51
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosa (TB) adalah suatu penyakit menular yang dapat berakibat fatal. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberculosa atau Tubercle bacillus. Tuberkulosis, terutama TB paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia <15 tahun. Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua kasus TB pada anak berkisar antara 3% sampai >25%. Laporan mengenai TB anak di Indonesia jarang didapatkan, diperkirakan jumlah kasus TB anak adalah 5%-6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun 1985, dari 1261 kasus TB anak berusia <15 tahun, 63% di antaranya berusia <5 tahun. TBC pada anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TBC anak, permasalahan yang sering dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta komplikasi TBC pada penderita infeksi HIV. Berbeda dengan TBC dewasa, gejala TBC pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti pada penderita dewasa dapat ditegakkan dengan menemukan kuman TBC pada pemeriksaan putum. Sedangkan pada anak sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Karena sulitnya mendiagnosis TBC pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TBC umumnya adalah orang

LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosa (TB) adalah suatu penyakit menular yang dapat berakibat fatal Penyakit

ini disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberculosa atau Tubercle bacillus Tuberkulosis

terutama TB paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi

juga di negara maju Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya

meninggal Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia 1 juta adalah anak usia lt15 tahun

Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua kasus TB pada anak berkisar antara 3

sampai gt25 Laporan mengenai TB anak di Indonesia jarang didapatkan diperkirakan

jumlah kasus TB anak adalah 5-6 dari total kasus TB Berdasarkan laporan tahun 1985

dari 1261 kasus TB anak berusia lt15 tahun 63 di antaranya berusia lt5 tahun

TBC pada anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang

dewasa Pada TBC anak permasalahan yang sering dihadapi adalah masalah diagnosis

pengobatan pencegahan serta komplikasi TBC pada penderita infeksi HIV Berbeda dengan

TBC dewasa gejala TBC pada anak seringkali tidak khas Diagnosis pasti pada penderita

dewasa dapat ditegakkan dengan menemukan kuman TBC pada pemeriksaan putum

Sedangkan pada anak sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya Karena

sulitnya mendiagnosis TBC pada anak sering terjadi overdiagnosis yang diikuti

overtreatment Di lain pihak ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment Hal

tersebut terjadi karena sumber penyebaran TBC umumnya adalah orang dewasa dengan

sputum BTA positif sehingga penanggulangan TBC lebih ditekankan pada pengobatan TBC

dewasa Akibatnya penanganan TB anak kurang diperhatikan Peningkatan insidens infeksi

HIV dan AIDS di berbagai negara turut menambah permasalahan TBC anak Saat ini telah

terjadi peningkatan interaksi antara tuberkulosis dan infeksi HIV dan AIDS pada anak

Seperti halnya di negara-negara lain besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih

relatif sulit diperkirakan

Tuberkulosis tulang punggung merupakan salah satu tuberkulosis ekstra paru yang

dapat menimbulkan cacat fisik yang berat Hampir 10 dari seluruh pendertita TB memiliki

keterlibatan dengan muskulo-skeletal Setengahnya mempunyai lesi di tulang belakang

dengan disertai defisit neurologik 10 - 45 dari penderita

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis

yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi

terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer1

Tuberkulosis sistem skeletal merupakan suatu bentuk penyakit TB ekstrapulmonal

yang mengenai tulang danatau sendi Insidens TB sendi berkisar 1-7 dari seluruh TB yang

mana TB sendi tulang belakang meruapakan kejadian tertinggi diikuti dengan TB sendi

panggul dan sendi lutut Umumnya TB sistem skeletal menganai satu tulang atau sendi

Tuberkulosis pada tulang belakang dikenal sebagai spondilitis TB2

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan sponditis tuberkulosa

merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium

tuberkulosa Tuberculosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus dari

tempat lain dalam tubuh Pervical Pott (1793) yang pertama kali menulis tentang penyakit

dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang

belakang yang terjadi sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott37

II2 Epidemiologi

Menurut WHO sepertiga penduduk dunia telah tertular TB tahun 2000 lebih dari 8

juta penduduk dunia menderita TB aktif Penyakit TB bertanggung jawab terhadap kematian

hampir 2 juta penduduk setiap tahun sebagian besar terjadi di negara berkembang World

Health Organization memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling

banyak menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa

Di negara berkembangTB pada anak berusia lt15 tahun adalah 15 dari seluruh

kasus TB sedangkan di negara maju lebih rendah yaitu 5-7 Pada survei nasional di

Inggris dan Wales yang berlangsung selama setahun pada tahun 1983 didapatkan bahwa 452

anak berusia lt15 tahun menderita TB Laporan mengenai TB anak di Indonesia jarang

didapatkan diperkirakan jumlah kasus TB anak adalah 5-6 dari total kasus TB Data

seluruh kasus TB anak dari tujuh rumah sakit Pusat Pendidikan Indonesia selama 5 tahun

(1998-2002) dijumpai 1086 kasus TB dengan angka kematian bervariasi dari 0-141

Kelompok usia terbanyak 12-60 bulan (429) sedangkan bayi lt12 bulan didapatkan 165

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 didapatkan prevalensi 12

bulan TB paru klinis di Indonesia 1 dengan kisaran 03 (Lampung) sampai 25 (Papua)

Berdasarkan kelompok umur dijumpai prevalensi TB kurang dari 1 tahun 047 1ndash4 tahun

076 dan antara 5ndash14 tahun 0534

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50 dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi

yang terjadi Di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70

dan Sanmugasundarm juga menemukan persentase yang sama dari tuberkulosis tulang dan

sendi Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2 -10 tahun dengan

perbandingan yang hamper sama antara wanita dan pria3

II3 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk batang

dengan ukuran panjang 1-4um dan tebal 03-06um mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada pewarnaan MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri

atas lipid kemudian peptidoglikan dan arabinomannan Lipid inilah yang membuat

kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis

Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan

bertahun-tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam keadaan dormant Dari sifat

ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif

lagi5

Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam

jaringan Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak

mengandung lipid Sifat lain kuman ini adalah aerob Sifat ini menunjukkan bahwa

kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya Dalam hal ini

tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain sehingga bagian

apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis 5

II4 Faktor Resiko

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya

penyakit TB pada anak Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor

resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit)25

1 Resiko infeksi TB

Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan

orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif) daerah endemis kemiskinan lingkungan

yang tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik) tempat penampungan umum

(panti asuhan penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa

aktif 25

Sumber infeksi TB anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang

infeksius terutama dengan BTA positif Berarti bayi dari seorang ibu BTA positif memiliki

resiko tinggi terinfeksi TB Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya semakin besar pula

kemungkinan bayi tersebut terpajan droplet nuclei yang infeksius 25

Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika

pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif infiltrat luas atau kavitas pada lobus

atas produksi sputum banyak dan encer batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor

lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik 25

Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di

sekitarnya Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret

endobronkial pasien anak Ada beberapa hal yang dapat menjelaskan hal tersebut Pertama

jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary) tetapi karena imunitas anak

masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit Kedua lokasi

infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di

daerah parenkim yang jauh dari bronkus sehingga tidak terjadi produksi sputum Dan yang

ketiga adalah sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk

di daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak25

2 Resiko sakit TB

Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB Berikut ini

adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB

Faktor resiko yang pertama adalah usia Anak yang berusia le 5 tahun mempunyai risiko lebih

besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum

berkembang sempurna (imatur) Akan tetapi risiko sakit TB ini akan berkurang secara

bertahap seiring dengan pertambahan usia Anak berusia lt 5 tahun memiliki risiko lebih

tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB) Resiko tertinggi

terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah

infeksi terutama selama 6 bulan pertama Pada bayi rentang waktu antara terjadinya infeksi

dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut 25

Faktor resiko lain adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji

tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir malnutrisi keadaan

imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV AIDS keganasan transplantasi organ dan

pengobatan imunosupresi) diabetes melitus dan gagal ginjal kronik Faktor yang tidak kalah

penting adalah sosial ekonomi yang rendah kepadatan hunian penghasilan yang kurang

pengangguran pendidikan yang rendah dan kurangnya dana untuk pelayanan kesehatan

masyarakat Faktor lain yang mempunyai resiko terjadinya penyakit TB adalah virulensi dari

M Tuberculosis dan dosis infeksinya Akan tetapi secara klinis hal ini sulit dibuktikan 25

