25
LAPORAN KASUS BELLS PALSY IPSILATERAL SINISTRA Disusun Oleh : Amalia Prima Sundari Dokter Pembimbing : Dr. Adre Mayza, SpS 1

Laporan Kasus Bells Palsy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bells palsy

Citation preview

LAPORAN KASUSBELLS PALSY IPSILATERAL SINISTRA

Disusun Oleh:Amalia Prima Sundari

Dokter Pembimbing :Dr. Adre Mayza, SpS

KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI RS. ISLAM CEMPAKA PUTIH2015

BAB IIDENTITAS PASIENA. IDENTITAS PASIENNama: Tn. KJenis Kelamin: Laki-lakiUsia: 41 tahunAgama: IslamAlamat: Klender -JakartaPendidikan: SMA Status: MenikahPekerjaan: Supir

B. ANAMNESISKeluhan Utama: Os merasa wajahnya mencong ke arah kanan

Riwayat Penyakit SekarangHal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas , mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata, saat minum air mengalir dari bibirnya sebelah kiri. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut. Tidak ada mual dan muntah. Tidak ada sesak. BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit DahuluSebelumnya tidak mempunyai penyakit seperti ini. Riwayat penyakit herpes disangkal. Hipertensi disangkal, penyakit jantung disangkal, stroke disangkal, diabetes melitus disangkal.

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hal yang serupa seperti pasien. sepupu mempunyai penyakit diabetes melitus.

Riwayat Pengobatandecolgen dan panadol jika saat sakit kepala

Riwayat KebiasaanMakan bergizi. Tidak merokok dan tidak minum Alkohol. Os tidur di rumah tepat dibawah Ac.

C. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum: pasien tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisGCS: 15 Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6Tanda VitalTekanan darah: 120/90 mmHgNadi: 80 x/menitPernapasan: 20 x/menitSuhu: 37oC

D. STATUS GENERALISKepala: normochepalMata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Hidung: deviasi septum (-), sekret (-)Telinga: normotia, sekret (-)Mulut: bibir tampak kering Leher: tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroidThoraksInspeksi: pergerakan dada simetris, tidak ada lesiPalpasi: Vocal fremitus normalPerkusi: Tidak dilakukanAuskultasiParu: suara napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)Jantung: bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan murmur

AbdomenInspeksi: abdomen datarAuskultasi: bising usus normalPerkusi: timpani di seluruh region abdomenPalpasi: nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegaly (-)EkstremitasSuperior: akral hangat, RCT < 2detik, edema (-), sianosis (-)Inferior: akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

E. STATUS NEUROLOGISKesadaran: compos mentisGCS: 15 Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6Rangsang MeningealKaku kuduk: negatifKernig: negatifLasegue: negatifBrudzinski I, II: negatifF. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIAL1. Nervus OlfaktoriusDextraSinistra

Daya pembauNormosmiaNormosmia

2. Nervus OptikusDextraSinistra

Tajam PenglihatanNormalNormal

Lapang PandangNormalNormal

Pengenalan WarnaNormalNormal

FunduskopiTidak dilakukan

Papil edema

Arteri:Vena

3. Nervus OkulomotoriusDextraSinistra

Ptosis-+

Gerakan Bola Mata Medial Atas BawahBaikBaikBaikBaikBaikBaik

Ukuran PupilPupil bulat isokor ODS 3 mm

Refleks Cahaya Langsung++

Refleks Cahaya Konsensual++

AkomodasiBaikBaik

4. Nervus TrokhlearisDextraSinistra

Gerakan Mata Medial BawahBaikBaik

5. Nervus TrigeminusMenggigitNormal

Membuka mulutNormal

Sensibilitas Oftalmikus Maksilaris Mandibularis++++++

Refleks korneaTidak dilakukan

Refleks bersinTidak dilakukan

6. Nervus AbdusensDextraSinistra

Gerakan mata ke lateral++

7. Nervus FacialisDextraSinistra

Mengangkat alis+-

Kerutan dahi+-

Menutup mata+-

Menyeringai+-

Daya pengecap 2/3 depanTidak dapat merasakan manis.

