Upload
nursing-library-departemen-pendidikan-dan-penelitian-hmpsik-2016
View
251
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Â
Citation preview
P a g e | 1
LAPORAN MAKALAH KELOMPOK I
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
“ KANKER PARU “
Oleh :
PSIK 2012
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
Jakarta
2014
P a g e | 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga kami selaku penyusun bisa menyelesaikan
pembuatan makalah ini tanpa ada halangan suatu apapun.
Kedua kalinya kami menghanturkan shalawat serta salam kepada junjungan
alam Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan
menuju alam terang benderang, sehingga kita diberkahi banyak ilmu pengetahuan.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai salah satu penyakit terminal yaitu
Kanker yang yang harus mendapatkan perawatan baik dari segi aspek fisiologis,
pengobatan medis, dan intervensi keperawatan yang terkhususkan yaitu perawatan
paliatif.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini khususnya bagi anggota-anggota yang saling membantu
dalam proses pembuatan makalah ini sehingga makalah ini bisa tersusun dengan baik.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sehingga makalah selanjutnya bisa tersusun lebih baik.
Ciputat, 08 Februari 2014
Kelompok 1
P a g e | 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................. 5
Definisi kanker ....................................................................................................................... 5
Epidemiologi kanker paru ...................................................................................................... 6
Faktor risiko dan Etiologi kanker paru : ................................................................................. 7
Manifestasi Klinis kanker paru .............................................................................................. 7
Tanda bahaya kanker paru .................................................................................................... 8
Derajat atau stadium kanker ................................................................................................. 9
Patofisiologi Kanker ............................................................................................................. 10
Obat bagi Penderita kanker Paru ........................................................................................ 13
Kemoterapi .......................................................................................................................... 16
Pemeriksaan penunjang ...................................................................................................... 19
Asuhan Keperawatan dengan Kanker ................................................................................ 23
Penatalaksanaan Keperawatan dengan Kanker Paru .......................................................... 29
Efusi Pleura .......................................................................................................................... 30
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 35
P a g e | 4
BAB I
PENDAHULUAN
Neoplasma adalah masa abnormal dari sel –sel yang mengalami poliferasi. Sel
neoplastik tumbuh dengan kecepatan yang tidak terkoordinasi dengan kebutuhan
hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung pada pengawasan homeostasis
sebagian besar sel tubuh lainnya.
Neoplasma ini terbagi menjadi dua bagian yaitu neoplasma jinak dan ganas.
Neoplasma ganas yang bentuknya menyebar dan penyebarannya hampir mirip dengan
jari – jari kepiting yang sekarang disebut kanker. Sel neoplasma ganas tidak memiliki
sifat kohesif akibatnya pola penyebaran neoplasma ganas dan sering sekali tidak
teratur.
Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit kanker ini memerlukan
perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Namun, saat ini pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan
pasien dengan penyakit kanker tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana
prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar
mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.
P a g e | 5
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi kanker Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel obnormal diubah
oleh mutasi genetik dari DNA seluler (Smetzer,2001). Kanker paru adalah semua
penyakit keganasan di paru,mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri
maupun keganasan diluar paru ( metastasis tumor di paru).
Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar
penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang
digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan kanker
adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas
normal, dan yang kemudian dapat menyerang bagian sebelah tubuh dan menyebar ke
organ lain.
Menurut National Cancer Institute(2009), kanker adalah suatu istilah untuk
penyakit di mana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan dapat
menyerang jaringan di sekitarnya. Proses ini disebut metastasis. Metastasis
merupakan penyebab utama kematian akibat kanker (WHO, 2009).
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan
ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker (Price et al., 2006).
Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, sesuai
definisi Wills, adalah “massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti” (Kumar et al.,
2007).
Istilah tumor kurang lebih merupakan sinonim dari istilah neoplasma. Semua
istilah tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan atau gumpalan, dan
kadang-kadang istilah “ tumor sejati” dipakai untuk membedakan neoplasma dengan
gumpalan lainnya. Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya; ada yang
jinak, ada pula yang ganas (Price et al., 2006).
Kanker adalah istilah yang digunakan untuk suatu kondisi di mana sel telah
kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami
P a g e | 6
pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali (Dinas Kesehatan Kab
Bone Bolango, 2007). Terdapat lebih daripada 100 jenis kanker dan setiapnya
diklasifikasi berdasarkan jenis sel yang terlibat. Sejalan dengan pertumbuhan dan
kembang biaknya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang
menyusup ke jaringan sehat di sekitarnya yang dikenal sebagai invasif. Di samping
itu, sel kanker dapat menyebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lainnya yang jauh
dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening sehingga
tumbuh kanker baru di tempat lain dan hasilnya adalah suatu kondisi serius yang
sangat sulit untuk diobati.
Sumber :
Price &wilson. (20120 . Patofisiologi Volume 2 . Jakarta : EGC
Epidemiologi kanker paru Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering ,
bersikar 20% dari seluruh kanker pada laki-laki dengan resiko terkena 1 dari 13 orang
dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23
orang. Di inggris rata-rata 40.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun. Perkiraan
insidensi kanker paru pada laki-laki tahun 2005 di amerika serikat adalah 92.305
dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker. Resiko terjadinya kanker
paru sekitar 4x lebih besar daripada laki-laki dibandingkan perempuan dan risiko
meningkat sesuai usia.
Di Eropa insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000
pada usia 35 tahun, tetapi pada usia pasien > 75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki fan
72 orang pada perempuan. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas
juga dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang
bervariasi di selurih dunia.
Di indonesia, data epidemiologi belum ada.Di rumah sakit persahabatan
jumlah kasus tumor ganas intratoraks cukup sering ditemukan. Kekerapan kanker
paru di rumah sakit itu merupakan 0,06% dari jumlah seluruh penderita rawat jalan
dan 1,6 % dari seluruh penderita rawat inap.
P a g e | 7
Ada lima kelompok besar yang digunakan untuk mengklasifikasikan kanker
yaitu karsinoma, sarkoma, limfoma, adenoma dan leukemia (National Cancer
Institute, 2009).
1. Karsinoma ialah kanker yang berasal dari kulit atau jaringan yang
menutupi organ internal.
2. Sarkoma ialah kanker yang berasal dari tulang, tulang rawan, lemak,
otot, pembuluh darah, atau jaringan ikat.
3. Limfoma ialah kanker yang berasal dari kelenjar getah bening dan
jaringan sistem kekebalan tubuh.
4. Adenoma ialah kanker yang berasal dari tiroid, kelenjar pituitari,
kelenjar adrenal, dan jaringan kelenjar lainnya.
5. Leukemia ialah kanker yang berasal dari jaringan pembentuk darah
seperti sumsum tulang dan sering menumpuk dalam aliran darah.
Sumber :
Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal Bedah ; Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan Pernapasan . Jakarta : Salemba Medika )
Faktor risiko dan Etiologi kanker paru : 1. Merokok aktif yang dimulai dari 15-50 tahun
2. Polusi udara
3. Paparan terhadap arsen, radon, eter dan lain lain
4. Virus
5. Herediter
6. Industri
Manifestasi Klinis kanker paru 1. Manifestasi lokal paru :
- Batuk kronis dengan atau tanpa sputum
- Sputum banyak dan berlebihan
- Hemoptisis (batuk darah)
- Nyeri dada (mediastinum)
- Dispnea
- Penurunan berat badan
P a g e | 8
- Pneumonia fokal rekuren dan segmental karena lesi obstruksi dalam
saluran napas.