II5 Patogenesis

Paru merupakan port drsquoentree lebih dari 98 kasus infeksi TB Karena ukurannya

yang sangat kecil kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier

mukosa basil TB akan mencapai alveolus Pada sebagian kasus kuman TB dapat dihancurkan

seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik sehingga tidak terjadi respon imunologis

spesifik Akan tetapi pada sebagian kasus lainnya tidak seluruhnya dapat dihancurkan Pada

individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman makrofag alveolus akan

memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan Akan tetapi sebagian kecil kuman

TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag dan

akhirnya menyebabkan lisis makrofag Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat

tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer)25

Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional yaitu

kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer Penyebaran ini

menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

(limfadenitis) yang terkena Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah kelenjar limfe

yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler sedangkan jika fokus primer terletak di

apeks paru yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal Gabungan antara fokus primer

limfangitis dan limfadenitis dinamakan kompleks primer25

Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer

secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu Pada saat terbentuknya komplek primer inilah

infeksi TB primer terjadi Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin25

Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer di jaringan paru dapat mengalami

salah satu hal sebagai berikut mengalami resolusi secara sempurna atau membentuk fibrosis

atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi Kelenjar limfe

regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi penyembuhannya biasanya

tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini25

Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi

penyebaran secara hematogen dan limfogen Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk komplek primer Sedangkan pada penyebaran hematogen

kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut

penyakit sistemik Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)

sehingga tidak menimbulkan gejala klinis Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai

organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi

baik terutama apek paru atau lobus atas paru Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi

reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun25

Gambar 21 Alur Patogenesis Perjalanan Tuberkulosis2

Catatan

1 Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2 Kompleks primer terdiri dari fokus primer limfangitis dan limfadenitis regional

3 TB primer adalah proses masuknya kuman TB terjadinya penyebaran hematogen terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer

4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen)

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan sehingga

dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai

organ2

Gambar 22 Kalender perjalanan penyakit TB primer2

Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama walaupun dapat terjadi pada

tahun kedua dan ketiga Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun

setelah infeksi primer Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun

pertama terutama pada 1 tahun pertama dan 90 kematian karena TB terjadi pada tahun

pertama setelah diagnosis TB2

Pada spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebrata Infeksi berawal

dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial kortus vertebra Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya

Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan meyebabkan terjadinya kifosis38

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum leukosit kaseosa tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) meyebar ke depan di bawah ligamentum longitudinal anterior

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah Pada daerah servikal eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea

esophagus atau kavum pleura38

Abses pada vertebrata torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral berbentuk massa yang menonjol dan fusiform Abses pada

daerah ini dapat menekan mendula spinalis sehingga timbul paraplegia38

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh daerah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea38

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu3

1 Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang maka bila daya tahan tubuh penderita menurun

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra

2 Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu

3 Stadium desktruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 2: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis

yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi

terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer1

Tuberkulosis sistem skeletal merupakan suatu bentuk penyakit TB ekstrapulmonal

yang mengenai tulang danatau sendi Insidens TB sendi berkisar 1-7 dari seluruh TB yang

mana TB sendi tulang belakang meruapakan kejadian tertinggi diikuti dengan TB sendi

panggul dan sendi lutut Umumnya TB sistem skeletal menganai satu tulang atau sendi

Tuberkulosis pada tulang belakang dikenal sebagai spondilitis TB2

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan sponditis tuberkulosa

merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium

tuberkulosa Tuberculosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus dari

tempat lain dalam tubuh Pervical Pott (1793) yang pertama kali menulis tentang penyakit

dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang

belakang yang terjadi sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott37

II2 Epidemiologi

Menurut WHO sepertiga penduduk dunia telah tertular TB tahun 2000 lebih dari 8

juta penduduk dunia menderita TB aktif Penyakit TB bertanggung jawab terhadap kematian

hampir 2 juta penduduk setiap tahun sebagian besar terjadi di negara berkembang World

Health Organization memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling

banyak menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa

Di negara berkembangTB pada anak berusia lt15 tahun adalah 15 dari seluruh

kasus TB sedangkan di negara maju lebih rendah yaitu 5-7 Pada survei nasional di

Inggris dan Wales yang berlangsung selama setahun pada tahun 1983 didapatkan bahwa 452

anak berusia lt15 tahun menderita TB Laporan mengenai TB anak di Indonesia jarang

didapatkan diperkirakan jumlah kasus TB anak adalah 5-6 dari total kasus TB Data

seluruh kasus TB anak dari tujuh rumah sakit Pusat Pendidikan Indonesia selama 5 tahun

(1998-2002) dijumpai 1086 kasus TB dengan angka kematian bervariasi dari 0-141

Kelompok usia terbanyak 12-60 bulan (429) sedangkan bayi lt12 bulan didapatkan 165

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 didapatkan prevalensi 12

bulan TB paru klinis di Indonesia 1 dengan kisaran 03 (Lampung) sampai 25 (Papua)

Berdasarkan kelompok umur dijumpai prevalensi TB kurang dari 1 tahun 047 1ndash4 tahun

076 dan antara 5ndash14 tahun 0534

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50 dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi

yang terjadi Di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70

dan Sanmugasundarm juga menemukan persentase yang sama dari tuberkulosis tulang dan

sendi Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2 -10 tahun dengan

perbandingan yang hamper sama antara wanita dan pria3

II3 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk batang

dengan ukuran panjang 1-4um dan tebal 03-06um mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada pewarnaan MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri

atas lipid kemudian peptidoglikan dan arabinomannan Lipid inilah yang membuat

kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis

Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan

bertahun-tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam keadaan dormant Dari sifat

ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif

lagi5

Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam

jaringan Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak

mengandung lipid Sifat lain kuman ini adalah aerob Sifat ini menunjukkan bahwa

kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya Dalam hal ini

tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain sehingga bagian

apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis 5

II4 Faktor Resiko

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya

penyakit TB pada anak Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor

resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit)25

1 Resiko infeksi TB

Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan

orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif) daerah endemis kemiskinan lingkungan

yang tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik) tempat penampungan umum

(panti asuhan penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa

aktif 25

Sumber infeksi TB anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang

infeksius terutama dengan BTA positif Berarti bayi dari seorang ibu BTA positif memiliki

resiko tinggi terinfeksi TB Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya semakin besar pula

kemungkinan bayi tersebut terpajan droplet nuclei yang infeksius 25

Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika

pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif infiltrat luas atau kavitas pada lobus

atas produksi sputum banyak dan encer batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor

lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik 25

Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di

sekitarnya Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret

endobronkial pasien anak Ada beberapa hal yang dapat menjelaskan hal tersebut Pertama

jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary) tetapi karena imunitas anak

masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit Kedua lokasi

infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di

daerah parenkim yang jauh dari bronkus sehingga tidak terjadi produksi sputum Dan yang

ketiga adalah sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk

di daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak25

2 Resiko sakit TB

Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB Berikut ini

adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB

Faktor resiko yang pertama adalah usia Anak yang berusia le 5 tahun mempunyai risiko lebih

besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum

berkembang sempurna (imatur) Akan tetapi risiko sakit TB ini akan berkurang secara

bertahap seiring dengan pertambahan usia Anak berusia lt 5 tahun memiliki risiko lebih

tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB) Resiko tertinggi

terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah

infeksi terutama selama 6 bulan pertama Pada bayi rentang waktu antara terjadinya infeksi

dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut 25

Faktor resiko lain adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji

tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir malnutrisi keadaan

imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV AIDS keganasan transplantasi organ dan

pengobatan imunosupresi) diabetes melitus dan gagal ginjal kronik Faktor yang tidak kalah

penting adalah sosial ekonomi yang rendah kepadatan hunian penghasilan yang kurang

pengangguran pendidikan yang rendah dan kurangnya dana untuk pelayanan kesehatan

masyarakat Faktor lain yang mempunyai resiko terjadinya penyakit TB adalah virulensi dari

M Tuberculosis dan dosis infeksinya Akan tetapi secara klinis hal ini sulit dibuktikan 25

II5 Patogenesis

Paru merupakan port drsquoentree lebih dari 98 kasus infeksi TB Karena ukurannya

yang sangat kecil kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier

mukosa basil TB akan mencapai alveolus Pada sebagian kasus kuman TB dapat dihancurkan

seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik sehingga tidak terjadi respon imunologis

spesifik Akan tetapi pada sebagian kasus lainnya tidak seluruhnya dapat dihancurkan Pada

individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman makrofag alveolus akan

memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan Akan tetapi sebagian kecil kuman

TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag dan

akhirnya menyebabkan lisis makrofag Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat

tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer)25

Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional yaitu

kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer Penyebaran ini

menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

(limfadenitis) yang terkena Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah kelenjar limfe

yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler sedangkan jika fokus primer terletak di

apeks paru yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal Gabungan antara fokus primer

limfangitis dan limfadenitis dinamakan kompleks primer25

Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer

secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu Pada saat terbentuknya komplek primer inilah

infeksi TB primer terjadi Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin25

Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer di jaringan paru dapat mengalami

salah satu hal sebagai berikut mengalami resolusi secara sempurna atau membentuk fibrosis

atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi Kelenjar limfe

regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi penyembuhannya biasanya

tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini25

Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi

penyebaran secara hematogen dan limfogen Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk komplek primer Sedangkan pada penyebaran hematogen

kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut

penyakit sistemik Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)

sehingga tidak menimbulkan gejala klinis Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai

organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi

baik terutama apek paru atau lobus atas paru Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi

reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun25

Gambar 21 Alur Patogenesis Perjalanan Tuberkulosis2

Catatan

1 Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2 Kompleks primer terdiri dari fokus primer limfangitis dan limfadenitis regional

3 TB primer adalah proses masuknya kuman TB terjadinya penyebaran hematogen terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer

4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen)

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan sehingga

dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai

organ2

Gambar 22 Kalender perjalanan penyakit TB primer2

Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama walaupun dapat terjadi pada

tahun kedua dan ketiga Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun

setelah infeksi primer Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun

pertama terutama pada 1 tahun pertama dan 90 kematian karena TB terjadi pada tahun

pertama setelah diagnosis TB2

Pada spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebrata Infeksi berawal

dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial kortus vertebra Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya

Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan meyebabkan terjadinya kifosis38

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum leukosit kaseosa tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) meyebar ke depan di bawah ligamentum longitudinal anterior

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah Pada daerah servikal eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea

esophagus atau kavum pleura38

Abses pada vertebrata torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral berbentuk massa yang menonjol dan fusiform Abses pada

daerah ini dapat menekan mendula spinalis sehingga timbul paraplegia38

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh daerah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea38

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu3

1 Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang maka bila daya tahan tubuh penderita menurun

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra

2 Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu

3 Stadium desktruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 3: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

(1998-2002) dijumpai 1086 kasus TB dengan angka kematian bervariasi dari 0-141

Kelompok usia terbanyak 12-60 bulan (429) sedangkan bayi lt12 bulan didapatkan 165

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 didapatkan prevalensi 12

bulan TB paru klinis di Indonesia 1 dengan kisaran 03 (Lampung) sampai 25 (Papua)

Berdasarkan kelompok umur dijumpai prevalensi TB kurang dari 1 tahun 047 1ndash4 tahun

076 dan antara 5ndash14 tahun 0534

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50 dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi

yang terjadi Di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70

dan Sanmugasundarm juga menemukan persentase yang sama dari tuberkulosis tulang dan

sendi Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2 -10 tahun dengan

perbandingan yang hamper sama antara wanita dan pria3

II3 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk batang

dengan ukuran panjang 1-4um dan tebal 03-06um mempunyai sifat khusus yaitu tahan

terhadap asam pada pewarnaan MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri

atas lipid kemudian peptidoglikan dan arabinomannan Lipid inilah yang membuat

kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis

Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan

bertahun-tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam keadaan dormant Dari sifat

ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif

lagi5

Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam

jaringan Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak

mengandung lipid Sifat lain kuman ini adalah aerob Sifat ini menunjukkan bahwa

kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya Dalam hal ini

tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain sehingga bagian

apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis 5

II4 Faktor Resiko

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya

penyakit TB pada anak Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor

resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit)25

1 Resiko infeksi TB

Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan

orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif) daerah endemis kemiskinan lingkungan

yang tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik) tempat penampungan umum

(panti asuhan penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa

aktif 25

Sumber infeksi TB anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang

infeksius terutama dengan BTA positif Berarti bayi dari seorang ibu BTA positif memiliki

resiko tinggi terinfeksi TB Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya semakin besar pula

kemungkinan bayi tersebut terpajan droplet nuclei yang infeksius 25

Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika

pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif infiltrat luas atau kavitas pada lobus

atas produksi sputum banyak dan encer batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor

lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik 25

Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di

sekitarnya Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret

endobronkial pasien anak Ada beberapa hal yang dapat menjelaskan hal tersebut Pertama

jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary) tetapi karena imunitas anak

masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit Kedua lokasi

infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di

daerah parenkim yang jauh dari bronkus sehingga tidak terjadi produksi sputum Dan yang

ketiga adalah sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk

di daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak25

2 Resiko sakit TB

Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB Berikut ini

adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB

Faktor resiko yang pertama adalah usia Anak yang berusia le 5 tahun mempunyai risiko lebih

besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum

berkembang sempurna (imatur) Akan tetapi risiko sakit TB ini akan berkurang secara

bertahap seiring dengan pertambahan usia Anak berusia lt 5 tahun memiliki risiko lebih

tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB) Resiko tertinggi

terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah

infeksi terutama selama 6 bulan pertama Pada bayi rentang waktu antara terjadinya infeksi

dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut 25

Faktor resiko lain adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji

tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir malnutrisi keadaan

imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV AIDS keganasan transplantasi organ dan

pengobatan imunosupresi) diabetes melitus dan gagal ginjal kronik Faktor yang tidak kalah

penting adalah sosial ekonomi yang rendah kepadatan hunian penghasilan yang kurang

pengangguran pendidikan yang rendah dan kurangnya dana untuk pelayanan kesehatan

masyarakat Faktor lain yang mempunyai resiko terjadinya penyakit TB adalah virulensi dari

M Tuberculosis dan dosis infeksinya Akan tetapi secara klinis hal ini sulit dibuktikan 25

II5 Patogenesis

Paru merupakan port drsquoentree lebih dari 98 kasus infeksi TB Karena ukurannya

yang sangat kecil kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier

mukosa basil TB akan mencapai alveolus Pada sebagian kasus kuman TB dapat dihancurkan

seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik sehingga tidak terjadi respon imunologis

spesifik Akan tetapi pada sebagian kasus lainnya tidak seluruhnya dapat dihancurkan Pada

individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman makrofag alveolus akan

memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan Akan tetapi sebagian kecil kuman

TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag dan

akhirnya menyebabkan lisis makrofag Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat

tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer)25

Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional yaitu

kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer Penyebaran ini

menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

(limfadenitis) yang terkena Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah kelenjar limfe

yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler sedangkan jika fokus primer terletak di

apeks paru yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal Gabungan antara fokus primer

limfangitis dan limfadenitis dinamakan kompleks primer25

Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer

secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu Pada saat terbentuknya komplek primer inilah

infeksi TB primer terjadi Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin25

Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer di jaringan paru dapat mengalami

salah satu hal sebagai berikut mengalami resolusi secara sempurna atau membentuk fibrosis

atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi Kelenjar limfe

regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi penyembuhannya biasanya

tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini25

Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi

penyebaran secara hematogen dan limfogen Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk komplek primer Sedangkan pada penyebaran hematogen

kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut

penyakit sistemik Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)

sehingga tidak menimbulkan gejala klinis Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai

organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi

baik terutama apek paru atau lobus atas paru Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi

reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun25

Gambar 21 Alur Patogenesis Perjalanan Tuberkulosis2

Catatan

1 Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2 Kompleks primer terdiri dari fokus primer limfangitis dan limfadenitis regional

3 TB primer adalah proses masuknya kuman TB terjadinya penyebaran hematogen terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer

4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen)

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan sehingga

dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai

organ2

Gambar 22 Kalender perjalanan penyakit TB primer2

Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama walaupun dapat terjadi pada

tahun kedua dan ketiga Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun

setelah infeksi primer Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun

pertama terutama pada 1 tahun pertama dan 90 kematian karena TB terjadi pada tahun

pertama setelah diagnosis TB2

Pada spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebrata Infeksi berawal

dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial kortus vertebra Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya

Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan meyebabkan terjadinya kifosis38

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum leukosit kaseosa tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) meyebar ke depan di bawah ligamentum longitudinal anterior

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah Pada daerah servikal eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea

esophagus atau kavum pleura38

Abses pada vertebrata torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral berbentuk massa yang menonjol dan fusiform Abses pada

daerah ini dapat menekan mendula spinalis sehingga timbul paraplegia38

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh daerah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea38

