47
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. D Umur : 34 tahun JenisKelamin : Laki-laki Suku/Bangsa : Makassar / Indonesia RM : 634851 Agama : Islam Pekerjaan : Petani Alamat : Sinjai Tgl. Pemeriksaan : 29 Oktober 2013 RumahSakit : Poliklinik Mata Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Dokter Pemeriksa : dr. S ANAMNESIS KeluhanUtama :Nyeri pada mata kiri Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak ± 20 hari yang lalu, awalnya mata kiri kemasukan debu saat OSI mengendarai motor. Gatal (+), mata merah (+), nyeri (+), sulit membuka mata (+), 1

laporan kasus keratomikosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ilmu kesehatan mata

Citation preview

Page 1: laporan kasus keratomikosis

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. D

Umur : 34 tahun

JenisKelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Makassar / Indonesia

RM : 634851

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Sinjai

Tgl. Pemeriksaan : 29 Oktober 2013

RumahSakit : Poliklinik Mata Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

Dokter Pemeriksa : dr. S

ANAMNESIS

KeluhanUtama :Nyeri pada mata kiri

Anamnesis Terpimpin :

Dialami sejak ± 20 hari yang lalu, awalnya mata kiri kemasukan debu saat

OSI mengendarai motor. Gatal (+), mata merah (+), nyeri (+), sulit membuka

mata (+), air mata berlebih (+), rasa mengganjal (+), silau (+), rasa berpasir (+),

kotoran mata berlebih (+).

Riwayat HTdan riwayat DM tidak diketahui, riwayat alergi (-). Riwayat

berobat di Puskesmas Sinjai 2 minggu yang lalu dan diberikan salep mata.

1

Page 2: laporan kasus keratomikosis

TANDA VITAL

Status Generalis : Sakit sedang/ Gizi baik/ Composmentis

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36,8 C

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

1. Inspeksi

PEMERIKSAAN OD OSPalpebra Edema (-) Edema (-)Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) hiperlakrimasi (+)Silia Normal Sekret (+)

Konjungtiva Hiperemis (-)Hiperemis (+), mixed injeksi (+)

Bola mata Normal NormalKornea Jernih Keruh

Bilik Mata Depan Normal Sulit dievaluasi

Iris Coklat, kripte (+) Sulit dievaluasiPupil Bulat, sentral Sulit dievaluasiLensa Jernih Sulit dievaluasi

2

Page 3: laporan kasus keratomikosis

Mekanisme Muskular Ke segala arah Ke segala arah

2. Palpasi

PEMERIKSAAN OD OSTensi Okuler Tn TnNyeri Tekan (-) (-)Massa Tumor (-) (-)Glandula Preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Tonometri

Tidak dilakukan pemeriksaan

4. Visus

- VOD : 6/9,6 - VOS : 1/~

5. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan

6. Color sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

7. Light sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

8. Penyinaran oblik

3

00

0

0

0

00 0

0

0

0

00

0

00

Page 4: laporan kasus keratomikosis

No Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra1

2

345

6

Konjungtiva

Kornea

Bilik Mata DepanIrisPupil

Lensa

Hiperemis (-)

Jernih

NormalCokelat, kripte (+)Bulat, sentral, refleks cahaya (+)Jernih

Hiperemis (+),Mixed injeksi (+)

Kornea keruh di daerah sentral sampai parasentralSulit dievaluasiSulit dievaluasi Sulit dievaluasi

Sulit dievaluasi

9. Slit lamp :

- SLOD: Konjungtiva hiperemis (-) kornea jernih, iris cokelat, kripte

(+), pupil bulat, sentral RC (+), lensa jernih.

- SLOS: Konjungtiva hiperemis (+), mixed injeksi (+), kornea keruh

didaerah sentral meluas sampai ke parasentral searah jarum

jam 1 sampai jam 5, tes flouresens (+), iris& detail lain sulit

dievaluasi.

10. Tes Fluoresensi : (+) tampak kornea keruh didaerah sentral meluas

sampai ke parasentral.

4

Page 5: laporan kasus keratomikosis

11. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% : (+) ditemukan hifa

12. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

RESUME

Seorang laki-laki 34 tahun datang ke poliklinik RSWS dengan keluhan nyeri pada

mata kiri.Dialami sejak ± 20 hari yang lalu, awalnya mata kiri kemasukan debu

saat OSI mengendarai motor. Gatal (+), hiperemis (+), nyeri (+), sulit membuka

mata (+), hiperlakrimasi(+), rasa mengganjal (+), fotophobi (+), rasa berpasir (+),

secret berlebih (+). Riwayat berobat ke Puskesmas Sinjai 2 minggu yang lalu dan

diberikan salep mata.

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan, inspeksi tampak konjungtiva OS

hiperemis (+) disertai injeksi konjungtiva (+) dan injeksi perikorneal (+), pada

silia sekret (+), apparatus lakrimalis hiperlakrimasi (+), kornea keruh (+), BMD

dan detail lain sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/9,6

VOS: 1/~. Pada pemeriksaan tes flouresens (+), dan tes KOH (+).

Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan pada mata kiri konjungtiva

hiperemis (+), injeksi konjungtiva (+), injeksi perikornea (+), kornea keruh di

daerah sentral meluas sampai daerah parasentral searah jarum jam 1 sampai jam

5, tes flouresens (+), iris dan detail lainsulit dievaluasi.