- Mengi
2. Manifestasi klinis ekstrapulmonar intratorakal
- Efusi pleura
- Sesak napas
- Efusi perikardia
- Tumor lobus atas kanan menyebabkan kompresi vena cava superior
- Nyeri kepala
- Wajah sembab
- Leher edema dan kongesti
- Pelebaran vena-vena dada
- Nyeri leher
- Atrofi otot-otot kecil tangan
3. Ekstratorakal non metastase
- Mudah lelah
- Mual
- Nyeri abdomen
- Confusion
4. Manifestasi ekstratorakal metastase
- Penurunan berat badan > 20 %
- Nyeri local
- Confusion
- Perubahan kepribadian
- Kejang
Sumber :
Muttaqin,Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernapasan .
Jakarta : Salemba Medika
Tanda bahaya kanker paru - Hoarsenes (parau)
- Perubahan pola napas
- Batuk persisten / petubahan batuk
P a g e | 9
- Sputum mengandung darah
- Sputum berwarna kemerahan
- Hemoptisis
- Nyeri dada
- Efusi pleura
- Pneumonia
- Dispnea
- Demam
- Wheezing
- Penurunan BB
- Clubbing finger
Derajat atau stadium kanker Derajat adalah metode mengklasifikasikan tumor berdasarkan karakteristik
histopatologi jaringan .
- Kanker derajat tinggi , bersifat agresif dan menyebar dengan cepat
- Kanker derajat rendah , cenderung bersifat laten dengan pertumbuhan
dan penyebaran tumor yang lambat .
Stadium menurut ukuran tumor, berdasarkan keluasan penyakit yang terdapat
diseluruh sistem limfa / sistem lain di dalam tubuh , menetukan stadium penyakit dari
0 sampai 4.
Sumber :
Chris, Brooker . (2008). Ensiklopedia keperawatan . Jakarta : EGC
Stadium kanker :
o Stadium 1 : neoplasma yang masih terbatas pada lokasi asalnya
o Stadium 2 : menunjukkan penyakit lokal lanjut
o Stadium 3 : metastase ke kelenjar limfe regional
o Stadium 4 : menunjukkan penyebaran metastase yang jauh.
Sumber :
Schartz, Seymour 1. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
P a g e | 10
Patofisiologi Kanker Asap rokok mengandung sekitar 60 macam karsinogen (termasuk benzene,
nitrosamine [NNK], dan oksidan) yang dapat menyebabkan mutasi DNA.
Dikemukakan bahwa kanker paru terjadi pada perokok yang tidak memiliki
kemampuan metabolis untuk mendetoksifikasi karsinogen tersebut secara adekuat.
Tumor paru terjadi dari banyak pajanan karsinogen dan bukan karena satu kejadian
pencetus (“serangan berulang”); diperkirakan bahwa perlu antara 10 sampai 20 mutasi
genetika untuk menciptakan sebuah tumor. Beberapa mutasi yang lebih sering yang
telah teridentifikasi meliputi: penghilangan lenagn pendek kromosom #3, aktivasi
onkogen (jun, fos, ras, dan myc), inaktivasi gen supresor tumor (p53, RB, DKN2).
Dalam bronkus yang terpajan karsinogen, sel-sel dispalstik menjadi karsinoma
in situ, kemudian karsinoma bronkogenik. Sel-sel kamker memproduksi faktor
pertumbuhan autokrin (mis. Factor pertumbuhan epitel, factor pertumbuhan jaringan,
peptide pelepas gastrin, factor pertumbuhan menyerupai insulin) yang mendorong
pertumbuhan tumor. Tipe kanker paru bergantung pada sel asal.
Karsinoma paru non small cell (NSCLC):
1. Adrenokarsinoma muncul dari sel kelenjar dalm epitel bronkus dan
lokasinya sering kali perifer; bermetastasis sejak dini. Ini adalah tipe kanker
paru tesering, terutama pada wanita. Meliputi karsinoma bronkiolar-alveolar
yang muncul dari bronkiolus terkecil dan septum alveolus; sering tampak
sebagai infiltrate dan bukan massa pada foto ronsen, tidak berhubungan dengan
merokok.
2. Skuamosa muncul dari epitel skuamosa bronkus dan sering berlokasi sentral;
sering menyebabkan kanker okulta dan bermetastasis dengan lambat.
3. Sel besar (large cell) kemungkinan berasal dari adrenokarsinoma maupun
skuamosa, tetapi kanker jenis ini sangat anaplastik (tumbuh tanpa bentuk atau
struktur) sehingga asal selnya tidak bisa teridentifikasi; tumor agresif dengan
metastasis awal.
Karsinoma paru small cell (SCLC) muncul dari sel neuro endokrin di dalam
bronkus; tumor ini merupakan tumor yang sangat agresif dan biasanya sudah
bermetastasis saat terdiagnosis.
P a g e | 11
Karsinogenis/ pembentuikan kanker
Langkah pertama dalam karsinogenesis diduga adalah mutasi DNA suatu sel
selam duplikasi DNA (penyalin). Meskipun kesalahan dalam mereplikasi DNA adalah
situasi yang tidak lazim. Kebanyakan kesalahan tersebut diidentifikasi oleh enzim
pengoreksi (proofreading) yang menelusuri untai DNA untuk mendeteksi adanya
kesalahan, kemudian member sinyal kepada siklus sel untuk menghentikan perbaikan
sel jika perlu. Apabila kesalahan tidak dapat diperbaiki, sel biasanya diperintahkan
untuk menghancurkan diri sendiri .
1. Teori karsinogenesis
Kesalahan replikasi DNA mungkin tidak disadari, siklus sel mungkin tidak
berhenti tepat waktu untuk perbaikan, atau sel defektif mungkin tidak
menghancurkan diri sendiri. Perubahan genetic menjadi mutasi permanen dan
diturunksn ke semau sel anak bila kesalahan DNA tidak diidentifikasi dan
dikoreksi. Langkah ini bersifat mereversibel poin penting pada peristiwa ini
(tahap inisiasi) adalah kegagalan dalam mendeteksi atau mengoreksi kesalahan
DNA adalah langkah awal terjadinya karsinogenik. Kegagalan ini terjadi pada
individu yang mendapat warisan mutasi gen supresor tumor dari satu orang tua
dan kemudian terjadi mutasi pada gen lain pada kehidupan selanjutnya.
A. Efek bahan penyebab mutasi
Setiap bahan fisik, kimiawi, atau virus dapat menyebabkan kasalahan
replikasi DNA atau menghancurkan enzim pengoreksi, sebagian besar kasus
kanker pada manusia disebabkan oleh kesalahan pada family gen p53, rasa tau
myc myc. Gen PRB dan p53 merangsang apoptosis.
Sel kanker mengekskesikan antigen onko memiliki kemungkinan basar
menghindari deteksi imun dan denagn demikian sangat ganas, merubah dalm
ekspresi antigen MHC yang secara normal merangsang respons imun seluler, sel
kanker juga menghasilkan antibody penhambat yang menangkap semua
antibody pejamu yang dibentuk untuk melawan tumor.
B. Promosi
Promosi kanker merupakan perkembangan awal sel yang terinisiasi
membentuk klon melalui pembelahan. Sel yang bermutasi bukan sel kanker:
P a g e | 12
promosi membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum sel tersebut menjadi sel
kanker. Sebagian promotor dapat menstimulasi proliferasi sel dengan
menstimulasi onkogen atau meningkatkan reseptor permukaan untuk factor
permukaan.