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu3

1 Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang maka bila daya tahan tubuh penderita menurun

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra

2 Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu

3 Stadium desktruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 4: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

1 Resiko infeksi TB

Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan

orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif) daerah endemis kemiskinan lingkungan

yang tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik) tempat penampungan umum

(panti asuhan penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa

aktif 25

Sumber infeksi TB anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang

infeksius terutama dengan BTA positif Berarti bayi dari seorang ibu BTA positif memiliki

resiko tinggi terinfeksi TB Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya semakin besar pula

kemungkinan bayi tersebut terpajan droplet nuclei yang infeksius 25

Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika

pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif infiltrat luas atau kavitas pada lobus

atas produksi sputum banyak dan encer batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor

lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik 25

Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di

sekitarnya Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret

endobronkial pasien anak Ada beberapa hal yang dapat menjelaskan hal tersebut Pertama

jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary) tetapi karena imunitas anak

masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit Kedua lokasi

infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di

daerah parenkim yang jauh dari bronkus sehingga tidak terjadi produksi sputum Dan yang

ketiga adalah sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk

di daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak25

2 Resiko sakit TB

Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB Berikut ini

adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB

Faktor resiko yang pertama adalah usia Anak yang berusia le 5 tahun mempunyai risiko lebih

besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum

berkembang sempurna (imatur) Akan tetapi risiko sakit TB ini akan berkurang secara

bertahap seiring dengan pertambahan usia Anak berusia lt 5 tahun memiliki risiko lebih

tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB) Resiko tertinggi

terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah

infeksi terutama selama 6 bulan pertama Pada bayi rentang waktu antara terjadinya infeksi

dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut 25

Faktor resiko lain adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji

tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir malnutrisi keadaan

imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV AIDS keganasan transplantasi organ dan

pengobatan imunosupresi) diabetes melitus dan gagal ginjal kronik Faktor yang tidak kalah

penting adalah sosial ekonomi yang rendah kepadatan hunian penghasilan yang kurang

pengangguran pendidikan yang rendah dan kurangnya dana untuk pelayanan kesehatan

masyarakat Faktor lain yang mempunyai resiko terjadinya penyakit TB adalah virulensi dari

M Tuberculosis dan dosis infeksinya Akan tetapi secara klinis hal ini sulit dibuktikan 25

II5 Patogenesis

Paru merupakan port drsquoentree lebih dari 98 kasus infeksi TB Karena ukurannya

yang sangat kecil kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier

mukosa basil TB akan mencapai alveolus Pada sebagian kasus kuman TB dapat dihancurkan

seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik sehingga tidak terjadi respon imunologis

spesifik Akan tetapi pada sebagian kasus lainnya tidak seluruhnya dapat dihancurkan Pada

individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman makrofag alveolus akan

memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan Akan tetapi sebagian kecil kuman

TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag dan

akhirnya menyebabkan lisis makrofag Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat

tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer)25

Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional yaitu

kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer Penyebaran ini

menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

(limfadenitis) yang terkena Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah kelenjar limfe

yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler sedangkan jika fokus primer terletak di

apeks paru yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal Gabungan antara fokus primer

limfangitis dan limfadenitis dinamakan kompleks primer25

Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer

secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu Pada saat terbentuknya komplek primer inilah

infeksi TB primer terjadi Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin25

Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer di jaringan paru dapat mengalami

salah satu hal sebagai berikut mengalami resolusi secara sempurna atau membentuk fibrosis

atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi Kelenjar limfe

regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi penyembuhannya biasanya

tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini25

Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi

penyebaran secara hematogen dan limfogen Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk komplek primer Sedangkan pada penyebaran hematogen

kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut

penyakit sistemik Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)

sehingga tidak menimbulkan gejala klinis Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai

organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi

baik terutama apek paru atau lobus atas paru Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi

reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun25

Gambar 21 Alur Patogenesis Perjalanan Tuberkulosis2

Catatan

1 Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2 Kompleks primer terdiri dari fokus primer limfangitis dan limfadenitis regional

3 TB primer adalah proses masuknya kuman TB terjadinya penyebaran hematogen terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer

4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen)

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan sehingga

dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai

organ2

Gambar 22 Kalender perjalanan penyakit TB primer2

Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama walaupun dapat terjadi pada

tahun kedua dan ketiga Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun

setelah infeksi primer Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun

pertama terutama pada 1 tahun pertama dan 90 kematian karena TB terjadi pada tahun

pertama setelah diagnosis TB2

Pada spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebrata Infeksi berawal

dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial kortus vertebra Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya

Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan meyebabkan terjadinya kifosis38

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum leukosit kaseosa tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) meyebar ke depan di bawah ligamentum longitudinal anterior

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah Pada daerah servikal eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea

esophagus atau kavum pleura38

Abses pada vertebrata torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral berbentuk massa yang menonjol dan fusiform Abses pada

daerah ini dapat menekan mendula spinalis sehingga timbul paraplegia38

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh daerah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea38

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu3

1 Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang maka bila daya tahan tubuh penderita menurun

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra

2 Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu

3 Stadium desktruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 5: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB) Resiko tertinggi

terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah

infeksi terutama selama 6 bulan pertama Pada bayi rentang waktu antara terjadinya infeksi

dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut 25

Faktor resiko lain adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji

tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir malnutrisi keadaan

imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV AIDS keganasan transplantasi organ dan

pengobatan imunosupresi) diabetes melitus dan gagal ginjal kronik Faktor yang tidak kalah

penting adalah sosial ekonomi yang rendah kepadatan hunian penghasilan yang kurang

pengangguran pendidikan yang rendah dan kurangnya dana untuk pelayanan kesehatan

masyarakat Faktor lain yang mempunyai resiko terjadinya penyakit TB adalah virulensi dari

M Tuberculosis dan dosis infeksinya Akan tetapi secara klinis hal ini sulit dibuktikan 25

II5 Patogenesis

Paru merupakan port drsquoentree lebih dari 98 kasus infeksi TB Karena ukurannya

yang sangat kecil kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier

mukosa basil TB akan mencapai alveolus Pada sebagian kasus kuman TB dapat dihancurkan

seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik sehingga tidak terjadi respon imunologis

spesifik Akan tetapi pada sebagian kasus lainnya tidak seluruhnya dapat dihancurkan Pada

individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman makrofag alveolus akan

memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan Akan tetapi sebagian kecil kuman

TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag dan

akhirnya menyebabkan lisis makrofag Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat

tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer)25

Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional yaitu

kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer Penyebaran ini

menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

(limfadenitis) yang terkena Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah kelenjar limfe

yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler sedangkan jika fokus primer terletak di

apeks paru yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal Gabungan antara fokus primer

limfangitis dan limfadenitis dinamakan kompleks primer25

Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer

secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu Pada saat terbentuknya komplek primer inilah

infeksi TB primer terjadi Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin25

Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer di jaringan paru dapat mengalami

salah satu hal sebagai berikut mengalami resolusi secara sempurna atau membentuk fibrosis

atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi Kelenjar limfe

regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi penyembuhannya biasanya

tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini25

Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi

penyebaran secara hematogen dan limfogen Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk komplek primer Sedangkan pada penyebaran hematogen

kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut

penyakit sistemik Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)

sehingga tidak menimbulkan gejala klinis Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai

organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi

baik terutama apek paru atau lobus atas paru Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi

reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun25

Gambar 21 Alur Patogenesis Perjalanan Tuberkulosis2

Catatan

1 Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2 Kompleks primer terdiri dari fokus primer limfangitis dan limfadenitis regional

3 TB primer adalah proses masuknya kuman TB terjadinya penyebaran hematogen terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer

4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen)

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan sehingga

dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai

organ2

Gambar 22 Kalender perjalanan penyakit TB primer2

Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama walaupun dapat terjadi pada

tahun kedua dan ketiga Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun

setelah infeksi primer Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun

pertama terutama pada 1 tahun pertama dan 90 kematian karena TB terjadi pada tahun

pertama setelah diagnosis TB2

Pada spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebrata Infeksi berawal

dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial kortus vertebra Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya

Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan meyebabkan terjadinya kifosis38

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum leukosit kaseosa tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) meyebar ke depan di bawah ligamentum longitudinal anterior

