi sosial yang terdapat di dalam suatu
sistem pertukaran, dan istilah ini diperluas pada segala bentuk barang baik materiil maupun
simbol, tanpa perbedaan yang mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu yang jarang dan layak
untuk dicari dalam sebuah formasi sosial tertentu.
Modal harus ada dalam sebuah ranah, agar ranah tersebut dapat memiliki arti. Namun, hal
itu juga dapat dijelaskan pada tingkat yang lain dengan menggunakan rumusan generatif.
5 Keputusan KPU No. 92/Kpts/KPU.Kab-014 329914/2015 pada 16 Desember 2015 pudul 12.35 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek Tahun 2015.
Penjelasan seperti ini sedikit bersifat artifisial namun bermanfaat. Keterkaitan antara ranah,
habitus, modal bersifat langsung. Nilai yang diberikan modal dihubungkan dengan berbagai
karakteristik sosial dan kultural habitus. Ranah dikitari oleh relasi kekuasaan objektif yang
memiliki basis material. Jenis-jenis modal yang dikenali dalam ranah-ranah tertentu dan yang
digabungkan ke dalam habitus, sebagian juga dihasilkan oleh basis material tersebut. Modal juga
dipandang Bourdieu sebagai basis dominasi. Beragam jenis modal dapat ditukar dengan jenis-
jenis modal lainnya. Yang artinya modal bersifat dapat ditukar. Penukaran paling hebat yang
telah dibuat adalah penukaran pada modal simbolik, sebab dalam bentuk inilah modal yang
berbeda dipersepsi dan dikenali sebagai sesuatu yang legitimate. Agar dipandang sebagai
seseorang atau kelas yang berstatus dan mempunyai prestise, berarti ia harus diterima sebagai
sesuatu yang legitimate.
Modal utama yang harus dimiliki para kandidat yang hendak mengikuti kontestasi dalam
pilkada yaitu modal politik, modal sosial dan modal ekonomi. Dalam menetapkan strategi
pemenangan pemilukada tidak hanya menyesuaikan kondisi pemilukada itu sendiri dan arena
kompetisi tetapi juga termasuk modalitas kandidat baik itu modalitas politik, sosial dan ekonomi.
Modalitas saling berkaitan dan sangat menentukan pemenangan, karena itu modalitas yang harus
dimiliki kandidat dalam mengikuti kontestasi politik yaitu tidak hanya modal sosial kandidat
tetapi juga berupa dukungan politik dan ekonomi, aktor-aktor sosial politik dan ekonomi. Dalam
penelitian ini terfokus pada teori modal politik, modal sosial dan modal ekonomi. Ketiga modal
tersebut memiliki porsi penguraian teoritik yang kuat dan mendalam. Modalitas dalam kontestasi
politik adalah modalitas selain peran figur juga dan sangat ditentukan oleh peran dukungan
politik dan ekonomi serta aktor-aktor sosial dan ekonomi untuk memenngkan pilkada. Berikut 3
(tiga) modalitas yang harus dimiliki kandidat yang hendak mengikuti kontestasi politik dalam
pilkada, sebagai berikut:
1. Modal Politik
Kandidat dalam pilkada memerlukan dukungan politik dari partai politik untuk diusung
sebagai calon dari partai tersebut. Partai politik adalah organisasi politik yang mengajukan
kandidat dalam pilkada dan sebagai wadah untuk mengisi jabatan politik dipemerintahan.
Sedangkan pemilu merupakan suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan
mewakili rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan. Kandidat akan berusaha untuk untuk
menggalang koalisi partai politik untuk mendapaktan kursi dan suara di DPRD hasi pemilu
legislatif. Walaupun demikian partai politik sebagai alat memobilisasi dukungan relatif kecil
sehingga kandidat yang ingin memenangkan pilkada harus sebanyak mungkin memanfaatkan
jaringan organisasi politik untuk memperoleh dukungan politik karena kompetensi lebih
menonjol terhadap pengaruh figur kandidat.
Pengertian modal politik dalam ilmu sosial memang masih terus dipertajam dan publikasi
menganai modal politik jauh lebih sedikit dibandingkan modal simbolik (symbolic capital),
modal sosial (social capital), modal budaya (cultural capital) maupun modal ekonomi (economic
capital). Modal politik sebagaimana disampaikan oleh Casey mendefiniskan modal politik
sebagai pendayagunaan keseluruhan jenis modal yang dimiliki seorang pelaku politik atau
lembaga politik untuk menghasilkan tindakan politik yang menguntungkan dan memperkuat
posisi politik atau lembaga politik yang bersangkutan.6 Selanjutnya casey memaknai modal
simbolik dalam hubungan dengan dinamika politik dapat dipahami sebagai besaran legitimasi,
reputasi dan tingkat penghormatan yang diperoleh oleh pelaku-pelaku politik ataupun lembaga-
lembaga politik akibat tindakan-tindakan politik yang dilakukannya.7 Ahli politik J.A Booth dan
P.B Richard mengartikan modal politik sebagai aktiitas warga negara untuk mencapai
kekuasaan dan demokrasi.8 A.Hick dan J.Misra mengatakan modal politik merupakan berbagai
fokus pemeberian kekuasaan/sumber daya untuk merealisasikan hal-hal yang dapat mewujudkan
kepentingan.9 Intinya modal politik adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang yang kemudian
dioperasikan atau dikontribusikan terhadap keberhasilan kontestasinya dalam proses politik
yaitu pemilihan umum.
