42
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU PEMBIMBING : dr. Agus Thoriq, SpOG OLEH : I Gede Ariana H1A 007 024 1

Laporan Kasus Ginekologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

GInekologi

Citation preview

LAPORAN KASUS GINEKOLOGIKEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

PEMBIMBING :dr. Agus Thoriq, SpOG

OLEH :I Gede Ariana H1A 007 024

KEPANITERAAN KLINIK SMF OBGINRSU PROVINSI NTB- FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2013KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.Laporan kasus yang berjudul Kehamilan Ektopik Terganggu ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:1. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku pembimbing laporan kasus ini.2. dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku supervisor dan selaku Kepala Bagian/ SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP NTB.3. dr. H. Doddy A.K., Sp.OG (K), selaku supervisor.4. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor.5. dr. I Made P. Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor.6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, 10 Mei 2013

Penulis

BAB IPENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada tuba fallopi. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan1.Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam nyawa ibu, serta merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama sehingga pengenalan tanda dan gejala serta diagnosis KET yang segera menjadi hal yang sangat menentukan prognosis1,2.Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat diagnostik yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang. Meskipun demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama dalam bidang obstetri. Kejadian kehamilan ektopik tidak sama diantara senter pelayanan kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu.Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat4,5.Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 35 tahun dengan diagnosa kehamilan ektopik terganggu yang selanjutnya ditatalaksana dengan laparotomi eksplorasi. Selanjutnya akan dibahas apakah diagnosa, tindakan, penatalaksaaan ini sudah tepat dan sesuai dengan literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. DefinisiKehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi lima, sebagai berikut:1,21. Kehamilan tuba, meliputi >95 yang terdiri atas: pars ampularis (55%), pars ismika (25%), pars fimbrie (17%), dan pars interstisialis (2%)2. Kehamilan ektopik lain (10 g% Inj. Ampicilin 1 g/8 jam Asam mefenamat 500 mg 3x1 SF 2x1

08/05/201308.00Pasien mengeluh masih nyeri pada luka operasiKU : baikTD : 100/60 N: 88 x/mntT : 37oC RR : 20 x/mntPerdarahan pervaginam (-)Perdarahan dari luka operasi (-)

Lab : Hb : 8,2RBC : 2,98HCT : 24,3WBC : 10,62PLT : 126

Post laparotomy hari II e.c KET Observasi KU dan tanda vital Sarankan makan minum jika tidak mual/muntah Pro transfusi sampai Hb>10 g% Inj. Ampicilin 1 g/8 jam Asam mefenamat 500 mg 3x1 SF 2x1

09/05/201308.00-KU : baikTD : 110/70 N: 84 x/mntT : 36,7oC RR : 20 x/mntPerdarahan pervaginam (-)Perdarahan dari luka operasi (-)

Post laparotomy hari III e.c KET Pasien boleh pulang Tab amoksisilin 500 mg 3x1 Asam mefenamat 500 mg 3x1 SF 2x1

BAB IVPEMBAHASAN

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 35 tahun dengan diagnosa Kehamilan Ektopik Terganggu. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik-ginekologik, dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis didapatkan hasil yang mengarahkan diagnosis KET yaitu adanya keluhan nyeri perut yang munculnya mendadak sejak dua hari yang lalu, keluarnya darah dari jalan lahir dan pasien mengaku tidak menstruasi sudah dua bulan. Ketiga gejala diatas merupakan trias dari KET. Keluhan nyeri mendadak yang dialami pasien disebabkan oleh terjadinya rupture pada kehamilan ektopik, darah yang keluar kemuadian menyebabkan iritasi pada peritoneum sehingga nyeri awalnya dirasakan pada satu sisi abdomen bagian bawah yang kemudian meluas ke seluruh bagian abdomen. Terjadinya perdarahan pervaginam disebabkan oleh luruhnya desidua endometrium akibat matinya hasil konsepsi karena rupture tuba. Sedangkan amenorea marupakan salah satu tanda tidak pasti bahwa pasien sebelumnya hamil.Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik vital sign pasien didapatkan adanya tanda-tanda gangguan status hemodinamik seperti tekanan darah pasien yang menurun, nadi pasien yang meningkat frekuensinya, disertai akral yang teraba dingin, berdasarkan hasil tersebut pasien kemudian didiagnosis dengan syok.Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan ginekologi semakin memperkuat diagnosis KET pada pasien yaitu adanya nyeri goyang porsio dan penonjolan kavum douglas pada pemeriksaan vaginal. Kedua tanda tersebut khas untuk KET dimana penonjolan cavum douglas disebabkan terisinya kavum douglas oleh darah akibat rupture dari tuba dan menimbulkan rasa nyeri pada perabaan. Adanya livid pada pemeriksaan inspekulo mendukung diagnosis kehamilan pada pasien.Berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap ketika pasien datang didapatkan nilai Hb yang menurun yaitu 7,1 gr%. Penurunan nilai Hb tersebut juga mendukung diagnosis KET. Pemeriksaan penunjang lain yaitu PP test yang hasilnya (+) juga menunjukkan bahwa sebelumnya pasien hamil dan hasil ini semakin memperkuat diagnosis KET. Diagnosis KET semakin jelas dengan adanya temuan inraoperatif berupa ruptur tuba pars ampularis dekstra dan perdarahan intraabdominal, stolsel 1500 cc.Pada pasien dilakukan tindakan laparatomi eksplorasi untuk membersihkan darah yang berada didalam cavum abdomen. Selain itu dilakukan tindakan salpingektomi tuba dextra. Tindakan salpingektomi dilakukan pada pasien karena telah terjadi rupture pada tuba. Metode ini lebih dipilih untuk mencegah terjadinya kehamilan tuba berulang. Selain itu metode ini dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,2. Chalik, TMA. 2004. Kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi I. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.3. Cunningham FG, Schorge JO, Schaffer JI, et al. 2008. Ectopic Pregnancy in: Williams Gynecology. McGrawHill: New York . 4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2001. Kehamilan Ektopik. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius. 5. Moechtar R. 1998. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamialan Ektopik). Dalam: Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC.6. Prawirohardjo S. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo7. Rachimhadhi T. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo8. Saifiddin AB. 2002. Kehamilan Ektopik Terganngu. Dalam: Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor: Affandi B, Waspodo B. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.