5

Page 6: laporan kasus keratomikosis

DIAGNOSIS

OS Keratomikosis

Differential Diagnosis

OS Keratitis Bacterial

TERAPI

Terapi Topikal

C. Natacen 5% ED 6x1 gtt OS

C. Tropin 0,5% 2x1 gtt OS

Terapi Oral

Na Diclofenak 50 mg 2x1

PROGNOSIS

1.Quo ad vitam : Bonam

2.Quo ad sanationem : Dubia

3.Quo ad visam : Dubia

4. Quo ad cosmeticum : Dubia

DISKUSI

Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri pada mata

kiri yangdialami sejak ± 20 hari yang lalu, akibat kemasukan debu saat

OSI mengendarai motor. Gatal (+), mata merah (+), nyeri (+),

hiperlakrimasi (+), rasa mengganjal (+), fotofobia (+), rasa berpasir (+),

sekret (+).

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan, inspeksi tampak konjungtiva OS

hiperemis (+) disertai injeksi konjungtiva (+) dan injeksi perikorneal (+), pada

silia sekret (+), apparatus lakrimalis hiperlakrimasi (+), kornea keruh (+),

BMDdan detail lain sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD :

6/9,6 VOS: 1/~. Pada pemeriksaan tes flouresens (+), dan tes KOH (+).

6

Page 7: laporan kasus keratomikosis

Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan Konjungtiva hiperemis (+), injeksi

konjungtiva (+), injeksi perikornea (+), kornea keruh didaerah sentral meluas ke

daerah parasentral searah jarum jam 1 sampai jam 5, tes flouresens (+), iris dan

detail lain sulit dievaluasi.

Berdasarkan hasil anamnesis, hasil pemeriksaan oftalmologi, serta

pemeriksaan penunjang tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien

menderita oculi sinistra keratomikosis.

Keratomikosis merupakan suatu infeksi kornea yang disebabkan oleh

jamur. Biasanya dimulai dengan suatu ruda paksa pada kornea oleh bahan-

bahan organik seperti ranting pohon dan bagian tumbuh-tumbuhan

lainnya. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan

dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan

kortikosteroid yang tidak tepat. Predisposisi utama adalah para petani yang

menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya dilapangan berumput

tanpa memakai pelindung mata. Kotikosteroid merupakan faktor utama

lainnya yang mengaktivasi jamur dan meningkatkan virulensi jamur

dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi.

Dari anamnesis didapatkan predisposisinya adalah pekerjaan pasien

yaitu petani disertai dengan riwayat mata kemasukan sesuatu. Gejala yang

dirasakan oleh pasien adalah berupa nyeri pada mata kiri, gejala nyeri

terjadi oleh karena kornea memiliki banyak serabut saraf nyeri sehingga

setiap lesi pada kornea baik superfisial maupun dalam akan memberikan

rasa sakit dan rasa sakit ini diperhebat oleh adanya gesekan palpebra pada

kornea. Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang mata terasa berair, rasa

mengganjal dan sering silau jika melihat cahaya, Fotofobia yang terjadi

biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi

pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada

ujung serabut saraf pada kornea. Blefarospasme merupakan renjatan otot

m orbicularis oculi akibat adanya spasme iris.

7

Page 8: laporan kasus keratomikosis

Fotofobia yang terjadi mengakibatkan gangguan pembiasan cahaya

pada retina tidak pada satu titik dikarenakan adanya kekeruhan pada

kornea sebagai media refrakta, hal ini juga menyebabkan terjadinya

penglihatan kabur pada pasien disebabkan oleh karena adanya defek pada

kornea sehingga menghalangi refleks cahaya yang masuk ke media

refrakta, terutama jika letaknya di sentral.

Ditemukan juga hiperlakrimasi karena yang mempersarafi apparatus

lakirimalis sama dengan yang mempersarafi kornea, yaitu N.Trigeminus

cabang I sehingga apabila terjadi inflamasi di kornea maka berpengaruh

pada apparatus lakirimalis. Injeksi perikorneal yang merupakan pelebaran

pembuluh darah perikorneal atau arteri siliaris anterior serta injeksi

konjungtiva yang merupakan pelebaran arteri konjungtiva posterior yang

terjadi akibat adanya infeksi.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan penurunan visus pada mata yang

mengalami infeksi oleh karena adanya defek pada kornea sehingga

menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke media refrakta.

Pada pemeriksaan slit lamp BMD, iris, pupil, lensa sulit dinilai

akibat adanya kekeruhan pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena

adanya injeksi konjungtiva dan perikornea.

Pada pemeriksaan tes flouresensi tampak seluruh permukaan kornea

keruh akibat terdapat defek pada epitel kornea yang menyebabkan

hilangnya sebagian permukaan kornea ditandai dengan warna hijau pada

daerah yang defek dan warna biru oleh daerah yang intak. Pemeriksaan

fluoresense menggunakan fluoresein yaitu bahan yang berwana orange

yang bila disinari gelombang biru akan memberikan gelombang hijau.

Bahan larutan ini dipakai untuk melihat terdapatnya defek epitel kornea,

fistel kornea atau yang disuntikkan untuk dibuat foto pembuluh darah

retina.