8. Nervus VestibulochoclearisDextraSinistra

Tes RombergTidak dilakukan

Tes bisikNormalNormal

Tes RinneTidak dilakukan

Tes Weber

Tes Schwabach

9. Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus Arkus faringGerakan simetris

Daya Kecap Lidah 1/3 belakangTidak dilakukan

UvulaLetak di tengah

MenelanNormal

Refleks muntahTidak dilakukan

10. Nervus AssesoriusDextraSinistra

Memalingkan kepalaBaikBaik

Mengangkat bahuBaikBaik

11. Nervus HipoglosusSikap lidahTidak ada deviasi

Fasikulasi-

Tremor lidah-

Atrofi otot lidah-

G. PEMERIKSAAN MOTORIKAnggota Gerak AtasDextraSinistra

BentukTidak ada deformitas

Kontur OtotEutrofiEutrofi

Kekuatan55555555

Reflex Bisep++

Reflex Trisep++

Anggota Gerak BawahDextraSinistra

BentukTidak ada deformitas

Kontur OtotEutrofiEutrofi

Kekuatan55555555

Reflex Patella++

Reflex Achilles++

Refleks PatologisDextraSinistra

Babinski--

Chaddocck--

Oppenheim--

Gordon--

Schaeffer--

Gonda--

Hoffman Trommer--

H. PEMERIKSAAN SENSORIKDextraSinistra

Rasa Raba Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah++++

Rasa Nyeri Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah++++

Rasa Suhu Ekstremitas Atas Ekstremitas BawahTidak dilakukan

I. FUNGSI VEGETATIFMiksiDefekasi

Inkontinensia urin-Inkontinensia alvi-

Retensio urine-Retensio alvi-

Poliuria-

Anuria-

RESUMEPasien Laki-laki 41 tahun datang dengan keluhan merasa wajahnya mencong ke arah kanan Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas , mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata, saat minum air mengalir dari bibirnya sebelah kiri. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut. Pemeriksaan fisik Keadaan Umum: pasien tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisTekanan darah: 120/90 mmHgNadi: 80 x/menitPernapasan: 20 x/menitSuhu: 37oCStatus neurologisDi dapatkan pasien terjadi gangguan di nervus vii Nervus FacialisDextraSinistra

Mengangkat alis+-

Kerutan dahi+-

Menutup mata+-

Menyeringai+-

Daya pengecap 2/3 depanTidak dapat merasakan manis.

DIAGNOSA Diagnosa Klinis: Ipsiparese nervus VII sinistra Diagnosa Etiologi: susp. Bells palsy Diagnosa Topis: nervus VII

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG CT-Scan

TERAPINon-farmakologis:1. Istirahat terutama pada keadaan akut .2. Tiap malam mata diplester . Gunanya melatih mata yang tidak dapat menutup supaya dapat menutup bersamaan.Farmakologis:1. Prednison 60mg per hari untuk 5 hari2. Acyclovir 400mg 5x sehari untuk 7 hari PROGNOSIS Quo ad vitam: dubia ad bonam Quo ad functionam: dubia ad bonam

BAB IIPEMBAHASAN

A. DefinisiBell palsy, disebut juga idiopathic facial paralysis (IFP), adalah umumnya terjadi pada paralisis wajah unilateral yang paling sering terjadi didunia salah satu kelainan umum neurologi nervus cranial. Bell palsyini terjadi secara bertahap dan tidak diketahui penyebabnya. (Danette C Taylor, DO, MS-emedicine).Bell palsy adalah kelumpuhan perifer pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan otot pada satu sisi wajah. Pasien yang terkena kelumpuhan wajah unilateral timbul selama satu hingga tiga hari dengan keterlibatan dahi dan tidak ada kelainan neurologis lainnya. (JEFFREY D. TIEMSTRA, MD, et all-AFP)B. EpidemiologiDi Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan. Di USA insiden bell palsy terjadi 23 kasus per 100.000 penduduk.insiden tertinggi di Negara jepang pada tahun 1986 dan insiden terkecil di swedia pada tahun 1971. Secara umum insiden yang terjadi 15-30 kasus per 100.000 populasi. Pada pasien dengan paralisis unilateral akut sebanyak 60-75% kasus, dan dengan sisi kanan yang terkena sebanyak 63% kasus.dan kasus kekambuhan sekitar 4-14%. (Danette C Taylor, DO, MS-emedicine).Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan terhadap terkenanya bell pasy. Namun, perempuan muda berusia 10-19 tahun lebih mudah terkena bell palsy daripada laki-laki dalam kelompok usia yang sama.Sebuah dominasi sedikit lebih tinggi diamati pada pasien yang lebih tua dari 65 tahun (59 kasus per 100.000 orang), dan tingkat insiden lebih rendah diamati pada anak-anak dari usia 13 tahun (13 kasus per 100.000 orang). Insiden terendah ditemukan pada orang muda dari 10 tahun, dan insiden tertinggi adalah pada orang berusia 60 tahun atau lebih. Usia puncak adalah antara 20 dan 40 tahun. Penyakit ini juga terjadi pada orang tua berusia 70-80 tahun.