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah Pada daerah servikal eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea

esophagus atau kavum pleura38

Abses pada vertebrata torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral berbentuk massa yang menonjol dan fusiform Abses pada

daerah ini dapat menekan mendula spinalis sehingga timbul paraplegia38

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh daerah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea38

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu3

1 Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang maka bila daya tahan tubuh penderita menurun

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra

2 Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu

3 Stadium desktruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 6: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer

secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu Pada saat terbentuknya komplek primer inilah

infeksi TB primer terjadi Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin25

Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer di jaringan paru dapat mengalami

salah satu hal sebagai berikut mengalami resolusi secara sempurna atau membentuk fibrosis

atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi Kelenjar limfe

regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi penyembuhannya biasanya

tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini25

Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi

penyebaran secara hematogen dan limfogen Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk komplek primer Sedangkan pada penyebaran hematogen

kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut

penyakit sistemik Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)

sehingga tidak menimbulkan gejala klinis Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai

organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi

baik terutama apek paru atau lobus atas paru Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi

reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun25

Gambar 21 Alur Patogenesis Perjalanan Tuberkulosis2

Catatan

1 Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2 Kompleks primer terdiri dari fokus primer limfangitis dan limfadenitis regional

3 TB primer adalah proses masuknya kuman TB terjadinya penyebaran hematogen terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer

4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen)

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan sehingga

dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai

organ2

Gambar 22 Kalender perjalanan penyakit TB primer2

Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama walaupun dapat terjadi pada

tahun kedua dan ketiga Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun

setelah infeksi primer Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun

pertama terutama pada 1 tahun pertama dan 90 kematian karena TB terjadi pada tahun

pertama setelah diagnosis TB2

Pada spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebrata Infeksi berawal

dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial kortus vertebra Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya

Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan meyebabkan terjadinya kifosis38

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum leukosit kaseosa tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) meyebar ke depan di bawah ligamentum longitudinal anterior

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah Pada daerah servikal eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea

esophagus atau kavum pleura38

Abses pada vertebrata torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral berbentuk massa yang menonjol dan fusiform Abses pada

daerah ini dapat menekan mendula spinalis sehingga timbul paraplegia38

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh daerah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea38

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu3

1 Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang maka bila daya tahan tubuh penderita menurun

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra

2 Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu

3 Stadium desktruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 7: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Gambar 21 Alur Patogenesis Perjalanan Tuberkulosis2

Catatan

1 Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2 Kompleks primer terdiri dari fokus primer limfangitis dan limfadenitis regional

3 TB primer adalah proses masuknya kuman TB terjadinya penyebaran hematogen terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer

4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen)

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan sehingga

dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai

organ2

Gambar 22 Kalender perjalanan penyakit TB primer2

Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama walaupun dapat terjadi pada

tahun kedua dan ketiga Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun

setelah infeksi primer Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun

pertama terutama pada 1 tahun pertama dan 90 kematian karena TB terjadi pada tahun

pertama setelah diagnosis TB2

Pada spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebrata Infeksi berawal

dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial kortus vertebra Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya

Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan meyebabkan terjadinya kifosis38

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum leukosit kaseosa tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) meyebar ke depan di bawah ligamentum longitudinal anterior

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah Pada daerah servikal eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea

esophagus atau kavum pleura38

Abses pada vertebrata torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral berbentuk massa yang menonjol dan fusiform Abses pada

daerah ini dapat menekan mendula spinalis sehingga timbul paraplegia38

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh daerah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea38

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu3

1 Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang maka bila daya tahan tubuh penderita menurun

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra

2 Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu

3 Stadium desktruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 8: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Catatan

1 Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari

2 Kompleks primer terdiri dari fokus primer limfangitis dan limfadenitis regional

3 TB primer adalah proses masuknya kuman TB terjadinya penyebaran hematogen terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer

4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen)

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan sehingga

dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai

organ2

Gambar 22 Kalender perjalanan penyakit TB primer2

Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama walaupun dapat terjadi pada

tahun kedua dan ketiga Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun

setelah infeksi primer Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun

pertama terutama pada 1 tahun pertama dan 90 kematian karena TB terjadi pada tahun

pertama setelah diagnosis TB2

Pada spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebrata Infeksi berawal

dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial kortus vertebra Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya

Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan meyebabkan terjadinya kifosis38

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum leukosit kaseosa tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) meyebar ke depan di bawah ligamentum longitudinal anterior

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah Pada daerah servikal eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea

esophagus atau kavum pleura38

Abses pada vertebrata torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral berbentuk massa yang menonjol dan fusiform Abses pada

daerah ini dapat menekan mendula spinalis sehingga timbul paraplegia38

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh daerah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea38

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu3

1 Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang maka bila daya tahan tubuh penderita menurun

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra

2 Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu

3 Stadium desktruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 9: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Pada spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebrata Infeksi berawal

dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial kortus vertebra Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifisis diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya

Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan meyebabkan terjadinya kifosis38

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum leukosit kaseosa tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa) meyebar ke depan di bawah ligamentum longitudinal anterior

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligamen yang lemah Pada daerah servikal eksudat terkumpul di belakang fasia

paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea

esophagus atau kavum pleura38

Abses pada vertebrata torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat

menempati daerah paravertebral berbentuk massa yang menonjol dan fusiform Abses pada

daerah ini dapat menekan mendula spinalis sehingga timbul paraplegia38

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh daerah femoralis

pada trigonum skarpei atau region glutea38

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu3

1 Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang maka bila daya tahan tubuh penderita menurun

bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu Keadaan

ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah

sentral vertebra

2 Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu

3 Stadium desktruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif kolaps vertebra dan terbentuk massa

kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 23 bulan setelah

stadium destruksi awal Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 10: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

invertebralis Pada saat ini terbentuk tulang taji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebrata yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus

4 Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis Gangguan ini ditemukan 10 dari seluruh

komplikasi spondilitis tuberkulosa Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini

5 Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi Kifosis

dan gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan

II6 Diagnosis

II61 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan

bergantung pada faktor kuman TB penjamu serta interaksi diantara keduanyaFaktor kuman

bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya sedangkan faktor penjamu bergantung pada

usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi25

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain Beberapa manifestasi sistemik yang

dapat dialami anak yaitu2

1 Demam lama (gt2 minggu) danatau berulang tanpa sebab yang jelas yang dapat disertai

keringat malam Demam pada umumnya tidak tinggi Temuan demam pada pasien TB

berkisar antara 40-80 kasus

2 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan

3 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik

dengan adekuat (failure to thrive)

4 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

5 Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan tetapi pada anak

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 11: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

bukan merupakan gejala utama

6 Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

7 Malaise (letih lesu lemah lelah)

Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan dengan gejala

tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemahlesu nafsu makan berkurang berat badan

menurun suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada

punggung Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries)

Akan tetapi gejala sistemik seperti ini biasanya tidak nyata Pada bayi dan anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi

yang disukai oleh kuman TB Oleh karena itu TB skeletal lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan orang dewasa23

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala

gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofiring Kadangkala

penderita datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral abdominal inguinal

popliteal atau bokong adanya sinus pada daerah paravertebral atau penderita datang dengan

gejala-gejala paraparesis gejala paraplegia keluhan gangguan pergerakan tulang belakang

akibat spasme atau gibbus Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma yang berperan

sebagai pencetus Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan tulang yang

sudah lanjut dan irreversible Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi gibbus pincang

lumpuh dan sulit membungkuk23

Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas sehingga

umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut Selain dijumpai gejala umum TB pada

anak dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak kaku kemerahan dan nyeri pada

pergerakan Tidak jarang hanaya gejala pembengkakan sendi saja yang dikeluhkan

Manisfetasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma jangan

lupa untuk mengeksplorasi kemungkingan TB tulang 2

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan Kelainan

pada tulang belakang disebut gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang

yang umumnya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna

benjolan sama dengan sekitarnya tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin Apabila

dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 12: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah lutut anak sulit berdiri dan

berjalan dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis 2

II62 Pemeriksaan Penunjang

Pada TB kleletal pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaaan

penunjang untuk TB pada anak secara umum dan pemeriksaan radiologis pada lokasi yang

dicurigai seperti tulang belakang sendi panggul dan sendi lutut Pada tahap awal biasanya

terdapat gambaran osteoporosis regional periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak

sekitar sendi destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik pada daerah epifisis Untuk

infeksi TB sendi gambaran yang khas adalah osteoporosis periartikuler destruksi tulang

rawan sekitar sendi dan penyempitan celah 2

Pada kelainan TB tulang belakang terjadi destruksi tulang pada daerah korpus serta

penyempitan diskus intervertebralis Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah aspirasi cairan

sendi dengan bantuan ulatrasonografi (USG) Gambaran yang terlihat berupa peningkatan sel

penurunan glukosa dan peningkatan protein atau bahkan dapat ditemukan BTA positif