Agen promotor dapat menginaktifkan atau menghentikan aktivitas gen
supresor/ penekan tumor. Contoh promotor, hormone endogen misalnya :
estrogen, zat tambahan makanan seperti nitrat dan garam, obat-obatan,
komponen asap rokok dan alcohol. Transformasi maligna yang menggambarkan
perubahan genomic yang cepat di mana populasi klonal sel yang berevolusi
akan mengarah pada perkembangan maligna/ kegagahan jiak tidak dihambat
oleh lingkungan mikro dalam sel. Frequensi malignansi sebagai fase
karsinogenik dengan perbanyakan sel yang telah mengalami transformasi yang
relative tertunda sampai mengalami peningkatan keganasan dan mampu untuk
bermigrasi ke jaringan normal disekitarnya dan yang lebih jauh (metastasis).
C. Metastase
Metastasis biasanya terjadi melalui penyebaran sel-sel kanker dari tempat
awal (primer) di daerah atau limfe ke tempat baru (sekunder). Langkah-langkah
yang terjadi pada metastasi suatu tumor primer ke tempat lain adalah pelepasan,
penyerangan (invasi), penyebaran (diseminasi), dan penyemaian (seeding).
1. Pelepasan (dietachment)
Sel normal → lepas →apoptosis
Sel kanker → tidak melekat denagn sel serupa dan matriks ekstrasel
sehingga secara relative dapat dengan mudah terlepas.
2. Penyerangan (invasi)
Sel kanker terlepas masuk ke pembuluh darah dan limfe agar dapat
menyebar ke area yang jauh. Sel tumor mengeluarkan enzim khusus
yang menyerang integritas jaringan agar dapat memecahkan dinding
membran basalis dan memperoleh akses ke sirkulasi.
3. Penyebaran dan penyemaian
Pergerakan sel tumor di dalam darah atau limfe disebut penyebaran.
Apabila berpindah secara kelompok, sebagian sel tumor akan
terperangkap di suatu kapiler atau jaringan limfe di sebelah bawah dan
P a g e | 13
tempat primernya. Semakin sel lepas dari tempat tumor primer,
semakin mungkin sel bertahn hidup dan melakukan perjalanan dan
memulai pertumbuhan baru di tempat lain. Enzim yang disekresikan
oleh sel kanker untuk memecahkan dinding kapiler adalah kolagenase
tipe IV.
Sumber:
Basher, Valentina. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan Manajemen.
Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
OBAT BAGI PENDERITA KANKER PARU 1. Amitriptilin
Amitriptilin merupakan salah satu dari antidepresan generasi pertama (trisiklik)
yang menunjukkan berbagai derajat selektivitas terhadap pompa reuptae norepinefrine
dan serotonin, tapi selektivitasnya lebih rendah daripada SSRI. Trisiklik jugamemiliki
berbagai kerja otonom.
Indikasi klinis : depresi, gangguan ansietas: panik, angangguan obsesif-
kompulsif, enuresis, dan nyeri kronik.
Dosis : 75-200 mg
Efek samping :
Sedasi Mengantuk, efek aditif dengan sedatif lainnya
Simpatomimetik Tremor, insomnia
Antimuskarinik Penglihatan kabur, konstipasi, keinginan unutk terus berkemih,
bingung
Kardiovaskuler Hipotensi ortostatik, gangguan konduksi, aritmia
Psikiatrik Pemburukan psikosis, sindrom putus-obat
Neurologik Kejang
Metbolik-
endokrin
Penambahan berat badan, gangguan seksual
P a g e | 14
Kontra indikasi : hipersensitivitas terhadap amitriptilin, terapi MAO
(monoamine exidase inhibitor) dalam 14 hari.
2. Asetilsistein : Fluimicil
Indikasi : mencairkan dahak yang liat dengan jalan memutuskan jembatan
disulfida, sehingga rantai panjang antara mukoprotein-mukoprotein panjang terbuka
dan lebih mudah dikeluarkan melalui batuk. Asetilsistein juga mampu memperbaiki
gerakan bulu getar (cilia) dan membantu efek antibiotika.
Dosis : oral 3-6 dd 200 mg atau 1-2 dd600 mg granulat, anak-anak 2-7 tahun 2
dd 200 mg, di bawah 2 tahun 2dd 100 mg. Sebagai antidotum keracunan paracetamol,
oral 150 mg/kg berat badan dari larutan 5% disusul dengan 75mg/kg setiap 4 jam.
Efek samping: mual, muntah, dan kejang. Pada dosis tinggi dapat timbul reaksi
anafilaktis dengan rash, gatal, udema, hipotensi, dan bronchospasme.
Kontraindikasi : tukak lambung.
3. Amixoclav
Indikasi : infeksi bakteri
Dosis : 375 mg – 625 mg
Efek samping :diare dan mucocutaneous candidosis ( umum terjadi ). Pusing,
sakit kepala, indigesti, mual, pruritus, enzim hati meningkat, ruam, urticaria, dan
muntah ( tidak umum terjadi ). Leukopenia, trombositopenia, tromboplebitis, dan
erythema multiforme ( langka ).
Kontra indikasi : hipersensitivitas terhadap penicillin
4. Karboplatin
Indikasi : Pengobatan paliatif pasien dengan karsinoma ovarium berulang
chemotrapy sebelumnya , termasuk pasien yang sebelumnya telah diobati dengan
cisplatin .
Dosis : 360 mg / m2 pada hari 1 , siklus diulang setiap 4 minggu , atau 300 mg /
m2 pada hari 1 dikombinasikan dengan siklofosfamid untuk kanker ovarium tingkat
P a g e | 15
lanjut, siklus diulang setiap 4 minggu . Pemberian obat mungkin harus ditunda jika
jumlah neutrofil kurang dari 2000 mm3 atau count platelet kurang dari 100.000 mm
3.
Efek samping : Neutropenia, anemia, trombositopenia, cisplatin, dan reaksi
hipersensitivitas ( umum ). Mual, muntah, anoreksia, diare, hepatic dysfunction, dan
stomatitis ( tidak umum ).
Kontraindikasi : Riwayat alergi yang parah terhadap bahan mannitol dan
platinum (termasuk cisplatin). Depresi parah pada sumsum tulang, perdarahan yang
signifikan dan laktasi
5. Gemzar (gemcitabin)
Indikasi : 1. Pengobatan lini pertama operasi stadium lanjut (stadium IIIA atau
IIIB) atau metastasis (stadium IV) NSCLC dalam kombinasi dengan cisplatin 2.
Pengobatan lini pertama, terapi agen tunggal untuk pengobatan stadium lanjut
(stadium II atau III) atau metastase (stadium IV) kanker pancreati, dan 3. pengobatan
lini pertama pasien dengan kanker payudara metastatis setelah gagal pada kemoterapi
sebelumnya (kecuali kontraindikasi antracycline secara klinis) dalam kombinasi
dengan paclitaxel.
Dosis : Untuk kanker paru-paru: siklus 21 hari: 1.250 mg / m IV lebih dari 30
menit, hari 1 dan 8, siklus atau 28 hari, 1000 mg / m IV lebih dari 30 menit, days 1, 8,
dan 15, masing-masing dengan cisplatin 100 mg per hari 1 setelah pemberian
gemcitabine.