Pemilu merupakan arena untuk melakukan mekanisme sirkulasi elit dalam mengisi
jabatan-jabatan politik di pemerintahan. Elit di dalam politik harus memiliki keunggulan-
keunggulan. Jika melihat prosentase kandidat yang diusung dan didukung oleh parpol (koalisi
partai) baik dari hasil kursi atau hasil suara dari pemilu legislatif masing-masing pasangan
kandidat berbeda bahkan ada pasangan kandidat tertentu mendapatkan dukungan suara parpol
sangat besar atau lebih dominan. Namun meskipun kandidat yang diusung oleh suara partai
6 Sudirman Nasir, SBY antara modal politik dan modal simbolik, dalam http://pemilu.liputan6.com/29/9/2011/SBY-antara-modal-politik-dan-modal-simbolik diunduh pada tanggal 20 Mei 2016, pukul 15.007 Ibid8 _____, Konversi Modal Sosial menuju Modal politik, Depok: Universitas Indonesia. Hlm 29 Ibid
lebih besar belum tentu otomatis dapat memenangkan pilkada secara langsung, karena itu dalam
pilkada pengaruh figur lebih besar dan kompetisi antar partai (koalisi parpol) tidak terlalu
menonjol. Peran figur kandidat dipandang sangat menentukan karena Pemilukada sebagai arena
kontestasi tidak terdapat kontestasi yang kuat antar partai melainkan antar kandidat. Selain
dukungan kandidat dari parpol, kandidat juga harus berusaha sebanyak mungkin memperoleh
dukungan dari kekuatan-kekuatan non-politik seperti organisasi keagamaan, pemuda, profesi
dan lainnya.10 Dalam konteks lokal (daerah) banyak terdapat elit-elit yang menduduki jabatan
politik dan jabatan-jabatan strategis yang mempunyai peran penting dan pengaruh terhadap
kelompok dan masyarakat di daerah tersebut. Menurut. Nurhasim,dkk Elit politik dalam konteks
lokal yaitu :
“Elit Politik Lokal adalah mereka yang memiliki jabatan politik tinggi di tingkat lokal yang membuat dan menjalankan kebijakan politik. Elit politiknya seperti Gubernur, Bupati, Walikota, Ketua DPRD, Anggota DPRD, maupun pemimpin-pemimpin partai yang ada di tingkat daerah. Elit Non-Politik Lokal adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non politik ini seperti elit keagamaan, elit organisasi masyarakat, kepemudaan, profesi dan lain sebagainya”11
Kandidat memerlukan selain dukungan partai politik,juga dukungan elit-elit politik lokal
dan elit politik tersebut memiliki peran yang menonjol dalam politik dan bidang lain serta
memiliki pengaruh yang besar dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki calon kepala
daerah, dan kandidat juga harus memiliki kapasitas pribadi yang berkualitas, seperti kedudukan
di partai politik dengan melihat posisi strategis dalam struktur jabatan di partai politik dan
pemerintahan. Modal politik yaitu dukungan politik berupa dukungan Partai Politik (koalisi
partai) dan dukungan elit-elit politik lokal dari organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan
untuk pemenangan pilkada.
2. Modal Sosial
Latar belakang sosial yang dimiliki calon bisa dicermati seperti, tingkat pendidikan,
pekerjaan awal, ketokohannya di dalam masyarakat (tokoh agama, adat, organisasi kepemudaan,
profesi dan lain sebagainya) merupakan Modal sosial yang harus dimiliki kandidat berkaitan
10 Haryanto, 2005, Kekuasaan Elit (suatu bahasan pengantar, Yogyakarta: JIP UGM, hal 72.11 Nurhasim, Moch, dkk 2003, Konflik antar Elit Politik Lokal dalam Pemilihan Kepala Daerah, Pusat Penelitian Politik (P2P) Jakarta: LIPI, hal 8.
dengan membangun relasi dan kepercayaan dari masyarakat bahwa kekuasaan juga diperoleh
karena kepercayaan.12 Kepercayaan digunakan untuk memperoleh kedudukan merupakan
seseorang atau sekelompok orang yang memang dapat dipercaya atas dasar kepercayaan
masyarakat. Jika kekuasaan dilanggar, maka masyarakat dengan mudah tidak percaya lagi
kepada pemegang kekuasaan. Pengaruh ketokohan dan popularitas, latar belakang pendidikan
dan pekerjaan kandidat menentukan pemenangan pemilukada, karena untuk membangun relasi
dan kepercayaan dari masyarakat kandidat harus memiliki pengaruh tersebut.