C. EtiologiPenyebab tersering adalah virus herpes simpleks-tipe1. Penyebab lain antara lain :1. Infeksi virus lain.2. Neoplasma : setelah pengangkatan tumor otak (neoroma akustik)3. Trauma: fraktur basal tengkorak, luka ditelinga 4. Neurologis : sindrom Guilain-barre5. Metabolic : kehamilan, diabetes melitus hipertiroid dan hipertensi6. Toksik : alcohol, tetanus dan karbonmonoksida.(Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Sarap dr. George Dewanto, SpS et all)1. Paparan dingin 2. Virus herpes simplex (HSV)(JEFFREY D. TIEMSTRA, MD, et all-AFP)

D. PatofisiologiPada kerusakan karena sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti bahwa otot wajah bagian bawah tampak lebih jelas lumpuh daripada bagian atasnya. Sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Lipatan nasolabial sisi yang lumpuh mendatar. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat, maka sudut mulut yang sehat yang dapat terangkat. Otot wajah bagian dahi tidak menunjukkan kelemahan yang berarti. Cirri kelumpuhan fasialis UMN ini dapat dimengerti, karena subdivisi inti fasialis yang mengurus otot wajahh di atas alis mendapatkan inervasi kortikal secara bilateral. Pada kerusakan di lobus frontalis otot wajah sisi kontralateral masih dapat digerakkan secara volunteer, tetapi tidak ikut bergerak jika ketawa atau merengut. Perubahan raut muka pada keadaan emosional justru masih bisa timbul apabila korteks motorik primer rusak. Maka gerakan otot wajah yang timbul pada keadaan emosional sangat mungkin diatur oleh daerah korteks di lobus frontalis. Sedangkan gerakan otot wajah volunteer diurus oleh korteks piramidalis.Lesi LMN bisa terletak di pons, di sebut serebelo-pontin, di os petrosum atau cavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak didaerah sekitar inti nervus abdusen bisa merusak akar nervus fasialis, inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinal medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik kea rah lesi. Proses patologik disekitar meatus akustikus internus akan melibatkan nervus fasialis dan akustikus. Maka dalam hal tersebut, paralisis fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perspektif ipsilateral dan ageusia.Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris cold, nervus fasialis bisa sembab. Karena itu ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh dan tidak dapat dikerutkan. Fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejamkan mata terlihatlah bola mata yang terbalik keatas. Sudut mata tidak bisa diangkat bibir tidak bisa dicucurkan. Karena lagoftalmus, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu. (Prof Mahar pada Neurologi Klinis Dasar)E. Tanda dan Gejala1. Onset akut > 48 jam2. Sakit ditelinga belakang3. Air mata berkurang4. Hiperakusis5. Sakit pada otot wajah6. Kelopak mata tidak bisa ditutup7. Rasa kesemutan atau mati rasa8. Dahi dan alis tidak dapat dikeutkan pada sisi yang terkenaF. Diagnosis1. AnamnesaBagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan. Fisura palpebral tidak ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun di situ.2. Pemeriksaan motorisPemeriksaan fungsi motorik N. Fasial yang sistematik yaitu dengan mengamati kelainan asimetri yang timbul pada wajah akibat kelumpuhan salah satu otot wajah.3. Pemeriksaan sensorisPemeriksaan fungsi sensorik yaitu dengan menilai dengan daya pengecapan (citarasa). Hilangnya atau mengurangnya daya pengecapan dinamakan ageusia dan hipogeusia. Bilamana pengecapan asin dirasakan sebagai asam-manis dan sebagainya, maka daya pengecapan yang abnormal itu dinamakan Pargeusia.