Efek samping : Neutropenia, anemia, mual, dan muntah ( umum > 50% ).
Trombositopenia, proteinuria, hematuria, nyeri, demam, ruam, dispnea, konstipasi
atau diare, perdarahan, alopeksia, dan infeksi ( tidak umum 10 – 50% ). Toksistas
pulmonar, hepatotoxicity, dan hemolytic uremic syndrome ( langka ).
Kontra indikasi : hipersensitivitas, hamil dan laktasi.
6. Combivent
Indikasi : antagonis-muskarin, bronkodilator, dan mengurangi hipersekresi di
bronchi.
Dosis : inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (bromida).
P a g e | 16
Efek samping : mulut kering, mual, nyeri kepala, dan pusing.
Kontraindikasi : riwayat hipersensitivitas terhadap lesitin kedelai atau produk
makanan yang berhubungan dengan, seperti kedelai dan kacang. Laktasi.
7. Budesonida : pulmicort
Indikasi : mencegah serangan dan meniadakan pengembangan dan udema dari
mmukosa bronchi.
Dosis : tracheal 2-4 dd 1puff dari 200mcg, begitu pula intranasal pada rhinitis.
Efek samping : amnesia, asthenia, benigna hipertensi intracranial, pusing,
lumtah, kelelahan, demam, dan sakit kepala.
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap budesonida atau kandungannya,
nasal surgery atau trauma, dan status asmatikus.
Kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan sitotoksik dalam terapi kanker. Hal
ini merupakan salah satu dari empat modalitas-pembedahan, terapi radiasi,
kemoterapi, dan bioterapi-yang menyediakan kesembuhan, kontrol penyakit, atau
sebagai terapi paliatif. Kemoterapi bersifat sistemik dan berbeda dengan terapi lokal
seperti pembedahan dan terapi radiasi. Ada empat cara penggunaan kemoterapi.
Terapi adjuvan-suatu sesi kemoterapi yang digunakan sebagai tambahann
dengan modalitas terapi lainnya (pembedahan, radiasi, dan bioterapi) dan ditujukan
untuk mengobati mikrometastasis.
Kemoterapi neoadjuvan-pemberin kemoterapi untuk mengecilkan tumor
sebelum dilakukannya pembedahan pengangkatan tumor.
Terapi primer-terapi pasien dengan kanker lokal, alternatif ang ada tidak terlalu
efektif.
Kemoterapi induksi-obat diberikan sebagai terapi primer untuk pasien kanker
yang tidak memiliki alternatif terapi.
P a g e | 17
Kemoterapi kombinasi-pemberian dua atau lebih zat kemoterapi dalam terapi
kanker, yang menyebabkan setiap pengobatan memperkuat aksi obat lainnya atau
bertindak secara sinergis.
Obat-obat kemoterapi sangat aktif dalam melawaan sel yang membelah atau
dalam setiap fase kecuali G0. Sel-sel normal yang pertumbuhannya cepat sangat
dipengaruhi oleh agens kemoterapi, termasuk sumsum tulang (trombosit, sel darah
merah, dan sel darah putih), folikel rambut, mukosa saluran pencernaan, sel germinal
(sperma dan ovum) dan sel-sel kulit. Kemoterapi diberikan dalam jadwal yang paling
efektif untuk membunuh tumor dan direncanakan untuk membiarkan selnormal untuk
memperbaiki diri. Sel-sel tumor lebih sensitif terhadap kemoterapi dari pada sel
normal yang bersifat toksik terhadap sel-sel yang sedang membelah dengan cepat.
Obat-obat kemoterapi diklasifikasikan berdasarkan aktivitas farmakologi dan
pengaruhnya terhadap reproduksi sel. Kelompok dasar dan aksi potensial salah
satunya yaitu:
- Obat spesifik fase siklus sel berpengaruh terhadap sel-sel yang sedang
mengalami pembelahan; contohnya adalah antimetabolit, alkaloid tanaman
vinca dan zat lainnya seperti asparaginase dan dacarbazine. Obat-obat ini
sangat efektif melawan tumor yang sedang bertumbuh yang memiliki proporsi
yang lebih besar pada siklus sel selama fase obat tersebut menyerang sel
kanker. Obat-obat ini diberikan dalam konsentrasi minimal, secara terus-
menerus.
Pemberian kemotrapi memerlukan beberapa syarat. Antara lain kondisi umum
pasien baik, yaitu masih dapat melakkukan aktivitas sendiri, fungsi hati, fungsi ginjal,
dan fungsi hemostatik (Hb, u=jumlah seldarah putih, dan jumlah trombosit darah)
harus baik. Kemoterapi dihitung dengan siklus pemberian yang dapat dilakukan setiap
21-28 hari setiap siklusnya.
Efek samping kemoterapi kadang sangat mengganggu, misalnya rontoknya
rambut sampai botak, mual dan munta, semutan, diare dan bahkan alergi. Efek
samping itu tidak sama waktu muncul dan berat ringannya pada setiap orang dan juga
bergantung pada jenis obat yang digunakan. Efek samping lain yang dapat
mengganggu proses pemberian adalah gangguan fungsi hemostatik Hb < 10 gr%.
P a g e | 18
Leukosit < 3.000/dl atau trombosit < 100.000/dl. Efeksamping dinilai sejak mulai
kemoterapi I diberikan. Efek samping yang berat dapat menghentikan jadwal
pemberian, dokterakan mengoreksi efek samping yang muncul dengan memberikan
obat dan transfusi darah jika perlu.
Evaluasi hasil kemoterapi dinilai minimal setelah dua siklus pemberian
(sebelum kemoterapi III diberikan) yang dapat berupa respons subjektif, yaitu apakah
BB meningkat atau keluhan berkurang dan foto toraks untuk melihat kelainan di paru-
paru. Evvaluasi dengan menggunakan CT-scan toraks dilakukan setelah pemberian 3
siklus (sebelum pemberian kemoterapi IV). Jika pada penelitian tumor hilang (respons
kom), atau tumor menetap, tetapi respons subjektif baik. Namun, jika pada evaluasi
terjadi perburukan, seperti tumor membesar atau tumbuh tumor yang baru, kemoterapi
harus dihentikan dan diganti dengan jinis obat antikanker lain.
Sumber :
Dickman, andrew. 2012. Drug in Palliative Care. UK : Oxford University Press.
Jones & bartelett. 2012. Nurse’s Drug Handbook. Ed. 11. U.S.A : Jones and
Bartlett Publishers.
Barton-Burke, Margaret & Gail. M. 2006. Cancer Therapies. U.S.A : Jones and
Bartlett Publishers.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Gngguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta:
B First.
Otto, Shirley E. 2003. Buku saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC.
Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. Ed. 6. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta :
Gramedia.
Ciccone, Charles D. 2013. David’s Drug Guide for Rehabilitation professionals.
U.S.A : David Company.
Spratto, George & Adrienne I. Woods. 2012. Delmar Nurses’s Drug Handbook.