Pandangan para pakar dalam mendefinisikan modal sosial di baagi dalam dua kelompok.
Pertama menekankan pada jariingan hubungan sosial (sosial network), sedangakan kelompok
kedua lebih menekankan pada karakteristik yang melekat (embedded) pada diri individu
manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial.13 Sejumlah ahli menyampaikan pandangan
berbeda tentang modal sosial tetapi memiliki korelasi seperti diolah Mefi Hermawati yang dapat
dicermati sebagai berikut:14
Robert Putnam (1993): modal sosial adalah suatu mutual trust antara anggota
masyarakat dan masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial didefinisikan sebagai
institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma (norms), dan
kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong kepada sebuah kolaborasi sosial
(koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama. Pendapat ini mengandung
pengertian diperlukan ikatan/jaringan sosial yang ada dalam masyarakat, dan norma
yang mendorong produktivitas. Putman juga melonggarkan makna asosiasi horisontal,
tidak hanya yang memberi desireable outcome (hasl pendapatan yang diharapkan)
melainkan juga undesirable outcome (hasil tambahan).
Pierre Bourdieu (1970), mendefinisikan modal sosial sebagai “sumber daya aktual dan
potensial yang dimiliki seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta
berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau
dengan kata lain : keanggotaan dalam kelompok sosial yang memberikan kepada
anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif”. Bourdieu juga menegaskan modal
12 Ibid13 Jamaluddin Ancok, “Modal Sosial, dan Kualitas Masyarakat”, Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM Yogyakarta, tanggal 3 Mei 2003.14 Mefi Hermawanti, “Penguatan dan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Adat”, Laporan Need Assesment Pemberdayaan Masyarakat Adat di Nusa Tenggara timur, IRE Yogyakarta, 2002.
sosial sebagai sesuatu yang berhubungan satu dengan yang lain, baik ekonomi,
budaya, maupun bentuk-bentuk social capital (modal sosial) berupa insitusi lokal atau
kekayaan sumber daya alam. Pendapatnya menegaskan tentang modal sosial mengacu
pada keuntungan dan kesempatan yang didapatkan seseorang di dalam masyarakat
melalui keanggotaannya dalam entitas sosial tertentu (paguyuban, kelompok arisan,
asosiasi tertentu).
James Coleman (1999) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu yang memiliki dua
ciri, yaitu merupakan aspek dari struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu
dalam struktur sosial tersebut. Dalam pengertian ini, bentuk-bentuk modal sosial
berupa kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif,
hubungan otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan secara tepat dan
melahirkan kontrak sosial. Coleman membagi dua kubu, yaitu sosiologis dan ekonom
yang masing-masing berbeda ketika melihat modal sosial sebagai entitas dalam ruang
partisipasi publik.
Modal sosial yaitu dukungan figur kandidat karena ketokohan sehingga adanya
kepercayaan dari masyarakat menciptakan interaksi sosial dan adanya jaringan-jaringan yang
mendukung.
3. Modal Ekonomi
Dalam pemilukada tentu setiap kandidat dalam mempersiapkan dan menghadapi
kontestasi perlu modalitas ekonomi atau dana politik yang tidak sedikit, karena berkaitan
dengan pembiayaan yang besar atau berdasarkan penggunaan dana politik itu sendiri.Pengertian
modal ekonomi berangkat dari pemahaman terhadap benda yang memiliki nilai ekonomis yang
disimbolkan dengan uang/mata uang. Dalam perspektif ekonomi, modal bisa pula berupa
investasi yang diberikan seseorang pada pihak lain, kemudian dipertukarkan dengan keuntungan
berupa barang atau uang/jasa politik. Modal ekonomi memiliki makna penting sebagai
“penggerak” dan “pelumas” mesin politik yang dipakai. Didalam musim kampanye misalnya
membutuhkan uang yang besar untuk membiayai berbagai kebutuhan seperti mencetak poster,
spanduk, membayar iklan, dan berbagai kebutuhan yang lainnya. Bahkan modal ekonomi dapat
menjadi prasyarat utama ketika calon itu bukan berasal dari partai yang dicalonkannya.