Berbeda dengan keratitis bacterial, dari anamnesis dan pemeriksaan

fisis umumnya didapatkan kondisi yang mengancam penglihatan. Secara

8

Page 9: laporan kasus keratomikosis

klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva,

fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial,

inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada.

Pada pemeriksaan mikroskopik KOH 10% ditemukan hifa yang

membantu untuk menentukan mikroorganisme penyebab defek kornea

serta penegakan diagnosis untuk menyingkirkan differensial diagnosis.

Penatalaksanaan topikal yang diberikan adalah tetes mata anti fungi

natamycin suspensi ophthalmic 5% golongan polyene, yang bersifat

spectrum luas terhadap fungal filamentaous yang disebabkan oleh

fussarium spp yang paling umum penyebab keratomikosis, dengancara

melisiskan membran jamur.

Obat oral yang diberikan adalah Na. diclofenak adalah obat

golongan antiinflamasi nonsteroid yang mempunyai efek antiinflamasi,

analgesik, dan antipiretik.Mekanisme kerjanya  adalah dengan

penghambatan sintesa prostaglandin. Natrium diklofenak diabsorbsi secara

cepat dan lengkap setelah pemberian peroral dan kadar puncak dalam

plasma dicapai dalam 2 - 3 jam.

Keratomikosis diobati dengan antimikotik seperti nistatin, dan lain-

lain.Jika pengobatan topikal tidak memberikan efek perbaikan, dapat

dilakukan keratoplasti.Penyulit yang dapat terjadi pada keratomikosis

adalah endoftalmitis.

9

Page 10: laporan kasus keratomikosis

KERATOMIKOSIS

I. PENDAHULUAN

Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat.

Seorang ahli mata dapat melihat struktur dalam mata karena kornea bersifat jernih

dan memiliki daya bias sebesar 43D.(1)

Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi

mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus dan bila terlambat di

diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan

stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. (2)

Infeksi jamur pada kornea atau keratomikosis merupakan masalah

tersendiri secara oftalmologik, karena sulit menegakkan diagnosis

keratomikosis ini, padahal keratomikosis cukup tinggi kemungkinan

kejadiannya sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris

dan iklim kita yang tropis dengan kelembaban tinggi. Setelah diagnosis

ditegakkan, masalah pengobatan juga merupakan kendala, karena jenis

obat anti jamur yang masih sedikit tersedia secara komersial di Indonesia

serta perjalanan penyakitnya yang sering menjadi kronis.(3)

Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur,

Keratomycosis disebut juga keratitis fungi yang merupakan infeksi jamur

yang menyerang kornea.(3)

II. EPIDEMIOLOGI

Insidens keratitis jamur di Amerika Serikat bervariasi menurut

lokasi geografi dan rata – rata 2% kasus keratitis di New York, 35% di

florida. Spesies Fusarium penyebab infeksi jamur pada kornea yang paling

umum di Amerika Selatan (45-76% fungal keratitis), spesies Candida and

Aspergillus lebih banyak di Amerika Utara. Pada tahun 2006, the Centers

for Disease Control andPrevention (CDC) menerima laporan dari

10

Page 11: laporan kasus keratomikosis

oftalmologist di New Hersey didapatkan 3 pasien dengan menggunakan

lensa kontak berhubungan dengan keratitis Fusarium. Secara internasional,

Aspergillus merupakan jamur terbanyak yang terisolasi pada kasus

keratitis jamur. Keratomikosis lebih sering ditemukan pada laki – laki

dibanding perempuan dan lebih sering ditemukan pada pasien yang

mempunyai riwayat trauma ocular di luar rumah.(3)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

1. Anatomi

Gambar 1 : Anatomi kornea (1)

11

Page 12: laporan kasus keratomikosis

Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang

menutup bola mata sebelah depan. Kornea ini disisipkan ke sklera di

limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis.(4)

Permukaan kornea dibentuk oleh epitel skuamosanon keratin yang

dapat meregenerasi dengan cepat bila terjadi kerusakan.Dalam hitungan

jam,kerusakan epitel ditutup dengan migrasi sel dan pembelahan sel yang

cepat. Namun, ini terjadi bila stem sel limbus di limbus kornea tidak rusak.

Regenerasi kornea tidak akan berlangsung jika sel-sel ini rusak. Sebuah

epitel utuh berfungsi untuk melindungi bagian dalamnya terhadap infeksi,

kerusakan pada epitel akan memudahkan patogen untukmasuk ke mata.(1)

Kornea memiliki diameter horizontal 11 – 12 mm dan berkurang

menjadi 9 – 11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa

rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.

Kornea memiliki tiga fungsi utama: (5)

1. Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan airmata

prekornea.

2. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.

3. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu

penampilan optikal.

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lapisan yang terdiri atas: (6)

1. Epitel

Tebalnya 50µm, terdiri atas lima atau enam lapis sel epitel tidak bertanduk

yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel

gepeng. Lapisan tersebut dibagi menjadi lapisan sel basal: sel kuboid

dimana pembelahan sel terjadi. Wing sel: lapisan kedua adalah berbentuk

sayap agar sesuai dengan permukaan anterior sel basal yang bulat. Sel

superfisial: tiga lapisan sel berikutnya menjadisemakin menyatu karena

12

Page 13: laporan kasus keratomikosis

aktivitas mitosis dalam lapisan sel basal.Sel-sel paling superfisial

melepaskan diri dari permukaan sebagaiproses normal.(6)

2. Membrana Bowman

1. Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma.(1)

2. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.(1)

3. Stroma

Stroma adalah jaringan yang sangat braditrofik. Sebagai jaringan avascular.