U.S.A : Cengage Publishers
P a g e | 19
Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah arteri
Pengambilan darah arteri dilakukan untuk memeriksa gas darah aeteri (GDA),
yaitu menilai ada atau tidaknya gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan
oleh gangguan respiratori atau metabolik. Dalam menentukan adanya gangguan asam-
basa karena pernapasan, dilakukan pemeriksaan PCO2 dan pH. Penilaian gangguan
asam-basa karena gangguan metabolik dilakukan pemeriksaan BE (base excess) dan
bikarbonat (HCO3). Nilai normal adalah :
pH : 7,35 – 7,45
PCO2 : 34 – 45 mmHg
PO2 : 800 – 100 mmHg
HCO3- : 21 – 30 mEq/L
Base ekses : -2,4 s/d +2,3
Saturasi O2 : > 90%
2. Pemeriksaan enzim-enzim plasma
Pemeriksaan enzim-enzim plasma dapat dilakukan dengan mengambil sampel
darah vena untuk pemeriksaan :
ALT (alanin aminotransferase) atau SPT (serum glutamic piruvic
transaminase). Pemeriksaan ini untuk menilai adanya kerusakan pada
hepatoseluler yang dapat dijumpai pada kerusakan hati yang ditandai dengan
adanya peningkatan kadar ALT/SGPT. Nilai normal SGPT adalah LK = 5 -
23 u/L dan PR = 5 – 19 u/L.
ATS (Aspartate Transaminasi) atau SGOT (serum glutamate
oxaloacetate transaminase). Nilai normalnya LK = 5 – 17 u/L dan PR = 5 –
15 u/L.
LDH (laktat dehidrogenase). Enzim intraselular ini terdapat pada
semua sel yang mengalami metabolisme, khususnya pada jantung, otot,
hepar, ginjal, paru, dan sel darah merah.
GGT (gamma glutamil transferase). Digunakan untuk mendeteksi
berbagai penyakit pada hati dan ginjal karena enzim ini banyak ditemukan
pada organ hati dan ginjal.
P a g e | 20
G6PD (glukosa-6 fosfat dehidrogenase). Enzim ini ada didalam sel
darah merah yang dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit anemia
hemolitik.
ACP (Acid Phospatase). ACP banyak didapat pada kelekjar prosta,
liver, butir darah merah, platelet, dan sel tulang.
ALP (alkaline phospatase)
3. Pemeriksaan ureum
Harga normalnya di bawah 50 mg/dl. Ureum termasuk dalam golongan senyawa
nitrogen. Amonia hasil pembakaran protein oleh tubuh akan diubah menjadi urea.
Amonia bersifat racun maka harus dikatabolisme menjadi urea yang mudah larut dan
mudah diekskresikan melalui ginjal. Bila ginjal tidak normal, urea akan menumpuk
dalam darah.
4. Pemeriksaan kreatinin
Termasuk dalam golongan senyawa nitrogen, merupakan hasil katabolisme dari
protein otot. Nilai kreatinin berfungsi untuk melihat fungsi ginjal. Nilai normal
kreatini pada laki-laki 0,5 – 1,3 mg/dl sedangkan pada perempuan 0,5-0,9 mg/dl.
Jumlah kreatinin dalam urin per 24 jam dibagin dengan berat badan (Kg)
menghasilkan koefisien kreatinin. Herga normal untuk koefisien kreatinin untuk laki-
laki 20-26 sedangkan untuk peremuan sekitar 14-22.
Bila urea dan kreatinin dalam darah meningkat, dan urin ditemui kast, protein
dan cell, apalagi bila ada oligouria maka sangat besar kemungkinan adanya kealinan
pada ginjal.
5. Pemeriksaan total protein
Protein total terdiri dari albumin dan globulin. Nilai normal albumin adalah 3,0-
5,0 g/dl sedangkan nilai normal globulin adalah 2,0-3,5 g/dl. Albumin dalam
peredaran darah merupakan penentu utama tekanan osmotik plasma darah. Akibatnya,
penurunan konsentrasi albumin dalam sirkulasi menyebabkan pergeseran cairan
diruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
6. Pemeriksaan radiologi
P a g e | 21
Nodula soliter terbatas yang disebiut coin lession pada radiogram dada sangat
penting dan menurupakan petunjuk awal untuk mendeteksi adanya karsinoma
bronkhogenik.
7. Bronkhoscopi
Bronkhoskopi yang disertai biopsi adalah teknik yang paling baik untuk
mendeteksi adanya karsinoma sel skuamosa yang biasanya terletak disentral paru.
Pelaksanaan bronkhoskopi yang paling sering adalah menggunakan bronkhoskopi
serat optik yang dimasukkan kedalam saluran pernapasan dengan cara mengambil
spesimen langsung ke tempat lesi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi.
P a g e | 22
Bronkhoskopi diperlukan untuk menilai apakah akan timbul kegawatan, misalnya
sumbatan pada saluran napas akibat tumor dalam saluran napas atau penekanan dari
luar.
8. CT-scan toraks
CT-scan toraks lebih informatid karena dapat melihat karakteristik tumor lebih
jelas termasuk menentukan ukuran, lokasi, dan apakah sudah terjadi keterlibatan
kelenjar getah bening di dada, serta ada tidaknya penyebaran di pari-paru. CT-scan
toraks dilakukan sampai kelenjar suprarenal sehingga dapat dipastikan belum terjadi
penyebaran dihati atau organ perut lainnya. CT”scan dilakukan dengan menggunakan
kontras dan sebagai persiapannya pasien harus puasa 4 jam sebelum CT;scan
dilakukan dan hanya dilakukan jika fungsi ginjal baik.
9. USG abdomen
Dilakukan jika pada pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan hati, tetapi
dengan CT-scan tekniknya lebih sederhana dan hasilnya lebih informatif
P a g e | 23
10. Pemeriksaan lain seperti MRI
MRI tulang toraks baik untuk melihat apakah terjadi penyebaran (metastasis)
jauh.
Sumber :
Djojodibroto, Darmanto. 2003. Seluk-Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta:
Pustaka Popular Obor
Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan. Jakarta: EGC
Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KANKER
Harapan bagi penderita kanker sangat meningkat karena kemajuan-kemajuan
dalam bidang ilmia dan teknologi. Namun demikian, sebagai akibat dari malignansi
yang mendasari atau berbagai modalitas pengobatan, pasien penderita kanker dapat
mengalami berbagai masalah sekunder seperti infeksi, menurunnya sel darah putih
dan sebagainya. Apapun tipe pengobatan kanker yang digunakan atau prognosis
kanker, banyak pasien kanker rentan terhadap masalah-masalah tersebut dan
komplikasinya. Peran perawat yang dalam tim onkologi adalah mengkaji pasien
terhadap masalah-masalah ini dan komplikasi-komplikasinya.
PROSES KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KANKER
P a g e | 24
1. Pengkajian
Infeksi. Pada semua tahap kanker, pasien dikaji terhadap faktor-faktor
yang dapat meningkatkan infeksi. Infeksi adalah penyebab utama kematian pada
populasi onkologi. Faktor-faktor yang mempredisposisi pasien terhadap infeksi,
dirangkum dalam table berikut:
Fakto-faktor Mekanisme yang mendasari
1. Kerusakan integritas kulit dan
membrane mukosa
Kelihangan pertahanan garis pertama
tubuh terhadap organism yang
menyerang.
2. Kemoterapi Banyak agens menyebabkan supresi
sumsum tulang, yang mengakibatkan
penurunan pembentukan dan fungsi
sel-sel darah putih. Agens kemoterapi
yang menyebabkan mukositis merusak
integritas kulit dan membrane mukosa.