Para ekonom telah lama berbicara mengenai modal (capital) ini, khususnya modal
ekonomi atau finansial (financial capital). Modal financial adalah sejumlah uang yang dapat
dipergunakan unttuk membeli fasiitas dan alat-alat produksi prusahaan (misalnya pabrik, mesin,
alat kantor, kendaraan) atau sejumlah uang yang dapat dikumpul atau ditabung untuk inestasi di
masa depan. Konsep modal seperti ini relatif mudah dipahami oleh orang awam sekalipun,
karena membelanjakan atau menginvestasikan uang merupakan bagian kehidupan sehari-hari
manusia dan melibatkan pemikiran yang jelas. Modal financial juga mudah untuk diukur. Uang
dapat dihitung, karena jumlah uang yang dibelanjakan dapat diidentifikasi dengan barang yang
dibeli.15 Menurut Sahdan dan Haboddin bahwa Proses politik pilkada membutuhkan
biaya/ongkos yang sangat mahal. Hal ini menyebabkan tantangan bagi proses perkembangan
demokrasi lokal, karena kandidat yang bertarung adalah para pemilik uang/modal yang besar.
Mahalnya ongkos pilkada dapat disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: 16
a. Pasangan calon kepala daerah yang akan bertarung diharuskan membeli partai politik
sebagai kendaraan politik. Partai politik yang akan dijadikan kendaraan dalam pilkada
mengharuskan pasangan calon untuk menyetor danaa sumbangan hingga miliaran
rupiah.
b. Model kampanye politik yang dilakukan oleh pasangan calon membutuhkan banyak
biaya. Misalnya, buat poster, pemasangan iklan di media massa baik cetak maupun
elektronika.
c. Untuk membujuk pemilih biasanya menggunakan praktek politik uang. Model
pemberian uang kepada pemilih biasanya dilakukan hampir pada setiap proses
pentahapan pilkada. Peredaran uang yang paling menonjol pada saat kampanye
pasangan kandidat dan menjelang pemungutan suara.
Pengeluaran biaya sangat besar dimungkinkan dalam sistem pilkada, mengingat arena
kontestasi yang sangat terbuka dan kompetitif apalagi pemilih ditempatkan sebagai penentu
apakah pasangan dipilih/tidak dipilih yang terpengaruh oleh besarnya dana politik kandidat. Hal
inilah yang membuat kandidat dan proses pilkada mengakibatkan dana politik yang sangat
mahal, karena pelaksanaan pilkada sejak persiapan hingga kampanye, mobilisasi dan keperluan 15 Bunga, Agusto, Sekilas tentang pengertian modal, dalam http://rumahdesain-revolusi.blogspot.com.download 23 Mei 2016, pukul 13.30 wib.16 Gregorius, Sahdan dan Muhtar Haboddin (editor), 2009, Evaluasi Kritis Penyelenggaraan Pilkada Di Indonesia, IPD, Yogyakarta Hal 120-121
cost politik lainnya oleh kandidat mempunyai pengaruh terhadap biaya yang diperlukan
berdasarkan penggunaannya dan besarnya modalitas kandidat terkadang menjadi alasan parpol
mengusung kandidat dan mengambil keuntungan dari kekuatan modalitas kandidat. Modal
Ekonomi yaitu dukungan ekonomi berupa dana politik baik itu berdasarkan sumbernya dari
dana pribadi dan donatur, dan berdasarkan penggunaannya untuk bayar partai politik, kampanye
dan beli suara, untuk pemenangan pilkada.
PEMBAHASAN
Pada bahasan kali ini akan menyajikan bentuk-bentuk modalitas yang dimiliki oleh Emir
dardak dan Arifin yang digunakan dalam Pilkada 2015 Trenggalek. Adapun bentuk-bentuk
modalitas akan dikategorisasikan sesuai dengan teori yang dikemukan pada kerangka teori pada
bahasan sebelumnya. Adapun ketiga modal tersebut diantaranya modal politik, modal sosial,
modal ekonomi dan modal simbolik. Akan tetapi dalam bahasan ini akan dibahas hanya tiga
modal yaitu modal politik, sosial dan ekonomi. Ketiga modal tersebut memungkinkan dalam
membentuk suatu struktur sosial dan politik.17 Artinya akumulasi kekuatan modalitas tersebut
sangat menentukan bentuk suatu struktur sosial dan politik di masyarakat yang menjadi taruhan
dalam arena politik lokal.
Modal Politik : Dukungan Koalisi, Politisi dan Tokoh serta Tim Sukses yang luar biasa
- Dukungan Koalisi
Emil dan Arifin diusung oleh delapan partai politik diantaranya adalah PDIP, Partai
Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerindra, PAN, Partai PPP, Partai Hanura dan Partai
PKPI.18 Salah partai politik pemenang Pemilihan Presiden juga ikut mendukung Pasangan
ini yaitu PDIP. Dukungan dari partai politik tidak serta merta diraih oleh kedua pasangan
dengan mudah tetapi melalui proses-proses komunikasi politik. Karena pada dasarnya dalam
fenomena pilkada di negeri ini tidak lepas dari dukungan partai terhadap calon pasangan
yang ingin mengikuti kontestasi pilkada termasuk Emil dan Arifin. Sebab, untuk bisa
memenuhi syarat sebagai kandidat harus didukung minimal 15% suara hasil pemilu legislatif
atau melalui jalur perseorang dengan syarat sesuai dengan undang-undang. Dengan adanya
17 Jurnal Basis. “Edisi Khusus Pierre Boudieu” No.11-12. 2003 Hlm. 1318 Dalam website kpu terdapat 5 tetapi partai lain mendeklarasikan untuk mendukung Emil-Arifin. 5 partai tersebut adalah PDIP, Partai Demokrat, Partai Gerindra, PAN dan Partai Golkar
koalisi yang gemuk ini merupakan modal politik yang sangat besar yang dimiliki oleh
pasangan ini sehingga mampu mendobrak suara pada saat pemungutan suara. Akan tetapi
dengan adanya koalisi yang gemuk ini dimaknai pada saat setelah menjabat memungkinkan
untuk melakukan perhitungan politik dalam membuat sebuah kebijakan.