(sekitar 15-20 kasus) Pemeriksaan biakan M tuberculosis dapat dilakukan sedangkan

pada pemeriksaan hispatologis dapat dijumpai gambaran perkijuan (granuloma TB) 2

II7 Tatalaksana

Obat TB utama (first line lini utama) saat ini adalah rifampisin (R) isoniazid (H)

pirazinamid (Z) etambutol (E) dan Streptomisin (S) Rifampisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid etambutol dan streptomisin 2

Isoniazid

Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif

saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif

(kuman yang sedang berkembang) bakteriostatik terhadap kuman yang diam Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS cairan pleura cairan asites jaringan kaseosa dan memiliki angka reaksi

simpang (adverse reaction) yang sangat rendah2

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 13: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Isoniazid diberikan secara oral Dosis harian yang biasa diberikan adalah 10-15

mgkgBBhari maksimal 300mghari dan diberikan dalam satu kali pemberian Isoniazid

yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100

mg5cc sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi sehingga tidak dianjurkan

penggunaannya Konsentrasi puncak di dalam darah sputum dan CSS dapat dicapai dalam

1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi

di hati Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa sehingga

memerlukan dosis mgKgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa Isoniazid pada air susu ibu

(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi kadar obat

yang mmencapai janinbayi tidak membahayakan2

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel dapat memasuki semua

jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid

Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1

jam sebelum makan) dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam Saat ini rifampisin

diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mgkgBBhari dosis maksimal 600 mghari

dengan satu kali pemberian per hari Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid dosis

rifampisin tidak melebihi 15 mgkgBBhari dan dosis isoniazid 10 mgkgBBhari

Distribusinya sama dengan isoniazid2

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid Efek yang kurang

menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin ludah sputum dan air mata

menjadi warna oranye kemerahan Selain itu efek samping rifampisin adalah gangguan

gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterushepatitis) yang biasanya

ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik Jika rifampisin

diberikan bersamaan isoniazid terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas dapat diperkecil

dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mgkgBBhari 2

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan

tubuh termasuk CSS bakterisid hanya pada intrasel suasana asam dan diabsorbsi baik pada

saluran cerna Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 30-40 mgkgBBhari Kadar

serum puncak 45 microgml dalam waktu 2 jam Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 14: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman

yang masih sangat banyak Penggunaan pirazinamid aman pada anak Kira-kira 10 orang

dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa atralgia artritis atau

gout akibat hiperurisemia tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang

terjadi Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas anoreksia dan iritasi saluran cerna

Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet

500 mg tetapi seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan makanan2

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata Obat

ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan

dosis tinggi dengan terapi intermiten Selain itu berdasarkan pengalaman obat ini dapat

mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain Dosis etambutol adalah 15-25

mgkgBBhari Kadar serum puncak 5 microg dalam waktu 24 jam Etambutol tersedia dalam

bentuk tablet 250 mg dan 500 mg etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-

anak pada pemberian oral dengan dosis satu tau dua kali sehari tetapi tidak berpenetrasi baik

pada SSP demikian juga pada keadaan meningitis2

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada

keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler Saat

ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting

penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB Streptomisin diberikan

secara intramuskular dengan dosis 15-40 mgkgBBhari maksimal 1 grhari dan kadar

puncak 40-50 microgml dalam waktu 1-2 jam2

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang tetapi tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradangstreptomisin berdifusi baik pada jaringan dan

cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal Penggunaan utamanya saat ini adalah jika

terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat2

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 15: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Tabel Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya259

Nama Obat Dosis harian

(mgkgBBhari)

Dosis maksimal

(mghari)

Efek Samping

Isoniazid 10-15 300 Hepatitis neuritis perifer hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal reaksi kulit hepatitis

trombositopenia peningkatan enzim hati

cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 30-40 2000 Toksisitas hati atralgia gastrointestinal

Etambutol 15-25 1250 Neuritis optik ketajaman penglihatan

berkurang buta warna merah-hijau

penyempitan lapang pandang

hipersensitivitas gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10

mgkgBBhari

Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu

bioavailabilitas rifampisin Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal

pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan

Tatalaksana Spondilitis TB

Tatalaksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama Selain

medikamentosa pemberian terapi suportif juga diperlukan256

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila ditemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT256

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 16: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin) lesi tuberkulosa paraplegia

dan kifosis3

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik Pasa abses yang besar dilakukan

drainase bedah3

Ada tiga cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa yaitu3

a Debrideman fokal

b Kosto-transveresektomi

c Debrideman fokal radikal yang disertai bone bone graft di bagian depan

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia yaitu3

a Pengobatan dengan kemotrapi semata-mata

b Laminektomi

c Kosto-transveresektomi

d Operasi radikal

e Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Indikasi operasi

Indikasi operasi yaitu3

a Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat Biasanya tiga minggu sebelum tidakan operasi dilakukan setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik

b Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft

c Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekan langsung pada medula spinalis

Operasi Kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 17: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak Tindakan operatif dapat berupa fusi

posterior atau melalui operasi radikal3

II8 Prognosis

Pada TB tulang belakang harus diperhatikan adalah kelainan neurologis atau tidak

Apabila itemukan kelainan neurologis misalnya berupa kelumpuhan atau neuritis perifer

maka tindakan bedah segera dilakukan sedangkan apabila tidak dijumpai kelainan neurologis

maka tindakan bedah dilakukan secara elektif Indikasi tindakan bedah umumnya adalah

adanya kelainan neurologis instabilitas spinal dan tidak respons terhadap OAT2

Prognosis TB skeletal sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulang

Pada kelainan lain yang minimal umumnya dapat kembali normal tetapi pada kelainan yang

sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 18: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas Anak

Nama pasien An A

Jenis kelamin Laki-laki

Umur 11 tahun

Alamat Pemenang Kab Lombok Utara

Tanggal Masuk RS 07-12-2012

Tanggal pemeriksaan 19-12-2012

Diagnosis MRS Susp Spondilitis TB

Identitas Keluarga

Ibu Ayah

Nama Ny S Tn F

Umur 30 tahun 40 tahun

Pendidikan berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan PRT Pendayung Sampan

II Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien)

Keluhan Utama benjolan di punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari RSUD Tanjung dengan susp spondilitis TB Pasien dikeluhkan

muncul benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Benjolan awalnya kecil lama-

kelamaan semakin membesar Pasien mengaku benjolan yang muncul tersebut tidak terasa

nyeri tidak mengeluarkan nanah maupun darah tidak tampak kemerahan dan tidak

pernah pecah Hanya saja semenjak munculnya benjolan nafsu makan dan berat badan

pasien mulai berkurang Pasien mengaku tidak merasa sakit di punggung tidak pernah

merasa lemas pada tungkai dan tidak ada gangguan dalam berjalan

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 19: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut kanan

bawah pasien Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan menyembuh

meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah Kemudian sebulan yang lalu pasien

dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung sekitar benjolan pertama sebanyak tiga

buah benjolan kecil (bisul) yang tampak berisi nanah Pasien juga mengeluh nyeri pada

benjolan dan seringkali demam baik siang dan malam Salah satu di antara benjolan

tersebut kemudian pecah pada tanggal 5 Desember 2012 Kemudian pasien dibawa ke

Puskesmas Karang Montong dan dilakukan perawatan luka Setelah itu pasien dirujuk ke

RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember 2012

Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk pilek maupun sesak nafas

Nafsu makan pasien belum membaik Mual atau muntah disangkal BABBAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya Riwbatuk pilek dan

demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-) sesak nafas (-) batuk lama (-)

Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di punggung pasien

pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung menjadi tumpuan pada saat itu

pasien sempat diurut dan dikatakan tulang punggungnya mengalami kelainan oleh tukang

urutnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti pasien

namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan pasien menderita

penyakit batuk lama lebih dari sebulan namun tidak pernah minum obat selama 6 bulan

Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun hanya diberi obat batuk biasa Di dalam

keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit

TBC Riwayat sesak nafas dalam keluarga (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul benjolan pertama

setahun yang lalu dan diberi obat minum namun keluhan tidak membaik Sebulan yang

lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung pasien pecah pasien kembali dibawa ke