Kerusakan organ yang berkaitan
dengan agens tertentu juga dapat
mempredisposisi pasien terhadap
infeksi. Kerusakan organ seperti
fibrosis pulmonary atau kardiomiopati
yang berkaitan dengan agens tertentu
juga dapat mempredisposisi pasien
terhadap infeksi.
3. Terapi radiasi Radiasi yang mengenai tempat
pembentukan sumsum tulang dapat
mengakibatkan supresi sumsum
tulang. Juga dapat mengarah pada
kerusakan integritas jaringan.
4. Pengubah respon biologis Beberapa pengubah respon biologi
dapat menyebabkan supresi sumsum
tulang dan disfungsi organ.
5. Malignasi Sel-sel maligna dapat menginfiltrasi
sumsum tulang dan mengganggu
produksi sel-sel darah putih dan
limfosit. Malignasi hematologi
(leukemia dan limfoma) berkaitan
dengan kerusakan fungsi dan
pembentukan sel-sel darah.
6. Malnutrisi Mengakibatkan kerusakan fungsi dan
produksi sel-sel dari respon imun.
Dapat memperburuk integritas kulit.
7. Medikasi Antibiotic mengganggu keseimbangan
P a g e | 25
flora normal, memungkinkan mereka
menjadi patogenik. Proses ini paling
umum terjadi pada traktus
gastrointestinal.
Kortikosteroid dan obat-obat anti-
inflamasi non-steroid menyamarkan
respon inflamatori.
8. Kateter urin Menciptakan port dan mekanisme
entry untuk organism.
9. Kateter intravena Mengakibatkan kerusakan integritas
kulit dan tempat masuk organism.
10. Prosedur invasive lain
(pembedahan, parasentesis,
torakosentesis, selang drainase,
endoskopi, ventilasi mekanik)
Menciptakan pintu masuk dan
kemungkinan masuknya organism
eksogen ke dalam sistem.
11. Alat-alat penampung Benda-benda dilingkungan seperti air
yang terperangkap dalam peralatan
oksigen berkaitan dengan
pertumbuhan mikroorganisme.
12. Usia Usia yang meningkat berkaitan dengan
penurunan fungsi organ. Juga
berkaitan dengan penurunan produksi
dan fungsi sel-sel dari sistem imun.
13. Penyakit kronis berkaitan dengan kerusakan fungsi
organ dan perubahan respon imun.
14. Hospitalisasi yang lama Memungkinkan peningkatan
pemajanan terhadap infeksi
nosokomial dan kolonisasi organism
baru.
Perawat memonitor pemeriksaan laboratorium, khususnya hitung sel darah lengkap,
untuk mendeteksi perubahan dini dalam sel-sel darah putih. Pada pasien yang
mengalami imunosupresi, gejala umum infeksi mungkin tidak tampak.
Jumlah sel darah putih. Fungsi dari sel-sel darah putih seringkali
rusak pada pasien kanker, sehingga mengalami penurunan atau leucopenia atau
granulositopenia.
Pendarahan. Pasien kanker juga dipantau terhadap faktor-faktor yang
memperberat pendarahan. Faktor tersebut mencakup supresi sumsum tulang akibat
radiasi, kemoterapi dan obat-obatan lain yang mempengaruhi koagulasi dan fungsi
keeping darah seperti aspirin, dipiridamole (persantine), heparin atau warfarin.
P a g e | 26
Area yang dikaji terhadap perdarahan meliputi: kulit dan membrane
mukosa; intestinal, traktus urinarius dan respiratorius dan otak.
Masalah kulit. Integritas kulit dan jaringan beresiko pada pasien
penderita kanker karena efek kemoterapi, terapi radiasi, pembedahan dan prosedur
invasive yang dijalankan untuk diagnosis dan terapi. Perawat mengidentifikasi mana
dari faktor predisposisi yang tampak dan mengkaji pasien tehadap faktor resiko
lainnya, termasuk deficit nutrisi, inkontinensia usus dan kandung kemih, imobilitas,
imunosupresi dan perubahan yang berhubungan dengan penuaan. Lesi atau ulserasi
kulit sekunder terhadap tumor harus diperhatikan. Membrane mukosa oral dan
penampakan lesi diperhatikan, karena efeknya pada status nutrisi dan tingkat
kenyamanan pasien.
Rambut rontok (aloppesia) dalah bentuk lain gangguan jaringan yang
umum pada pasien kanker yang menerima terapi radiasi atau kemoterapi. Selain
mempertahankan kerontokan rambut, perawat juga mengkaji dampak psikologis dari
efek samping ini pada pasien dan keluarganya.
Masalah nutrisi. Gangguan status nutrisi dapat memberi kontribusi
pada kemajuan penyakit, inkompetensi imun, insiden infeksi yang meningkat,
perlambatan perbaikan jaringan, kehilangan kemampuan fungsi, dan penurunan
kapasitas untuk melanjutkan pengobatan antineoplastik.
Berat badan dan masukan kalori pasien dipantau setiap hari. Informasi
lain yang dikumpulkan melalui pengkajian termasuk riwayat diet, perubahan nafsu
makan, situasi dan makanan yang memperburuk atau meredakan anoreksia dan
riwayat medikasi, kesulitan dalam mengunyah atau menelan ditetapkan dan kejadian
mual, muntah atau diare dicatat.
Nyeri. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada kanker mungkin berkaitan
dengan malignasi yang mendasari, desakan tekanan oleh tumor, prosedur pemeriksaan
diagnostic atau banyak pengobatan kanker yang mungkin digunakan. Seperti halnya
pada situasi lain yang mencakup nyeri, nyeri kanker dipengaruhi baik oleh
keterlibatan fisik dan psikososial. Perawat mengkaji sumber dan letak nyeri, faktor-
faktor yang meningkatkan persepsi nyeri pasien, seperti ketakutan dan kegelisahan,
kelatihan, marah, dan isolasi sosial.
Keletihan. Keletihan merupakan masalah kronis bagi individu
penderita kanker. Perawat mengkaji terhadap perasaan-perasaan kelemahan, kurang
energy, dan ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi sehari-hari yang perlu dan
P a g e | 27
berguna. Keletihan kronis ditandai dengan: kurang minat terhadap aktivitas yang
biasa dilakukan, kurang motivasi, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
Status psikososial. Pengkajian pasien kanker tidka terbatas pada
perubahan fisiologis yang dapat terjadi dalam perjalanan penyakit. Pengkajian
tersebut difokuskan pada status psikologis dan mental pasien karena pasien dan
keluarganya menghadapi pengalaman yang mengancam jiwa, uji diaognostik dan
modalitas pengobatan yang tidak menyenangkan dan kemajuan penyakit.
Citra tubuh. Pasien kanker dipaksa untuk menhadapi banyak serangan
terhadap citra tubuh sepanjang perjalanan penyakit dan pengobatan memasuki sistem
perawatan kesehatan sering disertai dengan depersonalisasi.
2. Masalah kolaboratif
Berdasarkan ada data pengkajian, potensial komplikasi yang mungkin terjadi
mencakup:
o Infeksi dan asepsis
o Hemoragi
3. Perencanaan dan implementasi
Tujuan utama pasien dapat mencakup pemeliharaan integritas jaringan,
pemeliharaan nutrisi, peredaan nyeri, peredaan keletihan, progresi yang efektif
melewati proses berduka, perbaikan citra tubuh dan tidak terdapat komplikasi.