Namun, avascular yang membuatnya menjadi situs istimewa untuk dilakukan

pencangkokan. Kornea transplantasi dapat dilakukan tanpa mengambil

jaringan sebelumnya. Peningkatan risiko penolakan hanya perlu dikhawatirkan

jika kornea resipien memiliki vaskularisasi yang mungkin terjadi setelah

cedera kimia atau peradangan. Pada beberapa kasus pencangkokan

memerlukan terapi imunosupresif dengan cyclosporin.(1)

4. Dua’s Layer

Gambar 2 : Dua’s Layer (14)

13

Page 14: laporan kasus keratomikosis

Para ilmuwan telah menemukan sebuah lapisan yang sebelumnya tidak

diketahui pada mata manusia. Lapisan tersebut disebut dua’s layer, struktur

tipis tetapi kuat, ketebalannya hanya 15 mikron.(14)

Lapisan ini dinamai penemunya, Harminder Dua, seorang profesor

optalmologi dan ilmu visual Universitas Nottingham. Dua mengatakan bahwa

temuan ini tidak hanya mengubah pengetahuan mengenai anatomi mata

manusia, tetapi juga akan membuat operasi lebih aman dan sederhana pada

pasien dengan cedera di lapisan ini. Dua’s layer menambahkan lima lapisan

kornea sebelumnya.(14)

5. Membrana Descemet (1)

a. Membran aselular, merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel

endotel dan merupakan membran basalnya.

b. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

Membrana descement adalah membran pada posterior kornea yang

berdekatan dengan bilik mata depan.

c. Membran descement merupakan membran yang relatif kuat yang akan

mempengaruhi bentuk ruang anterior bahkan bila stroma kornea telah

benar-benar rusak. Karena merupakan membran basal, jaringan yang

hilang akan diregenerasi oleh sel endotel fungsional.

6. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal

20-40 um.Endotel melekat pada membran descement melalui

hemidesmosom dan zonula okluden.Endotelium kornea bertanggung

jawab atas transparansi kornea. Endotelium kornea tidak mengalami

regenerasi, kerusakan endothelium akan ditutup oleh pembesaran sel dan

migrasi sel.(1)

14

Page 15: laporan kasus keratomikosis

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.

Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.Setiap

kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis

ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens

disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang

terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi

(epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera

kornea. (1)

2. Fisiologi Kornea

Fungsi utama kornea adalah sebagai membran protektif dan sebuah “jendela”

yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea dimungkinkan

oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang bersifat deturgescence.

Deturgescence, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh

pompa aktif bikarbonat dari endothelium dan fungsi penghalang dari epitel dan

endotel. Endotelium lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan

kimia atau kerusakan fisik pada endotelium ini jauh lebih serius daripada

kerusakan epitel. Penghancuran sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan

hilangnya transparansi. Di sisi lain, kerusakan epitel hanya bersifat sementara,

edema lokal dari stroma kornea yang membersihkan ketika sel-sel epitel

beregenerasi. Penguapan air dari film air mata precorneal menghasilkan

hipertonisitas film, bahwa proses dan penguapan langsung adalah faktor-faktor

yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan

dehidrasi (4)

Penetrasi kornea utuh oleh obat adalah bifasik. Zat yang larut dalam lemak

dapat melewati epitel utuh danzat larut dalam air dapat melewati stroma utuh.

Untuk melewati kornea, obat harus memiliki kemampuan larut dalam lemak dan

larut dalam air.(4)

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur

jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti

15

Page 16: laporan kasus keratomikosis

penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)

diperoleh dari 3 sumber, difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya, difusi dari

humor aquous, dan difusi dari film air mata.(1)

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut

dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar

dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada

film air mata juga melindungi mata dari infeksi.(1)

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.

Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.Setiap

kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis

ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens

disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang

terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi

(epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera

kornea. (1)

IV. ETIOLOGI

Keratomikosis infeksi jamur yang biasanya dimulai dengan suatu

ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon dan bagian tumbuh-tumbuhan.

Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan dianggap

sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang

tidak tepat.(4)

Ulkus biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun,

dan infeksi.Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien,

besar, dan virulensi inokulum. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri,

jamur, amuba, dan virus.(5) Jamur dengan frekuensi tertinggi penyebab

keratitis fungal adalah Aspergillus dan Candida Albicans.(1)

Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan

oleh tumbuh – tumbuhan atau bahan organik.(1)

16

Page 17: laporan kasus keratomikosis

Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan: (8)

1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-

cabang hifa.

a. Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp,

Cladosporium spp, Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora spp,

Curvularia spp, Altenaria spp.

b. Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.

2. Jamur ragi (yeast)

Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candidaalbicans,

Cryptococcus spp, Rodotolura spp.

3. Jamur difasik

Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang pada media perbiakan

membentuk miselium: Blastomices spp,Coccidiodidies spp, Histoplasma spp,

Sporothrix spp.