Selain itu, jika melihat dari partai politik yang mendukung maka dapat dilihat bahwa
total anggota DPRD kabupaten berjumlah 45, partai politik pendukung pasangan Emil-
Arifin jika dilihat dari anggota DPRD berjumlah 30 orang yang berarti 2/3 dari anggota
DPRD mendukung Emil-Arifin.19 Dengan adanya dukungan yang dianggap telah mencukup
maka tidak heran Emil-Arifin mempunyai banyak sekali modal politik. Oleh karena itu,
modal politik yang pasangan ini punyai sangatlah banyak dan mampu digunakan olehnya
dengan baik.
- Dukungan Politisi dan Tokoh
Dalam kontestasi politik, dukungan Politisi atau Tokoh-tokoh dalam negara Indonesia
merupakan penting untuk dijadikan modal politik bagi pasangan calon. Begitu halnya juga
pasangan Emil-Arifin ini. Dalam berbagai wawancara dan kampanye pasangan Emil-Arifin
ditampilkan banyak mendapat dukungan dari para tokoh dan politisi. Bagaimana tidak Emil
yang merupakan cucu H. Mochamad Dardak, salah satu kyai Nahdlatul Ulama. Ayahnya
adalah Hermanto Dardak, Wakil Menteri Pekerjaan Umum periode tahun 2010-2014.
Sementara ibunya bernama Sri Widayati, dari sang ibu mengalir darah Letjen Anumerta
Wiloejo Poespojudo, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional pertama di era Bung Karno.
Dalam berbagai media baik elektronik dan cetak emil disebut-sebut memiliki banyak
dukungan tokoh daerah maupun nasional seperti Emil menyebut dukungan dari keluarga
mendiang Presiden Sukarno diwakili Guruh Sukarnoputra, Soeharto melalui Titik Soeharto,
B.J. Habibie melalui Ilham Habibie, Abdurrahman Wahid melalui Yenny Wahid, dan Susilo
Bambang Yudhoyono melalui Eddie Baskoro Yudhoyono.20 Dukungan tersebut didapat paa
saat kampanye pasangan Emil-Arifin. Selain itu Mantan Wakil Bupati Trenggalek periode
2000-2010, Mahsun Ismail, secara terang-terangan mendukung pasangan Emil Elistianto-
Mohamad Nur Arifin di pilkada Trenggalek 2015. Hal itu disampaikannya melalui berita 19 Diolah oleh Penulis melalui www.kpu.go.id20 Tempo, diakses melalui http://pilkada.tempo.co/read/news/2015/12/05/305725238/pilkada-trenggalek-emil-klaim-didukung-anak-anak-presiden pada hari senin 16 mei 2016 pukul 19.43
okezone yakni, “Saya harus jujur kepada diri sendiri dalam memilih calon pemimpin. Bagi
saya pasangan Emil-Arifin adalah pasangan yang paling cocok untuk membawa perubahan
di Trenggalek”.21 Adanya dukungan-dukungan terebut merupakan modal besar bagi
pasangan Emil-Arifin. Selain itu modal politik terebut digunakan olehnya dalam setiap
kampanye-kampanye politik pasangan tersebut.