4. Pemeriksaan Penunjanga. HIV Screening b. Hitung darah komplitc. Fungsi tiroidd. Glukosa serume. Glukosa darahf. HBA1cg. Tes Schirmerh. Tes kepekaan sarafi. CT-Scanj. MRI

Kategori Bell palsy oleh House Brackmann Derajat 1Fungsional normal Derajat 2Angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikit asimetris. Derajat 3Angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha, mulut bergerak sedikit lemah dengan usaha maksimal. Derajat 4Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut bergerak asimetris dengan usaha maksimal. Derajat 5Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut sedikit bergerak Derajat 6Tidak bergerak sama sekali.G. Tatalaksana Tujuan pengobatan : 1. Perbaikan fungsi nervus fasialis2. Mengurasi kerusakan neuronal3. Mencegah komplikasi Medikamentosa :1. Terapi kortikosteroid : prednisone dosis 60 mg per hari selama 5 harikemudian diturunkan menjadi 40 mg per hari selama 5 hari. 2. Terapi antivirus : acyclovir 400 mg 5 kali sehari selama 7 hari.

PrognosisPerjalanan alamiah Bells palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai cedera saraf substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan Bells palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu.11 Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren. Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular, gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bells palsy, bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan penyengatan kontras yang jelas. Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah paralisis parsial inkomplit pada fase akut (penyembuhan total), pemberian kortikosteroid dini, penyembuhan awal dan atau perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu pertama. Kimura et al11 menggunakan blink reflex sebagai prediktor kesembuhan yang dilakukan dalam 14 hari onset, gelombang R1 yang kembali terlihat pada minggu kedua menandakan prognosis perbaikan klinis yang positif. Selain menggunakan pemeriksaan neurofisiologi untuk menentukan prognosis, House-Brackmann Facial Nerve Grading System dapat digunakan untuk mengukur keparahan dari suatu serangan dan menentukan prognosis pasien Bells palsy.(Handoko Lowis, 2012)

Komplikasi Sekitar 5% pasien setelah menderita Bells palsy mengalami sekuele berat yang tidak dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bells palsy, adalah2(1) regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis, (2) regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal), dan (3) Reinervasi yang salah dari saraf fasialis.

BAB IIIKESIMPULANPasien Laki-laki 41 tahun datang dengan keluhan merasa wajahnya mencong ke arah kanan Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas , mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata, saat minum air mengalir dari bibirnya sebelah kiri. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut. Pemeriksaan fisik Keadaan Umum: pasien tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisTekanan darah: 120/90 mmHgNadi: 80 x/menitPernapasan: 20 x/menitSuhu: 37oCStatus neurologisDi dapatkan pasien terjadi gangguan di nervus vii Nervus FacialisDextraSinistra

Mengangkat alis+-

Kerutan dahi+-

Menutup mata+-

Menyeringai+-

Daya pengecap 2/3 depanTidak dapat merasakan manis.

Diagnosa Klinis: Ipsiparese nervus VII sinistra Diagnosa Etiologi: susp. Bells palsy Diagnosa Topis: nervus VII

Daftar Pustaka

1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 20102. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 20113. Tiemstra J,MD & Khatkhate Nandini. Bell's Palsy: Diagnosis and Management. University of Illinois at Chicago College of Medicine, Chicago, Illinois : 2007. http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p997.html4. C Taylor Danette, DO, MS. et all Bell Palsy. Clinical Assistant Professor, Department of Neurology and Ophthalmology, Michigan State University College of Osteopathic Medicine; Senior Staff Neurologist, Henry Ford Health Systems: 2013 http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview#showall

18