V. PATOFISIOLOGI

Keratomikosisdapat terjadi setelah memprena paparan bahan

tanaman ke dalam mata.,biasanyaAspergillus fusarium dan spesies

Cephalosporium. Pada pasien lemah atau pasien imunosupresi, infeksi

jamur cenderung lebih disebabkan oleh Candida dan ragi lainnya.(9)

Trauma dengan bahan-bahan dari tanaman atau tumbuhan faktor

resiko yang penting dari keratitis fungal.Predisposisi utama adalah para

petani yang menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya yang

menggunakan peralatan mesin dilapangan berumput, tanpa memakai

pelindung mata. Trauma dihubungkan dengan penggunaan kontak lensa

yang merupakan faktor resiko umum yang lain untuk terjadinya keratitis

17

Page 18: laporan kasus keratomikosis

fungal. Kortikosteroid topikal adalah faktor resiko mayor lainnya,

Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur

dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Meningkatnya

penggunaan kortikosteroid topical selama akhir dekade ke-empat

merupakan implikasi mayor penyebab meningkatnya insiden keratitis

fungal selama periode tersebut.(10)

Selain itu, penggunaan kortikosteroid sistemik bisa mensupresi

respon sistem imun, karena itu merupakan predisposis terjadinya keratitis

fungal. Faktor resiko lainnya adalah termasuk operasi kornea (contohnya

keratoplasti dan keratotomi radial), dan keratitis kronis (contohnya herpes

simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi).(10)

Kebanyakan organisme fungi yang dihubungkan dengan infeksi

pada mata terdapat dimana-mana, organisme saprofit dan telah dilaporkan

sebagai penyebab infeksi pada literature ophtalmologi. Jamur yang di

isolasi telah dapat diklasifikasikan kedalam grup: Moniliaceae (jamur

berfilamen tidak berpigmen, termasuk didalamnya spesies Fusarium dan

Aspergillus), Dematiaceae (Jamur berfilamen berpigmen, termasuk

didalamnya spesies Curvularia and Lasiodiplodia), dan yeasts (termasuk

didalamnya spesies Candida).(3)

Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada

epithelium, kemudian memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada

jaringan dan menyebabkan reaksi inflamasi.Kerusakan pada epitelium

biasanya disebabkan dari trauma (contohnya, penggunaan kontak lensa,

benda asing, operasi kornea).Organisme dapat menembus kedalam

membran descment yang intak dan mencapai bagian anterior atau segmen

posterior. Mikotoksin dan enzim proteolitik menambah kerusakan jaringan

yang ada.(3)

Keratitis fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis

fungal.Pada kasus ini, organisme jamur dari segmen posterior menembus

18

Page 19: laporan kasus keratomikosis

membran Descemet dan masuk kedalam stroma kornea. Akumulasi ini

dapat dilihat dalam bentuk klinis dan dapat ditemukan pus atau

pembentukan abses. Organisme dan respon host berkontribusi terhadap

kerusakan kornea, termasuk ulserasi(3)

Ketika terjadi kerusakan pada epitel kornea yang terjadi oleh

karena adanya suatu agent dari luar yang menyebabkan terjadinya

perubahan menjadi patologi dimana proses terjadinya ulkus kornea dibagi

dalam empat fase, yaitu : infiltrasi, ulserasi aktif, regresi dan pembentukan

sikatrik.(13)

1. Stadium infiltrasi progresif

Stadium ini mempunyai karakter pada infiltrasinya dimana terdapat

polimorfonuklear dan/atau limfosit di dalam epitel yang berasal

darisirkulasi perifer yang dipacu oleh sel yang berasal dari batas disekitar

stroma ketika jaringan ini juga terkena efeknya.(13)

2. Stadium ulserasi aktif

Ulserasi aktif membuat nekrosis dan penipisan dari epitel, membrane

bowman dan stroma. Dinding yang mengalami ulserasi aktif membuat

lamela menjadi bengkak oleh karena adanya imbibisi dari cairan dan

penumpukan leukosit diantara lapisan tersebut.(13)

3. Stadium regresi

Regresi di induksi oleh mekanisme pertahanan tubuh alamiah dari tubuh

dan pengobatan yang sesuai dengan respon tubuh. Batas dermacationakan

tumbuh disekitar ulkus, yang mana mengandung leukosit dan fagosit serta

debris seluler nekrosis. Proses ini dibentuk oleh vaskularisasi superficial

yang meningkat oleh respon imun dan humoral.(13)

4. Stadium sikatrik

Pada stadium ini proses penyembuhan berlangsung oleh progresifitas

epitel yang akan membentuk penutup permanen. Derajat skar dari proses

penyembuhan bervariasi. Tergantung apabila hanya pada daerah

19

Page 20: laporan kasus keratomikosis

superficial dan hanya pada epitel. Ketika ulkus mengenai membrane

Bowman dan sedikt pada lamela stroma superficial maka akan

menimbulkan terjadinya scar yang disebut dengan nebula, yang terlihat

apabila hanya menggunakan slit lamp, macula (terlihat apabila

menggunakan pen light dengan cara iluminasi obliq), sedangkan leukoma

yang dapat terlihat secara langsung tanpa menggunakan alat.(13)