- Tim Sukses yang Handal
Dalam sebuah kontestasi politik dalam Pilkada dibutuhkan sebuah tim kemenangan
atau yang biasa disebut Tim Sukses. Dalam kaitanya kali ini, modal politik yang dimiliki
oleh Pasangan emil dan Arifin adalah Tim Sukses yang solid. Tim Sukses ini secara luar
biasa dapat mensukseskan pasangan tersebut dengan berbagai ide dan cara politik dengan
menggunakan kader-kader politik yang didalamnya merupakan orang-orang yang ahli untuk
memenangkan pasangan ini. Adapun nama-nama Tim Sukses dari pasangan Emil dan Arifin
yaitu :22
No
.Nama Jabatan
1. Guswanto Anggota DPRD
2. Mugianto Anggota DPRD
3. Sarni Wirswasta
4. Samsuri Anggota DPRD
5. Tarkiyat Anggota DPRD
6. Puguh Purnomo Anggota DPRD
7. Imam Basuki Wiraswasta
8. Budi Santoso Wiraswasta
9. Haris Yudhinato Pengacara
Sumber: www.kpu.go.id
Jika dilihat dari nama-nama tersebut merupakan tokoh-tokoh politik yang sering begulat
dalam perpolitikan lokal di Trenggalek. Sebabnya, maka tim sukses yang kaya akan
21 Okezone, diakses melalui http://news.okezone.com/read/2015/11/29/519/1257803/eks-wabup-beda-dukungan-dengan-partai-di-pilkada-trenggalek pada hari senin 16 mei 2016 pukul 20.0022 www.kpu.go.id diakses pada pukul 08.31 pada tanggal 26 november 2015
pengalaman ini mampu mendobrak pasangan Emil-Arifin hingga mampu memenangkan
pasangan ini. Hal itu dibuktikan dengan branding-branding pasangan Emil-Arifin untuk
melaksankan kampanye dan persiapan-persiapan pasangan Emil-Arifin dilaksanakan dengan
baik oleh Tim Suksesnya. Oleh karenanya modal politik yaitu Tim Sukses yang kaya
pengalaman diperlukan untuk sebuah kontestasi politik.
Modal Ekonomi: Kekayaan Pribadi dan Dana Kampanye
Hal yang paling mudah untuk melihat modal ekonomi dari Pasangan Emil dan Arifin
adalah kekayaan pribadi. Menurut suarasurabaya.net harta kekayaan pasangan Emil dan Arifin
yaitu Emil yang merupakan putra Hermanto Dardak ini memiliki kekayaan sebanyak Rp6,9
miliar dan US20 ribu dolar. Sedangkan pasangannya yaitu Mohammad Arifin memiliki
kekayaan Rp3,1 miliar.23 Harta kekayaan memang modal ekonomi yang dapat dengan mudah
dilacak karena memang pada dasarnya calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus
melaporkan harta kekayaan berdasarkan pada Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pada pasal
5 angka 2 dan 3 yang berbunyi “setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk bersedia
diperiksa kekayaanya sebelum, selama, dan setelah menjabata” dan “melaporkan dan
mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat”, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan
Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang Pasal 7 huruf j menyatakan
“menyerahkan daftar kekayaan pribadi” serta Peraturan KPU No. 9 Tahun 2015 tentang
Pencalonan Pemilihan Guburnr, Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan
Wakil Walikota Pasal 4 huruf I yaitu “menyerahkan daftar kekayaan pribadi”.
Selain kekayaan pribadi, para pasangan calon Bupati dan Wakil bupati harus menyerahkan
dana kamapanye. Dana kampanye merupakan modal ekonomi yang dapat dilacak selanjutnya.
Dana kampanye merupakan dana yang digunakan oleh Emil-Arifin untuk melaksanakan
23 Suarasurabaya, diakses melalui http://politik.suarasurabaya.net/news/2015/162344-Ini-Kekayaan-Calon-Bupati-Termuda-di-Jatim pada hari senin 16 mei 2016 pukul 19.40
kegiatan kampanye dan diberikan oleh individu/lembaga sesuai dengan undang-undang yang
berlaku. adapun laporan awal dana kampanye24 dari pasangan Emil dan Arifin sebagai berikut:
Modal awal kampanye tersebut mampu dimaksimalkan oleh Pasangan Emil-Arifin untuk
membantu “menjual” dirinya untuk dapat dipilih dalam pemungutan suara dalam Pilkada
Trenggalek. Selain modal awal kampanye emil juga mempunyai penerimaan sumber dana
kampanye dari berbagai individu maupun kelompok. Dana-dana tersebut merupakan dana
24KPU Trenggalek, diakses melalui http://www.kpu-trenggalekkab.go.id/index.php/info-pilkada/lap-dana-kampanye pada senin 16 mei 2016 pukul 19.20
bantuan untuk Emil dan Arifin untuk mensukseskan dirinya. Adapun rincian laporan penerimaan
sumber dana kampanye dari individu/kelompok sebagai berikut:25
Dengan adanya penerimaan sumbangan dana kampanye ini merupakan modal ekonomi
yang mampu menjulang pasangan Emil-Arifin untuk memenangi Pilkada Trenggalek. Hal ini
terbukti dengan menangnya Emil-Arifin dalam Pilkada Trenggalek. Modal Ekonomi Emil-Arifin
mampu digunakan kedua pasangan tersebut dengan baik untuk kampanye-kampanye dan
memenuhi kebutuhan untuk mensukseskan dirinya untuk memenangkan Pilkada Trenggalek.