4. Intervensi keperawatan
Mempertahankan integritas jaringan. Pesien dengan kanker
beresiko untuk mengalami berbagai kerusakan kulit dan membrane mukosa. Beberapa
dari gangguan yang paling sering dihadapi termasuk reaksi kulit dan jaringan terhadap
terapi radiasi, stomatitis, aloplesia dan lesi kulit metastatic. Trauma pada area yang
sakit dicegah dengan menggunakan pakaian yang kendur yang tidak mengkonstriksi,
mengiritasi atau menggesek area yang sakit. jika terjadi lepuh, hati-hati untuk tidak
mengganggu lepuh, dengan demikian , mengurangi resiko masuknya bakteri.
Perawatan luka aseptic diindikasikanuntuk meminimalkan resiko infeksi dan sepsis.
o Stomatitis. Sebagai akibat dari lecet dan luka normal setiap hari, sel
epitel yang melapisi rongga oral menjalani pemulihan yang cepat. Kemoterapi dan
iradiasi mengganggu kemampuan tubuh untuk menggantikan sel-sel tersebut. Nyeri
yang berlkaitan dengan jaringan oral yang mengalami ulserasi secara signifikan dan
P a g e | 28
dapat mengganggu masukan nutrisi, komunikasi dan keinginan untuk
mempertahankan higeine oral. Sikat gigi yang berbulu halus dan pasta gigi
nonabrasive mencegah atau mengurangi trauma pada mukosa oral. Membilas mulut
dengan saline mungkin diperlukan bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi sikat
gigi. Bibir pasien di diberi pelembab pelumas untuk menjaga jaringan agar tidak
kering dan pecah-pecah.
o Alopesia. Penipisan atau kerontokan rambut sementara atau permanen.
Alopesia merupakan efek samping merugikan dari terapi radiasi bentuk tertentu dan
beberapa preparat kemoterapeutik. Banyak tenaga kesehatan memandang kerontokan
rambut sebagai masalah kecil bila dibandingkan potensial konsekuensi yang
mengancam jiwa akibat malignansi yang diderita. Namun bagi pasien,
bagaimanapun, kerontokan rambut memiliki ancaman besar terhadap citra tubuh,
menimbulkan perasaan ansietas, kesedihan, marah, penolakan, bermusuhan dan
isolasi. Peran perawat adalah untuk memberikan informasi tentang alopesia dan
untuk membantu pasien dan keluarganya dalam koping dengan kerontokan rambut
dan perubahan dalam citra tubuh. Pasien didorong untuk menggunakan wig atau
pengganti rambut sebelum rambut terjadi. Penggunaan sakraf atau topi yang menarik
dapat membuat pasien merasa lebih baik.
o Lesi kulit maligna. Pertumbuhan sekunder sel-sel kanker ke dalam
kulit dapat menyebabkan kemerahan atau dapat berkembang menjadi luka yang
mencakup nekrosis dan infeksi. Asuhan keprawatan mencakup menkaji dengan
cermat dan membersihkan kulit, mengurangi flora bakteri permukaan, mengontrol
perdarahan, mengurangi baud an melindungi terhadap nyeri dan trauma kulit lebih
lanjut. Beri keluarga bantuan dan panduan untuk merawat lesi kulit dirumah.
Memelihara status nutrisi. Anoreksia, malabsorpsi dan kakeksia
adalah contoh dari masalah nutrisi yang umumnya tampak pada pasien kanker.
Makanan harus disiapkan agar tampak menarik dan menimbulkan nafsu makan. Bau
yang tidak menyenangkan dan penampilan makanan yang tidak mengundang harus
dihindari. Kesukaan pasien dan kebutuhan fisiologis dan metabolic harus diperhatikan
dalam memilih makanan. Makan dalam porsi kecil dan sering dengan suplemen
tambahan diantara waktu makan. Hygiene oral dan tindakan pereda nyeri dilakukan
sebelum makan untuk membuat makanan lebih menyenangkan.
P a g e | 29
Peredaan nyeri. Perawat memberikan edukasi dan dukungan untuk
memperbaiki ketakutan dan miskonsepsi tentang penggunaan analgesic.
Mengurangi keletihan. Perawat membantu pasien dan keluarga untuk
memahami bahwa keletihan sering diperkirakan terjadi dan merupakan efek samping
proses kanker dan pengobatan yang diterapkan serta berasal dari koping dengan yang
dialami. Stratergi keperawatan dirancang untuk meminimalkan keletihan atau
membantu pasien mengatasi keletihan yang sudah ada.
Memperbaiki citra tubuh dan harga diri. Penting artinya untuk
memberi dorongan agar mandiri dan ikut serta secara kontinu dalam perawatan diri
dan pembuatan keputusan. Segala perasaan negative yang pasienn miliki tentang
ancama citra tubuh harus diungkapkan. Perawat berperan sebagai konselor dan
pendengar yang baik bagi pasien dan keluarga.
Melewati proses berkabung dengan memberikan dukungan dan
membantu dalam mengambil keputusan. Menjawab pertanyaan-pertanyaan dari
pasien dan keluarga dan mengklarifikasi informasi yang diberikan oleh dokter.
Sumber:
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KANKER PARU
Asuhan keperawatan klien dengan kanker paru-paru adalah sama dengan
asuhan keperawatan klien dengan kanker lainnya seperti uraian diatas. Perbedaan
mendasar hanya pada penekanan dan perhatian yang lebih dikhususkan pada
manifestasi pernapasan yang dialami klien.
Membantu klien latihan batuk dan napas dalam. Dilakukan dengan
posisis duduk pada klien dengan tekanan darah stabil. Kedua telapak tangan perawat
menyanggga insisi dengan kuat dari bagian anterior dan posterior. Klien didorong
untuk napas dalam, menghembuskan napas dan kemudian anjurkan batuk. Jika pasien
tidak mampu batuk dengan efektif, maka dilakukan pengisapan trakheobronkial. Jika
pengisapan tidak berhasil membersihkan jalan napas, maka dilakukan bronkhoskopi
serat optic.
Meningkatkan pernapasan abdomen. Latihan pernapasan abdomen
sangat membantu bagi klien yang telah menjalani bedah dada karena latihan ini
P a g e | 30
memperbaiki ventilasi tanpa menambah nyeri dan membantu dalam ketrampilan
batuk secara lebih efektif.
Meningkatkan rasa nyaman dengan meredakan nyeri, dengan
bantuan relaksasi ataupun terapi farmakologi.
Sumber :
Aslih, Niluh Gede Yasmin. (2004). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
EFUSI PLEURA Efusi pleura merupakan suatu kumpulan cairan pada ruang antara lapisan
parietal dan visceral dari pleura, biasanya berisi cairan serosa. Namun juga dapat
mengandung bahan lainnya. Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang
berjenis cairan transudat. Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
emboli paru, sirosis hati (penyakit intraabdominal), dialysis peritoneal,
hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut, retensi garam atau pasca
by-pass koroner.
Efusi pleura eksudatif terjadi karena peradangan atau infiltrasi pada pleura
atau jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan pada dinding kapiler darah
menyebabkan terbentuknya cairan kaya protein yang keluar dari pembuluh darah dan
berkumpul pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura eksudatif adalah neoplasma,
infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit intraabdominal, dan imunologik.