Puskesmas dan dilakukan perawatan luka Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung

sebelum akhirnya dirujuk ke RSUP NTB

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 20: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien mengaku sering mengalami demam tinggi hingga

menggigil Biasanya ibu pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat minum namun tidak

pernah sampai dirawat inap Selain itu tidak ada keluhan lain

Pasien dilahirkan secara normal ditolong bidan di rumah dengan usia kehamilan hanya 7

bulan dan berat badan lahir 1500 gram Setelah itu pasien dirawat sendiri oleh ibunya di

rumah Ibu pasien mengaku pasien tidak pernah dibawa ke RS maupun dirawat di

Puskesmas Ibu pasien mengaku tidak ada keluhan selama pasien bayi riwayat pasien

tampak kuning kejang atau demam tinggi disangkal

Riwayat nutrisi

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun Setahun terakhir pasien tetap makan tiga kali

sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe tahu ikan kadang-kadang telur dan

sayuran namun nafsu makan pasien sangat berkurang bila dibandingkan dengan sebelum

muncul benjolan di punggung pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan

bahkan terkadang tidak makan sama sekali

Riwayat vaksinasi

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap Scar BCG (+)

ukuran 2 x 3 mm

Riwayat Perkembangan dan Kepandaian

Ibu pasien mengaku pertumbuhan dan perkembangan pasien normal seperti anak

seusianya Pasien mulai bisa duduk tanpa dibantu pada usia 8 bulan pada usia 1 tahun

pasien sudah dapat berdiri dan pasien sudah bisa berjalan dan bicara pada usia 15-2

tahun

Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal berlima dalam satu rumah bersama ibu kakek nenek dan pamannya

Rumah keluarga pasien merupakan sebuah rumah panggung dari kayu tidak terdapat

jamban sumber air untuk kehidupan sehari-hari berasal dari air sumur Rumah keluarga

pasien hanya meiliki sebuah jendela sehingga cahaya matahari sulit masuk ke dalam

rumah dan rumah tampak gelap meskipun di siang hari selain itu pertukaran udara juga

tidak leluasa Ibu pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar di rumah pasien

tidak terdapat kompor Pasien tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan Ibu pasien adalah pembantu rumah tangga dengan penghasilan Rp 300000 per

bulan ayah pasien tinggal berpisah dengan pasien dan ibunya

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 21: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

II PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)

KU Sedang

Kes CM

TD 10060 mmHg

RR 24xmenit tipe torakoabdominal

Nadi 100 xmenit teratur isi cukup

T ax 365 oC

CRT lt 3 detik

Status Gizi

Berat badan 145 kg tinggi badan 107 cm lingkar kepala 49 cm

Z Score BBTB -188 SD BBU -239 SD TBU -541 SD

BBU di bawah persentil 5

TBU di bawah persentil 5

LKU menurut Nellhaus lt-2 SD

Edema (-)

Kesimpulan status gizi gagal tumbuh (gizi buruk)

Status Generalis

Kepala

bull Bentuk bulat lonjong Ukuran microcephali Kelainan yang ada (-) Ubun-

ubun besar tertutup rambut jarang dan mudah putus (-) wajah seperti orangtua

(+)

bull Mata An -- ikt -- RP (+) Isokor ukuran 3 mm3 mm Edema palpebra --

bull Mulut Bibir sianosis (-) bibir kering (-) kelainan bawaan (-)

bull Telinga sekret (-) serumen (+)

bull Hidung Napas cuping hidung (-) sekret (-) epistaksis (-)

bull Tenggorok Faring hiperemia (-) pembesaran tonsil (-)

bull Leher Kaku kuduk (-) pembesaran kelenjar (+) jumlah satu ukuran 1 x 1

cm nyeri tekan (-)

Thorax

bull Inspeksi Retraksi(-) pergerakan dinding dada simetris deformitas(-) iga

gambang (+)

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 22: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

bull Palpasi Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri) Palpasi ictus cordis pada ICS

4 linea midclavicula sinistra

bull Perkusi Pulmo sonor pada seluruh lapang paru

Cor batas kiri ICS 3-4 linea parasternal kiri Batas kanan sulit

dievaluasi

bull Auskultasi Pulmo vesikuler ++ rhonki -- wheezing --

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-) gallop (-)

Abdomen

bull Inspeksi Distensi (-) massa (-) tampak scar bekas scrofuloderma di regio

inguinal kanan (+) proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha bantalan

bokong tipis baggy pants (-) perut cekung (-)

bull Auskultasi BU (+) N

bull Perkusi Timpani (+)

bull Palpasi Supel nyeri tekan (-) heparlienren tidak teraba pembesaran KGB

inguinal (+) multipel ukuran 1 ndash 15 cm nyeri (-)

Ekstermitas

Perubahan pola berdiri dan berjalan (+) pasien tampak berdiri dengan menumpu pada

kaki kanan sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang dibandingkan kaki kanan

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin - - - -

Edema - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Refleks fisiologis + + + +

Reflesk patologis - - - -

Kulit

Ikterus (-) pustula (-) Petekie (-) kulit tampak kering amp keriputmuscle wasting (+)

Urogenital

Tidak dievaluasi

Vertebrae

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 23: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Skoliosis (+) menghadap ke kanan perubahan postur (+) gibbus (+) pada vertebrae

lumbal 2-4 ukuran 10 x 7 cm sewarna dengan kulit sekitarnya nyeri tekan (-) abses

paravertebral (+)

III RESUME

Pasien anak laki-laki umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan yang

semakin membesar sejak setahun yang lalu tidak nyeri Dua bulan yang lalu muncul

kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien pecah 5 hari kemudian dan

menyembuh meninggalkan jaringan parut Kemudian sebulan yang lalu muncul kembali

benjolan berisi nanah di punggung pasien sebanyak tiga buah dimana salah satunya pecah

dan terasa nyeri (+) demam (+) Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir

BAKBAB normal mual dan muntah disangkal Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan

umum lemah kesadaran compos mentis vital sign TD 10060 mmHg Nadi 100 xmenit

kuat angkat teratur RR 24 xmenit suhu 365 oC CRT lt3 detik Status gizi gagal tumbuh

(gizi buruk) Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran KGB leher terdapat iga

gambang muscle wasting bekas scrofuloderma di regio inguinal kanan pembesaran KGB

inguinal dan terdapat gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium 7-12 -12

HB 109 gdl

HCT 343

WBC 9420mm3

PLT 547000mm3

MCV 749

MCH 238

MCHC 318

GDS 124 mg

Rontgen Thoraks 7-12-12

Minimal infiltrat parahiler sinistra

Limfadenitis hilus (-)

Rontgen Thorakolumbal 7-12-12

Spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 24: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Pemeriksaan Laboratorium 8-12-12

HB 111 gdl

HCT 333

WBC 6710mm3

PLT 462000mm3

MCV 748

MCH 249

MCHC 333

CRP (+) titer 24 mgml

Mantoux test 18 mm

Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12

BTA tidak ditemukan

Kokus gram positif (+)

Basil gram negatif (+)

IV DIAGNOSIS

- Spondilitis TB

- Gagal tumbuh dengan gizi buruk

V RENCANA AWAL

Terapi

OAT 2 HRZE 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)

Rifampicin 1 x 200 mg

INH 1 x 150 mg

Pirazinamid 1 x 500 mg

Ethambutol 1 x 300 mg

Tatalaksana Gizi Buruk

1 Mencegah hipoglikemia beri makanan awa F75 150 cc per dua jam

2 Mencegah hipotermia

Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat bebas angin dan anak selalu

tertutup pakaian

Ganti pakaian dan seprai yang basah

Hindarkan dari suasana dingin misalnya setelah mandi

Beri F75 150 cc per dua jam

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 25: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

3 Mencegah dehidrasi karena diare beri F75 sesegera mungkin dan ReSoMal sebanyak

100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare)