Modal Sosial: Putra Daerah hingga Jaringan Lembaga Kemasyarakatan Trenggalek
Emil merupakan cucu H. Mochamad Dardak, salah satu kyai Nahdlatul Ulama. Ayahnya
adalah Hermanto Dardak, Wakil Menteri Pekerjaan Umum periode tahun 2010-2014. Sementara
ibunya bernama Sri Widayati, dari sang ibu mengalir darah Letjen Anumerta Wiloejo
Poespojudo, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional pertama di era Bung Karno. Sudah sangat
jelas bahwa Emil merupakan Putra Daerah yang kembali pulang. Kecil beliau, Emil memang
sudah ada di trenggalek, pada saat kampanye ia menjelaskan perjalanan hidup kecilnya selama di
25 KPU Trenggalek, diakses melalui http://www.kpu-trenggalekkab.go.id/index.php/info-pilkada/lap-dana-kampanye pada senin 16 mei 2016 pukul 19.24
Trenggalek. Dengan backgroudnya sebagai putra daerah setiap Emil berkampanye, sebelum
memulainya beliau menceritakan terlebih dahulu kisahnya tersebut kepada masyarakat. Selain
itu, pendidikan Emil dianggap luar biasa pasalnya saat berusia 17 tahun, Emil Dardak
memperoleh gelar diploma dari Melbourne Institute of Business and Technology. Emil kemudian
meneruskan pendidikan S1 di Universitas New South Wales, Australia. Sedangkan gelar S2 dan
S3 didapatkan dari Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang. Pada tahun 2001-2003, Emil
menjadi World Bank Officer di Jakarta, dan Media Analysis Consultant di Ogilvy. Puncak karier
Emil dicapai saat didaulat menjadi Chief Business Development and Communication-Executive
Vice President di PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). Menarik sekali untuk
memperhatikan pasangan emil yang merupakan wakil bupati yaitu Mochamad Arifin, atau yang
biasa disapa Gus Ipin merupakan sosok yang sangat dikenal masyarakat masyarakat. Gus ipin
merupakan pengusaha muda yang memempunyai banyak perusahan ekonomi menangah di
trenggalek. Berbeda dengan Emil, Gus ipin sempat di Drop Out oleh Universitas Airlangga saat
sedang studi strata 1 di Fakultas Ekonomi.
Menarik lagi ketika mencalonkan diri sebagai Pasangan Emil-Arifin merupakan salah
satu calon bupati dan wakil bupati termuda. Background sebagai pemuda dimanfaatkan Emil-
Arifin untuk menarik partisipasi masyarakat pemula dalam Pilkada. Selain itu, berbeda dari
pasangan calon lain yang melaksanakan pilkada Emil-Arifin mempunyai sosok istri yang
dianggap sudah mempunyai popularitas. Emil mempunyai istri seorang Arumi Bachsin yang
merupakan artis terkenal dan Arifin mempunyai istri Novita Hardiny yang merupakan mantan
model. Dengan popularitas yang dimiliki istrinya pasangan Emil-Arifin, mereka berdua
memanfaatkan momentum kampanye untuk membantu suami-suainya dalam pilkada Trenggalek
berlangsung. Hal itu terlihat dalam beberapa kegiatan seperti pada saat pencalonan, kampanye
hingga selesai pemungutan suara.
Dalam membangun jaringan pasangan Emil-Arifin memang pintar membangun jaringan.
Komunikasi politik yang dilakukan oleh Emil-Arifin sangat baik kepada masyarakat mereka
melakukan dengan pesan “Sehati untuk membangun Trenggalek” dengan tagline “Trenggalek
Rumah Bersama”. Selain itu, Gus Ipul yang merupakan putra asli Trenggalek membangun relasi
dengan pemuda-pemuda yang terbangun melalui jaringan GEMA yang terdiri dari organisasi
kepemudaan PMII, Karang Taruna, Pemuda Ansor, IPNU dan HMI. Menurut Guswanto dalam
okezone mengatakan bahwa “Pasangan Emil-Arifin ini didukung tujuh partai besar yang
memiliki karakter dan basis massa yang berbeda-beda. Artinya, pasangan ini bisa diterima dari
berbagai kalangan”26 selain itu kata-kata tersebut diperkuat dengan “Hampir setiap hari
dukungan terus berdatangan dari berbagai kalangan mulai dari santri, seniman, tokoh agama dan
organisasi lainnya. Saya tak mau mendahului takdir, tetapi saya yakin pasangan inilah yang
paling diminati warga Trenggalek”27 dengan banyaknya dukungan tersebut pasangan Emil-Arifin
mampu memenangkan dengan modal sosial tersebut.