Gambar 3 stadium ulkus. (A) infiltrasi progresif

(B) ulserasi aktif, (C) regresi, (D) sikatrik(13)

VI. GEJALA KLINIS

20

Page 21: laporan kasus keratomikosis

Gambar 4 : keratitis fungi (2)

Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,

tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri.Gejala dari ulkus kornea

yaitu nyeri yang ekstrim oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena

kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea

menimbulkan rasa sakit dan fotopobia.Rasa sakit ini diperhebat oleh

gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap

sampai sembuh.Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan

membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan

penglihatan terutama jika letaknya di pusat. .(11)

Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris

beradang yang sakit.Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks

yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea.Fotopobia yang berat pada

kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena

hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik

berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya menyertai

penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri

purulen.(7)

Gejala ulkus kornea jamur pada fase awal biasanya lebih ringan

dibandingkan dengan ulkus kornea bakteri dan bisa memberikan tanda

injeksio konjungtiva yang minimal atau tidak ada sama sekali. Lesi

superfisial kelihatan berwarna putih keabu-abuan, menonjol pada

permukaan kornea, mempunyai tekstur yang kering, kasar atau tidak rata

yang bisa dilihat pada saat kerokan diagnostik.Bisa juga ditemukan

infiltrat multifokal atau satelit, namun jarang dilaporkan.Sebagai

tambahan, bisa terjadi infiltrat stroma dalam epitelium yang intak. Plak

21

Page 22: laporan kasus keratomikosis

endotel/dengan hipopion juga bisa didapatkan jika infiltrat jamur cukup

besar atau dalam.(10)

Keratitis fungal memperlihatkan tidak ada kecenderungan untuk

umur, jenis kelamin atau ras. Kadang pasien memiliki riwayat trauma

kornea, biasanya dari bahan organik.(4) Termasuk dalam resiko tinggi

adalah trauma (benda asing, lensa kontak), penggunaan imunosupresan

sistemik atau pada mata, juga pada penyakit atau terapi dengan

immunosupresan (transplantasi organ) atau penggunaan terapi topikal

steroid, dan penggunaan antibiotik dalam jangka lama. Infeksi jamur juga

sangat sering ditemukan pada daerah pertanian dan lingkungan tropis.(3)

Keratitis fungal filemantous sering bermanifestasi sebagai warna

putih keabu-abuan, penampakan infiltrat kering sebagai bulu yang ireguler

atau tepi filamentous.Lesi-lesi superfisial tampak putih keabu-abuan diatas

permukaan kornea, kering, kasar, dan tekstur yang berpasir dapat dideteksi

dengan mengosok kornea. Kadang-kadang, multifokal atau infiltrat satelit

dapat ditemukan, walaupun jarang dilaporkan.(3)

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.(3)

1. Anamnesis

Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan

oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika

melihat cahaya, kelopak terasa berat.Yang juga harus ditanyakan ialah adanya

riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya

penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka

panjang.(3)

2. Pemeriksaan fisis

a. Visus

22

Page 23: laporan kasus keratomikosis

Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi

oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi

cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.(3)

b. Slit lamp(3)

Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan

pada kornea.Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva

ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang

tidak spesifik, termasuk didalamnya:

1. Injeksio konjungtiva Kerusakan epitel kornea

2. Supurasi

3. Infiltrasi stroma

4. Reaksi pada bilik depan

5. Hipopion

3. Pemeriksaan penunjang

a. Tes fluoresein.

Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan

kornea.Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau

menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru

menunjukkan daerah yang intak).(4)

23

Page 24: laporan kasus keratomikosis

Gambar 5 : Keratomikosis(15)

b. Pewarnaan gram,KOH, dan kultur.(5)

Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh

jamur.kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada

beberapa kasus. Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif

belum menyingkirkan diagnosis keratomikosis.Yang utama adalah

melakukan pemeriksaan kerokan kornea.

c. Gambaran Histopatologi (5)

Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea

ditemukan adanya jamur.Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan

kornea.Adanya komponen jamur yang mencapai stroma menunjukkan

tingkat virulensi kuman sangat tinggi dan biasanya berhubungan dengan

infeksi yang progresif.

VIII. PENATALAKSANAAN

Yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis

keratomikosis yang dihadapi; bisa dibagi : (12)

a. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.

b. Jamur berfilamen.

c. Ragi(yeast).

d. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.

Steroid topikal adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi

awal.Diberikan juga obat siklopegik (atropin) guna mencegah sinekia

posterior untuk mengurangi uveitis anterior.

Agen anti jamur dibagi kepada beberapa kelompok: (3)

1. Polyene termasuk Natamycin, Nystatin dan Amphotericin B.

Berdaya anti fungi dengan mengikat pada dinding sel fungi dan mengganggu

permeabilitas membran jamur sehingga terjadi ketidakseimbangan

intraseluler.Polyene dengan molekul kecil seperti Natamycin menyebabkan

24

Page 25: laporan kasus keratomikosis

lisis permanen pada membran dibanding perubahan reversibel oleh molekul

besar seperti Nystatin.Amphotericin B tidak larut dalam air dan tidak stabil

pada oksigen, cahaya, air, dan panas.Golongan ini mempunyai daya antifungi

spectrum luas tapi tidak efektif terhadap Actinomyces dan Nocardia.Golongan

ini efektif terhadap infeksi jamur tipe filamentosa dan yis.

a. Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk keratomikosis akibat yis dan

Candida. Dapat juga bermanfaat pada infeksi akibat filamentosa. Dosis

pemberian setiap 30 menit untuk 24 jam pertama, 1 jam untuk 24 jam

kedua, dan di tappering off sesuai dengan respon klinis tubuh pasien

terhadap obat. Tersedia secara komersial dan bila diragukan kestabilannya,

bisa dibuat dari preparat perenteral dengan mengencerkannya dengan

akuades. Obat ini juga dianjurkan untuk keratitis filamentosa kausa jamur

tipe Aspergillus sp.(3)

b. Natamycin (paramycin) bersifat spektrum-luas terhadap organisme

filamentosa seperti polyene lain, tetapi dilaporkan lebih efektif terhadap

Fusarium sp. Pengobatan topical hendaklah diberikan selama 6 minggu.(12)

2. Azole (imidazole dan triazole) termasuk ketaconazole, miconazole,

fluconazole, itraconazole, econazole, dan klotrimazole. Golongan Imidazol,

dan ketokonazole dilaporkan efektif terhadap Aspergillus, Fusarium, dan

Candida. Tersedia secara komersial dalam bentuk tablet. Ketoconazole oral

(200-600 mg/hari) dapat dipertimbangkan sebagai terapi adjuntiva pada

keratomikosis filamentosa berat, dan fluconazole oral (200-400 mg/hari)

untuk keratitis yeast berat. Itraconazole oral (200 mg/hari) mempunyai kesan

spektrum-luas terhadap semua Aspergillus sp dan Candida tetapi kerja yang

bervariasi terhadap Fusarium. (11)

a. Azole menghambat sintesa ergosterol pada konsentrasi rendah dan pada

konsentrasi tinggi bekerja merusak dinding sel. (3)

b. Fluconazole dan ketoconazole oral di absorbsi secara sistemik dan terdapat

dalam kadar yang bagus di bilik mata depan dan kornea, maka

pemberiannya harus dipertimbangkan sebagai penanganan keratomikosis

25

Page 26: laporan kasus keratomikosis

yang lebih lanjut. Karena kedua obat tersebut dapat berpenetrasi dengan

baik ke dalam jaringan okuler, ia merupakan pilihan pengobatan bagi

keratitis kausa filamentosa dan yis. Pemberian obat tersebut juga melihat

kepada kedalaman penetrasi jamur ke dalam stroma.(3)

Dosis dewasa 200-400 mg/d. Antimikotik sistemik diberikan pada kasus

keratitis berat atau endoftalmitis. Apabila terjadi perburukan atau semakin

bertambahnya infeksi pada kornea walaupun terlah mendapatkan

pengobatan anti fungi yang maksimum maka perlu di lakukan operasi.(3)

Kelas obat yang digunakan untuk pengobatan keratitis jamur

termasuk antibiotik polyene (nistatin, amphoterecin B, natamycin); analog

pyrimidine (flucytosine); imidazole (clortrimazole, miconozole, econazole,

ketoconazole); triazoles (fluconazole, itraconazole); dan sulfadiazine.

Natamycin hanya dapat diberikan secara topical; obat lain dapat diberikan

dari bermacam jalur yang ada. Steroid kontraindikasi karena akan terjadi

eksaserbasi penyakit.(3)

Natamycin 5% direkomendasikan untuk terapi pada kebanyakan

kasus keratitis fungal filamentaous, terutama yang disebabkan oleh

fusarium spp, agen penyebab yang paling umum pada keratitis fungi

eksogen yang terdapat di area lembab di Amerika Selatan.Mikonazole

topikal 1% (10 mg/ml) merupakan obat terpilih memberantas

Paecilomyces lilacinum. Kebanyakan klinisi dan bukti penelitian

menyarankan amphotericin B (0,15%-0,3%) sangat berkhasiat pada

pengobatan keratitis yang disebabkan oleh fungal tipe yeast. Ketokonazole

oral (200-600 mg/hari) bisa digunakan untuk tambahan terapi pada

beberapa keratitis fungal tipe filamentous, dan fluconazole (200-400mg/

hari) untuk beberapa keratitis fungal tipe yeast.(10)

Terapi konservatif berupa hospitalisasi direkomendasikan sebagai

terapi awal ketika memulai terapi sebagai terapi jangka panjang tak

teratur.Terapi sistemik hanya diindikasikan pada kasus yang melibatkan

26

Page 27: laporan kasus keratomikosis

intraokular. Pada kasus lain akan berespon baik dengan terapi topikal

antifungi seperti natamycin, nystatin, dan amphotericin B. Terapi

pembedahan. Keratoplasti diindikasikan ketika kerusakannya gagal

berespon atau pada terapi konservatif respon sangat lambat dan pada terapi

keadaan menjadi lebih buruk. Teknik ini dilakukan apabila ulkusnya lebih

dalam atau deep injury dimana kerusakan kornea menimbulkan

terbentuknya jaringan ikat sehingga menimbulkan kekeruhan pada kornea,

dimana akan menghalangi cahaya yang menuju ke retina. Corneal

Scrapping, dilakukan pada ulkus superficial, dimana pada ulkus tersebut

dapat ditangani dengan menggunakan metode ini, dimana

penyembuhannya cepat dan tidak menimbulkan scar.(4)