4 Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit

5 Berikan antibiotik spektrum luas

6 Defisiensi zat gizi mikro

7 Pemberian makanan awal berikan F75 150 cc per dua jam

8 Tumbuh kejar lakukan transisi dari F75 menjadi F100 dengan jumlah yang sama

selama dua hari berturut-turut

9 Stimulasi sensorik dan emosional

Ungkapan kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Keterlibatan ibu sesering mungkin misalnya menghibur memberi makan dan

bermain

Tatalaksana gagal tumbuh intervensi nutrisi dan mengubah pola makan

Monitoring dan Evaluasi

- Monitoring setiap bulan mengenai perkembangan hasil terapi OAT dan efek samping

obat

- Evaluasi hasil pengobatan OAT dilakukan setelah dua bulan terapi perbaikan klinis

dan peningkatan berat badan

- Penilaian kenaikan berat badan pada fase rehabilitasi dengan kriteria baik jika

kenaikan berat badan gt10 gkghari cukup jika kenaikan berat badan 5-10 gkghari

dan kurang jika kenaikan berat badan lt5 gkghari

KIE pada ibu pasien

Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan dan

memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Memberikan asupan gizi yang cukup bagi pasien

Pasien tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular kepada

orang di sekitarnya

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 26: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Memeriksakan kakek pasien dan semua orang (nenek ibu paman dan orang-orang di

sekitar tempat tinggal pasien) yang pernah kontak dengan kakek pasien yang

menderita batuk lama ke puskesmas terdekat

Follow up

Tanggal S O A P

20 Des

2012

Demam (-)

batuk (-) sesak

(-)

mualmuntah

(-) nafsu makan

baik

BAKBAB (+)

normal

KU baik

Kes CM

BB 15 kg

T 360 C⁰

RR 24 xm

N 92 xm

KL normal an --

ikt -- pembesaran

KGB (+)

Thorak pergerakan

dada simetris

retraksi (-) ves ++

rh -- wh -- s1s2

tunggal reg M (-) G

(-)

Abdomen dist (-)

bekas scrofuloderma

(+) BU (+) NT (-)

HLR ttb

Vertebrae gibbus

(+) VL 3-4

Ekstremitas akral

hangat ++ edema

--

Spondilitis TB

+ gagal tumbuh

dengan gizi

buruk

Lanjut OAT

Rifampicin

1 x 200 mg

INH 1 x

150 mg

Pirazinamid

1 x 500 mg

Ethambutol

1 x 300 mg

BPL

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 27: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Pada kasus ini pasien didiagnosis spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi

buruk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang dilakukan

Diagnosis spondilitis TB ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu pasien

mengeluh muncul benjolan di punggung sejak setahun terakhir yang semakin lama semakin

membesar dimana bersamaan dengan itu nafsu makan dan berat badan pasien menurun

Selain itu muncul benjolan lain di perut kanan bawah yang menyerupai bisul kira-kira dua

bulan yang lalu kemudian pecah dan meninggalkan jaringan parut Baru sebulan terakhir

muncul kembali benjolan yang menyerupai bisul lainnya di punggung sebanyak tiga buah di

mana salah satunya pecah dua hari sebelum pasien masuk RS Pasien juga mengeluh demam

naik turun selama sebulan terakhir Namun pasien tidak pernah mengeluh batuk maupun

sesak selama ini Dari anamnesis juga didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit batuk

lama yaitu kakek pasien yang juga tinggal serumah dengan pasien Hanya saja belum

dipastikan apakah kakek pasien menderita TB BTA positif atau tidak karena belum pernah

diperiksakan ke puskesmas

Terdapat beberapa manifestasi sistemik infeksi TB yang ditemukan pada pasien

antara lain demam selama sebulan terakhir serta berat badan yang cenderung turun dengan

nafsu makan yang berkurang Selain itu ditemukan juga keluhan utama berupa munculnya

benjolan di punggung sejak setahun yang lalu Seperti telah dijelaskan gejala atau tanda pada

TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan kelainan pada tulang belakang disebut

gibbus menampakan gejala benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses

tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan Warna benjolan sama dengan sekitarnya

tidak nyeri tekan dan menimbulkan asbes dingin

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal status gizi pasien

termasuk gagal tumbuh gizi buruk pada pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan

pembesaran kelenjar limfe koli pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan bekas

scrofuloderma pembesaran kelenjar limfe inguinal dan pada pemeriksaan vertebrae

didapatkan gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 Selain itu pada pasien juga didapatkan

manifestasi klinis gizi buruk antara lain iga gambang dan muscle wasting tanpa adanya

edema

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 28: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan rontgen thoraks (7-12-12) dengan hasil

minimal infiltrat parahiler sinistra tanpa limfadenopati hilus Pada rontgen thorakolumbal (7-

12-12) didapatkan hasil spondilitis TB vertebrae lumbal 3-4 Pada uji Mantoux test (8-12-12)

didapatkan hasil positif dengan indurasi 18 mm dan pada pemeriksaan BTA (14-12-12 dan

15-12-12) didapatkan hasil BTA tidak ditemukan

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di atas pasien

tersebut dapat didiagnosis dengan spondilitis TB dan gagal tumbuh dengan gizi buruk

Tata laksana TB sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT yaitu

rifampisin isoniazid prazinamid dan etambutol Rifampisin dan isoniazid diberikan selama

12 bulan sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama

Penatalaksanaan pada pasien ini pasien ini direncanakan pemberian terapi OAT

dengan rencana 2 HRZE10 HR tanpa steroid yang diberikan sejak tanggal 14 Desember

2012 Masing-masing OAT yang diberikan adalah rifampicin 1 x 200 mg INH 1 x 150 mg

pirazinamide 1 x 500 mg dan ethambutol 1 x 300 mg

Sementara itu dari bagian gizi dilakukan langkah-langkah penatalaksanaan gizi buruk

secara umum Pasien juga diberikan F75 150 cc per dua jam sejak tanggal 13-16 Desember

2012 dan diganti F100 200 cc per tiga jam sejak tanggal 17 Desember sampai pulang Hal ini

sesuai dengan jadwal pemberian makan awal (initial refeeding) pada anak gizi buruk tanpa

edema yaitu F75 130mlkg BBhari yang diberikan setiap dua jam Kemudian dilakukan

transisi dari F75 ke F100 dengan jumlah yang sama namun diberikan per tiga jam pada fase

rehabilitasi

Hal yang utama dalam penatalaksanaan gagal tumbuh adalah mengidentifikasi adanya

penyakit utama yang mendasari dan mengoreksi penyebab tersebut Hal ini memerlukan

suatu pendekatan yang sisitematis Sebagian besar kasus gagal tumbuh dapat dikoreksi

dengan intervensi nutrisi yang benar dan melakukan modifikasi pola makan Apabila tidak

respon maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut Dua prinsip utama dalam pelacakan

etiologi dan penatalaksanaan kasus gagal tumbuh adalah anak dengan gagal tumbuh

memerlukan diet kalori tinggi untuk kejar tumbuh dan seluruh anak dengan gagal tumbuh

memerlukan pengawasan ketat Pengawasan dilakukan paling tidak tiap bulan hingga

tercapai kejar tumbuh dengan kecenderungan peningkatan berat badan dapat dipertahankan

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 29: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Selain rencana terapi pada pasien ini juga direncanakan monitoring dan evaluasi hasil

pengobatan setelah dua bulan terapi serta pemberian edukasi kepada ibu pasien mengenai

pengawasan dalam kedisiplinan minum obat dan menganjurkan untuk memeriksakan seluruh

anggota keluarga dan orang terdekat ke puskesmas

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 30: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

Foto Pasien

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)

Page 31: LAPORAN KASUS Spondilitis Tb

DAFTAR PUSTAKA

1 Pudjiadi dkk 2010 Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid

1 Jakarta Badan Penerbit IDAI

2 Rahajoe dkk 2008 Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Ke-2 dengan revisi

Jakarta UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

3 Rasjad Chairuddin 2007 Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Jakarta PT Yarsif

Watampone

4 Kartasasmita Cissy 2009 Epidemiologi Tuberkulosis Sari Pediatri Vol 11 No 2

Agustus 2009

5 Rahajoe dkk 2008 Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Jakarta Badan

Penerbit IDAI

6 Tim Adaptasi Indonesia 2008 Buku Saku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di KabupatenKota Jakarta WHO Indonesia

dan Depkes RI

7 Sharivi dan Alavi 2010 Tuberculous spondylitis Risk factors

andclinicalparaclinical aspects in the south west of Iran Journal of Infection and

Public Health (2010) 3 196mdash200

8 Moesbar Nazar 2006 Infeksi Tuberculosa Pada Tulang Belakang Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 1048697 No 3 1048697 September 2006

9 WHO 2010 Rapid Advice Treatment Of Tuberculosis In Children Switzerland

WHO Press Available from httpwhqlibdocwhointpublications2010 (Accessed

28th Dec 2012)