KESIMPULAN
Sesuai dengan pandangan Kacung Marijan bahwa, semakin besar akumulasi modal yang
dimiliki oleh seorang kandidat maka semakin besar pula dukungan yang diperoleh. Dalam hal ini
bahwa pasangan Emil-Arifin merupakan salah satu dari kandidat dalam kontestasi politik di
pilkada Kabupaten Trenggalek. Emil-Arifin merupakan pasangan yang memenangi pilkada
Trenggalek tersebut dengan mengalahkan Kholiq-Priyo. Sesuai dengan pembahasan diatas maka
dapat disimpulkan bahwa, Emil-Arifin mempunyai modal-modal yang lebih besar dibandingkan
dengan kontestan lainnya. Adapun modal yang Emil-Arifin miliki yakni modal politik, modal
ekonomi dan modal sosial. Modal Politik terlihat dari banyaknya dukungan koalisi dan DPRD
dalam pasangan Emil-Arifin. Selain itu terdapat dukungan dari politisi dan tokoh-tokoh daerah
serta mempunyai tim kampanye yang kaya akan pengalaman. Modal Ekonomi dari pasangan
Emil-Arifin yakni harta kekayaan dan dana kampanye. Pasangan tersebut dapat memaksimalkan
kedua modal ekonomi tersebut dengan baik. Modal terakhir yakni modal yang sangat banyak
dimiliki oleh Emil-Arifin yaitu modal sosial. Modal tersebut berupa kepercayaan dari masyarakat
karena mereka adalah pemuda dan putra daerah yang memiliki potensi sangat banyak serta dapat
memanfaatkan popularitas dari kedua istrinya.
26 Okezone, diakses melalui http://news.okezone.com/read/2015/11/17/519/1251130/banjir-dukungan-emil-arifin-diyakini-menangi-pilkada-trenggalek pada senin, pada senin 16 mei 2016 pukul 19.5527 Ibid.
DAFTAR PUSTAKA
_____, Konversi Modal Sosial menuju Modal politik, Depok: Universitas Indonesia.
Bunga, Agusto, Sekilas tentang pengertian modal, dalam http://rumahdesainrevolusi .blogspot.com.download 23 Mei 2016, pukul 13.30 wib.
Detik “Daftar Daerah yang akan laksanakan Pilkada” diakses melalui http://news.detik.com/berita/2741477/daftar-daerah-yang-akan-laksanakan-pilkada-serentak-2015/2 hari minggu 29 mei 2016 pukul 19.05
Haryanto, 2005, Kekuasaan Elit (suatu bahasan pengantar, Yogyakarta: JIP UGM.
Jamaluddin Ancok, “Modal Sosial, dan Kualitas Masyarakat”, Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM Yogyakarta, tanggal 3 Mei 2003.
Jurnal Basis. “Edisi Khusus Pierre Boudieu” No.11-12. 2003
Kacung Marijan, 2006, Demokratisasi di Daerah, Pelajaran dari Pilkada Secara Langsung, Surabaya: Pustaka Eureka.
Keputusan KPU No. 92/Kpts/KPU.Kab-014 329914/2015 pada 16 Desember 2015 pudul 12.35 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek Tahun 2015.
KPU Trenggalek, diakses melalui http://www.kpu-trenggalekkab.go.id/index.php/info-pilkada/lap-dana-kampanye pada senin 16 mei 2016 pukul 19.20
KPU Trenggalek, diakses melalui http://www.kpu-trenggalekkab.go.id/index.php/info-pilkada/lap-dana-kampanye pada senin 16 mei 2016 pukul 19.24
Mefi Hermawanti, “Penguatan dan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Adat”, Laporan Need Assesment Pemberdayaan Masyarakat Adat di Nusa Tenggara timur, IRE Yogyakarta, 2002.
Nurhasim, Moch, dkk 2003, Konflik antar Elit Politik Lokal dalam Pemilihan Kepala Daerah, Pusat Penelitian Politik (P2P) Jakarta: LIPI.
Okezone, diakses melalui http://news.okezone.com/read/2015/11/17/519/1251130/banjir-dukungan-emil-arifin-diyakini-menangi-pilkada-trenggalek pada senin, pada senin 16 mei 2016 pukul 19.55
Okezone, diakses melalui http://news.okezone.com/read/2015/11/29/519/1257803/eks-wabup-beda-dukungan-dengan-partai-di-pilkada-trenggalek pada hari senin 16 mei 2016 pukul 20.00
Sahdan, Gregorius dan Muhtar Haboddin, 2009, Evaluasi Kritis Penyelenggaraan Pilkada Di Indonesia, Yogyakarta: IPD.
Suarasurabaya, diakses melalui http://politik.suarasurabaya.net/news/2015/162344-Ini-Kekayaan-Calon-Bupati-Termuda-di-Jatim pada hari senin 16 mei 2016 pukul 19.40
Sudirman Nasir, SBY antara modal politik dan modal simbolik, dalam http://pemilu.liputan6.com/29/9/2011/SBY-antara-modal-politik-dan-modal-simbolik diunduh pada tanggal 20 Mei 2016, pukul 15.00
Tempo, diakses melalui http://pilkada.tempo.co/read/news/2015/12/05/305725238/pilkada-trenggalek-emil-klaim-didukung-anak-anak-presiden pada hari senin 16 mei 2016 pukul 19.43
www.kpu.go.id diakses pada pukul 08.31 pada tanggal 26 november 2015