IX. DIAGNOSA BANDING

1. Keratitis bakterial

Gambar 6 : keratitis bakterial(2)

Bakterimerupakan penyebab paling banyak ulkus kornea. Organisme

yang biasanya terlibat yaitu Pseuomonas aeroginosa,Staphylococcus aureus,

S. epidermidis. Streptococcuspneumoniae, Haemophilus influenza dan

Moraxella catarrhalis.Neiseria species, Corynebacterium dhiptheriae, K.

aegyptus dan Listeria merupakan agen berbahaya oleh arena dapat

berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak.Karakteritik klinik ulkus

27

Page 28: laporan kasus keratomikosis

kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai

penyebabnya, walaupun demikian secret yang berwarna kehijauan dan bersifat

mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa.Kebanyakan ulkus

kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer.(5)

Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh

kornea terutama jenis P.aeroginosa.Batas yang maju menunjukkan ulserasi

aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya

kokus gram positif, Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus

pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat

atau lonjong, berwarna putih abu – abu pada anak tukak yang supuratif, daerah

kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat

infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh P. Aeroginosa makan tukak

akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulent berwarna kuning hijau

terlihat melekat pada permukaan tukak.(3)

Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan.

Secara klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva,

fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial,

inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada.

Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau bakteri

anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh.

Penggunaan kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi

kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya infeksi bacterial.(5)

2. Keratitis viral

28

Page 29: laporan kasus keratomikosis

Gambar 5 : Keratitis herpes simplex(6)

Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks,

Herpes Zoster, Adenovitus.Herpes virus menyebab kanulkus dendritik yang

bersifat rekuren pada tiap individu, akibat reaktivasi virus laten di gangglion

Gasserian, serta unilateral.Pada virus Herpes simpleks, biasanya gejala dini

dimulai dengan injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel

dipermukaan epitel kornea, kemudian keadaan ini disusul dengan bentuk

dendritik serta terjadi penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga

disertai dengan pembesaran kelejar preaurikuler.(4)

Pada keratitis yang disebabkan oleh virus memberikan gambaran

seperti infiltrat halus berbintik-bintik pada daerah depan kornea, biasanya

bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat gejala kelainan konjungtiva ataupun

tanda akut.(4)

X. KOMPLIKASI

Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi

kornea walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis

dibanding dengan normal sehingga peningkatan tekanan intraokuler dapat

mencetuskan terjadinya ulkus kornea.Pembentukan jaringan parut kornea

menghasilkan kehilangan penglihatan parsial maupun kompleks.

Terjadinya neovaskularisasi dan astigmatisme ireguler, penipisan kornea,

sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma, dan katarak juga bisa terjadi.(4)

Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang

melibatkan setiap struktur intraokular dan dapat membuat hilangnya

penglihatan atau kehilangan mata. Perforasi kornea jarang terjadi dan

endophthalmitis sekunder telah dilaporkan.(3)

XI. PROGNOSIS

29

Page 30: laporan kasus keratomikosis

Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya

kornea yang terlibat, status kesehatan pasien (contohnya

immunocompromised), dan waktu penegakkan diagnosis klinis yang

dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium.Pasien dengan infeksi ringan

dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik;

bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera

atau struktur intraokular sangat sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi

jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi kornea.(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lang GK. Cornea.Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2nd edition.

Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-117

2. Coster DJ. Corneal Ulceration. In Fundamentals of Clinical Opthalmology.

BMJ Book London. p. 41-64

3. Singh D. Fungal keratitis. Medscape Reference; 2013 [updated October 27,

2011; cited 2013 15 June].

4. Biswell R. Kornea. : Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. Oftalmologi

Umum. 17 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2012. p. 152-49.

5. Sudan R, Sharma Y. In Keratomycosis: Clinical diagnosis, Medical and

Surgical Treatment. Article Review 2003

30

Page 31: laporan kasus keratomikosis

6. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.

2005. p.62-66.

7. Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. General

Ophthalmology. 16th edition. Connecticut ; Appleton & Lange; 1999. p. 119-

41.

8. Externa Disease and Cornea. New York: American Academy of

Ophthalmology; 2011.

9. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.

Thieme. 2006. p. 100-101.

10. Externa Disease and Cornea. New York: American Academy of

Ophthalmology; 2011. P. 164-7

11. Rhee DJ, Coblyka, Rapuano CJ, Sobrin L. Opthalmogic Drug Guide.

Springer. Boston p34-39

12. Watson A, Daya S. Infective Complications Following Lasik In Cornea and

External Eye Disease. Editors. T Reinhard, Larkin. Springer p158-159

13. Khurana A. Disease of the cornea. In: Khurana A, editor. Comperhensive

ophtalmology. 4 ed. New Delhi: New Age International,. Ltd; 2007.p. 89-96.

14. Sergio Prostak. Scientists Discover Previously Undetected Layer in Human

Eye-Dua’s Layer. Sci-News Reference; 2011-2013 [updated 2013 June 12;

cited 2013 June 12].

15. Caceres V. Fluconazole used to fight Fungal Keratitis. Eye World

Contributing Megazine. 2013.

31

Page 32: laporan kasus keratomikosis

32