Dalam keadaan normal, cairan pleura diproduksi oleh pleura parietal dan
diabsorpsi oleh pleura visceral. Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan didalam
rongga pleura. Jumlah cairan di rongga ini tetap karena adanya tekanan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila
tekanan osmotic koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
bertambahnya permeabilitas kapiler akibat adanya proses peradangan atau neoplasma,
bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negative intra
pleura apabila terjadi ateletaksis paru. Lima mekanisme berikut dikaitkan sebagai
etiologi akumulasi patologis cairan pleura:
1. Tekananan hidrostatik meningkat, seperti pada gagal jantung kongestif
yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke
dalam rongga pleura.
2. Permeabilitas kapiler meningkat, seperti pada pneumonia atau tipe
paru-paru pleuritis.
3. Tekanan onkotik menurun.
P a g e | 31
4. Tekanan negative intrapleura meningkat
5. Gangguan drainase limfatik ruang pleura, seperti pada karsinomatis
mediastinum.
Cairan peritoneal yang bersifat transudat dapat bersifat menyeberang
difragma ke ruang pleura. Cairan ini dapat masuk ke dalam rongga pleura melalui
defek-defek diafragma atau melalui jaring-jaring limfatik diafragma. Konsentrasi
protein transudat cairan pleura dapat lebih besar dari yang diharapkan kalau ada
gangguan drainase limfatik, stasis vaskuler atau kerusakan kapiler. Eksudat-eksudat
cairan pleura disebabkan oleh penyakit-penyakit yang meningkatkan permeabilitas
kapiler pleura atau mengganggu drainase limfatik rongga pleura.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik yang mungkin muncul pada efusi pleura adalah:
1. Sesak napas
2. Nyeri dada
3. Kesulitan bernapas
4. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
5. Keletihan
6. Batu
PENATALAKSANAAN
1. Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri, disnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,5 liter perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru.
2. Pemberian antibiotic (jika ada infeksi)
3. Pleurodesis
Pada efusi pleura karena keganasan dan efusi pleura rekuren lain,
diberikan obat (tetrasiklin, kalk dan bieomisin) melalui selang
interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah
terakumulasi kembali.
4. Tirah baring
Bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispnea akan
semakin meningkat.
Sumber:
Speicher, Carl E. 1996. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. Jakarta: EGC.
Darmanto, Djojodibroto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC.
P a g e | 32
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Diagnosa : Ketidakefektifan pola nafas Definisi : Inspirasi dan / atau ekspirasi
yang tidak menyediakan ventilasi yang
adekuat
Batasan Karakteristik :
- Perubahan kedalaman pernapasan
- Dsypnea
- Takipnea
Fator yang Berhubungan :
- Hiperventilasi ( Do : 24x/menit )
NOC “ Respiratory Status “
Respiratory rate 4 - 5
Depth of breathing 4 - 5
NOC “ Vital Signs “
Apical heart rate 4 - 5
Respiratory rate 4 - 5
Sistolik blood pressure 1 - 5
NIC “ Ventilation Assistance
Pertahankan pola napas
Posisikan untuk meringankan dispnea
dengan posisi semifowler/fowler
Posisikan untuk meminimalkan usaha
pernapasan
Monitor status pernapasan dan
oksigenasi
Ajarkan tekhnik pursed-lip-breathing
NIC “Vital signs monitoring
Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernapasan
Monitor tekanan darah setelah pasien
mendapat obat
Monitor ritme dan kecepatan jantung
Monitor ritme dan kecepatan
pernapasan
Diagnosa “ Kelebihan Volume Cairan “
Definisi :peningkatan retensi cairan
isotonik
Batasan Karakteristik : Perubahan tekanan darah
Penurunan hematokrit
Perubahan pola napas
Penurunan hematokrit
Penurunan hmoglobin
Efusi pleura
Faktor yang Berhubungan :
Gangguan mekanisme regulasi
NOC “Fluid balance”
Tekanan darah 2 - 5
Kecepatan nadi radial 4 - 5
Hematokrit 2 - 5
NOC “ Fluid Overload “Severity
Edema kaki 2 - 5
NIC “ Hypervolemia Management “
Monitor albumin dan total
protein
Monitor pola napas untuk
gejala kesulitan pernapasan
Monitor pemasukan dan
pengeluaran
Monitor hasil lab yang relevan
Memberikan obat diuretik
Monitor efek terapi diuretik
NIC “ Fluid Management “
P a g e | 33
Monitor dan nilai luas dan lokasi
edema
Monitor nutrisi
Monitor status hidrasi seperti
tekanan darah, kekuatan pulsasi
Monitor hasil lab yang relevan
seperti adanya penurunan
hematokrit dan peningkatan level
osmolaritas urin
Sumber :
Herdman, Theather. (2012). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi Nanda
2012 – 2014. Jakarta : KDT
Jhonson, Mario dkk. (2006). NOC dan NIC Linkages to NANDA I and Clinical
Conditions . USA : El Sevier Inc.
Bulechek, Gloria M, et al. (2004). NIC. USA: El – Sevier Inc.
Moohead, Sue et al. (2004). NOC. USA : El –Sevier Inc.
P a g e | 34
BAB III
PENUTUP
Neoplasma ini terbagi menjadi dua bagian yaitu neoplasma jinak dan ganas.
Neoplasma ganas yang bentuknya menyebar dan penyebarannya hampir mirip dengan
jari – jari kepiting yang sekarang disebut kanker. Meningkatnya jumlah pasien dengan
penyakit kanker ini memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pada pasien dengan penyakit kanker paru dapat ditegakkan intervensi
keperawatan dan medis seperti : mengajarkan teknik pernapasan dalam, manajemen
pengurangan nyeri dengan memberikan obat 3 step ladder dan perawata harusnya
memberikan dukungan emosional (perawatan paliatif) untuk pasien dan keluarga
dalam menghadapi penyakit yang dideritanya.
P a g e | 35
DAFTAR PUSTAKA
1. Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal Bedah ; Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengan Gangguan Pernapasan . Jakarta : Salemba Medika )
2. Dickman, andrew. 2012. Drug in Palliative Care. UK : Oxford University Press.
3. Jones & bartelett. 2012. Nurse’s Drug Handbook. Ed. 11. U.S.A : Jones and
Bartlett Publishers.
4. Barton-Burke, Margaret & Gail. M. 2006. Cancer Therapies. U.S.A : Jones and
Bartlett Publishers.
5. Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: B First.
6. Otto, Shirley E. 2003. Buku saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
7. Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC.
8. Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. Ed. 6. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta :
Gramedia.
9. Ciccone, Charles D. 2013. David’s Drug Guide for Rehabilitation professionals.
U.S.A : David Company.
10. Spratto, George & Adrienne I. Woods. 2012. Delmar Nurses’s Drug Handbook.
U.S.A : Cengage Publishers
11. Speicher, Carl E. 1996. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. Jakarta: EGC.
12. Darmanto, Djojodibroto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC.
13. Djojodibroto, Darmanto. 2003. Seluk-Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta:
Pustaka Popular Obor
14. Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan. Jakarta: EGC
15. Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta: EGC
16. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
17. Basher, Valentina. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan
Manajemen. Jakarta: EGC
18. Corwin, Elizabeth. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
19. Herdman, Theather. (2012). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi
Nanda 2012 – 2014. Jakarta : KDT
20. Jhonson, Mario dkk. (2006). NOC dan NIC Linkages to NANDA I and Clinical
Conditions . USA : El Sevier Inc.
21. Bulechek, Gloria M, et al. (2004). NIC. USA: El – Sevier Inc.
22. Moohead, Sue et al. (2004). NOC. USA : El –Sevier Inc.